Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
PEMANFAATAN BURUNG HANTU (Tyto alba) UNTUK PENGENDALIAN HAMA TIKUS DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Oleh :
Ir.Bukti Hasiholan Rajagukguk, MSi*) *)
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Quality
Abstract Biological properties of adaptability owl very supportive used pest control agents effective rats in oil palm plantations. Development of an owl in the estate PT.SIMP & Subs (PT. Salim Ivomas Primary and Subsidiaries) with nest box and pen method Decoy has grown exponentially growing up in April 2002 has resulted in as many as 14,310 saplings fly. Means the installation of nest-box assure the owl is very effective to control pests on crops to produce mice (TM), especially if done consistently and 100% (not combined with rat poison). The area of free applications rat poison (100% biocontrol) continues to grow each year and in 2002 reached 52 373 ha (97% of the total area of the estate PT.SIMP & Subs). Besides effective and environmentally-friendly, very economical way this biocontrol with ± 16% more cost-effective than chemical means (rat poison). In 2002 the total cost of pest control mice using the owl in the estate PT.SIMP & Subs, can be saved by ± Rp. 1.3 billion and does not include the value of damage to fruit / quality CPO (Crude Palm Oil) which is caused by a rat attack on TBS (FFB Keywords : .rats, tyto alba, palm oil plantation
I.
Pendahuluan
Tikus adalah hama terpenting di perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia karena menyebabkan meningkatnya nilai kerusakan buah/kualitas CPO (Crude Palm Oil) akibat serangan tikus pada TBS (Tandan Buah Segar). Spesies hama tikus yang paling dominan di kawasan perkebunan ini adalah Rattus tiomatikus1). Pada tanaman kelapa sawit muda (TBM), tikus memakai bonggol hingga tanaman mati sedangkan pada tanaman menghasilkan (TM) tikus memakan bunga dan buah sehingga dapat menurunkan produksi 2) dan selanjutnya akan meningkatkan kandungan FFA atau menurunkan kualitas CPO 3). Umumnya untuk menanggulangi serangan hama tikus dilakukan secara kimia dengan metode kampanye menggunakan racun tikus
yang dipasang dekat setiap pokok kelapa sawit dan dilakukan dua kali dalam setahun. Tetapi berdasarkan pengalaman diperkebunan kelapa sawit PT.SIMP & Subs, pengendalian tikus secara kimia ini tidak memberikan hasil yang memuaskan dan hanya bersifat sementara. Selain biayanya cukup tinggi, bukan merupakan alternatif yang terbaik dari segi lingkungan. Burung hantu (Tyto alba) merupakan predator tikus yang sangat potensial untuk mengendalikan hama tikus secara biologi di perkebunan kelapa sawit. Seekor burung hantu dewasa mampu memangsa 2 hingga 5 ekor tikus setiap harinya dan memiliki kemampuan untuk membunuh mangsanya jauh melebihi kebutuhannya2). Perlu perhatian bahwa dalam penelitian tentang penggunaan burung hantu untuk
1
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
mengendalikan hama tikus diperkebunan kelapa sawit, adalah sebagai berikut: - Keterbatasan tingkat perkembangan biakan burung hantu di suatu lokasi umumnya disebabkan keterbatasan jumlah sarang (tempat tinggal) burung hantu baik alami maupun artifical. - Nest box sebagai sarang artifisial dapat dipakai oleh burung hantu sebagai tempat tinggal dan berkembang biak. - Burung hantu dapat hidup dan berkembang dengan baik pada lingkungan perkebunan yang populasi tikusnya cukup banyak dan selalu ada seterusnya. - Prinsip pengelolaan burung hantu adalah dengan menggunakan nest box dan kandang pemikat sebagai alat management populasi dan sebarannya. Di perkebunan PT.SIMP & Subs pengembangan burung hantu untuk tujuan mengendalikan hama tikus secara intensif dimulai sejak tahun 1997 dan berlangsung hingga saat ini dengan hasil yang sangat memuaskan. Keberhasilan ini dicapai karena adanya komitmen perusahaan dan dukungan penuh dari pihak kebun serta kerjasama yang baik antara Operations dan Riset. II. Identifikasi Lapangan
Burung
Hantu
Di
Spesies Tyto alba dapat dibedakan dari jenis-jenis burung hantu lainnya, antara lain adalah sebagai berikut: - Memiliki permukaan wajah datar yang berbentuk seperti potongan jantung.8) - Pada saat terbang malam seolah-olah seluruh bagian tubuhnya tampak berwarna putih, meskipun bulu sayap bagian luar dan punggungnya berwarna agak coklat keemasan bila dilihat pada siang hari. - Tinggi burung hantu dewasa sekitar 35 cm dan berat antara 500 – 600 gram (jenis betina lebih berat dibandingkan jantan). - Burung hantu mengeluarkan suara pekikan khas bersahut-sahut ketika memanggil burung hantu lain dan seperti anakannya akan berdesis ribut bila sarangnya diganggu. - Keberadaan burung hantu di lingkungan perkebunan kelapa sawit ditandai dengan ditemukannya sisa muntahan dalam bentuk pellet (terdiri dari sisa tulang dan bulu tikus
2
yang tidak dapat dicerna burung hantu) dan cairan kotorannya berwarna putih kapur (basah atau kering) di atas permukaan tanah atau lantai sarangnya5). III. Sifat-Sifat Burung Hantu 1. Sifat positif - Adaptasi burung hantu sebagai hewan pemangsa tikus di malam hari : - Letak mata menghadap ke depan seperti manusia, sehingga pandangan bi-focal tersebut memberinya kesempatan untuk mengikuti gerak-gerik mangsa. Mata ini juga sangat besar dan dapat beradaptasi dengan cahaya minimum. - Burung hantu mampu menangkap tikus dengan hanya mengandalkan pendengarannya sebagai petunjuk 1). - Karena bulu sayapnya lebih halus dan lembut dibanding burung lain, maka burung hantu mampu terbang hampir tanpa suara. - Cakar dan kaki burung hantu sangat kuat menyebabkan tikus yang disergap biasanya langsung mati, selanjutnya paruh yang kokoh dipakai burung hantu untuk mencabik-cabik dan menelan mangsanya (burung hantu dewasa mampu menghabiskan 1 ekor tikus dalam sekali telan) - Hidup berkelompok dan tidak bersaing dalam kawasan perburuannya3). Makanan yang spesifik adalah tikus, seekor burung hantu dewasa mampu memangsa 2 – 5 ekor tikus setiap hari. Daya jelajah hingga 12 km dari nest box atau dari sarangnya jika tikus sulit didapat. - Setia pada sarangnya dan burung hantu akan selalu kembali kesarangnya setiap musim berkembang biak. - Bersifat monogami dan mulai bertelur setelah berumur 8 – 12 bulan. Kemampuan bertelur hingga 2 – 3 kali dalam setahun dan menghasilkan 6 – 11 butir setiap bertelur 4). 2. Sifat negatif - Mudah stress, sehingga penanganan burung hantu didalam kandang atau nest box harus dilakukan oleh petugas khusus yang memiliki pengetahuan cukup tentang sifat burung hantu. Nest box harus aman dari
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
gangguan manusia, hewan serta lalu lalang kendaraan bermotor. - Kebiasaannya menyelam di air sewaktu bulan purnama akan beresiko mati bagi burung hantu bila terjebak dalam air berlumpur atau di waduk limbah 8). IV. Sejarah Perkembangbiakan Burung Hantu 1. Periode 1992 – 1996 : Pengujian metode konvensional Pengembangan burung hantu di PT.SIMP dimulai dikebun KYE (Kayangan Estate) sejak April 1992, melibatkan 6 pasang burung hantu yang berasal dari PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) Medan. Metoda yang diterapkan adalah “adaptasi secara langsung”5,8), dimana sepasang burung hantu dikurung dalam satu nest box tertutup dan diberi makan irisan daging tikus selama 1 – 2 bulan, sebelum akhirnya dilepaskan. Dengan cara konvensional ini diharapkan burung hantu akan merasa betah untuk menetap disekitar kawasan tersebut dan memakai nest box sebagai tempat berburu dan berkembang biak. Hasil pengamatan selama 24 bulan menunjukkan tidak satupun nest box dihuni oleh burung hantu. Cara ini walaupun dilaporkan berhasil di daerah lainnya (Sumatera Utara) namun ternyata tidak efektif di Riau Utara dimana populasi burung hantu secara alami masih sedikit. 2. Periode 1997 – 1998 : Pengujian metode kandang pemikat Tahun 1997 mulai dikembangkan metode baru pengelolaan burung hantu yaitu menggunakan Kandang Pemikat yang berbetuk seperti kandang ayam2). Metode ini memanfaatkan kebiasaan burung hantu yang suka berdekatan satu sama lain dan berkumpul sejak sore hari di suatu tempat sebelum berburu tikus. Burung hantu yang dikurung di dalam kandang pemikat biasanya di sore hari mengeluarkan suara khas dan bising. Suara ini mengundang burung hantu lain di sekitar kawasan yang berdekatan untuk bergabung. Situasi seperti ini secara bertahap mendorong burung hantu untuk menemukan pasangannya dan akhirnya mereka akan memakai nest box
di sekeliling kandang pemikat sebagai tempat meletakkan telur dan membesarkan anakannya. Setiap lokasi kandang pemikat merupakan pusat-pusat (sentra) pengembangan burung hantu dan di sekeliling kandang pemikat ini didirikan nest box yang selanjutnya secara bertahap didirikan semakin banyak dan menyebar melingkar hingga akhirnya seluruh kawasan perkebunan akan dipenuhi dengan nest box yang aktif dihuni dan dipakai oleh burung hantu untuk berkembang biak. Rata-rata dibangun satu nest box untuk satu blok (30 ha). Potensi burung hantu lokal adalah salah satu faktor terpenting yang menentukan percepatan pengembangan burung hantu menggunakan metode kandang pemikat ini di kawasan baru. Hasil monitoring selama bulan Oktober 1997 – Januari 1998 menunjukkan bahwa beberapa nest box telah mulai digunakan burung hantu sebagai tempat berkembang biak dan ± 75 % nest box telah aktif dihuni oleh burung hantu sebagai tempat berburu. Selain itu pada pohon-pohon kelapa sawit di sekitar nest box yang dihuni burung hantu ditemukan tingkat serangan tikus terhadap TBS menjadi rendah (rata-rata 1,3 %), meskipun tanpa aplikasi racun tikus sebagai bukti awal keberhasilan dalam mengembangkan populasi burung hantu di kebun PT.SIMP & Subs. dengan menggunakan metode kandang pemikat. 3. Periode 1998 – 2002 : Pemantapan Sejak tahun 1998 hingga sekarang ini pengembangan burung hantu di seluruh kawasan perkebunan PT.SIMP dan Subs dilakukan dengan menggunakan metode kandang pemikat dan di tahun 2002 seluruh areal Tanaman Menghasilkan telah dbebaskan dari racun tikus (100% biokontrol). V. Hasil Pengembangan Burung Hantu 1. Luas areal bebas aplikasi racun tikus (100% biokontrol) Luas areal TM (Tanaman Meenghasilkan) kebun-kebun PT.SIMP & Subs yang bebas aplikasi racun tikus (100% biokontrol) setiap tahun meningkat sangat signifikan mulai tahun 1999 hingga tahun 2002. Pada tahun 1999 luas TM yang 100% bebas aplikasi racun tikus adalah 1.877 ha (3 % dari luas total) dan tahun
3
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
2002 mencapai 52.373 ha (97%). Pada tahun 2003 areal perkebunan PT.SIMP dan Subs seluas 53.736 ha seluruhnya bebas aplikasi
racun tikus, dapat dilihat pada tabel 1. berikut ini.
Tabel 1. Areal bebas aplikasi racun tikus (100% bikontrol) di 10 kebun PT.SIMP & Subs selama tahun 1999 s/d 2002 Kebun Balam Estate (BLE) Bukit Raja Estate (BRE) Cibaliung Estate (CBE) Kencana Estate (KCE) Kayangan Estate (KYE) Lubuk Raja Estate (LRE) Napal Estate (NPE) Sungai Bangko Estate (SBE) Sungai Dua Estate (SDE) Sungai Rumbia Estate (SRE) TOTAL
Ha
Luas (Ha)
1999
2000
2001
5.823 5.101 4.816 4.157 6.218 6.324 5.119 2.766 5.458 7.954 53.736
400 120 0 0 678 591 88 0 0 0 1.877
2.448 2.771 1.060 1.778 3.485 1.137 1.343 409 1.161 110 10.662
5.479 4.174 3.906 3.483 6.218 5.142 3.960 1.286 4.388 4.399 42.435
Serangan hama tikus di 10 kebun PT.SIMP & Subs hingga Mei 2002 pada umumnya telah berhasil dikendalikan dari
% Target Target 1999 2000 2001 2002 2002 5.823 7 42 94 100 5.101 2 54 82 100 4.816 0 22 81 100 4.157 0 43 84 100 6.218 11 62 100 100 6.324 9 48 81 100 5.119 2 26 77 100 3.766 0 45 46 100 5.458 0 21 80 100 6.591 0 1 55 83 52.373 3 30 79 97
serangan hama tikus hingga dibawah ambang ekonomis (< 5%). Dapat dilihat pada Tabel 2. berikut ini.
Tabel 2. Persentase serangan tikus pada TBS (Tandan Buah Segar) di 10 kebun PT.SIMP & Subs tahun 1999 s/d April 2002 Kebun Balam Estate (BLE) Bukit Raja Estate (BRE) Cibaliung Estate (CBE) Kencana Estate (KCE) Kayangan Estate (KYE) Lubuk Raja Estate (LRE) Napal Estate (NPE) Sungai Bangko Estate (SBE) Sungai Dua Estate (SDE) Sungai Rumbia Estate (SRE) TOTAL
Akhir 2000 (%) 4.8 3.4 0.8 1.4 0.8 1.9 2.0 1.2 2.1 6.2 2.8
2000 (%)
2001 (%)
1.2 13.7 0.6 0.5 0.4 6.9 1.2 0.6 1.6 1.7 2.5
0.6 5.0 0.6 0.2 0.3 4.2 1.2 0.8 0.2 0.4 1.0
Tingginya persentase serangan hama tikus di BRE (Bukit Raja Estate) dan LRE (Lubuk Raja Estate) dibanding kebun-kebun lainnya disebabkan terjadi eksploitasi burung hantu di BRE dan LRE tahun 2002 untuk dikirim ke Kalimantan serta aplikasi racun tikus yang dilakukan di BRE pada akhir tahun 2000 dan awal 2001. Kondisi ini berdampak amat buruk terhadap perkembangan populasi burung hantu di LRE dan BRE. Induk burung hantu banyak yang mati, sehingga di BRE selama 3 bulan
4
Jan (%) 0.4 7.0 0.6 0.2 0.7 6.7 0.6 0.7 0.2 0.3 1.4
Feb (%) 0.3 7.8 0.5 0.8 0.5 6.7 0.9 0.6 0.2 0.3 1.6
2002
Mar (%) 0.4 8.1 0.5 0.6 0.4 6.2 1.0 0.5 0.2 0.3 1.7
Apr (%) 0.3 6.0 0.3 0.7 0.3 4.7 1.2 0.3 0.1 0.2 1.3
(Maret hingga Mei 2001) sama sekali tidak terjadi pertambahan populasi anakan terbang. Untuk mengatasi permasalahan ini maka sejak Mei 2001 telah dilakukan percepatan pemasangan nest box dan menambah populasi burung hantu yang didatangkan dari kebunkebun Riau Utara. Upaya ini mulai memperlihatkan tanda-tanda keberhasilan dengan pertambahan jumlah anakan terbang yang signifikan pada bulan Maret dan April 2002. Selanjutnya persentase serangan tikus di
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
LRE dan BRE telah signifikan memperlihatkan penurunan.
suatu kawasan dan dinamika perkembangan populasi burung hantu di lapangan. Pemasangan nest box secara komersial di mulai pada tahun 1997 sebanyak 27 unit di LRE dan BRE. Jumlah nest box yang sudah dipasang di kebun-kebun PT.SIMP & Subs hingga April 2002 sebanyak 2.065 unit (96 %) dari rencana total 2.157 unit, dapat dilihat pada table 3. berikut ini.
2. Jumlah nest box dan pertambahan populasi burung hantu Pemasangan dan penyebaran nest box dilakukan secara bertahap dan sistematis, disesuaikan dengan adanya pusat–pusat baru tempat perkembang-biakan burung hantu di
Tabel 3. Realisasi pemasangan nest box di 10 kebun PT.SIMP & Subs Kebun Balam Estate (BLE) Bukit Raja Estate (BRE) Cibaliung Estate (CBE) Kencana Estate (KCE) Kayangan Estate (KYE) Lubuk Raja Estate (LRE) Napal Estate (NPE) Sungai Bangko Estate (SBE) Sungai Dua Estate (SDE) Sungai Rumbia Estate (SRE) Total
Target Total 223 251 186 148 360 308 188 100 185 207 2.157
S/d 2000 2001 1999 106 95 16 24 89 67 41 70 75 62 66 20 134 186 10 42 119 63 60 49 63 20 41 12 40 116 30 77 96 4 606 905 412
Nest box terpasang 2002 Jan Feb Mar Apr 6 0 0 0 0 0 0 68 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 2 28 0 0 0 0 0 0 0 30 0 0 0 64 0 8 70
Total
%
223 248 186 148 360 224 182 101 186 207 2.065
100 99 100 100 100 73 97 101 100 100 96
Monitoring populasi burung hantu disetiap mulai tahun 1999 sejalan dengan peningkatan nest box dilaksanakan setiap bulan. Populasi realisasi pemasangan nest box di lapangan burung hantu diseluruh kawasan perkebunan yang terprogram dengan baik. PT.SIMP dan Subs berkembang sangat pesat Total pertambahan populasi burung hantu dan jumlahnya meningkat setiap bulan. yang dihasilkan dari nest box selama periode Laju pertambahan populasi burung hantu 1997 hingga April 2002 sebanyak 15.765 ekor, meningkat sangat pesat secara eksponensial dapat dilihat pada table 4. berikut ini . Tabel 4. Pertambahan populasi burung hantu di 10 kebun PT SIMP & Subs Kebun Balam Estate (BLE) Bukit Raja Estate (BRE) Cibaliung Estate (CBE) Kencana Estate (KCE) Kayangan Estate (KYE) Lubuk Raja Estate (LRE) Napal Estate (NPE) Sungai Bangko Estate (SBE) Sungai Dua Estate (SDE) Sungai Rumbia Estate (SRE) Total
Produksi anakan terbang (ekor) 1997
1998
1999
2000
2001
27 21
31 17 44 51 10 24 177
177 62 39 93 497 156 33 54 66 80 1.257
351 213 97 321 995 394 141 95 93 243 2.943
1105 278 584 868 1901 566 373 403 1199 590 7.867
Pertambahan populasi anakan terbang burung hantu sangat pesat pada tahun 2001 sebesar 7,867 ekor, dibanding dengan tahun sebelumnya. Hal ini terutama disebabkan oleh
Jan 44 14 80 56 187 46 19 30 41 45 982
Feb 189 9 75 71 282 7 26 50 119 154 982
2002 Mar 172 19 48 123 258 63 31 42 44 167 968
Apr 49 61 90 185 193 152 51 102 48 87 988
Total 454 103 296 435 890 268 127 225 252 453 3.500
realisasi pemasangan nest box dalam jumlah besar (905 unit) dan terprogram dengan baik pada tahun 2000.
5
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
VI. Analisa Ekonomi Biaya pengendalian tikus (Rot/ha/tahun) dengan cara biologi hanya 15.8% dari biaya pengendalian dengan cara kimia menggunakan racun tikus. Biaya pengendalian tikus yang bisa dihemat karena menggunakan cara biologis adalah Rp. 25.473,- per ha. Total
biaya pengendalian tikus (100% biokontrol) yang bisa dihemat untuk seluruh perkebunan PT.SIMP dan Subs seluas 52.373 ha tahun 2002 adalah Rp 1.3 milyar. Biaya penghematan ini belum memperhitungkan nilai kerusakan buah dan kualitas CPO yang diakibatkan oleh serangan tikus TBS.
Tabel 5. Biaya pengendalian biologis (burung hantu) versus pengendalian chemis (racun tikus) di pertanaman kelapa sawit menghasilkan per Desember 2001 Komponen Biaya Standart input 100 % Pengendalian dgn burung hantu 1. Persiapan Nest Box (NB) 1 unit/30 ha/3 th 2. Pendirian NB 2 HK/unit/30 ha/3 th 3.
Supervisi
Pengendalian secara kimia 1. Klerat-RMB (chemis) 2. Biaya aplikasi 3. Biaya aplikasi Supervisi
Total biaya/ha/tahun
(1/30)/3x Rp. 168.250,-/unit = Rp. 1.869 (1/30)/3 x 2 x Rp. 30.240,-/HK = Rp. 672 (365/5.000) x Rp. 30.240,-/HK = Rp. 2.207 = Rp. 4.748
1 kg/ha/th 0,5 HK/ha/th 0,5 HK/ha/th 1 HK/300 ha Total biaya /ha/tahun
1 x Rp. 15.000,-/kg Klerat = Rp. 15.000 0,5 x Rp. 30.240,-/HK = Rp. 15.120 0,5 x Rp. 30.240,-/HK = Rp. 15.120 (1/300) x Rp. 30.240,-/HK = Rp. 101 = Rp.30.221
1 HK/5.000 ha/hari
VII. Kesimpulan Burung hantu sangat berperan utama sebagai pengendali hama tikus dalam skala luas di pertanaman kelapa sawit jika diikuti dengan penyebaran nest box dalam jumlah yang memadai dan menggunakan metode kandang pemikat pada awal pengembangannya. Pengendalian serangan hama tikus di perkebunan kelapa sawit pada prinsipnya harus dilakukan 100% secara biologis menggunakan burung hantu dan tidak direkomendasikan memakai cara kombinasi racun tikus dengan burung hantu (integrated). Burung hantu terbukti efektif dapat mengendalikan hama tikus secara berkesinambungan dibawah ambang ekonomis (kerusakan buah digigit tikus < 5%). Biaya pengendalian hama tikus per hektar menggunakan burung hantu hanya 15,7% dibanding racun tikus (karat) atau biaya yang dihemat sebesar Rp. 25.473,- per ha, disamping efeknya yang ramah-lingkungan.
6
Total biaya (Rp / ha / tahun)
Daftar Pustaka Duckett, J.E., 1982. Barn owls (Tyto alba), a proven natural predator of rats in oil palm. In Pushparajah,E. And Chew Poh Soon (Eds). The oil palm in agriculture in the eighties. Incorporates Society of Planters. Kuala Lumpur, Malaysia. 461473. Heru, S. B.; Siburian, J.; Wanasuria, S.; Chong, K. C. And Thiagarajan, S. 2000. Large scale use of barn owl (tyto alba) for controlling rat population in oil palm palntations in Riau, Sumatera. In Proceedings of the International Planters Conference to theis use in rodent control. Ph.D. Thesis, Faculty of Science, University of malaya. Kuala Lumpur, Malaysia. Lenton, G.M. 1980. The ecology of barn owls (Tyto alba) in the Malay Peninsular with reference to their use in rodent control. Ph.D. Thesis, Faculty of Science, University of Malaya. Kuala Lumpur, Malaysia.
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
Lenton,G.M. 1983. Report on progress of barn owl project. A report submitted to the Malaysian Oil Palm Grower’s Council, Kuala Lumpur. Sipayung, A. 1990. Burung hantu (Tyto alba) pemangsa tikus di perkebunan kelapa sawit. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat – seri Pengendalian Biologis. Sumatera Utara – Indonesia. 5 pp. Sipayung, A. And Thohari, M. 1994. Penelitian pengembanga biakan burung hantu (Tyto alba) dalam perkebunan kelapa sawit. Buletin Pusat Penelitian kelapa Sawit, 2 (2) : 97 – 104. Smal. C. M. 1990. Research on the use of barn owls (Tyto alba) for biological control of rats in oil palms plantations: 1986 1989. In Proceedings of the PORIM International Palm Oil Development Conference, Kuala Lumpur, 1989. Palm Oil Research Institute of Malaysia, Kuala Lumpur. 342-365. Syaphon, M. A. W. 1992 Burung hantu (Tyto alba) untuk pengendalian tikus di lahan pertanian.PT Supra Matra Abadi (RGM Group), Tanah Datar Talawi Asahan. Sumatera Utara – Indonesia. 75 pp.
7