Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI ( Studi Empiris di SMA Swasta Katolik Kabanjahe) Oleh :
Dra. Endalina Br Karo Sekali, M.Pd*) *)
Dosen FKIP Universitas Quality Medan
Abstract This Article aim to the effect of instructional model and motivation of studying to the results of gegraphy( An Empirical Study on SMA Swasta Katolik Kabanjahe). Research methodology used is experiment with quasi pattern of 2 x 2 experiment factorial design. The data analyzing technique used is two way ANOVA with significaQWOHYHORIĮ 6XEMHFWUHVHDUFKLVOHYHOVWXGHQWSMA Swasta Katolik Kabanjahe on semester 2010/2011 academic year. The research reveals that (1) the results of geograpy learning of students taught with cooperative learning model with type STAD are higher than those of students taught with expository learning model, (2) the results of geograpylearning of students with higher motivation in studying are higher than those of students with lower motivation in studying, (3) there is an interaction between instructional model and motivation for studying, and its effects on the students results. Keywords : Instructional model, motivation of studying, the results of Geogrphy
I.
Pendahuluan
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memegang peran penting dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebab melalui sekolah dihasilkan lulusan-lulusan yang memiliki berbagai kompetensi yang disesuaikan dengan masing-masing jenjang pendidikan, baik itu pada tingkat dasar, menengah maupun pada jenjang pendidikan tinggi. Pemerintah dalam hal ini Depdiknas telah melakukan penyusunan standar nasional berbasis kompetensi yang mencakup kompetensi siswa, kompetensi dasar, standar materi pokok dan indikator pencapaian. Kompetensi yang diinginkan pemerintah adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai hidup yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir. Sekolah Menengah Atas sebagai salah satu satuan pendidikan lanjutan dari SMP juga memegang peran penting dalam mencerdaskan tunas bangsa. Setelah mengikuti SMA siswa diharapkan memiliki ciri atau profil sebagai
berikut : (1) memiliki keimanan dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa mulai mapan; (2) memiliki etika (sopan santun dan beradab); (3) memiliki penalaran yang baik (dalam kajian materi kurikulum, kreatif, inisiatif serta memiliki tanggung jawab) dan penalaran sebagai penekanannya; (4) kemampuan berkomunikasi/sosial (tertib, sadar aturan dan perundang-undangan, dapat bekerja sama, mampu bersaing, toleransi, menghargai hak orang lain, dapat berkompromi); dan (5) dapat mengurus dirinya dengan baik. (Mulyasa, 2008: 28) Mata pelajaran Geografi memiliki cakupan yang sangat luas dan memiliki makna dan arti yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia di tengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang mata pelajaran Geografi sangat penting untuk dimiliki siswa. Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah guru dan
73
Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681
faktor yang berhubungan dengan guru dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran yang digunakan. Pada kenyataannya model pembelajaran yang dipergunakan guru belum tepat sasaran sehingga perlu perbaikan. Rendahnya motivasi dan hasil belajar dalam bidang studi Geografi,salah faktor penyebabnya karena proses belajar mengajar kurang mendukung pemahaman siswa yaitu terlalu banyak hafalan. Guru sebagai variabel yang paling dominan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dituntut harus dapat menentukan variasi-variasi dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan berbagai model pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik siswa sehingga dapat mengaktifkan siswa dalam belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dikelompokkan dalam tim-tim pembelajaran dengan empat anggota, anggota tersebut campuran ditinjau dari tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru mempresentasekan sebuah pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim-timnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menuntaskan pelajaran itu. Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis individual tentang bahan ajar tersebut, pada saat itu mereka tidak boleh saling membantu. Skor kuis siswa dibandingkan dengan rata-rata skor mereka yang lalu dan poin diberikan berdasarkan seberapa jauh siswa dapat menyamai atau melampaui kinerja mereka terdahulu. Poinpoin ini kemudian dijumlah untuk mendapatkan skor tim, dan tim-tim yang memenuhi kriteria tertentu dapat diberikan penghargaan. Pembelajaran Geografi selama ini yang dilaksanakan umumnya masih berorientasi kepada guru (teacher oriented). Seyogianya dalam pembelajaran siswa saling berinteraksi dengan guru dan sesama teman sekelasnya dalam menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hal lain yang kurang mendapat perhatian guru bidang studi Geografi adalah bagaimana cara mengaktifkan siswa yang memiliki prestasi yang baik dalam mata pelajaran Geografi agar dapat mengembangkan potensi dirinya dalam membantu teman-temannya yang kurang berprestasi untuk berbagi pengetahuan.
74
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut. (1) Apakah kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memperoleh hasil belajar Geografi lebih tinggi dibanding kelompok siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori? (2) Apakah kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi memperoleh hasil belajar Geografi lebih tinggi dibanding kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah? (3)Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar Geografi siswa? II. Kajian Teoretis 2.1 Hasil Belajar Geografi Untuk mengetahui apakah seseorang telah memeroleh perubahan sebagai hasil belajar, perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi dapat dipergunakan sebagai alat kontrol untuk mengetahui sejauhmana seseorang telah mencapai hasil belajar. Syah (1996:36) mengemukakan “Tes hasil belajar adalah alat ukur yang digunakan untuk menentukan taraf keberhasilan suatu program pengajaran.” Bloom yang dikutip oleh Sudjana (2008: 49) bahwa “Hasil belajar secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam 3 ranah yaitu : (1) bidang kognitif, yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi; (2) bidang afektif, yang berkenaan dengan sikap yang meliputi penerimaan, jawaban, penilaian, organisasi, dan internalisasi; (3) bidang psikomotorik, yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan ketepatan gerak, keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interaktif. Hasil belajar geografi adalah hasil yang diperoleh dari pembelajaran Geografi yakni adanya perubahan pengetahuan, sikap, nilai/moral dan keterampilan untuk memahami lingkungan sosial masyarakat. Hasil belajar Geografi dalam penelitian ini mencakup kemampuan siswa memahami konsep Geografi, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan kemampuan mengaplikasikan konsep-konsep tersebut dalam kehidupan yang dijalani siswa.
Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681
2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif dicirikan struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Siswa bekerja dalam situasi semangat pembelajaran kooperatif yang membutuhkan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung untuk mencapai suatu penghargaan bersama. Model Tabel 1.
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang penting, yaitu kemampuan akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu dan pengembangan keterampilan sosial. Pada pembelajaran kooperatif terdapat enam fase yang dapat dirangkum pada Tabel 2 berikut ini :
Fase-Fase Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Fase 1 : Menyampaikan TPK dan motivasi Fase 2 : Mempresentasikan materi pelajaran
Perilaku Guru Guru menyampaikan TPK dan motivasi pembelajaran
Fase 3 : Mengatur siswa dalam kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan kerja sama kelompok itu dapat membuat perubahan yang efisien Guru membantu kelompok belajar sebagaimana siswa mengerjakan tugasnya.
Fase 4 : Membantu siswa belajar dan bekerja kelompok Fase 5 : Umpan balik/ resitasi/ evaluasi
Fase 6 : Mengumumkan pengakuan Sumber : Teja, 2000 : 16
Guru mempresentasikan materi kepada siswa dengan demonstrasi atau teks
Guru memberikan umpan balik/resitasi/evaluasi materi pelajaran atau kelompok menyampaikan hasil pekerjaan mereka. Guru menentukan cara untuk menghargai hasil dan usaha baik individu maupun kelompok.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang efektif adalah Student Teams Achievement Dvisions (STAD), terdiri dari suatu siklus pengajaran yang tetap (guru mengajar, siswa belajar dalam tim, tes, penghargaan tim), belajar kooperatif dalam tim berkemampuan campur, dan kuis perseorangan dengan penghargaan yang diberikan pada tim yang anggota-anggotanya paling tinggi melampaui rekornya sendiri yang terdahulu.
Teori Belajar Teori Motivasi (Slavin) Pembelajaran berdasarkan pengalaman. Pendekatan Konstruktivis (pemrosesan top down) teori konstruktivis (Vygotsky, pemagangan kognitif) Konsep pendidikan John Dewey dan Thelan Relasi dalam kelompok (Gordon Allport) Teori Belajar Sosial (Slavin, interaksi antar siswa). Teori Konstruktivis (Vygotsky, Zona perkembangan terdekat dan Scaffolding) Teori Konstruktivis (Piaget, manipulasi dan interaksi dengan lingkungan). Teori Motivasi (Slavin) Teori Konstruktivis (Vigotsky pemagangan kognitif).
Teori Motivasi (Slavin).
Poin tiap anggota tim dijumlah untuk mendapatkan skor tim (Slavin, 1997: 287). Nur (2008: 20) menyatakan STAD terdiri dari 5 komponen utama: presentase kelas, kerja tim, kuis, skor perbaikan individual, dan penghargaan tim. Presentase kelas : bahan ajar dalam STAD mula-mula diberikan melalui presentase kelas. Pada kegiatan ini siswa bekerja untuk menemukan informasi atau mempelajari konsep-konsep atas upaya mereka sendiri. Dengan presentase kelas ini akan membantu siswa untuk mengerjakan kuis dengan baik
75
Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681
dimana skor kuis mereka akan menentukan skor timnya. Kerja tim : tim tersusun dari 4 atau 5 siswa yang mewakili heterogenitas kelas dalam kinerja akademik, jenis kelamin, dan suku. Fungsi utama tim adalah menyiapkan anggotanya agar berhasil menghadapi kuis. Setelah guru mempresentasekan bahan ajar, tim berkumpul untuk mempelajari bahan yang diberikan. Kerja tim merupakan hal yang penting, penekanan diberikan kepada anggota tim agar melakukan yang terbaik untuk timnya, dan pada tim sendiri akan melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Kuis : setelah presentase guru dan latihan tim para siswa dikenai kuis individual. Siswa tidak dibenarkan saling membantu selama kuis berlangsung, hal tersebut untuk menjamin agar siswa secara individual bertanggung jawab untuk memahami bahan ajar yang dibahas. Skor perbaikan individu : siswa akan menyumbang poin maksimum kepada timnya, namun tidak seorang siswa pun dapat melakukan hal itu tanpa ada perbaikan atas kinerja sebelumnya. Siswa diberikan sebuah skor dasar yang dihitung dari rata-rata kinerja siswa pada kuis sebelumnya, kemudian siswa memperoleh poin untuk timnya didasarkan pada berapa banyak skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka. Penghargaan tim : tim dapat memperoleh sertifikat ataupun penghargaan apabila skor rata-rata mereka melampaui kriteria tertentu. 2.3 Hakikat Pembelajaran Ekspositori Model pembelajaran ekspositori ataupun yang disebut dengan model pembelajaran langsung diciptakan secara langsung untuk mempermudah siswa mampu memperoleh pengetahuan deklaratif dan prosedural yang direncanakan dengan baik. Secara garis besar prosedurnya adalah (1) preparasi, yaitu guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematis dan rapi, (2) apersepsi, guru bertanya atau memberikan uraian secara singkat untuk mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan diajarkan, (3) presentasi, guru menyajikan bahan dengan cara ceramah atau menyuruh peserta didik membaca bahan yang telah dipersiapkan, (4) resitasi, guru bertanya dan peserta didik menjawab sesuai dengan
76
bahan yang dipelajari, (Rusyan, Kusdinar, dan Arifin, 1994: 178). Karakteristik pembelajaran ekspositori meliputi : (1) pembelajaran ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal; (2) biasanya materi yang disampaikan adalah materi yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang; (3) tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran. Wina Sanjaya (2007: 188) menyatakan beberapa keunggulan pembelajaran ekspositori yaitu : (1) guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, (2) dapat menyampaikan materi pelajaran cukup luas dengan menggunakan waktu belajar yang terbatas, (3) siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi, (4) bisa digunakan untuk jumlah siswa dalam ukuran kelas yang besar. Sedangkan beberapa kelemahan pembelajaran ekspositori adalah (1) pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik, (2) pembelajaran dengan ekspositori tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu, (3) sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis. (4) keberhasilan pembelajaran ekspoistori tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas, (5) kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pelajaran akan sangat terbatas pula. 2.4 Hakekat Motivasi Belajar Prayitno dalam Riduwan (2004: 31), menyatakan bahwa “motivasi belajar tidak saja merupakan suatu energi yang menggerakkan siswa untuk belajar, tetapi juga suatu yang mengarahkan aktivitas siswa kepada tujuan belajar”. Motivasi belajar adalah dorongan dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681
serta arah belajar untuk mencapai tujuan yang dikehendaki siswa. Sardiman (2003: 38) menyatakan bahwa “Motivasi belajar merupakan faktor psikhis yang bersifat non intelektual. Artinya bahwa motivasi belajar memiliki peranan yang khas dalam menumbuhkan gairah, merasa senang dan bersemangat untuk belajar di mana siswa yang meliputi motivasi yang kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar”. Winkel (1996: 173) berpendapat bahwa, motivasi belajar dibagi atas dua aspek, yakni : (1) motivasi belajar ekstrinsik, yaitu aktivitas belajar yang dimulai dan diteruskan berdasarkan pada kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri. (2) motivasi belajar intrinsik, yaitu kegiatan belajar yang dimulai dan diteruskan berdasarkan pada penghayatan kebutuhan siswa dan siswa yang berdayaupaya melalui kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhannya dimana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi dengan belajar giat serta tidak ada cara lain untuk menjadi orang terdidik atau ahli selain belajar. Marx & Tombuch dalam Riduwan (2004: 31), menyatakan bahwa “Motivasi sebagai bahan bakar dalam beroperasinya mesin gasoline”. Tidaklah menjadi berarti betapapun baiknya potensi yang memiliki kemampuan intelektual atau bakat siswa dan materi yang akan diajarkan serta lengkapnya sarana belajar, namun bila siswa tidak termotivasi dalam belajarnya, maka proses belajar mengajar tidak akan berlangsung optimal. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah motivasi yang mendorong seseorang untuk berbuat lebih baik dalm belajar, yang dapat diukur melalui tekun dalam belajar, ulet dalam menghadapi kesulitan, minat belajar, perhatian dalam belajar, berprestasi, dan mandiri dalam belajar. III. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah quasi eksperimen desain faktorial 2 x 2, dan teknik analisis data menggunakan ANAVA dua jalur pada taraf Pelaksanaan signifikan D 0,05 .
eksperimen dilakukan dengan memberi perlakuan terhadap dua kelompok eksperimen, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan ekspositori. Motivasi belajar dibedaka IV. Pembahasan Hasil Penelitian 4.1.
Hasil Belajar Geografi Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar geografi siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada hasil belajar geografi siswa yang diajar dengan model pembelajaran ekspositori. Hasil ini memberi makna bahwa untuk mengajar geografi akan lebih baik jika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan menggunakan model pembelajaran ekspositori. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran siswa belajar dalam kelompok dengan beragam kemampuan akademik, jenis kelamin, dan kondisi pembelajaran. Mengelompokkan siswa dengan kemampuan yang beragam tersebut, maka siswa yang memiliki kemampuan kurang akan sangat terbantu dan termotivasi oleh siswa yang memiliki kemampuan lebih baik dalam belajar maupun dalam pencapaian hasil belajar. Isjoni (2009: 18) menyatakan bahwa, “ .....kelas dengan kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan model pembelajaran kooperatif. Karena dengan mencampurkan para siswa dengan kemampuan yang beragam tersebut, maka siswa yang kurang akan sangat terbantu dan termotivasi siswa yang lebih”. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, setelah siswa belajar dalam kelompok, selanjutnya dilakukan pemaparan oleh salah satu anggota kelompok, dan akan ditanggapi oleh anggota kelompok lain yang ditunjuk oleh guru. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD meliputi (1) penyajian materi, setiap pembelajaran kooperatif tipe STAD diawali dengan penyajian materi oleh guru. Penyajian diawali dengan menginformasikan materi yang akan dibahas, tujuan pembelajaran, menggali pengetahuan prasyarat, memotivasi siswa agar timbul rasa
77
Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681
ingin tahu tentang materi , (2) kegiatan belajar kelompok, dengan bimbingan guru siswa dengan anggota kelompoknya melakukan kegiatan belajar bersama mempelajari materi pelajaran. Secara berkelompok siswa saling bertanya satu sama lain, saling melengkapi dalam membahas materi dan mengerjakan lembaran kerja siswa untuk memperoleh satu jawaban sebagai hasil kerja kelompok. Hasil kegiatan belajar kelompok, dipaparkan oleh salah satu anggota kelompok yang ditunjuk oleh guru dan ditanggapi oleh anggota kelompok lain. Setiap anggota kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk memaparkan hasil kerja kelompoknya dan juga untuk menanggapi paparan hasil kerja kelompok lain, sehingga setiap anggota akan termotivasi untuk lebih giat dan aktif belajar, (3) guru memberikan pujian kepada individu dan kelompok yang menjawab dengan benar. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses kegiatan pembelajaran, akan membuat siswa menjadi aktif, meningkatkan kerja sama, meningkatkan keterampilan berfikir, meningkatkan kemampuan berkomunikasi, dan meningkatkan kemampuan akademik. Model pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat.Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soalsoal atau pemecahan masalah. Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif tipe STAD baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Dengan demikian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kegiatan pembelajaran akan dicapai tiga tujuan, yaitu peningkatan prestasi akademik, penerimaan akan keanekaragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher centered), karena guru memegang peranan yang sangat dominan dalam proses kegiatan pembelajaran. Penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi ajar secara optimal.Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa menggunakan komunikasi satu arah, atau
78
komunikasi sebagai aksi.Sehingga kegiatan pembelajaran kurang optimal, sebab terbatas kepada mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sekali-kali bertanya kepada guru. Rusyan, Kusdinar, dan Arifin (1994: 178) menyatakan bahwa ”dalam pembelajaran dengan pendekatan ekspositori guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingga peserta didik tinggal menyimak dan mencernanya saja secara teratur dan tertib”. Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran ekspositori adalah (1) persiapan (preparation), yaitu guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematik dan rapi, (2) pertautan (aperception) bahan terdahulu yaitu guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa kepada materi yang telah diajarkan, (3) penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru , yaitu guru menyajikan dengan cara ceramah atau menyuruh siswa membaca bahan yang telah dipersiapkan, (4) evaluasi (resitation) yaitu guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari, atau siswa disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri pokok-pokok yang telah dipelajari lisan atau tulisan (Sagala, 2007: 79 ). Perbedaan mendasar antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan model pembelajaran ekspositori, antara lain (1) model pembelajaran kooperatif tipe STAD kepemimpinan bersama sedangkan model pembelajaran ekspositori satu pemimpin, (2) model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa belajar secara kelompok sedangkan model pembelajaran ekspositori belajar secara klasikal, (3) model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa aktif sedangkan model pembelajaran ekspositori siswa pasif, (4) model pembelajaran kooperatif tipe STAD saling bekerja sama dan saling ketergantungan positif sedangkan model pembelajaran ekspositori saling bekompetisi dan tidak saling ketergantungan,(5) model pembelajaran kooperatif tipe STAD materi disampaikan dengan bahan bacaan (lembar kerja siswa) sedangkan model pembelajaran ekspositori materi disampaikan secara verbal, (6) model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat mengembangkan keterampilan sosial
Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681
sedangkan model pembelajaran ekspositori sulit mengembangkan keterampilan sosial. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih unggul dalam meningkatkan motivasi belajar siswa, lebih unggul mengaktifkan siswa dalam belajar, lebih unggul dalam mencapai tujuan pembelajaran, dan lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan model pembelajaran ekspositori. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Snider yang dikutip oleh Solihatin, E. dan Raharjo (2008: 13)yang menyatakan bahwa penggunaan model coooperative learningsangat mendorong peningkatan prestasi siswa dengan perbedaan hampir 25% dengan kemajuan yang dicapai oleh siswa yang diajar dengan sistem kompetisi. Demikian juga Solihatin, E. (2008: 13) yang menyatakan model cooperativelearning menunjukkan efektivitas yang sangat tinggi bagi perolehan hasil belajar siswa, baik dilihat dari pengaruhnya terhadap penguasaan materi pelajaran maupun dari pengembangan dan pelatihan sikap serta keterampilan sosial yang sangat bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan di manyarakat. 4.2. Motivasi Belajar Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar geografi siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih tinggi daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah.Hal ini sudah diprediksi sebelumnya, karena tingkat motivasi belajar memiliki potensi untuk memberi pengaruh terhadap hasil belajar geografi, dan siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi mempunyai keinginan untuk sukses. Pebelajar yang ingin melakukan sesuatu secepat dan sebaik mungkin, cenderung akan memiliki kemauan belajar baik dalam menyelesaikan tugas maupun mempelajari berbagai sumber tanpa suatu tugas yang harus diselesaikan. Dalam hal ini menyelesaikan tugas yang diberikan guru kepadanya, tetapi tanpa tugas yang harus diselesaikan dalam batas waktu yang telah ditentukan oleh guru, mereka akan selalu belajar untuk memperkaya pengetahuannya dalam memecahkan berbagai persoalan (Panjaitan, 2006: 26).
Tidak semua siswa memiliki tingkat motivasi belajar yang sama, hal ini akan mempengaruhi proses kegiatan pembelajaran. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan terlihat lebih aktif dalam proses kegiatan pembelajaran dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dapat diidentifikasi dari beberapa karakteristik yaitu memiliki ketekunan dan kesungguhan belajar, kerja keras dalam belajar, mandiri dalam belajar, saling berkompetisi, memperlihatkan usaha dan kegairahan belajar, tidak cepat putus asa dalam menghadapi kesulitan, dan tidak merasa puas bila belum memahami konsep dari materi yang dipelajari. Karakteristik siswa yang memiliki motivasi belajar rendah bertolak belakang dari siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah diketahui kurang tekun belajar, kesungguhan dan kegairahan belajar kurang, kurang kerja keras dalam belajar, kurang mandiri dalam belajar , tidak berusaha untuk unggul, cepat putus asa jika menghadapi kesulitan, kurang aktif dalam proses kegiatan pembelajaran, dan cenderung bergantung pada orang lain dalam belajar. Adanya perbedaan karakteristik dan perilaku seperti ini dapat diterima kebenarannya bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih tinggi hasil belajarnya dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. 4.3. Interaksi Model Motivasi Belajar
Pembelajaran
dan
Hasil penelitian menunjukkan ada interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar geografi.Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi memperoleh rerata hasil belajar lebih tinggi jika diajar dengan model pembelajaran ekspositori, sedangkan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah memperoleh rerata hasil belajar lebih tinggi jika diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran siswa bekerja sama dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan khusus. Anggota setiap kelompok terdiri dari siswa yang memiliki
79
Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681
tingkat kemampuan dan tingkat motivasi belajar yang bervariasi, setiap anggota mempunyai tanggung jawab dan kesempatan yang sama untuk mewakili kelompoknya, sehingga tidak nampak lagi siswa yang unggul dan tidak unggul. Dalam proses kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa yang memiliki kemampuan lebih akan menjadi tutor bagi siswa yang memiliki kemampuan kurang. Sehingga penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih sesuai untuk siswa yang memiliki motivasi belajar rendah, karena dengan adanya kerja sama dalam kelompok mereka akan terbantu dalam proses pembelajarannya. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa yang memiliki motivasi belajar rendah akan terpacu untuk menguasai hasil pembelajaran untuk dapat menyumbangkan hasil pada kelompoknya. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah akan termotivasi untuk meningkatkan kemampuan dan aktifitas dalam pembelajaran, serta termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya. Hasil penelitian Linda Lundgren yang dikutip oleh Ibrahim, dkk ( 2006: 17) menunjukkan bahwa “pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya”. Selanjutnya Linda Lundgren dan Nur yang dikutip oleh Ibrahim, dkk. (2006: 18) menyatakan manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar rendah antara lain (1) meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, (2) rasa harga diri menjadi lebih tinggi, (3) memperbaiki kehadiran, (4) motivasi menjadi lebih besar, (5) hasil belajar lebih tinggi, dan (6) retensi lebih lama. Model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran yang berorientasi pada guru, penyajian materi pada kelompok besar dengan penyampaian materi didominasi oleh ceramah dan siswa bersifat pasif. Perbedaan tersebut menjadikan adanya kebutuhan lain untuk mendukung keefektifan jalannya proses pembelajaran. Dengan memperhatikan dan menyertakan potensi-potensi yang ada pada diri siswa akan membantu dan meningkatkan keefektifan proses pembelajaran. Dalam penelitian ini menyertakan motivasi belajar untuk mengetahui keefektifan pembelajaran
80
yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran ekspositori. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat adanya kesesuaian antara ciri siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi yaitu mempunyai tanggung jawab, berusaha untuk unggul, dan tekun dalam belajar, sedangkan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah mempunyai ciri cenderung pasif, kurang bekerja keras, kurang tekun dalam belajar dan memerlukan bantuan dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih sesuai diterapkan pada siswa yang memiliki motivasi rendah karena dengan model ini siswa akan terbantu oleh teman dalam proses kegiatan pembelajaran. Sehingga hasil belajar geografi siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dan diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dan diajar dengan model pembelajaran ekspositori. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi sudah tentu kurang sesuai, karena siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan terganggu dengan adanya kerja sama, dan saling ketergantungan. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi harus menjadi tutor sebaya dalam proses pembelajaran, padahal mereka biasanya menginginkan proses pembelajaran individual dan bersifat kompetitif. Oleh sebab itu, dalam menentukan model pembelajaran guru harus memperhatikan karakteristik siswa dalam hal ini motivasi belajar sehingga proses pembelajaran proses dan hasil pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi lebih sesuai diajar dengan model pembelajaran ekspositori, dan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah lebih sesuai diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. V. Simpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681
1. Hasil belajar geografi siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada hasil belajar geografi siswa yang diajar dengan model pembelajaran ekspositori. 2. Hasil belajar geografi siswayangmemiliki motivasi belajar tinggi lebih tinggi daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. 3. Ada interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap hasil belajar geografi.
Nur, M. (1999). Perangkat Pembelajaran Sains Yang Mampu Memenuhi Kebutuhan Individu. Surabaya : UNESA. Panjaitan, B. (2006). Karakteristik Pebelajar dan Kontribusi Terhadap HasilBelajar. Medan: Poda Parera, J.D. (1997). Linguistik Eduksional. Jakarta : Erlangga. Ratumanan, T. (2004). Belajar Pembelajaran.Surabaya: UNESA.
dan
Riduwan, (2004). Belajar Mudah Penelitian. Bandung : Alfabeta. Daftar Pustaka Ali, M. (1992). Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung : Angkasa. Arends, R.I. (2001). Learning to Teach, Fifth Edition. New York: Graw-Hill. Arends,R.I. (1997), Classroom Instruction and Management. USA : MC Graw-Hill Companies Inc. Arikunto, S. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Armi, Z. (2005). Pengaruh Model Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas 2 SMP Negeri 2 Padang. Padang : Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
Rusyan, T., Kusnandar, A., dan Arifin, Z. (1994). Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya. Sagala, S. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Sanjaya. W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada. Sardiman, AM. (2003). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Slameto, (2003). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta.
Dahar, R.W. (1991). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning. Boston: Allyn and Bacon Publisher.
Dimyati dan Mudjiono, (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Solihatin, E., dan Rahardjo, (2008). Cooperative Learning, Analisis Model Pembelajaran GEOGRAFI, Jakarta : Bumi Aksara.
Djaali dan Mulyono, P. (2008). Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta : Grasindo. Djamarah, B.S. dan Zain, A. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Ibrahim, M, dkk, (2006). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA. Nur, M. (2008). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA. Kiess, Harold O., (1989). Statistical Concept for the Behavioral Sciences. Boston: Allyn and Bacon
______________, (2008). Cooperative Learning, Analisis ModelPembelajaran IPS. Jakarta: Bumu Aksara. Sudjana, (1996). Metoda Statistik. Bandung: Tarsito. Sudjana, N.(2008). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Suryabrata, S. (2006). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grafindo.
81
Jurnal Saintech Vol. 05- No.01-Maret 2013 ISSN No. 2086-9681
___________, (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Grafindo. Syah, D. Supardi, dan Hasibuan, A, A. (2009). Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta : Gaung Persada Press. Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia. Teja, I. (2000), Pengaruh Pembelajaran dengan Multimedia Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Fisika SLTP Bahan Kajian Pesawat Sederhana. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya. Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia
82