Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
PERUBAHAN KADAR FLAVONOID SELAMA FERMENTASI SEDUHAN TEH HIJAU DAN POTENSI KHASIATNYA
Oleh : Ir. Rafael Remit Winardi, MP *) *)
Staf Pengajar FP Universitas Quality Medan Abstract
Green tea has long been known as a health drink. In the presentation, simply brewed with hot water. It gives a sense of typical tea, that is; astringent and body. Pain is associated with the content of flavonoids in tea leaves. For presentation that may be enjoyed by many has done research to make fermented beverages from green tea. This research aims to ensure that changes in the content of tea flavonoids, ie, epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallokatekin (EGC) and epigallokatekin gallate (EGCG), and the potential efficacy of flavonoids at the end of fermentation. The results showed that the flavonoid content of tea has decreased but still possess the potential efficacy for health. Keywords: green tea, flavonoids, the potential efficacy.
I. Pendahuluan 1.1. Latar belakang Flavonoid teh memberikan karakteristik rasa pada seduhan teh. Munculnya rasa sepet (astringency) dan kepekatan rasa (body) pada seduhan the berhubungan dengan kadar flavonoid yang terkandung pada teh. Flavonoid juga memberi warna kuning kecoklatan pada seduhan dan akan berubah menjadi coklat gelap bila terjadi reaksi oksidasi yang lebih lanjut. Polifenol dalam daun teh dilaporkan mengandung senyawa seperti, flavanol, flavandiol dan flavonoid (Hertog et al., 1993) dan asam-asam fenolat yang jumlahnya mencapai 30% dari berat kering (Lin et al., 1996). Sedangkan menurut Jacobs dalam Bambang dan Suyatna (1978) menyatakan bahwa kandungan senyawa polifenol pada daun teh yang telah diolah menjadi teh hijau merupakan komponen terbesar dari 37,41% bahan padat terlarut. Robert dan Smith (1960) menyatakan bahwa banyaknya kandungan bahan yang larut dalam air pada daun teh segar
sering diidentifikasikan sebagai kadar total senyawa polifenol. Komposisi seduhan teh hijau disajikan pada tabel berikut; Tabel 1.1. Komposisi seduhan teh hijau (% berat padatan terlarut) Senyawa kimia Kafein Epikatekin (EC) Epikatekin galat (ECG) Epigallokatekin (EGC) Epigallokatekin galat (EGCG) Flavanol Theanin Asam glutamate Asam aspartat Arginin Asam-asam amino Gula-gula Bahan mengendap Potasium
Prosentase 7,4 2,0 5,2 8,4 20,3 2,2 4,7 0,5 0,5 0,7 0,8 6,7 12,2 4,0
Sumber : Nakagawa, 1973 dalam Hui, 1990
63
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa komposisi kimia ekstrak teh hijau mengandung protein dan asam-asam amino sebagai sumber N, gula sebagai sumber C serta mineral dan air (Hui, 1990). Di samping itu seduhan teh dapat bersifat sebagai anti mikrobia, seperti kebanyakan sifat senyawa turunan fenol (Rose, 1987). Menurut Neujar dalam Rose (1987) menyatakan bahwa senyawa fenol dapat bertindak sebagai penghambat pertumbuhan beberapa species khamir. Namun pada beberapa species seperti Candida tropicalis dan Trichospora cutaneum, fenol digunakan sebagai sumber karbon dan energy. Species Candida merupakan salah satu jenis khamir yang berperan dalam fermentasi tea cider (Indriati, 1990). Sifat sebagai nutrient atau sebagai anti mikroba untuk beberapa khamir tergantung pada konsentrasi senyawa tersebut. Sifat sebagai antimikrobia pada species tertentu juga tidak sama seperti yang dilaporkan oleh Ahn et al. (1991), bahwa polifenol teh mampu menghambat pertumbuhan beberapa species Clostridium secara selektif. Polifenol teh memiliki sifat antibakteria pada beberapa bakteri phytopathogenik. Aktivitas antibakteri dinyatakan sebagai konsentrasi penghambatan minimum (minimum inhibitory concentration = MIC). Dilaporkan bahwa senyawa EGCG mempunyai aktivitas penghambatan terbesar dengan MIC yang lebih kecil dibandingkan dengan komponen ECG, EC dan EGC. Flavonoid teh merupakan senyawa polifenol dengan katekol sebagai penyusun utamanya dan biasa disebut katekin. Katekin bersifat tidak menyamak kulit. Sifat-sifat katekin pada umumnya adalah berbentuk Kristal tak berwarna dan bila dipanaskan dengan asam mineral membentuk endapan amorf (Meyer, 1973). Katekin dengan larutan panas membentuk koloidal. Campuran katekin amorf, tannin merah dan koloidal kadang disebut sebagai flobafen. Senyawa flavonoid yang terkandung dalam teh masing-masing mempunyai berat molekul yang berbeda. Demikian pula dengan gugus funsional (-OH) yang dikandungnya. Tingkat polaritas flavonoid akan bertambah dengan banyaknya jumlah gugus hidroksi suatu senyawa, maka senyawa tersebut akan makin polar dan semakin banyak kandungan gugus
64
fungsionalnya, senyawa tersebut semakin polar pula. Nakagami et al. (1985) menyatakan bahwa dari 19 jenis senyawa fenol yang diteliti aktivitas anti komplemennya, diketahui bahwa flavonoid EGCG mampu menghmbat aktivitas anti komplemen dengan IC 50 sebesar 4,2 µg/ml. Artinya pada kadar tersebut dapat mengakibatkan penghambatan anti komplemen sebesar 50%. Sedangkan EC dan ECG mempunyai IC 50 > 200 µg/ml. Dengan demikian senyawa flavonoid dapat berfungsi dalam pengaturan respon biologis alami. Berkaitan dengan hal itu maka dinyatakan bahwa flavonoid mempunyai efek dalam sistim kekebalan tubuh. Flavonoid teh juga memiliki aktivitas antioksidan, seperti yang dilaporkan oleh Yen dan Chen (1995), sehingga mampu mereduksi hydrogen peroksida, superoksida dan radikal bebas. Efek biologis senyawa fenol dalam tanaman pangan dan manusia dilaporkan oleh Kinsella et al. (1993) antara lain dapat mencegah kerusakan sel normal oleh adanya radikal bebas. 1.2. Tujuan Dengan memandang bahwa teh hijau memiliki potensi khasiat bagi kesehatan maka perlu dilakukan pengolahan lain yang memberi rasa yang berbeda dari keadaan segarnya. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan minuman yang berasal dari teh hijau dengan cara fermentasi terhadap seduhannya sehingga member citarasa yang berbeda dari keadaan segarnya. Sedangkan tujuan khusus adalah untuk memastikan bahwa kandungan flavonoid teh yang difermentasi masih memiliki potensi khasiat. 1.3. Hipotesa Jumlah flavonoid selama fermentasi seduhan teh hijau masih memiliki potensi bagi kesehatan manusia. II. Bahan dan Metode 2.1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi; teh hijau (peko super) dibeli dari supermarket, bahan suplemen dan bahan analisa.
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
Bahan suplemen meliputi; gula pasir (dibeli dari supermarket), K2HPO4, yeast ekstrak, dan (NH4)SO4, NaOH, HCl yang diperoleh dari laboratorium PAU Pangan dan Gizi UGM, inokulum murni Acetobacter xylinum (FNCC 001) yang diperoleh dari laboratorium mikrobiologi PAU Pangan dan Gizi UGM. Bahan untuk analisa meliputi; buffer asam asetat, asam asetat glasial, metanol, dimetil formamide (E-Merk), aquabides, etil asetat, NaHCO4 2,5%, dan asam oksalat jenuh. Semua bahan kimia yang digunakan tergolong dalam p.a grade. 2.2. Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi; HPLC UV-VIS spektrofotometer (Beckman) kolom C18 Bondapak (3,9x300 mm), Spektrometer DR/20, inkubator, biuret, autoclave, erlenmeyer, beaker glass, petridish, botol-botol fermentasi kapasitas 400 ml dan lain-lain. 2.3. Jalan Penelitian Seduhan teh hijau diperoleh dengan merendam teh hijau kering masing-masing dengan berat 7,5 g dalam 1000 ml air mendidih selama 10 menit. Sebelum diseduh the kering dicampur dengan 2,5 g/l K2HPO4, 1,25 g/l yeast ekstrak, 0,03 g/l (NH4)2SO4. Kemudian ditambahkan gula pasir dengan variasi 2,5%, 5% dan 7,5% (b/v) sehinga didapat tiga seduhan untuk setiap ulangan. Cara ini dimaksudkan untuk menghindari kontaminasi. Seduhan diatur pada pH 5 dengan menggunakan 0,01 N HCl dan 0,01 N NaOH serta buffer asetat (pH 5, merupakan campuran 5 M asam asetat 41 ml dan % M natrium asetat 9 ml). Perlakuan di atas dilakukan dalam 3 batch sehingga diperoleh sembilan seduhan. Setelah penyeduhan, seduhan dipisah dari ampasnya dan didiamkan hingga mencapai suhu 30 oC. Kemudian dimasukkan ke dalam botol fermentasi steril kapasitas 400 ml dan diisi 150 ml dari kapasitasnya. Selanjutnya ke dalam botol fermentasi ditambahkan masing-masing 10% starter (v/v). Botol ditutup dengan koran steril lalu diinkubasi pada inkubator beraerasi dan difermentasi selama 15 hari pada suhu 30 oC. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari. Pengamatan kimiawi dan inderawi dilakukan setelah sampel dipasteurisasi.
2.4. Metode Analisa 2.4.1. Kadar flavonoid (HPLC, metode Price dan Spitzer,1993) Analisa kadar flavonoid dilakukan dengan menggunakan HPLC menurut metode Price dan Spitzer, 1993. Metode ini menganalisa 4 senyawa flavonoid teh yang terdiri dari EC, ECG, EGCG dan EGC. Pelarut yang digunakan adalah campuran asam asetat : metanol : dimetilformamide : aquabides dengan perbandingan 1 : 2 : 40 : 157. Pencampuran berbagai pelarut dimaksudkan agar didapat pelarut yang mempunyai tingkat kepolaran tertentu yang bersifat polar dan dapat memisahkan komponen-komponen flavonoid dalam sampel dan dapat dielusikan dengan baik. Kondisi operasi alat adalah volume injeksi 20 µl, kecepatan eluen 1,2 ml/menit, detector UV-Vis dengan panjang gelombang 283 nm, 0.01 AUFS. Hasil analisis komponen flavonoid dihitung dengn menggunakan kurva standar EC pada konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm. Untuk menentukan waktu retensi EGC, EGCG, EC dan ECG dilakukan dengan membandingkan waktu retensi standar EC menurut metode Lin et al. (1996). 2.4.2.
Kadar theaflavin dan (Robert dan Smith, 1960)
thearubigin
Lima puluh milliliter filtrate dicampur dengan 50 ml etil asetat dalam corong pemisah, digojog selama 10 menit. Campuran dipisahkan antara lapisan etil asetat dengan lapisan air (pemisahan 1). Dari lapisan etil asetat diambil 25 ml dan ditambahkan 25 ml NaHCO3 2,5%, digojog 10 menit dalam corong pemisah. Lapisan etil asetat yang terbentuk dipisah dari NaHCO3 (pemisahan 2). Lapisan etil asetat diambil 4 ml dan ditambahkan methanol dalam labu takar 25 ml sampai tanda (larutan A), divortex dan ditera pada panjang gelombang 380 nm. Dari lapisan etil asetat pada pemisahan 1 diambil 4 ml dan ditambah methanol sampai 25 ml (larutan C), vortex dan tera pada panjang gelombang 380 nm. Dari lapisan air pada pemisahan 1 diambil 2 ml dan ditambahkan asam oksalat jenuh 2 ml dan air 6 ml serta methanol sampai tanda 25 ml (larutan B), vortex dan tera pada panjang gelombang 380 nm.
65
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
Kadar theaflvin dan thearubigin dihitung dengan rumus : Kadar theaflavin (%) = 2,25 (EA)
retensi yang didapat dari metode Lin et al. (1996). Hasil analisis komponen flavonoid seduhan teh hijau fermentasi dapat dilihat pada Gambar 3.1.b.
Kadar thearubigin (%) = (1,77 EB + EC – EA)(7,06) Keterangan :
EA = absorbansi larutan A EB = absorbansi larutan B EC = absorbansi larutan C
2.5. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak blok faktorial dengan 3 ulangan sebagai blok dan perlakuan terdiri dari penambahan gula dan lama fermentasi. Penelitian dilakukan di laboratorium Biokimia PAU Pangandan Gizi UGM Yogyakarta. III. Hasil dan Pembahasan 3.1. Kadar flavonoid seduhan teh Menurut Adnan (1996) bahwa dalam seri senyawa homolog, meskipun jumlah gugus polar suatu senyawa banyak namun menjadi tidk berarti bila berat molekul senyawa tersebut lebih besar dibandingkan senyawa lain dalam homolognya. Dengan demikian walaupun polarits EGCG lebih besar dibandingkan dengan senyawa katekin lainnya tetapi berat molekulnya juga besar sehingga bila dielusikan urut-urutan katekin tersebut.
Gambar 3.1.b. Hasil pemisahan senyawa flavonoid dengan menggunakan HPLC
Flavonoid pada cider merupakan suatu senyawa penting karena rasanya yang sepet dan berkhasiat bagi kesehatan, terutama sebagai anti tumor dan antioksidan (Yen dan Chen,1995; Lin et al., 1996. Hasil rangkuman analisis variansi menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar flavonoid. Total flavonoid selama fermentasi di sajikan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Kadar Flavonoid selama fermentasi
Gambar 3.1.a. Pola puncak senyawa standar EC
Waktu retensi untuk memunculkan puncak senyawa standar EC rata-rata adalah 5,2 menit seperti tersaji pada Gambar 3.1.a. Untuk menentukan waktu retensi senyawa flavonoid seduhan teh digunakan koefisien angka yang diperoleh dengan membandingkan waktu
66
Gambar 3.2. memperlihatkan bahwa pada hari ketiga total flavonoid turun secara nyata. Penurunan disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu hidrolisis dan oksidasi. Kerusakan flavonoid pada pH 4-5 karena hidrolisis sangat kecil kemungkinannya karena sifat flavonoid stabil pada pH tersebut dan di bawahnya (Thomas dan Murtagh, 1985),
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
sedangkan kerusakan karena oksidasi dimungkinkan karena selama fermentasi udara dialirkan secara terus menerus di sekitar tempat fermentasi dan dapat melalui kertas koran sebagai penutup botol fermentasi, akibatnya oksigen dapat kontak dengan gugus hidroksi flavonoid. Pendapat tersebut didukung oleh kenyataan sampai hari ketiga belum terbentuk selaput di permukaan media sehingga oksigen dapat masuk ke media. Penurunan yang tajam pada awal fermentasi untuk semua flavonoid terjadi sampai hari keenam, menandakan bahwa pada periode tersebut masih cukup tersedia oksigen terlarut. Sedangkan setelah hari keenam, oksigen sebagian dimanfaatkan oleh bakteri asam asetat pada fermentasi pembentukan asam asetat. Selanjutnya setelah hari keenam terbentuk lapisan selulosa di atas permukaan media yang menghalangi penetrasi oksigen ke dalam media. Oleh karena itu penurunan flavonoid setelah hari keenam berjalan lambat. Setelah hari keenam flavonoid tidak berubah secara nyata akibat oksigen yang tersedia pada media berkurang karena terbentuknya selaput di atas permukaan sehingga penetrasi oksigen terbatas. Total flavonoid pada akhir fermentasi rata-rata adalah 18,050% (b/v). Penurunan kadar flavonoid teh diikuti dengan terbentuknya senyawa antara O-quinon (Hui, 1990). Sedangkan hasil penelitian Sanderson et al. (1972) menyebutkan bahwa reaksi oksidasi terhadap flavonoid teh membentuk senyawa yang baru. Oksidasi terhadap campuran senyawa flavonoid akan membentuk senyawa theaflavin, theaflavin galat, bisflavanol dan thearubigin. Pendapat tersebut diperkuat dengan meningkatnya kadar theaflavin selama fermentasi, seperti disajikan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Kadar theaflavin selama fermentasi
Gambar 3.4. Komposisi kadar senyawa flavonoid pada akhir fermentasi
Kadar theaflavin pada awal fermentasi adalah 0,284% sedangkan pada akhir fermentasi kadarnya 0,379%. 3.2. Potensi khasiat senyawa flavonoid bagi kesehatan Hasil fermentasi seduhan teh hijau mengandung kadar flavonoid 18,050%. Jumlah tersebut merupakan gabungan kadar rata-rata senyawa flavonoid secara individu yang terdiri dari EC, ECG, EGC dan EGCG seperti disajikan pada Gambar 3.4. Jika kadar bahan padat terlarut adalah 33,658% (bk) teh hijau kering maka jumlah bahan padat terlarut dalam 1000 ml seduhan adalah 7,5 g x 33,685% = 2,526 g sehingga total flavonoid pada awal fermentasi atau pada seduhan teh hijau adalah 795 mg/1000 ml sedangkan pada akhir fementasi adalah 468 mg/1000 ml atau 46,8 mg/100 ml. Dengan cara yang sama maka diketahui bahwa kadar flavonoid secara individu yang terdapat pada seduhan hasil fermentasi adalah EC (7,076% § µg/ml), ECG (4,327% § JPO (*& (3,698% § JPO GDQ (*&* §JPO Menurut Ahn et al. (1991) satu cangkir (100 ml seduhan teh hijau mengandung 50-100 mg polifenol teh. Seduhan ini biasa dikonsumsi untuk mendapatkan khasiat minuman teh. Hasil fermentasi seduhan teh hijau dalam penelitian ini mengandung 46,8 mg setiap 100 ml. Angka ini mendekati angka minimum seduhan teh hijau yang tidak difermentasi. Namun demikian jumlah flavonoid tersebut masih jauh di atas kebutuhan flavonoid teh untuk berbagai aktivitas penurunan senyawa radikal
67
Jurnal Saintech Vol. 02- No.03-September 2010 ISSN No. 2086-9681
bebas, sifat antioksidan dan penghambatan bakteri tertentu. Yen dan Chen (1995) melaporkan bahwa dosis 1 mg polifenol teh mampu mereduksi oksigen aktif emulsi asam linoleat dengan air dan menghambat 65-75% pembentukan anion super oksida. Sedangkan Lin et al. (1996) menyatakan bahwa dosis 0,5 µg/ml flavonoid teh sudah dapat bersifat sebagai antioksidan. Dilaporkan pula bahwa diantara senyawa flavonoid teh, EGCG memiliki kemampuan yang paling tinggi sebagai antioksidan. EGCG dapat menghambat pertumbuhan sel pembentuk sel tumor pada dosis 30 µg/ml. Pada dosis ini EGCG bersifat toksis terhadap sel tumor sehingga sel mengalami kematian. IV. Kesimpulan Dari hasil analisis terhadap kadar flavonoid pada seduhan teh hijau yang difermentasi diperoleh kesimpulan sebagai berikut; 1. Total flavonoid pada awal fermentasi adalah 31,468% (bk) dan pada akhir fermentasi adalah 18,544% (bk). 2. Kadar EC (7,076% § JPO ECG (4,327%§ JPO (*& (3,698% § JPO dan EGCG 3,443% §JPO 3. Kadar flavonoid teh yang difermentasi masih berpotensi bagi kesehatan tubuh.
Infusion, Wine and Fruits Juices. J. Agric. Food Chem. 41 : 1242-1426. Hui, Y.H. 1990. Encyclopedia of Food Science and Technology. Ed. Hui Y.H Vol.4. John Wiley and Sons Inc. New York. Kinsella, J.E., Frankel F., German B., dan J. Kanner. 1993. Possible Mechanism for The protective Role of Antiooxidant in Wine and Plants. J. Food Technol. 4 : 5-84. Lin, Y.L., Juan I.M., Chen Y.l., Ling Y.C., dan J.K Lin. 1996. Composition of Polyphenols in Fresh Tea Leaves and Association of Their Oxygen-RadicalAbsorbing Capacity with Anti poliferative Action in Fibroblast Cells. J. Agric. Food Chemistry, 44 : 1387-1394. Meyer, M.L. 1973. Food Chemistry. Reinhold Publishing Co. New York. Price, W.E. dan J.C. Spitzer.1993.Variation in The Amaount of Individual Flavanols in a Range of Green Teas, Food Chemistry 47 : 271-276. Robert,
E.A., dan R.F. Smith. 1960. Spectrophotometric Measurement of Theaflavin and Thearubigin in Black tea Liquor in Assesment of Quality in Tea. Analysis : 86.
Rose, A.H. 1987. The Yeast. Ed. By Anthony H. Rose. Academic Press Toronto. Daftar Pustaka Adnan, M. 1996. Teknik Kromatografi Untuk Analisa Bahan Makanan. Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Yogyakarta.
Sanderson,G.W., Berkowitz J.e., Co H., dan H.N. Graham. 1972. Biochemistry of Tea Fermentation : Product of The Oxidation of Tea Flavanols in A Model Tea Fermentation System, J. of Food Science : 399-403.
Ahn, Y.J Kawamura T., Kim M., Yamamoto T., dan T. Mitsuoka. 1999. Tea Polyphenols : Selective Growth Inhibitors of Clostridium spp. Agric. Biol. Chem 55:1425-1426.
Yen, G.C. dan M.Y. Chen. 1995. Antioxidant Activity of Various Tea Extract in Relation and Their Antimutagenety. J. Agric. Food Chem. 43 : 27-32.
Bambang, K dan F.A. Suyatno. 1970. Kandungan Bahan-bahan yang dapat Larut Dalam Air Pada Teh Indonesia. Warta BPTK 4:241-248. Hertog,M.G.L., Hollman P.C.H. dan P. Betty. 1992. Content of Potentially Anticarcinogenic Flavanols of Tea
68