Vol. 9 No. 3, September 2014
ISSN. 1907-9737
JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL DAN EFEK WAKTU PASAR Winston Pontoh ANALISIS KINERJA BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTAMOBAGU DAN BOLAANG MONGONDOW TIMUR TAHUN 2009-2012 Herman Karamoy, Heince Wokas ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PENGUKURAN KINERJA, STRATEGI DAN KINERJA PERUSAHAAN Rudy J. Pusung MENGAPA PERUSAHAAN MEMBAYAR DIVIDEN? Novi S. Budiarso AKUNTANSI SUMBER DAYA MANUSIA Princilvanno Andreas Naukoko PENERAPAN PSAK NO. 45 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN ORGANISASI NIRLABA PADA SANGGAR SENI BUDAYA LOGOS MA’KANTAR Claudia W.M. Korompis
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
Vol.9,No.3,September 2014
ISSN.1907-9737
GOING CONCERN JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN Pelindung
Rektor Universitas Sam Ratulangi
Penanggung Jawab
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSRAT Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSRAT
Pemimpin Redaksi
Prof. DR. David. P.E. Saerang,SE,M.Com(Hons)
Redaksi Pelaksana
Harijanto Sabijono,SE,MSi,Ak Lidia Mawikere,SE,MSi,Ak Hendrik Manossoh,SE,MSi,Ak Imelda Najoan,SE,MSi,Ak
Dewan Redaksi
DR. Grace Nangoy,SE,MSAc,Ak,CPA Sifrid S. Pangemanan,SE,MSA DR. Jullie J. Sondakh,SE,MSi,Ak,CPA DR.Ventje Ilat,SE,MSi DR. Herman Karamoy,SE,MSi,Ak DR. Jenny Morasa,SE,MSi,Ak DR. Agus T. Poputra,SE,MM,MA,Ak Victorina Tirayoh,SE,MM,Ak Linda Lambey,SE,MBA,MA,Ak Margaretha Bolang,SE,MA,Ak Peter Kapojos,SE,MSi,Ak
Administrasi & Sirkulasi
DR. Jantje Tinangon,SE,MM,Ak DR. Lintje Kalangi,SE,ME,Ak Winston Pontoh,SE,MM,Ak Christian Datu,SE,MSA,Ak
Alamat Redaksi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Jl. Kampus Bahu – Manado, Sulawesi Utara Telp. (0431) 847472, Fax. (0431) 853584
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern diterbitkan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado, dimaksudkan sebagai media pertukaran informasi, penelitian dan karya ilmiah antara pengajar, alumni, mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Jurnal ini terbit empat kali setahun yaitu bulan Maret, Juni, September, Desember. Redaksi menerima naskah yang belum pernah diterbitkan oleh media dan tinjauan atas buku-buku akuntansi terbitan dalam dan luar negeri yang baru serta catatan/komentar atas artikel yang dimuat dalam jurnal ini. Surat menyurat mengenai naskah yang akan diterbitkan langganan, keagenan, dan lainnya dapat dialamatkan langsung ke alamat redaksi atau melalui email :
[email protected]
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern FEB UNSRAT
i
Vol.9,No.3,September 2014
ISSN.1907-9737
GOING CONCERN JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN DAFTAR ISI KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL DAN EFEK WAKTU PASAR Winston Pontoh ......................................................................................................................1-6 ANALISIS KINERJA BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTAMOBAGU DAN BOLAANG MONGONDOW TIMUR TAHUN 2009-2012 Herman Karamoy, Heince Wokas ........................................................................................7-16 ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PENGUKURAN KINERJA, STRATEGI DAN KINERJA PERUSAHAAN Rudy J. Pusung ...................................................................................................................17-30 MENGAPA PERUSAHAAN MEMBAYAR DIVIDEN? Novi S. Budiarso ............................................................................................................ 31-42 AKUNTANSI SUMBER DAYA MANUSIA Princilvanno Andreas Naukoko ..........................................................................................43-51 PENERAPAN PSAK NO. 45 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN ORGANISASI NIRLABA PADA SANGGAR SENI BUDAYA LOGOS MA’KANTAR Claudia W.M. Korompis ....................................................................................................52-60
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern FEB UNSRAT
ii
KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL DAN EFEK WAKTU PASAR Winston Pontoh (Email :
[email protected]) Abstract The capital structure policy of each entities often related with two main theories which are trade off and pecking order. But, there is another factor that could affecting the capital structure, which is market timing. The objective of this study is prove whether the capital structure of each entities are affected by these two main theories or market timing. Conducting regression analysis, this study found that, the capital structure of each entities in Indonesia most dominated by market timing, although as general, seems these entities following trade off model. Keywords : capital structure, trade off, pecking order, market timing 1. Pendahuluan Permasalahan atas penetapan struktur modal hingga pada saat ini masih terkait erat dengan teori trade off dan teori pecking order (Elliott, Kant, dan Warr, 2008), akan tetapi waktu pasar (market timing) juga merupakan salah satu faktor dalam penetapan struktur modal (Alti, 2006). Penentuan atas struktur modal selalu akan dikaitkan dengan pertimbangan dari biaya modal tersebut (Elliott, Kant, dan Warr, 2008). Oleh sebab itu, pihak internal dari sebuah entitas bisnis harus mempertimbangkan biaya modal secara seksama dalam rangka penentuan sumber pembiayaan atas investasinya, yaitu apakah akan menggunakan modal sendiri atau modal utang. Menurut pendapat Myers (2001), dalam implikasi trade off theory, entitas-entitas bisnis akan mencari tingkat utang yang akan memberikan mereka manfaat pajak untuk setiap ketambahan utang selain biaya-biaya yang mungkin muncul akibat adanya kesenjangan keuangan, sehingga teori ini memprediksikan bahwa, terjadinya utang berskala menengah dilakukan oleh entitas-entitas bisnis pembayar pajak. Sedangkan dalam implikasi pecking order theory, entitas bisnis akan melakukan pinjaman, pada saat dana tunai internal tidak mencukupi untuk membiayai pengeluaran modal. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan apakah penentuan struktur modal sebuah entitas bisnis didasarkan pada kedua teori utama dalam struktur modal (trade off dan pecking order) atau didasarkan pada waktu pasar (market timing) yang dapat memungkinkan sebuah entitas bisnis untuk memperoleh pendanaan eksternal dalam rangka membiayai investasinya. 2. Tinjauan Pustaka Menurut Titman dan Wessels (1988), sebuah entitas bisnis yang memiliki profitabilitas yang tinggi sering menggunakan saldo laba mereka untuk menutupi utang, sehingga, entitas bisnis tersebut terlihat kurang dalam menggunakan utang. Hovakimian, Opler, dan Titman (2001) menyatakan bahwa, semakin profit sebuah entitas bisnis, maka secara umum, akan memiliki rasio utang yang rendah. Selain itu, semakin profit sebuah entitas bisnis, kecenderungan entitas bisnis tersebut untuk memperoleh utang adalah semakin tinggi dibandingkan dengan menerbitkan ekuitas, dan entitas bisnis tersebut cenderung untuk melakukan pembelian kembali sahamnya dibandingkan dengan menggunakan utang. Hovakimian, Opler, dan Titman (2001) menemukan bahwa, sebuah entitas bisnis yang memiliki harga pasar saham yang tinggi (dibandingkan dengan harga pasar sebelumnya, nilai buku atau laba) akan cenderung untuk menerbitkan saham dibandingkan dengan utang dan membeli obligasinya dibandingkan dengan pembelian kembali sahamnya. Pendapat ini 1
didukung oleh Baker dan Wurgler (2002) berpendapat bahwa, asumsi hipotesis dari pemilihan waktu pasar adalah berasal dari perilaku entitas bisnis yang umum, yaitu menerbitkan saham pada saat memiliki harga pasar yang tinggi, dan melakukan pembelian kembali saham yang diterbitkan pada saat memiliki harga pasar yang cukup rendah. Menurut Brendea (2012), dalam konteks pemilihan waktu pasar (market timing), secara spesifik, beberapa dasar pertimbangan sebuah entitas bisnis dalam penentuan struktur modal yang akan digunakan sebagai sumber pendanaan adalah profitabilitas, ukuran perusahaan, dan aset tetap. Brendea (2012) menyatakan bahwa, dalam teori pemilihan waktu pasar, entitas bisnis cenderung untuk menerbitkan saham pada saat nilai pasar atau harga saham berada pada nilai yang tinggi, dibandingkan dengan nilai buku atau nilai pasar sebelumnya, atau membeli kembali sahamnya pada saat nilai pasar atau harga saham berada pada nilai yang rendah. Perilaku pendanaan mengimplikasikan bahwa sebuah entitas bisnis akan cenderung memilih pendanaan ekuitas ketika biaya modalnya rendah. Sebaliknya, entitas bisnis akan memilih penggunaan utang ketika biaya modal tinggi. Clayton dan Reisel (2013) menyatakan bahwa, rasio utang yang optimal adalah rasio utang yang terbentuk ketika batas manfaat dari setiap tambahan utang adalah sama dengan batasan biayanya ditambah dengan arus kas masa depan yang diharapkan dan peluang investasi yang potensial. Pada saat rasio utang berada pada posisi optimal, entitas bisnis kemungkinan akan mengubah tingkat utang yang optimal tersebut karena tingkat utang yang ada dapat mengurangi nilai entitas jika realisasi arus kas kurang dari yang diharapkan. 3. Hipotesis dan Model Menurut Myers (2001), dalam sudut pandang pecking order, sebuah rasio utang dari entitas bisnis akan menjadi rendah atau negatif ketika profitabilitas adalah tinggi, sehingga semakin tinggi profitabilitas, maka rasio utang akan semakin rendah. Sedangkan dalam sudut pandang trade off, entitas bisnis yang memiliki profitabilitas yang tinggi, akan semakin memerlukan utang dalam jumlah yang besar, guna memperoleh manfaat pajak. Hasil penelitian ini didukung oleh Jensen, Solberg, dan Zorn (1992), Rajan dan Zingales (1995), Berger, Ofek, dan Yermack (1997), Crutchley, Jensen, Jahera, dan Raymond (1999), Booth, Aivazian, Kunt, dan Maksimovic (2001), Hovakimian, Opler, dan Titman (2001), Fama dan French (2002), Frank dan Goyal (2003), Chen (2004), dan Cheng dan Shiu (2007). Ha1 : Profitabilitas memiliki pengaruh signifikan terhadap rasio utang. Asquith dan Mullins (1986) menjelaskan bahwa, sebuah entitas bisnis akan cenderung untuk menerbitkan saham apabila terjadi peningkatan dalam harga pasar saham, yang mengimplikasikan entitas bisnis tersebut akan berusaha untuk mengurangi rasio utang mereka. Hasil penelitian ini didukung oleh Hovakimian, Hovakimian, dan Tehranian (2004), Cheng dan Shiu (2007), Cai dan Zhang (2011), Frank dan Goyal (2004) dan Kayhan dan Titman (2007). Ha2 : Harga pasar saham memiliki pengaruh signifikan terhadap rasio utang. Rajan dan Zingales (1995) menemukan bahwa, terdapat ukuran entitas bisnis akan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap rasio utang, yang disebabkan karena entitas bisnis yang berukuran lebih besar pada dasarnya terdiversifikasi dengan lebih baik dan memiliki kemungkinan yang kecil untuk mengalami kesulitan keuangan. Hasil penelitian ini didukung oleh Graham (1996), Berger, Ofek, dan Yermack (1997), Udomsirikul, Jumreornvong, dan Jiraporn (2011), Amore, Minichilli, dan Corbetta (2011), Hovakimian, Opler, dan Titman (2001), Booth, Aivazian, Kunt, dan Maksimovic (2001), Frank dan Goyal (2003), Cheng dan Shiu (2007), Elliott, Kant, dan Warr (2008). Ha3 : Ukuran memiliki pengaruh signifikan terhadap rasio utang. 2
Berdasarkan rumusan hipotesis, maka model persamaan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : DER = α + βROE + βPrice + βSize .................................................................................. (1) 4. Metode Penelitian 4.1.Data Data dalam penelitian ini mengambil sampel 165 entitas bisnis yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, dengan kriteria, memiliki nilai positif atas total ekuitas dan tidak mengalami rugi bersih. Data observasi dalam penelitian ini secara keseluruhan adalah berjumlah 660 data observasi. 4.2.Variabel dan Pengukuran Variabel Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis variabel dependen yaitu rasio total utang atas total ekuitas (selanjutnya disingkat dengan DER). Sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio laba bersih atas total ekuitas (disingkat dengan ROE), harga pasar saham penutupan pada akhir tahun (disingkat dengan Price), dan ukuran perusahaan yang diukur dengan logaritma natural total aset (disingkat dengan Size). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dinormalisasi dengan menggunakan logaritma natural. 4.3.Metode Analisis Dalam penelitian ini, metode analisis yang akan digunakan untuk pengujian hipotesis adalah menggunakan uji regresi berganda yang digunakan berdasarkan data panel. Dalam penerapan analisis regresi, untuk tujuan interpretasi hasil analisis, maka variabel DER dan Size akan dikontrol berdasarkan nilai tengah (median) masing-masing periode. Entitas-entitas bisnis yang memiliki rasio utang (DER) dibawah nilai tengah (selanjutnya disebut <med), akan dianalogikan sebagai entitas yang memiliki rasio utang yang rendah dan begitu pula sebaliknya. Sedangkan entitas bisnis yang memiliki ukuran (Size) dibawah nilai tengah, akan dianalogikan sebagai entitas yang memiliki ukuran yang kecil dan begitu pula sebaliknya. Khusus untuk variabel ukuran (Size), kode dummy akan dikontrol berdasarkan nilai tengah. 5. Hasil Analisis dan Pembahasan 5.1.Hasil Analisis Hasil analisis regresi berganda secara umum menunjukkan bahwa, profitabilitas, harga saham dan ukuran entitas secara signifikan mempengaruhi rasio utang dari sebuah entitas bisnis. Persamaan regresi dari hasil analisis adalah : DER = -0.407 + 0.125ROE - 0.160Price + 0.112Size Pada tahun 2009 (lihat Tabel 1), hasil analisis menunjukkan bahwa, secara umum, harga pasar saham memiliki pengaruh secara signifikan terhadap rasio utang bagi entitas-entitas bisnis yang memiliki rasio utang yang rendah. Apabila dilakukan kontrol terhadap ukuran (Size) entitas, maka bagi entitas-entitas bisnis dengan rasio utang yang rendah, rasio utang akan dipengaruhi oleh ukuran entitas bisnis. Sedangkan bagi entitas-entitas bisnis yang memiliki rasio utang yang tinggi, rasio laba bersih atas total ekuitas memiliki pengaruh signifikan terhadap rasio utang. Pada tahun 2010 (lihat Tabel 2), hasil analisis menunjukkan bahwa, secara umum, rasio utang dari entitas-entitas bisnis yang memiliki rasio utang yang rendah akan dipengaruhi secara signifikan oleh harga pasar saham dan ukuran entitas. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada saat dilakukan kontrol atas variabel ukuran, dimana variabel ukuran tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap rasio utang. Sebaliknya, bagi entitas-entitas bisnis dengan rasio utang yang tinggi, semua variabel independen tidak memiliki pengaruh signifikan.
3
Pada tahun 2011 (lihat Tabel 3), hasil analisis menunjukkan bahwa, secara umum, rasio utang dari entitas-entitas bisnis yang memiliki rasio utang yang rendah akan dipengaruhi secara signifikan oleh harga pasar saham dan ukuran entitas. Hasil yang sama juga ditunjukkan apabila dilakukan kontrol terhadap variabel ukuran. Sedangkan pada tahun 2012 (lihat Tabel 4), hasil analisis menunjukkan bahwa, secara umum, rasio utang dari entitasentitas bisnis dengan rasio utang yang rendah dipengaruhi secara signifikan oleh harga pasar saham dan ukuran entitas. Tabel 1. Panel A : Analisis Regresi Periode 2009 dengan perbandingan periode 2009-2012 Variabel Dependen Variabel Independen DER (N2009-2012 : 660) DER<med (N2009 : 82) DER>med (N2009 : 83) Konstan -0.407 -1.208 -0.179 0.141 1.597 1.229 1.133 ROE 0.125* 0.087 0.092 0.092 0.148* 0.146* 0.146* Price -0.160* -0.103* -0.095 -0.095 -0.028 -0.034 -0.034 Size 0.112* 0.088 -0.032 Sizecontrol (>med = 1) 0.320* -0.096 Sizecontrol (<med = 1) -0.320* 0.096 *signifikan pada tingkat 5% Tabel 2. Panel B : Analisis Regresi Periode 2010 dengan perbandingan periode 2009-2012 Variabel Dependen Variabel Independen DER (N2009-2012 : 660) DER<med (N2010 : 82) DER>med (N2010 : 83) Konstan -0.407 -0.910 0.028 0.272 1.011 0.354 0.312 ROE 0.125* 0.108 0.097 0.097 -0.084 -0.090 -0.090 Price -0.160* -0.143* -0.119* -0.119* 0.033 0.002 0.002 Size 0.112* 0.090* -0.061 Sizecontrol (>med = 1) 0.243 -0.041 Sizecontrol (<med = 1) -0.243 0.041 *signifikan pada tingkat 5% Tabel 3. Panel C : Analisis Regresi Periode 2011 dengan perbandingan periode 2009-2012 Variabel Dependen Variabel Independen DER (N2009-2012 : 660) DER<med (N2011 : 82) DER>med (N2011 : 83) Konstan -0.407 -0.963 0.002 0.252 0.350 -0.066 -0.125 ROE 0.125* 0.102 0.094 0.094 -0.120 -0.120 -0.120 Price -0.160* -0.131* -0.110* -0.110* 0.062 0.047 0.047 Size 0.112* 0.088* -0.038 Sizecontrol (>med = 1) 0.250* -0.059 Sizecontrol (<med = 1) -0.250* 0.059 *signifikan pada tingkat 5% Tabel 4. Panel D : Analisis Regresi Periode 2012 dengan perbandingan periode 2009-2012 Variabel Dependen Variabel Independen DER (N2009-2012 : 660) DER<med (N2012 : 82) DER>med (N2012 : 83) Konstan -0.407 -1.236 -0.349 -0.152 0.542 0.444 0.532 ROE 0.125* 0.030 0.030 0.030 -0.005 0.009 0.009 Price -0.160* -0.092* -0.072 -0.072 0.019 -0.003 -0.003 Size 0.112* 0.079* -0.016 Sizecontrol (>med = 1) 0.197 0.087 Sizecontrol (<med = 1) -0.197 -0.087 *signifikan pada tingkat 5%
5.2.Pembahasan Berdasarkan hasil analisis, secara umum, dalam periode 2009 sampai dengan 2012, hasil penelitian ini mendukung hasil-hasil penelitian dari Jensen, Solberg, dan Zorn (1992), Rajan dan Zingales (1995), Berger, Ofek, dan Yermack (1997), Crutchley, Jensen, Jahera, dan 4
Raymond (1999), Booth, Aivazian, Kunt, dan Maksimovic (2001), Hovakimian, Opler, dan Titman (2001), Fama dan French (2002), Frank dan Goyal (2003), Chen (2004), dan Cheng dan Shiu (2007), dimana profitabilitas akan memiliki pengaruh signifikan terhadap rasio utang. Dan juga mengacu pada pendapat Myers (2001), struktur modal dari entitas-entitas bisnis yang ada cenderung mengikuti model dari teori trade off, dimana semakin tinggi profitabilitas, maka rasio utang juga akan meningkat. Model trade off juga akan didukung dengan ukuran entitas yang mengikuti rasio utang, dimana hasil penelitian ini mendukung hasil-hasil penelitian dari Rajan dan Zingales (1995), Graham (1996), Berger, Ofek, dan Yermack (1997), Udomsirikul, Jumreornvong, dan Jiraporn (2011), Amore, Minichilli, dan Corbetta (2011), Hovakimian, Opler, dan Titman (2001), Booth, Aivazian, Kunt, dan Maksimovic (2001), Frank dan Goyal (2003), Cheng dan Shiu (2007), Elliott, Kant, dan Warr (2008). Selain itu, hasil pengujian atas waktu pasar (market timing) juga mendukung hasil-hasil penelitian dari Asquith dan Mullins (1986), Hovakimian, Hovakimian, dan Tehranian (2004), Cheng dan Shiu (2007), Cai dan Zhang (2011), Frank dan Goyal (2004) dan Kayhan dan Titman (2007), yang seolah-olah menunjukkan entitas-entitas bisnis akan mengikuti pola model pecking order. Akan tetapi, apabila dilakukan kontrol atas variabel rasio utang dan variabel ukuran entitas, fenomena atas struktur modal untuk mengikuti model trade off hanya muncul pada tahun 2009, khususnya bagi entitas-entitas bisnis yang memiliki rasio utang yang tinggi. Sedangkan entitas-entitas bisnis yang memiliki rasio utang yang kecil, cenderung mengikuti waktu pasar (market timing), akan tetapi apabila mengontrol variabel ukuran, maka pola model trade off akan terjadi pada entitas-entitas bisnis dengan rasio utang yang kecil tetapi memiliki ukuran yang besar, sedangkan entitas-entitas bisnis dengan rasio utang dan ukuran entitas yang kecil akan cenderung mengikuti model pecking order. Dalam periode tahun 2010 sampai dengan 2012, efek waktu pasar semakin mendominasi dalam penentuan struktur modal entitas-entitas bisnis yang ada, walaupun model trade off masih dapat ditunjukkan dengan adanya signifikansi ukuran entitas bisnis, akan tetapi efek ini hanya terjadi pada entitas-entitas yang memiliki rasio utang yang rendah. 6. Kesimpulan Secara umum, struktur modal dari entitas-entitas bisnis dalam periode tahun 2009-2012 mengikuti model trade off, dan waktu pasar (market timing) mempunyai pengaruh dalam memberikan efek pecking order. Akan tetapi, apabila dianalisis untuk setiap periode, maka struktur modal dari entitas-entitas bisnis akan didominasi oleh efek waktu pasar, khususnya bagi entitas-entitas bisnis yang memiliki rasio utang yang rendah. 7. Daftar Pustaka Alti, A. (2006). How Persistent Is the Impact of Market Timing on Capital Structure? The Journal of Finance, 61(4), 1681-1710. Amore, M. D., Minichilli, A., dan Corbetta, G. (2011). How Do Managerial Successions Shape Corporate Financial Policies in Family Firms? Journal of Corporate Finance, 17(4), 1016–1027. Asquith, P., dan Mullins, D. W., Jr. (1986). Equity Issues and Offering Dilution. Journal of Financial Economics, 15(1-2), 61-89. Baker, M., dan Wurgler, J. (2002). Market Timing and Capital Structure. The Journal of Finance, 57(1), 1-32. Berger, P. G., Ofek, E., dan Yermack, D. L. (1997). Managerial Entrenchment and Capital Structure Decisions. The Journal of Finance, 52(4), 1411-1438. Booth, L., Aivazian, V., Kunt, A. D., dan Maksimovic, V. (2001). Capital Structures in Developing Countries. The Journal of Finance, 56(1), 87-130. 5
Brendea, G. (2012). Testing the Impact of Market Timing on the Romanian Firms’ Capital Structure. Procedia Economics and Finance, 3, 138-143. Cai, J., dan Zhang, Z. (2011). Leverage Change, Debt Overhang, and Stock Prices. Journal of Corporate Finance, 17(3), 391-402. Chen, J. J. (2004). Determinants of Capital Structure of Chinese-Listed Companies. Journal of Business Research, 57(12), 1341-1351. Cheng, S. R., dan Shiu, C. Y. (2007). Investor Protection and Capital Structure : International Evidence. Journal of Multinational Financial Management, 17(1), 30-44. Clayton, M. J., dan Reisel, N. (2013). Value Creation from Asset Sales: New Evidence from Bond and Stock Markets. Journal of Corporate Finance, 22, 1-15. Crutchley, C. E., Jensen, M. R.H., Jahera, J. S., Jr., dan Raymond, J. E. (1999). Agency Problems and the Simultaneity of Financial Decision Making-The Role of Institutional Ownership. International Review of Financial Analysis, 8(2), 177-197. Elliott, W. B., Kant, J. K., dan Warr, R. S. (2008). Market Timing and the Debt-Equity Choice. Journal of Financial Intermediation, 17(2), 175-197. Fama, E. F., dan French, K. R. (2002). Testing Trade-Off and Pecking Order Predictions about Dividends and Debt. The Review of Financial Studies, 15(1), 1-33. Frank, M. Z., dan Goyal, V. K. (2003). Testing the Pecking Order Theory of Capital Structure. Journal of Financial Economics, 67(2), 217–248. Frank, M. Z., dan Goyal, V. K. (2004). The Effect of Market Conditions on Capital Structure Adjustment. Finance Research Letters, 1(1), 47–55. Graham, J. R. (1996). Debt and the Marginal Tax Rate. Journal of Financial Economics, 41(1), 41-73. Hovakimian, A., Opler, T., dan Titman, S. (2001). The Debt-Equity Choice. The Journal of Financial and Quantitative Analysis, 36(1), 1-24. Hovakimian, A., Hovakimian, G., dan Tehranian, H. (2004). Determinants of Target Capital Structure : The Case of Dual Debt and Equity Issues. Journal of Financial Economics, 71(3), 517–540. Jensen, G. R., Solberg, D. P., dan Zorn, T. S. (1992). Simultaneous Determination of Insider Ownership, Debt, and Dividend Policies. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 27(2), 247-263. Kayhan, A., dan Titman, S. (2007). Firms’ Histories and their Capital Structures. Journal of Financial Economics, 83(1), 1-32. Myers, S. C. (2001). Capital Structure. The Journal of Economic Perspectives, 15(2), 81-102. Rajan, R. G., dan Zingales, L. (1995). What Do We Know about Capital Structure? Some Evidence from International Data. The Journal of Finance, 50(5), 1421-1460. Titman, S. dan Wessels, R. (1988). The Determinants of Capital Structure Choice. The Journal of Finance, 43(1), 1-19. Udomsirikul, P., Jumreornvong, S., dan Jiraporn, P. (2011). Liquidity and Capital Structure : The Case of Thailand. Journal of Multinational Financial Management, 21(2), 106-117.
6
Analisis Kinerja Belanja Pemerintah daerah Kotamobagu dan Bolaang Mongondow Timur tahun 2009-2012 Herman Karamoy (
[email protected]) Heince Wokas (
[email protected]) Abstract Budget Realization Report (LRA) which published local governments provide very useful information to assess the financial performance. This study aims to analyze the performance of the Local Government and Bolaang Mongondow Timur dan Kotamobagu 2009-2012. The analysis showed that both the local government needs to improve the performance of the financial management Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang dipublikasikan pemerintah daerah memberikan informasi yang sangat bermanfaat untuk menilai kinerja keuangan daerah penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja Pemerintah Daerah Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur tahun 2009-2012. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua Pemda perlu meningkatkan kinerja dalam pengelolaan keuangan.
A. Pendahuluan Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya dituangkan dalam APBD yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatannya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan salah satu isntrumen kebijakan utama bagi pemerintah daerah. Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja sangat berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal. Konsep Multi-Term Expenditure Framework (MTEF) menyatakan bahwa kebijakan belanja harus memperhatikan kemanfaatan (usefulness) dan kemampuan keuangan pemerintah daerah (budget capability) (Allen dan Tommasi, 2001). Pengelolaan keuangan daerah tergambar dalam laporan keuangan yang dihasilkan oleh setiap pemerintah daerah. Laporan keuangan merupakan informasi yang penting karena dari laporan keuangan inilah dapat diketahui kinerja dari suatu pemerintah daerah. Kinerja adalah ukuran keberhasilan dari setiap kegiatan operasional organisasi. Salah satu alternatif untuk mengetahui informasi keuangan yang dihasilkan bermanfaat untuk memprediksi kinerja, dengan dilakukan analisis rasio keuangan. Menurut Penman (1991:48) seperangkat laporan keuangan utama belum dapat memberikan manfaat maksimal bagi pemakai sebelum pemakai menganalisis laporan keuangan tersebut dalam bentuk rasio keuangan. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang dipublikasikan pemerintah daerah memberikan informasi yang sangat bermanfaat untuk menilai kinerja keuangan daerah (Mardiasmo 2002). LRA menjadi salah satu laporan pertanggungjawaban keuangan daerah yang utama, karena berdasarkan LRA tersebut pengguna laporan dapat membuat analisis kinerja keuangan berupa analisis pendapatan, analisis belanja dan analisis pembiayaan. 7
B. Tinjauan Pustaka Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, menyebutkan bahwa yang dimaksud keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran, Pendapatan dan Belanja Daerah. Selanjutnya dalam pasal 4 dan 5 dikatakan pula bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan dan kepatuhan sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu. Menurut Devas, dkk (2000:279-280), Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu berdasarkan pada prinsip-prinsip. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah khususnya dalam Bab XV yang menyatakan tentang Peraturan Pengelolaan Keuangan Daerah menekankan bahwa : 1. Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Berdasarkan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah menetapkan peraturan daerah tentang sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan pada Pernyataan Nomor 02 mengemukakan bahwa tujuan Laporan Realisasi Anggaran diantaranya : a. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah dalam rangka memenuhi tujuan sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. b. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Laporan Realisasi Anggaran dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi : 1) Telah dilaksanakan secara efisien,efektif dan hemat; 2) Telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); 3) Telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mahmudi (2006:141) mengemukakan definisi belanja berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Pemerintahan, belanja daerah dapat didefinisikan sebagai berikut : “Semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah”. Selanjutnya Halim (2004:74) mengemukakan definisi belanja adalah penurunan aktiva dan atau kenaikan utang yang digunakan untuk berbagai kegiatan dalam satu periode akuntansi. Jadi Belanja dapat dipahami sebagai kewajiban pemerintah daerah yang mengurangi kekayaan bersih yang akan terjadi akibat transaksi masa lalu. Namun dalam hal ini perlu dipahami bahwa belanja daerah berbeda dengan pengeluaran daerah. Tidak semua
8
pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah yang menyebabkan berkurangnya kas di rekening Kas Umum Daerah dikategorikan sebagai belanja. Belanja diakui dalam periode berjalan dan pada akhir periode akuntansi (Permendagri 13 thn 2006). Pengakuan belanja non modal/investasi dalam periode berjalan berdasarkan jumlah kas yang dikeluarkan. Pada akhir periode akuntansi, belanja non modal diakui berdasarkan jumlah belanja non modal yang sampai akhir periode akuntansi telah menjadi kewajiban tetapi belum ada realisasi pengeluaran kas. Belanja modal diakui dalam periode berjalan pada saat aktiva yang dibeli telah diterima dan hak kepemilikannya telah berpindah. Kontrol atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode berjalan dicatat sebagai pengurangan belanja. Apabila diterima pada periode berikutnya dicatat dalam Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Pengukuran belanja non modal menggunakan mata uang rupiah berdasarkan nilai sekarang kas yang dikeluarkan dan atas akun dikeluarkan. Pengukuran belanja modal menggunakan dasar yang digunakan dalam pengukuran aktiva tetap. Belanja yang diukur dengan mata uang asing dikonversi ke mata uang rupiah berdasarkan nilai tukar (kurs tengah Bank Indonesia) pada saat pengakuan belanja. C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa Laporan Realisasi Anggaran tahun 2009 sampai tahun 2012 yang diperoleh dari Pemerintah Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Metode analisis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis deskriptif. yang menguraikan hasil analisis dari belanja serta bagaimananya kinerjanya terhadap LRA. jenis analisis yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : a) Analisis Varians Belanja b) Analisis Pertumbuhan Belanja Pertumbuhan Belanja Tahunt = Realisasi Belanja Tahunt – Realisasi Belanja Tahunt-1 Realisasi Belanja Tahunt-1 c) Analisis Keserasian Belanja Analisis keserasian belanja antara lain berupa : 1) Analisis Belanja Operasi terhadap Total Belanja Rasio Belanja Operasi terhadap Total Belanja = Total Belanja Operasi Total Belanja Daerah 2) Analisis Belanja Modal terhadap Total Belanja Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja = Realisasi Belanja Modal Total Belanja Daerah d) Rasio Efisiensi Belanja, dengan rumus Rasio Efisiensi Belanja = Realisasi Belanja x 100% Anggaran Belanja D. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil analisis varians belanja tahun anggaran 2009-2012 (lihat Lampiran), laporan keuangan Pemerintah Kota Kotamobagu realisasi belanja lebih kecil dari 9
anggarannya maka dapat disimpulkan terjadi selisih kurang yang disebut favourable variance. Namun setiap tahun sejak Tahun Anggaran 2009 hingga 2011 selisih kurang yang terjadi nilainya sangat besar (baik secara nominal maupun prosentase) dan memiliki trend selalu naik setiap tahunnya. Hal ini dapat menunjukkan adanya kelemahan dalam perencanaan anggaran Pemerintah Kota Kotamobagu sehingga estimasi belanjanya kurang tepat. Tetapi pada tahun 2012 selisih ini berkurang dan artinya Pemda kotamobagu mulai memperbaiki kelemahan tersebut. Untuk Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, jika dilihat dari data hasil analisis bahwa realisasi belanja lebih kecil dari anggarannya maka dapat disimpulkan terjadi selisih kurang yang disebut favourable variance. Namun untuk Tahun Anggaran 2010 sampai 2011, selisih kurang yang terjadi nilainya sangat besar (baik secara nominal maupun prosentase) dan baru bisa berkurang pada Tahun Anggaran 2012. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam perencanaan anggaran Pemerintah Daerah Bolaang Mongondow Timur sehingga estimasi belanjanya kurang tepat, terutama untuk penganggaran Pos Belanja Barang serta Pos Belanja Gedung dan Bangunan, dimana dua jenis belanja tersebut, masingmasing pada Tahun Anggaran 2009 hingga 2012 merupakan penyumbang utama terjadinya favourable variance yang sangat besar. D.1. Analisis Pertumbuhan Belanja Dari hasil analisis pertumbuhan belanja tahun anggaran 2009-2010, diketahui dari data Pemerintah Kota Kotamobagu bahwa pertumbuhan belanja untuk Tahun Anggaran 2009/2010 adalah sebesar Rp75.980.790.445,00 atau 26,55%. Kenaikan terbesar disumbangkan oleh Pos Belanja Pegawai sebesar Rp36.055.282.675,00 atau 47,45% dari jumlah kenaikan belanja dan Pos Belanja Gedung dan Bangunan sebesar Rp22.079.537.090,00 atau 29,05% dari jumlah belanja sebelumnya. Kenaikan tersebut disebabkan adanya penambahan jumlah pegawai dalam jumlah besar dan banyak melakukan pembangunan gedung sehingga berimbas pada meningkatnya Belanja Pegawai dan Belanja Gedung dan Bangunan. Sementara itu, diketahui pertumbuhan belanja untuk Tahun Anggaran 2010/2011 adalah sebesar Rp18.430.530.043,00 atau 5,09%. Kenaikan terbesar disumbangkan oleh Pos Belanja Pegawai sebesar Rp34.529.861.243,00 dan Belanja Barang sebesar Rp15.963.839.257,00. Kenaikan tersebut disebabkan adanya penambahan jumlah pegawai dalam jumlah besar dan meningkatnya kebutuhan barang habis pakai sehingga berimbas pada meningkatnya Belanja Pegawai dan Belanja Barang. Namun di sisi lain, juga terdapat penurunan belanja yang cukup signifikan pada Pos Belanja Gedung dan Bangunan sebesar Rp21.424.752.985,00 serta Pos Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan sebesar Rp18.029.269.333,00. Hal ini menunjukkan pembangunan infrastruktur yang dilakukan tidak sebanyak tahun sebelumnya. Untuk tahun anggaran 2011/2012 terjadi penurunan belanja dari tahun sebelumnya namun karena adanya penambahan pegawai dan naiknya gaji dan tunjangan maka pos belanja pegawai naik sebesar 12,68% Untuk Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur diketahui pertumbuhan belanja untuk Tahun Anggaran 2009/2010 adalah sebesar Rp. 171,465,731,706.00 atau 253,5%. Kenaikan terbesar disumbangkan oleh Pos Belanja Gaji sebesar Rp. 35,265,865,733.00 atau 84,73% dari jumlah kenaikan belanja dan Pos Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan sebesar Rp. 68,464,325,990.00 atau 6.336% dari jumlah belanja sebelumnya. Kenaikan tersebut menunjukkan penambahan pegawai karena kebutuhan pada kabupaten pemekaran dan naiknya tunjangan pegawai serta pembangunan infrastruktur jalan, irigasi dan jaringan sehingga berimbas pada meningkatnya Belanja Barang dan Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan. Sementara itu, pertumbuhan belanja untuk Tahun Anggaran 2010/2011 diketahui sebesar Rp. 107,862,129,500.00 atau 45,11%. Kenaikan terbesar disumbangkan oleh Pos Belanja Pegawai sebesar Rp.29.440.512.253,00 atau 38,29% dari jumlah kenaikan belanja dan Pos Belanja Gedung dan Bangunan sebesar Rp.27.690.677.291,00 atau 121.99% 10
dari jumlah belanja sebelumnya. Kenaikan tersebut disebabkan adanya penambahan jumlah pegawai dalam jumlah besar serta banyak melakukan pembangunan gedung sehingga berimbas serta pada meningkatnya Belanja Pegawai dan Belanja Gedung dan Bangunan. D.2. Analisis Keserasian Belanja Dari hasil analisis keserasian belanja tahun anggaran 2009-2011, data Pemerintah Kota Kotamobagu menujukkan analisis belanja operasi terhadap total belanja pada Pemerintah Kota Kotamobagu pada Tahun Anggaran 2009 sebesar 53,89%, Tahun Anggaran 2010 sebesar 58,31%, dan Tahun Anggaran 2011 sebesar 69,37%, serta tahun 2012 sebesar 76%. Sementara itu, analisis belanja modal terhadap total belanja pada Tahun Anggaran 2009 sebesar 46,11%, Tahun Anggaran 2010 sebesar 41,32%, dan Tahun Anggaran 2011 sebesar 30,63% serta tahun 2012 sebesar 23%. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Kotamobagu masih belum berorientasi pada belanja publik, karena setiap tahunnya belanja publik proporsinya menurun imbas dari ditingkatkannya belanja aparatur. Untuk Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, hasil analisis menunjukkan belanja operasi terhadap total belanja pada Tahun Anggaran 2009 sebesar 78%, Tahun Anggaran 2010 sebesar 52%, dan Tahun Anggaran 2011 sebesar 51% serta tahun 2012 sebesar 64 %. Sementara itu, analisis belanja modal terhadap total belanja menunjukkan pada Tahun Anggaran 2009 sebesar 21,58%, Tahun Anggaran 2010 sebesar 48,34%, dan Tahun Anggaran 2011 sebesar 49,16% serta tahun 2012 sebesar 35,6%. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur masih belum berorientasi pada belanja publik, karena setiap tahunnya belanja publik proporsinya menurun imbas dari ditingkatkannya belanja aparatur, namun penurunan tersebut masih lebih besar dari Pemda Kota Kotamobagu. D.3. Rasio Efisiensi Belanja Dari hasil rasio efisiensi belanja tahun anggaran 2009-2012, dapat dilihat bahwa Pemerintah Kota Kotamobagu dapat melakukan efisiensi belanja, masing-masing pada Tahun Anggaran 2009 sebesar 8,74%, Tahun Anggaran 2010 sebesar 11,73%, dan Tahun Anggaran 2011 sebesar 14,04%, untuk tahun 2012 sebesar 13,83%. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahunnya terdapat peningkatan efisiensi yang cukup signifikan pada Pemerintah Kota Kotamobagu. Untuk Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur diketahui dapat melakukan efisiensi belanja, masing-masing pada Tahun Anggaran 2009 sebesar 6,02%, Tahun Anggaran 2010 sebesar 20,11%, dan Tahun Anggaran 2011 sebesar 10,31% untuk tahun 2012 sebesar 14,04%. Hal ini menunjukkan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur telah melakukan efisiensi yang cukup memadai. E. Kesimpulan Kedua pemerintah daerah sebagian besar varians belanjanya diatas 10%. Artinya penyerapan anggaran di bawah 90%, bisa jadi dinilai kurang baik. jika dilihat dari efisiensi anggaran yang ditunjukkan dari realisasi belanja dimana efisiensi yang dilakukan sebagian besar diatas 10%, mengisyaratkan adanya kelemahan dalam perencanaan anggaran. Keserasian belanja kedua pemerintah tersebut menunjukkan bahwa proporsi belanja operasi masih rendah, dan proporsi belanja modal sangat tinggi, yang berarti pemerintah daerah giat melakukan investasi modal jangka panjang untuk mencukupi asetnya.
11
Daftar Pustaka Allen, Richard dan Tommasi, Daniel, 2001. Managing a Public Expenditure: A Reference Book for Transition Coutries. OECD Paris. Abdullah, H. 2004 Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pada Kabupaten dan Kota Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana UGM: Yogyakarta Bastian, Indra., 2001, Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, Edisi I, Penerbit : BPFE, Yogyakarta. Bastian, Indra., 2006, Akuntansi Sektor Publik; Suatu Pengantar. Erlangga, Jakarta. Mardiasmo. 2002.Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta. Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi. Yogyakarta Saragih _____________. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 Tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.
_____________. Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010 Standar Akuntansi Pemerintah _____________Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah _____________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentangPerimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Departemen Komunikasi dan Informatika. Jakarta Sukriy, Abdullah & Halim, Abdul. 2003. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah:Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Jawa dan Bali. Simposium Nasional Akuntansi VI:1140-1159, Surabaya, 16-17 Oktober 2003
12
LAMPIRAN Tabel 1 Analisis Varians Belanja Pemerintah Kota Kotamobagu No.
T.A.
Anggaran
Realisasi
1 2 3 4
2009 2010 2011 2012
313.604.475.610,00 410.310.001.330,00 442.797.608.917,00 427.033.631.028,00
286.198.421.722,00 362.179.212.167,00 380.609.742.210,00 367.995.280.953,00
Selisih Rp 27.406.053.888,00 48.130.789.163,00 62.187.866.707,00 59.038.350.075,00
% 8,74% 11,73% 14,04% 13,82%
Tabel 2 Analisis Varians Belanja Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur No.
T.A.
Anggaran
Realisasi
1 2 3 4
2009 2010 2011 2012
71.968.435.388,48 299.287.555.577,22 386.832.314.612,21 331.152.894.183,97
67.638.267.103.00 239.103.971.773,00 346.966.101.273,00 295.308.486.309,00
Selisih Rp 4.330.168.285,48 60.183.583.804,22 39.866.213.339,21 35.844.407.874,97
% 6,01% 20,01% 10,30% 10,82%
Tabel 3 Pertumbuhan Belanja Kota Kotamobagu TA 2009/2010 Uraian BELANJA OPERASI Belanja Pegawai Belanja Barang Hibah Bantuan Sosial Bantuan Keuangan BELANJA MODAL Belanja Tanah Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Gedung dan Bangunan Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan Belanja Aset Tetap Lainnya BELANJA TAK TERDUGA Belanja Tak Terduga JUMLAH BELANJA
Pertumbuhan Kenaikan (Penurunan)
Realisasi Belanja Tahun 2009
Realisasi Belanja Tahun 2010
111.237.223.627,00 39.249.890.730,00 1.975.000.000,00 1.463.510.764,00 300.000.000,00
147.292.506.302,00 55.569.062.717,00 4.017.500.000,00 3.932.179.900,00 375.000.000,00
36.055.282.675,00 16.319.171.987,00 2.042.500.000,00 2.468.669.136,00 75.000.000,00
32,41% 41,58% 103,42% 168,68% 25,00%
4.425.000.000,00 28.895.960.401,00 27.349.439.052,00 69.584.335.398,00 1.718.061.750,00
4.468.457.751,00 19.552.002.115,00 49.428.976.142,00 73.309.319.490,00 2.886.032.250,00
43.457.751,00 (9.343.958.286,00) 22.079.537.090,00 3.724.984.092,00 1.167.970.500,00
0,98% -32,34% 80,73% 5,35% 67,98%
286.198.421.722,00
1.348.175.500,00 362.179.212.167,00
1.348.175.500,00 75.980.790.445,00
26,55%
%
Tabel 4 Pertumbuhan Belanja Kota Kotamobagu TA 2010/2011 Uraian BELANJA OPERASI Belanja Pegawai Belanja Barang Hibah Bantuan Sosial Bantuan Keuangan BELANJA MODAL Belanja Tanah Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Gedung dan Bangunan Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan Belanja Aset Tetap Lainnya BELANJA TAK TERDUGA Belanja Tak Terduga JUMLAH BELANJA
Pertumbuhan Kenaikan (Penurunan)
Realisasi Belanja Tahun 2010
Realisasi Belanja Tahun 2011
147.292.506.302,00 55.569.062.717,00 4.017.500.000,00 3.932.179.900,00 375.000.000,00
181.822.367.545,00 71.532.901.974,00 5.823.037.500,00 3.242.300.000,00 1.609.236.100,00
34.529.861.243,00 15.963.839.257,00 1.805.537.500,00 (689.879.900,00) 1.234.236.100,00
23,44% 28,73% 44,94% -17,54% 329,13%
4.468.457.751,00 19.552.002.115,00 49.428.976.142,00 73.309.319.490,00 2.886.032.250,00
1.712.800.000,00 28.699.190.877,00 28.004.223.157,00 55.280.050.157,00 2.883.634.900,00
(2.755.657.751,00) 9.147.188.762,00 (21.424.752.985,00) (18.029.269.333,00) (2.397.350,00)
-61,67% 46,78% -43,34% -24,59% -0,08%
1.348.175.500,00 362.179.212.167,00
380.609.742.210,00
(1.348.175.500,00) 18.430.530.043,00
-100,00% 5,09%
13
%
Tabel 5 Pertumbuhan Belanja Kota Kotamobagu TA 2011/2012 Uraian BELANJA OPERASI Belanja Pegawai Belanja Barang Hibah Bantuan Sosial Bantuan Keuangan BELANJA MODAL Belanja Tanah Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Gedung dan Bangunan Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan Belanja Aset Tetap Lainnya BELANJA TAK TERDUGA Belanja Tak Terduga JUMLAH BELANJA
Pertumbuhan Kenaikan (Penurunan)
Realisasi Belanja Tahun 2011
Realisasi Belanja Tahun 2012
181.822.367.545,00 71.532.901.974,00 5.823.037.500,00 3.242.300.000,00 1.609.236.100,00
204.890.004.954.00 64.766.334.030,00 7.670.000.000,00 1.343.000.000,00 1.634.979.900,00
23.067.637.409 6.766.567.944 1.846.962.500 (1.339.757.700) 25.743.800
12,68% 28,73% 31,71% -41,32% 1,59%
1.712.800.000,00 28.699.190.877,00 28.004.223.157,00 55.280.050.157,00 2.883.634.900,00
236.393.500,00 17.693.474.809.00 37.482.160.080,00 31.395.545.434,00 725.888.246,00
(1.476.406.500) (11.005.716.068) (9.477.936.923) (23.884.504.723) (2.157.746.654)
-86,19% -38,34% -33,84% -43,20% -74,82%
380.609.742.210,00
157.500.000,00 367.995.280.953,00
157.500.000,00 (12.614.461.257,00)
100,00% -3.31%
%
Tabel 6 Pertumbuhan Belanja Kabupaten Bolaang Mongondow Timur TA 2009/2010 Pertumbuhan Realisasi Belanja Realisasi Belanja Uraian Kenaikan Tahun 2009 Tahun 2010 % (Penurunan) BELANJA OPERASI Belanja Pegawai 41.621 538.515,00 76.887.404.248,00 35,265,865,733.00 84.73% Belanja Barang 9.406.947.751,00 38.963.648.660,00 29,556,700,909.00 314.20% Hibah 415.000.000,00 5.547.400.000,00 5,132,400,000.00 1236.72% Bantuan Sosial 678.875.000,00 1.482.777.880,00 803,902,880.00 118.42% Bantuan Keuangan 808.750.000,00 579.352.495,00 (229,397,505.00) -28.36% BELANJA MODAL Belanja Tanah 324.635.476,00 365.933.575,00 41,298,099.00 12.72% Belanja Peralatan dan Mesin 8.515.163.500,00 21.894.527.051,00 13,379,363,551.00 157.12% Belanja Gedung dan Bangunan 4.172.674.000.00 22.699.169.824,00 18,526,495,824.00 444.% Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan 1.080.517.825,00 69.544.843.815,00 68,464,325,990.00 6336.25% Belanja Aset Tetap Lainnya 501.938.000,00 1.088.914.225,00 586,976,225.00 116.94% BELANJA TAK TERDUGA Belanja Tak Terduga 112.200.000,00 50.000.000,00 (62,200,000.00) -55.44% 171,465,731,706.00 253.50% JUMLAH BELANJA 67,638,240,067.00 239.103.971.773,00 Tabel 7. Pertumbuhan Belanja Kabupaten Bolaang Mongondow Timur TA 2010/2011 Pertumbuhan Realisasi Belanja Realisasi Belanja Uraian Kenaikan Tahun 2010 Tahun 2011 % (Penurunan) BELANJA OPERASI Belanja Pegawai 76.887.404.248,00 106.327.916.501,00 29,440,512,253.00 38.29 % Belanja Barang 38.963.648.660,00 61.382.106.857,00 22,418,458,197.00 57.54 % Hibah 5.547.400.000,00 1.781.555.500,00 (3,765,844,500.00) -67.88 % Bantuan Sosial 1.482.777.880,00 3.100.700.000,00 1,617,922,120.00 109.11 % Bantuan Keuangan 579.352.495,00 3.394.362.226,00 2,815,009,731.00 485.89 % BELANJA MODAL Belanja Tanah 365.933.575,00 970.250.800,00 604,317,225.00 165.14 % Belanja Peralatan dan Mesin 21.894.527.051,00 37.181.003.922,00 15,286,476,871.00 69.82 % Belanja Gedung dan Bangunan 22.699.169.824,00 50.389.847.115,00 27,690,677,291.00 121.99 % Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan 69.544.843.815,00 81.877.796.412,00 12,332,952,597.00 17.73 % Belanja Aset Tetap Lainnya 1.088.914.225,00 134.783.350,00 (954,130,875.00) -87.62 % BELANJA TAK TERDUGA Belanja Tak Terduga 50.000.000,00 425.778.590,00 375,778,590.00 751.56 % 107,862,129,500.00 45.11 % JUMLAH BELANJA 239.103.971.773,00 346.966.101.273,00
14
Tabel 8 Pertumbuhan Belanja Kabupaten Bolaang Mongondow Timur TA 2011/2012 Pertumbuhan Realisasi Belanja Realisasi Belanja Uraian Kenaikan Tahun 2011 Tahun 2012 % (Penurunan) BELANJA OPERASI Belanja Pegawai 106.327.916.501,00 120.254.367.590,00 13,926,451,089.00 13.10 % Belanja Barang 61.382.106.857,00 57.459.228.224,00 (3,922,878,633.00) -6.39 % Hibah 1.781.555.500,00 2.349.000.000,00 567,444,500.00 31.85 % Bantuan Sosial 3.100.700.000,00 327.000.000,00 (2,773,700,000.00) -89.45 % Bantuan Keuangan 3.394.362.226,00 8.886.496.600,00 5,492,134,374.00 161.80 % BELANJA MODAL Belanja Tanah 970.250.800,00 1.919.937.500,00 949,686,700.00 97.88 % Belanja Peralatan dan Mesin 37.181.003.922,00 12.934.137.326,00 (24,246,866,596.00) -65.21 % Belanja Gedung dan Bangunan 50.389.847.115,00 36.540.850.633,00 (13,848,996,482.00) -27.48 % Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan 81.877.796.412,00 49.707.335.236,00 (32,170,461,176.00) -39.29 % Belanja Aset Tetap Lainnya 134.783.350,00 3.995.918.150,00 3,861,134,800.00 2864.70 % BELANJA TAK TERDUGA Belanja Tak Terduga 425.778.590,00 44.388.013.435,46 43,962,234,845.00 10325.14% (51,657,614,964.00) -14.89 % JUMLAH BELANJA 346.966.101.273,00 295.308.486.309,00
T.A. 2009 2010 2011 2012
Tabel 9 Analisis Belanja Operasi Terhadap Total Belanja Kota Kotamobagu Total Belanja Operasi (Rp) Total Belanja (Rp) Rasio Belanja Operasi terhadap Total Belanja (%) 154.225.625.121,00 286.198.421.722,00 53,89% 211.186.248.919,00 362.179.212.167,00 58,31% 264.029.843.119,00 380.609.742.210,00 69,37% 280.304.318.884,00 367.995.280.953,00 76% Tabel 10 Analisis Belanja Operasi Terhadap Total Belanja Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
T.A.
Total Belanja Operasi (Rp)
Total Belanja (Rp)
Rasio Belanja Operasi terhadap Total Belanja (%)
2009 2010 2011 2012
52.931.138.302,00 123.460.583.283,00 175.986.641.084,00 189.276.092.414,00
67.638.267.103,00 239.103.971.773,00 346.966.101.273,00 295.308.486.309,00
78 % 52 % 51 % 64 %
Tabel 11 Analisis Belanja Modal Terhadap Total Belanja Kota Kotamobagu
T.A.
Total Belanja Modal (Rp)
Total Belanja (Rp)
Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja (%)
2009 2010 2011 2012
131.972.796.601,00 149.644.787.748,00 116.579.899.091,00 87.533.462.069,00
286.198.421.722,00 362.179.212.167,00 380.609.742.210,00 367.995.280.953,00
46,11% 41,32% 30,63% 23,79%
15
Tabel 12 Analisis Belanja Modal Terhadap Total Belanja Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
T.A.
Total Belanja Modal (Rp)
Total Belanja (Rp)
Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja (%)
2009 2010 2011 2012
14.594.928.801,00 115.593.388.490,00 170.553.681.599,00 105.098.178.845,00
67.638.267.103,00 239.103.971.773,00 346.966.101.273,00 295.308.486.309,00
21.58% 48.34% 49.16% 35,6%
Tabel 13 Rasio Efisiensi Belanja Kota Kotamobagu T.A.
Anggaran Belanja (Rp)
Realisasi Belanja (Rp)
Rasio Efisiensi Belanja (%)
2009 2010 2011 2012
313.604.475.610,00 410.310.001.330,00 442.797.608.917,00 427.033.631.028,00
286.198.421.722,00 362.179.212.167,00 380.609.742.210,00 367.995.280.953,00
91,26% 88,27% 85,96% 86,17%
Tabel 14 Rasio Efisiensi Belanja Kabupaten Bolaang Mongondow Timur T.A.
Anggaran Belanja (Rp)
Realisasi Belanja (Rp)
Rasio Efisiensi Belanja (%)
2009 2010 2011 2012
71.968.435.388,48 299.287.555.577,22 386.832.314.612,21 331.152.894.183,97
67.638.267.103 239.103.971.773,00 346.966.101.273,00 295.308.486.309,00
93.98 79.89 89.69 89,18%
16
Analisis Hubungan antara Pengukuran Kinerja, Strategi dan Kinerja Perusahaan Oleh: Rudy J. Pusung ABSTRAK Sebagai salah satu instrumen dalam menjalankan fungsi sistem pengendalian perusahaan, maka pemilihan dan penggunaan bentuk pengukuran kinerja yang sesuai dan selaras dengan kebutuhan perusahaan sangat diperlukan. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan ukuran kinerja Nonfinansial mengindikasikan bahwa jenis ukuran kinerja tersebut apakah di pandang mampu untuk memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi peningkatan kinerja perusahaan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan emiten yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil pengujian menunjukkan bahwa pilihan penggunaan ukuran kinerja mempengaruhi secara positif signifikan kinerja perusahaan. Selain itu juga, secara lebih spesifik hasil penelitian ini mampu menunjukkan bahwa kemampuan kombinasi ukuran kinerja finansial dan nonfinansial dalam meningkatkan kinerja perusahaan terbukti lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan ukuran kinerja finansial. Kata Kunci: Pengukuran Kinerja, Strategi Perusahaan. Kinerja Perusahaan
17
I.
PENDAHULUAN Pembahasan tentang pengukuran kinerja merupakan salah satu topik yang sangat menarik perhatian untuk didiskusikan. Pembahasan tidak hanya menarik perhatian kalangan praktisi yang menerapkannya, seperti para manajer perusahaan, akan tetapi juga menarik bagi kalangan akademisi dan para peneliti. Pentingnya peran pengukuran kinerja bagi perusahaan menjadi alasan utama perlunya topik ini terus dikembangkan. Hal ini karena pengukuran kinerja dapat diasumsikan sebagai sebuah cermin bagi perusahaan. Artinya bahwa pihak yang berkepentingan dapat menggunakan pengukuran kinerja sebagai salah instrumen untuk mengetahui kondisi perusahaan saat ini dan masa depan. Melalui pengukuran kinerja yang tepat dan akurat, maka perusahaan akan dapat memperoleh informasi yang tepat dan akurat pula tentang kondisi perusahaan saat ini berdasarkan pada usaha yang telah dilakukan sebelumnya, sekaligus kondisi masa depan perusahaan. Sehingga melalui informasi yang diperoleh tersebut, maka perusahaan dapat melakukan pengendalian dan perbaikan untuk memperoleh hasil yang optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sebagai salah satu instrumen dalam menjalankan fungsi sistem pengendalian perusahaan, maka pemilihan dan penggunaan bentuk pengukuran kinerja yang sesuai dan selaras dengan kebutuhan perusahaan sangat diperlukan. Ittner dan Larcker (1998a) menyatakan bahwa pilihan untuk menggunakan ukuran kinerja adalah merupakan tantangan paling kritis dan menentukan yang dihadapi oleh perusahaan. Hal ini karena sistem pengukuran kinerja memainkan peranan penting dalam pengembangan beberapa unsur penting dalam perusahaan. Bentuk pengembangan tersebut meliputi pengembangan rencana strategis perusahaan, pengevaluasian pencapaian tujuan perusahaan, dan kompensasi manajer. Ketiga unsur tersebut dipandang merupakan unsur yang dapat menentukan pengembangan dan keberhasilan masa depan perusahaan. Dengan demikian, secara tidak langsung penggunaan sistem pengukuran kinerja yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan akan memberikan kontribusi bagi pengembangan dan keberhasilan masa depan perusahaan. II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN TERDAHULU Berkembangnya penggunaan ukuran kinerja non finansial mengindikasikan bahwa jenis ukuran kinerja tersebut dipandang mampu untuk memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi peningkatan kinerja perusahaan. Hal tersebut didukung oleh beberapa temuan penelitian. Pollanen dan Xi (2011) menemukan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara pengadopsian balanced scorecard, sebagai salah satu bentuk dari ukuran kinerja nonfinansial, dan kinerja perusahaan. Temuan tersebut sekaligus mendukung hasil penelitian yang juga telah dilakukan oleh Hoque dan James (2000) dan Davis dan Albright (2004). Penelitian–penelitian sebelumnya yang juga menguji hubungan antara penggunaan ukuran kinerja nonfinansial dan kinerja perusahaan, namun melalui penggunaan jenis ukuran kinerja nonfinansial yang berbeda dari penelitian Pollanen dan Xi (2011), dilakukan oleh Symon dan Jacobs (1995); Abernethy dan Lillis (1995); Chenhall (1997) dan Hirschey et al. (1998). Secara umum hasil dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara ukuran kinerja nonfinansial dan kinerja perusahaan. Symon dan Jacobs (1995) mengindikasikan bahwa penggunaan sistem ukuran kinerja nonfinansial yang berbasiskan TQM berhubungan dengan tingginya kinerja. Abernethy dan Lillis (1995) juga mengindikasikan bahwa semakin besar ketergantungan pada ukuran manufaktur nonfinansial memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja perusahaan. Chenhall (1997) menyimpulkan bahwa perusahaan yang menggunakan ukuran kinerja 18
nonfinansial memperoleh kinerja yang lebih tinggi dalam bandingannya dengan perusahaan yang tidak menggunakan ukuran kinerja nonfinansial. Sedangkan, Hirschey et al. (1998) menyatakan bahwa dampak dari informasi ukuran kinerja nonfinansial memiliki pengaruh yang konsisten positif terhadap harga saham. 2.2 2.2.1
LANDASAN TEORI Pengukuran Kinerja Nonfinansial Meningkatnya bentuk persaingan usaha antar perusahaan secara tidak langsung telah membawa setiap perusahaan untuk saling berkompetisi dalam meningkatkan kinerja. Salah satu upaya secara internal yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan membenahi sistem pengendalian manajemen dengan meningkatkan kemampuan memperoleh informasi kondisi perusahaan melalui penambahan bentuk pengukuran kinerja yang lebih bersifat kontemporer. Kelemahan yang dimiliki pengukuran kinerja finansial yang bersifat tradisional telah memotivasi terjadinya inovasi variasi sistem pengukuran kinerja yang meliputi peningkatan terhadap kemampuan ukuran finansial seperti economic value sampai pada balance scorecard yang mengintegrasikan ukuran finansial dan nonfinansial. Ittner & Larcker (1998b) menyatakan bahwa berkembangnya sistem pengukuran kinerja yang berorientasi pada ukuran nonfinansial dilandasi oleh beberapa kelebihan yang dimiliki ukuran tersebut. Terdapat empat kelebihan yang dimiliki oleh ukuran nonfinansial jika dibandingkan dengan ukuran kinerja finansial yaitu: (1) ukuran nonfinansial berkaitan dengan strategi organisasi yang bersifat jangka panjang; (2) ukuran nonfinansial dapat membantu manajer untuk membuat keputusan yang lebih baik melalui indikator-indikator aset tak berwujud yang berkaitan dengan ukuran inovasi, kapabilitas manajemen, hubungan pekerja, nilai kualitas yang menjelaskan proporsi nilai perusahaan secara signifikan; (3) ukuran nonfinansial dapat menjadi indikator yang lebih baik untuk kinerja keuangan masa depan perusahaan, dan (4) ukuran nonfinansial tidak terlalu rentan terhadap noise eksternal dibandingkan dengan ukuran finansial, sehingga dapat meningkatkan kinerja manajer melalui pemberian evaluasi yang lebih tepat terkait tindakan yang telah dilakukan. Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh ukuran kinerja nonfinansial terhadap ukuran kinerja finansial tidak berarti bahwa ukuran tersebut tidak memiliki kelemahan. Sejumlah penelitian menunjukkan beberapa kelemahan yang secara umum melekat pada beberapa ukuran kinerja nonfinansial. Kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya adalah terkait dengan banyaknya waktu dan kos yang dibutuhkan untuk menelusuri beberapa ukuran nonfinansial. Selain itu juga sulitnya menentukan denominator yang digunakan secara tetap untuk indikator ukuran menjadi salah satu kelemahan. Hal ini disebabkan karena data nonfinansial terkadang diukur dengan banyak cara. Sehingga terkadang dasar ukuran yang digunakan lebih banyak mengarah pada hal-hal yang bersifat kualitatif dan bukannya kuantitatif. Pentingnya peran pengukuran kerja telah mendorong beberapa peneliti, khususnya para peneliti dalam bidang akuntansi manajemen, untuk mengembangkan penelitian yang mengarah pada topik-topik tentang pengembangan dan pengaplikasian jenis pengukuran kinerja. Salah satu topik yang banyak dibahas adalah pengembangan dan pengaplikasian jenis pengukuran yang bersifat prospektus bagi perusahaan, yaitu ukuran kinerja nonfinansial. Munculnya pandangan bahwa penggunaan ukuran kinerja tradisional berbasis finansial tidak lagi cukup handal untuk digunakan oleh perusahaan guna mengimbangi kebutuhan informasi yang bersifat jangka panjang, menjadi alasan utama yang memotivasi dikembangkannya ukuran kinerja berbasis nonfinansial (Ittner dan Larcker, 1998a). Fisher (1995) menyatakan bahwa terdapat tiga alasan prinsip 19
mengapa perusahaan menggunakan ukuran kinerja nonfinansial, yaitu: (1) adanya keterbatasan dari ukuran kinerja finansial, (2) tekanan persaingan yang dihadapi perusahaan, dan (3) hasil pengembangan inisiatif dari perusahaan yang telah mengadopsi sistem produksi modern seperti total quality management (TQM). Adanya pengembangan pengukuran kinerja berbasis informasi nonfinansial mendorong beberapa peneliti untuk melakukan pengujian terkait dengan penerapan dari pengukuran kinerja tersebut. Diantaranya adalah pengujian tingkat efektivitas dari penerapan pengukuran kinerja nonfinansial pada perusahaan (Amir & Lev, 1996 dan Ittner & Larcker, 1998b). Selain menguji efektivitas penerapan pengukuran kinerja nonfinansial, beberapa peneliti lain juga berupaya untuk menganalisa keterkaitan ukuran kinerja tersebut dengan beberapa unsur seperti: kinerja perusahaan meliputi kinerja masa kini dan masa depan, rencana strategi perusahaan, evaluasi tujuan, kompensasi manajer, eksternalitis dan penyusunan target (Said, HassabElnaby & Wier, 2003; Widener, 2006; Hyvӧ nen, 2007 dan Hansen, 2010). Terkait dengan pengujian efektivitas dari penerapan sistem pengukuran kinerja nonfinansial pada perusahaan, baik Amir & Lev (1996) serta Ittner & Larcker (1998b), berdasarkan pada hasil penelitian yang diperoleh, secara umum menyatakan bahwa penggunaan ukuran kinerja nonfinansial memberikan dampak yang positif bagi perusahaan. Salah satu dampak positif yang diberikan adalah terkait dengan adanya relevansi nilai dari pengunaan ukuran kinerja tersebut bagi investor. Implikasi dari adanya relevansi nilai tersebut memberikan kesempatan bagi investor untuk melakukan penilaian secara tepat tentang kondisi perusahaan, baik untuk kondisi saat kini, maupun untuk kondisi dimasa depan. Kemampuan investor untuk menilai kondisi perusahaan tersebut secara tidak langsung akan dapat memberikan kontribusi positif bagi perusahaan yang terrefleksikan melalui nilai perusahaan. Sedangkan menyangkut penelitian tentang analisa keterkaitan antara ukuran kinerja nonfinansial dengan beberapa unsur yang disebutkan, masing-masing peneliti memberikan hasil penelitian yang cukup bervariasi. Dalam hubungannya dengan kinerja perusahaan, Said, Hassab Elnaby & Wier (2003) menyatakan bahwa penggunaan ukuran nonfinansial yang melengkapi ukuran finansial dapat memberikan konsekuensi yang berbeda terhadap kinerja perusahaan, baik pada kinerja masa kini maupun pada masa depan. Hasil penelitian yang mereka lakukan secara umum mengindikasikan bahwa hubungan antara kombinasi penggunaan ukuran kinerja nonfinansial dan finansial dan kinerja perusahaan adalah bersifat kontinjen pada operasi perusahaan dan karakteristik persaingan yang dialami oleh perusahaan. Artinya bahwa ketepatan penggunaan ukuran kinerja yang dapat memberikan konsekuensi positif bagi kinerja perusahaan harus disesuaikan dengan karakteristik perusahaan. Widener (2006) dalam penelitiannya yang menguji hubungan antara perusahaan yang menekankan pada penggunaan human capital dan penggunan ukuran kinerja dalam pemberian kompensasi bonus menyatakan bahwa perusahaan yang menitikberatkan pada human capital dalam operasi perusahaan cenderung akan bergantung pada kombinasi penggunaan ukuran kinerja nonfinansial dan finansial dibandingkan dengan ukuran kinerja finansial semata-mata. Kondisi ini selanjutnya akan berimplikasi pada penentuan kontrak kompensasi bonus manajer puncak. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa keberhasilan dalam penggunaan dan penerapan ukuran kinerja nonfinansial yang melengkapi ukuran finansial secara tepat akan dapat memberikan kontribusi positif bagi perusahaan. Bentuk kontribusi positif tersebut dapat terlihat pada adanya peningkatan kinerja perusahaan. Akan tetapi permasalahan utama yang seringkali muncul adalah terkait dengan kondisi kontijensi yang selalu melekat dalam hubungan antara keduanya. Salah 20
satu faktor kontijensi yang ada adalah berkaitan dengan strategi yang digunakan oleh perusahaan. Berdasarkan pada kondisi tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan pengujian pengaruh dari penggunaan kombinasi ukuran kinerja finansial dan nonfinansial terhadap kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan faktor strategi perusahaan. Pertanyaan penelitian yang ingin dikemukakan yaitu: (1) apakah penggunaan kombinasi ukuran kinerja finansial dan nonfinansial dalam pengukuran kinerja akan lebih meningkatkan kinerja perusahaan dalam bandingannya dengan hanya menggunakan ukuran kinerja finansial? (2) apakah pengaruh dari faktor strategi perusahaan terhadap hubungan yang ada? Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memberikan bukti secara empiris dampak dari penggunaan kombinasian ukuran kinerja nonfinansial dan finansial terhadap kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan faktor strategi tertentu yang digunakan perusahaan. 2.3 2.3.1
HIPOTESIS Kombinasi Pengukuran Kinerja dan Kinerja Perusahaan Meskipun penggunaan ukuran kinerja nonfinansial di sejumlah perusahaan sangat berkembang pesat, namun tidak berarti bahwa secara otomatis ukuran kinerja nonfinansial dapat menggantikan ukuran kinerja finansial. Hal ini karena meskipun memiliki sejumlah kekurangan, akan tetapi peran dari ukuran kinerja finansial akan tetap dibutuhkan perusahaan. Sejumlah literatur akuntansi secara luas mendiskusikan perlunya kombinansi antara penggunaan ukuran kinerja finansial dan nonfinansial. Ittner & Larcker (1998a) menyatakan, dalam konteks analisa dengan mendasarkan pada teori-teori ekonomi, bahwa pilihan untuk menentukan ukuran kinerja yang akan digunakan sebaiknya berusaha untuk menggabungkan antara ukuran finansial dan nonfinansial yang dapat memberikan tambahan informasi yang lebih bermanfaat bagi usaha manajerial. Kekurangan yang dirasakan pada ukuran kinerja finansial tradisional tidak dengan otomatis mengarahkan perusahaan untuk menggunakan ukuran kinerja nonfinansial guna menggantikan ukuran kinerja finansial. Akan tetapi, sejumlah perusahaan berusaha untuk memperbaiki kelemahan yang ada sekaligus juga mengkombinasikannya dengan penggunan ukuran kinerja nonfinansial. Kombinasi penggunaan ukuran kinerja finansial dan nonfinansial dipandang akan dapat memberikan kontribusi dalam bentuk tambahan informasi bagi manajemen melalui pemahaman dari dimensi yang berbeda terhadap tindakan manajerial yang telah dilakukan. Pernyataan tersebut didukung oleh literatur pengukuran kinerja yang berpendapat bahwa penggunaan kombinasi tersebut dapat membantu manajer untuk lebih memahami secara mendalam tentang hubungan diantara berbagai tujuan strategis, komunikasi hubungan antara tindakan pekerja dan sasaran, dan alokasi sumber daya dan penentuan skala prioritas berdasarkan pada tujuan perusahaan. Barua et al. (1995) menyatakan bahwa penggunaan kombinasi ukuran kinerja finansial dan nonfinansial akan memberikan umpan balik terkait aktivitas manajerial secara langsung dan tepat waktu kepada manajemen dibandingkan dengan hanya menggunakan ukuran kinerja finansial. Sehingga dengan demikian akan memberikan kesempatan bagi manajemen untuk dengan cepat dan tepat manajemen mengambil tindakan koreksi yang akan berdampak pada terjadinya peningkatan kinerja perusahaan. Berdasarkan pada penjelasan yang telah diuraikan, maka peneliti menduga bahwa kontribusi dari ukuran kinerja finansial dalam memberikan informasi aktivitas manajerial bagi manajemen akan sangat membantu dalam upaya meningkatkan kinerja apabila dikombinasikan dengan ukuran kinerja nonfinansial. Hal ini karena kombinasi dari keduanya akan dapat mengatasi kelemahan yang ada dalam sistem pengukuran kinerja. Dengan demikian akan dapat memberikan informasi bagi manajemen secara 21
lebih akurat, memadai dan komprehensif yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan. Berdasarkan pada dugaan tersebut, maka penelitian ini menyatakan hipotesis: H1: Perusahaan yang menggunakan kombinasi sistem ukuran kinerja finansial dan nonfinansial memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang hanya menggunakan sistem ukuran kinerja finansial. 2.3.2 Pengukuran Kinerja, Strategi dan Kinerja Perusahaan Bentuk pemahaman terhadap hubungan antara sistem pengukuran kinerja dan kinerja perusahaan yang didasarkan pada latar belakang penentuan hipotesis sebelumnya, akan berbeda jika ditinjau dari sudut pandang teori kontijensi. Perbedaan tersebut terjadi karena berdasarkan pada teori kontijensi dinyatakan bahwa ketepatan pilihan atas teknik akuntansi manajerial dalam perusahaan akan sangat tergantung pada keadaan yang meliputi perusahaan tersebut (Otley, 1980). Artinya bahwa ketepatan dalam memilih jenis ukuran kinerja yang dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja tidak hanya berdasarkan pada kemampuan dari ukuran kinerja tersebut, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kontijensi yang terkait dengan karakteristik perusahaan. Sedangkan asumsi dasar yang melandasi latar belakang penentuan hipotesis sebelumnya adalah mengabaikan pengaruh dari karakteristik perusahaan ketika menguji konsekuensi kinerja yang disebabkan oleh ukuran kinerja yang digunakan. Salah satu faktor kontijensi yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah strategi bisnis perusahaan. Perhatian terhadap strategi bisnis perusahaan didasarkan pada pemikiran bahwa faktor ini sangat terkait dengan proses pemilihan ukuran kinerja perusahaan yang akan dipilih dalam upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Pada kondisi dimana tingkat persaingan antar perusahaan yang semakin kompetitif, maka kejelian dalam proses penentuan jenis ukuran kinerja yang akan digunakan sangat dibutuhkan. Kejelian tersebut berkaitan dengan kemampuan untuk memilih ukuran kinerja yang tepat, dengan mempertimbangkan faktor strategi bisnis yang dijalankan perusahaan, agar dapat memberikan kontribusi nyata untuk peningkatan kinerja perusahaan. Simon (1987) menyatakan bahwa organisasi yang mampu menyelaraskan dengan baik keterkaitan antara ukuran kinerja dan strategi akan mampu untuk memperoleh tingkat kinerja yang lebih tinggi. Kesesuaian antara ukuran kinerja dan strategi merupakan suatu kondisi harus diciptakan oleh perusahaan. Pernyataan yang dikemukakan tersebut secara implisit ingin menunjukkan bahwa tingkat efektivitas penggunaan ukuran kinerja untuk menunjang terjadinya peningkatan kinerja tidak dapat dilepaskan dari pengaruh strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam mencapai tujuan. Ketidakmampuan jenis ukuran kinerja yang digunakan untuk memberikan kontribusi positif dalam upaya untuk peningkatan kinerja terkadang merupakan suatu permasalahan yang berawal dari ketidaksesuaian antara strategi dan ukuran kinerja yang dipilih. Terkait dengan kondisi lingkungan persaingan yang kompetitif, Porter (1980) menyatakan bahwa terdapat dua jenis strategi bisnis perusahaan yang memiliki potensi untuk memberikan keuntungan bagi perusahaan, yaitu Product Differentiation Strategy dan Cost Leadership Strategy. Perusahaan yang menerapkan product differentiation strategy cenderung memfokuskan pada kepuasan konsumen yang membutuhkan tingkat kualitas produk yang tinggi, rancangan fitur khusus, penyerahan produk dengan cepat dan reliabel, dan dukungan purna jual yang efektif (Porter, 1985 dalam Jeremias & Gani, 2005). Berdasarkan pada fokus tersebut, maka peningkatan kinerja akan diperoleh perusahaan jika menggunakan ukuran kinerja yang lebih mengarah pada jenis ukuran nonfinansial seperti diantaranya adalah ukuran kepuasan konsumen dan 22
penyerahan produk yang tepat waktu dan reliabel (Jeremias & Gani, 2005). Sedangkan, untuk perusahaan yang menerapkan cost leadership strategy cenderung akan berfokus pada kepastian proses produksi dengan tingkat efisiensi biaya yang tinggi. Sehingga kecenderungan penggunaan jenis ukuran kinerja finansial lebih tepat digunakan agar dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja perusahaan. Berdasarkan pada uraian yang telah dinyatakan serta dihubungkan dengan dampak dari penggunaan kombinasi ukuran kinerja finansial dan nonfinansial terhadap kinerja perusahaan, maka penelitian ini menduga bahwa dampak dari penggunaan kombinasi ukuran kinerja finansial dan nonfinansial terhadap kinerja perusahaan yang diuraikan pada bagian sebelumnya akan berbeda ketika memperhatikan faktor strategi perusahaan. Artinya bahwa untuk perusahaan yang cenderung menerapkan strategi product differentiation, penggunaan kombinasi ukuran kinerja finansial dan nonfinansial akan berdampak pada terjadinya peningkatan kinerja. Sedangkan untuk perusahaan yang cenderung menerapkan strategi cost leadership, penggunaan kombinasi ukuran kinerja finansial dan nonfinansial tidak akan berdampak pada terjadinya peningkatan kinerja. Hal ini disebabkan penekanan dari strategi tersebut yang tidak membutuhkan informasi nonfinansial. Oleh karena itu hipotesis yang dinyatakan adalah sebagai berikut: H2a: Perusahaan dengan kecenderungan strategi product differentiation dan menggunakan ukuran kinerja kombinasi finansial dan nonfinansial memiliki kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang hanya menggunakan sistem ukuran kinerja finansial H2b: Perusahaan dengan kecenderungan strategi cost leadership dan menggunakan sistem ukuran kinerja finansial memiliki kinerja lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang menggunakan sistem ukuran kinerja kombinasi finansial dan nonfinansial. III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Sebagaimana uraian latar belakang masalah serta perumusannya, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis penggunaan ukuran kinerja Nonfinansial mengindikasikan bahwa jenis ukuran jinerja tersebut apakah di pandang mampu untuk memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi peningkatan kinerja perusahaan. 2. Menganalisis pula apakah pengaruh dari faktor strategi perusahaan terhadap hubungan yang ada? Penelitian mengenai Analisis Hubungan Antara Pengukuran Kinerja, Strategi dan Kinerja Perusahaan sebagaimana disebutkan di atas diharapkan dapat member manfaat sebagaimana berikut : 1. Secara Teoritis Hasil Penelitian di harapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, terutama bagi perusahaan yang menggunakan ukuran kinerja kombinasi Finansial dan nonfinansial. 2. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memberikan bukti secara empiris dampak dari penggunaan kombinasian ukuran kinerja nonfinansial dan finansial terhadap kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan faktor strategi tertentu yang digunakan perusahaan.
23
IV. 4.1
METODA PENELITIAN Sampel dan Data Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan emiten yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia. Proses pemilihan sampel didasarkan pada beberapa kriteri, yaitu: (1) jenis perusahaan adalah perusahaan manufaktur, (2) menerbitkan laporan keuangan dalam peride tahun amatan yang dapat diakses, dan (3) menerbitkan laporan tahunan dalam peride tahun amatan yang dapat diakses. Data penelitian ini adalah terkait dengan data laporan keuangan tahunan dan laporan tahunan perusahaan publik manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode pengamatan tahun 2008-2010. Data diperoleh dari Thomson Reuters Datastream, laporan keuangan tahunan dan laporan tahunan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia. 4.2 Pengukuran Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yang sesuai dengan hipotesis,adalah sebagai berikut. (1) Kinerja Perusahaan. Variabel kinerja perusahaan dalam penelitian ini dinyatakan dengan menggunakan proksi Return On Assets (ROA) sebagai indikator kinerja berbasis akuntansi. ROA diukur dengan laba sebelum pos luarbiasa dibagi dengan total aset. (2) Ukuran Kinerja Variabel ukuran kinerja dinyatakan dengan variabel Nonfinancial Measure (NFM). Variabel ini dinyatakan dalam bentuk dummy yang diberi skor 1 jika menggunakan ukuran non finansial yang melengkapi ukuran finansial, dan 0 jika hanya menggunakan ukuran finansial. Kriteria perusahaan menggunakan ukuran non finansial dan finansial melalui penggunaan balance scorecard di perusahaan yang diperoleh melalui penjelasan dalam laporan tahunan perusahaan. (3) Strategi Cost Leadership Variabel ini menunjukkan kecenderungan perusahaan untuk menggunakan strategi Cost Leadership. Variabel ini diukur dengan rasio penjualan terhadap total aset untuk mengetahui kecenderungannya. Ukuran ini digunakan dengan mengacu pada Gani dan Jermias (2006). (4) Strategi Product Differentiation Variabel ini menunjukkan kecenderungan perusahaan untuk menggunakan strategi Product Differentiation. Variabel ini diukur dengan rasio marjin kotor terhadap penjualan. Ukuran ini digunakan dengan mengacu pada Gani dan Jermias (2006). (5) Interaksi ukuran kinerja dan Strategi Cost Leadership Variabel ini merupakan hasil dari interaksi antara NFM dan Cost Leadership. Ukuran variabel ini adalah berdasarkan pada hasil perkalian dari nilai variabel NFM dan nilai variabel Cost Leadership. (6) Interaksi ukuran kinerja dan Strategi Product Differentiation Variabel ini merupakan hasil dari interaksi antara NFM dan Product Differentiation. Ukuran variabel ini adalah berdasarkan pada hasil perkalian dari nilai variabel NFM dan nilai variabel Product Differentiation (7) Leverage Variabel ini merupakan variabel kontrol yang menyatakan tingkat perbandingan antara hutang dan ekuitas (debt to equity ratio). Variabel ini diukur dengan total kewajiban dibagi dengan dengan shareholder equity. (8) Size Variabel ini merupakan variabel kontrol yang menyatakan ukuran perusahaan. Variabel ini diukur dengan log total aset. 24
(9) Growth Variabel ini meruapakan variabel kontrol yang menyatakan tingkat pertumbuhan perusahaan. Variabel ini diukur dengan nilai pasar ekuitas ditambah nilai buku utang dibagi dengan nilai buku aset awal tahun. 4.3 Model Penelitian Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Model penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut. ROA = α + β₁NFM + β₂CL + β₃Diff + β₄NFM*CL + β₅NFM*Diff + β₇Lev + β₈Size + β₉Growth + ε Dimana: ROA adalah Return On Assets NFM adalah Nonfinancial Measure CL adalah Cost Leadership Diff adalah Product Differentiation Lev adalah Leverage V. 5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN Rincian Sampel dan Statistik Deskriptif Data yang digunakan adalah merupakan data perusahaan-perusahaan emiten yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dengan periode amatan adalah tahun 20082010. Merujuk pada kriteria yang ada dalam penelitian ini, maka hanya perusahaan manufaktur yang dipilih menjadi sampel. Jumlah perusahaan manufaktur dalam periode amatan adalah sebanyak 142 perusahaan. Disebabkan oleh kelengkapan data, maka tidak semua perusahaan manufaktur yang diambil menjadi sampel akhir. Sampel akhir yang digunakan adalah berjumlah 79 perusahaan. Dengan demikian, jumlah data yang dianalisa adalah sebanyak 237. Rincian sampel penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rincian Sampel Penelitian Jumlah Sampel awal: Laporan Keuangan tidak tersedia Laporan Tahunan tidak tersedia Data tidak lengkap Sampel akhir:
142 perusahaan (14) (21) (28) 79 perusahaan
Hasil statisitik deskriptif variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa variasi pada masingmasing variabel secara umum tidak terlalu menonjol. Khususnya pada variabel return on assets (ROA) yang merupakan proksi untuk kinerja dan menjadi variabel dependen. Tertunjukkan bahwa hampir sebagian besar data sampel tidak menunjukkan jumlah ROA yang terlalu tinggi. Hal tersebut dapat terlihat pada nilai mean yaitu sebesar 0,0814 dengan variansi sebesar 0,0140. Nilai ini mengindikasikan bahwa tingkat perbedaan kinerja antara masing-masing sampel perusahaan tidak terlalu besar. Indikasi yang sama juga ditunjukkan oleh variabel-variabel strategi, yaitu cost leader dan product differentiation. Sedangkan, untuk variabel-variabel kontrol, yaitu leverage, size dan growth, menunjukkan tingkat variasi yang cukup menonjol. Hal tersebut terlihat pada nilai variabel leverage yang memiliki varians cukup besar yaitu 23.472, dengan nilai mean 81,379 dan standar deviasi 153,29086. Hasil ini mengindikasikan bahwa 25
terdapat jarak yang terlalu jauh untuk nilai leverage pada sampel perusahaan. Indikasi yang hampir sama juga ditunjukkan oleh variabel growth. Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Variabel
Mean
Std. Deviasi
Max
Min
Var.
ROA Cost Leader Prod Differ lev size growth
0,0814 1,3476 0,2096 81,3791 12,2589 1,7656
0,1162 0,6269 0,1407 153,2086 0,7444 2,2131
0,5680 4,2600 0,6428 1282,2300 14,3600 16,8500
-0,3940 0,3700 0,0021 0,0010 10,8900 0,3000
0,0140 0,3930 0,0200 23472,8770 0,5540 4,8980
N = 237
5.2
Hasil Pengujian dan Pembahasan Hasil analisis dengan menggunakan regresi berganda berdasarkan model yang diajukan untuk menguji kedua hipotesis disajikan pada Tabel 3. Hasil yang dinyatakan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa secara umum model yang digunakan dapat dinyatakan fit untuk mengukur pengaruh dari ukuran kinerja yang digunakan, strategi, dan interaksi antara ukuran kinerja dan strategi serta beberapa variabel kontrol yang digunakan (Leverage, Size dan Growth), terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan return on assets (ROA). Pernyataan ini dibuktikan pada nilai F-statistik yang diperoleh sangat signifikan dengan nilai sebesar 39,337 probabilitas 0,000 pada level signifikansi 1% (p<0,01). Hal ini juga diperkuat dengan hasil R2 sebesar 0,58 yang berarti diatas 50% variasi perubahan ROA diterangkan oleh variabel-variabel independen yang ada dalam model. Pada Tabel 3 juga tersajikan hasil pengujian untuk masing-masing variabel independen yang dipandang mempengaruhi kinerja perusahaan. Variabel NFM, yang dinyatakan dalam bentuk variabel dummy untuk kategori ukuran kinerja yang digunakan sampel perusahaan, menunjukkan hasil yang sesuai dengan prediksi. Nilai tstatistik sebesar 2,156 dengan probabilitas 0,032 menunjukkan bahwa koefisien untuk variabel ini signifikan secara statistik pada level signifikansi 5% (p<0,05). Hasil ini memperlihatkan bahwa variabel NFM berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan. Selain itu juga tanda nilai koefisien yang positif signifikan, seperti yang diharapkan, menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan ukuran kinerja kombinasian secara signifikan mampu memberikan peningkatan kinerja yang lebih tinggi dalam bandingannya dengan penggunaan ukuran yang hanya berdasarkan pada ukuran finansial. Hasil analisa yang diperoleh tersebut mendukung hipotesis 1 yang diajukan dalam penelitian ini. Hasil yang serupa dengan variabel NFM juga diperoleh variabel strategi yang dalam penelitian ini dijabarkan dalam dua bentuk, yaitu: cost leadership dan product differentiation.Kedua variabel tersebut, cost leadership dan product differentiation, memperoleh nilai t-statistik, masing-masing sebesar 3,522 dan 2,685 dengan probabilitas 0,001 dan 0,008. Nilai-nilai yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa koefisien pada kedua variabel tersebut signifikan secara statistik pada level signifikansi 5% (p<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan kedua strategi tersebut secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Tanda pada nilai koefisien yang positif, seperti yang diprediksi, mengandung arti bahwa kedua pengaruh dari kedua strategi tersebut terhada kinerja perusahaan adalah positif secara statistik, sehingga
26
dapat diasumsikan bahwa penggunaan kedua strategi tersebut akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil pengujian selanjutnya yang dinyatakan dalam Tabel 3 adalah terkait dengan pengujian pengaruh dari interaksi antara penggunaan ukuran kinerja dan strategi perusahaan terhadap kinerja perusahaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai tstatistik untuk interaksi NFM dengan strategi cost leadership adalah sebesar -1,633 dengan probabilitas 0,104. Hasil ini menunjukkan bahwa koefisien interkasi kedua variabel (NFM*Cost Leadership) tersebut tidak signifikan secara statistik. Hasil yang sama juga diperoleh untuk pengujian pengaruh interaksi NFM dengan strategi product differentiation terhadap ROA. Nilai t-statistik yang diperoleh adalah 0,596 dengan probabilitas 0,552, yang berarti bahwa pengaruh interaksi NFM dengan strategi product differentiation terhadap kinerja tidak signifikan secara statistik. Hasil dari pengujian pengaruh kedua interaksi terhadap kinerja yang tidak signifikan memperlihatkan bahwa hipotesis 2 (2a dan 2b) tidak terdukung. Hasil pengujian lainnya yang ditunjukkan pada Tabel 3 adalah pengujian variabel-variabel kontrol, yaitu leverage, Size, dan Growth, terhadap ROA. Hasil pengujian yang diperoleh untuk variabel leverage yaitu nilai t-statistik adalah sebesar 2,313 dengan probabilitas 0,022. Artinya bahwa leverage berpengaruh negatif signifikan secara statistik terhadap kinerja perusahaan pada level signifikansi 5% (p<0,05). Selanjutnya, variabel size memperoleh t-statistik adalah sebesar 4,062 dengan probabilitas 0,000. Ini menunjukkan bahwa size berpengaruh positif signifikan secara statistik terhadap kinerja perusahaan pada level signifikansi 1% (p<0,01). Sedangkan yang terakhir, yaitu variabel growth. Variabel growth memperoleh t-statistik sebesar 9,761 dengan probabilitas 0,000. Sama seperti variabel size, variabel growth juga berpengaruh positif signifikan secara statistik terhadap kinerja perusahaan pada level signifikansi 1% (p<0,01). Secara keseluruhan tanda koefisien dari ketiga variabel kontrol tersebut sesuai dengan yang diprediksi. Tabel 3. Hasil Regresi dari Return On Assets, Kombinasi Ukuran Kinerja, dan Strategi Perusahaan
Variabel Konstanta NFM Cost Leader Prod Differ NFM * Cost Leader NFM * Prod Differ Lev Size Growth
Tanda Prediksi
Nilai Koefisien Regresi
? + + + + + +
-,411 ,166 ,031 ,115 -,130 ,143 -005 ,031 ,032
Nilai t-Test -4,193 2,156 3,522 2,685 -1,633 0,596 -2,313 4,062 9,761
Tingkat Signifikansi 0,000 0,032** 0,001** 0,008** 0,104 0,552 0,022** 0,000*** 0,000***
Nilai F-test 39,337 Probabilitas 0.000*** R2 ,580 2 Adjusted R ,565 *** Signifikan pada 1% ; ** Signifikan pada 5%; * Signifikan pada 10% NFM (Nonfinancial Measure) diukur dengan menggunakan variabel dummy, yaitu: 1= kombinasi ukuran finansial dan nonfinansial ; 0= penggunaan ukuran finansial.
27
5.3
Pembahasan Hasil Pengujian dan analisis yang dilakukan memperlihatkan sejumlah temuan empiris. Temuan empiris tersebut terkait dengan dampak dari penggunaan ukuran kinerja terhadap kinerja perusahaan serta pengaruh dari karakteristik perusahaan terhadap hubungan antara ukuran kinerja dan kinerja. Secara umum, temuan penelitian ini yang menunjukkan bahwa penggunaan ukuran kinerja dapat mempengaruhi kinerja. Temuan ini konsisten dengan temuan dari beberapa penelitian sebelumnya seperti: Pollanen dan Xi (2011), Symon dan Jacobs (1995); Abernethy dan Lillis (1995); Chenhall (1997) dan Hirschey et al. (1998). Akan tetapi, berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya, penelitian ini mencoba untuk memberikan bukti empiris bahwa penggunaan ukuran kinerja yang dapat meningkatkan kinerja haruslah didasari pada pemilihan ukuran kinerja yang tepat. Ketepatan dalam pemilihan kinerja yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah bagaimana manajemen mampu untuk melihat kemungkinan lain dalam penggunaan ukuran kinerja dengan tidak hanya terpaku pada menggunakan salah satu ukuran kinerja tertentu. Kemampuan manajemen dalam memilih kombinasi ukuran kinerja yang akan diterapkan mengindikasikan bahwa adanya upaya dari manajemen untuk meningkatkan kinerja. Penggunaan ukuran kinerja yang berbasis finansial secara tunggal dalam perusahaan yang selama ini telah digunakan tidak berarti bahwa ukuran kinerja tersebut tidak dapat dikombinasikan. Pandangan untuk mendikotomikan antara ukuran kinerja finansial dan nonfinansial sudah selayaknya dihentikan demi upaya untuk meningkatkan kemajuan perusahaan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan ukuran kinerja yang dikombinasikan mampu untuk meningkatkan kinerja. Terkait dengan mempertimbangkan faktor kontijensi pada hubungan antara penggunaan ukuran kinerja dan kinerja perusahaan, hasil dari penelitian ini belum dapat memberikan bukti yang memadai. Hal ini dapat dilihat pada tidak terdukungnya hipotesis 2. Akan tetapi, jika dilihat arah terhadap hasil yang diharapkan dari pengujian yang dilakukan sudah menunjukkan sesuai dengan harapan. Hal ini dapat dilihat pada tanda koefisien pada masing-masing variabel. Tanda tersebut secara tidak langsung berusaha untuk menunjukkan bahwa sebenarnya faktor strategi memiliki pengaruh dalam kaitan antara penggunaan ukuran kinerja dan kinerja perusahaan. Arah negatif pada interaksi dari NFM dan strategi cost leadership, secara tidak langsung menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi ukuran kinerja finansial dan nonfinansial tidak efektif digunakan pada perusahaan yang memiliki kecenderungan menggunakan strategi strategi cost leadership. Demikan pula sebaliknya dengan tanda yang ditunjukkan pada interaksi dengan strategi product differentiation. VI. 6.1
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini, secara umum, bertujuan untuk menguji pengaruh dari penggunaan ukuran kinerja terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Secara spesifik menguji dampak dari penggunaan kombinasi ukuran kinerja finansial dan nonfinansial terhadap kinerja dalam bandingannya dengan hanya menggunakan ukuran kinerja finansial. Selain itu juga, dalam konteks teori kontijensi, penelitian ini menguji pengaruh dari strategi perusahaan dalam memahami hubungan antara penggunaan ukuran kinerja dan kinerja perusahaan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pilihan penggunaan ukuran kinerja mempengaruhi secara positif signifikan kinerja perusahaan. Hasil ini mendukung temuan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara penggunaan ukuran kinerja dan peningkatan kinerja perusahaan. Selain itu juga, 28
secara lebih spesifik hasil penelitian ini mampu menunjukkan bahwa kemampuan kombinasi ukuran kinerja finansial dan nonfinansial dalam meningkatkan kinerja perusahaan terbukti lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan ukuran kinerja finansial. Temuan ini secara tidak langsung telah menunjukkan bahwa penggunaan ukuran kinerja nonfinansial yang selama ini dipandang tidak dapat memberikan kontribusi positif bagi perusahaan dengan berbagai kelemahan yang ada, tidaklah tepat. Akan tetapi penelitian ini belum dapat membuktikan pengaruh dari faktor strategi perusahaan terhadap hubungan antara penggunaan ukuran kinerja dan peningkatan kinerja perusahaan. 6.2 Saran Mengacu pada hasil temuan dalam penelitian ini. Maka hal – hal penting yang perlu disarankan untuk ditindak lanjuti oleh pihak – pihak terkait adalah sebagai berikut : 1. Ketidak mampuan ukuran yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui kecenderungan penggunaan strategi yang digunakan perusahaan menjadi kendala dalam membuktikan pengaruh dari faktor strategi terhadap hubungan dari penggunaan ukuran kinerja dan kinerja perusahaan. 2. kelemahan lain yang dirasakan oleh peneliti adalah terkait dengan hanya menggunakan salah satu faktor kontijensi dalam menjelaskan pengaruh dari faktor kontijensi terhadap hubungan ukuran kinerja dan kinerja perusahaan. Peneliti berharap hal ini dapat menjadi terobosan bagi pengembangan penelitian ke depan. Sehingga dimasa depan pengembangan pemahaman tentang penggunaan ukuran kinerja dan pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja semakin banyak diperoleh. DAFTAR PUSTAKA Abernethy, M.A., Lillis, A.M., 1995. The impact of manufacturing flexibility on management control system design. Accounting, Organizations and Society 20, 241–1241. Amir, E., Lev, B., 1996. Value-relevance of nonfinancial information: The wireless communications industry. Journal of Accounting and Economics 22 (1–3), 3–30 Barua, A., Kriebel, C. and Mukhopadhyay, T. 1995. Information Technologies and Business Value: An Analytic and Empirical Investigation. Information Systems Research, 6(1), 3-23 Chenhall, R.H., 1997. Reliance on manufacturing performance measures, total quality management and organizational performance. Management Accounting Research 8 (2), 187–206. Fisher. 1995. Use of nonfinancial performance measures. In Readings in Management Accounting, edited by S.M. Young, 329-335. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Gani, L. & Jeremias, J. 2006. Investigating The Effect of Board Independence on Performance Across Different Strategies.The International Journal of Accounting. Govindarajan, V., and A. K. Gupta. 1985. Linking control systems to business unit strategy: Impact on performance. Accounting, Organizations and Society 10: 51– 66. Hirschey, M., V. Richardson, and S. Scholz. 1998. Value relevance of nonfinancial information: The case of patent data. Working paper, University of Kansas. Hyvӧ nen, J., 2007. Strategy, Performance Measurement Techniques and Information Technology of The Firm and Their Link to Organizational Performance. Journal of Management Accounting Research (18): 343–366 29
Ittner, C.D., Larcker, D.F., 1998b. Are nonfinancial measures leading indicators of financial performance? An analysis of customer satisfaction. Journal of Accounting Research 36: 1–35. Ittner, C.D., Larcker, D.F., 1998a. Innovations in performance measurement: Trends and research implications.Journal of Management Accounting Research (10): 205–238. Jeremias, J. & Gani, L. 2005. Ownership Structure, Contingent-Fit, and Business-Unit Performance: A Research Model and Empirical Evidence. The International Journal of Accounting. Pollanen, R, M., & Xi, Kenneth, K. 2011. The Use of Balance Scorecard Measure in Executive Incentive and Firm Performance. American Accounting Association Mid-Atlantic Meeting. Porter, M.E., 1985. Competitive advantage. Free Press, New York. Porter, M.E., 1980. Competitive strategy. Free Press, New York. Said, A.A., HassabElnaby, H.R., Wier, B., 2003. An empirical investigation of the performance consequences of nonfinancial measures. Journal of Management Accounting Research 15, 193–223 Simons, R., 1987. Accounting control systems and business strategy: an empirical analysis. Accounting, Organizations and Society 12 (4), 357–374. Simons, R., 1987. Accounting control systems and business strategy: an empirical analysis. Accounting, Organizations and Society 12 (4), 357–374. Widener, S,K. 2006. Human Capital, Pay Structure, and Use of Performance Measure In Bonus Compensation. Journal of Management Accounting Research (17): 198– 221.
30
MENGAPA PERUSAHAAN MEMBAYAR DIVIDEN? Novi S. Budiarso (Email :
[email protected]) Abstract Dividend decisions, as determined by a firm’s dividend policy, are a type of financing decisions that affects the amount of earnings that a firm distributes to shareholders versus the amount of retains and reinvests. This paper examine the determinats of dividend payout of firms listed on Indonesian stock exchanges. Different variables related to the firms operations; profitability, firm size, leverage and liquidity was analyzed on the dividend payouts of the firm. Using of 230 sample firms over the period 2010 to 2011, this study try to explore the dividend policy. Regression logistic binary was applied to analysis the research questions. Results Show that profitability, and firm size have significant relationship with the dividend payout of the company, while leverage and liquidity have insignificant relationship with dividend payout. This indicate that in Indonesian stock exchange firm pay dividend based on their profit, the larger the firm the willing the firm to pay dividend. Keywords : Profitability, Firm Size, Leverage, Liquidity, Dividend Payout 1.PENDAHULUAN Dividen telah menjadi tajuk utama dalam penelitian-penelitian keuangan dan menimbulkan masalah kontroversi dalam manajemen keuangan. Kebijakan dividen dari perusahaan merupakan teka-teki untuk peneliti keuangan dan menjadi suatu hal yang penting karena dua alasan: disatu pihak itu adalah faktor yang berpengaruh pada investasi perusahaan dan dapat mengurangi sumber daya internal dan meningkatkan kebutuhan untuk sumber daya eksternal keuangan, di sisi lain, sebagian besar pemegang saham menginginkan kebijakan dividen tunai. Karena itu, untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham, manajer harus membuat keseimbangan antara kepentingan yang berbeda dari pemegang saham dan peluang yang menguntungkan untuk investasi. Kebijakan dividen memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian tentang bagaimana perusahaan mengelola secara bersamaan bersaing kepentingan pemegang saham dan kreditur. Dividen mengurangi kekhawatiran pemegang saham tentang pengambilalihan oleh para manajer, dilain pihak mengintensifkan kekhawatiran kreditur tentang pengambilalihan atas pemegang saham. Kebijakan dividen dari waktu ke waktu selalu menjadi teka-teki bagi peneliti. Manajer mempertahankan keuntungan perusahaan untuk berinvestasi kembali dan mengurangi pembiayaan untuk mendapatkan peluang investasi ke tingkat yang wajar atau menyatakan bagian dari itu sebagai dividen dan bahwa keuntungan yang didistribusikan sesuatu yang akan mengurangi sumber daya yang tersedia untuk investasi. Dividen merupakan laba perusahaan yang dibagikan perusahaan kepada shareholders. Ada banyak alasan mengapa perusahaan memilih untuk membayar dividen atau tidak. Beberapa perusahaan memilih untuk mengubah laba menjadi dividen namun ada juga perusahaan yang memilih untuk melakukan investasi dari laba yang diperoleh. Motivasi aktual perusahaan membayar dividen belum jelas. 31
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan faktor-faktor finansial yang mempengaruhi dividen pada perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Selanjutnya apakah terdapat hubungan antara karakteristik finansial yang berbeda sehubungan dengan perusahaan membayar dividen atau tidak? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi strategi pembayaran dividen? Penelitian ini juga berusaha mengeksplorasi teori mana dari kebijakan dividen yang menjelaskan perilaku dividen tersebut. 2. TINJAUAN PUSTAKA Dividend Irrelevance Theory dari Miller dan Modigliani (1961) menyatakan bahwa nilai perusahaan dan kemakmuran dari shareholder tidak beruhubungan dengan keputusan harus membayar dividen atau tidak. Shareholders bisa mengadakan sendiri “homemade”, jika perusahaan tidak membayar dividen maka shareholders bisa menjual saham dan membuat dividen homemade. Brigham dan Houston (2004) menyatakan bahwa jika perusahaan membayar dividen yang tinggi maka shareholders akan memilih untuk menggunakan kelebihan dividen untuk membeli saham tambahan. Kedua argument ini yang menggarisbawahi asumsi dari irrelevance hypothesis, dimana argumen ini menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara capital gains dan dividen. Hal ini yang membuat shareholders tidak menginginkan untuk membayar harga yang tinggi untuk saham dengan dividen yang tinggi. Penelitian-penelitian selanjutnya menyatakan bahwa Dividend Irrelevance Theory tidak didasarkan pada pasar modal yang sempurna. Hasil penelitian empiris yang berbeda menyajikan bukti bahwa keputusan dividen relevan dengan nilai dan kemakmuran dari shareholders. Salah satu asumsi adalah Bird In Hand Theory oleh Lintner (1956) yang menyatakan bahwa dividen secara positif memiliki hubungan dengan nilai perusahaan. Investor memberikan nilai lebih tinggi atas dividend yield dibandingkan dengan capital gain yang diharapkan dari pertumbuhan harga saham apabila perusahaan menahan laba untuk dipakai membelanjai investasi, karena komponen dividend yield risikonya lebih kecil dibandingkan dengan komponen pertumbuhan pada persamaan pendapatan yang diharapkan. Argumen ini didasarkan pada ketidakpastian yang tinggi sehubungan dengan capital gains dan dividen yang dibayar pada masa yang akan datang. Dividen yang dibayarkan saat ini lebih bisa diprediksi dari pada capital gains, sejak harga saham ditentukan oleh pasar dan bukan oleh manajer, hal ini yang membuat tingginya tingkat ketidakpastian. Meskipun demikian, Gordon (1962) mengatakan bahwa didasarkan atas pemikiran logis bahwa nilai waktu yang semakin jauh, semakin tinggi tingkat ketidakpastian sehubungan dengan capital gains dan dividen. Capital gains di masa depan bisa menyajikan return yang tinggi lebih dari pembayaran dividen saat ini, tidak ada jaminan bahwa investor akan mengakumulasi return yang tinggi sehubungan dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Signaling Theory merupakan salah satu teori yang menyatakan adanya hubungan antara dividen dengan harga saham. Bhattacharya (1979) mengatakan bahwa dividen berfungsi sebagai signal terhadap arus kas masa depan. Meskipun tidak ada manfaat pajak atas dividen, perusahaan akan memilih untuk membayar dividen dengan tujuan memberikan signal positif kepada shareholders dan outside shareholders. Bhattacharya mengasumsikan bahwa investor memiliki informasi yang sempurna sehubungan dengan dividen dan capital gains, serta pajak atas dividen lebih tinggi dibandingkan dengan capital gains. Baker (2009) mengatakan bahwa sumber informasi perusahaan seperti data akuntansi dan laporan prospek masa depan tidak sepenuhnya dapat diandalkan karena belum menggambarkan profitabilitas perusahaan di masa yang akan datang. Oleh karena investor memiliki informasi yang tidak sempurna sehubungan dengan laba perusahaan maka perusahaan harus mencari cara lain untuk meyakinkan investor luar tentang 32
arus kas dan laba masa yang akan datang. Peningkatan pembayaran dividen merupakan salah satu signal kepada investor, meskipun dividen dikenakan pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan capital gains, investor mau membayar pajak yang tinggi atas dividen untuk menukarnya dengan signal positif dari dividen sehubungan dengan nilai dari saham. Teori lainnya adalah Agency Theory. Rozeff (1982) menguji hubungan antara pembayaran dividen dan beberapa faktor perusahaan. Hasil penelitian menyatakan adanya hubungan antara jumlah shareholders dengan pembayaran dividen. Menurut Rozeff perusahaan dengan kepemilikan shareholders eksternal yang besar harus membayar dividen yang tinggi untuk mengurangi konflik keagenan. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pembayaran dividen dengan risiko, kepemilikan insider dan pertumbuhan. Sedangkan antara pembayaran dividen kepemilikan insider memiliki hubungan yang negatif, karena dengan adanya kepemilikan saham yang besar oleh insiders maka perusahaan tidak harus membayar dividen yang tinggi. Selain itu Rozeff mengatakan bahwa kemungkinan pertumbuhan dimasa depan memiliki dampak terhadap dividen dibandingkan dengan pertumbuhan masa lalu yang telah direalisasi. Menurut Jensen dan Meckling (1976), biaya keagenan merupakan biaya yang timbul antara principals (stockholders) dan agents (management). Dimana principals mempekerjakan dan mendelegasikan agent dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan principals. Hanya saham dan utang yang bisa digunakan sebagai klaim terhadap perusahaan. Namun Jensen dan Meckling tidak menyajikan bukti yang kuat sehubungan dengan efek dari biaya keagenan terhadap kebijakan dividen. Easterbrook (1984) melakukan pengujian apakah pembayaran dividen bisa digunakan untuk meminimalkan biaya keagenan yang terjadi antara manajer dan investor. Ada dua faktor yang mempengaruhi biaya keagenan suatu perusahaan, biaya monitoring dan risk aversion preferences dari manajer. Teori lain yang menjelaskan biaya keagenan adalah free cash flow oleh Jensen (1986), biaya keagenan timbul seiring kenaikan free cash flow. Karena shareholders harus melakukan supervisi guna mencegah manajer dari usaha memperbesar pengeluaran dan investasi yang tidak menguntungkan. Hal yang sama dinyatakan oleh Agrawal dan Jayaraman (1994), ratio pembayaran dividen oleh equity firms lebih tinggi dari levered firms yang merupakan kelompok kontrol. Selanjutnya equity firms, dengan kepemilikan manajerial yang rendah melakukan pembayaran dividen yang tinggi. Secara keseluruhan dividen dan kepemilikan manajerial merupakan mekanisme substitusi guna mengurangi biaya keagenan pada equity firms. Life cycle theory menyatakan bahwa kebijakan dividen yang optimal dari perusahaan tergantung pada tingkat siklus hidup perusahaan. Semakin dewasa perusahaan semakin meningkat rasio pembayaran dividen yang optimal. Pembayar dividen adalah perusahaan dewasa, dengan rasio yang tinggi dari laba untuk kontribusi modal, sedangkan perusahaan baru, pertumbuhan yang tinggi tidak membayar dividen. Penelitian tentang hubungan antara dividen dan profitabilitas dilakukan oleh Pruitt dan Gitman (1991), Fama dan French (2000), Al-Kuwari (2009), Al- Malkawi, Twairesh dan Harery (2013) hasil penelitian menyatakan bahwa profitabilitas memiliki hubungan signifikan dengan pembayaran dividen. Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang menentukan pembayaran dividen. Penelitian tentang hubungan antara ukuran perusahaan dan pembayaran dividen dilakukan oleh Redding (1997), Al-Kuwari (2009), Shubiri (2011) dan Mehta (2012). Hubungan antara Leverage dan pembayaran dividen dilakukan oleh Gupta dan Banga (2010), hasil penelitian mengatakan bahwa leverage memiliki hubungan signifikan negative dengan pembayaran dividen, perusahaan akan membayar dividen jika memanfaat laba ditahan (risiko rendah) dibandingkan dengan dana eksternal ekuitas dan utang. Dengan kata lain tingkat 33
pembayaran yang tinggi akan mengakibatkan pembayaran dividen yang rendah. Alam dan Hossain (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa leverage memiliki hubungan yang signifikan dengan pembayaran dividen. Penelitian tentang hubungan antara likuiditas dan pembayaran dividen dilakukan oleh Zameer, Rasool, Iqbal dan Arshad (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara likuiditas dengan pembayaran dividen. Sedangkan penelitian Maniagi, Ondiek, Musiega, Maokomba dan Egessa (2013) menyatakan bahwa likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap pembayaran dividen. 3. METODE PENELITIAN 3.1.Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang berupa data rasio keuangan yang berasal dari laporan keuangan audit dan terpublikasi untuk periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2011. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah berasal dari Bursa Efek Indonesia (BEI). 3.2.Populasi dan Sampel Sektor Jumlah Agriculture 25 Mining 58 Basic Industry And Chemicals 112 MiscellaneousIndustry 77 Trade, Services & Investment 182 Total 454 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia yang berjumlah 502 perusahaan. Sample penelitian dipilih menggunakan metode purposive sampling, diperoleh 227 perusahaan sebagai sample penelitian dengan 454 observasi. 3.3.Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi logistic binary. Model yang digunakan pada regresi logistik multinomial adalah: Ddummy = β0 + βDER +βROA + βSize + βCR + є 3.3.1. Penilaian Kesesuaian Model (model fit test) Terdapat 3 (tiga) cara penilaian kesesuaian model regresi logistik dengan data yang ada. Ketiga cara tersebut menurut Ghozali (2009) yaitu dengan melihat penurunan nilai statistik -2 Log Likelihood, kenaikan nilai R2 Cox dan Snell/nilai R2 Nagelkerke, dan nilai probabilitas dari statistik Hosmer-Lemeshow. Nilai -2 Log Likelihood Ratio dengan melihat penurunan nilai statistik -2 Log Likelihood. Penurunan nilai -2 Log Likelihood yang dimaksudkan adalah penurunan nilai sebelum dan setelah adanya variabel bebas dalam model. Selanjutnya selisih nilai -2 Log Likehood ini dibandingkan dengan nilai χ2. Tabel dengan selisih derajat kebebasan/degree of freedom (df). Derajat kebebasan yang dimaksudkan yaitu derajat kebebasan setelah penambahan variabel bebas (df2)7 dan derajat kebebasan sebelum adanya penambahan variabel bebas (df1)8. 34
Apabila nilai selisih statistik -2 Log Likelihood lebih besar daripada χ2 tabel, maka dapat dikatakan penurunan nilai statistik -2 Log Likehood signifikan, artinya penambahan variabel bebas ke dalam model memperbaiki kesesuaian model, Ghozali (2009). Koefisien Cox dan Snell Square dan Nagelkerke R Square Cox dan Snell’s R Square merupakan ukuran yang hampir sama dengan R2 pada multiple regression yang didasarkan pada estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga sulit diinterpretasikan. Negelkerke’s R2 merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan cara membagi nilai Cox dan Snell R dengan nilai maksimumnya, Ghozali (2009). Hosmer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Tests, keputusan penolakan atau penerimaan hipotesis dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 5%. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Tests menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak, berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga Goodness Fit Model tidak baik, karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol diterima, berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. 3.4.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel dependen pada penelitian ini adalah pembayar dividen yang diukur dengan dummy yang memiliki klasifikasi sebagai berikut: 1.Perusahaan yang tidak membayar dividen atau D0 2.Perusahaan yang membayar dividen atau D1 Sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah profitabilitas, ukuran perusahaan, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. 1. Leverage adalah hubungan antara utang perusahaan terhadap modal maupun aset dan untuk menilai seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity) perusahaan yang baik memiliki komposisi modal lebih besar dari utang. Leverage dalam penelitian ini diproksikan dengan Debt to Equity Ratio yaitu, rasio yang menunjukan persentase penyedian dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman yang diformulasikan: Debt to Equity Ratio =
Total Liabilities Total Equity
2. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas diukur dengan menggunakan Return On Assets, yang diformulasikan: Return On Asset =
Earnings After Tax Total Asset 35
3. Firm Size (Ukuran perusahaan) adalah besarnya perusahaan menurut total aktiva yang dimiliki, diukur dengan menggunakan ln total aset. 4. Current Ratio adalah rasio keuangan yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya yang harus dipenuhi. Dalam menganalisis posisi likuiditas perusahaan dapat menggunakan dua macam rasio yaitu : Current Ratio =
Current Assets Current Liabilities
3.5.Hipotesis Hipotesis penelitian ini disusun sebagai berikut: Ha1 : Leverage berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen Ha2 : Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen Ha3 : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen Ha4 : Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil 4.1.1.Analisis Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai variabel-variabel dalam penelitian yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum. Hasil analisis statistik deskriptif dari masing-masing variabel dalam penelitian menggunakan program SPSS (Lihat Tabel 2) Tabel 2. Statistik Deskriptif
Dividen DER ROA Size CR Valid N (listwise)
N 454 454 454 454 454 454
Minimum 0.00 -51.33 -132.03 8.00 0.00
Maximum 1.00 60.22 341.56 19.00 9007.51
Mean 0.1476 1.3988 7.5283 13.8150 317.0050
Std. Deviation 0.35507 5.63509 25.55008 1.93404 871.34854
Jumlah pengamatan dalam penelitian ini sebanyak 454 pengamatan (lihat Tabel 2). Dividen yang merupakan variabel dependen memiliki nilai minimum 0,00, nilai maksimum 1,00, rata-rata 0.1476 dan standar deviasi 0.35507. nilai dari variabel dependen yang berkisar antara 0,00 dan 1,00 karena variabel ini merupakan variable dummy. Leverage yang diukur dengan DER memiliki nilai minimum -51.33, nilai maksimum 60.22, rata-rata 1.3988 dan standar deviasi 5.63509. Profitabilitas yang diukur dengan ROA memiliki nilai minimum --132.03, nilai maksimum 341.56, rata-rata 7.5283 dan standar deviasi 25.55008. Size atau ukuran perusahaan memiliki nilai minimum 8,00, nilai maksimum 19.00, rata-rata 13.8150, standar deviasi 1.93404.
36
Current Ratio memiliki nilai minimum 0, nilai maksimum 9007.51, rata-rata 317.0050 dan standar deviasi 871.34854. 4.1.2.Penilaian Kesesuaian Model (model fit test) 4.1.2.1.Uji -2 Log Likelihood Tabel 3. -2 Log Likelihood Step Iteration
Coefficients -2 Log likelihood
Constant
Step 0 1
387.304
-1.410
2
380.054
-1.718
3
379.983
-1.753
4
379.983
-1.754
Step 1 1
353.745
-4.378
2
327.813
-7.709
3
324.788
-9.360
4
324.718
-9.631
5
324.718
-9.638
6 324.718 -9.638 Untuk melihat model yang lebih baik untuk memprediksi kemungkinan perusahaan dalam membayar dividen, dilihat dari -2 Log Likelihood. Dari hasil perhitungan -2 Log Likelihood step 0, sebesar 387.304 (lihat Tabel 3). Kemudian terjadi penurunan pada step 1 nilai -2 Log Likelihood menjadi 324.718. Dapat disimpulkan bahwa penambahan variable DER, ROA, Size, dan Current Ratio ke dalam model, memperbaiki model fit regresi logistik. Tabel 4. Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1
Block
Chi-square 55.265 55.265
Model
55.265
Step
df
Sig. 4 4
0.000
4
0.000
0.000
Hasil uji Omnibus Tests of Model Coefficients (lihat Tabel 4), merupakan uji simultan dengan tujuan untuk mengetahui apakah DER, ROA, Size, dan Current Ratio, secara bersama sama mempengaruhi kebijakan dividen. Dari data tabel 4 dapat diketahui bahwa selisih -2 Log Likelihood untuk model yang memasukkan konstanta saja dengan -2 Log L untuk model dengan konstanta dan variabel bebas adalah 55.265 dengan signifikansi 0,000. Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak, dan penambahan variabel bebas ke dalam model memperbaiki model fit.
37
4.1.2.2. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test Tabel 5. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test Step
Chi-square
df 8
Sig. 0.292
1 9.626 Hasil pengujian (lihat Tabel 5) menunjukkan Chi-square sebesar 18.756 dengan nilai probabilitas signifikan sebesar 0.292 > 0,05 maka hipotesis nol diterima. Hal ini berarti model regresi layak untuk digunakan dalam analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Atau dapat dikatakan bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya. 4.1.2.3.Uji Nagelkerke’s R Square Tabel 6. Hasil Pengujian Nagelkerke’s R Square Model Summary Cox & Snell R Nagelkerke R Step -2 Log likelihood Square Square a 1 324.718 0.115 0.202 Nilai Nagelkerke’s R Square (lihat Tabel 6) adalah sebesar 0.202 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 20.2%, sisanya sebesar 79.8% dijelaskan oleh variabilitas variabel - variabel lain di luar model penelitian. Atau secara bersama-sama variasi variabel DER, ROA, Size, dan Current Ratio dapat menjelaskan variasi variabel Pembayaran Dividen sebesar 20.2%. 4.1.3. Ketepatan Prediksi Klasifikasi Tabel 7. Klasifikasi Predicted Ddummy Percentage Correct Observed Tidak membayar Membayar dividen dividen Step 1 Dividen Tidak membayar dividen 384 3 100.0 Membayar dividen 63 4 0.0 Overall Percentage 85.5 Output tabel klasifikasi (lihat Tabel 7) mengindikasikan dalam model regresi logistik, perusahaan yang tidak membayar dividen adalah 387 perusahaan sedangkan hasil observasi menunjukkan hanya 384 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi yang diamati untuk perusahaan yang tidak membayar dividen sebesar 0.99% (384/387). Sedangkan prediksi untuk perusahaan yang membayar dividen 67 perusahaan, sedangkan hasil observasi menunjukkan hanya 63 perusahaa, maka ketepatan prediksi klasifikasi yang diamati untuk perusahaan yang membayar dividen 0.06% (4/67). Secara keseluruhan ketepatan klasifikasi prediksi sebesar 85.5%
38
4.2.Pembahasan Tabel 8. Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B S.E. Wald ROA 0.017 0.005 11.841 Step 1 DER -0.036 0.037 0.950 Size 0.536 0.087 38.172 CR 0.000 0.000 0.010 Constant -9.638 1.326 52.801 a. Variable(s) entered on step 1: Size, ROA, SC a
df 1 1 1 1 1
Sig. 0.001 0.330 0.000 0.920 0.000
Exp(B) 1.017 0.964 1.710 1.000 0.000
Lower 1.007 0.896 1.442 0.999
Upper 1.027 1.038 2.027 1.001
Output variables in the equation (lihat Tabel 8) menunjukkan nilai signifikansi berdasarkan Wald Statistic, jika model signifikan, maka nilai sig. adalah kurang dari 0,05. Hasil perhitungan dari Wald Statistic menunjukkan bahwa variabel ROA dan Size berpengaruh signifikan terhadap variable pembayaran dividen, sedangkan variable DER dan CR tidak berpengaruh signifikan terhadap variable pembayaran dividen. a.Hasil uji Hipotesis Ha1 Koefisien variabel ROA: uji Wald = 11.841, signifikan pada probabilitas 0.001 < α = 0.05. Arah positif menunjukkan bahwa semakin tinggi ROA maka akan menaikkan kemungkinan pembayaran dividen. Hal ini menunjukkan Ha1 diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa bila terjadi kenaikan ROA maka Dividend Payout Ratio akan semakin tinggi. ROA yang tinggi menunjukan kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tinggi. Tanda positif dalam penelitian ini sesuai dengan teori Information Content atau Signaling Hypothesis, Modigliani dan Miller (1961) yang menyatakan bahwa kenaikan dividen merupakan suatu sinyal kepada investor bahwa manajemen meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa yang akan datang, berdasarkan teori tersebut menunjukkan bahwa penghasilan yang tinggi melalui asset yang dimiliki yang tercermin dalam Return On Asset (ROA) menunjukkan pengaruh positif terhadap kebijakan dividen yang tercermin dalam Dividend Payout Ratio (DPR). Sedangkan La Porta, Lopez, Shleifer dan Vishny (2000) menyatakan bahwa shareholders akan mengambil kas dividen dari laba perusahaan. Penelitian ini mendukung penelitian dari Jensen, Solberg dan Zorn (1992), Han dan Suk (1999) dan Fama dan French (2000). b. Hasil uji Hipotesis Ha2 Koefisien variable DER: uji Wald = 0.950, signifikansi pada probabilitas 0.330 > α = 0.05. Hal ini menunjukkan Ha2 ditolak. Artinya variable DER tidak berpengaruh signifikan terhadap pembayaran dividen. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Gupta dan Banga (2010) dan Al Makawai (2007) yang mengatakan bahwa leverage memiliki hubungan negative signifikan dengan pembayaran dividen. Hasil penelitian ini juga tidak konsisten dengan penelitian Alam dan Hossain (2010) b. Hasil uji Hipotesis Ha3 Variabel Size: uji Wald = 38.172, signifikan pada probabilitas 0.000 < α = 0.05. Arah positif menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka akan menaikkan kemungkinan pembayaran dividen. Hal ini menunjukkan hipotesis Ha2 diterima. 39
Hasil penelitian ini mendukung Agency Costs Theory yang menyatakan bahwa bagi perusahaan besar yng memiliki sebaran kepemilikan yang luas, memiliki kesepakatan kontrol yang baik dimana implikasinya adalah berkurangnya Agency Cost. Lloyd, Jahera dan Page (1995) dan Holder, Langrehr dan Hexter (1998) mengatakan bahwa suatu perusahaan yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal untuk meningkatkan dana dengan biaya yang lebih rendah, sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal. Hal ini menyebabkan perusahaan besar cenderung memberikan dividen yang lebih besar disbandingkan perusahaan kecil, karena perusahaan kecil memiliki kecenderungan lebih sedikit dalam mengahasilkan laba, Fama dan French (1995). Penelitian ini mendukung penelitian dari Redding (1997) dan Al-Makawi (2007) c. Hasil uji Hipotesis Ha4 Variabel Current Ratio: uji Wald 0.010, signifikansi pada probabilitas 0.920 > α = 0.05 menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan dari variable Current Ratio terhadap pembayaran dividen. Hal ini menunjukkan hipotesis Ha4 ditolak. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Gupta dan Banga (2010) dan Zameer, Rasool, Iqbal dan Arshad (2013) namun sejalan dengan penelitian Maniagi, Ondiek, Musiega, Maokomba dan Egessa (2013). Persamaan regresi yang dibentuk adalah: Ddummy = -9.638 + 0.017ROA +-0.036DER + 0.536Size +0.000CR + є 5.Kesimpulan Penelitian ini menyimpulkan bahwa profitabilitas, ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pembayaran dividen.Sedangkan leverage dan likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap pembayaran dividen. Sehubungan dengan profitabilitas, dapat diinterpretasikan bahwa perusahaan-perusahaan yang terdaftar pada BEI sebagian besar mendasarkan pembayaran dividennya pada profitabilitas perusahaan. Hasil penelitian ini membuktikan adanya berlakunya signaling theory pada perusahaan yang terdaftar di BEI. Ukuran perusahaan dapat menjelaskan keputusan perusahaan dalam pengambilan keputusan apakah akan membayar dividen atau tidak. Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar probabilitas perusahaan membayar dividen. Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pembayaran dividen hal ini tidak sejalan dengan Jensen (1986) yang menyatakan bahwa pembayaran dividen merupakan substitusi yang sangat efektif untuk mengurangi biaya agency atas free cash flow karena, relatif terhadap pembayaran dividen. Artinya hasil penelitian ini tidak mendukung teori agency sebagai dasar pembayaran dividen. Hubungan ukuran perusahaan dengan dividen sebagaimana yang dikatakan Fama and French (2001) bahwa dividen cenderung dibayar oleh perusahaan yang besar dengan tingkat profitabilitas yang tinggi dan kesempatan pertumbuhan yang kecil. Hal ini mendukung life cycle theory. Current ratio 6.Saran Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan sampel yang lebih besar sehingga meningkatkan validitas data. Sampel sebaiknya membandingkan antar sector dari perusahaanperusahaan yang terdaftar di BEI, misalnya antara sektor industri dasar dan kimia dengan sektor keuangan. Analisis ini dapat mengidentifikasikan sector mana yang paling rendah dan tinggi 40
dalam hal pembayaran dividen. Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, sebaiknya melakukan penambahan variabel yang bisa menjelaskan tentang keputusan perusahaan untuk membayar dividen atau tidak, misalnya pertumbuhan perusahaan, likuiditas, laba dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA Alam, MD, Zahangir dan Hossain, M. E. (2012). Dividend Policy: A Comparative Study of UK and Bangladesh Based Companies. IOSR Journal of Business and Management, 1(1), 5767. Brigham, E. F dan Houston, J. F. (2004). Fundamentals of Financial Management. 10 edition Mason: South-Western Fama, E. F. dan French K. R. (2001). Disappearing dividends: changing firm characteristics or lower propensity to pay? Journal of Financial Economics 60, 3-43 Ghozali, Imam. (2009). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Gugler, K. (2003). Corporate governance, dividend payout policy, and the interrelation between dividends, R&D, and capital investment. Journal of Banking and finance, 27, 1297-1321. Gupta, A., and Banga, C. (2010). The Determinants Of Dividend Policy. Indian Institute of Management Calcutta. Decision 37(2), 63-77. Han, K., S. Lee, dan Suk, D. (1999). Institutional Shareholders and Dividends. Journal of Financial and Strategic Decisions, Spring 12, 53-62. Holder, M. E., Langrehr, F. W., dan Hexter, L. J. (1998). Dividend policy determinants: an investigation of the influences of stakeholder theory. Journal of the Financial Management, 27 (3), 73-83. Jensen, M. C. (1986). Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance and Takeovers. The American Economic Review, 76 (2), 323-329. Jensen, G., D. Solberg dan Zorn, T. (1992), Simultaneous Determination of Insider Ownership, Debt, and Dividend Policies. Journal of Financial and Quantitative Analysis 27, 274-263. Kuwari-Al, D. (2009). Determinants of the Dividend Policy in Emerging Stock Exchange: the Case of GCC Countries. Global Economy & Finance Journal. 2(2) September 2009, 3863 La Porta, R., F. Lopez-De-Silanes, Shleifer, A dan Vishny, R. (2000), Agency Problems and Dividend Policy around the World. Journal of Finance, 55(1), 1-33. Lintner, J. (1956). Distribution of Incomes of Corporations Among Dividends, Retained Earnings, and Taxes. The American Economic Review, 46(2), 97-113. Lloyd, W.P., Jahera J. S., dan Page, D. E. (1985). Quarterly Journal of Business and Economics. 24(3). Summer, 19-29 Mehta, A. (2012). An Empirical Analysis of Determinants of Dividend Policy -Evidence from the UAE Companies. Global Review of Accounting and Finance. 3(1). March 2012, 18 – 31 Miller, M. H. dan Modigliani, F. (1961). Dividend Policy, Growth, and the Valuation of Shares. Journal of Business 34, 411-433 Maniagi, G. M., B. A.,Ondiek, Musiega, D., Maokomba, O. C., dan Egessa, R. (2013). Determinants Of Dividend Payout Policy Among Non-Financial Firms On Nairobi
41
Securities Exchange, Kenya. International Journal Of Scientific & Technology Research,2(10), 253-266. Rozeff , M. S. (1982). Growth, Beta and Agency Costs as Determinants of Dividend Payout Ratios. Journal of Financial Research, 5(3), 249-259. Short, H., H. Zhang dan Keasey, K. (2001), The Link between Dividend Policy and Institutional Ownership. Journal of Corporate Finance, 8, 105-122. Shubiri-Al, F. N. (2011). Determinants of Changes Dividend Behavior Policy: Evidence from the Amman Stock Exchange. Far East Journal of Psychology and Business, 4 (2), 1-15
42
AKUNTANSI SUMBER DAYA MANUSIA Oleh: Princilvanno Andreas Naukoko Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado
email:
[email protected] ABSTRACT Nowadays, accounting has developed more widely than just a study that provides financial information of organization. One of the development that still debated is about to put human resources as an asset. The ideas for put human resources as an asset are known as Human Resources Accounting (HRA). This research is for give a definition, recognition, measurement, and the constraints of HRA by using research literatures method. The results of this research shows that, the main problem in using human resources as an asset is about, how the organization measure the human resources and reveal it in financial report. As a conclusion from this research is HRA still needs further research, especially about to determine which kind of organization that is suitable to apply HRA in financial report. Keywords: Human Resource Accounting (HRA), definition, recognition, measurement, and constraints. PENDAHULUAN Akuntansi adalah bahasa atau alat komunikasi bisnis yang dapat memberikan informasi tentang kondisi keuangan (ekonomi) berupa posisi keuangan yang terutang dalam jumlah kekayaan, utang dan modal suatu bisnis dan hasil usahanya pada suatu waktu atau periode tertentu (Harahap, 2007). Perkembangan ilmu akuntansi sendiri tidak hanya sebatas memberikan informasi kondisi ekonomi saja, tetapi mengacu kepada informasi-informasi yang diperlukan oleh manajemen dalam pengambilan keputusan. Perkembangan disiplin ilmu akuntansi yang begitu cepat sudah merambah kepada akuntansi manajemen, di samping akuntansi keuangan sendiri. Disiplin akuntansi manajemen sendiri telah mengembangkan ilmu Akuntansi Sumber Daya Manusia (ASDM). Hal ini didorong akan meningkatnya kesadaran akan asset yang paling berharga dalam perusahaan adalah sumber daya manusia (SDM) khususnya intellectual capital. Perkiraan kas, aktiva tetap, aktiva berwujud dan tidak berwujud lainnya berada dalam kendali manusia. Tanpa manusia, sumber daya perusahaan itu tidak akan bias menghasilkan laba atau menambah nilainya sendiri. Manusialah yang mengelola suatu perusahaan dan manusialah yang menciptakan nilai tambah itu. Selain manusia aktiva yang dimiliki oleh perusahaan adalah aktiva pasif yang tidak bias berbuat apa-apa tanpa intervensi kebijakan manusia (Harahap, 2007). Informasi yang menyajikan nilai dari SDM yang dimiliki oleh perusahaan masih belum bisa dilihat dalam laporan keuangan akuntansi konvensional. Kalaupun ada dalam laporan keuangan hanyalah menunjukkan besarnya biaya gaji atau biaya pelatihan, pendidikan. Semua biaya yang dikeluarkan untuk SDM diasumsikan sebagai biaya operasional saja (revenue expenditure, expense approach) bukan sebagai pengeluaran modal (capital expenditure). (Harahap, 2007) Dengan semakin berkembangnya tuntutan kualitas informasi akuntansi yang dihasilkan, terutama bagi perusahaan yang sangat mengandalkan Intellectual Capital, 43
muncullah perkembangan baru dari Akuntansi yaitu Akuntansi Sumber Daya Manusia (ASDM). Riset ini bertujuan untuk memberikan definisi, pengakuan, pengukuran dan kendala dalam mengaplikasikan ASDM berdasarkan pada beberapa riset dan tinjauan pustaka. PEMBAHASAN Definisi ASDM Perkembangan baru di bidang akuntansi khususnya ASDM atau Human Resource Accounting (HRA) telah menjadi bahan pembicaraan sejak tahun 1960. ASDM pada saat itu lahir sebagai akibat dari semakin berkembangnya teori akuntansi itu sendiri, hanya saja perkembangannya masih memandang perspektif sumber daya manusia serta perhatian terhadap sumber daya manusia sebagai komponen dan goodwill bagi perusahaan. Rensis Likert, Eric G. Flamholtz dan beberapa peneliti lainnya telah mengembangkan beberapa riset akademik dari model dan teori mengenai ASDM sejak tahun 1967. Tujuannya adalah untuk menyajikan sumber daya manusia adalah untuk mengindentifikasi perubahan nilai sumber daya manusia dengan demikian dapat diketahui sumber daya manusia di perusahaan itu mengalami peningkatan atau penurunan nilai pada periode tertentu. Flamhotz dalam Tunggal (1995), menyebutkan bahwa “human resource accounting means accounting for people as an organizational resource”. Artinya, ASDM berarti akuntansi untuk manusia sebagai suatu sumber daya organisasi. Hal ini berarti, ASDM merupakan suatu perkembangan dari ilmu akuntansi yang khusus untuk mengukur manusia sebagai salah satu sumber daya yang dimiliki oleh organisasi. The Committee on Human Resources Accouting dan AAA (Belkaoui, 1995) mendefinisikan ASDM sebagai suatu proses mengidentifikasikan dan mengukur data tentang sumber daya manusia dan menyampaikan informasi ini kepada mereka yang berkepentingan. Belkaoui (1995) mendefinisikan ASDM sebagai suatu proses mengidentifikasi, mengukur data tentang SDM dan mengkomunikasikan informasi ini kepada pihak yang berkepentingan. Definisi Belkaoui berarti ASDM bertujuan untuk mengidentifikasikan nilai SDM, mengukur biaya dan nilai manusia yang dikontribusikan kepada perusahaan, dan mengkaji pengaruh pemahaman informasi ini dan dampaknya pada perilaku manusia. (Harahap, 2007). Pandangan lainnya mengenai ASDM dikemukakan oleh Brummed, dimana Brummed melihat ASDM sebagai suatu konsep yang meliputi sumber daya manusia sebagai aktiva, penentuan biaya yang diinvestasikan dan hubungannya dengan biaya-biaya hasil pakai, estimasi dan menyediakan ketelitian ekonomi tentang nilai sumber daya manusia dalam organisasi (Brummet, 1995). Sedangkan menurut Lako (1995): ASDM adalah sebuah proses pengidentifikasi dan pengukuran data tentang sumber daya manusia dan pengomunikasiannya atas informasi-informasi yang termasuk di dalamnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. ASDM dapat diartikan sebagai suatu proses pengukuran dan pelaporan biaya nilai manusia sebagai salah satu sumber daya organisasi dan pelaporan kepada pihak yang berkepentingan. Dengan demikian pada proses ASDM terdapat unsur pengukuran, pelaporan, data tentang manusia dan organisasi. Data tentang manusia dalam hal ini berupa biaya-biaya untuk seleksi, penerimaan, pelatihan dan pengembangan kemampuan pegawai serta informasi lainnya yang berupa tingkat pendidikan, pengalaman, usia, keadaan kesehatan dan lain sebagainya. (Ayu dan Didied). Berdasarkan pada beberapa definisi ASDM yang telah dikemukakan sebelumnya, ASDM dapat disimpulkan sebagai suatu bidang ilmu akuntansi yang berfokus pada manusia sebagai sumber daya organisasi. Sebagai sumber daya organisasi, SDM harus dapat diukur dan dilaporkan. Pengukuran yang digunakan dalam ASDM bukanlah berdasarkan pada biaya operasional saja, tetapi sebagai biaya atau pengeluaran modal. Oleh karena itu, SDM dalam suatu perusahaan harus dapat dinilai sejak proses penyeleksian, perekrutan, pelatihan dan pengembangan kemampuan pegawai agar dapat diketahui perkembangan dari nilai SDM sebagai asset dalam suatu organisasi dalam suatu periode tertentu. 44
SDM sangat berbeda dengan aktiva perusahaan yang lainnya. Perbedaannya jelas terdapat pada kemampuan fisik dan kemampuan untuk menghasilkan laba keuangan bagi perusahaan. Secara skematis Flamholtz dalam Harahap (2007) mengemukakan ruang lingkup ASDM sebagai berikut. Gambar 2.1. Ruang Lingkup ASDM Human Resource Accounting (HRA)
Human Resource Cost Accounting (HRCA)
Personal Cost
Human Resource Value Accounting (HRVA)
Human Assets
Sumber : Tunggal dalam Ayu dan Didied 1. Human Resource Cost Accounting (HRCA) adalah pengukuran dan pelaporan biaya yang timbul untuk pencarian, pengembangan dan penggantian tenaga sebagai sumberdaya organisasi. Dalam hal ini terdapat dua jenis cost berkenaan dengan HRCA ini, yaitu: 1. Personal Cost Accounting adalah biaya yang berhubungan dengan fungsi proses manajeman personalia dalam pencarian dan pengembangan sumberdaya manusia. 2. Human Assets Accounting mencakup Cost manusia itu sendiri dimasukkan sebagai human resource dari suatu perusahaan. 2. Human Resource Value Accounting (HRVA). Pengertian value di sini adalah present value of future service. Sedangkan HRVA adalah: present worth of future service that people are expected to provide. Pengakuan ASDM telah disepakati bersama di kalangan akuntan sebagai bagian dari asset perusahaan yang sangat besar kontribusinya dalam memberikan mafaat ekonomis masa depan ke perusahaan. Upaya memasukkan sumberdaya manusia sebagai asset dalam neraca terganjal karena harus memenuhi kriteria pengakuan sebagai asset perusahaan. IASB Framework dalam Mirza, dan Holt (2011) mendefinisikan assets sebagai “a resource controlled by the entity as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the entity”. Artinya, asset adalah sumber daya yang dikendalikan oleh entitas sebagai hasil dari peristiwa masa lalu dan diharapkan akan memberikan pengembalian ekonomis kepada entitas. Dilihat dari definisi asset diatas, maka SDM dapat dikategorikan sebagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sebagai akibat dari kegiatan masa lalu (perekrutan, pelatihan dan pengembangan kemampuan SDM dalam perusahaan) yang diharapkan akan memberikan pengembalian kepada perusahaan. Kelemahannya, dalam akuntansi konvensional yang dirancang untuk menilai semua asset yang dimiliki oleh perusahaan, tidak terdapatnya pengukuran dan penilaian SDM dengan alasan asset manusia bukanlah asset yang bertahan lama dan sangat berpindah sehingga sulit untuk melakukan proses evaluasi dengan menggunakan metode secara formal. (Nicoline, 2010). Dalam praktiknya, perusahaan akan mengeluarkan biaya tertentu dalam proses untuk mendapatkan SDM yang memiliki standar dan kualitas yang diinginkan oleh perusahaan. Biaya – biaya yang di maksud adalah menyangkut hal yang dikeluarkan perusahaan untuk 45
biaya untuk seleksi, penerimaan, pelatihan dan pengembangan kemampuan SDM dalam perusahaan. Oleh karena itu, untuk menerapkan ASDM maka harus ada metode atau pendekatan untuk pengukuran dari SDM yang dimiliki oleh perusahaan.
Pengukuran Sampai saat ini pengukuran secara kuantitatif untuk menilai SDM dengan sifat dasar akuntansi dimana pengukuran yang dipakai dalam akuntansi adalah dalam bentuk ukuran moneter atau uang (monetary unit) jika diakui sebagai aset perusahaan, masih menjadi suatu masalah. General Accepted Accounting Standard (GAAP) sendiri belum sepakat untuk memasukkan sumber daya ini sebagai suatu element dalam Balanced Sheet. Dalam pengukuran ASDM terdapat dua kelompok besar model penentuan biaya SDM. Dua model pengukuran tersebut terdiri dari, Human Resource Cost Model dan Human Resource Value Model. (Harahap, 2007). 1. Human Resource Cost Model (HRCM). Model pengukuran ASDM ini didasarkan pada biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pencarian, pengembangan dan penggantian tenaga sebagai sumber daya organisasi. Dalam HRCM terdapat tiga model pengukuran sebagai berikut. a. The Historical Cost Model. Model yang diperkenalkan oleh Flamholtz untuk pengukuran dalam ASDM, yang mana mengidentifikasikan biaya awal ASDM kedalam dua kelompok biaya sebagai berikut. 1) Acquisition Cost, yaitu semua pengorbanan yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan pejabat baru. Biaya langsung seperti biaya rekrutrmen, biaya seleksi, hiring dan penempatan. Biaya tidak langsung biaya promosi dari dalam perusahaan. 2) Learning Cost, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk melatih pegawai sampai memiliki kualitas yang diharapkan untuk menduduki jabatan tersebut. Biaya langsung seperti biaya training, orientasi, on the job training. Sementara itu, biaya tidak langsung adalah kerugian yang ditimbulkan dari berkurangnya produktivitas selama pelatihan. Gambar 2.2. Model untuk Mengukur Biaya Awal SDM Rekrutmen Seleksi Biaya Langsung Hiring Biaya Langsung
Penempatan Promosi (Internal)
Biaya Tidak Langsung
Training dan Orientasi on the Job Training
Biaya Langsung
Waktu pelatihan hilangnya Produktivitas
Biaya Tidak Langsung
Biaya SDM
Biaya Learning
Sumber : Harahap, 2007
46
b. The Replacement Cost Model. Model penilaian SDM diukur dengan menaksir besarnya biaya yang akan dikeluarkan untuk mendapatkan pegawai yang sama kualitasnya dengan yang ada sekarang. c. The Opportunity Cost Model. Model yang dianjurkan oleh Hekimian dan Jones (Belkaoui, 1995), dimana SDM diukur dengan proses penawaran yang bersifat kompetitif yang dilakukan secara intern dengan didasarkan pada konsep opportunity cost. Dalam model ini, investment center manager menawarkan pegawai yang dinilai langka sehingga hanya mereka yang menjadi dasar pengukuran. Dan disinilah letak kelemahan model ini, karena pemilihan atau criteria langka ini dinilai bersifat subjektif dan diskriminatif. 2. Human Resource Value Model (HRVM) Model pengukuran ASDM ini menitikberatkan pada nilai yang dimiliki oleh SDM dan dampaknya terhadap nilai perusahaan. Terdapat dua kelompok besar dalam penilaian ASDM dengan model HRVM. a. Monetary Model. Model pengukuran ASDM dengan pendekatan monetary model menggunakan nilai satuan uang sebagai ukuran dari SDM yang dimiliki oleh perusahaan. Model-model yang termasuk dalam HRCM dapat dikategorikan sebagai monetary model. Perbedaannya dengan monetary model HRVM adalah titik berat acuan penilaian yang digunakan. Dimana monetary model HRCM menitik beratkan pada biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka mendapatkan SDM yang diinginkan. Sedangkan monetary model HRVM lebih menitik beratkan pada nilai yang dimiliki oleh SDM dan dampaknya pada nilai perusahaan. Beberapa monetary model dalam HRVM adalah sebagai berikut. 1) Discounted Wage Flows Method. Nilai SDM dinilai dengan melihat nilai kompensasinya di masa yang akan datang. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut.
Dimana, Vr = Nilai sumber daya manusia seseorang pada usia “r” I (t) = Pendapatan yang bersangkutan sampai pension r = Tingkat discount khusus untuk seseorang T = Umur pension 2) Adjusted Discounted Future Wages Method. Model ini melakukan penyesuaian terhadap nilai kompensasi yang akan diterima pegawai. Discounted dari gaji yang akan datang disesuaikan dengan efficiency factor yang dimaksudkan untuk mengukur efektivitas relatif dari nilai sumber daya manusia sebuah perusahaan. Efficiency factor yang merupakan rasio return on investment (ROI) perusahaan tertentu dibandingkan dengan keseluruhan perusahaan dalam suatu ekonomi pada saat tertentu dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Dimana, RFi = Tingkat laba akuntansi atas asset yang dimiliki perusahaan pada tahun ke-i
47
REi i
= Tingkat laba akuntansi atas asset yang dimiliki keseluruhan perusahaan pada tahun ke-i = Tahun (0-4)
Justifikasi rasio ini adalah untuk menunjukkan perbedaan kemampuan perusahaan mendapatkan laba disebabkan oleh perbedaan prestasi SDM yang dimiliki oleh perusahaan 3) Present Monetary Value Method
A = Nilai SDM bagi suatu organisasi formal N = Jumlah tenaga kerja yang diperkerjakan organisasi t = saat sekarang = Waktu yang paling sering pegawai meninggalkan organisasi Gi(t) = Nilai jasa yang diberikan seseorang i pada waktu t kepada organisasi 4) Discounterd Future Value Metode ini dikembangkan oleh Brummet, Flamholtz dan Pyle. Mereka menyarankan untuk meramalkan present value dari laba perusahaan pada tingkat rate of return yang normal dan mengalokasikan sebagai dari nilai ekonomis perusahaan sebagai SDM berdasarkan kontribusi relatif dari mereka. 5) Goodwill Methods Metode ini dikembangkan ole Hermanson. Dia menyarankan diskontokan kelebihan di atas normal expected earning berdasarkan perbandingan perusahaan dalam suatu sector industry dan mengalokasikannya ke aktiva yang belum ada misalnya investasi dalam SDM. Gilbert juga mengusulkan hal yang sama di mana nilai goodwill dialokasikan ke aktiva SDM dan non-SDM berdasarkan rasionya terhadap total aktiva. 6) Economic Value Approach Metode ini menggunakan penjabaran uang atas expected future services dari services levels dan services group suatu perusahaan, tingkat gaji dan jabatan merupakan service level. Perbedaan tingkat prestasi menggambarkan service greoup. Kalau P(Si) merupakan probabilitas seorang individu menduduki tiap keadaan dalam susunan services yang ada maka: Nilai expected serive output = jumlah produk dari jumlah jasa yang diharapkan diperoleh dari setiap kemungkinan service x expected probabilitas terjadi. Probabilitas ini bisa probabilitas yang lalu yang diperoleh dari perhitungan aktuaris atau probabilitas berdasarkan pertimbangan pribadi. b. Non Monetary Model. Saat ini pengukuran SDM yang dimiliki perusahaan masih menggunakan pendekatan nonmoneter. Beberapa metode pengukuran SDM dengan teknik nonmoneter adalah sebagai berikut. (Harahap, 2007). 1) Mendaftar keahlian dan kemampuan seseorang. Metode ini melakukan pembukuan, file atau personal record dari masing-masing pegawai yang berisi tentang keahliannya, pengalamannya, pendidikan, jabatan yang sudah pernah, pengalaman, dan lain-lain. 48
2) Pembuatan rating atau ranking atas prestasi seseorang. Dalam menilai prestasi seseorang bisa digunakan rating, ranking, checklist. Hal yand dinilai bisa tingkat pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. 3) Penilaian terhadap potensi seseorang. Di sini diukur kemungkinan potensi seseorang jika dipromosikan atau dipindahkan sehingga tahu potensinya jika diberikan tugas baru. 4) Pengukuran sikap. Umumnya disini digunakan untuk mengetahui informasi mengenai tendensi seseorang untuk menyatakan perasaannya tentang suatu objek. Misalnya ditanya sikapnya terhadap pekerjaan, gaji, kualitas, dan lain-lain. Bisa menggunakan skala misalnya; (1) sangat setuju; (2) setuju; (3) tidak tahu; (4) tidak setuju; (5) sangat tidak setuju. 5) Subjectived Expected Utility. Disini digabungkan antara nilai subjektif seseorang dan tingkat keyakinan seseorang akan kemungkinan terjadinya suatu kejadian. Metode psychophysical dikembangkan untuk mengukur utilitas dan probability subjektif dengan menggunakan skala besaran (magnitude) subjektif. Bisa juga melakukan perbandingan pasangan, rating, dan taksiran magnitude. 6) Model Likert-Bowers. Model ini berupaya mengukur variabel yang menentukan efektivitas SDM dalam suatu organisasi. Kuesioner berdasarkan model teori survey organizations didesain untuk mengukur “iklim organisasi”. Hasil kuesioner ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam membantu mengukur nilai sumber daya manusia dengan menggambarkan persepsi karyawan tentang atmosfir kerja di suatu perusahaan. Kemudian digabungkan dengan pendekatan perilaku dan ekonomi maka lahirlah nilai SDM. 7) Penilaian kinerja (performance appraisal). Pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atau sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Dessler (2009) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai evalusi kinerja karyawan saat ini atau dimasa lalu relatif terhadap standar prestasinya. Bernardin dan Russel (Gomes, 2003) “ A way of measuring the contribution of individuals to their organization”. Penilaian kinerja adalah cara mengukur kontribusi individu (karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja. Model penilaian kinerja yang dicontohkan oleh Gary Dessler (2009) meliputi indikator sebagai berikut. a) Kualitas kerja adalah akurasi, ketelitian, dan bisa diterima atas pekerjaan yang dilakukan. b) Produktivitas adalah kuantitas dan efisiensi kerja yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu. c) Pengetahuan pekerjaan adalah keterampilan dan informasi praktis/teknis yang digunakan pada pekerjaan. d) Bisa diandalkan adalah sejauh mana seorang karyawan bisa diandalkan atas penyelesaian dan tindak lanjut tugas. e) Kehadiran adalah sejauh mana karyawan tepat waktu, mengamati periode istirahat/makan yang ditentukan dan catatan kehadiran secara keseluruhan. f) Kemandirian adalah sejauh mana pekerjaan yang dilakukan dengan atau tanpa pengawasan.
49
Kendala dalam Mengaplikasikan ASDM ASDM merupakan salah satu bentuk perkembangan dalam ilmu Akuntansi. Hanya saja, sampai saat ini belum adanya kesepakatan dalam menerapkan SDM sebagai Asset yang dimiliki oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Rispantyo menyimpulkan, belum adanya kesepakatan tersebut dikarenakan untuk dapat dikategorikan sebagai aktiva, maka sumberdaya manusia harus memenuhi syarat: difinition, measurement, relevan dan reliability. Dari beberapa syarat tersebut, yang menjadi permasalahan utama untuk dapat menerapkan akuntansi sumberdaya manusia adalah measurement. Sementara itu, Suwarto (2006) dalam Ayu dan Didied mengemukakan, kendala atau masalah yang mungkin ditemui dalam penerapan ASDM dapat berupa masalah teknis dan masalah konsep. Masalah teknis, berupa ASDM berdasar nilai boleh dikatakan lebih berpotensi daripada masalah konsep karena aspek teknis penilaian ASDM dapat berdasarkan penilaian para ahli dari luar profesi akuntan, seperti Psikolog, Psikometrisian, dan lain sebagainya. Sebagai suatu konsep ASDM belum dapat diterima sebagai suatu GAAP (Generally Accepted Accounting Principles) atau prinsip-prinsip yang berlaku umum, hal ini disebabkan karena adanya syarat pengukuran suatu item tertentu sebagai suatu asset yang diatur dalam FASB no.5 (Tunggal, 2004) yaitu: (1) Measurement (dapat diukur) dan (2) Relevance dan reliability. Gambling (1976) dalam Ayu dan Didied berargumentasi bahwa tidak mungkin untuk memasukkan sumber daya manusia ke dalam neraca seperti gedung dan bangunan pabrik. Ia juga berpendapat bahwa kapitalisasi atas biaya rekrut dan pelatihan termasuk dalam problema pengalokasian overhead. Mee (1982) dalam Ayu dan Didied juga berargumentasi bahwa human asset tidak dapat diuraikan dari elemen-elemen yang lain dari suatu organisasi yaitu pegawai berinteraksi dan mencapai efektivitas. Ia juga menambahkan bahwa suatu organisasi tidak dapat mengontrol manusia sama halnya dengan mengontrol asset fisik. PENUTUP ASDM merupakan salah satu perkembangan dari ilmu akuntansi. Pada dasarnya ASDM adalah pengakuan dan pengukuran SDM yang dimiliki oleh suatu perusahaan sebagai asset. Sejak dikeluarkan gagasan untuk mengakui SDM sebagai asset yang dimiliki oleh perusahaan, telah banyak model pendekatan yang diajukan untuk pengakuan dan pengukuran SDM sebagai asset perusahaan. Hanya saja, sampai saat ini belum ada kesepakatan bersama mengenai bagaimana pengakuan dan pengukuran SDM ke dalam laporan keuangan. Belum adanya kesepakatan bersama mengenai pengukuran SDM merupakan masalah utama dalam mengaplikasikan ASDM dalam pelaporan keuangan. Banyaknya jenis perusahaan, serta cara pandang perusahaan dalam menilai SDM yang dimilikinya menyebabkan sulitnya tercapai kesepakatan bersama dalam mengaplikasikan pengukuran dari ASDM. Selain pengukuran, masalah lain dari mengaplikasikan SDM dalam laporan keuangan adalah suatu organisasi tidak dapat mengendalikan secara penuh atas manusia. Berbeda halnya dengan asset fisik lainnya, manusia adalah suatu individu yang memiliki kehendak dan dapat membuat keputusan sendiri. Faktor psikologi dari SDM dapat menjadi pengaruh yang sangat berarti bagi kinerja individu tersebut dalam organisasi. Seorang pegawai bisa saja mengundurkan diri karena ketidakpuasan kerja di perusahaan. Berdasarkan pada hasil riset ini, maka penulis menyarankan untuk adanya riset lanjutan mengenai ASDM. Upaya yang dapat dilakukan untuk memudahkan pengaplikasian ASDM adalah dengan menggolongkan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan, masing-masing jenis perusahaan memiliki cara pandang tersendiri atas SDM yang dimilikinya. Menurut penulis, suatu perusahaan yang sangat mengandalkan pengembangan kemampuan SDM-nya 50
(intellectual capital) adalah perusahaan yang lebih cocok untuk dijadikan objek penelitian dalam menerapkan ASDM. Hal ini didasarkan atas materialitasnya biaya yang dialokasikan oleh perusahaan untuk menjaga kualitas intellectual capital-nya. DAFTAR PUSTAKA Ayu, Didied. Analisis Penerapan Akuntansi Sumber Daya Manusia terhadap Perbandingan Kinerja Laporan Keuangan pada PT. BPRS Mitra Harmoni Malang. Jurnal Universitas Brawijaya, Malang. Belkaoui. 1995. Akuntansi Sumber Daya Manusia, edisi Bahasa Indonesia. PT. Prehallindo, Jakarta. Brummet, R. Lee. 1995. Human Resource Accounting: Modern Accounting. Alih Bahasa Tim penerjemah CV. Alfa Beta, Bandung. Dessler Gary. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Index, Jakarta Faustino Cardoso Gomes. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Andi Offset, Yogyakarta. Harahap. 2007. Teori Akuntansi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lako Andreas. 1995. Akuntansi Sumber Daya Manusia: Pengakuan dan Pelaporan Sumber Daya Manusia Sebagai Asset Organisasi, UPP – AMP YKPN, Yogakarta. Mirza Abbas, Holt Graham. 2011. Practical Implementation Guide and Workbook for IFRS, third edition. Wiley. United States of America Nicoline. 2010. Akuntansi Sumber Daya Manusia: Pengukuran dan Pelaporan. Vol.4 No.2. Maluku. Rispantyo. Akuntansi Sumberdaya Manusia: Antara Hidup dan Mati. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi, Surakarta. Tunggal. 1995. Akuntansi Sumber Daya Manusia. Rineka Cipta, Jakarta.
51
PENERAPAN PSAK NO. 45 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN ORGANISASI NIRLABA PADA SANGGAR SENI BUDAYA LOGOS MA’KANTAR Oleh: Claudia W.M. Korompis email:
[email protected] ABSTRAK Perkembangan ekonomi global tak lepas dari peranan organiasi-organisasi profit maupun non profit. Organisasi non profit (nirlaba) menjadi wadah yang menjadikan sumber daya manusia sebagai aset yang paling berharga. Walaupun tidak terkonsentrasi pada profit, namun pelaporan keuangan yang disajikan oleh organisasi ini haruslah memiliki suatu standar sebagai dasar penyusunan dan pelaporan bagi pihak yang berkepentingan. PSAK No. 45 menyatakan bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. Tujuan laporan keuangan untuk pihak internal adalah untuk mengetahui situasi keuangan yang ada dalam organisasi tersebut, sedangkan untuk pihak eksternal bertujuan untuk mengetahui apakah dana yang ada telah dipergunakan dengan baik dan terlampir dalam laporan keuangan organisasi tersebut. Penelitian dilakukan di Sanggar Seni Budaya Logos Ma’kantar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana penyusunan laporan keuangan Sanggar Seni Budaya Logos Makantar apakah telah sesuai dengan PSAK No 45.Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif sifatnya menguraikan, menggambarkan, membandingkan suatu data.Hasil dan kesimpulan dari penelitian ini adalah laporan keuangan Sanggar Seni Budaya Logos Makantar belum menyusun laporan keuangan sesuai dengan format laporan keuangan nirlaba yang ada dalam Pernyataan Standar Akuntansi No. 45, dan hal ini membuat pengurus terpacu untuk segera menerapkan laporan keuangan sesuai dengan PSAK No. 45 untuk kepentingan organisasi kedepan. Kata kunci: psak no. 45, nirlaba ABSTRACT Global economic development could not be separated from the role of an organization of profit and non-profit organizations. Non-profit organizations (non-profit) into a container made of human resources as the most valuable asset. Although it is not concentrated on profits, but the financial reporting presented by this organization must have a standard as a basis for the preparation and reporting to interested parties. SFAS No. 45 states that nonprofit organizations to obtain resources from the donations of members and other contributors do not expect any compensation from the organization. The objective of financial statements for internal parties is to know the financial situation that exists in the organization, while external parties aimed to determine whether the available funds have been used properly and in the attached financial statements of the organization. The study was conducted at the Cultural Arts Studio Logos Ma'kantar. This study aims to look at how the financial statements Cultural Arts Studio Logos Makantar whether in accordance with SFAS No. 45.Metode analysis used is descriptive qualitative method outlines the nature, describing, comparing a data.Hasil and conclusions of this study are the financial statements of Studio Art culture Logos Makantar not prepare financial statements in accordance with the format of the financial statements of a non-profit that exists in SFAS No. 45, and this makes the board are encouraged to immediately apply the financial statements in accordance with SFAS No. 45 for the benefit of the organization in the future. Keywords: sfas no.45,nonprofit 52
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan pesatnya pertumbuhan organisasi-organisasi profit maupun nonprofit. Organisasi-organisasi nonprofit (nirlaba) meliputi organisasi keagamaan, rumah sakit, sekolah negeri, organisasi jasa sukarelawan, maupun organisasi budaya. Karakteristik organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan utama yang mendasar terletak pada cara organisasi nirlaba memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. Sebagai akibat dari karakteristik tersebut, dalam organisasi nirlaba timbul transaksi tertentu yang jarang atau bahkan tidak pernah terjadi dalam organisasi bisnis misalnya penerimaan sumbangan. (Hendrawan, 2011) Penyusunan laporan keuangan harus jelas untuk pelaporan bagi pihak yang memberikan sumbangan. Laporan Keuangan secara umum bertujuan untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.Laporan keuangan setidaknya disajikan secara tahunan dan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, perubahan ekuitas, dan arus kas. Laporan keuangan pada organisasi nirlaba terdiri atas neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.(IAI, 2012) Manajemen organisasi nirlaba harus mempertanggungjawabkan sumbangan atau dana yang telah diterima dari berbagai pihak berupa laporan keuangan. PSAK No.45 mengungkapkan bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. Tujuan laporan keuangan untuk pihak internal adalah untuk mengetahui situasi keuangan yang ada dalam organisasi tersebut, sedangkan untuk pihak eksternal bertujuan untuk mengetahui apakah dana yang ada telah dipergunakan dengan baik dan terlampir dalam laporan keuangan organisasi tersebut. (Cintokowati, 2010) Sanggar seni budaya Logos Ma’kantar didirikan pada tanggal 11 Februari 2013. Sanggar ini adalah organisasi non pemerintah yang berdiri sendiri dan tidak berada di bawah instansi pemerintah namun memiliki korelasi dengan lembaga pemerintahan dalam mensosialisasikan seni budaya itu sendiri yang dalam hal ini pemerintah kotamadya Manado dan pemerintah provinsi Sulawesi Utara. Sanggar ini menjadi wadah bagi para seniman tradisional Sulawesi Utara guna pelestarian budaya. Sanggar ini sendiri menerima bantuan dana dari pihak pemerintah untuk kegiatan sosialisasi budaya. Sanggar ini berdiri kurang lebih 1 tahun, oleh karena itu perlu dilihat bagaimana penyusunan laporan keuangan sanggar seni budaya Logos Makantar apakah telah sesuai dengan PSAK No.45, dan jika belum diterapkan perlu diarahkan untuk penyusunan laporan keuangan yang benar. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :“ PENERAPAN PSAK NO. 45 TENTANG PELAPORAN KEUANGAN ORGANISASI NIRLABA PADA SANGGAR SENI BUDAYA LOGOS MA’KANTAR.” Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana penerapan laporan keuangan sanggar seni budaya Logos Makantar apakah telah sesuai dengan apa yang tercantum dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45. 53
TINJAUAN PUSTAKA Organisasi Nirlaba Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter).Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institute, riset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah. Organisasi nirlaba memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Sumber daya entitas. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlahsumber daya yang diberikan. 2. Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba. Menghasilkan barang/jasa tanpa bertujuan menumpuk laba, kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para atau pemilik entitas tersebut. 3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan atau ditebus kembali atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada suatu likuidasi atau pembubaran entitas. (Hasana, 2011) Tujuan Laporan Keuangan Tujuan utama pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang bermanfaat untuk membuat keputusan investasi atau pemberian pinjaman (Horngren dan Harrison, 2007 : 9). Mardiasmo (2009: 167) menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan organisasi nirlaba dalam SFAC 4 tersebut adalah sebagai berikut. 1. Laporan keuangan organisasi nonbisnis hendaknya dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya dalam pembuatan keputusan yang rasional mengenai alokasi sumber daya organisasi. 2. Memberikan informasi untuk membantu para penyedia dan calon penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya dalam menilai pelayanan yang diberikan oleh organisasi nonbisnis serta kemampuannya untuk melanjutkan memberi pelayanan tersebut. 3. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi penyedia dan calon penyedia sumber daya, serta pemakai dan calon pemakai lainnya dalam menilai kinerja manajer organisasi nonbisnis atas pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan serta aspek kinerja lainnya. 4. Memberikan informasi mengenai sumber daya ekonomi, kewajiban, data kekayaan bersih organisasi, serta pengaruh dari transaksi, peristiwa dari kejadian ekonomi yang mengubah sumber daya dan kepentingan sumber daya tersebut. 5. Memberikan informasi mengenai kinerja organisasi selama satu periode. Pengukuran secara periodik atas perubahan jumlah dan keadaan/kondisi sumber kekayaan bersih organisasi nonbisnis serta informasi mengenai usaha dan hasil pelayanan organisasi secara bersama-sama yang dapat menunjukkan informasi yang berguna untuk menilai kinerja. 6. Memberikan informasi mengenai bagaimana organisasi memperoleh dan membelanjakan kas atau sumber daya kas, mengenai utang dan pembayaran kembali utang, dan mengenai faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi likuiditas organisasi. 54
7. Memberikan penjelasan dan interpretasi untuk membantu pemakai dalam memahami informasi keuangan yang diberikan. Unsur-Unsur Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba Akuntansi organisasi nirlaba meliputi bentuk laporan keuangan dan nama-nama rekening berdasarkan pola PSAK No.45. Unsur-unsur laporan keuangan berdasarkan PSAK No.45. a. Laporan posisi keuangan Laporan posisi keuangan merupakan nama lain dari neraca pada laporan keuangan lembaga komersial. Laporan ini memberikan informasi mengenai besarnya aset atau harta lembaga dan sumber perolehan aset tadi (bisa dari hutang atau dari aktiva bersih) pada satu titik tertentu. b. Laporan aktivitas Laporan aktivitas berisi dua bagian besar yaitu besaran pendapatan dan biaya lembaga selama satu periode anggaran. Pendapatan digolongkan berdasarkan restriksi atau ikatan yang ada. Sedangkan beban atau biaya disajikan dalam laporan aktivitas berdasarkan kriteria fungsional, dengan demikian beban biaya akan terdiri dari biaya kelompok program jasa utama dan aktivitas pendukung. c. Laporan arus kas Laporan arus kas menunjukkan arus uang kas masuk dan keluar untuk suatu periode. Periode yang dimaksud adalah periode sama dengan yang digunakan oleh laporan aktivitas. Penyajian arus kas masuk dan keluar harus digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu sebagai berikut. 1) Aktivitas Operasi Dalam kelompok ini adalah penambahan dan pengurangan arus kas yang terjadi pada perkiraan yang terkait dengan operasional lembaga. Contoh yang mempengaruhi arus kas operasi adalah sebagai berikut. a) Surplus atau defisit lembaga (datanya diambil dari laporan aktivitas). b) Depresiasi atau penyusutan (karena depresiasi dianggap sebagai biaya, namun tidak terjadi uang kas keluar) setiap tahun. c) Perubahan pada account piutang lembaga. d) Account (perkiraan buku besar) lain seperti: persediaan, biaya dibayar di muka dan lain-lain. 2) Aktivitas Investasi Termasuk dalam perkiraan ini adalah semua penerimaan dan pengeluaran uang kas yang terkait dengan investasi lembaga. Investasi dapat berupa pembelian/penjualan aktiva tetap, penempatan/pencairan dana deposito atau investasi lain. Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas investasi adalah : a) Pembayaran kas untuk membeli aset tetap, aset tidak berwujud, dan aset jangka panjangl ain, termasuk biaya pengembangan yang dikapitalisasi dan aset tetap yang dibangun sendiri; b) Penerimaan kas dari penjualan tanah, bangunan, dan peralatan, serta asset tidak berwujud dan asset jangka panjang lain. 3) Aktivitas Pendanaan Termasuk dalam kelompok ini adalah perkiraan yang terkait dengan transaksi berupa penciptaan atau pelunasan kewajiban hutang lembaga dan kenaikan/penurunan aktiva bersih dari surplus-defisit lembaga. Transaksi lain yang mengakibatkan perubahan arus kas masuk dan keluar dalam kelompok ini adalah sebagai berikut. 55
a)
Penerimaan kas dari penyumbang yang penggunaannya dibatasi untuk jangka panjang. b) Penerimaan kas dari sumbangan dan penghasilan investasi yang penggunaannya dibatasi untuk perolehan, pembangunan dan pemeliharaan aktiva tetap atau peningkatan dana abadi. c) Bunga, deviden yang dibatasi penggunaannya untuk jangka panjang. d. Catatan atas laporan keuangan Catatan atas laporan keuangan, merupakan bagian yang tidak terpisah dari laporan-laporan di atas. Tujuan pemberian catatan ini agar seluruh informasi keuangan yang dianggap perlu untuk diketahui pembacanya sudah diungkapkan. Catatan atas laporan keuangan dapat berupa: 1) Perincian dari suatu perkiraan yang disajikan, misalnya aktiva tetap; 2) Kebijakan akuntansi yang dilakukan, misalnya metode penyusutan serta tarif yang digunakan untuk aktiva tetap lembaga, metode pencatatan piutang yang tidak dapat ditagih serta presentase yang digunakan untuk pencadangannya. (IAI, 2012) Penelitian Terdahulu Pontoh (2013) melakukan penelitian dengan judul penerapan laporan keuangan organisasi nirlaba berdasarkan PSAK No 45. Hasil yang didapat Gereja Bukit Zaitun belum menerapkan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan PSAK No. 45. Persamaan dengan penelitian ini adalah menggunakan penelitian kualitatif deskriptif, perbedaan terletak pada objek yang digunakan dimana peneliti sebelumnya mengambil objek penelitian adalah Gereja, sedangkan peneliti mengambil objek sanggar seni budaya. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu metode yang sifatnya menguraikan, menggambarkan, membandingkan suatu data dan keadaan serta menerangkan suatu keadaan sedemikian rupa sehingga dapatlah ditarik suatu kesimpulan. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah laporan keuangan dari Sanggar Seni Budaya Logos Ma’kantar juga hasil wawancara dan pengamatan di objek tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut : 1. Wawancara (Interview), yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dan diperoleh dengan mengadakan Tanya jawab langsung dengan bagian-bagian yang berkepentingan dan terlibat langsung dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 2. Observasi, dimana peneliti akan melakukan pengamatan langsung ke objek penelitian untuk mendapatkan dan mencatat data-data yang diperlukan. 3. Dokumentasi dimana penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang dimaksud baik teori dan laporan yang ada di objek yang diteliti. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian Sanggar seni budaya “Logos Ma’Kantar” adalah organisasi non pemerintah yang berdiri sendiri dan tidak berada di bawah instansi pemerintah namun memiliki korelasi dengan lembaga pemerintahan dalam mensosialisasikan seni budaya itu sendiri yang dalam hal ini pemerintah kotamadya Manado dan pemerintah provinsi Sulawesi Utara. Sanggar seni Budaya Logos Ma’kantar awalnya sudah terbentuk pada Maret 2012 dan melaksanakan kegiatan secara mandiri dengan pembiayaan bersama dari pengurus, pembina dan anggota. 56
Mengingat pentingnya pelestarian budaya dan keinginan untuk lebih berkembang maka sanggar ini akhirnya memiliki akta pendirian nomor : 76 tanggal 07 Maret 2013, dengan Rapat Umum pembentukan badan Pembina, badan pengurus dan penetapan sanggar pada 11 Februari 2013. Sanggar seni budaya “Logos Ma’Kantar” berdomisili di Perumahan Bumi Kilu Permai Lingkungan II Kelurahan Paniki Satu Kecamatan Mapanget Kota Manado. Kegiatan-kegiatan seni budaya Sulut yang pernah diikuti seperti Pengisi Acara beberapa kegiatan kerohanian seperti Ibadah acara besar Gereja, Hari Raya Paskah, Hari Raya Natal, dan Pengucapan syukur di Wilayah Kota Manado. Visi dan misi “Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar” Visi : “Pelestarian Seni Budaya dan Adat Sulawesi Utara” Misi : 1. Menjadikan Seni Budaya Sulawesi Utara sebagai Identitas diri dan alat untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. 2. Pemberdayaan potensi-potensi seni budaya sebagai nilai luhur kebudayaan Sulawesi Utara. 3. Pelestarian dan pengembangan kreatifitas karya seni dan budaya melalui penanaman rasa cinta dari generasi muda terhadap kebudayaan daerah sendiri. Struktur organisasi Sanggar seni budaya “Logos Ma’Kantar” adalah sebagai berikut. Badan Pembina
Ketua
Sekretaris
Penanggungjawab bidang seni tari
Penanggungjawab bidang seni musik
Bendahara
Penanggungjawab bidang seni sastra
Penanggungjawab bidang sarana prasarana
Penanggungjawab bidang humas, publikasi dan dokumentasi
Gambar 1. Struktur Organisasi Sumber : Sanggar seni budaya “Logos Ma’Kantar” Hasil Penelitian Sistem Pelaporan Keuangan Sanggar seni budaya “Logos Ma’Kantar” Berdasarkan AD/ART sanggar seni budaya “Logos Ma’Kantar” pada Bab V Pasal 8 disebutkan bahwa : Sumber dana yang diperoleh antara lain dari Instansi Pemerintah , Sumbangan swasta yang tidak mengikat, Hibah perorangan yang tidak mengikat, Penjualan jasa atas hak kekayaan intlektual atau paten yang dimiliki sanggar, Penjualan hak kekayaan intelektual atau hak cipta atas karya ciptaan yang telah dibuat sanggar, Iuran pengurus/anggota dan juga (arisan anggota serta simpan-pinjam, kalau ada), dan sebagainya. Belanja kegiatan diatur sepenuhnya oleh bendahara dengan mengacu kepada keputusan yang telah disepakati bersama dan telah disahkan oleh sanggar. Lingkup belanja kegiatan adalah belanja yang memenuhi kebutuhan dalam hal ini proses pembinaan, pelatihan dan pembuatan karya cipta seni yang dianggarkan secara tepat dan spesifik oleh pengurus. Pengeluaran dana sepenuhnya difilterisasi oleh ketua bekerjasama dengan bendahara dan prosedur agar biaya yang dikeluarkan sesuai dengan berapa besar yang dibutuhkan selama proses karya cipta seni yang dikerjakan. Penggalian sumber dana dapat dilakukan oleh pengurus apabila telah disetujui oleh ketua sanggar. Pelaporan dana yang diterima harus aktual dan spesifik. 57
Penggalian sumber dana tidak dapat dilakukan secara individu tanpa adanya koordinasi dan legalisasi dari perangkat-perangkat sanggar lainnya termasuk pengurus. Laporan pertanggungjawaban yaitu laporan pengurus dalam hal ini ketua kepada semua perangkat organisasi. Laporan pertanggungjawaban sekurang-kurangnya memuat keterangan berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dan pengeluaran dana beserta lampiran yang mengatkan pengeluaran dana tersebut jika diperlukan. Laporan pertanggungjawaban akan diarsipkan secara lengkap oleh sekretaris untuk kemudian menjadi salah satu dokumen yang dianggap penting dalam organisasi. Pembahasan Penyajian Laporan Arus Kas menurut PSAK No. 45 Tabel 1. Laporan Arus Kas Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar Laporan Arus Kas 31 Desember 2013 Arus Kas dari Aktivitas Operasi : Penerimaan : Kas dari penyumbang Pembayaran : Perlengkapan Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas operasi Arus Kas dari Aktivitas Investasi : Pembelian Peralatan Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas Investasi Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan : Investasi awal Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas Pendanaan Kenaikan (penurunan) bersih dalam kas dan setara kas Kas dan setara kas pada awal tahun Kas dan setara kas pada akhir tahun
Rp. 149.986.750 Rp. 2.260.500 Rp. 147.726.250 (Rp. 147.223.750) (Rp. 147.223.750) Rp. 1.000.000 (Rp. 1.000.000) Rp. 1.502.500 Rp. Rp. 1.502.500
Sumber : Logos Ma’Kantar
Penyajian Laporan Posisi Keuangan menurut PSAK No. 45 Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar Tabel 2. Laporan Posisi Keuangan Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar Laporan Posisi Keuangan 31 Desember 2013 Aset : Kas dan setara Kas Perlengkapan Peralatan Jumlah Aset Kewajiban dan Ekuitas Kewajiban Ekuitas Jumlah Kewajiban dan ekuitas
Rp. 1.502.500 Rp. 2.260.500 Rp. 147.223.750 Rp. 150.986.750 Rp. 150.986.750 Rp. 150.986.750
Sumber : Logos Ma’Kantar
Penyajian Catatan Atas Laporan Keuangan menurut PSAK No. 45 Tabel 3. Catatan Atas Laporan Keuangan Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar Catatan atas Laporan Keuangan Catatan : sanggar seni budaya Logos Ma’kantar melakukan invetasi awal Rp.1.000.000 dimana Rp.900.000 merupakan uang kas dan Rp.100.000 merupakan bank. Setelah investasi awal sanggar seni budaya Logos Ma’kantar menerima sumbangan (bansos) senilai Rp.149.986.750 yang dicatat sebagai kas masuk dari penyumbang (Bansos). Sumber : Logos Ma’Kantar
Sumber : Logos Ma’Kantar
58
Penerapan Laporan Posisi Keuangan menurut PSAK No. 45 pada Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar a. Aset Kas dan setara kas yang disajikan dalam laporan posisi keuangan merupakan total atau jumlah dari aset bersih pada akhir tahun. Aset untuk Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar hanya terdiri dari kas dan setara kas, perlengkapan dan peralatan sanggar. Peralatan dan perlengkapan Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar laporannya berupa jumlah unit yang disusun dalam daftar inventaris. b. Kewajiban dan Aset Bersih Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar tidak memiliki saldo kewajiban pada akhir tahun. Nilai saldo Modal adalah nilai investasi awal ditambah dengan sumbangan. Penerapan Laporan Arus Kas menurut PSAK No. 45 pada Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar a. Arus Kas dari Aktivitas Operasi Akun-akun yang disajikan adalah penambahan dan pengurangan arus kas yang terjadi pada perkiraan yang terkait dengan operasional Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar seperti Kas dari penyumbang dan perlengkapan. b. Arus Kas dari Aktivitas Investasi Yang termasuk dalam perkiraan ini adalah semua penerimaan dan pengeluaran uang kas yang terkait dengan investasi untuk pembelian peralatan penunjang kegiatan.Untuk tahun 2013 hanya terjadi pengeluaran dari investasi, dan tidak ada penerimaan. c. Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan Perkiraan yang termasuk dalam aktivitas pendanaan adalah perkiraan penerimaan dari kontribusi pengurus yang penggunaanya dibatasi. Penerapan Catatan Atas Laporan Keuangan menurut PSAK No. 45 pada Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar Catatan atas Laporan Keuangan Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar berupa : a. Catatan atas nilai kas pada tahun 2013 dan sumbernya. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan makadiperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar belum menerapkan sepenuhnya laporan keuangan yang sesuai dengan format laporan keuangan organisasi nirlaba yang ada dalam Pernyataan Standar Akuntansi No. 45 karena belum ada penyajian laporan aktivitas. 2. Walaupun tidak mengikuti format laporan keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, namun secara umum tujuan penyusunan laporan keuangan pada Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar telah tercapai. Saran Saran yang dapat diberikan dalam penerapan penyusunan laporan keuangan pada Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar sebagai berikut. 1. Penyusunan Laporan Keuangan sebaiknya berpedoman dan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang tertuang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45 agar informasi yang disajikan dalam laporan keuangan lebih jelas, relevan dan memiliki daya banding yang tinggi, selain itu juga agar tujuan dari penyusunan laporan keuangan dapat tercapai dengan maksimal. 59
2. Pengurus Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar harus melakukan penyajian atas laporan aktivitas. 3. Bagi Badan Pengurus Sanggar Seni Budaya Logos Ma’Kantar perlu mengetahui tentang pelaporan keuangan organisasi nirlaba sesuai dengan PSAK No 45dengan cara melakukan pelatihan. DAFTAR PUSTAKA Cintokowati, Chindi. 2010. Akuntansi Masjid vs Gereja, Organisasi Nirlaba. http://cintokowati.blogspot.com/2010/11/asp-akuntansi-masjid-vs-gereja.html Tanggal akses 14 November 2010 Hasana,
Kharisty. 2011. Ciri-Ciri Organisasi Nirlaba, Organisasi Nirlaba. http://kharistyhasanah.blogspot.com/2011/10/organisasi-nirlaba.html Tanggal akses 07 Oktober 2011
Hendrawan, Rony. 2011. Analisis Penerapan PSAK No. 45 Tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba Pada Rumah Sakit Berstatus Badan Layanan Umum. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang. Horngren, Charles T., Harrison, Walter T. 2007. Akuntansi. Erlangga. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2012. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta.
Salemba Empat.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Empat. ANDI. Yogyakarta. Pontoh, Chenly Ribka. 2013. Penerapan Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba Berdasarkan Psak No 45 pada Gereja Bzl. Jurnal Emba. Unsrat. Manado.
60