MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN METODE PAIRED STORY TELLING (BERCERITA BERPASANGAN) PADA SISWA KELAS IV DI SDN 4 CAKRANEGARA TAHUN PELAJARAN 2015/2016
JURNAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Guru Sekolah Dasar
OLEH : SRI MARDIANA NIM : E1E 012 085
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2016
MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN METODE PAIRED STORY TELLING (BERCERITA BERPASANGAN) PADA SISWA KELAS IV DI SDN 4 CAKRANEGARA TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Oleh : Sri Mardiana, Muhammad Tahir, I Nyoman Sudika Program Studi Pendidikan Guru sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan, FKIP Universitas Mataram Email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara dengan penerapan metode paired story telling (bercerita berpasangan) pada siswa kelas IV di SDN 4 Cakranegara tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi, tes dan dokumentasi. Sedangkan metode analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif dan kualitatif.. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilaksanakan pada siklus 1, nilai rata-rata kelas yang diperoleh yaitu 67 dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 20 orang dan siswa yang tidak tuntas sebanyak 12 orang dengan nilai tertinggi 75 dan nilai terendah 50. Sehingga persentase ketuntasan klasikal yang dicapai pada siklus 62,5%. Hasil refleksi siklus 1 mengisyaratkan perbaikan tindakan pada siklus berikutnya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada siklus II, jumlah siswa yang tuntas yaitu 28 orang dan siswa yang tidak tuntas sebanyak 4 orang, dengan nilai tertinggi yang diperoleh 95 dan nilai terendah 60. Sedangkan nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 77 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 87,5%. Hasil ini menunjukkan penerapan metode paired story telling (bercerita berpasangan) dapat meningkatkan keterampilan bebicara siswa kelas IV SDN 4 Cakranegara tahun pelajaran 2015/2016.
Kata Kunci : Metode paired story telling (bercerita berpasangan), keterampilan berbicara.
iii
INCREASING SPEAKING SKILL THROUGH METHOD PAIRED STORY TELLING AT GRADE IV SDN 4 CAKRANEGARA ACADEMIC YEAR 2015/2016 By: Mardiana, Muhammad Tahir, I Nyoman Sudika Teacher Education Courses Elementary Schools Department of Science Education, FKIP Mataram University Email:
[email protected]
ABSTRACT
This Classroom Action Research aims to increase students’ speaking skill through method Paired Story Telling at grade IV SDN 4 Cakranegara Academic Year 2015/2016. This research was conducted in two cycles. Data collecting Method used were observation, test and documentation whereas, method of data analysis were descriptive quantitaive and qualitative. Based on data analysis result held in cycle 1, classical mean score was 67 with the number of successful studens were 20 and failed students were 12. Highest score was 75 and the lowest score was 50. So that the classical successful students in cycle 1 was 62,5%. The result of reflection in cycle 1 showed that remedial action in next cycle was required. Based on analysis conducted in cycle 2, the number of successful students were 28 and failed students were 4, with the higherst score was 95 and the lowest score was 60. The classical mean score was 77 with classical successful was 87.5 %. That result showed that the application of method paired story telling could increse speaking skill of grade IV students at SDN 4 Cakranegara Academic Year 2015/2016. Key words: method paired story telling, speaking skill
iv
A. Pendahuluan Bahasa memiliki peranan yang sentral dalam dunia pendidikan, yang salah satu fungsi bahasa yaitu penyampai informasi. Manusia tidak lepas dari penggunaan bahasa sebagai alat atau media yang digunakan untuk berkomunikasi, berinteraksi, serta menyampaikan hasil pemikiran, ide, atau gagasan. Bahasa selalu mengikuti dan mewarnai kehidupan manusia sehari-hari, baik manusia sebagai anggota suku maupun bangsa. Fungsi bahasa sebagai penyampai informasi ini berkaitan dengan aspek-aspek dalam pembelajaran bahasa Indonesia mulai di jenjang Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Terdapat empat aspek kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran Bahasa Indonesia SD yaitu (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis. Keempat aspek di atas merupakan satu kesatuan atau saling berkaitan, karena dalam kenyataan penggunaan bahasa tidak lepas dari seluruh aspek tersebut. Ketika melakukan kegiatan menulis, diperlukan kegiatan mendengarkan, membaca dan berbicara. Demikian juga jika melakukan kegiatan berbicara, maka diperlukan aspek keterampilan bahasa yang lain. Sekolah Dasar merupakan waktu yang tepat untuk melatih keterampilan siswa sebagai bekal untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi, salah satunya yaitu keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara yakni keterampilan yang bersumber dari proses - proses berpikir seseorang berupa gagasan, pikiran maupun perasaan yang disampaikan melalui artikulasi kata. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya, semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya, maksudnya yaitu jika siswa memiliki keterampilan berbicara yang baik, maka Ia akan sangat mudah untuk menyalurkan isi pemahamannya, gagasan, serta perasaan dengan baik. Keterampilan berbicara hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan banyak latihan. Proses pembelajaran bahasa Indonesia yang dilaksanakan guru pada siswa kelas IV SDN 4 Cakranegara lebih banyak terfokus pada penyampaian materi. Kegiatan pembelajaran yang mendominasi adalah kegiatan membaca dan menulis sebagai upaya untuk menyelesaikan soal-soal penguji pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Selain itu, siswa kesulitan dalam berkomunikasi disebabkan karena siswa tidak terbiasa aktif berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia, siswa lebih banyak menggunakan bahasa daerah
1
khususnya bahasa sasak dalam berkomunikasi dengan guru maupun temantemannya, karena dengan menggunakan bahasa daerah siswa lebih mudah memahami pembicaraan seseorang dibanding dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini diketahui berdasarkan hasil observasi di SDN 4 Cakranegara pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas IV tahun pelajaran 2015/2016 menunjukkan siswa banyak yang salah dalam pemakaian atau cara berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, siswa pasif dikelas tidak ada yang berani mengungkapkan ide atau gagasan serta mengeluarkan pendapat dan dari hasil belajar khususnya pada keterampilan berbicara tergolong masih rendah. Hal itu ditunjukkan dengan adanya persentaase ketuntasan siswa, dari 32 siswa kelas IV terdapat 12 siswa yang tuntas, yang berarti bahwa 37,5% siswa yang mampu memenuhi syarat standar kelulusan, sedangkan 62,5% siswa lainnya belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah yaitu nilai 70. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka peneliti menawarkan salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan tersebut yaitu dengan menerapkan metode pembelajaran Paired Story Telling. Pembelajaran Paired Story Telling, merupakan salah satu metode pembelajaran yang digunakan dalam upaya melatih keterampilan berbicara siswa. Metode pembelajaran kooperatif Paired Story Telling mampu menciptakan interaksi positif antara guru, siswa, dan materi pembelajarannya, dapat merangsang siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi, serta memberi banyak kesempatan pada siswa untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan metode Paired Story Telling sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas IV di SDN 4 Cakranegara. Hal tersebut pula yang menyebabkan peneliti mengangkat judul skripsi “ Meningkatkan Keterampilan Berbicara dengan Metode Paired Story Telling (Bercerita Berpasangan) Pada Siswa Kelas IV Di SDN 4 Cakranegara Tahun Pelajaran 2015/2016”.
2
B. Kajian Pustaka dan Hipotesis Tindakan 1. Hakikat Keterampilan Berbicara Berbicara adalah suatu kegiatan manusia dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan untuk mencapai tujuan atau maksud yang ingin disampaikan. Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan kepada seseorang atau kelompok seacara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh. 2. Metode Paired Story Telling Paired Story Telling adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang artinya bercerita berpasangan, dimana lebih menekankan pada pelatihan keterampilan berbicara siswa, sehingga memberikan banyak kesempatan pada siswa untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menurut Lie (dalam Huda, 2014 : 151) Paired Story Telling merupakan bagian dari metode kooperatif. Metode mengajar Paired Story Telling (Bercerita Berpasangan) dikembang sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar, dan materi pelajaran. Ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini antara lain: a. Lusyani (2011) yang berjudul “Penggunaan Teknik Paired Story Telling Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Narasi Siswa Kelas IV SDN 25 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011”. b. Muttaqin (2014) dengan penelitian yang berjudul “ Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Penerapan Metode Show And Tell (Melihatkan dan Bercerita) Siswa Kelas III SDN Tepas Tahun Pelajaran 2014/2015”. c. Helmawati (2012) dengan penelitian yang berjudul “Penerapan Metode Artikulasi Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN 2 Meninting Tahun Ajaran 2012/2013”. Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah: Penelitian yang akan dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) berdasarkan masalah yang sudah ada di SDN 4 Cakranegara. Adapun masalah tersebut berasal baik dari pihak guru maupun siswa. Salah satu alternatif yang bisa digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan berbicara yaitu melalui penerapan metode paired story telling.
3
Adapun kelebihan dari metode paired story telling yaitu dapat melatih kreatifitas dan kemandirian siswa karena memungkinkan siswa untuk berpikir mandiri dalam menyusun bahan pembicaraannya dengan baik serta berbicara dalam situasi formal dan saling berbagi informasi bersama secara singkat dan teratur. Selain itu siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Hipotesis dalam penelitian ini adalah jika penerapan metode pembelajaran Paired Story Telling dilakukan secara optimal, maka dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas IV SDN 4 Cakranegara. C. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SDN 4 Cakranegara Kelas IV tahun pelajaran 2015/2016. Adapun waktu pelaksanaannya yaitu pada semester 2 tahun pelajaran 2015/2016. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 4 Cakranegara tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 32 siswa dengan perincian laki-laki 12 orang dan perempuan 20 orang. Adapun observer dalam penelitian ini adalah guru kelas IV SDN 4 Cakranegara yaitu Robiah, S.Pd. Faktor-faktor yang menjadi fokus penelitian ini diantaranya adalah faktor guru, yakni aktivitas guru selama proses pembelajaran berlangsung dengan menerapkan metode Paired Story Telling dan faktor siswa, yakni aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan metode Paired Story Telling Variabel penelitian ini dibagi dua, yaitu variabel operasional harapan yakni, peningkatkan keterampilan berbicara siswa dan variabel operasional tindakan, yakni penerapan pembelajaran kooperatif Paired Story Telling. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat langkah tindakan dilakukan, yaitu: (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi (pengamatan) dan evaluasi, dan (4) refleksi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode Tes Tes adalah rangkaian pertanyaan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (dalam Mahmud, 2011 : 185).
4
2. Metode Observasi Observasi merupakan suatu metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengamati tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. 3. Metode Dokumentasi Menurut Sedarmayanti (dalam Mahmud, 2011: 183) dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, tetapi melalui dokumen. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Lembar Instrumen Keterampilan Berbicara Siswa Lembar penilaian keterampilan Berbicara Siswa melalui metode Paired Story Telling (bercerita berpasangan) dengan mengamati hasilnya di dalam proses pembelajaran. 2. Lembar Observasi Aktivitas Mengajar Guru Penilaian terhadap aktivitas guru dilaksanakan menggunakan pedoman observasi dalam bentuk ratting skill atau skala rentang yaitu skala 4. 3. Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa Penilaian terhadap aktivitas guru dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung maka dibuatlah lembar observasi. Adapun bentuk lembar observasi yang digunakan adalah rating skill atau skala rentang yaitu skala 4. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif (digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari tes secara tertulis, meliputi: ketuntasan belajar individu, rata-rata kelas, dan perhitungan persentase ketuntasan klasikal) dan deskriptif kualitatif (digunakan untuk menentukan kategori/kriteria dalam sebuah data). 1. Data Hasil Keterampilan Menulis a. Ketuntasan belajar secara individu Adapun rumus untuk menghitung ketuntasan beajar secara individual digunakan rumus sebagai berikut. Skor =
x 100
(Syaiful Musaddat, 2013:224).
5
b. Rata-Rata Kelas Untuk menghitung rata-rata kelas pada masing-masing siklus dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai yang diperoleh siswa, selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa kels tersebut sehingga diperoleh nilai rata-rata. Adapun rumusnya sebagai berikut: =
Keterangan : = nilai rata-rata = jumlah semua nilai siswa = jumlah siswa (Aqib, dkk , 2010:40). c. Ketuntasan Belajar Klasikal Untuk menghitung persentase ketuntasan klasikal, digunakan rumus sebagai berikut. P=
x 100%
(Aqib, dkk, 2010: 41). 2. Data Aktivitas Mengajar Guru Penilaian aktivitas mengajar guru diperoleh melalui observasi langsung dimana seorang guru yang mengajar diobservasi langsung oleh observer bersamaan dengan proses pembelajaran di dalam kelas. Data aktivitas mengajar guru dianalisis dengan cara sebagai berikut. a. Menentukan skor aktivitas 1) Skor 4 diberikan jika deskriptor yang diamati dilakukan dengan sangat baik. 2) Skor 3 diberikan jika deskriptor yang diamati dilakukan dengan baik. 3) Skor 2 diberikan jika deskriptor yang diamati dilakukan dengan cukup baik. 4) Skor 1 diberikan jika deskriptor yang diamati dilakukan dengan tidak baik. b. Menentukan Skor Maksimal Ideal (SMI) Menentukan Skor Maksimal Ideal (SMI), yaitu skor yang mungkin dicapai jika semua item dapat tercapai. Banyaknya indikator =5 Banyaknya deskriptor tiap indikator =3 Skor maksimal untuk setiap deskriptor =4
6
Skor minimal untuk setiap dekriptor =1 Jadi, skor maksimal ideal = 5 x 3 x 4 = 60 Sedangkan skor minimal seluruh indikator = 5 x 3 x 1 = 15 c. Menentukan Mean Ideal (MI) dan Standar Deviasi Ideal (SDI) Rumus: Mi
= SMi = (60) = 30
SDi
= (30)
= 10. d. Menemukan Kriteria Aktivitas Mengajar Guru Berdasarkan skor standar maka kriteria untuk menentukan aktivitas guru dijabarkan dalam tabel berikut ini. Tabel 3.2 Kriteria Menentukan Aktivitas Mengajar Guru Interval Interval Skor Kategori X ≥ Mi + 1,5 SDi X ≥ 45 Sangat Baik Mi + 0,5 SDi ≤ X < Mi + 1,5 SDi 35 ≤ X < 45 Baik Mi – 0,5 SDi ≤ X < Mi + 0,5 SDi 25 ≤ X < 35 Cukup Baik Mi – 1,5 SDi ≤ X < Mi – 0,5 SDi 15 ≤ X < 25 Kurang Baik X < Mi – 1,5 SDi X < 15 Sangat kurang Baik (Nurkancana dan Sunartana: 1990) Keterangan: X = rata-rata skor aktivitas mengajar guru. 3. Data Aktivitas Belajar Siswa Penilaian aktivitas belajar siswa diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan ketika proses pembelajaran berlangsung. Observasi secara langsung oleh observer. Adapun teknik penilaian untuk aktivitas belajar siswa terdiri dari empat indikator, setiap indikator terdiri dari tiga diskriptor dan mempunyai skala 4. Penskoran dilakukan dengan cara sebagai berikut. a. Menentukan skor aktivitas belajar siswa 1) Skor 1 diberikan jika X ≤ 25% (1-8 orang) siswa melakukan deskriptor yang dimaksud 2) Skor 2 diberikan jika 26% ≤ X ≤ 50% (9-16 orang) siswa yang melakukan deskriptor yang dimaksud 3) Skor 3 diberikan jika 51% ≤ X ≤ 75% (17-24 orang) siswa melakukan deskriptor yang dimaksud 7
4) Skor 4 diberikan jika X ≥ 76% (25-32 orang) siswa melakukan deskriptor yang dimaksud Keterangan: X = jumlah siswa yang aktif melakukan kegiatan menurut deskriptor. b. Menentukan Skor Maksimal Ideal (SMi) Menentukan Skor Maksimal Ideal (SMi), yaitu skor yang mungkin dicapai jika semua item dapat tercapai. Banyaknya indikator =5 Banyaknya deskriptor tiap indikator =3 Skor maksimal untuk setiap deskriptor =4 Skor minimal untuk setiap deskriptor =1 Jadi skor maksimal ideal = 5 x 3 x 4 = 60 Sedangkan skor minimal seluruh indikator = 5 x 3 x 1 = 15.
c. Menentukan Mean Ideal (Mi) dan Standar Deviasi Ideal (SDi) Rumus:
Mi = SMi = (60) = 30 SDi = Mi = (30)
= 10. d. Menentukan Kriteria Aktivitas Belajar Siswa Berdasarkan skor standar maka kriteria untuk menentukan aktivitas siswa dijabarkan pada tabel berikut. Tabel 3.3 Kriteria Menentukan Aktivitas Belajar Siswa Interval Interval Skor Kategori X ≥ Mi + 1,5 SDi X ≥ 45 Sangat Aktif Mi + 0,5 SDi ≤ X< Mi + 1,5 SDi 35 ≤ X < 45 Aktif Mi - 0,5 SDi ≤ X < Mi + 0,5 SDi 25 ≤ X < 35 Cukup Aktif Mi – 1,5 SDi ≤ X < Mi – 0,5 SDi 15 ≤ X < 25 Kurang Aktif X < Mi – 1,5 SDi X < 15 Sangat kurang AKtif (Nurkancana dan Sunartana : 1990)
8
Keterangan: X = rata-rata skor aktivitas belajar siswa. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini dikatakan berhasil jika: 1. ketuntasan belajar klasikal yaitu ≥85% (yang ditetapkan oleh pihak sekolah) dari seluruh siswa mendapat nilai ≥70 sesuai dengan KKM yang telah ditentukan. 2. Penelitian ini dikatakan berhasil jika guru dapat menggunakan metode Paired Story Telling sehingga memperoleh hasil dengan minimal berkategori baik dan mampu meningkatkan pemahaman dan minat siswa dalam belajar. 3. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila rata-rata aktivitas belajar siswa dalam belajar mencapai katagori “Aktif” D. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut. 1. Siklus I a. Jumlah skor aktivitas mengajar guru yang diperoleh sebesar 39 dengan kategori baik. b. Jumlah skor aktivitas belajar siswa yang diperoleh sebesar 34 dengan kategori cukup aktif. c. Jumlah siswa yang tuntas sebanyak 20 orang dan siswa yang tidak tuntas 12 orang dari jumlah siswa keseluruhan 32 orang , sehingga ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil evaluasi sebesar 62,5% dengan KKM yang telah ditentukan yaitu 70. d. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka penelitian dilanjutkan ke siklus II. 2. Siklus II a. Jumlah skor aktivitas mengajar guru yang diperoleh sebesar 55 dengan kategori sangat baik. b. Jumlah skor aktivitas belajar siswa yang diperoleh sebesar 51 dengan kategori sangat aktif. c. Jumlah siswa yang tuntas sebanyak 28 orang dan siswa yang tidak tuntas sebanyak 4 orang dari jumlah siswa keseluruhan 32 orang, sehingga ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil evaluasi sebesar 87,5%. d. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar dari siklus I ke siklus II serta telah memenuhi kriteria yang ditetapkan. Oleh karena itu, penelitian dihentikan pada siklus II.
9
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, berikut merupakan tabel ringkasan hasil observasi dan evaluasi pada siklus I dan siklus II: Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Penelitian Siklus I dan Siklus II
Siklus
Hasil Belajar Siswa
Guru
Hasil Observasi Aktivitas
Siswa
Rata-rata
Persentase ketuntasan
Rata-rata
Skor
Kriteria
Rata-rata
Skor
I
67
62,5%
7,8
39
Baik
6,8
34
II
77
87,5%
11
55
10,2
51
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Sangat Baik Meningkat
Kriteria
Tabel 4.7 merupakan ringkasan hasil penelitian siklus I dan II yang menjelaskan bahwa kegiatan proses pembelajaran pada siklus I dan II mengalami peningkatan dan terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dari adanya perolehan dan peningkatan hasil evaluasi keterampilan berbicara siswa pada siklus I dan II yakni dari rata-rata nilai pada siklus I yang ditampilkan di atas yaitu 67 meningkat menjadi 77 pada siklus II. Begitupun dengan ketuntasan klasikal pada siklus I diperoleh ketuntasan klasikal sebesar 62,5 % meningkat menjadi 87,5% pada siklus II. Peningkatan keterampilan berbicara yang diperoleh menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan metode paired story telling yang telah dilaksanakan secara efektif dan maksimal sehingga mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan yakni mencapai indikator keberhasilan yang telah ditargetkan sebesar 85%. Selain peningkatan hasil keterampilan berbicara, aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa pada siklus I dan II pada tabel di atas juga menunjukkan adanya peningkatan. Pada hasil observasi aktivitas mengajar guru pada siklus I menunjukkan bahwa kriteria yang diperoleh adalah baik. Hal ini dikarenakan dalam mengajar guru mendapatkan skor 39 dari skor maksimal 60 , dan pada siklus II meningkat menjadi 55 dengan kriteria sangat baik. Meningkatnya jumlah skor yang diperoleh dalam pembelajaran tersebut terjadi karena perencanaan yang lebih baik serta perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada siklus berikutnya. Begitupun untuk aktivitas belajar siswa juga menunjukkan adanya peningkatan. Pada hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus I berkategori 10
Cukup Aktif Sangat Aktif Meningkat
cukup aktif dengan jumlah skor perolehan sebesar 34 dari skor maksimal 60, sedangkan pada siklus II aktivitas belajar siswa berkategori sangat aktif dengan skor perolehan 51 dari skor maksimal 60 , sehingga disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa pada siklus I mengalami peningkatan di siklus II. Peningkatan aktivitas belajar siswa terjadi karena adanya perencanaan dan perbaikan yang baik dari tiap siklus untuk mencapai keberhasilan dalam belajar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan keterampilan berbicara siswa dengan metode paired story telling pada siswa kelas IV di SDN 4 Cakranegara tahun pelajaran 2015/2016. E. Simpulan dan Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi dimana pada siklus I aktivitas mengajar guru berkategori baik dan pada siklus II berkategori sangat baik. Begitupun dengan aktivitas belajar siswa pada siklus I berkategori cukup aktif dan pada siklus II berkategori sangat aktif. Sedangkan dilihat dari persentase ketuntasan klasikal, pada siklus I persentase klasikal pada mata pelajaran bahasa Indonesia siswa mencapai 62,5% pada siklus II meningkat menjadi 87,5%. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah: 1. Bagi guru disarankan menciptakan suasana belajar yang melibatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran melalui metode paired story telling sehingga siswa menjadi pemeran utama dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini guru bisa mengubah metode belajar yang monoton menjadi metode belajar yang bervariasi sehingga dapat memotivasi siswa dalam belajar. 2. Bagi guru hendaknya memiliki pemahaman yang memadai tentang siswa, baikk mengenal karakteristik, kesiapan, kemapuan, ketidakmampuan dan latar belakang siswa agar dapat membantu mengembangkan siswa dalam proses pembelajaran. 3. Bagi sekolah hendaknya mendorong guru untuk selalu menerapkan metode pembelajaran yang berkreasi yang dapat menetapkan siswa sebagai subyek belajar. 4. Bagi sekolah hendaknya menyediakan fasilitas yang memadai guna mempermudah guru dalam menerapkan metode-metode pembelajaran yang variatif sehingga berdampak pada peningkatan mutu sekolah.
11
DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV. Yrama Widya. Arikunto, S, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara Asrori. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV Wacana Prima. Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. Helmawati. 2012. “Penerapan Metode Artikulasi Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V SDN 2 Meninting Tahun Ajaran 2012/2013”. Mataram: FKIP Universitas Mataram. Huda, Miftahul. 2014. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Lusyani, Putu Dian. 2011. “Penggunaan Teknik Paired Story Telling Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Narasi Siswa Kelas IV SDN 25 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011”. Mataram: FKIP Universitas Mataram. Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia. Mulyati, Yeti. 2010. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas terbuka Musaba, Zulkifli. 2012. Terampil Berbicara. Yogyakarta: CV Aswaja Pressindo. Musaddat, Syaiful. 2013. Pendidikan Bahasa Indonesia Dan Sastra Indonesia KelasTinggi. Mataram: FKIP Press. Musaddat, dkk. 2011. Pendidikan Bahasa Indonesia Dan Sastra Indonesia Kelas Rendah. Mataram: Cerdas Press. Muttaqin. 2014. “Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Penerapan Metode Show And Tell (Melihatkan dan Bercerita) Siswa Kelas III SDN Tepas Tahun Pelajaran 2014/2015”. Mataram: FKIP Universitas Mataram. Nurkancana dan Sunarata. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. Sudjana, Nana. 2011. Penelitian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
12
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suharyanti. 2011. Pengantar Dasar Keterampilan Berbicara. Surakarta: Yuma Pustaka. Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar Tarigan, Guntur . 2008. Berbicara. Bandung: Angkasa Bandung. Tarigan, Guntur. 2009. Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa. Bandung: Angkasa Bandung. Zawawi, Asror. 2011. “Peningkatan Kemampuan Berbicara Menggunakan Metode Role Playing Pada Siswa Kelas IV SDN 3 Kekait Tahun Ajaran 2011/21012”. Mataram: FKIP Universitas Mataram
13