Vol. 9 No. 4, Desember 2014
ISSN. 1907-9737
JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN KINERJA KEUANGAN SEKTOR INDUSTRI PASAR MODAL INDONESIA DALAM ERA EKONOMI PASIFIK David Paul Elia Saerang dan Ventje Ilat ANALISIS PANEL ATAS PENGARUH EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP KEMANDIRIAN FISKAL PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI UTARA Herman Karamoy dan Agus Tony Poputra DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGENDALIAN INTERNAL UNTUK MENGANTISIPASI KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI Claudia W.M. Korompis ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DIVIDEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP HARGA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2010-2102) Gabriella Tiffany Theya EFEK KATERING DIVIDEN Winston Pontoh ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI PERPAJAKAN, KUALITAS PELAYANAN FISKUS DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MANADO Ayu Try Setiyoningrum, Jantje Tinangon, dan Heince R. N. Wokas
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
Vol.9,No.4,Desember 2014
ISSN.1907-9737
GOING CONCERN JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN Pelindung
Rektor Universitas Sam Ratulangi
Penanggung Jawab
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSRAT Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSRAT
Pemimpin Redaksi
Prof. DR. David. P.E. Saerang,SE,M.Com(Hons)
Redaksi Pelaksana
Harijanto Sabijono,SE,MSi,Ak Lidia Mawikere,SE,MSi,Ak Hendrik Manossoh,SE,MSi,Ak Imelda Najoan,SE,MSi,Ak
Dewan Redaksi
DR. Grace Nangoy,SE,MSAc,Ak,CPA Sifrid S. Pangemanan,SE,MSA DR. Jullie J. Sondakh,SE,MSi,Ak,CPA DR.Ventje Ilat,SE,MSi DR. Herman Karamoy,SE,MSi,Ak DR. Jenny Morasa,SE,MSi,Ak DR. Agus T. Poputra,SE,MM,MA,Ak Victorina Tirayoh,SE,MM,Ak Linda Lambey,SE,MBA,MA,Ak Margaretha Bolang,SE,MA,Ak Peter Kapojos,SE,MSi,Ak
Administrasi & Sirkulasi
DR. Jantje Tinangon,SE,MM,Ak DR. Lintje Kalangi,SE,ME,Ak Winston Pontoh,SE,MM,Ak Christian Datu,SE,MSA,Ak
Alamat Redaksi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Jl. Kampus Bahu – Manado, Sulawesi Utara Telp. (0431) 847472, Fax. (0431) 853584
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern diterbitkan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado, dimaksudkan sebagai media pertukaran informasi, penelitian dan karya ilmiah antara pengajar, alumni, mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Jurnal ini terbit empat kali setahun yaitu bulan Maret, Juni, September, Desember. Redaksi menerima naskah yang belum pernah diterbitkan oleh media dan tinjauan atas buku-buku akuntansi terbitan dalam dan luar negeri yang baru serta catatan/komentar atas artikel yang dimuat dalam jurnal ini. Surat menyurat mengenai naskah yang akan diterbitkan langganan, keagenan, dan lainnya dapat dialamatkan langsung ke alamat redaksi atau melalui email :
[email protected]
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern FEB UNSRAT
i
Vol.9,No.4,Desember 2014
ISSN.1907-9737
GOING CONCERN JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN DAFTAR ISI KINERJA KEUANGAN SEKTOR INDUSTRI PASAR MODAL INDONESIA DALAM ERA EKONOMI PASIFIK David Paul Elia Saerang dan Ventje Ilat ..............................................................................1-11 ANALISIS PANEL ATAS PENGARUH EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP KEMANDIRIAN FISKAL PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI UTARA Herman Karamoy dan Agus Tony Poputra ........................................................................12-26 DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGENDALIAN INTERNAL UNTUK MENGANTISIPASI KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI Claudia W.M. Korompis ....................................................................................................26-33 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DIVIDEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP HARGA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2010-2102) Gabriella Tiffany Theya ................................................................................................. 34-45 EFEK KATERING DIVIDEN Winston Pontoh ..................................................................................................................46-49 ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI PERPAJAKAN, KUALITAS PELAYANAN FISKUS DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MANADO Ayu Try Setiyoningrum, Jantje Tinangon, dan Heince R. N. Wokas .............................. 50-62
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern FEB UNSRAT
ii
KINERJA KEUANGAN SEKTOR INDUSTRI PASAR MODAL INDONESIA DALAM ERA EKONOMI PASIFIK David Paul Elia Saerang dan Ventje Ilat Email :
[email protected] Abstract By point of view of economics, Indonesia is one of most countries, who have strong fundamental factors because it was arose from global financial crisis in period of 1997 till 2008. By this fact, in world’s perception, Indonesia as a one country who have strong potential for era of 2020 and 2030, which is equal to others countries. The economic growth is also connecting with investment condition in capital market, and it is indicate that the role of investors are very important for economic growth acceleration in Indonesia. This study took 36 companies as sample in period of 2009 till 2012 and using multiple regression analysis for hypothesis testing. The results of analysis are show that, business cycle has not significant effect for share price, but partially, debt capacity, profitability, and market price ratio have significant effect for share price. Key Words : share price, business cycle, debt capacity, profitability, market price ratio. I. Pendahuluan Dalam era ekonomi pasifik, Indonesia merupakan salah satu wilayah terbesar yang pertumbuhan ekonominya sedang meningkat. Keterpurukan Indonesia di masa lalu dengan himpitan persaingan dari negara Asia lainnya seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand, ternyata tidak menyurutkan semangat Indonesia untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan pemerintah dimasa lalu untuk pembangunan berorientasi daratan (land based development) yang menjadi faktor lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ternyata berbalik menjadi senjata ampuh untuk pembangunan ekonomi dimasa sekarang sebagai pilar infrastruktur yang kuat. Dalam beberapa pengamatan secara ekonomi, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki faktor fundamental yang kuat karena bangkit kembali dari krisis ekonomi tahun 1997 dan mampu bertahan dalam krisis keuangan global di tahun 2008. Hal ini menyebabkan Indonesia dipandang dalam mata dunia sebagai negara yang memiliki kekuatan potensial pada era 2020 dan 2030, setara dengan negara-negara yang memiliki kekuatan ekonomi maju. Dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan, di tengah ketidakpastian perkembangan ekonomi global, kinerja ekonomi Indonesia masih dapat menunjuklan kinerja yang cukup baik. Pada 2011, di saat beberapa negara lain mengalami perlambatan atau bahkan pertumbuhan negatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,5 persen. Kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar itu ditopang permintaan domestik yang cukup kuat. Tercatat, pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan I/2012 mencapai 6,3 persen, pada triwulan II sedikit meningkat 6,4 persen, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 dapat dipertahankan pada kisaran 6,3 persen. Menurut Asian Development Bank (ADB) dalam laporan ekonomi utama tahunan ADB, Asian Development Outlook (ADO 2013) diperkirakan bahwa Indonesia akan tumbuh sebesar 6,4% di 2013 dan melaju ke level 6,6% di 2014, yang merupakan angka pertumbuhan tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Proyeksi ini mengasumsikan konsumsi swasta akan menguat pada 2013, yang dipicu oleh meningkatnya lapangan pekerjaan, upah minimum ratarata, dan gaji pegawai negeri. Pertumbuhan ekonomi ini juga tidak lepas dari iklim investasi yang terjadi dalam pasar modal sebagai tanda bahwa terdapat peran investor yang cukup signifikan dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dalam transaksi 1
modal dan finansial yang mencatat kenaikan surplus yang cukup besar terutama didukung investasi langsung (PMA) dan arus masuk modal portofolio, baik dalam pasar saham maupun pasar obligasi, yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Atas perkembangan tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir Desember 2012 mencapai 112,78 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. ADO 2013 juga mencatat bahwa Indonesia tumbuh sebesar 6,2% di 2012, sebagai hasil dari tingkat konsumsi domestik dan investasi yang terus menguat. Konsumsi swasta tumbuh sebesar 5,3%, yang merupakan angka tertinggi dalam empat tahun terakhir dan berkontribusi hampir setengah dari total pertumbuhan produk domestik brutto (PDB) dari segi pembelanjaan. Hal ini didorong oleh semakin banyaknya lapangan pekerjaan, meningkatnya gaji, dan rendahnya tingkat inflasi. Sementara itu upaya Pemerintah untuk mendorong investasi sektor publik dapat dilihat dari semakin meningkatnya belanja modal di sektor ini. Sementara itu, investasi meningkat menjadi 9,8% pada 2012, yang didorong oleh membaiknya iklim investasi, rekor pertumbuhan ekonomi yang kuat beberapa tahun terakhir, dan peningkatan kredit. Sebagai hasilnya, rasio investasi terhadap PDB meningkat menjadi 33,2% dalam periode setidaknya 20 tahun terakhir. Sementara itu upaya Pemerintah untuk mendorong investasi sektor publik dapat dilihat dari semakin meningkatnya belanja modal di sektor ini. Selain itu, ekspor diprediksi akan kembali meningkat pada tahun 2013 ini, yang antara lain didorong oleh menguatnya pertumbuhan di Republik Rakyat China (RRC) dan negaranegara lain. Angka ini diproyeksikan akan terus meningkat pada 2014, karena semakin membaiknya peluang pertumbuhan di negara-negara industri lain. Angka kemiskinan menurun sebanyak 0.7 poin menjadi 11,7% dalam 12 bulan sampai dengan September 2012. Perbaikan ini disebabkan oleh meningkatnya upah bagi para pekerja sektor pertanian dan konstruksi, serta pendapatan petani yang makin tinggi. Kualitas pekerjaan pun terus mengalami pertumbuhan: Tahun lalu, terdapat 2,7 juta pekerjaan baru di sektor formal, sedangkan terjadi penurunan pekerjaan di sektor informal sebanyak 1,5 juta. Sementara itu, tingkat inflasi rata-rata diprediksi akan berada pada tingkat wajar yaitu 5,2% pada 2013 dan 4,7% pada 2014. Proyeksi ini didasarkan pada asumsi tidak akan ada kenaikan harga bahan bakar dalam dua tahun mendatang. Angka inflasi akan menjadi tinggi apabila Pemerintah ingin mengurangi beban subsidi dengan menaikkan harga bahan bakar. Salah satu tantangan utama bagi pembangunan di Indonesia adalah bagaimana memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut dirasakan oleh semua pihak. ADO 2013 mencatat bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi selama enam tahun terakhir telah mengentaskan 6,4 juta orang dari kemiskinan, masih ada 29 juta masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan Pemerintah. Apabila terjadi penurunan tingkat pendapatan sedikit saja, maka akan ada 30 juta masyarakat Indonesia lainnya yang menjadi miskin. Untuk menghadapi tantangan tersebut, perlu ada kebijakan yang terfokus pada usaha pengurangan kesenjangan, termasuk upaya berkesinambungan untuk memperbaiki infrastruktur publik, khususnya transportasi dan listrik. Lemahnya infrastruktur di daerah pedesaan dan kawasan timur Indonesia telah menghambat kegiatan ekonomi dan tumbuhnya lapangan pekerjaan baru. Dalam kawasan kekuatan ekonomi di Asia Pasifik, Indonesia bersama dengan negara lainnya seperti Malaysia, dan Filipina diprediksi akan mendorong perkembangan Asia Timur dengan pertumbuhan mencapai 5,7 persen dan 5,8 persen pada 2014. Untuk 2012, tanpa mengikutsertakan China, kawasan berkembang Asia Tenggara ini tercatat bakal tumbuh 6,5 persen, atau meningkat 4,4 persen dari 2011. Dalam konteks pasar modal, investasi saham dinilai mempunyai tingkat risiko yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif investasi yang lain karena pendapatan yang diharapkan dari investasi pada saham bersifat tidak pasti dan sangat bergantung pada keadaan pasar. 2
Dalam proses investasi, kadang perilaku dan psikologi investor sangat berperan penting dalam menghadapi risiko investasi tersebut. Dengan demikian preferensi investor terhadap risiko yang terkandung pada masing - masing jenis saham akan mempengaruhi volume perdagangan saham yang bersangkutan. Sebab itu dalam melakukan investasi dalam bentuk saham, investor harus melakukan analisis terhadap faktor yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan emiten, sehingga dapat meminimalisasi kerugian yang dapat timbul dari adanya fluktuasi pertumbuhan dan perkembangan emiten yang bersangkutan. Stabilitas siklus bisnis dan komposisi kapasitas hutang atas modal sebagai salah satu bentuk manajemen modal, akan sangat diperhatikan oleh investor dalam rangka mengevaluasi kesanggupan perusahaan untuk memberikan dividen maupun memberikan keuntungan (capital gain) yang maksimal atas investasi yang ditanamkan oleh investor tersebut. Dalam hal ini, Bodie (2005), Jones (2004) dan Ross (2005) berpendapat bahwa, siklus bisnis dan kapasitas hutang dari sebuah badan usaha tersebut akan memicu reaksi investor pada pasar saham karena terkait dengan masalah risiko dan kompensasi investasinya. II. Tinjauan Pustaka 2.1. Harga Saham dan Pertumbuhan Ekonomi. Duca (2007) menyatakan bahwa, setidaknya terdapat 3 proposisi bagaimana harga saham akan berdampak langsung pada hasil sebuah perekonomian, yaitu : First, it focuses on the impact that share prices have on the cost of capital, and is captured by a coefficient known as Tobin’s Q, which is the ratio of the market value of current capital to the cost of replacement capital. When share prices are high, the value of the firm relative to the replacement cost of its stock of capital (Tobin’s Q) is also high. Consequently, this leads to increased investment expenditure and thus to higher aggregate economic output as firms find it easier to finance investment expenditures. This occurs because investment would be easier as it would require a lower share offering in a situation of a high share price. The second channel through which stock market performance may influence GDP was suggested by Modigliani (1971). His proposition operates through the impact that the wealth variable has on consumption. A permanent increase in security prices results in an increase in the individual’s wealth holdings, and therefore in higher permanent income. Through the permanent income hypothesis, Modigliani postulated that intertemporally, consumers smoothen consumption in order to maximize their utility. An increase in permanent income will therefore enable consumers to re-adjust upwards their consumption levels in each period. The third possibility through which stock prices impact output is referred to as the financial accelerator (Bernanke and Gertler, 1989; Kiyotaki and Moore, 1997). This channel focuses on the impact that stock prices have on firms’ balance sheets. Due to the presence of asymmetric information in credit markets, the ability of firms to borrow depends substantially on the collateral they can pledge. The collateral value firms can offer increases in scenarios where their stock price value increases. As the collateral they can offer increases, higher credit can be raised, which in turn can be used for investment purposes and thereby triggers an expansion in economic activity. Caporale et al (2004), berdasarkan hasil penelitian menemukan bahwa pasar modal yang telah berkembang dengan baik, dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dalam jangka waktu yang panjang. Sehingga berdasarkan hasil penelitian mereka, secara ilmiah dapat dikatakan bahwa pasar modal sebuah negara yang berfungsi dengan baik, dapat mempromosikan atau memberikan tanda bahwa adanya perkembangan ekonomi, yang
3
pertumbuhannya disebabkan karena adanya akumulasi modal investasi yang cepat dan alokasi sumber daya yang lebih baik. Sedangkan Sharma (2013), berpendapat bahwa, kekuatan makroekonomi memiliki pengaruh yang sistematis pada harga saham melalui aliran kas masa depan. Hubungan antara harga saham dan faktor makroekonomi, telah banyak dikaji dengan berbagai fluktuasi makroekonomi pada harga saham yang mempengaruhi nilai diskontonya. Pendapat yang sama diajukan oleh Boubakari dan Jin (2010), yang menyatakan bahwa pertumbuhan atas pasar modal dengan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan jangka panjang. Hal ini disebabkan karena likuiditas dari pasar modal akan membantu meningkatkan masa depan dari perekonomian. Riman et. al. (2008), dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa pasar saham sangat signifikan dalam menentukan pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Akan tetapi sangat disarankan perlu dilakukan penelitian atas hubungan sebab akibat yang bersifat searah gabungan pada saat faktor-faktor yang bersifat non finansial juga ikut berperan dalam perkembangan pasar saham di Nigeria. Hasil penelitian ini didukung oleh Ogboi & Oladipo (2012), dengan objek negara yang sama yaitu Nigeria, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan sebab akibat yang searah antara pasar saham dan pertumbuhan ekonomi. Hal yang lebih spesifik dinyatakan oleh Alam dan Udin (2009), bahwa tingkat bunga (interest rate) memiliki hubungan negatif signifikan dengan harga saham. Sehingga sangat disarankan agar tingkat bunga perlu dikendalikan oleh pihak pemerintah guna meningkatkan keuntungan bagi perdagangan saham sebuah negara lewat peningkatan permintaan dari investor dalam pasar saham, dan meningkatkan penawaran investasi dari emiten pasar modal. Tachiwou (2010), dalam penelitiannya menemukan bahwa pengembangan pasar saham secara positif memiliki pengaruh pertumbuhan ekonomi di Afrika Barat baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang. Barna dan Mura (2010), berpendapat bahwa pasar modal memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan ekonomi. Lebih lanjut mereka berpendapat bahwa, pasar modal yang berfungsi dengan baik akan menjamin emiten dan investor untuk mendapatkan harga yang wajar atas nilai sekuritasnya. Dan dalam hasil penelitian mereka, ditemukan bahwa pengembangan atas pasar modal memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi, disertai dengan efek timbal balik. Shahbaz et. al. (2008), berpendapat bahwa, keadaan perekonomian pada negara-negara berkembang akan mengalami perubahan yang drastis seiring dengan perubahan ekonomi dunia. Hal ini disebabkan karena adanya aliran modal asing yang masuk karena ekspansi investasi modal asing. Investasi modal asing (foreign direct investment) dan melonjaknya pasar saham adalah indikator dari perubahan ekonomi dunia. Berbeda dengan masa sebelumnya, dimana negara-negara berkembang menghadapi masalah likuiditas yang berarti akan menghadapi masalah pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut dalam penelitian mereka, menemukan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara perkembangan pasar saham dengan pertumbuhan ekonomi sebuah negara. 2.2. Kinerja Keuangan dan Harga Saham. Dalam konteks pasar modal, khususnya untuk pasar saham, kinerja dari sebuah emiten dalam sektor industri sangat berperan penting agar menarik perhatian dan kepercayaan investor dalam emiten tersebut. Beberapa sudut pandang yang dapat menjadi minat perhatian dari investor adalah dari siklus bisnis emiten yang merupakan keberlanjutan usaha dari emiten tersebut, kapasitas hutang yang merupakan penggerak operasional emiten selain modal sendiri yang akan membantu menciptakan profit, profitabilitas yang merupakan capaian akhir sebuah emiten yang akan memberikan pengembalian atas modal dan aktiva 4
tetap yang merupakan investasi emiten, serta nilai pasar yang merupakan penilaian akhir dari investor atas saham yang beredar dari emiten tersebut. 1. Siklus Bisnis (Business Cycle). Menurut Bodie (2005), salah satu faktor yang akan menentukan sensitivitas laba perusahaan terhadap siklus bisnis, yaitu Operating Leverage. Dimana, Operating Leverage, terkait dengan pembagian biaya variabel dan biaya tetap. Perusahaan dengan biaya tetap yang tinggi akan memiliki operating leverage yang tinggi juga, sehingga goncangan yang kecil pada kondisi bisnis akan memiliki dampak yang besar terhadap profitabilitinya. Bodie (2005) berpendapat, bahwa investor tidak harus selalu melihat industri yang memiliki sensitivitas yang rendah atas siklus bisnis. Perusahaan yang sangat sensitif dalam industrinya akan mempunyai beta saham yang tinggi dan sangat beresiko, yang mempunyai tingkat pengembalian yang cenderung menurun tapi juga bisa mempunyai kecenderungan untuk bergerak naik, sehingga bergantung pada investor untuk menentukan investasi dengan mempertimbangkan apakah pengembalian atas investasi mempunyai kompensasi yang wajar dengan risikonya. 2. Kapasitas Hutang (Debt Capacity). Menurut Ross (2005), kapasitas hutang akan identik terkait dengan permasalahan arus kas apabila beban hutang perusahaan tidak dapat ditutupi oleh kas yang tersedia. Kemampuan perusahaan untuk menutupi bunga hutang akan akan sangat diperhitungkan, hal ini disebabkan karena adanya hutang yang tinggi dari perusahaan, akan menimbulkan kemungkinan yang besar dalam hal ketidakmampuan membayar hutang dan masalah keuangan yang serius. Ross (2005) juga menyatakan bahwa ketika manager perusahaan mempunyai informasi khusus atas kemungkinan munculnya masalah keuangan atas hutang, maka perusahaan akan cenderung untuk meningkatkan modal lewat saham daripada hutang. Jika dugaan ini muncul dalam pasar, maka harga saham akan jatuh pada saat pengumuman penjualan saham. 3. Profitabilitas (Profitability). Menurut Ross (2005), salah satu atribut dari perusahaan yang sangat sulit diukur dan dikonseptualkan adalah profitabilitas. Tidak ada metode yang begitu jelas untuk mengetahui kapan waktunya sebuah perusahaan mengalami profit. Pendapat ini didukung oleh Weston (2001) yang mengatakan bahwa harga saham dipengaruhi oleh proyeksi laba per lembar saham (EPS), saat diperoleh laba (ROE), dan PER. Hal ini menjadi pertimbangan investor bahwa mereka tidak akan mengalami kerugian setelah melihat aspek kinerja keuangan perusahaan. Jones (2004) berpendapat, kombinasi yang berbeda dari rasio keuangan dapat digunakan untuk mendekomposisi ROE, dimana salah satu komponen utama adalah Return On Assets (ROA), sehingga ROE dapat dinyatakan sebagai berikut : ROE
=
ROA x Leverage
Menurut Jones (2004), dengan mengesampingkan hal-hal yang terkait dengan skandal akuntansi, EPS masih merupakan variabel utama yang menarik dari sebagian besar investor. Menurut Weston (2001), salah satu faktor yang mempengaruhi harga saham adalah laba per lembar saham (Earning Per Share/EPS) dimana seorang investor yang melakukan investasi pada perusahaan akan menerima laba atas saham yang dimilikinya. Semakin tinggi laba per lembar saham (EPS) yang diberikan perusahaan akan memberikan pengembalian yang cukup baik.
5
4.
Nilai Pasar (Market Value). Menurut Ross (2005), salah satu karakteristik perusahaan yang sangat penting dan tidak dapat ditemukan dalam laporan akuntansi adalah nilai pasar (market value) dan istilah “nilai pasar wajar (fair market value)” dapat digunakan untuk menggambarkan harga pasar (market prices). Menurut Jones (2004), PER dapat merujuk pada earnings multiplier, yang dihitung sebagai rasio dari harga pasar sekarang pada laba perusahaan, dengan mempertimbangkan data historis, data sekarang, dan data estimasi. Kajian lebih lanjut tentang PER oleh Dreman (2000), menyatakan bahwa, “In the specific case of out-of-favor stocks (measured by low P/E), the “best” (high P/E) and the “worst” (low P/E) stocks have an asymmetric response to earnings surprises. On average, surprises as a whole send low P/E stocks sharply higher and high P/E stocks sharply lower relative to the market.”
III. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 3.1. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh siklus bisnis terhadap reaksi pasar saham. 2. Untuk mengetahui pengaruh kapasitas utang terhadap reaksi pasar saham. 3. Untuk mengetahui pengaruh profitabilitas terhadap reaksi pasar saham. 4. Untuk mengetahui pengaruh nilai pasar terhadap reaksi pasar saham. 3.2. Manfaat Penelitian. Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, dapat mengaplikasikan ilmu dalam bentuk teoritis ke dalam hal-hal praktis. 2. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat menjadi bagian untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan. 3. Bagi masyarakat intelektual, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi untuk penelitian sejenis selanjutnya. IV. Metode Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah 459 perusahaan yang terdaftar sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode tahun 2009 – 2012. Berdasarkan populasi, maka sampel yang diambil adalah 36 perusahaan yang bergerak di sektor industri dengan total pengamatan adalah 144 sampel pengamatan. Menurut Hair (2010), data dalam analisis regresi berganda sebaiknya berada di rentang data 50 - 100 sampel pengamatan. Metode analisis untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan bantuan software SPSS 15.0, dengan α = 5%. Persamaan yang digunakan adalah : Harga Saham = a + ß1DOL + ß2DER + ß3ROE+ ß4PER Agar model regresi dapat menghasilkan estimator yang baik (Best Linier Unbiased Estimator) maka perlu dilakukan pengujian asumsi klasik sebagai berikut : 1. Uji Normalitas. Menurut Ghozali (2006), uji normalitas bertujuan untuk menguji variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji yang dapat digunakan adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov Smirnov.
6
2. Uji Autokorelasi. Menurut Ghozali (2006), uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Menurut Trihendradi (2007), untuk mengetahui adanya korelasi digunakan uji Durbin Watson, yaitu : 1. Jika 1.65< DW < 2.35 maka tidak terjadi autokorelasi. 2. Jika DW < 1.21 atau DW > 2.79 maka terjadi autokorelasi. 3. Jika 1.21 < DW < 1.65 atau 2.35 < DW < 2.79, tidak dapat disimpulkan terjadi autokorelasi atau tidak. 3. Uji Multikolinearitas. Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah model regresi berganda ditemukan adanya korelasi antar variable bebas. Menurut Sarwoko (2005), variance inflation factor (VIF) yang melebihi 10 dapat dikatakan sebagai multikolinearitas yang sangat berat. 4. Uji Heteroskedastisitas. Menurut Ghozali (2006), pengujian ini bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain atau homoskedastisitas. Salah satu metode untuk menguji adanya heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji Glesjer. V. Hasil dan Pembahasan 5.1. Statistik Deskriptif. Hasil analisis atas statistik deskriptif dari 36 perusahaan selama periode 2009-2012 atau berjumlah 144 total sampel observasi dapat diuraikan dengan menggunakan bantuan program SPSS sebagai berikut : Tabel 1 Des criptive Statis tics N Harga_Saham DOL DER ROE PER Valid N (listw ise)
144 144 144 144 144 144
Minimum 43.00 -711.17 -4.41 -8.33 -482.37
Maximum Mean 50750.00 3671.0833 683.70 3.8433 64.05 2.6101 .74 -.0692 1065.32 4.8081
Std. Deviation 8138.10444 96.05119 7.97601 1.02217 129.00928
5.2. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas. Tabel 2 Tes ts of Norm ality a
Unstandardiz ed Res idual
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. .062 144 .200*
Statistic .982
Shapiro-Wilk df 144
Sig. .055
*. This is a low er bound of the true signif ic ance. a. Lillief ors Signif icance Correc tion
Berdasarkan Uji Normalitas dengan menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov, dapat terlihat bahwa tingkat signifikansi berada diatas 0.05 atau sebesar 0.200 yang merupakan nilai terbaik dari uji ini. Sehingga berdasarkan uji normalitas, maka dapat disimpulkan bahwa, residual error dari data adalah terdistribusi dengan normal.
7
2.
Uji Autokorelasi. Tabel 3
b Model Summ ary
DurbinWats on 2.087a
Model 1
a. Predictors: (Constant), PER, DOL, DER, ROE b. Dependent Variable: HS
Dengan menggunakan angka Durbin Watson, maka diperoleh nilai 2.087 yang berada dalam rentang 1.65 sampai dengan 2.35, sehingga dapat disimpulkan bahwa data-data penelitian tidak memiliki efek autokorelasi. 3. Uji Multikolinearitas. Tabel 4 a Coe fficien ts
Model 1
Collinearity Statistic s Toleranc e V IF .995 1.005 .984 1.016 .695 1.438 .693 1.442
DOL DER ROE PER
a. Dependent V ariable: Harga_Saham
Dengan menggunakan nilai Variance Inflation Factors (VIF) dibawah dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel independen tidak terjadi efek multikolinearitas. 4. Uji Heteroskedastisitas. Dengan menggunakan Uji Glesjer, maka hasil pengujian heteroskedastisitas, akan menunjukkan hasil sebagai berikut : Tabel 5 Coe fficientsa
Model 1
(Constant) DOL DER ROE PER
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.196 .231 -.015 .054 .039 .044 .202 .092 .161 .088
Standardized Coefficients Beta -.023 .074 .218 .183
t 5.168 -.279 .881 2.192 1.834
Sig. .000 .781 .380 .030 .069
a. Dependent Variable: AR
Berdasarkan hasil pengujian, nilai ROE masih menunjukkan tingkat signifikansi dibawah 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa varians data penelitian masih mengalami efek heteroskedastisitas. Untuk memperbaiki hal ini, maka pengujian atas heteroskedastisitas akan menggunakan Uji Park yang menguji nilai logaritma atas nilai residual error data, yang menunjukkan hasil sebagai berikut : Tabel 6 Coe fficientsa
Model 1
(Cons tant) DOL DER ROE PER
Unstandardiz ed Coef f icients B Std. Error -.368 .651 .024 .153 .165 .125 .411 .259 .284 .247
a. Dependent Variable: LR
8
Standardized Coef f icients Beta .013 .111 .159 .115
t -.564 .156 1.322 1.586 1.150
Sig. .573 .877 .188 .115 .252
Dengan menggunakan Uji Park, maka dapat terlihat bahwa semua variabel independen memiliki tingkat signifikansi diatas 0.05 terhadap nilai logaritma residual error data, sehingga dapat disimpulkan bahwa, varians data penelitian bebas efek heteroskedastisitas. 5.3. Pembahasan. 5.3.1.Uji Simultan. Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa, secara bersama-sama, rasio harga pasar atas laba (price earnings ratio – PER), siklus bisnis (degree of operating ratio – DOL), kapasitas utang (debt equity ratio – DER), dan profitabilitas (return on equity – ROE) memiliki pengaruh signifikan terhadap harga pasar saham. Hasil ini dapat dilihat dengan ditemukannya Uji F yang memiliki signifikansi dibawah 5%. Tabel 7 ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 147.469 308.442 455.911
df 4 139 143
Mean Square 36.867 2.219
F 16.614
Sig. .000 a
a. Predictors: (Constant), PER, DOL, DER, ROE b. Dependent Variable: Harga_Saham
5.3.2.Koefisien Korelasi dan Determinasi. Berdasarkan Tabel 8, hasil analisis menunjukkan bahwa, hubungan antara variabel dependen dengan variabel-variabel independen adalah sebesar 0.569 atau hubungan yang cukup sedang. Sedangkan koefisien determinasi sebesar 0.323 atau model variabel independen dapat menjelaskan model variabel dependen sebesar 32.3% dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Tabel 8 Model Sum m ary Model 1
R .569 a
R Square .323
Adjusted R Square .304
Std. Error of the Estimate 1.48963
a. Predictors: (Constant), PER, DOL, DER, ROE
5.3.3.Uji Hipotesis. Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa persamaan regresi berganda bagi harga pasar saham adalah : Harga Saham = 6.956 – 0.004DOL – 0.186DER + 1.228ROE + 0.775PER 1. Uji Hipotesis 1. Siklus bisnis (degree of operating ratio – DOL) memiliki koefisien -0.004 yang memiliki arti bahwa, setiap kenaikan siklus bisnis yang identik dengan risiko bisnis, maka harga pasar saham sebuah entitas akan mengalami penurunan. Akan tetapi, variabel ini memiliki signifikansi diatas 5% atau sebesar 0.970, sehingga dapat dinyatakan bahwa, secara parsial variabel ini tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap harga pasar saham. 2. Uji Hipotesis 2. Kapasitas utang (debt equity ratio – DER) memiliki koefisien -0.186 yang memiliki arti bahwa, setiap kenaikan kapasitas utang yang identik dengan struktur modal, maka harga pasar saham sebuah entitas akan mengalami penurunan. Variabel ini memiliki signifikansi dibawah
9
5% atau sebesar 0.021, sehingga dapat dinyatakan bahwa, secara parsial variabel ini memiliki pengaruh signifikan terhadap harga pasar saham. 3. Uji Hipotesis 3. Profitabilitas (return on equity – ROE) memiliki koefisien 1.228 yang memiliki arti bahwa, setiap kenaikan profitabilitas atau dalam hal ini tingkat pengembalian ekuitas, maka harga pasar saham sebuah entitas akan mengalami kenaikan, hal ini disebabkan karena investor melihat adanya kenaikan laba pada sebuah entitas yang berarti memberikan jaminan prospek yang baik. Variabel ini memiliki signifikansi dibawah 5% atau sebesar 0.000, sehingga dapat dinyatakan bahwa, secara parsial variabel ini memiliki pengaruh signifikan terhadap harga pasar saham. 4. Uji Hipotesis 4. Rasio harga pasar atas laba (price earnings ratio – PER) memiliki koefisien 0.775 yang memiliki arti bahwa, setiap kenaikan rasio pasar atau dalam hal ini terkait dengan penilaian investor, maka harga pasar saham sebuah entitas akan mengalami kenaikan. Variabel ini memiliki signifikansi dibawah 5% atau sebesar 0.000, sehingga dapat dinyatakan bahwa, secara parsial variabel ini memiliki pengaruh signifikan terhadap harga pasar saham. Tabel 9
Coe fficientsa
Model 1
(Constant) DOL DER ROE PER
Unstandardized Coefficients B Std. Error 6.956 .413 -.004 .097 -.186 .079 1.228 .164 .775 .157
Standardized Coefficients Beta -.003 -.165 .625 .414
t 16.848 -.038 -2.343 7.473 4.943
Sig. .000 .970 .021 .000 .000
a. Dependent Variable: Harga_Saham
VI. Kesimpulan Dan Saran 6.1. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Siklus bisnis tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap harga pasar saham. 2. Kapasitas utang memiliki pengaruh signifikan terhadap harga pasar saham. 3. Profitabilitas memiliki pengaruh signifikan terhadap harga pasar saham. 4. Rasio harga pasar saham atas laba entitas memiliki pengaruh signifikan terhadap harga pasar saham. 6.2. Saran. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa, pasar modal di Indonesia masih mengalami pertumbuhan yang baik. Secara teknis, disarankan agar para investor dapat memilih investasinya dalam saham-saham yang memiliki siklus bisnis yang baik, kapasitas utang yang wajar, profitabilitas yang cukup tinggi, dan nilai pasar yang cukup tinggi pula, agar tingkat pengembalian investasi dari para investor dapat memberikan pengembalian yang cukup optimal bagi investor tersebut. DAFTAR PUSTAKA Alam, Mahmudul & Udin, Gazi Salah. 2009. Relationship between Interest Rate and Stock Price : Empirical Evidence from Developed and Developing Countries. International Journal of Business and Management, Vol. 4 No. 3. Barna, Flavia & Mura, Petru-Ovidiu. 2010. Capital Market Development and Economic Growth : The Case Of Romania. Annals of the University of Petroşani, Economics, 10(2), 31-42
10
Bodie, Zvi. Kane and Marcus. 2005. Investments. Sixth Edition. Mc Graw Hill Companies, Inc. America. Boubakari, Ake & Jin, Dehuan. 2010. The Role of Stock Market Development in Economic Growth: Evidence from Some Euronext Countries. International Journal of Financial Research. Volume 1, No. 1, December. Caporale et. al. 2004. Stock Market Development and Economic Growth : The Causal Linkage. Journal of Economic Development, Volume 29, Number 1, June 2004. Dreman, David & Eric A. Lufkin. 2000. Investor Overreaction: Evidence That Its Basis Is Psychological. The Journal of Psychology and Financial Markets Vol. 1, No. 1. Duca, Gevit. 2007. The Relationship Between the Stock Market and the Economy : Experience From International Financial Markets. Bank of Valletta Review, No. 36, Autumn. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Jones, P. Charles. 2004. Investments: Analysis and Management. Ninth Edition. John Wiley & Sons, Inc. America. Ogboi & Oladipo. 2012. Stock Market and Economic Growth: The Nigerian Experience. Research Journal of Finance and Accounting ISSN 2222-1697 (Paper) ISSN 2222-2847 (Online) Vol 3, No 4. Pontoh, Winston. 2011. Pengaruh Siklus Bisnis, Kapasitas Hutang, Profitabilitas dan Nilai Pasar terhadap Reaksi pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Media Riset Akuntansi, Auditing, dan Informasi Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta, Nomor 1 / Volume 11, April. Riman et. al. 2008. Stock Market Performance and Economic Growth in Nigeria : A Casuality Investigation. Global Journal of Social Sciences, Vol. 7 No. 2. Ross, Stephen A. Westerfield and Jaffe. 2005. Corporate Finance. Seventh Edition. Mc Graw Hill Companies. America. Shahbaz, Muhammad et al. 2008. Stock Market Development and Economic Growth: ARDL Causality in Pakistan. International Research Journal of Finance and Economics ISSN 1450-2887 Issue 14. Sharma. 2013. Impact of Economic Growth on Stock Market Performance. Asian Journal of Multidimensional Research Vol.2 Issue 5, May 2013, ISSN 2278-4853. Tachiwou. 2010. Stock Market Development and Economic Growth : The Case of West African Monetary Union. International Journal of Economics and Finance Vol. 2, No. 3; August. Trihendradi, Cornelius. 2007. Kupas Tuntas Analisa Regresi. Penerbit ANDI Yogyakarta. Weston, Brigham F.Eugene & J. F. Houston, 2001, Manajemen Keuangan Edisi 8. Penerbit Erlangga. Jakarta.
11
ANALISIS PANEL ATAS PENGARUH EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP KEMANDIRIAN FISKAL PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SULAWESI UTARA Herman Karamoy dan Agus Tony Poputra Email :
[email protected] ABSTRACT This paper analyzes the impact of economic and social variables on fiscal independence of district government in Province of North Sulawesi. Scope of research includes all districts in 2009-2012. To analyze secondary data, we utilize the Pooled EGLS (Cross-section random effects) method. This research not only use secondary data, but also primary data. The primary data are used to get deep picture about factors that lower fiscal dependence of districts in North Sulawesi. Those data are collected by interview to parties related to generate own resource revenues and by focus discussion group with academicians. This research finds that economic development and population in districts of North Sulawesi do not affect on fiscal independence. Otherwise, only variable human development index has significantly positive effect on fiscal independence. These findings are supported by primary data which show that: (1) most activities of dominant economic factor of those districts, except Manado and Bitung, namely agriculture, are not tax or surcharge objects; (2) types of local government tax have small tax base for districts and varies between dictricts that have big cities and small cities; (3) low of human resource capacity and creativity to generate own source revenues effectively and efficiently; and (4) low of taxpayers compliance. Keywords: fiscal independence, economic development, human development index, population. I.
Pendahuluan Otonomi daerah di Indonesia efektif dimulai pada tahun 2001. Dasar hukum otonomi daerah tersebut adalah Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang “Pemerintah Daerah” yang disertai dengan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang “Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah” yang menjadi konsekuensi otonomi daerah. Dalam perjalanannya, kedua UU tersebut mengalami revisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 tahun 2004, berturut-turut. Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia adalah pemberian otonomi langsung kepada pemerintah kabupaten/kota dimana provinsi hanya perpanjangan tangan dari pemerintah pusat. Cara ini berbeda dengan sistem otonomi yang diterapkan oleh beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat, dimana pemerintah pusat memberi otonomi kepada pemerintah provinsi (negara bagian) dan selanjutnya provinsi memberikan otonomi kepada kabupaten/kota. Saat ini, kedua UU di atas juga sedang dalam proses revisi untuk mendapatkan suatu pola yang sesuai mengingat perubahan lingkungan yang terjadi serta banyak permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan otonomi sehingga mengaburkan misi dari otonomi daerah. Menurut Mardiasmo (2002:59), terdapat tiga misi utama dalam otonomi daerah, yaitu sebagai berikut. 1. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. 3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan.
12
Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang merupakan konsekuensi dari otonomi daerah pada hakikatnya memuat harapan terciptanya pembangunan dari bawah (Bahl, 1999:2). Dalam konteks ekonomi, Oates (1993) menyatakan bahwa “desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dimana penyediaan barang dan jasa publik dapat berbeda-beda disesuaikan dengan selera dan kondisi masing-masing daerah sehingga dapat memberikan kesejahteraan sosial yang lebih besar ketimbang penyediaan barang dan jasa publik ditentukan secara sentralistik dan dengan jumlah yang sama lintas jurisdiksi.” Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah otonomi yang disertai dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaannya (money follows function). Oates (2005) menekankan pada pentingnya ketergantungan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai anggaran daerah. Hal ini terkait dengan penerapan anggaran ketat, yang menegaskan akan bahaya dalam suatu sistem jika pemerintah daerah otonom sangat tergantung pada transfer pemerintah di atasnya untuk membiayai anggaran mereka. Selanjutnya, Lovell (1981:197) memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkat ketergantungan daerah otonom terhadap transfer pemerintah pusat akan menyebabkan semakin tingginya ketergantungan kebijakan (policy dependency) pemerintah daerah otonom terhadap pemerintah pusat. Ketergantungan kebijakan mencakup tanggung jawab, prosedur, atau kegiatan yang dibebankan oleh suatu tingkatan pemerintah kepada tingkatan pemerintah lainnya lewat konstitusi, legislatif, eksekutif, atau tindakan yudisial yang merupakan perintah langsung ataupun sebagai persyaratan bantuan. Adanya ketergantungan kebijakan yang tinggi dari pemerintah daerah otonom kepada pemerintah di atasnya jika daerah tersebut memiliki ketergantungan fiskal yang tinggi, maka pemerintah daerah perlu memperbesar PAD mereka. Kemampuan untuk menghasilkan PAD tergantung pada beberapa faktor diantaranya sebagai berikut. 1. Potensi pendapatan yang dapat diperoleh dari sumber-sumber pembiayaan yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, termasuk kekuatan pemajakan (taxing power). 2. Kemampuan pemerintah daerah untuk mengumpulkan PAD, termasuk kemampuan melakukan pengawasan untuk menghindari kebocoran pendapatan. 3. Kemampuan ekonomi suatu daerah 4. Kondisi sosial masyarakat Sumber-sumber pendapatan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom seringkali menimbulkan masalah. Masalah utama yang ada, yaitu kebanyakan sumber penerimaan, khususnya pajak daerah memiliki basis yang sempit (narrow tax base) sehingga menyulitkan pemerintah daerah menghasilkan pendapatan memadai lewat sumber-sumber penerimaan tersebut. Masalah tersebut ditemukan oleh beberapa peneliti di dunia diantaranya oleh Salazar dan Guajardo (2009). Penelitian mereka menemukan bahwa sejak pemerintah Meksiko menerapkan National Sistem of Fiscal Coordination (NSFC) untuk menghindari tumpang tindih pajak atas objek yang sama antara pemerintah pusat dan daerah dengan menerapkan bagi hasil, telah meningkatkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap bagi hasil dari pemerintah pusat. Walaupun pemerintah daerah mendapatkan pelimpahan sumber pembiayaan yang berbasis luas, namun sering pemerintah daerah tidak dapat menghasilkan PAD yang semestinya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelemahan sumber daya manusia dari aparatur pemerintah daerah, strategi pemerintah daerah untuk memperoleh dana ekualisasi yang besar dari pemerintah pusat, kebocoran dalam pemungutan, atau lain sebagainya. 13
Selain dari sisi internal pemerintah, kondisi perekonomian suatu daerah yang mencakup besaran dan pertumbuhannya dapat mempengaruhi kemampuan pemerintah daerah dalam menghasilkan PAD (Utami, 2012; Hidayat, 2009). Suatu daerah otonomi yang memiliki perekonomian yang besar dapat memperoleh subjek dan objek pajak dan retribusi daerah yang besar yang memampukan mereka memperoleh PAD yang lebih besar. Sebaliknya, bagi daerah yang perekonomiannya terbatas akan kesulitan memperoleh PAD yang besar. Oleh sebab itu, dalam pembentukan suatu daerah otonomi baru, potensi ekonomi menjadi salah satu persyaratan penting. Namun demikian, sering faktor ekonomi dikalahkan oleh kepentingan politik sehingga banyak daerah otonom baru yang tidak layak secara ekonomi tetap dipaksakan dibentuk karena didasarkan pada pertimbangan politik yang akhirnya membuat daerah otonom baru memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Faktor eksternal lain yang dapat mempengaruhi PAD seperti dikemukakan di atas adalah kondisi sosial masyarakat. Semakin baik kondisi sosial masyarakat suatu daerah maka pendapatan yang diperoleh masyarakat semakin besar. Dengan pendapatan yang semakin besar, maka masyarakat dapat melakukan konsumsi yang lebih besar pula sehingga pada gilirannya akan memperbesar basis pajak maupun retribusi daerah. Dengan semakin mampunya pemerintah daerah menghasilkan PAD, maka semakin tinggi kemandirian fiskal. Kondisi ini merupakan kondisi yang diharapkan dalam otonomi dan desentralisasi fiskal. Kemandirian yang tinggi membuat pemerintah daerah dapat menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat sesuai dengan karakteristik daerahnya, tidak terlalu tergantung kepada kebijakan pusat yang umumnya seragam antar daerah otonom. Penerapan otonomi dan desentralisasi fiskal di Indonesia telah berjalan hampir 15 tahun. Namun demikian, ketimpangan antar daerah (horizontal imbalances) masih terjadi terutama antara daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar dengan daerah yang memang miskin sumber daya alam. Oleh sebab itu, pemerintah pusat masih tetap memberikan transfer dalam jumlah besar kepada pemerintah daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) yang besarnya sekurang-kurangnya 25 persen dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN, serta berbagai jenis transfer lainnya. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh faktor ekonomi yang diproksi oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan faktor sosial yang diproksi oleh Indeks Pembangunan Manusia dan Jumlah Populasi, dengan objek penelitian pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Untuk memperdalam penelitian ini dilakukan lewat wawancara dengan pegawai pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok menarik pajak dan retribusi serta mendapatkan masukan dari akademisi dan masyarakat. II. Landasan Teori Desentralisasi Fiskal Menurut Calsamiglia, Garcia-Milà, dan McGuire (2006: 1), terdapat argumen yang menentang desentralisasi fiskal dengan menyatakan bahwa sistem sentralisasi menghasilkan skala keekonomian dalam produksi barang publik dan mengakomodasi consumption spillovers lintas daerah, serta adanya kesulitan melakukan redistribusi pendapatan pada tingkat daerah bila menggunakan desentralisasi fiskal. Namun demikian, banyak pendapat yang mendukung desentralisasi fiskal dengan argumen masing-masing. Xie, Zou, dan Davoodi (1999: 228) menyatakan bahwa desentralisasi fiskal, yaitu pelimpahan tanggung jawab fiskal pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dipandang sebagai sarana untuk meningkatkan efisensi pemerintah serta memperbesar pembangunan dan 14
pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, Oates (1999) berargumentasi bahwa ada keuntungan efisiensi yang signifikan bila menerapkan desentralisasi fiskal dimana daerah diberikan wewenang fiskal. Khususnya, sistem desentralisasi dapat mengakomodasi permintaanpermintaan yang bervariasi atas barang publik lintas daerah. Adanya keuntungan yang dapat diperoleh lewat desentralisasi fiskal maupun kemauan politik, maka pada beberapa dekade terakhir banyak negara melakukan desentralisasi fiskal, termasuk Indonesia. Pelimpahan wewenang fiskal kepada daerah memiliki empat hubungan keterkaitan utama, yaitu sebagai berikut (World Bank, 2003). 1. Keputusan-keputusan pengeluaran. 2. Kekuatan pemajakan dan memperoleh pendapatan. 3. Pinjaman daerah. 4. Transfer antar tingkatan pemerintahan. Model-Model Desentralisasi Fiskal Calsamiglia, Garcia-Milà, dan McGuire (2006: 7) mengemukakan adanya tiga sistem desentralisasi fiskal. 1. Sentralisasi penuh; dalam model ini pemerintah pusat mengenakan fungsi pajak yang seragam untuk memperoleh pendapatan yang diperuntukan bagi penyediaan barang publik yang sama lintas daerah. Transfer pemerintah pusat ke daerah merupakan satu-satunya sumber pembiayaan pengeluaran untuk barang publik di daerah. Pemerintah daerah hanya sekedar perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk menangani pekerjaan administratif tanpa wewenang membuat keputusan. 2. Desentalisasi penuh; pada model ini pemerintah daerah memiliki wewenang pemajakan dan tanggung jawab meningkatkan PAD. Pemerintah daerah bebas menetapkan tingkat barang publik yang disediakan tanpa campur tangan ataupun bantuan dari pemerintah pusat. Mereka dapat memutuskan untuk membuat kontribusi sukarela kepada pemerintah daerah yang lain untuk membantu meningkatkan belanja untuk barang publik. 3. Tingkat minimum yang digaransi; model ini mengkombinasi beberapa atribut dari dua model di atas. Pemerintah pusat membebankan suatu sistem pajak yang sama untuk memperoleh pendapatan untuk membiayai transfer kepada pemerintah daerah yang mendukung suatu tingkatan minimal (mencukupi) dari barang publik di tiap daerah. Pemerintah daerah memiliki wewenang pajak lokal untuk mendapatkan pendapatan untuk menyesuaikan tingkat belanja di atas tingkat yang disyaratkan. Pemerintah daerah tidak memiliki wewenang untuk memberikan bantuan sukarela kepada pemerintah daerah yang lain. Bila mengkaji penjelasan dari model-model di atas, desentralisasi di Indonesia menggunakan model yang ketiga, yaitu Tingkat Minimum yang Digaransi. Pemerintah pusat memberikan transfer untuk membiayai belanja barang publik minimum di daerah, sedangkan pemerintah daerah memiliki wewenang pajak lokal untuk belanja barang publik tambahan. Kemandirian Fiskal Daerah Kemandirian fiskal daerah atau kemandirian keuangan daerah merupakan prasyarat penting dalam pelaksanaan otonomi daerah melalui desentralisasinya. Suatu daerah dikatakan mampu untuk melaksanakan otonomi daerah salah satu cirinya terletak pada kemandirian keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk 15
menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan penyediaan barang publik. Kemandirian fiskal dapat diukur melalui rasio kemandirian fiskal atau keuangan daerah. Rasio ini menggambarkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang dibutuhkan daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah diukur dengan membandingkan jumlah PAD dengan jumlah pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (eksternal), seperti Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Bagi Hasil Pajak, bagi Hasil Sumber Daya Alam, Dana Darurat, dan Dana Pinjaman (Halim, 2001). Formula yang digunakan untuk menghitung Rasio Kemandirian adalah sebagai berikut. Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandiria n Keuangan Daerah Pendapatan dari Pihak Eksternal Rasio Kemandirian menggambarkan tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi nilai rasio ini, semakin rendah tingkat ketergantungan suatu daerah terhadap sumber eksternal. Dengan kata lain, daerah tersebut semakin memiliki kemandirian fiskal, dan sebaliknya. Semakin tinggi rasio kemandirian berarti juga semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah. Sumber-Sumber Penerimaan Pemerintah Daerah di Indonesia Terdapat tiga kelompok besar sumber penerimaan pemerintah daerah, yaitu PAD, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah. Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, PAD memuat beberapa rincian pendapatan, yaitu sebagai berikut. 1. Pajak daerah 2. Retribusi daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain PAD yang sah Selanjutnya menurut UU tersebut, komponen dalam Lain-lain PAD yang Sah adalah sebagai berikut. 1. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan 2. Jasa giro 3. Pendapatan bunga 4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing 5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. UU Nomor 33 Tahun 2004 juga mengatur mengenai dana perimbangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang mencakup berikut ini. 1. Dana bagi hasil yang terdiri dari dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak 2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus Pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah bertujuan untuk mengatasi masalah kesenjangan antara pemerintah pusat dengan daerah (vertical imbalances) serta kesenjangan antar daerah (horizontal imbalances).
16
Pajak dan Retribusi Daerah Sifat pajak dan retribusi daerah adalah mutually exclusive, yaitu apabila suatu pajak atau retribusi daerah dipungut oleh provinsi, maka pemerintah kabupaten/kota tidak berhak memungut, dan sebaliknya. Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Di sisi lain, retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (UU No. 28 Tahun 2009). Pajak dan Retribusi Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia Pajak daerah yang dapat dipungut pemerintah kabupaten/kota di Indonesia sesuai UU Nomor 28 Tahun 2009 adalah: (1) pajak hotel; (2) pajak restoran; (3) pajak hiburan; (4) pajak reklame; (5) pajak penerangan jalan; (6) pajak mineral bukan logam dan batuan; (7) pajak parkir; (8) pajak air tanah; (9) pajak sarang burung wallet; (10) pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan; dan (11) bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Selanjutnya, retribusi daerah yang dapat dipungut pemerintah kabupaten/kota menurut undang-undang di atas adalah: (1) retribusi jasa umum dimana jenis retribusi ini dapat tidak dipungut apabila potensi penerimaannya kecil dan/atau atas kebijakan nasional/daerah untuk memberikan pelayanan tersebut secara cuma-cuma; (2) retribusi jasa usaha; dan (3) retribusi perizinan tertentu. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan salah satu indikator makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi di suatu daerah. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing provinsi atau kabupaten/kota sangat bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi daerah. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. PDRB juga mencerminkan total nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu. Cara perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tujuan utama dari penggunaan indikator IPM adalah meluaskan fokus perhatian tidak sekedar pendapatan masyarakat melainkan juga ukuran yang komprehensif atas pembangunan manusia. United Nations Development Programme (UNDP) tidak menyangkal bahwa pendapatan per kapita adalah salah satu penentu utama tingkat pembangunan manusia suatu negara, namun UNDP mengusulkan agar pendapatan sebagai hanya salah satu dari tiga faktor dalam mengukur pembangunan manusia, dimana dua lainnya adalah tingkat harapan hidup sebagai proksi untuk capaian kesehatan serta tingkat melek huruf bersama lama waktu sekolah sebagai proksi untuk capaian pendidikan. Ketiga indikator IPM diberikan bobot yang sama (Neumayer. 2001: 101).
17
III.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan pada seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara untuk kurun waktu 2009-2012. Pemilihan kurun waktu tersebut didasarkan bahwa pada periode tersebut tidak terjadi pemekaran wilayah kabupaten/kota di Sulawesi Utara dan data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap. Untuk penelitian yang mendalam untuk mencari akar masalah dari temuan penelitian ini, maka dilakukan wawancara terhadap para pejabat yang terkait dengan pemungutan PAD. Untuk maksud tesebut metode sampling yang dilakukan adalah purposive judgement sampling. Pejabat yang diwawancara berasal dari tiga kota dan tiga kabupaten, yaitu Kota Bitung, Kota Manado, Kota Kotamobagu, Kabupaten Sangihe, dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Pemilihan daerah tersebut didasarkan pada pertimbangan kondisi daerah yang dapat merepresentasi kondisi kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Utara. Teknis analisis yang digunakan adalah Pooled EGLS (Cross-section random effects). Sehubungan digunakannya analisis data panel sebagai alat analisis, maka persamaan penelitian dikemukakan sebagai berikut. lnRKF it α β1 lnPDRB it β 2 lnIPM it β 3lnPOP it ε dimana RKF = Rasio Kemandirian Fiskal yang diukur melalui PAD dibagi pendapatan dari pihak eksternal PDRB = Produk domestik Regional Bruto IPM = Indeks Pembangunan Manusia POP = Jumlah populasi sebagai variabel kendali i = kabupaten/kota t = 2008, 2009, … 2011 IV. Hasil Penelitian Perkembangan Perekonomian Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Perekonomian kabupaten/kota di Sulawesi Utara mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Namun demikian, masih terlihat kesenjangan pembangunan antara satu daerah dengan daerah lainnya, baik dari segi ukuran yang direpresentasikan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Harga Berlaku maupun tingkat pertumbuhannya. Pada Tabel 1 terlihat bahwa Kota Manado selalu memiliki PDRB Harga Berlaku yang terbesar. Pada tahun 2012, Kota Manado memiliki PDRB Harga Berlaku sebesar Rp 15,62 triliun. Nilai PDRB ini setara dengan 33,82 persen PDRB Sulawesi Utara pada tahun tersebut sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 1 Perkembangan PDRB Berdasarkan Harga Berlaku Sulawesi Utara, 2008-2012
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
18
Di sisi lain, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan memiliki PDRB Harga Berlaku terkecil di Sulawesi Utara. Pada tahun 2012, PDRB kabupaten tersebut sebesar Rp 616,29 miliar. Angka tersebut setara dengan 1,33 persen PDRB Provinsi Sulawesi Utara. Selanjutnya, Kota Bitung yang merupakan kota terbesar kedua di Sulawesi Utara hanya memiliki PDRB Harga Berlaku sebesar Rp 4,82 triliun atau kurang dari sepertiga PDRB Kota Manado yang merupakan ibukota provinsi. Mengingat Bitung merupakan kota pelabuhan terbesar di Sulawesi Utara dan juga merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Kawasan Timur Indonesia, maka potensinya dapat ditingkatkan secara signifikan di masa mendatang. Tabel 2 Kontribusi Tiap Kabupaten/Kota Terhadap Perekonomian Provinsi Sulawesi Utara, 2008-2012
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi selalu dialami oleh Kota Manado sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3. Selama beberapa tahun terakhir perekonomian kota ini rata-rata tumbuh di atas angka 8 persen. Lebih lanjut, kabupaten/kota yang merupakan pemekaran Kabupaten Bolaang Mongondow awalnya memiliki pertumbuhan ekonomi yang rendah namun mengalami perbaikan signifikan pada beberapa tahun terakhir. Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di sana umumnya disebabkan pembangunan fasilitas pemerintah di kabupaten/kota yang baru tersebut sehingga dikhawatirkan akan mengalami penurunan pertumbuhan setelah selesainya pembangunan fasilitas pemerintah. Perbaikan pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kabupaten/kota di wilayah Bolaang Mongondow tidak ikut dinikmati oleh kabupaten-kabupaten kepulauan. Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud selalu tumbuh di bawah angka 6 persen. Akibatnya, kontribusi kedua kabupaten ini seperti terlihat pada Tabel 2 terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Kondisi ini membutuhkan dukungan pemerintah untuk membangun fasilitas di pulau-pulau terpencil pada kedua kabupaten tersebut agar dapat mengurangi kesenjangan ekonomi dengan kabupaten/kota yang lain. Perkembangan Populasi Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Populasi Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2012 sebanyak 2.319.916 jiwa. Selama periode 2008-2012, populasi Sulawesi Utara bertambah rata-rata 1,24 persen per tahun. Angka ini menunjukan bahwa pertumbuhan populasi Sulawesi Utara relatif terkendali. Pertumbuhan 19
populasi tersebut tidak sekedar berkaitan dengan jumlah kelahiran tetapi juga migrasi populasi dari provinsi lain ke Sulawesi Utara sebagai dampak dari pesatnya perkembangan ekonomi provinsi ini pada beberapa tahun terakhir. Tabel 3 Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara, 2008-2012
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
Populasi Sulawesi Utara terkonsentrasi di Kota Manado dan Kabupaten Minahasa. Pada tahun 2012 jumlah populasi di kedua daerah tersebut adalah 417.483 jiwa dan 316.884 jiwa, berturut-turut. Secara keseluruhan, penyebaran populasi di Sulawesi Utara belum merata. Pada tahun 2012, sebanyak 18,0 persen populasi Sulawesi Utara bertempat tinggal di Kota Manado walaupun luas wilayah Kota Manado hanya sebesar 1 persen dari total luas Sulawesi Utara. Ini disebabkan perekonomian Manado paling maju di Sulawesi Utara dan sangat pesat pertumbuhannya dibanding kabupaten/kota yang lain yang menarik masuknya pencari kerja ke kota tersebut. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Perkembangan Kota Manado yang pesat tidak terlepas dari pembangunan kawasan bisnis dan infrastruktur penunjangnya, baik yang dilakukan swasta maupun pemerintah. Di sisi lain, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan merupakan daerah dengan jumlah populasi paling sedikit, yaitu 2,53 persen dari total populasi Sulawesi Utara walaupun memiliki wilayah yang cukup luas yaitu 12 persen dari total luas Sulawesi Utara. Kondisi ini seharusnya menjadi tantangan bagi kabupaten/kota dengan kepadatan populasi sangat rendah untuk menekan eksodus populasi mereka, lewat kegiatan pembangunan yang lebih serius di masing-masing daerah. Tabel 4 Perkembangan Populasi Sulawesi Utara, 2008-2012
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
20
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Utara tertinggi di Kawasan Timur Indonesia. Salah satu kelemahan mendasar dari pendapatan riil per kapita dalam mengukur kesejahteraan masyarakat adalah ketidakmampuan indikator tersebut mengadopsi pemerataan pendapatan antar masyarakat. Oleh sebab itu, IPM sering digunakan sebagai indikator pelengkap untuk mengukur kesejahteraan. Kinerja Sulawesi Utara untuk indikator ini sangat baik dimana provinsi ini memiliki IPM tertinggi di Kawasan Timur Indonesia, yaitu sebesar 76,95 dan menduduki ranking II nasional hingga tahun 2012. Hal ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan populasi semakin baik sehingga anggota masyarakat dapat memenuhi berbagai standar hidup yang menjadi komponen IPM secara lebih baik. Pada tingkatan kabupaten/kota, Manado memiliki IPM tertinggi pada tahun 2012 yaitu memiliki nilai 78,92 persen dan diikuti oleh Kota Tomohon dengan nilai 77,40. Namun demikian, masih terdapat ketimpangan IPM antar kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Beberapa kabupaten masih memiliki nilai yang rendah, yaitu di bawah 74 persen, bahkan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan hanya memiliki nilai 71,63 persen. Tabel 5 memperlihatkan perkembangan IPM di Sulawesi Utara. Tabel 5 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sulawesi Utara, 2008-2012
Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara
Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Pada tahun 2009, pendapatan keseluruhan pemerintah kabupaten kota di Sulawesi Utara sebesar Rp 5,46 triliun. Angka tersebut meningkat menjadi Rp 7,36 triliun pada tahun 2012 atau meningkat rata-rata 10,42 persen per tahun untuk kurun waktu tersebut. Kenaikan terutama berasal dari dana eksternal, yaitu dari pemerintah pusat dan provinsi. Pada Tabel 6 terlihat bahwa peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pendapatan pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Utara masih sangat terbatas. PAD Kota Manado yang merupakan ibukota provinsi baru mencapai 17,18 persen dari total pendapatannya pada tahun 2012. Kontribusi PAD dari kabupaten/kota lainnya pada tahun yang sama sangat kecil, yaitu rata-rata 3,41 persen. Ini mengindikasikan bahwa tingkat kemandirian fiskal kabupaten/kota di Sulawesi Utara relatif masih rendah sehingga hubungannya dengan pemerintah pusat dan provinsi bersifat Instruktif. Selengkapnya diperlihatkan pada Tabel 6. 21
Hasil Analisis Statistik Tabel 7 memperlihatkan hasil analisis panel dengan menggunakan metode Pooled EGLS (Cross-section random effects) atas data yang digunakan. Hasil pada tabel tersebut memperlihatkan bahwa perkembangan perekonomian kabupaten/kota di Sulawesi Utara yang diproksi oleh PDRB tidak berpengaruh signifikan terhadap kemandirian fiskal pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya sebagai berikut. Tabel 6 Pendapatan Total Pendapatan dan PAD Pemerintah Di Sulawesi Utara, 2009-2012
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan
1. PDRB kabupaten/kota di luar Manado dan Bitung didominasi oleh sektor Pertanian. Kegiatan dalam sektor ini sebagian besar bukan merupakan objek pajak dan retribusi daerah. Beberapa kabupaten/kota mencoba menarik retribusi atas hasil pertanian dan perikanan namun mendapat tantangan, terutama dengan pertimbangan bahwa beban akhirnya (economic incidence) akan ditanggung oleh petani dan nelayan miskin. 2. Jenis pajak daerah di Indonesia yang berupa Daftar Tertutup (Closed List) memberikan dasar pajak (tax base) yang sangat bervariasi antara kabupaten/kota yang memiliki kota besar dan kecil. Kota yang relatif besar umumnya memiliki tax base yang besar untuk kegiatan parkir, perhotelan, restoran, dan perizinan. Sebaliknya daerah kecil kebanyakan bertumpu pada Pajak Galian C yang berupa pajak atas penambangan batu dan pasir. Pajak daerah ini secara lingkungan menjadi perhatian serius mengingat dampak negatif bagi lingkungan yang cukup besar dari kegiatan yang menjadi objek pajak. Para ahli lingkungan memperkirakan pendapatan pajak dari kegiatan ini tidak mampu mengkompensasi bencana lingkungan seandainya terjadi.
22
Tabel 7 Hasil Analisis atas Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Fiskal Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sulawesi Utara
Sumber : Data olahan
3. Minimnya upaya petugas yang bertanggung jawab memungut pajak untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah secara kreatif. Ini dipengaruhi juga oleh perilaku petugas untuk tidak meningkatkan pendapatan pajak dan retribusi daerah secara signifikan dalam rangka mencegah penetapan target yang jauh lebih tinggi untuk tahun anggaran berikutnya. 4. Rendahnya upaya untuk melakukan pengawasan terhadap pemungutan pajak dan retribusi daerah sehingga terjadi kebocoran penerimaan. 5. Masih rendahnya kesadaran wajib pajak dan retribusi daerah untuk menjalankan kewajibannya. Salah satu penyebabnya adalah mereka merasakan kurangnya pelayanan pemerintah daerah. Penelitian ini juga memperlihatkan adanya pengaruh positif dan signifikan dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap kemandirian fiskal pemerintah daerah di Sulawesi Utara. Hasil ini sejalan dengan pandangan umum yaitu membaiknya kualitas SDM di daerah akan memberikan peluang lebih besar bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan atau membuka lapangan pekerjaan. Dengan demikian peluang untuk memperoleh PAD semakin besar. Akhirnya penelitian ini memperlihatkan bahwa perkembangan populasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian fiskal pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Faktor penyebab kondisi tersebut diantaranya adalah Tingkat Pengangguran dan Angka Kemiskinan di kabupaten/kota di Sulawesi Utara masih relatif tinggi. Pada tahun penelitian, tingkat pengangguran dan angka kemiskinan masih di atas 7 persen. Perkembangan populasi sesungguhnya memberi peluang meningkatkan PAD. Namun demikian, tingginya pengangguran dan kemiskinan membuat perkembangan populasi menjadi kurang bermanfaat untuk peningkatan PAD, bahkan cenderung menjadi beban pemerintah.
23
Beberapa Faktor yang Kurang Mendukung Kemandirian Fiskal Penelitian yang mendalam atas kemandirian fiskal yang diperoleh lewat wawancara dengan pejabat di instansi yang memiliki tugas pokok menghasilkan PAD serta lewat focus group discussion (FGD) memperlihatkan beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kemandirian fiscal pada kabupaten/kota di Sulawesi Utara. 1. Hampir semua pajak daerah memiliki tax base yang sangat sempit pada kebanyakan kabupaten/kota di Sulawesi Utara. 2. SDM pada SKPD yang memiliki tugas pokok utama mencari pendapatan memiliki jumlah yang terbatas. Di samping itu, jumlah petugas penagih dan pengawas umumnya lebih sedikit dibanding petugas yang melakukan kegiatan administrasi. 3. Rendahnya pengawasan dalam pemungutan pajak dan retribusi. 4. Masih rendahnya upaya pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan pemungutan pajak, baik intensifikasi maupun ekstensifikasi. Terdapat kecenderungan, perhatian lebih banyak diberikan kepada subjek maupun objek pajak yang ada. Apabila ada kenaikan target, maka subjek dan wajib pajak daerahyang ada akan mendapat tekanan meningkatkan setoran. Dalam hal ini membagi beban antara anggota masyarakat belum menjadi perhatian serius. Hal ini melanggar prinsip keadilan dalam perpajakan. V.
Kesimpulan Hasil penelitian mengenai kemandirian fiskal kabupaten/kota di Sulawesi Utara dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Perkembangan perekonomian kabupaten/kota di Sulawesi Utara tidak berpengaruh signifikan terhadap kemandirian fiskal pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: (1) sektor yang mendominasi perekonomian kabupaten/kota di luar Manado dan Bitung adalah sektor Pertanian yang kegiatannya sebagian besar bukan merupakan objek pajak dan retribusi daerah; (2) jenis pajak daerah yang diizinkan Pemerintah Pusat memiliki dasar pajak (tax base) yang sangat kecil pada kabupaten/kota di Sulawesi Utara; (3) minimnya upaya melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah secara kreatif yang salah satunya dipengaruhi oleh perilaku petugas yang tidak meningkatkan pendapatan pajak dan retribusi secara signifikan dalam rangka mencegah penetapan target yang jauh lebih tinggi untuk tahun anggaran berikutnya; (3) rendahnya upaya untuk melakukan pengawasan terhadap pemungutan pajak dan retribusi daerah sehingga terjadi kebocoran penerimaan; dan (4) masih rendahnya kesadaran wajib pajak dan retribusi daerah untuk menjalankan kewajibannya. Salah satu penyebabnya adalah mereka merasakan kurangnya pelayanan pemerintah daerah. 2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kemandirian fiskal pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Ini sejalan dengan pandangan umum yaitu membaiknya kualitas SDM di daerah akan memberikan peluang lebih besar bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan atau membuka lapangan pekerjaan. 3. Perkembangan populasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian fiskal pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Faktor penyebab kondisi tersebut diantaranya adalah Tingkat Pengangguran dan Angka Kemiskinan di kabupaten/kota di Sulawesi Utara masih relatif tinggi. Perkembangan populasi sesungguhnya memberi peluang meningkatkan PAD. Namun tingginya pengangguran dan kemiskinan membuat 24
perkembangan populasi menjadi kurang bermanfaat untuk peningkatan PAD, bahkan cenderung menjadi beban pemerintah. 4. Pelimpahan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah dirasakan sangat merugikan kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Di satu sisi, pelimpahan PBB-P2 akan menambah beban pemerintah daerah dan di sisi lain akan mengurangi pendapatan pemerintah daerah di Sulawesi Utara karena tidak lagi menerima Dana Ekualisasi atau subsidi silang yang berasal dari kota-kota besar di Indonesia terkait dengan PBB-P2. Selain itu, pada saat penyerahan data PBB-P2 dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) kepada pemerintah kabupaten/kota terdapat dua permasalahan mendasar yang muncul. Pertama, banyak objek PBB-P2 tidak terdata pada KPP. Dengan demikian, banyak potensi PBB-P2 yang hilang selama ini. Kedua, banyak wajib pajak PBB-P2 telah membayar kewajibannya pada tahun-tahun sebelumnya, namun tidak ada catatan pelunasannya sehingga pihak kebupaten/kota menagih kembali. 5. Kemandirian fiskal yang masih sangat rendah pada kabupaten/kota di Sulawesi Utara merupakan akibat dari: (1) hampir semua pajak daerah memiliki tax base yang sangat sempit pada kebanyakan kabupaten/kota di Sulawesi Utara; (2) SDM pada SKPD yang memiliki tugas pokok utama mencari pendapatan memiliki jumlah yang terbatas. Di samping itu, petugas penagih dan pengawas umumnya lebih sedikit dibanding petugas yang melakukan kegiatan administrasi; (3) rendahnya pengawasan dalam pemungutan pajak dan retribusi; dan (4) masih rendahnya upaya pemerintah kabupaten/kota untuk melakukan pemungutan pajak, baik intensifikasi maupun ekstensifikasi. Terdapat kecenderungan, perhatian lebih banyak diberikan kepada subjek maupun objek pajak yang ada. VI.
Saran Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, maka dapat diberikan saran sebagaimana berikut ini. 1. Jumlah petugas pada instansi yang tugas pokoknya menghasilkan PAD relatif masih sedikit dibandingkan dengan tanggung jawab yang diberikan. Selain itu perlu diperhatikan komposisi tenaga teknis dan tenaga administrasi pada instansi tersebut dimana komposisi tenaga teknis seharusnya lebih besar dari tenaga administrasi. 2. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa SDM dalam bidang perpajakan dan retribusi daerah secara rata-rata masih relatif rendah bila dikaitkan dengan bidang tugas masing-masing. Oleh sebab itu, dibutuhkan pelatihan efektif yang berhubungan dengan upaya peningkatan PAD. 3. Tarif dan cakupan pajak pajak daerah untuk kegiatan produktif pada sebagian besar pemerintah kabupaten/kota di Sulawesi Utara masih relatif rendah. Ini membutuhkan revisi Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi Daerah. 4. Pelimpahan PBB-P2 menjadi Pajak Daerah memiliki masalah mengenai data objek pajak. Ini membutuhkan upaya pendataan kembali oleh pemerintah kabupaten/kota terhadap objek dari pajak tersebut. 5. Penelitian ini masih terbatas pada kemandirian fiskal kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Ke depan, penelitian dapat dilanjutkan ke provinsi lain di Sulawesi dan provinsi di luar Sulawesi untuk menangkap fenomena kemandirian fiskal di Indonesia serta dapat dikomparasi berdasarkan wilayah.
25
DAFTAR PUSTAKA Bahl, R. (1999), “Implementation Rules For Fiscal Decentralization,” Working Paper 99-1 Andrew Young School of Policy Studies Georgia State University, Atlanta. Calsamiglia, Xavier (2006), “Why do Differences in the Degree of Fiskal Decentralization Endure?” http://www.ifigr.org/workshop/IFIR-CESifo/papers/mcguire.pdf Halim, A. (2001). Akuntansi Keuangan Daerah. Penerbit Salemba Empat, Jakarta Hidayat, Afri (2009), “Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap PAD Provinsi Sumatera Utara,” Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Ibarra, Jorge, Salazar Raymundo Rodríguez, dan Guajardo (2009), “Fiscal Coordination and Financial Dependence of State Governments in Mexico,” Working Paper Nomor 43 Department of Economics Tecnológico de Monterrey. Lovell, C. (1981), “Evolving Local Government Dependency,” Public Administration Review, 41: 189-202. Mardiasmo (2002), Otonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta. Musgrave, R.A. (1983), Who Should Tax, Where and What? In Tax Assignment in Federal Countries, Edited by Charles McLure, Jr., Canberra: Center of Research on Federal Financial Relations, Australian National University. Neumayer, Eric (2001), “The Human Development Index and Sustainability — A Constructive Proposal, “ Ecological Economics, 39: 101–114. Oates, W.(1993), “Fiscal Decentralization And Economic Development,” National Tax Journal, XLVI: 237–243. -------- (1999), “An Essay on Fiskal Federalism,” Journal of Economic Literature, XXXVII: 1120-1149 -------- (2005), “Toward A Second-Generation Theory of Fiscal Federalism,” International Tax and Public Finance, 12: 349-373. Utami, Ayu Mita (2012), “Pengaruh Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pendapatan Asli Daerah ( Studi Kasus di Pemerintahan Kota Tasikmalaya ),” Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi. World Bank (2003), “The Economics of Fiscal Decentralisation: Framework and Principles,” http://www.worldbank.org; Xie, Danyang, Heng-fu Zou, dan Hamid Davoodi (1999), “Fiscal Decentralization and Economic Growth in the United States,” Journal of Urban Economics, 45:228–239
26
DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGENDALIAN INTERNAL UNTUK MENGANTISIPASI KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI Claudia W.M. Korompis email :
[email protected] ABSTRACT Fraud or Cheating is an act of deliberate dishonesty to deprive the rights or property of people / other party. In the context of the audit of financial statements, fraud is defined as the misstatements in the financial statements are done on purpose. Companies that were identified to be cheating may result in bankruptcy. Here, the role of the internal control system is needed. Management of designing a system of internal controls so that they mendapatakan reliability of financial reports, the efficiency and effectiveness of operations, and compliance with laws and regulations. In the Modern Era, an internal control system can not be separated from the development of Information Technology. When developing a business enterprise and the need for increased information, usually the company will increase its IT systems. The advantages of information technology is its ability to handle complex business transactions in the sheer number of large efficiently. With the good information technology would significantly reduce the opportunity to commit fraud (Elder, Beasley, Arens, Jusuf: 2013). Keywords: Cheating, Accounting, Internal Control, Information Technology. ABSTRAK Kecurangan merupakan suatu sikap ketidakjujuran yang disengaja untuk merampas hak atau kepemilikan orang/pihak lain. Dalam konteks audit atas laporan keuangan, kecurangan didefinisikan sebagai salah saji dalam laporan keuangan yang dilakukan dengan sengaja. Perusahaan yang teridentifikasi mengalami kecurangan bisa berakibat pada kebangkrutan. Disinilah peran dari sistem pengendalian internal perusahaan dibutuhkan. Manajemen merancang suatu sistem pengendalian internal agar supaya mereka mendapatakan keandalan laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan. Di Era Modern, suatu sistem pengendalian internal tidak lepas dari perkembangan Teknologi Informasi. Ketika suatu bisnis perusahaan berkembang dan kebutuhan akan informasi meningkat, biasanya perusahaan akan meningkatkan sistem TI-nya. Keunggulan dari teknologi informasi adalah kemampuannya untuk menangani transaksi bisnis yang kompleks dalam jumah yang besar dengan efisien. Dengan adanya teknologi informasi yang baik diyakini akan mengurangi kesempatan untuk melakukan kecurangan (Elder, Beasley, Arens, Jusuf : 2013). Kata Kunci : Kecurangan, Akuntansi, Pengendalian Internal, Teknologi Informasi.
27
PENDAHULUAN Tindakan kecurangan akuntansi di perusahaan mengakibatkan memanasnya profesi akuntansi. Banyaknya skandal yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri seperti kasus Enron pada tahun 2001, kasus worldcom tahun 2002, kasus 10 KAP di Indonesia, serta kasus salah saji PT.Kimia Farma, Tbk., dan PT. KAI membuat dunia akuntansi harus lebih meningkatkan kinerjanya. Penyimpangan dari prosedur akuntansi yang benar akan mengakibatkan kecurangan dalam akuntansi. Akibat dari kecurangan tersebut adalah kebangkrutan perusahaan. Disinilah peranan pengendalian internal dibutuhkan dalam organisasi untuk meminimalisir terjadinya kecurangan. Pengendalian internal yang efektif akan menutup peluang terjadinya kecenderungan untuk berlaku curang dalam akuntansi. Pengendalian internal merupakan alat untuk meletakkan kepercayaan auditor mengenai bebasnya laporan keuangan dari kemungkinan kesalahan dan kecurangan. Instansi berusaha untuk membuat struktur pengendalian internal dengan baik, melaksanakan, dan mengawasinya agar efektivitas perusahaan bisa tercapai, pengendalian internal yang baik akan menjamin ketelitian data akuntansi yang dihasilkan sehingga data tersebut dapat dipercaya. (Safriyana : 2014). Penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan pengendalian internal dengan menambahkan prosedur pengendalian baru yang dilakukan oleh komputer dan dengan mengganti pengendalian yang biasanya dilakukan secara manual yang rentan terhadap kesalahan manusia. (Elder, et al : 2013). Selain itu teknologi informasi menyediakan informasi dengan kualitas yang lebih tinggi. Meskipun teknologi informasi dapat meningkatkan pengendalian internal perusahaan, teknologi informasi juga dapat mempengaruhi risiko pengendalian secara keseluruhan. Adanya risiko-risiko baru yang bermunculan berkaitan dengan sistem TI yang rusak dan gagal. Kecurangan dalam Laporan Keuangan dan penyalahgunaan aset Kecurangan dalam laporan keuangan merupakan salah saji atau penghapusan terhadap jumlah atau pun pengungkapan yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk mengelabui penggunanya. Penghapusan terhadap jumlah yang dilaporkan merupakan kasus yang kurang umum ditemukan, namun sebuah perusahaan dapat melebihsajikan pendapatan dengan menghapus utang dagang dan liabilitas lainnya. Penyalahgunaan aset merupakan kecurangan yang melibatkan pencurian atas aset milik suatu entitas. Istilah penyalahgunaan aset seringkali digunakan untuk mengacu pada pencurian yang dilakukan oleh pegawai dan pihak-pihak internal lainnya di dalam sutau organisasi. (Elder, et al : 2013). Terdapat 3 kondisi yang menyebabkan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan dan penyalahgunaan aset. 1. Insentif/tekanan. Manajemen atau pegawai lainnya memiliki insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. 2. Kesempatan. Situasi yang memberikan kesempatan bagi manajemen atau pegawai untuk melakukan kecurangan. 3. Sikap/rasionalisasi. Adanya suatu sikap, karakter, atau seperangkat nilai-nilai etika yang memungkinkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam suatu lingkungan yang memberikan mereka tekanan yang cukup besar sehingga menyebabkan mereka membenarkan melakukan perilaku yang tidak jujur tersebut.
28
Insentif/tekanan
Kesempatan
sikap/rasionalisasi
Gambar 1.1 The Fraud Triangle Sumber : Elder, et al (2013) Amrizal (2004) menggaris bawahi bahwa pada dasarnya praktik kecurangan akuntansi akan terus berulang dalam suatu entitas jika: 1. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan tidak efektif. 2. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka. 3. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan kecurangan. 4. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efisien dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. 5. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan. 6. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi kecurangan. Pelaku kecurangan akuntansi bisa berasal dari internal maupun eksternal perusahaan. 1. Internal Perusahaan a. Karyawan Karyawan melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva b. Manajemen Pihak manajemen melakukan kecurangan biasanya untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan. Namun tidak menutup kemungkinan, manajemen melakukan kecurangan hanya untuk kepentingan pribadi. Seperti pada kasus Enron, para eksekutifnya memberikan laporan keuangan yang salah dengan melebih-lebihnya labanya guna meraih kompensasi moneter yang besar dari perusahaan. 2. Eksternal Perusahaan Pihak ekternal yang berpotensi melakukan kecurangan jika tidak memegang teguh kode etik profesi antara lain auditor, akuntan publik. Konflik kepentingan selalu ada, misalnya tidak independennya auditor maupun akuntan pada kasus Enron. Pihak lain yang berpotensi terjadi kecurangan bisa berasal dari pelanggan, distributor maupun supplier perusahaan. (Putra : 2012). Pendeteksian terjadinya praktik kecurangan bisa dilakukan dengan mengenali gejala-gejalanya antara lain: 1. Gejala Kecurangan pada Manajemen Umumnya agak sulit dideteksi, namun gejalanya dapat dikenali yaitu timbulnya ketidakcocokan diantara manajemen puncak, rendahnya moral dan motivasi karyawan, Departemen akuntansi kekurangan staf, tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas, terjadi kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi,
29
menurunnya tingkat penjualan atau laba sementara utang dan piutang usaha meningkat, perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama, terdapat kelebihan persediaan yang signifikan, terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku. 2. Gejala Kecurangan pada Karyawan/Pegawai Gejala kecurangan yang dilakukan oleh karyawan atau pegawai dapat dikenali antara lain yaitu pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincian/penjelasan pendukung, melakukan pengeluaran tanpa dokumen pendukung, pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar, penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran, kekurangan barang yang diterima, kemahalan harga barang yang dibeli, munculnya faktur ganda, penggantian mutu barang. (Dian : 2014). Tanggungjawab Manajemen dalam Pengendalian Internal Pasal 404 Sarbanes-Oxley Act mengharuskan manajemen pada semua perusahaan publik di Amerika Serikat untuk menerbitkan laporan pengendalian internal yang mencakup 2 hal berikut : 1. Sebuah pernyataan bahwa manajemen bertanggungjawab untuk menegakkan dan menjaga suatu struktur pengendalian internal yang memadai dan prosedur atas laporan keuangan. 2. Suatu penilaian atas efektivitas struktur pengendalian internal maupun prosedur untuk pelaporan keuangan pada saat akhir tahun fiskal perusahaan. (Elder, et al :2013) Dengan adanya penerapan pengendalian intern dalam setiap kegiatan operasi perusahaan, maka diharapkan tidak akan terjadi tindakan-tindakan penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan, misalnya penggelapan (fraud) baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja (Pasi, 2010 : 1-2). Tujuan pengendalian intern menurut Mulyono yang dikutip Afrianiswara (2010 : 32) adalah sebagai berikut. 1. Agar penjagaan atau pengawasan dalam pengelolaan kekayaan bank dibidang perkreditan dapat dilakukan dengan baik untuk menghindarkan penyelewengan-penyelewengan baik dari pihak ekstern bank maupun intern bank. 2. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data akuntansi di bidang perkreditan. 3. Untuk meningkatkan efisiensi didalam pengelolaan dan tata laksana usaha di bidang perkreditan dan mendorong tercapainya rencana yang ada. Menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Tradeway/COSO (Andayani, 2011 : 49-50) yang meliputi unsur-unsur pokok pengendalian intern adalah sebagai berikut. 1. Lingkungan Pengendalian menggambarkan keseluruhan sikap organisasi yang mempengaruhi kesadaran dan tindakan personel organisasi mengenai pengendalian. Berbagai faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu organisasi adalah nilai integritas dan etika, kompetensi, filosofi dan gaya manajemen, struktur organisasi, pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab, kebijakan, praktek sumber daya manusia, kepentingan kesejahteraan organisasi, fungsi dewan direksi dan dewan komite, terutama komite audit. 2. Penilaian Resiko meliputi penentuan resiko di semua aspek organisasi dan penentuan kekuatan organisasi melalui evaluasi resiko, serta pertimbangan tujuan di semua bidang operasi untuk memastikan bahwa semua bagian organisasi bekerja secara harmonis. 3. Aktivitas Pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat oleh manajemen. Aktivitas pengendalian tersebut meliputi tanggung jawab dan kewenangan, pemisahan tugas, pendokumentasian, rekonsiliasi, karyawan yang kompeten dan jujur, dan audit internal. 4. Informasi dan komunikasi merupakan bagian penting dari proses manajemen. Komunikasi informasi tentang operasi pengendalian internal memberikan substansi yang dapat digunakan manajemen untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian dan untuk mengelola operasinya.
30
5. Pemantauan merupakan evaluasi rasional yang dinamis atas informasi yang diberikan pada komunikasi informasi untuk tujuan pengendalian manajemen. Bagaimana Teknologi Informasi Meningkatkan Pengendalian Internal Teknologi informasi berkembang pesat seiring dengan peradaban manusia. Perkembangan tersebut meliputi infrastruktur teknologi informasi, seperti hardware, software, teknologi penyimpanan data, dan teknologi komunikasi. Peranan teknologi informasi terhadap perkembangan akuntansi yang pertama karena efisien, penghematan waktu dan biaya. Kedua karena termasuk peningkatan efektifitas, mencapai hasil/output laporan keuangan dengan benar. Secara singkat manfaat IT dalam Akuntansi adalah : 1. Menjadikan pekerjaan lebih mudah (makes job easier) 2. Bermanfaat (usefull) 3. Menambah produktifitas (Increase productivity) 4. Mempertinggi efektifitas (enchance effectiveness) 5. Mengembangkan kinerja pekerjaan (improve job performance) Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian intern atau kontrol intern didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi olehsumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menyediakan informasi keuangan yang handal serta menjamin dipatuhinya hukum dan peraturan yang berlaku. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud maupun tidak. Suatu sistem informasi entitas secara signifikan mempengaruhi risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Secara khusus, sistem akuntansi yang dirancang dengan baik dan secara efektif beroperasi harus menyediakan data akuntansi yang dapat diandalkan, sementara sistem yang dirancang dengan buruk akan memberikan hasil sebaliknya. Ketika suatu bisnis perusahaan berkembang dan kebutuhan akan informasi meningkat, biasanya perusahaan akan meningkatkan sistem TI-nya. Keunggulan dari teknologi informasi adalah kemampuannya untuk menangani transaksi bisnis yang kompleks dalam jumah yang besar dengan efisien. Selain itu teknologi informasi menyediakan informasi dengan kualitas yang lebih tinggi. Sistem TI dapat mengurangi salah saji dengan mengganti prosedur yang biasanya dilakukan secara manual dengan pengendalian-pengendalian yang terprogram yang menerapkan fungsi saling mengawasi dan mengontrol untuk setiap transaksi yang diproses. Pengendalian keamanan online dalam aplikasi, basis data dan sistem operasi dapat meningkatkan pemisahan tugas, yang akhirnya dapat mengurangi kesempatan untuk melakukan kecurangan. (Elder, et al :2013). Faktor–faktor yang dipertimbangkan dalam penyusunan sistem informasi akuntansi: 1. Sistem informasi akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip cepat yaitu sistem informasi akuntansi harus menyediakan informasi yang diperlukan dengan cepat dan tepat waktu serta dapat memenuhi kebutuhan dan kualitas yang sesuai.. 2. Sistem informasi yang disusun harus memenuhi prinsip aman yaitu sistem informasi harus dapat membantu menjaga keamanan harta milik perusahaan. 3. Sistem informasi akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip murah yang berarti bahwa biaya untuk menyelenggarakan sistem informasi akuntansi tersebut harus dapat ditekan sehingga relatif tidak mahal. Adanya sistem akuntansi dengan teknologi informasi yang memadai, menjadikan akuntan perusahaan dapat menyediakan informasi keuangan bagi setiap tingkatan manajemen, para pemilik atau pemegang saham, kreditur dan para pemakai laporan keuangan (stakeholder) lain yang dijadikan
31
dasar pengambilan keputusan ekonomi. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa pengendalian internal dapat meningkat jika ditunjang oleh Teknologi Informasi yang baik. Bagaimana Teknologi Informasi Berpartisipasi dalam Pencegahan Kecurangan Akuntansi Pengembangan Sistem dapat berarti menyusun suatu sistem yg baru untuk menggantikan sistem yg lama secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yg telah ada. Operasi suatu sistem akuntansi meliputi tiga tahapan: 1. Harus mengenal dokumen bukti transaksi yang digunakan oleh perusahaan, baik mengenai jumlah fisik mupun jumlah rupiahnya, serta data penting lainnya yang berkaitan dengan transaksi perusahaan. 2. Harus mengelompokkan dan mencatat data yang tercantum dalam dokumen bukti transaksi kedalam catatan-catatan akuntansi. 3. Harus meringkas informasi yang tercantum dalam catatan-catatan akuntansi menjadi laporanlaporan untuk manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Sistem akuntansi harus dirancang untuk memenuhi spesifikasi informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan, asalkan informasi tersebut tidak terlalu mahal. Dengan demikian, pertimbangan utama dalam merancang sistem akuntansi adalah keseimbangan antara manfaat dan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh informasi tersebut. Karakteristik Pengembangan Sistem,dimana memiliki tujuan umum analisis sistem secara ringkas yaitu: 1. Untuk meningkatkan kualitas informasi. 2. Untuk meningkatkan pengendalian internal. 3. Untuk meminimalkan biaya,jika memungkinkan. Dengan adanya teknologi informasi dalam hal ini sistem informasi akuntansi yang baik dalam perusahaan, dapat mengurangi kesempatan untuk melakukan kecurangan. Karena komputer mengerjakan banyak aktivitas pengendalian internal yang sebelumnya dikerjakan oleh pegawai, sehingga meningkatkan pemisahan tugas dan keamanan dalam basis data. Menilai Risiko Teknologi Informasi Meskipun TI dapat meningkatkan pengendalian internal perusahaan, TI juga dapat menimbulkan risiko-risiko baru yang khusus terkait dengan sistem TI. Jika sistem rusak dan gagal, organisasiorganisasi dapat menjadi lumpuh akibat ketidakmampuan mereka untuk mendapatkan kembali informasi yang hilang atau karena penggunaan informasi yang tidak andal yang disebabkan oleh kesalahan dalam pemrosesannya. Risiko-risko khusus terkait dengan sistem IT : 1. Risiko terhadap perangkat keras (Hardware) 2. Berkurangnya jejak audit 3. Kebutuhan akan pengalaman di bidang TI dan pemisahan tugas-tugas TI. (Elder, et al :2013). PENUTUP Kecurangan Akuntansi dapat diantisipasi dengan adanya pengendalian internal yang baik. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud maupun tidak. Pengendalian internal dapat ditingkatkan dengan teknologi informasi yang memadai. Teknologi informasi memiliki risiko terhadap keamanan dan kehilangan data, sehingga perusahaan harus menerapkan pengendalian IT khusus seperti pengaturan fungsi IT, pengembangan sistem dan pengemanan fisik dan online.
32
DAFTAR PUSTAKA Afrianiswara, Elok Izza. 2010. Peranan Audit Internal dalam Menunjang Efektifitas Pengendalian Internal Kredit Investasi pada PT. Bank X. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas. Jakarta. Andayani, Wuryan. 2008. Audit Internal. Edisi 1. BPFE. Yogyakarta. Dian, Kartika. 2014. Cara Mendeteksi Kecurangan (fraud) Akuntansi. Wordpress. Jakarta. https://diankar77.wordpress.com/2014/07/06/cara-mendeteksi-kecurangan-fraud-akuntansi-2/. Diakses tanggal 15 Desember 2014. Elder, Randal J., Beasley, Mark S., Arens, Alvin A., Jusuf, Amir Abadi. 2013. Jasa Audit dan Assurance. Salemba Empat. Jakarta. Pasi, M. 2010. Analisis dan Evaluasi Keefektifan Pengendalian Intern pada PT. Bank Tabungan Negara, Tbk. (Persero) Cabang Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Putra, Yuniarti Hidayah Suyoso. 2012. Praktik Kecurangan Akuntansi dalam Perusahaan. Jurnal. UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang. Safriyana, Fifi. 2014. Peranan Pengendalian Internal dalam Mengantisipasi Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Jurnal. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
33
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DIVIDEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP HARGA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2010-2102) Gabriella Tiffany Theya Email :
[email protected] ABSTRACT In stock investing in the stock market, investors need to have information on the factors triggering changes in stock prices. One possible trigger factor is the amount of dividends paid by the company. The shareholders as investors expect the yield of the company in the form of dividends and capital gains. Determination of the distribution of dividends is an interesting problem because it will meet the expectations of investors, on the other hand the policy is not to inhibit the growth let alone threaten the survival of the company. The purpose of this study was to determine the factors that influence the dividend policy and its impact on the stock price. The study population was all companies listed in Indonesia Stock Exchange in 2010-2012, as many as 331 companies. By using judgment sampling method then obtained a sample of 86 companies. The analytical method used is the method of path analysis (path analysis) to analyze the pattern of relationships between variables in order to determine the effect of directly or indirectly, a set of independent variables (exogenous) on the dependent variable (endogenous). As for the study of data processing using SPSS version 19.0. The results show the tax burden has a positive effect and no significant effect on dividend policy, liquidity and debt policy has a negative effect and no significant effect on dividend policy, profitability and firm size has a positive and significant effect on dividend policy, while simultaneously variables affecting significant effect of dividend policy. For a direct influence on stock prices, the tax burden has a positive influence and insignificant, liquidity and debt policies have a significant positive influence and not, as well as profitability, firm size and dividend policy has a positive and significant impact, while simultaneously, the variables that affect stock prices have a significant effect. I.
Latar Belakang Dalam menjalankan perusahaan, manajer harus mengambil keputusan pendanaan yang tepat. Dalam kebijakan tersebut harus mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi sumbersumber dana perusahaan guna mendanai aktivitasnya sebab keputusan pendanaan perusahaan juga dapat berpengaruh pada kemampuan perusahaan dalam melakukan kegiatan operasinya. Sumber dana perusahaan dapat bersumber dari pihak internal dan pihak eksternal. Pendanaan dari pihak internal dapat diperoleh dari modal pemilik perusahaan dan laba ditahan, sedangkan dari pihak eksternal dapat diperoleh dari pinjaman kepada pihak lain atau menjual sahamnya kepada masyarakat di pasar modal. Dalam berinvetasi saham di pasar modal, perusahaan haruslah bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham.Sebagai investor, para pemegang saham mengharapkan imbal hasil dari perusahaan dalam bentuk dividen maupun capital gain. Dividen adalah pendapatan yang diperoleh setiap periode selama saham masih dimiliki, sedangkan capital gains adalah pendapatan yang diperoleh karena harga jual saham lebih tinggi daripada harga belinya. Pendapatan ini baru diperoleh jika saham dijual.Capital gains banyak dimanfaatkan oleh para spekulator karena lebih bersifat harian sesuai dengan perubahan harga saham yang terjadi pada setiap hari perdagangan saham. Investor harus mempunyai informasi mengenai faktor pemicu perubahan harga saham. Kemungkinan salah satu faktor pemicu adalah besarnya dividen yang dibayarkan perusahaan. 34
Struktur modal dan keputusan investasi perusahaan memainkan peran penting dalam kebijakan dividen.Kebijakan dividen adalah keputusan untuk menentukan besarnya bagian labayang akan dibagikan kepada pemegang saham walaupun laba tersebut dapat ditahan perusahaan untuk pembiayaan investasi di masa datang. Kebijakan dividen mempunyai dampak sangat penting bagi investor maupun bagi perusahaan yang membayar dividen. Penetapan pembagian dividen menjadi masalah menarik karena akan memenuhi harapan investor, disisi lain kebijakan tersebut jangan sampai menghambat pertumbuhan apalagi mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Selain memperhatikan kepentingan pemegang saham dan kepentingan perusahaan, manajemen juga harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan besar kecilnya pembayaran dividen. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dan yang menjadi fokus perhatian dari penelitian ini yaitu: beban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang dan ukuran perusahaan. II.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah beban pajak berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 2. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 3. Apakah likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 4. Apakah kebijakan utang berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 5. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 6. Apakah beban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 7. Apakah beban pajak berpengaruh langsung terhadap harga sahampada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 8. Apakah profitabilitas berpengaruh langsung terhadap harga sahampada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 9. Apakah likuiditas berpengaruh langsung terhadap harga sahampada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 10. Apakah kebijakan utang berpengaruh langsung terhadap harga sahampada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 11. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh langsung terhadap harga sahampada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 12. Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? 13. Apakah beban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang, ukuran perusahaan dan kebijakan dividen secara simultan berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012? III.
Tujuan Penelitian Tujuan diadakan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui pengaruhbeban pajak terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012.
35
2. Untuk mengetahui pengaruhprofitabilitas terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. 3. Untuk mengetahui pengaruhlikuiditas terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. 4. Untuk mengetahui pengaruhkebijakan utang terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. 5. Untuk mengetahui pengaruhukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. 6. Untuk mengetahui pengaruhbeban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang dan ukuran perusahaan secara simultan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. 7. Untuk mengetahui pengaruh langsungbeban pajak terhadap harga sahampada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. 8. Untuk mengetahui pengaruh langsungprofitabilitas terhadap harga sahampada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. 9. Untuk mengetahui pengaruh langsunglikuiditas terhadap harga sahampada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. 10. Untuk mengetahui pengaruh langsungkebijakan utang terhadap harga sahampada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. 11. Untuk mengetahui pengaruh langsungukuran perusahaan terhadap harga sahampada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. 12. Untuk mengetahui pengaruhkebijakan dividen terhadap harga saham pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. 13. Untuk mengetahui pengaruh beban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang, ukuran perusahaan dan kebijakan dividen secara simultan terhadap harga saham pada perusahaan go public yang terdaftar di BEI periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. IV. Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Landasan Teori Tiga teori utama yang terkait dengan penelitian iniadalah agency theory, trade off theory dan signaling theory.Agency theory menerangkan perbedaan kepentingan antara dua individu, yaitu prinsipal dan agen.Prinsipal adalah pemegang saham dan agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan.Kepentingan manajemen sering kali bertentangan dengan kepentingan pemegang saham, sehingga sering terjadi konflik. Teori kedua adalah trade off theory.Teori ini menyatakan bahwa suatu perusahaan memiliki tingkat utang yang optimal dan berusaha untuk menyesuaikan tingkat utang aktualnya ke arah titik optimal, ketika perusahaan tersebut berada pada tingkat utang yang terlalu tinggi (overlevered) atau terlalu rendah (underlevered). Sementara teori yang terakhir adalah signaling theory.Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi (Hendrianto, 2012:63). Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansikonservatisma yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate.
36
Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan diawal maka kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada skema Gambar 3.1 sebagai berikut.
Sumber: Data Olahan, 2014 Hipotesis Penelitian H1a : Beban pajakberpengaruh terhadap kebijakan dividen H2a : Profitabilitasberpengaruh terhadap kebijakan dividen H3a : Likuiditasberpengaruh terhadap kebijakan dividen H4a :Kebijakan utangberpengaruh terhadap kebijakan dividen H5a : Ukuran perusahaanberpengaruh terhadap kebijakan dividen H6a : Beban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap kebijakan dividen H7a : Beban pajakberpengaruh langsung terhadap harga saham H8a : Profitabilitasberpengaruh langsung terhadap harga saham H9a : Likuiditasberpengaruh langsung terhadap harga saham H10a : Kebijakan utangberpengaruh langsung terhadap harga saham H11a : Ukuran perusahaanberpengaruh langsung terhadap harga saham H12a : Kebijakan dividen berpengaruh terhadap harga saham H13a : Beban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang, ukuran perusahaan dan kebijakan dividen secara simultan berpengaruh terhadap harga saham V. Metode Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun 20102012.Dari populasi yang ada sebanyak 331 perusahaan diambil sejumlah 86 perusahaan sebagai sampel. Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Adapun kriteria-kriteria yang digunakan dalam penelitian sampel adalah: 1. Perusahaan yang digunakan hanyalah perusahaan yang terdaftar di BEI yang tetap ada atau konsisten disepanjang tahun 2010-2012; 2. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan yang runtut setiap tahun dan telah diaudit selama periode 2010-2012; 3. Perusahaan rutin membagikan dividen selama periode 2010-2012; 37
4. Memiliki laporan keuangan dengan denominasi mata uang rupiah; dan 6. Memiliki informasi untuk variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Defenisi Operasional Variabel Definisi operasional dan pengukuran variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Beban pajak Beban pajak perusahaan mencerminkan kewajiban perusahaan untuk membayar sejumlah uang kepada pemerintah atas laba yang diperoleh.Variabel beban pajak diambil dari nilai pajak tahunan perusahaan yang diukur berdasarkan perbandingan antara beban pajak penghasilan badan dengan laba sebelum pajak.Pengukuran ini sesuai dengan Gill et al. (2010) dan Rehman-Takumi (2012). 2. Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba atau profit.Profitabilitas pada penelitian ini diukur dengan menggunakan rasio Return On Assets (ROA). Variabelprofitabilitas sebuah perusahaan diperoleh dengan perbandingan antara laba bersih dengan total aset. 3. Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya tepat pada waktunya.Variabel likuiditas diambil dari perhitungan pembagian aktiva lancar dengan utang lancarnya. 4. Kebijakan Utang Kebijakan utang perusahaan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar utang. Dalam menentukan apakah sebuah perusahaan memiliki utang yang besar atau kecil, cara yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membandingkannya dengan modalnya. 5. Ukuran Perusahaan Dalam penelitian ini, pengukuran terhadap variabel ukuran perusahaan dihitung dengan nilai logaritma natural dari total aset. Total aset dipilih sebagai proksi dari variabel ukuran perusahaan. Ini dikarenakan total aset lebih stabil dan representatif dalam menunjukkan ukuran perusahan dibanding kapitaliasi pasar dan penjualan yang sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran (Sudarmadji dan Sularto, 2007). 6. Kebijakan Dividen Kebijakan dividen diproksikan dengan menggunakan Dividend Payout Ratio (DPR). DPR dapat diperoleh dengan pembagian antara Dividend Per Share dengan Earning Per Share. 7. Harga Saham Nilai harga saham diambil dari harga saham penutupan (closing price) akhir tahun yang diperoleh setelah adanya publikasi laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan dari Bursa Efek Indonesia. VI. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Hasil Penelitian Dari hasil pengumpulan data sebanyak 331 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, diperoleh hasil bahwa hanya terdapat sebanyak 86 perusahaan yang memenuhi kriteria. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari lembaga pengumpul data dan kepustakaan dalam hal ini Bursa Efek Indonesia (BEI).Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis jalur (path analysis).
38
Pembahasan Pengaruh Beban Pajak Terhadap Kebijakan Dividen Berdasarkan hasil penelitin, maka dapat diketahui besarnya signifikansi 0,835 dari variabel beban pajak terhadap kebijakan dividen (ρX1,Y-Div). Pengaruh beban pajak terhadap kebijakan dividen pada perusahaan bersifat tidak signifikan dengan nilai signifikansi 0,835> 0,05 dengan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 1 (H1o) diterima, hal ini berarti beban pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan besarnya Beta (koefisien jalur) variabel X1 terhadap Y adalah 0,014.Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan atau penurunan nilai beban pajak tidak mempengaruhi besarnya pembagian dividen kepada pemegang saham. PengaruhProfitabilitas terhadap Kebijakan Dividen Berdasarkan pada hasil penelitian, maka dapat diketahui besarnya signifikansi 0,000 dari variabel profitabilitas terhadap kebijakan dividen (ρX2,Y-Div). Pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen pada perusahaan bersifat signifikan dengan nilai signifikansi 0,000< 0,05 dengan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 2 (H2a)diterima, hal ini berarti profitabilitasberpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan besarnya Beta (koefisien jalur) variabel X2 terhadap Y adalah 0,366. Artinya, bahwa kebijakan dividen dipengaruhi oleh profitabilitas. Hal ini menandakan bahwa perusahaan yang memiliki laba besar akan menambah jumlah dividen yang akan diterima oleh pemegang saham. PengaruhLikuiditas terhadap Kebijakan Dividen Berdasarkan pada hasil penelitian, maka dapat diketahui besarnya signifikansi 0,550 dari variabel likuiditas terhadap kebijakan dividen (ρX3,Y-Div). Pengaruh likuiditas terhadap kebijakan dividen pada perusahaan bersifat tidak signifikan dengan nilai signifikansi 0,550> 0,05 dengan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 3 (H3o) diterima, hal ini berarti likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan besarnya Beta (koefisien jalur) variabel X3 terhadap Y adalah -0,058. Pengaruh Kebijakan Utang terhadap Kebijakan Dividen Berdasarkan pada hasil penelitian, maka dapat diketahui besarnya signifikansi 0,073 dari variabel kebijakan utang terhadap kebijakan dividen (ρX4,Y-Div). Pengaruh kebijakan utang terhadap kebijakan dividen pada perusahaan bersifat tidak signifikan dengan nilai signifikansi 0,073> 0,05 dengan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 4 (H4o) diterima, hal ini berarti kebijakan utang tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan besarnya Beta (koefisien jalur) variabel X4 terhadap Y adalah -0,185. Besarnya nilai adalah sebesar 0,055. Berdasarkan pada besarnya nilai R2 tersebut, besarnya koefisien jalur dari variabel lain diluar penelitian yang mempengaruhi kebijakan dividen (ρy1ɛ 4)adalah sebesar 0,972 (ρy1ɛ 4 ). Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen Berdasarkan pada hasil penelitian, maka dapat diketahui besarnya signifikansi 0,001 dari variabel ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen (ρX5,Y-Div). Pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan bersifat signifikan dengan nilai signifikansi 0,001< 0,05 dengan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 5 (H5a)diterima, hal ini berarti ukuran perusahaanberpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan besarnya Beta (koefisien jalur) variabel X5 terhadap Y adalah 0,237. Artinya, bahwa kebijakan dividen dipengaruhi oleh ukuran perusahaan.
39
Pengaruh secara Simultan Terhadap Kebijakan Dividen Berdasarkan dari hasil penelitian, dapat dilihat secara simultan pengaruh variabel beban pajak (X1), profitabilitas (X2), likuiditas (X3), kebijakan utang (X4) dan ukuran perusahaan (X5) terhadap kebijakan dividen (Y) besarnya R Square (R2) adalah 0,261 atau 26,1%. Sementara, sisanya sebesar 73,9% (100% - 26,1%) dipengaruhi oleh faktor lain. Besarnya koefisien jalur bagi variabel lain di luar penelitian yang mempengaruhi sebesar 0,859 (ρy1ɛ 1 ). Pada hasil uji signifikansi menunjukkan nilai Sig. sebesar 0,000 di mana 0,000 < 0,005.Dengan demikian, Ho ditolak dan Ha diterima.Artinya, koefisien regresi adalah signifikan.Kesimpulannya menunjukkan bahwa variabel yang menjadi faktor-faktor dari kebijakan dividen berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Pengaruh Beban Pajak Terhadap Harga Saham Berdasarkan pada hasil penelitian, maka dapat diketahui besarnya signifikansi 0,259 dari variabel beban pajak terhadap harga saham (ρX1,Z). Pengaruh beban pajak terhadap harga saham pada perusahaan bersifat tidak signifikan dengan nilai signifikansi 0,259> 0,05 dengan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 1 (H1o) diterima, hal ini berarti beban pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan besarnya Beta (koefisien jalur) variabel X1 terhadap Z adalah 0,067.Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan atau penurunan nilai beban pajak tidak mempengaruhi besarnya harga saham. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Harga Saham Berdasarkan pada hasil penelitian, maka dapat diketahui besarnya signifikansi 0,000 dari variabel profitabilitas terhadap harga saham (ρX2,Z). Pengaruh profitabilitas terhadap harga saham pada perusahaan bersifat signifikan dengan nilai signifikansi 0,000< 0,05 dengan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 2 (H2a) diterima, hal ini berarti profitabilitasberpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan besarnya Beta (koefisien jalur) variabel X2 terhadap Z adalah 0,308.Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan atau penurunan nilai profitabilitas mempengaruhi besarnya harga saham. Pengaruh Likuiditas Terhadap Harga Saham Berdasarkan pada hasil peneltian, maka dapat diketahui besarnya signifikansi 0,232 dari variabel likuiditas terhadap harga saham (ρX3,Z). Pengaruh likuiditas terhadap harga saham pada perusahaan bersifat tidak signifikan dengan nilai signifikansi 0,232> 0,05 dengan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 3 (H3o) diterima, hal ini berarti likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan besarnya Beta (koefisien jalur) variabel X3 terhadap Z adalah 0,100.Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan atau penurunan nilai likuiditas tidak mempengaruhi besarnya harga saham. Pengaruh Kebijakan Utang Terhadap Harga Saham Berdasarkan pada hasil penelitian, maka dapat diketahui besarnya signifikansi 0,298 dari variabel kebijaka utang terhadap harga saham (ρX4,Z). Pengaruh kebijakan utang terhadap harga saham pada perusahaan bersifat tidak signifikan dengan nilai signifikansi 0,298> 0,05 dengan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 4 (H4o) diterima, hal ini berarti kebijakan utang tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan besarnya Beta (koefisien jalur) variabel X4 terhadap Z adalah 0,093.Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan atau penurunan nilai kebijakan utang tidak mempengaruhi besarnya harga saham.
40
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Harga Saham Berdasarkan pada hasil penelitian, maka dapat diketahui besarnya signifikansi 0,003 dari variabel ukuran perusahaan terhadap harga saham (ρX5,Z). Pengaruh ukuran perusahaan terhadap harga saham pada perusahaan bersifat signifikan dengan nilai signifikansi 0,003< 0,05 dengan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 5 (H5a) diterima, hal ini berarti ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan besarnya Beta (koefisien jalur) variabel X5 terhadap Z adalah 0,191.Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan atau penurunan nilai ukuran perusahaan mempengaruhi besarnya harga saham. Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Harga Saham Berdasarkan pada hasil penelitian, maka dapat diketahui besarnya signifikansi 0,003 dari variabel ukuran perusahaan terhadap harga saham (ρX5,Z). Pengaruh ukuran perusahaan terhadap harga saham pada perusahaan bersifat signifikan dengan nilai signifikansi 0,003< 0,05 dengan α = 0,05. Dengan demikian hipotesis 5 (H5a) diterima, hal ini berarti ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan yang terdaftar di BEI dan besarnya Beta (koefisien jalur) variabel X5 terhadap Z adalah 0,191.Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan atau penurunan nilai ukuran perusahaan mempengaruhi besarnya harga saham. Pengaruh secara Simultan Terhadap Harga Saham Dari hasil penelitian dapat disimpulkan besarnya R Square (R2) adalah 0,454. Angka tersebut mempunyai maksud bahwa pengaruh variabel beban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang, ukuran perusahaan dan kebijakan dividen terhadap harga saham secara simultan adalah 45,4%. Sementara, sisanya sebesar 54,6% (100% - 45,4%) dipengaruhi faktor lain. Besarnya koefisien jalur bagi variabel lain di luar penelitian yang mempengaruhi sebesar 0,739 (ρzɛ 1 ). Hasil uji signifikansi menunjukkan nilai Sig. sebesar 0,000 di mana 0,000 < 0,005.Dengan demikian, Ho ditolak dan Ha diterima.Artinya, koefisien regresi adalah signifikan.Kesimpulannya menunjukkan bahwa variabel beban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang, ukuran perusahaan dan kebijakan dividen berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan pada hasil penelitian atas besarnya koefisien jalur dari pengaruh beban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividendan dampaknya terhadap harga saham dapat diketahui pula besarnya pengaruh langsung dari variabel-variabel tersebut. Besarnya koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh langsung dan tidak langsung dari dari hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.15 berikut. Tabel 5.15 Koefisien Jalur Pengaruh Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen dan Dampaknya Terhadap Harga Saham Variabel
Koefisien Jalur
Profitabilitas terhadap Dividen Ukuran Perusahaan terhadap Dividen Profitabilitas terhadap Harga Saham Ukuran Perusahaan terhadap Harga Saham Dividen terhadap Harga Saham
0,366 0,237 0,308 0,191 0,429
Sumber : Hasil Olahan Data 2014
41
Langsung 0,366 0,237 0,308 0,191 0,429
Pengaruh Tidak Langsung 0,366 x 0,429 = 0,157 0,237 x 0,429 = 0,102 -
Total 0,366 0,237 0,465 0,293 0,429
Hasil analisis data dengan menggunakan analisa jalur menunjukkan bahwa perhitungan koefisien dari variabel-variabel yang memiliki signifikan adalah sebagai berikut. 1. Koefisien jalur profitabilitas terhadap kebijakan dividen adalah 0,366. 2. Koefisien jalur ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen adalah 0,237. 3. Koefisien jalur profitabilitas terhadap harga saham adalah 0,308. 4. Koefisien jalur ukuran perusahaan terhadap harga saham adalah 0,191. 5. Koefisien jalur kebijakan dividen terhadap harga saham adalah 0,429. Gambar 5.1 Analisis jalur profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen dan dampaknya terhadap harga saham
VII. Penutup Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka disampaikan beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Beban pajak memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan atau penurunan nilai beban pajak dapat mempengaruhi besarnya pembagian dividen kepada pemegang saham. 2. Profitabilitas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Artinya, bahwa kebijakan dividen dipengaruhi oleh profitabilitas. Hal ini menandakan bahwa perusahaan yang memiliki laba besar akan menambah jumlah dividen yang akan diterima oleh pemegang saham. 3. Likuiditas memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan atau penurunan likuiditas perusahaan tidak mempengaruhi besarnya pembagian dividen kepada pemegang saham. 4. Kebijakan utang memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan atau penurunan nilai kebijakan utang perusahaan tidak mempengaruhi besarnya pembagian dividen kepada pemegang saham. 5. Ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Ini berarti, semakin besar ukuran perusahaan, maka akan semakin menambah proporsi dividen yang dibagikan kepada pemegang saham. 6. Beban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang dan ukuran perusahaan secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. 7. Beban pajak memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap harga saham. Ini berarti, besar kecilnya nilaibeban pajak, tidak mempengaruhiharga saham perusahaan. 8. Profitabilitas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Ini berarti, semakin besar nilai profitabilitas, maka akan semakin menambah harga saham perusahaan. 9. Likuiditas memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap harga saham. Ini berarti, besar kecilnya nilai likuiditas perusahaan, tidak mempengaruhiharga saham perusahaan. 42
10. Kebijakan utang memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap harga saham. Ini berarti, besar kecilnya kebijakan utang perusahaan, tidak mempengaruhiharga saham perusahaan. 11. Ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Ini berarti, semakin besar ukuran perusahaan, maka harga saham perusahaan akan semakin meningkat. 12. Kebijakan dividen memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham. Ini berarti, semakin besar pembayaran dividen, maka harga saham perusahaan akan semakin meningkat. Dengan begitu tidak menutup kemungkinkan perusahaan untuk memperbesar tingkat kebijakan dividennya agar harga saham perusahaan pun meningkat untuk agar memikat para investor. 13. Beban pajak, profitabilitas, likuiditas, kebijakan utang, ukuran perusahaan dan kebijakan dividen secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham. Saran Dari hasil penelitian ditemukan bahwa variabel beban pajak, likuiditas dan kebijakan utang memiliki hasil yang tidak signifikan terhadap kebijakan dividen.Sehingga disarankan kepada pihak manajemen perusahaan untuk lebih memperhatikan pengelolaan yang ada pada variabel tersebut untuk meningkatkan kinerjanya sehingga rasio yang digunakan sebagai alat ukur dapat menghasilkan hasil yang maksimal dalam menentukan kebijakan dividen yang berdampak pada nilai saham perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Adaramola dan Olugbenga, A. (2012).Information Content of Dividend: Evidence from Nigeria. Developing Country Studies, 2(2), 74-83. Alam, Z., dan Hossain, M. E. (2012). Dividend Policy: A Comparative Study of UK and Bangladesh Based Companies. IOSR Journal of Business and Management (IOSRJBM), 1(1), 57-67. Alzahrani, M., dan Lasfer, M. (2008).The Impact of Taxation on Dividends: A Cross-Country Analysis. Seminar participants at Cass Business School.1-32. Brigham, E.F dan Houston, J. F. (2006).Dasar-Dasar Manajemen. Darmadji, T. dan Fakhruddin, H. M. (2006). Pasar modal di indonesia. (Edisi 2). Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Darminto.(2008).Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Struktur Modal Dan Struktur Kepemilikan Saham, Terhadap Kebijakan Dividen.Jurnal ilmu - ilmu sosial (social sciences), 20(2), 87-97. Deitiana, T. (2009).Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Pembayaran Dividen Kas.Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 11(1), 57 – 64. Endri.(2009). Pengumuman Kebijakan Dividen Terhadap Return Saham yang Tergolong Jakarta Islamic Indexs.ABFI Institute Perbanas Jakarta. Hamid, Z., Hanif C. A., Saif-Ul-Malook, S., dan Wasimullah. (2011). The effect of taxes on dividend policy of banking sector in Pakistan. African Journal of Business Management, 6(8), 2951-2954. Hendrianto.(2012). Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Konservatisme Akuntansi di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, 1(3), 62-66. Hermuningsih, S. (2007).Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan yang Go Public di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan. 4(2), 47-62. Jensen, M. C. (1986). Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance and Takeovers, American Economic Review 76, 323-329. 43
Judisseno, Rimsky K. (2005). Pajak & Strategi Bisnis, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Kasmir.(2009). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers. Khan, K. I., Aamir, M., Qayyum, A., Nasir A., dan Khan, M. I. (2011).Can Dividend Decisions Affect the Stock Prices: A Case of Dividend Paying Companies of KSE.International Research Journal of Finance & Economics, Issue 76. Lindhe, T., dan Södersten, J. (2009).Dividend taxation, share repurchases and the equity trap. CESIFO WORKING PAPER, 2652. Machado, A., Lima, F. G., Domingues, J. C. A., Vieira, R. B., Neto, A. A., Perera, L. C. J. (2011). The Relevance of Dividends and Book Value in the Brazilian Stock Market.Middle Eastern Finance and Economics.11.29-43. Malik, F., Gul, S., Khan, M. T., Rehman, S. U., dan Khan, M. 2013.Factors Influencing Corporate Dividend Payout Decisions of Financial and Non-Financial Firms.Research Journal of Finance and Accounting, 4(1), 35-46. Murhadi, W. R. (2008). Studi Kebijakan Deviden: Anteseden dan Dampaknya Terhadap Harga Saham. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 10(1), 1-17. Nafi’ah, Z. (2013). Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen dan Dampaknya Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 - 2010. Jurnal STIE Semarang, 5(3), 123-144. Nurhayati, M. (2013).Profitabilitas, Likuiditas dan Ukuran Perusahaan Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan Sektor Non Jasa.Jurnal Keuangan dan Bisnis, 5(2), 144-153. Nurmala.(2006). Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Harga Saham Perusahaan Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Jakarta, 9(1), 17-24. Owuigbe, O., dan Olusegun, O. (2013).The Effects of Company Income Tax on Dividend Policy of Firms in Nigeria.ACTA UNIVERSITATIS DANUBIUS, 9(1), 79-90. Prihandini, W. (2012).Pajak Badan Dan Kebijakan Deviden: Dalam Perspektif Corporate Governance Studi pada Perusahaan yang Tercatat pada Bursa Efek Indonesia dan Jakarta Islamic Index (JII) 2010. Jurnal Ekonomi & Bisnis Islam, 6(2). 1-7. Rahayu, S. K. (2010). Perpajakan Indonesia Konsep & Aspek Formal, Edisi Pertama, Yogyakarta ; Graha Ilmu. Resmi, S. (2011).Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi Enam, Jakarta : Salemba Empat. Rianto, Bambang. (2008). Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Yogyakarta : GPFE. Saerang, D., dan Winston P. (2011). Analisis Pengaruh Tingkat Pengembalian Aktiva Terhadap Harga Saham Perusahaan di Bursa Efek Indonesia (Studi Pada Saham Perusahaan LQ45 Periode 2004 s/d 2008).Jurnal, Universitas Sam Ratulangi, Manado. Sandy, A., dan Asyik, N. F. (2013).Pengaruh Profitabilitas dan Likuiditas Terhadap Kebijakan Dividen Kas Pada Perusahaan Otomotif.Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 1(1), 58-76. Sartono, Agus. (2000). Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi.Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE UGM. Sarwono, J. (2007). Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS.Yogyakarta: Penerbit ANDI. Sarwono, J. (2009). Statistik Itu Mudah: Panduan Lengkap untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Sebayang, M. M. dan Putra, P. D. (2013).Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Struktur Modal (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia periode 2006-2007).JURNAL BINA AKUNTANSI IBBI, 19(2). Setiana, E., dan Sibagariang, R. (2013).Pengaruh Free Cash Flow dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaa Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). JURNAL TELAAH AKUNTANSI, 15(1), 16-33. Stice, E. K., Stice, J. D., dan Skousen, K. F. (2005). Intermediate Accounting, 15th Edition, South-Western Publishing Co. Cincinati. Ohio. 44
Sulistiyowati, I., Anggraini, R., dan Utaminingtyas, T. H. (2010).Pengaruh Profitabilitas, Leverage, dan Growth Terhadap Kebijakan Dividen dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto, 1-23. Sunarya, D. H. (2013).Pengaruh Kebijakan Utang, Profitabilitas dan Likuiditas Terhadap Kebijakan Dividen dengan Size Sebagai Variabel Moderasi pada Sektor Manufaktur Periode 2008 – 2011. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(1), 1-19. Sundjaja, R., dan Barlin, I. (2010).Manajemen Keuangan.Edisi 6. Jakarta:Literata Lintas Media. Tarore, Winston dan Winston Pontoh. (2010). Analisis Pengaruh Devidend Per Dan Earning Per Share Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Go Public Di Bursa Efek Indonesia.Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, 5(2). Waluyo dan Ilyas, W. B. (2007). Perpajakan Indonesia, Edisi ke 7, Salemba Empat : Jakarta. Witantra, G. P., dan Arifah D. A. 2013. Analisis Kebijakan Dividen di Bursa Efek Indonesia.Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 15(2).
45
EFEK KATERING DIVIDEN Winston Pontoh (Email :
[email protected]) Abstract Dividend still considered as the main factor affecting the stock price in capital market, because by dividend, the investors will attract for buying or selling their stocks. And by these behaviors, the stock price will fluctuate in capital market. In the other side, managers also believe that, the stock price will increase if they are announcing dividend payment. This phenomenon make the managers tend to behave paying dividends in terms if their stock price valued higher by investors in capital market. In other words, the managers will cater the investors, if in first condition, the investors valuing higher their stock price. This study is using 103 entities listed in Indonesia Stock Exchange in period of 2009 until 2013, and conducting Analysis of Covariate Model (ANCOVA) for hypothesis testing. The results of analysis is show that stock price have significant effect to dividend, while entities with code DP5 are the most entities who significant effect to dividend. Keywords : signaling, catering theory, stock price, dividend. I. Pendahuluan Dividen merupakan harapan setiap investor yang dianggap sebagai tingkat keuntungan atau pengembalian dari investasi sahamnya. Dividen masih dianggap sebagai faktor utama dalam memicu pergerakan harga saham dalam pasar modal (Abrutyn dan Turner, 1990; Yoon dan Starks, 1995; Zaman, 2011; Srinivasan, 2012; Zakaria, Muhammad dan Zulkifli, 2012; Gordon, 1959; Shiller, 1981). Dan dengan adanya kebijakan dividen, maka para investor akan bereaksi untuk melakukan penjualan atau pembelian saham dalam pasar modal, yang akan mempengaruhi pergerakan harga pasar saham itu sendiri (Black, 1996). Akan tetapi, di lain pihak, para entitas yang membagikan dividen juga mempercayai bahwa, pada saat mereka membagikan dividen kepada para pemegang saham mereka, maka harga pasar atas saham mereka dalam pasar modal juga akan mengalami kenaikan. Sehingga hal ini menyebabkan para entitas pembayar dividen akan membagikan dividen pada saat harga pasar saham mereka berada pada penilaian yang tinggi (Easterbrook, 1984; Baker dan Wurgler, 2004a, 2004b). Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris tentang efek katering atau sering disebut catering theory yaitu dampak dari harga pasar saham terhadap jumlah pembayaran dividen yang akan dikaitkan dengan signaling theory. II. Tinjauan Pustaka Miller dan Rock (1985) menyatakan bahwa, pada saat kenaikan harga pasar merefleksikan laba dan peluang laba masa depan dari entitas, maka adanya pengumuman pembagian dividen mengisyaratkan informasi atas prospek laba masa depan entitas, walaupun isi dari informasi tersebut masih belum terlalu jelas. Menurut Baker dan Wurgler (2004a, 2004b), dalam teori katering, terdapat 3 (tiga) hal mendasar, yaitu : pertama, alasan psikologis atau institusional, dimana beberapa investor yang tidak memiliki informasi atas entitas meminta entitas untuk membagikan dividennya secara tunai; kedua, adanya keterbatasan informasi menyebabkan permintaan ini mempengaruhi harga pasar saham dari entitas yang membagikan atau tidak membagikan dividen; ketiga, manajer entitas secara rasional akan memenuhi permintaan investor atas dividen dengan syarat para investor harus dapat menilai secara lebih nilai pasar saham entitas dalam pasar modal. Baker dan Wurgler (2004a) menyatakan bahwa, intisari dari teori 46
katering adalah para manajer entitas akan memenuhi permintaan dividen dari investor, akan tetapi keputusannya adalah terbatas pada pembayaran dan bukan pada jumlah dividen yang akan dibayarkan. Sehingga implikasi dari teori ini adalah dividen memiliki relevansi yang cukup tinggi terhadap harga pasar saham, akan tetapi berada pada arah yang berbeda dan waktu yang berbeda. III. Hipotesis dan Model Hasil penelitian dari Black dan Scholes (1974), John dan Williams (1985), dan Li dan Lie (2006) menunjukkan bahwa adanya pengaruh harga pasar saham terhadap pembagian dividen dari entitas kepada pemegang sahamnya. Ha1 : Harga pasar saham berpengaruh terhadap dividen. Berdasarkan hipotesis yang diberikan, maka model dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Dividen = α + βHarga Saham + βDP0 + βDP1 + βDP2 + βDP3 + βDP4 + βDP5 IV. Metode Penelitian 4.1.Data Data dalam penelitian ini mengambil sampel 103 entitas bisnis yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Data observasi dalam penelitian ini secara keseluruhan adalah berjumlah 515 data observasi. 4.2.Variabel dan Pengukuran Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Dividen. Dalam penelitian ini, dividen digunakan sebagai variabel dependen yang diukur dengan menggunakan satuan Rupiah. 2. Harga saham. Dalam penelitian ini, harga saham merupakan harga pasar penutupan setelah disesuaikan dengan adanya kebijakan entitas, dan diukur dengan menggunakan satuan Rupiah. 3. Entitas pembayar dividen. Dalam penelitian ini, entitas pembayar dividen dikontrol berdasarkan kategori jumlah tahun pembayaran dividen dan diukur dengan dummy. Kode DP0 artinya tidak terdapat satu tahun pun dividen yang dibayarkan oleh entitas, sedangkan kode DP1 artinya bahwa entitas hanya membayar dividen sebanyak 1 kali selama 5 tahun. 4.3.Metode Analisis Dalam penelitian ini, metode analisis yang akan digunakan untuk pengujian hipotesis adalah menggunakan uji Analysis of Covariate Model (ANCOVA). V. Hasil Analisis dan Pembahasan 5.1.Hasil Analisis Berdasarkan statistik deskriptif menunjukkan hasil sebagai berikut :
47
Tabel 1. Statistik Deskriptif Pembayar Dividen Jumlah Entitas DP0 28 DP1 9 DP2 9 DP3 6 DP4 16 DP5 35
Rata-Rata Harga Saham 997.44 364.18 2,412.36 2,707.80 9,623.24 7,534.89
Rata-Rata Dividen 0 2.64 48.07 45.53 186.36 262.39
Hasil statistik deskriptif (lihat Tabel 1) menunjukkan terdapat kemiripan pada setiap entitas dengan kode DP1, DP2 dan DP5 yang memiliki nilai dividen lebih tinggi akan tetapi memiliki harga pasar saham yang lebih rendah, dibandingkan dengan entitas dengan kode DP0, DP3, dan DP4 yang memiliki nilai dividen lebih rendah akan tetapi memiliki harga pasar saham yang lebih tinggi. Fenomena ini akan dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan analisis ANCOVA seperti yang ditunjukkan berikut ini : Tabel 2. Analisis ANCOVA Variabel Dependen : Dividen Koefisien Signifikansi -11.509 0.012 0.000 9.943 0.888 31.745 0.652 25.794 0.755 86.829 0.138 186.957 0.000
Variabel Independen Konstan Harga Saham DP1 DP2 DP3 DP4 DP5 Pembanding DP0 *signifikan pada tingkat 5%
Berdasarkan hasil analisis ANCOVA (lihat Tabel 2), maka dapat terlihat bahwa, harga pasar saham memiliki pengaruh signifikan terhadap pembagian dividen oleh entitas. Selain itu, berdasarkan kategori pembayar dividen, entitas dengan kode DP5 memiliki pengaruh signifikan terhadap pembagian dividen. 5.2.Pembahasan Hasil analisis dalam penelitian ini mendukung pernyataan dari Baker dan Wurgler (2004a) yang berarti efek katering atau Catering Theory terjadi dalam pasar modal di Indonesia. Sehingga, efek sinyal bukan hanya berasal dari sisi entitas akan tetapi dapat juga berasal dari investor. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian dari Black dan Scholes (1974), John dan Williams (1985), dan Li dan Lie (2006). Khusus untuk entitas dengan kode DP5, walaupun dalam hasil statistik deskriptif menunjukkan memiliki harga pasar saham yang lebih rendah dibandingkan dengan entitas kode DP4, akan tetapi berdasarkan hasil analisis ANCOVA, entitas kode DP5 adalah merupakan entitas yang paling merespon setiap kenaikan harga pasar saham yang merupakan akibat dari respon psikologis investor. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa, saham entitas dengan kode DP5 dapat memberikan rasa aman bagi para investornya, sehingga kemungkinan terbesar penjelasan bagi saham entitas kode DP4 adalah harapan investor akan adanya keuntungan modal (capital gain).
48
VI. Kesimpulan Secara empiris, mendukung efek sinyal, efek katering dapat berlaku dalam pasar modal di Indonesia, walaupun harga pasar saham dari entitas pembayar dividen tidak secara mutlak memiliki harga pasar saham tertinggi sebagai hasil dari penilaian para investor. DAFTAR PUSTAKA Abrutyn, S., dan Turner, R.W. (1990). Taxes & Firm’s Dividend Policies : Survey Results. National Tax Journal, 43(4), 491-96. Baker, M., dan Wurgler, J. (2004a). A Catering Theory of Dividends. The Journal of Finance, 59(30), 1125-1165. Baker, M., dan Wurgler, J. (2004b). Appearing and Disappearing Dividends : The Link to Catering Incentives. Journal of Financial Economics, 73(2), 271–288. Black, F. (1996). The Dividend Puzzle. The Journal of Portfolio Management, Special Issue, 8-12. Black, F., dan Scholes, M. (1974). The Effects of Dividend Yield and Dividend Policy on Common Stock Prices and Returns. Journal of Financial Economics, 1(1), 1-22. Easterbrook, F. H. (1984). Two Agency Cost Explanations of Dividends. The American Economic Review, 74(4), 650-659. Gordon, M. J. (1959). Dividends, Earnings, and Stock Prices. The Review of Economics and Statistics, 41(2), 99-105. Li, W., dan Lie, E. (2006). Dividend Changes and Catering Incentives. Journal of Financial Economics, 80(2), 293-308. John, K., dan Williams, J. (1985). Dividends, Dilution, and Taxes: A Signalling Equilibrium. The Journal of Finance, 40(4), 1053-1070. Miller, M. H., and Rock, K. (1985). Dividend Policy under Asymmetric Information. The Journal of Finance, 40(4), 1031-1051. Shiller, R. J. (1981). Do Stock Prices Move Too Much to be Justified by Subsequent Changes in Dividends? American Economic Review, 71(3), 421-36. Srinivasan. (2012). Determinants of Equity Share Prices in India: A Panel Data Approach, The Romanian Economic Journal, 15(46), 205-228. Yoon, P. S., and Starks, L. T. (1995). Signaling, Investment Opportunities, and Dividend Announcements. Review of Financial Studies, 8(4), 995-1018. Zakaria, Z., Muhammad, J. and Zulkifli, A. H. (2012). The Impact of Dividend Policy on The Share Price Volatility : Malaysian Construction and Material Companies. International Journal of Economics and Management Sciences, 2(5), 1-8. Zaman, S. (2011). Is Dividend Policy An Important Determinant of Market Performance : Focus on Private Banks of Bangladesh. World Review of Business Research, 1(4), 135141.
49
ANALISIS PENGARUH SOSIALISASI PERPAJAKAN, KUALITAS PELAYANAN FISKUS DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MANADO Ayu Try Setiyoningrum, Jantje Tinangon, dan Heince R. N. Wokas Email :
[email protected] ABSTRACT This study aims to analyze the influence of tax audit against the compliance level of corporate taxpayer to fulfilling the taxation obligations in KPP Pratama Manado(Manado Small Tax Office). The analysis method used in this research is descriptive to describe the influence of tax audit against the compliance level of corporate taxpayer to fulfilling the taxation obligations in KPP Pratama Manado. Based on the partial research results note that taxation has an influence on the socialization of individual taxpayer compliance, quality of service tax authorities have no effect on an individual taxpayer compliance and tax penalties have no effect on an individual taxpayer compliance. While based on research results simultaneously, socialization taxation, quality of service tax authorities and tax penalties as independent variables jointly affect the individual taxpayer compliance. Suggestions for KPP Pratama Manado is tax officials should be more active in conducting counseling and socialization taxes, behave professionally to serve taxpayers and improve tax penalties for taxpayers who do not comply. Keywords: Socialization Taxation, Quality Service of Tax Authorities, Tax Penalties, Taxpayer Compliance PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No. 28 Tahun 2007). Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut peningkatan penerimaan negara yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak. Tugas mulia administrasi perpajakan, terutama administrasi pajak pusat, diemban oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu instansi pemerintah yang secara struktural berada di bawah Kementerian Keuangan (Salahuddin, 2005). Peran serta Wajib Pajak dalam sistem pemungutan pajak sangat menentukan tercapainya rencana penerimaan pajak. Penerimaan pajak yang optimal dapat dilihat dari berimbangnya tingkat penerimaan pajak aktual dengan penerimaan pajak potensial atau tidak terjadi tax gap sebab “besarnya tax gap mencerminkan kurangnya kepatuhan membayar pajak (tax compliance), oleh karena itu kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor utama yang mempengaruhi realisasi penerimaan pajak. Kepatuhan yang dimaksud merupakan istilah tingkat sampai dimana Wajib Pajak membayar dan melaporkan pajak terutangnya tepat waktu, maka Wajib Pajak dianggap 50
patuh (Saragih, 2013). Definisi dari kepatuhan itu sendiri merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan (Jatmiko, 2006). Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Manado merupakan salah satu unit vertikal DJP di Sulawesi Utara yang selama ini terus berupaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak di wilayah kerjanya melalui kegiatan sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus dan sanksi perpajakan guna meningkatkan penerimaan pajak. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui pengaruh sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi perpajakan secara simultan terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Pratama Manado. 2. Untuk mengetahui pengaruh sosialisasi perpajakan secara parsial terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Pratama Manado. 3. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan fiskus secara parsial terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Pratama Manado. 4. Untuk mengetahui pengaruh sanksi perpajakan secara parsial terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi pada KPP Pratama Manado. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pajak Saragih (2013), Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. UU No. 28 Tahun 2007, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sosialisasi Perpajakan Sosialisasi perpajakan adalah upaya yang dilakukan oleh Ditjen Pajak untuk memberikan sebuah pengetahuan kepada masyarakat dan khususnya Wajib Pajak agar mengetahui tentang segala hal mengenai perpajakan baik peraturan maupun tata cara perpajakan melalui metodemetode yang tepat (Saragih, 2013). Susanto (2012) menyatakan bahwa upaya dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dilakukan dengan sosialisasi perpajakan dengan beragam bentuk atau cara sosialisasi. Namun, kegiatan sosialisasi harus dilakukan secara efektif dan dilakukan dengan media-media yang lain yang lebih diketahui masyarakat (Herryanto, 2009). Kualitas Pelayanan Fiskus Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sementara itu fiskus adalah petugas pajak. Pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan Wajib Pajak (Fikriningrum, 2012). Kualitas pelayanan fiskus sangat berpengaruh terhadap Wajib Pajak dalam membayar pajaknya, Oleh karena itu, fiskus dituntut untuk memberikan pelayanan yang ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada Wajib Pajak serta 51
dapat memupuk kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab membayar pajak. Pemberian jasa oleh aparat pajak kepada Wajib Pajak besar manfaatnya sehingga dapat menimbulkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sanksi Perpajakan Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau Undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan (Arum, 2012). Kepatuhan Wajib Pajak Dalam pajak, aturan yang berlaku adalah Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan pajak merupakan kepatuhan seseorang, dalam hal ini adalah Wajib Pajak, terhadap peraturan atau Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan Wajib Pajak merupakan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh pembayar pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan negara yang diharapkan didalam pemenuhannya dilakukan secara sukarela. Kepatuhan Wajib Pajak menjadi aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut sistem Self Assessment di mana dalam prosesnya mutlak memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar dan melapor kewajibannya (Tryana, 2013). Permasalahan Dalam Kepatuhan Wajib Pajak Penyebab Wajib Pajak tidak patuh bervariasi, sebab utama adalah penghasilan yang di peroleh Wajib Pajak yang utama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Timbulnya konflik antara, kepentingan diri sendiri dan kepentingan Negara. Sebab lain adalah Wajib Pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, tidak patuh pada aturan, kurang menghargai hukum, tingginya tarif pajak, dan kondisi lingkungan sekitar (Jatmiko,dalam Saragih, 2013). Umumnya masyarakat disetiap Negara memiliki kecenderungan untuk meloloskan diri dari pembayaran pajak. Permasalahan tersebut timbul dari pemikiran bahwa pembayaran pajak adalah pengorbanan yang dilakukan warga Negara dengan menyerahkan sebagian hartanya kepada Negara dengan sukarela. Usaha yang dilakukan Wajib Pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadap pajak. Berbagai bentuk perlawanan sebagai bentuk reaksi ketidakcocokan ataupun ketidakpuasan terhadap diberlakukannya pajak sering kali diwujudkan dalam bentuk perlawanan pasif dan perlawanan aktif. Hipotesis Penelitian 1. Sosialisasi perpajakan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi. 2. Kualitas pelayanan fiskus secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi. 3. Sanksi perpajakan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi. 52
METODE PENELITIAN Jenis penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kausal (causal) dengan teknik survey (Saragih, 2013) menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain, dan juga berguna pada penelitian yang bersifat eksperimen, dimana variabel independennya diperlakukan secara terkendali oleh peneliti untuk melihat dampaknya pada variabel dependennya secara langsung. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian yaitu pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Manado, Jalan Gunung Klabat Manado. Penelitian ini mulai dari bulan Mei 2014 sampai bulan September 2014. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak orang pribadi efektif yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Manado. Jumlah sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 Wajib Pajak orang pribadi. Pengambilan sampel dilakukan dengan Metode Nonprobability Sampling dengan penarikan Insidential Sampling (Sugiyono, 2013:120). Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara yaitu dengan teknik kuesioner dimana pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk di jawab. Metode Analisis Data Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan tingkat signifikansi 0,05. Analisis ini digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran mengenai pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Model regresi linear berganda ini dirumuskan sebagai berikut : Y= βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e……………………………(2) Y = Kepatuhan pelaporan Wajib Pajak orang pribadi X1 = Sosialisasi Perpajakan X2 = Kualitas Pelayanan Fiskus X3 = Sanksi Perpajakan Uji Kualitas Data Uji Validitas Uji Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat ketepatan suatu instrument. Untuk menguji apakah angket yang digunakan memenuhi syarat validitas, pada dasarnya digunakan korelasi pearson. Cara analisisnya dengan cara menghitung koefisien korelasi antara masing-masing nilai pada nomor pertanyaan dengan nilai total dari nomor pertanyaan tersebut. Selanjutnya koefisien korelasi yang diperoleh masih harus diuji signifikansinya bisa menggunakan uji t atau membandingkannya dengar r tabel dengan asumsi: 1. Bila t hitung > dari t tabel atau r hitung > dari r tabel, maka nomor pertanyaan tersebut valid 53
2. Bila t hitung < dari t tabel atau r hitung < dari r tabel, maka nomor pertanyaan tersebut tidak valid Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas instrument dapat dilakukan dengan korelasi Spearman Brown, Yaitu : dimana ri adalah reliabilitas internal seluruh instrument dan rb adalah korelasi product Moment. Perhitungan Reliabilitas menggunakan Cronbach Alpha. Jika nilai : 1. Cronbach Alpha atau a > 0.70 maka instrument reliable, 2. Jika Cronbach Alpha a < 0.70 maka instrument tidak reliable. Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji normalitas data dilakukan untuk melihat bahwa suatu data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan histogram standardized residual. Asumsi normalitas data dipenuhi jika nilai statistik Kolmogrof – Smirnov diatas tingkat signifikansi tertentu : 1. Apabila tingkat signifikansi < 0.05 maka distribusi data tidak normal, 2. Apabila nilai signifikan > 0,05 berarti distribusi normal. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi apabila tidak adanya kesamaan deviasi standar nilai variabel dependen pada setiap variabel independen. Bila terjadi gejala heteroskedastisitas akan menimbulkan akibat varians koefisien regresi menjadi minimum dan confidence interval melebar sehingga hasil uji signifikan statistik tidak valid lagi. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat inter korelasi yang sempurna diantara beberapa variabel bebas yang digunakan dalam model. Uji asumsi klasik seperti multikolinearitas dapat dilaksanakan dengan jalan meregresikan model analisis dan melakukan uji korelasi antara independent variabel dengan menggunakan variance inflating factor (vif). Batas dari vif adalah 10 dan nilai tolerance value adalah 0,1. Dengan uji asumsi : 1. Jika nilai vif > dari 10 dan nilai tolerance value < 0,1 maka terjadi multikolinearitas, 2. Jika nilai vif < dari 10 dan nilai tolerance value > 0,1 maka tidak terjadi multikolinearitas. Pengujian Hipotesis Uji Parsial (Uji t) Uji t (ttest) atau uji parsial digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk menentukan ttabel, taraf signifikan yang digunakan sebanyak 5% dengan derajat kebebasan (df) = (n-k-1), dimana n merupakan jumlah observasi dan k merupakan jumlah variabel bebas. Uji Simultan (Uji F) Uji f merupakan pengujian terhadap signifikansi model secara simultan atau bersamasama, yaitu melihat pengaruh dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk 54
menentukan nilai f hitung tingkat signifikan yang digunakan sebesar 5% dengan derajat kebebasan (df) = (k-1) dan (n-k). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Variabel-variabel Penelitian Tabel 1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian N Sosialisasi Perpajakan Kualitas Pelayanan Fiskus Sanksi Perpajakan Kepatuhan Wajib Pajak Valid N (listwise)
100 100 100 100 100
Minimum 8 9 8 8
Maximum 19 20 19 19
Mean 14.39 15.17 15.20 13.69
Std. Deviation 2.719 2.478 3.025 2.838
Sumber: Hasil uji statistik menggunakan Aplikasi SPSS 21.0 Tabel 1, variabel Sosialisasi Perpajakan, responden sangat setuju dengan sosialisasi perpajakan yang dilakukan oleh KPP Pratama Manado. Untuk variabel Kualitas Pelayanan Fiskus, responden memiliki persepsi yang relatif baik atau positif terhadap kualitas pelayanan fiskus yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak Manado. Untuk variabel Sanksi Perpajakan, responden setuju terhadap sanksi pajak yang dikenakan kepada wajib pajak yang melalaikan kepatuhan perpajakannya. Sedangkan untuk variabel Kepatuhan Wajib Pajak menunjukkan bahwa responden merupakan wajib pajak yang patuh. Uji Instrumen Penelitian Uji Validitas dan Reliabilitas Data Tabel 2. Ringkasan Hasil Perhitungan Validitas dan Realibilitas Variabel
Cronbach Alpha
Indikator
Sosialisasi (X1)
.743
Kualitas Pelayanan Fiskus (X2)
.717
Sanksi Perpajakan (X3)
.813
Kepatuhan (Y)
.749
X1(1) X1(2) X1(3) X1(4) X2(1) X2(2) X2(3) X2(4) X3(1) X3(2) X3(3) X3(4) Y1 Y2 Y3 Y4
Sumber: Hasil uji statistik menggunakan Aplikasi SPSS 21.0
55
Corrected Item Total Correlation .712 .742 .756 .592 .441 .350 .514 .670 .731 .690 .731 .612 .550 .731 .612 .603
Tabel 2, hasil perhitungan yang dilakukan mendapatkan hasil yang baik, sehingga dapat di simpulkan bahwa angket dikatakan valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas yang dilakukan dengan program statistik SPSS 21 didapat bahwa hasil koefisien Cronbach Alpha lebih besar dari 0,70 untuk empat variabel penelitian yaitu Variabel Sosialisasi Perpajakan (X1) : 0,743 ; Kualitas Pelayanan Fiskus (X2) : 0,717 ; Sanksi perpajakan (X3) : 0,813 ; Kepatuhan wajib pajak (Y) : 0,749 dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner untuk ke empat variabel diatas adalah reliable. Uji Normalitas Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Data Unstandardized Residual 100 .0000000 .77438101 .135 .135 -.131 1.347 .053
N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Sumber: Hasil uji statistik menggunakan Aplikasi SPSS 21.0 Tabel 3, terlihat pada kolom Kolmogorov-Smirnov dapat diketahui bahwa nilai signifikansi untuk seluruh variabel lebih besar dari 0,05 yaitu 0,053 maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Uji Multikolinearitas Tabel 4. Hasil Uji Multikolinearitas Model
Coefficientsa Unstandardized Coefficients Standardized t Sig. Collinearity Coefficients Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF .826 .517 1.600 .113 1.351 .074 1.294 18.200 .000 .153 6.521
(Constant) Sosialisasi Perpajakan Kualitas -.177 .042 1 Pelayanan Fiskus Sanksi -.256 .061 Perpajakan a. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak
-.155
-4.221
.000
.578 1.730
-.273
-4.227
.000
.186 5.374
Sumber: Hasil uji statistik menggunakan Aplikasi SPSS 21.0
56
Tabel 4, nilai VIF untuk masing-masing variabel independen memiliki nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF tidak lebih dari 10, sehingga dapat dinyatakan bahwa model regresi linear berganda terbebas dari asumsi multikolinearitas. Uji Heterokedastisitas Gambar 1. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Hasil uji statistik menggunakan Aplikasi SPSS 21.0 Gambar 1, penyebaran titik–titik data yaitu titik–titik data menyebar di atas dan di bawah angka 0 dan tidak mengumpul hanya diatas atau di bawah saja. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Karena tidak terjadi heterokedastisitas maka model regresi ganda layak digunakan dalam penelitian ini. Uji Hipotesis Uji Parsial (Uji t) Tabel 5. Hasil Uji Parsial (Uji t) Model
Unstandardized Coefficients B
Standardized Coefficients
Std. Error .517
T
Sig.
Beta
.826 (Constant) Sosialisasi 1.351 .074 Perpajakan 1 Kualitas Pelayanan -.177 .042 Fiskus Sanksi Perpajakan -.256 .061 a. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak
1.600
.113
1.294
18.200
.000
-.155
-4.221
.000
-.273
-4.227
.000
Sumber: Hasil uji statistik menggunakan Aplikasi SPSS 21.0
57
Tabel 5 menunjukkan bahwa: 1. Variabel Sosialisasi Perpajakan Diperoleh thitung-ttabel (18,200>1,985) dan tingkat signifikansi <0,05(0,000<0,05), maka keputusan yang diambil adalah Ho1 ditolak dan Ha1 diterima, artinya terdapat pengaruh antara sosialisasi perpajakan (X1) terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi (Y). 2. Variabel Kualitas Pelayanan Fiskus Oleh karena t hitung < dari t tabel (-4,221 < 1,985) dan tingkat signifikansi <0,05(0,000<0,05), maka keputusan yang diambil adalah Ho2 terima dan Ha2 ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh antara kualitas pelayanan fiskus (X2) terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi (Y). 3. Variabel Sanksi Perpajakan Oleh karena thitung < dari ttabel (-4,227 < 1,985) dan tingkat signifikansi <0,05 (0,000 < 0,05), maka keputusan yang diambil adalah Ho3 diterima dan Ha3 ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh antara sanksi perpajakan (X3) terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi (Y). Uji Simultan (Uji F) Tabel 6. Hasil Uji Simultan (Uji F) Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
738.023 3 246.008 397.810 Regression 1 Residual 59.367 96 .618 Total 797.390 99 a. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak b. Predictors: (Constant), Sanksi Perpajakan, Kualitas Pelayanan Fiskus, Sosialisasi Perpajakan Sumber: Hasil uji statistik menggunakan Aplikasi SPSS 21.0
Sig. .000b
Tabel 6, karena Fhitung>Ftabel (397,810>2,70) dan tingkat signifikansi <0,05 (0,000<0,05), maka keputusan yang diambil adalah Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain bahwa persamaan regresi yang terbentuk dari variabel sosialisasi perpajakan (X1), kualitas pelayanan fiskus (X2), dan sanksi perpajakan (X3) sebagai variabel independen secara bersamasama berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi (Y) sebagai variabel dependen. Analisis Regresi Linear Berganda Persamaan regresi untuk sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada tabel 5 adalah sebagai berikut: Y = 0,826 + 1,351X1 - 0,177X2 - 0,256X3 Dimana: Y = Kepatuhan Wajib Pajak X1 =Sosialisasi Perpajakan X2 =Kualitas Pelayanan Fiskus X3 =Sanksi Perpajakan 58
Pada model regresi ini, nilai konstanta sebesar 0,826 yang berarti jika variabel independen dalam model diasumsikan sama dengan nol, maka variabel independen diluar model tetap akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sebesar 0,826 satuan. Variabel sosialisasi perpajakan (X1) berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (Y) dengan nilai besaran koefisien regresi β1 sebesar 1,351 hal ini menunjukkan bahwa setiap satuan variabel sosialisasi perpajakan akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 1,351 apabila variabel lainnya tetap. Dengan kata lain, setiap peningkatan sosialisasi perpajakan akan berpengaruh pada peningkatan kepatuhan wajib pajak. Variabel kualitas pelayanan fiskus (X2) tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (Y) dengan nilai besaran koefisien regresi β2 sebesar -0,177 hal ini menunjukkan bahwa setiap satuan variabel pelayanan fiskus tidak akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar -0,177 apabila variabel lainnya tetap. Dengan kata lain setiap peningkatan kualitas pelayanan fiskus tidak akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Variabel sanksi perpajakan (X3) tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak (Y) dengan nilai besaran koefisien regresi β3 sebesar -0,256 hal ini menunjukkan bahwa setiap satuan variabel sanksi pajak tidak akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak sebesar 0,256 apabila variabel lainnya tetap. Dengan kata lain, setiap peningkatan sanksi perpajakan tidak akan berpengaruh pada peningkatan kepatuhan wajib pajak. Pembahasan Hasil pengujian hipotesis secara parsial dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara sosialisasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Soebagyo (2005) tentang Pengaruh Sosialisasi Perpajakan oleh Ditjen Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Jakarta Kemayoran menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan mampu mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak badan dengan nilai 10,4% dan Wajib Pajak orang pribadi 8,3%. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Setianto (2010) tentang Pengaruh Sosialisasi Perpajakan dan Pelaksanaan Self Assesment System terhadap Tingkat Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Cilandak menunjukkan sosialisasi perpajakan dan self assesment system berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak sebesar 51,3% atau dengan kata lain 48,7% dipengaruhi oleh faktor lain. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Restiani dalam Puspitasari (2013) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pajak dan sosialisasi perpajakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi secara parsial dan simultan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Cianjur. Hasil pengujian hipotesis secara parsial dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara kualitas pelayanan fiskus terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Jatmiko (2006), Arum (2012) dan Saragih (2013) yang menemukan bahwa kualitas pelayanan fiskus berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini dapat terjadi karena belum maksimalnya kualitas pelayanan dari fiskus terhadap wajib pajak. (Winerungan, 2013) menyatakan salah satu langkah penting yang harus dilakukan pemerintah sebagai wujud nyata kepedulian pada pentingnya kualitas pelayanan adalah memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak dalam mengoptimalkan penerimaan negara. 59
Hasil pengujian hipotesis secara parsial dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Winerungan (2013) dan Najib (2013) yang menemukan sanksi perpajakan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan wajib pajak. Hal ini dapat disebabkan karena masih kurangnya kesadaran masyarakat di kota Manado tersebut terhadap pentingnya pajak untuk kelancaran pembangunan kota, yang selanjutnya mempengaruhi kepatuhan pajak orang pribadi. Hasil hipotesis secara simultan, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Jatmiko (2006), Arum (2012), Puspitasari (2013) dan Marjan (2014) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen (sosialisasi perpajakan, kualitas pelayan pajak dan sanksi perpajakan) terhadap variabel dependen (kepatuhan wajib pajak). Hal ini dapat terjadi karena ketiga variabel independen merupakan faktor yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, sehingga apabila di jalankan secara simultan dapat mewujudkan tingkat kepatuhan wajib pajak yang maksimal. PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Terdapat pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. 2. Tidak terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. 3. Tidak terdapat pengaruh sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. 4. Persamaan regresi yang terbentuk dari variabel sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus, dan sanksi perpajakan sebagai variabel independen secara bersama–sama berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi sebagai variabel dependen. Saran Saran sebagai bahan masukan untuk KPP Pratama Manado sebagai berikut: 1. Untuk Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado, petugas pajak sebaiknya harus lebih giat dalam menerapkan upaya-upaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak seperti melakukan penyuluhan dan sosialisasi pajak kepada masyarakat, bertindak profesional dan memiliki mental yang siap melayani wajib pajak dengan sebaik-baiknya serta memberikan fasilitas yang memadai kepada wajib pajak agar wajib pajak merasa puas dan melaksanakan kewajiban perpajakannya secara sukarela. Sanksi pajak juga harus disosialisasikan dengan baik kepada wajib pajak agar wajib pajak dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan sanksi pajak dan penyebab-penyebab dikenakannya sanksi pajak tersebut serta perlu ditingkatkan pengenaan sanksi pajak terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya agar wajib pajak jera dan dapat meningkatkan kepatuhan perpajakannya. 2. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menggali variabel-variabel independen lainnya yang bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Peneliti juga diharapkan dapat menambah jumlah sampel penelitian. 60
DAFTAR PUSTAKA Arum H. P., 2012. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Kegiatan Usaha Dan Pekerjaan Bebas (Studi Di Wilayah KPP Pratama Cilacap). Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Skripsi Undip. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/35890/1/SKRIPSI_ARUM.pdf. Diakses tanggal 04 Oktober 2014. Hal. 1-71. Fikriningrum W. K., 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Memenuhi Kewajiban Membayar Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Candisari). Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Skripsi Undip. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/36149/1/FIKRININGRUM.pdf. Diakses tanggal 06 Juni 2014. Hal. 1-42. Herryanto M., 2009. Pengaruh Kesadaran Wajjib Pajak, Kegiatan Sosialisasi Perpajakan dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Di KPP Pratama Surabaya Sawahan. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra. Surabaya. Jurnal UKP Tax & Accounting Review, Vol. 1 No. 1,2013. http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/akuntansi-pajak/article/viewFile/450/389. Diakses tanggal 06 Juni 2014. Hal. 124-135. Jatmiko A. N. 2006. Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kota Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Tesis Undip, Semarang. http://eprints.undip.ac.id/6812/1/Agus_Nugroho_Jatmiko.pdf. Diakses tanggal 06 Juni 2014. Hal. 1-69. Marjan, R. M., 2014. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, Dan Sanksi Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak (Studi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan). Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Makassar. Skripsi Unhas. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10227/SKRIPSI%20RESTU %20MUTMAINNAH%20MARJAN%20PDF.pdf?sequence=1. Diakses tanggal 10 Oktober 2014. Hal. 1-78. Najib F. D., 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak Penghasilan (Studi Pada Wajib Pajak Orang Pribadi KPP Pratama Malang Utara). Program Studi Akuntansi Universitas Brawijaya, Malang. Jurnal Unbraw. http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/download/601/544. Diakses tanggal 10 Oktober 2014. Hal. 1-12. Puspitasari N. A., 2013. Analisis Sosialisasi Peraturan Perpajakan Dalam Upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Surabaya). Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Airlangga, Surabaya. Skripsi Unair. https://www.academia.edu/4040373/JURNAL_ANALISIS_SOSIALISASI_PERATURA N_PERPAJAKAN_DALAM_UPAYA_PENINGKATAN_KEPATUHAN_WAJIB_PAJ AK. Diakses tanggal 10 Oktober 2014. Hal. 1-28. Salahuddin, 2005. Penagihan Pajak Secara Paksa Terhadap Wajib Pajak Yang Tidak Melaksanakan Kewajibannya Pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat. Fakultas 61
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Skripsi USU.http://www.researchgate.net/publication/42354059_Penagihan_Pajak_Secara_Paksa _Terhadap_Wajib_Pajak_Yang_Tidak_Melaksanakan_Kewajibannya_Pada_Kantor_Pela yanan_Pajak_Medan_Barat. Diakses tanggal 06 Juni 2014. Hal. 1-146. Saragih S. F., 2013. Analisis Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Kualitas Pelayanan Fiskus Dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan. Skripsi USU. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/39496. Diakses tanggal 06 Juni 2014.Hal. 1-65. Setianto E., 2010. Pengaruh Sosialisasi Perpajakan dan Pelaksanaan Self Assesment System Terhadap Tingkat Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Cilandak. Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Jakarta. Skripsi UPNVJ. http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1manajemen09/204112026/abstrak.pdf. Diakses tanggal 10 Oktober 2014. Hal 1-65. Soebagyo FX. I. S., 2005. Pengaruh Sosialisasi Oleh Ditjen Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada KPP Jakarta Kemayoran. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia., Depok. Skripsi UI. http://lib.ui.ac.id/file?file=pdf/metadata-108279.pdf. Diakses tanggal 10 Oktober 2014. Hal. 1-75. Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Ketujuhbelas. Alfabeta. Bandung. Tryana, 2013. Kesadaran Perpajakan, Sanksi Pajak, Sikap Fiskus Terhadap Kepatuhan WPOP Di Kabupaten Minahasa Selatan. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi, Manado. Jurnal EMBA Vol. 1 No. 3 September 2013, Hal. 999-1008. Diakses tanggal 06 Juni 2014. Winerungan O. L., 2013. Sosialisasi Perpajakan, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan WPOP di KPP Manado dan KPP Bitung. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi, Manado. Jurnal EMBA ISSN 2303-1174. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/download/2301/1855. Diakses tanggal 10 Oktober 2014. Hal. 960-970. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
62