Vol. 11 No. 1, Maret 2016
ISSN. 1907-9737
JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERSEDIAAN BERDASARKAN PSAK NO.14 PADA PT. GATRACO INDAH MANADO Rachel Anly Marilyn Lingkanwene Wullur, Herman Karamoy, Winston Pontoh PERBANDINGAN PENERAPAN SAK-ETAP DAN PSAK 50 DAN 55 ATAS PENURUNAN NILAI (IMPAIRMENT) PIUTANG PADA PT. BPR MILLENIA Daniela Ribka Frida Mandang, Agus Poputra, Meily Kalalo ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN PAJAK SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN MINAHASA Pingkan Lapian, Grace B. Nangoi, Steven J. Tangkuman EVALUASI PERENCANAAN DAN KABUPATEN MINAHASA UTARA Ferina M A. Saraun, Lidia Mawikere
PENGADAAN
ASET
PADA
BPKBMD
ANALISIS KOREKSI FISKAL DALAM RANGKA PERHITUNGAN PPH BADAN PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT NUSA UTARA Brilliant Joy Leonardo Kalangie, Grace B. Nangoi, Inggriani Elim EVALUASI BIAYA DIFERENSIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENERIMA ATAU MENOLAK PESANAN KHUSUS PADA UD.KAREMA Rivo Jeaner Mangare, Jenny Morasa, Sherly Pinatik ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET TETAP PADA DINAS PEKERJAAN UMUM (PU) PROVINSI SULAWESI UTARA Akhyar Tipan, David Paul Elia Saerang, Robert Lambey ANALISIS KEBIJAKAN SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DI KOTA TOMOHON (Studi Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Kota Tomohon) Christo A. Sualang, Ventje Ilat, Anneke Wangkar ANALISIS LAPORAN ARUS KAS SEBAGAI DASAR PENGUKURAN LIKUIDITAS PADA PERUSAHAAN “UNICARE” CABANG MANADO Chintia Debby Mogi, Agus.T.Poputra, Stanly. W. Alexander PENERAPAN BIAYA RELEVAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBUAT SENDIRI ATAU MEMBELI “KALENG” PADA PT. DEHO BITUNG Inria Rumopa, Ventje Ilat, Inggriani Elim
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
Vol.11,No.1,Maret 2016
ISSN.1907-9737
GOING CONCERN JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN Pelindung
Rektor Universitas Sam Ratulangi
Penanggung Jawab
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSRAT Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSRAT
Pemimpin Redaksi
Prof. DR. David. P.E. Saerang,SE,M.Com(Hons)
Redaksi Pelaksana
Harijanto Sabijono,SE,MSi,Ak Lidia Mawikere,SE,MSi,Ak Hendrik Manossoh,SE,MSi,Ak Imelda Najoan,SE,MSi,Ak
Dewan Redaksi
DR. Grace Nangoy,SE,MSAc,Ak,CPA Sifrid S. Pangemanan,SE,MSA DR. Jullie J. Sondakh,SE,MSi,Ak,CPA DR.Ventje Ilat,SE,MSi DR. Herman Karamoy,SE,MSi,Ak DR. Jenny Morasa,SE,MSi,Ak DR. Agus T. Poputra,SE,MM,MA,Ak Victorina Tirayoh,SE,MM,Ak Linda Lambey,SE,MBA,MA,Ak Margaretha Bolang,SE,MA,Ak Peter Kapojos,SE,MSi,Ak
Administrasi & Sirkulasi
DR. Jantje Tinangon,SE,MM,Ak DR. Lintje Kalangi,SE,ME,Ak Winston Pontoh,SE,MM,Ak Christian Datu,SE,MSA,Ak
Alamat Redaksi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Jl. Kampus Bahu – Manado, Sulawesi Utara Telp. (0431) 847472, Fax. (0431) 853584
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern diterbitkan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado, dimaksudkan sebagai media pertukaran informasi, penelitian dan karya ilmiah antara pengajar, alumni, mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Jurnal ini terbit empat kali setahun yaitu bulan Maret, Juni, September, Desember. Redaksi menerima naskah yang belum pernah diterbitkan oleh media dan tinjauan atas buku-buku akuntansi terbitan dalam dan luar negeri yang baru serta catatan/komentar atas artikel yang dimuat dalam jurnal ini. Surat menyurat mengenai naskah yang akan diterbitkan langganan, keagenan, dan lainnya dapat dialamatkan langsung ke alamat redaksi atau melalui email :
[email protected]
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern FEB UNSRAT
i
Vol.11,No.1,Maret 2016
ISSN.1907-9737
GOING CONCERN JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN DAFTAR ISI ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERSEDIAAN BERDASARKAN PSAK NO.14 PADA PT. GATRACO INDAH MANADO Rachel Anly Marilyn Lingkanwene Wullur, Herman Karamoy, Winston Pontoh ................1-9 PERBANDINGAN PENERAPAN SAK-ETAP DAN PSAK 50 DAN 55 ATAS PENURUNAN NILAI (IMPAIRMENT) PIUTANG PADA PT. BPR MILLENIA Daniela Ribka Frida Mandang, Agus Poputra, Meily Kalalo.............................................10-20 ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN PAJAK SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN MINAHASA Pingkan Lapian, Grace B. Nangoi, Steven J. Tangkuman .................................................21-28 EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ASET PADA BPKBMD KABUPATEN MINAHASA UTARA Ferina M A. Saraun, Lidia Mawikere .................................................................................29-38 ANALISIS KOREKSI FISKAL DALAM RANGKA PERHITUNGAN PPH BADAN PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT NUSA UTARA Brilliant Joy Leonardo Kalangie, Grace B. Nangoi, Inggriani Elim ..................................39-48 EVALUASI BIAYA DIFERENSIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENERIMA ATAU MENOLAK PESANAN KHUSUS PADA UD.KAREMA Rivo Jeaner Mangare, Jenny Morasa, Sherly Pinatik .........................................................49-56 ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET TETAP PADA DINAS PEKERJAAN UMUM (PU) PROVINSI SULAWESI UTARA Akhyar Tipan, David Paul Elia Saerang, Robert Lambey..................................................57-65 ANALISIS KEBIJAKAN SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DI KOTA TOMOHON (Studi Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Kota Tomohon) Christo A. Sualang, Ventje Ilat, Anneke Wangkar.............................................................66-75 ANALISIS LAPORAN ARUS KAS SEBAGAI DASAR PENGUKURAN LIKUIDITAS PADA PERUSAHAAN “UNICARE” CABANG MANADO Chintia Debby Mogi, Agus.T.Poputra, Stanly. W. Alexander ...........................................76-82 PENERAPAN BIAYA RELEVAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBUAT SENDIRI ATAU MEMBELI “KALENG” PADA PT. DEHO BITUNG Inria Rumopa, Ventje Ilat, Inggriani Elim..........................................................................83-90
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern FEB UNSRAT
ii
ANALISIS PENERAPAN AKUNTANSI PERSEDIAAN BERDASARKAN PSAK NO.14 PADA PT. GATRACO INDAH MANADO Rachel Anly Marilyn Lingkanwene Wullur1 Herman Karamoy2 Winston Pontoh3 1,2,3
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Email :
[email protected]
ABSTRACT Inventories are assets owned by the company that are available for sale or goods that will be used in the production of the company’s product. With inventory, the company can sustain their sustainability. Companies often experienced problems in recording and assessment the inventories itself. Aim to make this observation on PT Gatraco Indah is to determine the suitability on the application of the inventory recording method and inventory valuation method of manufacture inventory in the PT Gatraco Indah with Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) 14 about Inventory. PT Gatraco Indah is a company engaged in food and beverages for airline companies in Indonesia, especially in North Sulawesi. The Methods that was used in this research is descriptive research method with qualitative analysis techniques outline, describe and compare the data. The Result of this research shows that the company has applied the PSAK No.14 on their inventories. Keywords: inventory recording method, inventory valuation methods PENDAHULUAN Latar Belakang Perusahaan yang bergerak dalam industri perdagangan berusaha memanfaatkan semua sumber daya yang dimilikinya seefektif dan seefisien mungkin, sumber daya tersebut di antaranya adalah persediaan yang informasinya sangat diperlukan oleh pihak manajemen dalam pengambilan keputusan agar tidak terjadi kelebihan ataupun kekurangan persediaan. Masalah persediaan merupakan permasalahan yang selalu dihadapi para pengambil keputusan dalam proses produksi, pencatatan persediaan dilakukan untuk menjamin adanya kepastian bahwa pada saat dibutuhkan barang-barang tersebut tersedia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.14 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2015:14.2) persediaan adalah aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa, dalam proses produksi penjualan tersebut atau dalam bentuk bahan atau dalam bentuk perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pembelian jasa. Persediaan termasuk dalam aktiva lancer dikarenakan jumlah kas akan bertambah seiring dengan penjualan barang secara tunai. Tetapi terkadang dalam pencatatan ataupun perlakuan akuntansi suatu perusahaan belum di lakukan dengan baik atau belum sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia.Hal ini di karenakan beberapa faktor di antaranya kekurangan informasi terhadap metode pencatatan dan penilaian persediaan, kurangnya pengetahuan dari pihak perusahaan untuk menerapkan metode yang layak, ataupun perusahaan sudah merasa cocok dengan metode yang telah diterapkan dan digunakan selama ini sehingga perusahaan enggan untuk mengganti metode lama dengan metode baru yang sesuai dengan standar yang berlaku sebenarnya. Dalam PSAK No.14 dijelaskan mengenai perlakuan akuntansi untuk persediaan, ruang lingkup yang dapat di golongkan sebagai persediaan, pengukuran persediaan, biaya-biaya yang mempengaruhi persediaan, dan juga mengenai pengungkapan persediaan.PT. Gatraco Indah Manado merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang food and baverages khusus untuk maskapai Garuda Indonesia dibagian Manado. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya kesesuaian penerapan standar akuntansi persediaan yang diatur dalam PSAK No.14 dengan PT. Gatraco Indah Manado. 1
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Akuntansi Belkaoui (2006:50) mendefinisikan akuntansi sebagai suatu aktivitas jasa yang berfungsi untuk memberikan informasi kuantitatif dari entitas ekonomi, terutama yang bersifat keuangan dan dimaksudkan untuk bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi, dan dalam menentukan pilihan di antara serangkaian tindakan-tindakan alternatif yang ada. Reeve (2009:9) menyatakan akuntansi secara umumnya dapat diartikan sebagai sistem informasi yang menyediakan laporan untuk para pemangku kepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Konsep Laporan Keuangan Ardiyos (2010:414) Laporan keuangan merupakan proses berkala yaitu menampilkan datadata keuangan tentang posisi suatu perusahaan, kinerja operasi, dan aliran dana-dana selama periode akuntansi untuk pihak-pihak di luar organisasi bisnis. Urutan tersebut adalah sebagai berikut: a. Laporan Laba Rugi (Income Statement) merupakan laporan yang disusun secara sistematis tentang pendapatan dan pengeluaran suatu perusahaan atau organisasi untuk menunjukkan adanya laba atau kerugian untuk suatu periode tertentu. b. Laporan Ekuitas Pemilik (Statement of Owner’s Equity) merupakan suatu pernyataan atau laporan keuangan yang menunjukkan perubahan modal pemilik selama periode tertentu. c. Neraca (Balance Sheet) merupakan suatu pernyataan tertulis yang mencerminkan mengenai aktiva, kewajiban dan juga modal suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu. Disebut neraca di karenakan kenyataannya terjadi keseimbangan antara aktiva di satu pihak dengan kewajiban dan modal pihak lain. d. Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flows) merupakan sebuah laporan yang menggambarkan penerimaan kas dan pembayaran kas selama periode waktu tertentu. Laporan ini memaparkan secara terperinci dari masing-masing aktivitas, yaitu mulai dari aktivitas operasi, aktivitas investasi, sampai pada aktivitas pendanaan/pembiayaan untuk satu periode waktu tertentu. Laporan arus kas juga menunjukan besarnya kenaikan ataupun penurunan bersih kas dari seluruh aktivitas dalam periode berjalan serta jumlah kas yang dimiliki suatu perusahaan sampai dengan akhir periode. Definisi Persediaan Menurut Hongren dkk diterjemahkan oleh Muhamad (2009:216) persediaan merupakan seluruh barang dagangan yang dimiliki oleh perusahaan dan diharap dapat dijual dalam jalur normal operasi perusahaan.Ikatan Akuntan Indonesia (2015:14.2)persediaan meliputi barang yang dibeli dan dimiliki untuk dijual kembali.Seperti contoh, barang dagang yang dibeli oleh pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan juga mancakupi barang yang diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi oleh entitas serta termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi. Jenis-jenis Persediaan Terdapat beberapa golongan untuk pembagian jenis persediaan. Keown (2010:312) menjelaskan beberapa tipe umum persediaan beerdasarkan proses produksi sebagai berikut: A. Persediaan Bahan Mentah (Raw Materials) Terdiri dari bahan dasar yang dibeli dari perusahaan lain untuk digunakan dalam operasi produksi perusahaan. B. Persediaan Barang Setengah Jadi (Work-in-Process) Mencakup barang setengah jadi yang membutuhkan kerja tambahan atau proses lanjutan sebelum menjadi barang jadi. C. Persediaan Barang Jadi (Finished Goods) Mencakup barang yang telah selesai proses produksinya tetapi belum dijual oleh perusahaan, dan masih berada di dalam gudang Metode Pencatatan Persediaan Dalam akuntansi dikenal ada dua macam metode dalam pencatatan persediaan yang dikenal dengan metode perpetual dan metode periodik. a. Metode perpetual 2
b.
Reeve (2009:282) setiap pembelian dan penjualan barang dicatat dalam akun persediaan dan juga pada akun harga pokok penjualan.Dengan demikian jumlah barang yang tersedia untuk dijual dan jumlah yang terjual dilaporkan dalam catatan persediaan secara terus-menerus. Metode periodik Reeve (2012:282) Pencatatan dalam metode fisik atau yang disebut juga dengan metode periodik, akun harga pokok penjualan dihitung dengan mengurangkan sisa barang pada akhir periode dari barang tersedia untuk dijual selama periode tersebut.Sisa barang pada akhir periode dihitung dengan melakukan perhitungan fisik terhadap sisa persediaan yang ada.Pada metode periodik catatan persediaan tidak menunjukan jumlah tersedia untuk dijual atau jumlah terjual salama periode tertentu.
Harga Pokok Penjualan Harga pokok penjualan (HPP) terkait langsung dengan penerimaan penjualan.Penjualan dalam suatu periode akuntansi merupakan jumlah unit yang terjual dikalikan dengan harga jual, sedangkan harga pokok penjualan merupakan jumlah unit yang sama dikalikan dengan biaya per unit. Supriyono (2008 : 16) mengartikan harga pokok adalah jumlah yang dapat diukur dalam satuan uang, dalam bentuk kas yang dibayarkan atau nilai jasa yang diserahkan/dikorbankan, atau hutang yang timbul atau tambahan modal dalam rangka pemilikan barang dan jasa yang diperlukan perusahaan, baik pada masa lalu maupun pada masa mendatang. Metode Penilaian Persediaan Metode penilaian persediaan ini mengalokasikan total biaya persediaan yang tersisa dan yang dijual. Metode ini terdiri dari empat metode paling umum yaitu: a. Identifikasi Khusus Pontoh (2013:312) metode ini memiliki keunggulan dalam menentukan secara tepat biaya persediaan per unit yang terjual, dan menentukan secara tepat nilai persediaan akhir yang tersisa dalam gudang.Hal ini disebabkan karena unit persediaan yang akan dijual dapat diidentifikasi terpisah secara tepat.Akan tetapi, metode ini menjadi tidak praktis ketika diterapkan dalam organisasi bisnis yang bergerak di bidang usaha perdagangan besar dan eceran. b. Metode Biaya Rata-rata Pontoh (2013:317) metode ini mengasumsikan bahwa harga beli sebuah persediaan yang dibeli terakhir akan menjadi beban pokok penjualam terlebih dahulu, pada saat terjadinya transaksi penjualan. Nilai persediaan yang akan dilaporkan adalah berdasarkan harga beli persediaan pada awal persediaan. c. Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (FIFO) Libby (2008:342) metode ini berasumsi bahwa barang yang pertama kali dibeli merupakan barang yang pertama kali dijual, dan barang yang terakhir kali dibeli merupakan barang yang tersisa sebagai persediaan.Menurut metode ini, harga pokok penjualan dan persediaan akhir dihitung seolah-olah barang tersebut keluar masuk.Saat metode FIFO digunakan selama periode inflasi atau kenaikan harga-harga secara umum, biaya unit yang lebih awal akan lebih rendah dibandingkan dengan biaya unit paling terakhir.Oleh karena itu metode ini akan menghasilkan laba kotor lebih tinggi.Akan tetapi, persediaan perlu diganti dengan harga yang lebih tinggi dari pada yang ditunjukan oleh harga pokok penjualan. d. Metode Masuk Terakhir, Keluar Pertama (LIFO) Reeve (2009:356) metode ini berasumsi bahwa barang yang dibeli paling terakhir merupakan barang yang pertama kali dijual, unit paling tua tetap berada dalam persediaan akhir. Ketika metode LIFO ini digunakan selama peiode inflasi atau kenaikan harga-harga, hasilnya adalah berkebalikan dengan metode-metode yang lain.Metode LIFO akan menghasilkan jumlah yang lebih tinggi untuk harga pokok penjualan (HPP), jumlah yang lebih rendah untuk laba kotor dan jumlah yang lebih rendah untuk persediaan akhir.Alasan pengaruh ini adalah biaya perolehan unit yang paling akhir akan kurang lebih sama dengan biaya penggantinya. Dalam periode inflasi, biaya unit yang lebih baru akan lebih tinggi dibandingkan dengan biaya unit yang lebih awal.
3
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.14 (PSAK No.14) tentang Persediaan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau PSAK adalah standar yang harus diikuti dalam pencatatan dan pelaporan akuntansi di Indonesia.PSAK ini merupakan aturan-aturan yang harus ditaati oleh para akuntan agar pelaporan akuntansi di Indonesia lebih efektif. a. Persediaan Dalam PSAK No.14, Ikatan Akuntansi Indoensia mengkhususkan pernyataannya mengenai persediaan. Ini terdiri dari bagian pendahuluan, penjelasan dan pengungkapan mengenai persediaan barang dagangan. b. Pendahuluan Dalam pendahuluan PSAK No.14 memuat tentang tujuan pernyataan, ruang lingkup pernyataan dan definisi persediaan.Pendahuluan ini terdiri dari paragraf 1 sampai dengan paragraf 4. c. Tujuan Tujuan pernyataan ini adalah untuk merumuskan perlakuan akuntansi untuk persediaan menurut system biaya historis.Permasalahan pokok dalam akuntansi persediaan adalah jumlah biaya yang harus diakui sebagai aktiva dan konversi selanjutnya sampai pendapatan yang bersangkutan diakui. d. Ruang Lingkup Dalam paragraph 1 PSAK No.14 mengatakan bahwa: pernyataan ini harus diaplikasikan dalam penyusunan laporan keuangan dalam konteks system biaya historis tentang akuntansi persediaan selain: 1) Pekerjaan dalam proses yang timbu dalam kontrak konstruksi 2) Instrumen keuangan; dan 3) Persediaan yang dimiliki oleh produsen peternakan, produk pertanian dan kehutanan, dan hasil tambang sepanjang persediaan tersebut dinilai berdasarkan nilai realisasi bersih sesuai dengan kelaziman praktek yang berlaku dalam industry tertentu. Penelitian Terdahulu 1. Djanegara (2004) dalam penelitiannya tentang : Evaluasi Metode Penilaian Persediaan Kaitannya Dengan Harga Pokok Penjualan, bertujuan untuk mengetahui dasar penilaian persediaan pada perusahaan serta penerapan metode penilaian persediaan berdasarkan PSAK No.14 yang berlaku di Indonesia PT.CLI. Jenis Penelitian ini adalah deskripstif kualitatif. Peneliti belum memberikan contoh pencatatan persediaan yang sesuai dengan PSAK No.14. 2. Sambuaga (2013) dalam penelitiannya tentang : Evaluasi Akuntansi Persediaan pada PT. Sukses Era Niaga Manado, bertujuan untuk mengetahui penerapan akuntansi persediaan pada PT. Sukses Era Niaga Manado apakah sudah sesuai dengan PSAK No.14 mengenai persediaan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Peneliti telah memberikan contoh pengungkapan persediaan yang sesuai dengan PSAK No.14. 3. Anwar (2014) dalam penelitiannya tentang : Analisis Penerapan Metode Pencatatan Dan Penilaian Terhadap Persediaan Barang Menurut PSAK No.14 Pada PT. Tirta Investama Dc Manado, bertujuan untuk mengetahui adanya kesesuaian penerapan metode pencatatan dan penilaian persediaan barang di PT. Tirta Investama dengan PSAK NO.14 tentang Persediaan. Peneliti telah memberikan contoh pengungkapan persediaan yang cukup sesuai dengan PSAK No.14. METODELOGI PENELITIAN Jenis Penelitian Dalam Penilitian ini, Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif; dimana dalam penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif dalam rangka mengetahui dan memahami metode pencatatan serta penilaian persediaan barang yang diterapkan oleh PT. Gatraco Indah. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Gatraco Indah Manado, yang terletak di Jalan A.A Maramis No 245 Paniki Dua, Mapanget – Suawesi Utara.Penelitian dimulai pada bulan Agustus 2015. 4
Prosedur Penelitian Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan informasi untuk mengetahui gambaran umum tentang persediaan yang ada di PT. Gatraco Indah. 2. Mengetahui struktur organisasi PT. Gatraco Indah, serta tugas dan tanggung jawab masingmasing. 3. Mengetahui bagian-bagian yang bertanggungjawab dalam setiap hal yang berhubungan dengan pelaporan keuangan terutama berkaitan dengan persediaan barang yang berada di PT. Gatraco Indah. 4. Menelusuri proses pencatatan dan penilaian persediaan barang yang ada di PT. Gatraco Indah. 5. Membandingkan hasil yang diperoleh dari perusahaan dengan PSAK No.14 untuk dijadikan dasar acuan dalam menganalisa permasalahan yang ada. 6. Menarik kesimpulan. Metode Pengumpulan Data Jenis Data Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih memerlukan adanya suatu pengolahan.Data bisa berwujud suatu keadaan, gambar, suara, huruf, angka, matematika, bahasa ataupun simbol-simbol lainnya yang bisa kita gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, obyek, kejadian ataupun suatu konsep. Kuncoro (2011:27) data dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: a. Data Kualitatif Data kualitatif merupakan data yang tidak berbentuk angka (numerik) yang dapat diperoleh dari rekaman, pengamatan, wawancara atau bahan tertulis. b. Data Kuantitatif Data kuantitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk angka-angka.Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Kualitatif.Data kualitatif yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan, dalam hal ini yang berhubungan dengan pencatatan persediaan yang dihasilkan oleh PT.Gatraco Indah. Sumber Data Sumber data terdiri atas dua jenis yaitu sebagai berikut: a. Data primer merupakan data yang didapat/dikumpulkan langsung dari sumbernya. b. Data sekunder merupakan data sekunder merupakan data yang didapat/dikumpulkan peneliti dari semua sumber yang telah ada dalam artian peneliti sebagai tangan kedua. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.Data primer yang diperlukan peneliti diperoleh dengan cara wawancara.Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan merupakan data laporan keuangan PT.Gatraco Indah Manado. Metode Analisis Data Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.Analisis deskriptif kualitatif adalah analisis yang diwujudkan dengan cara menggambarkan kenyataan atau keadaan-keadaan atas suatu obyek dalam bentuk uraian kalimat berdasarkan keterangan-keterangan dari pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan penelitian ini. Teknik Pengumpulan Data prosedur pengumpulan data yang dilakukan terdiri atas dua tahap, yaitu: 1. Penelitian Kepustakaan Yaitu penelitian yang menggunakan data yang diperoleh dari tulisan tulisan ilmiah yang ada, buku-buku literature lain yang diperlukan sebagai landasan teoritis dalam penelitian ini terutama yang berhubungan dengan akuntansi persediaan baik pada perusahaan dagamh maupun manufaktur dan PSAK No.14 tentang persediaan dengan revisi terbaru (2014). 2. Penelitian Lapangan 5
Yaitu penelitian langsung yang dilakukan pada perusahaan yang bersangkutan dimana ada yang diambil sebagian besar diperoleh dengan teknik pengumpulan data seperti wawancara dan observasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian a. Metode Pencatatan Persediaan Barang 1) Pembelian Persediaan Barang PT Gatraco Indah membeli sebagian besar produknya di pasar tradisional, pasar swalayan, dan juga berkerjasama dengan beberapa distributor sehingga perusahaan mendapatkan harga yang murah dengan kualitas yang dapat dijamin.Persediaan perusahaan dibagi menjadi dua yaitu persediaan bahan baku dan persediaan barang jadi (tanpa menggunakan pengolahan) Untuk mencatat persediaan bahan baku secara tunai perusahaan melakukan pencatatan sebagai berikut: Persediaan Bahan Baku Rp xxx Kas Rp xxx Sedangkan untuk mencatat persediaan barang jadi (seperti contoh air mineral, jus, dan lainnya), perusahaan mencatatnya sebagai berikut: Persediaan Barang Jadi Rp xxx Kas Rp xxx 2)
Penggunaan Persdiaan Bahan Baku PT Gatraco Indah sangat menjaga keluar masuknya persediaan yang terdapat didalam gudang penyimpanan dan gudang persediaan. Untuk penggunaan bahan baku yang jangka waktu penyimpanannya tidak lama, PT Gatraco melakukan pencatatan dan mencek bahan baku dengan rutin. Untuk penggunaan persediaan bahan baku, perusahaan melakukan pencatatan sebagai berikut: Barang dalam proses Rp xxx Persediaan Bahan Baku Rp xxx 3)
Pemindahan Barang Dalam Proses ke Gudang Penyimpanan PT Gatraco Indah melakukan pencatatan terhadap barang yang masuk kedalam gudang penyimpanan.Gudang penyimpanan merupakan tempat dimana persediaan barang jadi disimpan.Saat pemindahan barang dalam proses ke gudang penyimpanan (Sudah menjadi barang jadi dan siap di sajikan), penjurnalan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Persediaan Barang Jadi Rp xxx Barang dalam Proses Rp xxx 4)
Persediaan Barang Jadi Dikirim Saat barang jadi atau siap saji telah keluar dari gudang penyimpanan, maka pihak perusahaan melakukan pencatatan sebagai berikut: Piutang Dagang Penjualan
Rp xxx Rp xxx
5)
Beban Tenaga Kerja Beban pegawai pabrik atau beban tenagakerja juga turut menjadi terhitung dalam perhitungan biaya produksi dalam PT Gatraco Indah.Penjurnalan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Gaji Pegawai Rp xxx Utang Gaji Rp xxx 6)
Biaya Listrik dan Air Selain beban gaji, biaya yang termasuk dalam biaya produksi dalam perusahaan manufaktur ini adalah biaya listrik dan juga air.Pembayaran selalu dilakukan secara tunai.Biaya-biaya ini dicatat dalam jurnal sebagai berikut: 6
Biaya Listrik
Rp xxx Kas
Rp xxx
Biaya Air
Rp xxx Kas
Rp xxx
7)
Biaya Angkut/Biaya Transportasi Pencatatan Biaya angkut atau biaya transportasi yang digunakan oleh PT Gatraco Indah didalam laporan keuangannya diakui sebagai piutang dagang perusahaan, dengan menggunakan FoB Shipping Point.Penjurnalan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Biaya Transportasi Piutang Dagang
Rp xxx Rp xxx
8)
Pembayaran Produk yang dijual oleh PT Gatraco Indah semua dibayar pada awal bulan sesuai dengan tagihan yang diberikan oleh PT Gatraco Indah.Untuk pembayaran, PT. Gatraco Indah mempunyai term of payments yaitu 7 hari dimulai saat invoice dicetak.Untuk pembayaran, dijurnalkan sebagai berikut: Kas Rp xxx Piutang Dagang Rp xxx b.
Metode Penilaian Persediaan Barang Dalam melakukan penilaian terhadap persediaan barang PT. Gatraco Indah Manado menggunakan metode FIFO (First In, First Out) yang berarti barang yang pertama masuk kedalam gudang penyimpanan atau gudang persediaan, barang tersebut yang pertama keluar dari gudang. Sebagaimana yang ditulis dan dijelaskan pada PSAK No.14 (Revisi 2014) Paragraf 26 bahwa metode FIFO mengasumsikan bahwa barang persediaan yang pertama dibeli akan dijual atau akan digunakan terlebih dahulu.Dikarenakan asumsi ini, barang yang tertinggal didalam gudang penyimpanan dan gudang persediaan adalah barang yang dibeli atau diproduksi dikemudian hari.
c.
Pengakuan Sebagai Beban PT. Gatraco Indah melakukan pengakuan beban pada saat terjadi penjualan barang, yang dicatat dalam jurnal sebagai berikut: Harga Pokok Penjualan (HPP) Rp xxx Persediaan barang jadi Rp xxx
d.
Pengungkapan Pengungkapan persediaan barang dagang yang diterapkan pada PT. Gatraco Indah Manado Tabel 1. Kerangka Laporan Laba-Rugi PT. Gatraco Indah PT. Gatraco Indah Neraca Per 31 Desember 2014 AKTIVA Aktiva Lancar Kas Operasional
Rp
Kas Dalam Bank
Rp 1.095.648.000
Piutang Dagang
Rp
340.000.000
Persediaan Bahan Baku
Rp
57.709.000
Persediaan Barang Jadi
Rp
16.629.000
Total Aktiva Lancar
Rp 1.757.986.000
Sumber : PT. Gatraco Indah
7
248.000.000
Tabel 2. Kerangka Laporan Laba-Rugi PT. Gatraco Indah PT. GATRACO INDAH Laporan Laba-Rugi Per 31 Desember 2014 Penjualan Bersih
Rp xxx
Persediaan Akhir Tahun
Rp xxx
Harga Pokok Penjualan
(Rp xxx) Laba Bruto
BIAYA ADMINISTRASI & UMUM
Rp xxx Rp xxx
BIAYA PRODUKSI 1.
Pembelian Persediaan
Rp xxx
2.
Biaya Angkut
Rp xxx
3.
Gaji Pegawai
Rp xxx
4.
Biaya Listrik
Rp xxx
5.
Biaya Air
Rp xxx
TOTAL
Rp xxx
RUGI/LABA
Rp xxx
PAJAK
Rp xxx
LABA BERSIH SETELAH PAJAK
Rp xxx
Sumber : PT. Gatraco Indah
Pembahasan PT. Gatraco Indah merupakan supplier makanan untuk maskapai Garuda Indonesia. Barang yang disajikan sebagian besar merupakan hasil olahan bahan baku yang PT. Gatraco Indah beli dari distributor, walaupun demikian tetap ada barang siap saji dari distributor. Tidak seperti penelitian yang dilakukan Anwar (2014) dan Sambuaga (2013) yang meneliti perusahaan dagang. Metode pencatatan yang digunakan PT. Gatraco Indah adalah metode Perpetual, sedangkan untuk metode penilaian persediaan perusahaan menggunakan metode FIFO (First in, First Out).Untuk teknik pengukuran biaya PT. Gatraco Indah telah menerapkan metode eceran sebagai teknik pengukuran persediaan yang digunakan perusahaan, yang merupakan metode yang seringkali digunakan dalam industri eceran untuk menilai persediaan dalam jumlah besar item yang berubah dengan cepat, dam memiliki marjin yang sama di mana tidak praktis untuk menggunakan metode penetapan biaya lainnya. PENUTUP Kesimpulan Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Sistem pencatatan yang diterapkan pada PT. Gatraco Indah Manado dalam mencatat persediaan barang adalah sistem pencatatan perpetual. Sedangkan metode yang digunakan untuk penilaian persediaan adalah metode FIFO (First In, First Out) atau MPKP (Masuk Pertama, Keluar Pertama). 2. Pengukuran persediaan pada PT. Gatraco Indah Manado yang merupakan perusahaan manufaktur khusus untuk maskapai penerbangan Garuda Indonesia membebankan seluruh biaya yang terlibat dalam menghasilkan barang jadi dan siap diangkut. 3. Pengungkapan persediaan yang disajikan dalam laporan keuangan pada PT. Gatraco Indah Manado telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
8
4.
Secara keseluruhan PT. Gatraco Indah Manado telah sesuai dengan PSAK No. 14 (Revisi 2014), baik dalam metode pencatatan, penilaian, persediaan, pengukuran maupun pengungkapan persediaan.
Saran Saran yang diberikan penulis adalah sebagai berikut: 1. Prosedur pencatatan dan penilaian persediaan barang yang diterapkan oleh PT. Gatraco Indah Manado telah dijalankan dengan baik dan sesuai dengan Standar Akuntansi yang berlaku, sehingga harus dipertahankan. 2. Dalam rangka pengembangan sistem informasi, disarankan agar perusahaan memiliki aplikasi yang di design khusus untuk pencatatan akuntansi perusahaan, agar memudahkan perusahaan serta meminimalisir adanya kesalahan pencatatan. DAFTAR PUSTAKA Anwar, Nurul F. 2014.Analisis Penerapan Metode Pencatatan dan Penilaian Terhadap Persediaan Barang Menurut PSAK No.14 pada PT. Tirta Investama Manado . Jurnal EMBA. ISSN 23031174 No.2. Vol.2. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/4715/4238.Tanggal akses 14 Maret 2015.Hal. 1296-1305 Ardiyos. 2010. Kamus Besar Akuntansi.Cetakan kelima, Citra Harta Prima. Jakarta. Belkaoui, 2011.Accounting Theory.Edisi Kelima. Salemba Empat, Jakarta. Djanegara, H. 2004. Evaluasi Metode Penilaian Persediaan Kaitannya Dengan Harga Pokok Penjualan. Jurnal Ilmiah Ranggagading Vol.4 No.1.Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan. Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Standar Akuntansi Keuangan. Cetakan kedua. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta. Keown, Arthur J., Martin, John D., Petty J William dan Scoot Jr, David F., 2010. Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan.Jilid 2. Edisi Kesepuluh. PT. Indeks, Jakarta. Kuncoro, Mudjarad. 2011. Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi.YPKN, Yogyakarta. Pontoh, Winston.2013. Akuntansi : Konsep dan Aplikasi, Halaman Moeka. Jakarta Reeve, James R., Warren, dkk.2009. Pengantar Akuntansi – Adaptasi IndonesiaBuku 1. Salemba Empat, Jakarta Selatan. Sambuaga, Reinhard S. 2013. Evaluasi Akuntansi Persediaan pada PT. Sukses Era Niaga Manado.Jurnal EMBA. ISSN 2303-1174 No.4. Vol.1. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/3349/2899.Tanggal akses 14 Maret 2015.Hal. 1697-1705 Supriyono. 2008. Akuntansi Biaya. Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya Edisi Kelima. Cetakan Sebelas, Yogyakarta.
9
PERBANDINGAN PENERAPAN SAK-ETAP DAN PSAK 50 DAN 55 ATAS PENURUNAN NILAI (IMPAIRMENT) PIUTANG PADA PT. BPR MILLENIA Daniela Ribka Frida Mandang1 Agus Poputra2 Meily Kalalo3 1,2,3
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado. Email :
[email protected]
ABSTRACT One of the bank’s biggest revenue is comes from credit. However in distributing credit to society, there is usually an obstacles of the payment of credit to the bank. The bigger the load of bank to make a reserve fund, bank loss itself will reduce the capital. The goal of this research is to understand the differences of the application of SAK and PSAK 50 and 55 on the declining of the receivable. The object of this thesis research is Bank Perkreditan Rakyat Millenia. The method that is used in this research is descriptive method. The result of this research shows that the company used the impairment of receivable align with SAK ETAP and there are differences between SAK ETAP and PSAK 50 and 55 on impairment of receivable. Keywords : Impairment of Receivable, SAK ETAP, PSAK 50 and 55 PENDAHULUAN Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari aliran uang, dimana industri perbankan memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam sistem perekonomian. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa fungsi utama perbankan indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Pendapatan terbesar bank berasal dari bunga, imbalan atau pembagian hasil usaha atas kredit yang disalurkan. Semakin banyak jumlah kredit yang disalurkan berarti potensi pendapatan semakin besar. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya tidak semua dana yang dihimpun dari masyarakat bisa disalurkan dengan baik sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan dan penyaluran kredit kepada masyarakat biasanya mengalami hambatan dalam hal pengembalian pinjaman kepada pihak bank dan nyaris semua bank yang beroperasi di Indonesia mengalami kredit bermasalah. Semakin besar kredit macet yang dihadapi, maka makin menurun pula tingkat kesehatan bank tersebut atau menurunnya profitabilitas yang diharapkan. Semakin besar jumlah kredit bermasalah, makin besar pula jumlah cadangan yang harus disediakan serta makin besar pula tanggungan bank untuk mengadakan dana cadangan tersebut karena kerugian bank akan mengurangi modal sendiri. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan salah satu pendukung perkembangan perekonomian indonesia, terutama untuk kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah serta sektor informal. Peran BPR dalam pemberian kredit bagi usaha mikro, kecil, dan menengah ini dapat membantu menciptakan lapangan pekerjaan, pemerataan pendapatan, dan pemerataan kesempatan berusaha di Indonesia. Salah satu ruang lingkup kegiatan Bank Perkreditan Rakyat Millenia adalah memberikan fasilitas kredit kepada sektor usaha, dimana kredit tersebut bersumber dari dana yang dihimpun dari giro, deposito, dan tabungan. Dalam menjalankan fungsinya sebagai BPR, kebijaksanaan perkreditan Bank Perkreditan Rakyat Millenia senantiasa diarahkan pada semua sektor usaha dengan pemberian kredit jangka pendek dan menengah serta prioritas sektor-sektor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Saat ini standar akuntansi keuangan sedang dalam proses konvergensi dengan IFRS, sehingga penyusunan laporan keuangan menjadi lebih kompleks dan banyak menggunakan fair value, 10
professional judgment. Kondisi demikian cukup menyulitkan bagi sebagian besar perusahaan di Indonesia, terutama bagi perusahaan mikro, kecil, dan menengah. Oleh karena itu, Ikatan Akuntan Indonesia mengeluarkan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). SAK ETAP diperuntukkan bagi entitas yang tidak mempunyai akuntabilitas publik yang signifikan. Namun, regulator dapat menetapkan entitas yang mempunyai akuntabilitas publik yang signifikan untuk menggunakan SAK ETAP. Sistem akuntansi baru ini memperkenalkan “impairment” atau penurunan atas nilai piutang. Penurunan nilai yaitu suatu kondisi dimana terdapat bukti obyektif terjadinya peristiwa yang merugikan sebagai akibat dari satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal kredit. Penurunan nilai piutang data dihitung dengan dua cara yaitu secara individu dan dihitung secara kolektif. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah “Bagaimana perbedaan penerapan penurunan nilai berdasarkan SAK-ETAP dan PSAK 50 dan 55 pada PT. BPR Millenia?” Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami perbedaan penerapan SAK-ETAP dan PSAK 50 dan 55 atas penurunan nilai (impairment) piutang pada PT. BPR Millenia Manado. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penelitian ini bermanfaat bagi penulis sebagai tambahan pengalaman dan pengetahuan tentang bagaimana perbandingan penerapan SAK-ETAP dan PSAK 50 dan PSAK 55 atas penurunan nilai piutang pada PT BPR Millenia Manado. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada perusahaan mengenai peneurunan nilai piutang (kredit yang diberikan) berdasarkan SAK-ETAP dan memberi pengetahuan tambahan berupa penerapan PSAK 50 dan PSAK 55 yang dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk mendapatkan dan mengetahui pengukuran, pengakuan, serta penyajian penurunan nilai piutang dalam laporan keuangan yang sesuai dengan ketentuan dan standar akuntansi yang tepat dan berguna jika perusahaan ingin menjadi go public dan menjadi perusahaan yang lebih besar dalam hal ini menjadi bank umum. TINJAUAN PUSTAKA Kredit Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai Pokok-Pokok Perbankan, pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. A line of credit is a commitment in which a borrower receives a promise from a bank to provide a loan over a set period at predetermined terms. Theory suggests that credit lines provide the borrower insurance against future liquidity shocks and thus play a key liquidity role. (Demiroglu & James, 2010) Menurut Taswan (2008 : 215) Pengertian kredit adalah : “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”. Kredit Bermasalah Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikannya. Kredit bermasalah menurut ketentuan Bank Indonesia merupakan kredit yang digolongkan ke dalam kolektibilitas Kurang Lancar (KL), Diragukan (D), dan Macet (M). (Fitria & Sari, 2012) Kredit bermasalah yaitu kredit yang dalam pelaksanaannya belum mencapai/memenuhi target yang diinginkan oleh pihak bank kemudian memiliki kemungkinan timbulnya risiko kemudian hari bagi bank dalam arti luas, juga mengalami kesulitan dalam penyelesaian kewajiban-kewajiban baik dalam bentuk pembayaran kembali pokoknya dan atau pembayaran bunga, denda keterlambatan serta 11
ongkos-ongkos bank yang menjadi beban debitur yang bersangkutan. Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan. (Kuncoro dan Suharjono, 2002). Akuntansi Menurut Ismail (2014:2), akuntansi dapat diartikan sebagai seni dalam melakukan pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran, yang mana hasil akhirnya tercipta sebuah informasi seluruh aktivitas keuangan perusahaan. Tujuan akuntansi yang digambarkan dalam laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan para pemakai. Menurut Committee on Terminology of The American Institute of Certified Public Accountants yang dikutip oleh Belkaoui (2011 : 50), akuntansi adalah seni mencatat, menggolongan, dan mengikhtisarikan transaksi serta peristiwa yang bersifat keuangan dengan suatu cara yang bermakna dan dalam satuan uang serta menginpretasikan hasil-hasilnya. Perbankan Menurut (UU) RI Nomor 10 Tahun 1998 dalam buku Kasmir (2012 : 24), bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut (UU) RI Nomor 10 Tahun 1998 dikutip oleh Kasmir (2012 : 33), Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya disini kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum. SAK-ETAP Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik atau SAK-ETAP merupakan standar akuntansi keuangan yang diperuntukkan bagi entitas tanpa akuntabilitas publik. ETAP adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit. (Sumendap, 2015) Penurunan Nilai terjadi ketika nilai tercatat aset melebihi jumlah yang dapat diperoleh kembali. Entitas harus menilai pada setiap tanggal pelaporan apakah terdapat indikasi bahwa ada aset yang turun nilainya. Penurunan nilai pinjaman dan Piutang yang diberikan dibentuk sebesar estimasi kerugian yang tidak dapat ditagih. PSAK 50 dan PSAK 55 PSAK 50 Tentang Instrumen Keuangan : Penyajian PSAK 50 merupakan adopsi dari IAS 32 Financial Instrument: presentation. Dalam Paragraf 02 dinyatakan tujuan pernyataan ini adalah menetapkan prinsip penyajian instrumen keuangan sebagai liabilitas atau ekuitas dan saling hapus aset keuangan dan liabilitas keuangan. Pernyataan ini diterapkan untuk klasifikasi instrumen keuangan, dari perspektif penerbit, dalam aset keuangan, liabilitas keuangan, dan instrumen ekuitas; klasifikasi bunga, dividen, kerugian dan keuntungan yang terkait; dan keadaan dimana aset keuangan dan liablitas keuangan saling hapus. Pernyataan ini melengkapi prinsip pengakuan dan pengukuran aset keuangan dan liabilitas keuangan dalam PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. PSAK No. 55 Tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran Dalam paragraf 01 dinyatakan tujuan pernyataan ini adalah untuk mengatur prinsip dasar pengakuan dan pengukuran aset keuangan, liabilitas keuangan, dan kontrak pembelian atau penjualan item non keuangan. PSAK ini menjelaskan di antaranya definisi derivatif, kategori instrumen keuangan, pengakuan dan pengukuran, akuntansi lindung nilai dan penentuan kriteria lindung nilai. Pengakuan awal dalam paragraf 14 entitas mengakui aset keuangan atau liabilitas keuangan dalam laporan posisi keuangan, jika dan hanya jika, entitas tersebut menjadi salah satu pihak dalam ketentuan pada kontrak instrumen tersebut. PSAK 55 (revisi 2015) paragraf 43. “Pada saat pengakuan 12
awal aset keuangan dan liabilitas keuangan, entitas mengukur pada nilai wajarnya. Dalam hal aset keuangan dan liabilitas keuangan tidak diukur pada nilai wajar melalui laba rugi, nilai wajar tersebut ditambah biaya transaksi yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan atau penerbitan aset keuangan dan liabilitas keuangan tersebut. Keempat kategori diterapkan pada pengukuran dan pengakuan laba rugi”. PSAK 55 (revisi 2015) paragraf 58. “ Pada setiap akhir periode pelaporan, entitas mengevaluasi apakah terdapat bukti efektif bahwa aset keuangan atau kelompok aset keuangan mengalami penurunan nilai”. Penurunan nilai adalah suatu kondisi dimana nilai tercatat aset melebihi nilai yang dapat diperoleh kembali. Aset keuangan atau kelompok aset keuangan diturunkan nilainya dan kerugian penurunan nilai telah terjadi, jika dan hanya jika, terdapat bukti objektif mengenai penurunan nilai sebagai akibat dari satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal aset tersebut (peristiwa merugikan), dan peristiwa yang merugikan tersebut berdampak pada estimasi arus kas masa depan dari aset keuangan atau kelompok aset keuangan yang dapat diestimasi secara andal. Sulit untuk mengidentifikasi satu peristiwa tertentu yang menyebabkan penurunan nilai. Penurunan nilai pada dasarnya disebabkan oleh kombinasi dari beberapa peristiwa masa depan tidak dapat diakui, terlepas hal tersebut sangat mungkin terjadi. Bukti objektif bahwa aset keuangan atau kelompok aset keuangan mengalami penurunan nilai termasuk data yang dapat diobservasi yang menjadi perhatian dari pemegang aset tersebut. Penelitian Terdahulu 1. Inggrid (2012) mengenai Analisis Pengakuan, Pengukuran, Penyajian, Pengungkapan atas Pendapatan Bunga Kredit Pada PT. Bank Sinarmas Tbk. Penelitian ini, data yang digunakan bersifat kuantitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Analisis dilakukan dengan metode deskriptif. Bila dibandingkan penelitian penulis, terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada jenis dan teknik pengumpulan data serta analisis data yaitu analisis deskriptif. Perbedaannya, penelitian ini dilakukan di perusahaan berbeda dalam penelitian ini. 2. Emanuela (2012) mengenai Analisis Penerapan PSAK 50 dan 55 (revisi 2006) atas Impairment Piutang Pada Perusahaan Multifinance. Penelitian ini menggunakan data yang bersifat kuantitatif yaitu berupa angka-angka yang tercantum dalam laporan keuangan. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yaitu, data yang diperoleh langsung dari objek penelitian. Analisis di lakukan dengan metode deskriptif komperatif. Bila di bandingkan dengan penelitian penulis, terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah melakukan penelitian tentang perlakuan akuntansi Impairment piutang. Perbedaannya, penelitian ini dilakukan di beberapa perusahaan multifinance sedangkan peneliti pada perbankan dan membandingkan antara SAK ETAP dan PSAK. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif. Penelitian ini menekankan pada deskripsi data yang bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan sesuatu (Sugiyono, 2011) Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat Bank Perkreditan Rakyat Millenia Jl. Bethesda No. 42 Manado - Sulawesi Utara. Penelitian di lakukan pada bulan Agustus – September 2015. Metode Pengumpulan Data 1. Metode pengumpulan kepustakaan (library research) Pengumpulan data ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang digunakan sebagai landasan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Untuk data yang sifatnya kuantitatif, pengumpulan datanya pertahun (akhir tahun). Dalam melakukan pengambilan data, menggunakan sumber data sekunder yang merupakan data yang sudah di publikasikan melalui website bank indonesi. Data tersebut berupa laporan keuangan triwulan yang didalamnya terdapat laporang keuangan (financial statement) serta informasi tambahan lainnya atas perusahaan. 13
2. Penelitian Lapangan (field research) Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung dan wawancara dengan pihakpihak yang terkait dengan PT. BPR Millenia Manado khususnya divisi kredit dan divisi akuntansi. Jenis Data 1. Data kualitatif, yaitu data yang terdiri dari kumpulan data non angka yang sifatnya deskriptif yang terdiri dari berikut ini. a. Gambaran umum perusahaan, struktur organisasi, dan sebagainya. b. Buku pedoman perusahaan yang berisi pelaksanaan perlakuan akuntansi dan pelaksanaan proses pemberian kredit pada tepat penilitian. c. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang ditetapkan oleh BPR Millenia. 2. Data kuantitatif, data berupa angka-angka yang diambil adalah Laporan Keuangan dan Catatan atas Laporan Keuangan PT BPR Millenia. Sumber Data 1. Data Primer Data yang diperoleh langsung dari perusahaan terkait melalui wawancara dengan petugas yang bertugas pada divisi kredit khususnya yang menangani masalah kredit. 2. Data Sekunder Data yang diperoleh dari sumber di luar bank, yaitu Bank Indonesia dalam bentuk literatur-literatur perbankan dan IAI yang berhubungan dengan penilitian ini. Situs resmi Bank Indonesia yaitu www.bi.go.id Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan komparatif yaitu dengan menganalisis dan membandingkan antara penerapan perlakuan akuntansi penurunan nilai piutang (Impairment Piutang) serta penyajiannya dalam laporan keuangan sesuai dengan SAKETAP bab 22 dan PSAK No 50 dan PSAK No 55. Definisi Operasional SAK ETAP, Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik merupakan standar akuntansi keuangan yang diperuntukkan bagi entitas tanpa akuntabilitas publik. PSAK 50, instrumen keuangan penyajian. Pernyataan ini membantu perusahaan menklasifikasikan instrument keuangan dalam aset keuangan, liabilitas keuangan, instrumen ekuitas, termasuk juga klasifikasi yang terkait dengan bunga, dividen, kerugian dan keuntungan dan keadaan dimana aset keuangan dan liabilitas keuangan saling hapus. PSAK 55, instrumen keuangan pengakuan dan pengukuran, memberikan panduan kepada pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan dan kontrak untuk membeli item non-keuangan. Tujuannya untuk mengatur prinsip-prinsip dasar pengakuan dan pengukuran aset keuangan, kewajiban, keuntungan dan kontrak pembelian atau penjualan item non-keuangan. Impairment Piutang, estimasi ini juga berupa penyisihan kerugian penurunan nilai. Perhitungan penyisihan kerugian penurunan nilai berdasarkan nilai tercatat (biaya perolehan amortisasi). Penyisihan penghapusan aktiva produktif adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar presentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan kualitas aktiva produktif. Penurunan nilai adalah suatu kondisi dimana nilai tercatat aset melebihi nilai yang dapat diperoleh kembali. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian PT Bank Perkreditan Rakyat Millenia membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif mengambil acuan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 13 / 26/PBI/2011. Dimana aktiva produktif adalah penyediaan dana BPR dalam Rupiah untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk Kredit, Sertifikat Bank Indonesia dan Penempatan Dana Antar Bank. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar presentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan kualitas Aktiva Produktif. Penyisihan kerugian terbagi dua yaitu untuk kredit yang diberikan dan untuk kas, kas dalam valuta asing, surat berharga, dan penempatan pada 14
bank lain. BPR menetapkan kualitas aktiva produktif yang sama terhadap beberapa rekening aktiva produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) debitur pada BPR yang sama. Dalam hal terdapat perbedaan kualitas aktiva produktif terhadap beberapa rekening aktiva produktif untuk 1 (satu) debitur pada BPR yang sama, BPR wajib menetapkan kualitas masingmasing aktiva produktif mengikuti kualitas aktiva produktif yang paling rendah. BPR menentukan penyisihan kerugian penurunan nilai kredit secara kolektif dengan mengacu pada pembentukan penyisihan umum dan penyisihan khusus sesuai dengan ketentuan PBI mengenai penilaian kualitas aktiva. Penyisihan kolektif untuk kredit yang dikelompokkan sebagai kurang lancar, diragukan, dan macet, dihitung setelah dikurangi dengan nilai agunan yang diperkenankan sesuai dengan PBI. PPAP umum ditetapkan paling kurang sebesar 0,5% dari aktiva produktif yang memiliki kualitas lancar. PPAP khusus ditetapkan paling kurang sebesar : 1. 10% dari aktiva produktif yang memiliki kualitas lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan; 2. 50% dari aktiva produktif yang memiliki kualitas lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan 3. 100% dari aktiva produktif yang memiliki kualitas lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan. Sebelum tahun 2014 BPR tidak melakukan amortisasi pada biaya provisi, namun langsung diakui sebagai pendapatan. Pada tahun 2014 entitas mulai menerapkan amortisasi tiap bulan untuk kredit diatas Rp.5.000.000,- dengan metode suku bunga efektif. Berikut jurnal pada saat pemberian kredit. Kas xxx Kredit yang diberikan – Provisi Kredit xxx (Kredit yang diberikan – Provisi Kredit penyajiannya sebagai aset pada laporan posisi keuangan). Pada saat amortisasi tiap bulan. Kredit yang diberikan – Provisi Kredit xxx Pendapatan Provisi xxx (Pendapatan provisi penyajiannya ada laporan laba rugi) Pada saat debitur dianggap sudah tidak mampu atau mustahil untuk memenuhi kewajibannya maka entitas harus melakukan hapus buku dan hapus tagih. Penghapusan buku tidak akan dilakukan selama masih ada jaminan, dan untuk hapus tagih sangat jarang dilakukan namun terpaksa dilakukan bila pihak debitur telah meninggal dunia atau tidak diketahui keberadaannya. Jurnal pada saat hapus buku PPAP – kyd xxx Kredit yang diberikan xxx *) Penyajiannya pada neraca Namun pihak debitur membayar kredit yang telah dihapus buku, maka akan dijurnal pada catatan khusus atas laporan keuangan Kas xxx Pendapatan tagihan hapus buku xxx Pembahasan Penurunan Nilai SAK ETAP Penyisihan Kerugian Kredit dibentuk untuk menutup kemungkinan kerugian yang timbul sehubungan dengan penanaman dana ke dalam kredit. Penghapusbukuan kredit (hapus tagih) adalah tindakan BPR menghapus kewajiban buku kredit macet dari neraca sebesar kewajiban debitur tanpa menghapus hak tangih BPR kepada debitur. Penghapusan hak tagih kredit (hapus tagih) adalah tindakan BPR menghapus kewajiban debitur yang tidak dapat diselesaikan. Penurunan nilai penjaman yang diberikan dan piutang dibentuk sebesar estiasi kerugian yang tidak dapat ditagih (SAK ETAP paragraf 22.2). Penurunan nilai ditentukan dengan memperhatikan antara lain pengalaman, prospek industri, debitur dan agunan yang dikuasai. Pemulihan nilai pinjaman yang diberikan dan piutang mengacu ke paragraf 22.15, 22.17 dan 22.18 (SAK ETAP paragraf 22.23). Persentase penyisihan kerugian penurunan nilai aset diatas diterapkan terhadap saldo aktiva produktif setelah dikurangi dengan nilai agunan sesuai dengan PBI, kecuali untuk aktiva produktif yang diklasifikasikan lancar dan tidak dijamin atau yang dijamin dengan agunan non-tunai, dimana persentase penyisihan kerugian penurunan nilai aset diterapkan terhadap saldo aktiva produktif yang bersangkutan. 15
Ilustrasi jurnal sebagai berikut. 1. Pada saat pembentukan penyisihan kerugian kredit. Beban penyisihan kerugian kredit xxx Penyisihan kerugian kredit xxx 2. Pada saat penghapusbukuan kredit Penyisihan kerugian kredit xxx Kredit yang diberikan xxx 3. Pencatatan extracomptable atau rekening memorial. Memorial kredit yang dihapus buku xxx Rekening lawan-memorial kr yang dihapus buku xxx 4. Pada saat menerima setoran dari debitur atas kredit yang telah dihapus buku. Kas/Rekening xxx Pendapatan operasional lainnya xxx 5. Pengurangan catatan extracomptable atau rekening memorial sebagai berikut: Rekening lawan-memorial kr dihapus buku xxx Memorial kredit yang dihapus buku xxx Penurunan Nilai PSAK 55 Sesuai dengan PSAK 55 Entitas pada setiap akhir periode pelaporan, entitas mengevaluasi apakah terdapat bukti efektif bahwa aset keuangan atau kelompok aset keuangan mengalami penurunan nilai. Penurunan nilai yaitu suatu kondisi dimana terdapat bukti obyektif terjadinya peristiwa yang merugikan akibat satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengukuran awal aset tersebut dan peristiwa merugikan yang berdampak pada estimasi arus kas masa datang aset keuangan yang dapat diestimasi secara handal. Pengukuran tersebut dilakukan secara individual maupun kolektif. Penurunan nilai adalah suatu kondisi dimana nilai tercatat aset melebihi nilai yang dapat diperoleh kembali. Sedangkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (Impairment Loss) adalah jumlah yang diturunkan dari nilai tercatat hingga menjadi sebesar nilai yang dapat diperoleh kembali dari asset. Menurut PAPI, Cadangan Kerugian Penurunan Nilai adalah cadangan yang wajib dibentuk bank jika terdapat bukti obyektif mengenai penurunan nilai atas aset keuangan atau kelompok aset keuangan sebagai akibat dari satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal aset tersebut (peristiwa yang merugikan) dan berdampak pada estimasi arus kas mas depan. Jumlah cadangan kerugian diukur sebagai selisih antara nilai tercatat aset keuangan dengan nilai kini estimasi arus kas masa depan yang didiskonto menggunakan suku bunga efektif awal dari aset keuangan. Aset keuangan atau kelompok aset keuangan diturunkan nilainya dan kerugian penurunan nilai telah terjadi, jika dan hanya jika, terdapat bukti objektif mengenai penurunan nilai sebagai akibat dari satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal aset tersebut (peristiwa merugikan), dan peristiwa yang merugikan tersebut berdampak pada estimasi arus kas masa depan dari aset keuangan atau kelompok aset keuangan yang dapat diestimasi secara andal. Bank membentuk CKPN berdasarkan data kerugian kredit yang telah terjadi (incured loss) yang diambil dari data tiga tahun sebelumnya, bank pada setiap tanggal neraca, bank mengevaluasi apakah terdapat bukti terdapat bukti objektif bahwa aset keuangan yang tidak dicatat pada nilai wajar melalui laporan laba rugi telah mengalami penurunan nilai. Aset keuangan mengalami nilai jika bukti objektif menunjukkan bahwa peristiwa yang merugikan telah terjadi setelah pengakuan awal aset keuangan dan peristiwa tersebut berdampak pada arus kas masa datang atas aset keuangan yang dapat diestimasi secara handal. Bank pertama kali menentukan apakah terdapat bukti obyektif penurunan nilai secara individual atas aset keuangan yang signifikan secara individual atau kolektif untuk aset keuangan yang tidak signifikan secara individual. Jika bank menentukan tidak terdapat bukti objektif mengenai penurunan nilai atas aset keuangan yang dinilai secara individual, terlepas aset tersebut signifikan atau tidak, maka bank memasukkan aset tersebut kedalam kelompok aset keuangan yang memiliki karakteristik risiko kredit yang serupa dan menilai penurunan nilai kelompok tersebut secara kolektif. Aset keuangan yang penurunan nilainya dilakukan secara individual, dan untuk itu kerugian 16
penurunan nilai telah diakui atau tetap diakui tidak termasuk dalam penilaian penurunan nilai secara kolektif. Ilustrasi Jurnal 1. Pada saat terdapat bukti obyektif penurunan nilai, membentuk cadangan kerugian penurunan nilai. Db. Kerugian penurunan nilai kredit Kr. Cadangan kerugian penurunan nilai kredit 2. Membatalkan pendapatan bunga yang telah diakui dan belum diterima pembayarannya dengan melakukan jurnal balik apabila penurunan nilai terjadi pada periode berjalan. Db. Pendapatan bunga kredit Db./Kr. Kredit - amortised cost Kr. Pendapatan bunga kredit yang akan diterima 3. Mengoreksi saldo laba, jika bukti obyektif penurunan nilai kredit yang diperoleh setelah tanggal neraca tetapi sebelum tanggal penyelesaian laporan keuangan menunjukkan terjadinya penurunan nilai sebelum atau pada tanggal neraca. Db. Saldo laba Db./Kr. Kredit - amortised cost Kr. Pendapatan bunga kredit yang akan diterima, 4. Jika penurunan nilai terjadi pada periode berjalan dan bank masih memiliki saldo tagihan bunga yang pendapatannya telah diakui pada periode sebelumnya, maka saldo tagihan bunga tersebut dijurnal balik dan bank mengakui kerugian penurunan nilai pada periode berjalan. Db. Kerugian penurunan nilai Kr. Pendapatan bunga kredit yang akan diterima Kr. Cadangan kerugian penurunan nilai kredit 5. Pada saat penghapusbukuan kredit Db. Cadangan kerugian penurunan nilai kredit Kr. Kredit Tabel Perbandingan Penurunan Nilai SAK ETAP dan PSAK 50 dan 55 Uraian Pengakuan Awal
SAK ETAP Saldo Pinjaman - PKPN
Penurunan Nilai
Kerugian penurunan nilai terjadi ketika nilai tercatat aset melebihi jumlah yang dapat diperoleh kembali Penurunan nilai pinjaman yang diberikan dan piutang dibentuk sebesar estimasi kerugian yang tidak dapat ditagih. (PPAP)
Pembentukan Penurunan Nilai
Pembentukan Penurunan Nilai
Historical Cost
Penyisihan Kerugian Penurunan Nilai Peristiwa-Peristiwa Merugikan
Expectation Loss 1. 2. 3.
PSAK 50 dan 55 Nilai wajar ditambah biaya transaksi yang diatribusikan secara langsung ditambah biaya tambahan untuk memperoleh aset keuangan tersebut, dan selanjutnya diukur pada biaya perolehan diamortisasi menggunakan suku bunga efektif dikurangi PKPN Penurunan nilai adalah kondisi terdapat bukti obyektif terjadinya peristiwa yang merugikan Penurunan yang dibentuk apabila nilai tercatat kredit setelah penurunan nilai kurang dari nilai tercatat awal (CKPN). Apabila terdapat selisih dalam nilai tercatat kredit maka akan muncul akun CKPN. Terdapat dua teknik evaluasi penurunan nilai yaitu individual dan kolektif. Proses estimasi terhadap jumlah kerugian penurunan nilai dapat menghasilkan satu nilai kerugian atau kisaran (range) nilai kerugian yang mungkin terjadi (PSAK 55: PA 102). Incured Loss
pengalaman, prospek industri, prospek usaha,
1. 2.
17
Kesulitan keuangan signifikan yang dialami pihak peminjam Pelanggaran Kontrak
4.
Db. Beban Penyisihan Kerugian Kredit Kr. Penyisihan Kerugian Kredit
Terdapat kemungkinan pailit dari pihak peminjam 4. Hilangnya pasar aktif dari aset keuangan akibat kesulitan keuangan 5. Memburuknya status pembayaran pihak peminjam 6. Kondisi ekonomi nasional. Db. Kerugian Penurunan Nilai Kredit Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Kredit
Db. Penyisihan Kerugian Kredit Kr. Kredit yang diberikan
Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Kredit Kr. Kredit yang diberikan
5. 6.
Pada saat pembentukan penyisihan kerugian kredit Pada saat penghapusbukuan kredit
kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas, kemampuan membayar debitor, agunan yang dikuasai.
3.
Sumber : Data Olahan (2015) PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah diuraikan pada bagian pembahasan, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut. PT. Bank Perkreditan Rakyat Millenia dalam pengakuan dan pengukuran penyisihan kerugian penurunan nilai (impairment loss), pihak perbankan telah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/26/PBI/2011 yang mengacu pada SAK ETAP. SAK ETAP sendiri berbeda atau tidak sepenuhnya mengikuti PSAK 50 dan PSAK 55. Dalam hal penyajian dan pengakuan telah sesuai seperti pada pinjaman yang diberikan pengakuan awal pinjaman yang diberikan dan piutang diukur dalam nilai wajar ditambah dengan biaya transaksi yang dapat di atribusikan secara langsung dengan perolehan aset keuangan, Pengukuran selanjutnya diukur pada biaya perolehan diamortisasi dengan menggunakan metode suku bunga efektif dikurangi penurunan nilai. Kemudian untuk penyajian keuntungan dan kerugian telah sesuai dengan PSAK 55 paragraf 56 dimana aset keuangan yang dicatat pada biaya perolehan diamortisasi, keuntungan dan kerugian diakui dalam laba rugi ketika aset keuagan tersebut dihentikan pengakuannya atau mengalami penurunan nilai, dan melalui proses amortisasi. Namun dalam hal pengukuran penurunan atau penyisihan kerugian penurunan nilai tidak sesuai karena, PSAK 55 tidak mengizinkan pengakuan kerugian penurunan nilai melalui pembentukan cadangan untuk kerugian di masa depan pada saat pinjaman diberikan. PSAK 55 paragraf 43 mensyaratkan aset keuangan pertama kali dinilai berdasarkan nilai wajar. Untuk aset berbentuk pinjaman, nilai wajar adalah total kas yang dipinjamkan setelah disesuiakan dengan fee dan biaya lain. Selanjutnya PSAK 55 paragraf 58 mensyaratkan bahwa kerugian penurunan nilai hanya diakui jika terdapat bukti objektif penurunan nilai yang disebabkan peristiwa masa lalu yang terjadi setelah pengakuan awal. Sejalan dengan hal tersebut, pengurangan jumlah tercatat suatu aset berbentuk pinjaman pada saat pengakuan awal melalui pengakuan seketika kerugian penurunan nilai adalah tidak konsisten dengan PSAK 55 paragraf 43 dan 58. Perbedaan penggunaan SAK ETAP dan PSAK 50 dan 55 dalam penyajian, pengakuan, dan pengukuran dengan penggunaan PSAK 50 dan PSAK 55. Pada perhitungan penurunan nilai (impairment) piutang, dalam hal pengukuran penyisihan SAK ETAP tidak menetapkan cadangan kerugian penurunan nilai yang berdasarkan pada penurunan nilai namun, ini memungkinkan perbankan mengatur besarnya pencadangannya untuk tujuan tertentu. Pihak perbankan tidak menentukan penyisihan penurunan nilai berdasarkan data kerugian kredit yang telah terjadi (incured loss) yang diambil dari data tiga tahun sebelumnya. Namun penentuan pencadangannya yaitu penyisihan penghapusan aktiva produktif menggunakan ekspektasi kerugian kredit (expectation loss) yang ditentukan oleh perbankan tersebut. Dengan kata lain bahwa penerapan regulasi ini bank dapat dengan mudah mempercantik laporan keuangannya karena tidak memakai sumber data yang diambil dari data-data transaksi minimal tiga tahun atau maksimal lima tahun sebelumnya. Perbankan memoles laporan keuangannya dengan memperbesar PPAP-nya sehingga akan mempengaruhi kinerjanya. Penyisihan kerugian penurunan nilai berguna untuk menilai kinerja perbankan sendiri khususnya untuk nonperforming.
18
Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat, maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut. Perlakuan Akuntansi PT. Bank Perkreditan Rakyat Millenia atas Penurunan Nilai telah sesuai berdasarkan SAK-ETAP, maka penulis menyarankan agar PT. Bank Perkreditan Rakyat Millenia terus mempelajari, mendalami tentang SAK ETAP khususnya dalam hal penurunan nilai (impairment) agar terus mematuhi Peraturan Bank Indonesia, dan membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif benar-benar berdasarkan data, dan tanpa adanya permainan mengingat penggunaan SAK ETAP yang lebih mudah (simple) dibandingkan dengan PSAK 50 dan 55.
DAFTAR PUSTAKA Belkaoui Ahmad. 2006. Accounting Theory. Buku 1 Edisi 5. Salemba Empat : Jakarta Selatan. Bank Perkreditan Rakyat Sulut Indonesia. http://www.bankmillenia.com. Tanggal Akses 16 September 2015. Demiroglu & James. 2010. The use of Bank Lines of Credit in Corporate Liquidity Management : A Review of Empirical Evidence. Koc University. Florida. Tanggal Akses 24 November 2015. Emanuela. 2012. Analisis Penerapan PSAK 50 dan 55 (Revisi 2006) atas Impairment Piutang pada Perusahaan Multifinance. Skripsi. Universitas Indonesia. Jakarta. Fitria dan Sari. 2012. Analisis Kebijkan Pemberian Kredit dan Pengaruh Non Performing Loan terhadap Loan to Deposit Ratio pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Cabang Rantau, Aceh Tamiang (Periode 2007-2011). No.1 Vol.1 Hal 88-101. Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Tanggal Akses 2 Januari 2016. Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Standar Akuntansi Keuangan. Cetakan kedua. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta. Inggrid, 2012. Analisis Pengakuan, Pengukuran, Penyajian, Pengungkapan Atas Pendapatan Bunga Kredit Pada PT Bank Sinar Mas Tbk. Skripsi, Universitas Sam Ratulangi, Manado. Ismail, 2014. Akuntansi Bank. PT. Kencana Prenadamedia Group : Jakarta. Jayanti Andy. 2012. Perlakuan Akuntansi Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) Kesesuaiannya Sebelum dan Sesudah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.31 Efektif Dicabut Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. Kasmir. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta. Kuncoro, Mudrajad, Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi. Yogjakarta : BPFE UGM. Martani Dwi, 2014. PSAK 50 Instrumen Keuangan Penyajian, https://staff.blog.ui.ac.id/martani/PSAK-50-InstrumenKeuangan-Penyajian15122014.pptx. Tanggal Akses 8 Agustus 2015. Martani Dwi, 2014. PSAK 55 Instrumen Keuangan Pengakuan dan Pengukuran, https://staff.blog.ui.ac.id/martani/PSAK-55-InstrumenKeuangan-Pengakuan15122014.pptx. Tanggal Akses 8 Agustus 2015. Martani Dwi, 2011. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik, https://staff.blog.ui.ac.id/martani/SAK-ETAP-155112011.pptx. Tanggal Akses 2 November 2015. Soemarso SR. 2014. Akuntansi Suatu Pengantar. Buku 1 Edisi 5. Salemba : Jakarta. Sumendap Priscilia. 2015. Evaluasi Penerapan SAK ETAP pada PT.BPR Cipta Cemerlang Indonesia. No.04 Vol.15. Universitas Sam Ratulangi. Indonesia. Tanggal Akses 28 November 2015
19
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Alfabeta. Bandung Taufiq, 2013. SAK ETAP unsera, www.slideshar.net/ceceptaufiqkurochman/sak-etapunsera. Tanggal Akses 19 Oktober.
20
ANALISIS EFEKTIVITAS PENERAPAN PAJAK SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN MINAHASA Pingkan Lapian1 Grace B. Nangoi2 Steven J. Tangkuman3 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 95115, Indonesia Email:
[email protected] ABSTRACT Regional Income is derived from local taxes and levies. Local taxes in Indonesia based on Law No. 28 of 2009 is divided into two, namely, provincial taxes and tax districts / cities. Tax Swallow's Nest is a local tax. The aim of this study was to determine the effectiveness of taxation bird nest in Minahasa district. The analytical method used in this research is descriptive qualitative analysis to give you an idea whether the taxation of bird's nest has been effective or not and how much contribution it provides to the local revenue. The results showed that in 2011 the tax effectiveness of bird's nest of 22.28%, in 2012 amounted to 109.63%, in 2013 amounted to 129.48% and in 2014 amounted to 158.45% and the tax contributions of bird's nest on Revenue PAD in 2011 amounted to 0.09%, in 2012 amounted to 9.75%, in 2013 amounted to 8.12% and in 2014 amounted to 6.20%. It can be concluded taxation swallow nest in Minahasa district has been very effective and overall Contributions Tax swallow's nests against local revenue in 2011 through 2014 contributed greatly lacking. Keyword: Effectiveness, Tax Swallow Nest PENDAHULUAN Latar Belakang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu berasal dari Pajak daerah dan Retribusi Daerah. Pajak daerah di Indonesia berdasarkan Undang-undang nomor 28 tahun 2009 terbagi menjadi dua yaitu, pajak propinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi Propinsi atau Kabupaten/kota. Berdasarkan undang-undang Nomor 28 tahun 2009 ditetapkan lima jenis pajak propinsi dan sebelas jenis pajak kabupaten/kota. Pajak propinsi terdiri dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok. Dan pajak kabupaten/kota terdiri dari Pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung wallet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet. Pajak sarang Burung Wallet diatur dalam Undang-undang nomor 28 tahun 2009. Di kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara sendiri terdapat banyak sarang burung wallet. Bisa dilihat di daerah Tanawangko, sepanjang ruas jalan Kalasey serta di daerah Ranowangko dan Rerer. Pajak sarang burung wallet merupakan pajak daerah yang dapat menambah Pendapatan Asli Daerah yang harus di perhatikan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas penerapan Pajak Sarang Burung walet dikabupaten Minahasa dam kontribusi Pajak Sarang Burung Walet terhadap Pendapatan Asli Daerah kabupaten Minahasa. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Pengertian pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
21
Fungsi Pajak a) Fungsi budgetir Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk mebiayai pengeluaran-pengeluarannya. b) Fungsi mengatur Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi. Pajak Daerah Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tata Cara Pemungutan Pajak Pemungutan pajak dilarang diborongkan. Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).
(1) (2) a. b.
(1) (2)
(1) (2)
Pajak Sarang Burung Wallet Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2009, pajak sarang burung wallet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet. Burnung wallet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta dan collocalia linchi. Undang-undang nomor 28 tahun 2009 bagian Kelima Belas pasal 72 : Objek pajak sarang burung wallet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet. Tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : Pengambilan sarang burung wallet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kegiatan pengambilan dari/atau pengusahaan sarang burung wallet lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Subjek pajak sarang burung wallet dalam pasal 73 : Subjek pajak sarang burung wallet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung wallet. Wajib pajak sarang burung wallet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung wallet. Dasar pengenaan pajak sarang burung wallet dalam pasal 74 : Dasar pengenaan pajak sarang burung wallet adalah nilai jual sarang burung wallet. Nilai jual sarang burung wallet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang burung wallet yang berlaku di daerah yang bersangkutan dengan volume sarang burung wallet. Dalam pasal 75 tarif pajak sarang burung wallet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%, tariff pajak sarang burung wallet ditetapkan dengan peraturan daerah. Sementara itu dalam pasal 76 menyebutkan bahwa besaran pokok pajak sarang burung wallet yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat (2) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 74. Pajak sarang burung wallet terutang dipungut diwilayah daerah tempat pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet. Di Kabupaten Minahasa sendiri yang mengatur Pajak sarang burung wallet adalah Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.
22
METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis data kuantitatif yaitu Laporan Realisasi Anggaran Pajak Daerah Kabupaten Minahasa tahun 2011-2014 dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Minahasa dari tahun 2011-2014 yang kemudian dijadikan data kualitatif yaitu dengan mendekripsikan angka-angka tersebut. Metode Analisis Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini maka, metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan terperinci mengenai suatu keadaan berdasarkan data atau informasi yang telah didapatkan dalam hal ini memberikan gambaran apakah penerapan pajak sarang burung walet sudah efektif atau belum serta seberapa besar kontribusi pajak sarang burung walet terhadap Pendapatan Hasil Daerah (PAD), kemudian dikumpulkan sehingga didapatkan informasi yang diperlukan untuk menganalisa masalah yang ada. Analisis Efektivitas (Mahmudi 2007: 129) Rasio Efektivitas Pajak Daerah dihitung dengan cara membandingkan Realisasi penerimaan pajak daerah dengan target penerimaan pajak daerah dalam hal ini Realisasi dan Target Pajak Sarang Burung Walet dari tahun 2011-2014. Rasio ini sebagai berikut:
Adapun kriteria efektivitas sebagai berikut Table 3.1 Tabel Interpretasi Nilai Efektivitas Presentase
Kriteria
>100%
Sangat efektif
90 – 100%
Efektif
80 – 90%
Cukup efektif
60 – 80%
Kurang efektif
<60%
Tidak efektif
Sumber : Depdagri, Kemendagri No. 690.900.327(Halim, dalam Ricart, (2013) Analisis Kontribusi Analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak sarang burung wallet terhadap total Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Minahasa dalam kurun waktu 3 tahun yaitu dari tahun 2011-2014, yang presentasenya dihitung dari realisasi Pajak sarang burung wallet dibandingkan dengan total realisasi pendapatan asli daerah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam rumus (Novia, dalam Sambuaga, 2011).
23
Table 3.2 Klasifikasi Kriteria Kontribusi Presentase 0,00% - 10% 10% - 20% 20,10% - 30% 30,10% - 40% 40,10% - 50% Diatas 50% Sumber: Tim Litbang Depdagri –Fisipol UGM 1991 (Halim, dalam Ricart, (2013)
Kriteria Sangat kurang Kurang Sedang Cukup Baik Baik Sangat Baik
PEMBAHASAN Gambaran Umum Kabupaten Minahasa Kabupaten Minahasa adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Utara. Ibukota kabupaten ini terletak di Tondano. Kabupaten ini memiliki luas wilayah sekitar 1.028,85 km2 dengan jumlah populasi penduduk sekitar 343.014 jiwa. Kabupaten Minahasa saat ini terdiri dari 25 kecamatan, yaitu: Visi dari kabupaten Minahasa “ Menuju Minahasa Bermartabat dan Sejahtera tahun 2018” Misi Kabupaten Minahasa Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Minahasa yang berdaya saing dengan semboyan “Sitou Timou Tumou Tou” Memlihara nilai budaya Minahasa yang kreatif, produktif dan inovatif berdasarkan semangat “Mapalus” Meningkatkan kesejahteraan rakyat Minahasa melalui pengelolaan sumber daya alam yang efisien, efektif, dan berkelanjutan berbasis agrobisinis dan pariwisata. Gambaran Umum Pajak Sarang Burung Walet di Kabupaten Minahasa
Sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, Kabupaten Minahasa melakukan pemungutan terhadap beberapa jenis pajak daerah. Dasar hukum pelaksanaan dan pemungutan pajak sarang burung walet di Kabupaten Minahasa adalah Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Kabupaten Minahasa. Berdasarkan peraturan yang berlaku, yang menjadi objek pajak sarang burung wallet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet. Subjek pajak sarang burung wallet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung wallet, dan wajib pajaknya adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung wallet, dengan dasar pengenaan pajak sarang burung wallet adalah Nilai jual sarang burung wallet dan tarifnya ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen). Berikut ini adalah data target dan realisasi pajak sarang burung wallet di Kabupaten Minahasa tahun 2011-2014.
24
Table 4.1 Laporan Target dan Realisasi Pajak Sarang Burung Walet di Kabupaten Minahasa Tahun 2011 – 2014
2011
Target Pajak Sarang Burung Walet (Rp) 100,000,000
Realisasi Pajak Sarang Burung Walet (Rp) 22,277,800
2012
2,000,000,000
2,192,631,800
2013
2,000,000,000
2,596,743,000
2014 2,300,000,000 Sumber: DIPENDA Kabupaten Minahasa, 2015
3,644,246,400
Tahun
Pembahasan Efektivitas Berikut adalah tabel Efektivitas Pajak Sarang Burung Walet di Kabupaten Minahasa Tahun 2011 – 2014.
Table 4.2 Efektivitas Pajak Sarang Burung Walet Kabupaten Minahasa tahun 2011-2014 Target Pajak sarang Realisasi Pajak sarang Tahun Burung Walet Burung Walet (Rp) (Rp) 2011 100,000,000 22,277,800 2012 2,000,000,000 2,192,631,800 2013 2,000,000,000 2,596,743,000 2014 2,300,000,000 3,644,246,400 Rata – rata Sumber: Data Diolah, 2015
Efektivitas 22.28% 109.63% 129.84% 158.45% 105.05%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa setiap tahun efektivitas pajak sarang burung wallet dari tahun 2011 sampai dengan 2014 mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 tingkat efektivitas pemungutan pajak sarang burung wallet sebesar 22,28%, kemudian pada tahun 2012 efektivitas pemungutan pajak sarang burung wallet mengalami kenaikan yaitu sebesar 109,63%, pada tahun 2013 efektivitas pemungutan pajak sarang burung wallet juga mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 129,84%, begitu juga pada tahun 2014 efektivitas pemungutan pajak sarang burung wallet juga mengalami kenaikan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 158,45%. Walaupun pada tahun 2011 efektivitas pajak sarang burung wallet tidak mencapai target tapi pada tahuntahun berikutnya yaitu tahun 2012, 2013 dan 2014 senantiasa mencapai bahkan melebihi target (over target). Atau dengan kata lain pada tahun 2011 pajak sarang burung wallet tidak terealisasi dengan baik, dan pada tahun 2012, 2013 dan 2014 pajak surung burung wallet sudah terealisasi dengan baik. Pencapaian efektivitas tertinggi berada di tahun 2014, dengan nilai target efektivitas yaitu 158,45%. Sedangkan pencapaian efektivitas terendah berada di tahun 2011, dengan nilai target efektivitas yaitu 22,28%. Dengan melihat rata-rata efektivitas pemungutan pajak sarang burung wallet kabupaten Minahasa yang melebihi 100% atau rata-rata sebesar 105,05% setiap tahunnya, hal ini menunjukkan bahwa kinerja dalam pemungutan pajak sarang burung wallet di kabupaten Minahasa sangat baik. Karena realisasi pajak sarang burung wallet dalam tahun 2011 – 2014 senantiasa lebih besar dari pada target yang direncanakan. Kontribusi Berikut adalah tabel kontribusi pajak sarang burung wallet terhadap PAD tahun 2011 – 2014. 25
Tahun 2011 2012 2013 2014
Tabel 4.3 Kontribusi Pajak Sarang Burung Walet Terhadap PAD Kabupaten Minahasa Tahun 2011 – 2014 Realisasi Pajak sarang Burung Pendapatan Asli Daerah Walet (PAD) (Rp) (Rp) 22,277,800 23,809,053,306 2,192,631,800 22,477,366,444 2,596,743,000 31,964,854,060 3,644,246,400 58,778,368,154 Rata – rata
Kontribusi 0.09% 9.75% 8.12% 6.20% 6.04%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kontribusi pajak sarang burung wallet terhadap PAD dari tahun ke tahun dari tahun 2011 -2014 terus berubah-ubah. Pada tahun 2011 kontribusi yang diberikan pajak sarang burung wallet terhadap PAD sebesar 0,09%. Kemudian pada tahun 2012 kontribusi pajak sarang burung wallet terhadap PAD mengalami peningkatan sebesar 9,75%. Pada tahun 2013 kontribusi pajak sarang burung wallet terhadap PAD mengalami penurunan , presentasenya hanya sebesar 8,12%. Pada tahun 2014 kontribusi pajak sarang burung wallet terhadap PAD semakin menurun tajam, presentasenya hanya sebesar 6,20%. Dengan kata lain untuk presentase kontribusi pajak sarang burung wallet terhadap PAD dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan. Namun, pada tahun 2012 ke tahun 2014 terus mengalami penurunan yang lumayan tajam. Kontribusi pajak sarang burung wallet yang terbesar berada pada tahun 2012 dimana presentase kontribusinya 9,75%. Sedangkan kontribusi pajak sarang burung wallet terhadap PAD yang terkecil berada di tahun 2011 yaitu hanya 0,09%. Dengan melihat presentase kontribusi yang diberikan pajak sarang burung wallet terhadap PAD dapat disimpulkan bahwa kontribusi yang diberikan oleh pajak sarang burung wallet terhadap PAD sangat sedikit. Tabel 4.4 Kontribusi Pajak Sarang Burung Walet Terhadap PAD Kabupaten Minahasa tahun 2011-2014 (dilihat dari target) Tahun
Target Pendapatan Asli Daerah
Target Pajak Sarang Burung Walet
2011 24,544,538,719 2012 27,007,276,500 2013 31,256,367,000 2014 67,922,781,924 Sumber: data diolah, 2015
100,000,000 2,000,000,000 2,000,000,000 2,300,000,000
Kontribusi 0.41% 7.41% 6.40% 3.39%
Kontribusi pajak sarang burung walet terhadap PAD sangat sedikit karena setiap tahun target PAD terus ditingkatkan sementara target dari pajak sarang burung walet sangat sedikit. Dilihat dari tabel 4.4 setiap tahun target pajak sarang burung walet hanya memberi sedikit kontribusi terhadap PAD. Pada tahun 2011 target pajak sarang burung walet memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar 0,41%, pada tahun 2012 sebesar 7,41%, pada tahun 2013 sebesar 6,40% dan pada tahun 2014 sebesar 3,39%. Yang berarti setiap tahun target pajak sarang burung walet yang telah ditargetkan oleh pemerintah tidak memberikan kontribusi yang baik atau sangat kurang terhadap pendapatan asli daerah dikabupaten minahasa.
26
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis efektivitas kemudian kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Minahasa, dari analisis data yang telah dilakukan dapat di ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil perhitungan efektivitas pemungutan Pajak Sarang Burung Walet menunjukkan bahwa pada tahun 2011 efektivitas Pajak sarang Burung Walet sebesar 22.28%, tahun 2012 sebesar 109.63%, tahun 2013 sebesar 129.84% dan pada tahun 2014 sebesar 158.45% dengan rata-rata pemungutan Pajak Sarang Burung Walet di Kabupaten Minahasa dari tahun 2011 sampai dengan 2014 sebesar 105.05%, sehingga dapat disimpulkan Efektivitas Pajak Sarang Burung Walet dari tahun 2011 sampai 2014 sangat Efektif. 2. Secara keseluruhan Kontribusi Pajak Sarang Burung Walet pada tahun 2011 samapai dengan tahun 2014 memberikan kontribusi yang sangat kurang terhadap Pendapatan Asli Daerah sehingga tidak mempengaruhi Jumlah Pendapatan Asli Daerah yang diterima.
Saran 1. Secara keseluruhan tingkat efektivitas Pajak Sarang Burung Walet dari tahun 2011-2014 sudah sangat efektif. Akan tetapi sangat perlu perhatian dari pemerintah Kabupaten Minahasa untuk lebih menggali potensi dari Pajak Sarang Burung Walet sehingga dapat mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Minahasa. 2. Untuk tetap mempertahankan tingkat efektivitas, pemerintah Kabupaten Minahasa harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pemungutan Pajak Sarang Burung Walet dan peraturan pajak yang mengikatnya. Dengan pahamnya masyarakat tentang pajak, maka akan membawa dampak positif dalam pembayaran pajak. Pemerintah juga harus membuka pasar Sarang Burung Walet sehingga nilai jual Sarang Burung Walet semakin jelas. 3. Sementara itu untuk target pajak sarang burung walet harus ditingkatkan sesuai dengan target Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Minahasa agar setiap tahun pajak sarang burung walet akan memberikan kontribusi yang baik. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Maulana,(2012), Analisis Potensi dan Upaya Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet di Kota Singkawang. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Diana, Sari. (2013), Konsep Dasar Perpajakan. Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung. Debi Aprilliawati, (2014), Analisis Efektivitas Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Mojokerto. Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya. Eko Bayu Putra, (2015), Analisis Sistem Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet Terhadap Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Pontianak. Fakultas Ekonomi, Universitas Tanjungpura Pontianak. Fitria,(2012), Analisis Penerapan dan Pemungutan Pajak Penerangan Jalan, Pajak Hotel dan Pajak Sarang Burung Walet di Kabupaten Karawang, Universitas Bina Nusantara. Haryono, Jusup, (2003), Dasar-dasar Akuntansi Jilid I Edisi Keempat. Penerbit Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta John E. Anderson. 2009. Casino Taxation in the United States. National Tax Journal. Vol LVIII. No.2. http://www.ntanet.org/NTJ/58/2/ntj-v58n02p303-24-casino-taxation-united-states.pdf. Diakses Desember, 31, 2015. Kieso, Weygandt, Warfield, (2011), Financial Accounting IFRS Edition. Mardiasmo, (2011), Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit CV. Andi Offset, Yogyakarta. Mardiasmo, (2009), Akuntansi Sektor Publik, Penerbit CV. Andi Offset, Yogyakarta. Muljono, Djoko, (2009), Akuntansi Pajak, Penerbit CV. Andi Offset, Yogyakarta.
27
Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa, Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa nomor 1 tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Republic Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jakarta. Silvy Christina, (2013), Kontribusi Pajak Sarang Burung Walet Tehadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bangka Induk, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi TRISAKTI.
28
EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN ASET PADA BPKBMD KABUPATEN MINAHASA UTARA Ferina M A. Saraun 1 Lidia Mawikere 2 1,2, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado email: 1
[email protected] 2
[email protected]
ABSTRACT Asset is one of the elements that must be managed properly in order to produce reliable information in the financial statements regions. Martinet sectoral asset management (asset) carries a significant effect on the perfection of balance sheet presentation area. The aim of this study is to see and know the planning and procurement of assets in Financial Management Board and the Regional Property North Minahasa Regency regulatory interior minister 17 in 2007 seen from the cycle of sectoral asset management are applied as well as the completeness of the source document. The method used is qualitative method with descriptive analysis techniques. The results showed that BPKBMD North Minahasa Regency is appropriate. However, BPKBMD North Minahasa regency should coordinate better with all SKPD as users / persons responsible for the preparation of the planning and procurement of assets in order to realize the principles of Good Governance. Keywords: Planning, Procurement
PENDAHULUAN Latar Belakang Mengacu pada prinsip Good Govermence bahwa pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus menyajikan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Transparan atau Transparasi sendiri yaitu memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggung jawaban pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Sedangkan Akuntabel atau Akuntabilitas sendiri yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada pemerintah daerah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. Tujuannya agar semua yang dilaporkan bias dipertanggung jawabkan kepada masyarakat, termasuk aset berupa barang milik Negara maupun barang milik daerah. Secara umum barang merupakan bagian dari kekayaan yang adalah satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur, tidak termasuk juga uang dan surat berharga. Aset merupakan salah satu unsur yang harus dikelola dengan baik agar menghasilkan informasi yang andal dalam laporan keuangan daerah. Pengelolaan aset daerah merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan dengan baik agar dapat memberikan gambaran tentang kekayaan daerah, adanya kejelasan status kepemilikan, pengamanan barang daerah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan pemanfaatan aset daerah yang ada serta dapat digunakan untuk dasar penyusunan laporan keuangan. Pengelolaan barang milik daerah harus dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonimis sehingga pengamanan aset daerah dapat terjaga dengan baik 29
Proses perencanaan dilaksanakan dengan prosedur yang berjenjang sesuai mekanisme perencanaan yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2005 tentang sistem Perencanaan Nasional dan Peraturan Pelaksanaannya yang dimulai dari usulan Kepala SKPD kepada tim anggaran eksekutif untuk dimasukan ke dalam RAPBD. Usulan tersebut dilakukan dengan berbagai tahapan, seperti adanya proses musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) dan kajian-kajian yang menyatakan diperlukan aset/ barang milik daerah tersebut. Selanjutnya, RAPBD disampaikan kepada DPRD untuk mendapatkan legalisasi menjadi APBD dengan dilengkapi berbagai dokumen seperti Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA). Kemudian, dilaksanakan Pengadaan berdasarkan kewenangan masingmasing Instansi dengan prosedur berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011. Setiap tahun pemerintah daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku. Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara sendiri pada tahun 2015 telah melakukan perencanaan dan pengadaan aset pada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Satuan Kerja Perangkat Kerja Daerah (SKPKD), dan semua kantor yang ada di wilayah Kabupaten Minahasa Utara sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Untuk mengetahui bagaimana Perencanaan dan Pengadaan Aset/Barang milik daerah Kabupaten Minahasa Utara telah terselenggara dengan baik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007.Maka penelitian ini mencoba memahami lebih tentang Perencanaan dan Pengadaan Aset/Barang milik daerahpada Badan Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah Kabupaten Minahasa Utara. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah perencanaan dan pengadaan Aset/Barangmilik daerah telah terselenggara dengan baik berdasarkan Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 pada Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara. 2. Untuk mengetahui bagaimanakah proses perencanaan dan pengadaan aset/barang milik daerah pada Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Aset Aset menurut Standart Akuntansi Pemerintahan merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau social di masa depan. Yang diharapkan dapat diperoleh baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Pengertian Barang Milik Daerah Barang Milik Daerah menurut Pemendagri No. 17 Tahun 2007, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah antara lain: 1. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; 2. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; 3. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau 4. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Barang milik daerah sebagaimana tersebut diatas, terdiri dari:
30
a. Barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaanya/ pemakaiannya berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD/Instansi/Lembaga Pemerintah Daerah Lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan); b. Barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya yang status barangnya dipisahkan. Perencanaan Dan Pengadaan Aset Dalam M Yusuf (2010 : 41) Perencanaan merupakan tahapan paling penting dari salah satu tahap penyusunan Aset. Pelaksanaan Perencanaan kebutuhan dan penganggaran perlu terkoordinasi dengan baik dengan memperhatikan standarisasi yang telah ditetapkan sesuai kondisi daerah masing-masing. Mengenai perencanaan kebutuhan dan penganggaran bukanlah merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, tetapi merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan barang milik daerah. Dalam perencanaan kebutuhan dan penganggaran barang daerah perlu adanya pemahaman dari seluruh satuan kerja perangkat daerah terhadap tahapan kegiatan pengelolaan barang milik daerah sehingga koordinasi dan sinkronisasi dalam kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan baik. Perencanaan dan penganggaran kebutuhan dilakukan dengan melihat standart kebutuhan meliputi, standart jenis, macam, jumlah, dan besarnya barang milik daerah yang dibutuhkan, juga merupakan standarisasi sarana dan prasarana kerja Pemerintah Daerah. Proses perencanaan dan penganggaran tidak terlepas dari kegiatan dalam pemenuhan barang yang disesuaikan standarisasi satuan harga barang. Satuan harga barang disusun berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan oleh SKPD beserta instansi yang terkait. Jumlah dan kualitas barang harus disesuaikan dengan standarisasi barang yang berlaku yang tercantum dalam peraturan Kepala Daerah. (Nyemas Hasfi, et al. 2013) Pemerintah Daerah merupakan organisasi yang sangat dinamis dalam menjalankan roda pemerintahannya termasuk Merencanakan Kebutuhan Aset. Pelayanan peningkatan kesehjateraan masyarakat memiliki banyak sekali indicator sehingga pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 memberikan kewenangan-kewenangan meliputi: 1. Bidang Pendidikan,Pemuda dan Olahraga; 2. Bidang Kesehatan; 3. Bidang Sosial,Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 4. Bidang Perhubungan,Komunikasi, dan Informatika; 5. Bidang Kependudukan, dan Catatan Sipil; 6. Bidang Kebudayaaan, dan Pariwisata Salah satu sistem perencanaan untuk pembelian aset/barang milik daerah yaitu, perencanaan akan Pengadaan Kebutuhan aset/ barang milik daerah yang dilakukan oleh SKPD. Hal ini karena SKPD mengetahui jumlah kebutuhan tanah, jumlah kebutuhan peralatan dan mesin, jumlah kebutuhan bangunan dan gedung, jumlah kebutuhan jalan, irigasi, instalasi, dan jaringan, jumlah kebutuhan aset/barang milik daerah lainnya, seperti buku perpustakaan, hewan, tumbuh-tumbuhan, serta jumlah kebutuhan aset/barang milik daerah yang tidak berwujud. Untuk mencukupi kebutuhan sarana dan prasarana, diperlukan suatu perencanaan yang baik agar prasarana yang dibeli tidak menjadi barang rongsokan atau tidak dapat dimanfaatkan. Pada kenyataannya, pada masa- masa yang lalu, seringkali sarana dan prasarana diadakan berdasarkan keinginan subjektif. Sarana dan prasarana merupakan bentuk alat yang dapat dimanfaatkan dan digunakan dalam rangka mendukung kegiatan pemerintah. Pencatatan Perencanaan dan Pengadaan Kebutuhan Aset Daerah mekanismenya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang pedoman teknis pengelolaan Barang Milik Daerah Sebagaimana telah dijelaskan. Oleh karena itu, kreativitas daerah untuk dapat menciptakan mekanisme pengumpulan data dari SKPD sangat 31
diperlukan.Misalnya Aset harus dapat dihitung dengan tepat, begitu juga dengan jumlah kondisi aset/barang yang tersedia harus jelas. Menurut Peraturan Pemerintah Dalam Negeri No 13 tahun 2006, setiap pemerintah daerah mengajukan RAPBD kepada DPRD wajib melampirkan jumlah aset/barang tidak baik maka akan sulit memenuhi lampiran RAPBD tersebut. Dalam sistem perencanaan anggaran daerah, salah satu permasalahan yang sering muncul dari Tim Anggaran Eksekitif maupun Tim Anggaran Legislatif adalah permintaan data jumlah aset/barng yang sudah ada yang sedang dibeli pada tahun anggaran berjalan, terdapat tiap-tiap SKPD sebagai pembanding untuk memutuskan usulan alokasi pembelanjaan terhadap suatu aset/barang. Sesuai dengan Permendagri No. 17 Tahun 2007 Pengadaan merupakan hasil dari daftar rencana yang akan direalisasi berupa barang/jasa. Dalam hal Pengadaan Aset/Barang milik daerah adalah Pengadaan barang daerah dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan dengan tujuan: 1. Tertib administrasi pengadaan barang daerah; 2. Tertib administrasi pengelolaan barang daerah; 3. Pendayagunaan barang daerah secara maksimal sesuai dengan tujuanpengadaan barang daerah; dan, 4. Tercapainya tertib pelaksanaan penatausahaan barang daerah. Administrasi pengadaan barang daerah yang dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan mencakup seluruh kegiatan pengadaan barang daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan pengadaan disini yaitu pengadaan atas beban APBD, dalam hubungan ini setiap kepala SKPD bertanggung jawab untuk melaksanakan pengadaan barang milik daerah dalam lingkungan wewenangnya dan bertanggung jawab pula untuk melaporkan/ menyampaikan daftar hasil pengadaan barang milik daerah kepada Kepala Daerah melalui pengengelola. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif yaitu mengenai Profil, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Milik Daerah,Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Struktur Organisasi, dan Informasi tentang Perencanaan dan Pengadaan Aset Daerah telah terselenggara dengan baik. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Badan Pengelolaan Dan Barang Milik Daerah Kabupaten Minahasa Utara. yang beralamat di Jalan SBY Airmadidi Minahasa Utara. Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu dua bulan, yaitu bulan September dan Oktober 2015. Objek Penelitian Objek penelitian ini yaitu pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah Kabupaten Minahasa Utara sesuai dengan judul skripsi yg dimaksud. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan data, dalam suatu metode penelitian. Teknik Pengumpulan data yang dilakukan yaitu Teknik Wawancara dan Teknik Dokumentasi. Metode Analisis Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpotivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi-kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya dalam 32
eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data yang bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna generalisasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil Perencanaan Aset di Kabupaten Minahasa Utara Menurut hasil wawancara dengan kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah Kabupaten Minahasa Utara Perencanaan Aset Kabupaten Minahasa utara sudah terlaksana dengan baik. Salah satunya pada Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara yang merupakan salah satu dinas yang membutuhkan biaya yang sangat besar tiap tahunnya. Proses perencanaan kebutuhan barang milik daerah terakhir sudah dilakukan pada tahun 2013. BPKBMD sebagai pembantu pengelola telah menerapkan Perencanaan aset sesuai dengan prosedur yang seharusnya dilakukan yaitu sesuai dengan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007, yaitu: 1) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai pengguna barang merencanakan dan menyusun kebutuhan barang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah ( RKA-SKPD) sebagai bahan dalam penyunsunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). 2) Masing- masing SKPD menyusun Rencana Kebutuhan Barang dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang kemudian menyampikan kepada Pengelola melalui pembantu pengelola untuk meneliti dan menyusun menjadi Rencana Daftar Kebutuhan Barang Milik Daerah (RDKBMD) dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (RKPBMD). 3) Rencana Kebutuhan Barang SKPD disusun berdasarkan standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintah daerah yang ditetapkan kepala daerah. 4) Setelah APBD, ditetapkan setiap SKPD menyusun Daftar Rencana Tahunan Barang dan disampaikan kepada Kepala Daerah melalui pengelola. 5) Berdasarkan Rencana Tahunan Barang dari semua SKPD, diteliti dan dihimpun menjadi Daftar Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) untuk satu tahun anggaran. 6) Daftar kebutuhan barang daerah tersebut dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan barang milik daerah dan; 7) Format Rencana Kebutuhan Barang SKPD (RKB SKPD) (Lampiran 1) dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang SKPD (Lampiran 2). Perencanaan Barang pada Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2013 berjumlah 47 jenis barang dan 717 buah barang. Diantaranya peralatan kantor, bangunan klinik puskesmas laboratorium, peralatan elektronik, peralatan dapur dan peralatan lainnya yang menjadi kebutuhan Dinas Kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Jumlah Harga Satuan dari kebutuhan barang Dinas Kesehatan yaitu Rp 7.009.007.962 dan Jumlah Harga pembelian yaitu Rp 1.465.088.626. Hasil Pengadaan Aset di Kabupaten Minahasa Utara Pengadaan barang Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara dilakukan pada satu tahun sesudah melakukan perencanaan yaitu pada tahun 2014. Proses pengadaan juga sudah terealisasi sesuai dengan baik. Dinas kesehatan sesuai dengan Permendagri Nomor 17 tahun 2007 yaitu 1) Panitia Pengadaan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dengan susunan keanggotaannya melibatkan unsur teknis terkait; 2) Panitia Pengadaan menyelenggarakan tender/lelang dan mengambil keputusan dalam suatu rapat yang dituangkan dalam Berita Acara Lelang mengenai calon pemenang 33
atas dasar harga terendah dikaitkan dengan harga perkiraan sendiri (owner estimate) yang dapat dipertanggung jawabkan untuk kualitas barang yang dibutuhkan, selanjutnya menyampaikan Berita Acara tersebut disertai saran kepada Kepala Daerah dan/atau Sekretaris Daerah untuk menetapkan Pemenang Lelang. Dalam Berita Acara Lelang dimaksud memuat antara lain: 1) hari, tanggal dan tempat pelaksanaan lelang; 2) anggota panitia yang hadir; 3) rekanan yang diundang, rekanan yang hadir, rekanan yang memenuhi syarat; dan 4) surat-surat penawaran yang masuk. 3) Setelah ditetapkan calon pemenang lelang, Kepala Daerah atau pengelola atau pengguna, menetapkan pemenang lelang; 4) Pelaksanaan mengadakan/pekerjaan dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) membuat Surat Perjanjian yang ditandatangani oleh Kepala Daerah atau pengelola atau Kepala SKPD;dan 2) sepanjang pengadaan/pekerjaan tidak dilakukan melalui lelang, maka pelaksanaan pengadaan/pekerjaan dilakukan dengan Surat Perintah Kerja yang ditandatangani oleh Kepala SKDP dan/atau pejabat pengadaan. Dalam Surat Perintah Pengadaan/Pekerjaa tersebut diatas,merupakan dasar untuk penerimaan barang harus dengan tegas membuat dan menyatakan jumlah barang dan biaya maupun syarat-syarat lain yang diperlukan. 5. Penerimaaan barang dilaksanakan oleh penyimpan barang dan/atau pengurus barang setelah diperiksa oleh Panitia Pemeriksa Barang Daerah dengan membuat berita acara pemeriksaan. 6. Pembayaran hanya dapat dilakukan apabila melampiri dokumen-dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara yang merupakan salah satu SKPD dengan biaya kebutuhan pertahun yang sangat tinggi telah melakukan perencanaan dan penganggaran pada tahun terakhir yaitu 2013.Rencana Kebutuhan Barang pada Dinas Kesehatan pada tahun 2013 telah terselenggara berupa peralatan kantor, bangunan gedung kantor, bangunan klinik puskesmas laboratorium, tugu, alat dapur, alat-alat kedokteran dan lain lain yang sudah tercantum dalam Daftar Rencana Kebutuhan Barang Unit (DRKBU). Sesuai dengan data diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan barang pada Dinas Kesehatan berjumlah (47) barang. Analisis Perencanaan Aset di Kabupaten Minahasa Utara Pada dasarnya mekanisme pencatatan rencana kebutuhan barang secara umum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007. Dalam hal perencanaan, tidak dilakukan untuk lima tahun tetapi pertahun dengan pertimbangan kebutuhan serta jumlah pegawai yang berubah tiap tahunnya. Oleh karena itu, kreatifitas daerah untuk dapat menciptakakan mekanisme pengumpulan data dari SKPD sangat diperlukan. Perencanaan Aset yang dikelola oleh Pemerintah Daerah telah diatur oleh Pemerintah Pusat dalam berbagai peraturan yang paling umum digunakan diantaranya PP No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah disertai pedoman teknisnya dalam Permendagri No 17 Tahun 2014 dan direvisi terbaru dari PP No.6 Tahun 2006 yaitu PP No.27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014. Dalam pasal 10 ayat (1), (2), dan (3) pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa Alur proses perencanaan dan penganggaran BMD yaitu : 1. Pengguna barang menghimpun usul rencana kebutuhan barang yang diajukan oleh kuasa pengguna barang yang berada di lingkungan kantor yang dipimpinnya. 34
2.
Pengguna barang menyampaikan usul rencana kebutuhan Barang Milik Daerah kepada pengelola barang. 3. Pengelola barang melakukan penelaan atas usul rencana kebutuhan Barang Milik Daerah tersebut bersama pengguna barang dengan memperhatikan data barang pada pengguna barang dan/atau pengelola barang dan menetapkannya sebagai rencana kebutuhan barang milik Negara/daerah. Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pengguna barang merencanakan dan menyusun kebutuhan barang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sebagai bahan dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), kemudian masing-masing SKPD menyusun Rencana Kebutuhan Barang dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang dalam bentuk usulan kemudian menyampaikan kepada pengelola melalui pembantu pengelola. Pembantu Pengelola menghimpun usulan RKBMD dan RKPBMD untuk diteliti namun tidak disusun menjadi dokumen Rencana Daftar Kebutuhan Barang Milik Daerah (RDKBMD) dan Rencana Kebutuhan Pemeliharaan Barang Milik Daerah (RKPBMD). Dari usulan RKBMD, ketika dihasilkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), langsung menjadi Daftar Kebutuhan Barang (DKB) dan tidak di proses lagi menjadi dokumen DKBMD ataupun DKPBMD. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa BPKBMD sebagai pembantu pengelola telah menerapkan Perencanaan aset sesuai dengan prosedur yang seharusnya dilakukan. Dokumen sumber Perencanaan dan Pengadaan Aset berdasarkan Permendagri No 17 Tahun 2007 adalah sebagai berikut : 1) RKBMD sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) masingmasing satuan kerja perangkat daerah juga sebagai bahan penyusunan Rencana APBD 2) RKPBMD sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) masingmasing satuan kerja perangkat daerah juga sebagai bahan penyusunan Rencana APBD. Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara yang merupakan salah satu SKPD dengan biaya kebutuhan pertahun yang sangat tinggi telah melakukan perencanaan dan penganggaran pada tahun terakhir yaitu 2013.Rencana Kebutuhan Barang pada Dinas Kesehatan pada tahun 2013 telah terselenggara berupa peralatan kantor, bangunan gedung kantor, bangunan klinik puskesmas laboratorium, tugu, alat dapur, alat-alat kedokteran dan lain lain yang sudah tercantum dalam Daftar Rencana Kebutuhan Barang Unit (DRKBU). Sesuai dengan data diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan barang pada Dinas Kesehatan berjumlah (47) barang. Setelah melakukan perencanaan aset/barang Dinas Kesehatan melakukan Realisasi atau pengadaanya pada tahun berikut yaitu tahun 2014. Analisis Pengadaan Aset di Kabupaten Minahasa Utara Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang efisien, terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan Barang/Jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik. Seperti dalam aturan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menetapkan Panitia Pengadaan pada masing-masing SKPD yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Setelah itu panitia pengadaan menyelenggarakan tender/lelang dan mengambil keputusan dalam rapat dan dituangkan dalam Berita Acara Lelang mengenai calon pemenang atas dasar harga terendah dikaitkan dengan harga perkiraan sendiri (owner estimate) yang dapat dipertanggungjawabkan untuk kualitas barang yang dibutuhkan, selanjutnya menyampaikan berita acara tersebut disertai saran kepada Kepala Daerah dan/atau Sekretaris Daerah untuk menetapkan Pemenang Lelang. Pelaksanaan Pengadaan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
35
8)
Membuat Surat Perjanjian yang ditandatangani oleh Kepala Daerah atau pengelolah atau Kepala SKPD; dan 9) Sepanjang Pengadaan/Pekerjaan dilakukan dengan Surat Perintah Kerja yang ditandatangani oleh Kepala SKPD dan/atau pejabat pengadaan. Dalam surat perintah pengadaan/pekerjaan diatas, merupakan dasar untuk penerimaan barang, harus dengan tegas memuat dan menyatakan jumlah barang dan biaya maupun syarat-syarat yang diperlukan. Setalah itu Penerimaan barang dilaksanakan oleh penyimpan barang dan/atau pengurus barang selaku SKPD masing-masing setelah diperiksa oleh Panitia Pemeriksa Barang Daerah dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan. Dan yang terakhir Pembayaran hanya dapat dilakukan apabila melampiri dokumen-dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.pengadaan yang sudah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara sesuai dengan daftar rencana kebutuhan barang yang sudah tersusun. Akan tetapi pada saat melakukan pengadaan, didapati adanya penambahan nilai barang yang tidak terduga untuk Rehabilitasi Bangunan Puskesmas dengan jumlah yaitu (3) bangunan. Dokumen sumber Perencanaan dan Pengadaan Aset berdasarkan Permendagri No 17 Tahun 2007 adalah sebagai berikut : 1) DKBMD sebagai dasar pelaksanaan pengadaan barang milik daerah. 2) DKPBMD sebagai dasar pelaksanaan pemeliharaan barang milik daerah. Setelah melihat data pada tabel Perencanaan dan Pengadaan Barang di atas, dapat dilihat bahwa Perencanaan dan Pengadaan Aset pada Kabupaten Minahasa yang ditulis dalam formulir daftar rencana dan pengadaan barang sudah terselenggara dengan baik. Dinas Kesehatan yang merupakan salah satu SKPD yang membutuhkan biaya yang sangat besarsetiap tahunnya. Terlaksananya Perencanaan dan Pengadaan Aset Kabupaten Minahasa Utara melalui data dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah harus lebih tertib dan punya pengawasan yang lebih tinggi oleh tiap-tiap SKPD sebagai Pengguna aset dalam berbagai siklus pengelolaan yang diterapkan. Sehubungan dengan itu Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara terus berusaha untuk menciptakan Good Governance dengan mengikuti berbagai Seminar, pelatihan, BIMTEK maupun studi banding ke daerah lainnya dengan harapan dapat memberikan manfaat kepada para aparatur daerah maupun secara umum kepada seluruh Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Perencanaan Aset Pada Kabupaten Minahasa Utara sebagai pembantu pengelola dilakukan dengan berpedoman pada peraturan yang berlaku dan sudah sesuai dengan Permendagri No.17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan PP No.27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. b. Pengadaan Aset Pada Kabupaten Minahasa Utara sebagai pembantu pengelola dilakukan dengan berpedoman pada peraturan yang berlaku dan sudah sesuai dengan Permendagri No.17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan PP No.27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. c. Badan Pengelolaan Keuangan Dan Barang Milik Daerah Selaku Pembantu Pengelola masih kurang berkoordinasi dalam hal Perencanaan Dan Pengadaan Aset dengan Pihak SKPD lainnya. Saran BPKBMD Kabupaten Minahasa Utara selaku pembantu pengelola Aset/Barang Milik Daerah diharapkan melakukan koordinasi yang lebih baik lagi dengan semua SKPD selaku 36
pengguna/pihak yang bertanggung jawab dalam pembuatan Perencanaan dan Pengadaan Aset sebagai bentuk kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dan mencantumkan spesifikasi barang dalam formulir rencana dan pengadaan barang unit agar lebih jelas diketahui oleh masyarakat. Juga dalam melakukan perencanaan diperlukan ketelitian agar tidak terjadi penambahan yang tidak terduga salah satunya harus diadakan survey yang lebil teliti sebelum melakukan perencanaan dan pengadaan barang milik daerah. Dengan demikian, Perencanaan dan Pengadaan Aset dapat dipertanggung jawabkan guna mewujudkan prinsip Good Governance. DAFTAR PUSTAKA Abeysekera I. 2003. Accounting For Intellectual Assets and Liabillities. JOURNAL OF HUMAN RESOURCE COSTING and ACOOUNTING. No.7.Vol.7 University Of Wollongong. Australia. H Hong et al. 2008. Advisors And Asset Prices. JOURNAL OF FINANCIAL ECONOMICS. No.89. Vol. 268-287. University Priceton. USA. Tanggal akses 29 November 2015. Hongren et al. 2013. Accounting.Pearson International Edition. Upper Saddle River. New Jersey. Kolinug. 2015. Pengelolaan Aset Tetap Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Tomohon. ISSN 2303-1104. Universitas Sam Ratulangi. Manado https://jurnalemba.7108.pdf.com. Tanggal akses 25 November 2015. Mardiasmo dkk. 2008. Asset Management and Governance Analysing Vehicle Fleets In Asset Intensive Organisations. Page 1-20. Brisbane. Australia. Tanggal akses 28 November 2015. Meulensteen J. 2010. Valuing Equity Using Accounting Numbers : The Role Of Intangible Assets. JOURNAL OF MASTER THESIS ACCOUNTING. Tilburg University. Tanggal akses 29 November 2015. Michael dkk. 2014. Financial Reporting And Compliance Of Impairment Of Non-Current Assets In The Nigerian Bank. No.2. Vol.2 Jommo Kenyata University. Nairobi, Kenya. Tanggal akses 28 November 2015. Nordiawan, D & Hertinti, A.,2010, Akuntansi Sektor Publik, Edisi 2, Salemba Empat: Jakarta. Nordiawan, Putra dan Rahmawati.,(2012 : 7 ), Akuntansi Pemerintahan, Salemba Empat: Jakarta. Nyemas et al. 2013. Pengelolaan Barang Milik daerah Pada Kabupaten Sintang. Jurnal Tesis PMIS PSIAN. Universitas Tanjungpura. Pontianak. https://jurnal.untan.ac.id>pdf1. Tanggal akses 25 November 2015. Ouda H. 2014. A Practical Accounting Aproach For Heritage Assets Under Accrual Accounting. International Journal Of Governmental Financial Management. No.2 Vol.14. German University In Cairo. Tanggal akses 28 November 2015. Pekei et al. 2014. The Effectiveness Of Local Asset Management. INTERNATIONAL JOURNAL OF BUSSINESS and MANAGEMENT. Vol 3. Brawijaya University. Malang. Tanggal akses 29 November 2015. Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Utara Nomor 12 Tahun 2014, Tentang Uraian Tugas Dan Fungsi Badan Pengelolaan Keuangan Dan Barang Milik Daerah Kabupaten Minahasa Utara. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007, Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2015, Tentang Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) . Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
37
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sanusi,Anwar., 2011, Metodologi Penelitian Bisnis. Salemba Empat: Jakarta. Siregar. 2007. Pengaruh Pengelolaan Barang Milik Daerah Terhadap Pengamanan Aset Daerah. Universitas Negeri Medan. https://digilib.unimed.ac.id. Tanggal akses 25 November 2015. Sugiyono., 2010a, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Alfabeta:Bandung. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2005, Tentang Perencanaan Nasional Dan Peraturan Pelaksanaannya. Yusuf, M., 2011, 8 Langkah Pengelolaan Aset Daerah Menuju Pengelolaan Keuangan Daerah Tebaik, Cetakan Kedua, Salemba Empat: Jakarta.
38
ANALISIS KOREKSI FISKAL DALAM RANGKA PERHITUNGAN PPH BADAN PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT NUSA UTARA Brilliant Joy Leonardo Kalangie 1 Grace B. Nangoi 2 Inggriani Elim 3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado email:
[email protected]
ABSTRACK The income statement is something that is very important in the financial statements. In the income statement presents income (revenue), costs (expenses) and income (profit / losses) a company within a certain time period or periods. Income statement itself is also a financial statement must be derived from the accounting system, both made in accordance with provisions in the Law - Tax Law as well as those in charge based financial Accounting Standards (GAAP). Basically, both of these things (Law - Tax Law and the Financial Accounting Standards) regulate the same thing that is about how much the amount of the charge to the consumer. However, the fiscal correction, we can find something different. This difference is what happens when the accounting of income in measuring too low and unnatural because of special treatment that favor the occurrence of this. Fiscal correction itself is a correction or adjustment must be done before calculating the taxpayer's income tax for corporate taxpayers and tax personal use of accounting in calculating taxable income. The aim of this study was to determine the fiscal correction is done by PT. Rural Bank Nusa North in order calculating corporate income tax. This study took place at the office of PT. Rural Bank Nusa North. The company is located at Jl. Nusantara No. 98 Complex Bersehati Market Manado. The object of this study is the income / loss of PT. Rural Bank Nusa North. This study uses descriptive qualitative research because in practice, such as data, analysis and interpretation of the meaning and the data obtained. In this study, the author will study the financial statements of the profit-rui in 2013 and 3014 were obtained from the company. Then analyzed whether fiscal reconciliation process made are correct and in accordance with regulations Regulations - Tax regulations prevailing in Indonesia at this time. The results showed that the company has made a statement profit / loss of commercial accordance with the applicable accounting standards, and has made statements of income / tax loss properly in accordance with the tax laws and regulations. So it can be taxable income of PT. RB Nusa North, then calculate the income tax in accordance with the calculation of the applicable tax rate on taxable income (PKP) from PT. RB Nusa North. Keywords: Fiscal Correction, Reconciliation Fiscal, Income Statement PENDAHULUAN Latar Belakang Laporan laba-rugi merupakan sesuatu hal yang amat penting dalam laporan keuangan. Laporan labarugi ini sendiri juga merupakan suatu laporan keuangan yang harus dihasilkan dari system akuntansi, baik dibuat berdasarkan dengan ketentuan yang dalam Undang – Undang Perpajakan maupun yang ditetapkan berdasarkan Standar Akuntansi keuangan (SAK). Secara mendasar, kedua hal ini (Undang – Undang Perpajakan dan Standar Akuntansi Keuangan) mengatur suatu hal yang sama yakni tentang seberapa besar jumlah yang dibebankan kepada konsumen. Namun dalam koreksi fiskal, kita dapat menemukan suatu hal yang berbeda. Perbedaan ini terjadi apabila dari sisi akuntansi penghasilan diukur terlalu rendah dan tidak wajar dikarenakan adanya perlakuan khusus yang mendukung terjadinya hal ini. Koreksi fiskal itu sendiri merupakan suatu koreksi atau
39
penyesuaian yang harus dilakukan wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan bagi wajib pajak badan dan wajip pajak pribadi yang menggunakan pembukuan dalam penghitungan peng hasilan kena pajak. Tidak terlepas dari fenomena-fenomena yang terjadi dalam penyesuaian laporan keuangan dari perusahaanperusahaan, perkembangan sektor perbankan juga patut untuk dicermati. Sektor ini merupakan salah satu sektor yang masih bertahan di tengah berbagai kondisi perekonomian di Indonesia. Bank merupakan suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan tarif hidup masyarakat. Pada dasarnya bank harus menciptakan kuatitas produktif yang baik agar dapat meningkatkan pendapatan dan dengan demikian laba usaha akan menjadi semakin besar. Laba usaha inilah yang akan menjadi komponen dalam memperbesar modal usaha PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara adalah perusahaan yang bergerak di bidang perbankan untuk membantu pertumbuhan ekonomi daerah agar lebih berkembang untuk kemajuan bersama. BPR memberikan produk-produk dalam bentuk kredit maupun tabungan deposito. Atas dasar inilah penulis ingin mengamati bagaimana perusahaan ini menyikapi perbedaan-perbedaan yang terjadi antara laba rugi komersial dan laba rugi fiskal berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan serta Undang–Undang perpajakan yang berlaku dengan mengangkat topik “Analisis Koreksi Fiskal dalam rangka perhitungan PPh badan pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara”. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah apakah koreksi fiskal dalam rangka perhitungan Pajak Penghasilan Badan pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara sudah sesuai dengan peraturan Perpajakan yang berlaku? Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui koreksi fiskal yang dilakukan oleh PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara dalam rangka perhitungan PPh badan. TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi Pajak Akuntansi pajak adalah akuntansi yang diterapkan dengan tujuan untuk menetapkan besarnya pajak terhutang. Fungsi akuntansi pajak ini adalah untuk mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan pepajakan. Pengertian Pajak Pajak adalah iuran wajib rakyat kepada Negara berdasarkan Undang – Undang sehingga dapat di paksakan dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung. Bagi perusahaan pajak merupakan sebuah tanggung jawab dan kewajiban yang harus dibayarkan kepada Negara, atas kegiatan yang dilakukan di dalam suatu Negara. Menurut Sumitro (2011 : 1) “ Pajak adalah iuran rakyat pada kas Negara berdasarkan Undang – Undang (kontrak prestasi) yang langsung dapat di tunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. “Dapat dipaksakan” mempunyai arti, apabila utang pajak tidak di bayar, utang tersebut ditagih dengan kekerasan, seperti surat paksa, sita, lelang dan sandera. Dengan demikian, ciri–ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai beriku. 1. Pajak dipungut berdasarkan Undang – Undang 2. Jasa timbal tidak ditunjukan secara langsung. 3. Pajak dipungut oleh pemeritah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Dapat dipaksakan (bersifat yuridis) Pajak Penghasilan Pajak penghasilan pertama kali diatur dalam Undang–undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, lalu direvisi pada Undang–undang nomor 7 tahun 1991, diperbaharui pada tahun 1994 pada Undang–undang nomor 10 serta nomor 17 tahun 2000 dan perubahan terbaru dengan Undang–undang nomor 36 tahun 2008. Bedasarkan ketentuan Undang–undang perpajakan nomor 36 tahun 2008 pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa “besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan 40
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan”. Hal ini dimaksudkan jelas agar supaya setiap pajak penghasilan akan selalu tepat dan tak akan terjadi kekeliruan dalam pemungutannya. Menurut Prabowo (2008:34) pajak penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujuakan kepada masyarakat yang berpenghasilan yang diterima dan diperoleh dalam tahun pajak, untuk kepentingan Negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Pengertian Koreksi Fiskal Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi. Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal/pajak. Akibat koreksi fiskal dari Laporan Keuangan komersial menjadi Laporan Keuangan fiskal menyebabkan perbedaan antara laba komersial dengan laba fiskal. Koreksi fiskal dilakukan apabila terdapat perbedaan antara standar, metode atau praktek akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan komersil dengan laporan keuangan fiskal (menurut ketentuan perpajakan). Terjadinya perbedaan–perbedaan antara Standar Akuntansi Keuangan disebabkan oleh adanya berbagai kepentingan dari negara dalam memanfaatkan pajak sebagai salah satu komponen kebijakan fiskal. Menurut Gustian Djuanda (2006:15), beberapa perbedaan antara Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal yang menyebabkan koreksi fiskal dalah sebagai berikut: 1. Perbedaan konsep pendapatan 2. Perbedaan cara pengukuran pendapatan 3. Perbedaan pengakuan pendapatan 4. Perbedaan konsep biaya 5. Perbedaan cara pengukuran dan pengakuan biaya Perbedaan–perbedaan yang dikemukakan di atas, dalam koreksi laporan keuangan komersil (akuntansi) dan laporan keuangan fiskal, dikelompokkan lagi ke dalam dua golongan yaitu yang dikenal sebagai perbedaan sementara (temporary difference) dan perbedaan tetap (permanent difference). Adapun penjelasan atas kedua perbedaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Beda Tetap, yaitu penghasilan yang diakui dalam perhitngan laba neto untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam perhitungan akuntansi pajak. Contoh penghasilan : sumbangan, penghasilan bunga deposito Contoh biaya : biaya sumbangan, biaya sanksi perpajakan. 2. Beda Waktu, yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial, tetapi tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbedaan metode pengakuan. Contoh penghasilan : pendapatan laba selisih kurs. Contoh biaya : biaya penyusutan, biaya sewa Jenis Koreksi Fiskal Terdapat dua jenis koreksi fiskal yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal positif adalah koreksi / penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat. Sedangkan koreksi fiskal negative adalah koreksi atau penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang akan membuat PPh badan terhutangnya juga akan menurun. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti dan data yang diperoleh. Metode deskriptif adalah suatu meotde dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2005 : 54). Sedangkan metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositifme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sample sumber dan data dilakukan secara purposive, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan) analisis data bersifat 41
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna generalisasi (Sugiono, 2009 : 15). Tempat Penelitian Penelitian ini bertempat pada kantor PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara. Perusahaan ini terletak di Jl. Nusantara No. 98 Kompleks Pasar Bersehati Manado. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian (Gulo, 2012 : 110). Dalam proses pengumpulan data yang diperlukan, penulis menggunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data yaitu; 1. Interview, yaitu mengadakan wawancara dalam hal ini tanya jawab dengan pimpinan dan staf yang ditujukan untuk mengadakan penelitian terhadap tata cara pelaporan yang menyangkut masalah tersebut. 2. Dokumenter, cara pengumpulan data dengan menggunakan arsip dan dokumen-dokumen dari perusahaan yang bersangkutan. Metode Analisis Analisis yang digunakan penulis dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Proses analisis merupakan proses awal dalam tahap perencanaan penyelesaian suatu masalah (Gregory, 2007 : 32). Di dalam penelitian ini, penulis akan mempelajari laporan keuangan yang diperoleh dari perusahaan. kemudian dianalisa apakah proses rekonsiliasi fiskal yang dibuat tersebut sudah benar dan telah sesuai dengan peraturan Perundang – undangan Pajak yang berlaku di Indonesia saat ini. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian Profil perusahaan Perseroan didirikan dengan nama PT. Bank Perkreditan Rakyat Swadharma Siau dengan akta notaris Julius Daniel Ismawi. SH. Notaris di Manado tanggal 04 Oktober 1996 nomor 7. Perusahaan mulai beroprasi tanggal 23 mei 1997 di Wilayah Kecamatan Siau Timur dan pada bulan juni 2010 Kantor Pusat yang dulunya di wilayah kecamatan Siau Timur direlokasikan ke Kota madya Manado dengan tetap mempertahankan Kantor di Siau dengan status Kantor Cabang. Sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan PT. BPR Nusa Utara berusahaan dalam bidang Bank Perkreditan Rakyat Perusahaan berkedudukan dan berkantor pusat di Jalan Nusantara No. 98 Kompleks Pasar Bersahati Manado. Sesuai dengan Akta Keputusan Rapat dari notaries Paul Tarigan Sh.SpN Nomor 13 tanggal 21 juni 2012 PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara mempunyai Kantor Cabang di Jl. Tatahadeng No 9 Ulu Siau Kab. Kepl Siau Tagulandang Biaro. Hasil Penelitian Laba Rugi Komersial Dalam melakukan koreksi fiskal yang akan dikoreksi adalah laporan Laba rugi komersial yang dibuat oleh perusahaan berdasarkan standar akuntansi yang berlaku, untuk dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Dimana penelitian akan dilakukan pada Laporan laba rugi komersial yang dibuat oleh PT. BPR Nusa Utara berdasarkan standar akuntansi. Berikut ini yang akan menjadi fokus penelitian untuk analisis koreksi fiskal dalam rangka perhitungan pajak penghasilan badan pada PT. BPR Nusa Utara adalah laporan laba-rugi periode 1 Januari – 31 Desember 2014. Data-data pendukung terkait laporan laba-rugi untuk periode 1 Januari - 31 Desember 2014 juga dapat diperoleh dan dilampirkan, sehingga dapat dilihat rincian penyesuaian fiskal dan dilakukan perhitungan pajak penghasilan badan dari PT. BPR Nusa Utara, untuk mengetahui apakah perusahaan telah melakukan koreksi fiskal sesuai peraturan pajak yang berlaku dalam rangka perhitungan pajak penghasilan badan atau tidak. Laporan laba-rugi 31 Desember 2014 dari PT.BPR Nusa Utara dapat dilihat dalam Tabel 4.2 sebagai berikut. 42
Tabel 4.2 Laporan Laba – Rugi PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara Periode 1 Januari - 31 Desember 2014 PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT NUSA UTARA LAPORAN LABA-RUGI Periode 1 Januari – 31 Desember 2014 (Dinyatakan dalam Rupiah) PENDAPATAN dan BEBAN OPERASIONAL PENDAPATAN BUNGA PENDAPATAN BUNGA KONTRAKTUAL PENDAPATAN PROVISI/KOMISI
3,380,005,000.00 216,982,000.00
BEBAN BUNGA BEBAN BUNGA KONTRAKTUAL
(1,138,206,000.00)
JUMLAH PENDAPATAN BUNGA BERSIH
2,458,781,000.00
PENDAPATAN OPERASIONAL LAINNYA
246,170,000.00
TOTAL PENDAPATAN OPERASIONAL
2,704,951,000.00
BEBAN OPERASIONAL BEBAN PENY. PENGHAPUSAN AKT. PRODUKTIF BEBAN PEMASARAN
157,802,000.00 8,394,000.00
BEBAN ADMINISTRASI DAN UMUM BEBAN OPERASIONAL LAINNYA TOTAL BEBAN OPERASIONAL LABA (RUGI) OPERASIONAL PENDAPATAN dan BEBAN NON OPERASIONAL
1,711,325,000.00 19,204,000.00 1,896,725,000.00 808,226,660.00
PENDAPAPATAN NON OPERASIONAL
36,793,000.00
BEBAN NON OPERASIONAL PENDAPATAN (BEBAN) NON OPERASIONAL
84,310,000.00 (47,517,000.00)
LABA (RUGI) SBELUM PAJAK PENGHASILAN
760,709,000.00
Sumber : PT.BPR Nusa Utara Dari data yang ada, dapat dilihat bahwa PT. Bank perkreditan Rakyat Nusa Utara belum melakukan penyesuaian untuk membayar pembayaran pajak. Dari data yang ada terlihat bahwa PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara mengalami keuntungan sebesar Rp. 760,709,000.00. tetapi data itu hanya berdasarkan laporan keuangan yang ada tanpa dilakukan rekonsiliasi. Hal ini menunjukan bahwa PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara mengikuti Laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang ada bukan mengikuti Undang-undang Perpajakan yang berlaku.
43
Pembahasan Dalam hasil penelitian pada PT. Bank perkreditan Rakyat Nusa Utara, dapat dilihat bahwa perusahaan memiliki suatu laporan laba-rugi yang sesuai dengan Standart Akuntansi Keuangan tapi belum menerapkan prinsip Undang – Undang Perpajakan yang berlaku. Hal ini mungkin saja dapat membuat pihak perusahaan mengalami kekeliruan dalam pembayaran pajak, akan lebih baik jika laporan Laba – Rugi juga di masukan data koreksi fiskal positif dan negatif. Dari data perusahaan berupa laporan keuangan komersial yaitu laporan Laba – Rugi, maka dilakukan rekonsiliasi (koreksi) atas laporan laba-rugi komersial menjadi laporan laba-rugi menurut fiskal, untuk menentukan laba kena pajak dalam rangka menghitung Pajak Penghasilan (PPh) badan berdasarkan data-data yang diperoleh terkait dengan hal tersebut. Rekonsiliasi Fiskal Laporan Keuangan Terdapat perbedaan dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya. Oleh karena itu perlu diadakan rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi laporan keuangan PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara dari komersial ke fiskal adalah sebagai berikut. Tabel 4.3 Rekonsiliasi Laporan - Laba Rugi Komersial ke Laba – Rugi Fiskal PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT NUSA UTARA LAPORAN LABA-RUGI KOMERSIAL Ke LABA-RUGI FISKAL Periode 1 Januari – 31 Desember 2014 (Dinyatakan dalam Rupiah) URAIAN PENDAPATAN dan BEBAN OPERASIONAL PENDAPATAN BUNGA PENDAPATAN BUNGA KONTRAKTUAL PENDAPATAN PROVISI/KOMISI
KOMERSIAL
KOREKSI FISKAL POSITIVE
FISKAL
NEGATIVE
3,380,005,000.00
3,380,005,000.00
216,982,000.00
216,982,000.00
(1,138,206,000.00)
(1,138,206,000.00)
BEBAN BUNGA BEBAN BUNGA KONTRAKTUAL JUMLAH PENDAPATAN BUNGA BERSIH PENDAPATAN OPERASIONAL LAINNYA TOTAL PENDAPATAN OPERASIONAL BEBAN OPERASIONAL BEBAN PENY. PENGHAPUSAN AKT. PRODUKTIF
2,458,781,000.00 246,170,000.00
BEBAN OPERASIONAL LAINNYA
19,204,000.00
LABA (RUGI) OPERASIONAL PENDAPATAN dan BEBAN NON OPERASIONAL PENDAPAPATAN NON OPERASIONAL BEBAN NON OPERASIONAL PENDAPATAN (BEBAN) NON OPERASIONAL Total Koreksi Fiskal LABA (RUGI) SBELUM PAJAK PENGHASILAN
2,704,951,000.00
157,802,000.00 8,394,000.00
2,458,781,000.00 246,170,000.00
2,704,951,000.00
BEBAN PEMASARAN BEBAN ADMINISTRASI DAN UMUM
TOTAL BEBAN OPERASIONAL
-
157,802,000.00 8,394,000.00
1,711,325,000.00
19,286,093.00
1,692,038,907.00 19,204,000.00
1,896,725,000.00
1,877,438,907.00
808,226,000.00
827,512,093.00
36,793,000.00
36,793,000.00
84,310,000.00
1,028,500.00
(47,517,000.00)
83,281,500.00 (46,488,500.00)
20,314,593.00 760,709,660.00
44
781,024,253.00
Sumber : Data olahan sendiri Berdasarkan data yang dalam tabel 4.3 yang menunjukkan koreksi fiskal dalam rekonsiliasi fiskal atas laporan laba-rugi periode 1 januari – 31 Desember 2014 dari PT. BPR Nusa Utara, dapat dilihat bahwa terdapat 2 akun dalam laporan laba-rugi yang telah dikoreksi positif. Dan tidak ada akun yang dikoreksi negatif. Dalam kedua akun yang dikoreksi fiskal positif tersebut masing-masing terdapat beban-beban yang tidak dapat diakui dalam peraturan perpajakan sebagai beban yang akan mengurangi pendapatan. Maka dari itu, dalam rekonsiliasi fiskal laporan laba-rugi komersial PT.BPR Nusa Utara ke laba-rugi fiskal, akun-akun tersebut harus dikoreksi dan dilakukan penyesuaian fiskal positif yang akan mengakibatkan bertambahnya laba kena pajak dari PT. BPR Nusa Utara. Akun yang dikoreksi fiskal positif yaitu, akun Beban Administrasi dan Umum dikoreksi positif sebesar Rp.19.286.093,00 dan Akun Beban Non Operasional dikoreksi positif sebesar Rp.1.028.500,00. Akun Beban Administrasi dan Umum tersebut harus dikoreksi positif, karena berdasarkan catatan Atas laporan Keuangan yang dilampirkan dan informasi yang diperoleh, di dalam akun tersebut terdapat akun beban tenaga kerja yang di dalamnya termasuk beban PPh pasal 21 sebesar Rp.19.286.093,00. Menurut peraturan perpajakan yang berlaku tentang pajak penghasilan yang diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, menyatakan bahwa Pajak Penghasilan merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Sehingga beban tersebut harus dikoreksi positif. Jadi dalam rekonsiliasi fiskal akun Beban Administrasi dan Umum dalam Laporan laba/rugi komersial tersebut dikoreksi positif sebesar jumlah beban PPh pasal 21 yang termasuk dalam beban tenaga kerja yaitu Rp.19.286.093,00. Kemudian akun lainnya yang juga harus dikoreksi positif adalah akun Beban Non Operasional. Karena berdasarkan catatan Atas laporan Keuangan yang dilampirkan, dalam akun Beban Non operasional tersebut termasuk juga beban untuk jamuan tamu sebesar Rp.1.028.500,00. Sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku dan menurut Pasal 9 ayat (1) huruf e, UU Nomor 36 Tahun 2008, bahwa beban penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, maka untuk jamuan tamu tidak dapat diakui sebagai beban yang akan mengurangi penghasilan bruto. Sehingga beban jamuan tamu tersebut harus dikoreksi positif. Jadi, dalam rekonsiliasi fiskal akun Beban Non Operasioanl dalam laporan labarugi komersial tersebut harus dikoreksi positif sesuai dengan jumlah beban jamuan tamu yang terdapat di dalamnya yaitu Rp. 1.028.500,00. Berikut adalah penyesuaian Fiskal yang dilakukan oleh PT.BPR Nusa Utara berdasarkan data dalam Catatan Atas laporan Keuangan periode 1 Januari - 31 Desember 2014, yang telah dilampirkan. Laba Bersih Sebelum Pajak Penghasilan Menurut Akuntansi Koreksi Fiskal: Fiskal Positif: o Jamuan Tamu = Rp. 1.028.500,00 o PPh Pasal 21 = Rp. 19.286.093,00 Fiskal Negatif: o Pengahsilan yang dikenakan PPh Final (Bunga tabungan/Dep/Jasa Giro) = Jumlah Koreksi Fiskal Rp. 20.314.593,00
= Rp. 760.709.660,00
Laba Sebelum Pajak Penghasilan Menurut Fiskal (Laba Fiskal) = Rp. 781,024,253.00 Jadi, berdasarkan data koreksi fiskal yang diperoleh, diketahui bahwa laba sebelum pajak menurut akuntansi dari PT.BPR Nusa Utara adalah sebesar Rp.760.709.660,00. Kemudian dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp.20.314.593,00 yang terdiri dari beban jamuan tamu sebesar Rp.1.028.500,00 dan beban PPh pasal 21 sebesar Rp.19.286.093,00. Koreksi positif tersebut akan mengakibatkan bertambahnya laba sebelum pajak menurut akuntansi dari PT.BPR Nusa Utara yang berjumlah Rp.760.709.660,00 bertambah sejumlah koreksi fiskal positif yaitu Rp.20.314.593,00 menjadi Laba sebelum pajak menurut fiskal (Laba Fiskal) sejumlah Rp.781,024,253.00
45
Perhitungan PPh Badan Berikut disajikan perhitungan Pajak Penghasilan Badan dari PT.BPR Nusa Utara yang telah dilakukan oleh perusahaan berdasarkan data yang tercantum dalam Catatan Atas laporan Keuangan PT.BPR Nusa Utara yang terlampir. Perhitungan Pajak Penghasilan Peredaran Usaha Bruto: o Jumlah Peredaran Bruto Pada tahun 2014: - Pendapatan Bunga Koktraktual Rp.380,005,000.00 - Pendapatan Profisi/Komisi Rp.216,982,000.00 Pendapatan Oprasional Lainnya Rp.246,170,000.00 Jumlah Rp. 3,843,157,000.00 Dengan demikian perhitungan PPh terutang adalah berdasarkan pasal 31 E Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yang peredaran brutonya di bawah 4,8 milyard s/d 50 milyard. Menyatakan bahwa, untuk badan mengenai fasilitas penurunan tarif pajak sebesar 50% dari PKP yaitu, apabila peredaran usaha sampai dengan 50 milyard per tahun, memperoleh fasilitas penurunan tarif pajak sebesar 50% atas PKP dari bagian peredaran usaha sebesar 4,8 milyard. PT.BPR Nusa Utara diketahui memiliki peredaran bruto yang tidak melebihi 50 milyard per tahun, sehingga PT.BPR Nusa Utara menerima fasilitas penurunan tarif pajak sebesar 50% dari PKP. Perhitungannya sebagai berikut. Tarif Pajak: 50% x 25% x Rp.781,024,000.00 = Rp.97,628,000.00 PPh Pasal 25 yang telah disetor tahun 2014 = Rp.25,549,203.00 Utang Pajak (PPh Pasal 29) per 31 Desember 2014 = Rp.72,078,797.00 Perhitungan tarif pajak di atas merupakan perhitungan tarif pajak tahunan. Pada laporan laba-rugi PT.BPR Nusa Utara perlu dikurangi beban pajak karena laporan tersebut adalah laporan laba-rugi periode 1 Januari - 31 Desember 2014 yang merupakan periode pembayaran pajak. Untuk ketentuan pelaporan dan pembayaran pajak, jumlah pajak yang harus dibayar sebelum koreksi fiskal akan berbeda dengan jumlah pajak yang harus dibayar setelah dilakukan koreksi fiskal. Laba bersih dalam laporan laba rugi komersial adalah sebesar Rp.760.709.660,00. Sedangkan laba bersih setelah dikoreksi fiskal adalah Rp.781.024.235,00. Kemudian diketahui perusahaan memiliki peredaran Bruto pada tahun 2014 adalah sebesar Rp.3.843.258.773,00. Maka, hasil perhitungan tarif pajak dan PPh terutang dari PT.BPR Nusa Utara yang sesuai dengan peredaran brutonya dan berdasarka peraturan yang berlaku menghasilkan utang pajak (PPh pasal 29) periode 1 Januari - 31 Desember 2014 sebesar Rp.72.078.797,00.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada PT. BPR Nusa Utara, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Koreksi fiskal sangat perlu dilakukan karena dapat membantu dalam rangka perhitungan pajak penghasilan badan dari PT.BPR Nusa utara, sehingga pihak PT.BPR Nusa Utara dapat melakukan pembayaran pajak secara benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 2. Terdapat 2 akun yang dikoreksi fiskal positif dalam laporan laba-rugi komersial PT.BPR Nusa Utara. Pertama, yaitu Biaya Jamuan tamu sebesar Rp.1,028,500.00 yang termasuk dalam beban non operasional. Dan kedua adalah PPh Pasal 21 sebesar Rp. 19,286,093.00. Koreksi Poritif tersebut mengakibatkan bertambahnya laba kena pajak PT.BPR Nusa Utara 31 Desember 2014 sejumlah Rp.20,314,593.00. 3. PT. Bank Perkreditan Rakyat Nusa Utara telah membuat koreksi fiskal dalam rangka perhitungan Pajak Penghasilan Badan dari laporan Laba/Rugi fiskal untuk 31 Desember 2014 dengan benar dan sesuai dengan peraturan undang-undang perpajakan yang barlaku. Laba bersih sebelum pajak berdasarkan perhitungan dalam laporan laba-rugi komersial 31 Desember yang diperoleh PT.BPR Nusa Utara 46
adalah sebesar Rp.760,709,660.00. Kemudian setelah dilakukan koreksi fiskal atas laporan laba rugi komersia, maka diketahui bahwa laba bersih sebelum pajak menurut fiskal yang dimiliki PT.BPR Nusa Utara adalah sebesar Rp. 781,024,235.00. 4. Perhitungan pajak penghasilan badan PT.BPR Nusa Utara telah dilakukan sesuai tarif pajak yang berlaku berdasarkan peredaran bruto perusahaan dan dengan menggunakan laba bersih sebelum pajak menurut fiskal.
Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan terdapat beberapa saran yang dapat diberikan untuk PT BPR Nusa Utara yaitu, sebagai berikut. 1. PT. BPR. Nusa Utara sebaiknya selalu menyertakan penyesuaian fiskal dalam membuat Laporan LabaRugi perusahaan. Sehingga perusahaan dapat selalu melakukan pembayaran pajak penghasilan yang benar berdasarkan dengan laba kena pajak menurut fiskal dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 2. Perusahaan harus lebih memperhatikan aspek-aspek yang harus dikoreksi fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku atas pengakuan pendapatan-pendapatan dan beban-beban, agar supaya dapat dilakukan penyesuaian fiskal yang tepat dan tidak terdapat kekeliruan dalam pembayaran pajak. DAFTAR PUSTAKA Abdi Siregar (2011). “AnalisisKoreksi Fiskal Untuk Menghitung Besarnya PPh Terhutan Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan”. Skripsi Ayu Dwijayanti (2013). “Analisis Koreksi Fiskal atas Laporan Keuangan Komersial pada PT. Citra Sulawesi Sejahtera di Makassar”. Skripsi. Universitas hassanudin Makasar Badan Pusat Statistik. 2011. Penerimaan Negara Indonesia. http://www.pbs.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=13 Dewi Yuniarti (2008), “Rekonsiliasi Fiskal atas Laporan Keuangan Komersial Untuk Menentukan Pajak Penghasilan (Studi Pada Laporan Keuangan 2007 PT.BPR Nusamba Ngunut Tulungagung)”. Skripsi Felix Wongso (2013). “Analisis Koreksi Fiskal Dalam Rangka Perhitunga PPh Badan pada PT. Kawanua Dasa Pratama”. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi Manado Gustian Djuanda dan Irwansyah Lubis (2006). Pelaporan Pajak Penghasilan, Edisi Revisi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Hastoni, Robert Pardede, Yuni Astuti (2009). “Pengaruh Rekonsiliasi Fiskal terhadap perhitungan PPh Terutang pada PDAM Tirta Pakuan Bogor”. Jurnal Ilmiah Rangga Gading. Vol. 9 No. 1:34-37 Horgngren dan Harrison (2007). Akuntansi, Jilid Satu. Edisi Tujuh. Penerbit Erlangga. Jakarta Januarsi, Yeni (2013). Laporan Keuangan Menurut PSAK. http://newsakuntansi.blogspot.com/2013/05/pengertian-laporan-keuangan-menurut.html “Koreksi positif dan Negatif” Kategori Forum : PPh Badan. http://ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik Livers Mary.L (2012). “Balancing Fiscal challenges performance-based Budgeting and Public Safety”. NIC advisory Board Public Hearing. Moh. Nazir. Ph.D (2005), Metode Penelitian, Ghalia Indonesia. Bogor Mardiasmo (2008). Perpajakan . Penerbit Andi. Yogyakarta Mills, F. Lilian. George, A.Plesko (2003). “Bridging the reporting gap : a proposal for more informative reconciling of book and tax income.” Papers. University Of Arizona. http://www.brookings.edu Muljono, Djoko (2007). Pengantar PPh dan PPh 21 lengkap dengan Undang-undang. Penerbit Andi. Yogyakarta Muljono, Djoko (2007). Akuntansi Pajak Edisi Revisi. Penerbit Andi. Yogyakarta
47
Najiyullah (2010). Analisis Perhitungan, Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan wajib Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada PT. Hikerta Pratama. Skripsi Paulo medas, Daria Zakharova (2009). A Primer on Fiscal Analysis in Oil Production Countries. Fiscal Affairs Departement. International Monitary Fund Paper. WP/09/56 Pambudi, Kutut (2010). http://hukum-pajak.blogspot.com/2010/04/tata-cara-pemungutan-pajak.html Prang Buwono (2012). “Analisis Koreksi Fiskal atas Laporan Keuangan Komersial Pada CV.Reviana”. Skripsi. Universitas Gunadarma Jakarta. www.gunadarma.ac.id Rampengan R.R (2013). “Analisis Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 pada PT.Hasjrat Multifinance Manado”. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern. Vol.9 No.1 Resmi, Siti (2011). Perpajakan Teori dan Kasus. Penerbit Salemba Empat. Jakarta Setiawati, Lilis (2009). Pedoman dan Cara Pengisian SPT PPh pasal 21. Penerbit Andi. Yogyakarta. Sekar Ayu Rosita (2011). “Penerapan Rekonsiliasi Fiskal dan Perhitungan nilai Beda Temporer untuk Menyusun Laporan Keuangan berdasarkan PSAK. 46 pada PT.Bumi Lingga Pertiwi Gersik”. Skripsi. STIE PERBANAS Surabaya Sofyan Syafri Harahap (2006). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Edisi Satu. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Sugiyono (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Penerbit ALFABETA Suwardjono (2005). Teori Akuntansi. Edisi Ketiga. BPFE. Yogyakarta Togar, Ridho (2013). http://ridhotogar.blogspot.com/2013/03/konsep-konsep-dasar-akuntansi.html Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, Tentang Pajak Penghasilan Waluyo (2011). Perpajakan Edisi 10 – buku 1. Salemba Empat. Jakarta Walandow (2013). “Analisis Perhitungan dan Pelaporan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 25”. Skripsi. Universitas Sam Ratulangi Manado Waluyo (2012). Perpajakan Indonesia I. Salemb Empat. Jakarta Warren et all., (2005). Pengantar Akuntansi, Edisi 21. Salemba Empat. Jakarta Wibowo (2012). Pajak. http://wibowo-pajak.blogspot.com/2012/01/pengertian-koreksi-fiskal.html Wicaksono, Baruni (2009). Akuntansi Pajak Lnjutan. Penerbit Andi. Yogyakarta Y.D wongkar (2015). “Analisis Laporan Keuangan untuk Menilai Kinerja Laporan Keuangan PT.BPR Nusa Utara”. Jurnal EMBA ISSN 2303-1174. Vol. 3 No. 2: 365-373 Zidna, zaidan (2008). Pajak Indonesia. http://pajakindonesia.wordpress.com/2008/02/28/koreksi-fiskal/
48
EVALUASI BIAYA DIFERENSIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENERIMA ATAU MENOLAK PESANAN KHUSUS PADA UD.KAREMA Rivo Jeaner Mangare1 Jenny Morasa2 Sherly Pinatik3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado E-mail :
[email protected] ABSTRACT Abstract: The economic growth in Indonesia is rapidly increasing, making businesses in Indonesia to grow faster and move forward. It is demanding textile industries in order to produce quality products and in accordance with the development of the fashion world continues to grow. This study aims to describe the differential cost evaluation in the decision to accept or reject the special order on the company UD.Karema. Type of research method used is quantitative descriptive with case study approach. Location of research conducted at UD.Karema.. Results from this study are: the company will earn a profit contribution of Rp.19.547.917 if accept the special orders. According to research, company must accept special orders for the profit contribution. UD.Karema leaders should apply the differential cost calculation for making decisions to accept or reject special order. Keywords : Differential Cost, Decision Making, Accept or Reject, Special Order PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (Value of the firm) (Salvatore, 2005). Oleh karena itu, manajemen memiliki peran penting dalam perkembangan tercapainya tujuan perusahaan. Baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Salah satu langkah untuk bersaing dengan perusahaan lain adalah dengan keputusan manajemen dari perencanaan. Pada perencanaan, manajemen sudah dihadapkan dengan beberapa pengambilan keputusan yang mencakup beberapa alternatif yang harus dipilih, artinya pihak manajemen banyak menghadapi pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan selalu menyangkut masa yang akan datang sehingga data yang akan datang yang relevan dengan data yang tersedia. Menurut Darsono (2009:259) ada 5 keputusan khusus yang diambil oleh manajemen yaitu membeli atau membuat sendiri, menjual atau memproses lebih lanjut suatu produk, menghentikan atau melanjutkan produksi produk tertentu atau kegiatan usaha suatu bagian perusahaan, menerima atau menolak pesanan khusus, dan menyewakan atau menjual fasilitas perusahaan. Menerima atau menolak pesanan khusus (special order decision) yaitu keadaan dimana perusahaan harus mengambil keputusan antara menerima atau menolak pesanan khusus, pesanan khusus yang ditawarkan oleh pelanggan dibawah harga jual produk namun menarik bagi perusahaan karena perusahaan masih memiliki kapasitas mesin yang menganggur. Manajemen membutuhkan evaluasi biaya diferensial untuk membantu dalam pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak pesanan khusus. UD.Karema adalah salah satu perusahaan yang bergerak pada industri tekstil di Sulawesi Utara. Dimana dalam menjalankan usahanya UD.Karema sering mendapatkan pesanan khusus dari konsumen, dengan adanya pesanan khusus dari konsumen perusahaan membutuhkan informasi biaya diferensial untuk menentukan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus tersebut. Berdasarkan latar belakang permasalahan, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana Evaluasi Biaya Diferensial dalam Pengambilan Keputusan Menerima atau Menolak Pesanan khusus pada UD.Karema?”. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah biaya diferensial (Differential Cost) UD.KAREMA dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus dapat memberikan laba kontribusi bagi perusahan.
49
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Akuntansi Horgren (2009:4), mendefinisikan bahwa akuntansi adalah sistem akuntansi yang mengukur aktivitas bisnis, memproses data menjadi laporan, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengambil keputusan. Arfan (2009:2), mengartikan akuntansi dapat di pandang sebagai suatu proses atau kegiatan yang meliputi proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, pengklasifikasian, penguraian, penggabungan, pengiktisaran dan penyajian data keuangan yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan operasi suatu unit organisasi. Akuntansi Manajemen Simamora, (2012:13) mengartikan akuntansi manajemen adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, penghimpunan, penganalisisan, penyusunan, penafsiran, dan pengkomunikasian informasi keuangan yang digunakan oleh manajemen untuk merencanakan, mengevaluasi, dan mengendalikan kegiatan usaha di dalam sebuah organisasi, serta untuk memastikan penggunaan dan akuntabilitas sumber daya yang tepat. Akuntansi Diferensial Supomo (2012 : 11) mendefinisikan bahwa akuntansi diferensial adalah adalah sebagai berikut: “Akuntansi diferensial merupakan informasi akuntansi yang menyajikan informasi mengenai taksiran pendapatan, biaya dan atau aktiva yang berbeda jika suatu tindakan tertentu dipilih, dibandingkan dengan alternatif tindakan yang lain”. Berdasarkan teori di atas, informasi akuntansi diferensial berkaitan dengan masa yang akan datang. Pada tipe informasi ini tidak ada informasi masa lalu, karena penggunaan tipe informasi ini adalah untuk pemilihan alternatif tindakan. Pemilihan suatu tindakan berhubungan dengan pengambilan keputusan yang menyangkut masa yang akan datang. Pengertian Biaya Kautsar (2013:20) mendifinisikan biaya adalah suatu nilai tukar, pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat. Krismiaji, (2011:17) menyatakan biaya adalah kas atau ekuivalen yang dikorbankan untuk membeli barang atau jasa yang diharapkan akan memberikan manfaat bagi perusahaan saat sekarang atau untuk periode mendatang. Biaya Diferensial Hansen dan Mowen (2005 : 339) yang diterjemahkan oleh Dewi Fitriasari mengatakan pengertian biaya diferensial biaya masa depan yang berbeda pada masing – masing alternatif. Bambang Supomo (2012 : 103) menyatakan biaya diferensial adalah biaya yang berbeda dalam suatu kondisi, dibandingkan dengan kondisi– kondisi yang lain. Pengambilan Keputusan Menurut Darsono (2009 : 259) keputusan khusus yang diambil oleh manajer antara lain tentang : 1. Menolak atau menerima order khusus 2. Menutup divisi atau mengembangkan 3. Membuat sendiri atau membeli produk 4. Menjual atau memproses lebih lanjut suatu produk 5. Menyewakan atau menjual fasilitas perusahaan. Adapun kriteria-kriteria adanya pesanan khusus sebagai berikut : 1. Biasanya konsumen yang melakukan pesanan khusus ini meminta harga dibawah harga jual normal bahkan sering kali harga yang diminta konsumen berada dibawah biaya penuh, karena biasanya pesanan khusus mencakup jumlah yang besar dan harga jualnya diatas biaya variabel. 2. Ada kapasitas produksi atau mesin yang belum seluruhnya terpakai atau menganggur dan masih mampu untuk melayani pesanan khusus. 3. Pertambahan biaya tidak melebihi pertambahan penghasilan dari pesanan khusus tersebut. Evaluasi Biaya Diferensial dalam Pengambilan Keputusan Menerima Atau Menolak Pesanan Khusus Menerima atau menolak pesanan khusus adalah dua alternatif keputusan yang dihadapi manajemen perusahan. Keputusan tentang harga jual produk dalam jangka pendek (masih ada kapasitas yang menganggur) dapat dilakukan dengan mempertimbangkan biaya diferensial. Pesanan khusus merupakan hal yang menarik 50
meskipun harga jual produknya di bawah harga jual normal, dikarenakan pesanan khusus dapat memberikan tambahan pendapatan bagi perusahan sehingga laba perusahan dapat bertambah. Perusahan yang beroperasi pada kapasitas maksimum atau penuh, dalam pengerjaan pesanan khusus tersebut akan menyebabkan kenaikan biaya produksi yang bersifat tetap dan variabel. Sebaliknya jika perusahan beroperasi masih berada di bawah kapasitas maksimum, maka kemungkinan pengerjaan pesanan khusus tersebut tanpa menambah biaya overhead pabrik yang bersifat tetap, sehingga dalam hal ini biaya produksi yang bersifat variabel merupakan biaya diferensial. Pesanan khusus akan diterima apabila harga jual suatu produk lebih besar dari pada biaya variabel dan sebaliknya jika harga jual lebih kecil dari pada biaya variabel, maka pesanan khusus sebaiknya ditolak. Penelitian Terdahulu 1. Auful (2013) dengan penelitian mengenai analisis biaya diferensial dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus perusahaan kecap “Kuda” Tulungagung yang bertujuan untuk menganalisis bagaimana biaya diferensial dapat mempengaruhi laba kontribusi dalam pesanan khusus. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Hasil penelitian perusahaan hendaknya menerima pesanan khusus tersebut karena akan memberikan laba kontribusi bagi perusahaan. Terdapat persamaan dengan penelitian ini yakni terletak pada biaya diferensial dan pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus. Dimana objek penelitian bergerak di bidang produksi kecap di Tulungagung. 2. Ardelia (2014) dengan penelitian mengenai analisis biaya diferensial dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus pada UD.Yunita Bakery yang bertujuan untuk menganalisis biaya diferensial dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus. Penelitian ini menggunakan metode deskripti. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari alternatif yang diajukan mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan. Terdapat persamaan dengan penelitian ini yakni terletak pada biaya diferensial dan pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus. Dimana objek penelitian ini bergerak di bidang produksi roti. 3. Nancy (2014) dengan penelitian penggunaan informasi akuntansi diferensial dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesasanan khusus pada UD.Vanela yang bertujuan untuk menganalisis penggunaan informasi akuntansi diferensial dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa keputusan untuk menerima pesanan khusus sudah tepat karena biaya-biaya relevan dengan pesanan khusus dibawah harga jual sehingga dapat meningkatkan laba. Tedapat persamaan dengan penelitian ini yakni terletak pada biaya diferensial dan pengamilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus. Dimana objek penelitian ini bergerak dibidang produksi pia. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Yaitu metode yang menganalisis masalah dengan cara mendeskripsikannya pada data-data yang sudah ada, berupa tabel perhitungan biaya produksi untuk mengetahui perbandingan biaya produksi yang dapat memberikan gambaran maupun uraian jelas mengenai biaya diferensial dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus pada UD.Karema. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan pada UD.Karema yang berlokasi di desa Kolongan Atas Kecamatan Sonder Kabupaten Minahasa. Waktu dilaksanakan penelitian pada bulan September 2015. Prosedur Penelitian Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanakan penelitian pada UD.Karema sebagai berikut: 1. Peneliti mengajukan surat permohonan penelitian untuk menyusun skripsi pada pimpinan UD.Karema. 2. Pada tahap ini, penelitian mengumpulkan data-data yang akan diperlukan dalam penyusunan skripsi, yaitu berupa adanya pesanan khusus, gambaran umum perusahaan, alur proses produksi, data penjualan, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya tetap dan biaya variabel dengan dan tanpa pesanan khusus. Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan penelitian lapangan seperti : 51
1.
2.
Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan wawancara langsung dengan pihakpihak yang berwewenang dan bertanggung jawab seperti manajer dan karyawan untuk memberikan data dan keterangan yang dibutuhkan. Pengamatan langsung, adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati dan meninjau secara langsung. Pengamatan langsung bertujuan untuk meyakinkan bahwa data-data yang dihasilkan dari hasil wawancara adalah benar untuk menggambarkan kegiatan operasi perusahan tersebut.
Jenis dan Sumber Data Kuncoro (2009:145) menyatakan bahwa data terbagi atas dua jenis, yaitu : 1. Data kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dengan mengadakan pengamatan secara langsung pada perusahaan serta melakukan wawancara langsung dengan pihak pimpinan dan sejumlah personil yang ada kaitannya dengan penelitian ini. 2. Data kualitatif, yaitu data yang disajikan secara deskriptif atau berbentuk uraian atau penjelasan serta tidak dapat diukur dalam skala numerik. Kuncoro (2009:148) mengungkapkan bahwa data terdiri dari dua jenis, yaitu : 1. Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dengan survei lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data original. 2. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpulan data dan publikasikan kepada masyarakat pengguna data. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode ini merupakan suatu metode yang bertujuan menguraikan, membandingkan, memberikan gambaran perusahaan dan menerangkan suatu data kemudian dianalisis sehingga dapat membuat kesimpulan sesuai dengan informasi dan data yang ada. Definisi Operasional Penelitian ini berjudul Evaluasi Biaya Diferensial dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus pada UD.Karema. Dimana akan disajikan maksud dari penelitian yang diteliti : 1. Biaya diferensial adalah berbagai perbedaan biaya diantara sejumlah alternatif pilihan yang dapat digunakan perusahaan. 2. Keputusan menerima atau menolak pesanan khusus merupakan suatu keadaan dimana manajemen diperhadapkan dengan pertimbangan untuk menetapkan harga jual dibawah harga jual normal karena adanya kapasitas menganggur. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum dan Sejarah Perusahaan UD.Karema adalah perusahaan yang bergerak dibidang tekstil di Sulawesi Utara. Istilah “Karema” diambil dari singkatan Kreasi Masyarakat Sulawesi Utara yang mengangkat kembali budaya masyarakat daerah. UD.Karema ini didirikan oleh ibu Onny Makardi Tambuwun. UD.Karema telah berhasil memproduksi kain bentenan yang telah hilang hampir dua ratus tahun lalu. Tabel 1 Data Kapasitas Produksi UD.Karema Periode Oktober 2014September 2015 Kapasitas Max (per potong kain)
Produksi Kain (per potong)
Oktober 2014
25
15
Nopember 2014
25
17
Desember 2014
25
18
Januari 2015
25
11
Februari 2015
25
13
Maret 2015
25
14
April 2015
25
16
Mei 2015
25
15
Juni 2015
25
14
Bulan
52
Juli 2015
25
16
Agustus 2015
25
16
September 2015
25 300
15
Total Sumber : UD.Karema 2015
180
UD.Karema sebenarnya mampu memproduksi sebanyak 300 potong selama bulan Oktober 2014September 2015. Jadi selama tahun 2015 ada terdapat kapasitas menganggur sebesar 120 potong untuk memproduksi kain tenun. Dan pada bulan Agustus perusahaan mendapatkan pesanan khusus dari klien dengan jumlah 15 potong kain tenun. Berikut adalah informasi mengenai pesanan khusus yang diterima oleh UD.Karema pada bulan Agustus : 1. Pada bulan Agustus perusahaan mendapat pesanan khusus dari klien sebanyak 15 potong kain bentenan, yang menurut kesepakatan kain tersebut akan diambil pada akhir bulan September. 2. Harga yang ditawarkan klien tersebut untuk per potong kain adalah Rp. 2.400.000, sedangkan harga sesungguhnya adalah Rp.2.800.000. Tabel 2 Biaya Bahan Baku untuk Memproduksi Kain periode Oktober 2014-September 2015 Keterangan
Jumlah (Rp)
Benang
112.746.000
Pewarna
24.679.000 137.425.000
Total Sumber : UD.Karema 2015
Tabel 3 Biaya Tenaga Kerja Langsung Periode Oktober 2014-September 2015 Hari Kerja Setahun (Hari)
Jumlah Tenaga Kerja Langsung
Supervisor
312
1
75.000
23.400.000
Penenun
312
5
65.000
101.400.000
Keterangan
Upah Kerja per Hari (Rp)
Total Sumber : UD.Karema 2015
Jumlah BTKL (Rp)
124.800.000
Tabel 4 Biaya Overhead Pabrik Periode Oktober 2014-September 2015 Keterangan
Jumlah Biaya Overhead Pabrik (Rp)
Biaya tenaga kerja tidak langsung
62.400.000
Biaya listrik dan air
7.200.000
Biaya telepon
1.320.000
Biaya perbaikan mesin
800.000
Total
71.720.000
Sumber : UD.Karema 2015 Tabel 5 Biaya Administrasi dan Umum Periode Oktober 2014-September 2015 Keterangan
Jumlah Biaya Administrasi & Umum (Rp)
Biaya pemeliharaan bangunan dan halaman
1.100.000
Total
1.100.000
53
Sumber : UD.Karema 2015 Tabel 6 Biaya Pemasaran Periode Oktober 2014-September 2015 Keterangan Biaya Angkutan/Transportasi
Jumlah Biaya Pemasaran (Rp) 770.000
Total 770.000 Sumber : UD.Karema 2015 Tabel 6 menunjukkan bahwa biaya pemasaran UD.Karema pada tahun 2015 adalah sebesar Rp.770.000,00. Tabel 7 Laporan Laba Rugi Perusahaan sebelum ada Pesanan Khusus Penjualan : Kain Rp.504.000.000 Total penjualan Rp.504.000.000 Biaya bahan baku Rp. 137.425.000 Biaya tenaga kerja langsung Rp. 124.800.000 Biaya overhead pabrik Rp. 71.720.000 Harga pokok produksi (Rp. 333.945.000) Laba kotor Rp. 170.055.000 Biaya operasional : Adm & umum Rp. 1.100.000 Biaya pemasaran Rp. 770.000 Total biaya operasional (Rp. 1.870.000) Laba usaha Rp.168.185.000 Sumber : Data diolah 2015 Tabel 8 Harga Pokok Produksi Dalam Memproduksi Kain Menggunakan Biaya Diferensial per unit Periode Oktober 2014-September 2015 (Rp) Biaya Bahan Baku Pewarna
626.388,89
Benang
137.083,33
Total Biaya Bahan Baku
763.472,22
Biaya Tenaga Kerja Langsung Supervisor
130.000,00
Penenun
563.333,33
Total Biaya Tenaga Kerja Langsung
693.333,33
Biaya Overhead Pabrik Biaya Listrik & Air (Variabel)
40.000,00
Total Biaya Overhead Pabrik
40.000,00
Total Biaya Diferensial Per Unit Sumber : Data diolah 2015
1.496.805,55
Tabel 9 Perhitungan Laba Rugi Jika Menerima Pesanan Khusus Penjualan : Kain
546.000.000 546.000.000
Total Penjualan Biaya Bahan Baku
148.877.083
Biaya Tenaga Kerja Langsung
135.200.000
Biaya Overhead Pabrik
72.320.000
Harga Pokok Produksi
(356.397.083)
54
189.602.917
Laba Kotor Biaya Operasional : Administrasi & Umum
1.100.000
Pemasaran
770.000 (1.870.000)
Total Biaya Operasional Laba Usaha Sumber : Data diolah, 2015
187.732.917
Tabel 10 Evaluasi Biaya Diferensial dengan Pesanan Khusus atau Tanpa Pesanan Khusus pada UD.Karema Periode Oktober 2014-September 2015 Menerima Pesanan Khusus
Menolak Pesanan Khusus
Diferensial
Penjualan
546.000.000
504.000.000
42.000.000
BBB
148.877.083
137.425.000
11.452.083
BTKL
135.200.000
124.800.000
10.400.000
BOP
72.320.000
71.720.000
600.000
HPP
356.397.083
333.945.000
22.452.083
Laba Kotor
189.602.917
170.055.000
19.547.917
Keterangan
Biaya Operasional :
-
Administrasi & Umum
1.100.000
1.100.000
-
770.000
770.000
-
(1.870.000)
(1.870.000)
-
187.732.917
168.185.000
19.547.917
Pemasaran Total Biaya Operasional Laba Usaha Sumber : Data diolah, 2015
Harga jual per unit kain pesanan khusus dibawah harga normal sebesar Rp.2.400.000 sedangkan harga normal Rp.2.800.000. Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat perbedaan diferensial penjualan sebesar Rp.42.000.000,diferensial biaya bahan baku sebesar Rp.11.452.083, diferensial biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp.10.400.000, diferensial biaya overhead pabrik Rp.600.000, diferensial harga pokok produksi sebesar Rp.22.452.083 sehingga menghasilkan diferensial laba kontribusi sebesar Rp.19.547.917 apabila kita menerima pesanan khusus ini. Berikut ini disajikan perhitungan biaya diferensial dan variable cost dalam pengambilan keputusan : =
= Rp.1.496.805,53
Biaya operasional/unit = Rp. 0 Variable Cost = Rp.1.496.805,53 Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa variable cost (jumlah biaya untuk memproduksi 1 potong kain) sebesar Rp.1.496.805,53 lebih rendah dibandingkan dengan harga jual yang dijual yang ditawarkan oleh klien sebesar Rp.2.400.000. Pengambilan keputusan untuk menerima suatu pesanan khusus dapat diambil jika harga jual lebih besar dari pada Variable Cost (Harga jual > Variable Cost). Berdasarkan evaluasi biaya diferensial (Rp.2.400.000,00 > Rp.1.496.805,53). Jadi perusahaan dapat menerima pesanan khusus ini karena akan memberikan laba kontribusi kepada perusahan sebesar Rp.19.547.917. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai evaluasi biaya diferensial dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus pada UD.Karema, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil evaluasi mengenai biaya diferensial, khususnya pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus, menunjukkan bahwa biaya diferensial sangat bermanfaat terhadap 55
manajemen UD.Karema dalam memperoleh informasi untuk membandingkan keputusan manakah yang lebih menguntungkan dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak terhadap pesanan khusus. 2. Berdasarkan hasil evaluasi mengenai biaya diferensial, khususnya pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus menunjukkan bahwa dari alternatif yang ada mampu memberikan laba kontribusi sebesar Rp.19.547.917 kepada perusahan. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah disimpulkan di atas maka penulis menyarankan kepada perusahan UD.Karema sebaiknya perusahan menerapkan perhitungan biaya diferensial, supaya di hari yang akan datang perusahan dapat melakukan pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus dengan tepat dan dapat meningkatkan laba perusahan. DAFTAR PUSTAKA Arfan, ikhsan. 2009, Pengantar Praktis Akuntansi. Edisi Pertama. Graha Ilmu,Yogyakarta Darsono, dkk. 2009. Akuntansi Manajemen. Jilid 1. Edisi ke empat. Erlangga, Jakarta Hansen, D.R. dan M.M. Mowen. 2005. Management Accounting penerjemah Dewi Fitriasari dan Deni Amos Kwary. Edisi-7 Buku-1 Jakarta : Penerbit Salemba Empat Hidayati, Auful, 2013. Analisis Biaya Diferensial sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Menerima atau Menolak Pesanan Khusus pada Perusahaan Kecap Cap “Kuda” Tulungagung. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol 11 No.1 Juni 2014. Horngren, Datar, Foster, George, 2009. Akuntansi Biaya dengan Penekanan Manajerial Jilid 1. Lalenoh, Ardelia, 2014. Analisis Biaya Diferensial dalam Pengambilan Keputusan Menerima atau Menolak Pesanan Khusus Pada UD. Yunita Bakery. Jurnal EMBA ISSN 2303-1174. Vol.2 No.4 Desember 2014, Hal 743-750Erlangga. Jakarta. Kautsar, Salman, 2013. Akuntansi Biaya, Cetakan Pertama, Akademia Permata Jakarta. Krismiaji,Aryani, 2011. Akuntansi Manajemen. UPP STIM YKPN. Yogyakarta. Kuncoro, M, 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi bagaimana Meneliti dan menulis Tesis. Edisi 3. Erlangga. Jakarta.Salvatore, Dominick. 2005. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global. Jakarta : Salemba 4. Simamora, Henry. 2012. Akuntansi Manajemen. Edisi III. Star Gate Publisher. Duri, Riau. Supomo, Bambang. 2012. Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandan.Penerbit: BPFE, Yogyakarta. Ticoalu, Nancy. 2014. Penggunaan Informasi Akuntansi Diferensial dalam Pengambilan Keputusan terhadap Pesanan Khusus pada UD.Vanela. Jurnal EMBA ISSN 2303-1174. Vol.2 No.1 Maret 2014, Hal 686695.
56
ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET TETAP PADA DINAS PEKERJAAN UMUM (PU) PROVINSI SULAWESI UTARA Akhyar Tipan1 David Paul Elia Saerang² Robert Lambey³ Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
[email protected] ABSTRACT Fixed assets have a very important role for the smooth operation of government services to maximize the activity takes appropriate policy in the management of fixed assets. Department of Public Works (PU) North Sulawesi is an institution that supports the affairs of the District / Town in the field of public works who carry out tasks in the District / City of North Sulawesi. Service vehicles, equipment and machinery, land, buildings, roads, and the fixed assets owned by the Department of Public Works North Sulawesi and very important in supporting the activities of government services. This study aimed to analyze the accounting treatment for fixed assets at the Department of Public Works North Sulawesi what was in accordance with Regulation 71 Year 2010 Statement of Government Accounting Standards (PSAP) No. 07 of the fixed assets. The method used is descriptive analysis method with a way to understand the reality and compare it with the theory that the researchers studied so it can be concluded. In the study the accounting treatment of fixed assets has been good. In practice, in the way of acquisition of fixed assets Public Works Department to make a purchase in cash, Department of Public Works has not shrunk its fixed assets where it is not in accordance with the Governmental Accounting Standards applicable, Department of Public Works to stop the fixed assets that are not used by way of eliminating it from the balance sheet and transferred to the post other fixed assets, as well as in the presentation and disclosure, the Department of Public Works has revealed the fixed assets in accordance with accounting standards applicable rule. Keywords : Fixed Assets, PSAP N0. 07 PENDAHULUAN Salah satu kebijakan pemerintah Republik Indonesia yang memiliki pengaruh starategis dari segi hukum, politik, dan ekonomi yang dideklarasikan pada tahun 1999 adalah Otonomi Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU RI Nomor 32 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 5). Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah maka, setiap provinsi, kabupaten, dan kota yang ada di Indonesia diharuskan untuk melakukan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangannya sendiri, untuk itu sebagai pedoman didalam melaksanakan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam sistem Akuntansi Pemerintah Daerah terdapat 2 subsistem, yaitu Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Laporan keuangan SKPD merupakan sumber untuk menyusun Laporan Keuangan SKPKD, oleh karena itu setiap SKPD harus menyusun Laporan keuangan sebaik mungkin Dalam Sistem Akuntansi Pemerintahan ditetapkan entitas pelaporan dan entitas akuntansi yang menyelenggarakan sistem akuntansi pemerintahan daerah. Sistem akuntansi daerah secara garis besar terdiri atas empat prosedur akuntansi, yaitu: prosedur akuntansi penerimaan kas, pengeluaran kas, selain kas, dan aset. 57
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di mana masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah,masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya . Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyrakat umum(Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No. 07). Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulawesi Utara merupakan Dinas yang mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pekerjaan umum, tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan serta kewenangan lintas Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Peraturan Daerah Sulawesi Utara Nomor 4 Tahun 2006, maka Dinas Pekerjaan Umum (PU) provinsi Sulawesi Utara juga harus membuat pertanggungjawaban atas kewenangan yang dilaksanakannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai perlakuan akuntansi atas Aset Tetap pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Utara sesuai PP No.71 Tahun 2010. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Akuntansi Akuntansi sangat diperlukan oleh suatu perusahaan, karena dengan akuntansi kegiatankegiatan yang mengubah posisi keuangan perusahaan diproses menjadi suatu informasi yang berguna bagi pengguna laporan keuangan. Soemarso S.R (2010 : 3), mengemukakan pengertian akuntansi menurut American Institute Of Certified Public Accountant (AICPA) sebagai berikut, “Akuntansi adalah proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut”. Suwardjono (2013:4), mengatakan kata akuntansi berasal dari kata bahasa Inggris to account yang berarti memperhitungkan atau mempertangungjawabkan. Kata akuntansi sebenarnya diserap dari kata accountancy yang berarti hal-hal yang bersangkutan dengan accountant (akuntan) atau bersangkutan dengan hal-hal yang dikerjakan oleh akuntan dalam menjalankan profesinya. Ismail (2010:2), mengatakan akuntansi adalah seni dalam mencatat, menggolongkan dan mengikhtisarkan semua transaksi-transaksi yang terkait dengan keuangan yang telah terjadi dengan suatu cara yang bermakna dan dalam satuan uang. Definisi Akuntansi Pemerintahan Pada hakekatnya akuntansi pemerintahan adalah aplikasi akuntansi di bidang keuangan Negara (public finance), khususnya pada tahapan pelaksanaan anggaran (budget execution), termasuk segala pengaruh yang ditimbulkannya, baik yang bersifat seketika maupun yang lebih permanen pada semua tingkatan dan unit pemerintahan. (Kustadi Arinta) Adapun beberapa definisi mengenai akuntansi pemerintahan yang dikemukakan oleh beberapa para ahli yang diantaranya : Revrisond Baswir (2009:7), Akuntansi Pemerintahan (termasuk akuntansi untuk lembaga non profit pada umumnya) merupakan bidang akuntansi yang berkaitan dengan lembaga pemerintahan dan lembagalembaga yang bertujuan untuk tidak mencari laba. Walaupun lembaga pemerintah senantiasa berukuran besar, namun sebagaimana dalam perusahaan ia tergolong sebagai lembaga mikro. Bachtiar Arif dkk (2010:3) mendefinisikan akuntansi pemerintahan sebagai suatu aktivitas pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses pencatatan, pengklaifikasian, pengikhtisaran suatu transaksi keuangan pemerintah serta penafsiran atas informasi keuangan tersebut. Abdul Halim (2010:143) menyebutkan bahwa Akuntansi Pemerintahan adalah sebuah kegiatan jasa dalam rangka menyediakan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan dari entitas pemerintah guna pengambilan keputusan ekonomi yang nalar dari pihak-pihak yang berkepentingan atas berbagai alternatif arah tindakan. 58
Nordiawan, Putra dan Rahmawati (2012:4) menjelaskan akuntansi pemerintahan mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan transaksi-transaksi yang terjadi di badan pemerintah. Perbedaan Akuntansi Pemerintahan dan Akuntansi Komersial Akuntansi Pemerintahan 1.
2. 3. 4
5.
Tujuannya adalah peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat Terdapat akuntansi untuk anggaran (Budgetary Accounting) Mendahulukan aturan daripada substansi kejadian. Tidak mengenal modal pemilik, ekuitas dana adalah merupakan selisih antara asset dan hutang, yang fungsinya hanya sebagai penyeimbang. Ekuitas dana tidak dapat dibagikan kepada pemiliknya.
Akuntansi Komersial 1.
Tujuannya adalah laba atau keuntungan.
2.
Tidak mengenal akuntansi anggaran.
3
Mendahulukan substansi kejadian daripada bentuk formalnya. Mengenal adanya modal pemilik, dan setiap perubahannya mencerminkan perubahan kekayaan pemiliknya.
4.
5
Modal pemilik dapat diambil sewaktuwaktu oleh pemiliknya
(Sumber : BPKP 2002:41) Meskipun memiliki perbedaan, pada dasarnya fungsi akuntansi dalam bidang apapun adalah sama yaitu menyajikan informasi bagi berbagai pihak tentang kejadian-kejadian ekonomi sebagai dasar pengambilan keputusan.. Karakteristik Akuntansi Pemerintahan Akuntansi Pemerintahan memiliki karakteristik tersendiri jika dibandingkan dengan akuntansi bisnis. Berdasarkan tujuan pemerintah diatas, Bachtiar Arif, Muclis, Iskandar (2010:7) menyebutkan beberapa karakteristik akuntansi pemerintahan yaitu sebagai berikut: 1. Pemerintah tidak berorientasi pada laba sehingga dalam akuntansi pemerintah tidak ada laporan laba (income statement) dan treatment akuntansi yang berkaitan dengannya. 2. Pemerintah membukukan anggaran ketika anggaran tersebut dibukukan. 3. Dalam akuntansi pemerintahan dimungkinkan mempergunakan lebih dari satu jenis dana. 4. Akuntansi pemerintahan akan membukukan pengeluaran modal. 5. Akuntansi pemerintahan bersifat kaku karena sangat bergantung pada peraturan perundangundangan. 6. Akuntansi pemerintahan tidak mengenal perkiraan modal dan laba yang ditahan dalam neraca. Definisi, Klasifikasi dan Pengakuan Aset Tetap Aset Tetap merupakan salah satu elemen dari aset pada neraca yang digunakan dalam laporan keuangan suatu SKPD. Pada umumnya setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) memiliki aset tetap untuk menunjang kegiatan yang dilakukan. Definisi aset tetap menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP No.71 tahun 2010 pernyataan No. 07) : Aset Tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Berikut adalah Klasifikasi Aset Tetap dalam pemerintahan: 1. Tanah 2. Peralatan dan Mesin 3. Gedung dan Bangunan 4. Jalan, Irigasi dan Jaringan 5. Aset Tetap Lainnya 6. Konstruksi Dlam Pengerjaan Sesuai dengan klasifikasi Aset Tetap, suatu aset dapat diakui sebagai aset tetap apabila berwujud dan memenuhi kriteria : 1. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; 2. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; 59
3. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; 4. Diperoleh/dibangun dengan maksud untuk digunakan. Pemerintah mengakui suatu aset tetap apabila aset tetap tersebut telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya, dan atau pada saat penguasaannya berpindah. Oleh karena itu, apabila belum ada bukti bahwa suatu aset dimiliki atau dikuasai oleh suatu entitas maka aset tetap tersebut belum dapat dicantumkan di neraca. Prinsip pengakuan aset tetap pada saat aset tetap ini dimiliki atau dikuasai berlaku untuk seluruh jenis aset tetap, baik yang diperoleh secara individual atau gabungan, maupun yang diperoleh melalui pembelian, pembangunan swakelola, pertukaran, rampasan, atau dari hibah. Perolehan aset tetap melalui pembelian atau pembangunan pada umumnya didahului dengan pengakuan belanja modal yang akan mengurangi Kas Umum Negara/Daerah Penelitian Terdahulu Andriyani Lysa 2008, dengan penelitian berjudul “Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Daerah Dalam Penyusunan Neraca Pada Pemerintah Kabupaten Jember. Penelitian dilakukan dengan tujuan Menganalisis penerapan Akuntansi Aset Tetap pada Pemerintah Kota Tannjungpinang Sesuai SAP yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Akuntansi Aset Tetap pada Pemerintah Kota Tanjungpinang belum sesuai SAP yang berlaku. Terdapat persamaan dalam penelitian ini yaitu meneliti tentang Menganalisis Perlakuan Akuntansi Aset Tetap sesuai SAP yang berlaku. Sedangkan perbedaanya adalah Peneliti menggunakan sesuai SAP yang berlaku sekarang. Tri Septiana (2011), Analisis Akuntansi Aset Tetap Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bungo Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005). Penelitian dilakukan dengan tujuan Untuk menganalisis Akuntansi Aset Tetap pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bungo sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Akuntansi Aset Tetap pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bungo belum sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005). Terdapat persamaan dalam penelitian ini yaitu Menganalisis perlakuan Akuntansi Aset Tetap, Sedangkan perbedaanya Peneliti menggunakan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010. Risca Kurniawati (2013), Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Tetap Pada Kementrian Pekerjaan Umum. Penelitian dilakukan dengan tujuan Untuk Menganalisis apakah perlakuan akuntansi aset pemerintah dan prisip umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Semua fungsi akuntansi dalam bidang apapun sama, namun pada pemerintahan terdapat fungsi-fungsi khusus yang membedakan. Terdapat persamaan dalam penelitian ini yaitu Menganalisis perlakuan akuntansi aset tetap pada dinas pekerjaan umum, Sedangkan perbedaanya Peneliti meneliti Perlakuan Akuntansi Aset Tetap berdasarkan PP No.71 Tahun 2010. Auliana (2014), Analisis Akuntansi Aset Tetap Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Tanjung Pinang Berdasar Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No. 07. Penelitian dilakukan dengan tujuan Untuk mengetahui apakah perlakuan akuntansi aset tetap pada BPD Kota Tanjung Pinang sudah sesuai dengan PSAP No. 07. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Akuntansi aset tetap yang diterapkan oleh BPBD Kota Tanjungpinang untuk pendefinisian, pengakuan serta pengukuran asset tetap telah sesuai dengan PSAP No. 07, kecuali pada pengungkapan. Terdapat persamaan dalam penelitian ini yaituMenganalisis Perlakuan Akuntansi Aset Tetap berdasarkan PSAP N0. 07, , Sedangkan perbedaanya Objek yang diteliti pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Utara. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk pada jenis penelitian deskriptif yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara fenomena yang diuji. Jenis penelitian dilakukan langsung ke sumber data, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian. Data dan informasi yang dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan metode komparatif yaitu dengan cara membandingkan kesesuaian antara perlakuan akuntansi dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Penekanan metode analisis ini yakni pada bagaimana perlakuan akuntansi aset tetap pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Utara apakah telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.71 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 60
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Kebijakan akuntansi yang berlaku di Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara merujuk pada Peraturan Pemerintah No.24 Tahhun 2005 dengan basis akuntansi yang digunakan yakni Cash Toward Accrual (CTA). Kebijakan akuntansi ini meliputi seluruh pos-pos utama dari laporan mengenai posisi aset dan laporan perubahan dalam posisi aset, yang diakibatkan oleh aktivitas yang dilakukan di dalam pelayanan kepada masyarakat. Periode akuntansi Dinas Pekerjaan Umum untuk penyajian laporan keuangan adalah satu tahun menurut tahun takwim, yaitu 1 Januari s/d 31 Desember. Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kota Manado yang bertugas untuk membantu Pemerintah dan Masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana berdasarkan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2005. Pada SKPD ini aset tetap memiliki pengertian yang sama dengan pengertian aset tetap dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yaitu Aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, untuk aset tetap dalam bentuk peralatan dan mesin dapat diakui sebagai aset tetap apabila biaya perolehan aset tetap tersebut lebih dari Rp. 300.000 dan untuk aset tetap dalam bentuk jalan dapat diakui sebagai aset tetap apabila biaya perolehan aset tetap tersebut lebih dari Rp. 10.000.000. Penulis telah melakukan wawancara dan pengolahan data yang berkaitan dengan Perlakuan Akuntansi Aset Tetap pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Utara. Wawancara yang dilakukan menghasilkan data yang dapat dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, Pernyataan Nomor 7 tetang Aset Tetap. Penjelasan mengenai penelitian ini diuraikan pula dengan beberapa tabel perbandingan sesuai atau tidaknya perlakuan Akuntansi Pemerintahan tentang Aset Tetap pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Utara dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, Pernyataan Nomor 7 tentang Aset Tetap. PEMBAHASAN
a.
b. c.
d.
e.
Tabel 1 Pengakuan Aset Tetap oleh Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara dengan PSAP No. 07 PSAP Nomor 07 Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Keterangan Utara Masa manfaat lebih dari 12 a. Suatu aset akan diakui sebagai aset tetap Sesuai (dua belas) bulan. apabila aset tersebut memiliki masa manfaat lebih dari dua belas bulan. Biaya perolehan dapat diukur b. Aset tetap diakui menggunakan biaya Sesuai secara andal. perolehan yang dapat diukur secara andal. Tidak dimaksudkan untuk c. Maksud pengadaan aset tetap bukan untuk Sesuai dijual dalam operasi normal dijual melainkan suatu aset tetap diperoleh entitas. dengan maksud untuk digunakan dalam menunjang kegiatan operasional entititas. Diperoleh atau dibangun d. Pengadaan suatu aset adalah untuk Sesuai dengan maksud untuk digunakan dalam aktifitas entitas. digunakan. Pengakuan aset tetap akan e. Aset tetap akan diakui pada saat transaksi Sesuai sangat andal apabila aset tetap atas aset tetap tersebut terjadi. Contohnya telah diterima atau diserahkan jika transaksi terjadi tanggal 8 Juni maka hak kepemilikannya pada saat aset tetap tersebut diakui pada tanggal 8 penguasaannya berpindah. Juni. (Sumber : Data Olahan, 2015)
Dari tabel 1 diatas terlihat bahwa perlakuan akuntansi aset tetap atas pengakuan aset tetap oleh Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 pernyataan No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Mulai dari masa manfaat asset yang harus lebih dari 12 bulan hingga saat yang tepat untuk aset diakui sebagai aset tetap. Menurut penulis Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara telah mengikuti peraturan yang berlaku. 61
Tabel 2 Pengukuran Aset Tetap oleh Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara dengan PSAP No.07 PSAP No. 07 Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Keterangan Utara a. Aset tetap dinilai dengan biaya a. Penilaian atas suatu aset tetap pada Dinas Sesuai perolehan. Apabila penilaian aset Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara tetap dengan biaya perolehan adalah dengan menggunakan biaya tidak memungkinkan maka nilai perolehan yakni dinilai berdasarkan aset tetap didasarkan pada nilai seluruh biaya yang dikeluarkan hingga aset wajar pada saat perolehan. tetap tersebut siap untuk digunakan. b. Biaya perolehan suatu aset tetap b. Biaya perolehan suatu aset tetap pada Sesuai terdiri dari harga belinya Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi termasuk bea impor dan setiap Utara terdiri harga beli aset tetap tersebut, biaya yang dapat diatribusikan biaya angkut dan biaya instalasi yang secara langsung dikeluarkan untuk aset tetap tersebut. (Sumber : Data Olahan, 2015)
Berdasarkan tabel 2 diatas terlihat bahwa perlakuan akuntansi aset tetap tentang pengukuran aset tetap oleh Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No 71 tahun 2010 pernyataan No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Menurut penulis pengukuran Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara dinilai dengan biaya perolehan.
a.
Tabel 3 Pengeluaran Setelah Perolehan oleh Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara dengan PSAP No. 07 PSAP No. 07 Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Keterangan Utara Pengeluaran setelah perolehan awal a. Pengeluaran untuk perbaikan atau perawatan Sesuai suatu aset tetap yang aset tetap yang memperpanjang masa manfaat memperpanjang masa manfaat atau dan akan memberi manfaat dalam periode yang kemungkinan besar memberi berjalan dan dimasa akan datang dalam bentuk manfaat ekonomik di masa yang kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan akan datang dalam bentuk kapasitas, standar kinerja, dan ditambahkan pada nilai mutu produksi atau peningkatan tercatat aset yang bersangkutan. Untuk contoh standar kinerja, harus ditambahkan jurnal atas pengeluaran setelah perolehan aset pada nilai tercatat aset yang tetap dapat dilihat pada halaman 44. bersangkutan. (Sumber : Data Olahan, 2015)
Pada tabel 3 di atas terlihat bahwa pengeluaran untuk perbaikan suatu aset tetap pada Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara tidak dikapitalisasi pada aset tetap yang bersangkutan melainkan diakui sebagai beban dan langsung dibebankan sebagai beban dalam laporan laba rugi. Hal ini dianggap sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 pernyataan No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Tabel 4 Penyusutan oleh Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara dengan PSAP No 07 PSAP No. 07 Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara Nilai penyusutan untuk masingmasing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dan diinvestasikan dalam aset tetap.
Pada saat peneliti melakukan penelitian ini, Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara belum pernah melakukan penyusutan atas nilai aset tetap yang dimiliki. Hal ini dikarenakan belum adanya petunjuk teknis tentang penyusutan aset tetap yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang.
(Sumber : Data Olahan, 2015)
62
Keterangan
Belum Sesuai
Berdasarkan tabel 4 diatas terlihat bahwa hingga saat peneliti melakukan penelitian ini, Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara belum pernah melakukan penyusutan hal ini dikarenakan belum adanya petunjuk teknis tentang penyustan aset tetap yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Hal ini dianggap belum sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 pernyataan No. 07 tentang akuntansi aset tetap karena penyusutan sangatlah penting untuk mengetahui nilai atas suatu aset yang dimiliki. Tabel 5 Penghentian dan Pelepasan oleh Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara dengan PSAP No. 07 PSAP No. 07 Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Keterangan Utara a.
b.
Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomik masa yang akang datang. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya.
a.
Suatu aset yang dianggap sudah tidak lagi memiliki manfaat akan dieliminasi dari neraca dan dihentikan penggunaannya.
Sesuai
b.
Aset tetap didefinisikan merupakan aset yang memiliki masa manfaat lebih dari dua belas bulan namun jika aset tetap tidak lagi memenuhi definisi yang ada maka aset tersebut akan dihentikan dari penggunaannya dan dipindahkan ke pos aset lain-lain.
Sesuai
(Sumber : Data Olahan, 2015)
Pada tabel 5 diatas terlihat bahwa perlakuan akuntansi aset tetap tentang penghentian dan pelepasan yang diterapkan pada Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 pernyataan No. 07. Maka Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara akan segera memindahkan aset tetap yang dianggap tidak lagi memenuhi definisi aset tetap ke pos aset lain-lain. Tabel 6 Pengungkapan Aset Tetap oleh Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara dengan PSAP No. 07 PSAP No. 07 Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Keterangan Utara a. Laporan keuangan harus mengungkapkan dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat.
b. Ssetiap jenis aset seperti tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan mesin dan lain sebagainya harus dinyatakan dalam neraca secara terpisah atau terperinci dalam catatan atas laporan keuangan. c. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan penambahan, pelepasan, akumulasi penyusutan dan perubahan nilai jika ada mutasi aset tetap lainnya. (Sumber : Data Olahan, 2015)
a. Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara mengungkapkan dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat dalam laporan keuangan, yaitu aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. b. Semua aset tetap yang dimiliki oleh Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara seperti tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan dan aset lain-lain dinyatakan secarah terpisah dalam neraca dan terperinci dalam Catatan atas Laporan Keuangan entitas. c. laporan keuangan Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara mengungkapkan rekonsiliasi jumlah tercatat yang menunjukkan pelepasan dan mutasi aset tetap lainnya selama periode tahun berjalan.
63
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Berdasarkan tabel 6 diatas terlihat bahwa perlakuan akuntansi aset tetap atas pengungkapan aset tetap yang diterapkan pada Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 pernyataan N0. 07. Maka Dinas Pekerjaan Umum Prov. Sulawesi Utara mengungkapkan dasar penilaian yang digunakan untuk menilai suatu aset selain itu setiap jenis aset yang dimiliki juga disajikan secara terpisah dalam neraca dan terperinci dalam Catatan atas Laporan Keuangan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dalam menganalisis perlakuan akuntansi aset tetap pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulawesi Utara maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengakuan aset tetap pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulawesi Utara telah sesuai dengan SAP No. 07. 2. Pengukuran/Penilaian aset tetap pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulawesi Utara telah sesuai dengan SAP No. 07. 3. Dalam hal Pengeluaran Setelah Perolehan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulawesi Utara sudah sesuai dengan SAP No. 07. 4. Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulawesi Utara belum pernah melakukan penyusutan atas aset tetap dikarenakan belum adanya prosedur petunjuk teknis penyusutan aset tetap. 5. Penghentian dan Pelepasan aset tetap Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulawesi Utara sudah sesuai dengan SAP No. 07. 6. Dalam hal Pengungkapan Aset Tetap dalam Laporan Keuangan, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulawesi Utara telah menyajikan informasi yang berkaitan dengan aset tetap secara terperinci. DAFTAR PUSTAKA Andriyani Lysa 2008. Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Daerah Dalam Penyusunan Neraca Pada Pemerintah Kabupaten Jember. Universitas Brawijaya. Malang. Auliana. 2014. Analisis Akuntansi Aset Tetap Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Tanjung Pinang Berdasar Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No. 07. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang. Bahtiar Arif, Muchlis, Iskandar. 2010. Akuntansi Pemerintahan. Salemba Empat. Jakarta. BPKP. (2002). Modul Pelatihan Dasar-Dasar Akuntansi 1. Jakarta : Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Halim, Abdul. 2010. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2011, Metodologi Penelitian Bisnis dan Akuntansi Manajemen. BPFE. Yogyakarta Ismail. 2010. Akuntansi Bank. PT Kencana, Surabaya. Kustadi, Arinta. 2009. Pengantar Akuntansi Pemerintahan. Citra Aditya Bakti. Bandung. Lysa Dwi Andriyai (2008). Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Daerah dalam penyusunan Neraca Pada Pemerntah Kabupaten Jember. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Misliana (2013). Analisis Akuntansi Aset Tetap Pada Pemerintah Kota Tanjungpinang. Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang Nordiawan,Deddi,Putra,Sondi I. Rahmawati,Maulida.2012.Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Akuntansi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 pernyataan No. 7 tentang Akuntansi Aset Tetap. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Akuntansi Aset Tetap Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2005 Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah 64
Peraturan Walikota Manado Nomor 34 tahun 2014 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Kota Manado Reevrisond, Baswir. 2009. Akuntansi Pemerintahan Indonesia. BPFE. Yogyakarta. Septiana Tri. 2011. Analisis Akuntansi Aset Tetap Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bungon Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan(PP 24 Tahun 2005).Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. Padang. Soemarso, S.R. 2010. Pengantar Akuntansi. Edisi Kelima. Salemba Empat. Jakarta. Suwardjono. 2013. Akuntansi Pengantar. Edisi Keenam. BPFE, Yogyakarta. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
65
ANALISIS KEBIJAKAN SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME DI KOTA TOMOHON ( Studi Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Kota Tomohon ) Christo A. Sualang1 Ventje Ilat2 Anneke Wangkar3 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 95115,Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRACT Advertisising tax collection system is essential in supporting the implementation of billboards orderly and neat and can create and atmosphere conducive bussines climate, public tranquility and public order can be realized. Therefore, if the better the organization and arrangement of adversement in the district/region, then the optimal well as local revenue from the tax sector. The purpose of this study was to determine policy adverstising tax collection system in the city tomohon and to determine obstacles in the collection of adversticement tax in tomohon. The data used in this research is secondary data is yhe data coming from the department of refenue, finance and asset management tomohon. The result showed that the adversment taxation system policy has not completely go according to the legislation in force. Planning policy and adversment tax voting system includes how the arrangement regarding the implementation, licensing, system and incidental arrangement permanent billboard, rental values and tax rates billboard, as well as system and procedures adverstisement taxation. Advertisement taxation obstacles in tomohon, among others: implementation of billboards not in accordance with the applicable local regulations and constraints in terms of licensing advertisement. Keywords: policy, advertisement tax PENDAHULUAN Bangsa yang sukses terlihat dari kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, maka dibutuhkan dana untuk pembiayaan pembangunan. Pembangunan nasional dewasa ini meliputi segala bidang dan tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya. Pembanguna itu sendiri hanya dapat dilaksanakan apabila ada dana yang tersedia. Dana tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari dalam maupun luar negeri, baik sektor suasta maupun pemerintah. Salah satu penerimaan dari dalam negri adalah dari sektor pajak dalam bentuk pengabdian dan peran serta langsung masyarakat dalam rangka mengsukseskan pembangunan nasional, juga merupaklan salah satu bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pajak merupakan penghasilan Negara yang berasal dari rakyat dan merupakan sumber terpenting yang memberikan dana kepada Negara. Soemitro, dalam Mardiamo (2011) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbal (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dalam rangka menyelenggarakan rumah tangganya sendiri pemerintah daerah memerlukan dana yang tidak sedikit, oleh karena itu pemerinta daerah harus mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah dalam era otonomi daerah. Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu daerah. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan. Proporsi Pendapatan Asli Daerah dalam seluruh penerimaan daerah masih rendah bila dibandingkan dengan penerimaan dari bantuan pemerintah pusat. Keadaan ini menyebabkan perlu dilakukan suatu upaya untuk menggali potensi keuangan daerah dalam peningkatan pendapatan daerah. Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak daerah. 66
Menurut Mardiasmo (2011) Pajak Daerah merupakan kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di dalam Peraturan Daerah tersebut terdapat jenis-jenis pajak yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah salah satunya adalah Pajak Reklame. Pajak Reklame adalah pungutan yang dikenakan terhadap penyelenggaraan reklame. Di Kota Tomohon sendiri, Pajak Reklame merupakan salah satu macam sumber penerimaan Pajak Daerah yang sangat penting dan termasuk salah satu pendapatan daerah yang memiliki kontribusi besar terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi pembangunan daerah Kota Tomohon. Dengan demikian diperlukan pengawasan yang baik oleh Pemerintah Kota Tomohon khususnya bagi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset (DPPKA) dalam hal pemungutan pajak reklame. Menganalisa setiap pembuatan reklame merupakan hal yang penting dalam menunjang penyelenggaraan reklame yang tertib dan rapi serta dapat menciptakan suasana kondusif dalam iklim usaha, ketentraman masyarakat dan ketertiban umum dapat terwujud. Oleh karena itu, apabila semakin baik pemungutan pajak reklame di wilayah kabupaten/kota, maka semakin optimal pula pendapatan asli daerah dari sektor pajak. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mendapat ide untuk melakukan penelitian pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset KotaTomohon dengan judul: “Analisis kebijakan sistem pemungutan pajak reklame di Kota Tomohon”. Rumusan Masalah Berdasarkan atas beberapa hal yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah yang menjadi dasar penyusunan skripsi yaitu bagaimana kebijakan dan apa saja kendala dalam sistem Pemungutan Pajak Reklame di Kota Tomohon. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan Sistem Pemungutan Pajak Reklame di Kota Tomoohon dan Kendala dalam Pemungutan Pajak Reklame di Kota Tomohon. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Akuntansi Pajak adalah peralihan kekeyaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ”surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (Siti Resmi 2011:1). Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai penyewaan umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Diana Sari 2013:2). Pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut. 1. Fungsi Penerimaan (Budgetair) 2. Fungsi Mengatur (Regulared) 3. Fungsi Stabilitas 4. Fungsi Redistribusi 5. Fungsi Demokrasi Menurut Mardiasmo ( 2011:6) Sistem pemungutan pajak terdiri atas tiga jenis, yaitu sebagai berikut. 1. Official Assessment System 2. Self-Assessment System 3. Withholding System Menurut Rahayu (2010:50)Pengelompokan pajak terdiri dari tiga jenis, yaitu sebagai berikut. 1. Menurut Golongannya 2. Menurut Sifatnya 3. Menurut Lembaga Pemungutnya 67
Aspek perpajakan menurut Waluyo (2011:3) terdiri dari empat aspek, yaitu sebagai berikut. Aspek Ekonomi Aspek Hukum Aspek Keuangan Aspek Sosiologi Asas perpajakan menurut Mardiasmo ( 2011:6) terdiri dari tiga jenis, yaitu sebagai berikut. 1. Asas Domisili (Asas tempat tinggal) 2. Asas Sumber 3. Asas Kebangsaan 1. 2. 3. 4.
Pajak Daerah Menurut Siahaan (2010) Pajak Daerah adalah iuran wajib yang di lakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Menurut Siahaan (2010), ciri-ciri pajak daerah adalah sebagai berikut. 1. Pajak daerah merupakan setoran sebagian individu atau badan untuk kas Negara sesuai dengan ketentuan Undang-undang. 2. Sifat pemungutannya dapat dipaksakan dan tidak mendapat prestasi atau imbalan kembali secara langsung. 3. Penerimaan pajak oleh Negara dipakai untuk pengeluaran Negara dan melayani kepentingan masyarakat. Pajak daerah menurut (Mardiasmo, 2011:13) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu. 1. Pajak Provinsi terdiri dari. a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan e. Pajak Rokok 2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Mineral Bukan Logam g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Atas Tanah dan bangunan Pajak Reklame Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tomohon No. 5 Tahun 2004 tentang Pajak Reklame, Pajak Reklame adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang atas penyelenggaraan reklame. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Reklame pada suatu kabupaten/kota adalah 1. Undang-Undang No.34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah 3. Pada Peraturan Daerah Kota Tomohon No. 5 Tahun 2004 tentang Pajak Reklame, Keputusan Walikota Tomohon Nomor 03 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Reklame yang kemudian dirubah dengan
68
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Keputusan Walikota Tomohon Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Reklame, dan terakhir diperbaharui kembali dengan keputusan Walikota Tomohon Nomor 7 Tahun 2012. Obyek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame, yaitu sebagai berikut. Reklame papan atau billboard, megatron Reklame kain Reklame melekat (stiker) Reklame selebaran Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan Reklame udara Reklame suara Reklame peragaan Reklame film atau slide
Tata Cara Perijinan Pemasangan Reklame Berdasarkan pada Keputusan Walikota Tomohon Nomor 4 Tahun 2007 pasal 17 ayat (1), Surat permohonan ijin pemasangan reklame harus menguraikan keterangan-keterangan tentang. 1. Nama dan alamat Pemohon; 2) Jenis, bahan, perlengkapan reklame; 3) Ukuran reklame dan ketingggian reklame; 4) Bunyi, isi, naskah gambar atau foto reklame; 5) Tempat memasang reklame; 6) Posisi reklame yang akan dipasang; 7) Surat Kuasa dari perusahaan apabila permohonan reklame diserahkan kepada pihak lain 8) Keterangan-keterangan yang dianggap perlu. 9) Untuk reklame jenis billboard, papan atau sejenisnya harus disertakan pula gambar konstruksi reklame tersebut. Pemasangan reklame harus mendapatkan persetujuan sebelumnya dari pihak yang berhak atau pihak bersangkutan. 1) Pemasangan reklame diatas tanah/gedung/bangunan milik dan/ atau yang dikuasai oleh Pemerintah/BUMN/BUMD harus melampirkan Surat Persetujuan dari Kepala Unit Kerja Instansi yang bersangkutan; 2) Pemasangan reklame diatas tanah/gedung/bangunan milik swasta/badan perorangan harus melampirkan Surat Persetujuan dari pemilik yang bersangkutan. Pencabutan atas Ijin Reklame juga dapat dilakukan apabila. 1) Reklame yang bersangkutan ternyata tidak sesuai atau bertentangan dengan hal-hal yang disebutkan dalam Surat Ijin Pemasangan Reklame; 2) Pemegang Ijin tidak melakukan perawatan atau pemeliharaan atas reklame yang dipasang sehingga mengganggu kebersihan dan keindahan kota. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Reklame Tarif Pajak Reklame ditetapkan sebesar 25% (dua puluh persen) dari nilai sewa reklame. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak. Setiap penyelenggaraan reklame dikenakan Uang Jaminan Pembongkaran yang besarnya ditetapkan sebagai berikut: 1) 25% dari jumlah pajak yang harus dibayar untuk reklame tetap 2) 100% dari jumlah pajak yang harus dibayar untuk reklame incidental. Terdapat pengecualian atas Uang Jaminan Bongkar yaitu. 1) Reklame film dan slide; 2) Reklame Suara; 3) Reklame Kendaraan; 4) Reklame Berjalan; 5) Reklame Peragaan; 6) Reklame lain yang penggunaannya secara tidak langsun menggunakan tanah yang dikuasai Pemerintah Daerah 69
Sistem Pemungutan Pajak Reklame Pajak Reklame merupakan satu-satunya Pajak Daerah yang system pemungutannya menggunakan Official Assesment System yaitu suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya. 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2) Wajib Pajak bersifat pasif. 3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Kota Tomohon. Periode waktu penelitian dimulai dari akhir bulan Juli sampai dengan September 2015. Prosedur Penelitian langkah-langkah prosedur dalam penelitian, yaitu sebagai berikut. 1. Penulis melakukan kajian awal dengan melakukan studi literatur baik studi kepustakaan maupun membaca melalui internet. 2. Melakukan pengidentifikasian tentang masalah, merumuskannya, menetapkan tujuan/manfaat penelitian, 3. Membatasi masalah ke lingkup yang disesuaikan dengan penelitian saat ini. 4. Perancangan dan persiapan survai pada objek penelitian yang telah ditentukan, 5. Pengumpulan data baik primer maupun sekunder. 6. Melakukan pengolahan data, membahasnya kemudian menarik kesimpulan dan memberikan saran-saran guna melengkapi penelitian. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Menurut Effendi (2012: 145). ada 2 jenis data, yaitu. 1. Data kuantitatif: data yang disajikan dan diukur dalam suatu skala numerik atau dalam bentuk angkaangka. 2. Data kualitatif: data yang bersifat deskriptif atau berbentuk uraian atau penjelasan serta tidak dapat diukur dalam skala numerik. Namun karena dalam statistik semua data harus dalam bentuk angka, maka data kualitatif umumnya dikuantitatifkan agar dapat diproses lebih lanjut. Sumber Data Sumber data menurut Effendi (2012 : 148) dibedakan menjadi dua jenis yaitu. 1. Data primer 2. Data sekunder. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah antara lain sebagai berikut. 1. Penelitian Kepustakaan Pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari dan membaca buku-buku dari perpustakaan serta data lain yang mendukung dalam proses pembahasan masalah tersebut. 2. Penelitian Lapangan Penelitian ini dilakukan melalui peninjauan langsung ke Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Kota Tomohon guna memperoleh data yang dibutuhkan dengan cara. a. Dokumentasi Mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas serta kebijakankebijakan yang dikeluarkan. b. Inquires of the client
70
Metode penelitian ini dilakukan guna memperoleh informasi mengenai latar belakang dari objek penelitian seperti struktur organisasi, sejarah dari objek yang akan diteliti serta informasi lain yang berhubungan dengan penelitian. c. Wawancara Pengumpulan data ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab baik dengan pimpinan maupun dengan pegawai yang berada di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Kota Tomohon di bidang pajak daerah maupun di bidang perencanaan, pengendalian operasional guna memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah yang akan dibahas didalam penelitian. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Analisis kebijakan dalam penelitian ini yaitu. a. Membuat pemeriksaan menjadi efektif dan efisien b. Meningkatkan kinerja pemeriksaan pajak c. Meningkatkan kepatuhan wajib pajak sebagai konsekuensi pemungutan pajak di Indonesia d. Secara tidak langsung menjadi aspek pendorong untuk meningkatkan penerimaan Negara dari pajak. 2. Sistem pemungutan pajak dalam penelitian ini yaitu. Bagaimana pemerintah dalam hal ini dinas pendapatan, pengelolaan keuangan dan asset (DPPKA) kota tomohon dalam menjalankan pemungutan pajak reklame tanpa ada kendalakendala dari pihak DPPKA Kota Tomohon sendiri maupun dari pihak penyelenggara reklame. 1. Pajak Reklame Pajak reklame adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang atas penyelenggaraan reklame Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskripsi. yaitu suatu metode pembahasan masalah yang sifatnya menguraikan, menggambarkan, membandingkan suatu data atau keadaan serta melukiskan dan menerangkan suatu keadaan sedemikian rupa sehingga dapatlah ditarik suatu kesimpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Objek Penelitian Dekade awal tahun 2000-an masyarakat di beberapa bagian wilayah kabupaten Minahasa melahirkan inspirasi dan aspirasi kecenderungan lingkungan strategis baik internal maupun eksternal untuk melakukan pemekaran daerah. Berhembusnya angin reformasi dan diimplementasikannya kebijakan otonomi daerah, semakin mempercepat proses akomodasi aspirasi masyarakat untuk pemekaran daerah dimaksud. Melalui proses yang panjang secara yuridis dan pertimbangan yang matang dalam rangka akselerasi pembangunan bangsa bagi kesejahteraan masyarakat secara luas, maka Pemerintah Kabupaten Minahasa beserta Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Minahasa merekomendasikan aspirasi masyarakat untuk pembentukan Kabupaten Minahasa Selatan, Kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa Utara. Terbentuknya lembaga legislatif Kota Tomohon hasil Pemilihan Umum Tahun 2004, menghasilkan Peraturan Daerah Kota Tomohon Nomor 22 Tahun 2005 tentang Lambang Daerah dan Peraturan Daerah Kota Tomohon Nomor 29 Tahun 2005 tentang Hari Jadi Kota Tomohon. Kota Tomohon diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno atas nama Presiden Republik Indonesia pada tanggal 4 Agustus 2003. Saat ini Kota Tomohon terbagi menjadi 5 kecamatan, yaitu. 1. Tomohon Utara 2. Tomohon Tengah 3. Tomohon Timur 4. Tomohon Barat 5. Tomohon Selatan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset (DPPKA) Kota Tomohon tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Kota Tomohon sebagai Daerah Otonom. Daerah Otonom yaitu daerah yang 71
mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangganya sendiri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset (DPPKA) Kota Tomohon mempunyai fungsi sebagaimana terdapat dalam Perda No.6 Tahun 1990 pasal 4 yaitu. a. Merumuskan kebijakan teknis penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang pendapatan b. Pengorganisasian atas pekerjaan penagihan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Asli Daerah lainnya serta kemasyarakatan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilimpahkan kepada daerah. c. Memberikan perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum di bidang pendapatan daerah. d. Penyusunan rencana kegiatan di bidang pendataan, penetapan, dan penghasilan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya serta Pajak Bumi dan Bangunan. e. Pembinaan terhadap Unit Pelaksanaan Teknis Dinas dan Cabang Dinas dalam lingkup Dinas Pendapatan. f. Pengawasan dan Pengendalian di bidang pendataan, penetapan dan penagihan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya serta Pajak Bumi dan Bangunan. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset (DPPKA) Kota Tomohon mempunyai tugas sebagai berikut. a. Melaksanakan urusan Rumah Tangga Daerah dalam bidang Pendapatan Daerah dan tugas-tugas lainnya yang diserahkan oleh wali kota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Melakukan urusan tata usaha. c. Melaksanakan pendaftaran dan pendataan Wajib Pajak Daerah dan Wajib Pajak Retribusi Daerah. d. Melakukan penetapan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. e. Membantu melakukan pekerjaan pendataan Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan f. Melakukan penyuluhan mengenai Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya serta Pajak Bumi dan Bangunan. g. Melakukan koordinasi dan pengawasan atas pekerjaan penagihan Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya h. Melakukan pembukuan dan pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah lainnya serta Pajak Bumi dan Bangunan. i. Membantu melakukan penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Pemberitahuan (SPT), dan sarana administrasi Pajak Bumi dan Bangunan lainnya j. Melakukan tugas perencanaan dan pengendalian operasional di bidang pendapatan. penetapan dan penagihan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan Asli Daerah dan Pajak Bumi dan Bangunan Hasil Penelitian Dalam hal kebijakan penataan reklame ini diperlukan adanya evaluasi kebijakan, seperti halnya menurut Dunn dalam Nugroho (2011:389) merumuskan evaluasi kebijakan sebagai suatu pemberian informasi mengenai kinerja atau memberikan hasil dari suatu kebijakan. Evaluasi digunakan untuk mempelajari tentang hasil yang diperoleh dalam suatu program untuk dikaitkan dalam pelaksanaannya, mengendalikan tingkah laku dari orang-orang yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan program, dan mempengaruhi respon dari mereka yang berada di luar lingkungan politik. Adapun kontribusi pajak reklame bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Tomohon Tahun 2011 sampai tahun 2015. Kontribusi Pajak Rerklame terhadap PAD (%) 2011 8.095.029.622 430.697.510 5.32 2012 11.241.635.125 284.668.875 2.53 2013 13.945.339.275 337.228.375 2.42 2014 18.417.481.822 362.960.086 1.97 Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kota Tomohon Tahun
PAD (Rp)
Pajak Reklame (Rp)
PAD Kota Tomohon setiap tahun mengalami penurunan, tahun 2011 sebesar 5.32%, tahun 2012 menurun menjadi 2.53%, tahun 2013 menjadi 2,42% dan tahun 2014 menjadi 1,97%. Penurunan kontribusi pajak 72
reklami bagi PAD Kota Tomohon disebabkan karena Kurangnya atau tidak adanya kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak untuk membayar pajak yang merupakan kendala dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas daerah. Pembahasan Kebijakan Sistem Pemungutan Pajak Reklame di Kota Tomoohon Kebijakan mengenai penyelenggaraan reklame merupakan suatu hal yang harus dipatuhi oleh penyelenggara reklame. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset (DPPKA) Kota Tomohon dalam membuat kebijakan penyelenggaraan reklame harus bersifat mengikat bagi seluruh penyelenggara reklam. Hal ini didukung oleh kebijakan publik menurut Nugroho (2011 : 1-7) yakni kebijakan penyelenggaraan reklame harus bisa mengatur, ditaati dan bersifat mengikat bagi semua penyelenggara reklame, setiap pelanggaran akan diberikan sanksi bila tidak sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Berdasarkan teori di atas, kebijakan terhadap penyelenggaraan reklame yang diterapkan oleh bidang pendapatan DPPKA Kota Tomohon harus bisa menjadi acuan bagi seluruh proses dan pelaksanaan penyelenggaraan reklame yang ada di daerah. Kebijakan mengenai ketentuan perizinan reklame merupakan perihal yang harus dilalui oleh penyelenggara reklame sebelum mereka menyelenggarakan reklame mereka dan ini berpedoman pada peraturan daerah nomor 4 tahun 2006 tentang penyelenggaraan reklame. Sama halnya dengan penyelenggaraan reklame, kebijakan mengenai perizinan reklame yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset harus bisa berkaitan dengan perundang-undangan yang berlaku. Seperti halnya menurut Menurut Wahab (2011 :4-5) istilah public policy seringkali penggunaannya saling ditukarkan denganistilah-istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-undang,ketentuanketentuan, usulan-usulan dan rancangan-rancangan besar. Sistem pemungutan pajak Reklame merupakan bagian dari kegiatan administrasi publik sebab memiliki cara dan ketentuan yang berhubungan dengan setiap penyelenggara reklame dan objek reklame mereka. Peran administrasi menjadi sangat penting dalam sistem pengelolaan reklame permanen dan insidentil ini, dibentuknya bidang pendapatan DPPKA diharapkan mampu memecahkan masalah yang ada dalam penataan jenis reklame ini seperti halnya menurut Widjaja (2013 :.4) “peranan administrasi publik tidak cukup hanya dalam konsep dan teori semata, tetapi benar-benar dapat mewujudkan suatu disiplin ilmu (ilmu administrasi) yang mampu memecahkan masalah yang semakin kompleks dan rumit, khususnya dalam pelaksanaan penyelenggaraanan otonomi daerah”. Sistem pemungutan pajak reklame permanen dan insidentil salah satunya berpedoman pada peraturan daerah nomor 7 tahun 2012 tentang pajak daerah yang mana menyebutkan masa pajak baik reklame permanen dan reklame insidentil. Dalam perda tersebut pasal 40 dijelaskan bahwa Masa Pajak Reklame adalah jangka waktu yang sama dengan masa penyelenggaraan reklame yang ditentukan sebagai berikut: Dalam hal reklame diselenggarakan secara permanen, masa pajak adalah waktu yang lamanya 1 (satu) tahun, sedangkan dalam hal reklame diselenggarakan dalam waktu terbatas dikategorikan sebagai reklame insidentil, masa pajak ditetapkan 1 (satu) bulan, 1 (satu) minggu, dan 1 (satu) hari. Dalam penelitian juga menyebutkan bahwa masa pajak reklame insidentil paling lama selama 3 bulan dan itu bisa diperpanjang. Selain itu, dari hasil penelitian di lapangan, pengelolaan reklame permanen dan insidentil di kota Tomohon adalah dilihat dari segi bahan yang digunakan, dimana reklame permanen menggunakan bahan yang bisa tahan lama, sedangkan reklame insidentil menggunakan bahan yang biasanya tidak tahan lama. Dari kedua jenis reklame diatas berhubungan erat dengan masa pajak reklame tersebut. Ketentuan nilai sewa reklame yang dibebankan kepada wajib pajak oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset berpedoman pada perda nomor 7 tahun 2012 pasal 24 tentang pajak daerah dan tentang penyelenggaraan reklame, penetapan tarif pajak reklame juga sesuai dengan perda nomor 7 tahun 2012 pasal 27 yang menyebutkan bahwa tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari nilai sewa reklame. Dalam melaksanakan pemungutan pajak reklame, bidang pendapatan DPPKA Kota Tomohon menerapkan Sistem Official Assesment, dimana penetapan besarnya pajak terutang ditetapkan oleh dinas. Sesuai dengan pendapat Mardiasmo (2011 : 7) sistem yang digunakan adalah Official assessment system. Dalam sistem ini menjelaskan besarnya pajak terutang di tetapkan dinas yaitu DPPKA, sedangkan wajib pajak reklame bersifat pasif dan hanya menunggu dikeluarkannya surat ketetapan pajak daerah oleh Dinas.
73
Sedangkan prosedur pemungutan Pajak Reklame yang diterapkan di Kota Tomohon adalah melalui beberapa tahapan, yaitu. a) Pendaftaran, b) Pendataan, c) Penetapan Besarnya Pajak Terutang Reklame, dan d) Penagihan dan Pembayaran Pajak Reklame. Kendala dalam Pemungutan Pajak Reklame di Kota Tomohon 1. Penyelenggaraan Reklame Belum Sesuai Dengan Peraturan Daerah Yang Berlaku. Salah satu kendala yang muncul dalam proses pemungutan pajak reklame adalah kurangnya kesadaran dari penyelenggara reklame dalam mematuhi praturan yang di buat oleh pemerintah daerah tentang tata cara penyelenggaraan reklame karena tanpa kesadaran dari penyelenggara reklame system pemungutan pajak reklame akan banyak mengalami kendala-kendala. Dalam pelaksanaanya di Kota Tomohon masih sering terjadi hal-hal yang masih tidak sesuai dengan peraturan daerah yang ada seperti dalam hal pembongkaran reklame yang mana penyelenggara reklame tidak tepat waktu dalam pembongkaran objek reklamenya setelah masa izin mereka habis, padahal sesuai dengan perda nomor 4 tahun 2007 pasal 7 dijelaskan bahwa penyelenggara reklame berkewajiban membongkar reklame beserta bangunan konstruksi segera setelah berakhir izin atau setelah izin dicabut. 2. Kendala Dalam Hal Perizinan Reklame Proses penerapan pemungutan pajak reklame di kota tomohon belum sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku, seperti pada perda Nomor 4 Tahun 2007 pasal 16-17 bahwa setiap reklame baru dapat dipasang setelah mendapatkan ijin terlebih dahulu dari walikota melalui kepala dinas pendapatan,pengelolaan keuangan dan asset kota tomohon. Tetapi dari hasil temuan di lapangan masih ada beberapa kendala yang muncul dimana masih banyak penyelenggara reklame yang memasang reklamenya terlebih dahulu tetapi belum meminta izin kepada DPPKA Kota Tomohon untuk memasang reklame. Hal itu disebabkan waktu dan presodur yang terlalu lama dan sulit untuk dijalankan oleh penyelenggara reklame. 3. Kurangnya Kesadaran Dari Wajib Pajak Untuk Mendaftarkan dan Membayar Pajak Reklame Karakteristik Responden Kurangnya kesadaran wajib pajak merupakan kendala utama dalam proses pemungutan pajak, sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas daerah (APBD). Sesuai dengan Mardiasmo (2011:8) yang mana ada perlawanan pasif yang dilakukan wajib pajak reklame dimana enggan (pasif) dalam membayar pajak, mungkin dikarenakan sistem perpajakan yang sulit dipahami oleh wajib pajak reklame dan sistem kontrol yang tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Sehingga banyak reklame-reklame yang sudah di pasang di dalam kota tomohon tetapi belum terdaftar sebagai reklame aktif di DPPKA kota tomohon, walaupun telah diketahui bahwa pemasangan reklame yang dilakukan tanpa ijin terlebih dahulu dari walikota melalui kepala DPPKA kota tomohon, dikenakan sanksi tambahan pajak sebesar 100% dari pokok pajak dan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2007 tentang Pajak Daerah. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil pengolahan data dan pembahasan dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan berupa. 1. Kebijakan sistem pemungutan pajak reklame belum sepenuhnya berjalan sesuai sistem dan prosedur yang berlaku. Kebijakan Sistem Pemungutan pajak reklame meliputi bagaimana penyelenggaraan dan perizinan, system sewa dan tarif pajak reklame, serta prosedur pemungutan pajak reklame.
2. Kendala dalam pemungutan pajak reklame Kota Tomohon, antara lain: system pemungutan pajak reklame belum sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku dalam hal perizinan penyelenggaraan reklame, kurangnya kesadaran dari wajib pajak untuk mendaftarkan dan membayar pajak. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka penulis memberi saran sebagai berikut. 1. Adanya pengawasan dan tanggung jawab yang dilakukan oleh DPPKA dalam proses pelaksanaan penyelenggaraaan reklame di Kota Tomohon, dan disarankan harus meningkatkan kegiatan sosialisasi di 74
setiap daerah baik kepada wajib pajak yang telah terdaftar maupun belum terdaftar bahwa mantaati peraturan dalah hal membayar pajak sangat baik bagi kedua belah pihak, diharapkan juga lebih mengerti atau paham atau aktif terhadap pedoman atau acuan perda yang menyangkut system pemungutan pajak reklame. 2. Mengoptimalkan pemungutan pajak reklame dengan memberikan sosialisasi terhadap wajib pajak agar mempunyai tanggung jawab untuk melaporkan data reklamenya secara jujur dan berperan aktif dalam mendaftarkan objek reklamenya, tidak hanya bergantung pada DPPKA maupun petugas UPTD yang terkait. DAFTAR PUSTAKA Mardiasmo. 2011. Perpajakan Indonesia, Edisi Revisi 2011 . Yogyakarta, Penerbit ANDI Siti Resmi, 2011. Perpajakan (teori dan kasus), Edisi 6, Salemba Empat, Jakarta. Diana Sari.2013. Konsep Dasar Perpajakan. Bandung: PT Refika Adimata Rahayu, Siti Kurnia, 2010, Perpajakan Indonesia, Graha Pustaka, Yogyakarta. Waluyo, 2011, Perpajakan Indonesia, Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta. Pahala Siahaan Marihot, 2010, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Edisi 1, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta. Effendi, Sopian dan Tukiran 2012. Metode penelitian. Jakarta : Yahysa Nugroho, Riant. 2011. Public policy: Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan, Manajemen Kebijakan . Jakarta, Gramedia Abdul Wahab dan Umiarsa. 2011. Kependidikan dan kecerdasan spiritual. Yogyakarta: Ar-Ruzz Widjaja, HAW. 2013. Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada Peraturan Daerah Kota Tomohon No. 5 Tahun 2004 tentang Pajak Reklame Peraturan Daerah Kota Tomohon Nomor 4 Tahun 2007 pasal 16-17tentang perijinan penyenggaraan reklame Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Peraturan Daerah Kota Tomohon nomor 7 tahun 2012 pasal 27 tentang penetapan tarif pajak reklame juga sesuai dengan Peraturan Daerah Kta Tomohon nomor 4 tahun 2007 pasal 7, tentang pembongkatan reklame Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2007 pasal 36, tentang Pajak Daerah.
75
ANALISIS LAPORAN ARUS KAS SEBAGAI DASAR PENGUKURAN LIKUIDITAS PADA PERUSAHAAN “UNICARE” CABANG MANADO Chintia Debby Mogi1 Agus.T.Poputra2 Stanly. W. Alexander3 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi, Manado, 95115,Indonesia email :
[email protected] ABSTRACT Cash flow statement is a summary of financial transactions related to cash, which depicts the historical changes in cash and cash equivalents classified into operating, investing their and funding during the period. Liquidity is an indicator of the kemampuam a company to pay all short-term financial obligations at maturity using liquid assets available. Therefore, cash flow greatly affect the measurement of liquidity, which in paying a short-term financial obligations indispensable good cash flow. Cash is the most dominant current assets in measuring the company's liquidity. Keywords: Cash Flow, Liquidity PENDAHULUAN Setiap perusahaan pada awalnya hanya memikirkan keuntungan yang besar dan cepat dengan melakukan apapun untuk mencapai target yang diinginkan oleh perusahaan tanpa memikirkan dampak dimasa yang akan datang. Dalam rangka pengambilan keputusan, pengelola perusahaan memerlukan informasi khususnya informasi mengenai apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Informasi yang cepat dan berkesinambungan berupa informasi akuntansi dalam bentuk laporan keuangan dapat membantu perusahaan untuk mengetahui keadaan dan kinerja ekonomi suatu perusahaan, Oleh sebab itu setiap perusahaan membutuhkan laporan keuangan untuk mendapatkan informasi khususnya informasi mengenai apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Menurut Garrin Noree n (2000; 744) mengemukakan bahwa, laporan arus kas (cash flows) adalah alat analisis yang sangat bermanfaat baik bagi manajer maupun kreditor, meskipun sebenarnya manajer lebih banyak memberikan perhatian terhadap arus kas (cash flows) yang disiapkan sebagai bagian dari proses penganggaran. Laporan arus kas sering digunakan untuk menggambarkan kesanggupan perusahaan dalam memenuhi biaya operasional dan kewajiban perusahaan, agar menghasilkan keuntungan tambahan, perusahaan harus mempunyai kas untuk ditanamkan kembali. Arus kas mempunyai peranan yang cukup besar terhadap likuiditas perusahaan, Semakin besar aset lancar perusahaan berupa kas dibandingkan dengan seluruh kewajiban jangka pendek perusahaan berarti semakin tinggi juga tingkat likuiditas perusahaan dan begitu juga sebaliknya. Unicare Cabang Manado merupakan perusahaan yang bergerak dibidang penjualan barang dagangan dan jasa service. kas merupakan elemen yang terpenting didalam perusahaan untuk menunjang kegiatan operasional, oleh karena itu melalui analisa komponen arus kas, maka dapat diketahui bagaimana perusahaan mengelola dana yang dimilikinya dan kesanggupan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah Menganalisis laporan arus kas dalam mengukur likuiditas pada perusahaan “Unicare” Cabang Manado.
76
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Fungsi Akuntansi Menurut Sofyan (2004:10) akuntansi adalah bahasa atau alat komunikasi bisnis yang dapat memberikan informasi tentang kondisi keuangan berupa posisi keuangan yang tertuang dalam jumlah kekayaan hutang dan modal suatu bisnis dan hasil usahanya pada suatu periode tertentu. Pengelompokan Akuntansi Bidang Akuntansi sering disederhanakan menjadi dua kelompok yang disebut akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Menurut Haryono Yusuf (2001:11) bahwa akuntansi keuangan adalah akuntansi yang bertujuan utama menghasilkan laporan keuangan untuk kepentingan pihak luar. Sedangkan akuntansi manajemen adalah akuntansi yang bertujuan utama menghasilkan informasi untuk kepentingan manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan manajemen. Pengertian Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam bukunya yang berjudul ”Standar Akuntansi Keuangan“, Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam berbagai cara misalnya, laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Dengan demikian laporan keuangan merupakan catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan Arus Kas Laporan arus kas ini memberikan informasi yang relevan tentang penerimaan dan pengeluaran kas dari perusahaan dari suatu periode tertentu, dengan mengklasifikasikan transaksi berdasarkan pada kegiatan operasi, investasi dan pendanaan. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2002;2.2) adalah : ”Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas setara kas ”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa arus kas merupakan jumlah kas yang mengalir masuk dan keluar dari suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dengan kata lain, arus kas adalah perubahan yang terjadi dalam jumlah kas perusahaan selama suatu periode tertentu. Tujuan Penyusunan Laporan Arus Kas Laporan arus kas merupakan suatu laporan yang berguna bagi manajer, investor, kreditur, dan pemakai lainnya dimana laporan tersebut dapat memberikan gambaran arus kas perusahaan sesuai dengan penggolongan aktivitasnya. Selain itu laporan arus kas juga berguna menjadi dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya yang telah jatuh tempo. Laporan arus kas melaporkan pengiriman kas, pembayaran kas dan perubahan bersih pada kas yang berasal dari aktivitas operasi, investasi dan pendanaan dari suatu perusahaan selama satu periode dalam satu format yang merekonsiliasi saldo kas awal dan akhir. Laporan arus kas dengan demikian membantu menunjukkan bagaimana mungkin untuk melaporkan suatu rugi bersih dan tetap mengadakan pengeluaran modal yang besar atau membayar deviden. Klasifikasi Laporan Arus Kas Laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama periode teretentu dan diklasifikasikan menurut Skousen (2009 : 284): 1. Aktivitas Operasi 2. Aktivitas Investasi 3. Aktivitas Pendanaan Aktivitas Operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan dan aktivitas lainnya yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Aktivitas Investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas. Aktivitas
77
Pendanaan adalah aktivitas yangmengakibatkan perubahaan dalam jumlah atau komposisi modal dan pinjaman perusahaan. Arus kas dari aktivitas operasi berhubungan dengan likuiditas karena didasarkan pada asumsi bahwa arus kas dari aktivitas operasi akan mempengaruhi aktiva lancar dan hutang lancar perusahaan. Hubungan Arus kas dari aktivitas investasi dengan likuiditas didasarkan pada asumsi bahwa jumlah arus kas dari aktivitas investasi dapat mempengaruhi perolehan dan pelepasan aktiva tetap. Sedangkan, hubungan antara arus kas dari aktivitas pendanaan dengan likuiditas didasarkan pada asumsi bahwa jumlah arus kas dari aktivitas pendanaan mempengaruhi jumlah modal dan hutang jangka panjang perusahaan. Klasifikasi arus kas masuk dan arus kas keluar dengan aktivitas-aktivitasnya dapat dilihat pada gambar 2.1, dikutip dari Harahap, S, Sofyan. (2004) Klasifikasi Arus Kas Masuk dan Arus Kas Keluar Aktivitas-Aktivitas Arus Kas Masuk
Dari penjualan barang Aktivitas-aktivitas dan jasa ke pelanggan Dari penerimaan bunga dan deviden atas penjualan dan investasi
Aktivitas-aktivitas
Arus Kas Keluar Untuk membayar gaji Untuk membayar persediaan Untuk membayar beban
Operasi Untuk membayar beban
Dari penjualan trading securitas (perdagangan surat berharga)
Untuk membayar bunga
Dari penjualan properti aktiva tetap dan investasi jangka panjang Dari penjualan surat berharga
Untuk membeli property, aktiva tetap dan aktiva lancar
Untuk membayar Pajak
Aktivitas-aktivitas
Untuk membeli surat berharga
Investasi
Untuk memberikan pinjaman
Dari penagihan pinjaman yang diberikan Dari penjualan saham Aktivitas-aktivitas biasa atau saham preferen
Pendanaan
Dari penerbitan surat utang
Untuk membeli kembali saham biasa/ saham preferen Untuk melunasi surat utang Untuk membayar deviden
Sumber
: Dikutip dari, Harahap, S, Sofyan. 2004. Teori Akuntansi, 2004
78
2.3.6 Penyusunan Laporan Arus Kas Terdapat dua bentuk penyajian laporan arus kas, yang pertama metode langsung dan yang kedua metode tidak langsung. Metode langsung, Dengan metode ini, PSAK 2 mensyaratkan pengungkapan “kelompok utama penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto dan metode tidak langsung, dengan metode ini, arus kas dari aktivitas operasi ditentukan dengan menyesuaikan laba atau rugi neto dari pengaruh : 1. Pos-pos non kas (misalnya penyusutan) 2. Pos-pos yang berkaitan dengan arus kas investasi atau pendanaan (misalnya laba penjualan asset tetap) dan, 3. Perubahan modal kerja operasi (misalnya perubahan persediaan, piutang dagang, dan utang dagang). Likuiditas Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas diukur dengan rasio aktiva lancar dibagi dengan kewajiban lancar. Likuiditas perusahaan berperan cukup penting dalam kelangsungan perusahaan, perusahaan yang tidak dapat mencapai tingkat likuiditas yang baik akan membuat kepercayaan pihak eksternal perusahaan khususnya kreditur untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan, hal ini juga mengakibatkan menurunnya kemampuan perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aset lancar perusahaan yang relatif dengan utang lancarnya, utang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan. Likuiditas merupakan biaya yang ditanggung pemodal jika ingin menjual sekuritasnya secara cepat. Adapun formula untuk menghitung rasio likuiditas menurut Kieso (2002:493) adalah :
Kas bersih yang disediakan Oleh aktivitas operasi Current Cash Debt Ratio = Kewajiban lancar rata-rata Analisis Arus Kas Sebagai Dasar Pengukuran Likuiditas Analisis terhadap arus kas sering digunakan untuk menggambarkan kesanggupan perusahaan dalam memenuhi biaya operasional dan kewajiban perusahaan. Arus kas mempunyai peranan yang cukup besar terhadap likuiditas perusahaan. Semakin besar aset lancar perusahaan berupa kas dibandingkan dengan seluruh kewajiban jangka pendek perusahaan berarti semakin tinggi juga tingkat likuiditas perusahaan dan begitu juga sebaliknya. Untuk meminimalisasikan gangguan terhadap tingkat likuiditas perusahaan perlu dibuat suatu perkiraan untuk menghindari masalah-masalah yang mungkin timbul dan mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan. Dalam menganalisis kekuatan keuangan perusahaan, umumnya para analis menggunakan informasi dari dua laporan keuangan dasar yaitu neraca dan laporan laba rugi sebagai dasar pengukurannya. Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa terdapat pengaruh arus kas terhadap likuiditas perusahaan, namun jika dinilai secara komponen dari arus kas operasi, investasi dan pendanaan, hanya arus kas dari aktivitas pendanaan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap likuiditas. METODE PENELITIAN Jenis Data Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data kuantitatif pada perusahaan “Unicare” Cabang Manado., dimana menurut Kuncoro (2003:124), data kuantitatif diambil dalam bentuk angka yaitu laporan keuangan dan data dapat diukur dalam suatu skala Numberik (Angka), Misalnya; harga saham, besarnya pendapatan, dan lain-lain. Sumber Data
79
Sumber data menurut cara memperolehnya, antara lain: 1. Data Primer (primary data) adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/ suatu organisasi secara langsung dari objek yang diteliti dan untuk kepentingan studi yang bersangkutan yang dapat berupa interview, observasi. 2. Data Sekunder (secondary data) adalah data yang diperoleh/ dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain. Biasanya sumber tidak langsung berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian yang dilakukan, maka data diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu sebagai berikut : 1. Metode wawancara yaitu penulis mengumpulkan data dengan mewawancarai pihak yang terkait dari Perusahaan “Unicare” cabang manado. 2. Observasi yaitu penulis mengamati langsung laporan arus kas, laporan laba-rugi dan kelengkapan lainnya. 3. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu untuk memperoleh informasi dengan mempelajari buku- buku yang berhubungan dengan masukan yang akan dibahas atau diteliti untuk digunakan sebagai dasar teori yang melengkapi proses penyusunan skripsi ini. 4. Media elektronik (Electronic Media), yaitu lewat internet untuk melengkapi proses penyusunan skripsi ini. HASIL PENELITIAN Sejarah Singkat perusahaan Unicare IT Service Solution merupakan salah satu divisi usaha dari PT. Daxell Multi Solusi yang berkedudukan di Manado, Sulawesi Utara. Dahulu sebelumnya Unicare bernama RC’Comp, untuk melegalkan usaha yang dijalankan, maka pada tanggal 13 April 2011, dengan resmi RC’Comp terdaftar dengan nama PT. Daxell Multi Solusi, dengan nomor TDP 180614700405. Unicare hadir untuk menawarkan solusi dan memberikan layanan purna jual untuk permasalahan dalam bidang IT. Di bawah payung PT. Daxell Multi Solusi, yang sudah lama berkecimpung dalam bidang IT, Unicare IT Service Solution didukung dengan pengalaman dan jaringan kerja yang luas, untuk melayani kebutuhan dan mengatasi permasalahan costumer dengan handal dan profesional. Adapun alamat dari Unicare Jl. Boulevard, Kawasan Mega Mas sebagai tempat service centre (Lenovo, Asus, Fujitsu, Advan, dsb) dan sebagai Training Centre memiliki luas 160m2, 4 lantai, dengan status milik perusahaan. Jumlah karyawan 7 orang. Analisis Laporan Arus Kas Sebagai Dasar Pengukuran Likuiditas Analisis terhadap arus kas sering digunakan untuk menggambarkan kesanggupan perusahaan dalam memenuhi biaya operasional dan kewajiban perusahaan. Arus kas mempunyai peranan yang cukup besar terhadap likuiditas perusahaan. Semakin besar aset lancar perusahaan berupa kas dibandingkan dengan seluruh kewajiban jangka pendek perusahaan berarti semakin tinggi juga tingkat likuiditas perusahaan dan begitu juga sebaliknya. Untuk meminimalisasikan gangguan terhadap tingkat likuiditas perusahaan perlu dibuat suatu perkiraan untuk menghindari masalah-masalah yang mungkin timbul dan mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan Pembahasan Adapun masalah-masalah yang akan dianalisa dan dievaluasi adalah sebagai berikut: 1. Sumber Kas Perusahaan 2. Penggunaan Kas Perusahaan 3. Analisa Laporan Arus Kas 4. Tingkat Likuiditas perusahaan Dengan data yang diambil dari perusahaan maka penulis membuat laporan arus kas periode 2013 Perusahaan Unicare sebagai bahan analisis untuk skripsi yang dibuat ini. Informasi yang didapat penulis
80
laporan arus pada Unicare Cabang Manado, pertama kali digunakan pada tahun 2008, dan masih dalam konsep yang sederhana. Dan metode yang dipakai adalah metode langsung. Sumber Kas yang berasal dari aktivitas operasi Jumlah masing-masing sumber kas yang berasal dari aktivitas operasi adalah sebagai berikut, Total sumber kas pada periode 2013 sebesar Rp.282.893.920, Laba bersih senilai Rp.52.684.072, Penyusutan Aktiva tetap senilai Rp.192.209.848. Jika dibuat berdasarkan rumusnya maka Laba bersih/Total Kas dikali 100% hasilnya 18.62 %. Begitupun pada penyusunan Aktiva Tetap/Total kas dikali 100 % hasilnya 67.94 % Sumber Kas yang berasal dari aktivitas Pendanaan Terdapat sumber kas dari aktivitas pendanaan yaitu penambahan kas (modal disetor) pada bulan oktober 2013 sebesar Rp.380.000.000 Sumber Kas yang berasal dari aktivitas Investasi Terdapat penambahan modal saham sebesar Rp. 1.110.100.008 dan pembelian pembangkit listrik sebesar Rp.7.000.000 pada periode 2013. Dan ini menguntungkan perusahaan Unicare sehingga Unicare pada periode 2013 sudah dapat mengatasi setiap kesulitan keuangan, dan sudah bisa membayar hutang jangka pendeknya maupun jangka panjangnya. PENUTUP Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dengan hasil analisis dan evaluasi terhadap laporan keuangan Unicare Cabang Manado, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; 1. Unicare pada periode 2013 sudah dapat mengatasi setiap kesulitan keuangan, dan sudah bisa membayar hutang jangka pendeknya maupun jangka panjangnya, ini bisa dilihat pada analisis laporan arus kas yang dibuat oleh penulis dengan meneliti data-data dari perusahaan. Berdasarkan perhitungan yang dibuat dengan jelas kemampuan perusahaan untuk memeuhi kewajiban jangka pendeknya sudah terlaksana, dan sesuai dengan judul skripsi yang diambil oleh penulis. 2. Teknik Manajemen yang dipakai perusahaan selama tahun 2013 bisa menjadi motivasi bagi penulis kedepan apabila dalam mengelolah manajemen perusahaan, itu bisa dilihat dalam Bab IV, dimana Unicare mampu melewati kesulitan keuangan. 3. Efisiensi kas selama tahun 2013 dapat menutupi setiap kerugian pada tahun 2012 dengan penambahan uang kas dan saham yang ada. Bahkan setiap kebijakan baru dari perusahaan mampu menambah kinerja perusahaan termasuk dalam peningkatan likuiditas perusahaan. Saran Adapun Saran-saran yang dapat diberikan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu sebagai berikut; 1. Bagi perusahaan, teknik manajemen yang dipakai perusahaan pada tahun 2013 harus dipertahankan agar bisa meningkatkan laba, dan perlunya efisiensi kas untuk menghindari kerugian, dengan demikian perusahaan dapat lebih berkembang. 2. Bagi generasi selanjutnya, dalam menyusun skripsi harus lebih menerapkan ilmu yang didapat selama proses belajar dalam melakukan penelitian nanti.
81
DAFTAR PUSTAKA Al. Haryono Yusup, Dasar-dasar Akuntansi, Penerbit VPP AMP YKPN, Yogyakarta 2001. Bambang Riyanto. 1998, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE Yogyakarta, Yogyakarta. Dito Alief, Analisis laporan arus kas untuk mengukur likuiditas pada PT. Kimia Farma (persero), tbk, Garrison, Ray. H, & E.W. Noreen, 2000, Alih bahasa A. Totok Budisantoso, Akuntansi Manajerial, Edisi kesembilan, PT. Salemba Empat, Jakarta. Harahap, Sofyan Syafri, 2004., Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan, Cetakan keempat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Heiby Sanger, 2015, Analisis informasi laporan arus kas sebagai alat Ukur efektivitas kinerja keuangan pada pt. Gudang Garam tbk. Sebagai salah satu perusahaan industry Rokok yang terdaftar di bursa efek Indonesia, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado Henry Simamora, 2000, Akuntansi : Basis Pengambilan Keputusan Bisnis, Cetakan Pertama Jilid 2, Penerbit : Salemba Empat, Jakarta. Horngren, C, Harrison. W, and Bamber. L, 2002, Akuntansi, Jilid 1, Edisi kelima, PT. Indeks, Jakarta Ikatan Akuntan Indonesia. 2009, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, No.2 Laporan Arus Kas (Revisi 2009), Jakarta Salemba Empat. James Marcel Kaunang, 2013, Analisis laporan arus kas sebagai alat ukur menilai kinerja pada Pt. Pegadaian (persero) cabang manado timur, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado John Downes, Jordan Elliot Goodman, 1999 Dictionary Of Finance And Investment Terms United States Of America : Barron’s, John J Wild, 2005, Analisis Laporan Keuangan, Buku Satu, Edisi Delapan, PT. Salemba Empat, Jakarta Kasmir, 2008. Analisis Laporan Keuangan, Rajawali Pers, Jakarta. Lukman Syamsuddin. 2002, Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi Baru, Cetakan Ketujuh, Raja Grafindo Persada, Jakarta Mulyadi, 2001, Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat, dan Rekayasa, Edisi ketiga, PT. Salemba Empat, Jakarta Pardhy, S, 2013, Analisis Arus Kas Terhadap Likuiditas Perusahaan pada PT.Pertani (Persero) Makasar, Universitas Hassanudin Makasar Sadeli.H, Lili.M, 2002, Dasar-dasar Akuntansi. Cetakan kelima, PT.Bumi Aksara, Jakarta S. Munawir, 2004, Analisa Keuangan, Liberty Yogyakarta, Jakarta Sugiyono, 2002, Metode Penelitian Bisnis, CV Alfabeta, Bandung. Subani, 2015, Analisis arus kas untuk mengukur kinerja keuangan (studi pada kud sido makmur lumajang), STIE Widya Gama Lumajang Vera Tatengkeng, Steven Tangkuman, 2015, Analisis kinerja laporan keuangan pt. Bank sulut (persero) tbk periode 2009-2013 tahun, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado Queen Laurent FFS, 2013, Analisis laporan arus kas sebagai alat ukur likuiditas kinerja keuangan pada pt. swakarya indah busana. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
82
PENERAPAN BIAYA RELEVAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBUAT SENDIRI ATAU MEMBELI “KALENG” PADA PT. DEHO BITUNG Inria Rumopa1 Ventje Ilat2 Inggriani Elim3 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Every company both small companies and large corporations in carrying out its operations, basically focused on specific objectives. This study aims to determine the application of the relevant costs in the decision to make or buy an adjuvant that is canned. This research is a descriptive study with a quantitative approach. This research was conducted at PT. Deho Bitung as a research object which is located on Highway Madidir Bitung. Differential cost analysis is indispensable in accordance with the problems faced by companies in an effort to increase profits and reduce losses. Results seen from the comparison showed differential costs better decision taken by PT. Deho is purchased from outside the adjuvant cans because the costs were smaller or more efficient than making its own adjuvant cans. Keywords : Differential Cost, Make or buy, Decision Making
PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Setiap perusahaan baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar dalam menjalankan operasinya, pada dasarnya terarah pada tujuan tertentu. Tujuan didirikannya perusahaan dibagi menjadi 2 yaitu perusahaan non profit dan perusahaan profit. Perusahaan non profit adalah suatu lembaga yang tujuan utamanya bukan memperoleh laba. Sedangkan perusahaan profit adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk memperoleh laba. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan melakukan perencanaan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam perencanaan, manajemen dihadapkan pada pengambilan keputusan yang berhubungan dengan memilih satu pemilihan yang terbaik dari berbagai macam alternatif pilihan. Mengingat permintaan ikan kaleng pada PT. Deho meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan kaleng pun ikut meningkat. Dalam meningkatkan efisiensi maka perlu di pertimbangkan alternative untuk membuat sendiri kaleng. Dalam hal ini perusahaan diperhadapkan pada keputusan membuat sendiri atau membeli. Dalam kaitannya dengan keputusan tersebut maka perlu dipisahkan biaya relevan yang berkaitan dengan membuat sendiri atau membeli. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian tentang “ Penerapan Biaya Relevan dalam Pengambilan Keputusan Membuat Sendiri atau Membeli Kaleng pada PT. Deho Bitung “. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan biaya relevan dalam pengambilan keputusan membuat sendiri atau membeli dari luar. TINJAUAN PUSTAKA Pengambilan Keputusan Menurut Soeparno (2009:15) Pengambilan keputusan merupakan “ Kesimpulan dari suatu proses pemilihan dan penetapan di antara 2 atau lebih alternatif tindakan yang tersedia untuk mencapai tujuan tertentu. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
83
Biaya Relevan Simamora (2012:33) menyatakan informasi relevan tergantung pada keputusan yang sedang dibuat. Informasi relevan merupakan faktor yang sangat berguna didalam menghasilkan keputusan yang baik dan benar. Data biaya dan pendapatan yang relevan terfokus pada jumlah perbedaan yang disebut diferensial. Analisis diferensial memakai pendapatan dan biaya relevan untuk mengambil keputusan. Hansen dan Mowen (2009:70) menyatakan bahwa biaya relevan adalah biaya masa depan yang berbeda pada setiap alternative. Semua keputusan berhubungan dengan masa depan sehingga hanya biaya masa depan yang dapat menjadi relevan dengan keputusan. Biaya relevan mempunyai dua sifat yaitu: (a) berbeda untuk setiap pilihan keputusan, (b) akan terjadi pada saat yang akan datang. Pengambilan Keputusan Khusus Menurut Syamsi (2009:37) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai tindakan manajer untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternative-alternatif yang dimungkinkan. Salah satu tugas pokok manajer adalah membuat keputusan berdasarkan informasi akuntansi yang relevan. Keputusan itu terdiri dari keputusan rutin dan keputusan khusus. Keputusan rutin adalah keputusan operasi sehari-hari sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen (pemasaran, produksi, dan keuangan). Pengambilan keputusan rutin pada umumnya terjadi dan berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan operasi perusahaan yang bersifat teratur dan rutin. Pengambilan keputusan khusus pada umumnya bersifat tidak rutin dan tidak teratur waktu terjadinya dibandingkan dengan keputusan operasi perusahaan secara periodic, bersifat khusus bahkan luar biasa. Pengambilan keputusan khusus dapat juga disebut sebagai pengambilan keputusan taktis, yang bersifat segera atau terbatas ruanglingkupnya dan biasanya bersifat jangka pendek. Meskipun berjangka pendek, keputusan taktis memberikan pengaruh dalam jangka panjang pada perusahaan. Darsono Prawironegoro (2009:29) menyatakan keputusan khusus yang diambil manajer antara lain tentang : 1. Menolak atau menerima order khusus 2. Menutup divisi atau mengembangkan 3. Membuat sendiri atau membeli produk 4. Menjual atau memproses lebih lanjut suatu produk 5. Menyewakan atau menjual fasilitas perusahaan Salah satu fungsi manajemen yang penting adalah proses pengambilan keputusan. Didalam kegiatan seharihari keputusan manajemen dapat digolongkan kedalam dua kelompok besar yaitu : 1) Pengambilan keputusan strategic berdimensi jangka panjang. 2) Pengambilan keputusan taktis berdimensi jangka pendek. Keputusan Membuat sendiri atau Membeli Simamora (2012:234) menyatakan ketika para manajer berupaya memangkas biaya dan meningkatkan daya saing produknya, mereka menghadapi keputusan-keputusan perihal apakah perusahaan harus memproduksi sendiri beberapa komponen dalam perusahaan ataukah membeli pada perusahaan lain memasok suku cadang atau komponen tadi. Mulyadi (2011:127) menyatakan keputusan membuat sendiri atau membeli dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu: 1) Penawaran harga dari pemasok luar. 2) Taksiran penghematan biaya. 3) Penggunaan fasilitas perusahaan. Praktik membeli barang atau jasa dari perusahaan lain biasanya disebut pengadaan dari luar (outsourcing). Menyangkut membuat atau membeli, ketentuan keputusannya adalah membeli manakala biaya tunai pembelian produk atau jasa lebih rendah daripada biaya tunai pembuatan produk atau jasa tersebut; jikalau tidak, dibuat sendiri.
84
Penelitian Terdahulu Penelitian yang berjudul : Analisis Informasi Akuntansi Diferensial dalam Pengambilan Keputusan Membeli atau Membuat sendiri bahan baku mie pada Usaha Mie Ayam Wonogiri. Hasil penelitian dapat disimpulkan Peran dari akuntansi diferensial dalam pengambilan keputusan jangka pendek, dimana pihak perusahaan membuat sendiri bahan baku mie, karena biaya produksi yang dikeluarkan apabila membuat sendiri lebih rendah daripada membeli dari luar. (Maulida, 2012) Penelitian yang berjudul: Analisis Biaya Diferensial dalam Pengambilan Keputusan Membeli atau Memproduksi sendiri bahan baku mie pada Rm. Pangsit Tompaso. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Dengan menggunakan informasi akuntansi diferensial telah diketahiu bahwa alternatif membuat sendiri dapat menghemat biaya pembuatan Mie. METODE PENELITIAN
1.
2.
1) 2)
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu berupa data-data yang diwujudkan dengan angkaangka hasil perhitungan. Tempat dan Waktu Penelitian Dalam memperoleh data penulis mengadakan penelitian pada PT. Deho Canning Co yang berlokasi jalan Raya Madidir-Bitung. Perusahaan ini bergerak dibidang pengalengan ikan. Jenis dan Sumber Data Jenis Data Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah jenis data kualitatif dan kuantitatif yaitu : Data kualitatif adalah data yang tidak dapat diukur dalam skala numeric. Data kualitatif merupakan data yang disajikan secara deskriptif atau bentuk uraian yang berupa gambaran umum perusahaan dan struktur organisasi (Kuncoro, 2009). Data kuantitatif adalah data yang diukur dalam suatu skala numeric. Data kuantitatif merupakan data yang disajikan dalam bentuk angka, berupa data-data biaya produksi dan data banyaknya jumlah produksi. Sumber data Data yang diperoleh merupakan dasar utama untuk melaksanakan analisis data yang diinginkan dalam penelitian terdiri atas : Data Primer, merupakan data yang dikumpulkan langsung dari sumber asalnya dalam hal ini perusahaan yang menjadi objek penelitian yaitu melalui wawancara dengan pihak perusahaan. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui literature-literatur yang ada dan data yang berupa dokumentasi yang ada hubungannya dengan penelitian. Dengan membaca buku yang ada di perpustakaan. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data meliputi yaitu Penelitian lapangan. Riset ini dilakukan dengan mengadakan tinjauan langsung pada perusahaan yang menjadi objek penelitian. Data dan informasi diperoleh penulis dengan cara peninjauan langsung dan wawancara. Metode Analisis Data Untuk menganalisi data, digunakan metode analisis deskriptif yaitu dengan memberikan gambaran keadaan perusahaan yang sebenarnya dalam menggunakan informasi akuntansi manajemen, khususnya informasi akuntansi diferensial untuk pengambilan keputusan jangka pendek. Penulis akan mengolah data yang sudah ada, selanjutnya akan diadakan penilaian berdasarkan teori yang ada. Dari penilaian dapat ditarik suatu kesimpulan serta saran-saran yang dapat dikemukakan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian PT. Deho Canning Company Bitung merupakan perusahaan manufaktur dimana produk utamanya adalah memproduksi ikan kaleng. Tidak hanya itu, PT. Deho juga memproduksi ikan tuna beku dan ikan cakalang setengah jadi yang di ekspor ke Thailand dan beberapa Negara di Asia. Proses produksi ikan kaleng menggunakan bahan baku ikan tuna, cakalang, & deho dan
85
kaleng sebagai salah satu bahan penolong. Sampai saat ini bahan penolong kaleng tersebut masih dibeli dari pemasok luar yaitu PT. United Can Company. PT. Deho dalam melaksanakan aktivitasnya mempunyai kebijakan – kebijakan tersendiri yang dianggap perlu untuk tetap bertahan dalam dunia usaha. Semua kegiatan usaha selalu direncanakan dan diprogram oleh manejemen, agar nantinya dapat dijalankan dengan bai k. Salah satu fungsi manajemen adalah perencanaan. Begitu juga PT. Deho Canning Company dituntut untuk melakukan perencanaan dengan baik bagi kelancaran kegiatan perusahaan. Dalam perencanaan, mereka dihadapkan pada pengambilan keputusan yang menyangkut pe milihan berbagai alternative. Analisis Penerapan Biaya Relevan sebagai alat pengambilan keputusan Kegiatan Pembelian Kaleng Kaleng yang digunakan dalam proses produksi ikan tuna dalam kaleng terdiri dari dua macam ukuran yaitu : ukuran kecil (307 x 112) dan ukuran besar (603 x 408). Dengan demikian, pengeluaran untuk pembelian kaleng setiap tahun adalah : Harga beli kaleng adalah sebagai berikut : - Untuk ukuran kecil (307 gr) = Rp.1250/Buah - Untuk ukuran besar (603 gr) = Rp.4050/Buah Kegiatan pelabelan dilakukan didalam perusahaan karena perusahaan memiliki mesin sendiri untuk labeling. Kalkulasi Biaya Produksi kaleng Kalkulasi biaya produksi kaleng dilakukan berdasarkan taksiran sebagai berikut : a. Biaya Bahan Baku Harga 1 lbr baja tipis (tinplate) = Rp. 50.500 Untuk ukuran kecil, 1 lbr baja tipis dapat menghasilkan sekitar 50 buah kaleng. Untuk ukuran besar, 1 lbr baja tipis dapat menghasilkan sekitar 20 buah kaleng. Tabel 1 Biaya Bahan Baku Untuk membuat Kaleng Kecil (50 unit/lembar Tinplate) Jenis Bahan Baja Tipis (Tinplate) (1 lbr x Rp.50.500) Bahan Perekat Kaleng Bahan Pelapis Kaleng Total Biaya Bahan Baku Sumber: Data Olahan 2015
Biaya Bahan Baku 50.5 304 269 51.073
Tabel 2 Biaya Bahan Baku Untuk membuat Kaleng Besar (20 unit) Jenis Bahan Baja Tipis (Tinplate) (1 lbr x Rp.50.500) Bahan Perekat Kaleng Bahan Pelapis Kaleng Total Biaya Bahan Baku Sumber: Data Olahan 2015
Biaya Bahan Baku 50.5 201 301 51.002
b. Biaya Tenaga Kerja Langsung Upah yang diberikan per bulan adalah Rp.2.350.000. Jadi biaya tenaga kerja untuk membuat kaleng kecil adalah Rp.197.400.000 (Rp.2350000 x 7 org). sedangkan biaya tenaga kerja untuk membuat kaleng besar adalah Rp.423.000.000 (Rp. 2350000 x 15 org). c. Biaya Overhead Pabrik Mesin-mesin yang digunakan dalam memproduksi kaleng adalah mesin printing, mesin 86
sliter (mesin pemotong kaleng), mesin press, dan mesin welding. Perhitungan penyusutan menggunakan metode garis lurus. Adapun untuk peralatan lain yang menunjang proses produksi kaleng di perusahaan diperkirakan selama tahun berjalan adalah sebesar Rp.2.200.000. Jadi total biaya overhead pabrik untuk membuat kaleng adalah Rp. 32.855.000. Berikut ini adalah perhitungan untuk membuat sendiri kaleng kecil dan kaleng besar : Tabel 3 Perhitungan Biaya Produksi kaleng Ukuran Kecil (307gr) Rincian
50 Unit 51,073 34,895 5,708 91,676 1,822
Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Overhead Pabrik Total Biaya Diferensial Biaya Per Unit Sumber: Data Olahan 2015
Membuat Sendiri 287800 Unit 293,978,000 197,400,000 32,855,000 524,233,000 1,822
Tabel 4 Perhitungan Biaya Produksi kaleng Ukuran Besar (603gr) Membuat Sendiri Rincian 20 Unit 249000 Unit Biaya Bahan Baku 51,002 Biaya Tenaga Kerja Langsung 33,976 Biaya Overhead Pabrik 2,639 Total Biaya Diferensial 87,617 Sumber: Data Olahan 2015
634,975,000 423,000,000 32,855,000 1,090,830,000
Berdasarkan perhitungan diatas, biaya untuk produksi yang dikeluarkan untuk membuat 50 unit kaleng kecil dengan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik sebesar Rp. 91.676 sedangkan biaya produksi yang dikeluarkan untuk membuat 20 unit kaleng besar adalah Rp. 87.617. Pembahasan Dengan semakin meningkatnya persaingan dan untuk mendapatkan keuntungan yang optimal, perusahaan mencoba untuk menganalisis masalah ini. Dengan memecahkan masalah yang dihadapi, terdapat alternative yang dipilih perusahaan yaitu 1. Perusahaan memproduksi sendiri kaleng. 2. Perusahaan membeli kaleng dari pemasok luar. Keputusan membuat sendiri atau membeli dihadapi oleh manajemen terutama dalam perusahaan yang produknya terdiri dari berbagai komponen dan yang memproduksi berbagai jenis produk. Karena adanya informasi akuntansi relevan yang digunakan, serta adanya pemasok dari luar yang menyediakan kaleng dengan harga yang relative. Ini memungkinkan PT. Deho yang sebelumnya membeli kaleng dari pemasok luar, kemudian akan mempertimbangkan untuk memproduksi sendiri kaleng. Untuk mengetahui perbedaan atau perbandingan biaya produksi antara membuat sendiri atau membeli kaleng dari pemasok luar yang akan dihasilkan menggunakan analisis biaya relevan untuk membuat kaleng kecil dan kaleng besar adalah sebagai berikut:
87
Tabel 5 Analisis Biaya Diferensial Dalam Membuat Sendiri Atau Membeli Dari Luar Komponen Kaleng Untuk Ukuran Kecil (307gr) Ukuran Kecil (307gr) Membuat Rincian Sendiri Membeli Dari Luar Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Overhead Pabrik
293,978,000 197,400,000 32,855,000
Biaya Pembelian
359,750,000
Total Biaya Diferensial 524,233,000 Penghematan Biaya Sumber: Data hasil olahan, 2015.
359,750,000 164,483,000
Tabel 6 Analisis Biaya Diferensial Dalam Membuat Sendiri Atau Membeli Dari Luar Komponen Kaleng Untuk Ukuran Besar (603gr) Ukuran Besar (603gr) Rincian Membuat Sendiri Membeli Dari Luar Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya Overhead Pabrik
634,975,000 423,000,000 32,855,000
Biaya Pembelian Total Biaya Diferensial Penghematan Biaya
1,008,450,000 1,090,830,000
1,008,450,000 82,380,000
Sumber: Data hasil Olahan, 2015
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan yaitu biaya yang dikeluarkan apabila PT. Deho memilih alternative untuk membuat sendiri komponen kaleng kecil yaitu Rp. 524.233.000 dan harga per unitnya adalah Rp. 1822. Sedangkan biaya yang dikeluarkan apabila PT . Deho membeli kaleng dari luar adalah Rp. 359.750.000, dimana harga untuk kaleng kecil dari alternative membeli dari luar kaleng kecil yaitu Rp. 1250/unit. Berdasarkan tabel diatas, biaya yang dikeluarkan apabila PT. Deho memilih alternative membuat send iri kaleng besar yaitu Rp. 1.090.830.000 dan harga perunitnya adalah Rp. 4381. Sedangkan biaya yang dikeluarkan apabila PT. Deho membeli kaleng dari luar yaitu Rp. 1.008.450.000, dimana harga untuk kaleng besar dari alternative membeli dari luar kaleng besar yaitu Rp. 4050. Terlihat bahwa perusahaan mengambil keputusan yang tepat dengan membeli kaleng dari luar. Karena biaya memproduksi sendiri komponen kaleng lebih besar daripada membeli kaleng dari pemasok luar. Dapat dilihat perusahaan mendapat penghematan biaya sebesar Rp. 246.863.000 apabila perusahaan tetap membeli kaleng dari pemasok luar. Dari hasil data yang disajikan diatas biaya yang terhindarkan dalam proses pengambilan keputusan membuat sendiri atau membeli kaleng dari pemasok luar untuk perunitnya.
88
Tabel 7 Perbandingan Biaya Diferensial Dalam Membuat Sendiri Atau Membeli Dari Luar Komponen Kaleng Perunit Untuk Kaleng Kecil (307gr) Dan Kaleng Besar (603gr) Biaya Diferensial Produk Kaleng Kecil (307gr) Biaya Diferensial Produk Kaleng Besar (603gr) Membuat Membeli Membuat Membeli Rp1,822 Rp1,250 Rp4,381 Rp4,050 Rp572 Rp331 Sumber: data hasil olahan, 2015
Berdasarkan data perbandingan analisis akuntansi diferensial menggunakan biaya diferensial diatas bahwa perusahaan lebih baik tetap membeli kaleng dari luar. Karena dengan membeli dari luar perusahaan dapat menghemat biaya sebesar Rp. 246.863.000 atau sebesar Rp. 572/ kaleng kecil dan Rp. 331/ kaleng besar. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penerapan informasi akuntansi diferensial sudah diterapkan dengan baik oleh pihak PT. Deho dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk dapat membandingkan keputusan manakah yang lebih menguntungkan diantara membuat sendiri atau membeli bahan penolong kaleng. Dan keputusan yang lebih baik diambil oleh PT. Deho adalah membeli dari luar bahan penolong kaleng karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil atau lebih hemat dibandingkan dengan membuat sendiri bahan penolong kaleng. Kebutuhan bahan penolong kaleng tahun 2014 adalah 287800 unit untuk kaleng kecil dan 249000 unit untuk kaleng besar. Apabila perusahaan membuat sendiri komponen kaleng biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 524.233.000 untuk kaleng kecil atau sebesar Rp. 1822/unit dan Rp. 1.090.830.000 untuk kaleng besar atau sebesar Rp. 4381/unit. Sedangkan apabila perusahaan membeli komponen kaleng dari luar biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 359.750.000 atau sebesar Rp. 1250/ unit untuk kaleng kecil dan Rp. 1.008.450.000 atau sebesar Rp. 4050/ unit untuk kaleng besar. Sehingga akan timbul selisih penghematan biaya perusahaan sebesar Rp. 246.863.000 jika perusahaan memilih membeli komponen kaleng dari luar. Maka dapat diketahui bahwa biaya diferensial yang diperoleh perusahaan apabila membuat sendiri komponen kaleng lebih besar dibandingkan membeli dari luar komponen kaleng. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan serta kesimpulan yang diuraikan sebelumnya, maka saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut. 1. Bagi PT. Deho Perusahaan sebaiknya tetap membeli kaleng dari pemasok luar mengingat biaya yang dikeluarkan lebih rendah daripada membuat sendiri kaleng karena lebih menguntungkan dan juga dapat melakukan penghematan biaya. 2. Bagi akademik Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang biaya diferensial diharapkan mampu menganalisis dengan metode analisis yang lain dan lebih rinci sehingga penggolongan biaya-biaya yang dikeluarkan dapat dispesifik lagi. Selain itu, bagi peneliti berikutnya mampu menambahkan variable dan data yang lebih mendukung penelitian selanjutnya sehingga hasil yang didapatkan lebih optimal.
89
DAFTAR PUSTAKA Atkinson, Anthony., Kaplan, Robert R., Matsumura, Ella Mae., Young, S Mark, 2009, Akuntansi Manajemen, Jilid satu, Edisi kelima, Indeks, Jakarta. Darsono, Prawironegoro., Purwanti, Ari, 2009. Akuntansi Manajemen, Edisi ketiga, Mitra Wacana Media, Jakarta. Halim, Abdul., Bambang, Supomo., Kusufi, Syam Muhammad, 2013, Akuntansi Manajemen, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta. Hansen, Mowen, 2009, Manajemen Biaya Akuntansi dan Pengendalian, Edisi Kelima, Salemba Empat, Jakarta. Hansen, Mowen, 2009, Akuntansi Manajerial, Buku 2, Edisi 8, Salemba Empat. Hansen, Mowen, 2012, Akuntansi Manajerial, buku satu, Edisi kedelapan, Salemba Empat, Jakarta. Horngern. Charles T, Srikant M Datar.,George Foster., Madhav Rajan., Christoper Itner, 2009, Cost Accounting Manajerial Emphasis, 13th Edition, New Jersey, Kolasi, Pearson Prentice Hall. Kamaruddin, Ahmad, 2009, Akuntansi Manajemen, Edisi Revisi keenam, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Krismiaji, Aryani, 2011, Akuntansi Manajemen, Edisi kedua, Cetakan Pertama, UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Kuncoro, Mudrajat, 2009, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, Erlangga, Jakarta. Maulida Yulita, 2012, Analisis Informasi Akuntansi Diferensial dalam Pengambilan Keputusan Membeli atau Membuat sendiri bahan baku mie pada Usaha Mie Ayam Wonogiri, Jurnal Universitas Gunadarma, Cirebon. Mulyadi 2011, Akuntansi Manajemen, Konsep, Manfaat Dan Rekayasa, Edisi Kedua, YKPN, Yogyakarta. Mulyadi, 2011, Akuntansi Biaya, Peranan Biya dalam Pengambilan Keputusan, Edisi Tiga, UGM, Yogyakarta. Mulyadi, 2011, Sistem Akuntansi, Edisi tiga, YPKN, Yogyakarta. Rantung, 2014, Penerapan Biaya Diferensial dalam pengambilan keputusan membeli atau memproduksi sendiri pada RM. Pangsit Tompaso, Skripsi Universitas Sam Ratulangi Manado. Simamora, Henry, 2012, Akuntansi Manajemen, Edisi tiga, Star Gate Publisher Duri, Riau. Soepano W, 2009, Analisis Forecasting danKeputusanManajemen, Penerbit Salemba Empat. Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Ketujuh, Alfabeta, Bandung. Supriyono R.A, 2011, Akuntansi Biaya Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga Pokok, Cetakan keLima belas, BPFE, Yogyakarta. Syamsi, Ibnu, 2009, Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi, Bumi Aksara, Jakarta. Tampubolon Phamela, 2013, Penerapan Informasi Akuntansi Diferensial dalam pengambilan keputusan membeli atau membuat sendiri produk setengah jadi pada UD. Berkat Anugerah, Skripsi Universitas Sam Ratulangi, Manado. Widialestarningtyas, Ony., Dony, Waluya, Firdaus, 2012, Modul Sistem Akuntansi dan Sistem Informasi Akuntansi, Bandung: Universitas Komputer Indonesia. Website : www.google.com http://www.scribd.com
90