Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
OPTIMALISASI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DENGAN PENERAPAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH OPEN-ENDED PADA SISWA SEKOLAH DASAR. Oleh:
Dermalince Sitinjak*) *)
Widyaiswara LPMP Sumatera Utara Mobile phone: 081361594311 e-mail :
[email protected]
Abstract This research is focused to the low problem of students’ creative thinking capability. The aim of the research is to increase the students’ creative thinking capability with the implementation open-ended problem solving strategy. This research is action research which consists of two cyclus. This research subject is student in grade 4 at SD Negeri No 065011 Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang, 28 students totally. Meanwhile, the object of this research is to optimize student creative thinking capability optimalization with the implementation open-ended problem solving strategy to the students in grade 4 at basic school. In this research implementation is developed in many learning and research instrument. The learning instrument in this research includes 1) Teaching Implementation Plan, 2) Teachers’ Guiding Book, 3) Students’ Activity Sheet, and open-ended cases. Some developed instruments are creative thinking instrument test, students’ observation activity form, teachers’ capability form sheet in managing teaching process, and validation sheet for all teaching instruments. The research instrument is to know the percentage of students’ creative thinking capability using 2 item test in description form with high reliability coefficient α = 0.658, and all items are valid. To know the percentage degree of students’ active activity, and teachers in managing teaching process uses observation sheet. Based on data analysis we get the average of students’ creative thinking in open-ended solving problem cases classically improve from 34.64 on Pre-Test becomes 51.96 on the first cyclus, and 66.07 on the second cyclus. The percentage of minimum creative thinking capability increases enough from 10.07 % on the pre-test, 53.57 % on the first cyclus, and 85.71 % on the second cyclus. From this research it can be concluded that the implementation of open-ended problem solving strategic (1) to increase the students’ creative thinking capability, (2) to increase the degree of active learning process and (3) to increase teachers’ capability in teaching learning process. Key word : creative thinking, open-ended problem solving strategy
I Pendahuluan Pada umumnya orang beranggapan bahwa matematika dan kreativitas tidak ada kaitannya satu sama lain. Padahal jika kita melihat seorang matematikawan yang menghasilkan formula/hasil baru dalam bidang
matematika maka tidak dapat diabaikan potensi kreatifnya. Kreatif bukanlah sebuah ciri yang hanya ditemukan pada seorang seniman atau ilmuwan, tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.
23
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
Munandar (1999) menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Menurut Krutetskii (Mina E,2006), kreativitas dalam memecahkan masalah matematika dikarakteristikkan dengan kemampuan siswa dalam merumuskan masalah matematika secara bebas, bersifat penemuan dan baru. Ideide tersebut sejalan dengan ide-ide seperti fleksibilitas, kelancaran (fluency), membuat asosiasi baru, dan menghasilkan jawaban divergen yang berkaitan dengan kreativitas secara umum. Menurut Krutetskii fleksibilitas adalah komponen kunci dalam kemampuan kreatif matematik pada siswa-siswa sekolah. Haylock (1997) membuat dua pendekatan untuk mengenali berpikir kreatif dalam matematik. Pertama dengan memperhatikan jawaban-jawaban siswa dalam memecahkan soal yang proses kognitifnya dianggap sebagai ciri berpikir kreatif. Pendekatan ini mempertimbangkan salah satu kunci proses kognitif dalam memecahkan masalah matematika secara kreatif yaitu mengatasi kekakuan (overcoming fixation). Pendekatan kedua adalah dengan menentukan kreatif atau disebut produk-produk divergen (divergent product). Berbagai jenis soal-soal produk divergen dapat dibuat dalam matematik. Soal-soal tersebut menghasilkan jawaban yang dapat dinilai dengan kriteria seperti fleksibilitas, orisinalitas, dan kesesuaian (approptiateness). Menurut Silver (Mina, E 2006) bahwa komponen utama untuk menilai berpikir kreatif siswa dalam pemecahan masalah terdiri atas kelancaran atau kefasihan (fluency), keluwesan atau fleksibilitas (flexibility) dan kebaruan (novelty). Siswa dalam pemecahan masalah memenuhi indikator kefasihan apabila siswa dapat menyelesaikan masalah dengan banyak interpretasi, metode penyelesaian dan jawaban. Siswa dalam memecahkan masalah memenuhi indikator fleksibel apabila siswa memecahkan masalah (mengungkapkan atau menetapkan) dengan satu cara, kemudian dengan cara lain. Siswa dikatakan memenuhi indikator kebaruan apabila siswa memeriksa banyak metode penyelesaian atau jawaban (ungkapan atau pembenaran), kemudian menghasilkan jawaban lainnya yang berbeda. Siswono, TYE (2007) juga menyatakan bahwa indikator atau komponen berpikir
24
kreatif matematik meliputi kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan. Menurut Siswono, TYE bahwa kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memberi jawaban masalah yang beragam dan benar. Fleksibilitas dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda. Kebaruan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda dan bernilai benar atau satu jawaban yang “tidak biasa” dilakukan individu (siswa) pada tingkat pengetahuannya. dua jawaban beragam belum tentu berbeda. Misalkan jawaban suatu masalah didasarkan pada bentuk aljabar 2y. Bila siswa menjawab 2 (karena y=1), kemudian menjawab 4 (karena y=2), berikutnya 6 (karena y=3) maka jawaban siswa ini beragam tetapi tidak berbeda. Bila siswa menjawab 2 (karena y=1), kemudian menjawab 5 (karena y=2,5), berikutnya 1 1 (karena y= 2 ) maka jawaban siswa ini beragam sekaligus berbeda. Dari beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan: (1)Kreativitas adalah kemampuan individu untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang; kemampuan untuk menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. (2)Kreativitas berkaitan erat dengan pemahaman yang mendalam, fleksibel di dalam isi dan sikap, sehingga dapat dikaitkan dengan kerja dalam periode panjang yang disertai perenungan. Jadi kreativitas bukan hanya merupakan gagasan yang cepat dan luar biasa. Kreativitas dapat ditanamkan pada kegiatan pembelajaran dan lingkungan sekitar.(3)Berpikir kreatif matematik adalah kemampuan dalam memecahkan masalah matematika yang memenuhi indikator kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan. Seorang siswa dikatakan berpikir kreatif bila ia bisa menemukan hal yang baru, yang baru berarti sesuatu yang bukan lazim dilakukan siswa. Misalnya dalam mememecahkan suatu masalah yang meminta siswa untuk membagi suatu daerah persegi panjang menjadi dua bagian yang sama, tentu yang lazim dilakukan siswa akan membaginya dengan memotong daerah persegi panjang menjadi dua bagian
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
dengan cara menarik garis lurus pada pertengahan baik horizontal maupun vertikal. Bagi siswa yang berpikir kreatif siswa bisa membaginya dengan menarik garis lurus pada diagonalnya. Bahkan akan dimungkinkan juga bahwa siswa yang lebih kreatif lagi jika siswa bisa bembagi daerah persegi itu baik secara horizontal, vertikal dan diagonal bukan dengan satu garis lurus. Salah satu materi matematika yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah pecahan. Selain itu pecahan juga merupakan dasar dalam belajar matematika lebih lanjut. Namun kenyataan yang terjadi materi pecahan masih dirasakan sulit oleh siswa. Menurut Soedjadi (2007) dari hasil penelitianya bahwa di jenjang pendidikan dasar salah satu masalah yang menonjol masih berkisar pada materi pecahan. Demikian juga Yani (1996) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa kemampuan siswa di Sekolah Dasar dalam menguasai operasi hitung pecahan, masih jauh lebih banyak tidak menguasai. Pada umumnya kesalahan siswa dalam memahami operasi hitung pecahan disebabkan tidak menguasai konsep-konsep operasi hitung pada pecahan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa masih perlu untuk mengadakan perbaikan dalam pembelajaran matematika terutama pada materi pecahan. Selain itu melalui perbaikan pembelajaran tersebut akan lebih baik dan lebih bermanfaat jika dibarengi dengan misi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan aktivitas siswa. Menurut Sanjaya,W (2007) belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental. Dalam perbaikan proses pembelajaran kemampuan guru mengelola pembelajaran juga perlu diperhatikan. Kesulitan belajar yang terjadi pada siswa bukan hanya karena materi yang sulit, tetapi bisa juga karena cara guru ketika menyampaikan materi pelajaran sulit diterima oleh siswa. Menurut Hasratuddin (2008) kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pengajaran matematika pada umumnya
lebih berpusat pada guru (teacher centered) bukan pada siswa (student centered). Guru tidak menyadari kalau dalam proses pembelajaran terlalu mendominasi dan siswa hanya mendengar saja. Pembelajaran lebih berpusat pada guru, sehingga siswa kurang aktif, kurang berani dalam pemecahan masalah dan kurang gigih. Keadaan ini akan membuat siswa menjadi kurang kreatif. Untuk mencapai tujuan di atas perlu penerapan suatu strategi pembelajaran yang bisa mengatasi masalah pendidikan yang telah diungkapkan di atas, terutama yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan aktivitas siswa. Strategi pembelajaran yang dimaksud harus memiliki syarat antara lain: dapat membuat siswa mampu mengonstruksi pengetahuan, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, dapat membuat siswa mandiri dalam belajar, dapat meningkatkan interaksi siswa, dapat melatih siswa untuk mengomunikasikan ide di depan umum (kelas). Dengan ciri-ciri yang dimiliki tersebut strategi itu akan berakibat pada meningkatnya kemampuan berpikir kreatif dan aktivitas siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan guru mengelola pembelajaran. Pada penelitian ini dilakukan penerapan strategi pemecahan masalah open-ended yang diharapkan dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir kreatif siswa. II Metodologi Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri No 065011 Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang dengan subjek adalah siswa-siswi kelas IV A yang berjumlah 28 orang. Sedangkan yang menjadi Objek penelitian adalah optimalisasi berpikir kreatif siswa dengan penerapan strategi pemecahan masalah open-ended pada materi pecahan di kelas IV Sekolah Dasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan strategi pemecahan masalah open-ended dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa yang dilakukan dengan cara setelah selesai pembelajaran setiap siklus diadakan tes kemampuan berpikir kreatif siswa. Pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah open-ended yang sudah dirancang dalam RPP dan Lembar Aktivitas Sisiwa
25
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
(LAS). Tes kemampuan berpikir kreatif (TKBK) yang disajikan kepada siswa adalah berupa masalah-masalah open-ended yaitu
masalah yang dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Berikut contoh tes kemampuan berpikir kreatif dalam materi pecahan,
Tabel 1 Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kreatif NO
MATERI
1
Pecahan
INDIKATOR
BUTIR SOAL
R
Dapat menemukan berbagai variasi cara membagi selembar kertas dengan benar.
1. Amir mempunyai selembar kertas berbentuk persegipanjang. Ia ingin berbagi dengan seorang adiknya. Mereka berencana akan memperoleh bagian yang sama. Sebelum kertas dipotong mereka berdiskusi bagaimana cara membaginya. Amir berpendapat caranya adalah sebagai berikut:
C6
Sedangkan Adik membagi dengan cara:
2
Pecahan
Dapat menemukan urutan pecahan yang benar dengan berbagai variasi.
C6
Menurutmu apakah cara yang dianjurkan Amir dan Adiknya benar? Berikan alasanmu. Coba lakukan cara lain untuk membagi kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama. Lakukan paling sedikit dua cara. 2. Bandingkanlah pecahan- pecahan berikut
1 2 3 , , kemudian urutkan. Periksa jawaban yang 2 5 4
telah kamu peroleh. Tunjukkan cara lain yang berbeda untuk mendapatkan jawaban itu.
Setiap lembar pemecahan masalah siswa dikoreksi untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa. Penentuan skor untuk hasil kerja siswa dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap setiap langkah menurut pemecahan masalah open-ended. Untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa diperoleh dengan menggunakan kriteria ketuntasan minimal yang ada di sekolah tempat penelitian. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika di sekolah penelitian adalah 60. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas 2006) Ketuntasan belajar
26
dicapai bila skor yang diperoleh siswa ≥ kriteria ketuntasan minimal. Ketuntasan dalam satu kompetensi dasar dicapai bila jumlah indikator yang tuntas lebih dari 50%. Jadi pembelajaran dilanjutkan pada kompetensi dasar berikutnya bila jumlah indikator yang tuntas lebih dari 50%. Dengan mengacu ketuntasan belajar di atas maka dalam penelitian ini pembelajaran dilanjutkan pada kompetensi dasar berikutnya bila lebih dari 50% siswa mencapai nilai ketuntasan minimal (≥ 60). Untuk rujukan tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa ditetapkan sebagai berikut.
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
Tabel 2 Kualifikasi nilai perolehan tes kemampuan berpikir kreatif No
Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif
Patokan Nilai (Dari KKM) 1 Sangat Baik 80 ≤ NKBK ≤ 100 2 Baik 70 ≤ NKBK < 80 3 Cukup Baik 60 ≤ NKBK < 70 4 Kurang Baik 50 ≤ NKBK < 60 5 Sangat Kurang Baik 0 ≤ NKBK < 50 Keterangan : NKBK= Nilai Kemampuan Berpikir Kreatif KKM = Kriteria Ketuntasan Minimal Berdasarkan data pada tabel diatas bahwa tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa dikatakan pada kategori cukup baik apabila nilai kemampuan berpikir kreatif (NKBK) siswa ≥ 60 dan tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa dikatakan pada kategori kurang baik apabila nilai kemampuan berpikir kreatif (NKBK) siswa < 60. Selanjutnya sajian dan analisis data setelah penelitian adalah sebagai berikut. 1. Hasil Analisis Data Tes Awal Sebelum penerapan strategi pememecahan masalah open-ended dilakukan untuk mengetahui nilai kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan tes awal. Nilai kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pemecahan masalah open-ended yang diperoleh dari pelaksanaan tes awal dapat dilihat pada digram berikut. Persentase Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
10,71% kemampuan berpikir kreatif cukup baik (NKBK ≥ 60)
89,29% kemampuan berpikir kreatif kurang baik
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif kategori cukup baik siswa sampai 85 %. 2. Hasil Penelitian Siklus I Pada pelaksanaan siklus I dilaksanakan pembelajaran dengan melaksanakan RPP1.1 dan LAS1 pada pertemuan 1 dan RPP1.2 dan LAS2 pada pertemuan 2 dan pada pertemuan 3 dilaksanakan tes berpikir kreatif siswa I. Pada pelaksanaan pembelajaran siklus I ini siswa dibagi atas 5 kelompok . Setelah melaksanakan pembelajaran dengan penerapan strategi pemecahan masalah open-ended yang dilaksanakan pada siklus I selama 2 pertemuan yaitu dengan melaksanakan RPP1.1, LAS1 dan RPP1.2, LAS 2 maka dilaksanakan tes untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa. Dari hasil pelaksanaan tes kemampuan berpikir kretif siklus I atau TKBK1 diperoleh data sebagaimana yang tersaji pada diagram berikut. 53,57 % kemampuan berpikir kreatif cukup baik (NKBK ≥ 60)
46,43% kemampuan berpikir kreatif kurang baik (NKBK < 60)
Diagram 1 Persentase Kemampuan Berpikir Kreatif Secara Klasikal Tes Awal
Diagram 2 Persentase Kemampuan Berpikir Kreatif Secara Klasikal TKBK1
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa secara klasikal 10,71 % siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif kategori cukup baik dari hasil tes awal. Dengan dilakukannya tindakan penerapan strategi pemecahan masalah open-ended diharapkan dapat
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa setelah dilakukan tindakan penerapan strategi pemecahan masalah open-ended, dari pembelajaran siklus I secara klasikal rata-rata kemampuan berpikir kreatif kategori cukup baik siswa naik dari 36,64 menjadi 51,96 dan persentasi siswa yang mencapai kemampuan
27
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
berpikir kreatif kategori cukup baik meningkat dari 10,71 % hingga 53,57 %. Namun hal ini masih belum sesuai dangan indikator kinerja yang harus dicapai yaitu siklus dihentikan bila telah terdapat 85% siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir kreatif cukup baik dalam pemecahan masalah open-ended. Dengan demikian masih harus dilakukan tindakan pada pembelajaran siklus II. Sesuai dengan ketuntasan kompetensi dasar yang ada pada pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus I sudah mencapai 53,57 % maka syarat tuntas kompetensi dasar siklus I sudah terlampaui. Jadi pembelajaran dapat dilanjutkan pada kompetensi dasar berikutnya. Dengan demikian pelaksanaan siklus II dapat dilanjutkan. 3. Hasil Penelitian Siklus II Setelah selesai melaksanakan pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah open-ended yang dilaksanakan pada siklus II selama 2 pertemuan yaitu dengan melaksanakan RPP2, LAS3 dan RPP3, LAS 4 maka dilaksanakan tes untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa. Dari hasil pelaksanaan tes kemampuan berpikir kretif siklus II atau TKBK2 dan setelah dianalisis diperoleh data sebagaimana yang tersaji pada diagram berikut: Kemampuan berpikir kreatif siswa Siklus II
85,71% kemampuan berpikir kreatif
14,29% kemampuan berpikir kreatif
Diagram 3 Persentase Kemampuan Berpikir Kreatif Secara Klasikal TKBK2 Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa setelah dilakukan tindakan penerapan strategi pemecahan masalah open-ended, dari pembelajaran siklus II secara klasikal rata-rata kemampuan berpikir kreatif kategori cukup baik siswa naik dari 51,96 menjadi 66,07 dengan persentase siswa yang mencapai kemampuan berpikir kreatif kategori cukup baik meningkat dari 53,57 hingga 85,71 %. Hal ini sudah sesuai dangan indikator kinerja
28
yang harus dicapai pada penelitian ini yaitu siklus dihentikan bila telah terdapat 85% siswa yang memiliki tingkat kemampuan berpikir kreatif cukup baik dalam pemecahan masalah open-ended. Dengan demikian tindakan pada pembelajaran siklus berikutnya tidak perlu dilanjutkan. III. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka diambil kesimpulan bahwa Penerapan strategi pemecahan masalah open-ended dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah pada pokok bahasan pecahan di kelas IV SD Negeri No 065011 Kelurahan Asam Kumbang kecamatan Medan Selayang. Dari kesimpulan penelitian beberapa saran yang perlu diterapkan dalam pembelajaran matematika khususnya pada satuan tingkat pendidikan Sekolah Dasar adalah sebagai berikut: 1. Perangkat dan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran sebagai upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah pada pokok bahasan yang lain dari pecahan. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi sekolah untuk mengambil kebijakan peningkatan mutu dan inovasi pembelajaran di sekolah, karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah. 3. Bagi guru yang ingin meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa sebaiknya menggunakan strategi pemecahan masalah open-ended. Dalam mengembangkan perangkat pembelajaran ada baiknya menambahkan lebih banyak masalah open-ended (terbuka). Melalui pemberian masalah terbuka, siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan menghasilkan jawaban atau cara penyelesaian yang beragam dalam menyelesaikan masalah. 4. Dalam pelaksanaannya, strategi pemecahan masalah open-ended membutuhkan pengaturan waktu yang baik. Karena dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah tanpa terlebih
Jurnal Saintech Vol. 06 - No.04-Desember 2014 ISSN No. 2086-9681
dahulu diberikan konsepnya. Guru diharapkan memberikan waktu bagi siswa untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Daftar Pustaka Depdiknas,(2006). Rancangan Penilaian Hasil Belajar. Sosialisasi KTSP. Jakarta Hasratuddin (2008). Mathematics instruction: An interactive approach. Paradikma. Volume 1 No 1. Jurnal Pendidikan Matematika. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Haylock, D.W. (1997) Recognising Mathematichal Creativity in Schoolchildren. ZDM: Internasional Reviews on Mathematical Education. Mina, E (2006). Pengaruh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan OpenEnded terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik siswa SMA Bandung. Tesis. Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Munandar, U (1999). Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta. PT. Gramedia. Munandar, U (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Rineka Cipta, Jakarta Sanjawa,W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta Silver,
E.A.(1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving andThinking in Problem Possing. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publicati on /zdm ZDM Volum 29 (June 1997) number 3. Electonic Edition ISSN 1651-679X.
Soedjadi, R. (2007), Masalah Kontekstual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Uneversitas Negeri Surabaya. Surabaya. Yani, A.T. (1996) Penguasaan Konsep-Konsep Operasi Hitung Dasar Pada Siswa Sekolah Dasar. Tesis. IKIP Surabaya.
29