KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan
Triwulan II - 2010
Kantor Bank Indonesia Palembang
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2010” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
Palembang, Agustus 2010
Ttd
Endoong Abdul Gani Pemimpin
Daftar Isi
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
ii
Daftar Isi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GRAFIK
ix
INDIKATOR EKONOMI
xiii
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
BAB 1
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
7
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan
7
Suplemen 1
ACFTA; JANGKA PENDEK AMAN, JANGKA PANJANG ANCAMAN
9
Suplemen 2
DAMPAK ACFTA SUMBAGSEL
13
Suplemen 3
BAB 2
TERHADAP
SEKTOR
UNGGULAN
ZONA
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triw ulanan
17
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan
24
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan
25
1.5. Struktur Ekonomi
26
1.6. Perkembangan Ekspor Impor
28
1.6.1. Perkembangan Ekspor
28
1.6.2. Perkembangan Impor
30
FAKTOR SIKLIKAL PENGARUHI KENAIKAN OPTIMISME KONSUMEN PALEMBANG
32
PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG
37
2.1. Inflasi Tahunan
37 iii
Daftar Isi
2.2. Inflasi Bulanan
Suplemen 4
41
METODE DISAGREGASI INFLASI KOTA PALEMBANG: VOLATILE FOODS, DAN ADMINISTERED PRICES
CORE, 46
Suplemen 5
SURVEI PEMANTAUAN HARGA TRIWULAN II 2010
48
BAB 3
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
53
3.1. Kondisi Umum
53
3.2. Kelembagaan
54
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
54
3.3.1. Penghimpunan DPK
54
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota
55
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
56
3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral
56
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan
58
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten
59
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembia yaan Menengah (MKM)
Usaha
Mikro
Kecil
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan
BAB 4
iv
61 62
3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan
62
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman
63
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga
64
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit /Pembia yaan
64
3.7. Rentabilitas Perbankan
66
3.8. Kelonggaran Tarik
66
3.9. Risiko Likuiditas
67
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah
67
3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
69
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
71
4.1. APBD Perubahan Tahun 2010
71
4.2. Realisasi APBD Semester I Tahun 2010
73
Daftar Isi
BAB 5
Suplemen 6
BAB 6
BAB 7
4.3. Realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) Tahun 2009
74
4.4. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan
75
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
77
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
77
5.2. Perkembangan Perkasan
79
5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau
81
UANG LOGAM RP1.000 DAN UANG KERTAS RP10.000 DESAIN BARU RESMI DILUNCURK AN
83
PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
85
KETENAGAKERJAAN
DAERAH
DAN
6.1. Ketenagakerjaan
85
6.2. Pengangguran
87
6.3. Tingkat Kemiskinan
88
6.4. Nila i Tukar Petani
90
6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
92
6.6. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumsel Tahun 2010
92
6.7. Rasio Gini Provinsi Sumatera Selatan
93
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
95
7.1. Pertumbuhan Ekonomi
95
7.2. Inflasi
98
7.3. Perbankan
100
DAFTAR ISTILAH
v
Daftar Isi
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
vi
Daftar Tabel
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)
8
Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)
17
Realisasi Luas Tanam (LT) dan Luas Panen (LP) Provinsi Sumatera Selatan (dalam Ha)
19
Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%)
24
Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%)
26
Tabel 1.6
Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%)
27
Tabel 1.7
Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%)
27
Tabel 1.8
Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD)
28
Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
28
Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD)
30
Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
30
Statistika Deskriptif Inflasi Tahunan Pale mbang dan Nasional, Januari 2003 – Juni 2010
41
Pertumbuhan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
56
Tabel 3.2
Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta)
57
Tabel 3.3
Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 1.5
Tabel 1.9 Tabel 1.10 Tabel 1.11 Tabel 2.1 Tabel 3.1
per 60
Tabel 3.4
Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan II 2010
66
Tabel 3.5
Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta)
68
Tabel 4.1
Realisasi APBD Sumsel Semester I 2010 (Rp Miliar)
72
Tabel 4.2
Realisasi APBD Sumsel Semester I 2009 dan Semester I 2010 (Rp Miliar)
73
Tabel 4.3
Realisasi DBH Provinsi Sumsel 2009 Menurut Kab/Kota (Rupiah)
75
Tabel 5.1
Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sumatera Selatan
79
Tabel 5.2
Kegiatan Perkasan di Sumsel (Rp Miliar)
80
vii
Daftar Tabel
Tabel 5.3
Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Rp Miliar)
81
Tabel 6.1
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2008 - Februari 2010
85
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2008 - Februari 2010
86
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2008 Februari 2010
87
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2010
88
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008 – Maret 2010
89
Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009 – Maret 2010
90
Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan
91
Tabel 6.8
Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani
91
Tabel 6.9
IP M 2007-2008 Menurut Provinsi
92
Tabel 6.10
UMP Sumsel Tahun 2010
92
Tabel 6.11
Rasio Gini 2007-2009 Menurut Provinsi
93
Tabel 7.1
Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan II 2010
96
Tabel 7.2
Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 (dalam persentase)
98
Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan III 2010
101
Tabel 6.2 Tabel 6.3 Tabel 6.4 Tabel 6.5 Tabel 6.6 Tabel 6.7
Tabel 7.3
viii
Daftar Grafik
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1
PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000
7
Grafik 1.2
Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih
12
Grafik 1.3
Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumsel
12
Grafik 1.4
PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000
17
Kontribusi Sektor Ekonomi PDRB Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2010
18
Grafik 1.6
Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan
18
Grafik 1.7
Perkembangan Harga Tandan Buah Segar di Sumatera Selatan
18
Grafik 1.8
Perkembangan Konsumsi Semen
19
Grafik 1.9
Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional
20
Grafik 1.10
Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional
20
Grafik 1.11
Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Bermotor
21
Grafik 1.12
Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar dan Jumlah Wisatawan
21
Grafik 1.13
Perkembangan Penumpang Angkutan Udara
22
Grafik 1.14
Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumsel
22
Grafik 1.15
Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional
22
Grafik 1.16
Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional
22
Grafik 1.17
Perkembangan Penjualan LPG
23
Grafik 1.18
Perkembangan Konsumsi Listrik Total dan Sektor Rumah Tangga
23
Grafik 1.19
Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Sosial dan Pemerintah
23
Grafik 1.20
Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Bisnis dan Industri
23
Grafik 1.21
Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
24
Grafik 1.22
Perkembangan Konsumsi BBM di Provinsi Sumsel
25
Grafik 1.23
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
25
Grafik 1.24
Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan
26
Grafik 1.25
Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
29
Grafik 1.26
Perkembangan Volume Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
29
Grafik 1.27
Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan
29
Grafik 1.5
ix
Daftar Grafik
Grafik 1.28
Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan Mar 10 - Mei 10
29
Grafik 1.29
Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan
31
Grafik 1.30
Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan
31
Grafik 1.31
Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal
31
Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal Mar 10 - Mei 10
31
Grafik 2.1
Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang
37
Grafik 2.2
Inflasi Tahunan Kota Palembang per Kelompok Pengeluaran Triwulan II 2010
37
Grafik 2.3
Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional
38
Grafik 2.4
Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang
39
Disagregasi Infla si Tahunan: Core, Volatile Foods, Administered Prices
40
Grafik 2.6
Perbandingan Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional
41
Grafik 2.7
Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang
41
Grafik 2.8
Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang per Kelompok Barang dan Jasa
42
Grafik 2.9
Disagregasi Inflasi Bulanan: Core, Volatile Foods, Administered Prices
40
Grafik 2.10
Inflasi Bulan Juni 2010 per Sub Kelompok pada Kelompok Bahan Makanan di Palembang
43
Grafik 2.11
Event Analysis Inflasi Kota Palembang Juni 2009 - Juni 2010
44
Grafik 2.12
Perbandingan Inflasi Bulanan dan Ekspektasi Harga Konsumen 3 Bulan YAD
44
Grafik 2.13
Perbandingan Inflasi Bula nan Palembang dan Nasional
44
Grafik 3.1
Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan
53
Grafik 3.2
Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan
54
Grafik 3.3
Pertumbuhan DPK Perbankan di Provinsi Sumatera Selatan
55
Grafik 3.4
Komposisi DPK Perbankan Triwulan II 2010 di Provinsi Sumatera Selatan
55
Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2010
58
Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan
59
Grafik 1.32
Grafik 2.5
Grafik 3.5 Grafik 3.6
x
Daftar Grafik
Grafik 3.7
Pangsa Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan II 2010
59
Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2010 Berdasarkan Wilayah
60
Penyaluran Kredit MKM Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Menurut Penggunaan
61
Grafik 3.10
Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit
61
Grafik 3.11
Perkembangan Suku Bunga Simpanan Sumatera Selatan
62
Grafik 3.12
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sumatera Selatan
63
Grafik 3.13
Perkembangan Spread Suku Bunga Sumatera Selatan
64
Grafik 3.14
Perkembangan NPL Perbankan Sumatera Selatan
64
Grafik 3.15
Perkembangan NPL Menurut Kelompok Bank
65
Grafik 3.16
Komposisi NPL Bank Umum Konvensional Menurut Sektor Ekonomi Triwulan II 2010
65
Grafik 3.17
Perkembangan Undisbursed Loan Perbankan Sumatera Selatan
66
Grafik 3.18
Perkembangan Risiko Lik uiditas Perbankan Sumatera Selatan
67
Grafik 3.19
Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
69
Perkembangan Rasio Likuiditas Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
69
Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Semester I 2010
74
Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Semester I 2010
74
Grafik 4.3
Perkembangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Sumatera Selatan
76
Grafik 4.4
Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21 Sumatera Selatan
76
Grafik 4.5
Perkembangan Penerimaan PBB Sumatera Selatan
76
Grafik 5.1
Perkembangan Kliring Sumsel
77
Grafik 5.2
Perkembangan RTGS Sumsel
78
Grafik 5.3
Perkembangan Perputaran Kliring dan Hari Kerja
78
Grafik 5.4
Perkembangan Bulanan Perputaran Kliring Sumsel
79
Grafik 5.5
Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro Kosong Sumsel
79
Grafik 5.6
Perkembangan Kegiatan Perkasan Sumsel 2009-2010
80
Grafik 5.7
Perkembangan Penarikan Uang Lusuh oleh KBI Palembang
81
Grafik 5.8
Perkembangan Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 20092010
82
Grafik 3.8 Grafik 3.9
Grafik 3.20 Grafik 4.1 Grafik 4.2
xi
Daftar Grafik
Grafik 6.1
Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani
90
Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia
91
Grafik 7.1
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan
95
Grafik 7.2
Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan
99
Grafik 6.2
xii
Indikator Ekonomi
INDIKATOR EKONOMI
A. Inflasi dan PDRB
xiii
Indikator Ekonomi
B. Perbankan
xiv
Indikator Ekonomi
Lanjutan
C. Sistem Pembayaran
xv
Indikator Ekonomi
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
xvi
II/10
RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Ekonomi Regional Sumatera Selatan
Abstraksi Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan II 2010 tetap bergairah hingga kelompok grass-root. Perekonomian tumbuh relatif tinggi dan mengalami sedikit percepatan dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi didorong oleh tingginya harga komoditas unggulan, khususnya karet yang diik uti oleh ekspansi pasar seiring dengan meningkatnya optimisme kegiatan usaha dan percepatan realisasi pengeluaran pemerintah. Inflasi cenderung meningkat seiring lonjakan harga volatile foods, walaupun core inflation tetap stabil di tingkat yang rendah. Dunia perbankan tumbuh secara meyakinkan bersamaan dengan penurunan suku bunga yang mengindikasikan berkurangnya risiko perekonomian. Meningkatnya aktivitas sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai mengkonfirmasi meningkatnya aktivitas perekonomian. Selain itu, terdapat indikasi bahwa kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok grass-root mengala mi peningkatan. Pada triwulan III 2010, perekonomian akan tumbuh dengan beberapa kejutan (shock), termasuk sedikit perubahan struktural. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan akan mengalami percepatan terdorong oleh sektor konstruksi walaupun secara agregat terdapat sedikit shock di sisi suplai. Harga komoditas unggulan yang tetap tinggi bersamaan dengan meningkatnya produksi secara musiman akan memperkuat pertumbuhan ekonomi walaupun terdapat perubahan struktur biaya yang sedikit menghambat ekspansi. Pengeluaran pemerintah dan investasi diperkirakan terdorong oleh persiapan Sea Games 2011. Tekanan inflasi diprediksi meningkat seiring adanya lonjakan permintaan pada bulan puasa dan Idul Fitri, serta adanya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) beserta dampak lanjutannya berupa kenaikan harga-harga barang industri. Perbankan diperkirakan tumbuh konstan karena penurunan risiko perekonomian, walaupun terdapat potensi penurunan investasi karena realokasi sumber daya produksi. Frekuensi dan nilai transaksi tunai maupun non tunai diprediksi akan meningkat didorong oleh permintaan domestik dan transaksi eksporimpor.
Ringkasan Eksekutif
Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) secara tahunan pada triwulan II 2010 sebesar 5,7% (yoy). Laju pertumbuhan tersebut tergolong tinggi dan sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi usaha saat ini pada umumnya ditandai dengan meningkatnya penjualan, terjadinya ekspansi pasar, maupun optimisme terhadap kondisi usaha dan perekonomian secara umum ke depan. Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala yang membatasi pengembangan usaha antara lain faktor cuaca yakni curah huja n yang tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang berdampak pada penurunan kuantitas serta kualitas produksi beras dan sawit. Selain itu, terdapat pula isu lingkungan terkait dengan subsektor perkebunan sawit, namun dampaknya masih terkontrol menurut kalangan pengusaha. Kinerja dunia usaha pada triwulan II-2010 menunjukkan peningkatan ke arah yang lebih baik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, meskipun pada subsektor perikanan pemulihan dari dampak krisis global belum sepenuhnya terjadi. Terus berlanjutnya kecenderungan peningkatan harga komoditas unggulan terutama sawit, meningkatnya permintaan komoditas, dan meningkatnya aktivitas ekonomi secara umum telah menjadi pendorong meningkatnya perekonomian. Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang pada triwulan II 2010 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwula n sebelumnya. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II 2010 mencapai 113,50, sementara indeks rata-rata triwulan sebelumnya sebesar 108,63. Demikian pula dengan rata-rata Indeks Keyakinan Ekonomi Saat ini (IKESI) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang juga mengalami peningkatan dengan pencapaian masingmasing sebesar 105,96 dan 121,04. Harga jual komoditas unggulan pada triwulan II 2010 secara umum lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya terutama untuk komoditas karet dan sawit. Di sisi lain, beberapa pelaku bisnis menginformasikan bahwa harga jual masih mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Khusus untuk komoditas padi, kualitas yang menurun akibat terendam air juga mendorong penurunan harga jual. Kinerja perekonomian triw ulan I 2010 berdasarkan komponen sektoral ditandai dengan pertumbuhan tahunan tertinggi pada sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA) yakni sebesar 19,2% (yoy), namun dengan andil terhadap laju PDRB yang masih terbatas yakni sebesar 1,67%. Adapun sektor ekonomi yang memberikan andil yang paling tinggi adalah sektor pertanian yang memberik an sumbangan terhadap laju pertumbuhan ekonomi sebesar 40,79%. 2
Ringkasan Eksekutif
Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel masih ditopang oleh sektor primer yakni sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar 42,7%. Pangsa sektor primer tersebut sedikit meningkat dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 41,8%. Peningkatan pangsa di sektor primer terutama didorong penurunan pangsa sektor pertanian dari sebesar 19,2% menjadi 20,8% sebagai dampak membaiknya kinerja subsektor perkebunan. Dari sisi penggunaan, walaupun secara struktural komponen konsumsi masih memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB Sumsel, namun pangsa komponen tersebut diproyeksikan mengalami penurunan menjadi 70,2% dibandingkan pangsa triwulan sebelumnya yang mencapai 71,8% yang dipengaruhi oleh meningkatnya kontribusi komponen investasi yang relatif besar. Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan II 2010 sebesar 3,62% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 2,50% (yoy). Pada triwulan yang sama tahun 2009 infla si tahunan mencapai 2,92% (yoy). Inflasi tahunan pada triwulan II 2010 menunjukkan peningkatan yang disebabkan oleh kenaikan harga beberapa komoditas pangan akibat kurangnya suplai sebelum panen pada kondisi permintaan yang inelastis. Menurut hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), terdapat tekanan penurunan produksi padi karena ancaman hama tikus di salah satu kecamatan di Musi Rawas. Inflasi juga dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat atas kenaikan TDL pada Juli 2010. Inflasi terlihat terus menerus meningkat walaupun masih relatif rendah. Pada triwulan II 2010, inflasi lebih disebabkan ole h pergerakan harga volatile foods. Core infla tion tercatat stabil sejak pertengahan 2009 dan sampai Triwulan II 2010 masih bertahan pada tingkat yang rendah, bahkan cenderung menurun pada bulan Juni 2010. Inf la si administered prices juga tercatat minimal dan stabil. Dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan, secara umum terjadi tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar rata-rata 11,85% dibandingkan posisi triwulan sebelumnya. Cabe merah, bawang merah, dan daging ayam mengalami peningkatan harga yang signifikan. Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2010 (Mei 2010) dari beberapa indikator seperti total aset, penghimpunan dana dan penyaluran kredit/pembiayaan mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi domestik. Penyaluran kredit kecil mengalami peningkatan terus-menerus pada 3
Ringkasan Eksekutif
beberapa periode terakhir. Suku bunga menunjukkan penurunan yang robust seiring dengan menurunnya risiko sehubungan dengan baiknya kondisi perekonomian. Realisasi fiskal daerah pada semester I 2010 relatif telah le bih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Beberapa komponen APBD mengala mi realisasi yang lebih cepat, khususnya Dana Perimbangan dan Belanja Langsung. Hal ini merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2010. Aktivitas kliring mengalami peningkatan dari sisi jumlah warkat maupun nominal, baik dibandingkan dengan triwulan ataupun tahun sebelumnya. Terjadi peningkatan net-ouflow pada kegiatan perkasan yang memberikan indikasi meningkatnya aktivitas perekonomian. Secara umum, kondisi perkasan terus menunjukkan peningkatan rata-rata netoutflow harian dari Rp6,18 milia r pada triwula n sebelumnya menjadi Rp16,36 miliar. Tingginya aktivitas sistem pembayaran tunai yang terjadi pada bulan April 2010 di Lubuk Linggau tidak terlepas dari masih berlangsungnya masa panen tabama. Rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami peningkatan akibat meningkatnya konsumsi terhadap komponen obat dan pupuk seiring dimulainya masa tanam. Rata-rata NTP pada triwulan II 2010 tercatat meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan nilai tukar petani terutama disebabkan meningkatnya harga komoditas unggulan yang berdampak pada indeks harga yang diterima petani jauh lebih besar daripada pertumbuhan indeks harga yang dibayar petani. Pertumbuhan ekonomi provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2010 diprediksi akan sedikit lebih cepat yang utamanya lebih disebabkan oleh percepatan pembangunan konstruksi terkait Sea Games 2011 menyusul terpilihnya Sumatera Selatan sebagai salah satu kota penyelenggaraan. Faktor risiko muncul karena berubahnya struktur biaya produksi akibat adanya shock komponen biaya energi akibat dinaikkannya Tarif Dasar Listrik (TDL), sehingga perusahaan dalam jangka pendek masih berada dala m proses realokasi sumber daya. Secara musiman, perekonomian pada triwulan III 2010 akan tumbuh tinggi karena meningkatnya hasil produksi komoditas unggulan bersamaan dengan peningkatan harga karet secara robust di pasar internasional. Pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) pada triwulan III 2010 diperkirakan akan berada pada kisaran 5,9 ± 0,5%. Sedangkan secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tumbuh di kisaran 6,5 ± 0,5%. Namun, laju pertumbuhan triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi akan mengalami perlambatan menja di sebesar 1,3 ± 0,5% (qtq,sa).
4
Ringkasan Eksekutif
Pertumbuhan ekonomi kumulatif 2010 direvisi ke atas dari proyeksi sebelumnya menjadi 5,8 ± 1% (yoy). Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2010 secara umum ditingkatkan dibandingkan proyeksi sebelumnya, kecuali kawasan Eropa. Hal ini mengindikasikan potensi peningkatan permintaan yang berimplikasi pada peningkatan ekspor Sumatera Selatan. Selain itu, kinerja ekspor produk-produk unggulan Sumsel pada triwulan III 2010 diperkirakan akan mengalami peningkatan secara triwulanan yang disebabkan oleh produksi yang memiliki kecenderungan untuk meningkat bersamaan dengan harga di pasar internasional yang tetap tinggi. Namun di sisi lain, terdapat beberapa hal yang dapat menurunkan la ju pertumbuhan ekspor, antara lain nilai tukar Rupiah yang cenderung terus terapresiasi dan menyebabkan barang ekspor Sumatera Selatan menjadi kurang kompetitif. Melalui permintaan domestik, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan dipicu oleh beberapa hal, yaitu: (1) adanya potensi peningkatan pendapatan karena tingginya harga komoditas khususnya karet yang memicu peningkatan konsumsi, (2) adanya potensi peningkatan investasi sehubungan dengan persiapan perhela tan akbar yakni Sea Games 2011, (3) masih rendahnya tingkat inflasi yang dapat mempertahankan daya beli masyarakat. (4) potensi peningkatan penyaluran kredit perbankan karena meningkatnya kegiatan investasi dan baiknya outlook perekonomian Indonesia. Meskipun demikian, terdapat pula potensi yang patut diperhatikan karena dapat membuat pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari perkiraan, yaitu: (1) nilai tukar Rupiah yang berpotensi semakin terapresiasi yang dapat menurunkan net ekspor, (2) kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang menambah beban biaya usaha. Inflasi tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan secara moderat, yang didorong oleh ekspektasi meningkatnya biaya produksi dan perubahan alokasi sumber daya sehubungan dengan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) pada triwulan III 2010. Selain itu, inflasi pada triw ulan III 2010 akan didorong pula oleh efek kenaikan permintaan pada perayaan Idul Fitri 2010. Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Selatan, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan III 2010 akan meningkat menjadi 3,96±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan meningkat menjadi 1,90±0,5%.
5
Ringkasan Eksekutif
Namun demikian, proyeksi tersebut saat ini mempunyai kecenderungan bias ke atas akibat adanya dampak lanjutan dari kenaikan TDL. Kinerja perbankan pada triwulan III 2010 diproyeksikan akan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II 2010 dengan tingkat pertumbuhan yang rela tif stabil, baik dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga maupun penyaluran kredit. Faktor risiko muncul dari kenaikan TDL yang merubah struktur biaya. Dalam jangka pendek, hal ini dapat memperlambat kegiatan ekspansi usaha atau investasi karena faktor kapital yang rigid dalam jangka pendek, yang pada akhirnya akan menurunkan permintaan kredit perbankan. Walaupun demikian, penyaluran kredit perbankan diperkirakan akan terdorong kegiatan investasi maupun pembangunan terkait persiapan Sea Games 2011, antara lain melalui pembangunan perumahan, jalan, dan infrastruktur pendukung lainnya. Kemudian, harga komoditas khususnya karet yang mengalami peningkatan akan memperbaiki peluang usaha sehingga meningkatkan permintaan kredit.
6
BAB 1
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
•
Laju pertumbuhan ekonomi Sumsel pada triwulan II 2010 sebesar 5,7% (yoy) ditopang oleh kenaikan ekspor dan meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan.
•
Kondisi cuaca yang kondusif dan meningkatnya harga komoditas unggulan di pasar internasional menjadi penopang membaiknya kinerja subsektor perkebunan.
•
ACFTA belum mengkhawatirkan dalam jangka pendek, namun tetap menjadi ancaman dalam jangka panjang
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) secara tahunan pada triwulan II 2010 adalah sebesar 5,7% (yoy). Kondisi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 5,6% (yoy). Grafik 1.1 PDRB dan Laju Per tumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumsel Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 pada triwulan ini mencapai Rp15,8 triliun, lebih t inggi dibandingkan PDRB periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp14,9 triliun. Tingginya laju perekonomian di Sumsel terkonfirmasi oleh survei bisnis yang menunjukkan kondisi usaha secara umum semakin
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah
membaik .
Kondisi perekonomian saat ini ditandai dengan meningkatnya penjualan, terjadinya ekspansi pasar, maupun membaiknya optimisme pelaku bisnis terhadap kondisi usaha dan perekonomian secara umum pada masa yang akan datang. Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala yang membatasi pengembangan usaha antara lain faktor cuaca yakni curah hujan yang tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang berdampak pada penurunan kuantitas serta kualitas produksi beras dan sawit. Selain itu, terdapat isu lingkungan terkait
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
dengan subsektor perkebunan (Lihat Suplemen 1. ACFTA; Jangka Pendek Aman, Jangka Panjang Ancaman). Kinerja dunia usaha pada triwulan II 2010 menunjukkan perbaikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, meskipun pada beberapa sektor pemulihan dari dampak krisis global belum sepenuhnya terjadi. Membaiknya kinerja dunia usaha diantaranya disebabkan terus berla njutnya peningkatan harga komoditas unggulan, terutama karet dan sawit serta meningkatnya permintaan terhadap komoditas tersebut. Kinerja perekonomian triwula n
Tabel 1. 1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yo y) Sektoral PDRB Provinsi Sumat era Selat an ADHK 2000 (%) Lapangan Usaha
2009
II 2010
berdasarkan
sektoral
2010
komponen
ditandai
dengan
II
III
IV
I
II
2.2
4.2
6.3
9.0
4.6
1.8
2.3
0.8
0.6
1.6
1.8
2.4
5.2
4.5
5.9
LGA
1.3
3.5
10. 4
13. 9
5.5
Banguna n
7.3
8.2
8.7
7.0
8.5
PHR
3.0
2.4
4.4
5.5
6.7
15. 0
12. 7
12. 3
12. 5
13. 9
7.0
6.5
6.6
6.8
7.8
yang paling tinggi adalah sektor
10. 8
9.2
9.5
7.8
8.4
industri
4.0
4.4
5.3
5.6
5.7
memberikan sumbangan terhadap
Pertanian Pertambangan dan Pe nggalian Industri Pengola han
Pengangkutan & Komunikasi Keu., Persewaan & Js. Perusahaan Jasa-jasa Total PDRB
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
pertumbuhan pada
sektor
tahunan
tertinggi
Pengangkutan
dan
Komunikasi yakni sebesar 13,9% (yoy) namun dengan andil terhadap laju PDRB yang masih terbatas yakni sebesar
0,7%.
Adapun
sektor
ekonomi yang memberik an andil
pengolahan
yang
laju pertumbuhan ekonomi sebesar 1,0%.
Sektor pengangkutan dan komunikasi menunjukkan pertumbuhan tahunan yang paling tinggi yakni sebesar 13,2% (yoy). Ekspansifnya kinerja subsektor komunikasi diproyeksikan memberi andil yang cukup besar dalam mendorong peningkatan kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, aktivitas perekonomian yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya memberi pengaruh posit if terhadap peningkatan kinerja subsektor pengangkutan.
8
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Suplemen 1 ACFTA; JANGKA PENDEK AMAN, JANGKA PANJANG ANCAMAN Perkembangan usaha di Sumatera Selatan secara umum menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Membaiknya perekonomian ditunjukkan dengan meningkatnya penjualan, terja dinya ekspansi pasar, maupun optimisme terhadap kondisi usaha dan perekonomian secara umum ke depan. Meskipun demikian, terdapat beberapa kendala yang membatasi pengembangan usaha antara lain faktor cuaca yakni curah hujan tinggi yang berdampak pada penurunan kuantitas serta kualitas produksi beras dan sawit. Selain itu, terdapat isu lingkungan terkait dengan subsektor perkebunan. Tingkat penjualan domestik diperkirakan tetap membaik seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian yang didukung oleh berlanjutnya tren membaiknya harga komoditas unggulan. Selain itu, pelaksanaan event berskala internasional seperti SEA Games, diharapkan dapat berdampak positif bagi peningkatan kinerja pelaku usaha dan pada gilirannya akan meningkatkan daya beli masyarakat serta memperluas lapangan kerja . Penjualan ekspor saat ini secara umum menunjukkan berlanjutnya tren positif penjuala n dibanding tahun sebelumnya terutama untuk komoditas crumb rubber. Selain itu, peluang pasar yang masih terbuka merupakan faktor yang kondusif bagi terealisasinya ekspansi pasar komodit as jagung yakni ekspor ke Malaysia dengan pangsa mencapai 35% dan tingkat harga yang menguntungkan. Harga jual komoditas unggula n pada triwula n II-2010 secara umum lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya terutama untuk komoditas karet dan sawit. Di sisi lain, beberapa pelaku bisnis menginformasikan bahwa harga jual masih mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Khusus untuk komoditas padi, kualitas yang menurun akibat terendam air juga mendorong penurunan harga jual. Sektor properti mengalami peningkatan permintaan terutama untuk rumah tipe menengah ke bawah. Hal tersebut disebabkan masih tingginya permintaan dan ketersediaan lahan. Faktor yang dirasakan menjadi kendala dalam peningkatan kinerja sektor bangunan adala h keengganan sebagian besar bank untuk menyalurkan kredit dengan bunga bersubsidi, padahal sebagian besar permintaan kredit rumah adala h yang bersubsidi. Selain itu, tingkat suku bunga yang berla ku saat ini dirasakan masih cukup tinggi di tengah rendahnya BI-rate. Pelaku usaha mengharapkan agar tingkat suku bunga KPR dapat berada pada kisaran maksimal 3% di atas BI-rate. Permintaan luar negeri juga mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Di sektor industri pengolahan, ekspor crumb rubber meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan dunia. Hal ini terkait dengan ekspansi usaha yang dilakukan oleh pembeli crumb rubber dari Korea yang membuka pabrik baru di Cina. Terkait dengan implementasi perdagangan bebas ASEAN-China, pelaku bisnis menilai bahwa hal tersebut sangat menguntungkan dan berdampak positif bagi kinerja mereka karena meningkatnya peluang dan pangsa pasar ekspor. *) Diperoleh dari hasil Busi ness S urvey yang merupakan ke giatan pemantaua n kondisi usaha dengan mewawancarai langsung pelaku usaha
9
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Pemberlakuan perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) di satu sisi merupakan peluang untuk meningkatkan ekspor komoditas unggulan seperti karet, namun di sisi la in dapat menjadi ancaman masuknya produk dari Cina ke dalam negeri ataupun ancaman direbutnya pasar ekspor produk Indonesia. Selain itu, kenaikan harga pupuk yang mulai diberlakukan pada bulan April lalu, akan menjadi ancaman bagi pupuk lokal apabila petani akhirnya lebih tertarik untuk menggunakan pupuk dari Cina yang harganya lebih murah dan lebih hemat pemakaiannya. Selain itu, daya saing yang masih rendah terutama untuk usaha kecil dan menengah dibanding Cina menjadi faktor yang perlu menja di perhatian. Bagi pelaku usaha yang bergerak di sektor perdagangan otomotif, saat ini belum merasakan dampak dari perdagangan bebas tersebut. Namun, diperkirakan dalam jangka waktu 5 tahun mendatang, dengan masuknya barang-barang dari Cina dan ASEAN yang diperkirakan harganya lebih murah akan meningkatkan kegiatan ekonomi dan pada akhirnya meningkatkan kebutuhan terhadap alat pengangkutan yakni mobil. Sehingga akan menjadi peluang bagi pelaku usaha di perdagangan otomotif untuk meningkatkan kinerjanya. Sementara itu, pelaku usaha di bidang distribusi consumer goods, sampai saat ini belum merasakan dampak negatif perdagangan bebas ASEAN-China. Namun dalam jangka panjang, mereka memperkirakan bahwa produk Cina dapat menjadi ancaman karena harga produk yang rela tif lebih murah.
10
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Sektor bangunan dan sektor jasa-jasa masing-masing tumbuh sebesar 8,5% (yoy) dan 8,4% (yoy). Sebagaimana terkonfirmasi pada business survey yang dilakukan Bank Indonesia , sektor bangunan (khususnya properti) terindikasi mengala mi peningkatan penjualan, terutama untuk rumah tipe menengah ke bawah. Hal tersebut disebabkan masih tingginya tingkat permintaan dan ketersediaan lahan yang mencukupi. Namun demikian, ada beberapa faktor yang dirasakan menja di kendala dalam peningkatan kinerja sektor bangunan yang salah satunya adalah keengganan sebagian besar bank untuk menyalurkan kredit bunga bersubsidi, padahal sebagian besar permintaan kredit rumah adalah yang bersubsidi. Sementara itu, pertumbuhan sektor jasa-ja sa yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada triw ulan sebelumnya disebabkan membaiknya perekonomian secara umum, terutama pada sektor industri pengolahan dan sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR). Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) pun mengalami pertumbuhan tahunan yang relatif tinggi. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh sebesar 7,8% (yoy). Cukup tingginya kinerja sektor keuangan tidak terlepas dari perkembangan sektor perbankan (pembahasan lebih lanjut sektor ini dibahas pada Bab III Perkembangan Perbankan Daerah). Sementara itu, meningkatnya kinerja sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan Sumsel berdampak langsung
pada
peningkatan
daya
beli masyarakat sehingga
menyebabkan kinerja sektor PHR pun mengalami peningkatan. Lebih ja uh lagi, kondisi perekonomian global yang terus membaik telah meningkatkan permintaan domestik dan aktivitas perekonomian sehingga sektor PHR mengalami peningkatan sebesar 6,7% (yoy). Pada triwulan II 2010 ini sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 5,9% (yoy). Relatif membaiknya kinerja tahunan sektor industri pengolahan tidak terlepas dari meningkatnya harga komoditas unggulan di pasar internasional dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal tersebut memberi insentif kepada pelaku bisnis pada sektor industri pengolahan maupun petani perkebunan (karet dan sawit) sehingga pada akhirnya dapat mendorong kinerja sektor industri pengolahan ja uh lebih baik dibanding pencapaian triwulan sebelumnya.
11
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Pertumbuhan ekonomi sektor
Listrik,
Gas, dan Air Bersih (LGA) tercatat sebesar 5,5%
Grafik 1.2 Perkembang an Jumlah Pelanggan dan Penju alan Air Bersih
(yoy). Selesainya program konversi minyak tanah ke gas menja di sala h satu pendorong utama melambatnya kinerja subsektor gas kota. Sementara itu, membaik nya kinerja subsektor Air Bersih yang diindikasikan
dengan
bertambahnya
jumlah
pelanggan PDAM sebesar 25,90% (yoy) dan meningkatnya penjuala n air bersih sebesar 10,86% (yoy) menjadi penahan mela mbatnya sektor LGA.
Sumber : PT PD AM Tirta Musi
Sektor pertanian mengalami perlambatan pertumbuhan tahunan yakni menjadi sebesar 4,6% (yoy) yang disebabkan menurunnya kinerja subsektor tanaman bahan makanan (tabama). Berdasarkan hasil survei di beberapa sentra pertanian diindikasikan terjadi penurunan produktivitas tabama dibandingkan dengan kondisi pada tahun sebelumnya yang salah satunya diakibatkan panen gadu tahun ini kurang optimal disebabkan banyaknya serangan hama dan bencana ala m seperti banjir. Sementara itu, tingginya harga komoditas karet dan sawit di pasar internasional dibandingkan dengan kondisi pada tahun sebelumnya memberikan dorongan kepada petani perkebunan untuk lebih produktif dan memberikan dampak positif terhadap tingginya kinerja subsektor perkebunan. Grafik 1.3 Perkembang an Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumsel
Sektor
pertambangan
dan
penggalian merupakan sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tahunan paling rendah yakni sebesar 1,6% (yoy) namun relatif lebih baik dibandingkan kinerja
tahunan
pada
triwula n
sebelumnya yang tercatat sebesar 0,6% (yoy). Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mi neral
Berdasarkan
pemantauan
pada
beberapa perusahaan yang bergerak di sektor ini, menguatnya harga minyak
bumi dan batu bara tidak diiringi dengan peningkatan jumlah produksi yang signifikan sehingga menyebabkan kinerja sektor pertambangan belum optimal. 12
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Suplemen 2 DAMPAK ACFTA TERHADAP SEKTOR UNGGULAN ZONA SUMBAGSEL Analisis ini didasarkan atas hasil quick survey “Dampak Perdagangan Bebas ACFTA terhadap Kinerja Perusahaan”. Responden terdir i atas 3 sektor (pertanian, industri, perdagangan) masing-masing sebanyak 25, 17 dan 14. Mayoritas responden adalah usaha besar dan usaha menengah. Lokasi survei adalah empat provinsi di Sumbagsel (Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, dan Bangka Belitung) dengan distribusi awal setiap provinsi sesuai dengan proporsi PDRB sektoral. Rata-rata pangsa domestik responden mencapai 77,05% dengan negara tujuan ekspor utama Eropa, ASEAN, dan China. Mayoritas responden memiliki badan hukum PT yang telah berdiri lebih dari 10 tahun. Tujuan penjualan utama adalah perseorangan dan perusahaan lain. Adapun jumlah responden yang tujuan penjualan utamanya ekspor adala h sebesar 13,08%. Mayoritas responden berpendapat bahwa ACFTA tidak berdampak signifikan. Sebanyak 35,6% responden berpendapat bahwa ACFTA akan menguntungkan. Responden yang berpendapat ACFTA akan merugikan hanya sebesar 18,6% responden. Grafik 1 Dampak Perd agangan B ebas ACFTA menurut Sektor
Tabel 1 Pengaruh Masuknya Barang dar i ASEAN-China terhadap Indikator Kin erj a Perusahaan perubahan (% )* Omset
0.38
Profit
0.00
Kas
0.22
Produksi
1.22
Stok
0.91
Kapasitas
1.22
Tenaga Kerj a
-1.96
*rata-rata terti mbang
Berdasarkan sektor, mayoritas responden di sektor pertanian dan sektor industri berpendapat bahwa ACFTA tidak berdampak signifikan. Responden sektor pertania n terlihat lebih optimis dibandingkan sektor industri maupun perdagangan. Adapun ekspektasi responden sektor perdagangan atas dampak ACFTA cukup beragam. Berdasarkan hal tersebut, sektor pertanian diperkirakan sebagai sektor yang berprospek positif terkait adanya ACFTA. Mayoritas responden (48,8%) berpendapat bahwa dampak ACFTA adalah sedang, sebanyak 41,6% responden berpendapat bahwa dampak ACFTA ringan, sementara responden yang berpendapat ACFTA berdampak berat hanya sebanyak 9,8% responden.
13
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Menurut hasil quick survey, masuknya barang dari ASEAN dan Cina relatif tidak berpengaruh signifikan terhadap omset, keuntungan, arus kas, produksi, persediaan, utilisasi, dan tenaga kerja. Hal ini dapat terjadi karena meningkatnya aktivitas ekonomi dan perdagangan pasca masuknya barang dari ASEAN dan Cina. Walaupun demikian, varia si pada sampel cukup tinggi. Walaupun rata-rata tertimbang menunjukkan bahwa pengaruh masuknya barang dari ASEAN-China akan menurunkan penggunaan tenaga kerja, namun dampaknya relatif kecil dan variasi antar sampel tinggi yang disebabkan oleh adanya dua sampel outlier. Pada umumnya, responden menyatakan bahwa tidak merasakan dampak tersebut terhadap penggunaan tenaga kerja. Perbedaan perubahan indikator kinerja antar sektor hanya terjadi secara signifik an pada perubahan omset yang dikonfirmasi oleh uji Chi-Square untuk pertanyaan non parametrik untuk pengaruh masuknya barang dari ASEAN Cina (naik/turun/stabil). Menurut skala usaha, terdapat perbedaan pengaruh masuknya barang dari ASEAN dan China pada beberapa indikator kinerja perusahaan, yaitu omset, keuntungan, dan tenaga kerja. Skala usaha yang lebih besar lebih mampu menjaga omset dan keuntungannya tetap stabil atau meningkat. Sebaliknya, usaha yang berskala lebih kecil cenderung mengalami penurunan omset dan keuntungan ketika barang-barang dari ASEAN dan China masuk. Tenaga kerja pada usaha kecil cenderung menurun setelah masuknya barang-barang dari ASEAN dan China. Tabel 2 Pengaruh Masuknya Barang dar i ASEAN-China terhadap Indikator Kinerja Perusahaan, menurut Omset p er Bulan
14
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Berdasarkan pengolahan data, biaya bahan baku, biaya bunga, biaya tenaga kerja dan biaya la innya tidak berbeda signifikan antara kondisi sebelum ACFTA dan sesudah ACFTA. Tabel 3 Langkah d an Keb ijakan untuk Menghadapi ACF TA
Untuk menghadapi meningkatnya persaingan dari berla kunya perdagangan bebas ACFTA, mayoritas responden belum merealisasikan langkah ataupun kebija kan tertentu. Persiapan yang paling banyak dilakukan adalah melakukan investasi, khususnya dalam meningkatkan kapasitas produksi (43,3% responden). Disamping itu, perusahaan juga melakukan penyesuaian harga (38,5%) dan juga merubah strategi pemasarannya langsung kepada konsumen (38,9%). Pada masa yang akan datang, mayoritas responden (90,2%) tidak merencanakan pengurangan tenaga kerja. Begitupun pada masing-masing sektor yang diamati. Namun, secara relatif sektor industri merupakan sektor yang paling mungkin mengurangi tenaga kerjanya dibandingkan dua sektor lainnya.
Tabel 3 Rencana Pengurangan Tenag a K erj a Sektor Usaha Pertani an
Ya
Tidak
8.3%
91. 7%
14. 3%
85. 7%
Perdag angan
7.7%
92. 3%
Total
9.8%
90. 2%
Industri
15
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Terkait dengan kebijakan pemerintah untuk mendorong kegiatan usaha, mayoritas responden menginginkan agar pemerintah mempermudah akses kredit bank, membangun infrastruktur, meningkatkan kepastian pasokan energi, melonggarkan kebijakan perdagangan, dan mempermudah proses perolehan SNI. Sebagian besar responden (73,6%) merasa optimis dengan kondisi usaha pada masa yang akan datang dengan adanya ACFTA, 11,3% sangat optimis. Sementara responden yang kurang optimis hanya sebesar 15,1%.
Gambar 1. Ringkasan Temuan Quick Sur vey
16
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan Perekonomian Sumsel secara triwulanan mengala mi peningkatan sebesar 3,6% (qtq). Pertumbuhan
triwulanan
sebelumnya
yang
dimaksud
mengalami
mencatatkan
perbaikan
dibandingkan
triwula n
Grafik 1.4 PDRB dan Laju Per tumbuhan Tr iwulan an PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000
kinerja triwulanan sebesar 0,3% (qtq). Selain faktor siklikal yakni triwulan
II masih terjadi panen
tabama
di
beberapa
meningkatnya
harga
wilayah, komoditas
primer dan kondisi cuaca yang kondusif telah mendorong kinerja perekonomian terus meningkat. Sesuai
dengan
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah
sik lusnya,
kinerja perekonomian pada triwulan II 2010 ditandai dengan pertumbuhan positif di seluruh sektor perekonomian. Kinerja sektor pertanian diprediksi mengalami pertumbuhan paling
tinggi
seiring
semakin
Tabel 1. 2 Laju Pertumbuhan Triwul anan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumat era Selat an ADHK 2000 (%)
membaiknya harga komodit as primer dan
cuaca
yang
kondusif
bagi
2009
subsektor perkebunan karet dan sawit. Andil sektor pertania n terhadap laju pertumbuhan
triw ulanan
pun
diperkirakan relatif besar yakni sebesar 28,81%. Sektor lainnya yang mengalami laju
pertumbuhan
cukup
tinggi
diantaranya adalah sektor bangunan dan sektor industri pengolahan yang tumbuh pada kisaran 4 hingga 5 %
2010
Lapangan Usaha II
III
IV
I
II
Pertanian Pertambangan dan Pe nggalian Industri Pengola han LGA
9.8
18. 2
(18. 9)
3.6
5.4
0.8
1.4
(0.7)
(0.9)
2.0
3.5
4.9
(2.2)
(1.7)
4.6
0.8
3.4
5.3
3.9
1.1
Banguna n
3.6
4.6
1.7
(2.9)
4.8
PHR
1.9
5.3
(2.0)
0.2
3.0
1.4
4.8
4.7
1.0
2.6
0.4
2.3
0.3
3.6
0.7
Jasa-jasa
3.2
2.6
1.4
0.4
3.9
Total PDRB
3.5
6.5
(4.4)
0.2
3.6
Pengangkutan & Komunikasi Keu., Persewaan & Jasa Perusahaan
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
(qtq). Adapun sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan triw ulanan paling rendah adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan laju pertumbuhan ekonomi triwulanan di bawah 1% (qtq).
17
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.5 Kontribusi Sektor Ekonomi PDRB Provinsi Sum atera Sel atan Triwul an I I 2010
Dari
segi
pertambangan dan merupakan
kontribusi,
sektor
penggalian
masih
penyumbang
PDRB
yang
paling besar dengan pangsa sebesar 22,2%. Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan setelah
pada
tercatat
memberi sumbangan sebesar
22,6%.
Adapun
pertanian Sumber : Proyeksi Ba nk Indonesia Palemba ng
triwulan
sebelumnya
kontribusi
diproyeksikan
sektor
meningkat
dengan sumbangan sebesar 19,5%.
Kinerja sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 5,4% (qtq). Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan kinerja pada triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 3,6% (qtq). Rendahnya curah hujan dibandingkan triwulan sebelumnya berdampak positif terhadap produktivitas subsektor tanaman perkebunan (terutama karet) dan menjadi pendorong utama meningkatnya kinerja sektor pertanian. Hal ini pun semakin didukung oleh terus membaiknya harga komoditas primer, baik di pasar internasional maupun domestik.
18
Grafik 1.6 Perkembang an Curah Hujan di Sumat era Selat an
Grafik 1.7 Perkembang an Harga Tand an Buah Segar di Sumatera Selatan
Sumber: Stasiun Klimatologi Ke nten
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi S umatera Selatan, diolah
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Dari sub sektor tabama, selesainya masa panen raya menyebabkan produksi subsektor tersebut mengala mi penurunan cukup tajam. Hal tersebut terkonfirmasi ole h data dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumsel yang menunjukkan terjadinya penurunan luas panen padi sebesar 58,11% (qtq). Tabel 1. 3 Realisasi Lu as Tan am (LT) dan Lu as Pan en (LP) Provinsi Sumater a Sel atan (dalam H a)
Sumber : Dina s Tanaman Panga n dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan
Kondisi sektor bangunan mengalami pertumbuhan sebesar 4,8% (qtq), kinerja tersebut jauh lebih tin ggi dibandingkan dengan kinerja pada triw ulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 2,9% (qtq). Walaupun berdasarkan kegiatan
Grafik 1.8 Perkembang an Konsumsi Sem en
survei bisnis diperoleh informasi bahwa permintaan properti untuk perumahan tipe
menengah
meningkat,
ke
bawah
masih
pemberlakuan pajak atas
kelebihan luas tanah yang berla ku sejak bulan
Maret
lalu,
sedik it
banyak
mempengaruhi minat konsumen terhadap perumahan.
Sementara
itu,
Sumber : As osiasi Semen Indonesia, diolah
mengkonfirmasi arah pertumbuhan sektor properti, data Asosiasi Semen Indonesia menunjukkan terjadi peningkatan penjualan semen sebesar 21,40% (qtq).
19
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan ini mengalami perbaikan dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi pertumbuhan triwulanan sebesar 1,7% (qtq). Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha, walaupun kondisi cuaca sangat kondusif dalam mendorong terjaganya ketersediaan bahan baku, para pelaku industri pada subsektor industri pengolahan non migas (khususnya crumb rubber) mengalami kesulitan dalam penyediaan bahan baku yang berkualitas. Namun demikian, kinerja sektor tersebut cukup tertolong dengan membaiknya permintaan ekspor dan harga di pasar internasional yang terus menguat. Rata-rata harga karet di pasar internasional pada triwulan ini mencapai USD370,28 cent/kg atau mengalami peningkatan sebesar 11,41% dibandingkan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar USD332,36 cent/kg. Sementara itu rata-rata harga CPO dunia tercatat sebesar USD781,46/metrik ton atau mengalami peningkatan sebesar 2,55% dibandingkan dengan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya. Grafik 1.9 Perkembang an Harga Kar et di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.10 Perkembang an Harga CPO di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
Laju pertumbuhan sektor jasa-jasa sebagai penunja ng perekonomian tidak terpaut jauh dibandingkan kinerja sektor industri pengolahan yakni mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 3,9% (qtq), relatif lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 0,4% (qtq). Selain sektor industri pengolahan, sektor lainnya yang mendukung peningkatan kinerja sektor jasa-jasa adalah sektor PHR yang juga ditengarai mengalami peningkatan relatif lebih tinggi dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya.
20
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kinerja
sektor
Perdagangan,
Hotel,
dan Restoran
(PHR)
mengalami
pertumbuhan sebesar 3,0% (qtq) sebagai dampak meningkatnya konsumsi masyarakat terutama di subsektor perdagangan besar & eceran. Kondisi tersebut terkonfirmasi ole h data pendaftaran kendaraan baru dari Dispenda Provinsi Sumatera Selatan yang menunjukkan bahwa pendaftaran mobil baru mengalami peningkatan sebesar 19,16% (qtq) dan pendaftaran motor mengalami peningkatan sebesar 27,88% (qtq). Tidak berbeda dengan subsektor perdagangan, kinerja subsektor perhotelan pun diperkirakan mengalami peningkatan yang ditandai dengan meningkatnya sewa kamar dan ruang pertemuan. Grafik 1.11 Perkembang an Pendaftaran K endar aan B ermotor
Grafik 1.12 Perkembang an Tingkat Penghunian Kamar dan Jumlah W isatawan
Sumber: Dispenda Pr ovinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
Sektor
pengangkutan
dan
komunikasi
pada
triwulan
ini
mengalami
pertumbuhan triwulanan sebesar 2,6% (qtq), le bih baik dibandingkan kinerja yang ditorehkan pada triwulan lalu yang mencapai 1,0% (qtq). Tarif komunikasi seluler yang semakin murah dan permintaan konsumen yang tetap tinggi diyakini mampu menjaga kinerja subsektor komunikasi. Pada subsektor pengangkutan, beberapa kegiatan nasional yang diselenggarakan di Sumsel dan masa liburan sekolah diyakini telah mendorong pertumbuhan subsektor ini. Data dari PT. Angkasa Pura II dan dari PT. Pelindo masih menunjukkan tingkat aktivitas pengangkutan yang cukup tinggi dan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama untuk penumpang domestik.
21
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.13 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara
Grafik 1.14 Perkembang an Penumpang Angkutan L aut Pel abuhan Boom Baru Provinsi Sumsel
Sumber : PT. Angkasa Pura II, diolah
Sumber : PT. Pelindo Boom Baru, diolah
Membaiknya harga-harga komodit as unggulan di pasar internasional cukup membantu sektor pertambangan dan penggalian. Kinerja sektor pertambangan dan penggalian tercatat mengala mi pertumbuhan sebesar 2,0% (qtq) dibandingkan triwula n sebelumnya. Kinerja sektor
ini pada triwulan
sebelumnya mengala mi kontraksi
pertumbuhan sebesar 0,9% (qtq). Hasil monitoring pada beberapa pelaku usaha menunjukkan bahwa stagnannya kapasitas produksi yang dialami pelaku usaha serta tingginya harga bahan baku masih merupakan penyebab kurang optimalnya produktivitas subsektor pertambangan. Rata-rata harga batu bara di pasar internasional pada triwulan ini tercatat di level USD62,90/metrik ton atau mengalami peningkatan sebesar 7,89% (qtq) dibandingkan posisi triwulan sebelumnya.
22
Grafik 1.15 Perkembang an Harga Batu Bara di Pasar Intern asional
Grafik 1.16 Perkembang an Harga Minyak Bumi di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
Sumber: Bloomberg
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Sektor listrik, gas, dan air bersih (LGA) tumbuh sebesar 1,1% (qtq) atau mengalami perlambatan dibandingkan dengan kinerja triwulan sebelumnya yang mencapai 3,9% (qtq). Salah satu indikatornya tercermin dari data penjualan Liquid Petroleum Gas (LPG) yang menunjukkan penurunan. Program konversi minyak tanah ke LPG cukup terganggu dengan isu keamanan penggunaan tabung LPG ukuran 3kg sehingga terjadi penurunan konsumsi LPG ukuran tersebut. Di sisi lain, data konsumsi listrik dari PT PLN Wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu (WS2JB) yang menunjukkan terjadinya peningkatan konsumsi listrik dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 1.17 Perkembang an Penjualan LPG
Grafik 1.18 Perkembang an Konsumsi Listrik Total dan Sektor Rumah Tangg a
Sumber : PT. Pertamina UPMS II
Sumber : PT. PLN WS2J B
Grafik 1.19 Perkembang an Konsumsi Listrik Sektor Sosial dan Pemerint ah
Grafik 1.20 Perkembang an Konsumsi Listrik Sektor Bisnis dan Industri
Sumber : PT. PLN WS2JB
Sumber : PT. PLN WS2JB
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tercatat mengala mi laju pertumbuhan triwulanan paling rendah yakni sebesar 0,7% (qtq). Kondisi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang mencatatkan laju pertumbuhan triwulanan sebesar 3,6% (qtq).
23
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan Pada sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi triwulan II 2010 secara tahunan didominasi oleh konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi adalah sebesar 4,3% (yoy), mengalami percepatan apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwula n sebelumnya yang mencapai 3,5% (yoy). Tabel 1. 4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Pro vinsi Sum ater a Sel atan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009 –2010 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diproyeksikan sebesar 5,7% (yoy) sedangkan konsumsi lembaga swasta nir laba dan konsumsi pemerintah masing-masing diproyeksikan Grafik 1.21 Perkembang an Indeks Ketepat an Waktu Pembel ian (Konsumsi) Barang Tahan L ama
mengalami
pertumbuhan
negatif
sebesar
14,6% (yoy) dan 3,0% (yoy). Melambatnya kinerja konsumsi rumah tangga dibandingkan triwulan sebelumnya juga terkonfirmasi oleh penurunan Indeks Ketepatan
Waktu Pembelian
(Konsumsi)
Barang Tahan Lama pada Survei Konsumen yang dilakukan KBI Palembang. Sementara itu dari sisi perdagangan internasional, kegiatan ekspor diproyeksikan Sumber : Survei Kons umen K BI Palembang
mengalami peningkatan sebesar 21,1% (yoy),
mengalami akselerasi dibandingkan dengan kondisi pada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,0% (yoy). Sementara itu, impor juga diperkirakan mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 14,3% (yoy), namun mengalami perlambatan dibandingkan dengan kinerja tahunan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 12,9% (yoy).
24
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan Komponen PDRB Penggunaan yang mengalami pertumbuhan triwulanan paling tinggi adalah konsumsi pemerintah dengan pertumbuhan sebesar 11,7% (qtq). Kondisi tersebut beberapa diantaranya merupakan dampak mulai direalisasikannya beberapa pengeluaran rutin pemerintah dan juga investasi pemerintah (proyek pembangunan). Konsumsi
secara
total
hanya
mengalami pertumbuhan sebesar 1,7%
Grafik 1.22 Perkembang an Konsumsi BBM di Provinsi Sumsel
(qtq). Namun demikian, kondisi tersebut lebih baik dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 3.6% (qtq). Komponen konsumsi memberikan andil sebesar 1,2%, diatas andil komponen investasi yang sebesar 0,7%. Sementara itu, konsumsi lembaga swasta
nirlaba
sedikit
meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Ekspor
Sumber : Pertamina UPMS II Palembang
mengalami pertumbuhan
pada kisaran
11,2%
(qtq),
mengalami
peningkatan tajam dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 6,9%. Meningkatnya ekspor dibandingkan triwulan sebelumnya lebih banyak disebabkan oleh faktor meningkatnya harga komoditas domestik
unggulan di pasar
maupun
Grafik 1.23 Perkembang an Nilai Tu kar Rupi ah Terhad ap US Doll ar
internasional.
Sementara itu, nilai Rupiah yang terus menguat terhadap US Dollar diyakini telah mendorong kinerja impor Sumsel. Penguatan nilai Rupiah dalam kurun waktu satu tahun terakhir meningkat
sebesar
4,7%
rata-rata setiap
Sumber : Website Ba nk Indonesia, diola h
triwulannya.
25
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Tabel 1. 5 Pertumbuhan Ekonomi Triwul anan (qtq) Pro vinsi Sum ater a Sel atan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009 –2010 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
1.5. Struktur Ekonomi Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel masih ditopang oleh sektor primer yakni sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar 41,7%. Pangsa sektor primer tersebut relatif sedikit menurun dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya. Penurunan pangsa di sektor primer terutama didorong penurunan pangsa sektor pertambangan dari sebesar 22,6% menjadi 22,2%. Grafik 1.24 Struktur Ekonomi Provinsi Sumat era Selat an
Sektor sekunder diproyeksikan sedikit mengalami peningkatan pangsa dari triwulan sebelumnya, yakni menjadi sebesar 25,6%. Pangsa subsektor industri pengolahan diperkirakan
dan subsektor bangunan mengalami
peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya yakni masing-masing menjadi sebesar 17,2% dan 8,0%. Sementara subsektor LGA S umber: BPS Pr ovinsi Sumatera Selatan, diolah
diperkirakan tidak mengalami perubahan yakni tetap sebesar 0,5%.
Pangsa sektor tersier sedikit menurun dari sebesar 32,9% pada triwula n sebelumnya menjadi 32,7%. Hal tersebut terutama disebabkan terjadinya penurunan pangsa hampir pada semua subsektor pembentuknya kecuali subsektor pengangkutan dan komunikasi serta subsektor jasa-Jasa.
26
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Tabel 1. 6 Struktur Ekonomi Sektoral Pro vinsi Sum ater a Sel atan (%)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Dari sisi penggunaan, walaupun secara struktural komponen konsumsi masih memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB Sumsel, namun pangsa komponen tersebut mengalami penurunan menjadi 70,7% dibandingkan pangsa triwulan sebelumnya yang mencapai 71,7%. Meningkatnya kontribusi komponen ekspor yang relatif besar cukup berdampak pada peningkatan kontribusi komponen eksternal menjadi 7,5% dari pangsa triwulan sebelumnya yang sebesar 5,2%. Sebagai konsekuensinya, komponen internal tercatat mengalami penurunan kontribusi dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yakni menjadi sebesar 93,5%. Tabel 1. 7 Struktur Ekonomi Penggunaan Pro vinsi Sum atera Sel atan (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diola h
27
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.6. Perkembangan Ekspor Impor 1.6.1. Perkembangan Ekspor Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (Maret - Mei 2010) tercatat sebesar USD745,25 juta, meningkat sebesar 138,28% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD312,76 juta. Dibandingkan dengan triwula n sebelumnya, nilai ekspor tercatat meningkat sebesar 50,55% (qtq) dari sebesar USD495,01 juta. Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi oleh komoditas karet dengan pangsa sebesar 86,61%. Tabel 1. 8 Perkembang an Nilai Ekspor Komoditas Utam a Provinsi Sumat era Selat an (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
Nilai ekspor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan Mei 2010 (ytd) tercatat sebesar USD1.011,00 juta atau meningkat sebesar 91,21% (yoy) dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD528,75 juta. Tabel 1. 9 Perkembang an Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumat era Sel atan (USD Juta) 2009
2010
May
Jun
Ju l
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
Jan
Feb
Mar
Apr
May
123.93
116.96
139.07
142.89
111.12
186.09
149.16
229.26
74.38
191.37
250.16
240.32
254.77
86.55
78.82
97.03
85.54
73.65
108.82
91.82
149.97
59.06
162.39
224.74
213.46
207.29
3.47
4.35
6.11
5.86
3.84
6.07
2.89
3.02
3.73
1.97
1.46
4.17
4.72
Sa wit
20.24
10.86
13.02
28.44
16.13
36.24
23.97
54.70
5.40
16.36
8.20
9.74
25.70
Lain- lain
13.67
22.94
22.90
23.04
17.49
34.97
30.48
21.58
6.18
10.65
15.77
12.94
17.06
Total Ekspor Kare t Batuba ra
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
Berdasarkan volume, ekspor pada periode Maret - Mei 2010 tercatat sebesar 566,63 ribu ton, meningkat sebesar 16,61% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 485,91 ribu ton. Sementara dibandingkan triwula n sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 3,91% (qtq) dari sebesar 545,31 ribu ton.
28
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 1.26 Perkembang an Volum e Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Bank Indonesia
Grafik 1.27 Perkembang an Ekspor Provinsi Sumat era Selat an Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumat era Selat an Berd asarkan Negara Tujuan Mar 10-Mei 10
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Volume ekspor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan Mei 2010 tercatat sebesar 838,67 ribu ton atau menurun sebesar 1,74% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 853,55 ribu ton. Berdasarkan negara tujuan ekspor, ekspor ke Amerika Serikat mengalami peningkatan pada triw ulan ini dengan pangsa sebesar 24,69%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 23,82%. Sementara ekspor ke Cina mengalami penurunan pangsa dari sebesar 26,13% pada triwula n sebelumnya menjadi 18,13%.
29
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.6.2. Perkembangan Impor Nilai impor periode Maret - Mei 2010 tercatat sebesar USD129,92 juta, meningkat sebesar 132,69% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD59,05 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi peningkatan nilai impor sebesar 120,02% (qtq) dari sebesar USD59,05 juta. Peningkatan nilai impor secara triwulanan ini terkait dengan meningkatnya impor mesin industri yang banyak digunakan dalam menunja ng kegiatan sektor pertambangan dan industri pengolahan. Tabel 1. 10 Perkembang an Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumater a Selat an (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
Nilai impor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan Mei 2010 (ytd) tercatat sebesar USD167,19 juta, meningkat sebesar 101,13% (yoy) dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD83,13 juta. Tabel 1. 11 Perkembang an Bulanan Nilai Impor Komodi tas Pi lihan Provinsi Sumat era Selat an (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
Volume impor pada periode ini tercatat sebesar 116,69 ribu ton atau meningkat sebesar 108,18% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 56,05 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume impor tercatat mengalami peningkatan sebesar 93,09% (qtq) dari sebesar 60,43 ribu ton.
30
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.29 Perkembang an Nilai Impor Provinsi Sum atera Sel atan
Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor Provinsi Sum atera Sel atan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.31 Perkembang an Impor Provinsi Sumat era Selat an Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumat era Selat an Berd asarkan Negara Asal Mar 10-Mei 10
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Pangsa negara asal impor terbesar pada periode ini masih didom inasi negara Cina yakni sebesar 60,07%, kemudian disusul oleh negara Amerika Serikat dengan pangsa sebesar 13,42%, dan negara Malaysia dengan pangsa sebesar 2,39%, Sementara it u, pangsa negara asal impor terbesar selama tahun 2010 hingga Mei 2010 adalah negara Cina dengan pangsa sebesar 55,34%.
31
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Suplemen 3
FAKTOR SIKLIKAL PENGARUHI KENAIKAN OPTIMISME KONSUMEN PALEMBANG
I. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Selama Triwulan II - 2010 Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang pada triwulan II - 2010 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwula n sebelumnya. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II - 2010 mencapai 113,50, sementara indeks rata-rata triwulan sebelumnya sebesar 108,63. Demikian pula dengan rata-rata Indeks Keyakinan Ekonomi Saat ini (IKESI) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang juga mengalami peningkatan dengan pencapaian masing-masing sebesar 105,96 dan 121,04. Dibandingkan dengan kondisi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya, baik IKK amupun kompenen pembentuknya yaitu IKESI dan IEK tercatat mengala mi peningkatan. Hal tersebut mencerminkan bahwa keyakinan konsumen Kota Palembang yang mulai membaik sejak triwulan II-2009, masih menunjukkan kestabilan pada level optimis meskipun indeks keyakinannya tidak sebesar pada posisi triwulan III 2009. Membaiknya indeks pada triwulan ini dibanding periode yang sama tahun sebelumnya juga mencerminkan membaiknya kondisi perekonomian dibanding awal tahun lalu ketika dampak krisis global masih cukup terasa bagi perekonomian Sumsel. Grafik 1. IKK, IKESI, IEK Periode 2009-2010
Indeks Keyakinan Konsumen diperoleh dari Survei Konsumen. Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak Januari 1999. Di kota Palembang survei dilaksanakan sejak tahun 2001 terhadap 300 rumah tangga setiap bulan sebagai responden (stratified random sampling). Pengumpulan data dilakukan secara langsung kepada responden secara rotated. Indeks dihitung dengan metode balance score (net balance + 100), sehingga jika indeks diatas 100 berarti optimis, sebaliknya dibawah 100 berarti pesimis.
32
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Di tengah masih terjaganya optimisme konsumen selama triwulan II - 2010, beberapa hal yang masih menjadi concern bagi konsumen Palembang antara lain ketersediaan lapangan kerja dan ketepatan waktu pembelian (konsumsi) barang (lihat grafik 2). Grafik 2. Pembentuk Keyakinan Kons umen periode 2009-2010
II. Keyakinan Konsumen Secara umum IKK selama triwulan II 2010 cukup fluktuatif. Pada bulan April tercatat sebesar 116,44, dengan IKESI dan IEK masing-masing 105,78 dan 127,11. Pada bulan Mei mengalami penurunan menjadi sebesar 109,39 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 102,44 dan 116,33. Sementara itu IKK pada bulan Juni kembali meningkat menjadi sebesar 114,67 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 109,67 dan 119,67. 2.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi Menurut 48,67% responden kondisi ekonomi pada bulan April 2010 sama dibandingkan 6 bulan sebelumnya, begitu pun kondisi ekonomi pada bulan Mei 2010 walaupun sedikit menurun persentasenya ke le vel 46,52%. Pada bulan Juni 2010 jumlah responden yang berpendapat bahwa kondisi ekonomi tidak mengalami perubahan kembali naik ke level 50,00%. 2.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja Pada awal triwulan, sebanyak 39,67% responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja lebih buruk dibandingkan kondisi 6 bulan yang lalu. Sementara itu pada bulan Mei mengalami peningkatan menjadi 47,33%. Memburuknya kondisi ketersediaan lapangan kerja pun terindikasi dari menurunnya optimisme responden ke le vel indeks 80,33 pada bulan Mei dari sebelumnya sebesar 86,33. Optimisme masyarakat terhadap kondisi ketersediaan la pangan kerja agak meningkat di akhir triwulan yang diindikasikan dengan peningkatan indeks menjadi 96,67.
33
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
2.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan 53,67% responden berpendapat bahwa penghasilan mereka relatif tetap pada bulan April 2010, yang kemudian naik ke level 57,67% pada bulan Mei. Di akhir periode triwulan II 2010 jum lah responden yang berpendapat bahwa pendapatan mereka tetap mengalami penurunan menjadi 46,67%. 2.4 Perkiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang Lebih dari setengah jumlah responden berpendapat bahwa harga barang/ja sa pada 3 bulan yang akan datang akan mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari persentase responden yang berada di kisaran 57,00% pada tiap periodenya. Pada bulan April tercatat sebesar 54,00%, kemudian meningkat cukup tajam menjadi sebesar 66,67% pada bula n Mei dan kembali turun ke level 50,33% pada bulan Juni 2010.
III. Profil Responden 3.1 Profil Responden Bulan April 2010 Profil responden pada bulan April 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Profil R esponden Survei Konsumen Kota Pal embang Periode Bulan April 2010
34
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
3.2 Profil Responden Bulan Mei 2010 Profil responden pada bulan Mei 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Profil R esponden Survei Konsumen Kota Pal embang Periode Bulan Mei 2010
3.3 Profil Responden Bulan Juni 2010 Profil responden pada bulan Juni 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Profil R esponden Survei Konsumen Kota Pal embang Periode Bulan Juni 2010
35
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
36
BAB 2 • •
PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG
Walaupun meningkat, inflasi Kota Palembang relatif lebih terkendali seja k pertengahan 2009 hingga saat ini. Inflasi pada triwulan II 2010 lebih disebabkan oleh tekanan kenaikan harga volatile foods yang bersifat jangka pendek serta tidak mencerminkan fundamental perekonomian secara langsung
2.1. Inflasi Tahunan Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan II 2010 sebesar 3,62% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 2,50% (yoy). Pada triwulan yang sama tahun 2009 inflasi tahunan mencapai 2,92% (yoy). Inflasi tahunan pada triwulan II 2010 menunjukkan peningkatan yang disebabkan oleh kenaikan harga beberapa komoditas pangan akibat kurangnya suplai sebelum panen pada kondisi permintaan yang inelastis. Menurut hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), terdapat penurunan produksi padi karena ancaman hama tikus di salah satu kecamatan. Inflasi juga dipengaruhi ole h ekspektasi masyarakat atas dampak kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) pada Juli 2010. Inflasi terlihat terus menerus meningkat walaupun masih relatif rendah. Pada triwulan II 2010, inflasi lebih disebabkan oleh pergerakan harga vola tile food. Grafik 2.1 Perkembang an Infl asi Tahun an Palemb ang
Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan
Grafik 2.2 Inflasi Tahunan Kot a Pal embang per Kelompok Pengelu aran Triwul an II 2010
Sumber: BPS Propinsi S umatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.3 Perkembangan Harga Komoditas Strat egis di Pasar Intern asional Perkembang an Harga Terigu
Perkembang an Harga Beras
Sumber : Bl oomberg, diola h Sumber : Bloomberg, diola h
Perkembang an Harga Em as
Sumber : Bl oomberg, diola h
Perkembangan Harga Ked elai
Sumber : Bloomberg, diola h
Harga beberapa komoditas pangan di pasar internasional mengalami penurunan laju pertumbuhan tahunan. Penurunan tersebut juga menjadi sala h satu penyebab masih rendahnya tingkat infla si secara tahunan. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, harga beras di pasar internasional pada triwulan II 2010 mengalami penurunan dari 509,85 USD/metrik ton menjadi
425,37
USD/metrik ton, atau turun sebesar 16,57% (qtq), demikian pula harga beras secara tahunan menurun dari 1,15% menjadi minus 13,24% (yoy). Sementara itu harga terigu dan
38
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
harga kedelai mengalami penurunan dari 3,99 USD/bushel menjadi 3,78 USD/bushel dan dari 9,41 USD/bushel menjadi 9,38 USD/bushel, atau masing-masing turun sebesar 5,22% (qtq) dan 0,30% (qtq). Secara tahunan pertumbuhan harga terigu dan kedelai masingmasing sebesar minus 32,84% dan 16,52% (yoy). Adapun harga emas mengalami peningkatan sebesar 7,61% (qtq) dari 1109,82 USD/oz menjadi 1194,32 USD/oz. Peningkatan harga emas telah mengalami percepatan yang signifikan menjadi 29,50% (yoy) dari yang sebelumnya 21,90% (yoy). Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan mengalami inflasi tahunan tertinggi yaitu sebesar 8,65%, diikuti ole h kelompok sandang dan kelompok makanan jadi yaitu masing-masing sebesar 6,99% dan 3,27%. Sebaliknya, inflasi terendah terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi sebesar 0,45%, dan kelompok pendidikan tercatat mengalami deflasi, yakni sebesar 1,73%. Selain itu, kebijakan sekola h gratis yang efektif terealisasi tahun 2009 berkontribusi terhadap penurunan harga kelompok pendidikan secara tahunan sampai dengan bulan Agustus 2010. Bila dibandingkan dengan triwulan II 2010, inf lasi tahunan di sebagian besar kelompok
barang
dan
jasa
cukup
bervariasi. Kelompok bahan makanan dan kelompok
sandang
Grafik 2.4 Perkembang an Infl asi Tahun an per Kelompo k Bar ang dan Jasa di Pal embang
mengalami
peningkatan inflasi yang cukup besar dari yang semula sebesar 4,90% dan 3,73% menjadi 8,65% dan 6,99%. kelompok bahan makanan dan kelompok sandang mengalami percepatan kenaikan harga tahunan yang cukup tajam dibandingkan triwulan sebelumnya, sebaliknya terjadi penurunan pada harga kelompok makanan jadi.
Kelompok
perumahan
Sumber: BPS Propinsi S umatera Selatan
hanya
mengalami kenaikan inflasi yang bersifat gradual.
39
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.5 Disagregasi Infl asi Tahunan: Core, Vol atil e Foods, Administered Prices
Sejak awal tahun hingga Juni 2010, peningkatan inflasi yang terja di lebih disebabkan oleh adanya inflasi pada volatile foods. Core inflation tercatat stabil sejak pertengahan 2009 dan sampai bulan Juni 2010 masih bertahan pada tingkat yang rendah, bahkan cenderung menurun pada bulan Juni 2010. Inf lasi administered prices juga tercatat minimal dan stabil. Pada periode Januari 2003 sampai dengan Juni 2010, Inflasi tahunan kota Palembang hingga saat ini masih lebih fluktuatif dibandingkan nasional. Hal tersebut tercermin dari angka standar deviasi, dimana inflasi tahunan Pale mbang sebesar 4,95% sedangkan nasional sebesar 3,91%. Rata-rata inflasi tahunan kota Palembang dan inflasi tahunan nasional masing-masing sebesar 9,28% dan 8,03%, angka tersebut menunjukkan bahwa inflasi Kota Palembang memiliki kecenderungan lebih tinggi dari nasional dengan selisih rata-rata 1,25%. Inflasi tertinggi di kota Pale mbang selama rentang waktu Januari 2003 sampai dengan Desember 2009 adalah 21,81%, le bih tinggi dari nasional yang sebesar 18,38%. Inflasi terendah di kota Pale mbang selama rentang waktu tersebut pernah terjadi lebih rendah dari angka nasional, yaitu sebesar 1,06%. Dengan demikian, perubahan harga barang dan jasa secara umum di kota Palembang lebih sensitif terhadap dinamik a perekonomian yang bersif at jangka pendek. Namun, inflasi kota Palembang cukup terkendali sejak pertengahan tahun 2009 sampai dengan triwulan II 2010, dimana inflasi tahunan Palembang berada di bawah inflasi nasional, yaitu Pale mbang sebesar 3,62% (yoy) dan nasional sebesar 5,05% (yoy).
40
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.6 Perbanding an Infl asi Tahun an Palembang dan N asional
Tabel 2. 1 Statisti ka D eskriptif Inflasi Tahunan Pal embang dan N asional, Januari 2003 - Juni 2010
Palembang
Nasional
Selisih
Rata-rata Standar Deviasi
9.28
8.03
1.25
4.95
3.91
1.04
Maksimum Minimum
21.81 1.06
18.38 2.41
3.43 -1.35
Sumber: BPS, diolah
Sumber: Ba dan P usat Statistik
2.2. Inflasi Bulanan Kota Palembang pada bulan Juni 2010 tercatat mengalami inflasi sebesar 0,95% (mtm), menurun dibandingkan bulan Maret
Grafik 2.7 Perkembang an Inflasi Bulanan Palembang
2010 dimana terjadi deflasi sebesar 0,31%. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga volatile foods secara tajam pada Juni 2010, antara lain cabe merah, daging ayam dan beras, bersamaan dengan antisipasi pelaku ekonomi atas kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang akan dilakukan pada Juli 2010. Permintaan
beberapa komoditas bahan
makanan
yang
tekanan
sehingga
inelastis
Sumber: BPS Propinsi S umatera Selatan
memberikan
peningkatan
inflasi
menjadi robust mulai April 2010. Inflasi bulanan yang tertinggi pada bulan Juni 2010 terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok sandang masing-masing sebesar 3,56% dan 1,26%.
41
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.8 Perkembang an Infl asi Bulanan Palembang per Kelompok Barang dan Jasa
Kenaikan
harga
kelompok
bahan makanan didorong antara lain oleh kenaikan harga cabe, daging ayam ras dan
beras. Kelompok
sandang mengalami kenaikan harga yang disebabkan antara lain ole h meningkatnya permintaan menjelang Pilkada.
Kelompok
perumahan
mengalami inflasi yang bervolatilitas tinggi pada beberapa bulan terakhir, kelompok
makanan
jadi
menunjukkan kecenderungan deflasi sebagai proses penyesuaian setela h pada
triwulan
mengalami kenaikan
sebelumnya harga
yang
cukup tinggi. Di sisi lain, kelompok kesehatan,
kelompok
pendidikan,
dan kelompok transportasi relatif tidak mengalami perubahan harga. Regulasi
pemerintah
khususnya
Pemerintah Daerah pada Provinsi Sumatera Selatan terkait program berobat gratis dan sekola h gratis membuat harga barang-barang pada ketiga Sumber: BPS Propinsi S umatera Selatan
kelompok tersebut
hanya
sedikit terpengaruh oleh mekanisme pasar.
Melalui disagregasi infla si bulanan, dapat dik etahui bahwa inflasi pada triwulan II 2010 le bih banyak dipengaruhi oleh komponen volatile foods, yang bahkan mengalami lonjakan harga sebesar 3,35% (mtm) pada Juni 2010. Indeks harga administered prices relatif tidak mengalami perubahan. Di sisi lain, core inflation bulanan masih rendah selama tahun berjalan, dan secara besaran tidak berbeda signifikan dibandingkan tahun 2009.
42
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.9 Disagregasi Infl asi Bulanan : Core, Volatile Foods, Administered Prices
Grafik 2.10 Inflasi Bulan Juni 2010 per Sub K elompok pada K elompok B ahan Makanan d i Palemb ang
Sumber: BPS Propinsi S umatera Selatan
Pada bulan Juni 2010, sub kelompok bumbu-bumbuan tercatat mengalami inflasi tertinggi di antara kelompok bahan makanan, yaitu sebesar 71,61%, disusul oleh sub kelompok sayur-sayuran serta kelompok padi-padia n umbi-umbian dan hasilnya masingmasing sebesar 15,65% dan 8,76%. Di sisi lain, sub kelompok ikan segar mengalami defla si yang cukup besar yaitu sebesar 5,99%. Tingginya bobot kelompok bahan makanan pada perhitungan inflasi menyebabkan pergerakan inflasi umum secara bulanan mengikuti pola pergerakan harga kelompok bahan makanan.
43
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.11 Event Analysis Infl asi Kot a Palemb ang Juni 2009 – Juni 2010
Sumber: Diolah dari BPS Pr opinsi Sumatera Selatan
Grafik 2.12 Perbanding an Infl asi Bulanan d an Ekspekt asi Harga Konsumen 3 Bulan YAD
Grafik 2.13 Perbanding an Infl asi Bulanan Pal embang dan N asional
Sumber: BPS dan Survei Konsume n BI Sumber: Ba dan P usat Statistik
Secara umum inflasi kota Pale mbang memilik i pola pergerakan yang searah dengan inflasi nasional, meskipun relatif lebih fluktuatif dibandingkan dengan inflasi nasional. Seja k akhir tahun 2009, Kota Palembang mengalami inflasi yang secara umum lebih rendah dibandingkan nasional, Pada bulan Juni 2010, peningkatan harga yang sangat signifikan
44
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
bukan hanya terjadi di Kota Palembang, namun merupakan isu nasional, yang dit unjukkan oleh inflasi bula nan nasional yang sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi Kota Pale mbang. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan setiap bulan oleh Bank Indonesia Pale mbang dengan responden yang berdomisili di Palembang, terdapat pergerakan yang searah antara laju inflasi bulanan atau laju infla si bulanan pada bulan sebelumnya dengan jumlah konsumen yang memprediksikan kenaik an harga pada 3 bula n yang akan datang (ekspektasi harga t) dengan laju inflasi bulanan. Hal ini merupakan sala h satu indikator bahwa masyarakat mulai rasional dalam pembentukan ekspektasinya, setela h sebelumnya cenderung adaptif.
45
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Suplemen 4
METODE DISAGREGASI INFLASI KOTA PALEMBANG: CORE, VOLATILE FOODS, DAN ADMINISTERED PRICES Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator inflasi dengan kontinuitas penyediaan data yang dapat disediakan dengan segera dan perannya yang dapat mencerminan kenaikan biaya hidup masyarakat (cost of living). IHK mencakup pula variabilitas pergerakan harga karena pengaruh kejutan temporer (seperti pengaruh alam, gangguan distribusi) dan dampak perubahan kebijakan pemerintah di bidang harga (administered prices). Sehingga, sering kali pergerakan inflasi IHK tidak mencerminkan perubahan harga yang bersifat 1 langgeng (persistent price movements). Untuk dapat menangkap persistent price movement dan general price movement sehingga lebih mencerminkan perubahan harga-harga fundamental perekonomia n, inflasi IHK harus diagregasi untuk memperoleh komponen core inflation. Metode pengukuran inflasi inti juga sangat beragam mulai dari metode exclusion (mengeluarkan sebagian komponen inflasi), pemangkasan data stokastik (trimmed mean) ataupun model struktural. Pada metode exclusion, barang yang dik eluarkan adalah barang yang rentan terhadap shock, yaitu komoditas yang harganya dia tur pemerintah (administered prices) dan komoditas bahan makanan dengan volatilitas tinggi (volatile foods) .
Tabel 1. Pengelompokan Sub Kelompok pa da Disagregasi Inflasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1
46
Kelo mp ok/Sub kelompo k B AHAN M AK ANAN P ad i‐padian, Umbi‐umbi an dan Has iln ya Daging dan Hasil ‐hasil nya Ikan Segar Ikan Diawetkan Tel ur, Susu dan Hasi l‐hasil nya Sayur‐sayuran K acang ‐ kacangan B uah ‐ b uahan B umbu ‐ bumbuan Lemak dan M inyak B ahan Makanan Lainnya M AK ANAN JADI,MINUMAN,R OKOK & TB K M akanan Jad i M inuman yang Ti dak Beral ko hol Tembakau d an Mi numan Beral ko hol P ERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & B B B iaya Tempat Ti nggal B ahan Bakar, Penerangan dan Air P erlengkapan Ru maht an gga P enyelenggaraan Rumahtangga
VF
Ad m
Co re
No
√ √ √ ‐ √ √ √ √ √ √ ‐
‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ √ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ √
19 20 21 22
‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐ √ ‐ ‐ √ ‐ ‐
√ √ ‐ ‐ √ ‐ √ √
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kelompok/Subkelompok SANDANG San dang Laki ‐l aki San dang Wani ta San dang An ak‐anak Barang Pr ibadi dan Sandang Lain KESEHATAN Jasa Kes ehatan Obat‐obatan Jasa Peraw atan Jasmani Perawatan Jas man i dan Kos meti ka PENDIDIKAN, REKR EASI, DAN OLAHRAGA Jasa Pen didi kan Kurs us‐kursus /Pel at ihan Perlen gkapan/ Peralatan P endidi kan Rekreasi Olahraga TRANSPOR, K OMUNIK ASI & JASA K EUGN Transpo r Komuni kas i d an Pengir iman Sar an a dan P enunjang Transpor Jasa Keu an gan TOTAL
Berdasarkan Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia
VF
Adm
Co re
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
√ √ √ √
‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐
√ √ √ √
‐ ‐ ‐ ‐ ‐
‐ ‐ ‐ ‐ ‐
√ √ √ √ √
‐ ‐ ‐ ‐ 9
√ ‐ ‐ ‐ 3
‐ √ √ √ 23
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Metodologi Pemilihan Komoditas Volatile Foods dilakukan dengan meranking tingkat volatitas komoditas kelompok bahan makanan untuk menghasilkan urutan volatile foods berdasarkan kriteria WMAD (Weighted Mean Absolute Deviation). T
WMADi =
∑ω
. π it − π it
Trend
it 0
t= 1
T
Kemudian, barang-barang dalam kelompok volatile food dikeluarkan berdasar ranking WMAD hingga menghasilkan rata-rata inflasi inti yang mendekati trend IHK jangka panjang. T
MSE =
∑ (π t =1
Core t
−π tTrend ) 2
T
Gambar 1. Kompone n Disagregasi Inflasi Kota Palembang
Melalui pengelompokan tersebut, ditemukan bahwa komponen core inflation di Kota Palembang sebesar 51%, komponen volatile foods sebanyak 28% dan komponen administered price sebesar 21%.
47
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Suplemen 5
SURVEI PEMANTAUAN HARGA TRIWULAN II 2010 Dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan, secara umum terjadi tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 11,85% dibandingkan posisi triwulan sebelumnya. Cabe merah, bawang merah, dan daging ayam mengalami peningkatan harga yang signifikan. . Grafik 1. Perg erakan Tingkat Harg a Bulan an Berdasarkan SPH (Rupiah/Kg)
Sumber : SPH K BI Palembang
48
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Bila dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq), harga beras mengala mi peningkatan sebesar 2,24% di Pasar Cinde dan peningkatan sebesar 0,50% di Pasar Lemabang. Kemudia n harga minyak goreng mengala mi peningkatan sebesar 1,55% di Pasar Cinde namun menurun sebesar 3,74% di Pasar Lemabang. Grafik 2. Perg erakan Harg a Ber as di Pasar Cinde dan L emab ang (Rupiah/Kg) Pasar Cind e
Pasar L emab ang
Sumber : SPH KBI Palembang
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 3. Pergerakan Harg a Minyak Gor eng di Pasar Cinde dan L emabang (Rupiah/ Kg) Pasar Cind e
Pasar L emab ang
Sumber : SPH K BI Palembang
Sumber : SPH K BI Palembang
Harga daging sapi mengalami perubahan yang bervariasi di kedua pasar yang diamati pada triwulan I 2010. Harga daging sapi mengalami peningkatan secara triwulanan di Pasar Cinde sebesar 0,40%, namun mengalami penurunan sebesar 0,31% di pasar Lemabang.
49
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 4. Perg erakan Harg a Daging Sapi di Pasar Cind e dan L emab ang (Rupiah/kg) Pasar Cind e
Sumber : SPH KBI Palembang
Pasar L emab ang
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 5. Perg erakan Harg a Emas di Pasar C inde dan L emab ang (Rupiah/Gram) Pasar Cinde
Sumber : SPH K BI Palembang
Pasar L emab ang
Sumber : SPH K BI Palembang
Hasil SPH juga menunjukkan peningkatan harga emas di Pasar Cinde dan Lemabang pada triwulan II 2010 masing-masing sebesar 8,80% dan 10,00%. Penurunan harga emas ini konsisten dengan yang terjadi di pasar internasional. Secara umum, hasil SPH di Kota Palembang mengindikasikan bahwa pola pergerakan harga yang cukup konvergen dengan hasil survei inflasi yang dilakukan secara bulanan oleh BPS. Hal ini menunjukkan hasil SPH Kota Palembang dapat dijadikan sebagai salah satu petunjuk dalam memperkirakan perkembangan inflasi di kota Pale mbang.
50
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 6. Pergerakan Inf lasi Bulan an dan Tingkat Harg a Sesuai SPH di Kota Pal embang (Jun 2009 – Jun 2010)
Sumber : BPS Propinsi S umatera Selatan dan SPH Ba nk Indonesia Palembang
51
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
52
BAB 3 • • •
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Baiknya kondisi perekonomian domestik dan prospek dunia usaha mendorong kinerja perbankan. Penyaluran kredit kecil mengalami pertumbuhan terus menerus selama beberapa periode terakhir Suku bunga menunjukkan penurunan yang robust seiring dengan menurunnya risiko sehubungan dengan baiknya kondisi perekonomian.
3.1. Kondisi Umum Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi Sumatera Sela tan (Sumsel) pada triwulan II
Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredi t Perban kan Provinsi Sumat era Selat an
2010 (Mei 2010) dari beberapa indikator seperti total aset, penghimpunan dana dan penyaluran kredit/pembiayaan
mengala mi
peningkatan
seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi domestik. Secara triwulanan
(qtq)
total aset
meningkat sebesar 1,31% dan secara tahunan total
aset
perbankan
Sumsel
meningkat
dibandingkan triwulan yang sama pada tahun
*Posisi Mei 2010
sebelumnya (yoy) sebesar 18,39%. Penghimpunan DPK triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 19,99% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp29,18 triliun menjadi Rp35,02 triliun, dan secara triwulanan tercatat meningkat sebesar 6,71% (qtq). Sementara itu, penyaluran kredit/ pembiayaan secara tahunan mengalami peningkatan yang jauh lebih baik dibandingkan aset dan penghimpunan DPK, yakni meningkat sebesar 24,03% (yoy) dari Rp23,96 triliun menjadi Rp29,72 triliun. Penyaluran Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) secara tahunan (yoy) tercatat mengalami peningkatan sebesar 25,81% dari Rp16,02 triliun menjadi sebesar Rp20,15 triliun. Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengala mi peningkatan sebesar 5,79%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan yang lebih tinggi dari peningkatan DPK telah menyebabkan peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 85,34% pada triwulan I 2010 menjadi 84,86% pada triwulan II 2010. 3.2. Kelembagaan Jumlah bank yang beroperasi di Provinsi Sumsel sampai dengan triwulan II 2010 berjum lah 54
Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumat era Selat an
bank. Jumlah kantor bank sebanyak 505 kantor yang terdiri dari 4 Kantor wilayah Bank Umum Konvensional, 1 Kantor Pusat Bank Pemerintah Daerah, 18 Kantor Pusat BPR/S, Cabang
Bank
Kantor Cabang
Umum
61 Kantor
Konvensional,
10
Bank Umum Syariah dan 4
Kantor Cabang BPR/S, 300 Kantor Cabang Pembantu
Bank
Umum
Konvensional,
36
Kantor Cabang Pembantu Bank Umum Syariah,
*Posisi Mei 2010
serta 65 Kantor Kas Bank Umum, 2 Kantor Kas Bank Syariah dan 4 Kantor Kas BPR. Sementara itu jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tercatat sebanyak 525 unit. 3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) 3.3.1 Penghimpunan DPK Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy), DPK mengalami peningkatan sebesar 24,03%. Seluruh komponen DPK mengalami kenaikan secara tahunan. Giro tercatat meningkat dari Rp5,73 triliun menjadi sebesar Rp5,75 triliun atau sebesar 0,43%. Tabungan mengalami peningkatan sebesar 19,98% menjadi Rp14,11 triliun. Simpanan berjangka/deposito meningkat dari Rp11,70 triliun menjadi Rp15,15 triliun atau meningkat sebesar 29,57%. Secara triwulanan (qtq), penghimpunan DPK mengalami peningkatan sebesar 6,71% yang dikontribusikan oleh peningkatan simpanan deposito dan tabungan masingmasing sebesar 2,13% dan 17,69%. Namun di sisi lain, simpanan giro mengalami penurunan sebesar 2,93% (qtq). 54
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Grafik 3.3 Pertumbuhan D PK Perban kan di Provinsi Sumat era Selat an
Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Tr iwulan II 2010 di Provinsi Sumat era Selat an
*Posisi Mei 2010
*Posisi Mei 2010
Berdasarkan pangsa masing-masing komponen simpanan terhadap total DPK yang dihimpun, deposito berjangka tercatat memiliki pangsa terbesar yait u sebesar 43,27%, atau sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 45,21%. Sementara itu tabungan dan giro masing-masing memiliki pangsa sebesar 40,30% dan 16,43%. 3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota
Saat ini sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang masih mengelompokkan daerah berdasarkan 11 kabupaten/kota. Berdasarkan la ju pertumbuhan secara tahunan (yoy), penghimpunan DPK Ogan Komering Ulu tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 158,09% atau dengan pangsa pertumbuhan tahunan sebesar 6,15%. Kota Palembang dan Lematang Ilir Ogan Tengah juga mencatat kontribusi terhadap pertumbuhan tahunan yang tinggi, yaitu masing-masing sebesar 9,33% dan 14,57%. Sementara itu, wilayah yang mengalami penurunan DPK terbesar secara tahunan adalah Baturaja yaitu sebesar minus 93,97%. Pada periode ini, Ogan Komering Ilir merupakan wilayah yang membatasi pertumbuhan kredit secara tahunan, yaitu dengan andil sebesar minus 0,47%.
55
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Tabel 3. 1 Pertumbuhan DPK Perban kan p er K abupaten/ Kota di Provinsi Sumat era Selat an (dalam Rp Juta)
Kabupaten/Kota
2009 II
Prabumulih Pagar Alam Lubuklinggau Baturaja Palembang Ogan Komering Ulu
1,064, 512
III 1,049, 379
2010 IV 1,069,924
I
II*
994,060
1,173, 245
367,412
344,141
308,350
244,480
292,432
1,335, 689
1,277, 817
1,196,570
1,266, 307
1,334, 082
722,261
700,139
789,252
42, 448
43, 558
19, 994,110
20,133,157
22, 469,744
21, 479,957
22, 853,854
528,112
531,868
472,256
1,329, 957
1,363, 021
Ogan Komering Ilir
839,841
746,386
746,578
841,085
612,078
Musi Banyuasin
969,047
984,333
1,041,640
1,265, 999
1,405, 978
47, 489
39, 497
45, 194
104,645
48, 241
2,559, 422
2,513, 605
4,524,899
4,482, 735
5,113, 585
756,871
775,003
722,501
764,056
777,568
Musi Rawas Lematang Ilir Ogan Tengah Lahat *Posisi Mei 2010
Wilayah Pagaralam tercatat sebagai wilayah dengan peningkatan penghimpunan DPK terbesar secara triwulanan yakni naik sebesar 19,61%. Sementara itu, beberapa kota/kabupaten lain yakni Musi Rawas dan Ogan Komering Ilir mencatat penurunan DPK dibandingkan triwulan sebelumnya. DPK Kabupaten Musi Rawas juga tercatat mengalami penurunan paling drastis yaitu sebesar 53,90%. Kontribusi Palembang terhadap pertumbuhan penyaluran kredit merupakan yang tertinggi yakni sebesar 4,17%. Wilayah yang memberi kontribusi besar sebagai penopang pertumbuhan triwulanan adala h Lematang Ilir Ogan Tengah dan Prabumulih, dengan andil masing-masing sebesar 2,06% dan 0,60%. Berdasarkan pangsa, DPK Kota Palembang masih merupakan wilayah dengan pangsa terbesar yakni sebesar 65,26% dari total DPK Sumatera Selatan, sementara daerah yang mempunyai pangsa terendah adalah Kabupaten Baturaja sebesar 0,12%.
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan 3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami peningkatan sebesar 24,03% dari tahun sebelumnya (yoy) yaitu dari Rp23,96 triliun menjadi Rp29,72 tril iun. Laju pertumbuhan tertinggi terja di pada kredit sektor pertambangan dan kredit sektor perindustrian masing-masing sebesar 41,94% dan 28,54%.
56
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Tabel 3. 2 Perkembang an Kr edit Sektor al Provinsi Sum atera Sel atan (Rp Jut a)
Sektor Pertanian
2009
2010
II
III
IV
I
4,010, 796
4,205, 007
4,935, 680
4,263, 349
II* 4,393, 873
382,274
435,143
609,393
615,637
542,617
Perindustrian
2,437, 664
2,660, 552
3,156, 263
2,610, 876
3,133, 416
Perdagangan
5,167, 341
5,510, 281
5,828, 923
4,936, 273
5,123, 978
Jasa-jasa
3,476, 588
3,533, 555
3,485, 232
3,518, 964
3,581, 087
Pertambangan
Listrik, Gas dan Air Konstruksi
264,454
178,887
242,201
250,016
262,306
1,545, 472
1,656, 373
1,550, 167
1,485, 497
1,579, 900
278,399
242,737
244,498
330,557
315,285
Jasa Dunia Usaha
1,198, 288
1,278, 693
1,262, 746
1,255, 387
1,203, 701
Jasa Sosial M Lain-laink
189,975
176,865
185,620
197,507
219,895
8,485, 411
8,984, 438
9,896, 154
12, 060,873
12, 941,557
Penga ngk utan
*Posisi Mei 2010
Sektor yang berkontribusi terbesar sebagai penopang pertumbuhan kredit tahunan adalah sektor perindustrian dan sektor pertanian masing-masing sebesar 3,01% dan 1,41%. Sektor perindustrian memegang peranan terbesar pada pertumbuhan triwulanan dengan andil pertumbuhan sebesar 2,11%. Pertumbuhan kredit secara tahunan sedikit dihambat oleh pertumbuhan kredit di sektor pertambangan dan sektor jasa dunia usaha dengan andil masing-masing sebesar minus 0,22% dan minus 0,17%. Selain sektor lain-la in, sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar dala m penyaluran kredit yait u sebesar 17,24%. Urutan kedua dan ketiga ditempati oleh sektor pertanian dan sektor perindustrian yaitu masing-masing sebesar 14,79% dan 10,54%. Selain itu, penyaluran kredit di sektor jasa konstruksi dan sektor jasa dunia usaha juga mempunyai pangsa yang cukup besar, yaitu masing-masing sebesar 5,32% dan 4,05%.
57
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektor al Provinsi Sumatera Sel atan Triwul an I I 2010
*Posisi Mei 2010
Pangsa penyaluran kredit pada seluruh sektor yang dominan tersebut mengalami penurunan
dibandingkan periode sebelumnya, yang mengindikasik an
pemerataan
penyaluran kredit yang lebih baik antar sektor ekonomi. 3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Seluruh penyaluran kredit/pembiayaan menurut penggunaan mengala mi peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Kredit konsumsi mencatat peningkatan paling tinggi yakni dari Rp8,48 triliun menja di Rp.11,52 triliun atau 35,93%. Kredit modal kerja dan kredit investasi mencatat pertumbuhan masing-masing sebesar 26,14% dan 1,69%. Secara triwulanan (qtq), penyaluran kredit/pembiayaan untuk konsumsi tercatat mengalami penurunan yang juga tertinggi yaitu sebesar 8,76%. Penyaluran kredit modal kerja dan kredit konsumsi juga mengalami peningkatan masingmasing sebesar 5,19% dan 2,95%.
58
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sum atera Sel atan
Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit /Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwul an II 2010
*Posisi Mei 2010 *Posisi Mei 2010
Dari per komposisi, penyaluran kredit berdasarkan penggunaan masih didominasi oleh kredit modal kerja yakni sebesar 42,51%, kemudian diikuti kredit konsumsi yakni sebesar 38,78%, dan kredit investasi dengan pangsa sebesar 18,72%. Jika diperhatikan pula data triwulan sebelumnya, telah terja di sedikit peningkatan pada proporsi kredit konsumsi dari sebelumnya sebesar 37,83%. 3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten Berdasarkan daerah penyaluran kredit, wila yah Palembang, Musi Banyuasin, dan Ogan Komering
Ilir tercatat sebagai wilayah yang paling dominan
dalam
penyaluran
kredit/pembiayaan secara tahunan (yoy) yakni dengan andil pertumbuhan masing-masing sebesar 56,37%, 9,35% dan 8,20%. Begitupun halnya dengan pertumbuhan secara triwulanan (qtq), wilayah Palembang dan Musi Banyuasin tercatat sebagai wilayah dengan kontribusi tertinggi terhadap pertumbuhan kredit/pembiayaan yakni masing-masing sebesar 1,90% dan 1,73%. Sementara itu, kontribusi pertumbuhan yang negatif disumbang oleh wilayah Musi Rawas dan wilayah Baturaja dengan andil masing-masing sebesar minus 0,09% dan 0,01%.
59
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Tabel 3. 3 Perkembang an Penyaluran K redit/Pemb iayaan Perb ankan per W ilayah di Provinsi Sumat era Selat an (dalam Rp Juta)
Wilayah
2009 II
III
2010 IV
I
II*
Prabumulih
880,028
919,247
1,034, 049
926,720
Pagar Alam
281,847
315,990
309,706
264,518
263,570
Lubuklinggau Baturaja
840,863
841,744
840,973
921,416
1,043, 551
868,246
1,076, 839
1,099, 851
95, 339
91, 874
12, 944,957
12, 778,531
14, 835,993
16, 204,837
16, 749,869
Ogan Komering Ulu
1,337, 615
1,429, 590
1,743, 072
1,844, 438
1,939, 087
Ogan Komering Ilir
2,056, 541
2,157, 162
2,209, 802
2,259, 199
2,437, 780
Musi Banyuasin Musi Rawas
2,067, 209
2,286, 765
2,727, 439
2,342, 973
2,777, 660
579,902
594,602
693,235
869,712
842,125
Lematang Ilir Ogan Tengah Lahat
1,462, 224
1,092, 360
1,674, 845
1,552, 376
1,768, 815
638,783
686,291
737,015
718,920
773,747
1,860
2,998
5,665
5,524
5,488
Palembang
lainnya
1,022, 962
*Posisi Mei 2010 Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Pro vinsi Sum atera Sel atan Triwul an II 2010 Berdasarkan Wil ayah
*Posisi Mei 2010
Menurut lokasi penyaluran, Palembang tercatat sebagai kota dengan pangsa penyaluran kredit terbesar yakni sebesar 54,65%. Kemudia n disusul oleh Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ulu yaitu masing-masing mempunyai pangsa sebesar 9,24% dan 8,93%.
60
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM) Realisasi kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) pada triwulan ini secara tahunan tercatat mengalami peningkatan dari posisi yang sama tahun sebelumnya, yakni meningkat sebesar 25,81% (yoy) dari Rp16,02 triliun menjadi sebesar Rp20,15 triliun. Berdasarkan penggunaan, pertumbuhan tertinggi adalah kredit konsumsi yaitu sebesar 35,24%, diikuti oleh kredit investasi dan kredit modal kerja masing-masing sebesar 22,16% dan 13,78%. Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengala mi peningkatan sebesar 5,79% dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut dikontribusikan oleh kenaikan penyaluran kredit konsumsi dan kredit modal kerja masing-masing sebesar 8,56% dan 3,95%. Sementara itu, kredit investasi mengalami penurunan sebesar 2,64%. Berdasarkan pangsa penggunaan, kredit yang diberik an pada triwulan II 2010 banyak digunakan untuk konsumsi dan modal kerja. Kredit konsumsi tercatat sebesar Rp11,32 triliun atau dengan pangsa sebesar 56,16%, sementara kredit modal kerja tercatat sebesar Rp6,93 triliun atau dengan pangsa sebesar 34,37%. Selain itu, kredit investasi tercatat sebesar Rp1,91 triliun atau dengan pangsa sebesar 9,47%. Grafik 3. 9 Penyaluran Kredi t MKM Perb ankan Provinsi Sum atera Sel atan Menurut Penggunaan
Grafik 3.10 Penyaluran Kredi t MKM Menurut Plafond Kredit
*Posisi Mei 2010
*Posisi Mei 2010
Berdasarkan plafon kredit, realisasi penyaluran kredit kecil masih mencatat pertumbuhan tertinggi secara tahunan. Secara tahunan (yoy), perkembangan realisasi penyaluran kredit mikro (plafon sd. Rp50 juta) mengalami peningkatan sebesar 3,32%, sedangkan kredit kecil (plafon Rp51 juta s.d. Rp500 juta), dan menengah (Rp501 juta s.d.
61
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Rp5 miliar) masing-masing meningkat sebesar 44,34%, dan 26,20%. Secara triwulanan (qtq), perkembangan realisasi penyaluran kredit usaha mikro, kredit usaha kecil, dan kredit usaha menengah masing-masing meningkat sebesar 4,04%, 5,92% dan 7,49%. Menurut komposisinya, kredit kecil mempunyai pangsa tertinggi yaitu sebesar 46,33% dari keseluruhan kredit Mikro, Kecil, dan Menengah. Kemudian, kredit mikro dan kredit menengah masing-masing mempunyai pangsa sebesar 27,69% dan 25,99%. Pangsa penyaluran kredit kecil mengalami peningkatan yang robust sejak triwulan yang sama tahun sebelumnya.
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan Suku bunga bank umum konvensional yang terdiri dari suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman pada triwulan II 2010 mengalami pertumbuhan dengan arah yang sama, yaitu menurun. Menurunnya bunga simpanan dan suku bunga pinjaman tidak terlepas dari berkurangnya risiko di pasar seiring proses pemulihan perekonomian. 3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Suku bunga simpanan yang terdiri dari suku bunga simpanan yang berjangka waktu 1 bulan, 3 bula n, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan, secara rata-rata mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Suku bunga simpanan mengalami
Grafik 3.11 Perkembang an Suku Bunga Si mpanan Sumatera Sel atan
penurunan
secara
terus-menerus
pada
beberapa periode terakhir . Rata-rata suku bunga simpanan tercatat sebesar 7,30%, menurun apabila dibandingkan dengan tingkat suku bunga simpanan pada triwulan sebelumnya 7,56% dengan
(qtq)
maupun periode
yang tercatat sebesar apabila yang
dibandingkan sama
tahun
sebelumnya (yoy), suku bunga simpanan tercatat
*Posisi Mei 2010
62
menurun
dari
tahun
sebelumnya sebesar 8,89%.
jauh
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Bila dibandingkan dengan triwula n sebelumnya, berdasarkan jangka waktu simpanan, jenis simpanan dengan berbagai jangka waktu mengalami penurunan. Penurunan suku bunga yang secara relatif paling drastis terjadi pada jenis simpanan dengan jangka waktu 6 bulan, sedangkan suku bunga simpanan dengan jangka waktu 1 bulan meningkat tipis. Suku bunga simpanan yang tertinggi saat ini dicatat oleh suku bunga simpanan dengan jangka waktu 12 bulan, yakni sebesar 7,84%. Sedangkan suku bunga simpanan yang memiliki rate paling rendah adalah dengan jangka waktu 6 bulan yakni sebesar 7,08%. 3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Perkembangan tingkat suku bunga pinjaman yang terdiri dari suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi, maupun konsumsi, secara rata-rata mengala mi penurunan baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), maupun dengan triwulan sebelumnya (qtq). Rata-rata pinjaman
tingkat
tercatat
suku
sebesar
bunga 14,98%,
Grafik 3.12 Perkembang an Suku Bunga Pin jaman Sumatera Sel atan
menurun apabila dibandingkan dengan tingkat
suku
bunga
pinja man
pada
triwulan sebelumnya (qtq) yang sebesar 15,16%
dan
juga
lebih
rendah
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar 15,93%. Berdasarkan penggunaan, suku bunga kredit yang tertinggi pada triwula n II 2010 adalah suku bunga kredit konsumsi,
*Posisi Mei 2010
yaitu sebesar 16,20%. Sementara itu kredit modal kerja tercatat sebagai kredit dengan suku bunga terendah, yakni sebesar 14,20%.
63
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Berbeda dengan suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit konsumsi mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. dari 16,06% menjadi 16,20%, yang menunjukkan terjadinya excess demand pada jenis kredit ini. 3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga Spread suku bunga bank umum Grafik 3.13 Perkembang an Spr ead Suku Bunga Sumatera Selat an
konvensional,
yaitu
selisih
antara
suku bunga kredit dan suku bunga simpanan
perbankan
mengalami
tercatat
peningkatan
pada
triwulan II 2010 menjadi 7,68%. Hal ini di satu sisi menunjukkan tingginya kinerja
perbankan
untuk
menghasilkan laba, namun di sisi la in
*Posisi Mei 2010
memberikan indikasi adanya excess demand dala m hal penyaluran kredit pada triwulan II 2010.
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Tingkat Non-Performing gross
Grafik 3.14 Perkembang an NPL Perban kan Sumat era Selat an
Loan (NPL)
bank umum Sumatera Selatan pada
triwulan II 2010 sebesar 2,35%, menurun dibandingkan
kondisi tahun
sebelumnya
maupun triwulan sebelumnya yang sebesar 2,45%. Sementara itu, NPL net (sudah memperhitungkan PPAP) posisi triwulan II 2010 tercatat sebesar 1,10%, relatif konstan apabila
dibandingkan
tingkat
NPL
net
triwulan sebelumnya.
*Posisi Februari 2010
64
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Grafik 3.15 Perkembangan NPL menurut Kelompok Bank
Perubahan NPL Gross pada periode triwulan II 2010 bervariasi pada setiap kelompok
bank.
Bank
pemerintah
mengalami peningkatan NPL secara tipis dari 2,32% menja di 2,36% . Sedangkan Bank
Umum
Swasta
mengalami kenaikan
Nasional NPL
(BUSN)
dari 1,66%
menjadi 2,01%. Adapun NPL pada BPR justru mengalami penurunan, yaitu dari 8,15% menjadi 7,66%. Secara umum, NPL ketiga
*Posisi Mei 2010
bank
tersebut
mengalami
konvergensi.
Persentase NPL gross bank umum konvensional terbesar masih bersumber
Grafik 3.16 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwul an II 2010
dari sektor perdagangan, hotel dan restoran
yakni
sebesar
31,98%,
meningkat dari triwula n sebelumnya yang mencapai tercatat
27,35%.
Sektor
menyumbang
pertanian
NPL
sebesar
7,88% dan sektor konstruksi tercatat menyumbang
NPL
sebesar
17,87%.
Berubahnya proporsi NPL di sektor–sektor tersebut pada umumnya lebih bersifat temporer
bergantung
pada
faktor
*Posisi Mei 2010
musiman permintaan barang dan jasa serta cash flow
yang secara umum
berbeda pada masing-masing sektor.
65
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.7. Rentabilitas Perbankan Bank pemerintah mampu mencatat keuntungan sebesar Rp260,1 miliar, lebih t inggi dibandingkan BUSN yang memperoleh keuntungan Rp200,43 mil iar. Sementara itu, BPR hanya mampu mencetak laba sebesar Rp12,6 miliar. Return on Asset (ROA) Bank Pemerintah sebesar 0,85%, lebih rendah dibandingkan BPR yang mencapai 2,09% maupun dibandingkan BSU yang mencapai 1,60%. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) bank pemerintah sebesar 89,32%. Sementara itu, BOPO pada BUSN dan BPR lebih rendah, yaitu masing-masing sebesar 86,58% dan 70,84%. Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan II 2010 No
Indikator
2
Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) Return on Asset (ROA)
3
Keuntungan (dalam juta Rp)
1
Angk a Rasio Bank Pemerintah
BUSN
BPR
89.32
86.58
70.84
0.85
1.60
2.09
260,805
200,428
12,566
3.8. Kelonggaran Tarik Dari Laporan Bank Umum (LBU) KBI
Grafik 3.17 Perkembang an Undisbursed Loan Perban kan Sumatera Selat an
Palembang diperoleh informasi bahwa undisbursed loan (kredit yang belum ditarik oleh debitur) pada triwulan II 2010 tercatat
sebesar
Rp1,86 triliun atau
7,58% dari plafon kredit yang disetujui oleh perbankan, menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,66 triliun atau 13,58%, dan juga menurun bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya
yang
tercatat *Posisi Februari 2010
sebesar Rp1,76 triliun atau 7,57%.
66
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.9. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas bank umum konvensional di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2010 tergolong sangat likuid dengan
Grafik 3.18 Perkembang an Risiko Li kuidit as Perban kan Sumat era Selat an
besaran angka rasio likuiditas sebesar 1
114,68% .
Rasio
tersebut
tercatat
meningkat jika dibandingkan dengan rasio likuiditas triw ulan sebelumnya yang tercatat sebesar 110,23%. Meningkatnya
rasio
likuiditas
merupakan dampak dari kenaikan aktiva likuid < 1 bulan sebesar 2,04% (qtq) menjadi sebesar Rp31,12 triliun yang disertai dengan penurunan pasiva likuid < 1 bulan sebesar 1,92% (qtq) menjadi *Posisi Februari 2010
sebesar Rp27,14 triliun.
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah
Perkembangan bank umum Syaria h dalam kurun satu tahun terakhir menunjukkan kinerja yang cukup baik. Total aset pada triwulan II 2010 (hingga Mei 2010) tercatat sebesar Rp2.017,56 miliar, meningkat sebesar 41,79% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar Rp1.422,90 miliar, dan juga meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), yaitu tercatat mengala mi peningkatan sebesar 10,44%. Penghimpunan DPK tercatat sebesar Rp1.103,03 miliar, meningkat cukup pesat sebesar 24,66% (yoy) dan meningkat sebesar 8,63% (qtq). Dana investasi t idak terikat mendominasi pangsa penghimpunan DPK yakni sebesar 88,82% atau sebesar Rp979,68 miliar yang terdiri dari komponen tabungan mudharabah sebesar Rp416,07 miliar (pangsa 37,72% dari total DPK) dan deposito mudharabah sebesar Rp563,61 miliar (pangsa 51,10% dari total DPK).
1
Diperoleh me lalui rasio nila i aktiva likuid < 1 bulan terhadap nilai pasiva likuid < 1 bulan 67
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Tabel 3. 5 Perkembangan Bank Umum Syari ah di Sumat era Selat an (Rp Juta)
2009
INDIKATOR
2010
II
III
IV
I
II*
1,422,901
1,504,843
1,727,725
1,826,867
2,017,559
884,855
977,232
1,026,077
1,015,414
1,103,027
1. Simpanan Wadiah
61,758
80,625
92,307
95,832
123,348
- Giro Wadiah
42,750
54,186
64,322
57,057
51,672
- Tabungan Wadiah
19,008
26,439
27,985
38,775
71,676
2. Dana Investasi tidak terikat
823,097
896,607
933,770
919,582
979,679
- Tabungan Mudharabah
363,326
382,576
419,160
406,078
416,073
- Deposito Mudharabah
459,771
514,031
514,610
513,504
563,606
Komposisi Pembiayaan
902,702
- Piutang Murabahah
528,385
- Piutang Istishna - Piutang Qardh
Total Aset Dana Pihak Ketiga
1,051,636
1,214,996
1,281,435
589,850
669,024
755,944
813,643
4,039
2,026
1,919
1,819
1,776
43,454
47,634
54,364
79,804
80,355
- Pembiayaan Mudharabah
239,911
230,029
215,169
211,819
212,774
- Pembiayaan Musyarakah
86,913
105,644
111,113
165,178
171,884
-
50
47
432
1003
2.17
2.51
1.09
1.34
1.56
Aktiva Ijarah Non Performing Financing
975,233
*) Data s. d Mei 2010
Berbeda dengan DPK, penyaluran pembiayaan mengalami peningkatan yang sedik it lebih tinggi, yaitu sebesar 41,96% (yoy) atau 5,47% (qtq). Dari total penyaluran pembiayaan yang mencapai Rp1.281,43 miliar, piutang murabahah memiliki pangsa sebesar 53,99% dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan mudharabah tercatat sebesar Rp 212,77 m iliar atau memiliki pangsa sebesar 16,60% dan pembiayaan musyarakah tercatat sebesar Rp171,88 miliar atau memiliki pangsa sebesar 13,41%. Sementara itu, piutang qardh dan piutang istishna pangsanya masih relatif kecil yakni masing-masing sebesar 6,27% dan 0,14%. Pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan penghimpunan DPK menyebabkan angka Finance to Deposit Ratio (FDR) menurun dari sebesar 119,66% pada triwula n sebelumnya menjadi 116,17%.
68
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah mengalami peningkatan tipis dibandingkan triw ulan sebelumnya, yaitu dari 1,34% menjadi 1,56. Tingkat NPF juga lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara besaran masih terbilang rendah. 3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkredit an Rakyat (BPR) di provinsi Sumatera Selatan secara umum menunjukkan perkembangan kinerja . Total aset BPR meningkat sebesar 30,51% (yoy) atau 2,94% (qtq). Peningkatan DPK yang terjadi juga cukup tinggi, yakni sebesar 27,57% (yoy) atau 4,23% (qtq). Grafik 3.19 Perkembang an Aset, DPK, dan Kredi t Bank Perkredit an Rakyat di Provinsi Sumat era Selat an
Grafik 3.20 Perkembang an Rasio Li kuiditas Bank Perkredit an Rakyat di Provinsi Sumat era Selat an
*Posisi Mei 2010
*Posisi Mei 2010
Nilai kredit mengalami peningkatan sebesar 6,83% (qtq), dan secara tahunan juga menunjukkan peningkatan sebesar 28,45% (yoy). Dengan perkembangan DPK dan penyaluran kredit tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) pada BPR mengalami penurunan dari 87,15% menjadi 85,58%. Secara bersamaan, tingkat Non Performing Loan (NPL) pada BPR menurun dari 8,15% menjadi 7,66%. Sama halnya dengan bank umum konvensional, rasio lik uiditas BPR meningkat dibandingkan triwula n
sebelumnya,
yait u
dari 70,83%
menjadi 84,12%,
yang
menunjukkan membaiknya kondisi likuiditas pada BPR. Rasio likuiditas tersebut juga meningkat cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang sebesar 46,00%.
69
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
70
BAB 4 •
•
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi pendapatan daerah mencapai Rp1.541,13 miliar atau terealisasi sebesar 49,21%. Sementara itu, realisasi belanja hanya terealisasi 27,18% atau sebesar Rp876,71 m iliar. DBH Pajak Penghasilan Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 terealisasi 100%.
4.1. APBD Perubahan Tahun 2010 Laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Selatan Semester I Tahun 2010 menunjukkan terjadi perubahan target pendapatan daerah pada APBD Perubahan (APBD-P) yakni mengalami penurunan sebesar 0,02% dari APBD awal. Hal tersebut disebabkan direvisinya target penerimaan dari pos Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah menjadi sebesar Rp59,42 miliar atau turun 0,94% dari Rp59,98 miliar. Belanja daerah pun mengalami revisi. Anggaran belanja pada APBD-P tercatat sebesar Rp3.225,41 mil iar, mengalami penurunan sebesar 0,02% dari Rp3.225,97 miliar. Komponen belanja tidak langsung tercatat mengalami penurunan sebesar 0,05% yang disebabkan direvisinya anggaran belanja pegawai menjadi Rp465,13 miliar dari Rp465,69 miliar atau berkurang 0,12%. Sementara itu, walaupun secara total komponen belanja la ngsung tidak mengala mi perubahan, komponen belanja pegawai serta belanja barang dan jasa yang terdapat pada komponen belanja tersebut mengalami perubahan. Belanja pegawai tercatat mengalami peningkatan sebesar 1,74% dari Rp651,90 miliar, sementara komponen belanja barang dan jasa mengalami penurunan sebesar 2,59% dari Rp438,11 miliar menjadi Rp426,77 m iliar. Terkoreksinya pendapatan daerah yang diimbangi dengan penyesuaian alokasi belanja menyebabkan tidak terjadi perubahan defisit pada APBD-P tahun 2010 yakni tetap sebesar Rp93,74 miliar. Dengan anggaran pembiayaan netto sebesar nila i yang sama, komponen Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA) diproyeksikan tidak mengalami perubahan dibanding APBD awal.
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
Tabel 4. 1 Realisasi APBD Sumsel Sem ester I 2010 (Rp Miliar)
Sumber: Biro Keuanga n Provinsi S umatera Selatan, diolah
72
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
4.2. Realisasi APBD Semester I Tahun 2010 Realisasi pendapatan mencapai Rp1.541,13 miliar atau sebesar 49,21% dari anggaran perubahan tahun 2010 yang sebesar Rp3.131,67 miliar. Sementara realisasi belanja sebesar Rp876,71 milia r atau hanya 27,18% dari anggaran sebesar Rp3.225,41 miliar. Namun demikia n, realisasi bela nja maupun penerimaan periode ini tercatat lebih baik dibandingkan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi komponen pendapatan, realisasi paling tinggi dicapai oleh komponen Dana Perimbangan yakni sebesar 58,09% dengan kontribusi sebesar 59,09% dari total pendapatan. Realisasi komponen dana perimbangan paling tinggi dicapai oleh Bagi Hasil Pajak dan Bukan Paja k yang mencapai 66,62%, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) tercatat terealisasi sebesar 32,60% atau mencapai Rp298,42 miliar. Sementara it u, Komponen PAD yang merupakan gambaran kemandirian suatu daerah tercatat sebesar Rp561,04 miliar atau terealisasi sebesar 41,43% dengan pangsa sebesar 40,23% terhadap total pendapatan. Komponen PAD yang mencatat realisasi paling besar secara nominal adalah Pajak Daerah yaitu sebesar Rp561,04 miliar, dengan tingkat realisasi sebesar 41,25% dari anggaran. Tingkat realisasi tertinggi pada komponen PAD dicapai oleh Hasil Retribusi Daerah yakni sebesar 58,74% dengan nominal sebesar Rp7,62 miliar. Sebagai komponen belanja daerah yang paling kecil kontribusinya, realisasi Lain-lain PAD yang sah tercatat sebesar Rp5,79 miliar atau 9,74% dari target anggaran. Tabel 4. 2 Realisasi APBD Sumsel Sem ester I 2009 dan Sem ester I 2010 (Rp Mili ar)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan, diolah
73
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
Pada komponen belanja, realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 37,94% atau mencapai Rp198,81 miliar, melebihi pencapaian tahun sebelumnya yang sebesar 34,97%. Realisasi bela nja hibah pada komponen belanja tidak langsung tercatat sebesar Rp49,10 miliar merupakan komponen dengan tingkat realisasi paling tinggi sebesar 68,20%. Sementara it u, realisasi belanja pegawai sebesar Rp198,81 miliar atau mencapai 42,74%. Komponen belanja tidak langsung yang terealisasi paling rendah adalah belanja tidak terduga yakni sebesar 8,25%. Grafik 4.1 Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Sem ester I 2010
Grafik 4.2 Perbanding an Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Semester I 2010
Sumber : Biro Ke uangan Provinsi S umatera Selatan
Sumber : Biro Ke uangan Provinsi Sumatera Selatan
Komponen belanja langsung terealisasi sebesar 20,86% atau mencapai Rp423,92 miliar, melebihi pencapaian tahun sebelumnya yang sebesar 4,81%. Realisasi belanja pegawai pada komponen belanja langsung tercatat sebesar Rp174,85 miliar merupakan komponen belanja langsung dengan tingkat realisasi paling tinggi dengan persentase sebesar 26,36%. Sementara itu, realisasi belanja modal sebesar Rp190,51 miliar atau mencapai 20,22%. Komponen belanja langsung yang terealisasi paling rendah adala h belanja barang dan jasa yakni sebesar 13,72%.
4.3. Realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) Tahun 2009 Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pela ksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). 74
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
DBH Pajak terbagi atas komponen: (i) Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21, (ii) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan (iii) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menunjukkan bahwa DBH Pajak Penghasilan Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2009 terealisasi 100%. Sementara itu, DBH Pajak Bumi dan Bangunan tercatat sebesar Rp220,45 miliar atau 1,06% di atas target yang sebesar Rp218,14 miliar. Tabel 4. 3 Realisasi DBH Pro vinsi Sumsel 2009 Menurut K ab/Kota (Rupiah)
Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan,Departemen Keua nga n
4.4. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung menginformasikan bahwa rata-rata penerimaan pajak (data sampai dengan Mei 2010) mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penerimaan PPh Orang Pribadi tercatat sebesar Rp3,86 miliar atau mengalami penurunan sebesar 28,31% (yoy). Kondisi tersebut relatif lebih baik dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar 37,86% (yoy). Sementara itu penerimaan PPh Pasal 21 dan PBB masing-masing mengala mi penurunan sebesar 12,51% dan 49,04%. Bertolak belakang dengan kinerja penerimaan PPh Orang Pribadi, kinerja penerimaan PPh Pasal 21 dan PBB tercatat mengalami penurunan dibandingkan kondisi
75
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
triwulan sebelumnya dimana kedua sektor tersebut mengala mi peningkatan masing-masing sebesar 11,50% (yoy) dan 104,28% (yoy). Grafik 4.3 Perkembang an Penerim aan PPh Orang Pribadi Sumatera Sel atan
Grafik 4.4 Perkembang an Penerim aan PPh Pasal 21 Sumatera Sel atan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Ba ngka Belitung
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Ba ngka Belitung
Grafik 4.5 Perkembang an Penerim aan PBB Sumatera Sel atan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Ba ngka Belitung
76
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
BAB 5 • •
Pertumbuhan kliring tahunan pada triwulan ini mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya. Tingginya aktivitas sistem pembayaran tunai yang terjadi pada bulan April 2010 di Lubuk Linggau tidak terlepas dari masih berlangsungnya masa panen tabama.
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) Aktivitas kliring mengalami peningkatan dari sisi jumlah warkat maupun nominal, baik dibandingkan dengan triwula n ataupun tahun sebelumnya. Jumlah warkat yang dikliringkan selama triwulan II 2010 sebanyak 188.195 lembar, meningkat 4,59% (qtq) dari triwulan sebelumnya dan sebesar 0,62% (yoy) dibandingkan kondisi tahun sebelumnya. Dari sisi nom inal, kliring tercatat sebesar
Rp6,34
peningkatan
triliun,
sebesar
mengalami 1,42%
Grafik 5.1 Perkembang an Kli ring Sumsel
(qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya dan sebesar
6,85%
(yoy)
apabila
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Namun demikian, pertumbuhan kliring
tahunan
pada
triwulan
ini
mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan jumlah warkat mencapai 8,47% (yoy) dan dari sisi nominal mencatatkan pertumbuhan tahunan sebesar 15,62% (yoy). Sementara itu, nilai net RTGS tercatat sebesar Rp5,14 triliun atau menunjukkan peningkatan
sebesar
17,68%
(qtq)
dibandingkan
kondisi
triwulan
sebelumnya.
Pertumbuhan tahunan nilai net RTGS menurun sebesar 2,62% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang mencapai 13,97% (yoy).
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Grafik 5.2 Perkembang an RTGS Sumsel
Walaupun
aktivitas kliring mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan
sebelumnya, meningkatnya jumlah hari kerja menjadi 62 hari dari 61 hari menyebabkan perputaran kliring harian dari sisi nominal mengalami penurunan. Perputaran kliring pada Grafik 5.3 Perkembang an Perputar an Kli ring dan Hari K erj a
triwulan II 2010 tercatat sebesar Rp102,19 miliar
per
hari,
mengalami
penurunan
dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp102,41 miliar per hari. Peningkatan aktivitas pembayaran non tunai
pada
triwulan ini
diikuti
dengan
meningkatnya peredaran cek dan bilyet giro kosong. Jumlah cek dan bilyet giro (BG) kosong pada triwulan ini tercatat sebanyak 2.934
le mbar
dengan
nominal
sebesar
Rp87,19 miliar. Jumlah warkat cek/BG kosong bertambah sebesar 5,39% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 2.784 lembar, sedangkan dari sisi nom inal tercatat meningkat sebesar 2,46% (qtq) dari sebesar Rp85,10 miliar. Sementara itu, nominal cek/BG kosong tercatat mengalami peningkatan tahunan sebesar 24,42% (yoy), sedangkan dari sisi jumlah warkat tercatat mengala mi peningkatan sebesar 8,39% (yoy).
78
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Tabel 5. 1 Perputar an Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sum atera Sel atan
2009
Keterangan
2010
II
III
IV
I
II
1. Lembar Warkat
2,707
3,025
3,123
2,784
2,934
2. Nominal (Rp Miliar)
70.08
83.68
88.17
85.10
87.19
Grafik 5.4 Perkembangan Bulanan Perputar an Kliring Sumsel
Grafik 5.5 Perkembangan Jumlah Cek dan Bil yet Giro Kosong Sumsel
Aktivitas kliring bulanan yang paling tinggi selama triwulan II 2010 terjadi pada bulan April dengan rata-rata perputaran nominal kliring/hari sebesar Rp101,61 m iliar dan rata-rata jumlah warkat/hari sebesar 3.084 lembar.
5.2. Perkembangan Perkasan Kegiatan perkasan pada triwulan II 2010 mencatat inflow sebesar Rp1,49 triliun, meningkat 29,22% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,15 triliun. Dibandingkan triwulan sebelumnya, terjadi peningkatan inflow sebesar 18,24% (qtq) dari sebesar Rp1,26 triliun. Pada periode yang sama, outflow tercatat sebesar Rp2,50 triliun, naik sebesar 25,16% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dan meningkat sebesar 52,99% (qtq) apabila dibandingkan dengan triwula n I 2010.
79
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Dengan membandingkan inflow dan outflow diperoleh net-outflow selama triwulan I 2010 sebesar Rp1,01 triliun, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya tercatat mengalami net-outflow sebesar Rp0,85 triliun. Net-outflow yang terjadi pada triwulan ini mengalami peningkatan yang signifik an dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang mengalami net-outflow sebesar Rp0,38 triliun. Tabel 5. 2 Kegiat an Perkasan di Sumsel (Rp Mili ar) 2009
Keterangan
2010
II
III
IV
I
II
Inflow
1,151.36
1,574.04
1,617.00
1,258.33
1,487.84
Outflow
1,999.04
2,339.78
2,319.96
1,635.36
2,501.95
Net Inflow (Net Outflow)
(847.68)
(765.74)
(702.96)
(377.03)
(1,014.11)
Terjadinya peningkatan net-ouflow dapat dija dikan salah satu indikator aktivitas perekonomian yang terus meningkat. Secara umum, kondisi perkasan terus menunjukkan peningkatan rata-rata net-outflow harian dari Rp6,18 miliar pada triwulan sebelumnya menjadi Rp16,36 m iliar. Melalui kegiatan perkasan, dilakukan pula penarikan uang lusuh
Grafik 5.6 Perkembang an Keg iat an Perkasan Sumsel 2009-2010
di KBI Palembang sebagai wujud dari clean money policy Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang dalam kondisi layak edar. Uang lusuh yang
ditarik
tercatat
menurun
sebesar 9,20% (qtq),
sedangkan
secara tahunan tercatat meningkat sebesar
1.972,29%
dibandingkan
tahun
(yoy)
sebelumnya
yang sebesar Rp22,99 miliar. Menurut proporsinya terhadap inflow, persentase penarikan uang lusuh mengalami penurunan dari sebesar 41,71% pada triwulan sebelumnya menjadi 32,03%. Secara nominal, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan pada triwulan ini mencapai Rp476,52 miliar.
80
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Grafik 5.7 Perkembangan Penari kan Uang Lusuh oleh KBI Palembang
5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau Selain kegiatan perkasan yang dilaksanakan di Kota Palembang, Bank Indonesia mengadakan kegiatan kas titipan di Kota Lubuk Linggau. Kas titipan tersebut dilaksanakan mulai tahun 2005 yang ditandai dengan penandatangan Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia Palembang dengan PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Linggau yang ditunjuk sebagai bank penyelenggara kas titipan. Pertimbangan penyelenggaraan kas titipan di daerah ini dilatarbelakangi oleh relatif tingginya kebutuhan terhadap uang tunai serta jarak yang cukup ja uh dari Kota Palembang. Tabel 5. 3 Perkembang an Kas Titip an Lubuk Linggau (Rp Mili ar)
2009
Keterangan
2010
II
III
IV
I
II
Inflow
236.01
336.99
239. 24
312.39
235.59
Outflow
281.36
331.85
344. 60
284.62
437.42
Net Inflow (Net Outflow)
(45.35)
5.14
(105.36)
27.77
(201.83)
Outflow di Lubuk Linggau pada triwulan II 2010 tercatat sebesar Rp437,42 miliar, meningkat sebesar 53,68% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu aktivitas inflow tercatat sebesar Rp235,59 miliar atau turun sebesar 24,58% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga dengan membandingkan angka outflow dan inflow diperoleh net-outflow sebesar Rp201,83 miliar.
81
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Terjadinya net-outflow merupakan salah satu indikator peningkatan aktivitas perekonomian di Lubuk Linggau pada triwula n II 2010 ini. Hal tersebut sejalan dengan kondisi perekonomian Sumatera Selatan yang diproyeksi mengalami peningakatan kinerja secara triwulanan (qtq). Peningkatan aktivitas ekonomi dari sisi pembayaran tunai dalam kurun waktu triwulan ini terutama terjadi pada bulan April 2010 yang dit andai dengan terjadinya net-outflow paling besar yang mencapai Rp124,43 miliar. Tingginya aktivitas perekonomian pada bulan April di Lubuk Linggau tidak terlepas dari masih berlangsungnya masa panen tabama.
Grafik 5.8 Perkembang an Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2009-2010
82
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Suplemen 6 UANG LOGAM RP1.000 DAN UANG KERTAS RP10.000 DESAIN BARU RESMI DILUNCURKAN Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof. Dr. Boediono meresmikan mulai beredarnya uang logam (UL) Rupiah pecahan 1.000 (seribu) Tahun Emisi (TE) 2010 dan uang kertas (UK) Rupiah pecahan 10.000 (sepuluh ribu) desain baru di Gedung Bank Indonesia Bandung, Jawa Barat, pada Selasa 20 Juli 2010. Hadir dalam acara tersebut antara lain Pjs. Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, serta Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, dan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, sebagai penerima replika uang baru. Dalam laporan singkatnya, Damin Nasution menyampaikan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat perlu didukung dengan ketersediaan uang Rupia h yang memadai dan mudah dikenal ciri-ciri keasliannya guna memperlancar kegiatan transaksi. Uang logam Rupiah pecahan 1.000 (seribu) bergambar Garuda Pancasila pada bagian depan, sedangkan pada bagian belakang bergambar angklung dengan latar belakang Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat. Uang tersebut berwarna putih keperakan yang terbuat dari besi/baja yang dila pisi dengan nikel (nickel plated steel). Pemilihan gambar angklung sebagai alat musik tradisional merupakan wujud pelestarian kebudayaan nasional. Demikian juga halnya dengan gambar Gedung Sate di Bandung, Jawa Barat sebagai wujud pelestarian tempat bersejarah dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Gambar 1 Uang Rupiah Baru Pecahan 1. 000 (Ser ibu) dan 10.000 (Sepuluh Ribu)
83
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Perubahan pada uang kertas pecahan 10.000 (sepuluh ribu) bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi elemen desain atau up-grading yang dilakukan terutama pada warna dominan yang semula berwarna ungu kemerahan menjadi ungu kebiruan. Meski terdapat pula perubahan pada unsur pengaman lainnya, namun demikian elemen desain utama seperti bahan uang, gambar utama, dan ukuran uang tetap atau tidak mengalami perubahan. Uang kertas pecahan Rp 10.000 desain lama masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran oleh Bank Indonesia. Perubahan lainnya pada desain uang kertas pecahan 10.000 (sepuluh ribu) adalah sebagai berikut 1. Penambahan unsur pengaman rainbow printing dalam bidang berbentuk segi lima yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu, pada sebela h kanan gambar utama. 2. Penambahan desain berbentuk lingkaran-lingkaran kecil berwarna merah dan ditengahnya berwarna putih yang letaknya tersebar pada sebelah kanan gambar utama. 3. Perubahan kode tunanetra (blind code) berupa satu buah lingkaran yang semula tidak kasat mata (visible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak pada samping kanan gambar utama. 4. Penggantian tinta berubah warna (Optically Variable Ink) berupa segi delapan yang berubah warna dari hijau menjadi biru apabila dilihat dari sudut pandang berbeda menjadi desain logo BI di dalam bingkai berbentuk ornamen daerah Palembang dan tidak berubah warna (cetak offset) terletak pada sebelah kanan bawah uang.
84
BAB 6 •
•
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami peningkatan akibat meningkatnya konsumsi terhadap komponen obat dan pupuk seiring dimulainya masa tanam. IPM Sumsel terus mengalami peningkatan.
6.1. Ketenagakerjaan Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sumsel pada bulan Februari 2010 mencapai 3.619.177 orang, bertambah 131.178 orang atau 3,76% dibanding jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2009 yang tercatat sebesar 3.487.999 orang. Secara keseluruhan, kondisi ketenagakerjaan di Sumsel pada bulan Februari 2010 ditandai perubahan beberapa indikator ketenagakerjaan yang cukup signifikan ke arah yang lebih baik. Dari total angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja pada bulan Februari 2010 tercatat sebesar 3.382.059 orang, bertambah 186.294 orang atau sebesar 5,83% jika dibandingkan dengan posisi bulan Februari 2009. Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2008 – Februari 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, kondisi ketenagakerjaan pada Februari 2010 memperlihatkan fenomena yang relatif sama dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, dimana sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian yakni sebesar 59,55%, dengan tingkat persentase pekerja yang sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan sebagian besar penduduk masih bertempat tinggal di daerah pedesaan dan mengandalkan hasil pertanian sebagai mata pencaharian. Dari tujuh pembedaan status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dapat diidentifikasi dua kelompok utama terkait kegiatan ekonomi formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Jika melihat status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan informal, maka pada bulan Februari 2010 lebih dari 75% tenaga kerja masih bekerja pada kegiatan informal. Tabel 6.2 Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2008 – Februari 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Dari 3.382.059 orang yang bekerja, sebanyak 25,31% penduduk berstatus pekerja tidak dibayar, kondisi ini sedikit mengalami perubahan jika dibandingkan dengan kondisi pada Februari 2009 dimana proporsi terbesar penduduk yang bekerja berstatus berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar yakni sebesar 23,59%.
86
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
6.2. Pengangguran Masalah pengangguran merupakan masalah yang melekat pada aspek ketenagakerjaan. Penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah pengangguran pada bulan Februari 2010 mengalami penurunan sebanyak 55.116 orang atau 18,86% dibandingkan dengan posisi bulan Februari 2009, dan mengalami penurunan sebanyak 26.353 orang atau sebesar 10,00% jika dibandingkan dengan kondisi pada bulan Agustus 2009 yang mencapai 263.471 orang. Tabel 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Februari 2008 – Februari 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumsel pada bulan Februari 2010 menurun menjadi 6,55% dibandingkan kondisi pada bulan Februari 2009 yang mencapai 8,38%. TPT pada Februari 2010 tercatat merupakan yang terendah sejak tahun 2007. Berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Tingginya TPT di kota erat kaitannya dengan pertumbuhan alamiah penduduk, arus masuk angkatan kerja dari pedesaan, dan banyaknya pencari kerja sebagai konsekuensi meningkatnya pendidikan penduduk perkotaan. Di sisi lain, lapangan kerja di perkotaan relatif terbatas sehingga menyebabkan terjadinya tingkat pengangguran yang relatif tinggi.
87
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
6.3. Tingkat Kemiskinan Berdasarkan data resmi BPS Sumsel, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 1.125.725 atau 15,47% dari jumlah penduduk Sumsel. Angka tersebut tercatat mengalami penurunan sebesar 3,61% atau sebesar 42.140 orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Maret 2009) yang tercatat sebesar 1.167.870 jiwa. Tabel 6.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2010 Tahun 1993 1996 1999 2002 2003 2004 Januari 2005 Januari 2006 Maret 2007 Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010
Jumlah Penduduk Miskin (ribuan) 901,9 1.017,0 1.481,9 1.434,1 1.397,3 1.379,3 1.429,0 1.446,9 1.331,8 1.249,61 1.167,87 1.125,73
Persentase 15,73 17,04 23,87 22,49 21,54 20,92 21,01 20,99 19,15 17,73 16,28 15,47
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1993-2010 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 464,9 ribu karena krisis ekonomi, persentase penduduk miskin mengalami peningkatan dari 17,04% menjadi 23,87%. Selama periode 1999-2010, jumlah penduduk miskin relatif terus mengalami penurunan. Garis Kemiskinan (yang merupakan indikator penetapan kriteria miskin) mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir, yakni meningkat sebesar 4,38% dari Rp212.381,00 per kapita/bulan menjadi Rp221.687,00 per kapita/bulan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, Garis Kemiskinan di perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami peningkatan sebesar 4,3% dari Rp247.661,00 per kapita/bulan menjadi Rp258.304,00 per kapita/bulan. Sementara itu,
88
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Garis Kemiskinan di daerah pedesaaan mengalami kenaikan sebesar 4,5% pada periode yang sama, dari Rp190.109,00 per kapita/bulan menjadi Rp198.572,00 per kapita/bulan. Tabel 6.5 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008-Maret 2010 Garis Kemiskinan
Jumlah Penduduk
(Rp/Kapita/Bulan)
Miskin
Perkotaan Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010
229.552 247.661 258.304
514.704 470.025 471.224
18,87 16,93 16,73
Perdesaan Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010
175.556 190.109 198.572
734.905 697.848 654.501
17,01 15,87 14,67
Kota+Desa Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010
196.452 212.381 221.687
1.249.609 1.167.873 1.125.725
17,73 16,28 15,47
Daerah/Tahun
Persentase
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Dengan memperhatikan garis kemiskinan berdasarkan komponen makanan dan bukan makanan terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 77,08%. Garis kemiskinan bukan makanan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar Rp170.875,00/kapita/bulan, dan garis kemiskinan makanan sebesar Rp50.813,00/kapita/bulan. Kondisi tersebut mengalami kenaikan dibandingkan Maret 2009 yang mencatat Rp163.801,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan bukan makanan dan Rp48.580,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan makanan. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, ada beberapa dimensi lain yang perlu diperhatikan yakni tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan itu sendiri. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus mampu mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
89
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Tabel 6.6 Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009-Maret 2010 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun
Total
Makanan
Bukan Makanan
Perkotaan Maret 2009 Maret 2010
181.415 188.781
66.246 69.523
247.661 258.304
Perdesaan Maret 2009 Maret 2010
152.681 159.571
37.427 39.001
190.109 198.572
Kota+Desa Maret 2009 Maret 2010
163.801 170.875
48.580 50.813
212.381 221.687
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
6.4. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator yang digunakan
Grafik 6.1 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani
untuk menunjukkan kemampuan daya beli petani. Perkembangan NTP dalam satu tahun terakhir terus mengalami peningkatan.
Rata-rata
NTP
pada
triwulan II 2010 tercatat sebesar 104,01 atau meningkat sebesar 0,84% (qtq) dibanding periode triwulan sebelumnya yang memiliki rata-rata NTP sebesar
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
103,14. Peningkatan nilai tukar petani terutama disebabkan meningkatnya harga komoditas unggulan yang berdampak pada indeks harga yang diterima petani jauh lebih besar daripada pertumbuhan indeks harga yang dibayar petani. Rata-rata indeks yang diterima petani meningkat menjadi 124,67 dari 123,30 atau naik sebesar 1,11% (qtq), sedangkan indeks yang dibayar petani mengalami peningkatan sebesar 0,26% (qtq) dari 119,55 menjadi 119,86.
90
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Grafik 6.2 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia
Rata-rata
Indeks
Konsumsi
Tangga
Petani
mengalami
Rumah
peningkatan
sebesar
0,14%
(qtq)
dibanding triwulan sebelumnya dari 120,75 menjadi 120,93. Konsumsi yang mengalami peningkatan indeks paling tinggi
terjadi
pada
komponen
perumahan yang naik sebesar 0,73% (qtq), Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
sementara
yang
mengalami
penurunan adalah bahan makanan dan
pendidikan masing-masing sebesar 0,16% (qtq) dan 0,21% (qtq). Tabel 6.7 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami peningkatan yang tercermin dari kenaikan rata-rata indeks biaya produksi dan penambahan modal dari sebesar 116,72 pada triwulan sebelumnya menjadi 117,59. Peningkatan biaya produksi yang paling tinggi terjadi pada komponen obat dan pupuk yang disebabkan antara lain telah dimulainya masa tanam. Tabel 6.8 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
91
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk
semua
negara
seluruh
dunia.
IPM
digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah wilayah adalah berkembang atau
Tabel 6.9 IPM 2007-2008 Menurut Provinsi
wilayah maju, wilayah
wilayah terbelakang, serta
untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Sumatera Selatan
pada
tahun
2008
adalah
72,05
menempati peringkat ke-12 dari seluruh provinsi di Indonesia. Kondisi ini lebih baik dibandingkan peringkat tahun 2009 dimana Angka IPM Sumber : Badan Pusat Statistik
Sumatera Selatan tercatat sebesar 71,40 dan
menempati peringkat ke-13 nasional. Peringkat IPM tertinggi masih dimiliki oleh DKI Jakarta sedangkan IPM terendah adalah Provinsi Papua. 6.6. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumsel Tahun 2010 Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan pada tahun 2010 ditetapkan sebesar
Tabel 6.10 UMP Sumsel Tahun 2010
Rp927.840,- atau mengalami peningkatan sebesar 12,40% dibandingkan UMP tahun 2009 yang sebesar Rp824.730,-. Sektor bangunan mencatat UMP paling tinggi yakni sebesar Rp1.200.000,sementara untuk
UMP sektor
terendah
diberlakukan
pertanian,
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumsel
sektor
pertambangan & penggalian, sektor Industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor keuangan & jasa perusahaan.
92
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
6.7. Rasio Gini Provinsi Sumatera Selatan Rasio Gini adalah salah satu ukuran ketimpangan pendapatan penduduk secara menyeluruh. Rasio Gini didasari kurva Lorenz yaitu kurva dua dimensi antara distribusi penduduk (persentase kumulatif penduduk) dan distribusi pengeluaran perkapita (persentase kumulatif pengeluaran perkapita). Nilai Rasio Gini terletak antara 0 dan 1, nilai Rasio Gini yang mendekati 0 memiliki pengertian bahwa tingkat ketimpangan pendapatan sangat rendah, atau distribusi pendapatan merata, sedangkan apabila nilainya mendekati 1 maka tingkat ketimpangan pendapatan berarti tinggi. Tabel 6.11 Rasio Gini 2007-2009 Menurut Provinsi
Sumber : Badan Pusat Statistik
93
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Perkembangan angka Rasio Gini Sumatera Selatan dalam tiga tahun terakhir relatif stabil. Pada tahun 2007 Indeks Gini tercatat 0,32, kemudian mengalami perbaikan pada tahun 2008. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh hantaman krisis keuangan global yang sedikit menurunkan kesejahteraan golongan menengah ke atas. Setelah dampak krisis sedikit berkurang, Indeks Gini pada tahun 2009 kembali mengalami peningkatan ke level 0,31. Walaupun Indeks Gini Sumatera Selatan relatif lebih baik dibandingkan nasional, upaya-upaya untuk memperkecil angka rasio gini harus terus dilakukan. Upaya tersebut antara lain dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi dengan cara mendorong peningkatan peran investasi, terutama di sektor-sektor yang tradable. Upaya yang lain adalah membenahi pengelolaan jaminan pengaman sosial, perlu dicarikan metode ataupun pola redistribusi pendapatan yang lebih adil untuk mengurangi ketidakmerataan.
94
BAB 7 •
•
•
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
Laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mengalami percepatan pada triwulan III 2010 seiring dengan percepatan pembangunan konstruksi proyek Sea Games 2011, namun terdapat risiko dari sisi suplai produksi. Inflasi diperkirakan meningkat terutama didorong oleh kenaikan permintaan di bulan puasa dan Idul Fitri, realisasi pembangunan fisik terkait proyek pemerintah dan swasta, serta sebagai dampak kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) Kinerja perbankan diperkirakan tumbuh stabil karena meningkatnya aktivitas perekonomian secara musiman walaupun terjadi gejolak pada sisi suplai produksi.
7.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2010 diprediksi akan sedikit lebih cepat yang utamanya lebih disebabkan oleh percepatan pembangunan konstruksi terkait penyelenggaraan Sea Games 2011 menyusul terpilihnya Sumatera Selatan sebagai salah satu kota penyelenggaraan. Faktor risiko muncul karena berubahnya struktur biaya produksi akibat adanya shock komponen biaya energi akibat dinaikkannya Tarif Dasar Listrik (TDL), sehingga perusahaan dalam jangka pendek masih berada dalam proses realokasi sumber daya. Secara musiman, perekonomian pada triwulan III 2010 akan tumbuh tinggi karena meningkatnya hasil produksi komoditas unggulan bersamaan dengan peningkatan harga karet secara robust di pasar internasional. Pertumbuhan
ekonomi
Sumatera
Selatan triwulan III 2010 diperkirakan akan mengalami
percepatan.
Berdasarkan
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan
data
historis, kondisi ekonomi terkini, dan prediksi shock yang akan terjadi di masa depan, diperkirakan pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) pada triwulan III 2010 akan berada pada kisaran 5,9 ± 0,5%. Di sisi lain, secara triwulanan
(qtq)
pertumbuhan
ekonomi
diperkirakan akan tumbuh di kisaran 6,5 ±
Sumber: BPS, estimasi BI *Hasil proyeksi KBI Palembang
0,5%. Namun demikian, laju pertumbuhan triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi
akan
mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan
sebelumnya
dan
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
memberikan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2010 secara riil akan melambat, yaitu menjadi sebesar 1,3 ± 0,5% (qtq,sa).
1
Terpilihnya Sumatera Selatan sebagai salah satu kota tempat penyelenggaraan Sea Games diprediksi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dibandingkan perkiraan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi kumulatif 2010 diproyeksikan sebesar 5,8 ± 1% (yoy). Tabel 7.1 Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan III 2010 Aspek
Pertumbuhan
Penyebab Pertumbuhan
Ekspektasi triwulan mendatang
Keterangan Ekspektasi
Kegiatan Usaha (umum)
Meningkat
Meningkatnya harga komoditas karet secara signifikan
Meningkat, Melambat
Realokasi sumber daya produksi akibat kenaikan TDL
Volume produksi
Meningkat
Meningkatnya harga jual, faktor musiman, dan meningkatnya permintaan dari luar negeri
Meningkat, melambat
Nilai penjualan
Meningkat, melambat
Meningkatnya harga jual dan permintaan
Meningkat
Kapasitas produksi
Meningkat, melambat
Tetap
Tenaga kerja
Tetap
Peningkatan kegiatan investasi karena optimisme usaha yang tinggi dan kondisi perekonomian yang baik Terjadinya mobilitas tenaga kerja yang bersifat jangka pendek
Volume pesanan
Meningkat
Meningkat
Harga jual komoditas unggulan
Meningkat
Permintaan yang cukup tinggi karena meningkatnya aktivitas perekonomian Masuknya pembeli dari Cina dan India khususnya untuk komoditas karet
Kondisi keuangan
Meningkat, melambat
Meningkat, melambat
Akses kredit
Meningkat, melambat
Membaiknya harga jual, namun terhambat oleh faktor musiman Berangsur turunnya suku bunga kredit
Situasi bisnis
Meningkat
Terjaganya kondisi perekonomian domestik dan menurunnya risiko perekonomian
Meningkat, melambat
Faktor musiman yang meningkatkan produksi, namun terdapat perubahan struktur biaya akibat kenaikan TDL Meningkatnya kuantitas produksi dengan harga yang tetap tinggi Tertundanya investasi lebih lanjut karena adanya perubahan struktur biaya akibat kenaikan TDL Dimulainya proyek pemerintah, peningkatan produksi secara musiman, proyek Sea Games Peningkatan konsumsi masyarakat (domestik) & internasional) Meningkatnya harga komoditas karet, namun terdapat risiko atas masih buruknya kondisi Eropa Meningkatnya nilai jual namun terjadi kenaikan biaya energi Baiknya prospek bisnis, namun terjadi perubahan struktur biaya yang menghambat investasi Perekonomian domestik tetap baik, namun terjadi kenaikan biaya energi
Meningkat
Meningkat, melambat
Meningkat, melambat
Sumber: SKDU KBI Palembang, Analisis Kelompok Kajian Ekonomi KBI Palembang
1
Laju pertumbuhan ekonomi dengan penyesuaian musiman (qtq,sa) diperoleh dari laju pertumbuhan triwulanan dari hasil estimasi PDRB harga konstan yang telah dihilangkan faktor musimannya (seasonally adjusted). Metode yang digunakan adalah X12-ARIMA dengan mengadopsi US Census Bureau.
96
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan II 2010 yang dilakukan KBI Palembang, secara umum kegiatan usaha diperkirakan akan mengalami peningkatan pada triwulan III 2010, walaupun peningkatan tersebut melambat dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan terjadi baik dari aspek volume produksi, nilai penjualan, volume pesanan, kondisi keuangan, harga jual, dan situasi bisnis. Salah satu pendorong peningkatan kinerja pada triwulan II 2010 adalah faktor musiman di saat kondisi perekonomian domestik yang cukup baik. Kinerja ekspor produk-produk unggulan Sumsel pada triwulan III 2010 diperkirakan akan mengalami peningkatan secara triwulanan yang disebabkan oleh produksi yang memiliki kecenderungan untuk meningkat bersamaan dengan harga di pasar internasional yang tetap tinggi. Namun di sisi lain, terdapat beberapa hal yang dapat menurunkan laju pertumbuhan ekspor, antara lain nilai tukar Rupiah yang cenderung terus terapresiasi dan menyebabkan barang ekspor Sumatera Selatan menjadi kurang kompetitif dibandingkan sebelumnya. Pada triwulan III 2010, tekanan dari sisi impor diprediksi cukup tinggi, yang disebabkan oleh: (1) meningkatnya pendapatan masyarakat sehubungan dengan semakin membaiknya harga karet, (2) adanya penurunan tarif barang impor terkait Asean-China Free-Trade Area (AC-FTA) yang diprediksi akan semakin terasa pada triwulan III 2010, (3) adanya apresiasi Rupiah yang menyebabkan barang impor relatif lebih kompetitif dibandingkan sebelumnya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2010 secara umum meningkat dibandingkan proyeksi sebelumnya, kecuali kawasan Eropa. Amerika Serikat dan Korea Selatan pada 2010 diperkirakan mampu mencatat pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar 3,3% dan 5,7%. Kemudian, dua negara yang mengalami pertumbuhan tinggi di Asia, yaitu Cina dan India, juga diperkirakan akan mampu tumbuh lebih tinggi yaitu masing-masing sebesar 10,5% dan 9,4% dibandingkan perkiraan semula sebesar 10,0% dan 8,8%.
Hal ini mengindikasikan bahwa ekspor
Sumatera Selatan akan cenderung meningkat dibandingkan perkiraan semula.
97
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Tabel 7.2 Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 (dalam persentase) Negara
1
Ekspor Sumsel
Proyeksi Sebelumnya
7,20
AS Eropa Cina
3,1
2
3
Proyeksi Terakhir 3,3
4,79
1,0
1,0
24,99
10,0
10,5
India
4,85
8,8
9,4
Korea Selatan
3,11
4,5
5,7
Malaysia
31,24
4,7
6,7
Thailand
6,62
5,5
7,0
Vietnam
5,88
6,0
6,5
1
Proporsi nilai ekspor Sumatera Selatan pada negara tersebut, menggunakan data “Nilai Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan” periode Januari 2009 sampai dengan Februari 2010, Bank Indonesia IMF World Economic Outlook, April 2010 3 IMF World Economic Outlook Update, July 2010 2
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat memberikan stimulus pada perekonomian melalui permintaan domestik, yaitu: (1) adanya potensi peningkatan pendapatan karena meningkatnya harga komoditas khususnya karet yang memicu peningkatan konsumsi masyarakat, (2) adanya potensi peningkatan investasi sehubungan dengan persiapan pergelaran Sea Games 2011, (3) masih rendahnya tingkat inflasi yang dapat mempertahankan daya beli masyarakat. (4) potensi peningkatan penyaluran kredit perbankan karena meningkatnya kegiatan investasi dan baiknya outlook perekonomian Indonesia. Sebaliknya, terdapat pula potensi yang patut diperhatikan karena dapat membuat pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari perkiraan, yaitu: (1) nilai tukar Rupiah yang berpotensi semakin terapresiasi yang dapat menurunkan net ekspor, (2) kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang menambah beban biaya usaha.
7.2. Inflasi Inflasi tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan secara moderat, yang didorong oleh ekspektasi meningkatnya biaya produksi dan perubahan alokasi sumber daya sehubungan dengan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) pada triwulan III 2010. Selain itu, inflasi pada triwulan III 2010 akan didorong pula oleh efek kenaikan permintaan pada perayaan Idul Fitri 2010. Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Selatan, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan III 2010 akan meningkat menjadi
98
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
3,96±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan meningkat menjadi 1,90±0,5%. Namun demikian, proyeksi tersebut saat ini mempunyai kecenderungan bias ke atas akibat adanya dampak lanjutan dari kenaikan TDL berupa peningkatan biaya produksi, perubahan alokasi sumber daya secara jangka pendek, yang pada akhirnya akan meningkatkan harga jual. Pada bulan Juli diperkirakan terjadi kenaikan harga secara moderat karena kenaikan TDL walaupun kenaikan harga volatile food diperkirakan telah melambat. Hal ini diikuti dengan kenaikan harga di bulan Agustus yang lebih rendah karena efek penyesuaian harga cabe pasca panen. Bulan September diperkirakan terjadi kenaikan harga kembali secara lebih tajam yang disebabkan oleh adanya hari raya Idul Fitri. Walaupun demikian, potensi kenaikan harga beberapa komoditas pada bulan Agustus dan September dapat diminimalisir oleh adanya operasi pasar di Palembang. Ekspektasi inflasi masyarakat ke depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh hasil survei konsumen. Ekspektasi masyarakat tersebut antara lain dapat dipengaruhi oleh ekspektasi kondisi perekonomian secara umum di masa depan dan kebijakan-kebijakan tertentu yang akan dibuat. Dari sisi perekonomian domestik, peningkatan
tekanan
inflasi
tersebut
Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan
utamanya disebabkan oleh investasi dan konsumsi
yang
diindikasikan
akan
meningkat pada baik melalui pengeluaran pemerintah maupun melalui konsumsi masyarakat. Pergelaran Sea Games 2011 yang
menuntut
termasuk
berbagai
pembangunan
persiapan perumahan,
jalan, maupun infrastruktur penunjang lainnya diperkirakan akan berdampak pada kenaikan harga barang konstruksi
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan dan proyeksi KBI Palembang
karena tingginya permintaan. Realisasi inflasi tahunan sampai dengan triwulan II 2010 (Juni 2010) masih sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia untuk inflasi sepanjang 2010. Volatilitas inflasi bulanan yang terjadi juga masih berada dalam kisaran proyeksi. Hal ini diharapkan dapat
99
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
meminimalisasi inflation bias ke depan melalui terjaganya ekspektasi inflasi dalam perekonomian. Walaupun ke depan diperkirakan terjadi kenaikan tekanan inflasi dibandingkan perkiraan semula, sampai saat ini perkiraan inflasi akhir tahun masih konsisten dengan kisaran proyeksi inflasi yang telah disusun di awal tahun yakni sebesar 5,24±1% (yoy).
7.3. Perbankan Kinerja perbankan pada triwulan III 2010 diproyeksikan akan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II 2010 dengan tingkat pertumbuhan yang relatif stabil, baik dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga maupun penyaluran kredit. Perekonomian dunia yang masih dibayangi kasus gagal bayar utang Yunani membuat investor asing masih terkonsentrasi untuk menginvestasikan dananya di emerging markets termasuk Indonesia. Sehingga, capital inflow diperkirakan akan terjaga pada level yang tinggi yang ditandai dengan kecenderungan meningkatnya IHSG dan terapresiasinya Rupiah, dan memberikan keleluasaan pada perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit. Faktor risiko muncul dari kenaikan TDL yang merubah struktur biaya produksi. Dalam jangka pendek, hal ini dapat memperlambat kegiatan ekspansi usaha atau investasi karena faktor kapital yang rigid dalam jangka pendek, yang pada akhirnya akan menurunkan permintaan kredit perbankan. Walaupun demikian, penyaluran kredit perbankan diperkirakan akan terdorong kegiatan investasi maupun pembangunan terkait persiapan Sea Games 2011, antara lain melalui pembangunan perumahan, jalan, dan infrastruktur pendukung lainnya. Kemudian, harga komoditas khususnya karet yang mengalami peningkatan akan memperbaiki peluang usaha sehingga meningkatkan permintaan kredit. Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada triwulan III 2010 hanya akan sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya, yaitu berada di kisaran 4,70% ± 1% (qtq). Hal ini diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara optimal.
100
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Tabel 7.3 Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan III 2010 Indikator Ekspor
Prediksi Moderat
Faktor penyebab Harga komoditas dunia khususnya karet berada pada level yang cukup tinggi, namun Rupiah yang cenderung terapresiasi dapat membuat barang ekspor kurang kompetitif di pasar internasional.
Impor
Meningkat
Pendapatan per kapita yang meningkat, nilai Rupiah yang
Pertumbuhan
Meningkat
Potensi peningkatan pengeluaran pemerintah, walaupun terdapat
terapresiasi, dan implementasi AC-FTA.
hambatan dari sisi produksi terkait kenaikan biaya energi Inflasi
Meningkat
Bulan puasa dan Idul Fitri, kenaikan harga barang konstruksi, ekspektasi kenaikan harga komoditas pangan, antisipasi kenaikan TDL, nilai Rupiah yang terapresiasi menurunkan biaya bahan baku impor
Pengangguran
Menurun
Investasi
Meningkat
Meningkatnya produksi komoditas unggulan secara musiman Membaiknya outlook perekonomian Indonesia dan adanya rencana pembangunan terkait persiapan Sea Games 2011. Namun di sisi lain, terdapat perubahan alokasi sumber daya yang memperlambat investasi
Konsumsi domestik
Moderat
Kredit perbankan
Moderat
Kenaikan permintaan pada bulan puasa dan Idul Fitri, namun sedikit terhambat oleh kenaikan harga-harga Risiko perekonomian menurun, namun terdapat perubahan alokasi sumber daya yang memperlambat investasi
*Prediksi mempertimbangkan kondisi terkini, ekspektasi, dan karakteristik siklikal secara relatif terhadap keadaan normal
101
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
102
DAFTAR ISTILAH Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya
Qtq
Quarter to quarter perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya
Share Of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan
Migas Omzet
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Share effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah
Andil inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan
Bobot inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil. Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil
Ekspor Impor
PDRB atas dasar harga berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian
PDRB atas dasar harga konstan
Merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun
Cash inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi sebaliknya
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga lainnya. Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masingmasing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent)
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari jumlah Kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Sistem kliring bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Industri
Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan (assembling) dari bagian suatu industri.
Pekerja
Orang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha tersebut.
Pekerja Dibayar
Oorang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang.
Pekerja Tidak Dibayar
Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di perusahaan.
Input
Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri lainnya.
Output
Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya.
Nilai Tambah/Value Added
Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar.
Produktivitas
Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar.
Tingkat Efisiensi
Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah.
Gross Margin
Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output.
Usaha
Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.
Perusahaan
Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi, bahan baku, pekerja dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.
Perusahaan Industri
Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki.
Jasa Industri
Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak atau balas jasa ( fee ).