IV
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
2015
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Penerbit : KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT Telp
: [0380] 832-047
Fax
: [0380] 822-103
Email :
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected] [email protected]
ii
Kata Pengantar Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya. Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kupang, Februari 2016 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur
iii
Daftar Isi Halaman Judul
i
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi
v
Daftar Grafik
viii
Daftar Tabel
xii
Ringkasan Umum
xiii
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
xv
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1
1.1 Kondisi Umum
1
1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahun 2015
1
1.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2015
1
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
2
1.2.1. Konsumsi
3
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
5
1.2.3. Ekspor dan Impor
6
1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah
6
1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri
6
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
7
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
8
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
9
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
10
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
11
BOKS 1. Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT
12
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
19
2.1. Kondisi Umum
19
2.1.1. Inflasi Tahunan
19
2.1.2. Inflasi Triwulanan
20
2.1.3. Inflasi Bulanan
20
2.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas
21
2.2.1. Bahan Makanan
22
2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
23
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
23
2.2.4. Komoditas Lainnya
24
Triwulan IV 2015
v
Daftar Isi 2.3. Disagregasi Inflasi NTT
24
2.3.1 Volatile foods
25
2.3.2 Administered prices
25
2.3.3 Inflasi Inti (Core)
26
2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
26
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
26
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
27
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
28
BOKS 2. El Nino dan Potensi Rawan Pangan
29
BOKS 3. Perkembangan Peningkatan Produktifitas Pertanian di NTT
30
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
35
3.1. Kondisi Umum
35
3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum
36
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
37
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
37
3.2.3. Penyaluran Kredit Pembiayaan
39
3.2.4. Kualitas Kredit
40
3.2.5. Suku Bunga
40
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
41
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
42
3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
43
3.4.1. Pulau Flores
44
3.4.2. Pulau Sumba
44
3.4.3. Pulau Timor
44
3.5. Sistem Pembayaran 3.5.1 Transaksi Non Tunai
45
3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)
45
3.5.1.2. Transaksi RTGS
46
3.5.2 Transaksi Tunai
vi
45
47
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar
47
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
47
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (Upal)
47
Triwulan IV 2015
Daftar Isi BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
51
4.1 Kondisi Umum
51
4.2 Pendapatan Daerah
51
4.3 Belanja Daerah
52
BAB V KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN
59
5.1 Kondisi Umum
59
5.2 Perkembangan Tingkat Kemiskinan
59
5.3 Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS)
61
5.3 Perkembangan Sektor Ketenagakerjaan
62
BOKS 4. Permasalahan Sumber Daya Manusia (SDM) di NTT
63
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
67
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
67
6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016
67
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I-2016
67
6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Sektoral
68
6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
69
6.2 Inflasi
69
Triwulan IV 2015
vii
Daftar Grafik Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
1
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional
1
Grafik 1.3 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional (triwulanan)
2
Grafik 1.4 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional (triwulanan)
2
Grafik 1.5 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan IV 2015
4
Grafik 1.6 Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
4
Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen
4
Grafik 1.8 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
4
Grafik 1.9 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
4
Grafik 1.10 Penyaluran Kredit Konsumsi
4
Grafik 1.11 Realisasi Investasi PMA & PMDN
5
Grafik 1.12 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
5
Grafik 1.13 Perkembangan Kliring
6
Grafik 1.14 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
6
Grafik 1.15 Perkembangan Peti Kemas
6
Grafik 1.16 Aktivitas Bongkar Muat
6
Grafik 1.17 Ekspor Impor Antar Negara
7
Grafik 1.18 Negara Tujuan Ekspor NTT
7
Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Petani
8
Grafik 1.20 Pengiriman Ternak
8
Grafik 1.21 Data Pengeluaran Ternak
8
Grafik 1.22 Perkembangan SKDU Pertanian
9
Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Pertanian
9
Grafik 1.24 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
10
Grafik 1.25 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
10
Grafik 1.26 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
10
Grafik 1.27 Perkembangan Survei Konsumen
10
Grafik 1.28 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
11
Grafik 1.29 Perkembangan Tamu Hotel
11
Grafik 1.30 Perkembangan Penumpang Bandara
11
Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
19
Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
19
viii
Triwulan IV 2015
Daftar Grafik Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan di 5 regional di Indonesia
20
Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
20
Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
22
Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
22
Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
23
Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas
23
Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
23
Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas
23
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
24
Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
24
Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan
26
Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang
26
Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang
26
Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang
26
Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere
27
Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere
27
Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere
27
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan
35
Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL
35
Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI
36
Grafik 3.4 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank
37
Grafik 3.5 Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
38
Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
38
Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
38
Grafik 3.8 Komposisi DPK
38
Grafik 3.9 Suku Bunga Simpanan
39
Grafik 3.10 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
39
Grafik 3.11 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
39
Grafik 3.12 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
40
Grafik 3.13 Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan
40
Triwulan IV 2015
ix
Daftar Grafik Grafik 3.14 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
41
Grafik 3.15 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
41
Grafik 3.16 Komposisi Kredit UMKM
41
Grafik 3.17 Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
41
Grafik 3.18 Perkembangan UMKM
42
Grafik 3.19 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
42
Grafik 3.20 Komposisi DPK BPR
43
Grafik 3.21 Pertumbuhan DPK BPR
43
Grafik 3.22 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
43
Grafik 3.23 Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi
43
Grafik 3.24 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
43
Grafik 3.25 Komposisi DPK di Pulau Flores
44
Grafik 3.26 Komposisi Kredit di Pulau Flores
44
Grafik 3.27 Komposisi DPK di Pulau Sumba
44
Grafik 3.28 Komposisi Kredit di Pulau Sumba
44
Grafik 3.29Komposisi DPK di Pulau Timor
45
Grafik 3.30 Komposisi Kredit di Pulau Timor
45
Grafik 3.31 Perkembangan SKNBI NTT
46
Grafik 3.32 Perkembangan SKNBI Nasional
46
Grafik 3.33 Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank
46
Grafik 3.34 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
46
Grafik 3.35 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Nominal
46
Grafik 3.36 Perkembangan Transaksi Tunai
47
Grafik 3.37 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
47
Grafik 3.38 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT
48
Grafik 3.39 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT
48
Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
51
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
52
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
52
Grafik 4.4 Perkembangan Realisasi Belanja
52
Grafik 4.5 Perkembangan Realisasi Belanja Modal
52
x
Triwulan IV 2015
Daftar Grafik Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
53
Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
54
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
54
Grafik 4.9 Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
54
Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
54
Grafik 5.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan NTT dan Nasional
59
Grafik 5.2 Sepuluh Provinsi dengan Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
59
Grafik 5.3 Prosentase Penduduk Miskin NTT
60
Grafik 5.4 Perkembangan Garis Kemiskinan
60
Grafik 5.5 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan
60
Grafik 5.6 Indeks Kedalaman Kemiskinan
61
Grafik 5.7 Indeks Keparahan Kemiskinan
61
Grafik 5.8 Angka Partisipasi Sekolah
61
Grafik 5.9 Angka Partisipasi Murni
61
Grafik 5.10 Perkembangan Tenaga Kerja
62
Grafik 5.11 Produktivitas Industri Besar Sedang
62
Grafik Boks 4.1 Porsi Tenaga Kerja
63
Grafik Boks 4.2 Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah
63
Grafik Boks 4.3 Porsi Pendidikan Tenaga Kerja
64
Grafik Boks 4.4 Pangsa Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan
64
Grafik Boks 4.5 Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia
64
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2016
67
Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tw I-2016
67
Grafik 6.3. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
69
Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen
69
Grafik 6.5. Perkembangan Inflasi NTT
70
Triwulan IV 2015
xi
Daftar Tabel Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-III 2015
3
Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-III 2015
7
Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
20
Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
20
Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
22
Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
27
Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
28
Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS
36
Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja BPR
42
Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT
53
Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Tabel Boks 4.1 Persentase Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Penduduk
55 63
Daftar Gambar Gambar Boks 1.1 Ringkasan Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT
13
Gambar Boks 1.2 Bandara dan Jalur Penerbangan Pesawat di NTT
14
Gambar Boks 1.3 Alur Pelayaran dan Distribusi Barang di NTT
15
Gambar Boks 1.4 Pembangunan Sumber Daya Air (Waduk) di NTT
15
Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan IV 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
28
Gambar Boks 2.1 Peta Daerah dengan Potensi Kerusakan Tanam Posisi Januari 2016
29
Gambar Boks 3.1 Empat Komponen dalam Peningkatan Produksi Tanaman Pangan
30
Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan Februari
68
Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Maret
68
xii
Triwulan IV 2015
Ringkasan Umum EKONOMI MAKRO REGIONAL PDRB NTT pada triwulan-IV mencapai Rp 20,37 triliun dengan pertumbuhan 5,13% (yoy) sedikit melambat dibandingkan triwulan-III yang sebesar 5,15% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan didorong konsumsi pemerintah yang ditopang peningkatan realisasi belanja pemerintah dan PMTB/Investasi pada triwulan-IV. Namun, tingginya impor daerah masih menjadi penghambat utama pertumbuhan yang lebih tinggi. Dari sisi sektoral, peningkatan belanja dan investasi pemerintah juga tercermin dari tingginya pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan dan konstruksi. Sementara itu, adanya momen natal dan tahun baru turut mendorong sektor Perdagangan Besar dan Eceran. Produk Domestik Bruto (PDRB) NTT pada tahun 2015 sebesar Rp 76,43 triliun (harga berlaku) dengan tingkat pertumbuhan ekonomi NTT sebesar 5,02% (yoy) cenderung lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT terutama didorong oleh Investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 17,2% (yoy). Dari sisi sektoral, sektor Administrasi Pemerintahan menjadi pendorong pertumbuhan yang disebabkan oleh peningkatan realisasi dana hibah dan dana desa. Sektor perdagangan besar dan eceran menjadi pendorong lainnya.
INFLASI REGIONAL Inflasi Provinsi NTT pada triwulan IV 2015 mengalami kenaikan signifikan terutama disebabkan oleh tingginya inflasi bulan Desember yang mencapai 2,46%, lebih besar dibanding total inflasi NTT bulan Januari – November 2015 yang sebesar 2,40%. Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga bahan makanan seiring dengan tingginya permintaan pada saat hari raya Natal dan tahun baru serta tambahan permintaan selama puncak perayaan hari kesetiakawanan nasional dan natal bersama nasional yang dipusatkan di Kota Kupang. Kinerja inflasi yang sangat baik hingga bulan September 2015 tidak dapat bertahan seiring dengan peningkatan yang cukup besar di triwulan IV 2015. Secara tahunan, inflasi Provinsi NTT sebesar 4,92%, lebih besar dibanding nasional yang hanya sebesar 3,35%.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Kinerja perbankan NTT pada triwulan IV 2015 menunjukkan perlambatan yang tercermin dari beberapa indikator perbankan, diantaranya Aset yang hanya tumbuh sebesar 11,90% (yoy) lebih rendah dari Triwulan III yang mencapai 20,90% (yoy). Penghimpunan Dana Pihak ketiga juga mengalami perlambatan dari 18,35 % (yoy) di menjadi 16,89% (yoy). Selain itu, indikator Kredit juga menunjukkan perlambatan sebesar 14,04% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang mencapai 14,33% (yoy). Di sisi lain, Rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan IV mengalami penurunan dari 2,00% (Tw III) menjadi 1,60%. Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.2,06 triliun atau 32,33% (yoy), sementara itu sistem pembayaran non tunai, diantaranya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) meningkat sebesar 152,50% (yoy). Di sisi lain, transaksi BI-RTGS sampai dengan November 2015 mengalami net transaksi keluar NTT sebesar Rp.3.787,87 miliar yang menunjukkan adanya peningkatan transaksi atas aktivitas ekonomi yang terjadi.
KEUANGAN PEMERINTAH Di akhir tahun 2015, pagu anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT mencapai Rp 34,5 triliun atau meningkat Rp 2,44 triliun (7,6%) dibandingkan triwulan-III 2015. Peningkatan tertinggi berasal dari alokasi APBD Kabupaten/Kota yang meningkat mencapai Rp 1,9 triliun Sementara itu, realisasi belanja pemerintah hingga akhir tahun 2015 mencapai 85,4% (Rp 29,47 triliun) dengan realisasi tertinggi pada Pemerintah Provinsi (95,4%). Di sisi lain, realisasi belanja modal mencapai 83,5% atau Rp 9,28 triliun dari total pagu sebesar Rp 11,1 triliun. Belanja modal
Triwulan IV 2015
xiii
tertinggi terutama dipergunakan bagi pembangunan bendungan, jaringan irigasi dan pembangunan/pelebaran jalan terutama di kawasan perbatasan. Dari sisi pendapatan, realisasi hingga akhir tahun 2015 mencapai 105,46% atau Rp 22,09 triliun dari total rencana target Rp 20,95 triliun. Peningkatan pendapatan terbesar diperoleh Pemerintah Pusat melalui pendapatan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
Kondisi kesejahteraan masyarakat NTT menunjukkan perbaikan yang terlihat dari adanya penurunan presentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan September 2015 adalah sebesar 1.160,53 ribu orang atau meningkat sebesar 690 orang dibandingkan bulan Maret 2015 yang sebesar 1.159,84 ribu orang. Namun persentase penduduk miskin cenderung mengalami penurunan dari 22,61% (Maret 2015) menjadi 22,58% (September 2015). Adanya pembangunan proyek-proyek pemerintah dan swasta diperkirakan turut mendorong pembukaan lapangan kerja yang meningkatkan pendapatan masyarakat NTT. Sementara itu, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di NTT cenderung mengalami peningkatan. APS untuk kelompok umur 7-12 tahun pada tahun 2014 mencapai 98% meningkat dibandingkan 2013 yang sebesar 92,3%, sementara kelompok umur 13-15 tahun mencapai 94,3%, sedangkan untuk kelompok 16-18 tahun mencapai 74%.
PROSPEK PEREKONOMIAN Kinerja perekonomian pada triwulan-I 2016 diperkirakan melambat pada rentang 4,5-4,9% (yoy) seiring perlambatan kegiatan pemerintah, belum tibanya musim panen padi, tekanan El Nino dan penurunan konsumsi masyarakat paska libur sekolah dan natal. Sementara itu, Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada tingkat moderat dengan rentang antara 5,1-5,5% (yoy). Pertumbuhan investasi dan alokasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT. Di sisi lain, inflasi tahun 2016 diperkirakan sedikit menurun pada kisaran 4,3-4,7% (yoy) dan masih berada pada rentang target Bank Indonesia sebesar 4±1% (yoy). Tekanan inflasi pada tahun 2016 diperkirakan berasal dari komoditas bahan makanan (volatile food), terhambatnya musim tanam padi karena dampak El Nino dan fluktuasi harga tiket pesawat. Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan-I 2016 diperkirakan berada pada rentang 5,9 - 6,3% (yoy) sebagai dampak pernurunan harga BBM pada periode yang sama tahun 2014 dan masih dipengaruhi oleh tingginya harga komoditas daging ayam dan semen, serta pengaruh cuaca yang mendorong peningkatan harga ikan segar dan bumbu-bumbuan.
xiv
Triwulan IV 2015
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR I. EKONOMI MAKRO REGIONAL 2015
2014
%yoy*)
IV
III
76,432.5
5.02
18,055.2
20,021.6
22,665.7
2.93
5,042.8
6,039.3
1.070,3
1,307.6
6.42
305.6
843,7
940.9
5.23
Pengadaan Listrik dan Gas
31,5
40.0
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
45,5
Konstruksi
INDIKATOR
2014
2015
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
68.602,6
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
20.446,9
2015 IV
%QTQ*
%YOY***
20,371.2
0.20
5.13
5,545.2
-9.04
2.59
350.6
358.9
0.50
8.53
231.6
243.5
259.3
5.53
5.57
10.19
9.7
9.2
12.5
9.83
4.37
47.2
2.07
11.9
12.3
12.3
-1.20
0.48
7.096,0
7,908.2
5.22
1,907.5
2,051.7
2,244.0
3.57
7.34
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
7.285,7
8,274.0
6.09
1,905.3
2,176.8
2,219.1
0.97
7.59
Transportasi dan Pergudangan
3.566,9
3,976.0
5.49
974.6
1,014.8
1,101.5
6.42
5.07
422,4
487.1
6.17
116.8
127.3
137.0
5.90
8.60
Informasi dan Komunikasi
5.134,4
5,477.4
7.14
1,337.5
1,416.9
1,462.3
2.43
7.65
Jasa Keuangan dan Asuransi
2.714,9
2,995.5
5.76
715.9
781.3
799.2
2.06
6.00
Real Estate
1.860,9
2,054.3
3.85
496.4
539.7
550.9
0.43
3.83
210,9
235.5
4.61
55.8
61.3
62.3
0.22
4.91
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
8.392,7
9,399.6
7.09
2,278.5
2,461.3
2,653.4
6.13
7.79
Jasa Pendidikan
6.568,2
7,367.7
4.85
1,880.4
1,904.1
2,079.8
7.52
0.67
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1.414,6
1,616.4
5.52
394.6
413.7
444.9
6.21
4.73
Jasa lainnya
1.497,0
1,639.5
3.72
390.4
417.8
428.6
1.07
3.34
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
68.602,6
76,432.5
5.02
18,055.2
20,021.6
20,371.2
0.20
5.13
1. Konsumsi Rumah Tangga
51.082,8
56,027.9
6.33
13,460.9
14,448.8
15,532.8
3.53
4.77
2.323,8
2,539.4
4.49
580.7
671.5
727.6
7.03
20.92
3. Konsumsi Pemerintah
21.055,6
23,705.4
7.97
5,809.0
7,655.1
8,049.6
2.85
26.43
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
26.393,0
32,505.8
17.19
8,070.4
8,467.2
9,043.3
4.27
5.72
994,3
967.6
-15.22
277.4
417.2
352.4
-17.81
13.05
6. Ekspor Luar Negeri
1.382,3
1,608.8
19.99
391.7
506.8
359.9
-32.38
-7.95
7. Impor Luar Negeri
1.103,2
261.5
-54.99
215.6
60.2
72.6
27.32
-70.28
-33.526,0
-40,660.9
18.66
-10,319.2
-12,084.8
-13,621.8
6.67
17.57
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
18.410
24,018
30.46
4,722
6,249
6,616
5.88
40.12
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
61.410
83,016
35.18
13,620
27,364
26,423
-3.44
94.00
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
26.013
5,352
-79.43
11,736
93
1,439
1454.17
-87.74
Volume Impor Nonmigas (ton)
76.708
3,042
-96.03
10,626
511
760
48.93
-92.85
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Jasa Perusahaan
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
5. Perubahan Inventori
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) Data Ekspor Impor di Provinsi NTT Ekspor
Impor
Dalam Rp Miliar *) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014 **) Pertumbuhan Triwulan IV 2015 dibandingkan Triwulan III 2015 ***) Pertumbuhan Triwulan IV dibandingkan Triwulan IV 2014 ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
II. INFLASI Indikator
2013
2014
2015
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
NTT
104.41
104.78
108.66
110.58
112.52
113.27
113,15
119,15
118.59
120,07
120.78
125.02
- Kota Kupang
104.56
104.91
108.85
110.84
112.91
113.63
113,50
120,06
119.47
121,09
121.54
126.15
- Maumere
103.39
103.96
107.42
108.85
110.00
110.93
110,85
113,20
112.81
113,42
115.77
117.60
NTT
7.11
5.26
8.29
8.41
7.78
8.10
4,13
7,76
5.39
6,01
6.74
4.92
- Kota Kupang
7.06
5.56
8.88
8.84
7.99
8.31
4,27
8,32
5.81
6,57
7.08
5.07
- Maumere
7.38
3.73
5.32
6.24
6.39
6.70
3,19
4,00
2.55
2,24
4.44
3.89
Indeks Harga Konsumen
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
Triwulan IV 2015
xv
III. PERBANKAN INDIKATOR
2013
2014
2013 I
II
2014
2015
III
IV
I
II
III
IV
II
III
IV
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset
22,434
25,600
21,017
21,291
22,055
22,434
23,316
26,398
27,114
25,600
29,877 32,778
32,750
28,602
2. DPK
16,402
18,571
15,351
15,836
15,923
16,402
17,078
18,791
19,092
18,571
19,798 21,764
22,341
21,478
- Giro
2,917
3,717
3,781
3,999
3,903
2,917
4,137
5,516
5,091
3,717
5,474
6,379
6,537
4,372
- Tabungan
9,933
10,385
7,575
7,751
8,029
9,933
8,577
8,568
9,041
10,385
9,092
9,149
9,644
11,933
5,232
6,236
6,159
5,173
16,907 17,845
18,552
20,284 6,110
3,552
4,469
3,995
4,087
3,990
3,552
4,363
4,707
4,960
4,469
15,624
17,759
13,546
14,528
15,276
15,624
15,756
16,652
17,220
17,759
- Investasi
4,447
5,316
3,480
3,949
4,269
4,447
4,439
4,881
5,122
5,316
5,011
5,392
5,618
- Modal Kerja
1,412
1,537
1,141
1,270
1,358
1,412
1,344
1,444
1,444
1,537
1,260
1,303
1,286
1,650
- Konsumsi
9,765
10,905
8,925
9,309
9,649
9,765
9,972
10,326
10,654
10,905
10,636 11,150
11,648
12,524
17,226 18,198
- Deposito 3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
14,918
17,094
12,844
13,862
14,568
14,918
15,071
15,947
16,532
17,094
18,897
19,483
- Investasi
4,340
5,252
3,439
3,889
4,172
4,340
4,322
4,742
5,008
5,252
5,218
5,626
5,848
5,917
- Modal Kerja
1,150
1,309
831
1,008
1,095
1,150
1,115
1,201
1,235
1,309
1,318
1,359
1,338
1,381
- Konsumsi
9,427
10,534
8,574
8,965
9,301
9,427
9,634
10,004
10,289
10,534
10,690 11,212
11,710
12,185
91.0%
92.0%
83.7%
87.5%
91.5%
91.0%
88.3%
84.9%
86.6%
92.0%
87.0%
83.6%
84.6%
90.7%
4,007
5,162
3,294
3,741
3,889
4,007
4,185
4,753
5,000
5,162
5,234
5,611
5,996
6,075
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%) Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain). Total Aset
337
415
254
263
303
337
343
355
374
415
437
454
482
510
Dana Pihak Ketiga
248
309
182
184
211
248
250
257
275
309
311
331
353
381
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
256
319
181
212
242
256
270
294
306
319
330
349
354
366
84.3%
79.4%
81.4%
84.6%
83.9%
84.3%
82.6%
85.6%
84.1% 79.40%
80.5%
82.4%
80.5%
76.7%
1. Total Aset
22,771
26,016
21,271
21,555
22,357
22,771
23,660
26,753
27,487
26,016
30,314 33,232
33,232
29,112
2. Dana Pihak Ketiga
16,649
18,880
15,533
16,020
16,134
16,649
17,328
19,048
19,367
18,880
20,109 22,095
22,694
21,859
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
15,174
17,413
13,025
14,074
14,810
15,174
15,341
16,241
16,838
17,413
17,556 18,547
19,250
19,849
1. Total Aset (%)
1.5%
1.6%
1.2%
1.2%
1.4%
1.5%
1.5%
1.3%
1.4%
1.6%
1.4%
1.4%
1.4%
1.8%
2. Dana Pihak Ketiga (%)
1.5%
1.6%
1.2%
1.1%
1.3%
1.5%
1.4%
1.4%
1.4%
1.6%
1.5%
1.5%
1.6%
1.7%
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
1.7%
1.8%
1.4%
1.5%
1.6%
1.7%
1.8%
1.8%
1.8%
1.8%
1.9%
1.9%
1.8%
1.8%
III
IV
LDR (%) C. Grand Total (A+B)
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
IV. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR
2013
2014
2013 I
II
2014
2015
I
II
III
IV
II
III
IV
Inflow (Rp. Triliun)
3.2
3.4
1.4
0.6
0.8
0.4
1.4
0.7
0.8
0.5
1.8
0,5
0.8
0.3
Outflow (Rp. Triliun)
4.7
4.6
0.4
1.0
1.4
1.9
0.3
0.8
1.3
2.1
0.4
0,9
1.7
1.0
Uang Palsu (lembar)
37
72
8
7
15
7
14
11
39
8
27
22
52
53
80.03
93
13.31
22.75
17.78
26.20
14.18
13.05
29.84
35.63
34.61
43,75
41.55
10.58
29,516
33,747
5,687
6,142
8,209
9,478
7,809
7,868
8,776
9,294
5,984
6.086
5,877
2,690
91
89
22.69
21.88
20.72
25.50
17.19
20.60
24.09
26.83
31.69
40,04
33.54
14.36
46,994
42,931
9,704
9,333
12,630
15,327 10,696
10,475
10,707
11,053
6,013
6567
6,812
3,692
Transaksi Non Tunai BI-RTGS To NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) From NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) Net To-From NTT Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
-11
4
-9.38
0.87
-2.94
0.70
-3.00
-7.54
5.75
8.80
2.92
-3,71
8.02
-3.79
-17,478
-9,184
-4,017
-3,191
-4,421
-5,849
-2,887
-2,607
-1,931
-1,759
-29
481
-935
-1,002
3.13
3.79
0.66
0.70
0.81
0.96
0.84
0.85
0.91
1.19
0.99
0,93
1.38
3.0
139,007 152,284
31,839
32,715
34,848
39,605 34,677
36,188
37,809
43,610
39,971 40.708
48,453
72,843
213
251
228
175
276
267
342
307
Kliring Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) Cek/BG Kosong
xvi
Triwulan II 2015
948
897
256
179
300
254
01
Ekonomi Makro Regional
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 mengalami pertumbuhan yang moderat namun cenderung melambat dibandingkan tahun 2015. Pendorong utama pertumbuhan di tahun 2015 adalah Investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto yang meningkat 17,2% (yoy). Dari sisi sektoral, pertumbuhan terutama didorong sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, serta Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.
Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan IV mencatat angka 5,13% (yoy) yang juga didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran serta sektor Konstruksi. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tahun 2015 mencapai 5,02% (yoy) cenderung melambat dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 5,05% (yoy), namun masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,79% (yoy).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.1 KONDISI UMUM 1.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2015 PDRB NTT pada tahun 2015 mencapai Rp 76,43 triliun (harga berlaku). Sepanjang tahun 2015, pertumbuhan ekonomi NTT tercatat sebesar 5,02% (yoy) cenderung melambat dibandingkan 2014 yang sebesar 5,05% (yoy). Namun, masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,79% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 terutama didorong oleh Investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 17,2% (yoy). Banyaknya investasi pemerintah di NTT menjadi salah satu pendorong yang terindikasi dari peningkatan realisasi belanja modal sebesar 52,4% (yoy) atau meningkat sebesar Rp 3,2 triliun di tahun 2015. Dari sisi sektoral, sektor Administrasi Pemerintahan menjadi pendorong yang disebabkan oleh peningkatan realisasi dana hibah dan dana desa. Sementara itu, sektor perdagangan besar dan eceran menjadi pendorong lainnya yang terutama terjadi pada triwulan IV seiring perayaan natal dan tahun baru. Di sisi lain, sektor Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan yang merupakan pangsa utama perekonomian di NTT (29,7%) mengalami perlambatan dari 3,59% (yoy) pada tahun 2014 menjadi 2,93% (yoy) pada tahun 2015. Faktor kekeringan dan adanya serangan hama diperkirakan turut menjadi penyebab terhambatnya produksi beberapa komoditas perkebunan dan pertanian, seperti jambu mete, kakao, padi dan jagung. Dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi NTT cenderung masih lebih rendah apabila dibandingkan Provinsi lainnya yang berada pada koridor Bali dan Nusa Tenggara. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 21,24%(yoy) yang didorong oleh relaksasi ekspor barang tambang pada tahun 2015. Sementara itu, pertumbuhan Provinsi Bali mencapai 6,04% (yoy) yang masih ditopang oleh sektor pariwisata.
Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional 80
Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional %
triliun
6,50
11.540,8
PDRB ADHB (triliun)
75
177,2 6,00
70
76,4
65
102,8
5,50
21,24
5,02
60
5,00
55 50
4,79
4,50
45
NTT
NTB
BALI
NAS
11,98 5,04
5,13
NAS
NTT
5,96
4,79
5,02
NAS
NTT
6,04
4,00
40 2011
2012 PDRB NTT (TRILIUN)
2013 NTT (%YOY)
2014
2015
Sumber: BPS, diolah
NTB
QTQ
NASIONAL (%YOY)
BALI
NTB
BALI
YOY
Sumber: BPS, diolah
1.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2015 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan-IV mencapai Rp 20,37 triliun dengan pertumbuhan 5,13% (yoy) sedikit melambat dibandingkan triwulan-III yang sebesar 5,15% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan didorong konsumsi pemerintah yang ditopang peningkatan realisasi belanja pemerintah dan PMTB/Investasi pada triwulan-IV. Namun, tingginya impor daerah masih menjadi penghambat utama pertumbuhan yang lebih tinggi. Sementara dari sisi sektoral, peningkatan belanja dan investasi pemerintah juga tercermin dari tingginya pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan dan konstruksi. Sementara itu, adanya momen natal dan tahun baru turut mendorong sektor Perdagangan Besar dan Eceran.
Triwulan IV 2015
1
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sebesar 5,13% (yoy) pada triwulan IV-2015 cenderung lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 5,04% (yoy). Namun, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali sebesar 5,96% (yoy) dan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 11,98% (yoy), pertumbuhan ekonomi NTT cenderung masih lebih rendah. Pertumbuhan ekonomi NTB sendiri pada triwulan IV masih didorong oleh relaksasi ekspor bijih logam PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi bali ditunjang oleh penyediaan akomodasi dan makan minum. Masa liburan natal, tahun baru dan liburan sekolah dipekirakan masih menjadi pendorong sektor unggulan Bali tersebut di akhir tahun. Grafik 1.3. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibanding Nasional (Triwulanan) 22
Grafik 1.4. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional (Triwulanan) 6,50
triliun 20,02
20
20,37
2,945
PDRB ADHB (triliun)
46,23
6,00
20,37
18
26,13
11,98
5,50 5,13
16
5,00
14
NTT
NTB
BALI
4,50
10
4,00
5,96
5,13
1,38
0,2
5,04
12
5,04
NAS
-1,83 I
II
III
IV
I
2013 PDRB NTT (TRILIUN)
II
III 2014 NTT (%YOY)
IV
I
II
III
IV
2015
-8,76
NAS
NTB
QTQ
NASIONAL (%YOY)
Sumber: BPS, diolah
NTT
BALI
NAS
NTT
NTB
BALI
YOY
Sumber: BPS, diolah
Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan IV 2015 sebesar 0,20% (qtq), masih dibawah pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali yang sebesar 1,38% (qtq), namun masih diatas Provinsi NTB yang menurun sebesar -8,76% (qtq). Tumbuhnya ekonomi Bali ditopang oleh tibanya panen musim tanam ketiga, walaupun sektor penyediaan akomodasi dan makan minum cenderung melambat karena puncak kunjungan wisatawan yang biasa terjadi pada triwulan III. Sementara itu, menurunnya produksi PT. Newmont Nusa Tenggara menjadi penyebab kontraksinya ekonomi NTB secara triwulanan.
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN Pada tahun 2015 secara tahunan kinerja Investasi/PMTB serta konsumsi rumah tangga menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di NTT. Investasi/PMTB tercatat tumbuh sebesar 7,9% (yoy) atau secara nominal meningkat sebesar Rp 5,8 triliun. Peningkatan ini diperkirakan terjadi akibat dorongan investasi pemerintah melalui pembangunan bendungan, sarana irigasi, perbaikan bandara, rehabilitasi dan pembangunan jalan serta rehabilitasi Pelabuhan. Pertumbuhan juga terjadi pada sektor konsumsi rumah tangga yang mencatat pertumbuhan sebesar 6,3% (yoy) yang didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat terutama pada akhir tahun seiring perayaan natal dan tahun baru. Namun, peningkatan tersebut tereduksi oleh tingginya pertumbuhan impor antar daerah yang sebesar 18,7% (yoy). Tingginya impor tersebut diperkirakan terjadi sebagai konsekuensi tingginya kebutuhan bahan baku bangunan untuk kegiatan proyek dan investasi dari daerah lain. Selain itu kebutuhan pangan (beras dan bahan makanan lainnya) yang masih bergantung dari daerah lain juga menjadi penyebab.
2
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV terutama didorong oleh peningkatan konsumsi pemerintah yang mencapai 26,4% (yoy). Selain itu kinerja investasi/PMTB tercatat cukup baik sebesar 5,7% (yoy). Namun, adanya perayaan natal dan tahun baru serta peningkatan kegiatan proyek di akhir tahun juga mendorong pertumbuhan impor antar daerah yang mencapai 17,6%, sehingga pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi masih terhambat. Secara triwulanan, kinerja perekonomian NTT mengalami perlambatan sebesar 0,20%(qtq). Komponen PMTB/Investasi mengalami pertumbuhan sebesar 4,27% (qtq) dan menjadi yang tertinggi dibandingkan komponen utama lainnya. Komponen lainnya yang tumbuh adalah konsumsi rumah tangga sebesar 3,53% (qtq). Kegiatan proyekproyek pemerintah di akhir tahun menjadi penyebab tumbuhnya investasi/PMTB, sementara konsumsi rumah tangga ditunjang oleh perayaan natal dan tahun baru, selain juga adanya momen perayaan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) dan Perayaan Natal Bersama di kota kupang yang turut mendorong konsumsi masyarakat. Namun faktor-faktor tersebut masih terhambat oleh pertumbuhan net impor antar daerah yang tumbuh 6,67% (qtq). Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan IV-2015 2014
YOY
URAIAN
2015
Bobot
qtq
yoy
2014
2015
IV
III
IV
50.952.750
56.027.892
13.460.895
14.448.773
15.532.810
76,2
3,53
4,77
2.323.762
2.539.408
580.680
671.518
727.600
3,6
7,03
20,92
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
20.592.320
23.705.393
5.808.979
7.655.085
8.049.633
39,5
2,85
26,43
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
26.693.029
32.505.797
8.070.387
8.467.247
9.043.274
44,4
4,27
5,72
PERUBAHAN INVENTORI
1.024.332
967.562
277.382
417.152
352.370
1,7
-17,81
13,05
EKSPOR LUAR NEGERI
1.382.328
1.608.842
391.673
506.776
359.881
1,8
-32,38
-7,95
527.152
261.549
215.560
60.163
72.579
0,4
27,32
-70,28
(33.842.869)
(40.660.869)
(10.319.232)
(12.084.768)
(13.621.813)
-66,9
6,67
17,57
68.598.500
76.432.477
18.055.203
20.021.620
20.371.177
100,0
0,20
5,13
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
IMPOR LUAR NEGERI NET EKSPOR ANTAR DAERAH PDRB Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
1.2.1 Konsumsi Pengeluaran konsumsi pada triwulan IV menunjukkan peningkatan cukup tinggi sebesar 11,2% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah hingga 26,4 (yoy) yang terutama didorong oleh peningkatan belanja pegawai serta barang dan jasa di akhir tahun, serta adanya peningkatan realisasi anggaran bantuan keuangan seiring pelaksanaan Pilkada di 9 (sembilan) Kabupaten/Kota, yaitu Kab. Belu, Kab. Malaka, Kab. Manggarai Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Manggarai, Kab. Ngada, Kab. Sumba Barat, Kab. Timor Tengah Utara (TTU) dan Kab. Sabu Raijua. Adanya penyaluran dana desa juga turut membantu peningkatan konsumsi pemerintah di akhir tahun. Konsumsi rumah tangga pada triwulan-IV juga menunjukkan pertumbuhan secara tahunan sebesar 4,7% (yoy) dan secara triwulan sebesar 3,53% (qtq). Adanya momen natal dan tahun baru serta masuknya liburan sekolah turut menopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga di akhir tahun. Pertumbuhan tersebut juga terindikasi dari peningkatan angka indeks penjualan riil pada Survei Penjualan Eceran - Bank Indonesia. Peningkatan penjualan pada triwulan IV juga terlihat dari pertumbuhan penjualan eceran terutama pada kelompok perlengkapan rumah tangga, pakaian dan perlengkapannya serta makanan dan tembakau. Sementara itu, penjualan bahan konstruksi menunjukkan penurunan yang diperkirakan terjadi akibat keterbatasan pasokan semen yang dapat dijual pedagang sebagai komoditas utama bagi kegiatan pembangunan.
Triwulan IV 2015
3
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 1.5. Indeks Penjualan Riil Eceran Tw IV 2015
Grafik 1.6. Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
160
30%
60%
140
25%
50%
20%
120
15%
40%
100
10%
30%
80
5%
20%
60
0% -5%
40
-10%
0%
-15%
-10%
-
-20%
-20%
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
MAKANAN DAN TEMBAKAU PAKAIAN DAN PERLENGKAPANNYA BAHAN BAKAR TOTAL
10%
20 I
BAHAN KONSTRUKSI SUKU CADANG PERLENGKAPAN RUMAH TANGGA BARANG KERAJINAN
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
-30%
2015
-40% PERT IPR (%QTQ)
INDEKS PENJUALAN RIIL
-50%
PERT EKONOMI (%YOY)
Sumber : SPE Bank Indonesia, diolah
Sumber : SPE Bank Indonesia, diolah
Peningkatan konsumsi masyarakat juga telihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menunjukkan peningkatan. Tingkat kepercayaan masyarakat yang ditunjukkan oleh ITK juga mengalami peningkatan seiring pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan-IV 2015 mengalami peningkatan sebesar 5,9% (yoy) atau 7,9% (qtq) yang diperkirakan disebabkan oleh kembali normalnya pasokan listrik menjelang perayaan natal dan tahun baru serta dua even berskala nasional di kota Kupang, yaitu Perayaan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) dan Natal Bersama pada bulan Desember 2015. Di sisi lain, Indeks Kegiatan Usaha dari hasil Survei Bank Indonesia menunjukkan adanya peningkatan untuk indikator kegiatan usaha dan tenaga kerja yang sesuai dengan pertumbuhan positif konsumsi rumah tangga. Sementara dari indikator perbankan penyaluran kredit konsumsi pada triwulan IV mencapai Rp 12,3 triliuan atau tumbuh positif sebesar 4% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar 15,6% (yoy). Grafik 1.8. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.7. Indeks Tendensi Konsumen
115
indeks
110
140000
30%
120000
25% 20%
100000
105
15%
80000
100
10% 60000
95 90
40000
85
20000
80
5% 0% -5%
0
I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
ITK
III
-10%
IV
I
III
IV
I
2012
2015
PENDAPATAN RT
II
PROYEKSI ITK
II
III
IV
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
GROWTH (QTQ)
KONSUMSI (RIBU KWH)
Sumber : BPS, diolah
I
2013
GROWTH (YOY)
Sumber : PT PLN, diolah
Grafik 1.9. Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.10. Penyaluran Kredit Konsumsi
60
14.00
50
triliun
25,0%
12.00 40
20,0%
10.00
30
8.00
15,0%
20
6.00
10,0%
10
4.00
-10 -20
5,0%
2.00
0 I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
2014
II
III 2015
IV
0,0%
0.00
I
II
III
IV
2013
I
II
III
IV
2014
I
II
II 2015
-30 KEGIATAN USAHA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
4
Triwulan IV 2015
HARGA JUAL
TENAGA KERJA
KONSUMSI
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
KONSUMSI (YOY)
KONSUMSI (QTQ)
IV
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) menunjukkan adanya peningkatan yang cukup tinggi sebesar 20,9% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2014 (1,7%-yoy). Peningkatan konsumsi lembaga non profit diperkirakan didorong oleh adanya penyelenggaraan pemilu serentak di 9 Kabupaten di Provinsi NTT. Pembentukan tim sukses dan lembaga independen pengawas pemilu menjadi beberapa hal yang mendorong peningkatan konsumsi LNPRT. .
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan IV-2015 mengalami kenaikan sebesar 5,7% (yoy) yang diperkirakan berasal dari investasi Pemerintah. Dari data realisasi belanja modal pemerintah, terjadi peningkatan cukup signifikan dari Rp 2,9 triliun (triwulan III) menjadi Rp 9,3 triliun (triwulan IV). Peningkatan terutama berasal dari realisasi belanja modal APBN yang meningkat sekitar Rp 3,4 triliun pada rentang triwulan III dan triwulan IV. Peningkatan belanja APBN diperkirakan didorong pula oleh penyelesaian pembayaran untuk beberapa proyek besar yang ada di NTT, diantaranya pembangunan bendungan, pembangunan jaringan irigasi, rehabilitasi/pembangunan jalan dan jembatan, serta peningkatan kapasitas bandara dan pelabuhan. Selain itu, telah pula dilakukan groundbreaking pembangunan Waduk Rotiklot di Kab. Belu oleh Presiden Jokowi dan proyek swasta berupa pembangunan Independent Power Plant (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan kapasitas 5 MWp di Desa Oelpuah, Kec. Kupang Tengah, Kab. Kupang dengan total investasi USD 11,2 Juta pada akhir Desember 2015. Proyek lainnya adalah pembangunan gedung pemerintahan (Kantor Gubernur NTT) dan proyek-proyek swasta, seperti pembangunan area perbelanjaan. Peningkatan investasi juga terlihat dari data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen. Berdasarkan data BKPM, pada triwulan-IV 2015 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 31,34 juta atau meningkat 307% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2014, serta peningkatan Penanaman Modal Dalam Negeri yang menunjukkan realisasi hingga Rp 1,29 triliun. Penjualan semen juga mengalami peningkatan sebesar 11,3% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.. Grafik 1.11 Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri 80
1400%
70
1200%
60
1000%
Grafik 1.12. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
300,00
50,0% 40,0%
250,00
30,0% 200,00
20,0%
800%
50 40 30
600%
150,00
400%
100,00
10,0% 0,0% -10,0%
200%
20
0%
10
-200%
0
-400% I
II III 2012
IV
I
II III 2013
PROYEK PMA (JUTA US$) PMA (%YOY)
IV
I
II III 2014
IV
I
PROYEK PMDN (MILIAR RP) PMDN (%YOY)
Sumber : BKPM, diolah
II III 2015
IV
50,00
-20,0%
-
-30,0% I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
2014 RIBU TON
II
III
IV
2015 YOY
QTQ
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Dari data sistem pembayaran non tunai juga terlihat adanya peningkatan perputaran uang. Data kliring menunjukkan adanya perputaran uang mencapai Rp 3 triliun pada triwulan IV 2015 atau meningkat 152,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 13,2% (yoy) dan kredit investasi sebesar 5,2% (yoy) cenderung lebih lambat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Namun dengan angka pertumbuhan yang masih cukup baik menunjukkan adanya perkembangan kegiatan investasi di NTT.
Triwulan IV 2015
5
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 1.13. Perkembangan Kliring
3500
Grafik 1.14. Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
Miliar
%
3000
180
7,00
160
6,00
140
2500
120
2000 1500
4,00
80
3,00
40
500 0 I
II
III
IV
I
II
2014
III
40,0% 30,0% 20,0%
2,00
20
1,00
0
0,00
10,0% 0,0%
IV
I
II
2015
III
IV
I
II
2013
PERT (%YOY)
NILAI (RP MILIAR)
60,0% 50,0%
5,00
100 60
1000
triliun
IV
I
II
III
2014
MODAL KERJA
Sumber : Bank Indonesia, diolah
III
2015
MODAL KERJA (YOY)
INVESTASI
IV
INVESTASI (YOY)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.2.3 Ekspor – Impor 1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari perkembangan aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Pada triwulan-IV, net impor antar daerah di Provinsi NTT tumbuh sebesar 17,6% (yoy) dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya atau tumbuh sebesar 6,7% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Apabila dilihat dari bongkar muat peti kemas, terjadi peningkatan kegiatan sebesar 34,4% (qtq) dibandingkan triwulan-III. Di sisi lain, bongkar muat curah masih menunjukkan defisit masuk barang ke NTT yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi di NTT berkorelasi postif dengan pasokan barang dari daerah lain. Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber daya pangan di NTT menyebabkan ketergantungan dengan daerah lain masih tinggi. Beberapa komoditas impor dari daerah lain yaitu kayu, Beras, Bahan Baku Proyek (semen,gypsum,dan aspal) serta batu-bara dan pasir besi. Sementara, komoditas ekspor utama NTT adalah hewan (sapi dan kuda) serta semen. Grafik 1.15. Perkembangan Peti Kemas 30.000
Grafik 1.16. Aktivitas Bongkar Muat
Teus
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% -10% -20% -30% -40%
25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 I
II
III 2013
TEUS
Sumber : Pelindo III, diolah
IV
I
II
III 2014
PERTUMBUHAN (% YOY)
IV
I
II
III
IV
80.000
Ton
100% 80%
60.000
60% 40.000
40%
20.000
20% 0%
0 I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
-20.000 2013
2014
2015
-40.000
-20% -40% -60%
-60.000
-80%
-80.000
-100%
2015 PERTUMBUHAN (% QTQ)
BONGKAR
MUAT
NET
NET UNLOADING (% YOY)
Sumber : Pelindo III, diolah
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor bersih Provinsi NTT pada triwulan IV masih mengikuti perkembangan triwulan sebelumnya yang meningkat secara tahunan. Peningkatan net ekspor NTT mencapai 94,7% (yoy) pada triwulan IV yang disebabkan oleh nilai ekspor yang meningkat tinggi. Ekspor NTT pada triwulan IV bernilai US$ 6,6 juta dengan tujuan utama ekspor adalah Timor Leste. Komoditas utama ekspor adalah semen dan kendaraan bermotor roda 4 dan lebih, sementara ekspor dari sektor pertanian terutama ikan tuna/tongkol. Sementara itu, impor NTT pada triwulan IV sebesar US$ 1,4 juta dengan komoditas impor utama adalah alat listrik serta kaca dan barang dari kaca yang berasal dari Tiongkok.
6
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 1.17. Ekspor Impor Antar Negara
Grafik 1.18. Negara Tujuan Ekspor NTT 10,00
Juta USD
13
8,00
9
7,00
7
6,00
5
5,00
3
4,00 3,00
1 -1 -3
Juta USD
9,00
11
2,00 I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
2014
II
III
IV
1,00 0,00
2015
I
-5
II
III
IV
I
II
2012
-7 EKSPOR
IMPOR
NET EKSPOR
USA
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
III
IV
I
2013 THAILAND
II
III
IV
I
2014
INDIA
JAPAN
II
III
IV
2015
RRC
TIMOR LESTE
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL Pertumbuhan ekonomi secara sektoral pada tahun 2015 sebesar 5,02%(yoy) didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Secara tahunan pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan mencapai 7,1% (yoy) yang terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja pegawai, barang dan jasa serta yang mencapai 11,7% (yoy) atau meningkat sebesar Rp 1,8 triliun tahun 2014. Adanya tambahan anggaran dana desa juga turut mendorong peningkatan. Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran mencapai 6,1% (yoy) terutama disebabkan oleh dorongan konsumsi masyarakat di akhir tahun seiring perayaan natal dan tahun baru, serta musim liburan sekolah. Adanya perayaan Hari Kesetiakawanan Sosial (HKSN) dan Perayaan Natal Bersama juga turut mendorong peningkatan sektor perdagangan di NTT. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV sebesar 5,13% (yoy) didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran serta sektor Konstruksi. Peningkatan kinerja sektor Administrai Pemerintahan dan konstruksi diperkirakan turut didorong oleh peningkatan realisasi belanja konsumsi dan belanja modal pemerintah. Sementara itu sektor perdagangan besar dan eceran meningkat seiring perayaan natal dan tahun baru serta penyelenggaraan HKSN dan Natal Bersama di kota Kupang. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi NTT secara triwulanan sebesar 0,20% (qtq) lebih didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan Jasa Pendidikan yang disebabkan oleh pencairan Dana Bantuan Operasional Sekolah serta realisasi bantuan pemerintah kepada dunia pendidikan, seperti bantuan tanah dan bangunan untuk sarana pendukung pembelajaran di Universitas (Universitas Nusa Cendana, Politeknik Pertanian Negeri Kupang dan Politeknik Negeri Kupang) serta bantuan sarana prasarana pendukung pendidikan untuk sekolah. Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan IV 2015 2014
YOY
2015
Bobot
qtq
yoy
5.545.220
27,2
-9,04
2,59
358.925
1,8
0,50
8,53
243.493
259.276
1,3
5,53
5,57
9.707
9.187
12.466
0,1
9,83
4,37
47.150
11.891
12.347
12.305
0,1
-1,20
0,48
7.095.979
7.908.227
1.907.483
2.051.698
2.243.992
11,0
3,57
7,34
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
7.296.703
8.273.959
1.905.266
2.176.788
2.219.097
10,9
0,97
7,59
H Transportasi dan Pergudangan
3.566.950
3.975.985
974.600
1.014.761
1.101.475
5,4
6,42
5,07
422.443
487.091
116.822
127.264
137.030
0,7
5,90
8,60
J Informasi dan Komunikasi
5.134.426
5.477.449
1.337.473
1.416.921
1.462.281
7,2
2,43
7,65
K Jasa Keuangan dan Asuransi
2.698.906
2.995.475
715.911
781.252
799.178
3,9
2,06
6,00
L Real Estate
1.860.878
2.054.341
496.391
539.727
550.863
2,7
0,43
3,83
210.879
235.528
55.762
61.340
62.344
0,3
0,22
4,91
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
8.392.732
9.399.572
2.278.494
2.461.309
2.653.426
13,0
6,13
7,79
P Jasa Pendidikan
6.568.193
7.367.666
1.880.362
1.904.125
2.079.834
10,2
7,52
0,67
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1.414.584
1.616.418
394.622
413.749
444.901
2,2
6,21
4,73
1.496.973
1.639.515
390.450
417.829
428.566
2,1
1,07
3,34
68.598.500
76.432.477
18.055.203
20.021.620
20.371.177
100
0,20
5,13
URAIAN 2014
2015
IV
III
IV
20.447.428
22.665.673
5.042.826
6.039.273
1.070.349
1.307.566
305.571
350.556
843.708
940.862
231.573
D Pengadaan Listrik dan Gas
31.840
40.001
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
45.529
F Konstruksi
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
M,N Jasa Perusahaan
R,S,T,U Jasa lainnya PDRB Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Triwulan IV 2015
7
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Sektor pertanian secara tahunan mengalami pertumbuhan yang stabil pada triwulan IV, namun secara triwulanan mengalami perlambatan. Pertumbuhan sektor Pertanian pada triwulan IV mencapai 2,6% (yoy) cukup stabil dibandingkan triwulan III (2,6%-yoy), namun secara triwulanan pertumbuhan sektor pertanian tercatat menurun sebesar -9,04% (qtq). Peningkatan secara tahunan ditengarai turut didorong oleh peningkatan produksi tanaman bahan makanan yang terindikasi dari Angka Ramalan (ARAM) II – BPS yang menunjukkan peningkatan produksi padi sebesar 14,2% atau 943.020 Gabah Kering Giling (GKG), serta produksi jagung sebesar 6,74% (yoy) atau 690.710 ton juga turut menjadi pendorong pertumbuhan secara tahunan. Peningkatan ini juga terlihat dari indeks nilai tukar petani (NTP) yang menunjukkan kenaikan dari 102,21 (tw-III) menjadi 103,19 (tw-IV) yang terutama didorong peningkatan indeks yang diterima dari sektor tanaman bahan makanan dan perkebunan rakyat. Grafik 1.19. Perkembangan Nilai Tukar Petani 180
104
160
103
140
102
120
101
100
100
80
99
60
98
40
97
20
96
0 I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013 IT
IB
III
IV
I
II
2014
III
95
IV
2015
NTP - AXIS KANAN
Sumber : BPS, diolah
Secara triwulanan, sektor pertanian mengalami penurunan sebesar -9,04% (qtq). Penurunan diperkirakan terjadi karena faktor musiman, yaitu adanya penurunan produksi perikanan akibat kondisi cuaca yang kurang baik pada rentang triwulan IV. Selain itu, penurunan pada pengiriman hewan ternak, terutama sapi juga menjadi penyebab lainnya. Hal ini terkonfirmasi adanya kenaikan harga yang cukup tinggi pada beberapa komoditas ikan yaitu ikan kembung dan tongkol, selain itu dari hasil liasion disebutkan pula bahwa komoditas ikan tuna cenderung menurun pada akhir triwulan IV hingga awal triwulan I dan akan kembali meningkat pada bulan Maret. Perkembangan pengiriman ternak tersebut didasarkan pada data Pelindo III yang menunjukkan adanya penurunan pengiriman ternak dari 9.872 ekor (tw III) menjadi 5.324 ekor (tw IV) atau menurun sebesar -46,1% (qtq) namun apabila dibandingkan tw IV-2014 terjadi peningkatan sebesar 51,6% (yoy). Hal ini juga terindikasi dari data pengiriman sapi dari dinas peternakan yang menunjukkan adanya penurunan pengiriman sapi dari 24.402 ekor pada triwulan III 2015 menjadi 8.524 ekor pada triwulan IV 2015 namun meningkat sebesar 9,03% (yoy) apabila dibandingkan pengiriman sapi pada periode sama tahun 2014 yang sebanyak 7.818 ekor. Trend yang sama juga terjadi pada tahun 2014 yang menunjukkan penurunan pengiriman pada triwulan-IV. Penurunan ini diperkirakan terjadi akibat kuota pengiriman sapi yang sudah mulai terpenuhi di akhir tahun. Grafik 1.20. Data Pengiriman Hewan
Grafik 1.21. Data Pengeluaran Ternak 150%
14000 12000
100%
10000
30000
EKOR
25000 20000
8000
50%
6000
0%
15000 10000
4000
-50%
2000
-100%
0 I
II
III
IV
I
2013 HEWAN
PENGIRIMAN TERNAK
Sumber : PT Pelindo III, diolah
8
Triwulan IV 2015
II
III 2013 BONGKAR
IV
I
II
III
IV
5000 0 I
II
PERT (%YOY)
III
IV
I
2014
2015 PERT (%QTQ)
SAPI
Sumber : Dinas Peternakan, diolah
II
III 2015
KERBAU
KUDA
TREND SAPI
IV
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian menunjukkan adanya peningkatan kegiatan usaha pada triwulan-IV 2015. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai indeks kegiatan usaha dan tenaga kerja yang terutama disebabkan oleh adanya panen di sektor pertanian (jagung) dan perkebunan (jambu mete). Sementara itu penurunan indeks harga jual diperkirakan disebabkan oleh peningkatan suplai hasil pertanian yang menurunkan harga jual. Di sisi lain, indikator kredit pertanian menunjukkan adanya perlambatan -0,6% (qtq) yang diperkirakan terjadi akibat mulai menurunnya jumlah kredit petani yang telah dilunasi seiring masa panen. Grafik 1.22. Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Pertanian
30,0
250
20,0
200
10,0
150
700%
Milyar Rp
600% 400%
0,0
300% 200%
100
I -10,0
500%
II
III
IV
2013
I
II
III 2014
IV
I
II
III
100%
IV
2015
0%
50
-100% -20,0
-200%
0
I -30,0 -40,0
II
III
IV
I
II
2013 KEGIATAN USAHA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
HARGA JUAL
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
TENAGA KERJA
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015 PERTANIAN (%YOY)
PERTANIAN (%QTQ)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Beberapa permasalahan yang dapat menghambat perkembangan sektor pertanian terutama berasal dari faktor alam. Dari sisi sarana dan prasarana, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum serta Pemerintah Daerah telah melakukan upaya-upaya dalam peningkatan produksi pertanian, diantaranya: pembangunan bendungan, jaringan irigasi, bibit, benih dan sarana produksi. Pada tahun 2015, Pemerintah Provinsi NTT juga telah mendapatkan tambahan dana untuk Upaya Khusus (Upsus) Padi, Jagung dan Kedelai sebesar Rp 319 miliar untuk bantuan perbaikan irigasi, bantuan saprodi (traktor & hand tractor), combine harvester dan bantuan lainnya. Namun yang perlu menjadi perhatian adalah adanya ancaman El Nino yang memperpanjang musim kemarau, sehingga dapat menghambat masa tanam pertanian. Selain itu, koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah juga perlu untuk ditingkatkan supaya program-program yang dijalankan dapat saling terkait bermanfaat maksimal bagi masyarakat sekitar (cth. pembangunan jaringan tersier, embung dan irigasi). 1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan IV 2015 meningkat dibandingkan periode sebelumnya maupun triwulan-IV 2014. Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan IV mencapai 7,79% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 6,79% (yoy). Secara triwulanan pertumbuhan juga cukup tinggi sebesar 6,13% (qtq). Peningkatan turut didorong oleh peningkatan realisasi belanja pegawai, barang dan jasa serta hibah sebesar 61,2% (qtq) atau sebesar Rp 6,7 triliun pada triwulan IV. Peningkatan tersebut diperkirakan disebabkan oleh selesainya proses pembayaran lelang kegiatan barang dan jasa dan peningkatan realisasi dana hibah seiring penyelenggaraan pemilu di 9 (sembilan) Kabupaten/Kota dan penyaluran dana desa ke daerah. Realisasi belanja konsumsi sendiri mengalami peningkatan sebesar 16,3% (yoy) atau Rp 23,3 triliun pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014 yang sebesar Rp 20,1 triliun.
Triwulan IV 2015
9
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sementara itu, perkembangan yang sama juga terlihat pada indikator simpanan pemerintah di perbankan yang mengalami penurunan hingga mencapai -65,4% (qtq) pada triwulan IV atau sebesar Rp 2,64 triliun dibandingkan triwulan IV yang sebesar Rp 7,64 triliun. Secara tahunan dana pemerintah juga mengalami penurunan sebesar -6,4% (yoy) yang menunjukkan adanya dorongan realisasi anggaran yang sangat tinggi oleh pemerintah di akhir tahun. Grafik 1.24. Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah miliar
24000 23000
Realisasi
% Real
20.188,9
86,32
Grafik 1.25. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
23.388,55
20
16,3%
22000 21000
15
20,109.89
20000
10
9,000
110,0%
8,000
90,0%
7,000
70,0%
6,000
50,0%
5,000
30,0%
4,000
10,0%
3,000
-10,0%
2,000
-30,0%
1,000
19000
-50,0%
0 18000
2014
-70,0% I
5
2015
TOTAL BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH
II
III
IV
I
II
2013
PERTUMBUHAN BELANJA KONSUMSI
III
I
II
2014
SIMPANAN (RP MILYAR)
Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan, diolah
IV
III
IV
2015
PERT (%YOY)
PERT (%QTQ)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-IV 2015 mengalami trend peningkatan di akhir tahun. Pada triwulan IV tercatat pertumbuhan sektor perdagangan mencapai 7,6% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,8% (yoy). Peningkatan terutama terjadi akibat adanya liburan sekolah, momen natal dan tahun baru, selain itu adanya perayaan HKSN dan Natal Bersama di Kota Kupang juga turut mendorong peningkatan. Dari sisi pendapatan masyarakat, adanya dorongan proyek pemerintah di akhir tahun dan panen komoditas pertanian turut membuka lapangan kerja baru yang dapat menopang konsumsi masyarakat di akhir tahun. Berdasarkan indikator Survei Kegiatan Dunia Usadah (SKDU) terlihat adanya peningkatan pada triwulan IV. Indikator SKDU menunjukkan adanya peningkatan pada indikator kegiatan usaha dan tenaga kerja yang menggambarkan bahwa terjadi peningkatan geliat ekonomi pada triwulan IV. Selain itu, berdasarkan survei Konsumen, terjadi pula kenaikan pada indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Dari sisi kredit, kredit perdagangan hingga akhir triwulan IV-2015 mencapai Rp 5,08 triliun atau tumbuh sebesar 14,1% (yoy). Sementara secara triwulanan, kredit perdagangan triwulan-IV tumbuh sebesar 4,4% (qtq) meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 2,1% (qtq). Grafik 1.26. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.27. Perkembangan Survei Konsumen 160
10 8 6
140
4 2 120
0 I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
-2 -4
2013
2014
2015 100
I
-6
-10
KEGIATAN USAHA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
10
II
III
IV
I
2013
-8
Triwulan IV 2015
HARGA JUAL
TENAGA KERJA
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
IV
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 1.28. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan triliun
6,0
60%
5,0
50%
4,0
40%
3,0
30%
2,0
20%
1,0
10%
0,0
0% I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
II 2015
2014
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
PERT (%YOY)
III
PERT (%QTQ)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 7,3% (yoy) dan merupakan salah satu sektor yang mampu tumbuh cukup tinggi pada triwulan IV 2015. Peningkatan kegiatan proyek pemerintah di akhir tahun, berupa sarana bendungan, irigasi, jalan, dermaga, fasilitas bandara dan gedung pemerintahan menjadi beberapa faktor pendorong utama. Peningkatan kegiatan proyek juga terindikasi dari adanya kelangkaan semen yang sempat terjadi di akhir tahun serta banyaknya kegiatan proyek yang akhirnya belum selesai dan terpaksa meminta dispensasi penyelesaian proyek selama 50 hari di tahun 2016. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-IV 2015 mengalami pertumbuhan hingga mencapai 8,6% (yoy). Peningkatan jumlah okupansi hotel diperkirakan didorong pula oleh adanya 2 kegiatan bertaraf nasional di kota Kupang, yaitu Kegiatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) dan Perayaan Natal Bersama yang dihadiri oleh Presiden Jokowi. Selain itu, adanya kegiatan-kegiatan rapat dan sosialisasi oleh Pemerintah di hotel juga menjadi pendorong peningkatan lainnya. Hal ini terindikasi dari peningkatan jumlah tamu hotel yang mencapai 61.245 orang pada triwulan IV-2015 atau meningkat sebesar 49,8%(yoy) apabila dibandingkan tahun 2014. Peningkatan juga terjadi pada indikator jumlah penumpang di bandara yang tercatat sebesar 778.721 orang atau meningkat sebesar 27% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Grafik 1.29. Perkembangan Tamu Hotel
70
Grafik 1.30 Perkembangan Penumpang Bandara
Ribu orang
80% 49,8%
60 50
60% 40%
900
Ribu orang
27%
800 700
20%
600
10%
500
40 30
20%
400
0%
300
20,5%
20
8,8%
-40%
I
II
III 2013
IV
I
TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
II
III 2014
PERT (%QTQ)
IV
I
II
III 2015
IV
0% -10%
200
-20%
10
40% 30%
-20%
100 0
-30% I
II
III
IV
I
2013
III 2014
PENUMPANG
PERT (%YOY)
II
PERT (%QTQ)
IV
I
II
II
IV
2015 PERT (%YOY)
Sumber : BPS, diolah
Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami peningkatan sebesar 5,07% (yoy). Peningkatan terlihat dari adanya penambahan transportasi hewan melalui kapal KM. Camara Nusantara I yang melayani pengiriman ternak dari Jakarta melalui Cirebon, Semarang, Surabaya, NTB dan NTT. Selain itu adanya penambahan kapal perintis oleh PT. Pelni yang melayani rute intra dan keluar NTT juga diperkirakan menyebabkan kenaikan lainnya. Sektor Jasa Pendidikan tumbuh
Triwulan IV 2015
11
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
sebesar 0,67% (yoy) yang diperkirakan ditunjang oleh bantuan sarana pendidikan dan pembangunan fasilitas pendidikan untuk Perguruan Tinggi (Universitas Nusa Cendana, Politeknik Pertanian Negeri Kupang dan Politeknik Negeri Kupang). Sektor Listrik dan Gas tumbuh sebesar 4,37% (yoy) yang diperkirakan didorong oleh adanya tambahan kapasitas sebesar 8 MW untuk mengatasi krisis listrik akibat kerusakan PLTU Bolok di bulan Desember.
12
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
01
Pembangunan Infrastruktur Utama di NTT
Tahun 2015 dapat dikatakan sebagai babak awal tahun pembangunan infrastruktur di NTT. Total anggaran belanja modal tahun 2015 mengalami kenaikan hingga 53,92% dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan anggaran terutama bersumber dari APBN-P yang memberikan tambahan alokasi dana yang cukup besar untuk pembangunan di NTT. Adapun realisasi belanja modal pemerintah di NTT tahun 2015 mencapai 9,29 triliun, meningkat 52,47% dibandingkan realisasi belanja modal pemerintah tahun 2014. Belanja modal pemerintah tahun 2015 difokuskan pada belanja jalan dengan total anggaran mencapai 1,9 triliun, diikuti oleh pembangunan SDA dengan alokasi anggaran mencapai 873 miliar, Bandar udara dengan total alokasi anggaran sebesar 598 miliar, pelabuhan dan penunjang (592 miliar), pendidikan (367 miliar), pengembangan air baku (286 miliar), kesehatan (156 miliar), kelistrikan (151 miliar) dan permukiman dengan alokasi mencapai 124 miliar rupiah. Pemerintah juga melakukan perbaikan pasar tradisional dengan pagu belanja mencapai 46 miliar rupiah. Selain investasi pemerintah, kegiatan investasi juga dilakukan oleh investor swasta seperti investasi kelistrikan oleh PT PLN, pemasangan BTS oleh operator maupun investasi pelabuhan laut oleh PT Pelindo III. Pemerintah daerah juga melakukan investasi dengan total investasi lebih dari 4,2 triliun rupiah. Boks1.1.RingkasanPembangunanInfrastrukturUtamadiNusaTenggaraTimur
Berdasarkan alokasi belanja di atas, terlihat bahwa pemerintah sudah fokus pada pembenahan permasalahan infrastruktur utama di NTT yaitu permasalahan logistik dan konektivitas, permasalahan sumber daya air dan permasalahan kelistrikan. Dalam meningkatkan konektivitas antar wilayah, pemerintah telah melakukan perbaikan jalan nasional dengan rasio anggaran mencapai 1,4 miliar per km. Dengan anggaran sebesar itu, tingkat kemantaban jalan nasional dapat mencapai 99% atau hanya 1% dari 1.341 km jalan nasional dalam kondisi kurang bagus. Kondisi berbeda terjadi pada kemantaban jalan provinsi dan kabupaten kota. Dengan asumsi seluruh belanja modal digunakan untuk membangun jalan, maka rasio alokasi belanja pembangunan dan perbaikan jalan provinsi dan kabupaten kota paling banyak hanya sebesar 200 juta per km atau paling banyak hanya sepertujuh dari alokasi belanja pemerintah pusat. Rendahnya alokasi pembangunan jalan tersebut berdampak pada tingkat kemantaban jalan provinsi dan kabupaten/kota yang hanya sebesar 50% dan 40%. Pengalihan status jalan ke jalan nasional sebagaimana yang terjadi pada kawasan strategis pariwisata nasional Kelimutu sekiranya dapat ditiru kabupaten/kota atau provinsi untuk menyiasati minimnya alokasi belanja modal yang dimiliki.
Triwulan IV 2015
13
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Selain perhubungan darat, Provinsi NTT memiliki 14 bandara yang dapat menghubungkan antar wilayah di Provinsi NTT. Kota Kupang dan Bali menjadi hub utama yang menghubungkan kota-kota di provinsi NTT. Hanya Labuan Bajo – Ende yang memiliki penerbangan langsung. Selebihnya harus melalui Kota Kupang atau Bali apabila ingin melakukan perjalanan antar daerah. Terdapat 4 bandara yang dapat didarati pesawat jet, dan 9 lainnya hanya dapat didarati pesawat propeller serta 1 bandara yang hanya dapat didarati pesawat jenis caravan. Pada tahun 2015, terdapat 13 bandara yang melakukan investasi perpanjangan atau pelebaran landasan pacu. Selebihnya adalah perluasan kapasitas parkir pesawat (apron), landasan hubung (taxi way) maupun terminal. Total realisasi investasi perhubungan udara mencapai 539 miliar rupiah setara dengan 90,11% dari total alokasi investasi yang direncanakan. Terdapat 5 bandara dengan realisasi investasi kurang dari 90% dengan pencapaian terendah di Bandara AA Bere Talo Belu yang disebabkan oleh proses pembebasan lahan yang belum selesai, sehingga perpanjangan landasan pacu juga terkendala. Alor, Rote Ndao dan Ende juga terkendala penyelesaian landasan pacu, sedangkan bandara Frans Sales Lega Ruteng terkendala oleh penyelesaian terminal penumpang. Pada tahun 2016, investasi perhubungan udara dialokasikan sebesar 431 miliar belum termasuk investasi bandara El Tari Kupang yang ditangani oleh PT Angkasa Pura I. Boks1.2.Bandara dan jalur penerbangan pesawat diNusa Tenggara Timur
Pada tahun 2015, terdapat pula investasi pelabuhan dalam rangka mendorong sistem logistik di provinsi NTT. Investasi dilakukan pada 11 pelabuhan di 11 Kabupaten di NTT. Adapun realisasi investasi perhubungan laut hingga akhir tahun 2015 sebesar 66,11% atau sebesar 392 miliar rupiah. Rendahnya realisasi investasi pelabuhan laut selain karena permasalahan AMDAL dan studi kelayakan, juga disebabkan oleh adanya dual pengelolaan di pelabuhan Tenau Kupang, Ende, dan Sikka, sehingga proses investasi urung dilakukan. Di Ende, dana investasi masih dalam keadaan terblokir, sehingga tidak bisa dilakukan penarikan anggaran. Pencapaian investasi pelabuhan di pelabuhan Reo Manggarai juga masih kurang dari 60% yang disebabkan oleh selain penyelesaian proyek yang tidak sesuai jadwal, juga disebabkan oleh adanya dana yang masih terblokir sebesar 56,5 miliar rupiah. Untuk melanjutkan pembangunan perhubungan laut, pemerintah mengalokasikan belanja investasi sebesar 191,43 miliar di tahun 2016. Pembangunan fasilitas pelabuhan direncanakan dilakukan pada 6 pelabuhan di Kota Kupang, Sikka, Ende, Sumba Timur, Kabupaten Kupang dan Manggarai. Pembangunan besar fasilitas pelabuhan di Kota Kupang diserahkan kepada PT Pelindo III sebagai operator pelabuhan. Di pelabuhan Bolok, pemerintah juga merencanakan membangun fasilitas pelabuhan kenavigasian dan pembangunan sarana bantu navigasi pelayaran dengan nilai investasi mencapai 60 miliar rupiah.
14
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Boks1.3. Alur pelayaran dan Distribusi Barang di Nusa Tenggara Timur
Dalam membantu meningkatan penyediaan sumber daya air di Provinsi NTT, pemerintah berencana membangun 7 waduk dengan skema proyek lintas tahun (multi years). Hingga saat ini baru terdapat 2 waduk yang sudah dilakukan pembangunan fisik dan di tahun 2016 diharapkan dapat mulai dilakukan pembangunan waduk kolhua. Hingga penyelesaiannya, total biaya pembangunan waduk bisa mencapai lebih kurang enam triliun rupiah. Diharapkan, ketujuh waduk tersebut dapat menambah 13 ribu ha lahan pertanian teririgasi, menjadi sumber air baku bagi lebih kurang 300 ribu jiwa dan menghasilkan energi listrik dengan kapasitas sebesar 2,55 MW. Selain pembangunan waduk, pemerintah juga tetap akan melakukan pemeliharaan dan pembangunan jaringan irigasi dan membangun lebih dari 100 embung baru di tahun 2016, sehingga total embung yang terbangun menjadi lebih kurang 1.200 embung. Total realisasi pembangunan sumber daya air di tahun 2015 sebesar 845 miliar dengan prosentase realisasi mencapai 97%.
Boks1.4. Pembangunan Sumber Daya Air (Waduk) di Nusa Tenggara Timur
Sumber : Balai Wilayah Sungai,diolah
Belanja infrastruktur air baku di tahun 2015 juga cukup besar hingga 276 miliar rupiah dengan prosentase realisasi mencapai 97%. Pembangunan air baku ditititik beratkan kepada pembangunan sistem pengelolaan air minum, peningkatan sarana dan prasarana penyediaan air baku, serta pembangunan jaringan irigasi air tanah. Di tahun 2016, pemerintah mengalokasikan 160,4 miliar untuk melanjutkan pembangunan air baku.
Triwulan IV 2015
15
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Suatu wilayah tidak akan dapat melakukan pembangunan atau membangun industri atau bisnis tanpa adanya kecukupan listrik. Dengan total beban puncak sebesar 148 MW dan rasio elektrifikasi yang masih sebesar 58%, investasi kelistrikan mutlak diperlukan dalam waktu mendesak. Saat ini, total kebutuhan daya tunggu sudah mencapai lebih dari 100 MW. Untuk itu, PT PLN berencana melakukan investasi hingga tahun 2020 dengan total penambahan daya sebesar 290 MW yang terdiri dari 213 MW PLTU, 32,5 MW PLTMG dan PLTP serta 12,2 MW PLTS. Untuk mengatasi kekurangan daya saat ini, PLN mendapatkan realokasi 2 genset dengan total kapasitas 17 MW dan 1 buah kapal listrik dengan daya sebesar 60MW. Genset menurut rencana dapat segera dioperasikan, sedangkan kapal listrik baru akan diterima pada tengah tahun 2016. Penambahan tersebut diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan listrik untuk sementara waktu. Percepatan realisasi investasi kelistrikan dirasa sangat dibutuhkan agar pembangunan dapat berjalan. Dengan rasio elektrifikasi yang rendah dan rata-rata penggunaan daya listrik yang rendah pula, PT PLN diharapkan dapat lebih berani dalam mempercepat investasi agar rasio elektrifikasi dapat meningkat dan kebutuhan pembangunan dapat tercukupi. Terkait peramalan kebutuhan beban puncak untuk industri dan bisnis, seharusnya dapat dipisahkan dari peramalan kebutuhan listrik rumah tangga dikarenakan besarnya daya listrik yang dibutuhkan. Apabila kebutuhan listrik untuk kawasan industri bolok juga diperhitungkan, maka dengan luas lahan yang mencapai 900 ha, akan dibutuhkan ratusan megawatt listrik untuk operasionalnya yang pastinya tidak akan dapat terpenuhi dengan perencanaan generik saat ini. Untuk menunjang peningkatan rasio elektrifikasi, kementrian ESDM tahun 2015 juga telah melakukan investasi berupa peningkatan panjang jaringan distribusi dan penambahan gardu listrik dengan nilai investasi sebesar 129 miliar rupiah. Menteri desa, daerah tertinggal dan transmigrasi juga mengalokasikan investasi sebesar 3 miliar untuk pengadaan sarana penerangan dan energi terbarukan. Investasi lainnya antara lainnya pembenahan permukiman dan sanitasi dengan total realisasi anggaran mencapai 83% atau sebesar 107 miliar dari total alokasi dana yang sebesar 129 miliar. PT Telkomsel juga telah melakukan pemasangan 12 BTS untuk daerah perbatasan Indonesia dengan Timor Leste. selain itu, provider juga telah membangun 39 BTS untuk daerah terluar. Pemerintah telah melakukan revitalisasi 6 pasar di NTT dari 8 pasar yang dialokasikan, pembangunan 3 PTN di Kupang dan 1 investasi minor dengan total realisasi belanja modal sebesar 254 miliar, serta investasi pembelian peralatan kesehatan serta pembangunan gedung dengan total realisasi investasi mencapai 93 miliar rupiah. Pada tahun 2016, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran belanja modal sebesar 3,57 triliun rupiah. Belanja pemeliharaan dan pembangunan jalan masih menjadi prioritas utama dengan anggaran sebesar 1,7 triliun rupiah, disusul oleh anggaran belanja sumber daya air (647 miliar), bandara (431 miliar), pelabuhan (191 miliar), air baku (161 miliar), permukiman (121 miliar) dan pendidikan dengan anggaran sebesar 93 miliar. Namun demikian, melihat detil rencana investasi yang akan dilakukan, maka diperkirakan akan terdapat penambahan dalam APBN-P dikarenakan alokasi penganggaran pembuatan waduk Raknamo dan Rotiklot masih sangat kecil. Dengan kondisi pekerjaan yang sudah melakukan pekerjaan fisik bangunan, maka nilai investasi akan membutuhkan dana yang cukup besar. Pembangunan infrastruktur diharapkan juga akan bertambah dari pemanfaatan dana desa yang pada tahun 2016 bertambah lebih dari dua kali lipat. Dengan himbauan pemerintah untuk memfokuskan pada pembangunan infrastruktur dasar, diharapkan perbaikan jalan desa, jalan usaha tani maupun irigasi tersier dapat dilakukan yang diharapkan berdampak pada peningkatan efisiensi kegiatan ekonomi di daerah.
16
Triwulan IV 2015
02
Perkembangan Inflasi
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan IV tahun 2015 mengalami kenaikan tinggi dibandingkan inflasi triwulan III 2015 dikarenakan oleh tingginya inflasi bahan makanan seiring dengan meningkatnya permintaan selama perayaan natal dan tahun baru. Inflasi NTT tahun 2015 sebesar 4,92% menurun dibanding inflasi 2014 yang sebesar 7,76%. Namun demikian, dengan rendahnya pencapaian inflasi nasional tahun 2015 yang hanya sebesar 3,35% menjadikan inflasi NTT menempati urutan ketujuh tertinggi di Indonesia. Secara triwulanan, Provinsi NTT pada triwulan IV 2015 mengalami inflasi tertinggi di Indonesia dengan nilai inflasi sebesar 3.51% (qtq).
Kelompok komoditas bahan makanan menjadi penyumbang utama meningkatnya inflasi di NTT Inflasi komoditas volatile food pada bulan Desember 2015 menjadi inflasi tertinggi dalam 10 tahun terakhir Kota Maumere lebih dapat mengendalikan inflasi di triwulan IV 2015 Saat ini hanya Kabupaten Malaka yang belum membentuk TPID
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.1. KONDISI UMUM Inflasi Provinsi NTT pada triwulan IV 2015 mengalami kenaikan signifikan. Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh tingginya inflasi bulan Desember yang mencapai 2,46%, lebih besar dibanding total inflasi NTT bulan Januari – November 2015 yang sebesar 2,40%. Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga bahan makanan seiring dengan tingginya permintaan pada saat hari raya Natal dan tahun baru serta tambahan permintaan selama puncak perayaan hari kesetiakawanan sosial nasional (HKSN) dan Natal bersama nasional yang dipusatkan di Kota Kupang. Kinerja inflasi yang sangat baik hingga bulan September 2015 tidak dapat bertahan seiring dengan peningkatan yang cukup besar di triwulan IV 2015. Secara tahunan, inflasi Provinsi NTT sebesar 4,92%, lebih besar dibanding nasional yang hanya sebesar 3,35%. Inflasi tahunan NTT menduduki peringkat terbesar ketujuh di Indonesia dari 34 Provinsi setelah Maluku (6,10%), Kalimantan Barat (5,77%), Sulawesi Utara (5,56%), Papua Barat (5,29%), Kalimantan Selatan (5,18%), Kalimantan Timur (5,11%) dan Sulawesi Barat (5,07%). Secara triwulanan, 5 provinsi di kawasan timur indonesia mengalami inflasi tertinggi di Indonesia. Provinsi NTT menjadi provinsi dengan inflasi triwulanan tertinggi sebesar 3,51% (qtq), disusul oleh Provinsi Sulawesi utara (3,25%), Sulawesi Tengah (3,24%), Papua (2,83%) dan Provinsi Maluku Utara (2,49%). Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional 9.00%
NASIONAL
Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional 6.0%
NTT
8.00%
NASIONAL
NTT
5.0%
7.00%
4.0%
6.00%
3.0%
4,92%
5.00%
3,51%
2.0%
4.00%
1.0%
1,08%
3,35% 3.00%
I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
Sumber : BPS, diolah
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
0.0%
I
-1.0%
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
Sumber : BPS, diolah
1.1.1 Inflasi Tahunan Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT mencapai 4,92%, jauh lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang hanya sebesar 3,35%. Tingginya inflasi bahan makanan terutama di akhir tahun dan makanan jadi, minuman dan tembakau yang secara bertahap terus mengalami kenaikan di sepanjang tahun 2015 menjadi penyebab utama tingginya inflasi di tahun 2015. Hilangnya pengaruh base effect kenaikan BBM di akhir tahun 2014 mampu meredam inflasi di akhir tahun 2015. Berdasarkan komoditas, beras menjadi komoditas dengan andil inflasi tertinggi. Sepanjang tahun rata-rata harga beras mengalami kenaikan hingga 16,04% (yoy), disusul oleh komoditas angkutan udara dengan kenaikan rata-rata mencapai 17,85% (yoy), ikan kembung (23,80%), sawi putih (49,33%) dan daging ayam ras (24,19%). Komoditas lainnya yang menyumbang inflasi tertinggi adalah semen, rokok kretek filter, tomat sayur, telur ayam ras dan tarif listrik. Kenaikan harga beras lebih disebabkan oleh penurunan pasokan beras seiring dengan datangnya El Nino. Kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras lebih disebabkan oleh adanya larangan impor, sehingga harga jagung naik tinggi yang berdampak pada kenaikan harga pakan. Adanya pembatasan impor grand parent stock (indukan) juga membuat pasokan DOC terbatas. Ditambah lagi dengan adanya musim pancaroba yang membuat lebih dari 30% ayam peternak mati, sehingga mengurangi pasokan ayam pedaging di akhir tahun. Kenaikan harga semen hanya terjadi di akhir tahun seiring dengan berkurangnya pasokan semen lokal dan di sisi lain terjadi peningkatan luar biasa untuk penyelesaian proyek pemerintah. Triwulan IV 2015
19
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.1.2 Inflasi Triwulanan Inflasi NTT triwulanan IV 2015 mencapai 3,51% (qtq) tertinggi dibanding provinsi lain di Indonesia. Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh tingginya permintaan bahan makanan di bulan Desember 2015. Inflasi bahan makanan menjadi penyumbang utama inflasi triwulanan. Delapan dari sepuluh komoditas penyumbang inflasi utama Provinsi NTT berasal dari bahan makanan, antara lain ikan kembung, daging ayam, sawi putih, beras, tomat sayur, kubis, wortel, buncis dan kangkung. Adapun dua komoditas di luar pangan hanyalah angkutan udara dan semen. Kenaikan harga lebih disebabkan adanya even natal dan tahun baru serta natal bersama dan hari kesetiakawanan sosial nasional yang diadakan di Kupang, sehingga permintaan bahan makanan dan biaya angkutan udara mengalami kenaikan cukup tajam.
1.1.3 Inflasi Bulanan Secara bulanan, inflasi mengalami kenaikan tertinggi pada bulan Desember 2015. Gejala tingginya inflasi sudah terlihat di bulan September dan Oktober 2015, yaitu ketika secara nasional mengalami deflasi, NTT justru mengalami inflasi dan terus meningkat hingga puncaknya di bulan Desember 2015 dengan nilai inflasi mencapai 2,46% (mtm). Inflasi pada bulan Oktober sebesar 0,32% (mtm) dengan penyumbang utama komoditas beras dikarenakan oleh menurunnya pasokan. Selain itu, ongkos angkutan udara juga mengalami kenaikan yang disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan angkutan udara menyambut libur Tahun Baru Islam. Inflasi sayur-sayuran lebih disebabkan oleh pembalikan harga setelah di dua bulan sebelumnya cenderung mengalami deflasi. Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT Oktober Komoditas
Inflasi (%)
November Andil (%)
Komoditas
Desember
Inflasi (%)
Andil (%)
Komoditas
Inflasi (%)
Andil (%)
BERAS
1,40
0,10
IKAN KEMBUNG
31,44
0,37
DAGING AYAM RAS
40,02
0,38
ANGKUTAN UDARA
3,22
0,09
BERAS
0,88
0,06
SEMEN
13,81
0,32
BUNCIS
45,74
0,03
SEPATU
18,68
0,04
ANGKUTAN UDARA
9,62
0,27
KANGKUNG
4,52
0,03
PASIR
3,60
0,04
SAWI PUTIH
41,61
0,25
SAWI PUTIH
4,48
0,03
TOMAT SAYUR
15,56
0,04
KANGKUNG
18,29
0,11
TOMAT SAYUR
11,60
0,03
BATU
10,52
0,04
BERAS
1,46
0,10
AYAM HIDUP
3,86
0,03
SEPEDA MOTOR
2,34
0,03
BAYAM
41,99
0,09
MIE
1,80
0,02
TAUGE/KECAMBAH
33,35
0,03
TARIP LISTRIK
2,69
0,07
PASIR
2,18
0,02
BAWANG MERAH
13,24
0,02
TOMAT SAYUR
26,03
0,07
PISANG
6,41
0,02
WORTEL
17,24
0,02
SAWI HIJAU
60,68
0,07
Sumber : BPS diolah
Pada bulan November, inflasi di Provinsi NTT justru mengalami peningkatan dengan penyumbang utama kenaikan adalah komoditas ikan kembung, beras, sepatu, pasir, tomat sayur dan batu. Mulai ramainya proses pengerjaan proyek membuat biaya bahan bangunan mengalami kenaikan. Adanya pergantian musim juga menurunkan hasil tangkapan ikan kembung, serta menurunnya stok beras juga masih membuat harga mengalami kenaikan walaupun tidak setinggi bulan sebelumnya. Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT Oktober Komoditas
November
Desember
Inflasi (%)
Andil (%)
Komoditas
Inflasi (%)
Andil (%)
Inflasi (%)
Andil (%)
Cabai Rawit
(31,46)
(0,05)
Kakap Merah
(24,01)
(0,06)
Lengkuas
(14,81)
(0,03)
Telur Ayam Ras
(5,43)
(0,04)
Kangkung
(7,89)
(0,05)
Minyak Goreng
(1,67)
(0,02)
Daging Ayam Ras
(3,32)
(0,03)
Batako
(5,00)
(0,02)
Jeruk
(10,93)
(0,02)
Besi Beton
(3,37)
(0,03)
Telur Ayam Ras
(3,22)
(0,02)
Pisang
(4,19)
(0,01)
Cabai Merah
(17,70)
(0,03)
Angkutan Udara
(0,77)
(0,02)
Pasir
(1,21)
(0,01)
Bayam
(12,19)
(0,03)
Daging Ayam Kampung
(9,69)
(0,02)
Daging Babi
(2,17)
(0,01)
Ekor Kuning
(14,37)
(0,02)
Jeruk
(8,62)
(0,02)
Tas Tangan Wanita
(20,19)
(0,01)
Minyak Goreng
(1,86)
(0,02)
Semangka
(18,00)
(0,01)
Celana Panjang Bahan Drill
(5,23)
(0,01)
Cakalang/Sisik
(16,82)
(0,02)
Cumi-cumi
(18,49)
(0,01)
Baju Kaos Berkerah
(6,35)
(0,01)
Seng
(1,84)
(0,02)
Daun Seledri
(39,78)
(0,01)
Pembasmi Nyamuk Bakar
(5,11)
(0,01)
Sumber : BPS diolah
20
Triwulan IV 2015
Komoditas
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Pada bulan Desember, Provinsi NTT mengalami puncak inflasi di tahun 2015 dengan inflasi mencapai 2,46% (mtm), jauh lebih tinggi dibanding rata-rata inflasi Natal dan tahun baru dalam 7 tahun terakhir yang hanya sebesar 1,51%. Inflasi bahan makanan menjadi penyumbang utama kenaikan harga terutama pada komoditas daging ayam ras yang meningkat hingga 40% (mtm) dibanding bulan sebelumnya. Dalam rangka menyambut natal dan tahun baru, produsen sudah meningkatkan pasokan ayam hingga 20-25%. Namun demikian, adanya musim pancaroba membuat lebih dari 30% ayam mengalami kematian. Dengan harga pakan yang meningkat, dan penambahan permintaan seiring dengan adanya hari kesetiakawanan sosial nasional (HKSN) dan natal bersama nasional yang dipusatkan di Kupang, harga daging ayam mengalami kenaikan hingga lebih dari 40%. Adanya even HKSN telah membuat harga tiket mengalami kenaikan yang cukup besar. Adanya penurunan produksi semen dan tingginya permintaan proyek juga membuat semen menjadi langka. Tarif listrik juga mengalami kenaikan serta tingginya permintaan bahan makanan selama hari raya Natal dan tahun baru membuat inflasi meningkat signifikan dibanding bulan-bulan sebelumnya. Grafik 2.3. Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia
Grafik 2.4. Perbandingan Inflasi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan 4.92
5.00
6,00 5,13
5,00
4.50
4,43
4,00
4.00 3,29
3,07
3,00
3.00 1,60
2,00
1,51
1,39
2.76
2.50
1,38 0,86
1,00
3.50
3.43
3.50
3,06
2.00 1.39
TAHUNAN Sumber : BPS, diolah
JAWA
SUMATERA
BALINURSA
KALIMANTAN
SULAWESI
JAWA
SUMATERA
BALINURSA
SULAWESI
KALIMANTAN
1.50
-
0.78
1.00 0.50 BALI
NTB
NTT
NTB
BALI
TAHUNAN
NTT
TRIWULANAN
TRIWULAN Sumber : BPS, diolah
Apabila dibandingkan dengan inflasi antar regional di Indonesia, inflasi tahunan dan triwulanan di Balinusra masih relatif terkendali. Inflasi tahunan balinusra hanya sebesar 3,29%, demikian pula dengan inflasi triwulanan yang sebesar 1,39%. Namun demikian, pendorong rendahnya inflasi lebih disebabkan oleh rendahnya inflasi Bali dan NTB yang hanya sebesar 2,76% (yoy) dan 3,43% (yoy). Demikian pula, inflasi triwulanan Provinsi Bali tercatat hanya sebesar 0,78% (qtq) dan inflasi NTB hanya sebesar 1,39% (qtq). Bandingkan dengan inflasi triwulanan NTT yang mencapai 3,51% (qtq).
2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS Baik secara tahunan, triwulanan maupun bulanan, bahan makanan pada triwulan IV 2015 menjadi penyumbang utama inflasi di NTT. Penurunan pasokan komoditas bahan makanan antara lain disebabkan oleh ketiadaan panen, kematian ternak dan berkurangnya hasil tangkapan ikan karena peralihan musim. Inflasi komoditas makanan minuman dan tembakau juga tumbuh cukup tinggi seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok maupun kenaikan harga minuman dan makanan jadi. Komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga mengalami kenaikan seiring dengan adanya kenaikan harga bahan bangunan dan kenaikan tarif listrik dengan daya 1.300 dan 2.200. Adapun inflasi komoditas transportasi, komunikasi dan jasa secara tahunan justru mengalami penurunan seiring dengan turunnya harga bahan bakar dan hilangnya efek kenaikan BBM di akhir tahun 2014.
Triwulan IV 2015
21
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2015
KOMODITI
YOY
MTM
QTQ
OKT
NOV
DES
OKT
INFLASI UMUM
121,2
122,0
125,0
4,92
3,51
0,32
NOV 0,70
DES 2,46
BAHAN MAKANAN
112,7
114,7
122,0
8,95
8,79
0,43
1,83
6,38
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
130,6
131,0
132,7
8,50
2,03
0,41
0,29
1,32
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
120,0
120,5
122,7
3,16
2,26
0,01
0,43
1,81
SANDANG
120,0
121,5
120,4
5,71
0,76
0,40
1,27
(0,90)
KESEHATAN
111,5
112,1
112,7
5,32
0,93
(0,09)
0,50
0,52
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
123,3
123,3
123,5
5,91
0,35
0,23
(0,01)
0,14
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
131,3
131,4
133,5
(1,04)
2,25
0,55
0,14
1,54
Sumber : BPS diolah
2.2.1 Bahan Makanan Inflasi komoditas bahan makanan mengalami kenaikan signifikan di triwulan IV 2015. Tanda-tanda pergerakan inflasi sudah terlihat pada bulan Oktober seiring dengan adanya kenaikan harga padi-padian terutama beras, semakin meningkat di bulan November 2015 dengan nilai inflasi mencapai 1,83% (mtm) dan meningkat signifikan di bulan Desember dengan inflasi sebesar 6,38% (mtm). Kenaikan permintaan lebih disebabkan oleh kondisi permintaan yang lebih besar dibanding pasokan, terlebih pada akhir tahun 2015 seiring dengan adanya perayaan Natal dan tahun baru serta penyelenggaraan dua even nasional. Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh inflasi pada triwulan IV 2015 yang meningkat 8,79% (qtq) dan membuat inflasi tahunan menjadi sebesar 8,95% (yoy). Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 2. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Padi padian, Umbi umbian dan …
14.00 12.00
Bahan Makanan Lainnya
8,95
10.00 8.00
8,79
6.00
Lemak dan Minyak
6,38
4.00 2.00
Daging dan Hasil hasilnya Ikan Segar
Bumbu - bumbuan
-
(2.00)
40 30 20 10 0 -10 -20
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun
(4.00)
2014
2015
Buah - buahan
(6.00) (8.00)
Sumber : BPS (diolah)
Ikan Diawetkan
Jul Aug Sep Oct Nov Dec
YOY
QTQ
MTM
Kacang - kacangan
Telur, Susu dan Hasil -hasilnya Sayur -sayuran
yoy
qtq
Sumber : BPS (diolah)
Berdasarkan sub kelompok komoditas pembentuknya, baik secara triwulanan dan tahunan, sub kelompok komoditas sayur-sayuran menjadi penyebab utama tingginya inflasi bahan makanan, diikuti oleh sub kelompok komoditas padipadian serta daging dan hasil-hasilnya. Secara triwulanan, sub kelompok komoditas ikan segar juga menjadi penyumbang inflasi tertinggi seiring dengan minimnya hasil tangkapan ikan pada musim pancaroba. Secara rata-rata, harga sayursayuran telah naik hingga 22,36% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Demikian pula dengan komoditas padi-padian serta daging dan hasil-hasilnya yang mengalami kenaikan hingga 15,10% (yoy) dan 14,42% (yoy). Ikan segar secara tahunan mengalami deflasi -1.16% (yoy) walaupun secara triwulanan mengalami inflasi sebesar 16,83% (qtq). Adapun komoditas lainnya yang mengalami deflasi antara lain sub kelompok komoditas bumbu-bumbuan, lemak dan minyak serta kacangkacangan. Adanya El Nino membuat penggantian tanaman komoditas cabe-cabean mundur dari jadwal yang biasanya terjadi di bulan Desember 2015. Selain itu, adanya program gerakan tanam cabe di musim kering juga membuat stok cabe cukup melimpah yang terlihat dari deflasi harga cabe hingga di atas 50%. Kondisi kering El Nino juga relatif cocok untuk tanaman kacang-kacangan sehingga pasokan meningkat. Penurunan harga minyak lebih disebabkan oleh rendahnya harga minyak internasional yang berimbas kepada harga domestik.
22
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan tahun 2015 mengalami deflasi 0,19% (yoy) terutama disebabkan oleh hilangnya base effect kenaikan BBM di akhir tahun sebelumnya, dan disertai dengan penurunan harga bensin, solar dan angkutan dalam kota. Tingginya kenaikan tarif angkutan udara menjadi penghambat terjadinya deflasi pada kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Harga bensin mengalami penurunan -14,26% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Solar juga mengalami penurunan -10,67% (yoy) dan angkutan dalam kota juga turun sebesar -8,07% (yoy). Penurunan harga BBM dilakukan seiring kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga secara periodikal dan adanya penurunan minyak dunia. Turunnya ongkos angkutan dalam kota sesuai dengan Keputusan Bupati untuk turun menurunkan tarif angkutan seiring dengan penurunan harga BBM. Satu-satunya kenaikan yang cukup signifikan terjadi pada tarif angkutan udara yang lebih disebabkan oleh tingginya permintaan bertepatan dengan pelaksanaan hari kesetiakawanan sosial nasional (HKSN) yang mampu menghadirkan ratusan peserta ke Kupang. Grafik 2. 7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas 24%
20.00
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Transpor Komunikasi Dan Pengiriman Sarana dan Penunjang Transpor Jasa Keuangan
triwulan
19% 14%
15.00
9% 4%
10.00
-2% -7%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 2014
2,25
5.00
1,54
tahunan
20%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr Mei Jun
(5.00)
2014
Jul Aug Sep Oct Nov Dec
15% 10%
(1,04)
2015
2015
25%
5% (10.00)
0% YOY
QTQ
MTM
-5%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 2014
Sumber : BPS, diolah
2015
Sumber : BPS, diolah
2.2.3 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar tahun 2015 sebesar 3,16% (yoy), relatif terkendali dibandingkan realisasi inflasi tahun sebelumnya yang sebesar 6,90% (yoy). Secara triwulanan, inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami kenaikan sebesar 2,26% terutama disebabkan oleh meningkatnya harga bahan bangunan seperti semen, pasir dan batu seiring dengan banyaknya permintaan menjelang akhir tahun anggaran. Grafik 2. 9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan 10.00 8.00 6.00
3,16
4.00
Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% -1%
triwulan
Perumahan,Air, Listrik,Gas & Bb Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan Air
Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 2014
2015
2,26 2.00
1,81 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
(2.00)
2014
2015
YOY
Sumber : BPS, diolah
QTQ
MTM
18% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0%
tahunan
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Sumber : BPS, diolah
Triwulan IV 2015
23
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.2.4 Komoditas Lainnya Komoditas makanan, minuman dan tembakau menjadi komoditas dengan inflasi tahunan tertinggi kedua setelah inflasi bahan makanan. Nilai inflasi hingga akhir tahun 2015 mencapai 8,50% (yoy) terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok, dan kenaikan harga makanan jadi dan minuman. kenaikan harga hampir terjadi di sepanjang tahun 2015 oleh berbagai macam jenis makanan jadi dan minuman tak beralkohol. Sedangkan kenaikan cukai disesuaikan sepanjang tahun agar kenaikan harga rokok dan tembakau tidak terlalu signifikan. Inflasi pada kelompok komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi penyumbang inflasi terbesar ketiga setelah inflasi komoditas bahan makanan dan makanan jadi, minuman dan tembakau. tingginya inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan biaya sekolah dari kelompok bermain hingga sekolah menengah pertama yang naik tinggi pada awal tahun ajaran baru. Secara triwulanan, inflasi pada triwulan IV relatif rendah dikarenakan kenaikan besar biasanya hanya terjadi sekali dalam setahun dan sudah mengalami kenaikan pada triwulan III 2015. Secara tahunan, inflasi komoditas sandang pada tahun 2015 mencapai sebesar 5,71% (yoy) terutama disebabkan oleh adanya kenaikan harga sandang menjelang Hari Raya Idul Fitri 2015. Pada triwulan IV 2015, kenaikan harga relatif rendah dan cenderung menurun di akhir tahun dikarenakan adanya penurunan harga untuk memenuhi target penjualan dan dalam rangka mengganti model sandang.
2.3. DISAGREGASI INFLASI Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price mampu menjadi faktor yang menahan laju inflasi, dengan angka inflasi yang tercatat hanya sebesar 1,69% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. inflasi inti tumbuh moderat dengan nilai sebesar 4,79% dan inflasi volatile food mengalami kenaikan signifikan seiring dengan kenaikan permintaan menjelang akhir tahun. Rendahnya inflasi administered price terutama disebabkan oleh hilangnya faktor based effect atas kenaikan BBM di tahun sebelumnya. Bahkan, harga bensin, solar dan angkutan dalam kota justru mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya dikarenakan pengaruh penurunan harga minyak dunia. Kenaikan inflasi pada administered price terjadi pada kenaikan cukai rokok dan tembakau serta adanya kenaikan tarif listrik di bulan Desember untuk pengguna listrik dengan daya 1.300 dan 2.200 watt. Inflasi tinggi justru terjadi komoditas volatile food terutama di bulan Desember 2015 dikarenakan oleh tingginya permintaan dalam rangka menyambut natal dan tahun baru tidak diimbangi oleh suplai pasokan yang ada. Grafik 2. 11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Grafik2.1 2.12. Disagregasi Inflasi Sumbangan Inflasii Bulanan Grafik Perkembangan Inflasidan di NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur 7.5 5.5 3.5 1.5 -0.5
1
2
3
4
5
6 7 2014
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6 7 2015
8
9 10 11 12
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
3
4
2014
-2.5
5
6
7
8
9 10 11 12
2015
-4.5 SUM AP
SUM VF
SUM CORE
INFLASI (YOY)
INF CORE
INF VF
INF AP SUM AP
Sumber : BPS, diolah
24
Triwulan IV 2015
Sumber : BPS, diolah
SUM VF
SUM CORE
INFLASI (MTM)
CORE
VOL FOOD
ADM PRICE
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.3.1 Kelompok Volatile Foods Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan IV 2015 mengalami kenaikan signifikan. Tingginya inflasi terutama disumbang oleh inflasi bulan Desember 2015 yang mencapai 6,34% (mtm), dan menjadi inflasi tertinggi dalam 10 tahun terakhir, bahkan lebih tinggi dari inflasi karena sentimen negatif paska kenaikan harga BBM. Tingginya permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatan pasokan menjadi penyebab utama inflasi di triwulan IV 2015. Adanya perayaan hari raya natal dan tahun baru, serta perayaan HKSN dan natal bersama nasional membuat permintaan bahan makanan mengalami peningkatan signfikan seiring dengan adanya kunjungan ribuan tamu dalam acara tersebut. Konsumsi bahan makanan juga mengalami kenaikan signifikan setiap hari raya Natal. Di sisi lain, pasokan beberapa komoditas bahan makanan justru mengalami penurunan. Pasokan ikan mengalami penurunan seiring dengan adanya musim pancaroba yang membuat ikan tidak mau memakan umpan yang dipasang. lebih dari 30% ayam ras mati karena terkena penyakit selama perubahan musim. Pasokan beras juga masih relatif terbatas walaupun kondisi persediaan di tingkat pedagang besar masih tersedia. Pasokan sayur-sayuran relatif tetap padahal terdapat peningkatan permintaan yang cukup tinggi. Selain itu, terdapat peningkatan biaya produksi seperti kenaikan harga pakan ternak yang berdampak pada kenaikan harga daging ayam ras. Adanya pembatasan impor indukan ayam ras (GPS) juga membuat peningkatan pasokan ayam hanya dapat dialokasikan sebesar 25% dari kondisi normal. Secara tahunan, inflasi komoditas volatile food mencapai 9,43% (yoy). Padi-padian menjadi penyumbang utama inflasi volatile food, disusul oleh komoditas sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya dan telur, susu dan hasil-hasilnya. Sepanjang tahun 2015, harga rata-rata bumbu-bumbuan justru dapat mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan harga terutama pada komoditas cabe-cabean seiring dengan banyaknya pasokan di pasar yang salah satunya disumbang oleh panen Perdana program gerakan tanam cabe di musim kemarau (GTCK) yang terjadi di bulan Oktober 2015. 2.3.2 Kelompok Administered Prices Secara triwulanan, Inflasi administered price pada triwulan III 2015 mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol, kenaikan tarif listrik dan kenaikan tarif angkutan udara di akhir tahun 2015. kenaikan inflasi tembakau dan minuman beralkohol seiring dengan kenaikan cukai rokok dan minuman beralkohol yang dibebankan secara bertahap. Selain itu terdapat kenaikan harga sirih yang cukup tinggi di triwulan IV 2015 hingga 33,34% (qtq) dan menyumbang inflasi hingga sebesar 0,02 (sum qtq). Kenaikan tarif listrik bersubsidi dengan daya 1.300 dan 2.200 watt juga mampu meningkatkan inflasi hingga 2,46% (qtq) dan menyumbang inflasi sebesar 0,07% (sum qtq). Tingginya permintaan angkutan udara seiring dengan adanya perayaan HKSN juga telah meningkatkan harga tarif pesawat udara secara cukup signifikan. Walaupun sub kelompok komoditas transportasi secara triwulanan mengalami kenaikan, namun secara tahunan justru mengalami penurunan. Telah hilangnya pengaruh efek tahun dasar kenaikan BBM di tahun 2014 menjadi penyebab utama penurunan inflasi. Selain itu, adanya penurunan harga bensin dan solar, serta penurunan tarif angkutan dalam kota, mampu meredam kenaikan tarif angkutan udara, sehingga inflasi justru mengalami deflasi dibanding tahun sebelumnya. Inflasi terutama masih disebabkan oleh adanya kenaikan bertahap cukai rokok dan minuman beralkohol.
Triwulan IV 2015
25
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.3.3 Kelompok Inti (core) Inflasi kelompok inti masih relatif terkendali dalam satu tahun terakhir. Makanan jadi masih menjadi penyumbang inflasi tahunan, diikuti oleh sub kelompok komoditas pendidikan dan minuman tak beralkohol. Kenaikan biaya produksi, tarif sekolah dan ongkos angkutan diduga menjadi penyebab utama kenaikan inflasi inti. Secara triwulanan, inflasi kelompok inti pada triwulan IV 2015 relatif terjaga dengan nilai inflasi hanya sebesar 1,49% (qtq). Tidak terdapat kenaikan maupun penurunan harga komponen pembentuknya secara signifikan. Namun demikian secara bulanan, kenaikan inflasi inti relatif cukup besar. Inflasi sub kelompok komoditas biaya tempat tinggal menjadi penyebab utama kenaikan seiring dengan langkanya pasokan semen dan meningkatnya harga bahan bangunan lainnya. Kerusakan listrik PLN turut mempengaruhi volume produksi PT Semen Kupang. Selain itu, makanan jadi dan minuman tak beralkohol juga mengalami kenaikan harga di akhir tahun 2015 walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan
200
3
190 2 180 1
170 160
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
2015
-1
4
5
6
150
2016 140 130
-2 INFLASI KUPANG
PERUBAHAN HARGA UMUM 3 BULAN YAD
PERUBAHAN HARGA UMUM 6 BULAN YAD
Sumber : Bank Indonesia, diolah
2.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA 2.4.1 Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Kupang pada triwulan IV 2015 mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Dengan nilai inflasi sebesar 3,79% (qtq), kota Kupang menjadi kota dengan inflasi triwulanan tertinggi kedua setelah Merauke (6,36%) dari 82 kabupaten/kota sampel inflasi. Secara tahunan, inflasi Kota Kupang mencapai 5,07% (yoy) lebih tinggi dibanding inflasi NTT yang sebesar 4,92% (yoy). Penurunan inflasi tahunan lebih disebabkan oleh hilangnya base effect inflasi BBM di tahun sebelumnya. Secara bulanan dan triwulanan, inflasi di Kota Kupang mengalami kenaikan signifikan terutama disebabkan oleh tingginya inflasi bahan makanan, komoditas bahan bangunan dan angkutan udara. Grafik 2.14. Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kota Kupang
Grafik 2.16. Inflasi Bulanan Kota Kupang
10.00%
KUPANG
7.0%
NTT
KUPANG
NTT
KUPANG
NTT
4,5%
9.00% 6.0%
3,5%
8.00% 7.00% 6.00%
3,79%
4.0%
3,51%
5,07% 4,92%
4.00%
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
2,67% 2,46% 2,5%
2.0%
0,5%
1.0%
-0,5%
0.0%
0,72% 0,70%
1,5%
3.0%
5.00%
3.00%
5.0%
0,37% 0,32%
1
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II
III
IV
2
3
4
-1,5%
2015
-1.0%
Sumber : BPS, diolah
26
Triwulan IV 2015
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
5
6
7
2014
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
2015
8
9 10 11 12
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tingginya inflasi komoditas bahan makanan sebenarnya sudah terdeteksi pada rapat koordinasi TPID pada tanggal 28 Oktober 2015. Pada rapat tersebut disampaikan komoditas-komoditas yang berpotensi menyumbang inflasi seperti komoditas sayur-sayuran, beras, ikan kembung, telur ayam dan daging ayam ras. Namun demikian, tingginya peserta dalam rangka HKSN dan Natal bersama nasional di luar perkiraan TPID, sehingga inflasi angkutan udara justru terjadi dan di luar perhitungan TPID. Pasokan daging ayam ras juga sudah meningkat lebih kurang 25% untuk menyambut hari Natal dan tahun baru. Namun adanya pergantian musim yang membuat lebih dari 30% ayam ras mati juga luput dari pengawasan, sehingga sumbangan inflasi terhadap inflasi kota Kupang cukup besar. Penurunan produksi PT Semen Kupang akibat dari ketidakstabilan pasokan listrik juga membuat pasokan semen mengalami penurunan. Di sisi lain, tekanan permintaan semen untuk penyelesaian proyek pemerintah juga cukup besar, hingga terjadi kelangkaan semen di pasar. .
Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2015
KOMODITAS
MTM
YTD
QTQ
5,07
5,07
3,79
0,37
0,72
2,67
123,9
9,55
9,55
9,38
0,41
1,93
6,88
130,3
132,2
8,63
8,63
2,23
0,46
0,31
1,45
121,1
121,6
124,1
3,34
3,34
2,43
0,01
0,40
2,01
SANDANG
121,7
123,5
122,2
6,32
6,32
0,87
0,46
1,48
(1,06)
OKT
NOV
DES
INFLASI UMUM
122,0
122,9
126,2
BAHAN MAKANAN
113,8
115,9
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
129,9
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
YOY
OKT
NOV
DES
KESEHATAN
111,8
112,4
112,9
5,56
5,56
0,86
(0,11)
0,49
0,47
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
120,8
120,7
120,9
4,36
4,36
0,39
0,27
(0,04)
0,17
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
133,3
133,5
135,9
(0,51)
(0,51)
2,84
0,91
0,11
1,80
Sumber : BPS diolah
2.4.2 Inflasi Kota Maumere Berbeda dengan Inflasi di Kota Kupang, inflasi di Kota Maumere jauh lebih terkendali. Secara triwulanan, inflasi Kota Maumere hanya sebesar 1,58%, relatif terjaga di tengah perayaan Natal yang dirayakan oleh sebagian besar penduduknya. Bahan makanan masih menjadi penyebab utama inflasi terutama komoditas ikan segar yang disebabkan oleh turunnya tangkapan ikan seiring dengan datangnya peralihan musim dan menurunnya pasokan sayur. Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kota Maumere
9.00%
6.0%
8.00%
5.0%
MAUMERE
NTT
Grafik 2.19. Inflasi Bulanan Kota Maumere
4,5% 3,5%
7.00%
4.0%
3,51%
2,46% 2,5%
6.00%
4,92%
3.0%
1,5%
1,03%
5.00% 2.0%
4.00% 3,89%
1.0%
1,58%
-0,5%
3.00% MAUMERE
2.00%
NTT
0.0%
II III 2012
Sumber : BPS, diolah
IV
I
II III 2013
IV
I
III 2014
IV
I
II III 2015
IV
0,59%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 -0,04% 2014 2015
-1,5% I
I
0,70% 0,32%
0,5%
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
MAUMERE
-1.0%
Sumber : BPS, diolah
NTT
Sumber : BPS, diolah
Secara tahunan, inflasi Kota Maumere sebesar 3,89% (yoy) lebih rendah dibanding inflasi NTT yang sebesar 4,92% (yoy). Tingginya kenaikan harga padi-padian hingga 19,63% (yoy) menjadi penyebab utama inflasi di Kota Maumere, disusul oleh kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya hingga 33,86% (yoy). Adanya permasalahan kesulitan dalam mendapatkan DOC ayam kampung di awal tahun membuat harga ayam hidup di Kota Maumere mengalami kenaikan hingga 61,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Tingginya kenaikan biaya pendidikan menjadi penyumbang terbesar ketiga inflasi di Kota Maumere. secara total, biaya pendidikan mengalami kenaikan 20,03% dengan kenaikan tertinggi pada biaya pendidikan taman kanak-kanak yang meningkat hingga 84,00% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Hampir semua biaya pendidikan baik formal maupun non formal mengalami kenaikan biaya di sepanjang tahun 2015.
Triwulan IV 2015
27
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2015
KOMODITAS
MTM
YTD
QTQ
3,89
3,89
1,58
(0,04)
0,59
1,03
109,7
4,69
4,69
4,56
0,60
1,14
2,76
135,6
136,3
7,66
7,66
0,78
0,15
0,16
0,48
112,6
113,3
113,8
1,90
1,90
1,11
0,04
0,63
0,43
SANDANG
109,0
108,7
109,0
1,47
1,47
(0,01)
(0,06)
(0,24)
0,29
KESEHATAN
109,7
110,3
111,2
3,70
3,70
1,41
0,01
0,55
0,85
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
140,2
140,5
140,4
15,61
15,61
0,14
-
0,15
(0,01)
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
117,9
118,3
117,9
(4,84)
(4,84)
(2,01)
(2,00)
0,31
(0,33)
OKT
NOV
DES
INFLASI UMUM
115,7
116,4
117,6
BAHAN MAKANAN
105,5
106,7
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
135,4
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
YOY
OKT
NOV
DES
Sumber : BPS diolah
2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID Hingga triwulan IV 2015, TPID yang sudah terbentuk sebanyak 22 TPID. Kabupaten TTS telah melaporkan pembentukan TPID sehingga hanya kabupaten Malaka yang belum membentuk TPID. Dengan demikian, fokus TPID di tahun 2016 diharapkan dapat berfokus pada penguatan kelembagaan dan kesadaran tentang peran TPID dalam pengendalian inflasi di daerah. Bagi daerah yang telah terbentuk lebih dari 2 tahun, maka perlu dilakukan peningkatan komitmen dengan melakukan langkah aksi dan penguatan koordinasi sebagaimana terdapat dalam roadmap TPID nasional. Gambar2.1.Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan IV 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Adapun kegiatan TPID yang dilakukan di triwulan IV 2015 antara lain rapat evaluasi kinerja dan koordinasi bersama TPID se-provinsi NTT. Selain itu juga dilakukan rapat koordinasi di Kabupaten Ngada, Rapat High Level Meeting (HLM) untuk mengantisipasi hari raya, inspeksi mendadak semen dan pasar serta operasi pasar. Terkait pengendalian inflasi, pada rapat evaluasi kinerja sudah disampaikan perlunya mempercepat koordinasi dalam menyiapkan hari raya terutama dalam rangka mengantisipasi hari raya Natal dan tahun baru. Selain itu, juga dipaparkan komoditas yang berpotensi menjadi penyumbang inflasi Natal dan tahun baru dalam 6 tahun terakhir. Diharapkan, TPID dapat menjajagi perkuatan kerjasama terlebih dalam penyediaan bahan pangan selama natal dan El Nino. Namun demikian, pelaksanaan rapat HLM baru dapat dilaksanakan pada bulan Desember sehingga langkah struktural tidak dapat dilakukan dan hanya dapat dilakukan langkah teknis berupa inspeksi mendadak, percepatan bongkar muat bahan pangan dan operasi pasar. Operasi pasar yang dilakukan dapat berhasil menjaga harga beras dengan kenaikan hanya 1,6% dibanding bulan sebelumnya. Inspeksi mendadak juga dapat menahan kenaikan harga semen yang sempat meningkat hingga lebih dari 60 ribu rupiah. Namun demikian, Harga sayur mengalami kenaikan signifikan dikarenakan berkurangnya pasokan. Harga daging ayam juga mengalami kenaikan hingga 40% dikarenakan adanya penurunan pasokan di saat permintaan mengalami kenaikan signifikan. Kondisi ini sekiranya dapat menjadi pembelajaran bagi TPID dalam penentuan waktu koordinasi yang tepat, agar proses pengendalian inflasi dapat lebih efektif.
28
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
02
El Nino dan Potensi Rawan Pangan di Provinsi NTT
Adanya El Nino di tahun 2015 berpotensi menyebabkan kerawanan pangan apabila kondisi El Nino masih terjadi hingga Februari 2016. Dengan kondisi musim yang hanya 4 bulan hujan dan 8 bulan kering, maka semakin lama daerah mengalami kekeringan, semakin besar pula potensi daerah terancam rawan pangan. Hingga akhir Januari 2016, berdasarkan data 15 Kabupaten/Kota di NTT, dari total 105,2 ribu ha tanaman padi jagung yang telah ditanam, 32% atau 33,6 ribu ha lahan berpotensi mengalami kerusakan. Potensi kerusakan tanaman padi sebesar 13 ribu ha dari 39,45 ribu ha yang ditanam. Sedangkan potensi kerusakan lahan jagung sebesar 20,54 ribu ha dari 65,73 ribu ha lahan yang ditanami jagung. Potensi kerusakan terbesar berada di Kabupaten Sikka yang mencapai 87,2% dibandingkan total luas tanam yang sebesar 9.910 ha. Kabupaten TTU juga berpotensi mengalami kegagalan tanam hingga 7.472 ha atau mencapai 89,7% dan Kabupaten Flores Timur berpotensi gagal tanam hingga 6 ribu ha. Kerusakan tanaman tersebut disebabkan oleh jarangnya hujan yang terjadi, sehingga tanaman yang sudah ditanam layu dan menguning. Pohon yang menguning apabila tidak segera mendapatkan air, maka akan mengalami kematian. Gambar Boks 2.1. Peta Daerah dengan Potensi kerusakan tanam Posisi Januari 2016
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, diolah
Dengan kondisi 40% lahan pertanian mengandalkan tadah hujan, adanya El Nino jelas menjadi ancaman terlebih pada masa tanam pertama ini. Pemantauan harian terus dilakukan untuk menentukan langkah-langkah mitigasi potensi terjadinya rawan pangan. Apabila dapat segera terjadi hujan, maka petani akan segera dianjurkan untuk mengganti bibit dan menanam dengan bibit yang baru. Apabila kondisi tanaman hanya layu, maka tanaman tersebut masih berpotensi hidup. Penentuan langkah mitigasi baru akan dilakukan setelah tanaman memasuki fase vegetasi. Apabila selama masa pembuahan tersebut masih terdapat hujan, maka potensi ancaman terjadinya gagal panen relatif kecil. Namun demikian, apabila hujan sudah berhenti, maka pemerintah akan menghitung kapan mulai terjadi rawan pangan dengan mempertimbangkan kecukupan stok yang ada. Untuk menanggulangi potensi rawan pangan, bahkan Gubernur NTT telah mengalokasikan 10 miliar rupiah untuk pembelian cadangan beras pemerintah. Dengan pemantauan melekat oleh Badan Ketahanan Pangan dan penambahan dana cadangan rawan pangan, diharapkan dampak dari potensi kekeringan dan rawan pangan dapat diminimalisir.
Triwulan IV 2015
29
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
03
El Nino dan Potensi Rawan Pangan di Provinsi NTT
Permasalahan pokok dalam mencapai kedaulatan pangan secara garis besar terdiri dari dua hal yaitu permasalahan efisiensi dan produktifitas. Kedua permasalahan tersebut saling beririsan yaitu adanya permasalahan efisiensi juga dapat berpengaruh terhadap produktifitas, demikian pula sebaliknya. Permasalahan produktifitas lebih disebabkan oleh masalah pengairan, saprodi (pemupukan, benih, obat-obatan), musim/iklim, kondisi tanah, teknik bertani maupun kelembagaan petani. Sedangkan permasalahan efisiensi lebih disebabkan oleh kemampuan petani dalam menjaga struktur biaya seperti penggunaan peralatan mekanisasi pertanian, yang mampu mengurangi biaya produksi serta potensi kehilangan dalam panen ataupun meningkatkan kualitas tanam hingga produk akhir. Permasalahan efisiensi lainnya seperti penyediaan jalan pertanian, dan produktifitas tenaga kerja. Gambar Boks 3.1. Empat Komponen dalam Peningkatan Produksi Tanaman Pangan
Sumber : Dinas Pertanian, Balai Wilayah Sungai, PT Pupuk Kaltim, PT Petrokimia, Badan Ketahanan Pangan; diolah
Untuk mencapai kedua hal tersebut di atas, maka setidaknya terdapat empat komponen yang harus diperhatikan antara lain ketersediaan sumber daya air dan jaringan irigasi, kecukupan pasokan pupuk, kehandalan mekanisasi pertanian dan penguatan kelembagaan. Untuk penguatan kapasitas sumber daya air, pemerintah sudah merencanakan untuk membangun 7 buah waduk dengan potensi pembentukan lahan irigasi mencapai 13 ribu ha. Selain itu, dalam jangka pendek, pemerintah telah membangun lebih dari 1.000 embung sebagai cadangan air irigasi dan air baku bagi warga sekitar. Pada tahun 2016 akan dibangun lebih dari 100 embung di seluruh Provinsi NTT. dampak dari pembangunan waduk baru akan dapat dirasakan setelah waduk jadi, dan adanya embung tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan air, tetapi setidaknya bisa mengurangi ketergantungan pada air hujan. Realisasi penyaluran pupuk pada tahun 2015 mencapai 52 ribu ton pupuk atau meningkat 8,6% dibanding tahun 2014 yang hanya sebesar 48 ribu ton. Peningkatan penyaluran pupuk bersubsidi lebih disebabkan oleh adanya upaya khusus kementrian pertanian yang menambahkan alokasi pupuk NPK hingga 165%, sehingga kebutuhan pupuk petani dapat tercukupi. Pada tahun 2016, Provinsi NTT berdasarkan permentan No. 60 tahun 2015 mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi sebesar 53 ribu ton atau naik 2,5% dibanding realisasi penyaluran pupuk tahun 2015. Adapun alokasi pupuk tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan hasil perhitungan Bank Indonesia berdasarkan nilai rata-rata penyaluran pupuk nasional per ha ataupun hasil penghimpunan RDKK yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan. Namun demikian, penambahan kuota tersebut sekiranya patut disyukuri dan dioptimalkan penggunaannya dengan harapan bisa mendapatkan penambahan kuota pupuk melalui upaya khusus lanjutan kementrian pertanian di tahun 2016.
30
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Dalam rangka peningkatan efisiensi produksi, kementrian pertanian telah menyalurkan bantuan alat permesinan pertanian (alsintan) dengan total bantuan berjumlah 586 buah. Namun demikian, bila dibandingkan dengan total gapoktan terdaftar yang berjumlah hingga 20 ribu gapoktan, maka pemberian bantuan tersebut dirasa sangat kurang. Oleh karena itu, zonasi pemberian bantuan sekiranya dapat dilakukan agar pemanfaatan alsintan yang ada dapat dinikmati bersama oleh beberapa gapoktan. Terakhir, penguatan kelembagaan pertanian menjadi hal mutlak yang harus dilakukan. Petani dan gapoktan harus memiliki ketrampilan cara bertanam yang benar sesuai dengan praktek terbaik yang ada. Untuk itu, peran penyuluh dalam memberikan pendampingan, mulai dari penyusunan RDKK, penyaluran pupuk sesuai RDKK dan penggunaan metode bertani yang tepat menjadi sangat penting. Agar mendapatkan kuota pupuk yang sesuai, petani disadarkan pentingnya bertani dalam kelompok agar dapat memperoleh kuota pupuk bersubsidi. Untuk memastikan tidak adanya kebocoran penyaluran pupuk bersubsidi, maka pranata pengawasan meliputi tim verifikasi dan komisi pengawasan pupuk dan pestisida harus senantiasa aktif dalam mencatat realisasi penyaluran maupun pengawasan atas potensi penyelewengan yang terjadi. Terakhir, petani sekiranya dapat terus diajak untuk menggunakan alat permesinan pertanian agar biaya produksi dapat diminimalisir yang pada ujungnya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Petani yang sudah memiliki alsintan didorong untuk tidak hanya menggunakan untuk kepentingannya sendiri melainkan dapat menyewakan ke petani lainnya agar efisiensi produksi dapat tercipta sebagaimana sudah biasa terjadi di Jawa.
Triwulan IV 2015
31
03
Perkembangan Perbankan Dan Sistem Pembayaran
Kinerja perbankan melambat, sementara sistem pembayaran meningkat signifikan. Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) dan triwulanan (qtq) mengalami perlambatan. Namun demikian, masih tetap tumbuh di atas pertumbuhan Nasional. Selain itu, beberapa indikator sistem pembayaran menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini juga menggambarkan ekonomi di Provinsi NTT masih terus berkembang.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.1. KONDISI UMUM Pada Triwulan IV 2015 kinerja perbankan baik secara Nasional maupun di Provinsi NTT relatif melambat. Walaupun melambat, kinerja perbankan di Provinsi NTT masih lebih baik daripada kinerja perbankan Nasional. Perlambatan kinerja perbankan tersebut tercermin oleh beberapa indikator perbankan yaitu Aset, Dana Pihak Ketiga, dan Kredit. Aset perbankan pada Triwulan IV 2015 hanya mencapai Rp.29,11 triliun atau tumbuh 11,90% (yoy) lebih kecil dari Triwulan III 2015 yang mencapai 20,90% (yoy). Penghimpunan Dana Pihak ketiga mengalami perlambatan dari 18,35% (yoy) di Triwulan III 2015 menjadi 16,89% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.22,07 triliun pada Triwulan IV 2015. Indikator Kredit juga menunjukkan perlambatan sebesar 14,04% (yoy) atau mencapai Rp.19,86 triliun pada Triwulan IV 2015, lebih rendah bila dibandingkan Triwulan III 2015 yang mencapai 14,33% (yoy). Rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 mengalami penurunan, dari 2,00% pada Triwulan III 2015 menjadi 1,60% di Triwulan IV 2015. Angka tersebut juga masih berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL Nett sebesar 5%. Selain itu, angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan IV 2015 sebesar 89,98% lebih tinggi dari Triwulan III 2015 yang mencapai 83,99%. Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan
35,000
30,00%
30,000
25,00%
25,000
15,000
2,0%
90% 88%
15,00%
86%
10,00%
10,000
92%
20,00%
20,000
2,5%
94%
1,5% 1,0%
84% 82%
5,00%
5,000
0,00%
0 I
II
III
IV
2013 ASET (MILIAR)
KREDIT (MILIAR)
I
II
III
IV
2014 DPK (MILIAR)
I
II
III
IV
YOY KREDIT
80% 78%
0,0% I
II
III
IV
I
II
2013
2015 YOY ASET
0,5%
YOY DPK
III
IV
2014
LDR
IIII
II
III
IV
2015
NPL
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.2,07 triliun atau 217,19% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net outflow terutama disebabkan oleh momentum perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2016 yang membuat konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan. Selain itu juga karena adanya realisasi pembayaran proyek investasi dan proyek lainnya pada akhir tahun. Pada Triwulan IV 2015 uang palsu yang ditemukan sebanyak 53 lembar, sedikit meningkat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 52 lembar. Temuan uang palsu ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman dan kesadaran perbankan tentang uang palsu. Sementara itu, pihak kepolisian juga berperan aktif dalam membantu mengungkapkan kasus uang palsu tersebut. Peningkatan pertumbuhan tidak hanya pada Sistem Pembayaran tunai, namun peningkatan yang signifikan juga terjadi pasa Sistem Pembayaran secara non tunai. Transaksi pembayaran melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Provinsi NTT dari sisi volume mengalami peningkatan sebesar 67,03% (yoy) dan berdasarkan nominal meningkat sebesar 152,50% (yoy). Selain itu, pertumbuhan transaksi pembayaran melalui SKNBI di Provinsi NTT masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan volume dan nominal transaksi pembayaran melalui SKNBI merupakan dampak
Triwulan IV 2015
35
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
diimplementasikannya sistem BI-RTGS Gen II pada tanggal 16 November 2015 dimana batasan transaksi pembayaran dengan menggunakan sistem BI-RTGS yaitu minimal Rp.500 juta, sementara sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan transfer dana dengan menggunakan SKNBI. Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada Triwulan IV 2015 mengalami penurunan yang signifikan. Pada Triwulan IV 2015 sampai dengan November 2015 mengalami Net-From-NTT atau transaksi keluar dari NTT menggunakan fasilitas BI-RTGS lebih besar daripada transaksi yang masuk. Transaksi keluar dari sisi Nominal mencapai Rp.3.787,87 miliar atau tumbuh 143,06% (yoy) berbanding terbalik dengan Triwulan III 2015 yang tumbuh Net-To-NTT sebesar 39,17% (yoy). Selain itu bila dilihat secara Nasional pada Triwulan IV 2015 hingga November 2015, penggunaan BI-RTGS mulai berkurang atau menurun dari 4,74% (yoy) terus menurun menjadi 37,33% (yoy). Untuk diketahui bahwa penurunan transaksi pembayaran melalui BI-RTGS disebabkan oleh perubahan ketentuan tentang BI-RTGS dan SKNBI. Hal ini sejalan dengan arah pengembangan sistem BI-RTGS untuk transaksi yang bersifat high value. Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI 40.00%
500.00%
YOY
30.00%
400.00%
20.00%
300.00%
10.00% 200.00% 0.00% -10.00%
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
2014
II 2015
III
IV
100.00%
-20.00%
0.00%
-30.00%
-100.00% VOLUME KLIRING
NOMINAL KRILING
VOLUME CEK/BG KOSONG
NOMINAL CEK/BG KOSONG
Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS Transaksi RTGS DARI (FROM) NTT
Nominal (Rp.Miliar)
III
IV
17.188,53
20.597,63
24.389,56
26.834,10
2014 89.009,82
2015 I
II
31.694,04
40.042,32
III 33.042,78
IV 14.364,68
51.895
10.696
10.475
10.900
11.053
43.124
6.013
6.567
6.812
3.692
14,73%
-24,24%
-5,85%
17,73%
5,23%
-1,95%
84,39%
94,40%
37,50%
-46,47%
Nominal (Rp.Miliar)
1,80%
-10,63%
-12,49%
-13,70%
-27,89%
-16,90%
-43,78%
-37,31%
-37,50%
-66,60%
80.032,43
14.184,27
13.052,92
30.150,79
35.629,94
93.017,92
34.614,54
43.751,01
41.553,64
10.576,81
Volume (Lbr Warkat)
33.361
7.809
7.868
8.965
9.294
33.936
5.984
6.086
5,877
2.690
Growth Nominal
22,75%
6,58%
-42,61%
69,58%
36,00%
16,23%
144,03%
235,18%
37,82%
-70,31%
Nominal (Rp.Miliar) Volume (Lbr Warkat) Growth Nominal Growth Volume
NET FROM (TO) NTT
II
Volume (Lbr Warkat)
Growth Volume
FROM-TO NTT
90.782,31
2014 I
Growth Nominal Growth Volume
MENUJU (TO) NTT
2013
Nominal (Rp.Miliar) Volume (Lbr Warkat) Growth Nominal Growth Volume
2,55%
4,90%
-4,40%
9,21%
-1,94%
1,72%
-23,37%
-22,65%
-34,45%
-71,06%
22.500,17
4.329,99
4.261,96
13.639,43
19.742,90
41.974,28
25.133,15
29.243,54
21.382,63
1.726,09
5.379
1.393
1.231
1.567
1.746
5.937
1.106
1.188
1.085
297
325,42%
131,06%
-17,11%
114,10%
116,62%
86,55%
480,44%
586,15%
56,77%
-91,26%
17,27%
12,61%
-9,95%
20,45%
18,45%
10,37%
-20,60%
-3,49%
-30,76%
-82,99%
10.749,88
3.004,26
7.544,71
-5.761,23
-8.795,84
-4.008,10
-2.920,50
-3.708,69
-8.017,86
3.787,87
18.534
2.887
935
1.002
-22,79%
-67,97%
-969,65%
-296,19%
1159,36%
-137,29%
-197,21%
-149,16%
39,17%
-143,06%
0,47%
-36,18%
-30,29%
-56,23%
-69,93%
-50,43%
-99,00%
-81,55%
-51,68%
-43,04%
2.607
1.935
1.759
9.188
29
481
*) Data Triwulan IV 2015 s/d November 2915
3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM Pada Triwulan IV 2015 perkembangan kinerja Bank Umum di Provinsi NTT melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan ini disebabkan oleh berkurangnya dana pemerintah dan masyarakat di bank. Sementara itu, pertumbuhan kredit hanya mengalami sedikit perlambatan, perlambatan tersebut terjadi karena menurunnya kredit pada sektor konstruksi serta melambatnya kredit pedagang besar dan eceran.
36
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Total Aset Bank Umum pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.28,60 triliun atau tumbuh sebesar 11,72% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan III 2015 yang mampu tumbuh mencapai 20,79% (yoy). Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.21,69 triliun atau mengalami perlambatan sebesar 16,78% (yoy), dari 18,21% (yoy) pada Triwulan III 2015. Pertumbuhan Kredit hingga Triwulan IV 2015 sebesar Rp.19,49 triliun atau 14,03% (yoy), pertumbuhan ini sedikit melambat dibanding Triwulan III 2015 yang mencapai 14,30% (yoy). Rasio Likuiditas perbankan Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 sedikit meningkat dari sebesar 83,73% pada Triwulan III 2015, menjadi 89,87%. Penurunan rasio kredit bermasalah seiring dengan menurunnya jumlah kredit bermasalah pada Triwulan IV 2015 dibandingkan Triwulan III 2015. Rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) pada triwulan ini mengalami penurunan yaitu sebesar 1,53% dari 1,93% pada Triwulan III 2015.
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi NTT maupun secara Nasional pada Triwulan IV 2015 mengalami perlambatan. Namun demikian, pertumbuhan Aset Bank Umum di Provinsi NTT masih tetap berada di atas Nasional. Perlambatan Aset perbankan ini disebabkan oleh melambatnya Aset Bank Pemerintah dan Aset Bank Swasta. Aset Bank Swasta pada triwulan ini mengalami perlambatan paling besar dibandingkan Aset Bank Pemerintah yakni dari 18,34% (yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi 8,69% (yoy) di Triwulan IV 2015. Sementara itu, Aset Bank Pemerintah juga mengalami perlambatan sebesar 12,18% (yoy) di Triwulan IV 2015, dari 21,12% (yoy) pada Triwulan III 2015. Selain itu, perlambatan Aset perbankan di Provinsi NTT juga disebabkan oleh menurunnya penempatan pada bank lain dan melambatnya kredit yang diberikan oleh perbankan. Berdasarkan kelompok bank, penyumbang Aset terbesar pada Triwulan IV 2015 adalah Bank Pemerintah dengan porsi sebesar 87,29%, sementara Bank Swasta Nasional hanya menyumbang sebesar 12,71%. Grafik 3.4. Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank
12,71% 87,29% BANK PEMERINTAH BANK SWASTA NASIONAL
3.2.2. Dana Pihak Ketiga Pada Triwulan IV 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT juga mengalami perlambatan, namun masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Perlambatan DPK Bank Umum pada Triwulan IV 2015 disebabkan oleh DPK kelompok Pemerintah yang tumbuh melambat sebesar 8,45% (yoy) dari 33,42% (yoy) pada Triwulan III 2015. Selain itu, DPK kelompok lainnya juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan yang hanya sebesar 1,81% (yoy) pada Triwulan IV 2015, lebih rendah dari Triwulan III 2015 yang mencapai 4,41% (yoy). Sementara itu, DPK kelompok Swasta pada Triwulan IV 2015 mengalami peningkatan 28,48% (yoy), lebih kecil dari triwulan sebelumnya yang mencapai 11,94% (yoy) dan peningkatan DPK kelompok Perorangan yang tumbuh sebesar 17,24% (yoy) dari 10,34% (yoy) pada Triwulan III 2015.
Triwulan IV 2015
37
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
Grafik 3.6. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
90,00%
(RP MILIAR)
80,00%
10.667
70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00%
3.241 2.174
10,00%
1.493
1.661
1.118
0,00%
803
198 272
<=1 BULAN
<=6 BULAN
<=3BULAN
<=12 BULAN
PEMERINTAH
PEMERINTAH
SWASTA
PERORANGAN
13
>12 BULAN SWASTA
LAINNYA
GIRO
PERORANGAN
DEPOSITO
41
9
LAINNYA
TABUNGAN
Berdasarkan komposisi, Giro Pemerintah pada Triwulan IV 2015 masih memiliki porsi paling besar yaitu sebesar 48,50%, kemudian diikuti oleh Giro Swasta sebesar 33,30% dan perorangan sebesar 17,91%. Sementara itu, melambatnya Giro pada Triwulan IV 2015 juga disebabkan oleh menurunnya Giro Pemerintah sebesar 2,61% (yoy), dan melambatnya Giro Lainnya sebesar 7,94% (yoy). Namun demikian pada kelompok Giro Swasta mengalami peningkatan sebesar 52,10% (yoy) dan Giro Perorangan naik menjadi 63,23% (yoy). Hal ini diperkirakan karena adanya realisasi anggaran investasi dan konsumsi pemerintah yang tinggi di akhir tahun, sehingga ada perpindahan preferensi dari kelompok pemerintah kepada pihak swasta. Komposisi dana tabungan pada triwulan ini masih dikuasai oleh Kelompok Perorangan dengan share 88,95%, kemudian Swasta sebesar 9,32%, Pemerintah sebesar 1,65% dan Lainnya sebesar 0,08%. Pada Triwulan IV 2015 kelompok Tabungan mengalami peningkatan, hal ini disebabkan oleh meningkatnya Tabungan Perorangan sebesar 15,94% (yoy), dan Tabungan Pemerintah sebesar 11,50% (yoy). Sementara itu, kelompok Tabungan Lainnya mengalami penurunan sebesar 25,92% (yoy) dan Tabungan Swasta melambat 12,41% (yoy). Pada Triwulan IV 2015, kelompok Deposito Perorangan mengambil share terbesar yaitu 62,16%, kemudian Pemerintah sebesar 31,85%, Swasta sebesar 5,21% dan Lainnya sebesar 0,08%. Sementara itu, Deposito dari sisi pertumbuhan mengalami perlambatan pada semua golongan diantaranya Swasta sebesar 1,56% (yoy), kemudian Pemerintah sebesar 26,89% (yoy), Perorangan 13,50% dan Lainnya sebesar 9,05% (yoy). Grafik 3.7.Pertumbuhan DPK
Grafik 3.8.Komposisi DPK
40%
Share
35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
IV 2013
I
II
III
IV
2014 GIRO (YOY)
I
II
III 2015
DEPOSITO (YOY)
TABUNGAN (YOY)
IV
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
25% 33,5%
47,4% 45,6% 45,9%
50,2%
34,8%
42,0%
20%
55,9%
15% 66,5% 25,0%
26,0%
25,5%
26,4%
28,7%
27,6%
29,3%
65,2%
10%
24,1%
5% 24,2%
29,4%
I
II
26,7%
III
20,0%
IV
I
2014 GIRO
II
29,5%
20,7%
III
IV
0%
2015 DEPOSITO
TABUNGAN
DPK (YOY)
DPK ditinjau dari suku bunga, pada Triwulan IV 2015 rata-rata suku bunga simpanan mengalami penurunan dibandingkan dengan Triwulan III 2015. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh pada jumlah nasabah yang melakukan simpanan. Pada Triwulan IV 2015 jumlah rekening giro di NTT mengalami peningkatan sebesar 10,73% (yoy) lebih tinggi dibandingkan Triwulan III 2015 yang hanya mencapai 8,91% (yoy). Rekening Tabungan pada Triwulan IV 2015 naik dari 4,16% (yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi 8,57% (yoy). Sementara itu, untuk rekening kelompok Deposito pada Triwulan IV 2015 melambat sebesar 10,61% (yoy) lebih rendari dari Triwulan III 2015 yang mencapai 11,77% (yoy).
38
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.9. Suku Bunga Simpanan 9,00% 8,00% 7,00% 6,00% 5,00% 4,00% 3,00% 2,00% 1,00% 0,00%
IV 2013
I
II
III
IV
2014
SUKU BUNGA GIRO
SUKU BUNGA DEPOSITO
I
II
III
IV
2015 SUKU BUNGA TABUNGAN
3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan Pertumbuhan penyaluran kredit oleh Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 sedikit melambat bila dibandingkan dengan Triwulan III 2015, namun demikian masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Pertumbuhan Kredit yang sedikit melambat terjadi karena rendahnya pertumbuhan Kredit Modal Kerja yaitu sebesar 12,75% (yoy), dari 16,78% (yoy) pada Triwulan III 2015. Selain itu, Kredit Investasi juga mengalami perlambatan dari 8,35% (yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi 5,53% (yoy) pada Triwulan IV 2015. Namun demikian, Kredit Konsumsi pada triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 15,72% (yoy), lebih tinggi dari Triwulan III 2015 yang hanya mencapai 13,81% (yoy). Peningkatan Kredit Konsumsi pada akhir tahun tersebut, diperkirakan karena tingginya daya beli masyarakat pada momen Hari Raya Natal dan Akhir Tahun 2015. Grafik 3.10. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan 60%
Grafik 3.11. Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
25%
50%
20%
40% 15%
KONSUMSI
10%
62,53%
30% 20%
7,09% INVESTASI
5%
10% 0%
0% I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
30,38% MODAL KERJA
2013 YOY KREDIT
2014 YOY MODAL KERJA
2015 YOY INVESTASI
YOY KONSUMSI
Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada Triwulan IV 2015 terdapat beberapa sektor yang mendorong melambatnya penyaluran Kredit, diantaranya Kredit Sektor Konstruksi yang menurun sebesar 42,97% (yoy) dari Triwulan III 2015 yang juga mengalami penurunan sebesar 0,64% (yoy). Kemudian sektor Listrik, Gas, dan Air juga menurun sebesar 40,29% (yoy) pada Triwulan IV 2015 dari 32,61% (yoy) di Triwulan III 2015. Kredit sektor Pertambangan dan Penggalian pada Triwulan IV 2015 masih mengalami penurunan sebesar 22,35% (yoy), lebih besar dari Triwulan III 2015 yang juga mengalami penurunan sebesar 7,58% (yoy). Berdasarkan sektor usaha, pangsa terbesar penyaluran kredit pada Triwulan IV 2015 di Provinsi NTT adalah sektor penerima kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian sektor pedagang besar dan eceran, serta sektor konstruksi. Secara spasial, 5 (lima) Kabupaten/Kota yang menjadi perhatian penyaluran kredit bank umum di NTT diantaranya berada di Kota Kupang dengan share sebesar 41,24%, Kabupaten Belu 5,99%, Kabupaten Ende 5,91%, Kabupaten Sikka 5,77%, dan Kabupaten Manggarai 5,61%.
Triwulan IV 2015
39
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.12. Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
61,97% 25,34% 4,15% 1.57% 1.57%
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN KONSTRUKSI JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
3.2.4. Kualitas Kredit Total kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.298,50 miliar atau dengan rasio sebesar 1,53%, lebih rendah dibanding Triwulan III 2015 yang mencapai 1,93%. Penurunan rasio kredit macet (NPL) terutama didorong oleh penurunan kredit bermasalah pada kredit Modal Kerja serta kredit Investasi dan Konsumsi. Grafik 3.13. Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan 5.00% 4.50% 4.00% 3.50% 3.00% 2.50% 2.00% 1.50% 1.00% 0.50% 0.00% I
II
III
IV
I
2014 NPL MODAL KERJA
II
III
IV
2015 NPL INVESTASI
NPL KONSUMSI
NPL KREDIT
Pada Triwulan IV 2015 berdasarkan sektor ekonomi penyaluran kredit, maka kredit di sektor Listrik, Gas dan Air menjadi pendorong utama rasio kredit macet di Provinsi NTT, dengan rasio NPL sebesar 13,21%, diikuti oleh sektor konstruksi dengan rasio sebesar 11,31%, dan sektor Perantara Keuangan sebesar 6,45%.
3.2.5. Suku Bunga Pada Triwulan IV 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di Provinsi NTT mengalami penurunan. Berdasarkan jenis penggunaan, suku bunga Kredit Investasi mengalami penurunan yang terbesar, kemudian diikuti oleh suku bunga Kredit Modal Kerja. Namun demkian, pada triwulan ini suku bunga Kredit Konsumsi mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan Triwulan III 2015. Berdasarkan nilai suku bunga, kredit Konsumsi juga memiliki suku bunga tertinggi dibandingkan suku bunga kredit yang lain. Dengan adanya penurunan suku bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja ini, diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan kredit terutama dalam penggunaan Modal Kerja dan Investasi, sehingga masyarakat semakin tertarik untuk berinvestasi serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT. Suku bunga Kredit Investasi pada Triwulan IV 2015 mencapai 14,20% menurun dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 14,68%. Kemudian suku bunga kredit Modal Kerja pada triwulan ini juga mengalami sedikit penurunan yaitu sebesar 13,54%, lebih rendah dibanding Triwulan III 2015 yang mencapai 13,81%. Sementara itu, suku bunga kredit Konsumsi pada Triwulan IV 2015 mengalami peningkatan menjadi 14,82% dari 14,71% pada Triwulan III 2015.
40
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.14. Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.15. Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
25,00%
16%
16,00%
14%
15,50%
20,00%
12%
15,00%
10%
14,50%
15,00%
8%
14,00% 10,00%
6%
13,50%
4%
13,00%
5,00%
2%
12,50% 0,00%
12,00% I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
II
2014 KREDIT (YOY)
2015
RATIO NPL
BI RATE
III
IV
0% I
II
III
IV
I
2013 MODAL KERJA
II
III
IV
I
2014 INVESTASI
KONSUMSI
II
III
IV
2015 RATA-RATA
BI RATE
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah Penyaluran kredit UMKM di NTT pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.6,08 triliun atau mengalami perlambatan 17,79% (yoy) dari 19,91% (yoy) pada Triwulan III 2015. Walaupun demikian, pertumbuhan UMKM di Provinsi NTT masih berada jauh di atas pertumbuhan Nasional, dimana secara Nasional hanya mampu tumbuh sebesar 7,41% (yoy) atau mencapai Rp.786,08 triliun. Sementara itu, rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 mencapai 31,19%,sedikit lebih rendah dibanding Triwulan III 2015 yang mencapai 31,73%. Grafik 3.16. Komposisi Kredit UMKM
Grafik 3.17. Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
KECIL
42,21%
24,90% MIKRO
32,89% MENENGAH
72,26% 7,81% 3,78% 2,93% 2,68%
KONSTRUKSI JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
Pertumbuhan kredit kelompok Mikro dan Kecil pada Triwulan IV 2015 mengalami perlambatan masing-masing sebesar 13,61% (yoy) dan 6,58% (yoy), lebih rendah dari Triwulan III 2015 yang masing-masing mencapai 14,32% (yoy) dan 13,64% (yoy). Walaupun demikian, pada Triwulan IV 2015 kredit Menengah mengalami peningkatan sebesar 40,71% (yoy) dari 34,97% (yoy) pada Triwulan III 2015. Melambatnya pertumbuhan kredit UMKM pada Triwulan IV 2015 didorong oleh melambatnya semua jenis penggunaan kredit UMKM, Kredit UMKM Modal Kerja mengalami perlambatan sebesar 19,05% (yoy) dari 21,10% (yoy) pada Triwulan III 2015. Selain itu, Kredit UMKM Investasi pada Triwulan IV 2015 juga mengalami perlambatan dari 14,22% (yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi 11,93% (yoy). Sementara itu, risiko Kredit Macet (NPL) UMKM pada Triwulan IV 2015 terus menunjukkan perbaikan yang ditunjukkan oleh penurunan rasio NPL menjadi sebesar 2,94% lebih kecil dibandingkan Triwulan III 2015 yang mencapai 3,83%. Rasio kredit UMKM macet di Provinsi NTT juga relatif lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 4,78%.
Triwulan IV 2015
41
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Penurunan rasio kredit macet (NPL) UMKM di Provinsi NTT didorong oleh menurunnya NPL Kredit Kecil, Mikro dan Menengah. NPL Kredit Kecil mengalami penurunan dari 4,02% pada Triwulan IV 2015 menjadi 2,64% di Triwulan IV 2015. NPL Kredit Mikro menurun dari 2,55% pada Triwulan IV 2015 menjadi 1,59%% pada Triwulan III 2015. Selain itu, NPL Kredit Menengah pada Triwulan IV 2015 mengalami penurunan yang mencapai 4.36%, lebih rendah dari Triwulan III 2015 yaitu sebesar 4.53%. Sementara itu, Kredit UMKM pada triwulan ini menunjukkan peningkatan yang menggambarkan peningkatan kinerja di sektor produktif sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT. Grafik 3.18. Perkembangan UMKM
Grafik 3.19. Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
7,000.00
35,00%
6,000.00
30,00%
60.00%
6,000
50.00%
5,000
5,000.00
25,00%
4,000.00
20,00%
40.00%
4,000
3,000.00
15,00%
30.00%
3,000
2,000.00
10,00%
1,000.00
5,00%
-
0,00% I
II
III
IV
I
2013
II III 2014
IV
I
II III 2015
20.00%
2,000
10.00%
1,000
IV 0.00%
0 I
II
III
IV
I
II III 2014
2013 KREDIT UMKM
NPL KREDIT UMKM
KREDIT UMKM (YOY)
IV
I
II
III
IV
2015
RATIO NPL UMKM MODAL KERJA
INVESTASI
MODAL KERJA (YOY)
INVESTASI (YOY)
Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar 83,18% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit Investasi hanya sebesar 16,82% dari total kredit UMKM.
3.3. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) Sampai dengan Triwulan IV 2015 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada semua indikator kinerja BPR. Namun demikian, walaupun terjadi perlambatan secara umum kinerja BPR masih relatif lebih baik dibanding kinerja bank umum. Tabel 3.2.Perkembangan Kinerja BPR Indikator Utama Aset (miliar) y-o-y aset Kredit (miliar) y-o-y kredit DPK (miliar)
2013
2014 I
2015
II
III
IV
I
II
III
IV
336,87
343,28
355,19
373,58
415,26
436,99
454,41
481,56
509,90
34,35%
35,32%
34,81%
23,48%
23,27%
27,30%
26,50%
28,90%
22,79%
255,73
270,06
294,39
306,28
318,54
330,21
348,80
353,59
365,85
45,80%
49,33%
38,87%
26,41%
24,56%
22,27%
18,59%
15,45%
14,85%
247,60
250,20
323,64
274,78
308,97
311,39
330,86
352,91
381,16
y-o-y DPK
33,00%
37,53%
76,04%
29,98%
24,79%
24,45%
28,69%
28,43%
23,36%
LDR
84,26%
82,57%
85,60%
84,13%
79,40%
80,46%
82,38%
80,52%
76,70%
NPL
4,45%
4,96%
5,08%
5,30%
4,76%
5,46%
5,71%
6,05%
5,40%
Perlambatan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) didorong oleh melambatnya pertumbuhan Deposito dan Tabungan. Kelompok Deposito pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.248,53 miliar atau tumbuh sebesar 33,71% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan periode sebelumnya yang mencapai 38,43% (yoy). Sementara itu, kelompok Tabungan mencapai Rp.132,63 miliar atau tumbuh 7,74% (yoy) juga lebih rendah dari pertumbuhan Triwulan III 2015 yaitu 12,34% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit oleh BPR terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan kredit Investasi dan konsumsi. Kredit Investasi pada Triwulan IV 2015 mengalami penurunan sebesar 1,48% (yoy) dari 5,80% (yoy) pada Triwulan III 2015. Pada Triwulan IV 2015 Kredit Konsumsi mengalami perlambatan sebesar 6,93% (yoy) lebih rendah dari Triwulan III 2015 yang mencapai 13,80% (yoy). Sementara itu, Kredit Modal Kerja pada Triwulan IV 2015 mengalami peningkatan dari 20,65% (yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi 26,98% (yoy).
42
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.20. Komposisi DPK BPR
Grafik 3.21. Pertumbuhan DPK BPR 45,00%
300,00
40,00%
250,00
35,00% 30,00%
200,00
25,00%
150,00
34,80% 65,20%
20,00% 15,00%
100,00
10,00%
50,00
5,00% 0,00%
I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
2015
DEPOSITO TABUNGAN DEPOSITO
TABUNGAN
YOY DEPOSITO
YOY TABUNGAN
Adapun pendorong melambatnya penyaluran kredit BPR di NTT adalah melambatnya kredit sektor Konsumsi, sektor Perdagangan Besar dan Eceran serta menurunnya penyaluran kredit di sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi. Seiring dengan melambatnya penyaluran kredit dan penghimpunan DPK membuat rasio likuiditas perbankan atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan IV 2015 mengalami penurunan dari 80,52% pada Triwulan III 2015 menjadi 76,70%. Sementara itu, rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) juga mengalami penurunan dari 6,05% pada Triwulan III 2015 menjadi 5,40% pada Triwulan IV 2015. Grafik 3.22. Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.23. Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi
Bukan Lapangan Usaha - Lainnya
30,56%
0,13% 0,04%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
SHARE THD NPL
Rumah Tangga
Bukan Lapangan...
Jasa Perorangan...
0,24%
Listrik, Gas dan Air Pertambangan dan Penggalian
Kegiatan usaha yang...
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
0,97% 0,95% 0,49%
Jasa Kemasyarakatan...
Perikanan
Jasa Pendidikan
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan...
1,27% 1,03%
Pertanian, Perburuan...
1,30%
Real Estate Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga
Real Estate
Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial…
Adsminitrasi...
1,37%
Perantara Keuangan
1,47%
Perantara Keuangan
Penyediaan...
2,74%
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
Transportasi,..
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum
Konstruksi
5,08% 3,49%
Perdaganan Besar...
6,43%
Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga
Listrik, Gas dan Air
Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan…
45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% Industri Pengolahan
10,31%
Perikanan
10,67%
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Industri Pengolahan
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
21,46%
Konstruksi
Pertambangan dan...
Perdagangan Besar dan Eceran
SHARE THD KREDIT
3.4. KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor. Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu Aset, Penghimpunan DPK, Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, pertumbuhan kinerja perbankan dipulau Sumba masih relatif lebih bagus walaupun terjadi perlambatan di Triwulan IV 2015. Grafik 3.24. Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau 25,00%
2,00% 1,80%
20,00%
1,60% 1,40%
15,00%
1,20% 1,00%
10,00%
0,80% 0,60%
5,00%
0,40% 0,20%
0,00%
0,00% TIMOR ASSET
FLORES DPK
SUMBA KREDIT
NPL
Triwulan IV 2015
43
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.4.1. Pulau Flores Pada Triwulan IV 2015 kinerja perbankan di pulau Flores relatif melambat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Aset perbankan di pulau Flores yang hanya sebesar 13,63% (yoy) atau Rp.8,20 triliun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan III 2015 yang mencapai sebesar 17,59% (yoy). Penghimpunan DPK pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.6,93 triliun atau melambat 13,63% (yoy) dari Triwulan III 2015 yang mencapai 17,59% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit di Pulau Flores pada Triwulan IV 2015 sedikit meningkat dari 14,22% (yoy) pada Triwulan III 2015 menjadi 15,00% (yoy) atau dengan nominal mencapai Rp.6,64 triliun. Angka rasio kredit macet (NPL) di Pulau Flores pada Triwulan IV 2015 mengalami penurunan, dari 1,80% pada Triwulan III 2015 menjadi 1,33% pada Triwulan IV 2015. Adapun rasio likuiditas di Pulau Flores pada Triwulan IV 2015 mencapai 95,79% lebih tinggi dari Triwulan III 2015 yang hanya sebesar 83,90%. Grafik 3.26. Komposisi Kredit di Pulau Flores
Grafik 3.25. Komposisi DPK di Pulau Flores 100% 90%
2,24% 9,97%
0,11% 9,81%
80%
87,84%
70%
5,28%
1,31%
60% 40%
KONSUMSI INVESTASI
50%
63,52%
52,48%
30%
22,26%
4,18%
83,44%
20%
MODAL KERJA
0,82%
10%
32,30%
24,45%
0% PEMERINTAH
PERORANGAN
GIRO
DEPOSITO
SWASTA
LAINNYA
TABUNGAN
3.4.2. Pulau Sumba Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan IV 2015 juga mengalami perlambatan. Pertumbuhan Aset pada Triwulan IV 2015 melambat sebesar 12,45% (yoy) atau mencapai Rp.2,11 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 16,90% (yoy). Sementara itu, penghimpunan DPK di Pulau Sumba mencapai Rp.1,80 triliun, ikut mengalami perlambatan sebesar 14,09% (yoy) dari 18,38% (yoy) pada Triwulan III 2015. Adapun angka rasio likuiditas meningkat dari 87,34% menjadi 104,03%. Hal ini disebabkan oleh tingginya penyaluran kredit yang tidak sebanding atau lebih besar dari penghimpunan DPK di Pulau Sumba. Namun demikian, rasio kredit macet di pulau Sumba pada Triwulan IV 2015 mengalami penurunan dari 0,83% pada Triwulan III 2015 menjadi 0,60%. Grafik 3.27. Komposisi DPK di Pulau Sumba 100%
2,08%
90% 80%
Grafik 3.28. Komposisi Kredit di Pulau Sumba
12,03% 2,05%
31,98%
70%
85,87%
KONSUMSI
60% 50%
0,02%
40% 30%
43,43% 45,15%
INVESTASI
70,00%
2,56%
65,97%
20% 10% 0%
PEMERINTAH
PERORANGAN
GIRO
DEPOSITO
11,42%
0,00% 0,00%
SWASTA
LAINNYA
MODAL KERJA
27,45%
TABUNGAN
3.4.3. Pulau Timor Pada Triwulan IV 2015 kinerja perbankan di pulau Timor sedikit melambat. Aset perbankan di pulau Timor pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.21,78 triliun atau melambat sebesar 10,81% (yoy) lebih rendah dibandingkan Triwulan III 2015 yang mencapai 19,28% (yoy). Penyaluran Kredit juga mengalami perlambatan dari 14,39% (yoy) pada Triwulan III
44
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2015 menjadi 13,10% (yoy) atau dengan nominal sebesar Rp.10,98 triliun pada Triwulan IV 2015. Sementara itu, penghimpunan DPK 19.12% (yoy) atau Rp.12,96 triliun lebih tinggi dibandingkan dengan Triwulan III 2015 yang hanya mencapai 17,08% (yoy). Rasio kredit macet di pulau Timor juga mengalami penurunan dari 2,19% pada Triwulan III 2015 menjadi 1,81% di triwulan IV 2015. Angka rasio LDR pada Triwulan IV 2015 mengalami peningkatan dari 83,05% menjadi 84,75% pada Triwulan III 2015. Grafik 3.29. Komposisi DPK di Pulau Timor
100%
1,23%
0,07%
90% 80%
Grafik 3.30. Komposisi Kredit di Pulau Timor
8,66% 5,42%
37,83%
70%
90,04%
KONSUMSI
60% 50%
0,70%
40% 30%
37,17% 47,03%
INVESTASI
61,87%
9,83%
56,05%
20%
MODAL KERJA
10% 0% PEMERINTAH GIRO
PERORANGAN DEPOSITO
15,72%
0,08%
SWASTA
LAINNYA
28,30%
TABUNGAN
3.5. SISTEM PEMBAYARAN 3.5.1. Transaksi Non Tunai 3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI) Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT Pada Triwulan IV 2015 mengalami peningkatan yang signifikan. Di sisi lain pertumbuhan kliring Provinsi NTT juga masih tumbuh jauh di atas pertumbuhan kliring Nasional. Pertumbuhan kliring di Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 dari sisi nominal mencapai Rp.3.012,64 miliar, tumbuh 152,50% (yoy) lebih tinggi dibandingkan Triwulan III 2015 yang hanya mencapai 52,03% (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada Triwulan IV 2015 naik 67,03% (yoy) atau mencapai 72.843 lembar warkat dari 28,15% (yoy) pada Triwulan III 2015. Peningkatan transaksi yang signifikan ini disebabkan oleh adanya perubahan ketentuan dan kegiatan SKNBI serta perlindungan nasabah. Saat ini, settlement layanan Transfer Dana ditambah menjadi 5 (lima) kali, yaitu pada pukul 09.00, 11.00, 13.00, 15.00, dan 16.45 WIB sedangkan Layanan Kliring Warkat Debit saat ini dibagi menjadi 4 zona. Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), terdapat beberapa perbedaan transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, SKNBI setelmennya dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, setelmennya dilakukan secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi transfer dana nasabah yang dapat diproses melalui SKNBI sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan maksimal, sedangkan transaksi nasabah melalui BI-RTGS minimal sebesar Rp.100.000.000,00 per transaksi. Ketiga, biaya yang dikenakan Bank Indonesia kepada Peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp.750,00 per transaksi dan maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah Rp.5.000,00, sedangkan biaya transaksi BI-RTGS yang dikenakan Bank Indonesia kepada peserta adalah sebesar Rp.15.000,00 dan maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah sebesar Rp.35.000,00.
Triwulan IV 2015
45
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.31. Perkembangan SKNBI NTT
Grafik 3.32 Perkembangan SKNBI Nasional Nasional
3.500
80.000
NTT
70.000
3.000
1.200.000
35.000.000
1.000.000
30.000.000
60.000
2.500 2.000 1.500
50.000
800.000
40.000
600.000
20.000.000 15.000.000
30.000
1.000
25.000.000
400.000
10.000.000
20.000
500
200.000
10.000
0
0 III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
5.000.000
0
IV
0 III
2015
NILAI (RP.MILIAR)
IV
I
II
2013
III
IV
I
2014
III
IV
2015
NILAI (RP.MILIAR)
VOLUME (LBR)
II
VOLUME (LBR)
Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 paling besar didorong oleh Bank Swasta Nasional dengan porsi sebesar 55,70%, kemudian Bank Pemerintah 41,03%, Bank Syariah 2,15%, Bank Campuran 0,75% dan Bank Pembangunan Daerah sebesar 0,37%. Grafik 3.33. Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank
BANK Syariah
55,70%
2,15%
BANK PEMBANGUNAN DAERAH
BANK SWASTA NASIONAL
0,37% BANK CAMPURAN
BANK PEMERINTAH
41,03%
0,75%
3.5.1.2. Transaksi RTGS Transaksi BI-RTGS pada Triwulan IV 2015 hingga November 2015 mengalami penurunan. Tingginya net outflow RTGS di Provinsi NTT diperkirakan menggambarkan adanya investasi keluar Provinsi NTT, serta tingginya transaksi dalam rangka realisasi anggaran dan proyek pemerintah. Transfer masuk (inflow) menggunakan BI-RTGS ke Provinsi NTT pada triwulan ini tercatat sebesar Rp.10.576,81 miliar, menurun 70.31% (yoy) dari 37,82% (yoy) pada Triwulan III 2015. Sementara itu, transfer keluar (outflow) dari Oktober sampai November 2015 mencapai Rp.14.364,68 miliar, juga mengalami penurunan sebesar 46,47% (yoy) dari 37,50% (yoy) pada Triwulan III 2015. Net-Outflow pada triwulan IV 2015 sebesar Rp.3.787,87 miliar atau menurun sebesar 143,06% (yoy) pada triwulan ini. Grafik 3.34. Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume 12.000
Grafik 3.35. Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Nominal
VOLUME
NOMINAL 50.000
10.000
45.000 40.000
8.000
35.000 30.000
6.000
25.000 20.000
4.000
15.000 10.000
2.000
5.000
0 I
II
III
IV
I
2014
Triwulan IV 2015
III 2015
FROM NTT
46
II
TO NTT
IV
0
I
II
III
IV
I
2014
II
III 2015
FROM NTT
TO NTT
IV
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.5.2.Transaksi Tunai Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL). 3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow) Pada Triwulan IV 2015 perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow atau uang yang beredar mencapai Rp.2.590,38 miliar atau tumbuh sebesar 25,31% (yoy). Sementara itu, aliran inflow atau uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 mencapai Rp.525,49 miliar, melambat 3,67% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan III 2015 yang mengalami peningkatan sebesar 9,65% (yoy). Sepanjang triwulan IV 2015, pengedaran uang tunai mengalami net-outflow positif sebesar Rp.2.064,90 miliar atau tumbuh hingga sebesar 32,33% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Grafik 3.36. Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 3.37. Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
2000.00
700%
1500.00
600%
1000.00
500% 400%
500.00 0.00 - 500.00
300% I
II
III
2011
IV
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
0%
-1500.00
-100%
-2000.00
-200%
-2500.00
-300% NET IN/OUT (RP. MILIAR)
QTQ
2,500.00 2,000.00
0,00%
1,500.00
200% 100%
-1000.00
80,00%
3,000.00
YOY
1,000.00 500.00 0.00
I
II III 2012
IV
INFLOW (RP. MILIAR)
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
OUTFLOW (RP. MILIAR)
IV
I
YOY INFLOW
II III 2015
IV
-80,00%
YOY OUTFLOW
3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Provinsi NTT hingga Triwulan IV 2015 mencapai Rp.252,79 miliar atau menurun 23,58% (yoy). Hal ini dapat digambarkan oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT Pada Triwulan IV 2015 tercatat sebesar Rp.355,11 miliar, atau menurun sebesar 24,31% (yoy) bila dibandingkan dengan Triwulan III 2015 yang juga mengalami penurunan sebesar 17,06% (yoy). Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada Triwulan IV 2015 yaitu sebesar 0,57% sedikit meningkat bila dibandingkan Triwulan III 2015 yang mencapai 0,51%. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terus mengupayakan untuk menekan laju pertumbuhan UTLE di NTT dengan cara melakukan sosialisasi bagaimana memperlakukan uang rupiah dengan baik ke pasar-pasar, perbankan, serta akademisi dan pelajar. 3.5.2.3. Temuan Uang Palsu Temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan IV 2015 sedikit meningkat. Jumlah lembar uang palsu meningkat dari 52 lembar menjadi 53 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,-, pecahan Rp.10.000,- dan Rp.50.000,-. Jumlah uang palsu yang ditemukan sedikit meningkat, hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan yang tinggi uang palsu tersebut dilaporkan.
Triwulan IV 2015
47
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.38. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
Grafik 3.39. Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
1600.00%
3,000
1400.00%
2,500
1000
1200.00% 1000.00%
2,000
800.00%
1,500
800 600
600.00%
1,000
400.00% 200.00%
500 0
1200
0.00% I
II
III 2012
IV
INFLOW (RP. MILIAR)
I
II
III 2013
IV
I
OUTFLOW (RP. MILIAR)
II
III 2014 UTLE
IV
I
II 2015
QTQ UTLE
III
IV
YOY UTLE
-200.00%
400 200 0
I
II
III 2012
IV
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
LEMBAR UPAL
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menuntut pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
48
Triwulan IV 2015
04
Keuangan Daerah
Realisasi pendapatan pemerintah pada akhir tahun 2015 mencapai 105,5% (Rp 22,09 triliun) dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 20,95 triliun. Sementara itu, realisasi anggaran belanja pemerintah daerah di akhir tahun 2015 tercatat moderat yaitu sebesar 85,4%(Rp 29,47 triliun) dibandingkan pagu rencana belanja sebesar Rp 34,5 triliun.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
4.1. KONDISI UMUM Di akhir tahun 2015, anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT mencapai Rp 34,5 triliun atau meningkat Rp 2,44 triliun (7,6%) dibandingkan triwulan-III 2015. Peningkatan tertinggi berasal dari alokasi APBD Kabupaten/Kota yang meningkat mencapai Rp 1,9 triliun dan terutama pada komponen belanja modal yang mencapai Rp 937 miliar. Peningkatan tersebut terutama disebabkan adanya peningkatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus serta Dana Alokasi Khusus dari Pemerintah Pusat. Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah hingga akhir tahun mencapai 85,4% (Rp 29,47 triliun) dengan realisasi tertinggi pada Pemerintah Provinsi (95,4%). Sementara itu, realisasi belanja modal mencapai 83,5% atau Rp 9,28 triliun dari total pagu sebesar Rp 11,1 triliun. Belanja modal tertinggi terutama dipergunakan bagi pembangunan bendungan, jaringan irigasi dan pembangunan/pelebaran jalan terutama di kawasan perbatasan. Dari sisi pendapatan, realisasi hingga akhir tahun 2015 mencapai 105,46% atau Rp 22,09 triliun dari total rencana target Rp 20,95 triliun. Peningkatan pendapatan terbesar diperoleh Pemerintah Pusat melalui pendapatan Pajak Penghasilan (Rp 1,21 triliun) dan Pajak Pertambahan Nilai (Rp 903 miliar). Realisasi pendapatan cukup tinggi juga terjadi di Pemerintah Provinsi yang mencapai 99,7% atau Rp 3,34 triliun dari target sebelumnya Rp 3,35 triliun. Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Realisasi Pendapatan Pemerintah
Realisasi Belanja Pemerintah
Triliun Rp
16%
2%
15%
10%
11%
33%
12%
ANGGARAN REALISASI
29,48
Triliun 20
Triliun 25
ANGGARAN
ANGGARAN REALISASI
15
82%%
17,24 16,27
22,09
APBN
74%% KAB
20
ANGGARAN
ANGGARAN REALISASI
PROV
PORSI REALISASI PENDAPATAN
20,95
57%
PROV
16,00 11,34
10,11
5
0,35 BELANJA DAERAH
54% KAB
PORSI REALISASI BELANJA
15 10
5
APBN
19,64
10
PENDAPATAN DAERAH
34%
34,51
-
APBN
3,35
2,48 KAB
PROV
3,34
3,52
APBN
KAB
3,36
PROV
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
4.2 PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Pemerintah di Provinsi NTT mencapai 22,09 Triliun atau 105,8% dari pagu target. Dari sisi kewenangan pengaturan daerah. Pendapatan APBN di Provinsi NTT adalah sebesar Rp 2,47 triliun yang terutama berasal dari Pajak penghasilan sebesar Rp 1,2 triliun (48,9%) dan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 903 miliar (36,5%) sementara sisa pendapatan berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Pendapatan Pajak Lainnya. Sementara itu, pendapatan pemerintah daerah, baik Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dengan pangsa 38,9% (Pemerintah Provinsi) dan 65,2% (Pemerintah Kabupaten/Kota). Masih tingginya DAU menunjukkan tingginya ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap alokasi dana dari Pemerintah Pusat. Selain itu, hal ini menunjukkan pula masih terbatasnya objek-objek pajak daerah di NTT yang juga disebabkan oleh minimnya industri dan pengelolaan potensi pariwisata yang belum optimal. Selain berasal dari DAU terdapat pula komponen pendapatan lainnya pada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Komponen pendapatan Pemerintah Provinsi ditopang pula oleh Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian sebesar Rp 963 miliar (28,8%) yang sebagian digunakan bagi peningkatan kualitas pendidikan (Dana Operasional Sekolah dan Tunjangan Guru di daerah) serta Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 659,8 miliar (27,3%). Di sisi lain, komponen pendapatan Pemerintah Kab/Kota ditopang pula oleh Dana Alokasi Khusus sebesar 12,8% (Rp 2,07 triliun).
Triwulan IV 2015
51
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kab-Kota
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN
kabupaten/kota
PROPINSI
65,2%
48,96% 36,48% 13,07%
38,9%
28,8% 27,3%
PAJAK PENGHASILAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
12,8% 11,1%
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
4,9%
6,1%
3,0%
2,0%
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah
DAU
PAD
DAK
OTSUS
LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Dari sisi spasial, Kab. Ngada memperoleh pencapaian realisasi target yang tertinggi dengan 100,3% (Rp 696 miliar) dari total rencana Rp 694 miliar, pencapaian tersebut terutama dipengaruhi oleh penerimaan dana hibah yang berada diatas target. Sementara itu, Kabupaten Alor menjadi yang terendah dalam realisasi target pendapatan yaitu sebesar 85,7% (Rp 718 miliar) dari total target Rp 837 miliar. Hal tersebut disebabkan oleh realisasi pendapatan Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang tidak mencapai target.
4.3 BELANJA DAERAH Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga akhir tahun 2015 mencapai Rp 29,47 triliun (85,4%) dari total pagu belanja yang sebesar Rp 34,5 triliun. Apabila dilihat secara historis triwulanan, peningkatan realisasi anggaran baik di APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi baru menunjukkan peningkatan pesat pada triwulan IV. Perkembangan realisasi Belanja pada Triwulan I rata-rata hanya 9,7%, triwulan II (17%), Triwulan III (23,7%) dan meningkat pada triwulan IV sebesar 38,2%. Hal yang sama juga terjadi pada belanja modal yang pada triwulan I rata-rata hanya 2,7%, triwulan II (10,09%), triwulan III (20,74%) dan meningkat pesat pada triwulan IV sebesar 50,71%. Terpusatnya realisasi anggaran pada triwulan IV diperkirakan terjadi akibat adanya keterlambatan proses lelang proyek karena permasalahan numenklatur dan adanya tambahan anggaran Dana Alokasi Khusus (sektor pertanian dan perhubungan) oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Selain itu, adanya karakter kontraktor untuk mengambil pembayaran di akhir penyelesaian proyek dan standar akuntansi menggunakan cash basis membuat proyek pembangunan infrastruktur di daerah yang masih dalam proses pengerjaan tidak tercatat sebagai realisasi belanja modal hingga proyek tersebut sudah selesai dikerjakan. Grafik 4.4 Perkembangan Realisasi Belanja
Grafik 4.5 Perkembagan Realisasi Belanja Modal
100
100
90
90
80
80
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10 0
10
IV
I
II
2014
2015 APBN
KAB/KOTA
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
52
Triwulan IV 2015
III PROVINSI
IV
0
IV
I
II
2014
III 2015
APBN
KAB/KOTA
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
PROVINSI
IV
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Secara persentase, total realisasi anggaran belanja pemerintah pada tahun 2015 (85,43%) tercatat lebih rendah dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 87,30%. Namun dari segi nominal, realisasi anggaran tahun 2015 sebesar Rp 29,47 triliun tercatat jauh meningkat dibandingkan 2014 yang sebesar Rp 23,86 triliun. Peningkatan ini terjadi akibat adanya peningkatan pagu anggaran belanja pemerintah hingga mencapai 26,2% (yoy) dari Rp 27,3 triliun (2014) menjadi Rp 34,5 triliun (2015). Peningkatan anggaran terutama berasal dari dana APBN sebesar Rp 2,5 triliun dan APBD Kab/Kota sebesar Rp 4 triliun. Program pembangunan waduk, sarana irigasi, jalan dan daerah perbatasan menjadi pendorong tingginya anggaran APBN di NTT. Hal ini juga ditunjang adanya tambahan Dana Alokasi Khusus kepada Pemerintah Kab/Kota. Pada akhir tahun 2015, realisasi belanja tertinggi ada pada Pemerintah Provinsi sebesar 95,4%. Sementara itu, apabila dibagi menjadi komponen belanja modal dan belanja konsumsi. Realisasi belanja modal tertinggi ada pada APBN sebesar 92,7% dan Realisasi belanja konsumsi tertinggi pada Pemerintah Provinsi NTT yang mencapai 97,5%. Tingginya realisasi belanja Modal APBN untuk NTT terutama dipergunakan bagi pengerjaan beberapa proyek-proyek strategis, seperti pembangunan bendungan dan jaringan SDA dengan total mencapai Rp 848 miliar, pembangunan dan rehabilitasi jalan sebesar Rp 1,91 triliun, dan pembangunan sarana pelabuhan dan bandara sebesar Rp 931 miliar. Sementara itu, belanja konsumsi pemerintah (APBN dan APBD Kab/Kota) lebih digunakan bagi belanja pegawai yaitu gaji dan perjalanan dinas pegawai. Namun, hal yang cukup berbeda terjadi pada Pemerintah Provinsi dengan dominannya pangsa belanja hibah dalam komponen belanja konsumsi hingga mencapai 34,86%. Program Desa Mandiri Anggur Merah yang mengalokasikan dana hingga sebesar Rp147,25 miliar/tahun untuk dana bergulir bagi pengembangan kelompok desa. Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
REALISASI URAIAN
Nominal
% 97,5 95,4 92,7 89,2 87,0
85,9
84,3
85,4
86,3 83,5
81,5 73,0
APBN
KAB
PROV
TOTAL
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
%
BELANJA DAERAH
34.506
29.478
85,43
100
BELANJA MODAL
11.118
9.289
83,55
31,51
BELANJA KONSUMSI
23.389
20.189
86,32
68,49
BELANJA PEGAWAI
11.867
10.698
90,15
36,29
BELANJA BARANG DAN JASA
7.242
5.556
76,72
18,85
BELANJA HIBAH
1.436
1.420
98,91
4,82
BELANJA BANTUAN SOSIAL
690
566
82,07
1,92
BELANJA BAGI HASIL
341
324
95,29
1,10
1.700
1.583
93,15
5,37
113
41
36,15
0,14
-
-
-
BANTUAN KEUANGAN KONSUMSI LAINNYA
BELANJA DAERAH
Pangsa (%)
RENCANA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Apabila dilihat dari struktur belanja masing-masing pemerintah (APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi), pangsa realisasi belanja modal pemerintah pusat di Provinsi NTT mencapai 49,9% dan belanja pegawai sebesar 22,8%. Adapun alokasi belanja konsumsi pemerintah provinsi untuk belanja hibah menjadi alokasi belanja terbesar pemprov dengan pangsa sebesar 34,8%, diikuti belanja barang dan jasa dengan pangsa sebesar 18,5%. Sedangkan pada pemerintah kabupaten/kota, belanja pegawai memiliki pangsa yang tinggi hingga sebesar 48,7%, diikuti alokasi belanja alokasi belanja modal sebesar 22,7%. Secara persentase komponen belanja konsumsi, realisasi belanja pegawai menjadi komponen tertinggi di tingkat APBN hingga mencapai 96,6%. Sementara itu, pada pemerintah Provinsi NTT, alokasi belanja konsumsi terbesar pada komponen belanja hibah dengan realisasi mencapai 100,05% dan belanja pegawai 99,3%. Di lingkup pemerintah kabupaten, belanja bantuan keuangan mengalami realisasi paling tinggi dengan persentase realisasi 93,30% dan diikitui belanja hibah 92%.
Triwulan IV 2015
53
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di NTT
Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota %
% 98,9
4,84
95,3
93,1
90,1
9,72 22,51
9,45
99,3
96,6
93,3
85,3 77,3
BANTUAN KEUANGAN
34,86
95,7
92,0
87,8
KONSUMSI LAINNYA
16,62
82,1
100,5
76,7 94,0
85,1 77,8
74,0
73,1 63,3
22,78
BELANJA BAGI HASIL
48,73
36,2
BELANJA BANTUAN SOSIAL
18,47
37,7
BELANJA HIBAH
17,74
49,87 22,74
18,02
KAB
PROV
BELANJA BARANG DAN JASA
14,0
BELANJA PEGAWAI
Belanja Pegawai
BELANJA MODAL
APBN
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
APBN
Belanja Bantuan Sosial KAB
Belanja Bagi Hasil PROV
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
TOTAL
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Secara spasial, persentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota periode laporan mencapai rata-rata 81,8%, dengan persentase realisasi tertinggi pada Pemerintah Kab. Manggarai Timur sebesar 90,5% sedangkan Kab. Malaka menjadi yang terendah dengan realisasi hanya sebesar 66,9%, salah satu penyebabnya adalah keterlambatan pengesahan APBD. Sementara itu, belanja modal rata-rata di tingkat kabupaten mencapai 73,5%, realisasi tertinggi pada kabupaten Manggarai Timur dengan realisasi 97,20% dan realisasi terendah pada Kab. Alor dengan realisasi hanya sebesar 37,6% yang disebabkan keterlambatan proses lelang. Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur BELANJA DAERAH BELANJA MODAL 90,5
89,9
89,8
89,6
97,2
89,0
85,8
85,4
85,0
84,7
83,6
83,1
83,1
81,8
93,8 88,3
87,6
80,6
80,6
80,6
79,6
79,2
77,9
76,7
89,2
82,6
69,3
83,5
82,5 74,3
73,0
69,0
66,9
80,1
79,3
75,7
73,5
68,8 64,8
64,1
68,3 64,2 59,8 54,0 48,2
MALAKA
ALOR
KAB. KUPANG
ENDE
NAGEKEO
TTS
TTU
SUMBAR
SARAI
SIKKA
RATA-RATA
SBD
MABAR
LEMBATA
KOTA KUPANG
NGADA
SUMTIM
BELU
SUMTENG
MANGGARAI
ROTE
MATIM
FLOTIM
37,6
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan data perbankan pada bulan Triwulan IV-2015, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 2,7 triliun. DPK tersebut menurun 63,4% (qtq) apabila dibandingkan triwulan III yang sebesar 7,4 triliun. Penurunan tersebut selaras dengan peningkatan realiasi anggaran pemerintah yang terjadi di akhir tahun. Total DPK pemerintah sendiri paling banyak ada pada komponen Giro sebesar Rp 2,07 triliun. Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur 8
Triliun Rp
7,26
7,47
7
PEMERINTAH
5,99 6 4,35
2,83 2,74 1,96
2 1 0
I
II
III 2013 PUSAT
Sumber : Bank Indonesia, diolah
54
TABUNGAN
DEPOSITO
TOTAL DPK
4,28
4,16
3,83
3
GIRO
5,74
5,57
5 4
Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Triwulan IV 2015
IV
I
PROVINSI
II
III 2014
PEMKOT
IV
I
II
III 2015
PEMKAB
TOTAL
IV
85,05
5,84
-
90,89
PROVINSI
130,01
2,42
59,70
192,13
KOTA
197,38
30,19
108,86
336,44
KABUPATEN
1.666,16
110,04
339,37
2.115,57
TOTAL
2.078,61
148,50
507,93
2.735,03
PUSAT
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur APBN / APBD APBN PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
REALISASI
KAB
PROV
TOTAL
APBN
353.964
17.240.948
3.353.173
20.948.085
KAB
PROV
2.476.094
16.272.949
3.343.785
22.092.828
TOTAL 29.477.648
11.340.035
19.642.210
3.523.979
34.506.224
10.111.220
16.003.991
3.362.436
Belanja Modal
5.437.093
4.983.732
696.852
11.117.678
5.042.881
3.639.819
606.038
9.288.738
Belanja Konsumsi
5.902.942
14.658.478
2.827.126
23.388.546
5.068.339
12.364.173
2.756.398
20.188.910
Belanja Pegawai
2.383.405
8.883.184
600.660
11.867.249
2.303.035
7.798.515
596.358
10.697.909
Belanja Barang dan Jasa
2.945.876
3.636.003
660.587
7.242.465
2.275.762
2.659.691
620.902
5.556.355
-
269.747
1.165.970
1.435.716
-
248.076
1.171.987
1.420.063
573.662
87.758
28.337
689.757
489.542
55.565
20.958
566.065
Belanja Bagi Hasil
-
8.640
331.908
340.548
-
6.726
317.772
324.497
Bantuan Keuangan
-
1.667.424
32.165
1.699.589
-
1.555.722
27.369
1.583.091
Konsumsi Lainnya
-
105.722
7.500
113.222
-
39.877
1.053
40.930
Belanja Lainnya
-
-
-
-
-
-
-
-
(10.986.072)
(2.401.262)
(170.805)
(13.558.139)
(7.635.126)
268.957
(18.651)
(7.384.820)
Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial
SURPLUS/DEFISIT PEMBIAYAAN DAERAH
2.324.203,81
255.187
2.579.390
2.510.488
248.123
2.758.611
2.220.384
248.123
2.468.508
125.760
7.382
133.142
103.819
7.063
110.883
Pengeluaran
218.350,00
84.700
303.050
200.133,25
83.007
283.140
Penyertaan Modal
170.600,00
75.000,00
245.600,00
164.883,25
75.000
239.883
47.750
9.700
57.450
35.250
8.007
43.257
2.417.898
170.805
2.588.703
2.124.071
172.180
2.296.251
16.636
-
16.636
2.393.028
153.529
2.546.557
Penerimaan SILPA Tahun Lalu Lainnya
Lainnya PEMBIAYAAN NETTO SILPA SEKARANG
2.636.248,01
255.505,09 2.891.753,09
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Triwulan IV 2015
55
05
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan
Perkembangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami peningkatan pada September 2015 dibandingkan Maret 2015. Namun secara persentase jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 22,61% (Maret 2015) menjadi 22,58% (September 2015). Sementara itu angka partisipasi sekolah di Provinsi NTT cenderung menunjukkan trend peningkatan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
5.1. KONDISI UMUM Kondisi kesejahteraan masyarakat NTT menunjukkan perbaikan yang terlihat dari adanya penurunan presentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan September 2015 adalah sebesar 1.160,53 ribu orang atau meningkat sebesar 690 orang dibandingkan bulan Maret 2015 yang sebesar 1.159,84 ribu orang. Namun persentase penduduk miskin cenderung mengalami penurunan dari 22,61% (Maret 2015) menjadi 22,58% (September 2015). Adanya pembangunan proyek-proyek pemerintah dan swasta diperkirakan turut mendorong pembukaan lapangan kerja yang meningkatkan pendapatan masyarakat NTT. Sementara itu, Angka Partisipasi Sekolah (APS) di NTT cenderung mengalami peningkatan. APS untuk kelompok umur 7-12 tahun pada tahun 2014 mencapai 98% meningkat dibandingkan 2013 yang sebesar 92,3%, sementara kelompok umur 13-15 tahun mencapai 94,3%, sedangkan untuk kelompok 16-18 tahun mencapai 74%.
5.2. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN 5.2.1. Kondisi Ketenagakerjaan Umum Persentase penduduk miskin NTT masih lebih tinggi dibandingkan persentase penduduk miskin nasional. Persentase penduduk miskin NTT pada bulan September 2015 yang sebesar 22,58% cenderung masih jauh diatas nasional yang sebesar 11,13%. Namun, trend penurunan terjadi baik dalam lingkup nasional yang sebesar 11,22% (Maret 2015) maupun NTT 22,61% (Maret). Jumlah penduduk miskin di lingkup nasional sendiri mencapai 28,51 juta orang dengan jumlah terbanyak berada di pedesaan (17,89 juta orang). Sementara itu, provinsi dengan persentase penduduk miskin terbesar adalah Papua (28,4%) dan paling sedikit adalah DKI Jakarta (3,61%). Provinsi NTT (22,58) berada pada peringkat ke-3 terbawah, diatas Papua Barat (25,73%) dan dibawah Maluku (19,36%). Grafik 5.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional 25 23 21 19 17 15 13 11 9 7 5
%
Grafik 5.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
22,58
28,40
%
25,73 22,58 11,13
MAR 12
SEPT 12
MAR 13
SEPT 13
NTT
Sumber : BPS, diolah
MAR 14
Nasional
SEPT 14
MAR 15
16,54 13,77
14,07
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
17,11
17,16
18,16
19,36
SEPT 15 NTB
Aceh
Bengkulu Gorontalo
Maluku
NTT
Papua Barat
Papua
Sumber : BPS, diolah
Dari sisi komposisi, penduduk miskin di NTT yang berada di pedesaan menunjukkan angka peningkatan dari 1.043,68 ribu orang (Maret 2015) menjadi 1.063,47 (September 2015) atau 25,89% dari total penduduk di pedesaan. Hal ini dapat menjadi indikasi adanya penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan yang mayoritas bekerja di sektor pertanian seiring adanya gagal panen tanaman perkebunan (kopi dan kakao) serta tanaman bahan makanan (padi dan jagung) di beberapa tempat seperti Kab. Ende, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Manggarai Timur, Kab. Belu dan Kab Malaka akibat kekeringan dan hama (keong mas). Sementara itu, penduduk di perkotaan tercatat mengalami penurunan jumlah penduduk miskin dari 116,16 ribu orang (Maret 2015) menjadi 97,06 ribu orang (September 2015) atau 9,41% dari total penduduk perkotaan. Banyaknya kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta diperkirakan turut membuka lapangan kerja dan mendorong penurunan jumlah penduduk miskin.
Triwulan IV 2015
59
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 5.3. Presentase Penduduk Miskin di NTT
1,200
1160,53 %
Ribu
28.00 1,000 23.00
800 600
18.00
400 13.00
200 0
8.00
MAR 12 SEPT 12 PERKOTAAN
PEDESAAN
MAR 13 SEPT 13 KOTA+DESA
MAR 14 SEPT 14 %PERKOTAAN
MAR 15 SEPT 15 %KOTA+DESA
%PEDESAAN
Sumber : BPS, diolah
Di sisi lain, adanya kenaikan tingkat harga beberapa komoditas juga mendorong peningkatan Garis Kemiskinan yang mencapai Rp 307.224,-/kapita atau meningkat 3,14% dari bulan Maret 2015 yang sebesar Rp 297.863,-/kapita. Peningkatan tertinggi berada pada komoditas bukan makanan sebesar 3,8% (September dibandingkan Maret 2015), sementara makanan sebesar 2,98%. Komoditas yang memiliki kontribusi tertinggi pada garis kemiskinan adalah beras dan perumahan. Dari sisi peringkat, nilai garis kemiskinan Provinsi NTT berada di peringkat ke-6 terendah diatas Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara. Tingginya angka kemiskinan dan dibarengi oleh rendahnya garis kemiskinan menunjukkan bahwa tingkat pendapatan provinsi NTT masih tergolong rendah. Hal ini juga terlihat dari PDRB Perkapita penduduk NTT pada tahun 2015 yang sebesar Rp 14,92 juta/tahun atau jauh dibawah PDB perkapita nasional yang sebesar Rp 45,18 juta/tahun. Grafik 5.4. Perkembangan Garis Kemiskinan
350
Grafik 5.5. Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan
RIBU
Rp
307,22
269.516
261.854
SULTRA
SULSEL
307.104 SULUT
274.961
307.224 NTT
GORONTALO
309.314 JATENG
277.479
314.464 JATIM
100
SULBAR
318.602
150
JABAR
200
322.689
250
NTB
300
50 0
MAR 12 SEPT 12
MAR 13 SEPT 13
MAKANAN
Sumber : BPS, diolah
MAR 14 SEPT 14
BUKAN MAKANAN
MAR 15 SEPT 15
GARIS KEMISKINAN
Sumber : BPS, diolah
Indikator lain yang dapat dipergunakan dalam menggambarkan kondisi kemiskinan, diantaranya adalah indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di NTT pada Maret 2015 (P1: 4,06 dan P2: 1,07) tercatat meningkat dibandingkan September 2014 (P1: 4,62 dan P2: 1,44). Peningkatan keduanya mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin jauh di bawah garis kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran juga semakin melebar.
60
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 5.6. Indeks Kedalaman Kemiskinan
Grafik 5.7. Indeks Keparahan Kemiskinan
5,50
1,80
5,00
1,60
4,50
1,40
4,00
1,20
3,50
1,00
3,00
0,80
2,50
0,60
2,00
0,40 0,20
1,50 1,00
0,00 SEPT 12
MAR 13
SEPT 13
KOTA
MAR 14
DESA
SEPT 14
MAR 15
SEPT 15
SEPT 12
MAR 13
KOTA+DESA
SEPT 13
KOTA
MAR 14
DESA
SEPT 14
MAR 15
SEPT 15
KOTA+DESA
5.3. PERKEMBANGAN ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS) Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan proporsi dari semua anak yang masih sekolah pada satu kelompok umur tertentu terhadap penduduk dengan kelompok umur yang sesuai. Perkembangan APS Provinsi NTT menunjukkan angka yang meningkat pada tahun 2014. Jumlah penduduk sekolah untuk usia 7-12 tahun mencapai 98%, usia 13-15 tahun (94,3%) dan usia 16-18 tahun (74%). Di sisi lain, proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah tepat pada tingkat kelompok umurnya atau Angka Partisipasi Murni (APM) menunjukkan perkembangan yang meningkat pula. Namun, proporsi partisipasi sekolah untuk tingkat SMP keatas masih cukup rendah yaitu dibawah 70% (SMP: 65,9, SMA: 52,15), sementara untuk tingkat SD sudah cukup baik sebesar 94,6%. Tingkat APM yang rendah dapat menunjukkan bahwa masih banyak penduduk NTT yang terlambat dalam mengambil tingkat pendidikan yang sesuai dengan kelompok umurnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kecenderungan anak usia sekolah yang harus membantu orang tuanya terlebih dahulu untuk bekerja, terutama di sektor pertanian. Sehingga kesadaran untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi menjadi berkurang karena masih rendahnya kualifikasi kebutuhan pendidikan di sektor tersebut. Kesadaran untuk memperoleh pendidikan baru meningkat sesuai perkembangan umur karena munculnya kebutuhan untuk peningkatan kemampuan diri. Grafik 5.8. Angka Partisipasi Sekolah
Grafik 5.9. Angka Partisipasi Murni 100
110 98,0
100
90
90
94,3
80
74,0
94,6
80 65,9
70
70 60
60
52,15
50
50 40
40
30
30 2008
2009
2010 7-12 thn
2011 13-15 thn
2012
2013
2014
2008
16-18 thn
Sumber : BPS, diolah
2009
2010 7-12 thn
2011 13-15 thn
2012
2013
2014
16-18 thn
Sumber : BPS, diolah
Sementara apabila dilihat dari sisi spasial, perkembangan APS untuk kelompok umur 7-12 tahun yang terendah ada di Kab. Sumba Barat Daya (SBD) sebesar 95,91%, sementara untuk kelompok umur 13-15 tahun ada di Kab. Alor (89,48%) dan 16-18 tahun di Kab. Manggarai Barat (65,89%). Masuknya Kab. Manggarai Barat yang merupakan salah satu sentra pertanian di NTT dalam kategori APS terendah menunjukkan bahwa sektor lapangan kerja juga menjadi pertimbangan utama masyarakat dalam melanjutkan pendidikan di NTT.
Triwulan IV 2015
61
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
5.4. PERKEMBANGAN SEKTOR KETENAGAKERJAAN Berdasarkan data Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia menunjukkan adanya peningkatan Saldo Tertimbang Bersih pada triwulan IV-2015 yang menggambarkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja yang terutama didorong sektor bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel & Restoran. Dorongan proyek-proyek serta momen natal dan tahun baru di akhir tahun diperkirakan menjadi penyebab. Sementara itu, proyeksi pada triwulan-I 2016 diperkirakan melambat yang disebabkan belum tibanya musim panen dan penurunan kegiatan proyek pemerintah. Dari sisi produktivitas, angka produktivitas penduduk NTT di triwulan-IV mencapai Rp 9,09 juta/orang yang terutama berasal dari industri minuman sebesar Rp 9,75 juta/orang. Grafik 5.11. Produktivitas Industri Besar Sedang
Grafik 5.10. Perkembangan Tenaga Kerja 30
% SBT 45
25
Rp Juta
40
20
35
15
30 25
10
20
INDEKS
5 0 -5
I
II
III
IV
I
2012
II
III
IV
2013
I
II
III 2014
-10 -15
IV
I
II
III
2015
IV
I*
5 0
8,29 I
II
III
IV
2013 *Perkiraan
PROYEKSI
Triwulan IV 2015
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
AKTUAL INDUSTRI MAKANAN
Sumber : SKDU - Bank Indonesia
62
9,75 8,96
15 10
Sumber : BPS, diolah
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI FURNITUR
TOTAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
04
Permasalahan Sumber Daya Manusia di Provinsi NTT (Employability)
Provinsi NTT merupakan salah satu Provinsi besar di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan jumlah penduduk mencapai 5,04 juta jiwa (2014) dan merupakan Provinsi dengan populasi terbanyak ke-2 di KTI setelah Prov. Sulawesi Selatan (8,4 juta jiwa). Namun,besarnya populasi tersebut bukan merupakan jaminan bagi kualitas sumber daya manusia. Angka kemiskinan NTT masih berada di peringkat ke-32 dari 34 Provinsi dengan persentasi 22,58% atau 1,16 juta jiwa (2015). Selain itu, pendapatan perkapita penduduk NTT pada tahun 2014 hanya sebesar Rp 13,6 juta dan jauh dibawah rata-rata nasional yang sebesar Rp 42,4 juta/kapita/tahun dan duduk di peringkat terakhir dari 34 Provinsi di NTT. Terkait hal tersebut, kami mencoba memotret kondisi sumber daya manusia yang merupakan garda terdepan bagi pembangunan perekonomian di Provinsi NTT.
A. Kondisi Pendidikan Jumlah angkatan kerja di Provinsi NTT pada tahun 2014 mencapai 2,24 juta jiwa. Namun dari jumlah tersebut sebanyak 61,14% (1,37 juta jiwa) merupakan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SD kebawah. Persentase tersebut tidak berbeda jauh dengan Provinsi Papua sebesar 62,85%. Hal tersebut juga didukung oleh Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah yang cenderung memiliki trend meningkat namun masih sangat rendah untuk tingkat SMP (65,86%) dan SMA (52,15%). Dari sisi fasilitas 57,46% Desa tidak memiliki SMP/MTS sementara 80,21% Desa tidak memiliki fasilitas SMA/SMK. Grafik Boks 4.1. Porsi Pendidikan Tenaga Kerja
Grafik Boks 4.2. Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah
PAPUA
100
94,56
90
NTT
80
NTB
65,86
70 60
SULSEL
52,15
50 40
MALUKU UTARA DKI JAKARTA
30 20 10
INDONESIA
SD KEBAWAH
SMP
SMA/SMK
DIPLOMA
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
0
100%
2002
80%
2001
60%
2000
40%
1999
20%
1998
0%
UNIVERSITAS
SMP/MTS
SD/MI
SMA/SMK
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
B. Kesehatan Dari sisi fasilitas kesehatan, Persentase penduduk dibandingkan jumlah fasilitas yang ada cenderung masih sangat timpang. Dari data Departemen Kesehatan (2014), 1 (satu) Rumah Sakit masih berbanding dengan 114.475 orang di NTT, sementara 1 (satu) dokter berbanding dengan 5.933 orang walaupun dalam perkembangannya terjadi penambahan jumlah fasilitas kesehatan dan menurunkan persentase fasilitas kesehatan dan penduduk. Tabel Boks 4.1. Persentase Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Penduduk KATEGORI
2010
2011
2012
156.873
140.485
15.230
13.966
Jiwa/Faskes
813
Jiwa/Dokter Jiwa/Bidan
Jiwa/RS Jiwa/Puskesmas
2013
2014
119.494
120.828
114.475
14.038
13.685
13.613
825
571
578
588
7.844
7.655
7.205
6.623
5.933
1.767
1.772
1.672
1.416
1.438
Sumber: Kementerian Kesehatan (2014)
Triwulan IV 2015
63
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
C. Pengangguran Berdasarkan data kualitas pendidikan dan kesehatan tersebut, maka dilakukan perbandingan pada tingkat pengangguran terbuka yang ternyata selalu mengalami trend menurun. Namun Hal yang cukup menjadi perhatian adalah meningkatnya porsi pengangguran terdidik (tenaga kerja dengan pendidikan terakhir diatas SMA) setiap tahunnya. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya ketidakcocokan kualifikasi angkatan kerja dengan lowongan pekerjaan yang tersedia. Hal ini dapat terjadi karena struktur perekonomian NTT yang masih didominasi sektor pertanian dan tidak membutuhkan tenaga kerja terdidik dengan jumlah besar. Grafik Boks 4.3. Porsi Pendidikan Tenaga Kerja
Grafik Boks 4.4. Pangsa Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja 80
6
%
70
5
60
4
50 40
3
30
2
20
1
10 0
0
2011
SD KEBAWAH
Sumber: BPS(diolah)
2012
2013
2014
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2010
SMP
DIATAS SMA/SMK
Sumber: BPS(diolah)
D. Produktivitas Selain adanya ketidaksinkronan lapangan pekerjaan, faktor lainya adalah tingkat produktivitas di NTT yang masih sangat rendah yaitu hanya Rp 31,5 juta/orang dan merupakan yang terendah dari 34 Provinsi di Indonesia. Hal tersebut dapat menyebabkan keengganan perusahaan yang beroperasi di NTT untuk merekrut tenaga kerja lokal. Grafik Boks 4.5. Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia
70 60 50 40 30 20 10 0
Lampung
Kalbar
Jateng
Malut
Maluku Gorontalo Bengkulu
Sulbar
Yogya
NTB
NTT
Sumber: BPS, diolah (2014)
E. Hasil Liasion dan Wawancara Berdasarkan data tersebut, telah pula dilakukan diskusi dengan beberapa pengusaha di NTT, beberapa keluhan mengenai tenaga kerja NTT yang didapat sehingga menyebabkan keengganan mereka untuk merekrut tenaga kerja lokal, diantaranya: 1) Kualitas lulusan rendah, 2) Budaya Service Excellence yang kurang, serta 3) Kualitas pendidik dan level pendidikan yang timpang. Hal tersebut menyebabkan beberapa pengusaha lebih memilih mendatangkan tenaga kerja dari pulau jawa untuk mengisi posisi yang strategis di perusahaan mereka. F. Kesimpulan dan Rekomendasi Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM dan mengurangi kesenjangan dengan lulusan di Pulau Jawa, maka beberapa hal yang perlu dilakukan adalah: 1) Peningkatan kualitas pendidik di daerah, 2) Peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, 3) Mendorong jiwa kewirausahaan masyarakat, serta 4) Peningkatan kualitas SDM melalui lembaga pelatihan. Selain itu, penanaman jiwa service harus ditingkatkan untuk dapat menunjang potensi wisata di NTT.
64
Triwulan IV 2015
06
Outlook Pertumbuhan Ekonomi Dan Inflasi Di Daerah
Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada tingkat moderat dengan rentang antara 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2016 diperkirakan melambat. Sementara itu, inflasi tahun 2016 diperkirakan sedikit menurun pada kisaran 4,3-4,7% (yoy) dan masih berada pada rentang target Bank Indonesia sebesar 4±1% (yoy). Peningkatan investasi dan alokasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT di tahun 2016. Sementara itu, perlambatan kegiatan pemerintah, belum tibanya musim panen padi dan menurunnya konsumsi masyarakat paska libur natal menjadi penyebab melambatnya perekonomian NTT pada ttriwulan-I 2016. Tekanan inflasi pada tahun 2016 diperkirkan berasal dari komoditas bahan makanan (volatile food), terhambatnya musim tanam padi karena dampak El Nino dan fluktuasi harga tiket pesawat. sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan-I 2016 diperkirakan masih dipengaruhi oleh tingginya harga komoditas daging ayam dan semen, serta pengaruh cuaca yang mendorong peningkatan harga ikan segar dan bumbu-bumbuan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI 6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 Perekonomian NTT pada tahun 2016 diperkirakan berada pada rentang 5,1 – 5,5% (yoy) dan didorong terutama oleh investasi dan konsumsi pemerintah melalui program pembangunan untuk publik. Beberapa proyek pemerintah yang masih berjalan di tahun 2016, diantaranya Waduk Raknamo (Kab. Kupang) yang sudah memasuki tahap konstruksi, Waduk Rotiklot (Kab. Belu), dan rencana pembangunan Waduk Kolhua (Kota Kupang). Selain itu, terdapat pula rencana pembangunan 101 embung dan sarana pengendalian banjir sungai oleh Pemerintah Pusat sebagai impelementasi program kedaulatan pangan Presiden Jokowi, serta peningkatan konektivitas melalui pembangunan berbagai proyek besar seperti jalan, jembatan dan rehabilitasi bandara. Sementara itu, proyek swasta yang dapat menjadi pendorong adalah rencana pembangunan PT. Semen Kupang II dengan anggaran mencapai Rp 2 triliun yang direncanakan dimulai tahun 2016. Dari sisi belanja konsumsi pemerintah, perekonomian NTT tahun 2016 juga didorong oleh adanya peningkatan dana desa sebesar 128% dari Rp 812 miliar (2015 menjadi Rp 1,849 triliun (2016) yang akan disalurkan kepada 2995 desa di 21 kabupaten dengan besaran Rp 565 juta/desa. Sementara itu, konsumsi rumah tangga turut didorong peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) hingga 16% dari Rp 1.250.000,- (2015) menjadi Rp 1.425.000,- (2016). Pertumbuhan ekonomi juga diharapkan dapat berasal dari peningkatan sektor pertanian sebagai dampak positif perbaikan sarana prasarana dan jalur irigasi di tahun 2015 walaupun untuk penyelesaian Waduk Raknamo baru akan selesai sekitar tahun 2017. Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016 9%
5,50% 5,40%
7%
5,30% 5%
5,20%
3%
5,10% 5,00%
1%
4,90% -1%
4,80% 4,70%
2012
2013
2014
2015
2016*
-3%
PDRB (YOY)
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)
ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)
PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY)
KONSTRUKSI
JASA PENDIDIKAN (YOY)
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I-2016 Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan I-2016 diperkirakan mengalami perlambatan dan akan berada pada rentang 4,5-4,9% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan oleh penurunan kinerja sektor pertanian, sektor administrasi pemerintah, serta sektor perdagangan besar dan eceran sebagai dampak penurunan aktivitas ekonomi dan musim tanam yang baru tiba di awal tahun. Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I - 2016 5,20%
11%
5,10%
9%
5,00%
7%
4,90% 4,80%
5%
4,70%
3%
4,60%
1%
4,50%
-1%
4,40% 4,30%
-3% IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
PDRB (YOY)
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)
ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)
PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY)
KONSTRUKSI
JASA PENDIDIKAN (YOY)
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
Triwulan IV 2015
67
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Sektoral Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan I diperkirakan mengalami penurunan. Penurunan terjadi karena dampak baru tibanya musim tanam komoditas padi di Provinsi NTT. Selain itu, adanya dampak El Nino juga mendorong adanya pergeseran masa tanam di NTT dan juga berdampak pada produksi tanaman perkebunan (jambu mete dan kakao). Berdasarkan perkiraan curah hujan, hujan baru akan turun di sebagian besar daerah Provinsi NTT pada bulan Februari, namun curah hujan akan menurun pada bulan Maret dan sebagian besar daerah mulai mengalami curah hujan rendah. Curah hujan yang stabil berada di daerah Manggarai barat dan Manggarai yang merupakan sentra pertanian padi di Provinsi NTT. Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan Februari
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Maret
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Dari sub sektor peternakan, adanya pengoperasian kapal ternak (KM. Camara Nusantara I) dengan kapasitas angkut 500 ekor diperkirakan dapat mempermudah penjualan komoditas sapi. Kapal ternak yang sebelumnya sempat bermasalah dengan karena kosongnya ternak pada pengiriman ke-2, mulai mendapatkan kepercayaan pengusaha NTT pada pengiriman ke-3 (Februari 2016), terbukti dengan diangkutnya sapi sebanyak 500 ekor dari Kupang dan Waingapu. Di sisi lain, sub sektor perikanan diperkirakan baru akan mengalami peningkatan pada bulan Maret seiring kondisi cuaca dan gelombang yang mulai membaik. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan terutama disebabkan oleh aktivitas pemerintah di awal tahun yang baru memasuki tahap konsolidasi, perencanaan dan proses lelang barang dan jasa yang baru akan dibuka. Selain itu, proses dropping anggaran dana desa juga masih belum optimal seiring dalam proses evaluasi tahun sebelumnya. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan juga mengalami perlambatan. Telah lewatnya masa liburan sekolah dan natal menjadi penyebab utama perlambatan. Selain itu, belum adanya peningkatan pendapatan masyarakat seiring belum tibanya panen juga menjadi penyebab lainnya. Hal ini juga terindikasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) – Bank Indonesia yang menunjukkan adanya penurunan dari segi kegiatan usaha dan harga jual. Sektor konstruksi diperkirkan mengalami perlambatan di awal tahun. Perlambatan diperkirakan terjadi seiring selesainya kegiatan proyek pemerintah untuk tahun 2015. Namun, adanya beberapa proyek multiyears seperti pembangunan waduk dan Kantor Gubernur NTT diperkirakan dapat menahan perlambatan yang lebih dalam. Selain itu, adanya dispensasi kegiatan proyek yang terlambat di tahun 2015 selama 50 hari diharapkan pula dapat menopang tumbuhnya sektor konstruksi di awal tahun.
68
Triwulan IV 2015
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 6.3. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan 10 8 6 4 2 0 I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
-2 2013
2014
2015
2016
-4 -6 -8 -10
KEGIATAN USAHA
HARGA JUAL
TENAGA KERJA
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan melambat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK). Perlambatan juga terlihat pada penurunan indeks proyeksi pendapatan rumah tangga dan rencana pembelian barang tahan lama. Masih belum optimalnya pendapatan masyarakat yang sebagian bekerja pada sektor pertanian di awal tahun dan belum adanya dorongan lapangan pekerjaan dari kegiatan proyek-proyek pemerintah diperkirakan menjadi beberapa penyebab. Selain itu, tidak adanya momen untuk kegiatan belanja seperti libur sekolah dan natal juga menjadi faktor penyebab lainnya. Grafik 6.4. Indeks Tendensi Konsumen 110
INDEKS 115
105
110
100
105
95
100 95
90
90 85
85 80
80 I
II
III
IV
I
2013 ITK
II
III
IV
2014 PROYEKSI PEND.RT
I
II
III 2015
IV
I* 2015
RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
Sumber : BPS, diolah
Kinerja investasi diperkirakan melambat pada triwulan-I. Belum dimulainya kegiatan proyek pemerintah pada tahun 2016 dan belum adanya sinyalemen investasi besar swasta di awal tahun menjadi pendorong utama. Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan I juga diperkirakan akan sedikit melambat. Perlambatan diperkirakan terjadi seiring masih terbatasnya produksi komoditas ekspor di awal tahun (ikan tuna dan jambu mete) karena faktor cuaca. Ekspor antar daerah diperkirakan dapat terhambat oleh adanya operasional kapal ternak yang mendorong peningkatan pengiriman sapi dari NTT pada awal tahun.
6.2. INFLASI Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan sedikit menurun. Inflasi NTT pada tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 4,3-4,7% (yoy). Penyebab penurunan inflasi diperkirakan berasal dari kestabilan harga komoditas Administered Prices terutama Bahan Bakar Minyak (BBM) seiring trend penurunan harga minyak dunia. Namun, potensi dorongan inflasi masih tetap muncul terutama pada komoditas Volatile Food seiring kondisi cuaca dan El Nino yang dapat mempengaruhi produksi pertanian. Selain itu, kondisi cuaca dan gelombang laut yang seringkali berubah-ubah juga berpengaruh pada harga komoditas ikan segar. Sementara itu, adanya peningkatan
Triwulan IV 2015
69
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
daya listrik PLN sebesar 2x18 MW pada tahun 2016 diharapkan dapat mengurangi resiko adanya gangguan listrik, sehingga resiko kenaikan harga semen akibat produksi yang menurun seperti tahun 2015 dapat dihindari. Di sisi lain, banyaknya libur long weekend di tahun 2016 patut diantisipasi sebagai resiko penyebab kenaikan tarif angkutan udara. Sementara itu inflasi tahunan pada triwulan I 2016 masih tercatat cukup tinggi karena dampak rendahnya inflasi pada tahun sebelumnya. Adanya penurunan harga BBM pada triwulan I-2015 memberikan dampak rendahnya nilai pembagi inflasi pada tahun 2015 sehingga angka inflasi tahunan triwulan I-2016 tercatat cukup tinggi sebesar dengan rentang 5,9 - 6,3% (yoy). Namun secara triwulanan (qtq) inflasi tercatat cukup rendah sebesar 0,5 - 0,8% (qtq). Sumbangan inflasi secara triwulanan terutama didorong oleh kenaikan harga daging ayam ras dan semen yang masih terjadi di awal tahun. Selain itu, faktor musiman yang menyebabkan penurunan produksi komoditas bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran menjadi pendorong inflasi utama. Di sisi lain, faktor penahan inflasi diantaranya adalah penurunan harga BBM dan tarif dasar listrik untuk 12 kelompok pelanggan pada bulan Januari, normalnya pasokan dan permintaan semen serta daging ayam ras, serta dampak kembali normalnya harga-harga setelah kenaikan tinggi pada bulan sebelumnya. Grafik 6.5. Perkembangan Inflasi NTT 9% 8%
6,14%
7% 6% 5% 4% 3% 2%
0,68%
1% 0% -1%
I
II
III 2013
IV
I
II
III 2014
INFLASI NTT (%-YOY)
Sumber : BPS, diolah
80
Triwulan IV 2015
IV
I
II
III 2015
INFLASI NTT (%-QTQ)
IV
I 2015