JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010
ISSN : 2086 – 4981
KLASIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DARI DATA REMOTE SENSING
Riki Mukhaiyar1
ABSTRACT Using the right and wise land is one of the most important things to do to minimize the occurrence of natural disasters. Information how to use a right land can be obtained from the data of remote sensing image processing. Through the process of image classification results of remote sensing, it will be known about the use of land for this. The data obtained from remote sensing data scope is the entire surface of the earth. So whatever is on the surface of the earth will be known. After going through the process of image processing and image classification, it will get the information suitability of existing land use should be. Key Words : Remote Sensing, Image Processing, Image Classification, Land Use INTISARI Penggunaan lahan yang benar dan bijak merupakan salah satu hal paling utama yang harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya bencana alam. Informasi penggunakan lahan yang benar bisa didapatkan dari data hasil pengolahan citra penginderaan jarak jauh. Melalui proses pengklasifikasian citra hasil penginderaan jarak jauh, maka akan diketahui sudah benarkah penggunakan lahan selama ini. Data yang didapatkan dari penginderaan jarak jauh adalah data scope seluruh permukaan bumi. Jadi apapun yang ada dipermukaan bumi akan diketahui. Setelah melalui proses image processing dan image classification, maka akan didapatkan informasi-informasi kesesuaian penggunaan lahan yang ada dengan yang seharusnya. Kata Kunci : Remote Sensing, Image Processing, Image Classification, Land Use
1
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang
1
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010
PENDAHULUAN Untuk keperluan perencanaan pembangunan wilayah atau modelling lingkungan suatu lahan, data penggunaan lahan terbaru sangat diperlukan. Satelit penginderaan jauh (inderaja) yang datanya dapat diperoleh hampir setiap saat dengan cakupan yang
ISSN : 2086 – 4981
luas, sanggup memberikan informasi yang diperlukan untuk pendeteksian penggunaan lahan tersebut. Beberapa contoh pemanfaatan data penutup/ penggunaan lahan dari data satelit penginderaan jauh adalah seperti gambar 1 di bawah ini yaitu untuk pembuatan dan perbaikan/revisi peta.
Peta suatu daerah
Mapping
Pengadaan/ perbaikan
Peta Tataguna Lahan
Peta Vegetasi
Pendugaan Produksi Monitorring
Pengadaan/ perbaikan
Pengembangan Wilayah
Pelindungan Alam
Modeling Lingkungan Monitorring
Ilmu Bumi Studi Perubahan Lingkungan
Gambar 1. Beberapa Manfaat Data Penutup Penggunaan Lahan Dari Data Satelit Sejak tiga dekade yang lalu clasification) dan terbimbing telah diluncurkannya satelit inderaja (supervised clasification) dengan generasi kedua yang data digital satelit inderaja optik penginderaanya memeliki resolusi multispektral, radar, multitemporal spasial yang tinggi seperti Landsat dan multisensor. TM (Thematic Mapper), SPOT HRV PENDEKATAN PEMECAHAN (High Resolution Visible), dan lainMASALAH lain. Sejak itu pemanfaatan data Dasar Pengolahan Citra Remote satelit inderaja untuk klasifikasi Sensing penutup/penggunaan lahan banyak dikaji dan dimanfaatkan. Ada beberapa proses yang Pada tulisan ini diterangkan dilakukan pada pengolahan citra metode klasifikasi satelit secara dijital, diantaranya penutup/penggunaan lahan secara adalah : Pra-pengolahan (Pretak terbimbing (unsupervised Processing) atau pemulihan citra
2
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010 (Image Restoration), penajaman citra (Image Enhancement), dan klasifikasi citra (Image Classification). Citra awal (Raw Image) yang belum diolah, merupakan citra yang terdiri atas informasi tentang objek atau fenomena di permukaan bumi yang disertai dengan adanya derau (noise) yang ditimbulkan oleh sistem pencitraan. Pra-pengolahan (PreProcessing) atau pemulihan citra (Image Restoration) merupakan suatu tahapan pekerjaan yang berkaitan dengan koreksi terhadap distorsi yang mungkin terjadi dalam proses pembentukan dan perekaman citra, sehingga akan diperoleh citra yang benar-benar merupakan representasi dari distribusi energi radiasi objek yang dicitrakan. 1. Pemulihan Citra (Image Restoration) Citra awal yang belum diolah berisikan informasi mengenai objek yang ada di permukaan bumi dan noise (derau) yang ditimbulkan oleh sistem. Proses pemulihan citra pada prinsipnya merupakan pengolahan citra yang bertujuan untuk mendapatkan kembali citra asli dari citra yang sudah mengalami degradasi dengan cara menghilangkan distorsi-distorsi pada citra awal yang disebabkan oleh sifat radiometrik dan geometrik suatu citra.
ISSN : 2086 – 4981
citra Landsat adalah kegagalan detektor dan hamburan atmosfer. a.
Kegagalan Detektor Kegagalan detektor menghasilkan piksel-piksel yang berbeda. Jenis distorsi dari kegagalan detektor adalah line dropout, stripping, dan line start. Line dropout, hal ini menyebabkan nilai derajat kecerahan suatu baris tertentu berharga nol. Stripping terjadi jika detektor merekam nilai kecerahan suatu piksel dua kali lebih banyak dibanding nilai kecerahan yang dicatat detektor lain pada band yang sama. Sedangkan Line Start terjadi karena kegagalan detektor dalam mengambil data pada saat proses perekaman data dimulai. b.
Hamburan Atmosfer Hamburan atmosfer merupakan gangguan yang terjadi pada gelombang elektromagnetik saat memasuki atmosfer. Hamburan atmosfer menyebabkan energi elektromagnetik yang diterima detektor bertambah sehingga perbandingan kekontrasan citra tidak menggambarkan keadaan sebenarnya dari objek. Besaran hamburan atmosfer tergantung pada daerah panjang gelombang pengamatan. Daerah near infrared hampir tidak dipengaruhi oleh hamburan atmosfer namun pada daerah spektrum biru dan hijau hamburan atmosfer menggeser histogram citra sebesar intensitas tertentu.
1.1. Koreksi Radiometrik Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan distorsi radiometrik pada citra. Distorsi radiometrik adalah kesalahan yang terjadi pada nilai intensitas piksel yang tercatat, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang terjadi pada saat proses pengambilan data, pengiriman data, dan perekaman data. Faktor paling dominan yang menyebabkan terjadinya distorsi radiometrik pada
1.2. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik pada citra dilakukan untuk menghilangkan distorsi geometrik pada citra dan juga untuk mendapatkan hubungan antara sistem koordinat citra (baris, kolom) dengan sistem koordinat proyeksi (x, y). Distorsi geometrik disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu distorsi internal dan distorsi eksternal [1]. Distorsi internal
3
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010 merupakan kesalahan yang disebabkan oleh ukuran pre-launch calibration pada stasiun-stasiun penerima citra. Distorsi eksternal merupakan kesalahan yang disebabkan oleh bentuk objek dan karakter dari citra akibat adanya kesalahan selama proses pemancaran, pengiriman, dan perekaman energi.
tersebut berarti rentang keabuannya sempit, sehingga kenampakannya serupa akan sulit atau tidak dapat dibedakan. Dengan perentangan kontras akan memperluas rentang nilai piksel sehingga nilai piksel tersebut ditayangkan dengan rentang tingkat keabuan secara penuh. Perentangan (penajaman) kontras ini meliputi dua hal yaitu perentangan kontras secara linier contohnya gaussian equalization dan perentangan kontras non linier contohnya histogram equalization.
2.
Penajaman Citra (Image Enhancement) Penajaman Citra (Image Enhancement) dimaksudkan untuk meningkatkan kemungkinan analisis ataupun interpretasi citra yaitu dengan cara mempertajam kontras antara obyek dalam suatu kenampakan. Peningkatan mutu citra menjadikan lebih mudah untuk diinterpretasi, baik secara manual maupun dijital. Penajamam citra bersifat subjektif karena dievaluasi oleh manusia dan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pengguna. Macammacam teknik penajaman dijelaskan di bawah ini.
2.1. Contrast
ISSN : 2086 – 4981
2.2. Operasi Lokal (Filterisasi) Operasi ini mengubah nilai tiap piksel dengan mempertimbangkan nilai piksel di sekelilingnya. Operasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan operator (matriks) yang elemennya terdiri dari faktor pembobotan yang menentukan nilai intensitas suatu piksel berdasarkan nilai intensitas piksel-piksel tetangganya. Operasi lokal diterapkan untuk memperjelas atau mengurangi ketajaman nilai kecerahan piksel suatu citra. Operasi yang mengurangi ketajaman nilai kecerahan dapat dilakukan dengan menggunakan filter penerus rendah (Low Pass Filter). Biasanya operasi dengan filter penerus rendah digunakan untuk memperkecil kelainan radiometrik pada citra, sehingga operasi sesungguhnya lebih berupa teknik pemulihan citra daripada teknik penajaman. Hal ini disebabkan operasi ini bersifat penghalusan sehingga noise yang mungkin terdapat pada citra mentah tereliminir. Oleh karena itu operasi dengan filter penerus rendah sering disebut operasi smoothing. Sedangkan operasi yang digunakan untuk memperjelas atau menekankan beberapa kenampakan dapat dilakukan dengan filter penerus tinggi (High Pass Filter)
Stretching
(Perentangan Kontras) Sensor penginderaan jauh mencatat flux radiant yang dipantulkan dan diemisikan dari material di permukaan bumi. Idealnya suatu material akan memantulkan sejumlah energi yang besar pada panjang gelombang tertentu, sedangkan material yang lain akan memantulkan energi yang lebih kecil pada panjang gelombang yang sama. Hal ini akan menghasilkan perbedaan (kontras) antara dua tipe material yang dicatat oleh sistem penginderaan jauh. Tetapi pada kenyataannya, material yang berbeda sering memantulkan flux radiant dalam jumlah yang hampir sama pada spektrum tampak dan spektrum inframerah dekat. Citra dengan kontras rendah
4
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010 atau disebut dengan penajaman tepi (Edge Enhancement). 2.3. Operasi Rasio (Ratioing) Operasi rasio adalah proses pembagian suatu piksel dari suatu band dengan piksel pada posisi yang sama dari band lain [2]. Operasi rasio bertujuan untuk : a. Menghilangkan noise yang disebabkan oleh detektor. b. Memperkuat perbedaan halus yang tidak dapat diamati pada citra asli. c. Menekan aspek radiasi yang timbul akibat topografi permukaan bumi atau kondisi pencahayaan objek. d. Menekan variasi refleksi suatu objek.
ISSN : 2086 – 4981
merupakan panjang gelombang yang dominan dari warna yang kita lihat, misalnya merah, hijau, oranye, dll. Nilai Hue dimulai dari titik tengah rona merah dan bertambah dengan arah berlawanan jarum jam, nilai Hue ini berkisar dari 0 sampai 360. Saturasi adalah derajat kemurnian warna dan nilainya berkisar dari 0 dari 1. Nilai saturasi sama dengan 0 menunjukkan warna yang tidak murni, dimana semua panjang gelombang bercampur pada porsi yang sama dan akan terlihat sebagai bayangan abu-abu yang berkisar dari putih sampai hitam, tergantung pada intensitas. Nilai menengah dari saturasi memperlihatkan warna pastel, sedangkan nilai tingginya merepresentasikan warna asli yang kuat. Intensitas adalah ukuran dari kecerahan warna dan nilainya berkisar dari 0 (hitam) sampai 1 (putih).
2.4. Principal Component Analysis (Analisis Komponen Utama) Piksel-piksel pada citra multispektral mempunyai nilai tingkat kecerahan yang berkorelasi tinggi antar band-bandnya. Korelasi ini berarti citra tersebut mempunyai data yang redundant. Untuk menghilangkan data yang redundant maka citra multispektral tersebut harus dipadatkan. Analisis komponen utama digunakan untuk memadatkan citra multispektral yang mempunyai data yang redundant. Selain itu analisis komponen utama juga berguna untuk mengekstrak data dari citra multispektral, citra hasil analisis komponen utama memuat lebih banyak informasi dibandingkan dengan citra aslinya.
3.
Klasifikasi Citra (Image Classification) Klasifikasi citra bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau peta tematik yang berisikan bagianbagian yang menyatakan suatu obyek atau tema. Tiap obyek pada gambar tersebut memiliki simbol yang unik yang dapat dinyatakan dengan warna atau pola tertentu. Klasifikasi bentuk dalam citra, pada awalnya dimulai dengan interpretasi visual atau interpretasi citra secara manual untuk mengidentifikasi kelompok piksel yang homogen yang mewakili beragam bentuk atau kelas liputan lahan yang diinginkan. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital. Dalam interpretasi secara manual, dikenal beberapa kunci interpretasi sebagai acuan interpretasi bagi para pengguna/analis sebagaimana terdapat pada Tabel di bawah.
2.5. Transformasi Hue, Saturasi, dan Intensitas Transformasi HIS merupakan salah satu teknik pada pengolahan data penginderaan jauh untuk mengklasifikasikan warna. Model HIS mengunakan konsep hue (H), saturasi (S), dan intensitas (I) untuk merepresentasikan warna. Hue
Tabel 1. Tujuh Kunci Interpretasi Citra
5
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010 Kunci Shape (Bentuk) Size (Ukuran) Tone (Rona) Pattern (Pola) Texture (Tekstur) Shadow (Bayangan) Association (Hubungan)
ISSN : 2086 – 4981
Keterangan Bentuk, struktur, atau garis pinggir suatu obyek pada citra Suatu parameter interpretasi yang diperoleh setelah diketahui skala suatu citra berupa fungsi jarak, luas, tinggi, dan volume Ukuran kecerahan relatif atau warna suatu obyek yang menunjukkan terang gelapnya suatu kenampakan pada citra Susunan spasial suatu obyek yang bentuknya dapat dilihat pada citra. Susunan, frekuensi, dan variasi rona yang berhubungan dengan kekasaran atau kehalusan rona suatu kenampakan pada citra. Parameter interpretasi yang berhubungan dengan bentuk, ukuran, dan tinggi suatu obyek serta arah pencahayaan. Hubungan suatu obyek dengan keadaan sekitarnya
Klasifikasi secara dijital yang menempatkan piksel ke dalam kelas-kelas secara umum dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu : Klasifikasi Terawasi (Supervised Classification), Klasifikasi Tak Terawasi (Unsupervised
Classification), dan Klasifikasi Gabungan (Hybride Classification). PEMBAHASAN Pengklasifikasian Citra 1. Klasifikasi Tak Terbimbing
6
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010 Data Satelit Inderaja
Jumlah Kelas Yang Diinginkan
ISSN : 2086 – 4981
Peta/ Data Referensi
Pengelompokkan Pola Kelas
Pelabelan Kelas
Hasil Klasifikasi
Gambar 2. Proses Klasifikasi Tak Terbimbing Klasifikasi tak terbimbing data satelit inderaja adalah metoda klasifikasi pixel (picture element) di dalam citra digital ke dalam sejumlah kelas penutup/penggunaan lahan dengan tanpa pengajaran pola/ciri kelas penutup/penggunaan lahan terlebih dahulu kepada komputer pemroses dan klasifikasi didasarkan pada pengelompokkan pola/ciri yang mirip secara alami ke dalam sejumlah kelas tertentu (clustering). Klasifikasi tak terbimbing dilaksanakan seperti gambar 2. pengelompokkan pola pada data inderaja dilakukan ke sejumlah kelas yang diinginkan, kemudian dari hasil pengelompokkan dilakukan pelabelan kelas (pemberian nama
kelompok) yang didasarkan data referensi seperti peta atau hasil cek lapangan (ground truth data). Metoda pengelompokkan pola kesejumlah kelas diilustrasikan seperti contoh Gambar 3. Pada Gambar 3 diperlihatkan contoh proses pengelompokkan pola citra dua kanal ke dalam dua kelas dilakukan sebanyak empat kali ulangan, dengan menghitung pusat pengerombolan (Ai dan Bi untuk I=1,2,3,4) dan pengelompokkan suatu pixel ke pusat pengerombolan terdekat untuk tiap ulangan. Adapun pusat pengerombolan adalah berupa nilai rata-rata kelompok hasil pengerombolan sebelumnya untuk tiap kanal data.
7
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010
ISSN : 2086 – 4981
255 B2
A4 A3
B3
Data Kanal 2
A2
127
B4
B1
A1
0 0
127
255
Data Kanal 1
Gambar 3. Perubahan Posisi Pusat Pengelompokkan Hasil Perhitungan Untuk 2 Group Kelas Pada 4 Kali Ulangan
2. Klasifikasi Terbimbing 2.1. Data Latih Pada klasifikasi terbimbing untuk penutup/penggunaan lahan dengan data digital satelit, data latih (training data) mutlak diperlukan untuk pengajaran kepada komputer dengan cara digitasi areal kelas penutup/penggunaan lahan dengan bantuan video monitor komputer. Areal data latih (training site) didigitasi berdasarkan hasil interprestasi citra satelit yang sudah dapat dipastikan kebenarannya, atau dipastikan dengan bantuan interprestasi foto udara atau hasil cek lapangan. Areal data latih bisa juga diperoleh dari data peta penggunaan lahan digital yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan hasil interprestasi foto udara dan cek lapangan. Areal data latih dibuat tidak terlalu luas biasanya di bawah 10% dari luas citra satelit yang akan diklasifikasikan. Dari areal data latih yang diperoleh, dilakukan ekstraksi ciri/pola suatu kelas
penutup/penggunaan lahan pada citra satelit sesuai dengan metoda klasifikasi yang dipergunakan, sebagai misal ekstraksi nilai ratarata dan simpangan baku nilai pixel dari tiap kelas pada masing-masing kanal data satelit (untuk klasifikasi dengan multispektral data). 2.2. Klasifikasi Maksimum Likelihood Klasifikasi maksimum likelihood (klasifikasi kemungkinan maksimum), adalah merupakan klasifikasi terbimbing secara parametik paling populer saat ini untuk klasifikasi penutup/penggunaan lahan dengan data satelit inderaja. Metoda klasifikasi maksimum likelihood secara umum adalah seperti yang dirumuskan pada 3.2.1 di bawah yaitu, suatu pixel X yang merupakan vektor nilai pixel akan dikelaskan menjadi kelas k jika peluang terjadinya X di dalam kelas k adalah yang terbesar dibanding
8
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010 dengan peluang kejadian di kelas lain.
ISSN : 2086 – 4981
memberikan keakuratan hasil klasifikasi yang lebih tinggi dibanding metode klasifikasi X k Jika LK X maxL1 X, L2 X, ...,LK Xdengan konvensional secara statistik seperti ......................................................(1) maksimum likelihood. dimana, LK(X) adalah peluang Neural network yang kejadian X menjadi kelas k yang dimaksud di sini adalah dihitung seperti di bawah ini. Neurocomputer yang merupakan 1 1 2 simulasi perangkat lunak yang LK X dK .. 1/ 2 exp 2 2n/ 2 CK menirukan sistem kerja jaringan syaraf (neuron) dalam arti biologi. ......................................................(2) 2 Ilmu tentang neural network dengan dK adalah Mahalanobis sebetulnya sudah memiliki sejarah distance yang dirumuskan seperti sejak lama, dimana ide pertamanya berikut, dikemukakan pada tahun 1890 oleh t 1 seorang ahli psikologi William James 2 dK X MK CK X MK ...........(3) dan pemodelan neuronnya secara dimana : matematik dikemukakan pada tahun X adalah vektor nilai pixel untuk 1943 oleh Mc Culloch dan Pitts. X=(x1, x2, x3, …, xn)t Dalam klasifikasi K adalah kelas (k=1, 2, 3, …, K) penutup/penggunaan lahan dari data N adalah jumlah kanal data inderaja dengan neural network, MK adalah rata-rata vektor untuk back propagation neural network kelas k yang dihitung seperti berikut yang dikembangkan oleh Rumelhard et.al. ditahun 1986 adalah 1m merupakan metoda klasifikasi MK XKi ................................(4) terbimbing (supervised classification) m i1 pada klasifikasi dengan neural XKi adalah vektor nilai pixel untuk network yang banyak dipergunakan. data latih ke-I kelas k Back propagation neural m adalah jumlah data network adalah jenis neural network latih untuk kelas k yang berlapis-lapis (multilayers) CK adalah jumlah seperti yang diperlihatkan pada covarian matrik kelas k yang Gambar 4, terdiri dari beberapa lapis dirumuskan sbb kumpulan neural yaitu lapisan m 1 masukan (input layers), lapisan XKi MK XKi Mt .....(5) CK m i1 tengah (hidden layers), dan lapisan keluaran (output layers), dimana adalah determinan matrik CK CK lapisan tengah bisa lebih dari satu CK-1 adalah inverse matrik Ck lapisan. Tiap lapisan terdiri dari Zt adalah transposed matrik Z beberapa neuron yang modelnya seperti yang diperlihatkan pada 2.3. Klasifikasi Neural Networks gambar 4. dan pengolahan pada tiap Klasifikasi neural network neuron p pada tiap lapisan yang adalah metoda klasifikasi non menghasilkan keluaran sinyal parametik yang pada akhir-akhir ini sebesar Op dihitung dengan pemanfaatannya dalam klasifikasi persamaan, dimana keluarannya penutup/penggunaan lahan dengan ditentukan berdasarkan fungsi F dari data satelit inderaja banyak dikaji, jumlah seluruh nilai sinyal yang dan dari beberapa hasil penelitian masuk dikalikan faktor pengali dan ditunjukkan bahwa hasil klasifikasi ditambah faktor penambah. dengan metode neural network
9
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010
ISSN : 2086 – 4981
Gambar 4. Sistem Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network System) 3.
Klasifikasi Gabungan (Hybride Classification) Klasifikasi gabungan (Hybride Classification) merupakan kombinasi dari klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tak terbimbing. Terdapat tiga strategi pengklasifikasian citra yang sering dipergunakan yaitu : a) Kemiripan Maksimum (Maksimum Likelihood) Merupakan strategi pengklasifikasian yang berdasarkan tingkat kemiripan nilai kecerahan yang tinggi. Strategi kemiripan maksimum mempertimbangkan nilai kecerahan rata-rata dalam klasifikasi dan keragaman nilai kecerahan. Jika matrik variankovarian berbentuk simetris, kemiripan dapat diartikan sebagai jarak Euclidean, jika determinan bernilai sama kemiripan dapat diartikan sebagai jarak Mahalonobis. b)
c)
Jarak Terpendek (Minimum Distance) Merupakan strategi pengklasifikasian berdasarkan kelas yang memiliki jarak terpendek antara nilai kecerahan piksel dengan ratarata kelas. Penetapan kelas nilai kecerahan dengan
10
menghitung nilai spektral ratarata (mean) setiap kategori yang dipilih, kemudian menghitung jarak piksel yang akan ditentukan kelasnya terhadap nilai spektral ratarata setiap kategori. Dengan asumsi bahwa jarak terpendek terhadap nilai rata-rata akan mempunyai kelas yang sama. Apabila jarak tersebut lebih besar dari jarak yang ditentukan terhadap nilai ratarata setiap kategori, maka pikselnya akan dikategorikan sebagai tak terklasifikasi. Parallelpiped Metode parallelpiped diterapkan dengan cara menentukan batas-batas kategori pada setiap band. Metode parallelpiped merupakan strategi pengklasifikasian dimana penentuan daerah obyek dengan mengambil kategori pada daerah-daerah yang homogen atau daerah keputusan dalam bentuk analog bidang segi empat pada bidang dua dimensi dan batas-batas tersebut akan berbentuk ruangan pada bidang tiga dimensi. Piksel yang tidak berada dalam satu parallelpiped akan
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010 dikategorikan tak terklasifikasi. Kesulitan yang akan dijumpai apabila suatu piksel terletak pada daerah overlap sehingga menghasilkan klasifikasi yang tidak pasti, dan akan dimasukkan pada salah satu batas kelas yang bertampalan (mixed pixel).
ISSN : 2086 – 4981
ilmu tertentu seperti geologi, geografi, hidrologi, dan disiplin ilmu lainnya. Untuk mendapatkan suatu citra hardcopy yang akan digunakan untuk klasifikasi citra secara visual, maka dalam penelitian ini akan dilakukan pengolahan citra secara dijital. Tahap pertama dalam pengolahan citra secara dijital ini adalah koreksi geometrik menggunakan titik kontrol tanah yang diperoleh dari citra dijital yang telah terkoreksi geometrik dan citra yang telah dikenakan proses peregangan dan penajaman citra untuk mendapatkan citra yang baik secara geometrik maupun kecerahannya. Adapun proses pengolahan citra remote sensing untuk klasifikasi dapat dilihat pada Diagram 5 di bawah.
Proses Pengolahan Citra Data penginderaan jauh harus diterjemahkan menjadi informasi mengenai objek, daerah atau gejala yang terjadi di permukaan bumi. Proses penterjemahan data menjadi informasi disebut dengan analisis atau interpretasi data. Dalam analisis atau interpretasi citra dilakukan upaya untuk mengenali objek yang tergambar pada citra dan mengaitkannya ke dalam disiplin
Citra Dijital (Gbr.2)
Menentukan RoI Untuk Koreksi Geometrik (Gbr. 3)
Peregangan dan Pencerahan Citra (Gbr. 4)
Citra Terkoreksi (Gbr. 5)
Koreksi Geometrik Registrasi dan Rektifikasi
Peta Dijital Rupabumi WGS 84
(Gbr. 7)
Training Site
Citra Hasil Koreksi Geometrik (Gbr. 8)
Klasifikasi Citra
Citra Hasil Klasifikasi (Gbr. 11)
Gambar 5. Proses Klasifikasi Citra Secara Umum [3]
Koreksi Geometrik
11
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010
ISSN : 2086 – 4981
1.
Pendefinisian Titik Kontrol Tanah Pendefinisian titik kontrol tanah merupakan bagian yang paling utama dalam koreksi geometrik, sehingga titik kontrol tanah yang dibutuhkan harus dipilih dan didefinisikan dengan benar. Proses pemilihan titik kontrol tanah ini dilakukan pada citra yang kenampakan objek-objeknya jelas, untuk itu harus dilakukan pemilihan band dan peregangan kontras pada tiap-tiap bandnya.
Koreksi geometrik bertujuan untuk mengoreksi kesalahankesalahan posisi titik-titik dan objek pada citra dengan posisi sebenarnya dipermukaan bumi. Pada perangkat lunak ER Mapper, koreksi geometrik dilakukan dalam tiga prosedur, yaitu pendefinisian titik kontrol tanah yang bersesuaian, memilih sistem referensi yang digunakan, dan memilih sistem rektifikasi. Proses koreksi geometrik citra remote sensing dapat dilihat pada diagram di bawah ini. Citra Terkoreksi
Citra RoI Landsat TM
(Gbr. 5)
(Gbr. 3)
Peregangan dan Pencerahan Citra
Peregangan dan Pencerahan Citra
(Gbr. 6)
(Gbr. 4)
Koordinat Titik Kontrol di Citra
Koordinat Titik Kontrol di Citra
(u, v)
(b, k)
Menentukan Sistem Proyeksi
Memilih Metode Rektifikasi
Citra Landsat TM Hasil Koreksi Geometrik (Gbr. 8)
Gambar 6. Proses Koreksi Geometrik Citra Setelah didapatkan citra dengan kenampakan objek yang jelas, dilakukan pemilihan titik kontrol tanah. Titik-titik yang dipilih tersebut sebaiknya tersebar merata di sekeliling daerah penelitian. Hal ini dimaksudkan agar kesalahan geometrik yang didapat pada citra tersebut dapat didistribusikan secara merata pada titik-titik kontrol tersebut, sehingga dapat diperoleh citra hasil koreksi geometrik yang
mendekati bentuk geometrik yang sesungguhnya. Setelah itu dilakukan proses pendefinisian titik kontrol tanah dengan menggunakan prosedur manual pada perangkat lunak ER Mapper 5.5, yaitu dengan memasukkan data koordinat titik kontrol tanah yang bersesuaian antara citra terkoreksi (u, v) dan citra (b, k). a) Sistem Proyeksi
12
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010 Pada penelitian ini, sistem proyeksi yang digunakan adalah sistem proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator) zona 48, dan datum WGS (World Geographic System) 84.
ISSN : 2086 – 4981
metode klasifikasi terbimbing Maximum Likelihood. Semua tahapan yang dilaksanakan dalam proses klasifikasi citra ini merupakan aplikasi dari perangkat lunak ER Mapper 5.5. Dengan kata lain, algoritma klasifikasi yang dirancang akan diproses dengan memanfaatkan perangkat lunak ER Mapper 5.5.
b)
Sistem Rektifikasi Terdiri dari dua proses, yaitu proses transformasi koordinat dari koordinat citra (b, k) ke koordinat peta (x, y) dan proses resampling yang dilakukan untuk mengisi nilai kecerahan dari citra hasil transformasi. Proses transformasi koordinat yang tersedia pada ER Mapper adalah polinomial derajat satu (linier), polinomial derajat dua, dan polinomial derajat tiga. Pada penelitian ini digunakan polinomial derajat dua yang menggunakan minimal enam titik kontrol tanah. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa selain dapat menghilangkan atau mengoleksi skala, kemiringan dan rotasi pada arah x dan y, transformasi polinomial derajat dua dapat pula mengoreksi distorsi yang sifatnya non-linier seperti peregangan hamparan yang tidak merata pada citra atau yang dikenal dengan rubber sheeting. Proses resampling yang terdapat pada ER Mapper adalah Nearest Neighbour, Bilinier, dan Cubic Convolution. Berdasarkan pertimbangan bahwa diperlukan tepi atau batas antar objek yang jelas dalam proses klasifikasi, maka metode resampling Nearest Neighbour dipilih dalam penelitian ini.
Untuk mendapatkan analisa yang lebih terfokus pada RoI daerah penelitian maka citra hasil koreksi geometrik akan dipotong. Hasil pemotongan ini akan dirasiokan band-bandnya untuk mendapatkan gambaran citra yang lebih jelas. Dalam proses klasifikasi terbimbing dibutuhkan citra yang informasiinformasinya objeknya jelas terlihat. Untuk itulah proses peregangan dan pencerahan citra diperlukan. Proses peregangan dan pencerahan citra dilakukan dengan menggunakan metode histogram equalization dan high pass filter. Selain itu, dalam proses klasifikasi terbimbing dibutuhkan peta atau citra lain yang akan digunakan sebagai training site. Dalam penelitian ini akan digunakan peta digital penggunaan lahan yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal dan Geotek LIPI Sangkuriang Bandung sebagai training site. Sebelum mendefinisikan area pada citra untuk digunakan sebagai training site maka akan dilakukan pemotongan citra pada bagian yang akan diteliti. Pemotongan ini dilakukan agar area yang akan dipilih sebagai training site lebih jelas penampakannya. Setelah area training site didefinisikan maka akan dilakukan kalkulasi nilai statistik dari area-area yang dijadikan training site.
Proses Klasifikasi Citra Proses klasifikasi citra remote sensing dilakukan menggunakan
13
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010
ISSN : 2086 – 4981
Citra Hasil Koreksi Geometrik (Gbr. 8.)
RoI Daerah Penelitian (Gbr. 9.)
Penentuan Training Site
i = training site; i=1,...n
Citra dengan Training Site (Gbr. 10)
Kalkulasi Nilai Statistik dari Training Regions
i = Kelas; i=1,...n
Menentukan FormulaHistogram Equalization
Klasifikasi Citra Maximum Likelihood
Citra Hasil Klasifikasi (Gbr. 11)
Gambar 7. Proses Klasifikasi Citra remote sensing Dalam proses klasifikasi citra, untuk menyediakan informasi mengenai distribusi dan jangkauan nilai data setiap training regions maka dilakukan pemilihan formula band dan histogram. Proses klasifikasi citra akan dilakukan setelah pemilihan formula band dan histogram ini selesai dilakukan.
Informasi yang diberikan oleh hasil pengolahan data citra hasil remote sensing memiliki suatu keunggulan sendiri, yaitu banyak variasi informasi yang diperoleh tergantung dengan teknik pengolah data citra yang kita lakukan. Apabila hasil data-data pengolahan citra remote sensing ini kita kombinasikan dengan data survey lapangan dan data peta digital bumi yang dimiliki
KESIMPULAN
14
JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN VOL. 2 NO. 1 SEPTEMBER 2010 oleh badan-badan yang memegang kebijaksanaan akan scope permukaan bumi Indonesia (data yang diambil adalah data-data yang didapatkan secara berkelanjutan setiap tiga tahun), dengan memanfaatkan Geographic Information System (GIS), akan diperoleh suatu data base informasi yang sangat komplit mengenai penggunaan lahan yang sudah ada dan yang seharusnya diberdaya gunakan. Sehingga pada akhirnya akan bisa dilakukan penggunaan lahan yang tepat guna.
DAFTAR PUSTAKA [1] Murai, S. Remote Sensing Note, Japan Association on Remote Sensing, Tokyo. 1993. [2] Eduardus, T. Operasi Rasio Untuk Membantu Interpretasi Citra Satelit, Skripsi, Bandung : ITB, Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung. 1993. [3] Mukhaiyar, R. Pengembangan Fungsi Sistem Klasifikasi Citra Satelit Untuk Aplikasi Sistem Informasi Geografis, Bandung : Tesis, Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung. 2003.
15
ISSN : 2086 – 4981