Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
EKOSISTEM PESISIR Oleh : Desi Sri Pasca Sari.S, S.P, M.Si. *) *)
Staf Pengajar FP Universitas Quality Medan
Summary This paper describes the environment of coastal ecosystems, typology and characteristics, types of flora and fauna, and coastal management. Coastal ecosystems include: mangrove forests, seagrass beds, seaweeds, coral reefs, estuaries, beaches and small islands. Coastal ecosystem faces several problems, among others, pollution, destruction of coastal habitats, excessive resource use, coastal erosion, conversion of protected areas and natural disasters. In the coastal ecosystem management used pattern-based society, where natural resource management in a place where the local community are actively involved in natural resource management processes contained therein. Coastal community development strategies can be done through two approaches, which are structural and non structural. Keywords: coastal ecosystems, management, community base
I. Pendahuluan Sumber daya pesisir merupakan potensi penting dalam pembangunan masa depan, mengingat luas wilayah laut Indonesia adalah 62% dari luas wilayah nasional,belum termasuk Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta km persegi. Dengan berbagai kekayaan keanekaragaman hayati dan jasa-jasa lingkungan yang diberikan, sumber daya pesisir mempunyai nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi. Tulisan ini mencoba mendeskripsikan tentang lingkungan ekosistem pesisir, Tipologi dan karakteristik, jenis flora fauna, dan pengelolaan wilayah pesisir. 1.1. Pengertian Wilayah Pesisir Wilayah pesisir umumnya didefinisikan sebagai suatu jalur daratan dan laut yang terdapat disepanjang pesisir (Salm and Clark 1984). Wilayah ini hanya merupakan bagian yang sangat kecil tetapi dipengaruhi oleh kejadian-kejadian didaerah yang lebih luas, yakni dari daerah aliran sungai di pedalaman sampai perairan lepas pantai. Wilayah ini mencakup beberapa habitat yang dari segi biologi sangat produktif, yaitu muara sungai, lahan basah pasang surut, hutan bakau
dan terumbu karang, dan juga merupakan daerah tempat tinggal sebagian besar penduduk, dimana pembangunan sedang berlangsung. Wilayah pesisir merupakan peralihan antara darat dengan laut yang sangat dinamis dan produktif. Dimana habitat dan jenis biotanya beradaptasi secara khusus terhadap lingkungan yang unik. Pada wilayah pesisir berkembang berbagai ekosistem yang khas yang meliputi estuaria, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang dan pantai intertidal (Nybakken,1982). Definisi wilayah pesisir masih menjadi perdebatan banyak pihak mengingat sulitnya membuat batasan zonasi wilayah pesisir yang dapat dipakai untuk berbagai tujuan kepentingan. Robert Kay, 1999 mengelompokkan pengertian wilayah pesisir dari dua sudut pandang yaitu dari sudut akademik keilmuan dan dari sudut kebijakan pengelolaan. Dari sisi keilmuan Ketchum, 1972 dalam Kay 1999 mendefinisikan wilayah pesisir sebagai sabuk daratan yang berbatasan dengan lautan dimana proses dan penggunaan lahan di darat secara langsung dipengaruhi oleh proses lautan dan sebaliknya.
9
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
Sumberdaya alam wilayah pesisir mengandung manfaat yang besar dan beragam, yaitu berupa sumberdaya hayati dan nonhayati. Besarnya manfaat tersebut menjadikan wilayah pesisir sebagai tumpuan harapan penyedia sumberdaya pembangunan untuk saat ini dan dimasa datang. Gangguan lingkungan di wilayah pesisir mempengaruhi ekosistem lepas pantai yang bergantung pada habitat pesisir untuk mendapatkan zat hara ( Du Bois dkk, 1984). Demikian pula habitat pesisir dapat rusak oleh kegiatan-kegiatan yang terjadi jauh diluar batas yang langsung berdekatan; berupa lapisan minyak lepas pantai, salah pengelolaan daerah aliran sungai yang terletak jauh di pedalaman, atau pencemaran kegiatan-kegiatan perkotaan, pertanian dan industry. Selain dampak pembangunan terhadap lingkungan, wilayah pesisir terancam bahaya alam seperti badai laut dan gelombang pasang surut. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran , ekosistem wilayah pesisir mengalami degradasi yang terus memburuk. Meningkatnya jumlah dan aktivitas ekonomi penduduk juga menghasilkan limbah, mulai dari limbah domestik yang sederhana hingga limbah imdustri yang kompleks dan beracun. Kenyataan tersebut menyebabkan hilangnya asset nasional berupa penurunan produktivitas dan keanekaragaman hayati yang dimiliki. Dengan segala potensi dan manfaat yang terkandung didalamnya pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilakukan dengan memperhatikan asas keberlanjutan Pesisir menjadi wilayah yang sangat berarti bagi kehidupan manusia di bumi. Edgreen pada tahun 1993 memperkirakan bahwa sekitar 50-70% dari 5,3 milyar penduduk di bumi sekarang ini tinggal di kawasan pesisir (Kay R, 1999). Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia memiliki kepedulian terhadap wilayah ini khususnya di bidang lingkungan dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Salah satu agenda dalam Pertemuan Johannesburg tahun 2002 yang diselenggarakan oleh Badan Dunia, menyebutkan bahwa wilayah pesisir merupakan sumberdaya alam yang perlu
10
dilindungi dan dikelola berlandaskan pada pembangunan ekonomi dan sosial. 1.2. Karakteristik Ekosistem (Tipologi ekosistem pesisir)
Pesisir
Ekosistem perairan laut dapat dibagi menjadi dua, yaitu perairan laut pesisir, yang meliputi daerah paparan benua, dan laut lepas atau laut oseanik. Penetapan batas wilayah pesisir sampai saat ini belum ada definisi yang baku. Namun ada kesepakatan dunia bahwa wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Ditinjau dari garis pantai (coastline), suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas yang sejajar dengan garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore). Dalam suatu wilayah pesisir biasanya terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) pesisir dan sumberdaya pesisir. Tipe ekosistem pesisir Indonesia dideskripsikan atas dasar komunitas hayati dan penggenangan oleh air (Kartawinata dan Soemadiharjo, 1976; Nontji, 1987). Berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir dapat bersifat alami (natural) atau buatan (man made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove (mangrove forest), padang lamun (seagrass beds), pantai berpasir (sandy beach), pantai berbatu (rocky beach), formasi pescapra, formasi barringtonia, estuaria, laguna, delta, dan ekosistem pulau kecil. Ekosistem pesisir tersebut ada yang terus menerus tergenangi air dan ada pula yang hanya sesaat. Sedangkan ekosistem buatan antara lain tambak, sawah pasang-surut, kawasan pariwisata, kawasan industry dan kawasan pemukiman. Tipologi ekosistem pesisir berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan dalam ekosistem alami dan ekosistem buatan (Dahuri, R, 2001). Ekosistem pesisir di Indonesia sebagai daerah tropis adalah sebagai berikut ; a) Hutan mangrove merupakan tipe hutan khas tropika yang tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai. Kehidupan tumbuhan ini sangat dipengaruhi oleh suplai air tawar dan salinitas, pasokan nutrien dan stabilitas substrat. Hutan mangrove banyak dijumpai di pantai yang
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
landai dengan muara sungai yang berlumpur dengan kondisi perairan yang tenang dan terlindung dari ombak. Arti penting hutan mangrove adalah sebagai sebagai sumber makanan bagi berbagai macam hewan laut. Sistem perakaran yang kokoh akan melindungi pantai dari erosi, gelombang angin, dan ombak. Hutan mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) dan pemijahan (spawning ground) bagi udang, ikan dan kerangkerangan. Karakteristik Hutan Mangrove Hutan Mangrove seringkali disebut dengan hutan pasang surut, hutan payau dan hutan bakau. Hutan Mangrove merupakan tipe hutan tropika dan subtropika yang khas, tumbuh disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.Mangrove banyak dijumpai diwilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai, pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal. . Ada 6 type komunitas hutan mangrove berdasarkan pada bentuk hutan dan kaitannya dengan proses geologi serta hidrologi yaitu: (1) hutan delta (2) hutan tepi pantai (3)hutan tepi sungai (4)hutan dataran, (Lugo dan Snedaker, 1974 dalam Day et al , 1989). Namun Soemodihardjo et.al (1986) mengklasifikasikan hutan mangrove Indonesia menjadi 4 kelas (1)delta, terbentuk di muara sungai yang berkisaran pasang surut rendah (2) dataran lumpur, terletak di pinggiran pantai (3) dataran pulau, berbentuk sebuah pulau kecil yang pada waktu surut rendah muncul diatas permukaan air dan (4) dataran pantai, habitat mangrove yang merupakan jalur sempit memanjang sejajar garis pantai. Pertumbuhan komunitas vegetasi mangrove secara umum mengikuti suatu pola zonasi. Pembentukan zonasi dimulai dari arah laut menuju daratan, yang terdiri dari zona Avicennia dan Sonneratia yang berada paling depan dan berhadapan langsung dengan laut. Zona dibelakangnya berturut-
turut adalah tegakan Rhizopora dan Bruguiera. Tumbuhan mangrove memiliki daya adaptasi fisiologi dan morfologi yang khas agar dapat terus hidup pada lingkungan yang bersalinitas tinggi dan kondisi anaerob di perairan laut dangkal. Daya adaptasi tersebut menurut Nybakken(1986) serta Meadows dan Campbell(1988) adalah sebagai berikut: 1. Perakaran yang pendek dan melebar luas dengan akar penyangga atau tudung akar yang tumbuh dari batang dan dahan, sehingga menjamin kokohnya batang 2. Berdaun kuat dan mengandung banyak air 3. Mempunyai banyak jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garam yang tinggi. Tiga parameter lingkungan utama yang mentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove adalah: suplai air tawar dan salinitas, Pasokan nutrient, Stabilitas substrat. Beberapa genera pohon mangrove yang umum dijumpai dipesisir Indonesia adalah bakau (Rhizopora sp), Api-api (Avicennia sp), pedada (Sonneratia),tanjang (Bruguira sp), nyirih (Xylocarpus sp), tengar (Ceriops sp) dan buta-buta (Exoecaria sp) b) Padang lamun merupakan tumbuhan yang hidup terbenam di perairan dangkal yang agak berpasir. Secara ekologis padang lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi daerah pesisir yaitu ; sumber utama produktivitas primer, sumber makanan penting bagi organisme, dengan sistem perakaran yang rapat menstabilkan dasar perairan yang lunak, tempat berlindung organisme, tempat pembesaran bagi beberapa spesies, sebagai peredam arus gelombang dan sebagai tudung pelindung panas matahari. Kehidupan padang lamun sangat dipengaruhi oleh kondisi kecerahan air laut, temperatur air laut, salinitas, substrat dan kecepatan arus. Karakteristik Padang Lamun Lamun (Seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam didalam laut. Tumbuhan ini mempunyai beberapa sifat yang memungkinnnya hidup di lingkungan laut yaitu (1) mampu hidup di media asin (2) mampu berfungsi normal dalam keadaan
11
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
terbenam (3) mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik (4) mampu melaksanakan penyerbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam . Padang lamun dapat berbentuk vegetasi tunggal, tersusun atas satu jenis lamun yang tumbuh membentuk padang lebat, sedangkan vegetasi campuran terdiri dari 2 sampai 12 jenis lamun yang tumbuh bersama-sama pada satu substrat. Spesies lamun yang biasanya tumbuh dengan vegetasi tunggal adalah Thalassia hemprichi, Enchalus acoroides, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea serrulata dan Thalassodendron ciliatum. Pertumbuhan lamun diduga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisiologis dan metabolism, serta faktor eksternal; seperti zat-zat hara (nutrient) dan tingkat kesuburan perairan. Parameter lingkungan utama yang memepengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem padang lamun adalah (1) kecerahan (2) temperature (3) salinitas (4) substrat (5) kecepatan arus Lamun yang ditemukan di Indonesia terdiri dari tujuh marga (genera). Tiga diantaranya (Enhalus, Thalassia, dan Halophila) termasuk suku Hydrocaritaceae, sedangkan empat marga. Pomatogetonaceae. (Nontji, 1987). Zonasi sebaran dan karakteristik lamun di perairan pesisir Indonesia dapat dikelompokkan menurut (1) genangan air dan kedalaman, (2) kualitas dan air (3) Komposisi jenis (4) tipe substrat (5) asosiasi dengan sistem lain (terumbu karang, mangrove, dan estuaria). Padang lamun yang dijumpai di alam sering berasosiasi dengan flora fauna akuatik lainnya seperti algae,meiofauna, moluska, ekinodermata,krustasea, dan berbagai jenis ikan. Asosiasi tersebut membentuk suatu ekosistem yang kompleks dari padang lamun. Pada prinsipnya ikan-ikan yang hidup di habitat padang lamun dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu; (1) tinggal sepanjang waktu untuk berpijah dan kegiatan lainnya,(2) tinggal sejak juvenile hingga stadia dewasa, tetapi berpijah ditempat lain dan (3) tinggal hanya selama stadia juvenile dan (4) tinggal hanya sesaat (Hutomo dan Martosewojo, 1977).
12
Ekosistem padang lamun sangat penting artinya bagi penyu laut (Chelonia mydas) dan dugong (Dugong dugon), karena tumbuhan lamun merupakan sumber makanan bagi kedua jenis hewan air itu. Jenis-jenis tumbuhan lamun yang dikonsumsi penyu hijau diantaranya adalah Cymodocea, Thalassia dan Halophila. Sedangkan konsumsi dugong misalnya Poisidonia dan Halophila. c) Rumput laut (Seaweeds) atau alga makro tumbuh di perairan laut yang memiliki substrat yang keras dan kokoh yang berfungsi sebagai tempat melekat. Tumbuhan laut ini hanya dapat hidup di perairan apabila cukup mendapat cahaya. Pada perairan yang jernih, rumput laut dapat tumbuh hingga kedalaman 20-30 meter.Nutrien yang diperlukan oleh rumput laut dapat langsung diperoleh dari rumput laut.Nutrien tersebut dihantarkan mealui mekanisme upwelling, turbulensi dan masukan dari daratan. Parameter lingkungan utama bagi ekosistem rumput laut adalah: (1) intensitas cahaya (2) musim dan temperature (3) salinitas (4) gerakan air (5) zat hara. Jenis-jenis rumput laut yang terdapat di Indonesia adalah Euchema, Gracilaria, Gelidium, Sargassum, dan Turbinaria. d) Ekosistem terumbu karang memiliki produktivitas organik yang tinggi dan kaya akan keragaman spesies penghuninya seperti ikan karang. Terumbu karang merupakan ekosistem pesisir yang memiliki nilai estetika alam yang sangat tinggi. Terumbu karang juga berfungsi sebagai pelindung ekosistem pesisir dan laut dari tekanan gelombang. Keberadaan terumbu karang sangat ditentukan oleh kondisi kecerahan perairan, temperatur, salinitas, kecepatan arus air, sirkulasi dan sedimentasi. Karakteristik Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem khas di daerah tropis. Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan massif terutama kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, dalam Dahuri 2001). Hewan
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
karang termasuk kelas anthozoa yang berarti hewan berbentuk bunga. Didunia terdapat dua kelompok karang yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaan kedua kelompok karang ini terletak pada kemampuan karang hermatifik dalam menghasilkan terumbu (reef). Kemampuan menghasilkan terumbu ini disebabkan oleh adanya sel-sel tumbuhan didalam jaringan karang hermatifik yang disebut zooxanthellae.Didalam klassifikasi hewan, karang termasuk dalam kelompok besar coelentrata (hewan berongga) seperti uburubur dan anemone laut. Karang dikelompokkan sebagai karnivora dan pemakan zooplankton. Makanan karang berasal dari tiga sumber yaitu: (1) plankton yang ditangkap melalui tentakel yang dilengkapi dengan sel penyengat pelumpuh mangsa (nematocyst); (2) nutrisi organic yang diserap secara langsung dari air dan (3) senyawa organic yang dihasilkan zooxanthellae. Terumbu karang memiliki spesies yang beragam dan bernilai ekonomi tinggi. Tingginya tingkat keanekaragaman tersebut disebabkan oleh variasi habitat yang terdapat didalam ekosistem terumbu karang. Secara ekologis, terumbu karang juga dapat berfungsi melindungi komponen ekosistem pesisir lainnya (lahan pantai) dari gempuran gelombang dan badai. Distribusi dan pertumbuhan ekosistem terumbu karang tergantung dari beberapa parameter fisika, yaitu (1) kecerahan (2) temperature (3) salinitas (4) sirkulasi arus dan sedimentasi. Berdasarkan hubungannya dengan daratan, terumbu karang d Indonesia diklassifikasikan kedalam tiga kelompok besar sebagai berikut: a) Terumbu tepi (fringing reef) adalah terumbu karang yang berada dekat dan sejajar dengan garis pantai b)Atol (atoll) adalah terumbu tepi yang berbentuk seperti cincin dan ditengahnya terdapat goba (danau) dengan kedalaman mencapai 45 meter. (c) Terumbu pengahalang (barrier reef) serupa dengan karang tepi, dengan kekecualian jarak antara terumbu karang dengan garis pantai atau daratan cukup jauh dan umumya dipisahkan oleh perairan yang
dalam. Selain ketiga kelompok di Indonesia terdapat juga terumbu gosong (patch reef). e) Estuaria adalah teluk di pesisir yang sebagian tertutup, tempat air tawar dan air laut bercampur. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang kaya bahan organik dan menjadi cadangan makanan utama bagi organisme estuaria. Karena merupakan kawasan pertemuan antara air laut dan air tawar, maka organisme dan tumbuhan yang berkembang di estuaria relatif sedikit. Pantai pasir terdiri dari kwarsa dan feldspar, yang merupakan sisa-sisa pelapukan batuan di gunung yang dibawa oleh aliran sungai. Pantai pasir lainnya terbentuk oleh rombakan pecahan terumbu karang yang diendapkan oleh ombak. Partikel yang kasar menyebabkan hanya sebagian kecil bahan organik yang terserap sehingga organisme yang hidup di pantai berpasir relatif sedikit. Meskipun demikian pantai berpasir sering dijadikan beberapa biota (seperti penyu) untuk bertelur. Parameter utama dari pantai berpasir adalah pola arus yang mengangkut pasir, gelombang yang melepas energinya dan angin yang mengangkut pasir ke arah darat. Karakteristik Estuaria Bentuk estuaria bervariasi dan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran sungai, kisaran pasang surut dan bentuk garis pantai. Berdasarkan aliran air dan percampurannya, estuaria menurut Cameron dan Pritchard dalam Meadows dan Campbell (1988) dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe: 1. Tipe A, memiliki kisaran pasang surut yang kecil, namun memiliki aliran air tawar yang besar 2. Tipe B, Estuaria tipe B memiliki kisaran pasang surut yang lebih besar, sehingga gerakan massa air laut melebihi gerakan air tawar yang masuk melalui badan sungai. 3. Tipe C, aliran air tawar berkurang, namun sebaliknya massa air laut menjadi dominan, terutama pada saat terjadi pasang. 4. Tipe D, memiliki aliran pasang surut yang besar sehingga air tawar dan air laut dapat bercampur secara sempurna (tidak terstratafikasi)
13
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
Parameter lingkungan utama untuk ekosistem estuaria adalah (1) sirkulasi air, yang dipengaruhi oleh pasang surut dan aliran sungai (2) Partikel tersuspensi dan (3) kandungan polutan. f)
Pantai Karakteristik Pantai Pantai biasanya ditumbuhi oleh tumbuhan pionir yang memiliki ciri-ciri antardan herba.a lain: (1)Sistem perakaran yang menancap dalam (2)mempunyai toleransi tinggi terhadap kadar garam (3) menghasilkan buah yang dapat terapung. Jenis yang umum dijumpai adalah Casuarina equisetifolia dan kemudian diikut i oleh komunitas Barringtonia yang tumbuh di tanah lebih stabil dibelakang batas pantai. Namun apabila pantainya terbuka jenis yang tumbuh adalah pakispakisan(fern), rumpu, jahe-jahean. Pantai yang ada di Indonesia secara morfologi dapat dibagi dalam beberapa bentuk yaitu: (1) Pantai terjal berbatu (2) Pantai landai dan datar (3) Pantai dengan bukit pasir (4) Pantai beralur (5) Pantai lurus didataran pantai yang landai (6) Pantai berbatu (7)Pantai yang terbentuk karena adanya erosi
g) Pulau-pulau Kecil (Small Island) merupakan pulau yang berukuran kecil yang secara ekologis terpisah dengan pulau induknya. Pulau kecil ini akan memiliki karakteristik ekologi yang bersifat insular karena terisolasi dengan pulau induknya. Karakteristik Menurut Brookfield (1990) pulau-pulau kecil(small island) adalah pulau yang memiliki luas daratan lebih kecil dari 100.000 ha dan berpenduduk lebih kecil dari 100.000 jiwa. Karakteristik yang berkaitan dengan lingkungan hidup antara lain: (1) Pulau-pulau kecil memiliki daerah resapan yang sempit sehingga sumber air tanah yang tersedia sangat rentan terhadap pengaruh intrusi air lau (2) Pulau-pulau kecil memiliki daerah pesisir yang sangat terbuka sehingga lingkungannya sangat mudah dipengaruhi oleh aksi gelombang
14
yang berasal dari badai cyclone dan tsunami (3) Spesies organisme yang hidup di pulau-pulau kecil pada umumnya bersifat endemic dan perkembangannya lambat, sehingga mudah tersaingi oleh organisme tertentu yang didatangkan dari luar pulau (4) Pulau-pulau kecil memiliki sumberdaya alam teresterial yang sangat terbatas, baik yang berkaitan dengan sumberdaya alam mineral, air tawar maupun dengan kehutanan dan pertanian. Parameter lingkungan utama yang menonjol pada pulau-pulau kecil adalah (1) ketersediaan sumber air tawar (2) kerentanan terhadap pengaruh yang bersifat eksternal. II. Permasalahan yang berpotensi menjadi ancaman di Wilayah Pesisir Permasalah wilayah pesisir yang dikemukakan oleh Rohmin Dahuri (2001) merupakan permasalah umum wilayah pesisir yang banyak dijumpai di Indonesia. Dikemukakan bahwa permasalah wilayah pesisir meliputi : pencemaran, kerusakan habitat pantai, pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan, abrasi pantai, konversi kawasan lindung dan bencana alam. Permasalahpermasalahn tersebut sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas kegiatan manusia baik yang tinggal dalam kawasan maupun yang berada di luar kawasan. Beberapa faktor utama yang mengancam kelestarian sumberdaya keanekaragaman hayati pesisir dan lautan adalah (1) Pemanfaatan berlebih sumberdaya hayati (2) penggunaan teknik dan peralatan penangkapan ikan (3) perubahan dan degradasi fisik habitat (4) pencemaran (5) introduksi spesies asing (6) konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan (7) perubahan iklim global serta bencana alam III. Pengelolaan Wilayah Pesisir Pengelolaan Berbasis Masyarakat atau biasa disebut Community Based Management (CBM) merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam, misalnya perikanan, yang meletakkan
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Pengelolaan Berbasis Masyarakat dapat diartikan sebagai sustu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat dimana masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya Di Indonesia Pengelolaan Sumberdaya berbasis Masyarakat sebenarnya telah di tetapkan dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan negara atas sumberdaya alam khususnya sumberdaya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan masyarakat pesisir serta memajukan desa-desa pantai. IV. Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat dengan Mengupayakan Pengembangan Masyarakat Pantai. Strategi pengembangan masyarakat pantai dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu, yang bersifat struktural dan non structural(subyektif). Pendekatan structural adalah pendekatan makro yang menekankan pada penataan sistem dan struktur sosial politik. Pendekatan ini mengutamakan peranan instansi yang berwewenang atau organisasi yang dibentuk untuk pengelolaan pesisir laut. Dalam hal ini peranan masyarakat sangat penting tetapi akan kurang kuat karena aspek struktural biasanya lebih efektif bila dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kewenangan, paling tidak pada tahap awal.( Harbinson dan Myers,1965) Dilain pihak pendekatan non struktural adalah pendekatan yang subyektif. Pendekatan ini mengutamakan pemberdayaan masyarakat secara mental dalam rangka meningkatkan kemampuan anggota masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan dan persoalan pesisir laut. Kedua pendekatan
tersebut harus saling melengkapi dilaksanakan secara integratif.
dan
1. Pendekatan struktural. Sasaran utama pendekatan struktural adalah tertatanya struktur dan sistem hubungan antara semua komponen dan sistem kehidupan, baik di wilayah pesisir dan laut maupun komponen pendukung yang terkait, termasuk komponen sosial, ekonomi dan fisik.Dengan penataan aspek struktural, diharapkan masyarakat mendapatkan kesempatan lebih luas untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Selain itu penataan struktur dan sistem hubungan sosial dan ekonomi tersebut diharapkan dapat menciptakan peluang bagi masyarakat untuk ikut serta melindungi sumber daya alam dari ancaman yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan masalahmasalah sosial dan ekonomi yang utama yang selama ini secara terus menerus menempatkan masyarakat (lokal) pada posisi yang sulit. Pendekatan struktural membutuhkan langkahlangkah strategi sebagai berikut : a. Pengembangan Aksesibilitas Masyarakat pada SumberDaya alam b. Pengembangan aksesibilitas masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan. d. Peningkatan aksebilitas masyarakat terhadap informasi. e. Pengembangan kapasitas kelembagaan. f. Pengembangan sistem pengawasan berbasis masyarakat. g. Pengembangan jaringan pendukung. 2. Pendekatan Subyektif. Pendekatan subyektif (non struktural) adalah pendekatan yang menempatkan manusia sebagai subyek yang mempunyai keleluasaan untuk berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya. Pendekatan tersebut berasumsi bahwa masyarakat lokal dengan pengetahuan, keterampilan dan kesadarannya dapat meningkatkan peranannya dalam perlindungan sumber daya alam disekitarnya. Karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan wilayah pesisir dan laut adalah dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat untuk berbuat sesuatu demi melindungi sumber daya alam. Pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak harus berkaitan
15
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
langsung dengan upaya-upaya penanggulangan masalah kerusakan sumberdaya alam tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan usaha ekonomi, terutama dalam rangka membekali masyarakat dengan usaha ekonomi alternatif sehingga tidak merusak lingkungan, antara lain yaitu : a. Peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan. b. Pengembangan keterampilan masyarakat. c. Pengembangan kapasitas masyarakat. d. Pengembangan kualitas diri e. Peningkatan motivasi masyarakat untuk berperanserta f. Penggalian & pengembangan nilai tradisional masyarakat. V. Kesimpulan 1.
2.
3.
4.
5.
Ekosistem perairan laut dapat dibagi menjadi dua, yaitu perairan laut pesisir, yang meliputi daerah paparan benua, dan laut lepas atau laut oseanik. Tipologi ekosistem pesisir berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan dalam ekosistem alami dan ekosistem buatan Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove (mangrove forest), padang lamun (seagrass beds), pantai berpasir (sandy beach), rumput laut (seaweeds), pantai (beach) , formasi pescapra, formasi barringtonia, estuaria, dan ekosistem pulau kecil Pengelolaan Berbasis Masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat dimana masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Strategi pengembangan masyarakat pantai dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu, yang bersifat struktural dan non structural.
Daftar Pustaka Brookfield (1990),”An Approach to Small Island. In Sustainable Development and Environmental Management of Small Island. The Partenon Publishing Group Ltd, Casterton Hall, Camporth
16
Costanza, R. (Ed.) (1991) Ecological Economics: The Science and Management of Sustainability, Columbia University Press, New York. Du Bois dkk, 1984.Cathcment land use and its implications for coastal resources conservations. Dalam a casebook of coastal management Research planning Institute, Columbia Sc. Harbinson dan Myers,1965, Manpower and Education : Country Studies in Economic Development Hutomo dan Martosewojo, 1977, “The Fishes of Seagrass Community on the west Side of Burung Island and their variation in Abundance. Marine Research in Indonesia. Kay, R. and Alder, J. (1999) Coastal Management and Planning, E & FN SPON, New York Kartawinata dan Soemadiharjo, 1987,Classification and utilization of Indonesia Rain forest. Bio Indonesia Meadows dan Campbell,1988.An Introduction to Marine Science 2nd edition. Blackie Academic & Professional, London Moh. Manshur Hidayat & Surochiem As, Artikel Maritim : Pokok-Pokok Strategi Pengembangan Masyarakat Pantai Dalam Mendorong Kemandirian Daerah,Ridev Institute Surabaya Nybakken,J.W.1982. Marine Biology; An Introduction, Publishing company Belmon California.USA Rokhimin D,1999, Prosiding : Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Kerjasama Direktorat Jenderal Pembengunan Daerah dengan Coastal Recsources Management Project (CRMP/CRC-URI). Jakarta. Rokhimin D,2003, Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
Rudy C Tarumingkeng,, (2001) Pengelolaan Wilayah Pesisir Yang Berkelanjutan, http://www.hayatiipb.com/users/rudyct/grp_paper01/kel 1_012.htm, Salm and Clark ,1984.Marine and Coastal protected areas; a guide for planners and managers. IUCN. Gland, Switzerland Soemodihardjo et.al, 1986,Pemikiran awal criteria Penentuan Jalur hijau Hutan Mangrove, Dalam diskusi Panel Jalur hijau Hutan Mangrove.LIPI-Panitia Program MAB Indonesia
17