JURNAL TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 16 Februari 2011
PENGARUH PREHEAT DAN POSTHEAT TERHADAP LEBAR HAZ, STRUKTURMIKRO, DAN DISTRIBUSI KEKERASAN PADA PROSES PENGELASAN SMAW BESI COR KELABU FC 25 Muhammad Khusnul Yaqin1,*, Sulistijono2, Budi Agung Kurniawan3 1 Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi 2 Guru Besar Teknik Material dan Metalurgi 3 Staf Pengajar Teknik Material dan Metalurgi Abstrak Besi cor kelabu merupakan salah satu material yang banyak digunakan dalam dunia konstruksi logam. Kadar karbon yang tinggi (lebih dari 2%) menyebabkan logam ini sulit untuk dilas. Diperlukannya perlakuan khusus untuk mendapatkan hasil lasan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh preheat dan postheat terhadap terjadinya retak las, lebar HAZ dan juga membandingkan pengaruhnya terhadap strukturmikro dan distribusi kekerasan pada pengelasan besi cor kelabu FC 25. Proses pengelasan dalam penelitian ini yaitu SMAW dengan menggunakan kawat las ENiFe–CI. Dalam penelitian ini dilakukan beberapa variasi perlakuan yaitu preheat (200 dan 4000C), preheat + postheat (6250C ± 1 jam) dan tanpa preheat-postheat. Dari pengamatan secara visual, kelima spesimen tidak ditemui retak las maupun porosity. Lebar HAZ terbesar terjadi pada spesimen dengan preheat 4000C + postheat, yaitu sebesar 2,63mm. semakin besar temperatur preheat maka semakin lebar HAZnya. Berdasarkan hasil pengamatan strukturmikro, diketahui bahwa dengan adanya preheat dapat mengurangi terjadinya struktur yang keras (perlit halus dan grafit yang besar) pada HAZ. Nilai kekerasan HAZ menurun sering dengan bertambahnya temperatur preheat. Adanya proses postheat juga menurunkan nilai kekerasan. Kata kunci: SMAW besi cor kelabu FC 25, preheat, dan postheat Berdasarkan riset yang dilakukan Stefanescu (2005), besi cor kelabu merupakan salah satu material terpenting di dunia dengan lebih dari 70% total produksi produk pengecoran. Besi cor kelabu biasanya banyak dipilih dalam aplikasi industri kerena fleksibilitas penggunaannya, castability yang baik, low-cost (lebih murah 20-40% daripada baja), dan memiliki cakupan sifat mekanik luas yang dapat diterima pada desain-desain konstruksi. (Collini, Nicoletto, and Konecna 2008; lihat juga pada Behnam, Davami and Varahram, 2010). Walaupun begitu, sifat mampu las besi cor kelabu relatif lebih rendah dibandingkan besi cor nodular dan malleable. Hal itu disebabkan karena besi cor kelabu bersifat getas dan kurang mampu
1. Pendahuluan
Besi cor (cast iron) adalah besikarbon dengan kadar C lebih dari 2% (ASM Handbook Volume 1, 2005). Karbon dalam besi cor dapat berupa sementit (Fe3C) atau karbon bebas (grafit). Kandungan fosfor dan sulfur dari material ini sangat tinggi dibandingkan Baja. Oleh karena itu besi cor mempunyai sifat mampu las (weldability) yang rendah. Namun aplikasi besi cor sangatlah luas dibidang konstruksi logam. Jadi prosedur pengelasan yang baik, mutlak diperlukan terutama untuk repairing
produk yang retak dan desain konstruksi. * Korespondensi Penulis. HP: +6285733034052; E-mail:
[email protected]
1
JURNAL TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 16 Februari 2011
menahan tegangan akibat siklus thermal pengelasan. Sifat getas atau rendahnya keuletan tersebut diakibatkan oleh hadirnya grafit serpih apalagi grafit serpihnya kasar. Maka dari itu, perlu dilakukan prosedur pengelasan yang tepat sehingga mendapatkan hasil lasan yang baik. Besi cor kelabu termasuk kategori logam yang dapat dilas walaupun sifat mampu lasnya rendah. Berbeda dengan besi cor malleable dan nodular yang memang memiliki sifat mampu las lebih baik. Besi cor kelabu dapat dilas dengan baik apabila sebelum pengelasan diberi pemanasan mula (preheat) dan setelah pengelasan diberikan postheat atau PWHT. Pemilihan logam pengisi atau kawat las yang sesuai juga dapat menjamin keberhasilan pengelasan besi cor kelabu. Preheat dalam pengelasan ditujukan untuk menurunkan laju pendinginan daerah hasil lasan. Artinya jika sebuah logam dilas tanpa preheat terlebih dulu, maka laju pendinginan yang terjadi relatif lebih cepat. jika besi cor kelabu dilas tanpa diberi preheat, maka laju pendinginan menjadi cepat sehingga mungkin saja dihasilkan besi cor putih di HAZ pada logam hasil lasan. HAZ tersebut memiliki struktur yang keras dan sulit untuk dimesin. Retak yang terjadi baik di logam las maupun HAZ, disebabkan oleh regangan dan tegangan thermal. Untuk mencegah terjadinya retak, regangan dan tegangan thermal dibuat serendah mungkin. Tegangan thermal ini muncul sebagai akibat dari gradien temperatur yang sangat besar. Pemberian preheat selain bertujuan memperlambat laju pendinginan, juga bermanfaat untuk menyeragamkan temperatur sepanjang daerah lasan sehingga gradien temperatur yang besar dapat diperkecil. Kemungkinan terjadinya retak dapat dicegah. Pemanasan paska pengelasan (postheat) seperti “stress relieving” atau PWHT (post weld heat treatment) juga dapat dimanfaatkan untuk mengurangi pengaruh tegangan thermal. Pemanasan hingga temperatur 625 0C seperti yang biasa dilakukan pada baja, seringkali dilakukan. Penggunaan logam pengisi (filler metal)
yang memiliki keuletan tinggi seperti paduan nikel patut dipertimbangkan. Kawat las dari paduan nikel ini memiliki kemampuan menyerap tegangan akibat penyusutan yang terjadi selama pembekuan/pendinginan, sehingga diharapkan logam las terbebas dari retak. Selain itu, paduan nikel memiliki tingkat dilusi yang tinggi, tingkat porositas rendah, dan mudah dimesin. (Davis, 1996; Sonawan, 2006).
2. Metodologi Penelitian
Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, maka terlebih dahulu merencanakan urutan proses secara sistematis sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Urutan proses tersebut ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Start
Persiapan spesimen (Besi cor kelabu FC 25)
Pengelasan SMAW tanpa preheatpostheat
Pengelasan SMAW dengan: preheat 2000C preheat 4000C
Pengelasan SMAW dengan: preheat 2000C + postheat 6250C, 60 menit preheat 4000C + postheat 6250C, 60 menit
Pemotongan spesimen
Pengujian makro
Pengujian mikro (metallography)
Pengujian hardness
Pengumpulan data Analisa dan pembahasan Kesimpulan End
Gambar 1. Diagram alir penelitian
2
JURNAL TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 16 Februari 2011
Tabel 4. Mechanical properties ENiFe-CI (AWS A5.15)
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu besi cor kelabu FC 25 (grade 2500) berjumlah 5 set dengan tebal 10mm. Berikut ini adalah komposisi kimia dan mechanical properties dari bahan tersebut.
Mechanical Properties
Tabel 1. Komposisi kimia dari besi cor kelabu FC 25 Raw Material FC 25 (G2500)
Chemical Composition (%) C
Si
Mn
P
S
3,23,5
2,02,4
0,60,9
0,2 max
Fe
0,15 balance max
Carbon Equivalent (CE) 4,0-4,25
Mechanical Properties 170-229 HBN
Tensile strength (min)
25000 psi 17,5 kg/mm2 910 kg 0,17 inch
Deflection (min)
Tensile strength
400-579 MPa
Elongation
6-13 %
HBN
174
Proses pengelasan yang digunakan yaitu SMAW dengan sambungan butt joint. Desain sambungan las pada gambar di bawah ini didasarkan atas standar AWS D11.2-89 untuk spesimen dalam bentuk plat besi cor.
2000 lb
Transverse strength (min)
296-434 MPa
Pada penelitian ini dilakukan variasi pengelasan dengan menggunakan perlakuan (preheat-postheat) yang berbeda. Adapun variasinya sebagai berikut: 1. Spesimen A: Tanpa preheat-postheat 2. Spesimen B: Dengan preheat 200 0C 3. Spesimen C: Dengan preheat 400 0C 4. Spesimen D: Dengan preheat 200 0C + postheat 625 0C (± 1 jam) 5. Spesimen E: Dengan preheat 400 0C + postheat 625 0C (± 1 jam)
Tabel 2. Mechanical properties dari besi cor kelabu FC 25 Hardness range
Yield strength
4,3 mm
Sumber: ASTM A 159 – 83 (2001) (Standard Specification for Automotive Gray Iron Castings) Jenis kawat las (filler metal) yang digunakan dalam pengelasan ini adalah AWS A5.15 – ENiFe-CI (paduan nikel) dengan diameter 3,2 mm. Kandungan tipe logam las dan mechanical properties-nya adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Desain sambungan las Dalam setiap proses pengelasan ditentukan parameter pengelasannya untuk mendapatkan kualitas hasil lasan yang baik. Adapun parameter yang digunakan dalam proses pengelasan ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Kandungan tipe logam las ENiFe-CI (AWS A5.15) Komposisi Kimia (%) Kawat Las
C Mn
P
Si
S
Fe
Ni Cu Al
ENiFe452,0 2,5 min 4,0 0,03 balance 2,5 1,0 CI 60
Elemen Lain (Total)
Tabel 5. Parameter proses pengelasan
1,0
Parameter Pengelasan Polaritas DCRP Tegangan 21-24 volt Arus 90-100 ampere Kecepatan pengelasan 2-3,3 mm/s
3
JURNAL TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 16 Februari 2011
Proses pengelasan spesimen dilakukan dari ujung kanan menuju ke ujung kiri. Pengelasan dilakukan dengan menggunakan penetrasi lasan yang dangkal, sehingga terjadi beberapa layer (multi layer). Masukan panas (heat input) yang digunakan juga rendah. Hal itu dimaksudkan untuk meminimalisir tegangan thermal akibat proses pengelasan. Setelah dilakukan pengelasan dan pemotongan spesimen, proses berikutnya yaitu dilakukan pengujian makro dan mikro. Pengujian makro digunakan untuk mengamati retak las dan lebar HAZ, sedangkan pengujian mikro dilakukan untuk mengetahui strukturmikro dari daerah lasan (weld metal, HAZ, dan base metal). Selain itu dilakukan pengujian kekerasan dengan Rockwell B untuk mengetahui distribusi kekerasannya. Proses pengujian-pengujian di atas dilakukan untuk menganalisa kualitas hasil lasan dan membandingkannya untuk tiaptiap spesimen. Sehingga didapatkan bagaimanakah prosedur yang baik dalam pengelasan besi cor kelabu.
Weld metal HAZ Base metal Gambar 5. Foto makro penampang lasan spesimen C (dengan preheat 400 0C) Weld metal HAZ Base metal Gambar 6. Foto makro penampang lasan spesimen D (dengan preheat 200 0C + postheat) Weld metal HAZ Base metal Gambar 7. Foto makro penampang lasan spesimen E (dengan preheat 400 0C + postheat) Dari semua spesimen, masingmasing dibandingkan lebar daerah HAZ-nya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh panas yang diterima. Lebar HAZ diukur dengan menggunakan redout mikroskop. Berikut ini lebar HAZ dari tiap-tiap spesimen:
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Pengujian Makro 3.1.1 Hasil Pengujian Makro Foto makro dilakukan untuk mengetahui bentuk dan batas antara logam las (weld metal), HAZ (heat affected zone), logam induk (base metal). Berikut ini foto makro dari tiap-tiap spesimen:
Tabel 6. Hasil pengukuran lebar HAZ
Weld metal
Lebar HAZ
HAZ
Lebar 1 (mm) Lebar 2 (mm) Lebar 3 (mm) Lebar 4 (mm) Lebar ratarata (mm)
Base metal Gambar 3. Foto makro penampang lasan spesimen A (tanpa preheat-postheat) Weld metal
A 1,16 1,32 1,26 1,13
Spesimen B C D 1,75 2,57 1,79 1,87 2,61 1,88 1,9 2,6 1,91 1,78 2,56 1,84
E 2,6 2,65 2,67 2,58
1,22
1,83
2,63
2,59
1,86
3.1.2 Analisa Hasil Pengujian Makro Pengambilan pengujian makro dilakukan untuk melihat secara visual bagian weld metal, HAZ dan base metal pada penampang spesimen las. Pengujian makro ini bertujuan untuk melihat retak las dan porositas. Namun dari kelima spesimen
HAZ Base metal Gambar 4. Foto makro penampang lasan spesimen B (dengan preheat 200 0C)
4
JURNAL TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 16 Februari 2011
tidak ditemui retak las dan porositas. Penggunaan paduan nikel sebagai logam pengisi (filler metal) terbukti efektif dalam menyerap tegangan akibat penyusutan yang terjadi selama pendinginan. Semua spesimen terbebas dari retak las walaupun spesimen tanpa diberi pemanasan mula (preheat). Sifat paduan nikel yang memiliki tingkat porositas rendah juga berhasil mencegah terjadinya porosity pada logam las. Selain untuk mengetahui retak las dan porositas, pengujian makro juga bertujuan untuk mengukur besarnya lebar HAZ. Sebelum dilakukan pengukuran lebar HAZ, dilakukan pengetsaan terlebih dulu untuk memudahkan dalam pengukuran. Lebar HAZ dipengaruhi oleh temperatur preheat. Hasil pengukuran lebar HAZ pada tiap spesimen berbeda-beda seiring dengan besarnya temperatur preheat. Dari lima spesimen, terlihat bahwa spesimen yang tidak mengalami preheat memiliki lebar HAZ yang paling kecil, yaitu 1,22 mm. Besarnya lebar HAZ dari dua spesimen yang mengalami preheat 2000C, yaitu 1,83 dan 1,86 mm. Sedangkan yang memiliki lebar HAZ paling besar adalah dua spesimen yang mengalami preheat 4000C, nilainya berturutturut yaitu 2,59 dan 2,63 mm. Adanya proses postheat atau PWHT yang dilakukan setelah pengelasan, tidak mempengaruhi besarnya lebar HAZ. Hal itu dikarenakan, proses postheat dilakukan setelah spesimen itu dingin. Dari pengujian makro, bisa disimpulkan bahwa dengan adanya preheat akan memperlebar daerah yang terkena pegaruh panas (HAZ) selama proses pengelasan. Semakin besar pemanasan mula (preheat) maka semakin besar pula lebar HAZ-nya. Semakin rendah preheat maka semakin sempit HAZ-nya.
strukturmikro dari uji metalografi yang telah dilakukan: Strukturmikro dari Base Metal (Raw Material)
(a)
(b)
Gambar 8. Strukturmikro base metal (raw material) tanpa etsa (a) dan dengan etsa 2% nital selama 2 detik (b), perbesaran 500x Strukturmikro dari HAZ
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) Gambar 9. Strukturmikro HAZ spesimen tanpa preheat-postheat (a), preheat 2000C (b), preheat 4000C (c), preheat 2000C + postheat (d), preheat 4000C + postheat (e), perbesaran 500x dengan etsa 2% nital Strukturmikro dari Weld Metal
3.2 Pengujian Mikro 3.2.1 Hasil Pengujian Mikro Pengamatan strukturmikro pada spesimen pengelasan ini dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama daerah base metal, daerah kedua daerah HAZ, daerah ketiga daerah weld metal, dan yang terakhir daerah keempat adalah daerah batas (fusion line). Berikut ini adalah hasil foto
(a)
5
(b)
JURNAL TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 16 Februari 2011
(c)
pada strukturmikro dilakukan dengan mengambil gambar pada daerah base metal, HAZ, weld metal dan daerah batas antara HAZ dengan weld metal (fusion line). Pada daerah base metal terlihat bahwa struktur matriks (terang) yang dominan dibanding grafit (gelap/hitam). Grafitnya berupa flake (serpih) yang tipis dan panjang. Sedangkan matriksnya berupa perlit lamel (berlapis) yang kasar. Struktur matriks yang berupa perlit ini yang menyebabkan nilai kekerasan cukup tinggi pada base metal. Berdasarkan hasil gambar strukturmikro pada HAZ, terlihat bahwa pada spesimen tanpa preheat-postheat terjadi pertmbuhan grafit yang lebih besar dari base metal dan tersebar dengan jumlah yang besar pula. Matriks perlit lamel yang terbentuk pun sangat halus/rapat. Grafit yan besar dan tersebar serta matriks perlit yang halus itu menyebabkan kekerasan HAZ menjadi tinggi. Adanya pemanasan mula (preheat) akan mempengaruhi pembentukan grafit dan matriks. Semakin besar temperatur preheat maka grafit yang terbentuk pada HAZ semakin sedikit dan kecil/tipis, matriks perlitnyanya pun semakin kasar, begitu juga sebaliknya. Dengan penambahan proses postheat selama satu jam pada temperatur 6250C setelah pengelasan maka matriks yang terbentuk lebih kasar dan grafit makin kecil/tipis. Hal itu menyebabkan kekerasan HAZ semakin turun, sehingga sifat mampu potong HAZ (machinability) menjadi lebih baik. Berdasarkan pengamatan strukturmikro yang telah dilakukan di weld metal pada kelima spesimen, terlihat bahwa hampir semuanya didominasi oleh matriks ferit dan butiran-butiran grafit kecil/halus yang tersebar merata pada logam las. Persebaran grafit yang terbanyak, yaitu pada spesimen yang mengalami preheat 2000C. Perbedaan matriks yang terjadi antara weld metal dan base metal, akan mempengaruhi nilai kekerasan yang signifikan. Struktur matriks ferit pada weld metal ini menyebabkan kekerasan yang rendah dan keuletan yang tinggi. Untuk menunjukkan lebih jelas daerah batas antara weld metal dan HAZ dapat dilihat Gambar 11. dari tiap
(d)
(e) Gambar 10. Strukturmikro weld metal spesimen tanpa preheat-postheat (a), preheat 2000C (b), preheat 4000C (c), preheat 2000C + postheat (d), preheat 4000C + postheat (e), perbesaran 500x dengan etsa 2% nital Strukturmikro dari Batas Fusi (Fusion Line) HAZ
HAZ
Weld metal
Weld metal
HAZ
HAZ
Weld metal
Weld metal HAZ
Weld metal
= fusion line Gambar 11. Strukturmikro fusion line spesimen tanpa preheat-postheat (a), preheat 2000C (b), preheat 4000C (c), preheat 2000C + postheat (d), preheat 4000C + postheat (e), perbesaran 100x tanpa etsa 3.2.2 Analisa Hasil Pengujian Mikro Pengujian mikro (metalografi) dilakukan di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS. Pengamatan yang dilakukan
6
JURNAL TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 16 Februari 2011
Base metal
2 3 4 5 6
Sambungan Lasan Kiri
1
Posisi Titik Indentasi
B
C
D
E
94
94,5
95,5
93,5
Base Metal
94
95
95,5
95
94
94
95,5
95
94,5
95
102
100,5
102
100
99
HAZ
99,5
101,5
99,5
101
96,5
103
97,5
100
98
98,5
79
81,5
79
81
77
75,5
79
78
80
76,5
7 8
A
Weld Metal
78
80
79
81,5
75,5
100
101
101
99
100 96
11 12 13 14 15
Sambungan Lasan Kanan
9 10
HAZ
Base Metal
102,5
99
98
100,5
102
98,5
98,5
99,5
97
95
95
95,5
94,5
93,5
95
94
95
95
94
94,5
94
94
93
94,5
E
D
Weld metal
3.3.2 Analisa Hasil Pengujian Hardness Pengujian dilakukan di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS. Pengujian yang dilakukan dengan mengukur nilai kekerasan pada daerah base metal, HAZ, dan weld metal. Nilai kekerasan dapat dilihat pada Tabel 7, dapat diketahui bahwa tren distribusi kekerasan yang hampir sama pada kelima spesimen. Pada weld metal didapatkan nilai kekerasan yang sangat rendah bila dibandingkan dengan base metal, apalagi HAZ. Nilai kekerasan pada weld metal yang sangat rendah ini disebabkan oleh penggunaan logam pengisi dari paduan nikel tinggi yang memiliki keuletan yang tinggi. Keuletan yang tinggi ini yang menyebabkan kekerasannya rendah. Hal itu juga dibuktikan dengan terbentuknya matriks ferit yang lunak pada weld metal. Namun penggunaan paduan nikel pada logam las ini sengaja dilakukan karena bertujuan untuk meredam tegangan thermal yang terjadi selama proses pengelasan, sehingga struktur HAZ yang keras dan getas dapat dihindari. Nilai kekerasan daerah HAZ lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah base metal disebabkan karena daerah HAZ adalah bagian logam yang terkena efek pemanasan langsung dari proses pengelasan dan mengalami laju pendinginan yang cepat, sehingga atom-atomnya terdistorsi yang
Angka Kekerasan Spesimen (HRB) 94,5
HAZ
Gambar 12. Perbandingan nilai distribusi kekerasan rata-rata ketiga daerah lasan pada tiap spesimen
Tabel 7. Data hasil uji kekerasan Titik
C
A
3.3 Pengujian Hardness 3.3.1 Hasil Pengujian Hardness Untuk mengetahui distribusi kekerasan daerah lasan yaitu pada daerah weld metal, HAZ dan base metal maka dilakukan uji kekerasan. Uji kekerasan dilakukan di tiga bagian permukaan logam lasan dengan 15 titik indentasi. Pengambilan data pada uji kekerasan menggunakan Rockwell B. Berikut ini tabel distribusi kekerasan dari kelima spesimen hasil pengelasan:
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 B
HRB
spesimen, berurutan dari a sampai e. Daerah logam las terlihat lebih terang dari HAZ karena pada HAZ terdapat banyak grafit serpih tersebar merata yang berwarna gelap, sedangkan pada weld metal dominan matriks ferit yang berwarna terang.
Untuk memperjelas perbandingan distribusi kekerasan rata-rata pada tiap spesimen, berikut ini ditampilkan diagram yang menunjukkan nilai kekerasan rata-rata ketiga daerah lasan (weld metal, HAZ, dan base metal) pada tiap variasi perlakuan (Spesimen A-E):
7
JURNAL TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 16 Februari 2011
2. Berdasarkan hasil pengukuran lebar HAZ, semakin besar temperatur preheat maka semakin lebar HAZ-nya. Proses postheat tidak mempengaruhi besarnya lebar HAZ. 3. Berdasarkan hasil foto mikro, diketahui bahwa dengan adanya preheat dapat mengurangi terjadinya struktur perlit halus dan grafit yang besar pada HAZ, sehingga HAZ yang keras dan getas dapat dicegah. 4. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan, menunjukkan bahwa nilai kekerasan tertinggi terjadi pada HAZ untuk semua variasi perlakuan. Nilai kekerasan HAZ menurun sering dengan bertambahnya temperatur preheat. Adanya proses postheat juga menurunkan nilai kekerasan.
mengakibatkan tegangan sisa. tegangan sisa inilah yang meningkatkan nilai kekerasan pada daerah HAZ. Hal ini juga dibuktikan dengan gambar struktur mikro daerah HAZ yang terbentuk matriks perlit kasar dan grafit serpih yang besar. Perbandingan nilai kekerasan ratarata dari ketiga daerah lasan pada tiap spesimen ditunjukkan pada Gambar 12. Dari diagram tersebut terlihat bahwa nilai kekerasan rata-rata HAZ tertinggi, yaitu 101,5 HRB pada spesimen A (tanpa preheatpostheat) dan yang terendah yaitu 97,83 HRB pada spesimen E (preheat 4000C + postheat 6250C, 1 jam). Untuk daerah base metal, nilai kekerasannya relatif sama ± 94,5 HRB. Sedangkan untuk kekerasan dari logam las tertinggi adalah 81,2 HRB pada spesimen B dan yang terendah 76,3 HRB pada spesimen E. Dari analisa di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar temperatur preheat, maka semakin rendah nilai kekerasan HAZ. Dengan adanya pemanasan mula (preheat) sebelum pengelasan, maka dapat memperlambat laju pendinginan, sehingga struktur yang keras pada HAZ dapat dihindari. Adanya postheat juga efektif untuk mengurangi tegangan thermal yang terjadi pada proses pengelasan, sehingga kekerasan HAZ menurun. Penyimpangan pada pengujian ini bisa diakibatkan struktur dari daerah las yang tidak homogen. Selain itu, prosedur teknis kadang mempengaruhi nilai kekerasan, misalnya bila indentor terlalu dekat dengan tepi spesimen dan jarak antar tempat penekanan terlalu dekat. Kekasaran permukaan spesimen uji juga sangat menentukan keakuratan hasil pengujian.
4.2 Saran Untuk penelitian selanjutnya, ada beberapa saran yang perlu diperhatikan: 1. Hendaknya lebih diperhatikan tentang preparasi dan posisi benda uji pada saat pengujian metalografi karena preparasi yang baik akan memberikan foto struktur mikro yang lebih jelas. Kedataran permukaan spesimen sebelum dan saat pengujian juga harus diperhatikan agar tidak mendapatkan gambar yang kabur. 2. Untuk uji kekerasan, hendaknya mengambil titik uji lebih banyak dan tepat sasaran, serta memperhatikan prosedur teknis dengan seksama agar didapatkan data yang lebih akurat. 3. Sebaiknya dilakukan pengujian NDT agar spesimen benar-benar terbebas dari cacat, terutama cacat yang tidak terlihat oleh kasat mata.
4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penggunaan paduan nikel pada logam las sngat efektif dalam meredam tegangan thermal, sehingga semua spesimen uji tidak ditemukan retak las maupun porositas walapun tanpa preheatpostheat.
Daftar Pustaka 1. 2.
8
Alip, M, 1989. Teori dan Praktik Las. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Behnam, M.M. Jabbari, Davami, P., and Varahram, N., Sep. 2010. Effect of cooling rate on microstructure and mechanical properties of gray cast iron. Materials Science and Engineering A xxx, xxx–xxx
JURNAL TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 16 Februari 2011
3.
Collini L., Nicoletto a, R. Konecna, Materials Science and Engineering A 488 (2008) 529–539 4. Davis, J.R., 1996. G. Speciallity Handbook: Cast Irons. ASM International Hand Book Committee. 5. Malau, V, 2003. Diktat Kuliah Teknologi Pengelasan Logam. Yogyakarta. 6. Musaikan, 1997. Teknik Las. Surabaya: Teknik Mesin FTI ITS. 7. Sonawan, H, 2006. Pengantar Untuk Memahami Pengelasan Logam. Bandung: Αlfa Beta. 8. Suratman, M, 2007. Teknik Mengelas Asetilin, Brazing, dan Las Busur Listrik. Bandung: CV Pustaka Grafika. 9. Stefanescu, D.M., Materials Science and Engineering A A413–414 (2005) 322–333. 10. Suherman, W, 2002. Ilmu Logam I. Surabaya: Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. 11. Wiryosumarto, Harsono dan Okumura, T. 2006. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT Pradnya Paramita. 12. ________, American Welding Society. 1981. Welding Hand Book vol. 1, 7th edition Fundamentals of Welding. Miami: American Welding Society. 13. ________, American Welding Society. 2001. Welding Hand Book vol. 2, 8th edition Welding Processes. Miami: American Welding Society. 14. ________, American Welding Society. 2004. Welding Hand Book vol. 3, 8th edition Materials and Application Part 1. Miami: American Welding Society. 15. ______, 1989. Metal Hand Book vol. 1. ASM Handbook Committe, Metal Park: Ohio. 16. ________, 1971. Metal Hand Book vol. 6, 8th edition. ASM Hand Book Committee.
9