November 2016
Tari Caci - Manggarai
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan KPW BI Provinsi NTT Jl. Tom Pello No. 2 Kupang – NTT [0380] 832-047 ; fax : [0380] 822-103 www.bi.go.id
ii
Kata Pengantar Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder lainnya. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kupang, November 2016 Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga Deputi Direktur
iii
Daftar Isi Halaman Judul
i
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi
v
Daftar Grafik
viii
Daftar Tabel
xii
Daftar Gambar
xii
Ringkasan Umum
xv
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
xvii
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1
1.1 Kondisi Umum
1
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
2
1.2.1. Konsumsi
2
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
5
1.2.3. Ekspor dan Impor
6
1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah
6
1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri
7
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
8
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
8
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
10
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
10
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
12
BOKS 1. Update Perkembangan Penyediaan Kelistrikan di Provinsi NTT
15
BAB II KEUANGAN DAERAH
21
2.1 Kondisi Umum
21
2.2 Pendapatan Daerah
21
2.3 Belanja Daerah
22
2.3.1. Belanja APBN
24
2.3.2. Belanja Pemerintah provinsi NTT
24
2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
25
2.4 Dana Pemerintah di Perbankan
26
Agustus 2016
v
Daftar Isi BAB III PERKEMBANGAN INFLASI
31
3.1. Kondisi Umum
31
3.1.1. Inflasi Bulanan 3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas
32 33
3.2.1. Bahan Makanan
34
3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
34
3.2.3. Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
35
3.2.4. Komoditas Lainnya
35
3.3. Disagregasi Inflasi NTT
36
3.3.1 Volatile foods
36
3.3.2 Administered prices
36
3.3.3 Inflasi Inti (Core)
37
3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
37
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
37
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
38
3.5. Perkiraan Inflasi NTT Triwulan IV 2016 dan Sepanjang Tahun 2016
39
3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
39
BOKS 2. Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi Resiko
41
BOKS 3. Potensi Ancaman Inflasi Daging Ayam Ras di NTT
43
BOKS 4. Roadmap TPID Provinsi NTT : JUPE RUN 10K
46
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH
51
4.1. Kondisi Umum
51
4.2. Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga
51
4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
51
4.2.2. Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
52
4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM
54
4.3.1. Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
54
4.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
54
4.3.3. Perkembangan Risiko Kredit UMKM
56
4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi 4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi 4.5. Asesmen Perbankan
vi
56 56 57
4.5.1. Kinerja Bank Umum
57
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
58
November 2016
Daftar Isi BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
63
5.1. Kondisi Umum
63
5.2. Transaksi Pembayaran Tunai
63
5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)
63
5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
64
5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
64
5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai
65
5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital
65
BOKS 5. LASIANA
66
BAB VI KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN
71
6.1 Kondisi Umum
71
6.2. PERKEMBANGAN TENAGA KERJA
71
6.2.1 Perkembangan Tenaga Kerja Umum
71
6.2.2 Kondisi Ketenagakerjaaan Berdasarkan Sektor
72
6.2.3 Kondisi Ketenagakerjaaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
73
6.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
73
6.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
74
6.2.6 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) NTT
74
6.2.7 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
74
6.3. PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
75
6.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
75
6.3.2 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
75
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
79
7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT
79
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I 2017
79
7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
79
7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
80
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
80
7.2 Inflasi
81
7.2.1 Inflasi Triwulan-I Tahun 2017
81
7.2.2 Inflasi Tahun 2017
81
November 2016
vii
Daftar Grafik Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
1
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional
1
Grafik 1.3 Survei Penjualan Eceran
3
Grafik 1.4 Perkembangan Konsumsi BBM
3
Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen
4
Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
4
Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
4
Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi
4
Grafik 1.9 Perkembangan Survei Konsumen
5
Grafik 1.10 Perkembangan Survei Penjualan Eceran
5
Grafik 1.11 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen
5
Grafik 1.12 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
6
Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas
7
Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat
7
Grafik 1.15 Perkembangan Ekspor dan Impor
7
Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor
7
Grafik 1.17 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau
9
Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Tukar Petani
9
Grafik 1.19 Perkembangan Kredit Pertanian
9
Grafik 1.20 Perkembangan SKDU Pertanian
9
Grafik 1.21 Proyeksi SKDU Pertanian
9
Grafik 1.22 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
10
Grafik 1.23 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
10
Grafik 1.24 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
11
Grafik 1.25 Perkembangan Survei Konsumen
11
Grafik 1.26 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
11
Grafik 1.27 Proyeksi SKDU Perdagangan
11
Grafik 1.28 Perkembangan Tamu Hotel
12
Grafik 1.29 Perkembangan Penumpang Bandara
12
Grafik Boks 1. 1. Perbandingan Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik per Kapita
13
Grafik Boks 1.2. Perbandingan Pertumbuhan PDRB Sektor Listrik dan Gas dengan PDRB
13
viii
November 2016
Daftar Grafik Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
21
Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN
22
Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota
22
Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Komponennya Triwulan-III 2016
22
Grafik 2.5 Pangsa Belanja Kabupaten/ Kota
23
Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja
23
Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Belanja Modal
23
Grafik 2.8 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota NTT
24
Grafik 2.9 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD
25
Grafik 2.10 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT
25
Grafik 2.11 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT
26
Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
31
Grafik 3.2 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia
33
Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
33
Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
34
Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
34
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
35
Tahunan dan Bulanan Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
35
Komoditas Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan
35
dan Bulanan Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub
35
Kelompok Komoditas Grafik 3.10 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
36
Grafik 3.11 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan
37
Grafik 3.12 Inflasi Tahunan Kota Kupang
38
Grafik 3.13 Inflasi Tahunan Kota Maumere
38
Grafik Boks 2.1. Pola Pergerakan Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan dalam 7 Tahun terakhir
41
Grafik Boks 2.2. Perbandingan Andil Inflasi 14 Komoditas Bahan Makanan dibandingkan Inflasi Umum di
41
Provinsi NTT Grafik Boks 3.1. Inflasi Daging Ayam Bulanan dibandingkan Data Survei Pemantauan Harga
43
Grafik Boks 3.2. Harga Daging Ayam Bulanan SPH dibandingkan Estimasi Harga Inflasi
43
Grafik Boks 4.1. 31 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di NTT
47
November 2016
ix
Daftar Grafik Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat
51
Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK
51
Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas
52
Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan
52
Grafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga
52
Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK
52
Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga
53
Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
53
Grafik 4.9 Kredit Rumah Tangga
53
Grafik 4.10 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
53
Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha
54
Grafik 4.12 Kondisi Keuangan
54
Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM
55
Grafik 4.14 NPL UMKM
55
Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
55
Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi
55
Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
56
Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor
56
Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi
57
Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi
57
Grafik 4.21 NPL Kredit 2 Sektor Korporasi
57
Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)
58
Grafik 4.23 Perkembangan LDR
58
Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum
58
Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR
59
Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR
59
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai
63
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Kliring
63
Grafik 5.3 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE
64
Grafik 5.4 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
64
Grafik 5.5 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
65
Grafik 5.6 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
65
x
November 2016
Daftar Grafik Grafik Boks 5.1. Kegiatan Pemusnahan Uang
68
Grafik Boks 5.2. Frekuensi Kegiatan Kas Keliling dan Dropling
68
Grafik Boks 5.3. Selisih Lebih dan Kurang Setoran Bank
68
Grafik 6.1 Perbandingan Tingkat Pengangguran Provinsi NTT dan Nasional
71
Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Prosentase Pengangguran Terendah
71
Grafik 6.3 Perbandingan Jumlah Angkatan Kerja, Pekerja dan Penganggur di Provinsi NTT
72
Grafik 6.4 Tren Penyerapan Tenaga Kerja Per-Sektor
72
Grafik 6.5 Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Agustus 2016
72
Grafik 6.6 Pertumbuhan Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja
72
Grafik 6.7 Perkembangan Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan
73
Grafik 6.8 Perkembangan Angkatan Kerja dan Pekerja Menurut Tingkat Pendidikan
73
Grafik 6.9 Perkembangan Struktur Tenaga Kerja Menurut Status Pekerjaan
73
Grafik 6.10 Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat
73
Grafik 6.11 Presentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar
74
Grafik 6.12 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
74
Grafik 6.13 Perkembangan Upah Minimum Provinsi NTT
74
Grafik 6.14 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
75
Grafik 6.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani
75
Grafik 6.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani Per Sektor
75
Grafik 6.17 Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks Tendensi Konsumen-BPS
75
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-I 2017
79
Grafik 7.2 Survei Konsumen
79
Grafik 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
81
Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw I 2017 dan 2017
81
November 2016
xi
Daftar Tabel Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-III 2016
2
Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan III-2016
3
Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan III 2016
4
Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan III-2016
6
Tabel 1.5. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri
6
Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III-2016
8
Tabel Boks 1.1. Progres Pembangunan Pembangkit dan Permasalahan yang Dihadapi
17
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT
24
Tabel 2.2. Komposisi DPK Pemerintah di NTT
26
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
27
Provinsi NTT Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
31
Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
32
Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
33
Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
34
Tabel 3.5 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
38
Tabel 3.6 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
38
Tabel Boks 2.1. Rencana Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT 42 tahun 2016 Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT
64
Tabel Boks 5.1. Realisasi Kegiatan Perkasan Bank Indonesia di tahun 2016
68
Daftar Gambar Gambar Boks 1.1. Peta Penyediaan Listrik dan Rencana Transmisi Kelistrikan di Provinsi NTT
16
Gambar 2.1. Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
26
Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID
40
Gambar Boks 3.1 Peta Produksi, Distribusi dan Estimasi Kebutuhan Daging Ayam Ras di NTT
44
Gambar Boks 4.1. Alur Pikir Road Map TPID Provinsi NTT
46
Gambar Boks 4.2. Strategi Pengendalian Inflasi di Provinsi NTT
48
Gambar Boks 5.1. Peta Kas Titipan dan Jalur Distribusi Uang di NTT
66
Gambar Boks 5.2. Bagan Inovasi Perkasan di KPwBI Provinsi NTT
67
xii
November 2016
Ringkasan Umum
Foto : Bukit Wairinding - Sumba Timur
xiv
Triwulan I 2016
Ringkasan Umum EKONOMI MAKRO REGIONAL Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan III-2016 mencapai Rp 21,98 triliun (atas dasar harga berlaku) dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,14% (yoy), melambat dibandingkan triwulan II-2016 yang sebesar 5,36% (yoy). Namun angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy). Perlambatan terutama berasal dari konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi sebesar -29,6% (yoy) seiring dengan adanya penghematan anggaran oleh pemerintah dan adanya penundaan realisasi Dana Alokasi Umum (DAU). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi triwulan III terutama didukung oleh peningkatan konsumsi rumah tangga seiring pendapatan masyarakat paska gaji ke-13 dan ke-14 di akhir bulan Juni, panen komoditas perkebunan dan didukung oleh momen libur keagamaan serta liburan sekolah. Selain itu didukung pula pertumbuhan investasi yang masih tercatat tumbuh positif. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-IV diperkirakan akan cukup stabil dengan kisaran 5,005,40% (yoy) yang didorong oleh percepatan belanja pemerintah serta konsumsi masyarakat menjelang natal dan liburan sekolah. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 akan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,02% (yoy) dan berada pada rentang 5-5,4% (yoy) terutama berasal dari peningkatan konsumsi masyarakat secara umum dan pertumbuhan investasi.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan III-2016 mencapai Rp 18,41 triliun atau telah mencapai 74,39% dari pagu rencana pendapatan tahun 2016 sebesar Rp 24,75 triliun. Di sisi lain, terjadi penyesuaian pagu belanja pemerintah sebesar Rp 975,45 miliar di triwulan III yang terutama didorong langkah penghematan anggaran APBN oleh pemerintah pusat. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat baru mencapai Rp 18,21 triliun atau 53,39% dari pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,11 triliun. Pangsa realisasi belanja masih didominasi oleh belanja pegawai sebesar 46,11% serta belanja barang dan jasa (19,59%), sementara belanja modal hanya sebesar 17,31%.
PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi Provinsi NTT pada triwulan III 2016 mengalami penurunan yaitu dari 5,02 (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi sebesar 3,07% (yoy) di triwulan III 2016 atau relatif sama dengan inflasi nasional yang sebesar 3,07% (yoy). Pencapaian tersebut terutama didorong deflasi yang terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September 2016 seiring menurunnya inflasi bahan makanan sebagai dampak peningkatan pasokan komoditas ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Penurunan juga didukung oleh turunnya permintaan angkutan udara pasca hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Berdasarkan perkembangan terakhir pada bulan Oktober 2016, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi namun relatif terjaga yaitu hanya sebesar 0,19% (mtm). Namun demikian, Potensi inflasi tinggi diperkirakan dapat terjadi pada bulan November dan Desember 2016 seiring dampak cuaca yang berpotensi mengurangi pasokan ikan segar, sayur-sayuran, dan bumbu-bumbuan serta potensi kenaikan harga daging ayam ras seiring Hari Raya Natal dan Tahun baru sebagai dampak lanjutan dari kurangnya suplai day old chick (DOC) di seluruh NTT. Hingga akhir tahun 2016, inflasi diperkirakan berada pada kisaran 2,4%-2,8% (yoy).
November 2016
xv
PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan terutama berasal dari beberapa indikator seperti kredit UMKM yang mengalami peningkatan Non Performing Loan (NPL) serta adanya penurunan pada kredit korporasi. Namun secara umum kondisi SSK masih cukup terjaga. Hal ini terlihat dari indikator survei konsumen yang menunjukkan peningkatan optimisme masyarakat pada ekspektasi ekonomi kedepan serta kinerja industri perbankan secara umum yang masih positif.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Transaksi sistem pembayaran tunai pada triwulan III 2016 mengalami perlambatan antara lain disebabkan oleh selain perlambatan aktivitas ekonomi paska pemotongan DAU di lima pemda, juga disebabkan oleh tingginya pembayaran gaji ke-13 dan 14 serta tunjangan hari raya yang persiapan pembayarannya telah dilakukan pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, transaksi pembayaran non tunai masih tumbuh cukup tinggi walaupun relatif melambat dibanding triwulan sebelumnya.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi NTT menunjukkan angka perbaikan yang terlihat dari penurunan TPT dan indikator survei Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data BPS, angka pengangguran pada bulan Agustus 2016 tercatat sebesar 76.580 orang menurun dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 87.699 orang yang didukung oleh cukup tingginya penerapan tenaga kerja pada sektor industri dan jasa kemasyarakatan. Sementara itu, Indikator kesejahteraan pada triwulan-III 2016 juga menunjukkan perbaikan melalui peningkatan Nilai Tukar Petani
seiring kenaikan pendapatan pada sektor Tanaman Padi-Palawija serta Tanaman Perkebunan Rakyat.
Kenaikan juga didukung hasil Survei Konsumen-BI yang menunjukkan peningkatan angka indeks penghasilan yang didapatkan masyarakat.
PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan-I 2017 diperkirakan didorong oleh sektor perdagangan dan administrasi pemerintahan seiring kegiatan pilkada di daerah di Provinsi NTT pada bulan Februari 2017. Sementara itu, peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 didukung oleh pertumbuhan positif pada sektor pertanian, serta peningkatan pertumbuhan pada sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintahan. . Dari sisi inflasi, tren harga yang cukup rendah pada tahun 2016 diperkirakan berdampak pada peningkatan harga komoditas bahan makanan. Selain itu, kondisi cuaca yang kurang baik di awal tahun juga dapat berpengaruh pada kondisi pasokan bahan makanan (sayur-sayuran dan ikan segar) sehingga proyeksi inflasi pada triwulan-I 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,5-3,9% (yoy). Sementara itu, inflasi akhir tahun 2017 berada pada rentang 4,4-4,8% (yoy) seiring dengan kenaikan harga komoditas bahan makanan dan adanya potensi tekanan inflasi pada kelompok administered prices, baik listrik maupun bahan bakar minyak.
xvi
November 2016
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR I. EKONOMI MAKRO REGIONAL INDIKATOR
2014
2015
2015
2015
%yoy*)
III
II
III
2016 %QTQ*
%YOY***
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku) Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
68.602,6
76,432.5
5.02
20.021,6
20.692,8
21.979,9
5,44
5,14
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
20.446,9
22,665.7
2.93
6.039,3
5.975,6
6.368,2
5,21
1,79
1.070,3
1,307.6
6.42
350,6
352,8
394,4
11,63
7,14
843,7
940.9
5.23
243,5
250,9
265,4
5,01
4,83
31,5
40.0
10.19
9,2
12,7
13,9
3,79
19,08
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik dan Gas
45,5
47.2
2.07
12,3
12,1
12,8
4,15
-1,04
Konstruksi
7.096,0
7,908.2
5.22
2.051,7
2.207,5
2.405,3
8,85
9,90
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
7.285,7
8,274.0
6.09
2.176,8
2.271,2
2.464,5
8,28
8,48
Transportasi dan Pergudangan
3.566,9
3,976.0
5.49
1.014,8
1.099,2
1.186,0
4,43
8,37
422,4
487.1
6.17
127,3
137,7
148,2
7,19
11,57
Informasi dan Komunikasi
5.134,4
5,477.4
7.14
1.416,9
1.414,7
1.511,0
7,30
6,41
Jasa Keuangan dan Asuransi
2.714,9
2,995.5
5.76
781,3
843,5
842,2
-1,77
4,38
Real Estate
1.860,9
2,054.3
3.85
539,7
538,5
567,4
5,33
2,21
210,9
235.5
4.61
61,3
61,5
66,4
5,04
1,60
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
8.392,7
9,399.6
7.09
2.461,3
2.639,6
2.721,1
3,42
4,19
Jasa Pendidikan
6.568,2
7,367.7
4.85
1.904,1
1.989,4
2.107,1
4,13
5,09
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1.414,6
1,616.4
5.52
413,7
448,6
456,3
1,10
5,52
Jasa lainnya
1.497,0
1,639.5
3.72
417,8
437,4
449,9
2,14
3,47
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
68.602,6
76,432.5
5.02
20.021,6
20.692,8
21.979,9
5,44
5,14
1. Konsumsi Rumah Tangga
51.082,8
56,027.9
6.33
14.448,8
15.290,1
15.792,4
5,37
7,60
2.323,8
2,539.4
4.49
671,5
631,3
677,2
7,83
-2,05
3. Konsumsi Pemerintah
21.055,6
23,705.4
7.97
7.655,1
5.521,4
5.539,7
0,11
-29,46
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
26.393,0
32,505.8
17.19
8.467,2
9.046,6
9.676,6
5,62
3,15
994,3
967.6
-15.22
417,2
131,5
136,7
3,14
-69,30
6. Ekspor Luar Negeri
1.382,3
1,608.8
19.99
506,8
354,1
340,4
-3,58
-36,84
7. Impor Luar Negeri
1.103,2
261.5
-54.99
60,2
74,3
80,3
8,38
40,87
-33.526,0
-40,660.9
18.66
-12.084,8
-10.207,9
-10.102,8
2,81
-16,52
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
18.410
24,018
30.46
6.333
6.670
6.977
4,61
10,17
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
61.410
83,016
35.18
27.751
24.971
33.102
32,56
19,28
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
26.013
5,352
-79.43
93
38
3.388
8835,88
3558,96
Volume Impor Nonmigas (ton)
76.708
3,042
-96.03
511
70
614
770,71
20,23
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Jasa Perusahaan
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
5. Perubahan Inventori
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor) Data Ekspor Impor di Provinsi NTT Ekspor
Impor
Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB) *) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014 **) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q2 2016 ***) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q3 2015 ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
II. INFLASI Indikator
2013
2014 IV
I
II
2015
I
II
III
III
IV
I
II
NTT
104.41
104.78
108.66
110.58 112.52 113.27
113,15 119,15
118.59
- Kota Kupang
104.56
104.91
108.85
110.84 112.91 113.63
113,50 120,06
119.47
- Maumere
103.39
103.96
107.42
108.85 110.00 110.93
110,85 113,20
112.81
NTT
7.11
5.26
8.29
8.41
7.78
8.10
4,13
7,76
5.39
6,01
- Kota Kupang
7.06
5.56
8.88
8.84
7.99
8.31
4,27
8,32
5.81
6,57
- Maumere
7.38
3.73
5.32
6.24
6.39
6.70
3,19
4,00
2.55
2,24
2016 IV
I
II
III
OKT
120,07 120.78
125.02
124.56
126,10
124,48
124,72
121,09 121.54
126.15
125.64
127,42
125,41
125,63
113,42 115.77
117.60
117.50
117,47
118,41
118,72
6.74
4.92
5.04
5,02
3,07
2,93
7.08
5.07
5.16
5,23
3,18
2,98
4.44
3.89
4.16
3,57
2,28
2,59
III
Indeks Harga Konsumen
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
November 2016
xvii
III. PERBANKAN INDIKATOR
2014
2014
2015
I
2015
II
III
IV
2016
II
III
IV
II
III
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain) 1. Total Aset
25.600
28.602
23.316
26.398
27.114
25.600
29.877
32.778
32.750
28.602
30.931
32.321
30.327
2. DPK
18.571
21.478
17.078
18.791
19.092
18.571
19.798
21.764
22.341
21.478
21.945
23.829
22.405
3.717
4.372
4.137
5.516
5.091
3.717
5.474
6.379
6.537
4.372
5.604
6.429
5.059
10.385
11.933
8.577
8.568
9.041
10.385
9.092
9.149
9.644
11.933
10.449
11.150
11.063
- Giro - Tabungan
4.469
5.173
4.363
4.707
4.960
4.469
5.232
6.236
6.159
5.173
5.893
6.250
6.283
17.094
19.483
15.071
15.947
16.532
17.094
17.226
18.198
18.897
19.492
20.525
21.731
22.383
- Investasi
5.252
5.917
4.322
4.742
5.008
5.252
5.218
5.626
5.848
5.922
6.127
6.693
7.050
- Modal Kerja
1.309
1.381
1.115
1.201
1.235
1.309
1.318
1.359
1.338
1.381
1.567
1.696
1.661
10.534
12.185
9.634
10.004
10.289
10.534
10.690
11.212
11.710
12.189
12.830
13.342
13.672
- Deposito 3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Konsumsi
17.759
20.284
15.756
16.652
17.220
17.759
16.907
17.845
18.552
20.284
19.546
20.845
21.508
- Investasi
5.316
6.110
4.439
4.881
5.122
5.316
5.011
5.392
5.618
6.110
5.742
6.409
6.764
- Modal Kerja
1.537
1.650
1.344
1.444
1.444
1.537
1.260
1.303
1.286
1.650
1.317
1.442
1.472
10.905
12.524
9.972
10.326
10.654
10.905
10.636
11.150
11.648
12.524
12.487
12.995
13.272
92,0%
90,7%
88,3%
84,9%
86,6%
92,0%
87,0%
83,6%
83,7%
89,9%
88,3%
87,5%
96,0%
5.162
6.075
4.185
4.753
5.000
5.162
5.234
5.611
5.996
6.080
6.188
6.933
7.308
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Konsumsi LDR (%) Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain). Total Aset
415
510
343
355
374
415
437
454
482
513
535
545
572
Dana Pihak Ketiga
309
381
250
257
275
309
311
331
353
382
403
412
434
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
319
366
270
294
306
319
330
349
354
369
368
389
421
79,4%
76,7%
82,6%
85,6%
84,1%
79,4%
80,5%
82,4%
80,5%
76,70%
77,6%
79,8%
77,9%
1. Total Aset
26.016
29.112
23.660
26.753
27.487
26.016
30.314
33.232
33.232
29.115
31.466
32.866
30.900
2. Dana Pihak Ketiga
18.880
21.859
17.328
19.048
19.367
18.880
20.109
22.095
22.694
21.860
22.348
24.241
22.839
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
18.077
19.849
16.026
16.946
17.527
18.077
17.237
18.194
18.906
20.652
19.914
21.235
21.929
1. Total Aset (%)
1,6%
1,8%
1,5%
1,3%
1,4%
1,6%
1,4%
1,4%
1,4%
1,8%
1,7%
1,7%
1,9%
2. Dana Pihak Ketiga (%)
1,6%
1,7%
1,4%
1,4%
1,4%
1,6%
1,5%
1,5%
1,6%
1,7%
1,8%
1,7%
1,9%
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
1,8%
1,8%
1,7%
1,7%
1,7%
1,8%
1,9%
1,9%
1,9%
1,8%
1,8%
1,8%
1,9%
II
III
IV
I
II
III
LDR (%) C. Grand Total (A+B)
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
IV. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR
2014
2015
Inflow (Rp. Triliun)
3,4
Outflow (Rp. Triliun)
4,6
Uang Palsu (lembar)
72
2014
2015 III
IV
2016
I
II
3,7
1,4
0,7
0,8
0,5
1,8
0,5
0,8
0,5
1,8
0,7
0,9
5,6
0,3
0,8
1,3
2,1
0,4
0,9
1,7
2,6
0,3
1,7
1,3
1098
14
11
39
8
27
966
52
53
25
89
38
Transaksi Non Tunai BI-RTGS To NTT 92,71
136
14,18
13,05
29,84
35,63
34,61
43,75
41,55
15,84
8,69
6,76
0,00
33.747
21.758
7.809
7.868
8.776
9.294
5.984
6.086
5.877
3.811
323
335
0,00
3,79
6,32
0,84
0,85
0,91
1,19
0,99
0,93
1,38
3,01
3,11
3,36
2,81
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat) 152.284 201.975
34.677
36.188
37.809
43.610
39.971 40.708
48.453
72.843
67.315
75.723
73.560
179
175
276
267
342
307
229
247
244
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun) Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat) Kliring Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun) Cek/BG Kosong
xviii
November 2016
897
1.203
300
254
01
Ekonomi Makro Regional
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III 2016 mengalami pertumbuhan namun cenderung melambat dibandingkan triwulan II-2016.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan III-2016 tercatat sebesar 5,14% (yoy) melambat dibandingkan triwulan II-2016 yang sebesar 5,36% (yoy). Namun angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga, sementara dari sisi sektoral didorong oleh Sektor Kontruksi dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sementara itu, tracking pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan mengalami pertumbuhan yang positif. Di sisi lain secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 5-5,4% (yoy) dan berada pada titik lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,02% (yoy).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.1 KONDISI UMUM Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan III-2016 mencapai Rp 21,98 triliun (atas dasar harga berlaku) dan mencatat pertumbuhan sebesar 5,14% (yoy). Berdasarkan struktur pembentuk PDRB, pertumbuhan ekonomi sisi penggunaan terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 7,6% (yoy). Pertumbuhan ini terutama disumbang oleh konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh sebesar 16,55% (yoy) dan diperkirakan turut disebabkan oleh masih tingginya belanja masyarakat paska pemberian gaji 13 dan 14 di akhir bulan Juni, adanya panen komoditas perkebunan seperti jambu mete dan kakao, serta dorongan kegiatan proyek yang membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Adanya kegiatan pameran REI Expo 2016 di kota Kupang juga mendorong belanja di bidang perumahan. Pertumbuhan cukup tinggi juga terjadi pada komponen restoran dan hotel sebesar 52,05% (yoy) yang ditunjang beberapa kegiatan bersifat nasional di NTT, seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas), Expo Alor X dan Sunda Kecil Expo. Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi pemerintah yang kontraksi sebesar -29,46% (yoy), secara umum menyebabkan melambatnya pertumbuhan dibandingkan triwulan-II. Dari sisi sektoral, sektor kontruksi serta sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III yang diperkirakan turut didorong peningkatan kegiatan proyek pemerintah dan swasta serta dorongan belanja masyarakat seiring peningkatan pendapatan masyarakat serta panen komoditas perkebunan. Sementara itu, beberapa sektor yang menahan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, yaitu sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib serta jasa keuangan dan asuransi. Sementara itu, apabila dilihat dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-III yang sebesar 5,14% tercatat masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy) dan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sebesar 3,47%. Pertumbuhan di tingkat nasional terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga, namun secara umum melambat dibandingkan triwulan-II yang terutama didorong perlambatan Sektor konsumsi pemerintah dan terbatasnya ekspor luar negeri. Hal yang sama juga terjadi pada Provinsi NTB yang mengalami perlambatan di sektor pertambangan, namun masih terdorong oleh sektor perdagangan seiring perayaan keagamaan (Idul Fitri dan Idul Adha). Sementara itu, provinsi Bali masih dapat tumbuh sebesar 6,17% (yoy) dan tercatat diatas pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT walaupun mengalami perlambatan dibandingkan triwulan-II. Sektor akomodasi dan penyediaan makan minum masih menjadi penyumbang utama dengan pertumbuhan 7,86% (yoy). GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL 22 TRILIUN RP
6.5
20
6
GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL
PDRB ADHB (TRILIUN)
%YOY
18
5.14
5.5
16
21.98
31.14
50.18
3216,8
NTT
NTB
BALI
NAS
5
14 12 10 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
PDRB NTT (TRILIUN RP)
Sumber:BPS (diolah)
IV
I
NTT (%YOY)
II III 2015
IV
I
21.98
20,69
5.02
4.5
5,02
5,14
NAS
NTT
3,47
6,17
NTB
BALI
4
II III 2016
NASIONAL (%YOY)
Sumber : BPS (diolah)
Memasuki triwulan berjalan (triwulan-IV), pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan akan cenderung stabil dengan kisaran 5-5,4% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan IV diperkirakan didorong oleh percepatan belanja pemerintah yang baru mencapai 53,39% hingga triwulan-III 2016. Meskipun demikian, adanya penundaan realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) oleh Pemerintah Pusat yang diperkirakan baru dapat ditransfer pada bulan Desember dapat menjadi penghambat optimalisasi realisasi belanja. Selain itu, pertumbuhan juga diperkirakan dapat didorong oleh konsumsi
November 2016
1
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
rumah tangga seiring libur natal, menjelang tahun baru dan liburan sekolah. Adanya panen ke-2 komoditas padi dan masih berjalannya proyek-proyek pemerintah dan swasta diharapkan pula dapat menjaga pertumbuhan ekonomi di triwulan-IV. Untuk Keseluruhan tahun 2016, Pertumbuhan Ekonomi NTT diperkirakan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun 2015 dan berada pada rentang 5-5,4% (yoy). Pertumbuhan terutama disebabkan oleh dorongan sektor konstruksi seiring perkembangan kegiatan proyek-proyek pemerintah seperti bendungan, irigasi, jalan, Pos Lintas Batas Negara, gedung pemerintahan dan sarana publik lainnya (sekolah,pasar dan rumah sakit). Selain itu kegiatan konstruksi juga dilakukan oleh BUMN dan Swasta seperti pengembangan dermaga dan Bandara, serta pembangunan sarana perbelanjaan dan hotel. Pertumbuhan ekonomi tahun 2016 juga didorong oleh sektor perdagangan besar dan eceran seiring peningkatan pendapatan masyarakat di tahun 2016 melalui adanya gaji ke-13 dan ke-14, peningkatan pendapatan sektor pertanian, perikanan dan perkebunan serta dorongan pembukaan lapangan kerja baru melalui kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta. Sektor lain yang menjadi pendorong di tahun 2016 adalah sektor Administrasi Pemerintahan seiring dengan realisasi gaji ke-13 dan ke-14 PNS, peningkatan realisasi belanja serta realisasi anggaran dana desa dan alokasi dana desa. Di sisi lain, adanya penundaan DAU dan dampak La Nina diperkirakan menjadi resiko penghambat utama pencapaian proyeksi pertumbuhan ekonomi NTT di penghujung tahun 2016.
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN Pada triwulan III 2016 pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga tercatat menjadi pendorong utama perekonomian NTT dengan pertumbuhan sebesar 7,60% (yoy). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut terutama berasal dari konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga serta konsumsi restoran dan hotel. Namun secara umum, pertumbuhan tersebut terhambat oleh kontraksi pada sektor konsumsi pemerintah yang cukup dalam sebesar -29,46% (yoy) seiring penghematan anggaran pemerintah dan penundaan realisasi DAU. Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan III-2016 2015
YOY
URAIAN
15.290.144
15.792.434
71,8
7,60
671.518
631.294
677.222
3,1
-2,05
23.705.393
7.655.085
5.521.369
5.539.655
25,2
-29,46
32.505.797
8.467.247
9.046.634
9.676.617
44,0
3,15
1.024.332
967.562
417.152
131.462
136.664
0,6
-69,30
1.382.328
1.608.842
506.776
354.132
340.422
1,5
-36,84
527.152
261.549
60.163
74.286
80.328
0,4
40,87
(33.842.869)
(40.660.869)
(12.084.768)
(10.207.917)
(10.102.772)
-46,0
-16,52
68.598.500
76.432.477
20.021.620
20.692.833
21.979.913
100,0
5,14
56.027.892
2.323.762
2.539.408
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
20.592.320
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
26.693.029
PERUBAHAN INVENTORI EKSPOR LUAR NEGERI IMPOR LUAR NEGERI NET EKSPOR ANTAR DAERAH PDRB
yoy
14.448.773
50.952.750
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
Bobot
III
2015
III
2016 II
2014
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
1.2.1 Konsumsi Pengeluaran konsumsi secara umum pada triwulan-III 2016 tercatat mengalami kontraksi sebesar -4,28% (yoy). Kontraksi terutama didorong oleh penurunan konsumsi pemerintah yang mencapai -29,46% (yoy). Sementara itu, perkembangan pada setiap komponen pembentuk konsumsi adalah sebagai berikut: Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan-III sebesar 7,60% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan II yang sebesar 5,87% (yoy). Pertumbuhan terutama didorong oleh konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh sebesar 16,55% (yoy) seiring peningkatan pendapatan masyarakat paska gaji ke-13 dan ke14 di akhir bulan Juni, panen komoditas perkebunan dan didukung pameran perumahan yang diselenggarakan oleh
2
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Real Esatate Indonesia (REI) di Kota Kupang. Dorongan konsumsi juga ditopang oleh tingginya pertumbuhan komponen konsumsi restoran dan hotel yang mencapai 52,05% seiring adanya beberapa kegiatan bersifat nasional di Provinsi NTT, seperti Hari Keluarga Nasional, Alor Expo X dan Sunda Kecil Expo serta dorongan liburan sekolah. Pertumbuhan konsumsi juga terjadi pada konsumsi pakaian dan alas kaki serta kesehatan dan pendidikan yang diperkirakan seiring dengan peningkatan belanja menjelang masa ajaran baru pada bulan Juli. Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan III-2016 2015
YOY
URAIAN KONS MAKANAN DAN MINUMAN
2014
2015
2016
III
II
yoy
Bobot
III
20.652.675
22.787.208
5.703.549
6.279.283
6.304.233
39,9
5,64
KONS PAKAIAN & ALAS KAKI
1.981.604
2.221.724
615.414
611.510
724.907
4,6
10,29
KONS PERUMAHAN & PERL RT
9.354.500
9.643.623
2.550.919
2.452.525
3.039.331
19,2
16,55
KESEHATAN & PENDIDIKAN
3.717.431
4.358.224
1.086.004
1.163.667
1.289.750
8,2
14,51
12.226.260
12.900.929
3.584.013
3.632.993
3.191.676
20,2
-4,40
1.311.689
2.683.934
484.921
720.896
750.470
4,8
52,05
TRANSPORTASI & KOMUNIKASI RESTORAN & HOTEL KONSUMSI LAINNYA KONSUMSI
1.708.591
1.432.250
423.953
429.271
492.066
3,1
10,45
50.952.750
56.027.892
14.448.773
15.290.144
15.792.434
100,0
7,60
Sumber: BPS (diolah)
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga dapat terlihat dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) – Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan pada periode triwulan III tahun 2016 yang terutama didorong oleh usaha bahan bakar kendaraan bermotor dan suku cadang dan aksesori, bahan bakar kendaraan bermotor, serta makanan, minuman dan tembakau. Pertumbuhan juga terjadi pada konsumsi BBM (Premium, Pertamax, Minyak Tanah, Solar dan Bio Solar) yang meningkat sebesar 2,5% (yoy) setelah dilakukan konversi ke dalam rupiah. GRAFIK 1.3. SURVEI PENJUALAN ECERAN
GRAFIK 1.4. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM 70%
60.000
60%
50.000
50%
40.000
40% 30%
30.000
20%
20.000
10% 0%
10.000 0
-10% I
II III 2014
IV
I
II III 2015
SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA)
IV
I
II 2016
III
-20%
12%
800
10%
750
8% 700
6% 4%
650
2%
600
0% 550 500
-2% I
II
IV
I
2014
PERTUMBUHAN (%YOY)
Sumber : Bank Indonesia
III
II
III 2015
RP JUTA
IV
I
II 2016
III
-4%
% YOY
Sumber : PT Pertamina, diolah
Berdasarkan indikator lainnya, yaitu Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-BPS, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-BI dan konsumsi listrik juga terjadi kenaikan yang mendukung pertumbuhan ekonomi pada triwulanIII. Angka ITK tercatat sebesar 106,14 meningkat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 103,87. Sementara itu, konsumsi listrik rumah tangga tercatat mengalami peningkatan sebesar 11,11% (yoy). Pertumbuhan juga terlihat dari indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang masih mencatatkan pertumbuhan positif walaupun mengalami perlambatan. Trend pertumbuhan serupa juga terjadi pada penyaluran kredit konsumsi yang tumbuh sebesar 11,8% (yoy) pada triwulan-III dengan outstanding sebesar Rp 13,52 triliun dan tercatat melambat dibandingkan pertumbuhan kredit di triwulan-II yang sebesar 15,3% (yoy).
November 2016
3
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 1.6. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN 115 110 105
140000
30%
120000
25%
100000
100
20%
80000
95
15%
60000
90
40000
85
20000
80
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II 2016
2015 ITK
PENDAPATAN RT
0
III
10% 5% I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
KONSUMSI (RIBU KWH)
PROYEKSI ITK
Sumber:BPS (diolah)
I
II III IV 2015
I
II III 2016
GROWTH (YOY)
Sumber : PT PLN, diolah
GRAFIK 1.7. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
GRAFIK 1.8. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
60
16
50
14
40 30
10
17% 16% 15% 14% 13% 12% 11% 10% 9% 8%
TRILIUN
12
20 10
8
0 -10
4
6
-20
2
-30
0 I
0%
II III 2013
IV
I
II III 2014
KEGIATAN USAHA
IV
I
HARGA JUAL
II III 2015
IV
I
I
II III 2016
II
III
IV
I
2014
III
IV
I
2015 KONSUMSI
TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
II
II 2016
III
KONSUMSI (YOY)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tercatat kontraksi sebesar 2,05% (yoy). Kontraksi tersebut diperkirakan turut disebabkan oleh tingginya konsumsi LNPRT pada triwulan III-2015 seriring penyelenggaraan pilkada di 8 kabupaten di Provinsi NTT, yaitu Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Ngada, Kab. Sumba Barat, Kab. Sumba Timur, Kab. Timor Tengah Utara, Kab. Belu, dan Kab. Malaka. Kontraksi yang cukup dalam terjadi pada konsumsi pemerintah di triwulan III-2016. Pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat -29,46% (yoy) yang terutama disebabkan oleh penghematan anggaran dan adanya penundaan DAU yang cukup berpengaruh pada konsumsi individu dan kolektif pemerintah. Konsumsi individu tercatat tumbuh negatif yang merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rumah tangga individu tercatat menurun sebesar -46,2% (yoy). Sementara konsumsi kolektif yang merupakan pengeluaran pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara umum tercatat menurun -16,4% (yoy). Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan III-2016 2015
YOY
URAIAN
III
2016 II
2014
2015
KONS KOLEKTIF PEMERINTAH
11.865.895
13.704.950
4.209.217
3.581.367
KONS INDIVIDU PEMERINTAH
8.726.426
10.000.443
3.445.868
1.940.002
20.592.320
23.705.393
7.655.085
5.521.369
KONSUMSI PEMERINTAH
Bobot
yoy
3.573.739
64,5
-16,4
1.965.915
35,5
-46,2
5.539.655
100,0
-29,5
III
Sumber: BPS (diolah)
Sementara itu, berdasarkan data realisasi belanja konsumsi Pemerintah (APBN, APBD Kab/Kota, APBD Provinsi) hingga akhir triwulan III-2016 di NTT tercatat telah mencapai Rp 15,06 triliun atau 59,59% dari pagu anggaran 2016. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 23,91% (yoy) dari realisasi belanja konsumsi pada triwulan-III 2015 yang hanya mencapai Rp 12,15 triliun. Berdasarkan komponen belanja konsumsi terjadi peningkatan 5,4% (yoy) atau Rp 306,05 miliar dari realisasi triwulan III, namun terdapat beberapa komponen yang mengalami penurunan diantaranya belanja pegawai 7,6% (yoy) dan bantuan sosial (-89,8%).
4
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Perkembangan pada triwulan berjalan menunjukkan adanya optimisme stabilnya tingkat pertumbuhan. Berdasarkan hasil survei konsumen-Bank Indonesia hingga bulan Oktober, terlihat bahwa angka indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) masih menunjukkan angka cukup stabil dibandingkan bulan September serta masih diatas 100 yang mengindikasikan masih positifnya optimisme konsumen untuk menghadapi triwulan IV. Angka ini juga didukung oleh perkembangan Survei Penjualan Eceran yang masih mengalami trend peningkatan. Sementara itu, Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS cenderung menunjukkan proyeksi perlambatan di triwulan-IV namun masih positif diatas 100. Optimisme ini diperkirakan didukung pula oleh masih berlangsungnya panen komoditas perkebunan di triwulan-IV, rencana panen komoditas padi dan kegiatan proyek-proyek yang masih berlangsung. Adanya momen perayaan natal dan libur sekolah juga diperkirakan dapat mendorong peningkatan konsumsi masyarakat di akhir tahun. Sementara itu, masih cukup rendahnya persentase realisasi belanja pemerintah hingga triwulan III diperkirakan mendorong peningkatan konsumsi pemerintah pada triwulan-IV. Adanya rencana pencairan DAU di bulan Desember juga diharapkan dapat diantisipasi oleh Pemerintah Daerah untuk rencana optimalisasi realisasi. GRAFIK 1.9. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN SURVEI PENJUALAN ECERAN
150
18,00
140
17,50
130
17,00
120
16,50
110
16,00
100
15,50
90 80
RP MILIAR
I
II
III
IV
I
II
2015 INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
III
15,00
10
JAN
2016
FEB
MAR
APR
JUN
MEI
JUL
AGUST
OCT*
NOV**
2016
INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) Sumber : SK – Bank Indonesia
Sumber: SPE – Bank Indonesia
GRAFIK 1.11. PROYEKSI INDEKS TENDEKSI KONSUMEN 115 110 105 100 95 90 85 I
II
III 2014
IV
I
II III 2015
PROYEKSI PEND RT
IV
I
II
III 2016
IVP
PROYEKSI ITK
Sumber : BPS Provinsi NTT, diolah
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi Pertumbuhan PMTB/ Investasi di NTT pada triwulan III-2016 tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 3,15% (yoy) meningkat apabila dibandingkan triwulan-II yang hanya sebesar 0,67% (yoy). Peningkatan terutama terjadi pada komponen PMTB bangunan yang meningkat sebesar 13,9% (yoy) seiring dengan peningkatan kegiatan proyekproyek pemerintah seperti keberlanjutan pembangunan bendungan (Raknamo dan Rotiklot), sarana irigasi, jalan negara dan provinsi, jembatan, pengembangan pelabuhan, pembangunan Pos Lintas Batas Negara, sarana publik (sekolah) dan pembangunan Pasar, diantaranya Lipa di Kab. Alor dan Pasar Larantuka. Pembangunan investasi BUMN dan swasta seperti sarana belanja, pembangkit listrik dan hotel juga turut menyumbang pertumbuhan. Sementara itu, PMTB Non Bangunan mengalami pertumbuhan negatif sebesar -31,1% (yoy) yang diperkirakan seiring penurunan investasi untuk barangbarang investasi seperti mesin-mesin, alat angkutan dan barang investasi tahan lama lainnya seiring cukup tingginya pertumbuhan PMTB Non Bangunan pada periode yang sama tahun sebelumnya. November 2016
5
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan III-2016 2015
YOY
URAIAN PMTB BANGUNAN PMTB NON BANGUNAN PMTB
2016
II
I
Bobot
II
yoy
2014
2015
20.049.429
24.648.097
6.447.564
6.558.857
7.776.078
80,4
13,9
6.643.600
7.857.700
2.019.682
2.487.776
1.900.539
19,6
-31,1
26.693.029
32.505.797
8.467.247
9.046.634
9.676.617
100,0
3,1
Sumber: BPS (diolah)
Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya pertumbuhan investasi yang positif di Provinsi NTT pada triwulan-III 2016. Berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT, pada triwulan-III 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar US$ 8,76 juta dan Rp 269,59 miliar. Angka ini masih positif meskipun menurun dibandingkan triwulan II-2016 yang tercatat US$ 22,58 juta dan Rp 505,62 miliar. Total realisasi investasi NTT hingga triwulan III mencapai US$ 40,78 Juta dan Rp 1,14 triliun. Secara spasial, realisasi investasi terbanyak tercatat di Kab. Sumba Timur dengan 6 perusahaan dan total investasi mencapai US$ 409.238 dan Rp 152,44 miliar. Perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di bidang perkebunan, pertanian dan hotel. Di sisi lain Kab. Kupang tercatat 2 investasi (industri logam dan kimia) dengan nilai investasi US$ 618.840 dan Rp 7,98 miliar, Kab. Rote 3 investasi (hotel dan industri kimia) dengan nilai investasi US$ 6,48 juta dan Rp 83,83 miliar, Kab. Manggarai Barat 4 investasi (wisata tirta, restoran dan hotel) dengan nilai investasi sebesar US$ 1,25 juta dan Rp 25,33 miliar serta Kab. Timor Tengah Utara (TTU) dengan satu investasi di bidang jasa pertambangan dan bernilai investasi US$ 1000 serta Rp 12,9 miliar. Dari indikator penjualan semen, terlihat adanya pertumbuhan realisasi penjualan semen sebesar 27,2% (yoy) yang mendukung peningkatan investasi di bidang bangunan pada triwulan III-2016. Tabel 1.5. Realisasi Investasi Modal Asing & Penanaman Modal Dalam Negeri URAIAN
I
PMA (US$) PMA (RP)
9.440.669 369.374.956.150
PMDN (RP) TOTAL
II
III
(781.708.200)
50%
TRILIUN
40%
8.763.601
250
30%
269.595.264.624
200
20%
150
10%
100
0%
PMA (US$)
PMA+PMDN (Rp)
40.782.386
1.143.808.020.774
Sumber: BPS (diolah)
350 300
22.578.115 505.619.508.200
GRAFIK 1.12. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
-10%
50
-20%
0 I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
RIBU TON
IV
I
II 2016
III
YOY
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
Sementara itu, berdasarkan tracking triwulan berjalan, diperkirakan perkembangan PMTB/Investasi akan tumbuh positif walaupun sedikit melambat dibandingkan triwulan-III. Pertumbuhan sektor investasi yang melambat diperkirakan terjadi karena proses kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta yang sudah cukup masif dimulai pada triwulan-III serta adanya penundaan anggaran DAU dan DAK yang menyebabkan pembatalan kegiatan proyek yang belum dilaksanakan oleh Pemerintah. Namun, pertumbuhan masih dapat didorong oleh keberlanjutan penyelesaian proyek di triwulan IV dan beberapa kegiatan investasi baru seperti penambahan dua unit Electric Rubber Tyred Gantry (E-RTG) baterei senilai Rp 36 miliar dan truk trailer pada PT. Pelindo III cabang Tenau serta kegiatan BTN Expo yang dapat mendorong peningkatan penjualan perumahan di NTT.
1.2.3 Ekspor – Impor 1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Net impor antar daerah di Provinsi NTT pada triwulan III-2016 tercatat mengalami kontraksi sebesar -16,52% (yoy). Sesuai data BPS, perlambatan impor didorong oleh adanya penurunan nominal pada komponen PDRB impor antar daerah sebesar Rp 2,79 triliun atau sebesar -17,47% (yoy), kondisi cuaca yang kurang mendukung diperkirakan turut menghambat pengiriman barang ke dalam Provinsi NTT. Selain itu, penurunan kebutuhan masyarakat untuk barang
6
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
investasi non bangunan juga diperkirakan mendorong penurunan impor. Di sisi lain, ekspor antar daerah dari provinsi NTT juga mengalami penurunan sebesar Rp 811,45 miliar atau turun sebesar -24,02%. Penurunan lebih dalam pada ekspor antar daerah dapat tertahan oleh pengoperasian kapal ternak, peningkatan kebutuhan sapi memasuki masa Idul Adha di daerah lain, serta ekspor komoditas utama seperti garam dari Sabu Raijua dan jambu mete. Sementara itu, berdasarkan kegiatan pengiriman peti kemas di Pelabuhan Tenau sebagai pelabuhan utama, sebenarnya tercatat adanya peningkatan sebesar 10,9% (yoy). Namun disisi lain, kegiatan bongkar muat menunjukkan angka penurunan bongkar sebesar -31,7% (yoy) dan muat sebesar -91,4% (yoy) walaupun net bongkar masih mencatat peningkatan sebesar 25.755 ton atau 67,4% (yoy). Penurunan bongkar dan muat ini menjadi indikasi menurunnya kegiatan ekspor dan impor barang bersifat curah ke Provinsi NTT. GRAFIK 1.13. PERKEMBANGAN PETI KEMAS 30000
GRAFIK 1.14. AKTIVITAS BONGKAR MUAT 70%
TEUS
60%
25000
50% 20000
40% 30%
15000
20%
10000
10% 5000
0%
-
-10%
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0 -20.000 -40.000 -60.000 -80.000 -100.000
900% 800% 700% 600% 500% 400% 300% 200% 100% 0% -100% -200%
TON
II III 2016
I
II III 2013
PERTUMBUHAN (% YOY)
TEUS
IV
I
BONGKAR
Sumber : Pelindo III, diolah
II III 2014 MUAT
IV
NET
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
NET UNLOADING (% YOY)
Sumber : Pelindo III, diolah
Pada triwulan IV diperkirakan net impor akan mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan net impor diperkirakan terjadi seiring peningkatan kebutuhan masyarakat terutama untuk bahan pokok dalam rangka menyambut natal, tahun baru dan musim liburan sekolah. Selain itu, keperluan barang-barang modal dan tersier dari daerah lain juga diperkirakan mendorong peningkatan impor. Sementara dari sisi ekspor, pengiriman komoditas perkebunan seperti jambu mete dan kakao serta produksi garam dari Kab. Sabu Raijua dan Kab. Kupang juga akan menopang kegiatan ekspor antar daerah di Provinsi NTT walaupun secara umum masih terjadi net impor seiring terbatasnya produksi komoditas lokal yang bernilai tambah tinggi. 1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Sementara itu, ekspor luar negeri Provinsi NTT juga masih mengalami trend kontraksi seperti triwulan-II. Tercatat konstraksi ekspor sebesar -46,01% (yoy). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-III 2016 Provinsi NTT mengalami net ekspor sebesar US$ 3,59 juta dengan tujuan ekspor utama negara Timor Leste dan komoditas utama semen, kendaraan bermotor, ikan tuna/tongkol, garam dan ikan olahan. Sementara impor utama berasal dari Tiongkok yaitu barang-barang industri lainnya seperti mesin-mesin/pesawat mekanik. GRAFIK 1.15.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR 13 11 9 7 5 3 1 -1 -3 -5 -7
GRAFIK 1.16. NEGARA TUJUAN EKSPOR 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
JUTA USD
I
II III 2013
IV
I
II III 2014 EKSPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
IV
IMPOR
I
II III 2015 NET EKSPOR
IV
I
II III 2016
JUTA USD
I
II III IV 2012 USA
I
II III IV 2013
AUSTRALIA
INDIA
I
II III IV 2014 JAPAN
RRC
I
II III IV 2015 TIMOR LESTE
I
II III 2016
SINGAPURA
Sumber : Cognos BI, diolah
November 2016
7
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-IV 2016 diperkirakan tumbuh positif meskipun masih terbatas. Peningkatan ekspor diperkirakan ditopang oleh ekspor komoditas ikan serta barang tersier lainnya seperti kendaraan dan semen ke Timor Leste. Selain itu, panen komoditas perkebunan seperti jambu mete dan kopi diharapkan dapat turut menyumbang pertumbuhan ekspor.
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan III-2016 terutama didorong oleh Sektor Konstruksi serta Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Sektor konstruksi tercatat tumbuh sebesar 9,9% (yoy) yang diperkirakan turut didorong oleh peningkatan kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta di triwulan-III. Sementara itu, sektor perdagangan tumbuh sebesar 8,48% (yoy) yang diperkirakan ditunjang oleh peningkatan belanja masyarakat paska gaji ke-13 dan 14 PNS, panen komoditas perkebunan, musim liburan anak sekolah dan adanya kegiatan-kegiatan berskala nasional. Namun, pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib serta sektor jasa keuangan dan asuransi yang melambat dibandingkan triwulan II menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT secara umum pada triwulan III dibandingkan triwulan II. Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III-2016
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan B Pertambangan dan Penggalian C Industri Pengolahan D Pengadaan Listrik dan Gas E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
2015
YOY
URAIAN
2016
Bobot
yoy
6.368.179
29,0
1,79
394.377
1,8
7,14
250.936
265.424
1,2
4,83
12.744
13.903
0,1
19,08
2014
2015
III
II
III
20.447.428
22.665.673
6.039.273
5.975.575
1.070.349
1.307.566
350.556
352.827
843.708
940.862
243.493
31.840
40.001
9.187
45.529
47.150
12.347
12.099
12.814
0,1
-1,04
F Konstruksi
7.095.979
7.908.227
2.051.698
2.207.466
2.405.264
10,9
9,90
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
7.296.703
8.273.959
2.176.788
2.271.165
2.464.499
11,2
8,48
H Transportasi dan Pergudangan
3.566.950
3.975.985
1.014.761
1.099.174
1.185.997
5,4
8,37
422.443
487.091
127.264
137.718
148.181
0,7
11,57
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum J Informasi dan Komunikasi
5.134.426
5.477.449
1.416.921
1.414.671
1.511.013
6,9
6,41
K Jasa Keuangan dan Asuransi
2.698.906
2.995.475
781.252
843.526
842.199
3,8
4,38
L Real Estate
1.860.878
2.054.341
539.727
538.473
567.351
2,6
2,21
210.879
235.528
61.340
61.466
66.388
0,3
1,60
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
8.392.732
9.399.572
2.461.309
2.639.585
2.721.056
12,4
4,19
P Jasa Pendidikan
6.568.193
7.367.666
1.904.125
1.989.418
2.107.084
9,6
5,09
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
1.414.584
1.616.418
413.749
448.574
456.265
2,1
5,52
1.496.973
1.639.515
417.829
437.416
449.919
2,0
3,47
68.598.500
76.432.477
20.021.620
20.692.833
21.979.913
100
5,14
M,N Jasa Perusahaan
R,S,T,U Jasa lainnya PDRB Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-III 2016 sebesar 1,79% (yoy) cenderung meningkat apabila dibandingkan triwulan-II 2016 yang hanya tumbuh 0,36% (yoy). Peningkatan diperkirakan turut didorong panen komoditas perkebunan seperti kakao dan jambu mete, panen bawang merah di Kab. Belu dan Kab. Rote Ndao, produksi garam di Kab. Sabu Raijua dan siklus peningkatan produksi ikan pada periode Agustus sd. Oktober. Selain itu, adanya dorongan permintaan pengiriman sapi dari daerah seiring perayaan Idul Adha juga turut mendorong sektor pertanian. Perkembangan pengiriman ternak juga terlihat dari data Pelindo yang menunjukkan adanya pertumbuhan pengiriman ternak sebesar 23,8% (yoy) dengan jumlah 12.218 ekor pada triwulan–III. Di sisi lain, indikasi pertumbuhan sektor pertanian juga terlihat dari angka Nilai Tukar Petani (NTP) yang meningkat dari 100,26 (triwulan-II) menjadi 101,2 (triwulan-III). Peningkatan terutama terjadi pada indeks diterima petani untuk sektor pertanian holtikultura dan perkebunan rakyat. Peningkatan NTP tersebut menguatkan asumsi adanya pertumbuhan dalam sektor pertanian
8
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 1.17. DATA PENGIRIMAN TERNAK DARI PELABUHAN TENAU
GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
14000
150%
12000
100%
10000 8000
50%
6000
0%
180
104
160
103
140
102
120
101
100
100
80
99
60
98
40
97
20
96
4000 -50%
2000 0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
PENGIRIMAN TERNAK
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
95
0
100%
I
II III 2013
IV
I
PERT (%YOY)
BONGKAR
II III 2014 IT
Sumber : Pelindo II, diolah
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
NTP-AXIS KANAN
IB
Sumber :BPS, diolah
Di sisi lain, kredit sektor pertanian menunjukkan angka positif. Dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit pertanian pada triwulan-III mencapai Rp 259,48 miliar atau mengalami peningkatan 37,9% (yoy). Sementara itu, indikator Survei kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukkan indikasi perlambatan pada triwulan-III. Namun, indeks harga jual yang masih positif menunjukkan indikasi optimisme petani pada triwulan-III 2016. GRAFIK 1.20. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN 200%
30
250
150%
20
200
100%
150
50%
300
MILYAR RP
10 0 -10
0%
100
0
-20
-50%
50 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
IV
I
II III 2016
-30
-100%
-40 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
KEGIATAN USAHA
PERTANIAN (%YOY)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
IV
I
HARGA JUAL
II III 2015
IV
I
II III 2016
TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha terlihat adanya indikasi peningkatan pada triwulan IV-2016. Peningkatan terlihat dari indeks perkiraan untuk tenaga kerja dan kegiatan usaha. Hal ini diperkirakan turut didorong oleh panen komoditas perkebunan yang masih terjadi pada triwulan-IV serta adanya panen komoditas bahan makanan seperti padi untuk area persawahan irigasi. Peningkatan juga diperkirakan turut didorong oleh rencana produksi perdana garam di Bipolo, Kabupaten Kupang serta pengiriman ternak yang masih dilakukan secara berkelanjutan terutama ditunjang oleh operasional KM. Camara Nusantara I yang beroperasi setiap 2 minggu sekali. Di sisi lain, potensi hambatan utama pada akhir tahun terutama kondisi cuaca dan gelombang yang kurang baik dapat menghambat produksi komoditas ikan tangkap. GRAFIK 1.21. PROYEKSI SKDU PERTANIAN 30 20 10 0 -10 -20 -30 -40
I
II III 2014
IV
I
KEGIATAN USAHA
II III 2015 HARGA JUAL
IV
I
II 2016
III
IVP
TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
November 2016
9
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 4,19% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 9,79% (yoy). Perlambatan diperkirakan turut didorong oleh upaya penghematan anggaran pemerintah pusat dan adanya penundaan Dana Alokasi Umum (DAU), terutama untuk 5 Pemda, yaitu Provinsi NTT, Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur, dan Kab. Manggarai Barat. Selain itu, keterlambatan pencairan dana desa terutama tahap 2 di berbagai daerah seperti Kab. Kupang dan Kab. Malaka juga mempengaruhi perlambatan realisasi. Sementara itu, berdasarkan data APBN dan APBD Kab/Kota, terjadi penurunan realisasi belanja pegawai sebesar -7,64% (yoy) atau Rp 245,81 miliar pada triwulan III. Hal ini memperkuat argumentasi adanya penghematan belanja konsumsi yang dilakukan pemerintah. Selain juga, upaya wait and see yang dilakukan pemda untuk mengantisipasi defisit anggaran akibat penundaan DAU sehingga perlu adanya penyesuaian kegiatan belanja, terutama belanja yang bersifat non fisik seperti belanja pegawai, rapat dan kegiatan perjalanan dinas. Dari indikator perbankan, secara umum simpanan pemerintah mengalami penurunan dari sebelumnya Rp 6,93 triliun pada triwulan-II menjadi Rp 5,7 triliun pada triwulan-III, sementara pertumbuhan secara tahunan tercatat tumbuh negatif sebesar -25,5% (yoy). Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan penggunaan dana pemerintah untuk pembayaran kegiatan pada triwulan-III. GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
GRAFIK 1.22. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH 3,50 3,00
3,22
*RP TRILIUN
2,97
110% 90%
7.000
2,50
70%
6.000
2,00 1,50
9.000 8.000
-7.6%
1,00
1,62 1,28 0,77
26.5% 0,37 0,38 4.3%
0,50 0,00
0,50 53.8%
30%
4.000
10%
3.000
-10%
2.000
-30%
1.000
-50%
0 BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
III - 2015 Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
BELANJA HIBAH
BANTUAN KEUANGAN
50%
5.000
I
II
III
IV
I
2014
III
IV
2015 SIMPANAN
III - 2016
II
I
II 2016
III
-70%
PERT (%YOY)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Pada triwulan-IV 2016 sektor Administrasi Pemerintahan diperkirakan mengalami peningkatan. Masih terbatasnya belanja konsumsi pemerintah hingga triwulan-III yang baru mencapai 59,59% diperkirakan akan mendorong peningkatan realisasi pada triwulan IV. Peningkatan juga diperkirakan berasal dari penyaluran alokasi dana desa dan dana desa yang sempat terhambat akibat permasalahan administrasi di tingkat desa. Selain itu, adanya rencana penyaluran kembali DAU kepada Pemerintah Daerah pada bulan Desember diharapkan pula mendorong penyerapan belanja pemerintah walaupun diperkirakan tidak optimal karena interval waktu yang cukup dekat dengan akhir tahun (tutup buku).
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-III 2016 sebesar 8,48% (yoy) cenderung meningkat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 6,63% (yoy). Peningkatan daya beli masyarakat seiring adanya pendapatan dari gaji ke-13 dan 14 Pegawai Negeri Sipil pada akhir bulan Juni serta pendapatan dari panen komoditas perkebunan dan dorongan kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta yang membuka lapangan kerja baru diperkirakan menjadi beberapa faktor pendorong. Selain itu, adanya momen libur keagamaan, libur sekolah dan masa ajaran baru juga menjadi faktor peningkatan belanja masyarakat.
10
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Peningkatan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha dan harga jual menunjukkan peningkatan pada triwulan III yang mengambarkan kondisi positif di sektor perdagangan. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Dari sisi indikator perbankan, kredit perdagangan hingga akhir triwulan III-2016 mencapai Rp 5,73 triliun atau tumbuh sebesar 18,2% (yoy). GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 -10
GRAFIK 1.25. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN 160
140
120
100
I
II
III
IV
2014 KEGIATAN USAHA
I
II
III
IV
I
2015 HARGA JUAL
II 2016
III
I
II
III
IV
I
2014
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)
TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN 7.0
45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
TRILIUN
6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
IV
I
II III 2016
PERT (%YOY)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Prospek sektor perdagangan pada triwulan IV diperkirakan mengalami pertumbuhan positif. Hal ini terindikasi pada angka perkiraan indeks kegiatan usaha dan tenaga kerja sektor perdagangan pada Survei Kegiatan Dunia UsahaBank Indonesia yang menunjukkan peningkatan. Adanya momen libur keagamaan (natal) dan libur sekolah diperkirakan menjadi faktor penyebab utama. Sementara dari sisi pendapatan, terutama didorong adanya panen komoditas pertanian dan perkebunan seperti padi, jambu mente dan kakao serta dorongan kegiatan proyek di triwulan IV. GRAFIK 1.27. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 -10
I
II III 2014
IV
I
KEGIATAN USAHA
II III 2015 HARGA JUAL
IV
I
II III 2016
IVp
TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
November 2016
11
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-III 2016 tercatat 9,90% (yoy) meningkat dibandingkan triwulanII yang sebesar 7,32% (yoy). Tingginya pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-III terutama ditunjang oleh kegiatan proyek pemerintah seperti pembangunan jalan, sarana publik (sekolah, rumah sakit dan pasar) gedung pemerintahan,pembenahan pelabuhan, bandara, bendungan, sarana irigasi dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Beberapa proyek tersebut diantaranya pasar tertib ukur di Alor, Jalan Sabuk Perbatasan, pengembangan bandara komodo dan PLBN Mota’in. Sementara dari sisi swasta, pembangunan sarana belanja dan hotel turut menjadi faktor utama pertumbuhan. Di sisi lain, Tracking untuk triwulan IV diperkirakan masih terjadi pertumbuhan walaupun melambat yang disebabkan oleh tingginya kegiatan proyek pada triwulan-III. Beberapa kegiatan konstruksi yang masih berlangsung pada triwulan-IV diantaranya adalah gedung pemerintahan (kantor Gubernur NTT), proyek jalan seperti di Kab. Ende dan Kota Kupang serta pembangunan pasar di Alor. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan- III 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 11,57% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 10,85% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh beberapa kegiatan bersifat nasional seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Kota Kupang, Expo Alor X dan Sunda Kecil Expo yang turut mendorong okupansi kamar hotel dan kunjungan di Provinsi NTT. Selain itu, masa liburan sekolah dan high season kunjungan wisatawan yang terjadi setiap tahunnya pada rentang bulan Juni sd. September juga menjadi faktor lainnya. Hal ini terlihat dari pertumbuhan tamu hotel yang mencapai 28,6% (yoy) serta Pertumbuhan penumpang pesawat yang mencapai 29,1% (yoy) atau 924.015 orang pada triwulan-III 2016. GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL 70
GRAFIK 1.30. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA 80%
RIBU ORANG
70%
60
60%
50
50%
40
40%
30
28.6%
20 10 0
30% 20% 10%
I
II
III
IV
I
2014
III
IV
2015 TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
II
I
II 2016
III
0%
1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
RIBU ORANG
29.1%
I
II
III
IV
I
2014
III
IV
2015 PENUMPANG
PERT (%YOY)
II
I
II 2016
50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
III
PERT (%YOY)
Sumber : BPS, diolah
Pada triwulan-IV 2016, pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum mengalami perlambatan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kegiatan bersifat nasional di Provinsi NTT yang tercatat hanya terdapat satu kegiatan, yaitu Hari Nusantara di Kabupaten Lembata. Selain itu, kondisi cuaca yang cenderung kurang baik di akhir tahun dapat berdampak pada sektor pariwisata di Provinsi NTT yang cenderung bersifat wisata alam atau ecotourism. Namun, perlambatan diharapkan dapat tertahan oleh adanya momen libur natal dan masa liburan sekolah. Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh melambat sebesar 4,38% (yoy) pada triwulan-III dibandingkan triwulan-II yang sebesar 16,27% (yoy). Indikasi perlambatan terlihat dari perlambatan beberapa indikator perbankan diantaranya DPK dari 10,41% (yoy) di triwulan-II menjadi 0,29% (yoy) di triwulan III, pertumbuhan kredit juga mengalami penurunan dari 14,93% menjadi 13,37% dan aset tercatat tumbuh negatif sebesar -7,4% (yoy). Penurunan aset diperkirakan disebabkan oleh adanya penarikan aset bank ke kantor pusat di Jakarta, selain itu terdapat pula pertumbuhan giro yang negatif sebesar -22,61% (yoy) yang ditengarai salah satunya disebabkan oleh pengurangan alokasi dana APBN untuk Provinsi NTT. Perlambatan juga terlihat dari pertumbuhan kliring yang melambat dari 86% (yoy) pada triwulan-II menjadi 51,8% (yoy) di triwulan-III serta perputaran kas masuk/keluar di Bank Indonesia yang mencatat
12
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
penurunan net keluar sebesar -53,4% (yoy) yang mengindikasikan adanya perlambatan kegiatan perbankan terutama untuk pemenuhan kebutuhan uang tunai di masyarakat. Sementara itu, pertumbuhan jasa keuangan dan asuransi pada triwulan-IV diperkirakan mengalami peningkatan yang terutama disebabkan oleh kebutuhan layanan perbankan seperti transfer di akhir tahun. Selain itu, adanya kebutuhan konsumsi untuk perayaan natal di akhir tahun juga diperkirakan mendorong pertumbuhan kredit dan penggunaan sistem pembayaran tunai dan non tunai. Berdasarkan data kas, pertumbuhan net outflow pada bulan Oktober tercatat -19,65% (yoy) dibandingkan Oktober 2015 yang mengindikasikan adanya penurunan kebutuhan pelayanan terkait pembayaran tunai di awal triwulan-IV. Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 8,37% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 8,21% (yoy). Beberapa faktor pendorong pertumbuhan seperti adanya pembukaan rute baru Garuda dari Denpasar-Maumere (4x/minggu) dan rute langsung Jakarta-Kupang (setiap hari), pembukaan rute perintis pesawat Airfast dengan rute Labuan Bajo-Ruteng, pembukaan rute Trans Nusa dari Bandara Turelelo, Ngada – El Tari, Kupang, pelayanan Kapal Motor Tilongkabila milik Pelni pada jalur wisata Rinca dan Komodo dan pembukaan 18 Rute Baru oleh ASDP di wilayah NTT, yaitu Kupang-Hansisi Pulau Semau (PP) Hansisi-Rote (PP), KupangAdonara, Kupang-Maumere, Larantuka-Adonara dan sebaliknya serta Adonara-Maumere dan sebaliknya. Kemudian Maumere-Palue dan sebaliknya, Maumere-Pemana dan sebaliknya, Maumere-Larantuka, Maumere-Kupang serta Adonara-Kupang. Selain itu, tercatat adanya peningkatan pengguna pesawat terbang sebanyak 20% dan kapal laut 10% pada masa liburan sekolah di bulan Juli. Sementara itu, pertumbuhan pada triwulan IV diperkirakan sedikit melambat karena berkurangnya pembukaan rute baru pesawat maupun kapal laut. Namun, masih terdapat pembukaan rute wings air baru pada bulan November dengan tujuan Kupang-Tambolaka-Ende. Selain itu adanya momen liburan akhir tahun diharapkan dapat mendorong peningkatan penggunaan transportasi baik darat, laut maupun udara. Sektor real estate tercatat tumbuh 2,21% (yoy) sedikit melambat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 2,94% (yoy). Pertumbuhan sektor real estate ditengarai turut terbantu oleh kegiatan Real Estate Indonesia (REI) Expo 2016 pada awal Bulan Juli yang dapat membukukan total transaksi Rp 40,2 miliar. Total rumah yang terjual pada pameran tersebut adalah sebanyak 201 unit dengan rincian 154 unit rumah FLPP dan 47 unit non FLPP walaupun cenderung melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan II. Sementara itu pertumbuhan pada triwulan IV diperkirakan sedikit meningkat yang juga ditunjang oleh kegiatan BTN Expo di kota Kupang pada bulan Oktober. Tercatat total transaksi yang dihasilkan mencapai Rp 31,7 miliar dengan total 163 unit rumah terjual. Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 4,83% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 7,07% (yoy). Perlambatan diperkirakan turut disebabkan oleh penurunan harga komoditas bahan baku industri seperti rumput laut dan masih terbatasnya penambahan kegiatan industri di Provinsi NTT. Rencana pengembangan industri seperti kimia dasar, logam dan tebu masih dalam tahap pembangunan infrastruktur dan penyelesaian masalah lahan. Permasalahan lahan juga masih menghambat beberapa rencana pembangunan pabrik pengolahan seperti smelter oleh PT. Gulf Mining dan Pabrik PT. Semen Kupang III. Sementara itu, prospek pada triwulan IV diperkirakan masih tumbuh stabil karena belum adanya pembangunan pabrik pengolahan berskala besar. Pertumbuhan diperkirakan terjadi pada industri makanan (kue dan makanan kecil) serta minuman seiring peningkatan permintaan menjelang momen akhir tahun. Sektor pengadaan listrik dan gas tercatat tumbuh 19,08% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 11,25% (yoy). Peningkatan turut didukung oleh adanya pengembangan sektor kelistrikan dari PLN Area Flores Bagian Timur (FBT) yang mendatangkan mesin 7 MW untuk mengatasi krisis listrik di Kab. Sikka. Sementara itu, pertumbuhan sektor listrik pada triwulan-IV diperkirakan kembali meningkat seiring adanya penambahan kapasitas
November 2016
13
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
melalui Kapal Pembangkit Listrik Marine Vessel Power Plant (MVPP) berkapasitas 60 MW yang masih dikerjakan di Turki dan direncanakan tiba di kupang pada November atau Desember 2016 serta adanya penambahan kapasitas melalui PLTU IPP Bolok (2 x 15 MW). Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh 6,41% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan-II yang sebesar 6,1% (yoy). Peningkatan turut didukung oleh cukup masifnya kegiatan promosi dan migrasi pengguna layanan Telkomsel ke 4G pada triwulan III. Sementara itu pada triwulan IV, pertumbuhan diperkirakan masih positif seiring dengan masih dilakukannya pembangunan fasilitas BTS 4G, kegiatan promosi serta migrasi yang masih berlangsung dan mulai meningkatnya penggunaan telepon genggam di masyarakat. Sektor lainnya seperti jasa pendidikan mengalami perlambatan pada triwulan III yang ditengarai sebagai dampak penundaan tunjangan sertifikasi guru. Untuk triwulan IV diperkirakan jasa pendidikan juga masih tumbuh melambat. Sementara itu, sektor lainnya seperti Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang cenderung mengalami perlambatan, sedangkan sektor Pertambangan, Jasa Perusahaan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta Jasa Lainnya diperkirakan mengalami peningkatan. Secara umum, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan-IV diperkirakan turut meningkat yang didukung oleh adanya dorongan realisasi belanja pemerintah, rencana pencairan DAU dan peningkatan aktivitas masyarakat.
14
November 2016
Update Perkembangan Penyediaan Kelistrikan di Provinsi NTT
01
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini mencapai 5,14% (yoy) di triwulan III 2016, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap di atas nasional, dibutuhkan peningkatan produksi maupun investasi di NTT. Berdasarkan hasil riset Growth Diagnostik, didapatkan bahwa permasalahan utama investasi dan pengembangan ekonomi di NTT antara lain permasalahan sumber daya manusia, kondisi infrastruktur terutama kelistrikan, sumber daya air, pembebasan lahan dan perijinan (Harmawan, 2016). Terkait dengan permasalahan kelistrikan dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia, rasio elektrifikasi di NTT menduduki posisi kedua terbawah setelah Provinsi Papua dengan nilai 58,83%. Berdasarkan konsumsi listrik perkapita, konsumsi listrik di NTT menduduki peringkat terbawah dalam menggunakan listrik di Indonesia dengan rata-rata penggunaan sebesar 139,4 Kwh/kapita. Untuk meningkatkan rasio elektrifikasi, PLN melakukan investasi dan menambah pelanggan yang terlihat dari rata-rata pertumbuhan PDRB pada pengadaan listrik dan gas yang selalu tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi NTT. Pada triwulan III 2016, pertumbuhan ekonomi sektor pengadaan listrik dan gas mencapai 19,8% (yoy) jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi NTT. Mulai terpenuhinya kebutuhan kelistrikan seiring dengan lancarnya operasional membuat penggunaan listrik mengalami peningkatan cukup signifikan. GRAFIK BOKS 1. 1. PERBANDINGAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAN KONSUMSI LISTRIK PER KAPITA
1200
GRAFIK BOKS 1.2. PERBANDINGAN PERTUMBUHAN PDRB SEKTOR LISTRIK DAN GAS DENGAN PDRB 25%
Konsumsi Listrik (Kwh/Kapita)
BALI
20%
1000
19,08
JABAR
800
JATIM SUMSEL
600 400 200 0 40
15%
PAPUA
SULSEL
NTT 58.83 13.94
PABAR
KALTENG NTB
SULTENG
10% ACEH
5,14
5%
JAMBI MALUT
0% 50
60
70
80
90
100
I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV 2015
I
II III 2016
RASIO ELEKTRIFIKASI LISTRIK Sumber : PT PLN, Kementrian ESDM, diolah
PDRB
LINEAR (LISTRIK & GAS)
Sumber : BPS Provinsi NTT, diolah
Dalam melayani masyarakat, PLN Provinsi NTT membagi wilayah pelayanan dalam 4 area yaitu PLN Area Kupang, Sumba, Flores Bagian Barat dan Flores Bagian Timur. Area Kupang membawahi seluruh daratan Timor, Rote Ndao, Alor dan Sabu Raijua. Area Sumba membawahi seluruh daratan Sumba. Area Flores Bagian Barat membawahi Kabupaten Ende ke barat hingga Manggarai Barat dan Area Flores Bagian Timur membawahi Kabupaten Sikka, Flores Timur dan Lembata. Adapun total daya yang mampu diproduksi mencapai 187,63 MW dengan Area Kupang sebagai area dengan pembangkit terbesar mencapai 104 MW, diikuti area Flores Bagian Barat dengan total pembangkit mencapai 43,5 MW, Flores Bagian Timur sebesar 25,28 MW dan Area Sumba dengan total daya mampu mencapai 14,8 MW. Dengan sistem transmisi yang sebagian besar masih terisolasi/tertutup, maka adanya kekurangan daya atau gangguan di satu tempat, daerah lain tidak akan mampu membantu mengatasi permasalahan tersebut. Hal ini juga berdampak pada mahalnya biaya pokok penjualan yang hingga tahun 2015 masih sebesar Rp 3.300/kwh jauh lebih tinggi dibanding harga jual ke masyarakat yang rata-rata hanya sebesar Rp 1.029/kwh. Oleh karena itu, untuk melakukan efisiensi biaya, PLN melakukan investasi besar berupa pembangunan transmisi Trans Flores, Trans Timor dan Trans Sumba. Dengan adanya
November 2016
15
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
integrasi sistem kelistrikan, pembangunan pembangkit dapat terpusat di beberapa titik saja, sehingga kapasitas pembangkit yang dibangun dapat lebih besar dan lebih efisien. Selain itu, permasalahan kekurangan daya yang terjadi dan gangguan ketidakstabilan daya dapat diminimalisir. GAMBAR BOKS 1.1. PETA PENYEDIAAN LISTRIK DAN RENCANA TRANSMISI KELISTRIKAN DI PROVINSI NTT
Sumber : PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah
Berdasarkan progress pembangunan, transmisi Timor saat ini sudah tersambung di wilayah Kupang hingga Soe, sehingga suplai listrik untuk Kabupaten TTS sudah dipenuhi dari pembangkit Kupang. Hingga Desember 2016, transmisi kelistrikan diharapkan sudah dapat tersambung hingga Kabupaten TTU, sehingga kebutuhan listrik dapat langsung dipenuhi dari Kupang. Hingga akhir 2017, transmisi kelistrikan ditargetkan sudah tersambung hingga Atambua, sehingga jaringan kelistrikan Pulau Timor dapat terintegrasi dari Kupang hingga Atambua. Transmisi Flores yang sudah tersambung baru dari pembangkit Ropa ke Ende. Transmisi kelistrikan lainnya diperkirakan sebagian baru akan selesai di tahun 2017, dan operasional tahun 2018. Transmisi Sumba kemungkinan baru tersambung dan operasional di tahun 2018. Adapun progres pembangunan pembangkit listrik antara lain saat ini dilakukan penyelesaian pembangunan PLTU IPP 1x15MW dan diperkirakan bisa beroperasi pada awal tahun 2017. Selain itu, sedang dipersiapkan sistem kelistrikan untuk persiapan kedatangan kapal listrik dari Turki yang rencananya akan beroperasi di awal tahun 2017 dengan daya mencapai 60MW. Dengan demikian, sistem Kupang akan mendapat tambahan daya setidaknya sebesar 75MW, masih lebih besar dibanding perkiraan kebutuhan penambahan jaringan baru yang sebesar 67MW. Potensi penambahan masih terdapat dari penyelesaian pembangunan PLTU IPP 1x15MW dan PLTU Bolok 2 1x13MW yang saat ini masih dalam pengerjaan. Dengan beroperasinya keempat pembangkit tersebut, dan terintegrasinya sistem kelistrikan di Pulau Timor, maka PLN dapat melakukan penghematan dengan menghentikan PLTD yang membutuhkan biaya operasional besar di Soe, Kefamenanu dan Atambua dengan total kapasitas terpasang sebesar 16MW. PLN juga berharap rencana proyek investasi yang diajukan dapat segera terealisasi antara lain proyek smelter mangan yang membutuhkan daya hingga 20MW dan proyek pabrik Semen Kupang III dengan total kebutuhan listrik mencapai 30MW. Selebihnya akan digunakan untuk memenuhi permintaan sambungan baru dan tambah daya yang saat ini belum dilayani. Adanya surplus produksi listrik ini hendaknya dapat dimanfaatkan untuk menggiatkan investasi
yang saat ini selalu terkendala permasalahan listrik.
Pengembangan kawasan industri Bolok dapat lebih didorong agar lapangan kerja dapat tersedia.
16
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kondisi kelistrikan di Pulau Flores saat ini masih mengalami kekurangan daya. Tingginya selisih beban puncak antara siang dan malam juga masih menjadi kendala utama permasalahan kelistrik di Pulau Flores. Hingga tahun 2017, permasalahan tersebut diprediksi masih akan terjadi. Dalam rangka penambahan daya, dalam waktu dekat PLN akan berupaya untuk membangun PLTMG Maumere dengan kapasitas 40 MW dan PLTMG Flores tahap 1 dengan kapasitas 20MW yang rencananya akan dibangun di Labuan Bajo dan beroperasi secara komersial pada tahun 2018. Dengan terselesaikannya dua proyek besar tersebut, maka kekurangan daya yang terjadi dapat terkurangi dan penghematan anggaran dapat dilakukan. Terkait besarnya selisih beban puncak antara siang dan malam, hal ini setidaknya dapat ditangkap oleh pemerintah daerah sebagai peluang untuk mengembangkan industri di Flores yang di waktu siang masih memiliki cadangan kapasitas listrik hingga 24MW. Kekurangan daya di Pulau Sumba menurut rencana dapat lebih cepat diatasi seiring dengan adanya pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan di Pulau Sumba antara lain pembangunan 20 PLTM/PLTMH dengan total daya 5,1MW di tahun 2017, PLT Biomasa Sumba 1MW di tahun 2017 serta IPP PLTS Waingapu dengan kapasitas 1MW. Untuk mengatasi beban puncak, juga direncanakan dibangun PLTMG Waingapu dengan kapasitas 10MW dan PLTMG Waingapu 2 dengan daya 30MW yang diperkirakan beroperasi pada tahun 2018 dan 2019. PT Muria Sumba Manis juga berencana membangun PLT Biomasa sendiri dengan kapasitas mencapai 25MW. Hasilnya sebesar 20MW akan digunakan untuk operasional pabrik gula dan 5MW akan dijual ke PLN. Tabel Boks 1.1. Progres Pembangunan Pembangkit dan Permasalahan yang Dihadapi NAMA PROJECT KAPASITAS COD
PLTMG KUPANG PEAKER
PLTMG ROTE
PLTMG WAINGAPU
PLTMG ALOR
PLTU TIMOR 1
MPP FLORES
PLTMG MAUMERE
50
5
10
10
100
20
40
2017
2017
2017
2017
2019
2017
2017
ADA
BELUM
DALAM PROSES
DALAM PROSES
BELUM BEBAS
BELUM BEBAS
BELUM BEBAS
BELUM BEBAS
-
PROSES PEMBEBASAN
PELIMPAHAN WEWENANG
BENTUK TIM
BENTUK TIM
CLEAR
-
-
LELANG
FEASIBILITY STUDIES IJIN PRINSIP GUB NTT IJIN RTRW BUPATI/WALIKOTA UKL-UPL TIM PENGADAAN TANAH KENDALA LAHAN
DRAFT
DRAFT
DALAM PROSES
BELUM
BELUM BEBAS
TAHAPAN PEMBEBASAN TANAH
BENTUK TIM
TAHAP PEKERJAAN PEMBANGKIT
-
BELUM BEBAS PELIMPAHAN WEWENANG -
DRAFT
-
-
DRAFT ADA
Sumber : PLN Provinsi NTT, diolah
Terkait pembangunan pembangkit listrik tersebut, sebagian besar studi kelayakan sudah diselesaikan, demikian pula dengan ijin prinsip dari Gubernur NTT dan Ijin rencana tata ruang wilayah dari Bupati/Walikota. Adapun ijin lingkungan yang sudah diselesaikan baru untuk pembangunan PLTMG Alor, Waingapu dan PLTMG Flores tahap 1. kendala utama yang masih dihadapi adalah permasalahan pembebasan lahan yang masih belum selesai, sehingga PLN belum dapat melanjutkan ke tahap berikutnya. Demikian pula dengan pembangunan transmisi yang juga mengalami permasalahan yang sama. Peran aktif pemerintah dalam segera menyukseskan program kelistrikan di NTT sangat diperlukan agar 1.039 desa yang belum teraliri aliran listrik dapat segera menikmati listrik di rumah mereka.
November 2016
17
02
Keuangan Pemerintah Daerah
Realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan III-2016 mencapai Rp 18,41 triliun atau telah mencapai 74,39% dari pagu rencana pendapatan tahun 2016 sebesar Rp 24,75 triliun. Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah tercatat baru mencapai Rp 18,21 triliun atau 53,39% dari pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,11 triliun.Untuk pagu belanja, terjadi penyesuaian di triwulan III dari sebelumnya sebesar Rp 35,08 Triliun yang terutama disebabkan oleh penghematan anggaran belanja pemerintah pusat.
Foto : Kantor Bupati TTS
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
2.1. KONDISI UMUM Perkembangan realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan–III 2016 telah mencapai Rp 18,41 triliun atau 74,39% dari total rencana pendapatan tahun 2016 yang sebesar Rp 24,75 triliun. Dari sisi persentase, realisasi pendapatan APBN Pemerintah Pusat di Provinsi NTT menjadi yang tertinggi sebesar 670,62% atau Rp 1,75 triliun yang terutama berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk rencana pendapatan, namun merupakan pendapatan tertinggi struktur APBN di daerah NTT. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah di NTT telah mencapai Rp 18,21 triliun atau 53,39% dari total pagu belanja tahun 2016 yang sebesar Rp 34,11 triliun. Pencapaian tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan pencapaian hingga triwulan-III tahun 2015 yang sebesar Rp 15,02 triliun atau hanya 43,53% dari pagu anggaran 2015. Pencapaian realisasi belanja tertinggi untuk tahun 2016 terutama Pemerintah Provinsi sebesar 63,13%. Di sisi lain, terdapat penurunan pagu belanja sebesar Rp 975,45 miliar pada triwulan III dibandingkan rencana sebelumnya yang terutama didorong langkah penghematan anggaran APBN oleh pemerintah pusat sebesar Rp 1,19 triliun. GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Realisasi Pendapatan Pemerintah
Realisasi Belanja Pemerintah
Triliun
Triliun Rp
16%
1%
15%
25
9%
12%
25
24%
14%
26%
34.11 ANGGARAN
ANGGARAN
REALISASI
20
ANGGARAN
REALISASI
ANGGARAN
20
20.62
REALISASI
ANGGARAN
21.95
24.75 15
18.41
13.94
18.21
83% APBN
76% KAB
15
64% APBN
PROV
PORSI REALISASI PENDAPATAN
10
11.00 10
5
PROV
8.26 4.75
5
3.88
60% KAB
PORSI REALISASI BELANJA
3.90
2.73
2.46
1.75 74.39% PENDAPATAN DAERAH
0,26
53.39% BELANJA DAERAH
0
APBN
67.60% KAB
70.40% PROV
57.55%
50.09%
63.13%
0 APBN
KAB
PROV
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
2.2 PENDAPATAN DAERAH Total pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-III 2016 tercatat telah mencapai Rp 18,41 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari pendapatan APBN yang mencapai Rp 1,75 triliun atau 670,62% dari target dengan sumber pendapatan terbesar dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 892,13 miliar atau 51,06% dari total pendapatan, diikuti oleh Pajak Pertambangan Nilai (Rp 466,54 miliar) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Rp 354,10 miliar) yang terutama disumbang oleh Pendapatan Pendidikan sebesar Rp 159,09 miliar. Pencapaian realisasi pendapatan untuk tingkat provinsi telah mencapai 70,40% atau Rp 2,73 triliun dengan sumber utama pendapatan berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 1,01 triliun dan diikuti oleh Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 993,19 miliar serta Pendapatan Asli Daerah (Rp 624,87 miliar) yang terutama berasal dari Pajak Daerah (Rp 428,09 miliar). Sementara itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota telah mencapai Rp 13,94 triliun (67,60%), namun masih didominasi pendapatan DAU sebesar Rp 9,39 triliun (67,4%). Di sisi lain, adanya penundaan DAU untuk 5 (lima) pemerintah daerah, yaitu Provinsi NTT, Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat diperkirakan dapat mempengaruhi pencapaian target pendapatan pemerintah di akhir tahun, walaupun berdasarkan informasi terakhir DAU yang ditunda akan kembali direalisasikan oleh Pemerintah Pusat pada bulan Desember.
November 2016
21
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 2.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
GRAFIK 2.2 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
67,4%
36,4%
0,06% 20,27% 0,59% 26,70% 0,55% 0,76% 51,56%
37,2%
22,9%
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
12,9%
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
9,5%
PENDAPATAN BEA MASUK
1,2%
PAJAK BUMI & BANGUNAN
5,2%
2,3%
PROVINSI
CUKAI
5,1%
KABUPATEN / KOTA
PAJAK PENGHASILAN PAD
DAU
DAK
OTSUS
LAINNYA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
Apabila dilihat berdasarkan data spasial, Kab. Manggarai Timur memiliki pencapaian realisasi pendapatan tertinggi sebesar 76,5% dari rencana 2016, diikuti oleh Kab. Rote Ndao (76,4) dan Kab. Lembata (72,1%). Di sisi lain, Kab. Nagekeo (51,7%) bersama dengan Kab. Sabu Raijua (60,3) serta Kab. Kupang (62,8%) menjadi daerah dengan realisasi pendapatan terendah hingga triwulan-III 2016. Dominasi realisasi pendapatan yang berasal dari komposisi DAU juga terlihat di masingmasing daerah dengan rata-rata mencapai 67,7%. Komposisi Pendapatan Asli Daerah tertinggi dicapai oleh Kota Kupang sebesar 12,1%, sementara komposisi DAK tertinggi ada di Kab.Nagekeo (21%) yang terutama diperuntukkan bagi pengembangan infrastruktur dasar. Di sisi lain, pendapatan lain-lain tertinggi diperoleh Kab. Ende (24,34%) yang terutama disumbangkan oleh pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 183,7 miliar. GRAFIK 2.4. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III 2016
PENDAPATAN ASLI DAERAH
BAGI HASIL
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI KHUSUS
PENDAPATAN LAIN-LAIN
NAGEKEO
SABU RAIJUA
KAB. KUPANG
SIKKA
ENDE
MALAKA
SUMBA TIMUR
MANGGARAI
TTU
BELU
NGADA
TTS
SUMBA TENGAH
MABAR
SUMBA BARAT
FLOTIM
KOTA KUPANG
ALOR
SBD
LEMBATA
ROTE
80% 75% 70% 65% 60% 55% 50% 45% 40% MATIM
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
REALISASI (LINE KANAN)
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
2.3 BELANJA DAERAH Perkembangan realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-III 2016 mencapai Rp 18,21 triliun atau 53,39% dari pagu belanja pemerintah tahun 2016 yang sebesar Rp 34,11 triliun. Pagu belanja pemerintah sendiri mengalami penurunan sebesar 2,78% atau sebesar Rp 975,43 miliar dibandingkan pagu belanja awal. Penurunan ini merupakan dampak dari upaya penghematan anggaran pemerintah pusat yang terlihat dari berkurangnya pagu belanja APBN sebesar Rp 1,19 triliun. Namun, penghematan tersebut lebih diarahkan pada potongan mandiri dari instansi terkait dan program yang bisa ditunda atau tidak akan dilanjutkan. Apabila dilihat secara umum, realisasi belanja pemerintah sebesar Rp 18,21 triliun (53,39%) tersebut cenderung lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2015 yang sebesar Rp 15,02 triliun (43,53%). Hal ini turut didorong oleh realisasi gaji ke13 dan ke-14 pada triwulan-II serta upaya percepatan kegiatan proyek dan lelang. Namun, adanya penundaan DAU terhadap 5 (lima) Pemerintah Kabupaten/Kota, penundaan tunjangan dan sertifikasi, serta pengurangan DAK di beberapa
22
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
daerah turut menyebabkan penyerapan yang tidak optimal pada triwulan-III karena adanya proses evaluasi dan revisi anggaran yang dilakukan instansi pemerintah. Walaupun demikian, berdasarkan informasi terakhir, DAU akan kembali dicairkan oleh pemerintah pusat pada bulan Desember. Terbatasnya waktu realisasi dengan akhir tahun diperkirakan menyebabkan penyerapan masih tetap akan kurang optimal. Di sisi lain, berdasarkan pangsa pagu belanja masing-masing pemerintah daerah, adanya isu penundaan DAU belum berdampak signifikan terhadap rencana belanja. Hal ini terlihat dari masih samanya komponen belanja untuk 4 (empat) daerah yang mengalami penundaan, yaitu Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat. Komponen belanja pegawai tertinggi, masih berada di Kota Kupang sebesar 56,2%, diikuti Kab. Belu (47,3%) dan Kab.Timor Tengah Utara (47,2%). Sementara itu, pangsa belanja modal tertinggi juga masih berada di Kab. Sabu Raijua sebesar 39,2% diikuti Kab. Sumba Barat (33%) dan Kab. Malaka (32%). GRAFIK 2.5. PANGSA BELANJA KABUPATEN/KOTA
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20%
BELANJA PEGAWAI
BELANJA MODAL
PROVINSI NTT
APBN
SUMBA TENGAH
NAGEKEO
MABAR
SABU RAIJUA
SBD
KAB. KUPANG
BELANJA BARANG DAN JASA
SUMBA BARAT
NGADA
MANGGARAI
MALAKA
LEMBATA
SUMBA TIMUR
ROTE
ALOR
MATIM
ENDE
FLOTIM
SIKKA
TTS
TTU
BELU
0%
KOTA KUPANG
10%
BELANJA LAIN-LAIN
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
Apabila dibandingkan dengan pencapaian triwulan-III 2015, realisasi belanja pemerintah, baik belanja secara umum maupun belanja modal cenderung lebih baik. Belanja modal sendiri pada triwulan III-2016 tercatat 36,21% dari pagu 2016 atau Rp 3,15 triliun dibandingkan pencapaian triwulan-III 2015 yang sebesar 29,74% dari pagu 2015 atau Rp 2,87 triliun. Peningkatan realisasi ini menunjukkan adanya upaya perbaikan pemerintah untuk melakukan percepatan kegiatan proyek di tahun 2016. Beberapa kegiatan proyek yang tercatat di tahun 2016, diantaranya proyek multiyears seperti bendungan serta gedung pemerintah, serta pembangunan berbagai fasilitas publik, seperti jalan dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di beberapa tempat seperti Mota’ain, Motamasin dan Wini. Di sisi lain, meskipun telah terdapat perbaikan dalam penyerapan belanja modal, namun masih relatif rendahnya realisasi belanja modal yang sebesar 36,21% menunjukkan masih adanya permasalahan yang dialami pemerintah, baik terkait pembayaran termin maupun proses pengesahan anggaran APBD yang tertunda. Dalam hal belanja modal, realisasi belanja modal APBN menjadi yang tertinggi sebesar 51,22% dari pagu atau Rp1,32 triliun dari total pagu sebesar Rp 2,58 triliun. GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA
40
28,25 46,04 36,21
60
51,22
80 32,82 23,94 43,87 29,74
57,55 50,09 63,13 53,39
100 42,32 46,81 62,24 46,84
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
GRAFIK 2.7. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL
20
I
II
III
IV
I
2015 APBN
KAB/KOTA
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
PROVINSI
II 2016 TOTAL
III
0
I
II
III
IV
I
2015 APBN
KAB/KOTA
PROVINSI
II 2016
III
TOTAL
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
November 2016
23
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sementara itu, berdasarkan komposisi belanja secara umum hingga triwulan-III, realisasi belanja konsumsi masih menjadi komponen tertinggi di Provinsi NTT dengan total 59,6%. Tingginya realisasi belanja tersebut turut didukung realisasi gaji ke-13 dan ke-14 pada triwulan-II dan pembayaran gaji pegawai serta kegiatan kedinasan. Hal ini juga terlihat dari realisasi belanja pegawai yang telah mencapai Rp 12,36 triliun atau 46,11% dari pangsa total realisasi belanja pemerintah hingga triwulan-III 2016. Realisasi belanja konsumsi tertinggi berada di Pemerintah Provinsi sebesar 68,8% atau Rp 2,2 triliun dari total pagu belanja konsumsi sebesar Rp 3,2 triliun. Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT REALISASI
GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
URAIAN
Nominal BELANJA DAERAH
Pangsa (%)
RENCANA %
34.109,1
18.210,4
53,39
100
8.705,5
3.152,6
36,21
17,31
BELANJA KONSUMSI
25.269,9
15.057,7
59,59
82,69
BELANJA PEGAWAI
12.360,1
8.395,9
67,93
46,11
BELANJA BARANG DAN JASA
7.816,8
3.566,6
45,63
19,59
BELANJA HIBAH
1.608,6
1.226,1
76,22
6,73
86,5
33,8
39,09
0,19
666,9
339,6
50,92
1,87
2.654,7
1.484,5
55,92
8,15
76,2
11,2
14,71
0,06
133,7
-
-
-
68,8 57,5
BELANJA MODAL
63,1
60,4
59,6
57,5 53,4
51,2
50,1 46,0 36,2 28,3
BELANJA BANTUAN SOSIAL
% APBN
KAB
PROV
TOTAL
BELANJA BAGI HASIL BANTUAN KEUANGAN KONSUMSI LAINNYA
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan perkembangan realisasi belanja dari masing-masing tingkat pemerintahan, maka dapat diketahui hal-hal berikut: 2.3.1 Belanja APBN Realisasi belanja APBN hingga triwulan-III mencapai Rp 4,75 triliun atau 27,55% dari total pagu belanja APBN tahun 2016 sebesar Rp 8,26 triliun. Porsi belanja APBN pada triwulan-III mengalami penurunan dari sebelumnya sebesar Rp 9,45 triliun yang terutama terjadi pada belanja modal sebesar Rp 1,12 triliun seiring upaya penghematan dari pemerintah pusat. Sementara itu, pangsa realisasi belanja tertinggi untuk triwulan-III terutama dipergunakan bagi belanja pegawai sebesar Rp 1,83 triliun (38,51%) dan diikuti belanja barang dan jasa sebesar Rp 1,59 triliun (44,54%). Di sisi lain, pangsa realisasi belanja modal tercatat sebesar Rp 1,32 triliun atau 27,84% yang dipergunakan bagi pembangunan beberapa infrastruktur utama seperti bendungan, jalan, Pos Lintas Batas Negara, jembatan, serta pemeliharaan jalan rutin. 2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT Perkembangan realisasi belanja pemerintah Provinsi NTT hingga triwulan-III 2016 mencapai Rp 2,46 triliun atau 63,13% dari pagu belanja sebesar Rp 3,90 triliun. Dalam upaya pencapaian realisasi yang optimal, Pemerintah Provinsi NTT turut terkendala dengan adanya penundaan DAU dari pemerintah pusat. Tercatat DAU Provinsi NTT pada rentang September hingga Desember yang memiliki kemungkinan ditunda mencapai Rp 242,1 miliar. Namun, telah terdapat informasi bahwa DAU akan kembali direalisasikan Pemerintah Pusat pada bulan Desember. Sementara itu, belanja Pemerintah Provinsi hingga triwulan-III masih didominasi oleh belanja hibah yang mencapai Rp 1,3 triliun atau 45,98% dari total realisasi belanja yang dipergunakan untuk penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta kelanjutan program dana bergulir pemerintah, seperti Desa Mandiri Anggur Merah. Dari komponen belanja konsumsi, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi tertinggi sebesar Rp 455,35 miliar atau 18,5% diikuti belanja barang dan jasa yang mencapai Rp 416,69 miliar atau 16,93%. Di sisi lain, realisasi belanja modal pemerintah Provinsi baru mencapai Rp 258,79 miliar atau dengan pangsa hanya 10,52%.
24
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 2.9. PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN PEMERINTAH DAN APBD 100%
7.10
90%
33,53
80% 70%
45,98
KONSUMSI LAINNYA
60%
BANTUAN KEUANGAN
50%
BELANJA BAGI HASIL
38,51
40%
BELANJA BANTUAN SOSIAL
16,83
30%
BELANJA HIBAH
20%
BELANJA BARANG DAN JASA
18,50 27,84
10%
BELANJA PEGAWAI
10,52
0%
BELANJA MODAL
PROV
APBN
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota Realisasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota hingga triwulan-III 2016 mencapai Rp 11 triliun atau 50,09% dari pagu belanja 2016 sebesar Rp 21,95 triliun. Realisasi terbesar terutama belanja pegawai yang mencapai 66,11% dari target belanja atau sebesar Rp 6,11 triliun, setara dengan 55,56% dari total belanja pemerintah kabupaten/kota. Dengan pangsa belanja sebesar 13,34% dari total belanja, bantuan keuangan menjadi pos belanja dengan realisasi cukup besar hingga 55,92% atau setara 1,47 triliun. Realisasi belanja modal baru tercapai 28,25% dari pagu belanja atau hanya sebesar Rp 1,57 triliun dengan pangsa 14,28% dari total belanja, dan belanja barang dan jasa yang sebesar Rp 1,56 triliun (pangsa: 14,15%) juga baru terealisasi sebesar 39,39% dari pagu anggaran. Sementara itu, rata-rata belanja di setiap Kabupaten/Kota mencapai 50,1% dengan rata-rata belanja modal sebesar 14,7%. Apabila dianalisis secara spasial, adanya penundaan DAU untuk beberapa daerah mulai dirasakan dampaknya. Hal ini terlihat dari realisasi daerah-daerah yang mengalami penundaan, seperti Kab. Kupang (realisasi: 48,42%), Kab. Ende (44,27%), dan Kab. Sumba Timur (48,42%) yang berada dibawah rata-rata pencapaian belanja Kabupaten/Kota di NTT kecuali Kab. Manggarai Barat yang masih mampu merealisasikan belanja hingga sebesar 55,64% dari pagu anggaran. Adapun presentase belanja pemerintah tertinggi ada di Kabupaten Flores Timur sebesar 62,94%, diikuti oleh Kab. Rote Ndao (60,32%) dan Kab. Manggarai Timur (58,85%). Namun dari sisi komponen belanja, sebagian besar realisasi belanja masih digunakan untuk belanja pegawai yang mencapai lebih dari 60% di beberapa Kota/kabupaten, diantaranya Kota Kupang, Kab. Timor Tengah Utara, Kab. Belu, Kab. Malaka dan Kab. Ende. Sementara itu, belanja terendah berada di Kabupaten Malaka (38,52%) dengan komponen realisasi terbesar adalah belanja pegawai (64,4%). GRAFIK 2.10. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
70%
100% 90%
60%
80%
50%
70% 60%
40%
50%
30%
40% 30%
20%
20%
10%
BELANJA PEGAWAI
BELANJA MODAL
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA LAIN-LAIN
MALAKA
TTU
LEMBATA
ENDE
NAGEKEO
BELU
SBD
NGADA
MANGGARAI
SUMBA TIMUR
KAB. KUPANG
SIKKA
SUMBA BARAT
SUMBA TENGAH
SABU RAIJUA
TTS
ALOR
MABAR
KOTA KUPANG
MATIM
ROTE
0%
FLOTIM
10%
0%
TOTAL
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
November 2016
25
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Di sisi lain, realisasi belanja modal tertinggi ada di Kab. Rote Ndao (53,5%), diikuti Kab. Flores Timur (49,7%) dan Kab. Manggarai Timur (44,4%), sementara belanja modal terendah di Kab. Malaka (9,2%) , Ende dan Sumba Barat Daya (14,6%). Namun porsi realisasi belanja modal dibandingkan total belanja tertinggi ada di Kab. Sabu Raijua (30,5%) dan Kab. Rote Ndao (24,6%). Porsi belanja modal yang tinggi tersebut menggambarkan besarnya belanja produktif yang dilakukan pemda. Gambar 2.1. Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN Berdasarkan data perbankan hingga Triwulan III-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 5,70 triliun. DPK tersebut menurun -17,8% (qtq) apabila dibandingkan triwulan II-2016 yang sebesar Rp 6,93 triliun. Penurunan DPK tersebut menguatkan hipotesa peningkatan realisasi anggaran pada triwulan-III yang digunakan bagi kegiatan pemerintah. Total DPK pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 3,89 triliun. TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT
GRAFIK 2.11. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT 8
TRILIUN RP
PEMERINTAH
7
GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
TOTAL DPK
5,70
6 5 3 2 1 0
I
II
III
IV
I
II
2014 PUSAT
III
IV
2015 PROVINSI
PEMKOT
PEMKAB
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
26
86,40
1,37
-
87,77
PROVINSI
141,36
2,84
204,60
348,80
KOTA
320,47
17,85
196,30
534,62
KABUPATEN
3.340,36
121,91
1.264,51
4.726,78
TOTAL
3.888,59
143,97
1.665,41
5.697,97
PUSAT
4
November 2016
I
II 2016 TOTAL
III
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur APBN / APBD APBN
REALISASI
KAB
PROV
TOTAL
KAB
260.527
20.617.972
3.876.020
24.754.519
PROV
1.747.150
13.938.422
2.728.755
18.414.327
BELANJA DAERAH
8.258.889
21.951.655
3.898.591
Belanja Modal
2.583.085
5.560.241
562.136
34.109.135
4.752.759
10.996.556
2.461.068
18.210.383
8.705.463
1.323.075
1.570.778
258.788
Belanja Konsumsi
5.675.804
16.391.414
3.152.641
3.202.708
25.269.926
3.429.683
9.425.777
2.202.281
15.057.741
Belanja Pegawai
2.443.985
Belanja Barang dan Jasa
3.210.303
9.242.372
673.780
12.360.137
1.830.505
6.110.070
455.355
8.395.930
3.950.686
655.806
7.816.795
1.593.535
1.556.372
416.694
3.566.601
-
149.663
1.458.914
1.608.577
-
94.430
1.131.624
1.226.055
21.516
43.131
21.830
86.477
5.643
21.872
6.291
33.806
Belanja Bagi Hasil
-
309.245
357.699
666.944
-
164.917
174.723
339.641
Bantuan Keuangan
-
2.630.066
24.679
2.654.746
-
1.467.058
17.437
1.484.495
Konsumsi Lainnya
-
66.250
10.000
76.250
-
11.057
156
11.213
Belanja Lainnya
-
-
133.746
133.746
-
-
-
-
(7.998.362)
(1.333.684)
(22.570)
(9.354.616)
(3.005.608)
2.941.866
267.686
203.944
Penerimaan
1.434.969
82.570
1.517.539
2.168.392
162.936
2.331.328
SILPA Tahun Lalu
1.357.552
75.000
1.432.552
2.053.560
158.726
2.212.286
77.417
7.570
84.987
114.832
4.210
119.042
102.285
60.000
162.285
63.860
54.459
118.319
96.200
50.000
146.200
60.500
50.000
110.500
6.085
10.000
16.085
3.360
4.459
7.819
1.332.684
22.570
1.355.254
2.104.532
108.477
2.213.009
(1.000)
-
(1.000)
5.046.398
376.164
5.422.562
PENDAPATAN DAERAH
Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial
SURPLUS/DEFISIT
APBN
TOTAL
PEMBIAYAAN DAERAH
Lainnya Pengeluaran Penyertaan Modal Lainnya PEMBIAYAAN NETTO SILPA SEKARANG Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
November 2016
27
Foto : Pasar Tradisional Soe
03
Perkembangan Inflasi
Inflasi NTT mengalami penurunan cukup besar di triwulan III 2016 dibanding inflasi di triwulan II 2016 seiring deflasi yang terjadi di sepanjang triwulan III 2016. Tidak adanya kegiatan besar disertai adanya penurunan permintaan menjelang tahun ajaran baru sekolah dan universitas, penghematan anggaran pemerintah dan kondisi cuaca yang relatif baik membuat pasokan komoditas bahan makanan cukup tersedia, sehingga harga dapat mengalami penurunan. Kelompok komoditas volatile food menjadi penyumbang deflasi utama, setelah pada triwulan sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi di NTT. Penurunan harga ikan segar seiring dengan kondisi cuaca yang membaik ataupun penurunan harga beras menjadi penyebab utama deflasi kelompok komoditas bahan makanan. Secara triwulanan, pada triwulan III 2016, Provinsi NTT menjadi provinsi dengan capaian deflasi terendah di Indonesia. Sepanjang triwulan IV 2016, inflasi diperkirakan mengalami kenaikan cukup tinggi seiring dengan adanya libur hari raya Natal dan Tahun Baru, kurangnya pasokan daging ayam ras dan sayur-sayuran ataupun dikarenakan oleh pembalikan harga yang saat ini sudah cukup rendah. Adanya peringatan Hari Nusantara juga berpotensi meningkatkan inflasi angkutan udara seiring dengan waktu pelaksanaan yang bertepatan dengan waktu perhitungan inflasi. Adapun capaian inflasi pada bulan Oktober 2016 sebesar 0,19% (mtm) hanya sedikit lebih besar dibanding nasional yang sebesar 0,14% (mtm). Sepanjang tahun 2016, inflasi Provinsi NTT diperkirakan masih akan relatif rendah pada kisaran 2,4-2,8% (yoy). Potensi inflasi yang cukup tinggi di akhir tahun diprediksi tidak akan setinggi inflasi di akhir tahun 2015, sehingga nilai inflasi masih dapat terjaga.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.1. KONDISI UMUM Inflasi Provinsi NTT pada triwulan III 2016 mengalami penurunan yang cukup besar mencapai 3,07% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,02% (yoy) atau relatif sama dengan inflasi nasional yang juga sebesar 3,07% (yoy). Deflasi yang terjadi pada bulan Juli, Agustus dan September 2016 membuat pencapaian inflasi NTT mengalami penurunan yang cukup besar. Penurunan inflasi yang cukup signifikan ini terutama disebabkan oleh penurunan inflasi bahan makanan seiring dengan peningkatan pasokan komoditas ikan segar, sayursayuran dan bumbu-bumbuan karena membaiknya kondisi cuaca, turunnya permintaan angkutan udara paska hari raya Idul Fitri dan libur sekolah, serta adanya peningkatan kebutuhan pendidikan yang mendorong penurunan permintaan pada komoditas yang lain. Adanya hari raya Idul Fitri, libur sekolah maupun hari keluarga nasional di bulan Juli 2016 ternyata tidak berpengaruh terhadap inflasi NTT dikarenakan oleh terjaganya pasokan komoditas. Tidak adanya even skala nasional di bulan Agustus dan September 2016 membuat permintaan relatif normal, sehingga dengan kondisi pasokan yang terjaga, harga dapat stabil bahkan mengalami penurunan yang cukup besar. Kembali normalnya harga daging ayam ras juga membantu deflasi yang terjadi, setelah di triwulan sebelumnya mengalami kenaikan inflasi yang cukup tinggi. GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL 10,00% 9,00% 8,00% 7,00% 6,00% 5,00% 4,00%
3.31
3.07
3,00% 2.93
2,00% 1,00%
I
II III 2012
IV
I
II III 2013
IV
NASIONAL
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
2.93
II III 2016
IVP
NTT
Sumber : BPS, diolah
Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT PENYUMBANG INFLASI UTAMA Komoditas
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
yoy
sum yoy
yoy
sum yoy
102,72
0,40
BENSIN
(11,77)
(0,31)
ROKOK KRETEK FILTER
18,90
0,35
KEMBUNG
(19,15)
(0,22)
KANGKUNG
36,95
0,28
BESI BETON
(8,99)
(0,07)
PASIR
14,04
0,17
BATAKO
(14,00)
(0,06)
ROKOK KRETEK
25,09
0,17
CABAI RAWIT
(50,73)
(0,06)
PISANG
39,10
0,17
SOLAR
(25,36)
(0,05)
NASI LAUK
7,23
0,16
MINYAK GORENG
(3,88)
(0,04)
GULA PASIR
16,71
0,16
SENG
(4,55)
(0,04)
5,84
0,14
DAUN SINGKONG
(28,83)
(0,04)
31,90
0,14
LAPTOP
(9,35)
(0,04)
BAWANG MERAH
SEMEN TAHU MENTAH
Komoditas
Sumber : BPS diolah
Pada bulan Oktober 2016, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi namun relatif terjaga yaitu hanya sebesar 0,19% (mtm) membuat inflasi secara tahunan mengalami penurunan menjadi sebesar 2,93% (yoy). Pada rentang bulan Januari sd Oktober 2016, inflasi NTT hanya sebesar -0,23% (ytd) dan menjadi capaian inflasi terendah kedua setelah Provinsi Sulawesi Utara. Potensi inflasi tinggi diperkirakan dapat terjadi pada bulan November dan Desember 2016 seiring majunya musim hujan yang sudah terjadi yang berpotensi mengurangi pasokan ikan segar, sayur-sayuran, dan bumbu-bumbuan. Kurangnya suplai DOC di seluruh Provinsi NTT juga berpotensi meningkatkan harga daging ayam ras seiring tingginya permintaan selama Hari Raya Natal dan Tahun baru.
November 2016
31
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.1.1 Inflasi Bulanan Berbanding terbalik dengan kondisi di triwulan II 2016, Provinsi NTT sepanjang triwulan III 2016 selalu mengalami deflasi di tiap bulannya. Walaupun terdapat perayaan Hari Raya Idul Fitri, pembayaran gaji ke-14, libur sekolah dan perayaan hari keluarga nasional yang berpusat di NTT pada bulan Juli 2016, Inflasi Provinsi NTT justru dapat mengalami deflasi sebesar -0,32% (mtm) dibanding bulan sebelumnya. Adanya peningkatan pasokan komoditas sayursayuran dan bumbu-bumbuan seiring dengan membaiknya kondisi cuaca, dan sudah tingginya harga komoditas di bulan sebelumnya membuat harga berbalik mengalami penurunan. Pada bulan Agustus, Provinsi NTT kembali mengalami deflasi -0,80% (mtm) terutama disebabkan oleh kembali menurunnya permintaan paska libur sekolah dan Hari Raya Idul Fitri. Tingginya kebutuhan biaya sekolah juga membuat permintaan komoditas mengalami penurunan. Angkutan udara menjadi penyumbang utama penurunan harga diikuti komoditas ayam, daging dan telur ayam ras yang kembali mengalami penurunan setelah sempat mengalami kenaikan signifikan pada triwulan II 2016 karena kekurangan pasokan. Pada bulan September 2016, Provinsi NTT masih mengalami deflasi -0,17% (mtm) terutama disebabkan oleh turunnya tarif angkutan udara seiring dengan menurunnya permintaan paska pengumuman penghematan anggaran yang disampaikan pemerintah. Membaiknya cuaca berdampak pada meningkatnya pasokan ikan segar, dan sayur-sayuran. Pasokan gula juga kembali meningkat setelah di Jawa mulai terdapat panen dan giling tebu. Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT JULI Komoditas
AGUSTUS
Inflasi (%) Andil (%)
Komoditas
Angkutan Udara
11,00
0,33
Pisang
Tongkol
35,58
0,17
Tembang
34,99
Pasir
SEPTEMBER
Inflasi (%) Andil (%)
Komoditas
13,35
0,05
Kakap Merah
Sekolah Dasar
5,07
0,05
0,09
Tarip Listrik
1,61
4,72
0,05
Sekolah Menengah Atas
Gula Pasir
5,00
0,05
Kentang
Tarip Listrik
1,37
0,04
Bunga Pepaya
Mie
2,41
0,03
Kue Basah
Bayam
8,72
0,03
Ekor Kuning
Kangkung
3,59
0,03
Rokok Putih
3,46
0,03
OKTOBER
Inflasi (%) Andil (%)
Komoditas
Inflasi (%) Andil (%)
37,91
0,08
Daging Ayam Ras
12,95
0,14
Kangkung
6,83
0,05
Sawi Putih
20,16
0,11
0,04
Tarip Pulsa Ponsel
2,83
0,05
Beras
0,79
0,05
2,41
0,03
Tarip Air Minum Pikulan
9,71
0,04
Buncis
74,74
0,05
8,75
0,02
Perguruan Tinggi
1,58
0,04
Tarip Listrik
1,64
0,05
14,13
0,02
Sawi Putih
6,71
0,03
Bayam
12,96
0,03
5,46
0,02
Ayam Hidup
5,45
0,03
Ayam Hidup
4,03
0,03
11,15
0,02
Daging Babi
4,35
0,03
Tembang
9,58
0,02
Sepatu
6,25
0,02
Daun Singkong
19,11
0,02
Bawang Putih
7,73
0,02
Batu Bata
7,33
0,01
Tarip Listrik
0,86
0,02
Kubis
33,81
0,02
Sumber : BPS diolah
Inflasi pada bulan Oktober 2016 kembali meningkat sebesar 0,19% (mtm). Kurangnya pasokan DOC membuat pasokan ayam ras berkurang dan harga ayam ras mengalami kenaikan cukup tinggi. Kekurangan DOC akibat dari pemusnahan indukan yang terjadi tahun sebelumnya masih terasa dampaknya di tahun 2016 yang terlihat dari fluktuasi harga daging ayam ras yang cukup besar. Harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan mulai meningkat setelah cenderung mengalami deflasi dalam 3 bulan terakhir. Ikan segar mampu menjadi penghambat inflasi seiring dengan melimpahnya pasokan di pasar. Berdasarkan 10 komoditas utama pembentuk inflasi, hanya komoditas tarif listrik dan kangkung yang persisten sebagai komoditas penyumbang inflasi utama, sedangkan dari sisi deflasi, terdapat 9 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang deflasi utama antara lain daging ayam ras, angkutan udara, sawi putih, ikan kembung dan tembang, tomat sayur, bayam, gula pasir dan ayam hidup. Turunnya harga daging ayam ras dan ayam hidup lebih disebabkan oleh pembalikan harga setelah mengalami kenaikan signifikan di triwulan sebelumnya. Membaiknya cuaca mampu meningkatkan pasokan sayuran dan ikan segar, dan sudah tibanya musim giling tebu meningkatkan pasokan gula.
32
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT JULI
AGUSTUS
Deflasi (%) Andil (%)
Komoditas
SEPTEMBER
Deflasi (%) Andil (%)
Komoditas
Komoditas
Sawi Putih
(38,19)
(0,35)
Angkutan Udara
(8,67)
(0,29)
Angkutan Udara
Daging Ayam Ras
(14,83)
(0,21)
Daging Ayam Ras
(14,74)
(0,18)
Tomat Sayur
(34,62)
(0,15)
Sawi Putih
(17,45)
Kubis
(53,30)
(0,12)
Bayam
(7,76)
(0,09)
Tembang
Bawang Merah
(15,80)
(0,07)
Sawi Hijau
(28,70)
Ayam Hidup Bawang Putih
Deflasi (%) Andil (%)
Komoditas
(7,83)
(0,24)
Kangkung
(11,39)
(0,09)
Kembung
(18,02)
(0,20)
Angkutan Udara
(2,92)
(0,08)
(0,10)
Tongkol
(23,16)
(0,15)
Kembung
(5,61)
(0,05)
(21,76)
(0,08)
Tomat Sayur
(25,84)
(0,08)
Kakap Merah
(15,62)
(0,04)
(17,31)
(0,06)
Wortel
(23,25)
(0,04)
Tomat Sayur
(18,87)
(0,04)
Tarip Pulsa Ponsel
(2,52)
(0,05)
Gula Pasir
(3,72)
(0,03)
Tarip Pulsa Ponsel
(2,01)
(0,04)
(0,05)
Ayam Hidup
(5,86)
(0,04)
Tembang
(11,49)
(0,03)
Wortel
(22,85)
(0,03)
(4,56)
(0,03)
Gula Pasir
(3,60)
(0,03)
Bayam
(11,43)
(0,03)
Ekor Kuning
(12,39)
(0,02)
(9,10)
(0,03)
Telur Ayam Ras
(4,21)
(0,03)
Cabai Rawit
(26,41)
(0,03)
Telur Ayam Ras
(2,30)
(0,02)
(10,30)
(0,03)
Daging Ayam Kampung (13,83)
(0,03)
Jagung Manis
(21,48)
(0,02)
Gula Pasir
(1,92)
(0,02)
Kembung
Kentang
OKTOBER
Deflasi (%) Andil (%)
Sumber : BPS diolah
Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra mampu menjadi wilayah dengan inflasi terendah kedua setelah wilayah Jawa secara tahunan dan terendah kedua setelah Kalimantan secara triwulanan. Di Wilayah Balinusra, Inflasi NTT saat ini berada di peringkat kedua terendah setelah NTB, dan secara triwulanan, inflasi NTT mengalami deflasi -1,26% (qtq) dan menjadi inflasi terendah di Indonesia di sepanjang triwulan III 2016. GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
4,27
3,93 3,25
4,50
3,15
3,50
2,54
3,27 2,94
1,72 0,52
0,62
0,59
3,06
2,50 1,35
1,50
0,71
TAHUNAN
Sumber : BPS, diolah
SUMATERA
JAWA
BALINUSRA
SULAMPUA
KALIMANTAN
SUMATERA
JAWA
BALINUSRA
SULAMPUA
0,50 KALIMANTAN
4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 -
(0,50)
0,11 NTB
BALI
NTT
BALI
NTB
(1,26) NTT
(1,50) TAHUNAN
TRIWULANAN
TRIWULANAN
Sumber : BPS, diolah
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS Setelah menjadi penyebab tingginya inflasi di triwulan II 2016, komoditas bahan makanan berbalik menjadi komoditas penyumbang deflasi utama di triwulan III 2016. Peningkatan pasokan yang diikuti oleh penurunan permintaan menjadi penyebab utama penurunan inflasi di triwulan III 2016. Secara tahunan, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan menjadi satu-satunya kelompok komoditas yang mengalami penurunan harga dibanding tahun sebelumnya dengan nilai deflasi sebesar -1,45% (yoy). Walaupun menjadi salah satu penyumbang inflasi utama di triwulan III 2016. Kenaikan biaya pendidikan relatif rendah yang terlihat dari nilai inflasi yang hanya 2,36% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Kenaikan inflasi perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar juga relatif rendah dengan nilai inflasi sebesar 2,47% (yoy) meskipun terjadi kenaikan tarif listrik sejak bulan Juli hingga saat ini. Bahan makanan menjadi komoditas dengan penurunan inflasi terbesar yaitu dari 11,03% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi hanya 3,07% (yoy) di triwulan III 2016. Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi komoditas penyumbang inflasi utama di NTT terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga tembakau dan minuman beralkohol seiring dengan meningkatnya cukai rokok yang terjadi.
November 2016
33
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas IHK 2016
KOMODITI JUL
AUG
YOY
SEP
OCT
III
OCT
INFLASI UMUM
125,7
124,7
124,5
124,7
3,07
2,93
BAHAN MAKANAN
120,1
117,1
115,6
116,5
3,07
3,38
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
142,7
142,6
143,3
143,7
10,14
9,97
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
122,3
122,5
122,9
123,2
2,47
2,70
SANDANG
123,7
123,3
124,2
124,3
3,89
3,60
KESEHATAN
114,1
114,7
115,1
115,3
3,15
3,42
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
123,6
125,0
126,0
126,1
2,36
2,21
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
132,3
129,9
128,7
127,8
(1,45)
(2,60)
Sumber : BPS diolah
3.2.1 Bahan Makanan Komoditas bahan makanan mengalami penurunan inflasi terbesar dalam 3 tahun terakhir hingga 7,19% (qtq) secara triwulanan, sehingga inflasi tahunan mengalami penurunan signifikan dari 11,03% (yoy) menjadi hanya 3,07% (yoy) di triwulan III 2016. Selain disebabkan posisi harga jual komoditas yang sudah terlampau tinggi, adanya peningkatan pasokan ikan segar seiring dengan membaiknya cuaca, meningkatnya produksi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta adanya penurunan permintaan bahan makanan seperti daging ayam karena tingginya kebutuhan rumah tangga untuk pendidikan telah membuat harga komoditas mengalami penurunan yang cukup besar. Dari total 21 komoditas yang menjadi 10 besar penyumbang deflasi terbesar di triwulan III 2016, 18 diantaranya adalah komoditas bahan makanan dengan 8 komoditas berupa sayur-sayuran, 3 komoditas daging dan hasil-hasilnya, 3 komoditas ikan segar, 3 komoditas bumbu-bumbuan dan telur ayam ras. GRAFIK 3. 4. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
GRAFIK 3.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
15,00 PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
10,00
20
BAHAN MAKANAN LAINNYA
YOY
QTQ
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
10
5,00
0 LEMAK DAN MINYAK
-
-10
IKAN SEGAR
-20 -30
(5,00)
BUMBU - BUMBUAN
IKAN DIAWETKAN
(10,00) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2014 2015 2016 YOY Sumber : BPS, diolah
QTQ
BUAH - BUAHAN KACANG - KACANGAN
MTM
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA SAYUR-SAYURAN
Sumber : BPS, diolah
3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Setelah menjadi salah satu penyumbang inflasi terbesar di tahun 2015, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di tahun 2016 berbalik menjadi penyumbang deflasi terbesar di tahun 2016. Kembali turunnya harga bensin dan solar hingga 11,74% (yoy) dan 23,65% (yoy) menjadi penyebab utama deflasi pada kelompok komoditas ini. Selain itu, adanya penambahan frekuensi penerbangan dan perpanjangan runway bandara yang telah dilakukan pemerintah di tahun sebelumnya membantu menstabilkan tarif angkutan udara yang sebelumnya relatif lebih berfluktuasi. Setelah hari raya Idul Fitri dan libur sekolah, permintaan angkutan udara relatif melambat yang berdampak pada penurunan tarif angkutan udara di triwulan III 2016. Adapun inflasi komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan lainnya relatif stabil.
34
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 3. 6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
23
25%
18
20%
13
15%
8
10%
3
(0,62)
(2)
(2.60) (3.38)
(7)
5% 0% -5%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2014 2015 2016 YOY
QTQ
TAHUNAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2014 2015 2016 TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN TRANSPOR JASA KEUANGAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
MTM
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau Berbanding terbalik dengan pergerakan harga bahan makanan yang cenderung menurun, inflasi kelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau masih cenderung mengalami kenaikan di triwulan III 2016. Minimnya persaingan usaha dan terbatasnya sentra kuliner membuat harga makanan jadi bergerak naik, berlawanan dengan trend harga komponen pembentuknya seperti komoditas bahan makanan yang relatif turun ataupun bahan bakar yang relatif tetap. Pembangunan sentra kuliner baru seperti food corner yang baru dibuka diharap dapat terus didorong agar menumbuhkan persaingan di industri kuliner, sehingga diharapkan harga makanan jadi dapat ditekan. GRAFIK 3. 8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN 12,00
GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS 25%
10,00
9,97
8,00
19.85
20% 15%
6,00 10%
4,00 0,70
2,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2014 2015 2016 YOY
QTQ
9,97 0,26
9.25 6.41
5% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2014 2015 2016 MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU MAKANAN JADI MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
MTM
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
Komoditas minuman tidak beralkohol kembali menunjukkan penurunan, terutama didorong oleh menurunnya harga gula yang disebabkan oleh mulai meningkatnya pasokan seiring dengan musim giling yang terjadi di Jawa. Komoditas tembakau dan minuman beralkohol masih menjadi penyumbang utama inflasi pada kelompok komoditas ini dengan nilai inflasi hingga 19,32% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, yang disebabkan oleh tingginya kenaikan cukai rokok dan tembakau.
3.2.4. Komoditas Lainnya Inflasi pada komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, komoditas sandang, kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil. Kenaikan inflasi di triwulan III 2016 terutama hanya terjadi pada komoditas pendidikan yang disebabkan oleh adanya kenaikan kelas dan tahun ajaran baru dan kenaikan tarif dasar listrik pada beberapa kategori pelanggan. Beberapa komoditas juga menunjukkan kenaikan seperti sandang anakanak, biaya tempat tinggal ataupun biaya kesehatan namun masih relatif rendah.
November 2016
35
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
3.3. DISAGREGASI INFLASI Seiring dengan turunnya harga komoditas volatile food, maka komoditas inti beralih menjadi penyumbang utama inflasi berdasarkan disagregasi inflasi. Inflasi komoditas inti pada triwulan III 2016 mencapai 3,66% (yoy), diikuti oleh komoditas volatile food sebesar 3,04% (yoy) dan administereds price sebesar 2,46% (yoy). Kondisi cuaca yang membaik, peningkatan pasokan dan subtitusi bahan makanan menjadi pendorong utama penurunan inflasi sedangkan adanya tahun ajaran baru, peningkatan kebutuhan pakaian terutama untuk hari raya dan tahun ajaran baru, serta kenaikan tarif listrik dan cukai menjadi pendorong kenaikan inflasi beberapa komoditas. GRAFIK 3. 10. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
1
2
3
4
5
6 7 2014
8
9
10 11 12 1
SUM CORE
SUM VF
2
3
SUM AP
4
5
INF VF
6 7 2015
8
INF CORE
9
10 11 12 1
INFLASI (YOY)
2
3
4
5 6 2016
7
8
9
10
INF AP
Sumber : BPS, diolah
3.3.1 Kelompok Volatile Food Inflasi kelompok volatile food mengalami penurunan signifikan pada triwulan III 2016 setelah pada triwulan sebelumnya menjadi penyumbang inflasi utama. Peningkatan pasokan bahan makanan seiring dengan kondisi cuaca yang membaik dan adanya subtitusi konsumsi daging guna memenuhi kebutuhan pendidikan selain juga disebabkan oleh kondisi pasokan yang meningkat menjadi penyebab utama penurunan inflasi kelompok volatile food. Nilai inflasi volatile food turun signifikan menjadi 3,04% (yoy) dibandingkan kondisi inflasi di triwulan II 2016 yang masih sebesar 11,85% (yoy). Penurunan harga ikan segar seiring dengan kenaikan pasokan menjadi penyebab utama penurunan harga. Adanya subtitusi konsumsi daging ayam ras ke lauk pauk yang lebih murah serta peningkatan pasokan ayam juga mendorong penurunan harga ayam yang cukup signifikan. Namun demikian, dengan kondisi DOC yang mengalami defisit cukup besar, diyakini harga akan mampu kembali naik cukup tinggi terutama menjelang akhir tahun 2016. Hujan yang sempat terjadi di tengah tahun akibat anomali cuaca La-Nina cukup membantu dalam meningkatkan pasokan sayur-sayuran. Hal ini membuat inflasi sayur-sayuran mengalami penurunan signifikan, dari 28,34% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi hanya 6,87% (yoy) di triwulan III 2016. Harga bumbu-bumbuan juga mengalami penurunan walaupun tidak terlalu besar. Hal yang patut diapresiasi adalah stabilnya harga beras yang disebabkan oleh selain membaiknya cuaca, juga dikarenakan oleh kembali longgarnya proteksi distribusi beras di daerah penghasil (Makasar dan Sumbawa), sehingga pasokan beras ke NTT relatif lancar dan harga menjadi stabil.
3.3.2 Kelompok Administered Prices Inflasi administered prices secara tahunan justru menunjukkan sedikit peningkatan, dari 1,99% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 2,46% (yoy) di triwulan III 2016. Walaupun terjadi penurunan inflasi angkutan udara dan bensin di triwulan III 2016, namun kenaikan tarif listrik beberapa golongan pelanggan dan kenaikan cukai rokok dan tembakau berhasil menahan penurunan yang terjadi. Inflasi komoditas transportasi pada triwulan III 2016 mengalami deflasi 2,29% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Deflasi tersebut terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin dan solar seiring dengan penurunan harga minyak dunia di sepanjang tahun 2015 dan 2016. Peningkatan frekuensi penerbangan juga telah menurunkan fluktuasi tarif angkutan udara yang terjadi, walaupun belum signifikan.
36
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tingginya inflasi rokok kemungkinan selain disebabkan oleh rata-rata kenaikan harga eceran rokok yang mencapai 11,5%, juga diduga disebabkan oleh meningkatnya profit yang dihasilkan pelaku usaha di Kota Kupang. Hal ini terlihat dari besar kenaikan inflasi komoditas tembakau dan minuman beralkohol Kota Kupang yang mencapai 21,05% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding inflasi kelompok komoditas di Kota Maumere yang hanya sebesar 8,98% (yoy) ataupun di daerah lainnya di Indonesia. Hanya Kota Medan dan Palembang yang mengalami inflasi komoditas tembakau dan minuman beralkohol yang lebih tinggi dibanding Kota Kupang. Adapun kenaikan tarif listrik terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik non subsidi dengan daya 1.300 KVA hingga 6.000 KVA ke atas.
3.3.3. Kelompok Inti (core) Walaupun secara tahunan inflasi kelompok inti relatif mengalami penurunan dari 4,05% (yoy) di triwulan II 2016 menjadi 3,66% di triwulan III 2016, namun demikian, secara triwulanan, inflasi inti masih menunjukkan adanya kenaikan 0,87% (qtq) terutama disumbang oleh kenaikan biaya pendidikan, makanan jadi, dan minuman tak beralkohol. Walaupun besar kenaikan tidak terlalu besar, adanya tahun ajaran baru telah meningkatkan biaya sekolah dari TK hingga perguruan tinggi begitu juga dengan kebutuhan baju sekolah untuk anak. Makanan jadi dan minuman tak beralkohol juga menjadi salah satu penyumbang inflasi utama walaupun nilainya tidak terlalu besar. Kenaikan harga makanan jadi secara bertahap juga telah menyumbang inflasi komoditas inti. Adanya penurunan harga gula dinilai mampu sedikit memperlambat kenaikan harga komoditas inti yang terjadi. Walaupun sedikit berbeda arah, perkiraan inflasi pada triwulan IV 2016 diperkirakan meningkat dan bertahan hingga awal tahun 2017. Adanya hari raya Natal dan tahun baru diduga mempengaruhi sentimen harga masyarakat yang terutama disebabkan oleh sentimen peningkatan permintaan dan di saat yang sama diprediksi terjadi penurunan pasokan hortikultura dan ikan tangkapan seiring dengan kondisi cuaca yang diperkirakan memburuk. GRAFIK 3. 11. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 -1,5
1
2
3
4
5
6 7 2015
8
9
10
11
12
EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD
1
2
3
4
5
6 7 2016
EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD
8
9
10
11
12
1
3 2 2017
INFLASI
Sumber : BPS, diolah
3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA 3.4.1 Inflasi Kota Kupang Inflasi Kota Kupang mengalami penurunan cukup besar menjadi 3,18% (yoy) di triwulan III 2016 menurun dibanding posisi inflasi triwulan II 2016 yang sebesar 5,23% (yoy) terutama disebabkan oleh inflasi komoditas bahan makanan yang mengalami penurunan signifikan dibanding triwulan sebelumnya. Saat ini, inflasi bahan makanan hanya sebesar 3,43% (yoy) turun signifikan bila dibandingkan nilai inflasi di triwulan sebelumnya yang sebesar 12,04% (yoy). Membaiknya cuaca menyebabkan pasokan ikan segar dan sayur-sayuran meningkat, dan tingginya kebutuhan rumah tangga untuk pendidikan berpengaruh terhadap penurunan permintaan komoditas bahan makanan serta subtitusi asupan makanan ke komoditas yang lebih murah.
November 2016
37
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel 3.5. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
GRAFIK 3.12. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
IHK 2016
KOMODITI
10,00%
JUL AUG
9,00%
SEP
YOY OCT
III
OCT
8,00%
INFLASI UMUM
127,0 125,9
125,4 125,6
3,18
2,98
7,00%
BAHAN MAKANAN
122,6 119,4
117,2 118,1
3,43
3,80
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
142,5 142,4
143,2 143,4
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
123,0 123,1
123,5 123,8
2,00
2,24
SANDANG
125,6 125,1
126,1 126,2
4,12
3,73
KESEHATAN
114,4 114,9
115,4 115,6
3,15
3,43
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
121,0 122,7
123,4 123,6
2,47
2,30
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
135,0 132,3
130,9 130,2
6,00% 5,00% 4,00%
2.98 2.93
3,00% 2,00%
I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
KUPANG
I
II III IV 2015
I
II III 10 2016
NTT
10,69 10,38
(0,90) (2,37)
Sumber : BPS diolah Sumber : BPS, diolah
Secara tahunan, hanya komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami deflasi -0,90% (yoy) terutama disebabkan oleh menurunnya harga bensin dan solar. Pada triwulan ini, tarif angkutan udara juga mengalami penurunan seiring dengan adanya penurunan permintaan paska libur sekolah dan hari raya Idul Fitri. Makanan jadi masih menjadi penyumbang utama inflasi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga rokok dan relatif tingginya kenaikan harga makanan jadi dan minuman tak beralkohol. Inflasi komoditas lainnya seperti perumahan dan kesehatan relatif stabil. Sedikit kenaikan terjadi pada komoditas pendidikan seiring dengan datangnya tahun ajaran baru yang juga berimbas kepada kenaikan harga sandang anak-anak terutama seragam sekolah.
3.4.2 Inflasi Kota Maumere Berbeda dengan pola pergerakan inflasi di Kota Kupang, inflasi di Kota Maumere cenderung lebih rendah dengan nilai inflasi sebesar 2,28% (yoy) lebih rendah dari inflasi nasional dan NTT yang sebesar 3,07% (yoy). Inflasi bahan makanan sedikit mengalami kenaikan di triwulan III 2016 terutama disebabkan oleh cukup rendahnya inflasi yang hanya sebesar 0,49% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Relatif lancarnya pasokan komoditas bahan makanan dan ketatnya persaingan antar pelaku usaha justru berdampak positif terhadap stabilnya harga komoditas. Relatif tingginya harga komoditas daging dan hasil-hasilnya lebih disebabkan oleh adanya kelangkaan DOC yang berdampak pada kenaikan harga daging ayam ras di Provinsi NTT. Inflasi komoditas makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau juga relatif lebih rendah dibanding inflasi di Kota Kupang. Komoditas makanan jadi hanya mengalami inflasi sebesar 4,93% (yoy), lebih rendah dibanding rata-rata inflasi dalam tiga tahun terakhir yang mencapai 10,30% (yoy). Adanya pujasera di beberapa titik berhasil membuat harga makanan jadi relatif terkontrol dikarenakan oleh adanya persaingan antar pedagang. Begitu pula dengan inflasi tembakau dan minuman beralkohol yang hanya mengalami kenaikan sebesar 8,98% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi kelompok komoditas yang di Kota Kupang yang mencapai 21,05% (yoy). Grafik 3.6. Inflasi Triwulanan Kota Maumere
GRAFIK 3.13. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
KOMODITI
9,00% 8,00% 7,00% 6,00% 5,00% 4,00%
2.93 2.59
3,00% 2,00%
I
II III IV 2012
I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
MAUMERE
Sumber : BPS, diolah
38
IHK 2016 JUL AUG
November 2016
NTT
I
II III IV 2015
I
II III 10 2016
SEP
YOY OCT
III
OCT
INFLASI UMUM
117,4 117,0
118,4 118,7
2,28
2,59
BAHAN MAKANAN
103,7 102,4
105,4 105,9
0,49
0,40
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
143,9 143,9
144,2 145,4
6,64
7,34
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
117,8 118,0
119,0 119,3
5,78
5,92
SANDANG
111,0 111,2
111,4 111,8
2,17
2,64
KESEHATAN
112,6 113,2
113,2 113,4
3,22
3,35
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
140,5 140,6
142,6 142,6
1,69
1,70
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
114,7 114,1
113,8 112,8
Sumber : BPS diolah
(5,40) (4,34)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kenaikan tarif listrik di Maumere ternyata berdampak lebih besar terhadap inflasi Kota Maumere yang terlihat dari nilai inflasi Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang mencapai 6,64% (yoy). Penambahan frekuensi angkutan udara di Kota Maumere langsung berdampak pada rata-rata tarif pesawat yang mengalami penurunan. Dengan adanya penurunan bensin, solar dan angkutan laut, inflasi transportasi, komunikasi dan jasa keuangan berhasil mengalami deflasi hingga 5,40% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
3.5. TRACKING INFLASI NTT TRIWULAN IV 2016 DAN SEPANJANG TAHUN 2016 Inflasi NTT pada triwulan IV 2016 diperkirakan akan mengalami kenaikan cukup besar. Namun demikian, adanya pelemahan permintaan diperkirakan dapat menghambat laju inflasi yang terjadi. Tingginya inflasi terutama disebabkan oleh adanya potensi lonjakan permintaan komoditas pada saat hari raya Natal dan tahun baru. Selain itu, adanya kekurangan pasokan DOC juga berpotensi membuat harga daging ayam meningkat cukup signifikan. Ditambah lagi dengan adanya potensi penurunan pasokan ikan segar, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang disebabkan oleh kondisi cuaca dan posisi harga pada beberapa komoditas bahan makanan yang sudah dibawah harga normal berpotensi membuat harga kembali meningkat merespon peningkatan permintaan yang ada. Berdasarkan perkembangan inflasi bulan Oktober 2016, inflasi provinsi NTT meningkat 0,19% (mtm). Kenaikan inflasi di bulan Oktober masih relatif terjaga yang terlihat dari nilai inflasi tahunan yang sebesar 2,93% (yoy), lebih rendah dibanding inflasi September yang sebesar 3,07% (yoy). Hal ini menunjukkan kenaikan inflasi di bulan Oktober 2016 tidak sebesar inflasi di bulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 0,32% (mtm). Kenaikan harga daging ayam ras menjadi penyebab utama inflasi yang terutama disebabkan oleh kembali normalnya permintaan dibarengi dengan kekurangan pasokan dan sudah cukup rendahnya harga jual di bulan sebelumnya. Pada bulan November, Provinsi NTT diprediksi akan kembali mengalami inflasi seiring dengan sudah mulai rutinnya musim hujan yang berpotensi menurunkan pasokan pangan. Gejala inflasi sudah terlihat pada hasil survei pemantauan harga (SPH) minggu pertama bulan November yang menunjukkan adanya kenaikan inflasi dengan penyumbang inflasi terbesar antara lain komoditas daging ayam ras, cabe rawit, cabe merah besar, tomat sayur, ikan tembang dan bayam. hingga akhir tahun 2016, inflasi diperkirakan berada pada kisaran 2,4%-2,8% (yoy). Inflasi terutama akan didorong oleh kenaikan harga bahan makanan di akhir tahun seiring dengan meningkatnya permintaan untuk memenuhi kebutuhan hari raya dan adanya potensi kenaikan harga angkutan udara seiring dengan adanya libur akhir tahun dan perayaan hari nusantara yang dipusatkan di NTT.
3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID Pada triwulan III 2016, TPID Provinsi NTT telah menyelenggarakan 3 kali FGD dalam rangka penyusunan Roadmap TPID Provinsi NTT sekaligus finalisasi pembuatan roadmap TPID. Selain itu, telah diselenggarakan 1 kali rapat koordinasi pusat dan daerah di Jakarta dan 1 kali rapat koordinasi wilayah di Ternate. Di tingkat daerah, juga telah dilakukan HLM TPID Kabupaten Rote Ndao di bulan Oktober 2016. Adapun inti pembahasan dalam rakorpusda di jakarta meliputi 6 hal antara lain 1). Bagaimana mengatur tata niaga kebutuhan bahan pokok, 2). Bagaimana alokasi anggaran dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, 3). Bagaimana mengalokasikan anggaran dalam rangka membangun infrastruktur pangan untuk pengendalian inflasi di daerah, 4). Bagaimana mempercepat realisasi anggaran dan terobosan kebijakan yang dihasilkan dalam rangka pengendalian harga, 5). Bagaimana kebijakan pengendalian harga yang dilakukan dapat selaras dengan upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inflasi yang stabil, dan 6). Bagaimana menjaga keselarasan antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi melalui deregulasi peraturan pusat dan daerah yang menghambat agar tersedia barang dalm jumlah cukup dan harga yang terjangkau.
November 2016
39
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Dalam rakorwil TPID di ternate, dibahas 3 hal utama terkait daerah antara lain 1). Terobosan kebijakan apa yang bisa dihasilkan oleh pemerintah daerah untuk mendukung pengendalian harga, 2). Upaya apa yang dilakukan untuk percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur distribusi dan 3). Kesiapan pemda untuk mengaitkan roadmap pengendalian inflasi ke dalam Roadmap TPID. Menjawab poin ketiga tersebut, TPID Provinsi NTT telah berhasil menyusun roadmap TPID yang menyinergikan kegiatan bersama antar instansi dalam TPID dan kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan SKPD dalam rangka pengendalian inflasi daerah dalam program roadmap TPID dengan tagline “JUPE RUN 10K”. Tagline ini berarti menggunakan program JUPE yang sudah di Revise dan di Update untuk pengendalian harga melalui kegiatan bersama TPID dan melakukan monitoring program SKPD melalui program 10K. Gambar 3.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
40
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi Resiko
02
Inflasi bahan makanan di setiap akhir tahun di NTT dari tahun ke tahun senantiasa menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Data inflasi bahan makanan dalam 9 tahun terakhir menunjukan bahwa nilai inflasi bahan makanan menjelang hari raya Natal dan tahun baru tidak pernah di bawah 2% dan selalu cenderung meningkat. Sejak 2011, inflasi bahan makanan selalu di atas 3% dengan kenaikan tertinggi pada bulan Desember 2016. Pergerakan inflasi bahan makanan selalu cenderung mengikuti pola tinggi di awal tahun kemudian cenderung melambat dan kembali meningkat di akhir tahun. Berdasarkan penyebabnya, inflasi di awal tahun lebih disebabkan oleh adanya puncak musim penghujan di NTT, sehingga pasokan bahan makanan cenderung mengalami penurunan yang berdampak pada kenaikan harga sayursayuran, padi-padian, bumbu-bumbuan, ikan segar serta daging dan telur ayam ras. Selain produksi mengalami penurunan, cuaca buruk juga membuat arus distribusi terhalang dan nelayan tidak bisa mencari ikan, sehingga pasokan menurun. Harga akan berangsur angsur menurun di bulan Februari dan seterusnya lebih dikarenakan selain harga sudah terlampau tinggi, juga disebabkan oleh adanya peningkatan pasokan bahan pangan. Libur sekolah dan Hari Raya Idul Fitri tidak terlalu berpengaruh meningkatkan harga lebih disebabkan oleh mayoritas penduduk yang non muslim dan banyaknya penduduk yang justru berlibur ke luar NTT, sehingga konsumsi pangan justru stabil dan sedikit berkurang. Kondisi permintaan pangan akan cenderung relatif terjaga hingga menjelang hari raya Natal dan tahun baru. Pada bulan Desember, permintaan pangan mengalami peningkatan signifikan seiring dengan budaya pesta natal yang dilakukan oleh penduduk NTT. Dengan kondisi hujan yang sudah mulai sering membuat pasokan pangan juga mengalami penurunan yang berakibat pada meningkatnya harga bahan makanan secara signifikan. GRAFIK BOKS 2. 1. POLA PERGERAKAN INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN DALAM 7 TAHUN TERAKHIR 7,00 5,00 3,00 1,00 (1,00) (3,00) (5,00) 1
2
2010
3
4
2011
5
2012
6
2013
8
7
2014
9
2015
10
11
12
GRAFIK BOKS 2.2. PERBANDINGAN ANDIL INFLASI 14 KOMODITAS BAHAN MAKANAN DIBANDINGKAN INFLASI UMUM DI PROVINSI NTT 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 (0,50) (1,00) (1,50)
BERAS CABAI RAWIT TELUR AYAM RAS WORTEL DAUN SINGKONG BAWANG PUTIH CABAI MERAH AYAM HIDUP TOMAT SAYUR DAGING AYAM RAS KENTANG BAYAM KANGKUNG SAWI PUTIH
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2014 2015
UMUM GAB 14 KOM
2016
Berdasarkan hasil analisa terhadap 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di provinsi NTT selama tahun 2016, didapatkan bahwa terdapat 14 komoditas bahan makanan yang setidaknya lebih dari tiga kali sebagai penyumbang inflasi atau deflasi utama di NTT antara lain komoditas beras, cabai rawit, telur ayam ras, wortel, daun singkong, bawang putih, cabai merah, ayam hidup,tomat sayur, daging ayam ras, kentang, bayam, kangkung dan sawi putih. Apabila andil inflasi keempat belas komoditas digabungkan, maka hasil inflasi gabungan tersebut arahnya dapat digunakan untuk menjelaskan araf inflasi NTT terutama di tahun 2016. Dari komoditas tersebut, hanya terdapat 2 komoditas yang tidak dibudidayakan di NTT yaitu telur ayam ras dan bawang putih, dua komoditas yang pemenuhan barangnya cenderung impor dari luar yaitu beras dan kentang, satu komoditas yang dapat dipanen sepanjang waktu yaitu daun singkong, dan satu komoditas yang karakter komoditasnya sama yaitu daging ayam ras dan ayam hidup. Selebihnya, komoditas tersebut dapat dibudidayakan di NTT, sehingga penyediaan pasokan untuk komoditas-komoditas tersebut dinilai perlu menjadi prioritas utama pemerintah dalam usaha menjaga inflasi di daerah.
November 2016
41
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel Boks 2.1. Rencana Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT tahun 2016 SEPTEMBER
KOMODITAS 5
12
19
OKTOBER 26
1
10
17
24
NOVEMBER 31
1
7
14
21
DESEMBER 30
1
5
12
19
26
30
BAWANG MERAH CABAI BESAR CABAI RAWIT TOMAT WORTEL AYAM RAS KANGKUNG SAWI &SAWI PUTIH BAYAM
Berdasarkan data masa tanam dan masa panen, didapatkan bahwa komoditas wortel dan cabe rawit setidaknya membutuhkan 3,5 bulan agar bisa dilakukan panen. Demikian pula komoditas cabe merah yang perlu waktu 3 bulan, bawang merah butuh waktu 2,5 bulan, dan tomat membutuhkan waktu 2 bulan. Adapun komoditas kangkung, sawi putih dan bayam bisa ditanam dan panen kurang dari 1 bulan, dan komoditas ayam ras dapat dipanen antara minggu ke-4 dan ke-5 setelah dibiakkan. Dengan kondisi waktu yang masih di tengah bulan November 2016, masih dimungkinkan untuk membuat sentra sayur-sayuran terutama kangkung, sawi putih dan bayam. Adapun peningkatan produksi ayam ras saat ini masih sangat tergantung oleh besarnya pasokan bibit ayam (DOC) dari Surabaya dan Bali. Oleh karena itu, pemerintah dapat membantu menjaga kecukupan pasokan DOC dengan melakukan komunikasi ke produsen terutama di Surabaya, pemerintah masih memiliki waktu untuk memfasilitasi penanaman kangkung, sawi dan bayam, sedangkan komoditas lainnya dapat dipenuhi dengan menjaga pasokan komoditas di pasar. Dengan menjaga pasokan komoditas utama penyumbang inflasi di NTT diharapkan inflasi akhir tahun tidak setinggi data historis yang ada, sehingga tujuan bersama untuk menjaga inflasi di NTT dapat terwujud.
42
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
03
Risiko Inflasi Daging Ayam Ras diNTT
Dampak dari pemusnahan 6 juta ekor indukan ayam (Grand Parent Stock - GPS) di Indonesia hingga saat ini masih terasa dampaknya terutama terlihat dari fluktuasi harga daging ayam ras yang cukup signifikan. Sebelum dilakukan pemusnahan GPS pada bulan September 2016, fluktuasi harga yang signifikan relatif jarang terjadi. Namun demikian, setelah pemusnahan indukan dilakukan, pergerakan inflasi menjadi sangat tajam. Inflasi bulanan dapat mengalami kenaikan hingga lebih dari 40% (mtm) dan kembali turun hingga lebih dari 20% (mtm). GRAFIK BOKS 3.1. INFLASI DAGING AYAM BULANAN DIBANDINGKAN DATA SURVEI PEMANTAUAN HARGA 2
GRAFIK BOKS 3.2. HARGA DAGING AYAM BULANAN SPH DIBANDINGKAN ESTIMASI HARGA INFLASI 2
1
1
0
0
2
2
1
1
0
0
-1
-1
-2
-2
-3
-3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 2014 2015 2016 BI
BPS
LOG. (BI)
LOG. (BPS)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 2014 2015 2016 BI
EST BPS
LOG. (BI)
LOG. (EST BPS)
Harga jual daging ayam juga menunjukkan kenaikan hingga lebih dari 50 ribu rupiah per ekornya dan kembali turun dengan drastis. Fluktuasi harga tersebut lebih disebabkan oleh minimnya pasokan daging ayam di NTT, sehingga setiap kali terjadi lonjakan permintaan daging ayam ras, harga selalu mengalami kenaikan tinggi karena ketidakmampuan produsen memenuhi permintaan pasar yang ada. Berdasarkan data surplus defisit kebutuhan daging ayam ras, dengan rasio konsumsi daging ayam di NTT hanya sebesar 3kg per kapita per tahun atau setara dengan 75% dari rata-rata konsumsi daging ayam ras secara nasional, maka setidaknya dibutuhkan 8,5 juta ekor ayam per tahun untuk dikonsumsi. Dengan produksi per tahun hanya sebesar 2,4 juta ekor ayam, maka setidaknya NTT kekurangan lebih dari 6 juta ekor ayam untuk memenuhi kebutuhan daging ayam ras per tahunnya. Hal ini setara dengan kekurangan 16 ribu ekor ayam per hari, jauh lebih besar dibanding total produksi ayam harian di NTT yang hanya sebesar 6.600 ekor ayam ras per hari. Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan, didapatkan bahwa impor daging ayam ras dari luar NTT sangat minim dan hampir tidak ditemukan di pasar. Mayoritas pedagang eceran memperoleh daging ayam ras atau ayam hidup dari petani inti kemitraan. Adapun impor dari luar NTT hanya berbentuk DOC, pakan dan obat-obatan terutama berasal dari Surabaya dan beberapa DOC dari Bali. Saat ini, kebutuhan DOC terutama berasal dari breeding farm yang ada di Kabupaten Kupang dengan kapasitas harian lebih kurang sebanyak 9.000 ekor. Kekurangan pasokan DOC akan dipenuhi dari breeding farm di Surabaya ataupun Bali. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung bahwa rata-rata konsumsi daging ayam ras di Provinsi NTT hanya sebanyak 0,7kg/kapita/tahun, jauh lebih rendah dibanding rata-rata konsumsi daging ayam ras nasional yang mencapai 3,97kg/kapita/tahun. Walaupun masyarakat lebih sering mengkonsumsi ikan dalam kesehariannya, nilai konsumsi kurang dari 1kg/kapita/tahun tetap menunjukkan rendahnya asupan protein hewani penduduk NTT.
November 2016
43
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar Boks 3.1. Peta Produksi, Distribusi dan Estimasi Kebutuhan Daging Ayam Ras di NTT
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Berdasarkan sebaran peternak, didapatkan bahwa peternak ayam ras pedaging di NTT terkonsentrasi hanya di empat kabupaten di NTT yaitu Kabupaten Kupang sekaligus memproduksi DOC, Belu, Nagekeo dan Sikka. Breeding farm di Kabupaten Kupang akan mendistribusikan DOC ke Kabupaten Kupang sendiri, Kabupaten Belu, Sikka dan Nagekeo. Kekurangan DOC akan dipenuhi melalui breeding farm di Jawa Timur dan Bali menggunakan transportasi udara. Hasil ternak di Kabupaten Kupang akan didistribusikan ke Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan dan Rote Ndao. Hasil ternak di Kabupaten Belu digunakan untuk memenuhi kebutuhan di Kabupaten Belu sendiri, TTU dan Kabupaten Malaka. Hasil ternak di Kabupaten Sikka didistribusikan ke Kabupaten Sikka sendiri, Ende, Flores Timur dan Lembata. Sedangkan hasil ternak ayam di Kabupaten Nagekeo didistribusikan di Wilayah Nagekeo, Ngada, Manggarai raya hingga ke Sumba. Beberapa daerah yang tidak dilayani distribusi ayam ras tersebut akan cenderung memenuhi dengan jalan memelihara sendiri dalam skala kecil seperti di Alor, Sabu Raijua dan sebagian di Sumba. Pemenuhan daging ayam di wilayah Manggarai Barat sebagian juga dipenuhi dari Bima Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan kondisi tata niaga, sistem peternakan yang cenderung terkonsentrasi tersebut dirasa sudah cukup efektif dalam menjaga pasokan dan harga daging ayam ras apabila berada dalam kondisi normal. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah adanya kekurangan DOC hingga mencapai 17 ribu ekor per hari membuat harga mengalami fluktuasi yang sangat signifikan apabila terjadi kelangkaan produk. Apalagi menjelang hari raya Natal yang biasanya permintaan mengalami kenaikan hingga dua kali lipat dari kebutuhan normal. Untuk memenuhi kekurangan DOC yang ada, pedagang besar atau koperasi biasanya langsung mendatangkan dari Jawa. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah kurangnya pasokan DOC di Jawa dan Bali membuat DOC juga relatif sulit didapatkan. Pasokan DOC bahkan dibatasi oleh produsen agar semua daerah di Indonesia bisa mendapatkan pasokan DOC yang ada sehingga berpotensi menimbulkan inflasi tinggi di NTT terlebih pada akhir tahun 2016. Harga DOC di Kupang dan Maumere juga relatif tinggi hingga Rp 9.000,- per ekor, jauh lebih tinggi dibanding harga di Jawa saat ini yang sebesar Rp 6.700,-. Tingginya harga DOC karena pedagang harus menanggung resiko kematian yang terjadi selama pengiriman.
44
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Untuk menanggulangi kekurangan pasokan yang ada, pada tahun 2017 sudah direncanakan untuk dibangun breeding farm di Maumere. Namun demikian hal ini tidak dapat menyelesaikan permasalahan jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan daging ayam ras pada hari raya Natal yang akan dirayakan. Untuk menanggulangi hal ini, pemerintah seharusnya dapat bekerjasama dengan pelaku usaha di provinsi produsen untuk meminta penambahan pasokan DOC, agar kenaikan kebutuhan daging ayam ras yang biasanya meningkat signifikan pada waktu hari raya dapat dipenuhi. Dengan waktu pembesaran ternak yang masih mencukupi, permohonan peningkatan pasokan DOC dirasa dapat segera dilakukan agar potensi inflasi tinggi pada komoditas daging ayam ras dapat diminimalisir.
November 2016
45
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
ROADMAP TPID PROVINSI NTT :JUPE RUN 10K
04
Perkembangan inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam rentang waktu 2010-2015 mencatat angka rata-rata 6,8% (yoy) atau masih diatas nasional yang sebesar 5,85% (yoy). Dalam kurun waktu tersebut, NTT sempat mencatatkan prestasi dengan mencatat angka inflasi dibawah nasional pada tahun 2014. Pencapaian tersebut mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat dengan pemberian penghargaan Kepada Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi NTT sebagai TPID Terbaik di Kawasan Timur Indonesia. Sebagai upaya pengendalian inflasi, TPID Provinsi NTT pada tahun 2015 telah menyusun sebuah roadmap yang berisi upaya-upaya dan rencana kerja pengendalian inflasi untuk periode 2015-2018. Roadmap tersebut akhirnya kembali disempurnakan pada tahun 2016 agar dapat digunakan sebagai panduan kerja TPID tahun 2016-2018. Alur pikir penyusunan Roadmap TPID NTT cukup unik dan beda bila dibandingkan Roadmap TPID daerah lain. Selain melakukan identifikasi permasalahan melalui analisis time series, analisis peristiwa atau data historis, pemetaan komoditas dan identifikasi masalah, TPID NTT juga berusaha untuk mensinergikan program kerja yang telah disusun oleh SKPD dalam RPJMD, Rencana Kerja pemerintah daerah (RKPD) yang disusun secara tahunan, Tujuh Program Pengendalian inflasi (7P) yang sudah ada, dan Lima Pilar TPID pusat. Proses identifikasi masalah menggunakan 7 pendekatan antara lain distribusi, produksi, infrastruktur, kelembagaan, konektivitas, regulasi dan SDM, demikian pula dengan penyusunan alternatif solusi yang menggunakan 10 kategori solusi. Berdasarkan hasil tersebut maka disusunlah grand desain roadmap TPID Provinsi NTT. Dalam proses perumusan tersebut didapatkan bahwa untuk mengendalikan inflasi di daerah, diperlukan 2 pendekatan besar yaitu kegiatan yang dapat dilakukan secara bersama-sama oleh anggota TPID disinergikan dengan proses monitoring dan evaluasi program kerja SKPD yang bersinggungan dengan penangangan permasalahan inflasi, baik penanganan permasalahan yang bersifat jangka pendek maupun struktural. Adapun tujuan dari pembuatan grand desain strategi tersebut adalah untuk mendukung target pencapaian inflasi nasional sebesar 4±1% (2015-2017) dan 3,5±1% (2018) dan pencapaian target inflasi di Provinsi NTT sesuai RPJMD yaitu 4,4-4,8% di tahun 2016, 4,3-4,7% di tahun 2017 dan 4,1-4,5 di tahun 2018.
GAMBAR BOKS 4.1. ALUR PIKIR ROAD MAP TPID PROVINSI NTT
46
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Berdasarkan analisis terhadap 430 komoditas perhitungan inflasi di NTT, terdapat 31 komoditas yang memiliki andil cukup besar dalam pembentukan inflasi di rentang 2011-2016. Dari jumlah tersebut sebanyak 22 komoditas merupakan kewenangan Pemda, 8 komoditas menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan 1 komoditas menjagi gabungan kewenangan antara Pemda dan Pemerintah Pusat. Sementara itu, berdasarkan rata-rata andil , komoditas beras dan angkutan udara menjadi pendorong utama. Berdasarkan kesamaan karakteristik produk, ke-22 komoditas utama penyumbang inflasi tersebut dapat dikerucutkan menjadi 16 komoditas utama untuk dilakukan analisa permasalahan dan solusi penyelesaian. Grafik Boks 4.1. 31 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di NTT
Secara umum, tantangan yang muncul terutama berasal dari kondisi cuaca, kondisi demografis kepulauan yang menyebabkan tingginya ketergantungan pada transportasi udara dan laut, masih kurang baiknya ketersediaan infrastruktur, terbatasnya investasi serta hal-hal yang bersifat sosio-kultural, seperti faktor kelembagaan dan pengetahuan teknologi yang masih kurang. Dari kelompok volatile food terdapat beberapa tantangan yang teridentifikasi diantaranya: (i) kendala cuaca dan alam yang dapat menghambat produksi dan distribusi, (ii) Kurangnya sarana dan prasarana irigasi, (iii) Ketersediaan sarana dan prasarana produksi yang masih kurang, (iv) Defisit pasokan (iv) Sarana dan Prasarana distribusi yang masih kurang dan terbatas serta (v) Fluktuasi permintaan yang relatif besar. Tantangan pengendalian inflasi dari kelompok inti antara lain (i) Rendahnya pasokan dan persaingan antar penyedia jasa komoditas, (ii) Minimnya industri pengolahan di daerah, (ii) Mahalnya biaya distribusi dari dan ke NTT, (iii) Jam operasional gudang yang terbatas serta (iv) Kurangnya bersaingnya produk dikarenakan skala usaha yang kecil dan hambatan pasokan listrik. Dari kelompok administered prices, beberapa tantangan pengendalian inflasi yaitu: (i) Geografi yang menyebabkan ketergantungan pada angkutan udara, (ii) Hambatan cuaca, (iii) Kendala sarana dan prasarana bandara yang masih minim, (iv) Regulasi penyesuaian batas atas pesawat 40%.
November 2016
47
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Gambar Boks 4.2. Strategi Pengendalian Inflasi di Provinsi NTT
1. Peningkatan fungsi dan kelembagaan 2. Pengendalian inflasi melalui program ketahanan pangan 3. Peningkatan kerjasama dan koordinasi antara TPID dan lembaga terkait lainnya 4. Penyediaan informasi bagi pelaku ekonomi 5. Percepatan pelaksanaan pembangunan infrastruktur di daerah 6. Pengelolaan ekspektasi masyarakat 7. Pengendalian harga komoditas strategis melalui kebijakan Pemda
JUPE RUN 10K
7P 10K
Kegiatan bersama TPID
Monitoring Kegiatan SKPD
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kuatkan Edukasi Kembangkan Infrastruktur Kedewasaan Kelembagaan Keterpaduan program dan koordinasi Ketersediaan konektivitas yang handal Kecermatan dalam melakukan monit evaluasi Kembangkan dan tingkatkan produksi strategis Kuatkan regulasi di daerah Kelola tata niaga Keterlibatan teknologi dalam proses produksi
Berdasarkan hasil analisa permasalahan dan solusi kebijakan tersebut, dihasilkan dua strategi pengendalian inflasi meliputi kegiatan bersama yang akan dilakukan oleh TPID maupun monitoring program kerja SKPD terkait dengan pengendalian inflasi di daerah. Kegiatan bersama TPID masih akan tetap menggunakan pendekatan JUPE yang direvisi dan diperbaharui, sedangkan kegiatan monitoring program kerja SKPD pendekatan 10K, sehingga kebijakan tersebut dapat disingkat menjadi ”JUPE RUN 10K”. Adapun terkait program kerja bersama, TPID Provinsi NTT masih berpedoman pada 7-P (Jupe) yang direvisi dan diperbarui, yaitu: i) Pengendalian inflasi melalui program ketahanan pangan, ii) Penyediaan informasi bagi pelaku ekonomi, iii) Percepatan pelaksanaan pembangunan infrastruktur di daerah, iv) Pengelolaan ekspektasi masyarakat, serta v) Pengendalian harga komoditas strategis melalui kebijakan Pemda. Adapun program kerja yang direvisi meliputi vi) Peningkatan fungsi dan kelembagaan TPID dan vii) Peningkatan kerjasama dan koordinasi antara TPID dan lembaga terkait lainnya. Perubahan terbesar dapat dilihat pada sub program di masing-masing program kerja yang mencapai 57 program, menjadi jauh lebih kaya dan beragam dibandingkan pendekatan JUPE sebelumnya. Dalam rangka monitoring program kerja SKPD, TPID merancang program 10K yang isinya antara lain i) Kuatkan Edukasi, ii) Kembangkan Infrastruktur, iii) Kedewasaan Kelembagaan, iv) Keterpaduan program dan koordinasi, v) Ketersediaan konektivitas yang handal, vi) Kecermatan dalam melakukan monitoring dan evaluasi, vii) Kembangkan dan tingkatkan produksi komoditas strategis, viii) Kuatkan regulasi di daerah, ix) Kelola tata niaga, x) Keterlibatan teknologi dalam proses produksi. Untuk melaksanakan kesepuluh program monitoring tersebut, maka telah disusun 102 panduan langkah aksi yang akan dilakukan oleh masing-masing SKPD yang penjabaran programnya akan dilakukan di setiap tahun mengikuti RKPD yang disusun oleh masing-masing instansi pengampu program. Harapan dari penyusunan roadmap TPID adalah yang pertama dan utama kelembagaan TPID dapat semakin diperkuat dan setiap instansi dapat menjalankan program kerja yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga diharapkan inflasi di Provinsi NTT dapat dijaga, permasalahan struktural dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dapat meningkat dan berkualitas yang ditunjukkan oleh indikator kesejahteraan masyarakat yang mengalami peningkatan.
48
November 2016
04
Stabilitas Keuangan Daerah
Meskipun kinerja kredit sektor rumah tangga dan UMKM mengalami sedikit perlambatan, Stabilitas Sistem Keuangan Daerah Provinsi NTT di triwulan III 2016 masih relatif kondusif.
Kredit sektor rumah tangga tumbuh sebesar 5,92% (yoy) dan secara agregat memiliki rasio NPL sebesar 1,35%. Walau sedikit melambat, kredit UMKM masih dapat tumbuh 2 digit. Pertumbuhan tercatat sebesar 18,21% (yoy) dengan rasio NPL yang relatif terjaga yakni sebesar 3,27% Meski sumbangan kredit korporasi relatif kecil dari keseluruhan kredit yang disalurkan di Provinsi NTT, perbankan masih perlu mencermati peningkatan risiko gagal bayar yang dialami oleh beberapa sektor korporasi. Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang positif.
Foto : Tenun Soe
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
4.1 KONDISI UMUM Meskipun kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM mengalami sedikit perlambatan, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Daerah Provinsi NTT pada triwulan laporan masih terjaga. Relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) di Agustus 2016 belum berdampak dalam mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan NTT terutama di sektor properti hingga triwulan laporan. Namun demikian, rumah tangga senantiasa optimis terhadap kondisi ekonomi ke depan sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerja kredit konsumsi selanjutnya. Sementara itu, perlambatan kinerja kredit UMKM disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan kredit di sektor perdagangan. Beberapa sektor antara lain: pertanian, perikanan, dan penyediaan akomodasi meningkat cukup signifikan sehingga dapat menahan perlambatan kredit secara keseluruhan. Perbankan perlu mencermati tekanan risiko kredit UMKM karena NPL terpantau sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kredit korporasi justru mengalami penurunan pertumbuhan dengan rasio NPL yang juga terpantau turun. Kinerja industri perbankan secara umum masih positif. Meskipun terjadi penurunan posisi aset di triwulan laporan, kinerja penyaluran kredit relatif kondusif dengan rasio LDR yang senantiasa tetap terjaga. Begitu pula halnya dengan kinerja intermediasi Bank Perkreditan Rakyat yang senantiasa terjaga dengan ditopang rasio Capital Adequacy Ratio yang cukup tinggi.
4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA 4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Sektor rumah tangga sebagai kontributor utama dalam PDRB mengalami pertumbuhan sebesar 7,60% (yoy) di triwulan laporan atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 7,36% (yoy). Selain itu, konsumsi RT juga tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 5,37% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,01% (qtq). GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK 10%
170
8%
160
6% 4%
150
2%
140
0%
130
-2%
133,5 127,0
120
120,5
-4% -6%
I
II III 2013 RT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
IV
I
LNRT
II III 2014
IV
PEMERINTAH
I
II III 2015
G RT(YOY)
IV
I
G RT (QTQ)
II III 2016
-8%
110 100
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) Sumber: Bank Indonesia, diolah
Pertumbuhan konsumsi RT tercermin pula dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Meski sedikit menurun dibandingkan tahun lalu, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan cenderung lebih baik. Kondisi ini didukung oleh optimisme konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang. Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan September 2016 diperoleh informasi bahwa pertumbuhan konsumsi secara tahunan diantaranya disebabkan oleh adanya peningkatan indeks pengeluaran rumah tangga untuk makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang naik dari 166,3 di September 2015 menjadi 171,6 di September 2016. Di samping itu, indeks pengeluaran untuk biaya sandang juga terpantau meningkat dari 139,4 di September 2015 menjadi 149,7 di September 2016. Peningkatan tersebut salah satunya karena seiring perayaan Hari Raya Idul Fitri dan tibanya Tahun Ajaran
November 2016
51
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Baru 2016/2017. Di sisi lain, Indeks kepercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan semakin menunjukkan perbaikan yang terlihat dari penurunan nilai indeks dari sebelumnya 1,66 di triwulan II 2016 menjadi 1,56 di triwulan laporan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih percaya untuk menyimpan dananya di perbankan terlebih karena dana mereka masih dalam nilai penjaminan pemerintah. GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100
GRAFIK 4.4. INDEKS SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KASUS KEJAHATAN PERBANKAN 2,00 1,80 171,6 149,7 138,1
1,60
1,56
1,40 1,20 1,00 0,80
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015 MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU
SANDANG
II 2016
III
I
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
II 2016
III
KESEHATAN Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah tangga menunjukkan kondisi yang relatif stabil. Indeks keterlambatan rumah tangga membayar cicilan triwulan laporan masih memperlihatkan kondisi yang cukup baik yakni sebesar 1,74. Meski lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 1,54 dan 1,45; rumah tangga masih dikategorikan aman dari keterlambatan pembayaran cicilan untuk konsumsi. Hal tersebut juga didukung oleh indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk kebutuhan tak terduga yang menunjukkan bahwa rumah rata-rata memiliki dana cadangan sampai dengan 1 bulan pendapatan. Dengan demikian, kekhawatiran terjadinya keterlambatan pembayaran cicilan dapat diminimalisasi.
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan Terjadi perlambatan pertumbuhan DPK RT pada triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 15,05% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 20,54% (yoy). Sektor RT masih mendominasi porsi DPK perbankan yakni sebesar 62,08% meningkat dibandingkan posisi triwulan sebelumnya yang sebesar 58,34% atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang sebesar 54,10%. Peningkatan DPK rumah tangga ini selain dikarenakan masih mampu meningkatnya simpanan masyarakat di perbankan walaupun melambat, namun juga disebabkan oleh adanya penurunan DPK non rumah tangga terutama lebih disebabkan oleh menurunnya giro pemerintah seiring dengan percepatan realisasi anggaran. GRAFIK 4.5. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
40% 32,05 41,58
45,90
46,44
39,44
41,66
37,92
30% 20% 15.05%
10% 67,95 58,42
54,10
53,56
60,56
58,34
62,08
0% -10% 17.17%
I
II
III
IV
I
2015 RT/ PERSEORANGAN Sumber: Bank Indonesia, diolah
52
GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN DPK
November 2016
II 2016
III
-20%
I
II
III
IV
I
2015
NON RT
RT/ PERSEORANGAN Sumber: Bank Indonesia, diolah
NON RT
II 2016
III
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Preferensi RT dalam simpanan masih didominasi oleh tabungan dan deposito masing-masing dengan porsi sebesar 69,90% dan 25,60% pada triwulan laporan. Pertumbuhan DPK dalam bentuk tabungan mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya dari 21,95% (yoy) menjadi 15,63% tetapi lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 6,64%. Selain itu, deposito juga mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 15,54% (yoy) menjadi 14,09% (yoy). Sementara itu, berbeda halnya dengan giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan akibat adanya akselerasi realisasi anggaran, giro rumah tangga masih tetap tumbuh walau melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 33,70% (yoy) menjadi 11,69% (yoy). GRAFIK 4.7. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
GRAFIK 4.8. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA 70%
29,85
28,90
26,52
26,91
25,42
26,40
60%
25,60
50% 40% 69,57
69,08
77,85
97,87
69,50
69,88
69,90
3,52
4,40
5,18
7,46
4,10
4,69
4,50
I
II
III
IV
I
II 2016
III
30% 20%
2015 GIRO
TABUNGAN
15,63% 14,09% 11,69%
10% 0%
I
II
III
IV
I
II 2016
2015 GIRO
DEPOSITO
TABUNGAN
III
DEPOSITO
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kredit sektor RT pada triwulan laporan secara agregat mengalami perlambatan yakni sebesar 5,92%. Pertumbuhan hanya terjadi pada Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang meningkat dari sebelumnya turun -1,04% (yoy) menjadi 3,14% (yoy). Sementara itu, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Multiguna melambat cukup signifikan menjadi masing-masing sebesar 0,74% dan 6,97% (yoy), dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,33% dan 16,24% (yoy). GRAFIK 4.9. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
GRAFIK 4.10. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
9.000
50
8.000
40
7.000 6.000
30
5.000
20
4.000
5,92
3.000 2.000
10 0
1.000 0
-10
I
II
III
IV
I
II
2014 RUMAH TINGGAL
III
IV
I
2015 KKB
MULTIGUNA
II 2016
III
G TOTAL
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 -20 -40
6,97 3,14 0,74
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
G MULTIGUNA
IV
I
II III 2015
G RUMAH TINGGAL
IV
I
II III 2016
G KKB
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) di Agustus 2016 tampaknya belum berdampak dalam mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan NTT terutama di sektor properti. KPR secara keseluruhan mengalami tren perlambatan sejak tahun 2014 dan mengalami pertumbuhan paling kecil pada triwulan laporan yakni sebesar 0,74% lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 13,51%. Adanya pameran perumahan yang cukup gencar dilakukan REI dalam menyambut adanya relaksasi LTV dan FTV, paket kebijakan ekonomi pemerintah tentang percepatan pemberian ijin pembangunan perumahan serta insentif pemerintah untuk pembangunan rumah sederhana sehat dapat kembali meningkatkan kredit perumahan.
November 2016
53
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Risiko gagal bayar KKB, KPR, dan kredit multiguna masih relatif sangat terjaga dengan kisaran rasio NPL sebesar 0,5-1,5%. Selain itu, secara agregat kredit yang disalurkan pada sektor RT memiliki NPL yang sangat baik yakni hanya sebesar 1,35%. Namun demikian, NPL harus tetap dicermati mengingat masih rentannya kondisi perekonomian domestik yang dapat memengaruhi kemampuan membayar sektor RT atas semua kewajibannya, terutama kepada perbankan.
4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha Dunia usaha memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif. Peningkatan kegiatan usaha diantaranya disebabkan oleh sektor industri pengolahan dengan SBT sebesar 1,57%, sektor LGA (listrik, gas, dan air bersih) sebesar 0,53%, serta sektor perdagangan sebesar 4,30%. Prospek kegiatan dunia usaha di triwulan IV 2016 diperkirakan akan meningkat sebagaimana tercermin dari nilai SBT sebesar 19,75%. Perkiraan peningkatan disebabkan oleh naiknya kegiatan usaha di hampir seluruh sektor. GRAFIK 4.11. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA
GRAFIK 4.12. KONDISI KEUANGAN
60 4,54
50 40 30 20 10
19,75
0 -10 -20 -30
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) %
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV*
8
70
6
60
4
50
2
40
0
30
-2
20
-4
10
-6
0
PDRB QTQ (SKALA KANAN) %
4,5 3,27
4,0 3,5 3,0 2,5
43,06
2,0 1,5 1,0 0,5
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI)
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
0,0
NPL % (SKALA KANAN)
Sumber: Bank Indonesia, 2016
Kondisi usaha yang cukup kondusif pada triwulan laporan juga didukung dengan kondisi keuangan yang relatif baik. SBT kondisi keuangan meningkat menjadi sebesar 43,06% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar 38,10%. Pelaku usaha menganggap bahwa relatif kondusifnya kinerja usaha pada triwulan laporan berdampak positif pada likuiditas perusahaan sehingga pelaku usaha mampu memenuhi kewajiban-kewajiban terutama kepada perbankan. Hal tersebut juga terkonfimasi dari data NPL untuk kredit sektor usaha yang terjaga di bawah 5%. Namun demikian, perbankan perlu mencermati potensi risiko gagal bayar karena terjadi sedikit peningkatan NPL dari sebelumnya 3,00% di triwulan II 2016 menjadi 3,27% di triwulan laporan.
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM Meski mengalami perlambatan dibanding triwulan II 2016, kredit masih tumbuh 2 digit yakni sebesar 18,21%. Perkembangan penyaluran kredit didukung pula oleh rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 5%. Penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada triwulan laporan mencapai 7,31 triliun atau mencapai 32,59% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT. Penyaluran kredit UMKM tersebut tumbuh sebesar 18,21% (yoy), sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 19,23% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 19,38% (yoy). Relatif terjaganya pertumbuhan UMKM di kisaran 2 digit mengindikasikan konsistensi geliat positif pada sektor riil di Provinsi NTT.
54
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 4.13. Pertumbuhan Kredit UMKM 8.000
Grafik 4.14. NPL UMKM %, YOY
RPMILIAR
7.000
7,0%
60%
6,0%
50%
6.000
5,0%
40%
5.000
19.77% 18,21% 17.89%
4.000 3.000
4,0%
30% 20%
2,0%
2.000 1.000 0
I
II III 2013
MODAL KERJA
IV
I
INVESTASI
II III 2014
IV
I
II III 2015
GROWTH KREDIT
IV
I
G MODAL KERJA
II III 2016
3,71% 3,27% 3,18%
3,0%
10%
1,0%
0%
0,0%
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
KREDIT UMKM
G INVESTASI
IV
MODAL KERJA
I
II III 2015 INVESTASI
IV
I
II III 2016
BATAS
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Perlambatan kredit yang terjadi, utamanya disumbang oleh perlambatan Kredit Modal Kerja (KMK) yang memiliki pangsa 82,91% dari total kredit. KMK mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,89% atau melambat dibandingkan triwulan II 2016 yang sebesar 19,76%. Sementara itu, Kredit Investasi (KI) mencatatkan pertumbuhan sebesar 19,77% (yoy) pada triwulan laporan atau lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 16,65% (yoy) dan periode yang sama tahun 2015 sebesar 13,30% (yoy). Selain itu berdasarkan jenis usaha, kredit menengah terpantau mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya, pertumbuhan kredit secara keseluruhan berhasil ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit dari usaha mikro dan kecil yang tumbuh masing-masing sebesar 31,83% dan 16,47% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 14,01% dan 12,79% (yoy). GRAFIK 4.15. PERTUMBHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA 8.000
%, YOY
RPMILIAR
2,270
7.000 6.000 5.000
70% 60% 50%
3.000 2.000
16.47%
1.000
10,85%
30% 20%
1912
31,83%
3.127
40%
4.000
10% 0%
0
I
II III 2013
IV
MIKRO
KECIL
I
II III 2014 MENENGAH
IV
I
II III 2015
G MENENGAH
IV
I
G KECIL
II III 2016
G MIKRO
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi di sektor perdagangan besar dan eceran (pangsa 69,91% dari total kredit UMKM) yang sedikit melambat dari sebelumnya 22,76% di triwulan II 2016 menjadi 20,08% (yoy) di triwulan laporan. Beberapa sektor yang mengalami peningkatan cukup signifikan antara lain sektor pertanian, perikanan, dan penyedia akomodasi. Adapun sektor yang tercatat mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor jasa kemasyarakatan dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang masingmasing mencatatkan penurunan sebesar -26,23% (yoy) dan -64,22% (yoy). GRAFIK 4.16. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI 200% 150% 100% 57,29% 55,00%
50%
42,61%
0% -21,64% -26,23%
-50%
-64,22%
-100%
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PERTANIAN PENYEDIA AKOMODASI JASA KEMASYARAKATAN
IV
I
II 2016
III
PERIKANAN PERANTARA KEUANGAN
Sumber: Bank Indonesia, diolah
November 2016
55
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM Pada triwulan laporan, rasio NPL gross mengalami sedikit peningkatan menjadi 3,27% dari 3,00% pada triwulan sebelumnya. Peningkatan NPL terbesar terjadi pada kredit menengah yaitu dari 3,88% pada triwulan II 2015 menjadi 5,57% pada triwulan laporan. Sementara itu, rasio NPL gross kredit usaha mikro terpantau turun dari 1,78% pada triwulan II 2016 menjadi 1,58% pada triwulan laporan, serta kredit usaha menengah turun dari 3,09% menjadi 2,64%. Bila dibandingkan triwulan sebelumnya, sektor yang mengalami peningkatan NPL antara lain sektor listrik, gas dan air bersih yang mengalami peningkatan NPL paling tinggi yakni dari sebelumnya sebesar 10,51% di triwulan II 2016 menjadi 23,44% di triwulan laporan. Selain itu, NPL di sektor perdagangan besar dan eceran juga sedikit mengalami peningkatan dari sebelumnya 2,46% di triwulan II 2016 menjadi 2,57% di triwulan laporan. Tercatat sektor lain yang memiliki NPL tinggi, yakni sektor konstruksi (9,36%) dan sektor perantara keuangan (7,38%). Adapun NPL sektor LGA didominasi oleh subsektor ketenagalistrikan lainnya yang mencatatkan rasio sebesar 31,18% di triwulan laporan. Dari sektor konstruksi, NPL disumbang oleh subsektor bangunan jalan raya (pangsa 28,01% dari total kredit konstruksi) dengan NPL sebesar 12,05%. Meski demikian, NPL subsektor tersebut mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 15,82%. Sementara itu, dari sektor perantara keuangan NPL disumbang oleh subsektor perantara keuangan lainnya (non bank) selain leasing yang mencatatkan NPL sebesar 7,77% pada triwulan laporan GRAFIK 4.17. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA 10,0% 9,0% 8,0% 7,0% 6,0% 5,0% 4,0% 3,0% 2,0% 1,0% 0,0%
GRAFIK 4.18. NPL UMKM 3 SEKTOR 45% 40% 35% 30%
5,57%
25%
23,44%
20% 2,64%
15%
1,58%
10%
9,36% 7,38%
5%
I
II
III
IV
I
2014
II
III
IV
I
2015 MIKRO
KECIL
MENENGAH
II 2016
0%
III
I
III
IV
2014
BATAS
Sumber: Bank Indonesia, diolah
II
PERANTARA KEUANGAN
I
II
III
IV
I
2015 KONSTRUKSI
LISTRIK, GAS DAN AIR
II 2016
III
BATAS
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Secara keseluruhan risiko kredit UMKM masih dalam taraf yang terjaga. Meskipun demikian, perbankan harus lebih selektif dalam memperhitungkan risiko debitur untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan NPL di masa yang akan datang terutama untuk sektor yang di triwulan laporan mencatatkan NPL di atas 5%.
4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI 4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi Kredit korporasi menyumbang 6,41% dari keseluruhan penyaluran kredit di provinsi NTT. Secara tahunan, penyaluran kredit korporasi mengalami penurunan sebesar -3,24% di triwulan III 2016, namun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar -4,73%. Penurunan nilai kredit kemungkinan besar lebih disebabkan oleh upaya bank dalam menjaga rasio kesehatan perbanakn yang terlihat dari rasio NPL secara industri yang juga mengalami penurunan dari sebelumnya 6,07% di triwulan II 2016 menjadi 4,28% di triwulan III 2016.
56
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 4.19. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI 2.000 1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 0
GRAFIK 4.20. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI
RPMILIAR
%, YOY
50%
8%
40%
7%
30%
6%
20%
5%
3%
0%
2%
-10% I
II III 2013
IV
I
II III 2014
MODAL KERJA
IV
I
II III 2015
INVESTASI
IV
I
II III 2016
4,28%
4%
10% -3,24%
5,48%
1%
-20%
1,32%
0%
I
II III 2013
GROWTH KREDIT
IV
I
II III 2014
MODAL KERJA
IV
INVESTASI
I
II III 2015 KREDIT
IV
I
II III 2016
BATAS
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan kepada sektor korporasi mengalami penurunan pada hampir seluruh sektor dengan sektor yang mengalami penurunan cukup dalam antara lain sektor sektor transportasi pergudangan sebesar -71,42% (yoy) dan sektor perantara keuangan sebesar -65,43% (yoy). Sementara itu, berdasarkan pangsa kredit, penyaluran kredit perbankan didominasi oleh sektor perdagangan sebesar 45,40%, diikuti sektor konstruksi sebesar 16,91%, dan sektor penyediaan akomodasi sebesar 14,18%. GRAFIK 4.21. NPL KREDIT 2 SEKTOR KORPORASI 120% 100%
100,00%
80% 60% 40% 12,48%
20%
8,89%
0%
I
II III 2013
-20%
IV
I
II III 2014
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
IV
I
KONSTRUKSI
II III 2015
IV
I
LISTRIK, GAS DAN AIR
II III 2016 BATAS
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Perlu dicermati potensi risiko gagal bayar yang tercermin dari rasio NPL untuk sektor korporasi antara lain di sektor konstruksi; pertambangan, serta real estate dan usaha persewaan. Dari sektor konstruksi, NPL terbesar disumbang oleh perusahaan swasta/ perseorangan dari subsektor konstruksi bangunan elektrikal dan komunikasi lainnya yang menyumbang 61,83% dari keseluruhan posisi NPL. Sementara itu, tingginya NPL di sektor pertambangan dan penggalian sejak triwulan I 2016 berasal dari Kabupaten Kupang yang ditengarai dipengaruhi oleh aktivitas pertambangan galian C yang terganggu akibat adanya penolakan warga terhadap kegiatan eksplorasi. Di samping itu, NPL di sektor real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan yang telah melebihi batas 5% di triwulan III 2016, didominasi oleh perusahaan swasta yang bergerak di subsektor jasa perusahaan.
4.5 ASESMEN PERBANKAN 4.5.1 Kinerja Bank Umum Total aset industri perbankan pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp.30,33 triliun, mengalami penurunan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari -1,39% (yoy) menjadi -7,40% (yoy). Penurunan aset dialami oleh bank pemerintah maupun bank swasta yang masing-masing mencatatkan penurunan sebesar -8,15% dan -1,72% (yoy).
November 2016
57
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 4.22. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)
GRAFIK 4.23. PERKEMBANGAN LDR 99,90%
30.000
24%
25.000
19% 20.000 13,37%
14%
15.000
9%
10.000
4%
5.000 0,29%
-1%
I
II
III
IV
I
II 2016
2015 DPK
0
III
I
II
III
IV
I
2015
KREDIT
DPK
KREDIT
II 2016
III
102% 100% 98% 96% 94% 92% 90% 88% 86% 84% 82% 80%
LDR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan masih tumbuh walau melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian, DPK hampir tidak menunjukkan adanya pertumbuhan yang berdampak pada rasio LDR yang mengalami peningkatan. Pertumbuhan DPK (yoy) pada triwulan laporan tercatat sebesar 0,29% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,23% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit turun tipis dari 14,30% (yoy) pada triwulan yang sama tahun 2015 menjadi 13,82% (yoy) pada triwulan laporanyang berdampak pada rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) yang terpantau naik dari 84,6% di triwulan III 2015 menjadi 96,0% pada triwulan III 2016. Berdasarkan jenis simpanan, peningkatan pertumbuhan tabungan dari sebelumnya 7,65% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 14,71% (yoy) di triwulan III 2016 tampaknya belum dapat menahan perlambatan DPK secara agregat. Hal ini karena deposito terpantau melambat cukup signifikan dari sebelumnya 25,14% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 2,02% (yoy) di triwulan laporan. Selain itu, giro juga menurun sebesar -22,61% (yoy) dari tahun sebelumnya. Penurunan giro secara agregat disebabkan oleh penurunan giro pemerintah sebesar -30,07% (yoy). Sementara itu dari sisi kredit, terpantau bahwa seluruh jenis kredit baik modal kerja, investasi, maupun konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut juga memengaruhi efisiensi bank umum secara industri pada triwulan laporan yang sedikit mengalami tekanan dibandingkan tahun sebelumnya (BOPO meningkat dari 66,8% menjadi 68,04%) karena adanya perlambatan pendapatan bunga yang disertai dengan peningkatan beban operasional. Dengan demikian, profitabilitas bank yang terpantau melalui ROA juga mengalami penurunan dari sebelumnya 4,2% di triwulan II 2016 menjadi 4,05% di triwulan III 2016. GRAFIK 4.24. BOPO DAN ROA BANK UMUM 72 71 4,05
70 69 68 67
68,04
66 65 64 63
I
II
III
IV
2015 % BOPO (SKALA KIRI)
I
II 2016
III
4,4 4,3 4,2 4,1 4,0 3,9 3,8 3,7 3,6 3,5 3,4
% ROA (SKALA KANAN)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Rasio LDR yang mencerminkan kinerja intermediasi mengalami penurunan pada triwulan laporan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni dari 80,52% menjadi 77,89%. Rasio LDR tersebut dinilai masih baik dengan ditopang rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang senantiasa masih terjaga yakni sebesar 29,47% pada triwulan laporan.
58
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 4.25. LDR DAN CAR BPR
GRAFIK 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR
88
32
86
31
84
30
82
29,47
80
29 28
78
27 77,89
76
26
74
25
72
24
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
% CAR (SKALA KANAN)
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
83 82 81 80 79 78 77 76 75 74 73
% LDR (SKALA KIRI)
6,56
82
7 6 5 4
2,59
3 2 1
I
II III 2013
IV
I
% BOPO (SKALA KIRI)
II III 2014
IV
I
% ROA (SKALA KANAN)
II III 2015
IV
I
II III 2016
0
% NPL (SKALA KANAN)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Namun demikian, BPR perlu memperhatikan risiko kredit yang sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang ditunjukkan oleh rasio NPL tercatat sebesar 6,56% meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Sementara itu, meski profitabilitas BPR di triwulan laporan secara industri mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya (ROA turun dari 2,61% menjadi 2,59%), efisiensi BPR yang tercermin dari rasio BOPO mengalami sedikit perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya (BOPO turun dari 82,42% menjadi 82,00%).
November 2016
59
05
Penyelenggaran Sistem Pembayaran Dan Pengelolaan Uang Rupiah
Transaksi sistem pembayaran pada triwulan III 2016 mengalami perlambatan antara lain disebabkan oleh selain perlambatan aktivitas ekonomi paska pemotongan DAU di 5 pemda, juga disebabkan oleh tingginya pembayaran gaji ke-13 dan 14 serta tunjangan hari raya yang persiapan pembayarannya telah dilakukan pada triwulan sebelumnya. Net transaksi pembayaran tunai menunjukkan adanya net outflow yang melambat yang berarti perekonomian masih tumbuh namun relatif melambat dibanding triwulan maupun tahun sebelumnya. Kondisi kelayakan uang beredar di Provinsi NTT cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan tingginya penarikan uang tidak layak edar yang dilakukan Sementara itu, transaksi pembayaran non tunai masih tumbuh cukup tinggi walaupun relatif melambat dibanding triwulan sebelumnya
Foto : Alor
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
5.1. KONDISI UMUM Pada triwulan III 2016, sistem pembayaran tunai menunjukkan adanya net outlow sebesar 395 miliar melambat dibanding triwulan dan tahun sebelumnya. Bayaran uang tunai yang dikeluarkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami penurunan seiring dengan adanya perlambatan belanja pemerintah. Sementara itu dari sisi setoran mengalami peningkatan lebih tinggi dari tahun sebelumnya pada periode yang sama terutama disebabkan oleh kembalinya uang yang beredar kedalam sistem perbankan setelah pada triwulan sebelumnya terjadi peningkatan yang cukup tinggi untuk pembayaran gaji ke-13 dan 14 serta tunjangan hari raya pelaku ekonomi lainnya. Temuan uang palsu yang dilaporkan pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan ini mengalami penurunan, dari sebanyak 89 lembar pada triwulan sebelumnya menjadi hanya sebanyak 38 lembar. Penggunaan sistem pembayaran non tunai fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di wilayah NTT pada triwulan III 2016 masih cukup tinggi namun melambat dibanding triwulan sebelumnya. Namun demikian, pertumbuhan penggunaan fasilitas SKNBI NTT masih berada jauh di atas Nasional. Layanan Keuangan Digital (LKD) pada triwulan III 2016 baik dari sisi jumlah agen maupun tranksaksi LKD masih menunjukkan adanya peningkatan. GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING
2000,00
700% 600% 500% 400% 300% 200% 100% 0% -100% -200% -300%
1500,00 1000,00 500,00 0,00 -500,00 -1000,00 -1500,00 -2000,00 -2500,00
I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
NET IN/OUT (RP. MILIAR)
I
II III 2015 QTQ
IV
I
II III 2016
YOY
500,00%
80,00%
400,00%
60,00%
300,00%
40,00%
200,00%
20,00%
100,00%
0,00% -20,00%
0,00% -100,00%
I
II III 2013
VOLUME KLIRING
IV
I
II III 2014
NOMINAL KLIRING
IV
I
II III 2015
NOMINAL CEK/BG KOSONG
IV
I
II III 2016
-40,00%
VOLUME CEK/BG KOSONG
5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow) Pada triwulan III 2016, perkembangan aliran uang tunai di Provinsi NTT mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya maupun dibanding tahun sebelumnya. Perlambatan aliran uang ini selain mengkonfirmasi adanya perlambatan ekonomi di triwulan III 2016 yang salah satunya disebabkan oleh adanya penghematan anggaran pemerintah, juga disebabkan oleh majunya perayaan hari raya Idul Fitri yang jatuh di tanggal 6-7 Juli 2016, sehingga pembayaran gaji ke-14 dan tunjangan lainnya sudah dibayarkan di bulan sebelumnya. Hal ini terkonfirmasi oleh tingginya net outflow di triwulan sebelumnya. Nominal inflow pada triwulan ini mencapai Rp.944,24 miliar atau tumbuh sebesar 12,29% yoy. Aliran uang masuk ini menunjukkan kembalinya uang ke sistem perbankan setelah pada triwulan sebelumnya mengalami outflow yang cukup tinggi. Sementara itu, outflow hanya mencapai Rp.1.338,80 miliar atau menurun 20,65% yoy, mengkonfirmasi pelambatan pengeluaran konsumsi pemerintah dan penyaluran kredit oleh perbankan. Namun demikian, kondisi net outflow yang masih terjadi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi masih terjadi walau tidak sebesar triwulan sebelumnya.
November 2016
63
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN INFLOW, OUTFLOW DAN UTLE 3.000,00 2.500,00 2.000,00 1.500,00 1.000,00 500,00 0,00 -500,00 -1.000,00 -1.500,00 -2.000,00
GRAFIK 5.4 PERKEMBANGAN ARUS UANG TUNAI (INFLOW-OUTFLOW) 3.000,00
160,00%
2.500,00 2.000,00
80,00%
1.500,00 1.000,00
0,00%
500,00 0,00 I
II III 2013
IV
INFLOW (RP. MILIAR)
I
II III 2014
UTLE
IV
I
II III 2015
OUTFLOW (RP. MILIAR)
IV
I
II III 2016
-80,00% I
NET OUTFLOW
II III 2013
IV
I
INFLOW (RP. MILIAR)
II III 2014
IV
OUTFLOW (RP. MILIAR)
I
II III 2015
IV
YOY INFLOW
I
II III 2016
YOY OUTFLOW
5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) UTLE yang dimusnahkan di Provinsi NTT pada triwulan III 2016 tumbuh 155,36% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Tingginya penarikan dan pemusnahan UTLE sejalan dengan komitmen Bank Indonesia untuk menyediakan uang layak edar bagi masyarakat. Hingga triwulan III 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah memusnahkan UTLE sebanyak Rp.1.484,17 miliar, lebih tinggi dibanding tahun lalu. Sementara itu dari setoran (inflow) yang sebesar Rp.944,24 miliar, sebanyak 48,61% adalah setoran Uang Tidak Layak Edar. Setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT hingga triwulan III 2016 meningkat 77,14% yoy lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2015 maupun tahun 2014. Tingginya penarikan UTLE lebih disebabkan oleh tingginya peningkatan aktivitas perkasan yang dilakukan, antara lain melalui gerakan kas keliling, dropling, gerpultas, gerakan peduli koin maupun melalui kegiatan gerakan cinta rupiah yang diselenggarakan. Banyaknya kegiatan tersebut sejalan dengan komitmen Bank Indonesia untuk menyediakan uang yang layak bagi masyarakat. Banyaknya kegiatan yang dilakukan tersebut sebagai tindak lanjut atas hasil survei ULE yang telah dilakukan yang menyatakan bahwa uang pecahan kecil yang diedarkan sebagian besar sudah tidak layak edar. Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT PERIODE
INDIKATOR*
I - 2016 SUMBA TIMOR
II - 2016
FLORES JUMLAH SUMBA
TIMOR
III - 2016
FLORES JUMLAH SUMBA
TIMOR
FLORES JUMLAH
KAS KELILING
2
10
7
19
3
23
12
38
1
7
6
KAS TITIPAN
2
1
1
4
4
3
3
9
1
1
1
14 3
TOTAL
4
11
8
23
23
6
14
47
2
8
7
17
*) Frekuensi Sumber : Kpw BI Provinsi NTT diolah
Pada saat ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah mempunyai 3 kas titipan yang tersebar di Kabupaten Sikka, Kabupaten Belu dan Kabupaten Sumba Timur. Pada triwulan IV 2016, Bank Indonesia telah menambah 2 kas titipan baru di Kabupaten Ende dan Manggarai pada bulan Oktober 2016 dan akan menambah 1 kas titipan di Kabupaten lembata pada bulan Desember 2016.
5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL) Pada triwulan III 2016 temuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan atau tahun sebelumnya. Jumlah lembar uang palsu yang awalnya ditemukan sebanyak 89 lembar turun menjadi 38 lembar saja yang di laporkan pada triwulan ini. Pada triwulan III 2016 uang palsu yang dominan ditemukan adalah pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-.
64
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT
GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN UPAL DI NTT
700
2
600
1,5
500 400
1
300
0,5
200 0
100 0 II
III 2014
INFLOW (RP. MILIAR)
IV
I
II
III
IV
2015 OUTFLOW (RP. MILIAR)
Q-T-Q SETORAN
I
II 2016
III
-0,5
950 850 750 650 550 450 350 250 150 50 -50
89 38 I
II III 2013
IV
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
UPAL
Q-T-Q PEMUSNAHAN UANG
Untuk menanggulangi peredaran uang palsu yang beredar, secara aktif, Bank Indonesia telah melakukan sosialisasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah sebanyak 35 kali berupa 6 kali kegiatan CIKUR yang diadakan di pulau flores, timor dan sumba dan 29 kegiatan CIKUR Modified bersamaan dengan kegiatan kas keliling yang diadakan.
5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI Perkembangan transaksi menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan III 2016 dari sisi volume maupun nominal mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya. Walaupun dari sisi volume mengalami peningkatan sebesar 51,82% (yoy) atau mencapai 73.560 transaksi dan berdasarkan nominal mengalami peningkatan sebesar 102,94% (yoy) atau sebesar 2,81 triliun, namun peningkatan tersebut tidak sebesar triwulan II 2016 yang secara volume meningkat 86,02% (yoy) dan secara nominal meningkat 261,82% (yoy). Walaupun mengalami perlambatan, pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan SKNBI Nasional yang hanya mampu tumbuh secara nominal sebesar 37% yoy dan volume 16,27% yoy.
5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL
1
Jumlah agen maupun transaksi Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT pada triwulan III 2016 mengalami peningkatan yang ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah agen dan transaksi yang dilakukan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2016, jumlah agen LKD tumbuh 10,11% (qtq), lebih tinggi dibanding triwulan II 2016 yang hanya mencapai 6,43% (qtq). Sementara itu, pertumbuhan jumlah tranksasi menggunakan LKD masih tumbuh 71,22% (qtq) namun melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 142,00% (qtq). Rata-rata transaksi harian agen LKD juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, dari 4,19 transaksi per agen per hari menjadi 4,32 transaksi per agen per hari. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat sudah mulai mengenal dan mau menggunakan fasilitas ini sebagai sistem pembayaran dalam transaksi.
1. LKD adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan/atau keuangan terbatas yang dilakukan tidak melalui kantor fisik, namun dengan menggunakan sarana teknologi antara lain mobile based maupun web based dan jasa pihak ketiga (agen), dengan target layanan masyarakat unbanked dan underbanked.
November 2016
65
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
05
LASIANA (Layanan Kas Dalam Bingkai SemangatNasionalisme)
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi dengan kondisi geografis yang cukup menantang dibanding provinsi lain di Indonesia. Apabila Provinsi Papua terkenal sebagai provinsi dengan kondisi daratan tersulit untuk dijangkau, ataupun Provinsi Maluku yang terkenal dengan kondisi lautan yang tersulit dijangkau di Indonesia, maka Provinsi NTT menggabungkan kedua kesulitan tersebut, sehingga menjadikan provinsi dengan gabungan konektivitas daratan dan lautan tersulit di Indonesia. Sebagai provinsi terluar dan berbatasan langsung dengan 2 Negara yaitu Australia dan Timor Leste, dan memiliki penduduk terbesar ke-2 di Indonesia Timur sebanyak 5 juta jiwa serta memiliki 1.192 pulau dengan 44 diantaranya dihuni manusia, dengan total luas wilayah lebih dari 5 kali Luas Provinsi Jawa Timur atau lebih dari 32 kali luas Provinsi DKI, menjadikan provinsi NTT menjadi tempat yang paling cocok untuk dijadikan laboratorium peredaran uang di Indonesia. Dengan kondisi tingkat kelayakan jalan Provinsi dan Kabupaten/kota kurang dari 50%, kondisi cuaca yang sangat ekstrim terutama dikarenakan adanya musim hujan dan musim angin, berada di titik terluar perbatasan Negara, tingkat pendidikan masuk dalam 5 provinsi terendah, perilaku penyimpanan uang yang kebanyakan tidak menggunakan dompet, kondisi uang pecahan kecil (UPK) yang sebagian besar sudah tidak layak edar (UTLE), kondisi temuan uang palsu yang kebanyakan sudah tidak layak edar serta kondisi SDM perbankan yang relatif rendah, menjadikan Provinsi NTT sebagai daerah yang paling menantang dalam peredaran uang rupiah, edukasi pemeliharaan dan pengenalan keaslian rupiah, monitoring peredaran uang, serta laboratorium yang tepat dalam pengawasan sistem pembayaran pada perbankan. Gambar Boks 5.1. Peta Kas Titipan dan Jalur Distribusi Uang di NTT
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, secara generik Bank Indonesia melakukan 5 kegiatan terkait pengedaran uang yaitu kegiatan remise, kas titipan, kas keliling, CIKUR, dan yang terbaru adalah kegiatan CCNP. Remise adalah kegiatan pengambilan modal ke kantor kas BI dalam hal ini ke Makasar. Kas titipan adalah pembukaan kasanah titipan di perbankan yang ditunjuk. Kas Keliling adalah kegiatan melayani penukaran uang di daerah. CCNP adalah kepanjangan tangan dari kas keliling hanya saja yang melakukan adalah perbankan yang ditunjuk untuk kerjasama dan CIKUR adalah wahana edukasi dan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah. Dengan banyaknya permasalahan sebagaimana disebut di atas, dirasakan perlu untuk memperkuat peran dan tugas pengedaran uang agar kehadiran Bank Indonesia dapat lebih
66
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
dirasakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, sepanjang tahun 2017 telah dilakukan beberapa inisiatif kegiatan baru antara lain pembukaan 2 kas titipan baru di Kabupaten Ende dan Manggarai pada bulan Oktober 2016 bersamaan dengan kegiatan gerakan cinta rupiah yang diadakan. Selain itu, juga akan diinisiasi percepatan pembukaan kas titipan baru di Kabupaten Lembata untuk mendukung hari nusantara yang menurut rencana akan dihadiri secara langsung oleh presiden Republik Indonesia. Gambar Boks 5.2. Bagan Inovasi Perkasan di KPwBI Provinsi NTT
Selain kelima fungsi generik yang ada, Bank Indonesia Provinsi NTT juga menambah 7 kegiatan inisiatif lainnya dan memodifikasi kegiatan generik yang dilakukan. Kegiatan tersebut meliputi Dropling dengan dasar kegiatan seperti kas keliling, hanya saja kami menambahkan sasaran pengedaran tidak hanya masyarakat tetapi juga pelaku usaha dan perbankan, sehingga modal yang dibawa dapat meningkat. Sidak siram adalah kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) perkasan perbankan. Survei ULE adalah kegiatan monev kelayakan uang di masyarakat. Gerpultas adalah kegiatan penarikan uang lusuh di perbatasan sebagai respon atas rendahnya soil level yang ditangkap dalam survei ULE. Peduli koin adalah gerakan menarik uang logam agar dapat kembali dimanfaatkan oleh masyarakat, GCR adalah gerakan cinta rupiah berupa edukasi masyarakat untuk mencintai dan menggunakan rupiah sebagai sarana pembayaran yang sah di Indonesia. Adapun tema GCR tahun ini adalah peduli tepian negeri. Gerabah yaitu kegiatan monev tingkat kelayakan uang di ATM yang pada pelaksanaannya akan dikombinasikan dengan sidak siram setelah diketahui pada ATM bank mana yang tingkat kelusuhan uangnya paling tinggi. Dan terakhir adalah CIKUR Modifikasi yaitu menggabungkan kegiatan kas keliling dan dropling dengan menambahkan CIKUR, sehingga edukasi masyarakat dapat diperluas. Dengan adanya kegiatan tersebut di atas, aktivitas sistem pembayaran mengalami peningkatan signifikan dari 83 kegiatan di tahun 2016 menjadi 272 kegiatan di tahun 2016.
November 2016
67
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tabel Boks 5.1. Realisasi Kegiatan Perkasan Bank Indonesia di tahun 2016 INOVASI PERKASAN
FUNGSI
REALISASI REALISASI 2015 KEGIATAN
2016 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
1
2
2
3
2
2
2
2
1
1
1
1
1
KAS TITIPAN
ACTION
15
19
REMISE
ACTION
7
6
CCNP
ACTION
1
2
NEW KAS KELILING
ACTION
9
86
4
5
9
6
9
16
9
12
8
8
CIKUR MODIFIED
EDUCATION
11
86
4
5
9
6
9
16
9
12
8
8
GERAKAN CINTA RUPIAH
EDUCATION
2
5
1
2
1
1
DROPLING
ACTION
30
42
5
4
3
2
GERPULTAS
ACTION
0
1
PEDULI KOIN
ACTION
0
5
SIDAK SIRAM
MONEV
4
-
GERABAH
MONEV
0
1
SURVEI ULE
MONEV
4
19
7
83
272
20
TOTAL AKTIVITAS
1
11
12
-
-
2
4
2
6
6
6
4
1 2
2
1 1
15
4
4
29
24
27
40
26
35
2
2
30
26
Sumber : BPS diolah
Adapun dampak dari kegiatan tersebut di atas antara lain meningkatnya kesadaran masyarakat akan ciri-ciri keaslian uang rupiah, penarikan dan pemusnahan uang tidak layak edar meningkat signifikan maupun selisih lebih dan kurang dalam setoran perbankan mengalami penurunan signifikan. Hasil positif dari inisiatif yang telah dilakukan tersebut akan terus dikawal agar tujuan Bank Indonesia dalam menyediakan uang layak edar baik secara kuantitas maupun kualitas di seluruh Provinsi NTT dapat tercapai.
Grafik Boks 5.1. KEGIATAN PEMUSNAHAN UANG
Grafik Boks 5.2. FREKUENSI KEGIATAN KAS KELILING DAN DROPLING
Grafik Boks 5.3. SELISIH LEBIH DAN KURANG SETORAN BANK
41
925
1.413,93 44,93
30 25
813,29 406 294
233
35,83 9
2015
2016
KALSEL 2015
68
November 2016
DROPLING 2016
SELISIH LEBIH MAUMERE
SELISIH KURANG NTT
06
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan
Perkembangan Sektor Ketenagakerjaan dan Indikator Kesejahteraan Provinsi NTT terindikasi mengalami perkembangan yang positif. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus tercatat sebesar 3,25%, lebih baik dibandingkan bulan Maret yang sebesar 3,59%. Peningkatan penyerapan tenaga kerja terutama berasal dari sektor Industri dan Jasa Kemasyarakatan. Sementara itu, indikator kesejahteraan masyarakat yang terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) dan Survei Konsumen-Bank Indonesia menunjukkan adanya peningkatan pada Triwulan-III 2016.
Foto : Kampung Tua Benteng
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
6.1. KONDISI UMUM Kondisi tenaga kerja dan kesejahteraan di Provinsi NTT menunjukkan angka perbaikan yang terlihat dari penurunan TPT dan indikator survei Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Berdasarkan data BPS, angka pengangguran pada bulan Agustus 2016 tercatat sebesar 76.580 orang menurun dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 87.699 orang. Penurunan didorong oleh adanya pergeseran jumlah penduduk usia >15 tahun yang sebelumnya termasuk angkatan kerja menjadi bukan angkatan kerja yang didorong adanya peningkatan preferensi masyarakat untuk melanjutkan sekolah dan mengurus rumah tangga. Sementara itu, sektor industri dan jasa kemasyarakatan menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi. Disisi lain, indikator kesejahteraan pada triwulan-III juga menunjukkan perbaikan. Indikator NTP menunjukkan adanya perbaikan dari 100.67 pada bulan Juni menjadi 102.03 di bulan September 2016. Peningkatan terutama terjadi karena adanya peningkatan angka indeks pada sektor Tanaman Padi-Palawija serta Tanaman Perkebunan Rakyat yang menunjukkan adanya peningkatan pendapatan masyarakat pada sektor tersebut. Hasil Survei Konsumen-BI juga menunjukkan adanya peningkatan angka indeks penghasilan yang didapatkan masyarakat.
6.2. PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN 6.2.1 Perkembangan Tenaga Kerja Umum Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT tercatat masih lebih rendah dibandingkan nasional dan berada di peringkat ke-6 terendah dari 34 Provinsi di Indonesia. Presentase TPT NTT pada bulan Agustus 2016 sebesar 3,25% berada di bawah nasional yang sebesar 5,61%. Selain itu, angka TPT NTT tersebut juga berada di peringkat ke-6 terendah Provinsi di Indonesia, dibawah Bali (1,89%), Bangka Belitung (2,60%), Daerah Istimewa Yogyakarta (2,72) , Sulawesi Tenggara (2,72) dan Gorontalo (2,76). Namun, rendahnya angka TPT tersebut cukup terkontradiksi dengan persentase penduduk miskin di Provinsi NTT yang berada di peringkat ke-3 tertinggi nasional di bawah Papua dan Papua Barat. Dari sisi komposisi, banyaknya presentase pekerja tidak dibayar di Provinsi NTT sebesar 25,06% dapat menunjukkan masih terbatasnya pilihan lapangan kerja dan kualitas Sumber Daya Manusia, sehingga masih banyak tenaga kerja yang hanya membantu kegiatan usaha keluarga terutama di sektor pertanian daripada membuka lapangan usaha sendiri atau menjadi pekerja di sektor formal. Luas lahan garapan pertanian milik keluarga yang terbatas (petani gurem) dan rendahnya produktivitas lahan menyebabkan pendapatan masyarakat cenderung tidak besar dan terkadang hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari. GRAFIK 6.1 PERBANDINGAN PROSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
GRAFIK 6.2 SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI %
7,00
3,30
3,33
3,35
PAPUA
3,29
SULBAR
3,25
BENGKULU
2,76
SULTENG
2,72
NTT
2,72
GORONTALO
4,00
2,60
SULTRA
5.61
DIY
5,00
BABEL
6,00
1,89
3,00 3.25 BALI
2,00 1,00 FEB 12
AGUST 12
FEB 13
AGUST 13 FEB 14
NASIONAL Sumber : BPS, diolah
AGUST 14
FEB 15
AGUST 15
FEB 16
AGUST 16
NTT Sumber : BPS, diolah
November 2016
71
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
6.2.2 Kondisi Ketenagakerjaaan Berdasarkan Sektor Dari sisi jumlah angkatan kerja dan pengangguran, terjadi penurunan jumlah angkatan kerja pada Agustus 2016 yaitu menjadi sebanyak 2,35 juta orang dibanding bulan Februari yang sebesar 2,45 juta orang. Penurunan tersebut terutama didorong oleh adanya peningkatan kategori orang bukan angkatan kerja yang telah berusia diatas 15 tahun sebesar 126.770 jiwa seiring dengan kenaikan jumlah orang sekolah dan jumlah orang yang masuk kategori mengurus rumah. Hal ini mengindikasikan adanya perkembangan positif pada antusiasme masyarakat NTT untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Jumlah pengangguran menurun dari 87.669 orang (Februari 2016) menjadi 76.580 orang (Agustus 2016) terutama didorong oleh adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor industri dan jasa kemasyarakatan. Berdasarkan data historis, penyerapan tenaga kerja sektor jasa kemasyarakatan mengalami kecenderungan trend peningkatan selain sektor perdagangan. Hal ini menunjukkan adanya indikasi pergeseran preferensi masyarakat dari sektor pertanian ke sektor lainnya. Di sisi lain, apabila dilihat dari sisi siklikal, pola peningkatan tenaga kerja di Provinsi NTT cenderung terjadi pada bulan Februari seiring adanya panen di awal tahun. GRAFIK 6.3 PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA
GRAFIK 6.4 TREND PENYERAPAN TENAGA KERJA PER-SEKTOR
2.500.000 2.400.000
76.580
2.300.000 2.200.000 2.100.000 2.000.000 1.900.000 FEB 13
AGUST 13
FEB 14
AGUST 14
FEB 15
AGUST 15
FEB 16
100.000 90.000 80.000 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 -
400 RIBU ORANG
1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200
350 300 250 200 150 100 50 -
-
AGUST
FEB
AGUST 16
2011 ANGKATAN KERJA
KERJA
PENGANGGUR
Sumber : BPS, diolah
AGUST
FEB
2012
PERTANIAN PERDAGANGAN
AGUST
FEB
PERTAMBANGAN JASA KEMASYARAKATAN
AGUST
FEB
2013
2014
AGUST
FEB
INDUSTRI JASA KEUANGAN
AGUST
FEB
2015
2016
LISTRIK,GAS & AIR KONSTRUKSI TRANS,GUDANG & KOMUNIKASI
Sumber : BPS, diolah
Masih tingginya ketergantungan pada sektor pertanian juga terlihat dari komposisi tenaga kerja di sektor pertanian yang masih dominan sebesar 53,3% diikuti oleh sektor jasa kemasyarakatan sebesar 16,4%. Sementara apabila dilakukan analisis perkembangan angkatan kerja dan tenaga kerja secara tahunan, terlihat bahwa terjadi perkembangan positif pada bulan Agustus 2016. Hal ini terlihat dari pertumbuhan penyerapan pekerja secara tahunan yang lebih tinggi dari angkatan kerja. GRAFIK 6.5 STRUKTUR TENAGA KERJA DI NTT BULAN AGUSTUS 2016
10,2% 53,3% 5,6% 1,3% 0,9% 7,4% 16,4% 0,4% 4,5%
PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI LISTRIK, GAS & AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN TRANS,PERGUDANGAN & TRANS KEUANGAN JASA KEMASYARAKATAN
GRAFIK 6.6 PERTUMBUHAN TENAGA KERJA DAN ANGKATAN KERJA 100.000
4%
80.000
3%
60.000
2%
40.000
1%
20.000
0%
-
-1%
(20.000) (40.000)
-2% FEB
AGUST 2011
AGUST
FEB
2012
KENAIKAN ANGKATAN KERJA Sumber : BPS, diolah
72
November 2016
Sumber : BPS, diolah
FEB
AGUST 2013
KENAIKAN PEKERJA
FEB
AGUST 2014
FEB
AGUST 2015
ANGKATAN KERJA (%YOY)
FEB
AGUST 2016
PEKERJA (%YOY)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
6.2.3 Kondisi Ketenagakerjaaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, jumlah pengangguran yang berasal dari tamatan SMA/SMK tercatat menjadi yang tertinggi yaitu 31.155 orang pada bulan Agustus 2016. Namun, jumlah tersebut tercatat menurun dibandingkan bulan Februari 2016 yang tercatat sebesar 38.280 orang. Peningkatan jumlah penganggur justru terjadi pada tingkat universitas yang tercatat sebesar 2.358 orang pada bulan Agustus dibanding Februari 2016. Secara tahunan (Agustus 2016 dibanding Agustus 2015), pertumbuhan jumlah pengangguran di tingkat Universitas tercatat meningkat sebesar 14,4% (yoy) dibandingkan tingkat pendidikan lain yang cenderung menurun. Hal ini menunjukkan masih kurangnya lapangan kerja, terutama yang bersifat formal untuk menampung tenaga kerja terdidik dengan tingkat pendidikan universitas di Provinsi NTT. Perlu adanya langkah-langkah dari pemerintah untuk tetap menjaga iklim investasi di Provinsi NTT, serta mengantisipasi hambatan-hambatan investasi seperti masalah lahan, administrasi maupun infrastruktur yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sektor industri ataupun sektor pariwisata yang notabene dapat menjadi area lapangan kerja baru untuk lulusan terdidik di Provinsi NTT. GRAFIK 6.7 PERKEMBANGAN PENGANGGURAN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
UNIV
GRAFIK 6.8 PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA DAN PEKERJA MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN
UNIV
PERTUMBUHAN PENGANGGURAN
AK
213.144 TINGKAT
BEKERJA
% YOY
192.641 <SD
D I/II/III
D I/II/III
AK
65.280
BEKERJA
62.632
SMA/SMK SMA/SMK
SMP
AK
0
10.000
20.000
AGUST 16
FEB 16
30.000
40.000
448.124
AK
302.427
BEKERJA
293.554
SMP
<SD
479.279
BEKERJA
-4.2%
SMA/SMK
-27.3%
DIPLOMA I/II/III
-18.7%
UNIVERSITAS
14.4%
AK
<SD
1.293.518
BEKERJA
1.280.117
0
AGUST 15
Sumber : BPS, diolah
-11.5%
SMP
200.000
400.000
600.000
800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000
Sumber : BPS, diolah
6.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan di Provinsi NTT pada bulan Agustus 2016 cenderung masih didominasi oleh pekerja informal sebanyak 74,8% atau 1,7 juta penduduk. Namun, terjadi peningkatan cukup signifikan untuk pekerja formal yang pada Agustus 2015 tercatat sebesar 475.028 orang menjadi 573.875 orang pada bulan Agustus 2016 atau mengalami kenaikan 20,8% (yoy). Adanya pergeseran jumlah tenaga kerja dari pekerja informal menjadi pekerja formal dengan jumlah cukup signifikan sebesar 98.847 orang menunjukkan adanya peningkatan kualitas angkatan kerja di Provinsi NTT pada bulan Agustus, walaupun untuk level pendidikan tertinggi seperti universitas jumlah lapangan kerja masih belum cukup menampung jumlah lulusan setiap tahun. Dari sisi status pekerjaan formal, peningkatan cukup signifikan terjadi pada buruh/karyawan yang tumbuh sebesar 21,9% (yoy). GRAFIK 6.9 PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN
GRAFIK 6.10 PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT
2000000 1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0
800.000 1.744.263
1.703.193
INFORMAL
FORMAL
600.000 500.000 400.000
0 AGUSTUS 2016
FORMAL
INFORMAL
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH PEKERJA BEBAS TIDAK TETAP
AGUSTUS 2015
PEKERJA TAK DIBAYAR
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
535.603
439.359
35.669
38.272
570.682
685.722
79.418
67.792
670.414
100.000
652.162
200.000
382.679
573.875 475.028
338.587
300.000
AGUSTUS 2015
Sumber : BPS, diolah
JIWA
700.000
BURUH/ KARYAWAN
AGUSTUS 2016
Sumber : BPS, diolah
November 2016
73
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
6.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang Berdasarkan survei industri manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT pada triwulan III-2016 diketahui bahwa penyerapan tenaga kerja didominasi oleh sektor Barang Galian Bukan Logam. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pekerjaan proyek pada triwulan-III sehingga permintaan terhadap komoditas-komoditas bukan logam seperti pasir dan batu kapur turut mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari tingkat produktivitas sektor barang galian bukan logam yang mencapai Rp 51,84 juta/tenaga kerja dan merupakan yang tertinggi dibandingkan sektor lain pada triwulan-III 2016. GRAFIK 6.11 PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
GRAFIK 6.12 PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR 60 51,84 50 40
29,74% 22,99% 15,88% 31,39%
29,81
30 20 MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
16,58
16,33
10
6,97
0
6,81
MINUMAN
MAKANAN
TW II-16 Sumber : BPS, diolah
8,27
8,74
FURNITUR
BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
TW III-16
Sumber : BPS, diolah
6.2.6 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) NTT Pada tanggal 31 Oktober 2016, Gubernur Provinsi NTT telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2017 sebesar Rp 1.525.00,- atau meningkat 7,02% dibandingkan UMP tahun 2016 yang sebesar Rp 1.425.000,-. Penetapan tersebut tercantum dalam Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur No. 347/KEP/HK/2016 tertanggal 31 Oktober 2016 dan akan berlaku pada tahun 2017.
1.525
1800 RIBU RP 1600 1400 *MULAI 1 JAN 2017 1200 1000 800 600 400 200 0 2010 2011
1.425
GRAFIK 6.13 PERKEMBANGAN UPAH MINIMUM PROVINSI NTT 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% 2012
2013
UMP
2014
KHL
2015
2016
2017*
%-YOY
Sumber : BPS, diolah
6.2.7 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan masih menunjukkan indikasi positif pada triwulan III-2016. Hal ini menunjukkan masih adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada triwulan tersebut terutama untuk sektor bangunan serta pengangkutan dan komunikasi. Peningkatan sektor bangunan seiring dengan tingginya produktivitas sektor barang galian bukan logam pada survei IBS-BPS. Hal ini diperkirakan terjadi seiring peningkatan kegiatan proyek pemerintah maupun swasta pada triwulan-III. Sementara itu, berdasarkan perkiraan, penyerapan tenaga kerja triwulan IV akan ditopang sektor jasa-jasa dan pertanian.
74
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 7.14 PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU 35 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15
INDEKS
I
II III 2013
IV
I
II III 2014 PERKIRAAN
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IVP
REALISASI
Sumber : SKDU-BI, diolah
6.3. PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN 6.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan adanya peningkatan dari 100,67 (Triwulan II-2016) menjadi 102,02 (Triwulan III-2016). Peningkatan ini terutama disebabkan oleh adanya kenaikan indeks yang diterima (IT) dibandingkan indeks yang dibayar (IB). Dari sisi sektoral, peningkatan terutama terjadi pada Tanaman Padi-Palawija dan Tanaman Perkebunan Rakyat. Telah adanya panen komoditas perkebunan seperti kakao dan jambu mete diperkirakan turut meningkatkan pendapatan petani. GRAFIK 6.16 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR
GRAFIK 6.15 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
110 108 106 104 102 100 98 96 94 92 90 88
125
102,03
120
100,67
104 RIBU RP 103 102 101 100 99 98 97 96 95 I II III 2013
115 110 105
IV
I
II III 2014
IV
NTP-AXIS KANAN
I
II III 2015 IT
IV
I
II III 2016
100
2.69
-0.14
1.68
0.54
1.24
TANAMAN PADI-PALAWIJA
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
JUNI 2016
IB
AGUSTUS 2016
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BPS, diolah
6.3.2 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Sementara itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK)-Bank Indonesia dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-Badan Pusat Statistik ditemukan pula adanya indikasi kenaikan. Indeks penghasilan saat ini masyarakat NTT dibandingkan 6 bulan yang lalu pada SK menunjukkan kenaikan dari 126,5 (triwulan II-2016) menjadi 142 (triwulan III-2016). Peningkatan juga terjadi pada angka ITK dari 103,87 menjadi 106,14 yang menunjukkan peningkatan optimisme masyarakat NTT pada triwulan III 2016. Peningkatan ini diperkirakan turut disebabkan oleh adanya panen komoditas perkebunan dan kegiatan proyekproyek pemerintah dan swasta yang mendorong penyerapan tenaga kerja dan berdampak langsung pada peningkatan pendapatan masyarakat NTT di triwulan-III. GRAFIK 6.17 PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU
IV
I
II 2016
III
INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)
Sumber : BPS, diolah
November 2016
75
07
Prospek Perekonomian Daerah
Berdasarkan perkembangan perekonomian terkini, pertumbuhan ekonomi NTT triwulan I-2017 diperkirakan pada rentang 5,1-5,5% (yoy) sementara pertumbuhan sepanjang tahun 2017 diperkirakan pada kisaran 5,25,6% (yoy) atau meningkat dibandingkan prakiraan 2016 yang sebesar 5-5,4% (yoy). Di sisi lain, inflasi pada triwulan-I 2017 diprediksi berada pada rentang 3,5-3,9% (yoy) dan inflasi akhir tahun 2017 akan berada pada kisaran 4,4-4,8% (yoy) atau lebih tinggi dibanding tahun 2016 yang diperkirakan pada rentang 2,4-2,8% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan-I 2017 diperkirakan didorong oleh sektor perdagangan dan administrasi pemerintahan seiring kegiatan pilkada di daerah di Provinsi NTT pada bulan Februari 2017. Sementara itu, peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 didukung oleh pertumbuhan sektor pertanian, konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Dari sisi inflasi, tren harga yang cukup rendah pada tahun 2016 diperkirakan berdampak pada peningkatan harga di tahun 2017 sehingga proyeksi inflasi pada triwulan-I 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,5-3,9% (yoy) dan inflasi akhir tahun 2017 berada pada rentang 4,4-4,8% (yoy).
Foto : Bukit Wairinding - Sumba Timur
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI 7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan I – 2017 Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,15,5% (yoy) yang kemungkinan didorong oleh sektor perdagangan besar dan eceran seiring adanya kegiatan pilkada di 3 Kabupaten/Kota, yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Selain itu, adanya pilkada juga diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan seiring peningkatan belanja bantuan keuangan untuk kegiatan pemilu. Dari sektor pertanian, adanya La Nina diperkirakan turut mendorong pergeseran masa panen padi ke triwulan-I 2017. GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I – 2017 5,60%
11%
5,40%
9%
5,20%
7%
5,00%
5%
I
II
III
IV
2016
5.1-5.5%
IV
5.0-5.4%
III 2015
5.14%
II
5,36%
I
5,07%
4,20%
5,13%
4,40%
5,15%
1%
5,12%
3%
4,60% 4,64%
4,80%
-1% -3%
I* 2017
PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY) PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY) Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami peningkatan. Dorongan konsumsi terutama berasal dari konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) seiring dengan adanya penyelenggaraan pemilu di 3 Kabupaten/Kota. Sementara itu, konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh melambat paska peningkatan cukup tinggi seiring adanya perayaan akhir tahun. Indikasi tersebut terlihat dari indikator indeks Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang akan datang, ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang serta kondisi ekonomi Indonesia 6 bulan yang akan datang pada Survei Konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan adanya indikasi perlambatan walaupun masih positif diatas angka 100. Hal ini menunjukkan bahwa belanja rumah tangga masyarakat pada awal tahun 2017 masih menunjukkan indikasi pertumbuhan. GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN 170,0 160,0 150,0 140,0 130,0 120,0 110,0 100,0 I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II 2016
III
EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.D Sumber :Bank Indonesia (diolah)
Kinerja investasi diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan-I 2017. Perlambatan lebih disebabkan oleh siklus perencanaan anggaran pada awal tahun yang dilakukan swasta dan pemerintah. Di lingkup pemerintah, kegiatan lelang yang masih berlangsung menyebabkan secara historis investasi yang dilakukan cenderung terbatas di triwulan-I. Sementara itu adanya pilkada juga diperkirakan mendorong sikap wait and see investor untuk berinvestasi di daerahdaerah yang melakukan pemilihan.
November 2016
79
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan I juga diperkirakan akan melambat. Perlambatan lebih disebabkan oleh siklus musiman penurunan kebutuhan masyarakat paska peningkatan konsumsi di akhir tahun dan terbatasnya investasi yang dilakukan sehingga impor kebutuhan dari daerah lain masih rendah. Di sisi lain, kurang baiknya cuaca di awal tahun juga berpengaruh pada produksi ikan tangkap untuk ekspor (tuna dan cakalang). 7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral Dari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-I 2017 diperkirakan mengalami sedikit peningkatan. Peningkatan diperkirakan disebabkan oleh adanya pergeseran panen komoditas beras akibat dampak La Nina hingga awal tahun 2017. Pertumbuhan juga diperkirakan turut ditunjang oleh produksi garam dan pengiriman ternak yang masih berlangsung. Sementara itu, produksi ikan tangkap diperkirakan masih cukup terbatas seiring siklus cuaca buruk pada awal tahun. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami pertumbuhan cukup tinggi meskipun melambat. Perlambatan lebih terjadi karena siklus realisasi anggaran yang selalu meningkat tinggi pada akhir tahun. Sementara itu, pertumbuhan pada triwulan-I 2017 diperkirakan disumbang oleh belanja bantuan keuangan yang terutama dipergunakan bagi penyelenggaraan pilkada di 3 daerah. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami pelambatan pada Triwulan-I 2017. Perlambatan juga disebabkan oleh siklus tingginya belanja masyarakat pada triwulan IV seiring perayaan natal dan tahun baru. Namun adanya pilkada diperkirakan dapat mendorong belanja masyarakat pada triwulan-I untuk tumbuh cukup tinggi. Sektor konstruksi diperkirakan melambat pada triwulan-I 2017. Proses pengerjaan proyek-proyek pemerintah yang masih dalam tahap lelang pada triwulan-I dan investor yang cenderung masih dalam tahap penyusunan rencana bisnis dan adanya pilkada diperkirakan menjadi beberapa faktor penyebab turunnya kegiatan konstruksi di triwulan-I 2017.
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017 Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada rentang 5,2-5,6% (yoy) yang terutama disebabkan oleh pertumbuhan di sektor konstruksi, administrasi pemerintahan serta perdagangan besar dan eceran. Sektor konstruksi kemungkinan masih didorong oleh tingginya investasi infrastruktur publik, seperti jalan dan sarana perhubungan (pembenahan dermaga dan bandara), selain itu beberapa infrastruktur sumber daya air seperti bendungan (Rotiklot dan Raknamo) telah memasuki fase konstruksi serta investasi swasta dan BUMN di bidang pariwisata melalui pembangunan hotel dan industri pengolahan seperti groundbreaking pabrik PT. Semen Kupang III. Tren investasi yang terus tumbuh di NTT diperkirakan masih menjadi pendorong pergerakan sektor konstruksi di NTT. Sementara dari sektor pertanian, pertumbuhan terutama didukung oleh dampak positif La Nina yang dapat meningkatkan kecukupan air untuk mendorong peningkatan produksi tanaman pangan serta adanya perbaikan embung dan saluran irigasi. Dari sektor perdagangan, pertumbuhan ditandai dengan adanya pilkada di awal tahun 2017, peningkatan pendapatan melalui kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 7,2% (yoy) serta pendapatan dari sektor pertanian dan konstruksi. Dari sektor administrasi pemerintahan, pertumbuhan terutama terindikasi dari adanya rencana peningkatan dana desa hingga 100% dari alokasi 2016 sehingga setidaknya akan ada lebih dari 3 triliun dana yang mengalir ke pedesaan di NTT.
80
November 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017
5,4 5,2 5,0 4,8
2015
5.2-5.6%
2014
5.-5.4%
5.02%
5.41%
5.46%
4,2
5.05%
4,6 4,4 4,0 2012
2013
2016*
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
2017**
PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY) PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY) Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
7.2 INFLASI 7.2.1 Inflasi Triwulan-I Tahun 2017 Pertumbuhan inflasi pada triwulan-I 2017 diperkiran berada pada kisaran 3,5-3,9% (yoy) atau meningkat dibandingkan akhir tahun 2016. Peningkatan pada awal tahun diperkirakan didorong oleh kelompok volatile food seperti ikan segar seiring kondisi cuaca yang masih buruk, komoditas bumbu-bumbuan seperti cabai merah yang telah melewati masa panen, serta sayur-sayuran yang terdorong oleh penurunan produksi akibat dampak cuaca buruk. Sementara itu, penurunan kegiatan belanja masyarakat di awal tahun dan ketiadaan even berskala nasional diperkirakan turut menjaga tingkat inflasi kelompok administered prices dan core. Namun, terdapat potensi inflasi dari rencana kenaikan cukai rokok sebesar 10,54% di awal Januari yang akan direspon kenaikan harga rokok oleh produsen dengan kisaran 25-30%.
7.2.2 Inflasi Tahun 2017 Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,4-4,8% (yoy). Peningkatan inflasi pada tahun 2017 secara umum diperkirakan berasal dari peningkatan harga bahan makanan yang cenderung rendah pada tahun 2016 serta potensi kenaikan harga komoditas administered prices seperti bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik. Selain itu, perbaikan ekonomi di Provinsi NTT tentunya akan menambah daya beli masyarakat sehingga turut berdampak pada kenaikan harga. Adanya tren peningkatan permintaan minyak yang diperkirakan akan menyamai produksi minyak dunia, serta potensi kenaikan nilai tukar dolar seiring trump effect juga dapat mendorong harga beli minyak impor meningkat, sehingga berdampak pada kenaikan harga minyak di dalam negeri. Selain itu terdapat pula rencana pengurangan subsidi untuk tarif listrik 900 VA dan kenaikan cukai rokok di tahun 2017.. Berdasarkan komoditas, inflasi bahan makanan diperkirakan meningkat seiring rendahnya harga beberapa komoditas seperti beras, bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran di tahun 2016. Selain itu, potensi terjadinya penyakit unggas seiring dengan buruknya cuaca saat terjadi La Nina juga dapat mendorong kenaikan inflasi. Namun demikian, dengan adanya kecukupan pasokan air diperkirakan membuat produksi pertanian relatif terjaga di tahun 2017. Inflasi pada komoditas transportasi diperkirakan juga meningkat seiring dengan adanya potensi kenaikan harga minyak bersubsidi seiring dengan membaiknya ekonomi dunia. Adapun inflasi pada komoditas lainnya masih relatif terjaga. GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW-I 2017 DAN 2017 9% 8% 7% 6% 5%
4.4-4.8%
4%
3.5-3.9%
3% 2%
2.4-2.8%
1% 0%
I
II III 2014
IV
I
II III 2015
IV
I
II III 2016
IV*
I** IV*** 2017
Sumber: BPS & BI (diolah)
November 2016
81
Daftar Istilah Administered prices
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah.
Barrel
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
BI rate
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Branchless banking
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Clean money policy
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Consensus forecast
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda.
Core-deposit
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit
Batas kredit
Credit rating
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Crisis management protocol
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung jawab anggota tim itu
Debt ceiling
Pagu hutang
Deflasi
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate
Tingkat suku bunga simpanan
Deposito
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Down payment
Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
E-money
Uang elektronik
Giro
Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
82
November 2016
Idle money
Uang yang tidak terpakai
Imported inflation
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Indeks kedalaman kemiskinan
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Indeks keparahan kemiskinan
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Inflasi
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inflasi inti
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Lending facility
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Less cash society
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
M1
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
M2
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Makroprudensial
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Margin
Selisih
Mikroprudensial
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan usahanya
Mtm
Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Qtq
Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Rasio gini
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Sistem pembayaran
Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Unbanked
Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank ritel
Volatile food
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional
Yoy
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
November 2016
83
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
adalah rasio efisiensi bank yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin tinggi nilai BOPO maka semakin tidak efisien operasi bank.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.
Cikur Modified
adalah Kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan penukaran uang keliling.
Dana Alokasi Umum (DAU)
adalah Sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD.
Dana Alokasi Khusus (DAK)
adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Barrel
adalah Kegiatan penukaran uang keliling.
Gerpultas
adalah Gerakan sapu uang lusuh di perbatasan.
Inflow
adalah Setoran uang tunai di Bank Indonesia
Layanan Keuangan Digital (LKD)
adalah Kegiatan layanan jasa pembayaran dan keuangan yang menggunakan sarana teknologi digital seperti seluler atau web melalui pihak ketiga.
Loan To Value (LTV) / Financing To Value (FTV)
adalah rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan di saat awal pemberian kredit.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber.
Net Outflow
adalah Uang yang beredar lebih banyak daripada setoran di Bank Indonesia
Non Performing Loan (NPL)
adalah adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet.
Nilai Tukar Petani (NTP)
adalah indikator proxy kesejahteraan petani yang membandingkan antara Indeks harga yg diterima petani (It) dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib)
Outflow
adalah Uang yang beredar di perbankan maupun masyarakat
Produk Domestik Bruto (PDRB)
adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
adalah PDRB yang merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun bersangkutan.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan
adalah PDRB yang dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini menggunakan tahun 2010.
84
November 2016
Return On Asset (ROA)
adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
adalah Suatu sistem transfer dana elektronik, baik menggunakan warkat (cek, Bilyet Giro, atau wesel dll) maupun transfer dana antar Bank.
Trump Effect
adalah Dampak ekonomi yang dapat dihasilkan akibat kebijakan-kebijakan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.
November 2016
85
86
November 2016