PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI GARIS DAN SUDUT KELAS VII.F SMP NEGERI 14 MATARAM TAHUN PELAJARAN 2015/2016
JURNAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Matematika di FKIP Universitas Mataram
Oleh ASRIFAH E1R 012 003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2016
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING JURNAL SKRIPSI ................... ii DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii ABSTRAK ......................................................................................................................... iv ABSTRACT ........................................................................................................................ v PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 PEMBAHASAN.................................................................................................................. 2 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 8 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 9
iii
“PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI GARIS DAN SUDUT KELAS VII.F SMP NEGERI 14 MATARAM TAHUN PELAJARAN 2015/2016” Oleh Asrifah, Harry Soeprianto, Nurul Hikmah Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA, FKIP Universitas Mataram Email:
[email protected] ABSTRAK Latar belakang penelitian ini adalah rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VII.F SMP Negeri 14 Mataram. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada materi garis dan sudut kelas VII.F SMP Negeri 14 Mataram tahun pelajaran 2015/2016 dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 3 siklus. Setiap siklusnya meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor aktivitas belajar siswa siklus I yaitu 9,17 dengan kategori kurang aktif, siklus II yaitu 12,66 dengan kategori aktif, dan siklus III yaitu 13,99 dengan kategori sangat aktif. Sedangkan untuk nilai rata-rata prestasi belajar siswa pada siklus I, siklus II dan siklus III berturut-turut adalah 68,91, 77 dan 78,70 dengan ketuntasan klasikal berturut-turut adalah 60,87%, 81,82% dan 90,91%. Berdasarkan hasil keseluruhan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan metode kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada materi garis dan sudut kelas VII.F SMP Negeri 14 Mataram tahun pelajaran 2015/2016.
Kata kunci: Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together, aktivitas, prestasi belajar
iv
“APPLICATION OF COOPERATIVE LEARNING TYPE NUMBERED HEADS TOGETHER TO IMPROVE THE ACTIVITY AND LEARNING ACHIEVEMENT OF THE STUDENTS ON LINE AND ANGLE LEARNING AT CLASS VII.F SMP NEGERI 14 MATARAM IN ACADEMIC YEAR 2015/2016” By Asrifah, Harry Soeprianto, Nurul Hikmah Study Program of Mathematics Education Mathematics and Basic Science Education Departement, FKIP Mataram University Email:
[email protected] ABSTRACT The background of this research was the lack of students’ activities and learning achievement at class VII.F SMP Negeri 14 Mataram. One of the models of learning that can improve the activity and achievement of the students was cooperative learning type Numbered Heads Together. The research aimed to improve activity and learning achievement of the students on Line and Angle learning at class VII.F SMP Negeri 14 Mataram in academic year 2015/2016 by application of cooperative learning type Numbered Heads Together. The type of this research was a classroom action research (CAR) was conducted in three cycles. Each cycle contained planning, implementation, observation, evaluation, and reflection. The result showed that the activity score of students in the first cycle was 9,17 with category less active, the second cycle was 12,66 with category active, and the third cycle was 13,99 with category very active. Meanwhile for the average value of learning achievement on first cycle, second cycle and three cycle were respectively 68,59, 77, and 78,70 with the classical completeness 68,75%, 81,82% and 90,91%. Based on whole result of the research concluded that application of cooperative learning type Numbered Heads Together can improve the activity and learning achievement on Line and Angle learning at class VII.F SMP Negeri 14 Mataram in academic year 2015/2016.
Keyword: Cooperative learning type Numbered Heads Together, activity, learning achievement
v
I. PENDAHULUAN Kualitas pendidikan di Indonesia sampai sekarang ini masih menjadi perhatian. Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu diantaranya penggunaan metode maupun pendekatan pembelajaran yang kurang efektif yang lebih menekankan pada latihan dan penghafalan rumus. Kenyataan ini berdampak terhadap prestasi belajar siswa. Salah satunya dapat dilihat dari rendahnya nilai hasil ulangan mid semester ganjil pada mata pelajaran matematika di kelas VII.F yang hanya mencapai nilai rata-rata 73,39 dengan ketuntasan belajar klasikal 52,17%, dengan kata lain ada 11 siswa yang tidak tuntas dari 23 siswa. Sementara nilai pada saat ujian akhir semester ganjil didapatkan hasil sebanyak 20 siswa tidak tuntas atau ketuntasan klasikal hanya mencapai 13,04% dan rata-rata kelas 52,17. Selain itu berdasarkan observasi awal selama kegiatan PPL didapatkan hasil bahwa rata-rata skor aktivitas belajar siswa kelas VII.F hanya mencapai 8 dan masih tergolong dalam kategori kurang aktif. Selama proses pembelajaran, beberapa siswa sering ijin keluar kelas, mengobrol dengan temannya, tidak mendengarkan penjelasan dari guru, siswa tidak berani bertanya apabila ada materi yang belum dipahami, dan jika guru meminta siswa maju untuk menjawab soal siswa enggan melakukannya, akibatnya prestasi belajar rendah dan banyak siswa kelas VII.F yang belum mampu mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah, yaitu 75. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diterapkan suatu sistem pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, guna meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan karena dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda. Siswa berdiskusi dengan kelompoknya dan harus memastikan bahwa semua anggota kelompok memahami jawaban kelompok. Selanjutnya siswa menyampaikan jawaban hasil diskusi setelah ditunjuk oleh guru berdasarkan nomornya. Pembelajaran kooperatif tipe NHT ini sesuai dengan karakteristik siswa kelas VII.F. Berdasarkan observasi pada saat kegiatan PPL, siswa sudah terlihat melakukan diskusi dengan temannya, walaupun hanya sebatas teman sebangkunya. Selain itu ketika guru memberikan soal, tidak banyak siswa yang langsung mengerjakan. Tetapi ketika didekati dan dibimbing mereka mau mengerjakan soal tersebut, hal tersebut dapat 1
mendukung penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Siswa yang awalnya kurang inisiatif dalam mencoba mengerjakan soal akan dilatih untuk mengerjakan tugas yang dibebankan kepadanya. Model pembelajaran ini juga dinilai lebih memudahkan siswa dalam berinteraksi dengan teman-teman di dalam kelas. Oleh sebab itu, model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini dapat diterapkan pada siswa kelas VII.F. Tujuan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together ini yaitu untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VII.F SMP Negeri 14 Mataram tahun pelajaran 2015/2016.
II. PEMBAHASAN Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian belajar yang dilakukan oleh siswa dengan membentuk kelompok-kelompok tertentu yang untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran, hal ini didukung oleh Majid (2014: 174) yang berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang menuntut siswa belajar dengan bekerja sama dalam kelompok kecil dengan anggota yang bersifat heterogen. Number Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi
dari
berbagai
sumber
yang akhirnya
dipresentasikan di depan kelas. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik, hal ini ditunjang oleh pendapat Majid (2014: 192) bahwa Numbered Heads Together merupakan suatu pendekatan yang melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah dan mengecek pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tersebut. Tahapan-tahapan pembelajaran Numbered Heads Together adalah penomoran, pemberian pertanyaan, berpikir bersama, dan menjawab. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 14 Mataram. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII.F semester genap tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 23 orang dengan siswa laki-laki sebanyak 10 orang dan siswa perempuan sebanyak 13 orang. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini yaitu faktor siswa dan faktor guru. Penelitian tindakan kelas 2
ini dilaksanakan pada materi garis dan sudut dengan alokasi waktu belajar yaitu 15 jam pelajaran. Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus, dimana setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Pada akhir siklus diadakan evaluasi dengan waktu satu jam pelajaran. Dari masing-masing siklus dilakukan 5 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan dua instrumen penelitian yaitu lembar observasi dan tes hasil belajar. Sumber data dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VII.F dan guru mata pelajaran matematika kelas VII.F SMP Negeri 14 Mataram tahun pelajaran 2015/2016. Analisis data prestasi belajar siswa digunakan ∑
rumus siswa, dan
, dengan
= nilai rata-rata skor siswa, x i = nilai skor masing-masing
= banyaknya siswa di kelas (Nurkancana dan Sunartana, 1990: 103).
Ketuntasan belajar secara klasikal dianalisis dengan menggunakan rumus , dengan KB = ketuntasan belajar, N = banyak siswa yang memperoleh nilai 75, dan Z = banyak siswa. Sedangkan skor aktivitas siswa dianalisis dengan rumus ∑
dengan A = jumlah rata-rata skor aktivitas siswa,
belajar siswa pada indikator ke-i, dan
= total skor aktivitas
= banyak deskriptor pada indikator ke-i
(Nurkancana dan Sunartana, 1990: 103). Selanjutnya skor aktivitas guru dianalisis dengan rumus
∑
yang tampak , dan
, dengan = jumlah skor aktivitas guru
= skor aktivitas guru
= banyaknya indikator. Penelitian ini dikatakan berhasil jika
aktivitas belajar siswa minimal berkategori aktif dan hasil belajar siswa dikatakan meningkat apabila nilai rata-rata siswa secara klasikal ≥ 75 dan mencapai ketuntasan klasikal minimal 85% dari jumlah siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together. Ringkasan hasil penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Ringkasan hasil penelitian Aktivitas Guru Siklus
I II III
Pert.
1 2 1 2 1 2
Aktivitas Belajar Siswa
Skor
Kategori
Skor
Kategori
15 17 17 17 17 17
Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
8 9,34 11,99 13,33 13,33 14,66
Kurang Aktif Kurang Aktif Aktif Aktif Aktif Sangat Aktif
Prestasi Belajar Siswa Nilai rata-rata
Ketuntasan klasikal
68,91
60,87%
77
81,82%
78,70
90,91%
3
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa skor aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus I pertemuan 1 yaitu 8 dengan kategori kurang aktif dan mengalami peningkatan pada pertemuan 2 yaitu 8,67 dengan kategori kurang aktif. Sedangkan nilai rata-rata prestasi belajar siswa hanya mencapai 68,91 dengan banyak siswa yang mengikuti tes 23 siswa. Dari data tersebut, persentase ketuntasan klasikal pada siklus I adalah 60.87%. Uraian tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I indikator keberhasilan belum tercapai karena masih dibawah standar minimal yang ditetapkan. Belum tercapainya indikator keberhasilan pada siklus I disebabkan oleh beberapa kekurangan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan awal pembelajaran siklus I, masih banyak siswa yang melakukan pekerjaan di luar pembelajaran, seperti mengobrol dengan teman sebangku, meminjam alat tulis dan mengerjakan tugas mata pelajaran lain. Penyebab masalah ini adalah siswa masih belum fokus dalam mengikuti pembelajaran. Di sisi lain, guru kurang tegas dalam menghadapi siswa. Tentunya hal ini berakibat pada siswa yang lainnya, siswa menjadi kurang konsentrasi dalam mendengarkan informasi yang disampaikan oleh guru. Penyebab lainnya adalah kurangnya motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran. Untuk mengatasi masalah ini, guru memberi peringatan dan menegur siswa yang bersangkutan agar lebih fokus dalam mengikuti pembelajaran dan memberikan motivasi kepada seluruh siswa akan pentingnya mempelajari materi yang akan diajarkan. Peran guru sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, seperti bagaimana guru melakukan usaha-usaha yang dapat menumbuhkan dan memberikan motivasi agar siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik. Seperti penuturan Sardiman dalam bukunya (2014: 74-75), apabila ada siswa yang tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, maka siswa tersebut perlu diberikan rangsangan agar tumbuh motivasi dalam dirinya sehingga siswa tersebut mau melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan. Pada saat pembagian kelompok (tahap penomoran) , banyak siswa yang mengeluh karena tidak menyukai anggota kelompok yang telah dibagikan, akibatnya suasana kelas menjadi gaduh dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengorganisasikan siswa ke dalam kelompoknya masing-masing. Akibatnya kegiatan pembelajaran selanjutnya kurang maksimal karena tidak sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru meyakinkan siswa bahwa pembagian kelompok dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan siswa dan dilakukan secara heterogen agar dapat melatih siswa dalam menerima perbedaan setiap 4
anggota kelompoknya, dan pembagian kelompok akan diubah pada setiap siklusnya, hal ini didukung oleh pernyataan Sudjana (2014: 82-83) yang menyatakan bahwa dalam pembentukan kelompok sebaiknya dibentuk secara heterogen, baik dari segi kemampuan belajar maupun jenis kelamin. Pembentukan kelompok secara heterogen ini bertujuan agar kelompok-kelompok tersebut tidak berat sebelah. Selain itu, aktivitas siswa dalam diskusi kelompok (tahap berpikir bersama) masih sangat rendah, belum terjadi kerjasama yang baik antar anggota kelompok. Pengerjaan LKS dari beberapa kelompok yang ada hanya dilakukan oleh 1 sampai 2 siswa, sementara anggota kelompok yang lain melakukan aktivitas yang tidak membantu dalam pengerjaan LKS, seperti mengobrol dengan teman yang lain dan ijin keluar kelas, hal ini tentunya mengganggu kegiatan diskusi yang sedang berlangsung dan siswa yang lain menjadi kehilangan fokus dalam mengerjakan LKS. Penyebab masalah tersebut adalah kurang maksimalnya guru dalam mengelola kelas, sehingga masih banyak siswa yang melakukan kegiatan di luar pembelajaran dan beberapa siswa belum terbiasa berdiskusi dengan kelompoknya sehingga malas untuk berdiskusi. Selain itu, guru tidak menghimbau siswa untuk melakukan pembagian tugas dalam mengerjakan LKS, sehingga hanya siswa yang mengerti dan berkemauanlah yang mengerjakan LKS. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru melakukan tindakan perbaikan yaitu menegur siswa yang bermain-main agar lebih fokus pada pembelajaran. Guru menyampaikan prosedur pengerjaan LKS dan memastikan semua siswa memahami langkah-langkah dalam mengerjakan LKS. Kemudian guru mengarahkan siswa untuk mencari informasi di buku pegangan siswa. Guru juga meminta siswa untuk membagi tugas dalam mengerjakan LKS agar setiap siswa ikut berkontribusi dalam pengerjaan LKS. Seperti pendapat Roger dan David Johnson dalam Suprijono (2014: 58-59) yang menyatakan bahwa ada 5 unsur dalam model kooperatif yang harus diterapkan dalam pembelajaran agar mencapai hasil yang maksimal yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, interaksi promotif, komunikasi antar anggota, dan pemrosesan kelompok. Dengan pembagian tugas setiap siswa dalam kelompok akan membuat siswa merasa mempunyai tanggung jawab dalam kelompok, yaitu mempelajari bahan yang ditugaskan dalam kelompok dan menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. Pada saat penyampaian hasil diskusi (tahap menjawab), masih banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan hasil diskusi dan menanggapi hasil diskusi yang telah 5
disampaikan, akibatnya kegiatan presentasi kurang maksimal. Pada saat presentasi suara siswa yang maju presentasi kurang lantang dalam menyampaikan hasil diskusinya, hal ini mengakibatkan siswa yang lain tidak memperhatikan dengan seksama karena tidak mendengar dengan jelas apa yang tengah disampaikan oleh siswa yang presentasi. Sedangkan sedikitnya siswa yang menanggapi hasil diskusi ini dikarenakan siswa merasa malu dalam menyampaikan pendapatnya dan guru kurang memberi kesempatan kepada siswa lain untuk menanggapi hasil diskusi dikarenakan waktu yang singkat. Di samping itu, perhatian guru hanya terfokus pada siswa yang maju presentasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru meminta siswa yang presentasi untuk lebih mengeraskan suaranya agar terdengar oleh siswa yang lainnya. Pada saat presentasi, perhatian guru harus lebih menyeluruh, tidak hanya pada siswa yang presentasi, hal ini dapat dilakukan dengan cara guru menempatkan dirinya di bagian belakang agar setiap gerak-gerik siswa dapat terlihat secara menyeluruh baik yang presentasi maupun yang tidak. Dengan dilakukannya perbaikan-perbaikan tersebut pada siklus II, skor aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus II pertemuan 1 mengalami peningkatan yaitu 11,99 dengan kategori aktif dan pada pertemuan 2 mengalami peningkatan yaitu 13,33 dengan kategori aktif. Sedangkan nilai rata-rata prestasi belajar siswa pada siklus II ini mengalami peningkatan yaitu 77 dengan banyak siswa yang mengikuti tes 22 siswa, dan presentase ketuntasan klasikal pada siklus ini sebesar 81,82%. Walaupun demikian, masih ada kekurangan-kekurangan yang terjadi pada setiap kegiatan pembelajaran pada siklus II ini. Kesiapan siswa dalam menyiapkan alat kelengkapan belajar mengalami penurunan. Perbaikan yang dilakukan guru untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengingatkan kepada siswa untuk membawa alat kelengkapan belajarnya sehingga mempermudah siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran dan guru juga menyiapkan beberapa alat kelengkapan belajar yang dibutuhkan siswa untuk mengantisipasi apabila ada siswa yang tidak membawa, hal ini ditunjang oleh pernyataan Hamalik (2014: 33) yaitu kegiatan belajar akan lebih optimal jika siswa berada dalam kondisi siap untuk belajar. Selain itu pada saat pengumpulan hasil diskusi kelompok, beberapa kelompok masih belum menyelesaikan LKS, hal ini dikarenakan mereka tidak memperhatikan dan membaca langkah-langkah yang tertera pada LKS. Perbaikan yang dilakukan guru untuk 6
mengatasi masalah tersebut yaitu sebelum mengerjakan LKS guru meminta siswa untuk membaca langkah-langkah dalam mengerjakan LKS dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila ada hal yang belum dipahami. Guru harus mengingatkan kembali alokasi waktu yang telah ditetapkan, dan menekankan siswa supaya menyelesaikan hasil diskusinya sebelum melewati batas waktu yang telah ditetapkan. Di samping itu guru juga menambah alokasi waktu dalam mengerjakan LKS pada pertemuan selanjutnya. Kurangnya perhatian siswa pada saat penyampaian hasil diskusi (tahap menjawab) juga masih menjadi permasalahan pada siklus II, hal ini dikarenakan masih ada siswa yang main-main seperti mengobrol dengan temannya dan mengganggu teman yang lain. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru menghampiri dan menegur siswa yang bersangkutan agar memperhatikan kembali temannya yang sedang presentasi. Selain itu, guru meminta siswa untuk lebih tenang dan memperhatikan dengan seksama penjelasan dari temannya yang tengah menyajikan hasil diskusi, hal ini ditunjang oleh pernyataan Daryanto (2013: 80-83) yang menyatakan bahwa perhatian merupakan tindakan yang dilakukan seseorang dalam pemilihan rangsangan yang datang dari luar, sedangkan memperhatikan itu mengarahkan indra atau persepsinya untuk menerima informasi tentang sesuatu. Tindakan lainnya yaitu, apabila masih ada siswa yang sulit diatur, namanya akan di tulis dalam buku saku yang dimiliki setiap siswa dan dilaporkan pada guru mata pelajaran matematika yang bersangkutan. Beberapa perbaikan yang telah dilakukan pada siklus III memberikan dampak yang lebih baik selama proses pembelajaran. Akan tetapi, masih ada beberapa siswa yang tidak menyiapkan alat kelengkapan belajar, tidak memperhatikan penjelasan guru, masih melakukan pekerjaan lain pada saat diskusi berlangsung dan tidak mau mencatat kesimpulan. Meskipun demikian, skor aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus III pertemuan 1 yaitu 13,33 dengan kategori aktif dan pada pertemuan 2 juga mengalami peningkatan yaitu 14,66 dengan kategori sangat aktif. Sedangkan Nilai ratarata prestasi belajar siswa pada siklus III ini mengalami peningkatan yaitu 78,7 dengan banyak siswa yang mengikuti tes 22 siswa, dan persentase ketuntasan klasikal pada siklus ini sebesar 90,91%. Dari data tersebut rata-rata nilai tes dan persentase ketuntasan klasikal tersebut sudah memenuhi indikator keberhasilan yang sudah ditentukan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan aktivitas dan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered 7
Heads Together. Dengan demikian berdasakan hasil dan pembahasan maka penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together pada materi pokok garis dan sudut dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa di kelas VII.F SMP Negeri 14 Mataram tahun pelajaran 2015/2016.
III.
KESIMPULAN DAN SARAN Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu: 1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together yang optimal dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VII.F SMP Negeri 14 Mataram pada pembelajaran Garis dan Sudut. Hal ini terlihat dari peningkatan skor aktivitas belajar siswa pada siklus I pertemuan 1 yaitu 9 dengan kategori kurang aktif dan pertemuan 2 yaitu 10,34 dengan kategori kurang aktif, pada siklus II pertemuan 1 yaitu 10,34 dengan kategori kurang aktif dan pertemuan 2 yaitu 13 dengan kategori aktif, sedangkan pada siklus III pertemuan 1 yaitu 13,33 dengan kategori aktif dan pertemuan 2 14,66 dengan kategori sangat aktif. 2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together yang optimal dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII.F SMP Negeri 14 Mataram pada pembelajaran Garis dan Sudut. Hal ini terlihat dari peningkatan nilai rata-rata dan persentase ketuntasan klasikal dari tiap siklus. Nilai rata-rata pada siklus I sebesar 69,35 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 60,87%, pada siklus II nilai rata-rata meningkat menjadi 77 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 78,26% dan pada siklus III nilai rata-rata meningkat menjadi 78,70 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 86,96%. 3. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together: 1) Pendahuluan Siswa mempersiapkan diri untuk mengikuti pembelajaran dan memperhatikan guru saat menyampaikan tujuan pembelajaran dan apersepsi. 2) Inti i) Langkah 1: Penomoran Siswa membentuk kelompok dan setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. ii) Langkah 2: Pemberian pertanyaan Siswa mendapat pertanyaan dari guru. 8
iii) Langkah 3: Berpikir bersama Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. iv) Langkah 4: Menjawab Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok yang menjawab paling tepat dalam mempresentasikan hasil diskusi mendapatkan penghargaan. 3) Penutup i) Siswa membuat kesimpulan berdasarkan materi yang telah dipelajari. ii) Siswa mendengarkan guru saat menginformasikan kegiatan pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Adapun saran-saran yang disampaikan penulis adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together pada materi yang lain dengan mempertimbangkan dan mencari solusi untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang masih muncul pada penelitian ini untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. 2. Bagi sekolah diharapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together ini bisa menjadi salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru-guru mata pelajaran lainnya dalam meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA Daryanto. 2013. Belajar dan Mengajar. Bandung: Yrama Widya. Hamalik, O. 2014. Psikologi Belajar & Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Majid, A. 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nurkancana, W dan Sunartana.1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. Sardiman. 2014. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press. Sudjana, N. 2014. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Suprijono, A. 2014. Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
9