Vol. 11 No. 3, September 2016
ISSN. 1907-9737
JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN PENERAPAN METODE PROCESS COSTING SYSTEM DALAM PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PT. CONBLOC INDONESIA SURYA Christian Ray Wensen, Hendrik Manossoh, Sherly Pinatik ANALISIS PERBANDINGAN PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BIOLOGIS DAN NON BIOLOGIS (STUDI KASUS PADA CV. FATHERLAND FARM TONDANO) Abram Ventura Wardana Putra, Sifrid S. Pangemanan, Heince R. N. Wokas ANALISIS PENERAPAN VARIABEL COSTING SEBAGAI ALAT UNTUK MENGHITUNG HARGA POKOK PRODUKSI PADA AKSAN BAKERY DI MANADO Tety Darise, David Paul Elia Saerang, Anneke Wangkar PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN INFORMASI OBYEK PAJAK (SISMIOP) SEBAGAI SARANA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BUOL Ardiansyah M. Kadadia, Jullie J. Sondakh, Treesje Runtu PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAN CORPORATE SOCIAl RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Angelika Natalia Joseph, Agus T. Poputra, Victorina Z. Tirayoh EVALUASI PENGENDALIAN INTERN PADA SIKLUS PENGGAJIAN PT ANEKALOKA INDOTUNA DI BITUNG Maria Marisa Marau, Grace B. Nangoi, Hendrik Manossoh EFEKTIVITAS KINERJA JURUSITA PAJAK DALAM MELAKUKAN PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MANADO DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BITUNG Megi Afrilia, Jullie J. Sondakh, Robert Lambey EVALUASI PENATAUSAHAAN, PENYUSUNAN, DAN PENYAMPAIAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA PADA BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Grace G Lewedalu, Lintje Kalangi, Jessy D. L. Warongan ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PAJAK DAERAH DI KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Lonex Dandel Anumpitan, Jantje J. Tinangon, Treesje Runtu ANALISIS PENERAPAN PSAP NO. 07 TENTANG AKUNTANSI ASET TETAP PADA BALAI PENYANTUNAN LANJUT USIA “SENJA CERAH” Novita Melina Kumesan, Lintje Kalangi, Robert Lambey ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN MINAHASA Billy Ch. G. Rattu, Agus T. Poputra, Meily Y. B. Kalalo ANALISIS POTENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN MINAHASA UTARA Moningka Tesalonika, Agus T. Poputra, Lidia Mawikere ANALISIS PENYUSUNAN ANGGARAN PADA KANTOR KELURAHAN KARAME KECAMATAN SINGKIL KOTA MANADO TAHUN ANGGARAN 2014 Judisty Kaumbang, Sifrid S. Pangemanan, Heince R. N. Wokas EVALUASI PROSEDUR PEMUNGUTAN CUKAI MINUMAN BERALKOHOL BUATAN DALAM NEGERI PADA KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN C KENDARI Jenni Febriyanti Kapantouw, Inggriani Elim, Lidia Mawikere ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA SORONG Martha Marice Koibur, Sifrid Pangemanan, Harijanto Sabijono ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN RAJA AMPAT TAHUN 2010 – 2014 Trivosa Isir, Ventje Ilat, Lidia Mawikere EVALUASI PENGENDALIAN AKUNTANSI ASET TETAP BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG ASET TETAP PADA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI SULAWESI UTARA Devid Manorek, Jenny Morasa, Harijanto Sabijono ANALISIS PERBANDINGAN TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 17 DAN TARIF PAJAKPENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2 (STUDY KASUS PADA CV. MELANIA) Marcelino Ransulangi, Herman Karamoy, Sonny Pangerapan
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO
Vol.11,No.3,September 2016
ISSN.1907-9737
GOING CONCERN JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN Pelindung
Rektor Universitas Sam Ratulangi
Penanggung Jawab
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSRAT Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNSRAT
Pemimpin Redaksi
Prof. DR. David. P.E. Saerang,SE,M.Com(Hons)
Redaksi Pelaksana
Harijanto Sabijono,SE,MSi,Ak Lidia Mawikere,SE,MSi,Ak Hendrik Manossoh,SE,MSi,Ak Imelda Najoan,SE,MSi,Ak
Dewan Redaksi
DR. Grace Nangoy,SE,MSAc,Ak,CPA Sifrid S. Pangemanan,SE,MSA DR. Jullie J. Sondakh,SE,MSi,Ak,CPA DR.Ventje Ilat,SE,MSi DR. Herman Karamoy,SE,MSi,Ak DR. Jenny Morasa,SE,MSi,Ak DR. Agus T. Poputra,SE,MM,MA,Ak Victorina Tirayoh,SE,MM,Ak Linda Lambey,SE,MBA,MA,Ak Margaretha Bolang,SE,MA,Ak Peter Kapojos,SE,MSi,Ak
Administrasi & Sirkulasi
DR. Jantje Tinangon,SE,MM,Ak DR. Lintje Kalangi,SE,ME,Ak Winston Pontoh,SE,MM,Ak Christian Datu,SE,MSA,Ak
Alamat Redaksi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Jl. Kampus Bahu – Manado, Sulawesi Utara Telp. (0431) 847472, Fax. (0431) 853584
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern diterbitkan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado, dimaksudkan sebagai media pertukaran informasi, penelitian dan karya ilmiah antara pengajar, alumni, mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Jurnal ini terbit empat kali setahun yaitu bulan Maret, Juni, September, Desember. Redaksi menerima naskah yang belum pernah diterbitkan oleh media dan tinjauan atas buku-buku akuntansi terbitan dalam dan luar negeri yang baru serta catatan/komentar atas artikel yang dimuat dalam jurnal ini. Surat menyurat mengenai naskah yang akan diterbitkan langganan, keagenan, dan lainnya dapat dialamatkan langsung ke alamat redaksi atau melalui email :
[email protected]
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern FEB UNSRAT
i
Vol.11,No.3,September 2016
ISSN.1907-9737
GOING CONCERN JURNAL RISET AKUNTANSI GOING CONCERN DAFTAR ISI PENERAPAN METODE PROCESS COSTING SYSTEM DALAM PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PT. CONBLOC INDONESIA SURYA Christian Ray Wensen, Hendrik Manossoh, Sherly Pinatik .............................................................. 1-10 ANALISIS PERBANDINGAN PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BIOLOGIS DAN NON BIOLOGIS (STUDI KASUS PADA CV. FATHERLAND FARM TONDANO) Abram Ventura Wardana Putra, Sifrid S. Pangemanan, Heince R. N. Wokas................................ 11-21 ANALISIS PENERAPAN VARIABEL COSTING SEBAGAI ALAT UNTUK MENGHITUNG HARGA POKOK PRODUKSI PADA AKSAN BAKERY DI MANADO Tety Darise, David Paul Elia Saerang, Anneke Wangkar ............................................................... 22-30 PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN INFORMASI OBYEK PAJAK (SISMIOP) SEBAGAI SARANA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BUOL Ardiansyah M. Kadadia, Jullie J. Sondakh, Treesje Runtu ............................................................. 31-40 PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAN CORPORATE SOCIAl RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Angelika Natalia Joseph, Agus T. Poputra, Victorina Z. Tirayoh .................................................. 41-50 EVALUASI PENGENDALIAN INTERN PADA SIKLUS PENGGAJIAN PT ANEKALOKA INDOTUNA DI BITUNG Maria Marisa Marau, Grace B. Nangoi, Hendrik Manossoh .......................................................... 51-56 EFEKTIVITAS KINERJA JURUSITA PAJAK DALAM MELAKUKAN PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MANADO DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BITUNG Megi Afrilia, Jullie J. Sondakh, Robert Lambey ............................................................................. 57-65 EVALUASI PENATAUSAHAAN, PENYUSUNAN, DAN PENYAMPAIAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA PADA BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Grace G Lewedalu, Lintje Kalangi, Jessy D. L. Warongan ............................................................ 66-73 ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PAJAK DAERAH DI KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Lonex Dandel Anumpitan, Jantje J. Tinangon, Treesje Runtu........................................................ 74-85 ANALISIS PENERAPAN PSAP NO. 07 TENTANG AKUNTANSI ASET TETAP PADA BALAI PENYANTUNAN LANJUT USIA “SENJA CERAH” Novita Melina Kumesan, Lintje Kalangi, Robert Lambey ............................................................. 86-96 ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN MINAHASA Billy Ch. G. Rattu, Agus T. Poputra, Meily Y. B. Kalalo ............................................................. 97-105 Jurnal Riset Akuntansi Going Concern FEB UNSRAT
ii
ANALISIS POTENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN MINAHASA UTARA Moningka Tesalonika, Agus T. Poputra, Lidia Mawikere .......................................................... 106-114 ANALISIS PENYUSUNAN ANGGARAN PADA KANTOR KELURAHAN KARAME KECAMATAN SINGKIL KOTA MANADO TAHUN ANGGARAN 2014 Judisty Kaumbang, Sifrid S. Pangemanan, Heince R. N. Wokas ............................................... 115-124 EVALUASI PROSEDUR PEMUNGUTAN CUKAI MINUMAN BERALKOHOL BUATAN DALAM NEGERI PADA KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN C KENDARI Jenni Febriyanti Kapantouw, Inggriani Elim, Lidia Mawikere................................................... 125-133 ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA SORONG Martha Marice Koibur, Sifrid Pangemanan, Harijanto Sabijono ................................................ 134-142 ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN RAJA AMPAT TAHUN 2010 – 2014 Trivosa Isir, Ventje Ilat, Lidia Mawikere .................................................................................... 143-149 EVALUASI PENGENDALIAN AKUNTANSI ASET TETAP BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG ASET TETAP PADA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI SULAWESI UTARA Devid Manorek, Jenny Morasa, Harijanto Sabijono ................................................................... 150-161 ANALISIS PERBANDINGAN TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 17 DAN TARIF PAJAKPENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2 (STUDY KASUS PADA CV. MELANIA) Marcelino Ransulangi, Herman Karamoy, Sonny Pangerapan ................................................... 162-169
Jurnal Riset Akuntansi Going Concern FEB UNSRAT
iii
PENERAPAN METODE PROCESS COSTING SYSTEM DALAM PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PT. CONBLOC INDONESIA SURYA Christian Ray Wensen1 Hendrik Manossoh2 Sherly Pinatik3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado email :
[email protected]
ABSTRACT
Process costing is a system of pricing of basic products used in industrial production that organizes activities for a specific product based on an ongoing basis without specific demands from certain customers. Basic principles of process costing that accrue costs of operations or a specific department for one full period (monthly, quarterly, annually) and then dividing by the number of units produced during the period. This study aimed to quantify the cost of production by using the method of process costing at PT. Conbloc Indonesia Surya. Methods of data analysis used this research is descriptive qualitative research method, where the study was conducted by collecting data company, and analyze the collected data and provide particulars faced. Authors collected data were interviews and documentation. Based on the results of the study showed that the cost allocation made by PT. Conbloc Indonesia Surya yet remained, should the cost of water input into the cost of raw materials instead of factory overhead costs. Keywords: process costing, cost, cost of goods sold
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Setiap perusahaan bertujuan untuk mendapatkan laba semaksimal mungkin untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dan memperluas perusahaan. Sehingga bagi seorang pimpinan akan terus meningkatkan laba yang akan diperoleh, karena jumlah yang dihasikan dapat digunakan sebagai ukuran kemajuan perusahaan dan juga sebagai gambaran keberhasilan seorang pemimpin dalam manajemen perusahaan. Laba dapat diperoleh apabila perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan yang sejenis. Persaingan ini selain dari mutu yang dihasilkan, juga persaiangan dalam menentukan harga jual. Konsumen biasanya akan mencari produk dengan harga yang wajar dengan kualitas yang tinggi. Penentuan harga pokok produksi merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan industri, karena selama proses masukan (bahan mentah) menjadi keluaran (bahan jadi) begitu banyak biaya-biaya yang terjadi dalam perusahaan, misalnya : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya pabrik tidak langsung. Biaya-biaya tersebut harus diperhitungkan untuk menentukan besarnya biaya produksi untuk memproduksi suatu jenis produk pada unit tertentu, atau dapat dikatakan untuk penentuan harga pokok produksi pada suatu produk yang diproduksi. Dalam kebanyakan bisnis manfaktur, biaya produksi dipertanggungjawabkan menggunakan salah satu dari dua jenis sistem akumulasi biaya, yaitu sistem perhitungan biaya berdasarkan pesanan (job order costing system) dan sistem perhitungan biaya berdasarkan proses (process costing system). Tujuan penting dari sistem dari perhitungan biaya manapun adalah untuk menentukan biaya dari barang atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Sodikin (2015 : 69), Metode penentuan biaya proses adalah metode pengumpulan biaya produk berdasar proses. Metode ini digunakan oleh perusahaan pemanfakturan yang membuat produk massa. Perusahaan-perusahaan yang membuat bumbu masak, minyak kelapa sawit, dan kertas adalah contoh-contoh perusahaan yang menggunakan metode penentuan biaya proses. PT. Conbloc Indonesia Surya adalah salah satu anak perusahaan Conbloc Grup, yang berada di Sulawesi Utara dan merupakan perusahaan yang mengembangkan usahanya dalam kategori industri bahan bangunan, perusahaan ini menghasilkan produk berupa paving dan beberapa produk lainnya, namun paving merupakan main product diantara produk lainnya. Perusahaan semaksimal mungkin mempertahankan kualitas dalam hal memproduksi produk. Namun, perusahaan terkadang melakukan sedikit kesalahan dalam jumlah kapasitas produksi demi menggapai laba maksimum dalam satu periode. Berdasarkan analisis awal yang dilakukan, perusahaan ini masih belum mengetahui secara tepat dalam pengalokasian biaya, masih banyak yang perlu diperhatikan dalam mengalokasikan biaya, karena akan berpengaruh dalam menentukan harga pokok produksi dan penetapan harga jual. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menghitung harga pokok produksi dengan menggunakan metode process costing dan membandingkan perhitugan yang dilakukan pada PT. Conbloc Indonesia Surya.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Akuntansi Akuntansi memiliki peranan yang sangat besar sebagai alat pembantu dalam pengambilan keputusankeputusan ekonomi. Bagi dunia usaha, akuntansi sangat dibutuhkan untuk membantu melancarkan tugas manajemen, khususnya dalam melaksanakan fungsi perencanaan dan pengawasan. Oleh sebab itu akuntansi banyak dipelajari oleh para usahawan. Definisi akuntansi menurut beberapa ahli, yaitu sebagai berikut : Horngren (2013 : 4) mengungkapkan bahwa akuntansi adalah sistem informasi yang mengukur aktivitas bisnis, memproses data menjadi laporan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengambil keputusan. Akuntansi adalah system informasi yang mengukur aktivitas bisnis, memproses informasi menjadi laporan keuangan, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pembuat keputusan (Oentoe, 2013) Sujarweni (2015 : 1), akuntansi adalah proses dari transaksi yang dibuktikan dengan faktur, lalu dari transaksi dibuat jurnal, buku besar, neraca lajur, sehingga menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang dapat digunakan oleh pihak-pihak tertentu.
2
Akuntansi Biaya Akuntansi yang kegiatannya bertujuan menyediakan informasi biaya bagi manajemen disebut akuntansi biaya. Surjadi (2013 : 1), akuntansi biaya (cost accounting) adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian biaya-biaya pembuatan dan penjualan produk atau penyerahan jasa dengan cara-cara tertentu beserta penafsiran terhadap hasilnya.
Konsep Biaya Biaya merupakan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan terjadi untuk tujuan tertentu atau pengukuran aktiva brersih akibat digunakannya jasa-jasa ekonomis untuk menciptakan pendapatan pada saat ini atau masa mendatang. Umumnya biaya dihubungkan dengan jenis-jenis organisasi, yaitu organisasi bisnis, organisasi non bisnis, perusahaan manufaktur, perusahaan dagang, dan perusahaan jasa. Jenis biaya yang terjadi dan cara pengelompokkannya tergantung pada jenis organisasinya (Tulende, 2014). Hongren,dkk.(2013 : 18), biaya didefinisikan sebagai suatu sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya biasanya diukur dalam unit uang yang harus dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang dan jasa. Biaya yang dibebankan pada produk membantu keputusan penetapan harga dan untuk menganalisis bagaimana tingkat profitabilitas produk yang berbeda.
Biaya Produksi Sodikin (2015 : 23), Biaya produk adalah biaya untuk memperoleh atau membuat barang atau produk. Biaya ini dipertemukan (ditandingkan) dengan pendapatan pada perioda penjualan produk. Biaya produk pada perusahaan manfaktur adalah biaya baik langsung maupun taklangsung yang dikeluarkan untuk membuat barang atau produk pada perusahaan dagang, biaya produk terdiri atas biaya untuk memperoleh barang dagang, yang meliputi, antara lain, harga beli dan biaya pengangkutan. Biaya produk baik pada perusahaan dagang maupun pada perusahaan pemanfakturan disebut juga inventoriable cost, artinya biaya yang dapat diletakan kepada persediaan (inventory).
Harga Pokok Produksi Menurut Hansen & Mowen (2010 : 162), harga pokok produksi adalah biaya dari bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung pada produk dengan penelusuran langsung dengan dibebankan biaya overhead pabrik secara spesifik menggunakan penelusuran penggerak aktivitas tingkat unit dan alokasi. Pembebanan harga pokok produksi adalah pembebanan unrur biaya produksi terhadap produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi, artinya penentuan biaya yang melekat pada produk jadi dan persediaan barang dalam proses (Malue, 2013). Harga Pokok Proses Samryn (2012 : 116), harga pokok proses adalah suatu sistem penetapan harga pokok produk yang digunakan dalam industri yang menyelenggarakan kegiatan produksi untuk suatu produk tertentu secara berkelanjutan tanpa berdasarkan permintaan yang spesifik dari pelanggan tertentu. Sebagai akuntansi untuk perusahaan industri, antara harga pokok pesanan dengan harga pokok proses pada dasarnya memiliki banyak perseamaan. Pertama dilihat dari tujuan dasarnya, kedua sistem produksi sama-sama membebankan bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead pada produk dalam suatu mekanisme perhitungan harga pokok per unit produk. Kedua, kedua sistem menggunakan dasar akun pabrikasi yang sama, sebagai media pencatatan dan pengumpulan data biayanya. Arus fisik produksinya sama-sama melibatkan overhead pabrik, bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Ketiga, arus fisik dan biaya dalam akun pabrikasi pada dasarnya sama pada kedua sistem tersebut.
3
Penelitian Terdahulu Dewi Amorita (2011) dengan judul Analisis Penerapan Metode Process Costing System Dalam Penentuan Harga Pokok Produksi Ban Vulkanisir Sistem Dingin PT Alkarin Mariendal. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah penerapan process costing system dalam penentuan harga pokok produksi telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU). Metode yang digunakan adalah metode pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menujukkan pengalokasian biaya-biaya masih belum sesuai dikarenakan masih adanya biaya yang tidak dimasukkan dalam harga pokok produksi. sehingga harga pokok produksi menjadi lebih kecil, Dimana biaya-biaya tersebut dimasukkan kedalam beban operasional. Helmina Batubara (2013) dengan judul Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Metode Full Costing Pada Pembuatan Etalase kaca dan Alumunium di UD. Istana Alumunium Manado. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui penentuan harga pokok produksi dengan metode perusahaan dan perbandingan dengan metode full costing yang dilakukan perusahaan. Metode yang digunakan adalah metode pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan penulis menemukan memasukkan semua biaya kedalam biaya produksi yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik dan biaya administrasi, hal ini menyebabkan penentuan harga pokok produksi jadi lebih tinggi dan berdampak terhadap penentuan harga jual. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian Penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu suatu pendekatan investigasi karena peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian. Jenis penelitian dilakukan langsung ke sumber data, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, dan data yang terkumpul berupa visi dan misi perusahaan, struktur organisasi, dan informasi biaya-biaya perusahaan PT. Conbloc Indonesia Surya. Tempat Penelitian Tempat penelitian dilakukan pada PT. Conbloc Indonesia Surya yang berlokasi di jln. Raya ManadoBitung, Lingkungan V, Kelurahan Manembo-nembo bawah, Kecamatan Matuari, Kota Bitung. Waktu penelitian adalah dalam waktu dua bulan, yaitu dari bulan Februari hingga bulan maret 2016.
Prosedur Penelitian Tahap penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, tahapan-tahapan tersebut sebagai berikut. 1. Survey Pendahuluan Dalam penelitian ini objek yang akan diteliti adalah PT. Conbloc Indonesia Surya yang merupakan jenis usaha dalam kategori industri bahan bangunan, perusahan ini menghasilkan produk berupa paving. Setelah menentukan objek yang akan digunakan, selanjutnya mengidentifikasi gambaran umum perusahaan. 2. Identifikasi Masalah Mengidentifikasi masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini. Kemudian menentukan judul penelitian yang sesuai. 3. Pengumpulan Data Pengumpulan data berupa suatu pernyataan tentang sifat, keadaan, kegiatan tertentu dan sejenisnya. 4. Analisis Data Setelah memperoleh data yang diperlukan, penulis menganalisa data-data yang telah dikumpulkan dan mengolah data-data tersebut sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya. 5. Penarikan Kesimpulan Setelah melakukan penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan atas hasil dari analisa dan interprestasi data yang dilengkapi dengan saran-saran.
4
Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah wawancara dan dokumentasi. 1. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data primer dari para pihak yang dijadikan informan peneliti. Tekinik wawancara dilakukan dengan mempersiapkan terlebih dahulu pedoman wawancara. Pedoman wawancara tesebut berisi pokok-pokok pertanyaan untuk diajukan kepada perusahaan. 2. Dokumentasi, yaitu melalui pengambilan data-data dari catatan dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan masalah yang diteliti. Catatan dan dokumen tersebut berupa laporan keuangan bulanan perusahaan PT. Conbloc Indonesia Surya.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif bersifat sistematis, terencana, dan terstruktur sejak awal penelitian. Metode ini merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menguraikan, membandingkan memberikan gambaran perusahaan dan menerangkan suatu data kemudian dianalisis sehingga dapat membuat kesimpulan sesuai dengan informasi dan data yang telah ada.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Objek Penelitian Pada awal dekade 1970, yaitu pada tahun 1974, Conbloc didirikan dijakarta. Merupakan perusahaan yang merintis serta memperkanalkan produk paving beton untuk konstruksi jalan yang dapat dipakai sebagai alternatif perkerasan jalan dengan tingkat pemeliharaan lebih mudah serta biaya lebih kecil. Selama beberapa dekade, Conbloc telah berkembang menjadi group usaha terpadu yang secara struktural operasional didukung oleh tim kerja profesional serta sumber daya manusia yang terampil dan berpengalaman. Dedikasi tinggi serta memelihara komitmen di dalam badan manajemen merupakan hal yang harus tetap dilakukan. Tanpa hal itu tidaklah mungkin kami dapat bertahan di dalam persaingan usaha. Sejauh ini, Conbloc telah menjadi perintis sekaligus telah berada pada posisi terdepan dalam dunia usaha manfaktur paving beton dan produk beton lain. Hingga saat ini, satu hal yang tidak akan berubah dari citra Conbloc adalah upaya dan langkah inovatif dalam konsep dan desain bagi perkembangan teknologi perkerasan jalan, paving dan produk beton lainnya. Walaupun demikian, semua ini tanpa mengabaikan kepuasan pelanggan dan selalu berusaha memelihara hubungan baik dengan mitra usaha. Sebagai cabang dari perusahaan manufaktur yang mempunyai sertifikat ISO 9001:2000 untuk system manajemen mutu, PT. Conbloc Indonesia Surya didirikan pada bulan juni 2004 di Bitung, Sulawesi Utara. Selain manajemen dan sumber daya yang solid, kelengkapan bidang usaha ini didukung oleh mesin penghasil paving beton yang berteknologi tinggi. Kami membuat produk beton pracetak dengan kualitas terbaik serta telah teruji dengan seksama di bawah pengawasan team yang berpengalaman. Oleh karenanya kualitas produk beton yang kami hasilkan merupakan produk beton dengan kualitas baik dan terjamin.
Hasil Penelitian Biaya Produksi Pada PT. Conbloc Indonesia Surya Berdasarkan data yang telah penulis peroleh di perusahaan, maka yang menjadi biaya produksi pada PT. Conbloc Indonesia Surya terbagi atas tiga, yaitu: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. 1. Biaya bahan baku Bahan baku merupakan bahan yang tercampur langsung pada produk jadi yang akan dihasilkan. Bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan sebuah paving pada PT. Conbloc Indonesia Surya adalah semen, pasir halus, pasir kasar (gros), abu batu dan split 10/5. Berikut merupakan penyajian langsung yang ditampilkan dalam bentuk tabel.
5
Tabel 1 Biaya Bahan Baku Untuk Memproduksi Paving Bulan November 2015 Dalam (Rp) Untuk 559.000 buah paving No
Jenis bahan baku
Jumlah
Harga (Rp)
Total harga (Rp)
1 2
Semen Pasir halus
4.800 sak 24 dam
58.000 180.000
278.400.000 4.320.000
3
Pasir kasar
120 dam
140.000
16.800.000
4 5
Abu batu Split 10/5 TOTAL
72 dam 50 dam
1.050.000 875.000
75.600.000 42.000.000 417.120.000
Sumber: PT. Conbloc Indonesia Surya (2015)
Seperti yang dapat dilihat ditabel 4.1, perusahaan mengeluarkan Rp. 417.120.000 untuk total biaya bahan baku dalam satu bulan pembuatan paving. Lebih jelasnya, PT. Conbloc Indonesia Surya menggunakan 16 kapsul semen untuk setiap bulan ( 1 kapsul terdiri dari 300 sak semen) jadi 16 kapsul semen terdiri dari 4.800 sak semen dengan harga satuan Rp. 58.000, 24 dam pasir halus per bulan dengan harga satuan Rp. 180.000, 120 dam pasir kasar untuk penggunaan setiap bulan dengan harga satuan Rp. 140.000, abu batu 72 dam per bulan dengan harga satuan Rp. 1.050.000, serta split (ukuran 10/5) 50 dam per bulan dengan harga satuan Rp. 875.000. 2. Biaya tenaga kerja langsung Yang termasuk dalam biaya tenaga kerja langsung adalah semua tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam kegiatan produksi untuk sehari-harinya, yaitu pekerja pabrik. Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja langsung dimasukkan sebagai bagian dari biaya produk yang membentuk harga pokok produksi. Pemberian gaji karyawan pada PT. Conbloc Indonesia Surya ditentukan berdasarkan jabatan masingmasing serta lamanya bekerja. Pemberian gaji secara bulanan. Jumlah karyawan tenaga kerja langsung dalam proses produksi paving berjumlah 26 orang. Berikut adalah ketentuan mengenai biaya tenaga kerja langsung pada PT. Conbloc Indonesia Surya. a. Gaji pokok untuk tenaga kerja langsung Rp. 86.000 per hari. b. Tunjangan-tunjangan yang diberikan untuk setiap karyawan adalah sebagai berikut. 1) Tunjangan asuransi sebesar Rp. 35.000 per bulan. 2) Tunjangan transportasi dan makan sebesar Rp. 20.000 per hari. Sehingga dapat dihitung biaya tenaga kerja langsung pada PT. Conbloc Indonesia Surya untuk bulan November 2015 adalah sebagai berikut. Biaya tenaga kerja langsung (26 orang) a. Gaji pokok @Rp. 86.000 (25 hari) Rp. 86.000 x 26 orang x 25 hari b. Tunjangan asuransi Rp. 35.000 x 26 orang c. Tunjangan transportasi dan makan Rp. 20.000 x 26 orang x 25 hari TOTAL
Rp. 55.900.000 Rp. 910.000 Rp. 13.000.000 Rp. 69.810.000
3. Biaya overhead pabrik Selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung tentunya ini merupakan salah satu biaya yang tidak dapat dipisahkan ketika proses produksi. Pada PT. Conbloc Indonesia Surya adapula biaya-biaya yang dapat dikategorikan sebagai biaya overhead pabrik seperti biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya minyak dan oli, biaya reparasi dan pemeliharaan mesin, biaya listrik maupun biaya telepon dan masih ada beberapa yang lain. Biaya overhead ini sulit untuk diidentifikasi maka harus dapat dianalisa sebaik mungkin oleh perusahaan sesuai dengan infomasi-informasi yang ada. Berikut merupakan penyajian langsung yang ditampilkan dalam bentuk tabel.
6
Tabel 2 Biaya Overhead Pabrik Untuk Memproduksi Paving Bulan November 2015 Dalam (Rp) Untuk 559.000 buah paving No Jenis biaya overhed Total harga (Rp) 1 2 3 4 5 6 7
Biaya tenaga kerja tidak langsung Biaya perlengkapan pabrik Biaya reparasi dan pemeliharaan mesin Penyusutan gedung Penyusutan mesin Listrik dan telepon Biaya operasional TOTAL
30,750,000 10,800,000 5,000,000 7,500,000 7,500,000 5,500,000 126,576,000 193,626,000
Sumber: PT. Conbloc Indonesia Surya (2015)
Seperti yang dapat dilihat ditabel 4.2, perusahaan mengeluarkan Rp. 193.626.000 untuk total biaya overhead pabrik dalam satu bulan pembuatan paving, untuk biaya operasional perusahaan menggunakan 6 unit mobil dam truk yang dibagi menjadi 2 bagian, yaitu 3 unit mobil dam truk dipakai untuk mengangkut material seperti pasir dan split, dan 3 unit mobil dam truk dipakai untuk membawa pesanan paving yang sudah selesai dicetak kepada konsumen, yang termasuk biaya operasional adalah membayar upah sopir, upah kenek, dan bahan bakar minyak. Cara perhitungannya yaitu setiap mobil dalam satu hari mengagkut material maupun mengantar paving kepada konsumen sebanyak 3 kali (tiga ret), jadi total dalam satu hari 6 unit mobil dam truk melakukan tugasnya sebanyak 18 kali.
Penetapan Harga Pokok Produksi Setelah setiap elemen-elemen biaya yang timbul dari jumlah yang diperhitungkan dalam penentuan harga pokok paving yang dihasilkan perusahaan, maka berikut akan disajikan metode perhitungan yang diterapakan perusahaan dengan menggunakan metode variable costing dalam laporan harga pokok produksi paving. Laporan perhitungan harga pokok produksi paving bulan November 2015. Biaya bahan baku 417.120.000 Biaya tenaga kerja langsung 69.810.000 Biaya overhead pabrik 193.626.000 + Total biaya produksi 680.556.000 Jadi, harga pokok per unit adalah : HPP = 680.556.000 / 559.000 = Rp. 1.217,452 yang dibulatkan menjadi Rp. 1.250 / buah Penetapan Harga Jual Paving Seperti yang diketahui harga jual atau selling price merupakan harga yang dibebankan kepada konsumen yang diperoleh atau dihitung dari biaya produksi ditambahkan dengan laba yang diharapkan. Untuk menetapkan harga jual produk ada beberapa hal yang harus diketahui mengenai presentase keuntungan yang diharapkan sehingga pemecahan dalam menetapkan keuntungan yang tidak terlalu tinggi maupun telalu rendah, karena dengan presentase keuntungan yang terlalu tinggi akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan karena dapat membuat konsumen beralih pada perusahaan lain yang sejenis, namun jika terlalu rendah maka laba yang akan diperoleh tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini perusahaan menetapkan laba sebesar 40% dari total biaya per unit. Pada PT. Conbloc Indonesia Surya, dalam menetapkan harga jual menggunakan formula sebagai berikut. Harga Jual = Total Biaya per Unit + Laba Yang Diharapkan Berdasarkan informasi harga pokok produk yang diperoleh dari perusahaan maka perhitungan harga jual paving pada PT. Conbloc Indonesia Surya dapat dihitung sebagai berikut. Biaya pe unit = 680.556.000 / 559.000 = Rp. 1.217.452 yang dibulatkan menjadi Rp. 1.250 / buah. Laba yang diharapkan 40% x Rp. 1.250 = Rp. 500 Harga jual per unit = 1.250 + Rp. 500 = Rp. 1.750
7
Pembahasan Penerapan Metode Process Costing dalam Penentuan Harga Pokok Produki Perusahaan ini menghitung harga pokok produksi berdasarkan biaya-biaya yang benar terjadi dan dihitung pada akhir periode. Penentuan harga pokok produksi pada PT. Conbloc Indonesia Surya adalah dengan metode process Costing, dimana harga pokok per unit diperoleh dengan membagi semua biaya produksi dengan jumlah unit produksi. Berdasarkan data pada perusahaan, untuk harga pokok produksi per unit perusahaan membagi seluruh biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi paving dengan jumlah paving yang diproduksi. Pada bulan November 2015, perusahaan membuat paving sebanyak 559.000 unit paving (13.000 m3), pada akhir November produk selesai yang ditransfer ke gudang sebanyak 473.000 unit paving (11.000 m3), sedangkan yang 86.000 unit paving (2000 m3) masih dalam proses dengan tingkat penyerapan biaya bahan baku 100%, biaya tenaga kerja 75%, dan biaya overhead pabrik 80%. Keterangan (1m3 = 43 buah paving) Berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat dilihat perhitungan harga pokok produksi pada table 4.3. Tabel 4.3 Laporan Biaya Produksi Bulan November 2015 PT. Conbloc Indonesia Surya Laporan Biaya Produksi Untuk bulan November 2015 Skedul Kuantitas Produk masuk proses Produk selesai Produk dalam proses (100% Bahan baku, 75% Tenaga kerja, 80% BOP)
559.000 unit 473.000 unit 86.000 unit
Biaya Dibebankan Elemen Biaya Bahan Baku Tenaga Kerja Overhaed Pabrik Total biaya yang harus dipertanggungjawabkan Pertanggungjawaban Biaya Biaya produk selesai (473.000 x 1.233,443) Produk dalam proses: Bahan baku (86.000 x 100% x 746,189) Tenaga kerja (86.000 x 75% x 129,879) Overhead pabrik (86.000 x 80% x 357,375) Total biaya yang dipertanggungjawabkan
Total Biaya Rp. 417.120.000 Rp. 69.810.000 Rp. 193.626.000 Rp. 680.556.000
559.000 unit
Biaya Per Unit Rp. 746,189 Rp. 129,879 Rp. 357,375 Rp. 1.233,443
Rp. 583.413.809 Rp. 64.172.254 Rp. 8.377.196 Rp. 24.587.400
Rp. 97.136.850 Rp. 680.556.000
Perhitungan Tambahan: Unit ekuivalen: Bahan baku = 473.000 + (86.000 x 100%) = 559.000 Tenaga kerja = 473.000 + (86.000 x 75%) = 537.500 Overhead pabrik = 473.000 + (86.000 x 80%) = 541.800 Biaya per unit: Bahan baku = Rp. 417.120.000 : 559.000 = Rp. 746,189 Tenaga kerja = Rp. 69.810.000 : 537.500 = Rp. 129,879 Overhead pabrik = Rp. 193.626.000 : 541.800 = Rp. 357.375 Sumber: PT. Conbloc Indonesia Surya (2015)
Sesuai perhitungan metode proses costing dalam penentuan harga pokok produksi dalam PT. Conbloc Indonesia Surya dapat dilihat bahwa total biaya bahan baku yang dibebankan pruduk dalam proses adalah Rp. 64.172.254, didapat dari jumlah unit produksi produk dalam proses dikali dengan total presentase atau tingkat penyerapan yang dibebankan dikali dengan biaya per unit. Sedangkan biaya tenaga kerja produk dalam proses adalah Rp. 8.377.196, dan biaya overhead pabrik produk dalam proses adalah Rp. 24.587.400.
8
Maka total biaya produksi produk dalam proses adalah sebesar Rp. 97.136.850, didapat dari jumlah biaya bahan baku dalam proses ditambah biaya tenaga kerja langsung dalam proses ditambah dengan biaya overhead pabrik dalam proses. Setelah menghitung biaya produksi produk dalam proses, kita menentukan biaya per unit dengan menggunakan perhitungan metode process costing, sebelum menentukan biaya per unit dilakukan terlebih dahulu perhitungan tambahan yaitu unit ekuivalen produksi. Untuk unit ekuivalen produksi biaya bahan baku adalah produk selesai (473.000 unit) ditambah dengan hasil dari produk dalam proses (86.000 unit) dikali dengan tingkat penyelesaian bahan baku (100%). Jadi hasil perhitungan unit ekuivalen produksi bahan baku adalah 559.000 unit. Sedangkan unit ekuivalen produksi tenaga kerja adalah 537.500 unit, dan unit ekuivalen overhead pabrik adalah 541.800 unit. Setelah menentukan unit ekuivalen pada setiap elemen biaya, kita menghitung biaya per unit pada setiap elemen biaya. Biaya per unit bahan baku adalah total biaya bahan baku (Rp. 417.120.000) dibagi dengan unit ekuivalen biaya bahan baku (559.000 unit). Jadi hasil perhitungan biaya per unit pada bahan baku adalah Rp. 746,189. Sedangkan biaya per unit tenaga kerja adalah Rp. 129,879, dan biaya per unit overhead pabrik adalah Rp. 357,375. Maka total biaya per unit adalah sebesar Rp. 1.233,443, didapat dari jumlah biaya per unit bahan baku ditambah biaya per unit tenaga kerja ditambah biaya per unit overhead pabrik. Berdasarkan data-data yang diperoleh penulis dari perusahaan maka biaya produksi yang termasuk dalam harga pokok produksi dengan metode process costing adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. a. Biaya bahan baku Menurut perhitungan perusahaan biaya air dimasukan dalam biaya overhead pabrik bukan dalam biaya bahan baku. b. Biaya tenaga kerja langsung Biaya tenaga kerja langsung telah sesuai dialokasikan dalam penentuan harga pokok produksi dengan metode process costing, yang terdiri dari gaji pokok, tunjangna asuransi, tunjangan transport dan uang makan, dimana tenaga kerja langsung tersebut adalah karyawan-karyawan yang langsung terlibat dalam proses produksi paving. c. Biaya overhead pabrik Biaya overhead pabrik telah sesuai dialokasikan dalam penentuan harga pokok produksi dengan metode process costing, yang terdiri dari biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya perlengkapan pabrik, biaya reparasi dan pemeliharaan mesin, penyusutan gedung, penyusutan mesin, listrik dan telepon, biaya operasional.
Perbandingan Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Menggunakan Metode Variabel Costing dan Metode Process Costing Setelah menghitung harga pokok produksi dengan metode harga pokok proses (process costing), dapat dibandingkan dengan metode perhitungan harga pokok produksi yang digunakan oleh PT. Conbloc Indonesia Surya yaitu metode variabel costing. Ada beberapa persamaan dan perbedaan antara kedua metode tersebut. Persamaan dari metode variabel costing dan process costing yaitu sama-sama bertujuan biaya bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik ke produk dan mekanisme menentukan harga pokok perunit. Perbedaannya yaitu cara perhitungan dalam menentukan harga pokok produksi. Jika menghitung harga pokok perunit dengan menggunakan perhitungan metode variabel costing yaitu menjumlahkan seluaruh biaya produksi (bahan baku, tenaga kerja langsung, overhead pabrik) kemudian dibagi dengan jumlah unit produksi pada periode tersebut. Sedangkan menggunakan perhitungan metode harga pokok proses (process costing) berbeda dengan metode variabel costing dimana metode sebelumnya menghitung harga pokok perunit menjumlahkan biaya produksi kemudian dibagi dengan jumlah unit produksi tanpa memandang produk dalam proses atau produk yang belum selesai diproduksi. Jika menghitung dengan menggunakan metode process costing seluruh biaya tidak langsung dibagi dengan jumlah unit produk yang akan diproduksi, karena akan ada produk selesai dan produk dalam proses. Metode ini menggunakan perhitungan tambahan (unit ekuivalen), unit ekuivalen adalah penyetaraan produk dalam proses tersebut menjadi produk jadi. Unit ekuivalen produksi = Produk selesai + (Produk dalam proses x Tingkat penyelesaian
9
PENUTUP Kesimpulan Dari penelitian mengenai penerapan metode process costing dalam penetuan harga pokok produksi yang disajikan oleh perusahaan, maka penulis sampai kepada kesimpulan yang mungkin berguna dan bermanfaat terutama bagi PT. Conbloc Indonesia Surya dalam menyajikan laporan harga pokok produksi yang lebih tepat dan wajar. Adapun kesimpulan yang diambil oleh penulis adalah: 1. Dalam perhitungan harga pokok produksi untuk menghasilkan satu buah paving yang diterapkan oleh PT. Conbloc Indonesia Surya adalah metode variable costing. Disetiap kegiatan produksi PT. Conbloc Indonesia Surya harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1.217,452 per unit. Namun, apabila perusahaan menerapkan perhitungan dengan metode process costing maka perusahaan akan mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1.233,443 per unit. 2. Pengalokasian biaya yang dilakukan oleh PT. Conbloc Indonesia Surya belum tepat, seharusnya biaya air dimasukan kedalam biaya bahan baku bukan overhead pabrik.
Saran 1.
2.
Dari kesimpulan yang ada, maka penulis menyarankan kepada perusahaan PT. Conbloc Indonesia Surya, dalam menentukan harga pokok produksi sebaiknya perusahaan menerapkan perhitungan metode process costing. Air merupakan bahan baku langsung dalam proses pembuatan paving. Perusahaan ini air yang dipakai untuk membuat paving diambil dari sumur air dengan menggunakan tenaga listrik. Jadi perusahaan ini, biaya air untuk membuat paving dimasukan kedalam biaya listrik. Dalam pengalokasian biaya air seharusnya perusahaan untuk biaya listrik dialokasikan berapa persen untuk biaya air, setelah itu dimasukan kedalam biaya bahan baku supaya dapat mengetahui biaya dengan jelas.
DAFTAR PUSTAKA Amorita, Dewi. 2011. Penerapan Metode Process Costing System Dalam Penentuan Harga Pokok Produksi Ban Vulkanisir Sistem Dingin PT. Alkarin Mariendal. Jurnal Eksis, 7(2), 1362-2000. Batubara, Helmina. 2013. Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Metode Full Costing pada Pembuatan Etalase Kaca dan Alumunium di UD. Istana Alumunium Manado. Jurnal EMBA. ISSN 2303 1174. Volume 1. Nomor 3. Hansen Don R. & Maryane M. Mowen. 2010. Management Accounting, Edisi Tujuh. Selemba Empat. Jakarta. Horngren, Datar, Foster, George, 2013. Akuntansi Biaya dengan Penekanan Manajerial. Jilid 1. Edisi keduabelas. Erlangga. Jakarta. Malue, J., 2013. Analisis Penerapan Target Costing Sebagai Sistem Pengendalian Biaya Produksi Pada PT. Celebes Mina Pratama. Jurnal EMBA, 1(3), 949-957. Samryn, L.M, 2012. Akuntansi Manajemen. Edisi Pertama. Kencana. Jakarta. Sodikin, S. Slamet, 2015. Akuntansi Managemen. Edisi Kelima. STIM YKPN. Yogyakarta. Sujarweni, Wiratna, 2015. Akuntansi Manajemen, Teori dan Aplikasi. Pustaka Baru Press : Yogyakarta. Surjadi, Lukman, 2013. Akuntansi Biaya : Dasar-dasar Perhitungan Harga Pokok. Cetakan Pertama. PT. Indeks. Jakarta. Tulende, Marchel., 2014. Penerapan Biaya Kualitas Untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi Pada UD. Sinar Sakti Manado. Jurnal EMBA, 2(2), 1712-1722.
10
ANALISIS PERBANDINGAN PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET BIOLOGIS DAN NON BIOLOGIS (Studi Kasus pada CV. Fatherland Farm Tondano) Abram Ventura Wardana Putra1 Sifrid S. Pangemanan2 Heince R. N. Wokas3 1,2,3
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi email:
[email protected]
.ABSTRACT The accounting treatment for biological assets in Indonesia does not have mutual standards so, many agribusiness companies reported their biological assets just like the standards that used to report the non-biological assets. Characteristics of different biological assets can cause mistakes in recording if we use the same standards with non-biological assets. This study aimed to comparing the accounting treatment made by the company between two types of assets that owned by the company. The result of this research found that accounting treatment between the two types of asset does not have significant differences. The differences in the accounting treatment of these assets only in the measurement of assets and discontinuation. Companies measure the value of both types of assets in accordance with the acquisition price. But the company did not recognize the depreciation of their biological assets. At the time of biological assets termination, the company immediately reclassified the biological assets to the inventories that available to sale, while for non-biological assets, there are two types of termination that is for resale and stored as damaged goods. Considering to the characteristics of the biological assets, company should establish fair value in the measurement of biological assets. Keywords: Biological Assets, fixed assets.
11
PENDAHULUAN Latar Belakang Perusahaan sebagai sebuah entitas bisnis memiliki tanggung jawab untuk melaporkan segala hal dalam perusahaan yang menunjang produksi atau yang menghasilkan keuntungan di masa sekarang maupun di masa mendatang dalam bentuk sebuah laporan keuangan. Laporan keuangan itu digunakan baik untuk pihak luar sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi, atau bagi pihak dalam sebagai evaluasi tentang keadaan perusahaan sehingga manajemen bisa mengarahkan operasi dari perusahaan. Komponen-komponen yang di terdapat dalam laporan keuangan, adalah laporan posisi keuangan (neraca), laporan arus kas, laporan laba rugi, dan laporan perubahan modal dan catatan atas laporan keuangan. Dalam neraca terdapat sebuah akun penting yaitu aset. Aset bisa dikatakan sebagai harta sebuah perusahaan yang digunakan sebagai penunjang operasi. Entah dalam bentuk aset lancar (Current Assets) atau aset tidak lancar (Non Current Assets). Bagi perusahaan-perusahaan kebanyakan, aset-aset tersebut biasanya dalam bentuk benda mati atau bahkan tidak berwujud. Namun, perusahaan yang bergerak dalam bidang agribisnis mempunyai aset yang memiliki karakteristik yang unik. Aset tersebut disebut aset biologis. Aset biologis adalah aset yang berupa makhluk hidup yang mengalami proses biologis mulai dari bertumbuh, berproduksi, berkembangbiak, hingga tidak bisa berproduksi lagi dan mati. Karena mengalami proses biologis tersebut, perusahaan harus membuat suatu pengukuran untuk mengukur nilai dari aset tersebut secara wajar sesuai dengan pengaruhnya untuk menghasilkan keuntungan pada perusahaan. Karena karakteristik yang unik tersebut, aset biologis harus diperlakukan berbeda dengan aset yang lainnya seperti tanah, bangunan, dan lain-lain. Perlakuan pada sebuah aset dengan cara yang benar menghindari terjadi adanya kesalahan penyajian informasi. Berbeda dengan IFRS, peraturan akuntansi di Indonesia sampai saat ini belum memiliki suatu standar dalam memperlakukan aset biologis secara spesifik. Selama ini hanya ada PSAK 32 yang mengatur mengenai akuntansi kehutanan yang juga diterapkan dalam industri perkebunan. Tetapi, PSAK 32 ini sudah dicabut sebagai suatu standar dalam akuntansi di Indonesia sehingga standar khusus dalam mengatur aset biologis secara spesifik belum ada. Sehingga menurut Kurniawan (2012) yang memiliki pendapat sama dengan Rani (2013) adalah penyusunan laporan keuangan bagi perusahaan agribisnis lebih mengacu pada PSAK 16 dan 48 dalam melaporkan dan menilai aset biologis yang mereka miliki. Sedangkan untuk perusahaan tanpa akuntabilitas publik, perusahaan lebih mengacu kepada SAK ETAP. Penelitian ini difokuskan pada sebuah perusahaan yang memiliki aset biologis, dalam hal ini CV. Father Land Farm. Perusahaan ini merupakan perusahaan agribisnis yang bergerak dalam sektor perternakan yang mendistribusikan telur segar ke Tondano hingga sampai ke Manado. Meskipun produk utama dari CV. Father Land Farm merupakan telur segar, perusahaan ini juga menyediakan daging ayam dan pupuk sebagai produk sampingan. Alasan pemilihan CV. Father Land Farm sebagai objek penelitian adalah karena perusahaan memiliki pelaporan keuangan yang baik serta memiliki aset biologis dan aset non biologis yang menjadi fokus utama dari penelitian ini. Sehingga tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana perlakuan akuntasi antara aset biologis dan aset non biologis dapat terpenuhi. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana prosedur perlakuan akuntansi antara aset biologis dan aset non biologis yang dilakukan oleh perusahaan dan bagaimanakah perbandingan perlakuan akuntansi terhadap kedua jenis aset tersebut.
12
TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi Menurut Suwardjono (2014:10) pengertian akuntansi dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu akuntansi sebagai pengetahuan, dan akuntansi sebagai proses, fungsi atau praktik. Sebagai pengetahuan, akuntansi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari perekayasaan penyediaan jasa berupa informasi keuangan kuantitatif unit-unit organisasi dalam suatu lingkungan negara tertentu dan cara penyampaian (pelaporan) informasi tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomik. Sedangkan sebagai proses, fungsi, praktik, akuntansi adalah proses pengidentifikasian, pengesahan, pengukuran, pengakuan, pengklasifikasian, penggabungan, peringkasan, dan penyajian data keuangan dasar (bahan olah akuntansi) yang terjadi dari kejadian-kejadian, transaksi-transaksi, atau kegiatan operasi suatu unit organiasi dengan cara tertentu untuk menghasilkan informasi yang relevan bagi pihak yang berkepentingan. Akuntansi Keuangan Akuntansi keuangan bisa didefinisikan sebagai sebuah disiplin ilmu yang menyajikan suatu informasi yang diperlukan untuk melaksanakan serta mengevaluasi kegiatan ekonomi secara efisien. Menurut Lubis (2010:3) akuntansi dapat dipandang secara sempit sebagai suatu proses atau kegiatan yang meliputi proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, pengklasifikasian, penguraian, penggabungan, pengikhtisarian, dan penyajian data keuangan dasar yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan operasi suatu unit organisasi dengan caracara tertentu untuk menghasilkan informasi yang relevan bagi pihak yang berkepentingan. Dapat disimpulkan bahwa akuntansi keuangan merupakan suatu proses akuntansi untuk menghasilkan informasi yang relevan bagi pihak yang berkepentingan. Laporan Keuangan Menurut Kieso, et al (2013: 5), laporan keuangan memiliki tujuan yakni sebagai berikut. 1. Sebagai pembuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan rasional untuk investor serta kreditor dan pemakai lainnya. 2. Membantu investor serta kreditor saat ini dan pemakai lainnya dalam menilai jumlah, penetapan waktu, dan ketidakpastian penerimaan kas prospektif dari dividen atau bunga dan hasil dari penjualan, penebusan, atau jatuh tempo sekuritas atau pinjaman. 3. Dengan jelas menggambarkan sumber daya ekonomi dari sebuah perusahaan serta klaim terhadap sumber daya tersebut. . Sedangkan menurut A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT) yang dikutip oleh Putra (2013) merumuskan empat tujuan laporan keuangan: 1. Membuat keputusan yang menyangkut penggunaan kekayaaan yang terbatas dan untuk mencapai tujuan 2. Mengarahkan dan mengontrol secara efektif sumber daya manusia dan faktor produksi lainnya 3. Memelihara dan melaporkan pengamanan terhadap kekayaan 4. Membantu fungsi dan pengawasan sosial. Dapat disimpulkan bahwa tujuan laporan keuangan menurut Kieso lebih menekankan tujuan laporan keuangan dari sisi pihak eksternal perusahaan, sedangkan tujuan laporan keuangan yang dikutip oleh Putra, merupakan tujuan laporan keuangan dilihat dari sisi pihak internal perusahaan.
13
Standar Pelaporan Keuangan Setiap Negara memiliki standar pelaporan masing-masing yang sesuai dengan keadaan atau kondisi Negara tersebut. Menurut Suwardjono (10:2014) akuntansi yang dipraktikkan di dalam suatu negara sebenarnya tidak terjadi secara alamiah tetapi dirancang dan dikembangkan secara sengaja untuk mencapai tujuan sosial tertentu. Praktik akuntansi dipengaruhi oleh faktor lingkungan (social, ekonomi, dan politis) dimana standar akuntansi itu diterapkan. Oleh karena itulah, hal itu menimbulkan masalah karena setiap Negara yang berbeda menghasilkan standar pelaporan yang berbeda pula. Sehingga transaksi ekonomi global sulit dilakukan jika hanya melihat dari laporan keuangan dimana perusahaan itu berada. Akuntansi merupakan bahasa bisnis, oleh karena akuntansi adalah bahasa, perusahaan tidak bisa berbicara jika mempunyai bahasa yang berbeda pula. Inilah suatu alasan transaksi ekonomi global sulit dilakukan jika tidak mempunyai standar yang berlaku dan diterapkan secara global. Karena alasan tersebut, IASB (International Accounting Standar Board) membuatu suatu standar yang bisa diterapkan dalam skala global yaitu IFRS (International Financial Reporting Standard). Dapat disimpulkan bahwa standar pelaporan haruslah memiliki keselarasan sehingga akan semakin mempermudah transaksi ekonomi secara global. Agribisnis Menurut Asep (2012:4) agribisnis adalah suatu aktivitas bisnis berbasis pertanian beserta faktor-faktor pendukungnya. Istilah agribisnis sudah lama dikenal di Indonesia. Asal kata agribisnis adalah agribusiness yang merupakan gabungan dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis) Inti dari pertanian adalah aspek budidaya (tanaman, ternak, ikan). Dapat disimpulkan bahwa agribisnis bukan hanya satu bisnis yang melibatkan pertanian saja, melainkan semua bisnis yang memiliki kaitan dengan alam. Aset Menurut PSAK 19, aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan diperoleh dari perusahaan. Sedangkan menurut SAK ETAP, aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas aset diakui dalam neraca jika kemungkinan manfaat ekonominya dimasa depan akan mengalir ke entitas dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Aset Biologis Aset biologis adalah sumber daya yang berupa makhluk hidup yang mengalami transformasi biologis sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana dapat memberikan manfaat bagi perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Lalic, et al Transformasi biologis mengarah ke perubahan nilai aset melalui kenaikan (peningkatan kualitas dari hewan atau tanaman), penurunan (pengurangan atau penurunan kualitas hewan atau tanaman), perkembangbiakkan (prokreasi), dan produksi. Pengakuan Aset Seperti yang dikutip oleh Cahyani & Aprilina (2014), Pengakuan (recognition) merupakan proses pembentukan suatu pos yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan dalam neraca atau laporan laba rugi. Sebuah aset harus diakui oleh perusahaan jika aset tersebut memberi kontribusi ke perusahaan ke masa yang akan datang. Harga Perolehan Aset Menurut PSAK 16 (2015) Biaya Perolehan atau harga perolehan aset adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan pada aset ketika pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain.
14
Pengukuran Aset Salah satu kriteria pengakuan aset adalah dapat diukur (measureability) manfaat ekonomis yang akan datang. Yang dimaksudkan dengan pengukuran disini adalah penentuan jumlah harga yang harus dipakai pada suatu objek aset pada saat terjadinya suatu transaksi. Dan jika suatu sumber daya yang diperoleh suatu perusahaan tidak andal (reliable) pada elemen pengukurannya maka sumber daya tersebut tidak dapat ditampilkan sebagai aset melainkan diakui sebagai pendapatan ketika terjadi transaksi. Penyusutan Aset Tidak Lancar Setiap benda di dunia ini pasti memiliki nilai penyusutannya masing-masing. Sehingga istilah penyusutan dapat ditemukan sehari-hari yang berhubungan dengan penurunan nilai, manfaat, atau volume dari suatu benda atau bahkan kekayaan yang dimiliki. Dalam akuntansi, istilah penyusutan lebih spesifik berhubungan dengan penurunan nilai aset tetap karena berlalunya waktu karena pemakaian yang normal atau karena faktor alam. Penyusutan aset tetap merupakan proses alokasi harga perolehan aset tetap selama taksiran umur ekonomis aset yang bersangkutan. Bagian penyusutan diperhitungkan untuk satu periode waktu tertentu, misalnya 1 bulan, atau 1 tahun yang diberi nama biaya penyusutan.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono (2013:13) penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui variable mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungan dengan variabel lain. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha membandingkan perbandingan antara perlakuan dari aset biologis dengan aset non-biologis.
Tempat dan Waktu Penelitian Peneliti mengambil tempat penelitian di CV. Fatherland Farm yang terletak di Desaa Papakelan, kecamatan Maesa. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan April tahun 2016.
Prosedur Penelitian 1. Menentukan permasalahan 2. Merumuskan permasalahan yang jelas 3. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian 4. Mengumpulkan informasi mengenai gambaran umum perusahaan 5. Mengumpulkan data mengenai pelaporan keuangan perusahaan 6. Analisis Data 7. Membuat kesimpulan 8. Membuat saran bagi perusahaan Metode Pengumpulan Data 1.
Jenis Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang berupa kata-kata yang diperoleh dari studi kepustakaan, pengamatan secara langsung, wawancara, dan dokumentasi
15
yang berkaitan dengan perlakuan akuntansi untuk aset biologis dan non-biologis sedangkan data kuantitatif, peneliti mengambil dari laporan keuangan. 2.
Sumber Data Data yang digunakan oleh peneliti didapat dari sumber primer dan sumber sekunder. 1. Sumber Primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Indrawan dan Yaniawati, 2012:141). Sumber primer ini berupa catatan hasil wawancara yang diperoleh melalui wawancara serta observasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti 2. Sumber Sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Indrawan dan Yaniawati, 2014:141). Pengumpulan data sekunder dan kajian kepustakaan (literatur), didefinisikan sebagai penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap sumber pendukung untuk kepentingan penelitian yang sedang dilakukan. Data ini digunakan untuk mendukung informasi dari data primer yang diperoleh baik dari wawancara, maupun observasi langsung ke lapangan.
Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. 1. Teknik Wawancara, Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2013:231) wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu 2. Teknik Dokumentasi, Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seorang Metode Analisis Menurut Sugiyono (2013:3) Metode dalam penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Untuk menjawab rumusan masalah, maka metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Indrawan dan Yaniawati (2014:67), metode-metode penelitian dalam pendekatan kualitatif sering digunakan untuk melihat lebih dalam suatu fenomena social termasuk didalamnya kajian terhadap ilmu pendidikan, manajemen dan administrasi bisnis, kebijakan public, pembangunan ataupun ilmu hukum. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Gambaran Umum CV. Fatherland Farm Fatherland Farm merupakan perusahaan yang bergerak di sektor perternakan ayam petelur yang terletak di Desa Papakelan, Kecamatan Maesa. Fatherland memproduksi telur ayam, pupuk dan daging ayam. Untuk sekarang, Fatherland Farm memasok telur ke sekitaran wilayah Tondano hingga Sulawesi Utara. Aset Biologis pada CV. Fatherland Farm Aset biologis yang dimiliki oleh CV. Fatherland Farm adalah hewan ternak berupa ayam petelur. Produk utama yang dihasilkan dari aset biologis adalah telur ayam dan produk sampingan adalah daging ayam yang diperoleh dari ayam petelur yang umur ekonomisnya telah habis serta pupuk kandang.
16
Aset biologis yang dimiliki oleh perusahaan dikategorikan menjadi tiga jenis berdasarkan umur dan masa manfaat, yakni sebagai berikut. 1. Ayam Belum Menghasilkan Ayam belum menghasilkan merupakan ayam yang masih belum memenuhi usia produktif untuk menghasilkan telur. 2. Ayam Menghasilkan Ayam menghasilkan merupakan ayam yang sudah memasuki usia produktif dan siap untuk menghasilkan telur setiap harinya. 3. Ayam BT (ayam afkir) Ayam BT merupakan ayam yang sudah mengalami penurunan jumlah produksi telur. Jenis ayam ini nantinya akan direklasifikasikan menjadi aset lancar yaitu persediaan. Perlakuan Akuntansi Terhadap Aset Biologis Menurut Fatherland Farm Di dalam laporan keuangan Fatherland Farm, perusahaan mengklasifikasikan aset biologis yang mereka miliki sebagai ayam belum menghasilkan, ayam menghasilkan dan ayam yang sudah tidak berproduksi (ayam BT). Berikut ini merupakan tahap-tahap dalam perlakuan akuntansi aset biologis menurut Fatherland farm. 1. Perolehan Aset Biologis Ada berbagai cara yang digunakan oleh perusahaan untuk memperoleh aset biologis yakni dengan cara tunai dan kredit. 2. Pengakuan Aset Biologis Menurut kriteria pengakuan dari aset, perusahaan harus mengakui biaya perolehan dari aset tersebut jika manfaat ekonomis di masa depan yang berhubungan dengan aset tersebut mengalir ke entitas dan biaya perolehan aset tersebut dapat diukur secara andal. Fatherland farm mencatat aset biologis sebesar harga perolehannya pada pengakuan awal 3. Pengukuran Aset Biologis Setelah pengakuan awal aset biologis, terdapat sejumlah biaya untuk memelihara aset tersebut hingga siap berproduksi. Biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat pengakuan awal tersebut ditambah dengan biaya perawatan lainnya seperti pakan, obat dan vaksin serta vitamin atau dengan kata lain, biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pertumbuhan aset biologis (harga perolehan) dijadikan sebagai dasar pengukuran pada saat perusahaan mereklasifikasi ayam belum menghasilkan ke ayam menghasilkan. Berikut ini merupakan perhitungan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengukur aset biologis per ekor. Harga Perolehan (per ekor) =
(Biaya Bibit Ayam + Biaya Pengiriman + Biaya Perawatan) Jumlah Bibit Ayam
4. Penyajian dalam Laporan Keuangan Dalam penyajian untuk aset biologis dalam laporan keuangan, aset biologis disajikan dalam neraca pada kategori aset tidak lancar dan mengklasifikasikan jenis aset biologisnya ke dalam ayam belum menghasilkan, ayam menghasilkan, dan ayam tidak berproduksi (ayam BT). Khusus untuk ayam yang sudah tidak berproduksi (ayam BT), perusahaan melakukan reklasifikasi lagi dari aset tidak lancar ke aset lancar dan digolongkan ke dalam persediaan 5. Penghentian Aset Biologis
17
Aset biologis yang telah berumur lebih dari 2 tahun dan aset biologis yang belum mencapai usia 2 tahun tetapi telah mengalami penurunan produksi telur sebesar 70%, tidak lagi diakui ke dalam aset tidak lancar. Aset biologis tersebut langsung ditarik kemudian siap untuk dijual. Aset biologis yang ditarik direklasifikasi dari aset tidak lancar menjadi aset lancar dan digolongkan ke dalam persediaan Aset Non Biologis Pada CV. Fatherland Farm Aset Non Biologis yang dimaksud disini adalah aset yang dimiliki entitas yang tidak memiliki karakteristik biologis dan mempunyai manfaat ekonomis di masa yang akan datang. Aset non biologis merupakan komponen untuk mendukung operasional entitas. Aset non biologis biasanya dibeli dan digunakan untuk operasi dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali. Jenis-Jenis Aset Non Biologis Yang Dimiliki Oleh CV. Fatherland Farm Berbeda dengan Aset Biologis yang dimiliki oleh Fatherland, Aset non biologis yang dimiliki oleh Fatherland bermacam-macam. Namun pada umumnya semua memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mendukung operasional entitas. Aset non biologis yang dimiliki oleh Fatherland diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Tanah. 2. Kandang. 3. Kendaraan. 4. Peralatan dalam kandang (pemanas, baby feeder, dll) maupun peralatan lain (seperti penggilingan pakan ayam, laptop dan genset) Setiap aset non biologis yang dimiliki oleh perusahaan memiliki umur ekonomisnya masing-masing yang ditentukan oleh perusahaan Perlakuan Akuntansi Terhadap Aset Non Biologis Menurut Fatherland Farm 1. Perolehan Aset Non Biologis Fatherland farm memperoleh aset non biologis yang mereka miliki secara tunai maupun kredit. 2. Pengakuan Aset Non Biologis Dalam pengakuan aset non biologis, Fatherland mencatat aset biologis tersebut sebesar harga perolehan 3. Pengukuran Aset Non Biologis Pada pengukuran awal, Fatherland mengukur aset non biologis sebesar harga perolehannya. Setelah pengakuan awal, Fatherland mengukur aset non biologis dengan mengurangi harga perolehan dengan akumulasi penyusutan. Setelah pengukuran awal, perusahaan masih harus merawat agar aset tetap beroperasi. Pengeluaran yang dikeluarkan setelah pengukuran awal digolongkan sebagai beban oleh entitas. 4. Penyajian dalam Laporan Keuangan Aset non biologis disajikan dalam laporan keuangan perusahaan setiap tahunnya. Penyajian laporan aset non biologis dalam laporan keuangan dilakukan oleh manajer yang merangkap sebagai pembuat laporan keuangan. Namun laporan keuangan ini tetap diperiksa kembali oleh pemilik perusahaan. 5. Penghentian Pengakuan Aset Non Biologis Aset non biologis akan dihentikan pengakuannya jika telah habis masa ekonomisnya atau tidak lagi memberikan masa manfaat di masa depan. Aset non biologis yang dihentikan pengakuannya akan dijual atau 18
ditukar dengan yang baru. Untuk aset non biologis yang tidak bisa dijual, perusahaan tetap menyimpan aset tersebut sebagai barang rusak. Kriteria dalam penghentian pengakuan aset non biologis ditentukan sendiri oleh perusahaan. Pembahasan Standar Akuntansi yang Digunakan Perusahaan Belum adanya standar resmi yang mengatur tentang perlakuan akuntansi aset biologis untuk perusahaan yang tidak memiliki akuntabilitas publik, mengharuskan perusahaan untuk memperlakukan aset biologis sama dengan aset non biologis. CV. Fatherland Farm mengacu pada perlakuan akuntansi aset tetap seperti yang diatur dalam SAK ETAP Perlakuan Akuntansi Aset Biologis Menurut ED PSAK 69 Tahun 2015 Secara garis besar, ED PSAK 69 mengatur bahwa aset biologis harus diakui dan diukur berdasarkan bilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. Namun apabila ada kejadian yang membuat aset biologis tidak bisa diukur secara andal, maka perusahaan diizinkan menggunakan nilai historis tetapi, perusahaan harus mengurangi harga perolehan dengan penyusutan dan penurunan nilai. Dalam pengakuan dan pengukuran aset biologis yang dimiliki perusahaan, perusahaan mengakui dan mengukur aset biologis sebesar harga perolehan tetapi, karena perusahaan tidak mengakui adanya penyusutan dan penurunan nilai untuk aset biologis yang mereka miliki, maka kriteria pengakuan dan pengukuran yang dilakukan oleh perusahaan tidak sesuai dengan ED PSAK 69. Perbandingan Perlakuan Akuntansi Antara Aset Biologis dan Non Biologis. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka dibuatlah perbandingan perlakuan akuntansi terhadap aset biologis dan non biologis sebagai berikut. Aset Biologis Entitas memperoleh aset biologis melalui pembelian tunai maupun utang
Aset Non Biologis Entitas memperoleh aset non biologis melalui pembelian tunai maupun kredit
Pengakuan
Diakui sebesar harga perolehan.
Diakui sebesar harga perolehan
Pengukuran
Dasar pengukuran yang digunakan oleh perusahaan berdasarkaan harga perolehan. Perusahaan tidak mengakui adanya. penyusutan dalam pengukuran aset biologis
Dasar pengukuran yang digunakan oleh perusahaan berdasarkan harga perolehan. Perusahaan
Perbandingan Dalam memperoleh kedua jenis aset yang mereka miliki, Fatherland sama-sama mendapatkan kedua aset tersebut secara tunai maupun secara kredit. Pada pengakuan awal, kedua aset sama-sama diakui sebesar harga perolehan. Khusus untuk aset biologis, terdapat biaya tambahan untuk perawatan setelah pengakuan awal, sehingga menambah harga perolehan. Perusahaan sama-sama mengambil dasar pengukuran berdasarkan harga perolehan. Untuk aset biologis, perusahaan
Mengakui adanya penyusutan dalam pengukuran aset non biologis
tidak mengakui adanya penyusutan, sedangkan untuk aset non biologis, perusahaan mengakui adanya penyusutan
Perolehan
19
Penyajian
Penghentian
Penyajian dalam laporan keuangan, aset biologis disajikan dalam neraca. Untuk aset biologis, perusahaan memiliki dua macam penyajian dan pengungkapan. Untuk aset biologis yang masih berproduksi, perusahaan menyajikan aset biologis pada aset tidak lancar. Sedangkan yang sudah tidak berproduksi, disajikan dalam aset tidak lancar dalam akun persediaan, Setelah produksi menurun, aset biologis di reklasifikasi sebagai persediaan kemudian dijual.
Penyajian dalam laporan keuangan, aset non biologis disjaikan dalam neraca. Untuk aset non biologis, perusahaan hanya menyajikannya dalam aset tidak lancar.
Dalam laporan keuangan, aset biologis sama-sama disajikan dalam neraca. Aset biologis memiliki dua macam penyajian, hal ini disebabkan karena transformasi biologis yang dialami oleh aset biologis. Sedangkan untuk aset non biologis hanya disajikan dalam aset tidak lancar.
Pada aset non biologis, perusahaan memiliki dua jenis perlakuan untuk penghentian aset. Yang pertama yaitu Aset yang dijadikan barang yang tidak dipakai dan aset yang akan dijual.
Setelah aset biologis produksinya telah menurun, aset biologis langsung direklasifikasi ke persediaan. Nilai jualnya diukur sesuai dengan nilai pasar. Untuk aset non biologis, penghentian yang dilakukan oleh entitas terdapat dua macam, yaitu aset non biologis dijadikan barang yang tidak dipakai dan aset non biologis untuk dijual.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Dalam prosedur perlakuan akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan untuk melaporkan aset biologis dan non biologis terdiri dari 5 prosedur, yaitu perolehan, pengakuan, pengukuran, penyajian dan penghentian. Pada saat perolehan, perusahaan cenderung memperoleh kedua jenis aset tersebut dengan cara yang sama, yaitu secara tunai maupun kredit. 2. Perusahaan mengakui kedua jenis aset yang mereka miliki berdasarkan harga perolehan pada saat kedua jenis aset tersebut diperoleh. Perusahaan mengukur kedua jenis aset tersebut berdasarkan harga perolehan. 3. Untuk aset biologis, perusahaan tidak mengakui adanya penyusutan, sedangkan aset non biologis, perusahaan mengakui adanya penyusutan. 4. Dalam penyajian, perusahaan telah melakukan penyajian untuk kedua jenis aset yang mereka miliki hampir sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. 5. Pada prosedur penghentian, aset biologis akan direklasifikasi menjadi persediaan pada saat aset tersebut sudah tidak berproduksi sedangkan aset non biologis dilakukan dua jenis perlakuan, yaitu aset yang akan dijual dan aset yang akan tetap disimpan menjadi aset rusak.
20
Saran Setelah menganalisis permasalahan yang ada mengenai permasalahan yang ada, maka peneliti memberikan saran yakni sebagai berikut. 1. Penyajian yang telah dilakukan oleh perusahaan sebaiknya dipertahankan bahkan ditingkatkan. Penyajian yang baik selain dapat mempermudah pengawasan internal, dapat juga menarik investor dikarenakan laporan keuangan yang mudah dipahami. 2. Untuk mengukur nilai dari aset biologis perusahaan sebaiknya menetapkan nilai wajar mengingat karakteristik dari aset biologis yang mengalami transformasi biologis tersebut. DAFTAR PUSTAKA Cahyani, Ranny dan Vita, Aprilina. 2014. Evaluasi Penerapan Sak Etap Dalam Pelaporan Aset Biologis Pada Peternakan Unggul Farm Bogor, Jurnal RAK. Vol 5 No 1 http://www.ejournalunisma.net/ojs/index.php/jrak/article/view/1060 . Diakses Maret, 03, 2016. Hal 14-37 Darmansyah, Asep, 2012. Akuntansi Agribisnis. Alfabeta. Bandung Ikatan Akuntan Indonesia. 2013. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). Salemba Empat. Jakarta Ikatan Akuntansi Indonesia.2014. Standar Akuntansi Keuangan Per Efektif 1 Januari 2015. Penerbit Ikatan Akuntansi Indonesia Kieso, Weygandt, Warfield, 2013. Akuntansi Intermediate Jilid 1. Cetakan ke-12. Penerbit Erlangga. Jakarta Kurniawan, Rendra. 2012. Valuasi Aset Biologis : Kajian Kritis Atas IAS 41 Mengenai Akuntansi Pertanian , Jurnal IMFEB. Vol 1, No 1 . http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/126. Diakses Maret, 05,2016 . Putra, Trio Mandala. Analisis Penerapan Akuntansi Aset Tetap pada CV. Kombos Manado, Jurnal EMBA. Vol.1 No.3 http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/1646. Diakses tanggal 2 Mei 2016. Rully Indrawan dan Poppy Yaniawati. 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Campuran Untuk Manajemen, Pembangunan, dan Pendidikan. PT. Refika Aditama. Bandung Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (R&D). Cetakan Ke-19. Alfabeta CV. Bandung Suwardjono, 2014. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi Ketiga. Cetakan Ke-8. BPFE. Yogyakarta
21
ANALISIS PENERAPAN VARIABEL COSTING SEBAGAI ALAT UNTUK MENGHITUNG HARGA POKOK PRODUKSI PADA AKSAN BAKERY DI MANADO
Tety Darise David Paul Elia Saerang Anneke Wangkar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado Email :
[email protected]
ABSTRACT Determining the cost of goods sold is right becomes one factor supporting the success of a company in achieving its goals , the cost of production has an important role in a company , due to the determination of the cost of goods sold , the company could easily determine the selling price , and the targeted profit also clear. This research was conducted at a company manufacturing in Manado . This study aimed to analyze the application of variable costing in Aksan Bakery in Manado. Data analysis method used is descriptive analysis . The data used is qualitative data , the data is presented in a descriptive or shape description and quantitative data , the data presented in the form of numbers. The research findings show that the application of variable costing method can be used as a tool to calculate the cost of production in the Aksan Bakery. It can be seen from a comparative analysis of the cost of goods sold according to variable costing lower than the production cost price calculation method used Aksan Bakery. By using the full costing method used by companies the cost of goods sold Rp . 1.191.956 .000 while according to the variable cost of production costing Rp . 1.033.560.000. The main difference between full costing calculation method used by the company with variable costing method lies in the treatment of factory overhead costs . Keywords : cost of goods sold, variabel costing
22
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia saat ini secara tidak langsung telah mendorong semakin ketatnya persaingan antar perusahaan diberbagai bidang. Untuk itu perusahaan memerlukan data yang relevan dan siap pakai agar dapat mengambil keputusan dengan tepat dan segera. Sebab keterlambatan dalam mengambil keputusan dapat berarti kerugian bagi perusahaan. Dan hal ini berarti akan sulit bagi perusahaan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya serta berperan dalam pengembalian di masa yang akan datang (Olivia Reppie, 2013: 1061). Perusahaan merupakan organisasi yang mempunyai berbagai tujuan baik jangka panjang maupun jangka pendek, salah satu tujuan yang penting bagi perusahaan yaitu pencapaian laba optimum. Pencapaian laba dirasa penting karena berkaitan dengan berbagai konsep akuntansi antara lain kesinambungan perusahaan dan perluasan perusahaan. Biaya produksi merupakan unsur dari harga pokok produksi yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam menentukan harga jual terutama bagi perusahaan industri. Oleh karena itu, harga pokok produksi merupakan elemen penting untuk menilai keberhasilan dari perusahaan. Harga pokok produksi biasanya terdiri dari dua jenis biaya yaitu biaya produksi dan biaya non produksi, dalam penentuan harga pokok produksi harus diperhatikan unsur-unsur biaya apa saja yang masuk dalam harga pokok produk dan mengalokasikan unsur-unsur biaya tersebut secara tepat sehingga dapat menggambarkan pengorbanan sumber ekonomi yang sesungguhnya (IndroDjumali, 2014: 83). Biaya produksi akan membentuk harga pokok produksi yang digunakan untuk menghitung harga pokok produk jadi, sedangkan biaya non produksi akan ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok produk. Informasi dan pengumpulan biaya produksi yang tepat akan sangat menentukan perhitungan harga pokok produksi yang tepat pula. Harga pokok produksi mempunyai kaitan erat dengan indikator-indikator tentang kesuksesan sebuah perusahaan, misalnya laba kotor penjualan dan laba bersih. Maka dari itu perusahaan harus memperhatikan harga pokok produksi untuk efisiensi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Penentuan harga pokok produksi yang tepat menjadi salah satu faktor penunjang suksesnya sebuah perusahaan dalam mencapai tujuannya, harga pokok produksi memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan, karena dengan adanya penentuan harga pokok produksi maka perusahaan bisa dengan mudah menentukan harga jual produk, dan laba yang ditargetkan juga jelas. Metode variabel costing adalah metode untuk menentukan harga pokok produk dengan hanya memperhitungkan biaya produksi variabel saja, biaya-biaya yang diperhitungkan sebagai harga pokok produksi dalam metode variabel costing adalah biaya produksi variable yang terdiri dari biaya bahan bakulangsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variable. Dalam pendekatan variabel costing, hanya biaya-biaya produksi yang berubah sejalan dengan perubahan output yang diperlakukan sebagai elemen harga pokok produk. Aksan bakery merupakan perusahaan yang bergerak dibidang produksi roti, perusahaan ini dimana dalam menjalankan aktivitas usahanya senantiasa mengalami peningkatan, dengan makin banyaknya permintaan konsumen terhadap produk roti yang diproduksi oleh Aksan Bakery. Seiring dengan penigkatan tersebut maka masalah yang timbul dalam perusahaan juga semakin rumit, dengan penggunaan biaya produksi yang terus meningkat, maka perhitungan harga pokok produksi menjadi semakin penting. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi tentang penggunaan biaya-biaya dalam kegiatan produksi. Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi menjadi penyebab adanya pembebanan biaya yang tidak relevan, yang berdampak pada harga pokok produksi yang meningkat, sehingga mempengaruhi harga jual produk dipasaran. Mengingat umur perusahaan ini yang masih dini maka alangkah baiknya pemilik perusahaan lebih bijak lagi dalam menerapkan metode untuk menentukan harga pokok produksi, demi kelangsungan perusahaan, serta profit perusahaan.
23
Tujuan Penelitian Untuk menganalisis penerapan metode variabel costing sebagai alat untuk menghitung harga pokok produksi pada Aksan Bakery di Manado, dan membandingkannya dengan metode yang dipakai perusahaan dalam menghitung atau menetapkan harga pokok produksi. TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi Menurut Arfan (2012: 2) menyatakan bahwa Akuntansi dapat dipandang sebagai suatu proses atau kegiatan yang meliputi proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, pengklasifikasian, penguraian, penggabungan, pengiktisaran dan penyajian data keuangan yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan operasi suatu unit organisasi. akuntansi merupakan kegiatan mengidentifikasi, mencatat, menggolongkan, mengikhtisarkan transaksi-transaksi keuangan yang bertujuan untuk menyajikan informasi keuangan dalam kegiatan perusahaan. Dimana Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan atau memilih alternatif ekonomi dan tanggung jawab dibidang keuangan. Akuntansi Manajemen Menurut Hurriyah (2015: 12) Akuntansi manajemen merupakan bidang akuntansi yang menggunakan baik data historis maupun data-data taksiran dalam membantu manajemen untuk merencanakan operasioperasi dimasa yang akan datang. Menurut (Bake : 2010) Akuntansi manajemen adalah aplikasi praktis dari teknik manajemen untuk mengontrol dan melaporkan pada sumber daya keuangan badan usaha, ini melibatkan analisis perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk memberikanpelaporan keuangan untuk mengambil keputusan. akuntansi manajemen adalah salah satu dari bagian akuntansi yang dipakai oleh manajemen perusahaan untuk perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan bidang akuntansi yang mencatat, mengukur, dan melaporkan informasi tentang besarnya biaya dalam bentuk laporan biaya (Marwanto, 2011: 1988). Menurut Samryn (2012: 12) Akuntansi biaya merupakan proses penentuan biaya produk atau kegiatan, data biaya dapat digunakan baik untuk laporan internal maupun laporan eksternal. akuntansi biaya merupakan salah satu dari bagian akuntansi yang aktivitas utamanya meliputi perencanaan, pencatatan, pengendalian, dan pelaporan akan aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan keuangan perusahaan. Pengertian Biaya Definisi biaya menurut Slamet Sugiri (2015: 20) Biaya merupakan semua pengorbanan yang secara langsung ataupun tidak langsung dikeluarkan untuk melakukan kegiatan tertentu, misalnya kegiatan produksi atau membeli aset tetap. Biaya adalah suatu pengorbanan ekonomis untuk memperoleh atau memproduksi barang dan jasa yang bemanfaat pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Klasifikasi Biaya Klasifikasi biaya bertujuan untuk menyajikan informasi biaya yang digunakan untuk berbagai tujuan, sehingga penggolongan biaya juga disesuaikan dengan tujuan tersebut. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menggolongkan biaya diantaranya : 1. Berdasarkan fungsi pokok dalam perusahaan 2. Berdasarkan hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai 3. Berdasarkan hubungannya dengan volume kegiatan 4. Berdasarkan jangka waktu manfaatnya Pengertian Biaya Produksi Biaya produksi adalah sejumlah pengorbanan ekonomis yang harus dikorbankan untuk memproduksi suatu barang. Biaya produksi juga merupakan biaya yang digunakan dalam mengubah bahan baku menjadi
24
barang jadi. Biaya produksi ini biasanya terdiri dari tiga unsur yaitu bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik (Christy Oentoe : 2013). Biaya produksi adalah biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan operasional perusahaan yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Biaya produksi juga perlu diklasifikasikan menurut jenis atau objek pengeluarannya, hal ini penting agar pengumpulan data biaya dan aplikasinya yang perlu ketelitian tinggi dapat terlaksana dengan mudah. Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi atau products cost merupakan elemen penting untuk menilai keberhasilan (performance) dari perusahaan dagang maupun manufaktur. Harga pokok produksi mempunyai kaitan erat dengan indikator-indikator tentang sukses perusahaan, seperti misalnya: laba kotor penjualan, dan laba bersih (Mahdi Hendrich : 2013). Harga pokok produksi adalah jumlah dari seluruh pengorbanan sumber ekonomi yang digunakan untuk mengubah bahan baku menjadi produk. Perhitungan harga pokok produk dapat digunakan untuk menentukan harga jual yang akan diberikan kepada konsumen sesuai dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Variabel Costing Mulyadi (2012: 18) menyatakan bahwa “Metode variabel costing adalah metode penentuan kos produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam kos produk, yang terdiri dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel.Variabel costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berprilaku variabel ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan bakulangsung, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik variabel. Beberapa anggota manajemen berpendapat bahwa metode variabel costing menyediakan data yang lebih mudah dipahami mengenai biaya, volume, pendapatan, dan laba kepada manajemen yang tidak ahli dalam teknik dan prosedur akuntansi. Metode variabel costing menyajikan data biaya dalam hubungannya dengan pendapatan dalam bentuk yang sederhana tanpa menyebabkan penyimpangan laba selama periode terjadinya fluktuasi produksi dan penjualan, karenavariabel cendrung berubah sesuai dengan penjualan. Jika perusahaan menggunakan metode variabel costing, maka biaya tetap perlu dipisah menjadi biaya tetap langsung dan biaya tetap bersama. Biaya tetap langsung adalah biaya tetap yang menjadi bebanl angsung dimasing-masing segmen atau unit usaha. Sedangkan biaya tetap bersama adalah biaya tetap yang manfaatnya dinikmati secara bersama oleh semua segmen atau unit usaha. Biaya Semi Variabel Biaya semi variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sesuai dengan perubahan volume kegiatan, akan tetapi sifat-sifat perubahannya tidak sebanding. Semakin tinggi volume kegiatan semakin besar jumlah total biaya, semangkin rendah volume kegiatan semakin rendah pula jumlah total biaya, tetapi perubahannya tidak sebanding (not proportional). Di dalam penyusunan anggaran variabel, pemisahan biaya semi variabel menjadi biaya tetap dan biaya variabel perlu dilakukan. Hal ini disebabkan karena anggaran variabel tersebut akan disusun untuk berbagai macam tingkat kapasitas yang dapat diselenggarakan di dalam perusahaan. Untuk kepentingan ini tentunya harus diketahui seberapa besarnya porsi biaya tetap dan seberapa besar porsi biaya variabel, sehingga perhitungan jumlah biaya untuk masing-masing tingkat kapasitas akan dapat dibuat dengan mudah. Penelitian Terdahulu Sitty Rahmi Lasena (2013) dengan judul penelitian : Analisis penentuan harga pokok produksi pada PT.Dimembe Nyiur Agripro. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan. serta untuk membuat dan memperkenalkan penentuan harga pokok produksi dengan metode variabel costing pada perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukan perusahaan menerapkan metode full costing dalam menghitung harga pokok produksi, hal ini dilihat dari dari penyajian unsur-unsur biaya produksi perusahaan yang tidak memisahkan antara biaya variabel dan biaya tetap. Adapun persamaan dari penelitian ini dengan yang dilakukan penulis yaitu menyangkut perhitungan harga pokok produksi. Perbedaan dari penelitian ini dengan yang diteliti penulis yaitu Kasus penelitian berbeda, objek Penelitian berbeda.
25
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian komparatif dengan pendekatan kualitatif. Tempat dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, penulis mengadakan penelitian pada Aksan Bakery yang bertempat di Kelurahan Islam Lingkungan 1 Kecamatan Tuminting Kota Manado. Sedangkan jadwal penelitian ini dilaksanakan selama bulan April 2016. Prosedur Penelitian 1. Menentukan judul dan merumuskan masalah. 2. Mengumpulkan data sesuai permasalahan yang diangkat. 3. Pengumpulan data melalui wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait. 4. Mengelola data dan menginterpretasikan hasil pengolahan data. 5. Menarik kesimpulan dan memberikan saran. Metode Pengumpulan Data 1. Jenis Data Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu data berbentuk informasi, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan yang membantu dan mendukung data yang dibutuhkan misalnya berupa wawancara dengan pimpinan dan karyawan, dan data kuantitatif yaitu data berbentuk angka-angka yang masih perlu dianalisis kembali, misalnya: biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik pada produksi roti pada Aksan Bakery. 2. Sumber Data a. Data primer b. Data Sekunder Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Wawancara 2. Metode Dokumentasi 3. Media Elektronik dan Media Buku Metode Analisis Data Metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. penelitian desktriptif adalah suatu metode yang bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan perusahaan secara sistematis, aktual dan akurat dengan cara mengumpulkan data berdasarkan data yang nampak dalam perusahan, dimana fakta tersebut dikumpulkan, diolah, dan dianalisis sehingga selanjutnya dapat diambil suatu kesimpulan dan memberikan saran mengenai analisis harga pokok produksi pada Aksan Bakery di Manado. Teknik Analisis Data 1. Analisis kegiatan produksi perusahaan yang menjadi objek penelitian guna memperoleh gambaran umum mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam proses produksi. 2. Mengklasifikasi biaya-biaya menurut variabel costing 3. Menganalisa penentuan harga pokok produksi dengan menggunakan variabel costing. 4. Menarik kesimpulan 5. Memberikan saran. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Setiap harinya perusahaan memproduksi 3000 roti/harinya. Dalam menghitung harga pokok produksi Aksan Bakery menerapkan metode Full Costing, berikut data biayaroduksiAksan Bakery:
26
Biaya Produksi Aksan BakeryTahun 2015 (Sebelum Pemisahan Biaya Variabel)
Jenis BiayaProduksi
Biaya Produksi
A. Biaya bahan baku langsung 1. Tepung Terigu 2. Ragi 3. Telur 4. Vanili 5. Pewarna 6. Pelembut 7. Pasta Pandan 8. Mentega 9. Coklat 10. Keju 11. Kacang 12. GulaPasir 13. Garam 14. GulaHalus 15. SusuCair 16. SusuBubuk 17. Air Jumlah Biaya Bahan Baku Langsung B. Biaya Tenaga Kerja Langsung 1. Bagian pencampur 2. Bagian pembentuk 3. Bagian pemanggang 4. Bagian pengemas Jumlah Biaya Tenaga Kerja Langsung C. Biaya Overhead Pabrik 1. Biaya bahan penolong 2. Biaya tenaga kerja tak langsung 3. Biaya reparasi & pemeliharaan 4. Biaya listrik & air 5. Biaya bahan bakar 6. Biaya makan Jumlah Biaya Overhead Pabrik Total Biaya Produksi (A+B+C)
(Rp)
Per Bungkus
374.000.000 4.212.000 47.424.000 4.368.000 8.424.000 270.000 16.848.000 56.160.000 93.600.000 17.550.000 17.550.000 93.600.000 624.000 17.082.000 6.396.000 11.700.000 1.716.000 771.924.000
400 4,5 50,66 4,66 9 0,288 18 60 100 19 19 100 0,66 18,25 6,83 12,5 1,83 825,17
28.800.000 57.600.000 26.400.000 26.400.000 139.200.000
30,77 61,54 28,2 28,2 148,71
30.452.000 57.600.000 29.900.000 12.000.000 78.880.000 72.000.000 280.832.000 1.191.956.000
32,53 61,53 31,94 12,82 84,27 76,92 300,03 1.273,45
Sumber: Aksan Bakery Dari data biaya produksi di atas berikut perhitungan harga pokok produksi menurut Aksan Bakery:
27
Perhitungan Harga Pokok Produksi Aksan Bakery Tahun 2015 Biaya Bahan Baku Langsung
771.924.000
Biaya Tenaga Kerja Langsung
139.200.000
Biaya Overhead Pabrik
280.832.000 (+)
Harga Pokok Produksi
1.191.956.000
Sumber: Aksan Bakery Harga pokok produksi per bungkus roti dapat dihitung dengan rumus: Harga Pokok Produksi = Rp 1.191.956.000 936.000 Perbungkus = Rp 1.273,45 Pembahasan Salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya laba operasional perusahaan adalah harga pokok produksi, dan dalam pembahasan ini ditekankan pada kalkulasi harga pokok produksi dengan metode variabel costing. Metode Variabel costing merupakan suatu metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi variabel saja atau yang berpengaruh langsung dengan hasil produksi. Berikut data biaya produksi Aksan Bakery dengan metode variabel costing yaitu sebagai berikut:
Jenis Biaya
Biaya Setelah Pemisahan Biaya Semi Variabel Aksan Bakery Tahun 2015 Biaya Variable Tetap
A. Biaya Bahan Baku Langsung 1. Tepung Terigu 2. Ragi 3. Telur 4. Vanili 5. Pewarna 6. Pelembut 7. Pasta Pandan 8. Mentega 9. Coklat 10. Keju 11. Kacang 12. Gula Pasir 13. Garam 14. Gula Halus 15. Susu Cair 16. Susu Bubuk 17. Air Jumlah Biaya Bahan Baku Langsung
374.400.000 4.212.000 47.424.000 4.368.000 8.424.000 270.000 16.848.000 56.160.000 93.600.000 17.550.000 17.550.000 93.600.000 624.000 17.082.000 6.396.000 11.700.000 1.716.000 771.924.000
28
-
Total Biaya
374.400.000 4.212.000 47.424.000 4.368.000 8.424.000 270.000 16.848.000 56.160.000 93.600.000 17.550.000 17.550.000 93.600.000 624.000 17.082.000 6.396.000 11.700.000 1.716.000 771.924.000
B. Biaya Tenaga Kerja Langsung 1. Bagian Pencampur 2. Bagian Pembentuk 3. Bagian Pembakar 4. Bagian Pengemas Jumlah Biaya Tenaga Kerja Langsung C. Biaya Overhead Pabrik 1. Biaya Bahan Penolong 2. Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung 3. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan 4. Biaya Listrik dan Air 5. Biaya Bahan Bakar 6. Biaya makan karyawan Jumlah Biaya Overhead Pabrik D. Biaya Operasional 1. Gaji Bagian Adm/Umum 2. Biaya di Bank JumlahBiayaOperasional Jumlah Biaya (A+B+C+D) Sumber: Data Olahan
28.800.000 57.600.000 26.400.000 26.400.000 139.200.000
-
28.800.000 57.600.000 26.400.000 26.400.000 139.200.000
122.436.000
57.600.000 20.540.000 8.256.000 72.000.000 158.396.000
30.452.000 57.600.000 29.900.000 12.000.000 74.880.000 72.000.000 280.832.000
1.032.652.760
24.000.000 66.000.000 90.000.000 239.403.240
24.000.000 66.000.000 90.000.000 1.272.056.000
30.452.000 9.360.000 3.744.000 74.880.000
Dari data biaya produksi di atas berikut perhitungan harga pokok produksi menurut metode variable costing: Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode Variabel CostingTahun 2015 Biaya Bahan Baku Langsung Biaya Tenaga Kerja Langsung
771.924.000 139.200.000
Biaya Overhead Pabrik Variabel
122.436.000
Harga Pokok Produksi Variabel 1.033.560.000 Sumber: Data Olahan Perhitungan harga pokok produksi menurut metode Variabel Costing: Harga pokok produksi = 1.033.560.000 936.000 per bungkus = 1.104,23 PENUTUP Kesimpulan 1. Aksan Bakery menerapkan metode full costing dalam menentukan harga pokok produksi, dimana dalam menghitung harga pokok produksi perusahaan membebankan semua unsur biaya produksi dengan berdasarkan biaya yang terjadi dalam proses produksi. 2. Berdasarkan perhitungan menurut variabel costing yang dibuat oleh penulis didapatkan hasil yang berbeda dengan perhitungan perusahaan yang menggunakan full costing. Perbedaan utama antara metode perhitungan full costing yang dipakai perusahaan dengan metode variabel costing terletak pada perlakuan biaya overhead pabrik. Dimana dalam metode full costing menggunakan biaya overhead tetap dan variabel, sedangkan metode dalam metode variabel costing hanya menggunakan biaya overhead variabel saja.
29
Saran Adapun saran-saran dari penulis untuk perusahaan, sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebaiknya perusahaan menggunakan metode variabel costing dalam menghitung harga pokok produksi. Karena dalam metode variabel costing dihitung semua biaya yang hanya berkaitan langsung dalam proses produksi. 2. Perlu adanya peningkatan efisiensi dalam penggunaan biaya produksi roti. 3. Perlu adanya biaya penyusutan aktiva tetap, guna menjadi biaya jaga-jaga untuk pabrik di masa yang akan datang 4. Sebaiknya perusahaan menambah tenaga kerja tak langsung khususnya dibagian pemasaran. DAFTAR PUSTAKA Badriyah, Huriariyah. 2015., “Buku Pintar Akuntansi Biaya Untuk Orang Awam”. HB, Jakarta Hendrich, Mahdi (2013)., “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi pada Usaha Peternakan Lele Pak Jay di Sukabangun II Palembang. Politeknik Darussalam”. Jurnal Ilmiah Vol.V No.3 Ikhsan, Arfan (2012)., “Pengantar praktis Akuntansi”. Edisi Kedua. Graha Ilmu. Yogyakarta Jane, Bake (2010)., “Accounting Management by International Standars”., International Journal of Business and Management. 5(5), 36-43. Lasena, Sity Rahmi (2013)., “Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi pada PT. Dimembe Nyiur Agripro”. Universitas Sam Ratulangi. Jurnal EMBA. Vol.1 No.3 Marwanto (2011)., “Analisis Perhitungan Variable Costing pada Ukiran Setia Katya Nanda Balikpapan”. Politeknik Negeri Samarinda. Jurnal Eksis Vol.7 No.2 Mulyadi. (2012)., “Akuntansi Biaya”.Edisi Kelima. Unit penerbit dan percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta. Oentoe , Christy (2013)., “Analisis Perhitungan Biaya Produksi Menggunakan Metode Variable Costing”. unsrat. Jurnal EMBA. Vol.1 No.3
30
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN INFORMASI OBYEK PAJAK (SISMIOP) SEBAGAI SARANA PENINGKATAN PELAYANAN DAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BUOL Ardiansyah M. Kadadia1 Jullie J. Sondakh2 Treesje Runtu3 1,2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Email :
[email protected]
ABSTRACT Tax property, urban and rural is a local tax was previously managed by the central government. In the year 2011 has been transferred to the regional governments together with SISMIOP. This is due lack of optimization PBB-P2 and SISMIOP as well as the central government gives full authority to local goverments so as to maximize the revenues from the tax. The purpose of this research is how the comparison application SISMIOP, is SISMIOP can improve service and reception as well as obstacless ancountered in the implementation of SISMIOP in Buol district. The method used for this research is the qualitative method that use observation, interviews with tax officials and documents processing. The results showed that application of SISMIOP in Buol district accordance with applicable rules and implementation SISMIOP can be more simple, fast and efficient. This is evidenced by the increasing aaceptance of the PBB-P2 once transferred to local government. Increased acceptance PBB-P2 can not be separated from continue doing the billing to the taxpayeer. Keyword: SISMIOP, Services, Income
31
PENDAHULUAN Latar belakang Sebagai salah satu negara berkembang di dunia, Indonesia terus melakukan pembangunan di berbagai sektor di seluruh wilayah di Indonesia. Pembangunan ini membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Maka dari itu Pemerintah terus melakukan pengoptimalisasian terhadap penerimaan-penerimaan negara. Salah satu pengoptimalisasian penerimaan yang terus dilakukan adalah pajak. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan ataupendapatan terbesar negara. Salah satu pajak yang memberikan kontribusi terhadap negara adalah pajak bumi dan bangunan (PBB). Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah atau bangunan. Ada beberapa klasifikasi untuk objek pajak bumi dan bangunan, salah satunya sektor perkotaan dan perdesaan atau disebut PBB-P2.Sebelum tahun 2011 pajak bumi dan bangunan perkotaan perdesaan ini dikelola oleh pemerintah pusatdan telah diserahkan atau dialihkan kepada pemerintah daerah sebagaimana tindak lanjut dari kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dengan pengalihan ini maka kegiatan proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayan PBB-PP akan diselenggarakan oleh pemerintah daerah (kabupaten/kota). Pemerintah daerah harus sepenuhnya menyadari bahwa agenda pengalihan PBB-PP ini merupakan pekerjaan besar, selain dihadapkan pada beberapa kendala, rencana ini juga membutuhkan waktu dan perencanaan yang matang agar prosesnya berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang optimal. Kendala tersebut antara lain kesiapan sumber daya manusia, proses pemungutan PBB perdesaan dan perkotaan memerlukan kesiapan sumber daya manusia (SDM) pada pemda yang nantinya akan melaksanakan pengadministrasian PBB secara otonom. Berdarsarkan hal tersebut pemerintah dalam hal ini Dirjen Pajak dan Kementrian Keuangan menciptakan sistem administrasi perpajakan modern untuk memberikan pelayanan yang baik dan meningkatkan penerimaan yang disebut SISMIOP (Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak). SISMIOP menurut Dirjen Pajak merupakan sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi/data objek dan subjek pajak bumi dan bangunan dengan bantuan komputer sejak dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan dan penilaian) pemberian identitas objek pajak (nomor objek pajak), perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (berupa SPPT, STTS, DHKP, dan sebagainya), pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan pelayanan kepada wajib pajak melalui pelayanan satu tempat. SISMIOP sendiri telah dilaksanakan oleh pemerintah pusat untuk membantu pengelolaan objek dan subjek PBB-P2. Namun pengelolaan yang dilakukan pemerintah pusat kurang optimal dalam memaksimalkan penerimaan dari sektor PBB-P2.Misalnya dalam hal pembaharuan data objek dan subjek PBB-P2 yang kurang jelas. Selain itu pengalihan PBB-P2 dan SISMIOP kepada pemerintah daerah untuk memberikan wewenang penuh kepada pemda agar dapat dikelola dengan maksimal. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perbandingan penerapan SISMIOP di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 2. Untuk mengetahui apakah ada peningkatan pelayanan dan penerimaan PBB-P2. 3. Untuk mengetahui masalah atau kendala dalam penerapan SISMIOP di Kabupaten Buol. TINJAUAN PUSTAKA Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan undang-undang nomor 12. Tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 12. Tahun 1994. Menurut Dirjen Pajak, PBB adalah pajak yang bersifat
32
kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak (Nadhia, et al : 2014). Selain itu, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) biasanya didefinisakan sebagai pajak yang dikenakan pada orang pribadi atau badan yang nilainya bergantung pada tanah dan bangunan itu sendiri (L. Cameron, 1999). Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan Perdesaan (PBB-P2) Sebagai Pajak Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkuburan, perhutanan, dan pertambangan. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan ditetapkan adalah paling tinggi sebesar 3%. PBB-P2 wewenang pemungutannya diserahkan kepada pemerintah daerah dan hasilnya masuk ke kas daerah sebagai pajak daerah (Jacob Ratuela, et al : 2015). SISMIOP Menurut Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor kep-533/Pj/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP), SISMIOP adalah sistem yang terintegrasi untuk mengolah pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan dan penilaian) pemberian identitas objek pajak (nomor objek pajak), perekam data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran, pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak. Tahapan SISMIOP SISMIOP merupakan sebuah sistem manajemen PBB-PP yang terintegrasi. Untuk membentuknya memerlukan beberapa tahapan yang sesuai dengan pengertian Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-05/PJ.6/1994 Tentang Pelaksanaan SISMIOP Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Tahun Anggaran 1994/1995. Tahapan tersebut sebagai berikut (Wahyudi, 2013) : 1. Pendaftaran Objek dan Subjek Pajak. 2. Pendataan Objek dan Subjek Pajak. 3. Penilaian a. Penilaian Massal b. Penilaian Individu 4. Pemberian Identitas Objek Pajak (NOP). 5. Perekaman Data. a. Perekaman ZNT dan DBKB b. Perekaman SPOP 6. Pemeliharaan Basis Data 7. Pencetakan Hasil Keluaran. a. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). b. Surat Tanda Terima Setoran (STTS). c. Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP). 8. Pemantauan Penerimaan/Pembayaran. 9. Pelayanan Satu Tempat. MOTEDE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu data yang mencakup hampir semua data non-numerik. Data ini dapat menggunakan kata-kata untuk menggambarkan fakta dan fenomena yang diamati. Tempat dan Waktu Penelitian
33
Adapun tempat penelitian ini dilakukan di Dinas Pendapatan Daerah (DPPKAD) Kabupaten Buol. Proses pengumpulan dan pengolahan data untuk penelitian ini memakan waktu 3 (tiga) bulan yaitu dimulai dari bulan Desember 2015 s/d Februari 2016. Metode Analisis Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untukmengelolah hasil penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan. Dengan melihat kerangka pemikiran teoritis, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis komparatif, yaitu suatu penelitian yang sifatnya membandingkan. Disini variabelnya masih sama dengan variabel mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang berbeda. Penggambaran kondisi bisa individual atau menggunakan angka-angka. Dan mendeskripsikan, gambaran atau lukisan secara sistematis serta menghubungkan antar fenomena yang diteliti. Untuk mengetahui efektivitas penerapan SISMIOP di Kabupaten Buol maka digunakan rumus rasio efektivitas yang dapat dilihat dari rencana penerimaan dan realisasi PBB-P2. Rumus rasio efektivitas (Ayu, et al : 2015) :
Untuk mengetahui suatu efektivitas, maka digunakan kriteria yang dijelaskan Tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1 Kriteria Efektivitas dalam penerapan SISMIOP Kemampuan Efektivitas Rasio Sangat Efektif >100 Efektif 90-100 Cukup Efektif 80-90 Kurang Efektif 60-80 Tidak Efektif <60 Sumber : KEP. MENDAGRI NO. 690.900-327, 1967 (Sharon Sumenge, 2013) HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum DPPKAD Kabupaten Buol VISI “Optimalisasi Pengelolaan Keuangan Daerah menuju Pemerintahan yang Bersih dan Baik” Visi ini merupakan cara pandang jauh kedepan tentang pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Buol yang harus diwujudkan, dengan pengertian sebagai berikut : Optimalisasi. Sikap, kebijakan dan tindakan yang profesional, cakap dan kreatif dalam pelaksanaan kegiatan berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan didukung sarana dan prasarana sehingga memperoleh hasil yang maksimal. Pengelolaan Keuangan Daerah. Penyelenggaraan penatausahaan keuangan daerah yang meliputi penyusunan anggaran, pengelolaan pendapatan, pelaksanaan anggaran, pengelolaan asset daerah beserta laporan atas pertanggungjawaban dimana Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sebagai Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan yang transparan dan akuntable serta meningkatkan pelayanan yang maksimal. Pemerintahan yang Bersih dan Baik. Pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme dengan berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku sehingga dapat terwujud penatausahaan keuangan dan aset daerah yang transparan, efektif, efisien dan akuntabel.
34
MISI Oleh karena itu Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Buol menetapkan Misi guna menjabarkan rumusan dan makna yang terkandung dalam Visi di atas, adalah sebagai berikut : 1) Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan dan Kompetensi sumber daya manusia dibidang pengelolaan keuangan daerah. 2) Meningkatkan pendapatan daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. 3) Penatausahaan pengelolaan keuangan dan aset daerah yang transparan dan akuntabel. Hasil Penelitian Penerapan SISMIOP di Kabupaten Buol Penerapan SISMIOP dilaksanakan pada tahun 2014 bersamaan dengan dialihkannya PBB-P2 kepada pemerintah daerah. Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) merupakan aplikasi yang membantu aparat pajak dalam melakukan pendataan hingga pelayanan satu tempat. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Buol memiliki seksi-seksi atau bagian-bagian yang memiliki tugas masing-masing dalam pelayanan PBB-P2, yaitu : 1) Bagian Pelayanan, bertugas melayani wajib pajak misalnya pembayaran PBB-P2, penyerahan berkas pengajuan keberatan, pengurangan dan balik nama, dan lain-lain. 2) Bagian Verifikasi, bertugas menyortir data-data yang dibutuhkan atau digunakan dalam pendataan/penetapan. 3) Bagian Pendataan/Penilaian, bertugas untuk melakukan pendataan dan penilaian objek pajak PBB-P2. 4) Bagian Data dan Informasi, bagian ini bertugas melakukan perubahan data komputer, pencetakan SPPT. Gambar 1 merupakan alur atau flowchart mengenai pelayanan PBB-P2 yang dilaksanakanoleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah(DPPKAD) Kabupaten Buol terhadap wajib pajak : Wajib Pajak
Kepala Dinas
Bagian Pelayanan
Bagian Verifikasi
Bagian Pendataan/Penilai an
Bagian Data/Informasi
Gambar 1 Sumber Data : DPPKAD Kabupaten Buol “Alur Pelayanan PBB-P2”
35
Berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak nomor Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP05/PJ.6/1994 Tentang Pelaksanaan SISMIOP Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Tahun Anggaran 1994/1995 bahwa tahapan SISMIOP yang telah disebutkan telah sesuai dan dilaksanakan oleh DPPKAD Kabupaten Buol. Berikut merupakan tahapan SISMIOP yang ada di Kabupaten Buol : Pendaftaran Objek dan Subjek Pajak Wajib pajak dapat melakukan pendaftaran objek pajak dan subjek pajak baru di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) tepatnya di bidang pelayanan. Di bidang ini WP akan diberikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) untuk diisi oleh wajib pajak dengan benar, jelas dan lengkap kemudian dikembalikan lagi kepada aparat pajak untuk dilakukan pendataan. Pengembalian SPOP ke tempat pengambilan atau kantor pelayanan paling lambat 30 hari sejak SPOP diterima oleh wajib pajak. Terlambat mengembalikan SPOP akan dikenakan denda administrasi 25% dari pajak terutang. SPOP sendiri tidak hanya didapatkan di DPPKAD saja, tetapi kantor lurah/camat menyediakan lembar SPOP tersebut. Pendataan dan Penilaian Setelah SPOP telah diterima oleh aparat pajak maka akan dilakukan pendataan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan objek pajak yang telah diisi oleh wajib pajak kedalam SPOP. Misalnya luas tanah, bangunan, letak objek pajak tersebut, dan lain sebagainya. Setelah dilakukan pendataan maka akan dilakukan penilaian. DPPKAD Kabupaten Buol telah memiliki bagian yang bertugas untuk melakukan pendataan dan penilaian yakni bagian pendataan/penilaian yang ada di Bidang Pendapatan. Pemberian Identitas Objek Pajak (NOP) dan Perekaman Data Bidang pendataan/penilaian di DPPKAD Kabupaten Buol salah satunya melakukan tugas pemberian nomor objek pajak dan perekaman data setelah dilakukannya pendataan dan penilaian. Nomor Objek Pajak (NOP) merupakan nomor unik yang menunjukan identitas tiap-tiap objek pajak. Ciri-ciri yang melekat pada NOP adalah unik, permanen dan standar. Sedangkan untuk perekaman data yaitu perekaman Zona Nilai Tanah (ZNT), Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) serta SPOP. Perekaman dimaksudkan untuk memasukan kode ZNT berdasarkan NIR kedalam aplikasi SISMIOP. DBKB dilakukan dengan cara memasukan harga bahan bangunan dan upah pekerja dari setiap wilayah kabupaten/kota. Sedangkan SPOP akan dimasukkan ke dalam aplikasi setelah ZNT dan DBKB terlebih dahulu dimasukan. Akan dilakukan penilaian massal dan akan menghasilkan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan. Pemeliharaan Basis Data Pemeliharaan data dapat dilakukan langsung oleh DPPKAD Kabupaten Buol setelah PBB-P2 diserahkan kepada Pemerintah Daerah. DPPKAD secara aktif memperbaharui data mengenai daerah-daerah yang banyak melakukan perubahan-perubahan, misalnya tanah kosong yang kemudian diatasnya sudah dibuat bangunan, bangunan yang melakukan renovasi sehingga perlu didata ulang. Pemuktahiran data juga dapat dilakukan atas permintaan atau permohonan wajib pajak mengenai keberatan, balik nama, pemecahan objek pajak, dan pembatalan SPPT. Pemuktahiran data dalam hal ini melakukan pendataan kembali objek pajak wajib pajak yang bersangkutan. Dalam pemuktahiran basis data Pemerintah Kabupaten Buol telah mengatur proses tersebut. Setiap tahun DPPKAD telah mencanangkan memperbaharui data sebab data yang terdapat pada DPPKAD Kab. Buol adalah data sebelum SISMIOP diterapkan. Hal ini banyak terdapat perubahan dalam hal kepemilikan objek pajak tersebut. Pencetakan Massal Pencetakan massal dilakukan setelah diadakannya pemuktahiran basis data agar SPPT yang akan dicetak sudah sesuai dengan data yang terakhir. Selain itu ditetapkan juga jatuh tempo pembayaran SPPT dalam pencetakkan massal.
36
Penyerahan SPPT Penyampain SPPT ke wajib pajak sangat menentukan keberhasilan penerimaan PBB-P2. Wajib pajak yang terlambat menerima SPPT dapat mengajukan keberatan atas jatuh tempo dalam SPPT tersebut. Karena sesuai ketentuan jatu tempo adalah enam bulan setelah diterimanya SPPT. Tata Cara Pembayaran Dalam perda nomor 12 tahun 2013 pasal 22 dijelaskan apabila pajak terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayarkan atau kurang bayar maka dikenakan denda sebesar 2% (dua persen) sebulan yang terhitung dari saat jatuh tempo sampai pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Pembayaran pajak terutang dapat dilakukan ditempat yang telah ditunjuk oleh pemda setempat. Wajib pajak dapat membayar pajak terutang di bank yang telah bekerja sama dengan pemeritah daerah atau melakukan pembayaran pada petugas pemungut pajak. Pelayanan Ke Wajib Pajak Jangka waktu penyelesaian permohonan pelayanan PBB-P2 oleh DPPKAD Kabupaten buol paling cepat adalah 5 hari. Tabel 2 merupakan jumlah wajib pajak yang melakukan keberatan, objek pajak baru, mutasi, pembetulan/penghapusan, penerbitan salinan SPPT pada tahun 2015 : Tabel 2 Penyelesaian Permohonan Pelayanan PBB-P2 di Kab. Buol Tahun 2015 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Pelayanan Keberatan Mutasi Penghapusan/Pembetulan Salinan SPPT OP Baru
Jumlah Masuk 15 34 50 164
Jumlah Selesai 15 34 50 164
Sumber : DPPKAD Kabupaten Buol Pembahasan 1.
Perbandingan Tahapan SISMIOP Perbandingan tahapan SISMIOP yang dilaksanakan oleh DPPKAD Kabupaten Buol dengan tahapan SISMIOP sesuai pengertian Dirjen Pajak dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-05/PJ.6/1994 Tentang Pelaksanaan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) PBB Tahun Anggaran 1994/1995 dengan penjelasan lebih lanjut oleh Wahyudi : Tabel 3 Perbandingan Tahapan SISMIOP oleh Waluyo dan DPPKAD Kabupaten Buol No. Tahapan Tahapan SISMIOP DPPKAD Kab. Tahapan SISMIOP Keputusan SISMIOP Buol Dirjen Pajak Nomor Kep05/PJ.6/1994
Ket.
1.
Pendaftaran
Pendaftaran objek pajak baru dilakukan dengan mengisi SPOP ditempat yang telah ditunjuk oleh Dirjen Pajak
Wajib pajak dapat melakukan pendaftaran Objek pajak di Bidang Pelayanan di DPPKAD dengan mengisi SPOP dengan benar, jelas dan lengkap
Sesuai
2.
Pendataan Objek dan Subjek Pajak
Setelah mengisi SPOP maka akan dilakukan
Pendataan akan dilakukan oleh Seksi
Sesuai
3.
Penilaian
pendataan mengenai obejk pajak baru tersebut
Pendataan/Penilaian setelah data-data yang dibutuhkan telah diverifikasi dulu oleh Seksi Verifikasi
Setelah dilakukannya Pendataan maka akan dilakukan Penilaian untuk NJOP dari objek pajak tersebutdengan
Seksi Pendataan/Penilaian melakukan penilaian dengan pendekatan penilaian massal atau individu,
37
Sesuai
pendekatan penilaian massal atau individu
penilaian ini sebagai dasar NJOP dari objek pajak tersebut
4.
Pemberian Identitas Objek (NOP)
Nomor Objek Pajak (NOP) diberikan pada saat dilakukannya pendaftaran atau pendataan
Seksi Pelayanan yang bertugas memberi NOP pada saat objek pajak baru didaftarkan
Sesuai
5.
Perekaman Data
Proses memasukan data-data kedalam aplikasi SISMIOP untuk dilakukan penilaian massal sehingga menghasilkan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan
Data OP Bumi, ZNT-NIR, OP Bangunan, DBKB merupakan data yang akan dimasukkan kedalam aplikasi SISMIOP untuk dilakukan penilaian massal dan menghasilkan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan
Sesuai
6.
Pemeliharaaan Basis Data
Pemeliharaan basis data merupakan tahapan sismiop yang apabila datadata objek pajak mengalami perubahan sehingga data harus diperbaharui
Pembaharuan basis data dilakukan oleh Seksi Data/Informasi di DPPKAD ini dimaksudkan agar data menjadi akurat
Sesuai
7.
Pencetakan Hasil Keluaran
Mencetak SPPT, STTS, DHKP
Setelah dilakukan pembaharuan basis data maka akan dilakukan Pencetakan Massal berupa SPPT, STTS dan DHKP serta daftar tuggakan
Sesuai
8.
Pemantauan Penerimaan atau Pembayaran
Pembayaran dapat dilakukan ditempat yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah
Pembayaran dapat dilakukan di Bank yang terlah bekerja sama dengan pemda setempat atau kepada aparat pajak yang terlah ditunjuk oleh Pemerintah Daerah
Sesuai
9.
Pelayanan Satu Tempat
Permohonan yang diajukan oleh wajib pajak dapat diselesaikan disatu tempat tanpa harus ketempat yang lainya
Penyelesaian permohonan wajib pajak berupa pembetulan SPPT, dll dapat dilakukan di satu tempat yakni DPPKAD, sehingga lebih efisien
Sesuai
Sumber : Data olahan, 2016 Berdasarkan Tabel 3 Tahapan SISMIOP menurut Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-05/PJ.6/1994 yang telah sesuai dengan yang ada di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kabupaten Buol. Namun demikian, tahapan tersebut sudah terdapat pada tugas yang dilakukan oleh seksi-seksi yang ada di bagian pendapatan DPPKAD. Sehingga hal ini lebih memudahkan dalam pelaksanaan SISMIOP di Kabupaten Buol. 2.
Pelayanan Kepada Wajib Pajak dan Realisasi Penerimaan
Bagian pelayanan di DPPKAD kabupaten buol menangani berbagai macam permohonan wajib pajak yang mengalami permasalahan dalam utang pajak yang WP ajukan. Kemudian setelah dilayani dilakukan verifikasi untuk menilai kelengkapan berkas yang diperlukan dan diberi perkiraan waktu penyelesaian permohonan tersebut. Dari data yang diperoleh bahwa semua pelayanan dapat diselesaikan dengan tepat waktu atau lebih cepat. Tahun 2015 semua permohonan yang diajukan oleh wajib pajak telah selesai dilaksanakan. Waktu paling cepat untuk menyelesaikan permohonan wajib pajak adalah 5(lima) hari tergantung dari permohonan yang diajukan oleh wajib pajak. Berdasarkan hal tersebut peneliti berpendapat bahwa penerapan SISMIOP di DPPKAD Kabupaten Buol merupakan sarana untuk meningkatkan pelayanan ke wajib pajak. SISMIOP yang didukung dengan sistem komputerisasi sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan juga wajib pajak dapat menyelesaikan permohonannya disatu tempat serta waktu yang dibutuhkan lebih efisien.
38
Setelah PBB-P2 telah diserahkan atau dikelola oleh pemerintah daerah dan telah diterapkan pula SISMIOP di DPPKAD. Maka pemerintah daerah sendiri menargetkan jumlah penerimaan untuk sektor PBB-P2 senilai Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah). Tabel 3 merupakan target dan realisasi setelah PBB-P2 dikelola oleh pemerintah dan diterapkannya SISMIOP serta tingkat efektivitas PBB-P2 tahun 2014-2015 : Tabel 4 Target dan Realisasi PBB-P2 2014-2015 Tahun Rencana Realisasi (Rp) (Rp) 2014 1.000.000.000 985.982.334 2015 1.000.000.000 878.527.365 Sumber : DPPKAD Kabupaten Buol
Persentase (%) 98,59 87,85
Tingkat Efektivitas Efektif Cukup Efektif
Dari Tabel 4 dapat diperoleh bahwa dengan dialihkannya PBB-P2 kepada pemerintah daerah dan didukung penggunaan SISMIOP dapat meningkatkan pendapatan daerah. Peningkatan ini dapat dilihat dari pokok PBB-P2 sebelum dikelola oleh DPPKAD Kabupaten Buol yang rata-rata berkisar Rp 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah), namun setelah tahun 2014 PBB-P2 yang dikelola oleh DPPKADdan diterapkannya SISMIOP, pokok PBB-P2 mengalami peningkatan yakni sebesar lebih dari Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dengan realisasi tahun 2014 Rp 985.982.334 dan 2015 Rp 878.527.365. Penerapan SISMIOP di Kabupaten Buol didukung dengan adanya Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2), sangat mempengaruhi peningkatan realisasi penerimaan di Kabupaten Buol. 3. Kendala Yang Dihadapi Namun demikian masih ada kekurangan dalam penerapan SISMIOP di Kabupaten Buol, yaitu belum adanya penerapan denda yang diberikan kepada wajib pajak apabila tidak membayar pajak atau telat membayar utang pajak. Hal ini juga dapat mengurangi penerimaan PBB-P2. Selain itu wajib pajak juga masih banyak yang belum sadar akan kewajibannya untuk membayar utang pajaknya. Hal ini dapat dilihat dari pokok pajak yang seharusnya diterima lebih dari Rp 1.000.000.000 akan tetapi realisasinya hanya berjumlah Rp 985.982.334 untuk tahun 2014 dan 2015 sebesar Rp 878.527.365. Hal ini menjadi perhatian pemerintah setempat untuk terus menerus melakukan penagihan utang pajak kepada WP, agar penerimaan pajak untuk sektor PBB-P2 dapat tercapai secara maksimal. PENUTUP Kesimpulan a. Penerapan SISMIOP PBB-P2 di Kabupaten Buol telah sesuai menurut pengertian SISMIOP oleh Dirjen Pajak. b. Penerapan SISMIOP merupakan sarana untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. Dengan adanya SIMIOP yang terintegrasi dengan sistem komputer dapat mempermudah dan mempercepat proses permohonan yang diajukan wajib pajak.Penerapan SISMIOP juga meningkatkan penerimaan PBB-P2. Dengan adanya SIMIOP data objek pajak dapat diperbaharui sehingga data menjadi up to date dan akurat. Peningkatan ini juga tidak terlepas dari penagihan pajak secara terus-menerus. Selain itu dengan adanya SISMIOP dapat lebih sederhana, cepat dan eifisien. c. Kendala yang dihadapi dalam penerapan SISMIOP yaitu belum dilengkapinya alat-alat yang memadai dalam pencetakan massal. Misalnya berupa printer yang telah sesuai standar Dirjen Pajak. Saran a. Untuk DPPKAD Kabupaten Buol agar memberikan denda apabila WP terlambat membayar pajak. Sehingga penerimaan PBB-P2 akan meningkat dan wajib pajak juga agar jera dengan tidak lagi membayar pajak diluar jatuh tempo yang telah ditentukan. b. Perlu adanya rekapitulasi setiap tahun mengenai berapa jumlah wajib pajak yang mengajukan surat permohanan. Ini dibutuhkan agar pemda dapat mengetahui berapa jumlah wajib pajak yang mengajukan surat permohonan pajak setiap tahun. Sehingga dapat diketahui peningakatan jumlah WP objek pajak baru, mutasi, pembetulan, dll.
39
c. Lebih banyak meningkatkan SDM yang kompeten dalam penggunaan aplikasi SISMIOP dan pemda setempat dapat melengkapi sarana dan prasarana dalam menunjang aplikasi SISMIOP. DAFTAR PUSTAKA Ayu Metha Apsari Prathiwi, Ida, Nyoman Trisna Herawati, Ni Luh Gede Erni Sulindawati, 2015. Analisis Strategi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) Serta Efektivitas Penerimaannya Di Pemerintah Kota Denpasar. Jurnal. Singaraja. Jacob Ratuela, Gilbert, Grace B. Nangoi, Harijanto Sabijono, 2015. Evaluasi Pelaksanaan Pemungutan Dan Prosedur Pencatatan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) Sebagai Pajak Daerah Di Kota Bitung. Jurnal. Manado. Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor kep-533/Pj/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP). Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor kep-533/Pj/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP). L. Cameron, David, 1999. Property Tax. International Journal. Willamette University. Nadhia, Syarifah, Siti Khairani, Ratna Juwita, 2014. Efektivitas Prosedur Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dari Pajak Pusat ke Pajak Daerah Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang. Jurnal. Palembang. Sharon Sumenge, Ariel, 2013. Analisis Efektifitas Dan Efisiensi Pelaksanaan Anggaran Belanja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Minahasa Selatan. Jurnal. Manado. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Wahyudi, Eddy, 2012. SISMIOP: Sang Sistem pengelolaan Administrasi Data PBB P2. 2015.
40
PENGARUH KINERJA KEUANGAN DAN CORPORATE SOCIAl RESPONSIBILITY (CSR) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Angelika Natalia Joseph Agus T. Poputra Victorina Z. Tirayoh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Email:
[email protected]
ABSTRACT The financial performance is an image of a quality company that is reflected through the financial performance in a given period. Corporate Social Responsibility (CSR) is the ability of the company to connect its operations and policies of the social environment in a way that is mutually beneficial for the company and the community. The company's value is the market value as the value of the company can deliver maximum shareholder wealth when the company's stock price to rise. The purpose of this study was to analyze the influence of corporate social responsibility (CSR), and the financial performance of the company's value. Object Manufacturing research company that totaled 143 company, but based on the completeness of data then only 18 companies into the sample with the observation period 2012 - 2015. The independent variables were the company's performance (return on assets, return on equity, Operating Profit Margin, Net Profit Margin) and Corporate Responsibility Cocial, while the enterprise value of the dependent variable (Price Book value). Analysis of the data used consisted of correlation analysis, determination analysis, t-test, f, and multiple linear regression analysis. The results of this study indicate that ROA and ROE have a significant influence on the value of the company, while OPM, NPM, and CSR does not have a significant influence on the value of the company. F test analysis results indicate that the independent variables namely financial performance and CSR affect the value of the company. Keywords : corporate value, corporate social responsibility, corporate performance
Pendahuluan Latar Belakang Pada era globalisasi ini, kondisi perekonomian terus mengalami perkembangan, yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang berdiri saat ini baik itu yang berskala kecil maupun besar. Dengan banyaknya perusahaan yang ada tentu akan menimbulkan suatu persaingan bisnis yang makin ketat antar perusahaan. Tujuan lain dari didirikannya suatu perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan menggambarkan seberapa baik atau buruk manajemen mengelola kekayaannya, hal ini bisa dilihat dari pengukuran kinerja keuangan yang diperoleh. Suatu perusahaan akan berusaha untuk memaksimalkan nilai perusahaannya. Peningkatan nilai perusahaan biasanya ditandai dengan naiknya harga saham di pasar (Rahayu, 2010). Setiap perusahaan tentunya menginginkan nilai perusahaan yang tinggi sebab hal tersebut juga secara tidak langsung menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran bagi para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan menginvestasikan modalnya kepada perusahaan tersebut (Haruman, 2008). Menurut Zuredah (2010), pengukuran kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perusahaan, karena pengukuran tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun sistem imbalan dalam perusahaan, yang dapat mempengaruhi perilaku pengambilan keputusan dalam perusahaan dan memberikan informasi yang berguna dalam membuat keputusan yang penting mengenai aset yang digunakan untuk membuat keputusan yang menyalurkan kepentingan perusahaan. 41
Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan biasanya menggunakan analisis rasio keuangan. Rasio-rasio itu antara lain Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Operating Profit Margin (OPM), dan Net Profit Margin (NPM) merupakan contoh indikator yang lazim atau sering digunakan oleh para peneliti untuk menilai tingkat profitabilitas perusahaan. Penilaian prestasi suatu perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan itu menghasilkan laba. Laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang (Rahayu, 2010). Pada saat ini banyak perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi. Saat ini telah muncul kesadaran untuk mengurangi dampak negatif dari Perusahaan. Oleh sebab itu banyak perusahaan besar telah mengembangkan apa yang disebut Corporate Social Responsibilty (CSR). Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost, melainkan investasi perusahaan (Erni, 2007). Oleh sebab itu, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan CSR sebenarnya telah menjadi perbincangan beberapa dekade lalu, dan kini juga tengah marak gaungnya ditingkat nasional maupun global. Telah banyak perusahaan yang menyatakan bahwa CSR adalah penting karena perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab ekonomis kepada para shareholders mengenai bagaimana memperoleh profit yang besar, namun perusahaan juga harus memliki sisi tanggung jawab sosial terhadap stakeholders dilingkungan tempat perusahaan beroperasi (Handoko, 2010). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh: 1. Kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap nilai perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Kinerja keuangan dan Corporate Social Responsibility (CSR) secara keseluruhan terhadap nilai perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2005:154). Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Para professional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris (Nurlela dan Islahuddin, 2008). Teori Stakeholder Menurut Ghazali dan Chariri (2007:409), Teori Stakeholder merupakan teori yang menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun harus memberikan manfaat kepada seluruh stakeholder-nya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain). Kinerja Keuangan Munawir (2010), kinerja keuangan merupakan satu diantara dasar penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan. Dari uraian definisi-definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja keuangan adalah gambaran suatu kualitas perusahaan yang tercermin melalui pelaksanaan keuangan pada suatu periode tertentu.
42
Rasio Keuangan Menurut Sutrisno (2008) mengatakan analisis rasio keuangan adalah menghubungkan elemen– elemen yang ada dilaporan keuangan. Sedangkan menurut Kasmir (2010), rasio keuangan adalah alat yang digunakan untuk menganalisis kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Return on Assets (ROA) Analisis Return On Assets atau sering diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai rentabilitas ekonomi mengukur perkembangan perusahaan menghasilkan laba pada masa lalu. Analisis ini kemudian diproyeksikan ke masa mendatang untuk melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masamasa mendatang. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut. Laba Bersih ROA=
x 100% Total Aktiva
Return on Equity (ROE) Menurut Brigham (2006) para pemegang saham melakukan investasi untuk mendapatkan pengembalian atas uang mereka, dan rasio ini menunjukkan seberapa baik mereka telah melakukan hal tersebut dari kacamata akuntansi. Angka ROE dapat dikatakan baik apabila > 12%. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut. Laba Bersih ROE=
x 100% Modal Sendiri
Operating Profit Margin (OPM) Operating Profit Margin Adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Operating profit margin mengukur persentase dari profit yang diperoleh perusahaan dari tiap penjualan sebelum dikurangi dengan biaya bunga dan pajak.. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut.
Laba Usaha OPM=
x 100% Pendapatan Oprasional
Net Profit Margin (NPM) Net profit margin mengukur persentase dari setiap penjualan dollar yang tersisa setelah semua biaya dan pengeluaran, termasuk bunga, pajak dan dividen saham preferen, telah dikurangi. Rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak menurut Gitman (2012:80). Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut. Laba Bersih NPM=
x 100% Pendapatan Oprasional
Corporate Social Responsibility (CSR) 43
Corporate social responsibility (CSR) atau pertanggung-jawaban sosial perusahaan adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum. Corporate social responsibility merupakan komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk kontribusi Item yang diungkapkan oleh perusahaan dalam pembangunan x 100 % ekonomi yang PS = berkelanjutan 78 item dengan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Penelitian Terdahulu Chairul Amri (2011) melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance Dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance Dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Pengumpulan data menggunakan metode purposive sampling terhadap perusahaan yang termasuk dalam kategori LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pada penelitian ini variabel independennya adalah kinerja keuangan, Corporate Social Responsibility, dan sebagai variabel dependennya adalah nilai perusahaan yang dihitung menggunakan Tobin’s Q. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel yang di uji berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Angra Hermawati (2010) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dan Struktur Kepemilikan Sebagai Variabel Pemoderasi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui atau menganalisa pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diproksi dengan nilai Price Book Value. Pengumpulan data menggunakan metode purposive sampling terhadap perusahaan yang termasuk dalam kategori perusahaan industry manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2007-2009. Pada penelitian ini variabel independennya adalah kinerja keuangan yang diproksikan dengan Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE). Variabel pemoderasi adalah Corporate Social Responsibility dan struktur kepemilikan. Sedangkan untuk variabel dependennya adalah nilai perusahaan yang dihitung menggunakan Price Book Value. Adapun hasil dari penelitian adalah menunjukan bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur di BEI. Sedangkan untuk variabel pemoderasi Corporate Social Responsibility adalah bukan merupakan variabel moderating terhadap hubungan ROA, ROE, dan PBV, dan untuk struktur kepemilikan berpengaruh signifikan negatif terhadap hubungan ROA, ROE, dan PBV. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Berdasarkan tingkat eksplanasinya (tingkat penjelasan) penelitian ini termasuk dalam penelitian asosiatif kausal (causal assosiative).
44
Tempat Penelitian Dalam penelitian ini, penulis memilih lokasi di Pojok Bursa Efek Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi sebagai tempat penelitian. Populasi dan Sampel Populasi memiliki pengertian sebagai seluruh kumpulan elemen yang menunjukkan ciri-ciri tertentu yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari Tahun 2012 sampai dengan 2015 yaitu sebanyak 143 perusahaan. Menurut Sugiyono (2005:119), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimilki oleh populasi tersebut. Berdasarkan kriteria sampel maka sampel dalam penelitian ini sebanyak 18 perusahaan. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, digunakan data kuantitatif berupa Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Periode 2012-2015. Sumber data yang digunakan penulis dalam penyusunan penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan tahunan Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Periode 2012-2015. Metode Analisis Data Uji Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan profil data sampel yang meliputi antara lain maksimum, minimum, mean (rata-rata) dan data standar deviasi. Data yang telah diteliti dikelompokkan menjadi enam, yaitu return on assets, return on equity, operating profit margin, net profit margin, corporate social responsibility, dan nilai perusahaan. Pengujian Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui dan meguji kelayakan atas model regresi yang digunakan untuk penelitian ini. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa di dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat autokorelasi, multikolineritas, dan heteroskedastisitas serta untuk memastikan bahwa data yang dhasilkan berdistribusi normal (Ghozali, 2006). Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2006). Ada dua cara untuk mengetahui apakah residual terdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Karena analisis grafik dapat menyesatkan, maka dipilih uji statistik Kolmogorov- Smirnov dengan melihat tingkat signifikansinya. Uji Multikolineritas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2006). Model regresi yang baik seharusnya bebas dari multikolineritas. Deteksi terhadap ada tidaknya multikolineritas yaitu (a) Nilai R square (R2) yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris yang sangat tinggi, tetapi secara individual tidak terikat, (b) Menganalisis matrik variabel-variebel independen. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dan residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedasitisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskesdatisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas 45
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier berganda ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada pada periode t-1 (sebelumnya). (Ghozali, 2006). Autokorelasi timbul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Data 4.2.1 Uji Statistik Deskriptif Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics Minimum Maximum .03 284.00 -4.39 84.49 -5.92 260.58 3.80 14.56 .07 54.30 3.84 56.40
N PBV 72 ROA 72 ROE 72 OPM 72 NPM 72 CSR 72 Valid N (listwise) 72 Sumber: Data sekunder diolah melalui SPSS 16, 2016
Mean 34.8131 20.0893 22.4058 10.0146 15.9406 19.8128
Std. Deviation 60.85392 23.26042 34.88593 2.90828 16.33096 13.21875
Pada bagian ini akan digambarkan atau dideskripsikan data informasi mengenai variabel-variabel penelitian seperti nilai perusahaan (PBV), Return On Assets, Return On Equity, Operating Profit Margin, Net Profit Margin dan Corporate Social Responsibility pada tahun 2012 sampai dengan 2015 yang dilihat dari nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi dari masing-masing variabel Uji Normalitas Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parametersa Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Unstandardiz ed Residual 72 .0000000 53.03098576 .172 .172 -.113 1.456 .129 46
Sumber: Data sekunder diolah melalui SPSS 16, 2016. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada tabel 4.3 menunjukkan nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 1.456 dengan nilai probabilitas signifikan (Asymp. Sig) sebesar 0.129. karena nilai p atau Asymp. Sig > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data residual terdistribusi secara normal. Dengan kata lain, model regresi penelitian ini terdistribusi normal
Uji Multikolineritas Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolineritas Collinearity Statistics Model Tolerance VIF 1 ROA .601 1.663 ROE .629 1.590 OPM .838 1.193 NPM .949 1.054 CSR .864 1.157 a. Dependent Variable: PBV Sumber: Data sekunder diolah melalui SPSS 16, 2016. Berdasarkan hasil uji pada tabel 4.4 terlihat bahwa menunjukan semua nilai VIF dari semua variabel independen dalam penelitian ini mempunyai nilai VIF < 10. Maka dapat dikatakan berarti data terbebas dari multikolineritas. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu ke pengamatan yang lain. Jika variance dan residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik scatter plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Hasil analisis dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan hasil dari scatter plot pada tabel 4.1 terlihat bahwa plot yang terbentuk tidak memiliki pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka dapat dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas.
47
Uji Autokorelasi Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square a 1 .490 .241 .183 a. Predictors: (Constant), CSR, NPM, ROE, OPM, ROA b. Dependent Variable: PBV
Std. Error of the Estimate 55.00307
Durbin-Watson 846
Berdasarkan hasil output pada tabel 4.5 didapat nilai DW sebesar 846, nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi sebesar 5% atau 0,05. Untuk jumlah data n = 72, maka nilai dL sebesar 0.0832 dan dU sebesar 1,2845. Karena nilai DW 846 > 0.0832 dan berada dibawah < 4-dU (4 -1,7675 = 2.6453). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi pada penelitian ini. Pembahasan Pengaruh Return On Assets (ROA) terhadap Nilai Perusahaan Hasil pengujian mengenai pengaruh return on assets terhadap nilai perusahaan menunjukkan nilai t sebesar 1,317 dengan signifikansi sebesar 0,192. Hal tersebut menandakan bahwa variabel return on assets memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh Ulupi (2007) yang menyatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari aset perusahaan. Hasil yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi earning power maka semakin efisien perputaran asset dan atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh oleh perusahaan. Hal ini berdampak pada peningkatan nilai perusahaan dalam hal ini return saham satu tahun kedepan. Pengaruh Return On Equity (ROE) terhadap Nilai Perusahaan Salah satu perusahaan beroperasi adalah menghasilkan laba yang bermanfaat bagi para pemegang saham. Ukuran dari keberhasilan pencapaian alasan ini adalah angka ROE yang berhasil dicapai. Semakin besar ROE mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi para pemegang saham. Hal ini berdampak terhadap peningkatan nilai perusahaan. Hasil pengujian pengaruh ROE terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil nilai t sebesar 0.568 dengan signifikansi sebesar 0,572. Nilai t hitung yang lebih kecil dari t tabel 2,00030 tersebut menandakan bahwa variabel return on equity berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Pengaruh Operating Profit Margin (OPM) terhadap Nilai Perusahaan Hasil pengujian mengenai pengaruh OPM terhadap nilai perusahaan menunjukkan nilai t sebesar -2.570 dengan signifikansi sebesar 0,012. Hal tersebut menandakan bahwa variabel OPM tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini berbeda dengan penelitian yang ada sebelumnya Roma (2003) yang menyatakan operating profit margin memilki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Secara teori, semakin tinggi OPM menunjukkan semakin efisiensi perusahaan mengelola biaya operasi dan semakin efektif meningkatkan tingkat penjualannya. Jika OPM semakin tinggi menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, dan pada akhirnya berdampak pada kenaikkan harga saham di pasar modal dan tentu akan meningkatkan pula nilai perusahaan tersebut. Pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap Nilai Perusahaan Net Profit Margin yang tinggi menandakan adanya kemampuan perusahaan yang tinggi untuk menghasilkan laba bersih pada pendapatan tertentu begitu juga sebaliknya. Net Profit Margin menunjukkan kemampuan bank untuk menghasilkan laba bersih yang memiliki hubungan dengan 48
pendapatan perusahaan yang akan datang, yang nantinya akan bermanfaat dalam memprediksi pertumbuhan laba bagi perbankan. Hal ini tentu berdampak peningkatan nilai perusahaan. Hasil pengujian mengenai pengaruh net profit margin terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil nilai t sebesar 2.159 dengan signifikansi sebesar 0,034. Nilai t hitung yang lebih kecil dari t tabel 2,00030 tersebut menandakan bahwa variabel net profit margin tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung dengan penelitian yang ada sebelumnya Rinati (2009) yang mengemukakan hasil bahwa net profit margin tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dimana menunjukkan bahwa semakin tinggi laba bersih perusahaan maka semakin tinggi nilai perusahaannya. Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Nilai Perusahaan Secara teori, pengungkapan CSR seharusnya dapat menjadi pertimbangan investor sebelum berinvestasi, karena di dalamnya mengandung informasi sosial yang telah dilakukan perusahaan. Informasi tersebut diharapkan menjadi pertimbangan untuk berinvestasi oleh para investor. Dalam UU perseroan terbatas No 40 tahun 2007, bahwa perusahaan pasti melaksanakan CSR dan mengungkapkannya, karena apabila tidak melaksanakan CSR, maka perusahaan akan terkena sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga dianggap pengungkapan CSR tidak memberi pengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil pengujian diketahui pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil nilai t sebesar -1.538 dengan signifikansi sebesar 0,129. Nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 tersebut menandakan bahwa pengungkapan CSR tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa investor tidak merespon atas pengungkapan CSR yang telah dilakukan oleh perusahaan. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang ada sebelumnya Yuniasih dan Wirakusuma (2007) yang mengemukakan hasil bahwa pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Dimana semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR mengakibatkan peningkatan nilai perusahaan. Dan juga pada hasil penelitian yang dikemukakan oleh Chairul Amri (2011) yang mengemukakan bahwa CSR berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Tetapi penelitian ini sejalan dengan penelitian yang ada sebelumnya Wahyu Ardimas (2010) yang mengemukakan hasil bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Dan juga pada penelitian yang dikemukakan oleh Angra Hermawati (2010) yang mengemukakan bahwa CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Variabel kinerja keuangan yang diukur dengan return on assets (ROA) dan return on equity (ROE) mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan variabel kinerja keuangan lainya, yaitu operating profit margin (OPM), dan net profit margin (NPM) tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 2. Variabel corporate social responsibility (CSR) tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Hal ini dikarenakan investor tidak merespon atas pengungkapan CSR yang telah dilakukan oleh perusahaan. 3. Dari hasil pengujian yang dilakukan secara simultan (bersama-sama) menunjukkan bahwa return on asset, return on equity, operating profit margin, net profit margin, dan corporate social responsibility mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan yang diproksikan price to book value (PBV) pada perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
49
Saran Berdasarkan hasil penelitian serta hal-hal yang terkait dengan keterbatasan penelitian, maka terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu. Bagi investor dan calon investor perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia agar lebih seksama dan juga memperhatikan aspek Corporate Social Responsibility perusahaan sebagai pertimbangan dalam melakukan investasi. Setiap perusahaan hendaknya terus meningkatkan kualitas dan kuantitas pengungkapan karena tingkat pengungkapan CSR pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI masih sangat rendah dan belum mengikuti standar yang dikeluarkan regulator. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan menggunakan rasio keuangan perusahaan yang berbeda, yang belum dimasukkan dalam model penelitian ini. Karena masih terdapat rasio keuangan yang mungkin juga berpengaruh terhadap nilai perusahaan selain return on asset (ROA), return on equity (ROE), operating profit margin (OPM), dan net profit magin (NPM). Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakkan periode penelitian yang lebih panjang dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Brigham, F. E, dan Houston, F. J. (2006). Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Buku 1. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat. Ghozali dan Chariri, 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Undip. Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Ke 4. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Haruman, Tendi. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak Munawir. 2010. Analisis Laporan Keuangan, Edisi 4, Liberty, Yogyakarta. Rahayu, Sri. 2010. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan dengan Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi. Skripsi Fakultas Ekonomi. Universitas Udayana. Denpasar. Salvatore, Dominick. 2005. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global. Salemba Empat: Jakarta.
Zuredah, Isnaeni Ken. 2010. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai PerusahaanDengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Sebagai Variabel Pemoderasi.Skripsi Fakultas Ekonomi. Universitas Pembangunan Nasional. Jakarta. Handoko, Yuanita, 2010. Pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan dengan pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi. Jurnal Akuntansi, hal 1-15. Nurlela, Rika dan Islahudin. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak. Sutrisno. 2008. Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta. Terdaftar di BEI. Skripsi Universitas Gunadarma. Depok. Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Gitman, Lawrence J. dan Chad J. Zutter. 2012. Principles of Managerial Finance : Brief. Edisi keenam. Boston: Pearson Education. Amri, Chairul. 2011. Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi Fakultas Ekonomi. Universitas Gunadarma. Depok. Hermawati, Angra. 2010. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Alfabeta, Bandung. 50
EVALUASI PENGENDALIAN INTERN PADA SIKLUS PENGGAJIAN PT ANEKALOKA INDOTUNA DI BITUNG
Maria Marisa Marau Grace B. Nangoi Hendrik Manossoh Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado email:
[email protected]
ABSTRACT A company is considered successful if it can manage their payroll cycles. This is because the payroll can directly affect the performance of the employee. Companies must ensure the welfare of workers by giving them rights that salary in return for services rendered to the company's employees. Each activity requires a control of our lives to what is being and has been done. It is therefore necessary internal controls over payroll cycle at a company in terms of oversight of payroll. This study was conducted to determine and evaluate the Internal Control of Payroll Cyele in PT.Anekaloka Indotuna. The object of this research is PT.Anekaloka Indotuna Bitung, the company is engaged in the field of shipping and fisheries. The research method is qualitative method. The results showed that the internal control PT.Anekaloka payroll cycle has not completely efficient. Head of the company should increase the discipline monitor activity of employees. Keywords : evaluation, payroll, internal control
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada umumnya setiap perusahaan memiliki suatu sistem penggajian untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut. Sistem di rancang untuk mencapai sesuatu yang berulangkali atau secara rutin terjadi, misalnya pemberian gaji pada karyawan. Setiap karyawan memiliki tugas dan tanggung jawab tertentu di dalam perusahaan tersebut dan mendapatkan gaji sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Pengendalian intern terkait dengan aspek yang ada dalam perusahaan, salah satu aspek tersebut adalah sistem akuntansi penggajian. Aspek ini menyangkut kesejahteraan sumber daya manusia merupakan perhatian yang serius, karena akan mempengaruhi prestasi dan semangat kerja karyawan. Sebuah perusahaan dinilai berhasil apabila dapat mengelola siklus penggajiannya, oleh karena itu diperlukan pengendalian internal atas siklus penggajian pada sebuah perusahaan. Dengan adanya pengendalian intern siklus penggajian dapat mempengaruhi keberlangsungan operasional perusahaan serta produktivitasnya. Untuk itu pengendalian intern pada siklus penggajian perusahaan harus diterapakan untuk mengurangi kecurangan yang akan timbul. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan mengevaluasi Pengendalian Intern pada Siklus Penggajian PT. Anekaloka Indotuna Bitung. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Sistem Menurut Azhar (2013:22) Sistem adalah kumpulan/group dari sub sistem/bagian/komponen apapun baik fisik ataupun non fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan tertentu. 51
Pengetian Akuntansi Menurut Bahati (2014), akuntansi adalah proses melalui mana informasi keuangan dicatat, terorganisir, diringkas, dianalisis, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Ini berarti bahwa akuntansi berkaitan dengan desain sistem pencatatan organisasi, persiapan dokumen keuangan, analisis dan interpretasi dokumen keuangan. Pengertian Penggajian Menurut Nayla (2014:15), penggajian adalah suatu imbalan yang dibayarkan kepada karyawan yang menjabat di perusahaan – perusahaan, mulai dari yang memegang jabatan paling tinggi hingga yang memegang jabatan paling rendah. Pengetian Sistem Akuntansi Penggajian Menurut Mulyadi (2015 : 309) mengemukakan bahwa sistem akuntansi penggajian adalah : Sistem akuntansi penggajian adalah fungsi, dokumen, catatan, dan sistem pengendalian intern yang digunakan untuk kepentingan harga pokok produk dan penyediaan informasi guna pengawasan biaya tenaga kerja. Fungsi – Fungsi yang terkait 1. Fungsi Kepegawaian 2. Fungsi pencatat waktu 3. Fungsi pembuat daftar gaji 4. Fungsi akuntansi 5. Fungsi keuangan Dokumen – Dokumen yang digunakan Dokumen yang digunakan dalam sistem akuntansi pokok yang digunakan untuk melaksanakan penggajian yaitu: 1. Dokumen Pendukung Perubahan Gaji 2. Kartu Jam Hadir 3. Daftar Gaji 4. Rekap Daftar Gaji 5. Surat Pernyataan Gaji 6. Amplop Gaji 7. Bukti Kas Keluar Catatan Akuntansi yang di gunakan Catatan akuntansi yang di gunakan dalam Sistem Akuntansi Penggajian. Ada beberapa macam sistem pencatatan yang dapat digunakan: 1. Jurnal umum 2. Kartu biaya 3. Kartu penghasilan karyawan Sistem Pengendalian Intern Damayanti (2015), sistem pengendalian intern merupakan semua metode yang dapat digolongkan dalam subsistem pengendalian akuntansi dan administrasi, dimana perusahaan telah menggunakannya untuk mengendalikan jalannya perusahaan yang mencakup aktifitas pengamanan harta, memeriksa ketelitian data akuntansi dan administrasi, mendorong efisiensi operasi dan menjaga kebijaksanaan perusahaan dapat dipatuhi. Sistem Pengendalian Intern Menurut COSO Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commision (COSO) adalah proses dipengaruhi oleh dewan entitas direksi, manajemen dan personal lain, yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Tujuan utama dari pengendalian internal adalah untuk membantu mengelola dan mengendalikan risiko secara tepat dan cermat. lima komponen pengendalian internal menurut COSO di kutip oleh (Pratiwi, 2014) yaitu : 1. Lingkungan Pengendalian(Control Environment) 2. Penilaian Risiko (Risk Assessment) 3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) 4. Informasi dan komunikasi (Information and Communication) 5. Aktivitas Pemantauan (Monitoring Acivities) 52
Penelitian Terdahulu Herdyanto (2014) dalam penelitian yang berjudul Evaluasi Penerapan Pengendalian Internal Atas Siklus Penggajan pada PT. Jaya Kencana menyatakan dari penelitian ini dapat diperoleh bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Jaya Kencana memiliki pengendalian internal terhadap siklus penggajian yang baik, namun masih terdapat beberapa kelemahan-kelemahan yang ditemukan. Kelemahan yang masih ada dalam pengendalian internal perusahaan adalah terdapat potensi karyawan fiktif pada perusahaan dikarenakan banyaknya jumlah karyawan harian dalam suatu proyek dan masih belum ada sanksi yang tegas bagi karyawan yang terlambat masuk setelah jam makan siang. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah Penelitian Deskriptif dimana peneliti secara langsung mendatangi objek penelitian yaitu PT. Anekaloka Indotuna untuk memperoleh data-data dan informasi. Menurut Basirun (2010:5), penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran cara sistematis dan akurat mengenai fakta, sifat dari hubungan antar fenomena yang diteliti pada suatu perusahaan. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Anekaloka Bitung. Proses pengumpulan dan pengolahan data untuk penelitian ini memakan waktu selama 3 (tiga) bulan yang di mulai dari bulan januari 2016 sampai maret 2016. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang akan di lakukan oleh penulis adalah sebagai berikut : a. Perumusan masalah Langkah pertama yang dilakukan adalah melihat dan mencari tahu inti permasalahan yang diangkat dan diteliti lebih lanjut. b. Pengumpulan Data Dalam tahapan pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang ada di PT. Anekaloka Bitung. c. Analisis Data Setelah semua data-data diperlukan terkumpul, kemudian langkah selanjutnya dimulai dengan menganalisis data-data. d. Penarikan Kesimpulan Hasil data tersebut kemudian dipaparkan dalam bentuk uraian kalimat berupa keteranganketerangan yang terdapat dalam hasil penelitian dan pembahsan yang digunakan sebagai acuan dalam penarikan kesimpulan yang merupakan rangkuman dari keseluruhan penelitian ini. Metode Pengumpulan Data Metode data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Menurut Soeratno (2010:64), data kualitatif ialah serangkaian observasi kemungkinnya tidak dapat dinyatakan dalam angka – angka. Usaha untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini serta sebagai bahan atau relevan evaluasi untuk keperluan pembahasan maka metode pengumpulan data yang di lakukan dengan cara : 1. Observasi Obrservasi adalah proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis mengenai gejalagejala yang di teliti. Observasi ini menjadi salah satu teknik pengumpulan data apa bila sesuai dengan tujuan penelitian yang di rencakan dan di catat secara sistematis. 2. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber data. Pihak – pihak yang di wawancara pada PT. Anekaloka Indotuna yaitu pimpinan perusahan dan karyawan bagian keuangan.
53
Metode Analisis Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk mengelolah hasil penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan. Dengan melihat kerangka pemikiran teoritis, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis kualitatif, yaitu adalah data yang mencakup hampir semua data non-numerik. Data ini dapat menggunakan kata-kata untuk menggambarkan fakta dan fenomena yang diamati.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Siklus Penggajian Pada PT. Anekaloka Indotuna PT. Anekaloka Indotuna menggunakan Siklus Penggajian dalam mengatur kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan transaksi perhitungan dan pembayaran gaji karyawan. Adapun siklus penggajian PT. Anekaloka Indotuna yaitu : Gaji bulanan dalah sistem gaji yang diberikan kepada direktur, direktur personalia, pemasaran,semua divisi dan karyawan lainnya. a. Fungsi terkait dalam siklus penggajian PT. Anekaloka Indotuna adalah sebagai berikut : 1) Fungsi kepegawaian 2) Fungsi pencatatan waktu hadir 3) Fungsi keuangan. b. Dokumen yang digunakan dalam siklus penggajian PT. Anekaloka Indotuna 1. Kartu Kehadiran/Absensi 2. Daftar Gaji 3. Surat Pernyataan Gaji/Slip Gaji Prosedur Dalam Siklus Penggajian PT. Anekaloka Indotuna Jaringan prosedur yang membentuk siklus penggajian PT. Anekaloka, yang merupakan tahapan yang harus dilalui untuk menjamin terdapatnya transaksi yang aman dari kesalahan pencatatan waktu hadir, prosedur pembuatan daftar gaji, prosedur pembayaran gaji. 1) Prosedur Pencatatan Daftar Hadir a. Setiap karyawan yang telah didata mengambil kartu absen masing – masing pada rak yang telah tersedia dan biasanya terletak dekat dengan mesin absensi kartu itu sendiri. Kemudian karyawan memasukkan kartu yang telah diambilnya ke slot mesin absensi dan kemudian kartu tersebut akan keluar. b. Pada kartu yang telah dikeluarkan dari mesin absensi itulah tertera keterangan tentang waktu karyawan masuk dan pulang kerja, lalu kartu tersebut di letakkan di rak yang telah tersedia dan kemudian akan di data dan di proses lebih lanjut untuk membuat daftar kehadiran karyawan. c. Apabila karyawan memasukkan kartunya tidak tepat pada waktunya, maka mesin absensi tersebut akan mencetak keterangan dengan menggunakan tinta merah sebagai tanda bahawa ia telat. Kartu yang terbuat dari kertas tebal itu merupakan media untuk mendata kehadiran masing – masing karyawan. 2) Prosedur Pembuatan Daftar Gaji Prosedur ini adalah untuk membuat daftar gaji dalam rangka pembayaran gaji. Dalam daftar gaji dicantumkan penghasilan karyawan yang terdiri dari gaji pokok, lembur, insentif yang di terima.. 3) Prosedur Pembayaran Gaji Prosedur pembayaran gaji PT. Anekeloka Indotuna dilakukan secara manual oleh bagian keuangan. Dimana setiap daftar gaji yang telah berhasil di buat/direkap harus diperiksa terlebih dahulu oleh manager dan setelah selesai langsung dibawa pada bagian keuangan. Pembahasan Evaluasi Pengendalian Intern Siklus Penggajian PT. Anekaloka Indotuna berdasrkan 5 komponen COSO : Untuk mengevaluasi pengendalian internal atas siklus penggajian pada PT Anekaloka Indotuna menggunakan pendekatan COSO yang terdiri dari 5 (lima) komponen. Berikut ini dijabarkan satu-persatu hasil dari evaluasi pengendalian internal :
54
Tabel 1. Penilaian Lingkungan Pengendalian Lingkungan Pengendalian Integritas dan nilai etika organisasi.
Sudah
Belum
Keterangan
-
Sikap manajer yang berkaitan dengan penggajian sudah cukup baik dalam menanggapi keluhan dan menjelaskan kewajiban dan hak karyawan.
Tabel 2. Penilaian Penaksiran Risiko Penaksiran Risiko Organisasi menetapkan tujuan dengan kejelasan yang cukup untuk memungkinkan identifikasi dan penilaian risiko yang berkaitan dengan tujuan
Sudah
Belum
Keterangan Perusahaan belum menetapkan suatu tujuan dengan kejelasan yang cukup. Pada Bagian keuangan yang merangkap sebagai bagian peggajian untuk menghitung gaji karyawan lalu membagikan gaji karyawan.
Tabel 3. Penilaian Aktivitas Pengendalian Aktivitas Pengendalian Organisasi memilih dan mengembangkan aktivitas pengendalian yang berkontribusi terhadap mitigasi risiko pencapaian sasaran pada tingkat yang dapat diterima.
Sudah
Belum
Keterangan Perusahaan masih terdapat perangkapan fungsi dan tugas serta wewenang yang masih belum jelas. Misalnya pada bagian keuangan yang masih merangkap sebagai bagian penggajian.
Tabel 4. Penilaian Informasi dan Komunikasi Informasi dan Komunikasi
Sudah
Organisasi memperoleh atau menghasilkan dan menggunakan informasi yang berkualitas dan yang relevan untuk mendukung fungsi pengendalian internal Organisasi berkomunikasi dengan pihak eksternal mengenai hal-hal yang mempengaruhi fungsi pengendalian internal.
Belum
Keterangan
Informasi yang dihasilkan perusahaan masih belum berkualitas dan relevan, dikernakan pembagian gaji karyawan yang masih dilakukan secara manual. Sehingga informasi mengenai pembagian gaji pada karyawan belum bisa di katakan berkualitas.
Perusahaan sangat memperhatikan informasi – informasi yang berhubungan dengan pihak eksternal khususnya kreditur untuk mengetahui bagaimana informasi laporan keuangan perusahaan.
Tabel 5. Penilaian Pemantauan Sudah
Belum
Keterangan
Pemantauan Oraganisasi – organisasi memilih, mengembangkan dan melakukan evaluasi berkelanjutan dan/atau terpisah untuk meyakinkan apakah komponen pengendalian internal yang hadir berfungsi.
Perusahaan sudah melakukan proses pemilihan, pengembangan dan evaluasi secara berkelanjutan mengenai komponen – komponen pengendalian internal. Evaluasi dilakukan langsung oleh pimpinan perusahaan untuk meyakinkan bahwa karyawan melakukan tugas dan fungsi mereka dengan baik. Misalnya pada pembagian gaji, pemilik yang langsung memeriksa dan memantau proses pembagian gaji.
55
PENUTUP Kesimpulan Pengendalian intern pada siklus penggajian berdasarkan lima komponen pengendalian internal ternyata masih terdapat komponen yang belum menerapkan prinsip -prinsip komponen COSO secara lengkap atau masih di katakan belum efesien dan masih terdapat banyak kelemahan yaitu : 1. Dimana perusahaan masih terdapat fungsi dan tugas serta wewenang yang masih belum jelas. Karena belum adanya pemisahan tugas yang jelas antara fungsi pembuat daftar gaji dan fungsi pembayaran gaji, semuanya itu masih dikerjakan oleh satu bagian saja yaitu bagian keuangan. Sehingga bisa saja terjadi kecurangan atau penyalahgunaan data akuntansi. 2. Informasi dan komunikasi pada perusahaan masih belum berkualitas karena proses penggajian yang dilakukan perusahaan masih manual, sehingga seringkali informasi dan data yang disajikan menjadi kurang teliti. Saran 1. PT. Anekaloka Indotuna sebaiknya membuat fungsi dan tugas dalam siklus penggajian secara tepat dan jelas. Misalnya melakukan pemisahan fungsi dan tugas pada bagian keuangan, adanya pemisahan tugas antara pembuat daftar gaji dengan pembagian gaji. 2. Perusahan sebaiknya menambahkan karyawan pada bagian keuangan untuk mempermudah aktivitas pengendalian pada proses penggajian. 3. Ada baiknya jika perusahaan terus mengikuti setiap perkembangan sistem kemajuan ilmu teknologi yang ada. Sehingga boleh meningkatkan pengendalian intern pada siklus penggajian menjadi lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Azhar, Susanto. 2013. Sistem Informasi Akuntansi. Lingga Jaya. Bandung Bahati, Alfred. 2014. Impact Of Computerised Accounting System On Performance Of Payroll Accounting: A Case of Urban Water Supply and Sewerage: Authorities. Journal of Administration Of The Open University Of Tanzania. Basirun, Abdul. 2010. Jenis – jenis Penelitian. Gombong, Jawa Tengah. Damayanti, Novia. 2015. Evaluasi Efektivitas Pengendalian Intern Atas Sistem Penggajian dan Pengupahan (Studi Kasus Pada PT. Karyamitra Budisentosa Pandaan-Pasuruan). Universitas Brawijaya Malang. http://search.snapdo.com/?category=Web&p=1&st=ds&ic=1&q=Evaluasi+efektivitas+penge ndalian+intern+atas+sistem+penggajian+dan+pengupahan+pdf Heryanto, Fede. 2014. Evaluasi Penerapan Pengendalian Internal Atas Siklus Penggajan pada PT. Jaya Kencana. Universitas Brawijaya Malang. Mulyadi. 2015. Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat. Nayla, Akifa. 2014. Panduan Lengkap Sistem Administrasi Gaji dan Upah. Jakarta : Laksana. Pontoh, Winston. 2013. Akuntansi Konsep dan Aplikasi. Manado : Halaman Moeka Publishing. Pratiwi, Triani 2014. Pengaruh Pengendalian Internal Terhadap Efektifitas Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Syariah. Universitas Widyatama Bandung. Soeratno, Lincoln. 2008. Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Revisi. UPP STIM YKPN, Yogyakarta
56
EFEKTIVITAS KINERJA JURUSITA PAJAK DALAM MELAKUKAN PENAGIHAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MANADO DAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BITUNG Megi Afrilia Jullie J. Sondakh Robert Lambey Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
[email protected] ABSTRACT In the effort of securing national revenue the work of Tax Bailiff is needed, for if everything is delegated to the Tax Payer, then the achievement of targets could not be guaranted. When making tax collection, performance of Tax Bailiff are affected by various things: limited numbers of Tax Bailiff, unkown address of the Tax Payers or Tax Guarantors, and more. The purpose of this study is to determine the level of performance evectiveness of the Tax Bailiff when making tax collection at Manado Tax Office and Bitung Tax Office. The research needs quantitative data, uses primary data, and uses descriptive analysis research method.The result indicates the level of performance evectiveness of Tax Bailiff by the year of 2014 at Manado Tax Office are 56,82% (non-efective), while Bitung Tax Office are 47,83% (non-evective). The level of performance evectiveness of Tax Bailiff by the year of 2015 at Manado Tax Office are 51,37% (non-evective), while Bitung Tax Office are 63,52% (lessevective). Keywords: Tax Collecting, Tax Bailiff, Tax Due.
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Hal ini dijelaskan dalam pembukaan UUD 1945. Memajukan kesejahteraan umum berarti memajukan suatu tingkat kehidupan masyarakat secara optimal dan memenuhi kebutuhan dasar kehidupan manusia. Semuanya itu dapat terwujud dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual (Lawal, 2011: 238). Membayar pajak adalah kewajiban setiap warga negara, namun pada hakekatnya setiap orang enggan untuk membayar pajak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya tunggakan pajak sebagai akibat wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai peraturan.Wajib pajak yang sadar akan kewajiban perpajakannya seharusnya memenuhi sendiri kewajiban pajaknya, dimulai dengan mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, menghitung, memotong, menyetor, dan atau melapor sendiri segala kewajiban pajaknya pada petugas pajak atau Jurusita Pajak. Masalah perpajakan bukan hanya masalah pemerintah saja dan pihak-pihak yang terkait di dalamnya akan tetapi masyarakat juga sangat mempunyai kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah perpajakan Indonesia. Menurut Aruna (2011:2) tapi ingat tingkat kesadaran, tingkat kejujuran, dan tingkat kedisiplinan bangsa Indonesia dalam membayar pajak masih tergolong rendah karena enggan untuk menerapkan kewajiban mereka membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tepat waktu.
57
Dalam upaya pengamanan penerimaan negara sangat diperlukan peranan Jurusita Pajak, sebab apabila seluruhnya dilimpahkan kepada wajib pajak, maka pencapaian target belum sepenuhnya terjamin. Dalam melaksanakan penagihan pajak, kinerja Jurusita Pajak dipengaruhi berbagai hal, misalnya terbatasnya jumlah Jurusita Pajak, alamat Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui keberadaannya dan sebagainya. Penilaian kinerja Jurusita Pajak merupakan salah satu penilaian kesuksesan suatu organisasi atau pemerintah yang digunakan untuk mendapatkan optimasi dan dukungan publik, penilaian dilakukan sebagai suatu sarana pembelajaran untuk memperbaiki efektivitas dan potensi kinerja di masa yang akan datang serta untuk mengevaluasi sejauh mana pemerintah menjalankan tugasnya dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan daerah, dan pelayanan kepada publik. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana tingkat kinerja Jurusita Pajak dalam melakukan penagihan pajak sebagai sumber pendapatan negara, dengan memilih judul : “ efektivitas Kinerja Jurusita Pajak Dalam Melakukan Penagihan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung”. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas kinerja Jurusita Pajak dalam pelaksanaan penagihan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung.
TINJAUAN PUSTAKA Pengrtian Pajak Menurut Brotodiharjo (2011:1), pengertian pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutupi belanja pemerintah, yang artinya pajak merupakan suatu pemungutan dari masyarakat yang berguna untuk kepentingan negara. Fungsi Pajak 1. 2.
Menurut Mardiasmo (2011:1) ada dua fungsi pajak, yaitu sebagai berikut. Fungsi budgetair, yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Fungsi mengatur (regulerend), yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Syarat Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:2), syarat pemungutan pajak dibedakan atas lima bagian, yaitu sebagai berikut. 1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan). Sesuai degan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis). Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. 3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis). Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil). Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutnya. 58
5.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
Dasar Hukum Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Undang-undang nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 19 tahun 2000. Berdasarkan UU Nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, proses tindakan penagihan aktif dimulai dari penerbitan surat teguran, surat paksa, surat pemberitahuan melakukan penyitaan yang dilanjutkan dengan eksekusi sita. Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi: 1. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; 2. dasar penagihan; 3. besarnya Utang Pajak; dan 4. perintah untuk membayar. Surat Paksa diterbitkan apabila: 1. penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; 2. terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau 3. penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada: 1. penanggung pajak; 2. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai; 3. salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau 4. para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi. Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada: 1. pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal; atau 2. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dalam nomor 1. Menurut Fauziah (2014), penagihan pajak dengan surat paksa termasuk dalam penagihan pajak yang bersifat aktif, yang merupakan pelaksanaan yang bersifat langsung. Oleh karena itu, sebelum penagihan pajak yang bersifat aktif itu dilakukan, maka terlebih dahulu dilakukan penagihan pajak yang bersifat pasif. Seperti telah disebutkan sebelumnya, penagihan pajak yang bersifat pasif meliputi, penyerahan surat ketetapan pajak dan penerbitan surat teguran/surat peringatan. Pejabat dan Jurusita Pajak Menurut Mardiasmo (2011:125), Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah. Menurut Purnawardhani (2015:3). Jurusita pajak merupakan pihak yang ditunjuk oleh KPP untuk melaksanakan tindakan penagihan aktif. Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.
59
Penagihan Seketika dan Sekaligus Menurut Mardiasmo (2011:126), penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. Surat Perintah Penagihan Seketika diterbitkan apabila: 1. penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; 2. penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia; 3. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya; 4. badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau 5. terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat: 1. nama wajib pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; 2. besarnya utang pajak; 3. perintah untuk membayar; dan 4. surat pelunasan pajak. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa. Penyitaan Menurut Mardiasmo (2011:128), penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Daluwarsa Penagihan Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan kembali. Teori Efektivitas Efektivitas digunakan untuk mengukur dan menunjukkan tingkat keberhasilan serta hubungan yang terjadi terhadap hasil pungutan pajak yang dilakukan oleh Jurusita Pajak. Rumus pengukuran efektivitas untuk pencairan pelunasan utang pajak adalah sebagai berikut. Efektivitas = Realisasi Pelunasan Utang Pajak x 100% Target Pelunasan Utang Pajak Untuk mengukur efektivitas, maka digunakan indikator sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Pengukuran Efektivitas Persentase Kriteria >100% Sangat efektif 90-100% Efektif 80-90% Cukup efektif 60-80% Kurang efektif <60% Tidak efektif Sumber: Depdagri No. 690. 900. 327 tahun 2006 (dalam Puspitasari: 2014)
60
Dari Tabel 1. menunjukkan bahwa apabila persentase yang dicapai lebih dari 100 persen berarti sangat efektif dan apabila persentase kurang dari 60 persen berarti tidak efektif. Penelitian Terdahulu Rifqiansyah (2014) dengan penelitian mengenai analisis efektivitas dan kontribusi penagihan pajak aktif terhadap pencairan tunggakan pajak di KPP Pratama Malang Utara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan study kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas penagihan pajak aktif secara keseluruhan belum cukup dikatakan efektif, selain itu kontribusi penagihan pajak aktif terhadap pencairan tunggakan secara keseluruhan pajak masih sangat kurang. Wardhana (2011) dengan penelitian mengenai efektivitas jurusita pajak dalam pelaksanaan penagihan pajak di KPP Pratama Surakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah pembahasan mengenai study kasus yang dilakukan di KPP Pratama Surakarta. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa kinerja dan Jurusita di KPP Pratama Surakarta sudah cukup efektif dengan tingkat efektivitas melampaui 100% dan kenaikan pencairan tunggakan pajak yang naik sebanyak 25%.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Menurut Sedarmayanti (2013:21), penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan dalam pencairan fakta status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang dengan interpretasi yang tepat. Sedangkan menurut Danang (2013:21), data kuantitatif berupa angka atau bilangan yang absolut dapat dikumpulkan dan dibaca relatif lebih mudah. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado Jalan Gunung Klabat, Kotak Pos 23, Manado, 95117 dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung Jalan Sam Ratulangi, Bitung, 95511. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada Februari sampai dengan Maret 2015. Prosedur Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Menentukan judul penelitian 2. Menentukan objek penelitian 3. Menyusun proposal 4. Penelitian lapangan 5. Pengumpulan Data 6. Analisis Data Penelitian 7. Kesimpulan dan Saran. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer atau data pokok ini adalah data yang diperoleh penulis dengan terjun langsung ke objek penelitian dalam hal ini pengambilan data-data yang berhubungan dengan penulisan penelitian. Data primer yang diperoleh penulis adalah target pelunasan utang pajak dan realisasi pelunasan utang pajak tahun 2014-2015 pada KPP Pratama Manado dan KPP Pratama Bitung. Metode Analisis Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis rasio efektivitas. Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan Jurusita Pajak dalam melakukan penagihan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung. Rumus pengukuran efektivitas untuk pelunasan utang pajak adalah sebagai berikut. Efektivitas = Realisasi Pelunasan Utang Pajak x 100% Target Pelunasan Utang Pajak
61
Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel Agar tidak terjadi kesalahan dalam menginterprestasikan judul skripsi ini dan untuk menyatukan persepsi antara penulis dan pembaca maka perlu untuk membahas beberapa hal yang menyangkut definisi operasional yang relevan ditemui dalam penyusunan skripsi ini. Efektivitas kinerja Jurusita pajak adalah suatu gambaran yang menunjukkan tingkat keberhasilan serta hubungan yang terjadi terhadap hasil pungutan pajak yang dilakukan oleh Jurusita pajak. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Sejarah Singkat KPP Pratama Manado Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado merupakan instansi vertikal dibawah Kantor Wilayah DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara yang bernaung dibawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Tugas pokok dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado adalah melaksanakan tugas pokok Direktorat Jenderal Pajak dalam menghimpun penerimaan negara dari sektor perpajakan. Kantor Pelayanan Pajak berdiri pada tahun 1959, yang merupakan pemecahan dari Kantor Pelayanan Pajak Makassar, dimana pada waktu itu menggunakan istilah Kantor Inspeksi Keuangan. Untuk daerah Sulawesi Utara meliputi Sulut dan Sulteng yang dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1969 diubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan wilayah kerja meliputi Sulut dan Sulteng. Sejarah Singkat KPP Pratama Bitung Kantor Pelayanan Pajak Pratama bitung adalah lembaga pemerintahan yang bergerak dibidang pelayanan perpajakan, KPP Pratama Bitung merupakan salah satu kantor cabang Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. Sejak tahun 2002 Direktorat Jenderal Pajak melakukan reformasi birokrasi dan menjadi instansi percontohan reformasi birokrasi dalam memberikan pelayanan prima dan pelaksanaan good governance mengingat kedudukan DJP sebagai instansi yang sangat strategis. Target dan Realisasi Pelunasan Utang Pajak Pada KPP Pratama Manado dan KPP Pratama Bitung Tahun 2014-2015 Berikut ini Tabel 2 dan Tabel 3 merupakan target dan realisasi pelunasan utang pajak KPP Pratama Manado dan KPP Pratama Bitung tahun 2014-2015. Tabel 2 Target dan Realisasi Pelunasan Utang Pajak KPP Pratama Manado Tahun 2014-2015 Tahun
Target Pelunasan Utang Pajak (Rp)
Realisasi Pelunasan Utang Pajak (Rp)
2014 39.832.593.495 22.635.184.133 2015 61.365.148.534 31.526.851.456 Sumber : KPP Pratama Manado Dari tabel diatas dapat diketahui target dan realisasi pelunasan utang pajak di KPP Pratama Manado tahun 2014-2015. Pada tahun 2014 target penerimaan pajak yang menjadi tanggung jawab Jurusita Pajak pada KPP Pratama Manado adalah sebesar Rp. 39.832.593.495, tetapi yang terealisasi adalah sebesar Rp. 22.635.184.133, sedangkan pada tahun 2015 target penerimaan pajak yang menjadi tanggung jawab Jurusita Pajak pada KPP Pratama Manado adalah sebesar Rp 61,365.148.534 tetapi yang terealisasi adalah sebesar Rp. 31.526.851.456.
62
Tabel 3 Target dan Realisasi Pelunasan Utang Pajak KPP Pratama Bitung Tahun 2014-2015 Tahun
Target Pelunasan Utang Pajak Rp)
2014 21.969.317.649 2015 16.459.134.528 Sumber : KPP Pratama Bitung
Realisasi Pelunasan Utang Pajak (Rp) 10.509.277.390 10.455.259.254
Dari tabel diatas dapat diketahui target dan realisasi pelunasan utang pajak di KPP Pratama Bitung tahun 2014-2015. Pada tahun 2014 target penerimaan pajak yang menjadi tanggung jawab Jurusita Pajak KPP Pratama Bitung adalah sebesar Rp. 21.969.317.649 dan yang terealisasi adalah sebesar Rp. 10.509.277.390, sedangkan pada tahun 2015 target penerimaan pajak yang menjadi tanggung jawab Jurusita Pajak pada KPP Pratama Bitung adalah sebesar Rp.16.459.134.528, tetapi yang terealisasi adalah sebesar Rp. 10.455.259.254. Pembahasan Tabel 4 Tingkat Efektivitas Kinerja Jurusita Pajak KPP Pratama Manado Tahun 2014-2015 Target Pelunasan Realisasi Pelunasan Tingkat Tahun Utang Pajak Utang Pajak Efektivitas Keterangan (Rp) (Rp) (%) Tidak 2014 39.832.593.495 22.635.184.133 56,82 Efektif Tidak 2015 61.365.148.534 31.526.851.456 51,37 Efektif Sumber : Data olahan Dari tabel diatas dapat dilihat tingkat efektivitas kinerja Jurusita Pajak KPP Pratama Manado tahun 2014-2015. Pada tahun 2014 target penerimaan pajak yang menjadi tanggung jawab Jurusita Pajak pada KPP Pratama Manado adalah sebesar Rp. 39.832.593.495, tetapi yang terealisasi adalah sebesar Rp. 22.635.184.133, dan tingkat efektivitas sebesar 56,82% (tidak efektif), sedangkan pada tahun 2015 target penerimaan pajak yang menjadi tanggung jawab Jurusita Pajak pada KPP Pratama Manado adalah sebesar Rp 61,365.148.534 tetapi yang terealisasi adalah sebesar Rp. 31.526.851.456 dan tingkat efektivitas sebesar 21,63% (tidak efektif). Tabel 5 Tingkat Efektivitas Kinerja Jurusita Pajak KPP Pratama Bitung Tahun 2014-2015 Tahun
Target Pelunasan Utang Pajak (Rp)
2014 21.969.317.649 2015 16.459.134.528 Sumber : Data olahan
Realisasi Pelunasan Utang Pajak (Rp) 10.509.277.390 10.455.259.254
Tingkat Efektivitas (%) 47,83 63,52
Keterangan Tidak Efektif Kurang Efektif
Dari tabel diatas dapat dilihat tingkat efektivitas kinerja Jurusita Pajak KPP Pratama Bitung tahun 2014-2015. Pada tahun 2014 target penerimaan pajak yang menjadi tanggung jawab Jurusita Pajak KPP Pratama Bitung adalah sebesar Rp. 21.969.317.649 dan yang terealisasi adalah sebesar Rp. 10.509.277.390 dan tingkat efektivitas sebesar 47,83% (tidak efektif), sedangkan pada tahun 2015 target penerimaan pajak yang menjadi tanggung jawab 63
Jurusita Pajak pada KPP Pratama Bitung adalah sebesar Rp.16.459.134.528, tetapi yang terealisasi adalah sebesar Rp. 10.455.259.254 dan tingkat efektivitas sebesar 63,52% (kurang efektif).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Jurusita Pajak Tidak Efektif Dalam Melakukan Penagihan Pajak Pada KPP Pratama Manado dan KPP Pratama Bitung. Ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan sehingga kinerja Jurusita Pajak tidak efektif dalam melakukan penagihan pajak, yaitu sebagai berikut. 1. a. b.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado: Perusahaan yang akan ditagih sudah tutup. Wajib Pajak tidak mampu melunasi utang pajaknya.
c. d. e. 2. a. b. c. d. e.
Terbatasnya jumlah Jurusita Pajak. Belum ada dukungan dana. Wajib Pajak atau penanggung pajak tidak diketahui keberadaannya. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung: Minimnya Jumlah Jurusita Pajak. Tidak ada prognosis dan garis waktu yang jelas dalam pelaksanaan penagihan aktif. Wajib Pajak atau penanggung pajak tidak dapat diketahui keberadaannya. Banyaknya Wajib Pajak yang melakukan upaya hukum (keberatan dan banding). Administrasi tidak lengkap. PENUTUP Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat efektivitas kinerja Jurusita pajak dalam melakukan penagihan pajak di KPP Pratama Manado dan KPP Pratama Bitung. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.
2.
Tingkat efektivitas kinerja Jurusita Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado pada tahun 2014-2015 dinyatakan tidak efektif. Terbukti dari persentase efektivitas pada tahun 2014 sebesar 56,82% (tidak efektif) dan pada 2015 sebesar 51,37% (tidak efektif). Tingkat efektivitas kinerja Jurusita Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung pada tahun 2014-2015 dinyatakan tidak efektif. Terbukti dari persentase efektivitas pada tahun 2014 sebesar 47,83% (tidak efektif) dan pada tahun 2015 sebesar 63,52% (kurang efektif). Saran
1. a. b. c.
d.
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado perlu melakukan tindakan sebagai berikut: mengintensifkan kegiatan pengelompokan penunggak pajak terbesar, agar penagihan pajak lebih efektif; melakukan pengawasan secara intensif terhadap penanggung pajak yang belum melunasi utang pajaknya; menambah Jurusita Pajak dalam melakukan penagihan pajak agar pencairan tunggakan pajak bisa lebih besar, sehingga dapat memenuhi target realisasi pencairan tunggakan pajak, serta memberikan tambahan pendidikan dan pelatihan bagi yang akan menjadi Jurusita Pajak agar meningkatkan kesiapan saat regenerasi; sebaiknya menambah insentif kepada Jurusita Pajak dalam melakukan penyitaan terkait dengan adanya biaya balas jasa dari pihak yang bekerjasama pada saat dilakukan penyitaan;
64
e. f. 2. a. b. c. d. e.
sebaiknya Jurusita Pajak meningkatkan kerjasama dengan pihak bank, kepolisian, dan aparat pemerintah dalam proses penyitaan; dan perlu mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah untuk memudahkan mencari penanggung pajak yang pindah tanpa pemberitahuan dan alamat yang kurang jelas. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung perlu melakukan tindakan sebagai berikut: melakukan perekrutan pegawai khususnya Jurusita Pajak; Jurusita Pajak memperjelas prognosis penagihan utang pajak dengan cara menghimbau, menerbitkan berita acara, serta mengunjungi Wajib Pajak; diharapkan pada saat pendaftaran, Wajib Pajak mencantumkan alamat yang jelas dan ketika ingin pindah sebaiknya melapor dan melakukan perubahan data terbaru; diharapkan Dirjen Pajak lebih teliti dalam proses pengajuan keberatan dan banding yang diajukan oleh Wajib Pajak; sebaiknya Jurusita Pajak melakukan rekap ulang terhadap administrasi Wajib Pajak yang tidak lengkap.
DAFTAR PUSTAKA Brotodiharjo, 2011. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. PT Rafika Aditama. Bandung. Danang, Sunyoto, 2013. Metode Penelitian Akuntansi, Indeks. Jakarta. Fauziah, 2014. Pengaruh Penagihan Pajak dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan Pajak. Jurnal. Tanjungpinang: Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji. Lawal, Tolu, Abe Oluwatoyin, 2011. “National development in Nigeria: Issues, challenges and prospects”. Journal of Public Administration and Policy Research. 3(9) Mardiasmo, 2011. Perpajakan Edisi Revisi. ANDI. Yogyakarta. Purnawardhani, Restika, Amirudin Jauhari, Sri Mangesti Rahayu, 2015. Efektivitas Penagihan Pajak Aktif Dengan Surat Teguran dan Surat Paksa Dalam Upaya Optimalisasi Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Madya Malang. Jurnal Perpajakan. 1(1). Puspitasari, Ayu Risky Elfayang, 2014. Analisis Efektivitas, Efisiensi, dan Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah Terhadap PAD Kabupaten Blora Tahun 2009-2013. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang. Rifqiansyah, Hasbi, Devi Farah Azizah, Muhammad Saifi, 2014. Analisis Efektivitas Dan Kontribusi Penagihan Pajak Aktif Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Di KPP Pratama Malang Utara. Jurnal. Malang 15(1) Sedarmayanti, Hidayat Syarifudin, 2011. Metodologi Penelitian. Mandar Maju. Bandung. Wardhana, Asoka Okky. 2011. Efektivitas Jurusita Pajak Dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak Di KPP Pratama Surakarta. Jurnal. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
65
EVALUASI PENATAUSAHAAN, PENYUSUNAN, DAN PENYAMPAIAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA PADA BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Grace G Lewedalu Lintje Kalangi Jessy D. L. Warongan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado email:
[email protected] ABSTRACT The activities of the financial administration has an interest in controlling the implementation of the budget and expenditure, given their authorization has been granted by the determination to the local regulations and approval by the competent authority. It is closely linked with the principal task of Treasurer in trust by the employer to manage, store and account for its report in accordance with applicable regulations. Minister of the Interior issued a regulation that Minister Regulation number 55 of 2008 on Procedures for Administration and Treasurer Accountability Report Preparation and Transmission. This rule also applies to the Treasurer on the Financial Management Board and Assets West Southeast Maluku District. The research objective was to evaluate the accountability report of the treasurer is in conformity with applicable regulations. Data analysis method used is the method of descriptive data analysis, by analyzing, managing and comparing the data with that obtained both qualitative and quantitative in its application research results illustrate the particular Agency Financial Management and Asset West Southeast Maluku District has shown good performance and according to the rules regulation No. 55 of 2008. Head of BPKAD as PPKD, BUD, PA, should do even more stringent supervision so that the accountability reports are included in BPKAD can be run in accordance with applicable regulations. Keywords: Administration, Formulation, Submission, Accountability Report, treasurer PENDAHULUAN Latar Belakang Era globalisasi saat ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh masyarakat dunia, dengan mengikuti perkembangan zaman reformasi pengelolaan keuangan negara terus dilakukan pemerintah melalui pembenahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Perubahan dari sistem terpusat menjadi sistem otonomi daerah telah memberikan dampak yang besar pada sistem penyelenggara pemerintahan dan ruang lingkup kinerja, hal ini juga berdampak pada pengaturan sistem keuangan pemerintah di daerah. Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah untuk lebih memberikan pelayanan publik yang didasarkan asas-asas pelayanan publik yang meliputi transparasi, akuntabilitas, kondisional, partisipasif, kesamaan hak dan kewajiban demi tercapainya tata kelola yang baik (good governance). Demi menciptakan tata kelola yang baik, pemerintah Indonesia terus melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara.Salah satu upaya tersebut dengan melakukan pengembangan kebijakan akuntansi pemerintah berupa Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang bertujuan untuk memberikan pedoman pokok dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sejalan dengan hal tersebut, perlu mengevaluasi serangkaian pedoman tentang tata cara penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara serta penyampaiannya. 66
Kegiatan penatausahaan keuangan mempunyai kepentingan pengendalian terhadap pelaksanaan anggaran dan belanja daerah, mengingat adanya otorisasi yang telah diberikan oleh penetapan ke dalam peraturan daerah dan pengesahannya oleh pejabat yang berwenang. Hal ini berkaitan erat dengan tugas pokok Bendahara yang berada di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah (SKPKD) terdiri dari bendahara penerimaan yang bertugas untuk membuat pembukuan atas pendapatan yang diterima tunai dan pembukuan atas pendapatan yang di terima melalui kas umum daerah, dan bendahara pengeluaran bertugas untuk mengajukan surat permintaan pembayaran UP/ GU/ TU, pembukuan penerimaan SP2D UP/ GU/ TU/ LS, pembukuan mengunakan uang persediaan, pembukuan pertanggungjawaban uang panjar, dan pembukuan pertanggungjawaban tambah uang. Mengingat begitu pentingnya fungsi dari seorang bendahara dalam perannya melakukan pengelolaan keuangan daerah, kiranya perlu dievaluasi serangkaian pedoman tentang tata cara penatusahaan, penyusunan laporan, dan pertanggungjawaban bendahara serta penyampaiannya. Adapun pengelolaan keuangan daerah saat ini sudah menggunakan SIMDA. SIMDA adalah sistem informasi keuangan daerah, merupakan perangkat lunak yang dikembangkan dengan tujuan untuk membantu Pemerintah Daerah dalam rangka Pengelolaan Keuangan secara efisien, efektif, sesuai dengan peraturan perundang-undangan mulai dari penyusunan anggaran, penatausahaan, dan pertanggungjawaban APBD. Kabupaten Maluku Tenggara Barat khususnya Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah merupakan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) yang memiliki fungsi sebagai SKPD dan sebagai Pemerintah Daerah, Pelaksanaan penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara yang ada di BPKAD memiliki dua jenis yaitu penatausahaan dan laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran yang berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta Penyampaiannya. Dalam prakteknya masih terdapat kendala yaitu kurangnya pemahaman bendahara terhadap SIMDA. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara serta penyampaiannya pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Maluku Tenggara Barat. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Akuntansi Kieso (2011:5) menyatakan akuntansi sebagai bahasa universal dari bisnis. Karakteristik penting dari akuntansi adalah identifikasi, pengukuran, dan komunikasi informasi keuangan tentang entitas ekonomi kepada pihak yang berkepentingan. Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan dan komunikasi terhadap transaksi ekonomi dari suatu entitas/perusahaan (Wibowo, 2011). Definisi American Institude of Certified Public Accounting (AICPA) akuntansi merupakan suatu seni pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter transaksi dan kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan mentafsir hasil-hasilnya. Standar Akuntansi Pemerintahan Secara luas pengertian Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan milik pemerintah. Pemerintah Indonesia menerapkan SAP berbasis akrual, yaitu SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam laporan keuangan yang berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja,
67
dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang diterapkan dalam APBN / APBD. Akuntansi Sektor Publik Sujarweni (2015:1) Akuntansi sektor publik dapat didefinisikan sebagai aktivitas jasa yang terdiri dari mencatat, mengklasifikasikan, dan melaporkan kejadian atau transaksi ekonomi yang akhirnya akan menghasilkan suatu informasi keuangan yang akan dibutuhkan oleh pihak-pihak tertentu untuk pengambilan keputusan, yang diterapkan pada pengelolaan dana publik di lembagalembaga tinggi negara dan departemen-departemen dibawahnya. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Draise (2009:77) menjelaskan Sistem Akuntansi keuangan daerah adalah suatu susunan yang teratur dari suatu asas atau teori untuk proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi dari entitas pemerintah daerah, pemda (kabupaten, kota atau provinsi) yang disajikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi yang diperlukan oleh pihak-pihak eksternal entitas pemda yang memerlukan informasi yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan daerah tersebut antara lain adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), badan pengawasan keuangan, investor, kreditur, dan donator, analis ekonomi dan pemerhati pemda yang seharusnya ada dalam lingkungan akuntansi keuangan daerah. Sistem Akuntansi SKPD Akuntansi bagi SKPD adalah amanat dari PP nomor 24 tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan dimana pelaksanaan dan penyusunan laporan keuangan berada pada tingkat SKPD. Pemahaman prinsip dasar dan proses akuntansi pelaporan adalah hal yang mutlak harus dipahami dan dilaksanakan oleh staf dan pimpinan SKPD sebagai bentuk pertanggungjawaban keuangan pelaksanaan anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sujarweni (2015;60) APBD adalah rencana keuangan yang dibuat pemerintah daerah setiap tahunnya, disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD). APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai tanggal 31 Desember. Pihak yang terlibat dalam anggaran pemerintah daerah dan Pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran pemerintahan kabupaten adalah : 1. Pihak Eksekutif yang terdiri dari : a) Bupati/Walikota b) Sekretaris Daerah (Sekda) c) Tim Anggaran Eksekutif d) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) e) Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAP_PEDA) f) Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) 2. Pihak Legislatif Pihak Legislatif yang terlibat dalam penyusunan anggaran pemerintah daerah antara lain adalah : a) Panitia Anggaran Legislatif b) Komisi-Komisi DPRD 3. Pihak Pengawas Yang berindak sebagai pihak pengawas dalam perencanaan dan pengelolaan keuangan daerah adalah: 68
a) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) b) Badan Pengawas Keuangan dan Perkembangan (BPKP) c) Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) Laporan Keuangan Daerah Dalam Permendagri Nomor 21 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan pada ketentuan pasal 1 angka 8, bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat menyajikan laporan keuanganyangmeliputi: 1. Laporan realisasi anggaran 2. Neraca daerah 3. Laporan aliran kas 4. Catatan atas laporan keuangan Peranan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang SAP dalam kerangka konseptualnya mengemukakan bahwa setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya – upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan berikut : 1. Akuntabilitas 2. Manajemen 3. Transparasi 4. Keseimbangan Antragenerasi (intergenerational equity) 5. Evaluasi Kinerja Tujuan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (2012:7) Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan cara. a. Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan pengunaan sumber daya keuangan b. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran. c. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai. d. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya. e. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman. f. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengenai kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode palaporan. Karakteristik Kualitatif Laporan keuangan Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan adalahukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya.Menurut Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (2012:10), karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki: 69
a. b. c. d.
Relevan Andal Dapat dibandingkan Dapat dipahami
Bendaharawan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.05/2008 tanggal 9 Mei 2008 pasal 3 ayat (4) menyebutkan bahwa Bendahara Penerimaan/ Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang secara fungsional bertanggung jawab kepada Kuasa Bendahara Umum Negara atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara SKPD Setelah berakhir bulan, bendahara penerimaan dan pengeluaran membuat laporan pertanggung jawaban administratif kepada pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran melalui PPK – SKPD (dalam hal ini fungsi akuntansi) dan laporan pertanggung jawaban fungsional kepada PPKD selaku BUD paling lambat tangal 10 bulan berikutnya. Penelitian Terdahulu Aldiansyah Sugeha (2015)dalam penelitian berjudul “Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta Penyampaiannya Pada Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bolang Mongondow”tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisis kesesuaian pembukuan dan laporan pertanggungjawaban bendahara dengan peraturan yang berlaku. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif. Dari hasil pembahasan yaituDPPKAD Kabupaten Bolaang Mongondow telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun demikian masih sering terdapat beberapa kendala yang dihadapi seperti keterlambatan dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban, kesalahan pencatatatan, dan juga kesalahan prosedur Iman Pirman Hidayat (2008) dalam penelitian yang berjudul “Peranan Penatausahaan Keuangan Daerah dalam Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan APBD” Tujuan dalam penelitian ini adalahUntuk mengevaluasi penatausahaan keuangan daerah dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan APBD. Metode penelitiannya yaitu deskriptif kualitatif.. Hasil penelitiannya yaitu Efektivitas pelaksanaan APBD memiliki peranan yang tinggi. ntuk mencapai efektivitas pelaksanaan APBD diperlukan suatu pengelolaan yang memadai meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dimana ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif. metode penelitian deskriptif menurut Widi (2010:84) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang menggambarkan semua data atau keadaan subyek/obyek penelitian kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung pada saat ini dan selanjutnya mencoba untuk memberikan pemecahan masalahnya. Penulis menggunakan penelitian deskriptif karena ingin menganalisis penerapan Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitianinidilakukan di Badan PengelolaanKeuangandanAset Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang bertempat di jalan Ir. Soekarno kompleks Perkantoran Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Adapunwaktupenelitiandimulaidaribulan desember 2015 sampai bulan februari 2016. 70
Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yang di gunakan oleh penulis dengan cara sebagai berikut : 1. Wawancara langsung, yaitu dengan melakukan percakapan langsung serta Tanya jawab dengan pihak Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat. 2. Studi dokumentasi, dilakukan dengan melakukan penelusuran terhadap dokumen-dokumen yang mendukung penelitian ini, antara lain peraturan perundang-undangan, buku, dan sumber lain yang mendukung penelitian ini 3. Pengamatan/ observasi, yaitupengamatansecaralangsung dan data yang dikumpulkan dari penelitian ini sebagian berasal dari bidang perbendaharaan dan bidang akuntansi sebagai pihak yang benar-benar melakukan fungsi perbendaharaan. Pertimbangan lain dipilihnya bidang ini karena keterlibatannya dengan bendahara pengeluaraan. Metode Analisis Sugiyono (2011:21) menyatakan bahwa metode yang digunakan untuk menggambarkan dan menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Metode analisis ini membandingkan dua segi yang berbeda antara praktek dan teori yang kemudian dapat di ketahui perbedaanya, dimulai dengan langkah mengumpulkan data dan informasi menyaring keterangan-keterangan yang diperoleh secara menyeluruh dan detail untuk menganalisis penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara serta penyampaiannya dengan Permendagri Nomor 55 Tahun 2008.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tata Cara Penatausahaan Bendahara Penerimaan Dalam melaksanakan tugas tersebut, bendahara penerimaan SKPD berwenang untuk melakukan hal-hal berikut : Menerima penerimaan yang bersumber dari pendapatan asli daerah, Menyimpan seluruh penerimaan, Menyetor penerimaan yang diterima dari pihak ketiga ke rekening kas umum daerah paling lambat 1 hari kerja, dan Mendapatkan bukti transaksi atas pendapatn yang diterima melalui bank. Pertanggungjawaban dan Penyampaian Bendahara Penerimaan Laporan pertanggungjawaban Bendahara penerimaan dibagi pertanggungjawabanadministratif dan pertanggungjawaban fungsional.
menjadi
dua
yaitu
Pertanggungjawaban Administratif Laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan BPKAD Kabupaten MTB merupakan gabungan dengan laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan pembantu, dan memuat informasi tentang rekapitulasi penerimaan, penyetoran, dan saldo kas yang ada di bendahara Pertanggungjawaban Fungsional Laporan pertanggungjawaban fungsional kepada PPKD ini dilampiri dengan dokumen berikut. 1. Buku penerimaan dan penyetoran yang telah ditutup pada akhir bulan 2. Register STS 3. Pertanggungjawaban bendahara penerimaan pembantu
71
Berikut proses penyusunan dan penyampaian pertanggungjawaban fungsional bendahara penerimaan BPKAD Kabupaten Maluku Tenggara Barat kepada PPKD. 1. Menerima laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh bendahara penerimaan pembantu 2. Kemudian melakukan verifikasi, evaluasi, dan analisis kebenaran laporan pertanggungjawaban dari bendahara penerimaan pembantu. 3. Selanjutnya menyerahkan satu lembar laporan pertanggungjawaban kepada PPKD sebagai bentuk pertanggungjawaban fungsional. PPKD kemudian melakukan verifikasi, evaluasi, dan analisis atas Laporan tersebut Tata Cara Penatausahaan Bendahara Pengeluaran Hal pertama yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran adalah mengajukan SPP (Surat Permintaan Pembayaran) kepada pengguna anggaran melalui Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD. Jika SPP telah diverifikasi dan diotorisasi oleh pengguna anggaran, tahapan selanjutnya adalah penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) oleh Pejabat Penguna Anggaran. SPM yang telah ditandatangani kemudian diajukan kepada BUD. Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran Pertanggungjawaban penggunaan dana oleh bendahara persediaan/Ganti uang (UP/GU) dan Tambah Uang (TU).
pengeluaran
meliputi
uang
Pembahasan Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwaPeraturan pemerintah yang menjadi acuan dasar dalam melakukan fungsi pentausahaan bendahara SKPD dan SKPKD, seperti dalam permendagri No. 55 Tahun 2008 mengamanatkan bahwa pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah, antara lain berupa pemberian pedoman. Pemberian pedoman yang dimaksud mengenai penatausahaan penyusunan LPJ. Permendagri No. 55 Tahun 2008 ini telah memberikan desentralisasi kepada BPKAD selaku SKPKD untuk mengelola penatausahaan LPJ bendahara untuk dipertanggungjawabkan kepada KDH yang adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan (pasal 5 ayat 1 permendagri No. 13/2006) agar supaya LPJ bendahara sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatuhan dan manfaat untuk masyarakat, bangsa dan negara demi tercapai masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat UUD 1945. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat sudah melakukan pengelolaan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku meskipun masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh bendahara dalam melakukan penatausahaan dan penyusunan laporan pertanggungjawaban serta penyampaiannya. Sehubungan dengan hal itu pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat terus berusaha untuk menciptakan “good governance” dengan mengikuti berbagai seminar-seminar dan pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah. PENUTUP Kesimpulan Dari pembahasan yang telah diuraikan dari pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapakesimpulan yang dapat ditarik yaitu : 1. Bahwa Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran BPKAD Kabupaten Maluku Tenggara Barat telah menunjukkan kinerja yang baik. Kegiatan kebedaharaan berpatokan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 72
2. Laporan pertanggungjawaban Bendahara BPKAD Kabupaten Maluku Tenggara Barat sudah mencakup semua buku pembantu yang ada, sehingga laporan pertanggungjawaban dianggap jelas Saran Saran dalam penelitian ini adalah: 1. Perlu diadakan perbaikan dalam menetapkan standar penerimaan pegawai terutama di bagian keuangan, dengan mengutamakan pegawai yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi. 2. Diharapkan Bendahara dapat terus meningkatkan kinerjanya guna mencapai aktivitas kebendaharaan yang baik guna membantu dalam membuat laporan pertanggungjawaban. 3. Pemerintah harus melakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan/pelatihan formal dan non formal (Bimtek Akuntansi).
DAFTAR PUSTAKA Aldiansyah, 2015, Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya pada Dinas Pendapatan Pengelola Keungan dan Aset Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow.Universitas Sam Sam Ratulangi Manado. Manado. Departemen Dalam negeri Republik Indonesia.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan Dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara / Lembaga / Kantor / Satuan Kerja. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. Peraturan menteri Dalam Negeri nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata cara Penatausahaan dan penyusunan laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya Draise, Nurlan. 2009. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta : Pt. Indeks Iman Pirman Hidayat, 2008. Peranan Penatausahaan Keuangan Daerah dalam Meningkatkan Efektivitas Pelaksanaan APBD. Universtias Sam Ratulangi. Manado Kieso, Weygandt, dan Warfield. 2011. Akuntansi Intermediate, Edisi Ke Dua Belas, Erlangga, Jakarta. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. CV.Alfabeta, Bandung. Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Graha Ilmu Wiratna Sujarweni, 2015. Akuntansi Sektor Publik : Pustaka Baru Press. Yogyakarta Wibowo, 2011. Manajamen Perubahan. Jakarta : Pt. Raja Grafindo Persada
73
ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PAJAK DAERAH DI KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Lonex Dandel Anumpitan1 Jantje J. Tinangon2 Treesje Runtu3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado email:
[email protected]
ABSTRACT The construction of Talaud Regency encourages the occurrence of increased population, sights, hotels, restaurants and other entertainment venues. Improvement on some of the sectors with increasing power consumption in the Talaud Regency, which would then affect rapidly on increasing tax revenue potential of street lighting. The purpose of this research is to know the tax receipt street lighting in the Department of Revenue , Financial Management and Regional Assets Talaud regency. The results showed that the effectiveness of the tax revenue in the Talaud Regency street lighting from 2011-2015 average of 102.67% – with a good category. While the tax contribution of street lighting towards acceptance of tax areas in the Talaud Regency in 2011-2015 average of 61.22% by category is good enough. This means that the effectiveness of the tax revenue in the Talaud Regency street lighting has been very good and effective tax and contribution to street lighting towards the acceptance of tax areas in the Regency Talaud Regency are already good enough. Keywords : Street Lighting Tax , Effectiveness , Contributions
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya kabupaten/ kota merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi dan apa yang menjadi kebutuhan daerahnya. Ugwuogo (2013) said construction also seen as a change of purpose in society that contributes to social and economic progress walfare good and it’s people without any created lack of harmony within. Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi daerah diharapkan terwujud melalui pengelolaan sumber-sumber daerah. The quality of governance, defined as a set of institutional arrangements that determine a sound environment for social and economic interaction, is an important factor of economic success (David Bartolini & Raffaella Santolini, 2012). Penerapan desentralisasi sebagai wujud dari otonomi daerah juga menimbulkan permasalahan dalam pembagian keuangan antara pusat dan daerah dimana pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing tingkat pemerintahan memerlukan dukungan pendanaan. Pemerintah daerah dalam hal ini dituntut memiliki kemandirian secara fiskal karena subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat yang selama ini sebagai sumber utama dalam APBD, mulai kurang kontribusinya dan menjadi sumber utamanya adalah pendapatan dari daerah sendiri (Gomies & Pattiasina, 2011). Perkembangan pembangunan Kabupaten Kepulauan Talaud mendorong terjadinya peningkatan penduduk, objek wisata, hotel, restoran dan tempat hiburan lainnya. Peningkatan pada beberapa sektor tersebut seiring dengan meningkatnya pemakaian listrik di Kabupaten Kepulauan Talaud, yang kemudian akan berdampak pesat pada peningkatan potensi pajak penerangan jalan. Salah satu Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud berasal dari pajak daerah,
74
khususnya pajak penerangan jalan. Untuk itu Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud telah mampu merealisasikan potensi pajak penerangan jalan tersebut sebesar mungkin, sehingga hal tersebut akan berdampak pada kenaikan realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud, 2016). Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui efektivitas penerimaan dan kontribusi pajak penerangan jalan terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pajak Pajak adalah iuran masyarakat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan balas jasa secara langsung. Pajak dipungut oleh pemerintah berdasarkan norma-norma hukum yang ada untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk dapat mencapai kesejahteraan umum (Widyaningsih, 2011). Fungsi Pajak Fungsi pajak menurut Widyaningsih (2011) adalah sebagai berikut. 1. Fungsi Penerimaan Budgeter yaitu pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintahan. Dalam APBN, pajak merupakan sumber penerimaan dalam negeri 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) yaitu Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Misalnya PPnBM untuk barang-barang mewah, hal ini diterapkan pemerintah dalam upaya mengatur agar tingkat konsumsi barangbarang mewah dapat dikendalikan. 3. Fungsi Stabilitas Fungsi ini berhubungan dengan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga (melalui dana yang diperoleh dari pajak) sehingga laju inflasi dapat dikendalikan. 4. Fungsi RedistribusiDalam fungsi redistribusi, lebih ditekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak. 5. Fungsi Demokrasi Pajak dalam fungsi demokrasi merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak. Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011) ada 3 sistem pemungutan pajak,yakni: 1. Official assessment system Adalah suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya : a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Ciri-cirinya : 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak untuk menentukan sendiri, 2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, 3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
75
oleh wajib pajak. Ciri-cirnya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. Jenis Pajak Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak pusat adalah pajak yang dikelolah oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini sebagian dikelolah oleh Direktorat Jenderal Pajak – Departemen Keuangan. Sedangkan pajak daerah adalah pajak-pajak yang dikelolah oleh Pemeritah daerah baik ditingkat Provinsi maupun tingkat kabupaten/Kota. Pajak pusat yang dikelolah oleh Direktorat Jenderal Pajak – Departemen Keuangan, meliputi: 1. Pajak Penghasilan (PPh) PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dengan bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, hadiah, honorarium dan lain sebagainya. 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak di dalam daerah pabean. Orang pribadi, perusahaan maupun pemerintah yang mengkonsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya setiap barang dan jasa adalah barang kena pajak atau jasa kena pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%, dalam hal ekspor tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud dengan wilayah pabean adalah wilayah republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya. 3. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan barang kena pajak yang tergolong mewah adalah: a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi. d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta mengganggu ketertiban masyarakat. f. Bea Materai Bea Materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kuitansi pembayaran, surat berharga dan efek yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan. 4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah atau bangunan. PBB merupakan pajak pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi: 1. Pajak Provinsi a. Pajak kendaraan bermotor b. Bea balik nama kendaraan bermotor c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor d. Pajak air permukaan e. Pajak rokok 2. Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak hotel b. Pajak restoran c. Pajak hiburan
76
d. e. f. g. h. i. j. k.
Pajak reklame Pajak penerangan jalan Pajak mineral bukan logam dan batuan Pajak parkir Pajak air tanah Pajak sarang burung walet Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB)
Pengertian Pajak Daerah Sesuai dengan Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembanguan daerah. Tolok Ukur Penilaian Potensi Pajak Daerah Terdapat empat kriteria untuk menilai potensi pajak daerah yaitu: 1. Kecukupan dan elastisitas Kecukupan dan elastisitas adalah kemampuan untuk menghasilkan tambahan pendapatan agar dapat menutup tuntutan yang sama atas kenaikan pengeluaran pemerintah dan dasar pengenaan pajaknya berkembang secara otomatis. Contoh : karena terjadi inflasi maka akan terjadi kenaikan harga-harga juga ada peningkatan jumlah penduduk dan bertambahnya pendapatan suatu daerah. Dalam hal ini elastisitas mempunyai dua dimensi yaitu: a. Pertumbuhan potensi dari dasar pengenaan pajak itu sendiri b. Sebagai kemudahan untuk memungut pertumbuhan pajak tersebut Elastisitas dapat diukur dengan membandingkan hasil penerimaan selama beberapa tahun dengan perubahan-perubahan dalam indeks harga, penduduk maupun pendapatan nasional per kapita (GNP). 2. Keadilan Prinsip keadilan yang dimaksud disini adalah bahwa pengeluaran pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing golongan. 3. Kemampuan administrasi Kemampuan administrasi yang dimaksud disini mengandung pengertian bahwa waktu yang diberikan dan biaya yang dikeluarkan dalam menetapkan dan memungut pajak sebanding dengan hasil yang mampu dicapai. 4. Kesepakatan politis Kesepakatan politis diperlukan dalam pengenaan pajak, penetapan struktur tarif, memutuskan siapa yang harus membayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan dan memberikan sanksi bagi yang melanggarnya. Pengertian Pajak Penerangan Jalan Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 tahun 2002 pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah Perhitungan Pajak Penerangan Jalan Pajak penerangan jalan dapat dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Atau bila dituliskan dalam bentuk rumus sebagai berikut: Pajak terutang =Tarif pajak x Dasar pengenaan pajak =Tarif pajak x Nilai Jual Tenaga Listrik
77
Pemungutan Pajak Penerangan Jalan Sistem pemungutan pajak penerangan jalan ada dua macam, yaitu: 1. Tenaga listrik yang disediakan PLN 2. Tenaga listrik yang disediakan oleh Bukan PLN Objek Pajak Penerangan Jalan Dalam Perda Kabupaten Talaud No. 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, objek pajak penernagan jalan adalah penggunaan tenaga listirik baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain. Efektivitas Pajak Penerangan Jalan Indrakusuma (2011) menyatakan efektivitas adalah ukuran antara hasil output dengan hasil pungut suatu pajak dengan potensi pajak itu sendiri. Efektivitas juga berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditentukan. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejumlah mana pajak penerangan jalan memberikan sumbangan dalam penerimaan pajak daerah. Semakin besar hasilnya berarti semakin besar pula peranan pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah, begitu pula sebaliknya jika hasil perbandingannya terlalu kecil berarti peranan pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah juga kecil (Mahmudi, 2010). METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Dengan menggunakan metode penelitian diketahui hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti. Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2012:29) adalah sebagai berikut: “Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kepulauan Talaud. Periode waktu penelitian dimulai dari bulan April sampai dengan Mei 2016. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu melalui studi kepustakaan serta penelitian lapangan dengan cara dokumentasi, observasi serta wawancara. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Metode deskriptif yaitu suatu metode pembahasan masalah yang sifatnya menguraikan, menggambarkan, membandingkan suatu data atau keadaan serta melukiskan dan menerangkan suatu keadaan sedemikian rupa sehingga dapatlah ditarik suatu kesimpulan.. Adapun langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut. 1. Pengukuran Efektivitas Pajak Penerangan Jalan Menurut Indrakusuma (2011), rumus penghitungan efektivitas pajak penerangan jalan yang digunakan adalah sebagai berikut: Efektivitas Pajak Penerangan Jalan =
Realisasi Pajak Penerangan Jalan x 100% Target Pajak Penerangan Jalan
78
Dari rumus perhitungan efektivitas tersebut, dapat disusun kriteria efektivitasnya. Indrakusuma (2011) mengungkapkan efektivitas digolongkan sebagai berikut: Tabel 1. Klasifikasi Kriteria Efektivitas Ukuran
Kategori
0 – 33,33 %
Buruk
33,33% - 66,66%
Cukup efektif
>66,66% Sumber : Indrakusuma, 2011
Baik
2. Pengukuran Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Dalam penelitian ini rumus penghitungan kontribusi pajak penerangan jalan terhadap penerimaan pajak yang digunakan adalah sebagai berikut: Realisasi Pajak Penerangan Jalan x 100% Total Penerimaan Pajak Daerah
Kontribusi Pajak Penerangan Jalan =
Besarnya kontribusi menurut Serdana (2013) digolongkan ke dalam kategori sebagai berikut: Tabel 2. Klasifikasi Kriteria Kontribusi Ukuran
Kategori
0% - 19 %
Kurang Sekali
20% - 39%
Besar
40% - 59%
Cukup Besar
60% - 79%
Cukup Baik
80% - 100% Sumber : Serdana, 2013
Besar Sekali
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian Secara Geografis kepulauan Talaud terletak diantara Pulau Mindanao (Filipina) dan Pulau Sulawesi. Kepulauan Talaud adalah gugusan pulau-pulau yang berada di utara Indonesia dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Negara Filipina 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan laut Maluku 3. Sebelah Barat berbatasan dengan laut Sulawesi 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Samudera Pasifik Kepulauan Talaud terdiri dari 20 pulau yaitu pulau Karakelang (terbesar), Mangaran, Salibabu, Miangas, Marampit, Karatung, Kakorotan dan pulau – pulau tidak berpenghuni lainnya. Kabupaten Kepulauan Talaud terbentuk berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2002 yang merupakan hasil pemekaran Kabupaten Sangihe dan Talaud dengan Ibu Kota Melonguane. Luas wilayah Kabupaten Talaud secara keseluruhan adalah 27.061,16 km2 yang terdiri dari daratan seluas 1.288,94 km2 dan lautan seluas 25.772,22 km2 dengan jumlah Penduduk 91.067 jiwa. Visi dan Misi Kabupaten Kepulauan Talaud Dalam tahun periode 2015-2019, Visi Pembangunan Kabupaten Kepulauan Talaud, yang merupakan visi Bupati dan Wakil Bupati terpilih adalah: “Mewujudkan Masyarakat Kepulauan Talaud Yang Rukun Dan Damai, Bebas Dari Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme”. Untuk mewujudkan Visi tersebut, maka Misi Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud adalah :
79
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Membangun Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa yang Berorientasi pada Layanan Masyarakat. Meningkatkan Manajemen Pemerintahan yang Berdaya Guna dan Berorientasi pada Keahlian, Profesional “The Right Man On The Right Place”. Mengembangkan Manajemen Pendidikan yang Berkualitas dengan Berorientasi pada Peningkatan Sumber Daya Manusia. Membangun Sistem Pelayanan Kesehatan yang Murah, Cepat, Ramah dan Manusiawi. Membangun Percepatan dan Peningkatan Infrastruktur. Meningkatkan Peran Agama, Adat, Budaya dalam rangka Menciptakan Masyarakat Talaud yang Rukun dan Damai.
Visi dan Misi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Visi DPPKAD dirumuskan dengan memperhatikan visi dan misi Kepala Daerah yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2015 – 2019, dengan visi : “Mewujudkan Masyarakat Kepulauan Talaud yang Rukun dan Damai, bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme”. Sedangkan misi yang diemban oleh DPPKAD Kabupaten Kepulauan Talaud adalah misi 2, yakni: Meningkatkan Manajemen Pemerintahan Yang Berdaya Guna Dan Berorientasi Pada Keahlian, Profesionalisme “The Right Man on The Right Place”. Berdasarkan pada visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, visi DPPKAD ditetapkan sebagai berikut : “Terwujudnya Pengelolaan Pendapatan, Keuangan, Dan Aset Daerah Yang Berkualitas, Transparan, Partisipatif, Dan Akuntabel Yang Di Dukung Oleh Aparatur Yang Profesional ". Misi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan pernyataan mengenai garis besar kiprah utama Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud dalam mewujudkan visi di atas. Maka Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud menetapkan misi, sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia (SDM) aparatur pengelolaan pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset; 2. Meningkatkan pendapatan daerah; 3. Meningkatkan Kualitas sistem pengelolaan keuangan dan aset daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku; Tugas Pokok Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah sebagai perangkat daerah otonom di bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Fungsi Dalam menyelenggarakan tugas sebagainama tersebut pada point 4.1.5 Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah mempunyai fungsi: a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. b. Merencanakan dan merumuskan kebijakan teknis di bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. c. Melaksanakan pembinaan serta pengembangan sumber-sumber pendapatan daerah. d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian anggaran di bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. e. Pelaksanaaan Tugas Kesekretariatan dan tugas lainnya yang diberikan oleh Bupati. Susunan Organisasi Susunan organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud terdiri dari : 1. Kepala Dinas;
80
1.
2.
2. Sekretariat; 3. Bidang; 4. Sub Bagian; 5. Seksi; 6. Kelompok Jabatan Fungsional; Sekretaris membawahi 3 (tiga) sub bagian, yaitu: a. Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan b. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian c. Sub Bagian Keuangan Bidang – bidang terdiri dari : a. Bidang Pendapatan dan Penetapan b. Bidang Penagihan dan Penerimaan c. Bidang Anggaran d. Bidang Akuntansi e. Bidang Aset dan Investasi a. Bidang Pendataan dan Penetapan membawahi 3 (tiga) seksi yaitu: 1. Seksi Pendataan dan Bagi Hasil 2. Seksi Pendaftaran 3. Seksi Penetapan b. Bidang Penagihan dan Penerimaan membawahi 3 (tiga) seksi, yaitu: 1. Seksi Perhitungan 2. Seksi Pertimbangan dan Keberatan 3. Seksi Penagihan, Penatausahaan dan Pelaporan c. Bidang Anggaran membawahi 3 (tiga) seksi, yaitu: 1. Seksi Penyusunan Anggaran Belanja Langsung 2. Seksi Penyusunan Anggaran Belanja Tidak Langsung 3. Seksi Bina Administrasi Anggaran Desa d. Bidang Akuntansi 3 (tiga) seksi, yaitu: 1. Seksi Verifikasi dan Penatausahaan Keuangan Daerah 2. Seksi Akuntansi dan Pengelolaan Gaji 3. Seksi Penyusunan Laporan Keuangan Daerah e. Bidang Pengelolaan Aset dan Investasi Daerah membawahi 3 (tiga) seksi, yaitu: 1. Seksi Perencanaan dan Pengadaan Aset 2. Seksi Akuisisi, Pengamanan, Pemeliharaan dan Penghapusan Aset 3. Seksi Pemanfaatan Aset dan Pengelolaan Investasi Daerah
Hasil Penelitian Dalam penelitian ini akan ditinjau tentang penerimaan salah satu pajak daerah yaitu pajak penerangan jalan. Penerimaan pajak penerangan jalan di Kabupaten Kepulauan Talaud menemui beberapa masalah/kendala sehingga beberapa tahun terakhir tidak mencapai target yang ditetapkan per tahunnya. Pajak penerangan jalan merupakan salah satu pajak daerah kabupaten/kota. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.10 tahun 2002 pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Sehingga penerimaan pajak yang diperoleh dari pajak penerangan jalan akan digunakan untuk membiayai penerangan jalan pada jalan umum meliputi pemeliharaan dan perbaikan lampu jalan. Penerimaan pajak penerangan jalan dalam penelitian ini digunakan sebagai informasi yang menunjukkan upaya pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud dalam hal ini pihak Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kepulauan Talaud untuk selalu mengoptimalisasi segala potensi yang ada di Kabupaten Kepulauan Talaud, di samping itu data pajak penerangan jalan bagi daerah merupakan info yang berguna untuk merencanakan pembangunan pada masa-masa mendatang.
81
Tabel 3. Target Penerimaan Pajak Penerangan Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2011 – 2015 Target Pertumbuhan No Tahun Pajak Penerangan Jalan (Rp) (%) 1 2 3 4 5
2011 895.590.378 2012 1.035.355.547 15,60 2013 1.153.837.975 11,44 2014 1.067.662.973 -9,25 2015 1.782.524.742 66,95 Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud, 2016 Berdasarkan data diatas memperlihatkan bahwa target pajak penerangan jalan yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud dalam hal ini pihak DPPKAD Kabupaten KepulauanTalaud selalu meningkat dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2014 mengalami penurunan. Pada tahun 2011 target pajak penerangan jalan kabupaten Talaud sebesar Rp. 895.590.378 kemudian pada tahun 2012 meningkat sebesar 15,60% menjadi Rp 1.035.355.547, tahun 2013 meningkat sebesar 11,44% menjadi Rp. 1.153.837.975, tahun 2014 menurun sebesar 9,25% menjadi Rp. 1.067.662.973 dan tahun 2015 meningkat sebesar 66,95% menjadi Rp 1.782.524.742. Pada Tabel 4.2 akan memperlihatkan realisasi penerimaan pajak penerangan jalan Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Tabel 4. Realisasi Penerimaan Pajak Penerangan Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2011 – 2015 Realisasi Pertumbuhan No Tahun Penerimaan Pajak Penerangan Jalan (Rp) % 1 2 3 4 5
2011 938.586.110 2012 1.143.875.713 21,87 2013 1.297.682.558 13,44 2014 1.372.231,353 5,74 2015 1.017.322.185 -74,13 Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud, 2016 Berdasarkan data diatas memperlihatkan bahwa pada tahun 2011 realisasi pajak penerangan jalan Kabupaten Kepulauan Talaud sebesar Rp. 938.586.110, kemudian pada tahun 2012 meningkat sebesar 21,87% menjadi Rp. 1.143.875.713, tahun 2013 meningkat sebesar 13,44% menjadi Rp. 1.297.682.558, tahun 2014 kembali meningkat sebesar 5,74% menjadi Rp. 1.372.231,353 dan tahun 2015 menurun sebesar 74,13% menjadi Rp. 1.017.322.185. Pada Tabel 4.3 akan memperlihatkan Total penerimaan pajak daerah Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2011 sampai dengan tahun 2015. Tabel 5. Total Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2011-2015 No Tahun Total Penerimaan Pajak Daerah (Rp) Pertumbuhan % 1 2011 1.194.190.378 2 2012 1.353.990.000 13,38 3 2013 1.714.568.537 26,63 4 2014 3.260.290.017 90,15 5 2015 4.026.661.992 23,50 Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud, 2016
82
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2011 penerimaan pajak daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud sebesar Rp. 1.194.190.378, kemudian pada tahun 2012 meningkat sebesar 13,38 % menjadi Rp. 1.353.990.000, tahun 2013 meningkat sebesar 26,63 % menjadi Rp. 1.714.568.537, tahun 2014 kembali meningkat sebesar 90,15 % menjadi Rp. 3.260.290.017 dan tahun 2015 meningkat lagi sebesar 23,50 % menjadi Rp. 4.026.661.992. Pembahasan Tabel 6. Efektivitas Penerimaan Pajak Penerangan Jalan di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2011-2015 Target Pajak Penerangan Realisasi Pajak Efektivitas No Tahun Jalan Penerangan Jalan (Rp) % (Rp) 1 2011 895.590.378 938.586.110 104,80 2 2012 1.035.355.547 1.143.875.713 110,48 3 2013 1.153.837.975 1.297.682.558 112,46 4 2014 1.067.662.973 1.372.231,353 128,52 5 2015 1.782.524.742 1.017.322.185 57,07 Sumber: Data Olahan Hasil Penelitian, 2016. Berdasarkan data diatas diketahui bahwa efektivitas penerimaan pajak penerangan jalan Kabupaten Kepulauan Talaud dari tahun 2011 – 2015 mengalami fluktuatif. Pada tahun 2011 efektivitas penerimaan pajak penerangan jalan sebesar 104,80 % dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 110,48 %, tahun 2013 meningkat sebesar 112,46 %, tahun 2014 meningkat lagi sebesar 128,52 %, rata-rata tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 mengalami peningkatan karena bertambahnya jumlah pelanggan. Sedangkan pada tahun 2015 efektivitas penerimaan pajak penerangan jalan Kabupaten Kepulauan Talaud menurun sebesar 57,07 %, disebabkan oleh ketidakpatuhan beberapa pelanggan dalam membayar rekening listrik. Tabel 7. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2011-2015 Realisasi Pajak Penerangan Total Penerimaan Pajak Kontribusi No Tahun Jalan Daerah % (Rp) (Rp) 1 2011 938.586.110 1.194.190.378 78,59 2 2012 1.143.875.713 1.353.990.000 84,48 3 2013 1.297.682.558 1.714.568.537 75,68 4 2014 1.372.231,353 3.260.290.017 42,08 5 2015 1.017.322.185 4.026.661.992 25,26 Sumber: Data Olahan Hasil Penelitian, 2016. Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa kontribusi pajak penerangan jalan terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud dari tahun 2011 sampai dengan 2015 mengalami fluktuatif. Pada tahun 2011 kontribusi penerimaan pajak penerangan jalan terhadap penerimaan pajak daerah sebesar 78,59 % dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 84,48 %, sedangkan pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 kontribusi pajak penerangan jalan terhadap penerimaan pajak daerah Kabupaten Kepulauan Talaud mengalami penurunan. Pada tahun 2013 turun sebesar 75,68 %, tahun 2014 menurun sebesar 42,08 %, dan pada tahun 2015 menurun lagi sebesar 25,26 %
83
Tabel 8. Tingkat Efektivitas Pajak Penerangan dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2011 – 2015 No Tahun Efektivitas Kategori Kontribusi Kategori 1 2011 104,80 % Baik 78,59 % Cukup Baik 2 2012 110,48 % Baik 84,48 % Besar Sekali 3 2013 112,46 % Baik 75,68 % Cukup Baik 4 2014 128,52 % Baik 42,08 % Cukup Besar 5 2015 57,07 % Cukup Efektif 25,26 % Besar Sumber: Data Olahan Hasil Penelitian, 2016. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pajak penerangan jalan di Kabupaten Kepulauan Talaud dari tahun 2011 sampai dengan 2015 rata – rata sebesar 102,67 % dengan kategori baik. Hal ini berarti bahwa penerimaan pajak penerangan jalan di Kabupaten Kepulauan Talaud sudah baik dan efektif. Untuk kedepannya Pemerintah Daerah harus bisa meningkatkan penerimaan pajak penerangan jalan sehingga efektivitas penerimaan pajak ini dapat lebih baik dan sangat efektif agar penerimaannya senantiasa dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun. Kontribusi pajak penerangan jalan terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2011 sampai dengan 2015 rata-rata sebesar 61,22 % dengan kategori cukup baik. Hal ini berarti bahwa kontribusi pajak penerangan jalan terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud sudah cukup baik. Jadi diharapkan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud harus dapat meningkatkan lagi kontribusi pajak penerangan jalan terhadap penerimaan pajak daerah, agar supaya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud. PENUTUP Kesimpulan Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis efektivitas pajak penerangan jalan dan kontribusi pajak penerangan jalan terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud. Dari analisis data yang telah dilakukan dapat di ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat efektivitas penerimaan pajak penerangan jalan di Kabupaten Kepulauan Talaud dari tahun 2011 sampai dengan 2015 rata – rata sebesar 102,67 % dengan kategori baik. Hal ini berarti bahwa penerimaan pajak penerangan jalan di Kabupaten Kepulauan Talaud sudah sangat baik dan efektif. 2. Kontribusi pajak penerangan jalan terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2011 sampai dengan 2015 rata-rata sebesar 61,22 % dengan kategori cukup baik. Hal ini berarti bahwa kontribusi pajak penerangan jalan terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud sudah cukup baik. Saran Melihat efektivitas penerimaan pajak penerangan jalan dan kontribusi pajak penerangan terhadap penerimaan pajak daerah di Kabupaten Kepulauan Kabupaten Talaud mempunyai peluang keberhasilan cukup tinggi karena memiliki potensi penerimaan yang baik dan efektif. Untuk itu perlu usaha dari Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait untuk meningkatkan keberhasilan pajak penerangan jalan di Kabupaten Kepulauan Talaud sehingga efektivitas penerimaan pajak penerangan jalan dan kontribusi pajak penerangan jalan terhadap pajak daerah dapat ditingkatkan lagi. Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan antara lain sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah dalam hal Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kepulauan Talaud harus melengkapi dan melakukan validasi data - data yang dimiliki oleh daerah, khususnya data - data tentang pajak penerangan jalan. 2. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kepulauan Talaud harus melakukan koordinasi dengan PT. PLN Persero dalam mengelola Pajak Penerangan Jalan, hal ini bertujuan agar DPPKAD Kabupaten Kepulauan Talaud dapat mengetahui seberapa besar potensi pajak penerangan jalan yang dimiliki, supaya tidak terjadi kesalahan dalam penetapan target.
84
DAFTAR PUSTAKA Bartolini, David and Raffaella Santolini. 2012. “Regional Autonomy and The Quality Of Governance In OECD Countries”. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, 2016. Kerangka Acuan Kerja (KAK) Kegiatan Rapat Koordinasi Dan Evaluasi PAD/PBB Program Peningkatan Dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah Tahun Anggaran 2016. Gomes, Stevanus J. Dan Victor Pattiasina. 2011. Analisis Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Maluku Tenggara. Aset : Volume 13, Nomor 2, Halaman 175-183. Indrakusuma, 2011. Potensi Penerimaan dan Efektifitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Semarang. Jurnal. Universitas Diponegoro. http://eprints.binus.ac.id/23413/.. Diakses 9 Mei 2016. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 10 tahun 2002 Tentang Pajak Penerangan Jalan. Mardiasmo. 2011. Perpajakan, Edisi Revisi. ANDI. Yogyakarta. Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah. Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud. Serdana, I Ketut Ari. dkk, 2013, “Efektivitas dan Kontribusi Pajak Hotel dan Pajak Restoran terhadap PAD Kabupaten Gianyar tahun 2010-2012”, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja Bali. Sugiyono, 2012. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. Ugwuogo, Christopher C. 2013. “Business Education and National Development: Issues and Challenges”. Journal of Educational and Social Research. Vol. 3. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Widyaningsih, Aristanti, 2011. Hukum Pajak Dan Perpajakan. Alfabeta. Bandung.
85
ANALISIS PENERAPAN PSAP NO. 07 TENTANG AKUNTANSI ASET TETAP PADA BALAI PENYANTUNAN LANJUT USIA “SENJA CERAH” Novita Melina Kumesan1 Lintje Kalangi2 Robert Lambey3 1,2,3
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado email:
[email protected]
ABSTRACT Statement of Government Accounting Standards (PSAP) 07 is the standard for the accounting of fixed assets include the recognition, the determination of the carrying value, the accounting treatment of the revaluation and impairment of the carrying (carrying value) of fixed assets. Fixed assets have a very important role and should be managed well in order to produce reliable information in the financial statements. This study aims to determine the suitability of adoption of a PSAP 07 on fixed asset accounting in the Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah”. The data used is the statement of financial position, the card inventory items, journal transactions, and notes to the financial statements. The method used is descriptive analysis method. The results showed BPLU “Senja Cerah” in the application of accounting of fixed assets, namely the classification, recognition, measurement / assessment, expenses after the acquisition, termination and release, as well as the disclosure is in accordance with the PSAP 07, but BPLU “Senja Cerah” does not record depreciation of fixed assets owned so the treatment of depreciation of fixed assets is not in accordance with the PSAP 07. BPLU “Senja Cerah” are expected to do so that the carrying value of depreciation of fixed assets truth. Keywords :PSAP 07, Fixed Assets PENDAHULUAN Latar Belakang Laporan posisi keuangan atau neraca merupakan laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan dari suatu entitas yang dapat berupa aset, kewajiban, dan ekuitas. Aset tetap merupakan komponen aset yang paling besar nilainya dalam laporan keuangan (Afrilinda, 2015). Aset tetap yang berada di bawah penguasaan suatu instansi harus dicatat secara akuntansi berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan.Pengelolaan aset tetap instansi pemerintah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap. Akuntansi aset tetap merupakan salah satu bentuk dari pengelolan barang milik negara.Pengelolaan barang milik negara/daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006.Peraturan Pemerintah tersebut mendefinisikan Barang Milik Negara sebagai “semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.”Pengelola barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan Barang Milik Negara/Daerah.Tujuan PSAP 07 adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk aset tetap karena pada kenyataannya banyak masalah yang dihadapi pada pelaksanaan akuntansi aset tetap ini.Masalah yang sering ditemui dalam akuntansi aset tetap adalah pada saat pengakuan aset, perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat aset tetap (penyusutan). Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara memiliki aset tetap yang dipergunakan dalam menunjang kegiatan operasional pemerintah. Total aset tetap yang dimiliki oleh BPLU “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2015 adalah 86
sebesar Rp.18.203.234.554 dan merupakan komponen yang nilainya paling besar dalam laporan posisi keuangan dengan persentase 99,83% sehingga sudah seharusnya BPLU “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melakukan perlakuan atas aset tetap dengan benar. Tujuan Penelitian Tujuan penelitan ini adalah untuk mengetahui kesesuaian penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) No. 07 tentang akuntansi aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah”. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Akuntansi Pura (2013:4) definisi akuntansi menurut American Accounting Association adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur, dan melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas serta tegas bagi pihak yang menggunakan informasi tersebut. Riyanto & Agus (2015:1) menjelaskan akuntansi adalah suatu keterampilan dalam mencatat, menggolongkan dan meringkas transaksi-transaksi keuangan yang dilakukan oleh suatu lembaga atau perusahaan serta melaporkan hasil-hasilnya di dalam suatu laporan yang disebut sebagai laporan keuangan. Konsep Akuntansi Pemerintahan Sitorus (2015) menyatakan akuntansi pemerintahan merupakan suatu proses sistematik pengelolaan keuangan pemerintah mulai dari bukti transaksi sampai ke proses pelaporan keuangan serta pertanggungjawaban kepada publik. Konsep Standar Akuntansi Pemerintahan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menyatakan bahwa SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan terdapat 3 (tiga) Lampiran yaitu: Lampiran I tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual; Lampiran II tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Kas Menuju Akrual; dan Lampiran III tentang Proses Penyusunan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual. Pengertian Aset Tetap Aset tetap adalah aset yang memiliki wujud fisik dan memberikan manfaat ekonomi kepada entitas bisnis selama lebih dari satu periode akuntansi pada masa-masa yang akan datang (Purba, 2013:2). Aset tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara seperti pembelian, pertukaran, leasing, pembangunan sendiri dan hibah (Kirana, 2013). Reeve, et al. (2012:2) menjelaskan bahwa aset tetap (fixed asset) adalah aset yang bersifat jangka panjang atau secara relatif memiliki sifat permanen serta dapat digunakan dalam jangka panjang.Aset tetap dalam PSAP 07 didefinisikan sebagai aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Klasifikasi Aset Tetap Aset tetap dalam PSAP 07 diklasifikasikan berdasarkan kesamaan sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset tetap adalah sebagai berikut: a. Tanah b. Peralatan dan Mesin c. Gedung dan Bangunan d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan e. Aset Tetap Lainnya f. Konstruksi Dalam Pengerjaan 87
Pengakuan Aset Tetap PSAP 07 Paragraf 15 menyatakan bahwa aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Aset tetap untuk dapat diakui harus memenuhi kriteria sebagai berikut, yaitu: berwujud; mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. Pengukuran/Penilaian Aset Tetap Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 20, Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Komponen Biaya Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 28, biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Perolehan Secara Gabungan Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 41, Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan. Pertukaran Aset (Exchanges of Assets) Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 42, Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer/diserahkan. Pengeluaran Setelah Perolehan (Subsequent Expenditures) Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 49, pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai tercatat aset yang bersangkutan. Penyusutan Aset Tetap Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 53, penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai aset tetap yang dapat disusutkan selama masa manfaat aset yang bersangkutan. Paragraf 54, nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan beban penyusutan dalam laporan operasional. Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation) Berdasarkan PSAP 07 Paragraf 59, Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional.
88
Pengungkapan Aset Tetap PSAP 07 Paragraf 80 menjelaskan bahwa laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut: 1. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount); 2. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: (a) Penambahan; (b) Pelepasan; (c) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada; (d) Mutasi aset tetap lainnya. 3. Informasi penyusutan, meliputi: (a) Nilai penyusutan; (b) Metode penyusutan yang digunakan; (c) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; (d) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode. Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap Effendi (2015) menjelaskan bahwa apabila aset tetap tidak bermanfaat lagi, aset tersebut bisa dijual, ditukar dengan aset yang lain atau dibuang. Buletin Teknis 15 tentang Akuntansi Aset Tetap Berbasis Akrual (2014:60) Aset Tetap diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam mendukung kegiatan operasional pemerintah atau untuk dimanfaatkan oleh masyarakat umum, namun pada saatnya suatu aset tetap dapat dihentikan dari penggunaannya. Penelitian Terdahulu Sudaryati (2013) dalam penelitian yang berjudul Evaluasi Perlakuan Akuntansi Aset Tetap PSAP No. 07 Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tangerang Selatan (diterbitkan dalam Jurnal Universitas Pamulang).Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi aset tetap yang diterapkan di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tangerang Selatan dengan perlakuan akuntansi berdasarkan PSAP No. 07.Penelitian menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa definisi aset tetap, klasifikasi aset tetap, pengakuan, pencatatan, penilaian, pengukuran aset tetap pada DPPKAD telah sesuai dengan yang tertuang pada PSAP No. 07. Masipuang (2015) dalam penelitian yangberjudul Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Tetap pada Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Kota Manado.Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perlakuan akuntansi atas Aset Tetap yang diterapkan pada Badan Kepegawaian dan Diklat Kota Manado sesuai dengan PP No. 71 Tahun 2010 pernyataan No. 07. Penelitian menggunakan metode penelitian analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengakuan, pengukuran/penilaian, pengeluaran setelah perolehan, penghentian dan pelepasan, serta pengungkapan aset tetap sudah sesuai dengan PSAP No. 07, namun BKD Kota Manado belum pernah penyusutan aset tetap dikarenakan belum adanya prosedur petunjuk teknis penyusutan aset tetap. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif.Widi (2010:84) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang menggambarkan semua data atau keadaan subyek/obyek penelitian kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung pada saat ini dan selanjutnya mencoba untuk memberikan pemecahan masalahnya.Peneliti menggunakan penelitian deskriptif karena ingin menganalisis serta membandingkan penerapan perlakuan akuntansi aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” dengan PSAP No. 07. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara di Jalan AA Maramis 333 Manado.Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan, yaitu bulan April sampai dengan Juni 2016.
89
Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi permasalahan untuk dipecahkan melalui metode analisis deskriptif mengenai penerapan PSAP No. 07 perlakuan akuntansi aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah”. b. Mengumpulkan informasi mengenai gambaran umum instansi dan data mengenai analisis akuntansi aset tetap yakni berupa laporan posisi keuangan/ neraca, kartu inventaris barang, jurnal transaksi, dan catatan atas laporan keuangan. c. Menganalisis penerapan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” berdasarkan dokumen-dokumen yang didapat dari Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah”. d. Memberikan kesimpulan dan saran sehingga dapat menjadi masukan bagi pihak Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” tentang akuntansi aset tetap. Metode Pengumpulan Data Data merupakan sekumpulan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan.Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif.Sumber data dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer dan data sekunder.Data primer berupa hasil wawancara dengan Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Pengurus Barang Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” berkaitan dengan kebijakan pengelolaan aset tetap.Data sekunder berupa gambaran umum, struktur organisasi, jurnal transaksi, laporan posisi keuangan, kartu inventaris barang, dan catatan atas laporan keuangan Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah”. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yaitu suatu metode pembahasan permasalahan yang sifatnya menguraikan, menggambarkan, membandingkan, dan menerangkan suatu data. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Kebijakan Akuntansi Kebijakan akuntansi yang berlaku di Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” mengacu pada Peraturan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 30 Tahun 2014 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.Periode akuntansi Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” untuk penyajian laporan keuangan adalah satu tahun yaitu 1 Januari s/d 31 Desember. Aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” memiliki pengertian yang sama dengan pengertian aset tetap dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 07, yaitu aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap pada BPLU “Senja Cerah” mengacu pada kebijakan nilai satuan minimum kapitalisasi aset tetap berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 01/KM.12/2001 tanggal 18 Mei 2001 tentang Pedoman Kapitalisasi Barang Milik/Kekayaan Negara dalam Sistem Akuntansi Pemerintah yaitu: a. Pengeluaran untuk per unit Peralatan dan Mesin berupa peralatan kantor, barang elektronika, dan alat olahraga yang nilainnya sama dengan atau lebih dari Rp.300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah). b. Pengeluaran untuk Gedung dan Bangunan yang nilainya sama dengan atau lebih dari Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). c. Untuk aset Tanah, Jalan/Irigasi/Jaringan dan aset tetap lainnya berupa koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian dikecualikan dari nilai kapitalisasi point a dan b.
90
Klasifikasi Aset Tetap Aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas yang terdiri dari tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi, dan jaringan; aset tetap lainnya; dan konstruksi dalam pengerjaan. Aset tetap lainnya dan konstruksi dalam pengerjaan tidak ada nilainya karena Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” tidak memiliki aset tetap berupa aset tetap lainnya dan konstruksi dalam pengerjaan. Pengakuan Aset Tetap Aset pada Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” diakui sebagai aset tetap jika aset tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, biaya perolehan dapat diukur secara andal, tidak untuk dijual, dan diperoleh untuk digunakan. Aset tetap harus disertai dengan berita acara serah terima sebagai tanda penyerahan hak kepemilikan/penguasaan aset tetap untuk mendukung keandalan pengakuan aset tetap.Berita acara serah terima aset tetap tersebut menandakan pihak Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” sudah berhak menggunakan dan mengelola aset tetap yang telah diserahkan. Pengukuran/Penilaian Aset Tetap Aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” dinilai dengan biaya perolehan, apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Biaya perolehan aset tetap Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” terdiri dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk perolehan aset tetap sampai siap pakai, tetapi untuk tanah, gedung dan bangunan diukur dengan nilai penyerahan aset tetap tersebut ke pihak Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah”. Biaya perolehan peralatan dan mesin terdiri dari harga beli, pajak, dan biaya lain-lain sampai siap digunakan.Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan terdiri dari biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama pembuatan atau pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap digunakan. Pengeluaran Setelah Perolehan (Subsequent Expenditure) Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara hingga saat ini belum ada pengeluaran setelah perolehan yang dikapitalisasi pada aset tetap yang bersangkutan.Pengeluaran-pengeluaran yang terjadi adalah pengeluaran yang tidak memperpanjang masa manfaat aset yang diperlakukan sebagai beban dan disajikan di Laporan Operasional (LO). Penyusutan Aset Tetap Berdasarkan Catatan atas Laporan Keuangan oleh Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” Tahun 2015, metode penyusutan yang digunakan oleh adalah Metode Garis Lurus (Straight Line Method). Metode ini adalah metode penyusutan dimana besarnya penyusutan selalu sama dari tiap periode akuntansi selama umur ekonomis dari aset tetap yang bersangkutan. Berdasarkan penjelasan dari Pengurus Barang SKPD Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah”, akumulasi penyusutan tersebut sebenarnya tidak dikelola sendiri oleh pihak Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” melainkan hanya memakai aplikasi SIMDA dari Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah (BPK-BMD) Sulawesi Utara sehingga nilai akumulasi penyusutan yang ada dikelola oleh BPK-BMD. Pengurus Barang BPLU “Senja Cerah” mengaku belum pernah mencatat penyusutan karena belum adanya prosedur dan petunjuk teknis penyusutan aset tetap yang diatur dalam kebijakan akuntansi aset tetap pemerintah daerah Sulawesi Utara, namun barang yang ada di SKPD ini memiliki masa manfaat sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 59/KMK.6/2013 Tentang Tabel Masa Manfaat Dalam Rangka Penyusutan Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada Entitas Pemerintah Pusat.
91
Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap Aset tetap akan dilepaskan atau dihapuskan jika sudah tidak bisa mendatangkan manfaat bagi Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Provinsi Sulawesi Utara. Penghapusan meliputi penghapusan dari daftar pengguna dan atau kuasa penganggaran, dan penghapusan dari daftar Barang Milik Daerah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengurus Barang Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Provinsi Sulawesi Utara, belum ada aset tetap yang dilepaskan karena belum ada aset tetap yang habis masa manfaat. Pengungkapan Aset Tetap Balai Penyantunan Lanjut Usia “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara mengungkapkan kebijakan akuntansi yang berlaku serta informasi mengenai pos-pos aset tetap dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).Pengungkapan ini sangat penting sebagai penjelasan tentang hal-hal penting yang tercantum dalam neraca.Tujuan pengungkapan ini adalah untuk meminimalisasi kesalahan persepsi bagi pembaca laporan keuangan.
Pembahasan Berikut ini disajikan tabel analisis perbandingan perlakuan akuntansi aset tetap pada BPLU “Senja Cerah” dengan PSAP No. 07. Tabel 4.4 Perbandingan Klasifikasi Aset Tetap oleh BPLU “Senja Cerah” dengan PSAP No. 07 PSAP 07 Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas yang terdiri dari: 1. Tanah 2. Peralatan dan Mesin 3. Gedung dan Bangunan 4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan 5. Aset Tetap Lainnya 6. Konstruksi dalam Pengerjaan
BPLU “Senja Cerah” Aset tetap digolongkan berdasarkan kesamaan sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi yang terdiri dari: 1. Tanah 2. Peralatan dan Mesin 3. Gedung dan Bangunan 4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan 5. Aset Tetap Lainnya 6. Konstruksi dalam Pengerjaan Namun BPLU “Senja Cerah” belum memiliki aset tetap yang dimasukkan ke dalam aset tetap lainnya dan konstruksi dalam pengerjaan.
Keterangan Sesuai
(Sumber: Data Olahan, 2016) Berdasarkan Tabel 4.4 aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara digolongkan berdasarkan kesamaan sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi yaitu (1) tanah: mencakup tanah yang digunakan sebagai gedung kantor dan rumah dinas; (2) peralatan dan mesin: mencakup alat-alat bantu, alat-alat angkutan darat bermotor, alat kantor, alat rumah tangga, peralatan komputer, meja dan kursi kerja/rapat kerja, alat studio, alat kedokteran, dan peralatan lainnya; (3) gedung dan bangunan: mencakup gedung tempat kerja dan gedung tempat tinggal; (4) jalan, irigasi, dan jaringan: mencakup instalasi air minum/air bersih dan jaringan listrik. (5) aset tetap lainnya dan (6) konstruksi dalam pengerjaan tidak memiliki nilai dalam neraca karena BPLU “Senja Cerah” belum memiliki aset tetap yang dimasukkan ke dalam aset tetap lainnya dan konstruksi dalam pengerjaan, sehingga klasifikasi aset tetap pada BPLU “Senja Cerah” telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 tentang akuntansi aset tetap.
92
Tabel 4.5 Perbandingan Pengakuan Aset Tetap oleh BPLU “Senja Cerah” dengan PSAP No. 07 a.
PSAP 07 Masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan.
b. Biaya perolehan aset tetap dapat diukur secara andal. c.
Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas.
d. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. e. Pengakuan aset tetap akan andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah.
BPLU “Senja Cerah” a. Suatu aset akan diakui sebagai aset tetap apabila aset tersebut memiliki masa manfaat lebih dari dua belas bulan. b. Aset tetap diakui menggunakan biaya perolehan yang dapat diukur secara andal. c. Maksud pengadaan aset tetap bukan untuk dijual melainkan suatu aset tetap diperoleh dengan maksud untuk digunakan dalam menunjang kegiatan operasionl entitas. d. Pengadaan suatu aset adalah untuk digunakan dalam aktivitas entitas. e. Aset tetap diakui pada saat transaksi atas aset tetap tersebut terjadi.
Keterangan Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai Sesuai
(Sumber: Data Olahan, 2016) Berdasarkan Tabel 4.5 pengakuan aset tetap oleh Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Aset tetap pada BPLU “Senja Cerah” harus lebih dari 12 bulan, diakui menggunakan biaya perolehan, maksud pengadaan aset tetap bukan untuk dijual melainkan untuk digunakan dalam menunjang kegiatan operasional, dan aset tetap diakui pada saat transaksi atas aset tetap itu terjadi. Tabel 4.6 Pengukuran/Penilaian Aset Tetap oleh BPLU “Senja Cerah” dengan PSAP No. 07 PSAP 07 Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. b. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dapat membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan.
a.
BPLU “Senja Cerah” a. Penilaian atas suatu aset tetap pada entitas ini adalah dengan menggunakan biaya perolehan yakni dinilai berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan aset tetap tersebut siap untuk digunakan. b. Biaya perolehan suatu aset tetap pada entitas ini terdiri harga beli, pajak, biaya angkut dan biaya instalasi yang dikeluarkan untuk aset tetap tersebut.
Keterangan Sesuai
Sesuai
(Sumber: Data Olahan, 2016) Berdasarkan Tabel 4.6 pengukuran/penilaian aset tetap oleh Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menggunakan biaya perolehan yaitu biaya yang dikeluarkan aset tetap sampai siap untuk digunakan oleh BPLU “Senja Cerah”. Biaya perolehan tersebut terdiri dari harga beli, pajak, biaya angkut, dan biaya instalasi yang dikeluarkan untuk aset tetap tersebut sehingga telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 tentang akuntansi aset tetap.
93
Tabel 4.7 Perbandingan Pengeluaran Setelah Perolehan oleh BPLU “Senja Cerah” dengan PSAP No. 07 PSAP 07 Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai tercatat aset yang bersangkutan.
BPLU “Senja Cerah” Pengeluaran untuk perbaikan atau perawatan aset tetap hanya memberikan manfaat dalam periode berjalan, tidak dikapitalisasi sebagai aset tetap di neraca, melainkan akan langsung diakui sebagai beban pada Laporan Operasional (LO). Pengeluaran setelah perolehan aset tetap mengacu pada kebijakan nilai satuan minimum kapitalisasi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Sulawesi Utara.
Keterangan Sesuai
(Sumber: Data Olahan, 2016) Berdasarkan Tabel 4.7 pengeluaran untuk perbaikan suatu aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara tidak dikapitalisasi sebagai aset tetap yang bersangkutan melainkan diakui sebagai beban pada Laporan Operasional (LO) dan pengeluaran setelah perolehan aset tetap pada BPLU “Senja Cerah” mengacu pada kebijakan nilai satuan minimum kapitalisasi Pemerintah Daerah Sulawesi Utara yaitu Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2014. Hal ini telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Tabel 4.8 Perbandingan Penyusutan Aset Tetap oleh BPLU “Senja Cerah” dengan PSAP No. 07 PSAP 07 Nilai penyusutan untuk masingmasing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan beban penyusutan dalam laporan operasional.
BPLU “SENJA CERAH” Nilai akumulasi penyusutan per 31 Desember 2014 tidak dikelola sendiri oleh BPLU “Senja Cerah” melainkan oleh sistem aplikasi SIMDA dari BPK-BMD. Pihak BPLU “Senja Cerah” tidak mengetahui pencatatan penyusutan atas aset tetapnya.
Keterangan Belum Sesuai
(Sumber: Data Olahan, 2016) Berdasarkan Tabel 4.8 nilai akumulasi penyusutan per 31 Desember 2014 tidak dikelola oleh Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” melainkan oleh sistem aplikasi SIMDA dari Badan Pengelola Keuangan Barang Milik Daerah (BPK-BMD). BPLU “Senja Cerah” tidak mengetahui pencatatan penyusutan atas aset tetap yang dimiliki karena belum ada petunjuk teknis tentang penyusutan aset tetap yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara. sehingga penyusutan aset tetap BPLU “Senja Cerah” belum sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Tabel 4.13 Perbandingan Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap oleh BPLU “Senja Cerah” dengan PSAP No. 07 PSAP 07 Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomi masa yang akan datang.
BPLU “SENJA CERAH” Belum ada aset tetap yang dilepaskan karena BPLU “Senja Cerah” belum memiliki aset yang habis masa manfaat. Apabila nantinya terdapat aset tetap yang rusak dan tidak bisa digunakan lagi, maka BPLU “Senja Cerah” akan mengajukan surat penghapusan ke pemerintah daerah, setelah turun surat penghapusan maka aset tetap tersebut akan dieliminasi dari laporan keuangan.
Keterangan Sesuai
(Sumber: Data Olahan, 2016) Berdasarkan Tabel 4.13 penghentian dan pelepasan aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara akan dieliminasi dari laporan 94
keuangan apabila surat penghapusan dari pemerintah daerah disetujui sehingga telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Tabel 4.14 Perbandingan Pengungkapan Aset Tetap oleh BPLU “Senja Cerah” dengan PSAP No. 07 PSAP 07
BPLU “SENJA CERAH”
Keterangan
Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut: 1. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat. 2. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan penambahan, pelepasan, akumulasi penyusutan dan perubahan nilai (jika ada), mutasi aset tetap lainnya. 3. Informasi penyusutan meliputi: nilai penyusutan, metode penyusutan yang digunakan, masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan, nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.
Laporan keuangan yang diungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut: 1. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat dalam laporan keuangan, yaitu aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. 2. Terdapat penambahan/ pengurangan dan akumulasi penyusutan. 3. Informasi penyusutan meliputi nilai penyusutan, metode penyusutan yang digunakan, dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode.
Sesuai
(Sumber: Data Olahan, 2016) Berdasarkan tabel 4.14 pengungkapan aset tetap oleh Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Entitas mengungkapkan dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat dalam laporan keuangan, terdapat informasi penyusutan, hingga kebijakan akuntansi kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dalam menganalisis penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 07 tentang akuntansi aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengklasifikasian aset tetap pada BPLU “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sudah sesuai dengan PSAP No. 07 yaitu diklasifikasikan berdasarkan sifat dan fungsinya yang terdiri dari tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; serta jalan, irigasi, dan jaringan. 2. Pengakuan kepemilikan aset tetap pada BPLU “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sudah sesuai dengan PSAP No. 07 yaitu ketika diterima/diserahkan hak kepemilikan aset tetap dan ditandai dengan berita acara serah terima aset tetap ke pihak BPLU “Senja Cerah”. 3. Pengukuran/Penilaian aset tetap pada BPLU “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sudah sesuai dengan PSAP No. 07 yaitu dengan menggunakan biaya perolehan. 4. Pengeluaran Setelah Perolehan aset tetap pada BPLU “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sudah sesuai dengan PSAP No. 07 yaitu pengeluaran untuk perbaikan atau perawatan tidak dikapitalisasi karena tidak memperpanjang masa manfaat atas aset yang bersangkutan dan hanya memberikan manfaat pada periode berjalan, serta mengacu pada kebijakan pemerintah daerah mengenai nilai minimum kapitalisasi aset tetap. 5. Penyusutan aset tetap pada BPLU “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara belum sesuai dengan PSAP No. 07 karena pihak BPLU “Senja Cerah” tidak melakukan pencatatan atas penyusutan aset tetapnya. 6. Penghentian dan Pelepasan aset tetap pada BPLU “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sudah sesuai dengan PSAP No. 07 yaitu jika terdapat aset tetap yang rusak maka akan 95
mengajukan surat penghapusan ke Pemerintah Daerah, kemudian setelah disetujui maka aset tetap tersebut dieliminasi dari laporan keuangan. 7. Pengungkapan aset tetap BPLU “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara pada Catatan atas Laporan Keuangan sudah sesuai dengan PSAP No. 07 yaitu mengungkapkan dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat dalam laporan keuangan, informasi penyusutan, hingga kebijakan akuntansi kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dalam menganalisis penerapan PSAP No. 07 tentang akuntansi aset tetap pada Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, maka penulis mengharapkan: 1. Balai Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) “Senja Cerah” Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sebaiknya melakukan penyusutan atas aset tetap yang dimiliki agar tercatat nilai aset tetap yang sebenarnya dalam laporan keuangan, serta melakukan perincian klasifikasi penyusutan atas aset tetap yang dimiliki agar pencatatan penyusutan dapat diakumulasi dan dapat dibandingkan dengan perhitungan dalam aplikasi, sehingga jika berbeda dapat dilakukan koreksi atas penyusutan aset tetap tersebut. 2. Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara segera menetapkan peraturan kepala daerah tentang kebijakan penyusutan atas aset tetap serta pedomannya agar tercapai keseragaman antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Provinsi Sulawesi Utara sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang dapat diandalkan. DAFTAR PUSTAKA Afrilinda, Aldar, 2015. Akuntansi Aset Tetap Pada Bank Nagari Cabang Pembantu UNP. Diploma thesis, UPT. Perpustakaan Unand. Universitas Andalas: Padang. Effendi, R., 2015. Analisis Perlakuan Akuntansi Atas Aset Tetap Berdasarkan SAK ETAP Pada CV. Sekonjing Ogan Ilir.Volume 5.Nomor 1. Jurnal Ilmiah STIE MDP. Universitas Tridinanti Palembang: Indonesia. Kirana, Putra, 2013. Perlakuan Akuntansi Aset Tetap Berdasarkan PSAK No. 16 Pada PT. Graphika Beton. Jurnal UMRAH. Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Maritim Raja Ali Haji: Tanjung Pinang. Masipuang, Y., Ilat, V., Pinatik, S., 2015. Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Tetap Pada Badan Kepegawaian dan Diklat (BKD) Kota Manado. Volume 10.Nomor 3. Jurnal EMBA. FEB UNSRAT: Manado. Pura, Rahman, 2013. Pengantar Akuntansi 1: Pendekatan Siklus Akuntansi. Cetakan Kedua. Penerbit Erlangga: Jakarta. Purba, Marisi P., 2013. Akuntansi Keuangan Aset Tetap dan Aset Tak Berwujud. Edisi Pertama. Graha Ilmu: Yogyakarta. Reeve, J., Warren, C., Duchac, J., Wahyuni, E., Soepriyanto, G., Jusuf, A., Djakman, C., 2012.Pengantar Akuntansi Adaptasi Indonesia.Buku 2. Salemba Empat: Jakarta. Riyanto, Agus, 2015. Akuntansi Pemerintah Daerah Berbasis Akrual. Cetakan Pertama. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Sitorus, S., Kalangi, L., Walandouw, S., 2015. Analisis Kesiapan Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah Kota Tomohon.Volume 3.Nomor 1. Jurnal EMBA. FEB UNSRAT: Manado. Sudaryati, Dian, 2013. Evaluasi Perlakuan Akuntansi Aset Tetap PSAP No, 07 Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tangerang Selatan. Skripsi. Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Pamulang: Tangerang Selatan. Widi, Restu Kartiko, 2010. Asas Metodologi Penelitian Sebuah Pengamatan Pengenalan Penelitian. Graha Ilmu: Yogyakarta. 96
ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN MINAHASA Billy Ch. G. Rattu Agus T. Poputra Meily Y. B. Kalalo Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
[email protected] ABSTRACT Own-Source Revenue is a source of regional financial and funding of the government. One of the revenues comes from local tax, and that becomes one of the government of MinahasaRegency is Non Metallic Minerals Tax and Rocks. This research was conducted to determine the level of effectiveness and contributions Non Metallic Minerals Tax and Rocks as a source of revenue Minahasa regency.Non Metallic Minerals Tax and Rocks is tax on the extraction of non metallic minerals and rocks , either from natural sources inside and/or the surface of the earth to be used. The method of research is using qualitative descriptive data types. The research is confined to the calculation of the percentage of effectiveness and contributions obtained from the quantitative data relating to the acceptance of Non Metallic Minerals Tax and Rocks.The results of research suggests that the effectiveness of Non Metallic Minerals Tax and Rocks in 2012, 2013 and 2014 year is “very effective” and effectiveness rate is highest in 2014 which amounted to 159.20 % .Meanwhile , the contribution rate of Non Metallic Minerals Tax and Rocks in the last three years continues to decline so that the criteria included the contribution is “very less”. Tax collection system should be kept under surveillance so that tax revenue of Metallic Minerals Tax and Rocks controlled and remains highly effective . Keywords: revenue, non metallic minerals tax and rocks, effectiveness, contributions PENDAHULUAN Latar Belakang Pada tanggal 1 Januari 2001 di Indonesia secara resmi diberlakukan otonomi daerah, yang berarti daerah diberikan hak, kewenangan dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kemampuan daerah untuk menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Ridha dan Dhiah, 2013). Pemerintah daerah tidak hanya dituntut untuk mampu menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan akan tetapi secara finansial mampu untuk membiayai kebutuhannya. Salah satu tugas Pemerintah Daerah adalah memperhatikan penggunaan dan pengelolaan pendapatan daerah secara efektif. Pendapatan daerah antara lain Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) inilah yang merupakan salah satu modal utama untuk mendukung proses pembangunan di daerah sehingga berkenan dengan kepentingan rakyat. Dengan demikian, penerimaan dan pengelolaan pendapatan daerah harus diperhatikan (Pingkan, 2015). Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak daerah di Indonesia berdasarkan Undang-undang nomor 28 tahun 2009 terbagi menjadi dua yaitu, pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi provinsi atau kabupaten/kota. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk mebiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (Resmi, 2011:1). Salah satu penerimaan Pendapatan Asli Daerah berasal dari sektor pajak daerah. Salah satu bentuk penataan kembali retribusi yang pada hakikatnya bersifat pajak yaitu Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Pajak Mineral Bukan Logam dan 97
Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan (Samudra, 2015:246). Di Kabupaten Minahasa terdapat berbagai macam usaha entah usaha orang pribadi dan/atau badan yang dapat sangat mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah. Maka, Komponen pajak daerah yang perlu mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah Kabupaten Minahasa adalah Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan seiring meningkatnya kebutuhan akan bahan mineral bukan logam dan batuan yang digunakan sebagai bahan dasar industri dan pembangunan pemukiman di daerah kabupaten Minahasa sendiri dan sekitarnya. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat Efektivitas dan besarnya Kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Minahasa. TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi Pajak Suwardjono (2014:5) Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang, dan penginterpretasian hasil proses tersebut. Hery (2014:1) mengemukakan Akuntansi Pajak adalah menyiapkan dan melaporkan perhitungan pajak terutang serta melakukan perencanaan pajak. Akuntansi pajak juga merupakan akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan dan perundang-undangan perpajakan beserta aturan pelaksanaannya (Londorang, 2014). Konsep Perpajakan Edwin R. A. Seligmanyang dikutip dalam Waluyo (2013:2)mendefinisikan bahwapajak adalah adanya kontribusi seseorang yang ditujukan kepada negara tanpa adanya manfaat yang ditujukan secara khusus pada seseorang. Memang demikian halnya bahwa bagaimanapun juga pajak itu ditujukan manfaatnya kepada masyarakat. Fungsi Pajak Pajak terdiri atas 2 (dua) fungsi sebagai berikut (Waluyo 2013:6). 1. Fungsi Budgetir yaitu pajak sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. 2. Fungsi Mengatur yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan asli daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah). Pendapatan Asli Daerah dalam Undang-undang no. 28 tahun 2009 merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain yang merupakan pendapatan asli daerah yang sah. Pajak Daerah Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsungdan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo 2011:12). Jenis-jenis Pajak Daerah Pajak daerah dibagai menjadi 2 (dua) bagian sebagai berikut (Mardiasmo 2011:13). 1. Pajak Provinsi, terdiri dari 5 (lima) pajak sebagai berikut. a. pajak kendaraan bermotor; b. pajak bea balik nama kendaraan bermotor; c. pajak bahan bakar kendaraan bermotor; d. pajak air permukaan; dan e. pajak rokok. 2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari 11 (sebelas) pajak sebagai berikut. a. pajak hotel; 98
b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
pajak restoran; pajak hiburan; pajak reklame; pajak penerangan jalan; pajak mineral bukan logam dan batuan; pajak parkir; pajak air tanah; pajak sarang burung walet; pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan; dan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan Undang-Undang No. 28 tahun 2009 Pasal 1 menyatakan bahwa Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan mineral bukan logam dan batuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Samudra 2015:247). Penelitian Terdahulu Pamela Indira Lasut (2014) melakukan penelitian dengan judul Efektivitas Penerimaan Pajak dan Pengolahan Mineral Bukan Logam Dan Batuan sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tomohon. Tujuan penelitian ini untuk menghitung efektivitas dan kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tomohon. Hasil dari penelitian ini Perhitungan efektivitas dan kontribusi pada tahun 2009 sampai pada tahun 2013 disimpulkan tingkat efektivitas pajak pada tahun tersebut tidak efektif dan kontribusi pajak pada tahun itu juga sangat kurang. Indah Rahmawati (2014) melakukan penelitian dengan judul Analisis Potensi Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Gresik. Tujuan dari penelitian ini untuk menghitung potensi pajak mineral bukan logam di Kabupaten Gresik. Hasil dari penelitian ini,Potensi Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan terus mengalami kenaikan di tiap tahunnya. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis data penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian hanya terbatas pada perhitungan besarnya prosentase efektivitas dan kontribusi yang didapat dari data kuantitatif yang berkaitan dengan penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yakni menjelaskan atau menguraikan hasil Laporan Realisasi Anggaran Pajak Daerah Kabupaten Minahasa tahun 2012-2014 dan Laporan Realsisasi Anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Minahasa dari tahun 2012-2014. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini bertempat di Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah Kabupaten Minahasa dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. Waktu yang ditempuh untuk penelitian ini adalah selama 2 (dua) bulan yang meliputi kegiatan pengumpulan data. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh informasi dan data yang dikelolah dalam penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan dua cara sebagai berikut. 1. Penelitian Kepustakaan (library research). 2. Penelitian Lapangan (field research). Adapun hal-hal yang dilakukan sebagai berikut. a. Wawancara (Interview). Pengumpulan data ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab baik pimpinan maupun karyawan yang berada di Badan Pengolahan Keuangan dan Barang Milik Daerah Kabupaten Minahsasa dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Minahasa guna memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 99
b. Dokumentasi (Documentation). Pengumpulan dokumen dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh baik dari perpustakaan maupun laporan realisasi pendapatan asli daerah Kabupaten Minahasa. Metode Analisis Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif merupakan analisis yang diwujudkan dengan cara menggambarkan kenyataan atau keadaankeadaan atas suatu objek dalam bentuk uraian kalimat berdasarkan keterangan-keterangan dari pihakpihak yang berhubungan langsung dengan penelitian ini. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk menjelaskan secara terperinci efektivitas dan kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Minahasa. Definisi dan Pengukuran Operasaional Variabel Efektivitas Efektivitas dalam hal ini mengetahui kondisi atau keadaan yang hendak dicapai telah memberikan hasil yang memuaskan, seperti yang dikemukakan Susilo yang dikutip dalam Adisasmita (2011). Namun efektivitas pajak adalah sesuatu yang dilihat dari hasil pajak yang telah terealisasi apakah sangat mempengaruhi hasil pendapatan dari target yang telah ditentukan.Dalam Rondonuwu (2015), besarnya peningkatan efektivitas Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Efektivitas =
Realisasi Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan x 100% Target Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Adapun kriteria efektivitas dapat dilihat pada Tabel 1. sebagai berikut. Tabel 1. Tabel Interpretasi Nilai Efektivitas Presentase
Kriteria
>100%
Sangat efektif
90 – 100%
Efektif
80 – 90%
Cukup efektif
60 – 80%
Kurang efektif
<60% Tidak efektif Sumber: Depdagri, Kemendagri No. 690.900.327 (Halim dalam Ricart, 2013) Kontribusi Menurut Guritno yang dikutip dalam Puspitasari (2014) kontribusi adalah sesuatu yang diberikan bersama-sama dengan pihak lain untuk tujuan biaya atau kerugian tertentu atau bersama. Analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan terhadap total Pendapatan Asli Daerah yang presentasenya dihitung dari realisasi Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan dibandingkan dengan total realisasi pendapatan asli daerah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam rumus sebagai berikut (Devy, 2013). Kontribusi =
Realisasi Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan x 100% Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Adapun kriteria kontribusi dapat dilihat pada Tabel 2. sebagai berikut.
100
Tabel 2. Tabel Interpretasi Nilai Kontribusi. Presentase
Kriteria
0,00 – 10%
Sangat kurang
10 – 20%
Kurang
20,10 – 30%
Sedang
30,10 – 40%
Cukup Baik
40,10 – 50%
Baik
Diatas 50% Sangat Baik Sumber: Depdagri, Kemendagri No. 690.900.327(Halim dalam Ricart, 2013). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Untuk mengetahui berapa besar keefektivitas dan kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan maka diperlukan data berupa data target dan realisasi Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan dan data target dan realisasi pendapatan asli daerah. Dalam hal ini, penulis akan menghitung efektivitas dan kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan Kabupaten Minahasa dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun 2012, 2013 dan tahun 2014. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. dan Tabel 4. berikut ini. Tabel 3. Laporan Target dan Realisasi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Minahasa Tahun 2012 – 2014 Tahun
Target (RP)
Realisasi (Rp)
2012 2.000.000.000 2.199.387.592 2013 2.000.000.000 2.604.424.720 2014 2.300.000.000 3.661.508.488 Sumber : Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, 2016 Tabel 4. Laporan Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Minahasa Tahun 2012 – 2014 Tahun
Target (RP)
Realisasi (Rp)
2012 27.007.276.500 22.477.366.444 2013 31.256.367.000 31.964.854.060 2014 61.922.781.924 58.778.368.154,61 Sumber : BPKBMD Kabupaten Minahasa, 2016 Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat bahwa penerimaan pajak pada tahun 2012 sebesar Rp 2.199.387.592 telah mencapai target sebesar Rp 2.000.000.000 yang ditetapkan, pada tahun 2013 penerimaan pajak sebesar Rp 2.604.424.720 juga telah mencapai target sebesar Rp 2.000.000.000 dan pada tahun 2014 penerimaan pajak sebesar Rp 3.661.508.488 dari target sebesar 2.300.000.000. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan di Kabupaten Minahasa dari tahun 2012 sampai tahun 2014 telah mencapai target yang ditetapkan pemerintah. Dari ketiga tahun tersebut, pencapaian tertinggi terjadi pada tahun 2014 sedangkan yang terendah terjadi pada tahun 2012. 101
Pada Tabel 4. dapat dilihat bahwa Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Minahasa tahun 2012 sebesar Rp. 22.477.366.444 tidak memenuhi target yang telah ditentukan yakni sebesar Rp. 27.007.276.500. Pada tahun 2013 realisasi PAD sebesar Rp 31.964.854.060 telah mencapai target yang telah ditetapkan sebesar Rp 31.256.367.000. Sedangkan pada tahun 2014 realisasi PAD kembali tidak memenuhi target dari realisasi sebesar Rp. 58.778.368.154,61 pada target sebesar Rp. 61.922.781.924. Maka dapat disimpulkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Minahasa dari tahun ke tahun hanya sekali mencapai target yakni pada tahun 2013, sedangkan pada tahun 2012 dan tahun 2014 tidak memenuhi target yang ditetapkan. Berikut merupakan hasil interpretasi Efektivitas Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan di Kabupaten Minahasa Tahun 2012 – 2014 yang dapat dilihat pada Tabel 5. sebagai berikut. Table 5. Efektivitas Pajak Mineral Bukan Logan dan Batuan Kabupaten Minahasa Tahun 2012 – 2014
Tahun
Target Pajak (Rp)
Realisasi Pajak (Rp)
Efektivitas
Interpretasi
2012
2..000.000.000
2.199.387.592
109.97%
Sangat Efektif
2013
2.000.000.000
2.604.424.720
130.22%
Sangat Efektif
2014
2.300.000.000
3.661.508.488
159.20%
Sangat Efektif
Sumber : Hasil Olahan, 2016 Berdasarkan Tabel 5. di atas dapat dilihat pada tahun 2012 penerimaan pajak sebesar Rp 2.199.387.592 telah mencapai target sebesar Rp 2.000.000.000 sehingga presentase keefektivitasannya mencapai 109.97%. Dan pada tahun 2013 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 2.604.424.720 dari target sebesar Rp 2.000.000.000 sehingga presentase keefektivitasannya mencapai 130.22%. Sedangkan pada tahun 2014 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 3.661.508.488 dari target sebesar Rp 2.300.000.000 sehingga presentase keefektivitasannya mencapai 159.20%. Dapat disimpulkan bahwa, tingkat penerimaan pajak Mineral Bukan Logam di Kabupaten Minahasa tahun 2012 – 2014 semakin meningkat meskipun target pada tahun 2014 telah ditambahkan, sehingga penerimaan pajak tersebut tingkat interpretasi efektivitas tiap tahunnya terbilang sangat efektif terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Minahasa. Sedangkan besarnya Kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan pada tahun 2012 sebesar 9.78% dilihat dari hasil perbandingan pendapatan Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan dengan pendapatan asli daerah. Pada tahun 2013 kontribusi pajak mineral bukan logam dan batuan menurun menjadi 8.14% dan pada tahun 2014 terjadi penurunan kembali menjadi 6.22%. Kontribusi tertinggi terdapat di tahun 2012 dan terendah terdapat di tahun 2014. Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa kontribusi pajak mineral bukan logam dan batuan terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Minahasa dari tahun 2012 sampai tahun 2014 sangat kurang. Dari hasil tersebut dapat dilihat pada tabel interpretasi Kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan di Kabupaten Minahasa tahun 2012 – 2014 yang dapat dilihat pada Tabel 6. di bawah ini.
102
Tabel 6. Kontribusi Pajak Mineral Bukan Logan dan Batuan Kabupaten Minahasa Tahun 2012 – 2014 Tahun
Realisasi Pajak (Rp)
Realisasi PAD (Rp)
Kontribusi
Interpretasi
2012
2.199.387.592
22.477.366.444
9.78%
Sangat Kurang
2013
2.604.424.720
31.964.854.060
8.14%
Sangat Kurang
2014
3.661.508.488
58.778.368.154,61
6.22%
Sangat Kurang
Sumber : Hasil Olahan, 2016 Pembahasan Efektivitas Tingkat efektivitas Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan di Kabupaten Minahasa dihitung dengan menggunakan rumus yang telah dipaparkan dengan cara sebagai berikut. a. 2.199.387.592 Tahun 2012 = x 100% 2.000.000.000 = b.
109.97% 2.604.424.720
Tahun 2013 =
x 100% 2.000.000.000
= c.
130.22% 3.661.508.488
Tahun 2014 =
x 100% 2.300.000.000
= 159.20% Kontribusi Kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan terhadap PAD di Kabupaten Minahasa dihitung dengan rumus yang telah dipaparkan dengan cara sebagai berikut. a.
2.199.387.592 Tahun 2012 =
x 100% 22.477.366.444
= b.
9.78% 2.604.424.720
Tahun 2013 =
x 100% 31.964.854.060
= c.
8.14% 3.661.508.488
Tahun 2014 =
x 100% 58.778.368.154,61
=
6.22% 103
Faktor yang menyebabkan Kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dinyatakan sangat kurang karena target yang ditetapkan pemerintah pada Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Minahasa dari tahun 2012 sampai tahun 2014 terus ditingkatkan. Sehingga, meskipun penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan dari tahun 2012 sampai tahun 2014 terus mengalami peningkatan atau sangat efektif tidak akan memeberikan kontribusi besar pada Pendapatan Asli Daerah. PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Tingkat efektivitas di 3 (tiga) tahun tersebut terus mengalami peningkatan sehingga terbilang “sangat efektif”. Tingkat efektivitas tahun 2012 mencapai 109.97%, tahun 2013 tingkat efektivitas mencapai 130.22%, sedangkan tahun 2014 tingkat efektivitas mencapai 159.20% meskipun target pada tahun ini telah ditambahkan dari tahun 2012 dan 2013 sebelumnya sebesar Rp 2.000.000.000 menjadi Rp 2.300.000.000. 2. Kontribusi pada tahun 2012 sebesar 9.78%, tahun 2013 kontribusi sebesar 8.14% sedangkan pada tahun 2014 kontribusinya sebesar 6.22%. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2012 sedangkan terendah terjadi pada tahun 2014. Kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir dinilai tidak maksimal dan masuk dalam kriteria kontribusi “Sangat kurang”. 3. Faktor yang menyebabkan Kontribusi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dinyatakan sangat kurang karena target yang ditetapkan pemerintah pada Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Minahasa dari tahun 2012 sampai tahun 2014 terus ditingkatkan. Sehingga, meskipun penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan dari tahun 2012 sampai tahun 2014 terus mengalami peningkatan atau sangat efektif tidak akan memeberikan kontribusi besar pada Pendapatan Asli Daerah. Saran Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Sistem pemungutan yang harus terus diawasi dan diperhatikan agar penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan terkontrol dan tetap sangat efektif. 2. Lebih ditingkatkan lagi fungsi kontrol pemerintah terhadap instansi terkait demi terciptanya kinerja yang lebih baik sehingga tahun-tahun selanjutnya dapat memberikan hasil yang memuaskan. Dalam hal ini, Dinas Pendapatan Daerah dan Badan Pengelola Keuangan Dan Barang Milik Daerah tetap menjalin kerja sama yang baik dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral untuk melakukan pendataan ulang terhadap subjek pajak, wajib pajak, dan objek pajak serta masa Ijin Usaha Pertambangan (IUP) sehingga jelas waktu pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo. 2011.Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah. Penerbit: Graha Ilmu, Jogyakarta. Devy, Octaviana S. 2013, Analisis Efektivitas Dan Efisiensi Pajak Daerah Serta Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Provinsi Jawa Tengah. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Hery. 2014. Akuntansi Perpajakan, Penerbit: PT Grasindo, Jakarta. Indira, Pamela. 2014. Analisis Efektivitas Penerimaan Pajak dan Pengelolaan Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Kota Tomohon. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi Manado. Lapian, Pingkan. 2015. Analisis Efektivitas Penerapan Pajak Sarang Burung Walet di Kabupaten Minahasa. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi Manado. Londorang,I. Marghareta. 2014. Penerapan Tax Planning Pajak Pertambahan Nilai Terhutang Pada UD. Leonel. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi Manado. 104
Mardiasmo. 2011. Perpajakan, Edisi Revisi, Penerbit : CV. Andi Offset, Yogyakarta. Pemerintah RI. 2004. UU No. 34 tentangPemerintahan Daerah, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Puspitasari, Diana Amelia. 2014, Analisis Efektivitas Dan Kontribusi Pajak Hotel Dan Restoran Terhadap Penerimaan Asli Daerah Kota Bontang Tahun 2012-2014. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya. Rahmawati, Indah. 2014. Analisis Potensi Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Gresik. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang. Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Nomor 28 tentang Pajak Daerah. Resmi. 2011. Perpajakan, Penerbit : Salemba Empat, Jakarta. Ricart, Hendrik. 2013. Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Kota Manado. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi Manado. Ridha, Noor Widowati Dan Dhiah Fitrayati. 2013. Analisis Efektivitas Potensi Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan Di Kabupaten Bojonegoro.Prodi Pendidikan Ekonomi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya. Rondonuwu, Ritno H.. 2015. Analisis Efektivitas Dan Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Minahasa Kabupaten Minahasa. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi Manado. Samudra, Azhari Aziz. 2015. Perpajakan di Indonesia : Keuangan, Pajak dan Retribusi Daerah. Penerbit : Rajawali Pers, Jakarta. Suwardjono. 2014. Akuntansi Pengantar Bagian 1, Edisi Ketiga. Penerbit : BPFE, Yogyakarta. Waluyo. 2013, Perpajakan Indonesia, Penerbit : Salemba Empat, Jakarta.
105
ANALISIS POTENSI DAN EFEKTIVITAS PENERIMAAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN MINAHASA UTARA Moningka Tesalonika1 Agus T. Poputra2 Lidia Mawikere3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado email:
[email protected] ABSTRACT Taxes are the country's largest source of financing in national development. This study purposed to analyze the potential and effectiveness of Non Metallic Minerals and rocks tax, as a source of regional revenue in North Minahasa District. The analytical method used is descriptive qualitative method, using primary data and secondary data. The results showed that the potential tax increases every year, the level of effectiveness of the Metallic Minerals Tax and rocks in 2012 - 2015 meet the criteria for highly effective, the highest level of effectiveness achieved in 2013 with a percentage of 111% to the target and the realization of very large. In 2015 the tax revenue Metallic Minerals and Rocks that most large compared with previous years. Improved performance of the employees to optimize each of the duties and responsibilities in the process of collecting that tax revenue Metallic Minerals and rocks can be more effective in the future. Keyword :mineral tax, local revenue, potential and effectiveness PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan.Pembangunan tersebut bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil, makmur dan merata.Pemerintah sebagai dinamisator dan stabilisator tentunya melakukan pungutan pajak bukan tanpa alasan, yang pasti semua itu mempunyai tujuan.Tujuan itulah yang mendasarkan bahwa membayar pajak itu wajib untuk warga negara Indonesia.Dengan adanya pajak, bukan tidak mungkin Indonesia mampu berkembang baik karena kita tahu bahwa selama ini Indonesia mampu bertahan dan berkembang karena pajak yang berpengaruh besar terhadap negara ini (Noviantari, 2014).Pada tahun 1999 telah ditetapkan pembagian pajak menurut wewenang pemungutan pajak dipisahkan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan seluas luasnya untuk mengelola asset daerahnya dalam merinci dan memungut pendapatan bagi daerahnya sendiri (Lazio, 2012). Pajak daerah adalah pajak yang dipungut pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah (Mardiasmo, 2011 : 1).Pemerintah daerah harus mengetahui kondisi dan potensi daerahnya dalam pemenuhan pembiayaan pembangunan di daerah.Jenis-jenis pajak daerah bagian Kabupatan/Kota terdiri atas, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak air tanah, pajak sarang burung wallet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan pajak parker (Fitriandi, et al., 2011). Pajak Daerah merupakan salah satu sektor penerimaan PAD (Damang, 2011). Komponen pajak daerah yang perlu mendapatkan perhatian lebih oleh pemerintah Kabupaten Minahasa Utara adalah Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan seiring meningkatnya kebutuhan akan bahan mineral bukan logam dan batuan yang digunakan sebagai bahan dasar industri dan pembangunan pemukiman di kawasan Kabupaten Minahasa Utara.
106
Potensi bahan mineral bukan logam dan batuan adalah kekuatan yang ada disuatu daerah untuk menghasilkan penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Dengan mengetahui lebih dalam dari seberapa efektif Pajak Pengambilan dan Pengolahan Mineral Bukan Logam dan Batuan Kabupaten Minahasa Utara, diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Mineral Bukan Logam dan Batuan sehingga dapat meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan daerah.Kondisi Kabupaten Minahasa Utara yang sementara berkembang dengan penduduk yang mulai padat serta memiliki kegiatan ekonomi yang tinggi, memungkinkan adanya wajib pajak yang tidak tepat waktu bahkan tidak membayar pajak sama sekali.Efektivitas pemungutan pajak menggambarkan kinerja suatu pemerintahan.Analisis efektivitas mutlak diperlukan guna mengukur sejauh mana pelaksanaan pemungutan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Minahasa Utara.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana potensi dan efektivitas penerimaan dan pemungutan pajak mineral bukan logam dan batuan sebagai sumber pendapatan asli daerah di Kabupaten Minahasa Utara.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Akuntansi Kieso (2011:5) menyatakan akuntansi sebagai bahasa universal dari bisnis.Karakteristik penting dari akuntansi adalah identifikasi, pengukuran, dan komunikasi informasi keuangan tentang entitas ekonomi kepada pihak yang berkepentingan.Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan dan komunikasi terhadap transaksi ekonomi dari suatu entitas/perusahaan (Wibowo, 2011). Definisi American Institude of Certified Public Accounting (AICPA) akuntansi merupakan suatu seni pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter transaksi dan kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan mentafsir hasil-hasilnya. Konsep Perpajakan Pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional (Susilo, 2014).Menurut Waluyo (2013:3) pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Fungsi Pajak Fungsi pajak menurut Resmi (2011:3) adalah sebagai berikut. 1. Fungsi Budgetair yaitu pajak merupakan salah satu penerimaan pemerintah untuk membiaya pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) yaitu Pajak mempunyai fungsi mengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Jenis Pajak Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah membedakan 2 jenis Pajak Daerah, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. 1. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas : a. Pajak Kendaraan Bermotor b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
107
d. Pajak Air Permukaan, dan e. Pajak Rokok 2. Adapun jenis Pajak Kabupaten/kota terdiri atas : a. Pajak Hotel b. Pajak Retoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g. Pajak Parkir h. Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, serta k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Tata Cara Pemungutan Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sebagai berikut. 1. Stelsel Pajak 2. Asas Pemungutan 3. Sistem Pemungutan Pajak Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan UU No. 28 tahun 2009 Pasal 1 menyatakan bahwa Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan Subjek dan Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan.Untuk objek pajak adalah kegiatan eksploitasi bahan mineral bukan logam dan batuan, yang terdiri atas esbes, tall, mike, grafit, magnesit, batu tulis, marmer, Batu kapur, Dolomit, kalsit, Bentonit, Foldspar, Batu gamping, Pasir, Pasir kwarsa, tanah liat, trakkit, basal, andesit, Phospate, nitrat, garam batu, batu apung, teras, absidian, perlit dan tanah diatome. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan UU No. 28 tahun 2009 Pasal 60 menyatakan bahwa, Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen).Sesuai PERDA di Kabupaten Minahasa Utara, tarif pajak mineral bukan logam dan batuan ditetapkan sebesar 20%. PotensiPenerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Potensi merupakan sesuatu yang sebenarnya sudah ada, hanya belum didapat atau diperoleh di tangan.Potensi pajak mineral bukan logam dan batuan diartikan sebagai kekuatan sebenarnya dari pajak mineral bukan logam dan batuan. Analisis perhitungan potensi diperlukan dalam menentukan target secara rasional. Efektivitas Pemuungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Secara umum efektivitas menunjukkan seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan (Halim, 2011: 128).Efektivitas yaitu hubungan antara output dan tujuan atau dapat juga dikatakan merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output tertentu, kebijakan dan prosedur dari organisasi.
108
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU.No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu PAD serta lain-lain pendapatan yang sah. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah UU No. 28 Tahun 2009, sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri atas: 1. Hasil Pajak Daerah 2. Hasil Retribusi Daerah 3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 4. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. Penelitian Terdahulu Iktama (2013) dalam penelitian berjudul Analisis Potensi dan Efektivitas Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Tuban, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, mengetahui efektivitas pemungutan Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan selama selama tahun 2006 – 2010, dan mengetahui strategi terbaik yang harus dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam penerimaan Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif.Dari hasil perhitungan potensi penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Kabupaten Tuban tahun anggaran 2006 – 2010 berdasarkan target penerimaan mencapai 108,31 persen atau dengan kata lain sangat efektif. Rahmawati (2014) dalam penelitian yang berjudul Analisis Potensi Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gresik.Tujuan dalam penelitian ini adalah bagaimana potensi penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Gresik, Bagaimana tingkat efektivitas penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Gresik, Bagaimana strategi terbaik yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Gresik untuk mengoptimalkan penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Metode penelitiannya yaitu deskriptif kuantitatif. Hasil penelitiannya yaitu Efektivitas pajak mineral bukan logam dan batuan Kabupaten Gresik tahun 2009-2013 berdasarkan target penerimaan rata-rata sangat efektif. Sedangkan efektivitas pajak mineral bukan logam dan batuan berdasarkan potensi penerimaan menunjukkan kurang efektif kecuali di tahun 2013 sangat efektif. Dalam penetapan target pajak mineral bukan logam dan batuan, DPPKAD hanya mengacu pada realisasi tahun sebelumnya tidak sesuai dengan potensi yang ada sehingga tingkat efektivitas pajak mineral bukan logam dan batuan berdasarkan potensi penerimaan menunjukkan kurang efektif METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif.Pendekatan deskriptif kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati (Sugiyono, 2011).Dalam penelitian ini, peneliti hanya terbatas pada perhitungan besaran potensi dan prosentase efektivitas yang di dapat dari data kuantitatif yang berkaitan dengan penerimaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Mineral bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Minahasa Utara. Tempat dan Waktu Penelitian Dalam penelitian tempat atau lokasi penelitian sangat penting untuk mengetahui letak yang sebenarnya.Penelitian ini dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Minahasa Utara. Adapun waktu penelitian ini diawali pada bulan maret 2016..
109
Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif.Data secara umum merupakan kumpulan dari fakta yang diperoleh dari penelitian. Data yang diolah akan menghasilkan sesuatu hal baru, bisa merupakan konsep, atau kejadian tertentu. Melakukan wawancara kepada pihak Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Minahasa Utara dalam pencapaian realisasi penerimaan pajak dari target yang ditetapkan juga mengadakan pencatatan terhadap dokumen-dokumen dan data-data lain yang dapat menunjang.. Metode Analisis Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif kualitatif.Adapun langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut. 1. Pengukuran Potensi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Menurut (Ratu, 2010) pengukuran potensi pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan atau Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.
dimana Pt : Potensi penerimaan Pajak mineral bukan logam dan batuan : Penjumlahan potensi dari obyek pajak ke 1 sampai ke n mineral bukan logam dan batuan VI : Volume mineral bukan logam dan batuan yang dieksploitasi dalam m3/tahun. Hrg: Harga standar dari jenis mineral bukan logam dan batuan yang telah ditetapkan Rp/m3 Tr : Besarnya tarif pajak (20%) 2. Pengukuran Efektivitas Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Rumus pengukuran efektivitas untuk pemungutan pajak adalah sebagai berikut. Efektivitas =
Dengan kriteria sebagai berikut. Tabel 1 Tabel Interpretasi Nilai Efektivitas
Persentase Kriteria > 100% 90 – 100% 80 – 90% 60 – 80 % < 60 %
Sangat Efektif Efektif Cukup Efektif Kurang Efektif Tidak Efektif
Sumber: Depdagri, Kepmendagri No.690.900.327 (Halim, 2011)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Potensi Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Potensi pajak mineral bukan logam dan batuan diartikan sebagai kekuatan sebenarnya dari pajak mineral bukan logam dan batuan. Analisis perhitungan potensi diperlukan dalam menentukan target secara rasional.
110
Dalam melakukan perhitungan besaran potensi pajak mineral bukan logam dan batuan, diperlukan data jenis objek pajak mineral bukan logam dan batuan, kapasitas/tonase/volume eksploitasi bahan mineral bukan logam dan batuan, harga pasar masing-masing bahan mineral bukan logam dan batuan, dan tarif pajak masing-masing bahan mineral bukan logam dan batuan yang diambil dari tahun 2011-2015. Tabel 2Perhitungan Potensi Penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Tahun 2011-2015 Tahun Jenis Bahan Galian Volume Harga Tarif Potensi Pajak Produksi Standar Pajak (Rp) (m3) /Tahun (Rp/m3) 2011
Batu Pecah (2-3 cm) (1-2 cm) Batu dan Sirtu Pasir
2480,68 2730,88 19523,45 39520
150.000 170.000 50.000 35.000
20% 20% 20% 20%
74.420.400 92.849.920 195.234.500 276.640.000
2012
Batu Pecah (1-2 cm) Batu dan sirtu Pasir
3372,87 21290.12 39492,76
170.000 50.000 35.000
20% 20% 20%
639.144.820 114.677.580 212.901.200 276.444.000
Jumlah Pasir Batu Gunung dan Batu Kali
58132,85 48251
35.000 50.000
20% 20%
604.022.780 406.929.950 482.510.000
47506,12 23980 4879,23 58201
35.000 50.000 170.000 30.000
20% 20% 20% 20%
889.439.950 332.542.840 239.800.000 165.893.820 349.206.000
20% 20% 20% 20% 20% 20% 20%
1.087.442.660 350.890.400 82.959.600 176.280.000 110.500.000 109.665.600 150.439.920 79.651.800
Jumlah
2013
Jumlah 2014
Pasir Batu dasar Batu pecah (1-2 cm) Tanah urug Jumlah
2015
Pasir Batu pecah (0 – 0,5 cm) (0,5 – 1 cm) ( 1 – 2 cm ) ( 2- 3 cm ) ( 3 – 5 cm ) ( 5 – 7 cm)
50127,20 2765,32 4520 3250 3655,52 6268,33 3982.59
35.000 150.000 195.000 170.000 150.000 120.000 100.000
Jumlah Jumlah Total
1.060.387.320 4.280.437.530
Sumber : Dinas Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Minahasa Utara Hasil perhitungan potensi penerimaan pajak mineral bukan logam dan batuan tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 dengan total sebesar Rp.4.280.437.530. Tabel 3 Persentase Kenaikan Jumlah Potensi Tiap Tahun Kenaikan Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah Potensi 639.144.820 604.022.780 889.439.950 1.087.442.660 1.060.387.320 Jumlah rata - rata
Sumber : Data Olahan
111
Jumlah
Persentase
-35.122.040 285.417.170 196.002.710 -27.055.340
-5.4% 47.2% 22% -2.4% 15.35%
Perkembangan Pendapatan Asli Derah (PAD) Kabupaten Minahasa Utara Kabupaten Minahasa Utara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara yang memiliki Penghasilan Asli Daerah (PAD) yang baik dan potensial dibandingkan dengan daerahdaerah lain di provinsi ini. Tabel 4 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Minahasa Utara Tahun Anggaran 2011-2015 No
PAD (Tahun)
1. 2. 3. 4. 5.
2011 2012 2013 2014 2015
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
10.602.131.490 15.217.348.565 22.095.143.551 18.025.000.000 22.295.000.000
Prosentase %
13.186.468.031 20.623643.750 20.315.322.560 20.070.096.061 25.266.469.042
124,38 135,53 91,94 113,35 110,21
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Minahasa Utara Dapat dilihat bahwa PAD Kabupaten Minahasa Utara dari tahun 2011 sampai tahun 2015 mengalami peningkatan yang cukup baik, meskipun pada tahun 2013 mengalami penurunan yang tidak terlalu jauh. Tahun 2015 merupakan pendapatan tertinggi, yaitu sebesar 25.266.469.042. Prosentase kenaikan dari tahun ketahun mencapai 115,082 %. Ini tentunya untuk mendukung pengembangan daerah khususnya Kabupaten Minahasa Utara. Sebagaimana dipaparkan pada bagian sebelumnya bahwa pembangunan memerlukan pembiayaan. Efektivitas Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Efektivitas Pajak Bahan Galian Mineral bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Minahasa Utara dalam lima tahun terakhir atau dari tahun 2011 sampai 2015 mengalami perkembangan yang cukup baik itu dapat dilihat dalam Tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Perkembangan Efektivitas Pemungutan Pajak Bahan Galian Mineral Bukan Logam dan Batuan Tahun 2011-2015 No 1. 2. 3. 4. 5.
Tahun Anggaran 2011 2012 2013 2014 2015
Target Realisasi Selisih Prosentase ( Rp ) ( Rp ) ( Rp ) Efektivitas 650.000.000 589.494.778 60.505.222 91 % 650.000.000 668.198.270 18.198.270 103 % 677.158.000 752.919.608 75.761.608 111 % 1.000.000.000 1.088.776.090 88.776.090 109 % 1.000.000.000 1.018.062.400 18.062.400 102 % Sumber:Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Minahasa Utara
Kriteria Efektivitas Efektif Sangat Efektif Sangat Efektif Sangat Efektif Sangat Efektif
Pada tahun 2011 total penerimaan pajak bahan galian mineral bukan logam dan batuan mengalami penurunan yaitu Rp 589.494.778, sedangkan target yang diharapkan pemerintah daerah adalah sebesar Rp 650.000.000, target yang diharapkan pemerintah cukup besar karena semakin banyak tempat usaha dalam pertambangan batu bata, batu kali, batako, kerikil, pasir plester maupun tanah urung yang berada di hampir 10 kecamatan di Kabupaten Minahasa Utara. Dapat dilihat juga bahwa tahun 2015, yang merupakan tahun terakhir penelitian memperlihatkan realisasi penerimaan pajak melebihi target. Target tahun 2015 sebesar Rp. 1.000.000.000,-. Sedangkan realisasi Rp. 1.018.062.400. Prosentase kenaikan sebesar 102 %.Pada tahun 2013 mendapatkan prosentase yang tertinggi yaitu sebesar 111 %. Target tahun 2013 sebesar Rp. 677.158.000,- sedangkan realisasinya sebesar Rp. 752.919.608,-
112
Pembahasan Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa penerimaan Pajak Bahan Galian Mineral bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Minahasa Utara tahun 2011 sampai tahun 2015 terus mengalami peningkatan.Kabupaten Minahasa Utara memiliki koefisien efektivitas rata-rata sebesar 103,2% atau lebih dari 100%, jadi tingkat efektif pajak bahan galian bukan logam dan batuan di Kabupaten Minahasa Utara menurut standarisasi efektivitas atau kriteria efektivitas yang ada dinyatakan sangat efektif untuk penerimaan atau pengambilan pajak dan pengolahan pajak tersebut. Dari hasil identifikasi dan pemetaan yang dilakukan akan dapat dijadikan bahan untuk menetapkan target penerimaan dan pemungutan pajak pengambilan bahan galian mineral bukan logam dan batuan. Sehingga target penerimaan dan pemungutan pajak pengambilan bahan galian mineral bukan logam dan batuan akan lebih proposional dan memiliki kemungkinan untuk bisa direalisasikan.Instansi pelaksana pemungutan pajak pengambilan bahan galian mineral bukan logam dan batuan, dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Minahasa Utarasudah cukup mampu dalam melaksanakan visi dan misi yang diembankan, cukup mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan cukup memiliki pengalaman dalam pemungutan pajak di tambang-tambang bahan galian mineral bukan logam dan batuan.Langkah berikutnya komitmen yang dimiliki oleh petugas harus sama, sehingga memiliki keinginan untuk bisa merealisasikan tujuan atau target penerimaan pajak mineral bukan logam dan batuan dengan maksimal dan efektif.
PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Dari hasil perhitungan potensi penerimaan pajak mineral bukan logam dan batuan Kabupaten Minahasa Utara tahun 2011-2015 terlihat bahwa potensi pajak mineral bukan logam dan batuan terus mengalami kenaikan di tiap tahunnya. Dengan perhitungan potensi penerimaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Kabupaten Minahasa Utara tahun anggaran 2011 – 2015 menunjukkan hasil sebesar Rp. 4.280.437.530,-. Dengan persentase rata-rata kenaikan sebesar 15.35 %. 2. Tingkat efektivitas pemungutan pajak mineral bukan logam dan batuan sebagai sumber pendapatan asli daerah di Kabupaten Minahasa Utara pada tahun 2011 – 2015 dikatakan sangat efektif dengan persentase lebih dari 100%. Saran Saran dalam penelitian ini adalah: 1. Penyuluhan yang lebih intensif dan persuasif kepada Wajib Pajak khususnya dan masyarakat pada umumnya. Langkah berikutnya adalah memberikan sanksi tegas kepada Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya. 2. Perlu diadakannya modernisasi seperti pengorganisasian fungsi serta tugas di pihak Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Minahasa Utara untuk menghindari penumpukkan pekerjaan serta kekuasaan baik dari segi fasilitas maupun sistem dasarnya agar memudahkan proses pemungutan pajak. 3. Memperhatikan kompensasi yang lebih memadai kepada para petugas sehingga mereka dapat termotivasi untuk mengoptimalkan setiap tugas dan tanggung jawabnya. Peningkatan kinerja para pegawai di lingkungan instansi ini pun perlu dilakukan dengan mengikuti berbagai pelatihanpelatihan teknis yang relevan.
DAFTAR PUSTAKA Andrew Susilo, 2014. Peran Pajak bagi Pembangunan Negara Damang, 2011.“Pendapatan Asli Daerah” Hukum tata Negara. Fitriandi Primandita, Aryanto Yuda, Priyanto Agus Puji. 2011. Kompilasi Undang-Undang Perpajakan Terlengkap, Salemba Empat, Jakarta. Halim, Abdul. 2011. Akuntansi Sektor Publik-Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.
113
Iktama, Siska. 2012. Analisis Potensi dan Efektivitas Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di Kabupaten Tuban (Skripsi). Universitas Brawijaya. Kieso, Weygandt, Jerry J, Donald E.2011. Accounting Principles.Edisi 7. Salemba Empat, Jakarta Lazio, Sonny. 2012. Pengertian dan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah. Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta. Rahmawati Indah ,2014. Analisis potensi penerimaan pajak mineral bukan logam dan batuan sebagai sumber pendapatan asli daerah kabupaten gresik. Ratu, Andi. Nurdi Brasit dan Jusni.2010. Strategi Peningkatan Kontribusi Usaha Pertambangan Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palopo.Jurnal, (Online), (pascaunhas.ac.id/jurnal/) Resmi, siti.2011. Perpajakan Teori dan Kasus.Edisi 4. Salemba Empat, Jakarta. Sugiyono. 2011. Metodologi Penelitian Kombinasi, Jakarta. Tia Dwi Noviantari, 2014. Peran Pajak Dalam Perekonomian di Indonesia. Waluyo. 2013. Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta. Wibowo. 2011. Akuntansi Untuk Bisnis dan Usaha Menengah, Jakarta
114
ANALISIS PENYUSUNAN ANGGARAN PADA KANTOR KELURAHAN KARAME KECAMATAN SINGKIL KOTA MANADO TAHUN ANGGARAN 2014 Judisty Kaumbang Sifrid S. Pangemanan Heince R. N. Wokas
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Email :
[email protected] ABSTRACT The budget is estimated to be achieved over a certain period set forth in the financial measures. Stage Budgeting is the first stage of the budgeting process. At this stage, usually by the executive budget plan that will implement the budget. The purpose of this study was to determine the budget formulation process at the Village Office KarameSingkil District of Manado City budget year 2014. The method used is descriptive and data obtained through field studies. The results were obtained at the Village Office KarameSingkil District of Manado City has implemented the budget process in accordance with Regulation No.27 of 2013 on guidelines for the budgeting of fiscal year 2014. At the Village Office KarameSingkil District of Manado City budget formulation for 2014 was in accordance with Regulation No. 27, 2013. the preparation of the budget at the Village Office KarameSingkil District of Manado City has been presented in the form of local budget cycle. Keywords: analysis, making, budget PENDAHULUAN Latar Belakang Pemerintah adalah suatu organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintah dibentuk umumnya untuk menjalankan aktivitas layanan terhadap masyarakat luas dan sebagai organisasi nirlaba yang mempunyai tujuan bukan untuk mencari keuntungan tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan datang. Tujuan yang akan dicapai biasanya ditentukan dalam bentuk kualitatif, misalnya meningkatkan kenyamanan dan keamanan, mutu pendidikan, kesehatan maupun keimanan. Seiring dengan upaya mewujudkan good governance maka terjadilah reformasi atas pengelolaan keuangan. Sebelum berlakunya paket undang-undang di bidang keuangan negara, ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengharuskan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara dalam bentuk perhitungan anggaran negara/daerah. Wujud laporan ini hanya menginformasi aliran kas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan format anggaran yang disahkan oleh legislatif, tanpa menyertakan informasi tentang posisi kekayaan dan kewajiban pemerintah. Pengelolaan keuangan sangat penting dilakukan di Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado agar anggaran ditetapkan untuk membiayai semua kebutuhan program yang dijalankan serta realisasinya dapat sesuai dengan anggaran yang ditetapkan. Dalam kaitannya dengan penetapan anggaran tidak terlepas dari biaya-biaya yang berhubungan dengan program yang akan dilakukan oleh Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado. Semua program membutuhkan biaya untuk menunjang program dari Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado, untuk itu dibutuhkan pengalokasian biaya yang benar agar menghasilkan anggaran yang sesuai untuk kebutuhan tersebut. 115
Merupakan suatu tantangan bagi pemerintah Kota Manado untuk dapat memenuhi kewajiban dalam hal penyusunan anggaran yang baik dan benar sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2014 karena ini diperlukanagar anggaran dapat digunakan dengan efisien dan efektif, sesuai dengan program dan sasaran penyusunan anggaran. Selain itu, dengan adanya Permendagri No. 27 Tahun 2013 dapat mengarahkan penyusunan anggaran di pemerintahan Kota Manado ke arah yang lebih baik, dengan tujuan dan sasaran yang jelas dan tepat demi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Penyusunan Anggaran pada Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado Tahun Anggaran 2014” . Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui proses penyusunan anggaran di Kantor Kelurahan Kecamatan Singkil Kota Manado.
TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi Suwardjono (2013:10) menyatakan bahwa akuntansi sebagai kegiatan penyediaan jasa mengisyaratkan bahwa akuntansi yang akhirnya harus diterapkan untuk merancang dan menyediakan jasa berupa informasi keuangan harus bermanfaat untuk kepentingan sosial dan ekonomi negara tempat akuntansi diterapkan.Standar Akuntansi Pemerintahan (2010:4) menyatakan bahwa akuntansi adalah proses pengidentifikasian, pencatatan, pengukuran, klasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penyajian laporan serta penginterprestasian atas hasilnya. Halim dan Kusufi (2012:36) mendenifisikan akuntansi sebagai suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu organisasi/entitas yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan. Akuntansi Pemerintahan Deddi, Iswahyudi dan Maulidah (2012:1) menyatakan bahwa Akuntansi Pemerintahan merupakan bidang ilmu akuntansi yang saat ini sedang berkembang pesat. Tuntutan transparasi dan akuntabilitas publik atas dana-dana masyarakat ysng dikelolah pemerintah memunculkan kebutuhan atas penggunaan akuntansi dalam mencatat dan melaporkan kinerja pemerintahan. Akuntansi pemerintahan mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan transaksi-transaksi yang terjadi di badan pemerintahan. Akuntan pemerintahan menyediakan laporan akuntansi tentang aspek kepengurusan dari administrasi keuangan Negara. Di samping itu, bidang ini meliputi pengendalian atas pengeluaran melalui anggaran negara, termasuk kesesuiannya dengan UU yang berlaku. Anggaran Pemerintah Hariadi, Yanuar dan Icuk (2010:7) menyatakan anggaran adalah estimasi yang akan dicapai selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Nordiawan dan Hertianti (2010:69) menyatakan anggaran dapat dikatakan sebagai pernyataan estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran finansial. Mahsun (2013:145) menyatakan bahwa anggaran adalah perencanaan keuangan untuk masa depan yang pada umumnya mengcangkup jangka waktu satu tahun dan dinyatakan dalam satuan moneter.Deddi, et al. (2012: 19) menyatakan bahwa anggaran sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran finansial. Pembuatan anggaran dalam organisasi sektor publik, terutama pemerintah merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup signifikan, berbeda dengan penyusunan anggaran 116
di perusahaan swasta yang muatan politisnya relatif lebih kecil. Mardiasmo (2013:63) menyebutkan beberapa fungsi anggaran dalam managemen organisasi sektor publik sebagai berikut. 1. Anggaran sebagai alat perencanaan 2. Anggaran sebagai alat pengendalian 3. Anggaran sebagai alat kebijakan 4. Anggaran sebagai alat politik 5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi 6. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja 7. Anggaran sebagai alat motivasi Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran Kinerja mencerminkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Maksud dan tujuan permintaan dana 2. Biaya dari program-program yang diusulkan dalam mencapai tujuan ini. 3. Data kuantitatif yang dapat mengukur pencapaian serta pekerjaan yang dilaksanakan untuk tiaptiap program Untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu harus disusun rencana strategis (Renstra). Penyusunan rencana strategis dilakukan dengan melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan dan masyarakat. Agar sistem dapat berjalan dengan baik perlu ditetapkan beberapa hal yang sangat menentukan yaitu standar harga, tolak ukur kinerja dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah. Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah daerah adalah aspek keuangan berupa anggaran berbasis kinerja. Untuk melakukan suatu pengukuran kinerja perlu ditetapkan indikator-indikator terlebih dahulu antara lain indicator masuk (input) berupa dana, sumber daya manusia dan metode kerja. Agar input dapat diinformasikan dengan akurat dalam suatu anggaran, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kewajarannya. Dalam menilai kewajaran input dengan output yang dihasilkan, peran analisa standar biaya sangat diperlukan. Analisa standar biaya adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. Ruang lingkup Anggaran Berbasis Kinerja adalah sebagai berikut. 1. 2. 3. 4.
Menentukan visi dan misi (yang mencerminkan strategi organisasi), tujuan, sasaran dan target. Menentukan Indikator Kinerja Evaluasi dan pengambilan keputusan terhadap pemilihan dan prioritas program. Analisis Standar Biaya
Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2014 Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2014 didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) No.27 Tahun 2013. Pedoman tersebut berisi beberapa hal-hal pokok dalam penyusunan APBD yaitu sebagai berikut. 1. Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dengan Kebijakan Pemerintah 2. Prinsip Penyusunan APBD 3. Kebijakan Penyusunan APBD 4. Teknis Penyusunan APBD Dalam menyusunan APBD Tahun 2014, pemerintah daerah dan DPRD harus memperhatikan halhal sebagai berikut. 1. Penyusunan RKPD (Akhir Bulan Mei) 117
2. Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Ketua TAPD kepada kepala daerah (Minggu 1 bulan Juni) 3. Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh kepala daerah kepada DPRD (Pertengahan bulan Juni) 4. Kesepakatan antara kepala daerah dan DPRD atas Rancangan KUA dan Rancangan PPAS (Akhir bulan Juli) 5. Penerbitan Surat Edaran kepala daerah perihal Pedoman penyusunan RKA-SKPD dan RKAPPKD (Awal bulan Agustus) 6. Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD dan RKA-PPKD serta penyusunan Rancangan Perda tentang APBD (Awal bulan Agustus sampai dengan akhir bulan September) 7. Penyampaian Rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD (Minggu 1 bulan Oktober) 8. Pengambilan persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah (Paling lambat 1 bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan) 9. Menyampaikan Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Perkada tentang Penjabaran APBD kepada MDN/Gub untuk dievaluasi (3 hari kerja setelah persetujuan bersama) 10. Paling lambat 1 bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan (Paling lama 15 hari kerja setelah Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Perkada tentang Penjabaran APBD diterima oleh MDN/Gub) 11. Penyempurnaan Rancangan Perda tentang APBD sesuai hasil evaluasi yang ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD tentang penyempurnaan Rancangan Perda tentang APBD (Paling lambat 7 hari kerja (sejak diterima keputusan hasil evaluasi)) 12. Penyampaian Keputusan DPRD tentang penyempurnaan Rancangan Perda tentang APBD kepada MDN/Gub (3 hari kerja setelah keputusan pimpinan DPRD ditetapkan) 13. Penetapan Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi (Paling lambat akhir desember (31 desember)) 14. Penyampaian Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD kepada MDN/Gub (Paling lambat 7 hari kerja setelah perda dan Perkada ditetapkan) Penelitian Terdahulu 1. Basri (2013) meneliti tentang Analisis Penyusunan Anggaran Dan Laporan Realisasi Anggaran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Sulawesi Utara. Tujuan Untuk Mengetahui proses penyusunan anggaran dan laporan realisasi anggaran pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provisi Sulawesi Utara. Penelitian tersebut menggunakan Metode Deskriptif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa proses penyusunan anggaran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kota Kotamobagu telah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 dan No.22 Tahun 2011. Realisasi Anggaran Tahun 2012 sebesar 95,30%. 2. Korompot (2015) dengan judul Analisis Penyusunan Anggaran Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kota Kotamobagu Tahun Anggaran 2014. Tujuan dari penelitian ini Untuk mengetahui proses penyusunan anggaran di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kota Kotamobagu sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.27 tahun 2013. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan proses penyusunan anggaran pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kota Kotamobagu tahun anggaran 2014 telah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.27 Tahun 2013 tentang Pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu pendekatan penelitian yang membicarakan beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah aktual dengan cara mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasi, dan menganalisis. Dimana peneliti secara langsung 118
mendatangi objek penelitian yaitu Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado untuk memperoleh data-data dan informasi yang dibutuhkan dalam menganalisis penyusunan anggaran. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado yang bertempat di Kelurahan Karame Lingkungan 5, Kota Manado, Sulawesi Utara. Adapun waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai dengan Mei 2016.
Jenis dan Sumber Data 1.
Jenis Data Kuncoro (2013:145) menyatakan bahwa data merupakan sekumpulan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan. Jenis data terbagi atas dua bagian yaitu. 1. Data kualitatif adalah data yang bersumber dari lokasi penelitian yang berupa keterangan dan uraian untuk mengadakan analisis dan menyajikannya dalam penelitian melalui teori-teori yang berlaku. 2. Data kuantitatif adalah data terbentuk angka-angka dan tabel-tabel kemudian melakukan uraian dan penafsiran dalam data-data tersebut. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.
2. Sumber Data Menurut Kuncoro (2013: 148) data dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut. 1. Data primer adalah data yang diperoleh dengan survey lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data original. 2. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari berikut ini. 1. Data berupa dokumen-dokumen penyusunan anggaran yang dapat digunakan untuk menganalisis penyusunan anggaran. 2. Buku-buku literatur, dan jurnal-jurnal penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Prosedur Penelitian
1. 2. 3. 4.
Prosedur penelitian ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut. Perumusan Masalah Pengumpulan Data Analisis Data Penarikan Kesimpulan
Metode Pengumpulan Data Salah satu kegiatan dalam penelitian ini adalah merumuskan metode pengumpulan data sesuai dengan masalah yang diteliti. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan. Metode ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kesesuaian antara teori yang digunakan dengan keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Dalam studi lapangan ini menggunakan dua cara yaitu sebagai berikut. 1. Wawancara langsung, yaitu dengan melakukan percakapan langsung serta tanya jawab dengan pihak Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado
119
2. Studi dokumentasi, dilakukan dengan melakukan penelusuran terhadap dokumen-dokumen yang mendukung penelitian ini, seperti penyusunan anggaran. Metode Analisis Mertode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif, yaitu dengan langkah mengumpulkan dan menyaring keterangan-keterangan yang diperoleh secara menyeluruh dan detail, kemudian diuraikan sehingga diperoleh gambaran yang jelas. Adapun datadata yang diperoleh berupa proses penyusunan anggaran yang selanjutnya dilihat kesesuaiannya dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 27 tahun 2013 tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah tahun anggaran 2014, kemudian dianalisis penerapannya sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Manado Kota Manado terletak di ujung jazirah utara pulau Sulawesi, pada posisi geografis 124 54’BT dan 1 30’ – 1 40’LU. Iklim di kota ini adalah iklim tropis dengan suhu rata-rata 24 – 27 C. Curah hujan rata-rata 3.187 mm/tahun dengan iklim terkering di sekitar bulan Agustus dan terbasah pada bulan Januari. Intensitas penyinaran matahari rata-rata 53% dan kelembaban 84%. Luas wilayah daratan adalah 15.726 hektare. Manado juga merupakan kota pantai yang memiliki garis pantai panjang 18,7 km. Kota ini juga dikelilingi oleh perbukitan dan barisan pegunungan. Wilayah daratannya didominasi oleh kawasan berbukit dengan sebagian daratan rendah di daerah pantai. Interval ketinggian daratan antara 0-40% dengan puncak tertinggi digunung Tumpa. Wilayah perairan Kota Manado meliputi pulau Bunaken, pulau Siladen dan pulau ManadoTua. Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado Terbentuknya desa Karame tahun 1978 dimekarkan dari Wawonasa dengan Kepala Desa Bpk. Haruna. Nama Karame diambil dari bahasa Sangihe yang berarti ramai dan Desa Karame ditunjuk Kepala Desa oleh Wali kota A.A Pelealu pada tanggal 29 maret 1978 yaitu Zeth Walo. Struktur Organisasi Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado 1. Lurah 2. Sekertaris Lurah 3. Kepala Seksi Tata Pemerintahan 4. Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat 5. Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban 6. Kepala Seksi Pelayanan Umum Hasil Penelitian Penyusunan anggaran di Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado dimulai dari pengumpulan data dari bidang mengenai program/kegiatan yang akan dilaksanakan di tahun 2014. Program/kegiatan yang disusun setiap bidang didasarkan pada Rencana Strategis (RENSTRA) Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado yang memberikan gambaran dan arahan kebijakan serta strategi pembangunan pada tahun anggaran 2014 sebagai tolak ukur dan alat bantu dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado. Tahapan penyusunan anggaran satuan kerja pemerintahan daerah adalah sebagai berikut. 1. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Data dari setiap bidang akan dituangkan dalam Rencana Kerja Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) merupakan 120
penjabaran RPJMD untuk 1 (satu) tahun. Renja mempunyai fungsi penting dalam sistem perencanaan daerah karena Renja menerjemahkan perencanaan strategis jangka menengah (RPJMD dan Renstra SKPD) ke dalam rencana program dan penganggaran tahunan. Renja menjembatani sinkronisasi dan harmonisasi rencana strategis dalam langkah-langkah tahunan yang konkrit dan terukur. Renja Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado merupakan dokumen perencanaan untuk 1 (satu) tahun periode yang memuat program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Sebagai dokumenresmi pemerintah daerah Renja dan RKPD mempunyai kedudukan yang strategis yaitu menjembatani antara perencanaan strategis ke dalam rencana regional dengan memuat kebijakan pembangunan, prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi daerah dan program kegiatan SKPD sebagai rencana operasional RKPD yang merupakan pedoman dalam penyusunan kebijakan umum anggaran (KUA) dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS). 2. KUA dan PPAS Kebijakan Umum APBD (KUA) adalah sasaran dan kebijakan daerah dalam satu tahun anggaran yang menjadi petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman penyusunan R-APBD dan RP-APB Program dan Kegiatan Tahun 2014. Program dan kegiatan yang sumber pembiayaan dari APBD ada 8 Program Strategis yaitu sebagai berikut. 1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasaran Aparatur 3. Program Peningkatan Disiplin Aparatur 4. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur 5. Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa 6.Program Perencanaan Pembangunan Daerah 7.Program Penanganan Bencana 8. Program Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) adalah jumlah rupiah batas tertinggi yang dapat dianggarkan oleh tiap-tiap satuan kerja perangkat daerah, termasuk di dalamnya belanja pegawai. Plafon anggaran yang disepakati oleh Pemerintah Daerah dengan DPRD bersifat sementara dalam arti bahwa plafon anggaran harus ditindak lanjuti dengan Peraturan Kepala Daerah menyangkut batasan plafon anggaran yang bersifat tetap/Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) SKPD. Prioritas Plafon Anggaran (PPA) yang telah ditetapkan selanjutnya dijadikan pedoman dalam penyusunan rencana anggaran SKPD pada masing-masing SKPD. 3. Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) KUA/PPAS yang telah disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD (Nota Kesepakatan) selanjutnya dibuat Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD. Dalam Surat Edaran Kepala Daerah memuat hal-hal berikut. 1. PPA yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan. 2. Sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dan kinerja SKPD berkenaan sesuai standar pelayanan minimal yang ditetapkan. 3. Batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD. 4. Hal-hal lainnya yang perlu mendapat perhatian SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja. 5. Dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKA-SKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga. Terdapat beberapa hal yang terkait dengan RKA-SKPD yaitu sebagai berikut. 1. Aspek dan Dimensi RKA-SKPD 2.Pedoman Penyusunan RKA-SKPD 3.Rancangan Anggaran Kinerja
121
4. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) Dalam proses menyusun anggaran Kantor Kelurahan Karame yang menyusun Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) yang kemudian diinput kepada Pemerintah Kota Manado untuk menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD). Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) merupakan dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran. Dalam DPA-SKPD Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado terdapat 8 program/kegiatan sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Program Pelayanan Administrasi Perkantoran Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Program Peningkatan Disiplin Aparatur Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa Program Perencanaan Pembangunan Daerah Program Penanganan Bencana Program Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat
Dari 8 program/kegiatan pada Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado, 7 program/kegiatan sudah terealisasi dengan baik tetapi ada 1 program yang ditiadakan oleh Pemerintah Kota Manado. Pembahasan Penyusunan APBD tahun 2014 pada Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado telah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014 mulai dari penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), KUA/PPAS sampai dengan Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) kemudian disajikan kedalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Basri, (2013) yaitu Analisis Penyusunan Anggaran dan Laporan Realisasi Anggaran pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Sulawesi Utara dan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sulistio, (2010) yaitu Proses Penyusunan Anggaran Kinerja (Studi pada Pemerintah Kabupaten Way Kanan) dan Korompot (2015) yaitu Analisis Penyusunan Anggaran Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Kotamobagu Tahun Anggaran 2014 dijadikan sebagai acuan untuk lebih terperinci dalam membahas proses penyusunan anggaran yang sesuai dengan Permendagri terbaru. Berikut ini jadwal penyusunan APBD Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado Tahun Anggaran 2014. 1. Penyusunan RKPD (Akhir bulan Mei) 2. Penyampaian Rancangan KUA dan PPAS oleh Ketua TAPD kepada Kepala Daerah (Awal bulan Juni) 3. Penyampaian Rancangan KUA dan PPAS oleh Kepala Daerah kepada DPRD (Pertengahan bulan Juni) 4. Kesepakatan antara Kepala Daerah dan DPRD atas rancangan KUS dan PPAS (Akhir bulan Juli) 5. Penerbitan surat edaran Kepala Daerah perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD (Awal bulan Agustus) 6. Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD serta penyusunan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD (Awal bulan Agustus sampai dengan akhir bulan September) 7. Penyampaian rancangan perda tentang APBD kepada DPRD (Awal bulan Oktober) 8. Pengambilan persetujuan bersama DPRD dan Kepala Daerah (paling lambat sebelum tahun anggaran yang bersangkutan) 122
9. Menyampaikan rancangan perda tentang APBD dan rancangan perkada tentang penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri/Gub untuk dievaluasi (3 hari kerja setelah persetujuan bersama) 10. Hasil evaluasi rancangan perda tentang APBD dan rancangan perkada tentang penjabaran APBD (paling lambat 15 hari kerja setelah rancangan perda dan rancangan perkada tentang APBD diterima oleh Menteri Dalam Negeri/Gub) 11. Penyempurnaan Rancangan Perda tentang APBD sesuai hasil evaluasi yang ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD tentang penyempurnaan Rancangan Perda tentang APBD (Paling lambat 7 hari kerja (sejak diterima keputusan hasil evaluasi)) 12. Penyampaian Keputusan DPRD tentang penyempurnaan Rancangan Perda tentang APBD kepada Menteri Dalam Negeri/Gub (3 hari kerja setelah keputusan pimpinan DPRD ditetapkan) 13. Penetapan Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi (Paling lambat akhir Desember (31 Desember)) 14. Penyampaian Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri/Gub (Paling lambat 7 hari kerja setelah perda dan Perkada ditetapkan) Hasil penelitian yang diperoleh, kemudian dibandingkan dengan peraturan yang berlaku, penyusunan anggaran pada Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado tahun anggaran 2014 telah sesuai dengan Permendagri No. 27 Tahun 2013 yang meliputi tahapan mulai dari penyusunan RKPD, KUA/PPAS hingga RKA SKPD dengan baik sehingga dapat menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD). Penyusunan anggaran pada Kantor Kelurahan Karame Kecamtan Singkil Kota Manado sudah disajikan dalam bentuk siklus anggaran daerah. Kiranya diharapkan pada penyusunan anggaran di tahun selanjutnya, Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado harus lebih baik lagi dalam menyusun anggaran tahun selanjutnya, agar dapat menyajikan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) yang efisien dan efektif. Untuk itu, Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado lebih banyak mengikuti sosialisasi dan bimbingan teknis kepada para pegawainya yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM namun juga dapat menghasilkan RKA-SKPD yang transparan, efisien dan efektif demi tujuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado dalam pelaksanaan penyusunan anggaran tahun anggaran 2014 telah sesuai dengan Permendagri No.27 Tahun 2013. 2. Pelaksanaan penyusunan anggaran Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado tahun anggaran 2014 meliputi penyusunan RKPD, KUA/PPAS hingga RKA SKPD dengan baik. 3. Penyusunan Anggaran pada Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado sudah disajikan dalam bentuk siklus anggaran. 4. Dari 8 program/kegiatan pada Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado, 7 program sudah terealisasi dengan baik tetapi ada 1 program yang ditiadakan oleh Pemerintah Kota Manado. Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini yang dapat dijadikan bahan masukan dan perbaikan bagi Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado, sebagai berikut: 1. Kiranya diharapkan pada penyusunan anggaran di tahun selanjutnya, Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado harus lebih baik lagi dalam menyusun anggaran tahun selanjutnya, agar dapat menyajikan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) yang efisien dan efektifitas. 123
2. Kantor Kelurahan Karame Kecamatan Singkil Kota Manado lebih banyak mengikuti sosialisasi dan bimbingan teknis kepada para pegawainya yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM namun juga dapat menghasilkan DPA-SKPD yang transparan, efisien dan efektif demi tujuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Basri, Ramlah. 2013. Analisis Penyusunan Anggaran Dan Laporan Realisasi Anggaran Pada BPM-PD Provinsi Sulawesi Utara. Skripsi. Universitas Samratulangi. Manado. Jurnal EMBA. Vol.1 No.4. (2013) http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/2651/2204. Diakses pada 4 Desember 2013. Hal. 202-212.. Deddi, Iswahyudi, Maulidah. 2012. Akutansi Pemerintahan. Salemba Empat, Jakarta. Hariadi Pramono, Yanuar E. Restianto dan Icuk Rangga Bawono. 2010. Pengelolaan Keuangan Daerah. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Kementrian Dalam Negeri. 2013. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2014. Jakarta. Korompot, Riska. 2015. Analisis Penyusunan Anggaran Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kota Kotamobagu Tahun Anggaran 2014. Skripsi. Universitas Samratulangi. Manado. Jurnal EMBA. Vol.3 No.1. (2015) http://ejourmal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/7612. Diakses pada 26 April 2015. Hal 841-950 Mardiasmo. 2013. Akuntansi Sektor Publik. Andi. Yogyakarta. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual. Suwardjono. 2013. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga. BPFE, Yogyakarta. Nordiawan Deddi dan Ayunyngtias Hertianti. 2010. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Kuncoro. 2013
124
EVALUASI PROSEDUR PEMUNGUTAN CUKAI MINUMAN BERALKOHOL BUATAN DALAM NEGERI PADA KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN C KENDARI
Jenni Febriyanti Kapantouw Inggriani Elim Lidia Mawikere Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Email :
[email protected] ABSTRACT
Excise levies is one component of state revenues that have specific characteristics and different from other tax levies, one type of goods subject to excise that need to be monitored and controlled production and circulation ie excise beverages containing ethyl alcohol, or also known as non-alcoholic beverages. The purpose of this study is to evaluate the tax collection procedure alcoholic beverages domestically. This type of research is qualitative descriptive study to give a clear picture of the issues examined. The results obtained that the procedures for collecting excise alcoholic beverages domestically in KPPBC TMP C Kendari indeed in accordance with Law No. 39 of 2007 concerning amendments to the Law No. 11 Year 1995 on Customs, but there are some provisions excise alcoholic beverages artificial in the country that need to be refined in the regulations by the Director General of Customs and Excise KPPBC TMP C Kendari. TMP C Kendari KPPBC should more thoroughly in the collection of the alcoholic beverage excise, so hope that KPPBC Kendari TMP C is more active in activities such as dissemination to entrepreneurs factory. Keywords: Evaluation Procedures, Collection of Customs. PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini berkembang sangat pesat. Hal itu juga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan. Salah satu negara yang mengalami peningkatan ekonomi yaitu Indonesia, yang sampai saat ini masih berstatus sebagai negara berkembang yang artinya masih sangat membutuhkan banyak dana untuk membiayai pembangunan dan kebutuhan lainnya. Salah satu usaha pemerintah Indonesia untuk membiayai pembangunan yaitu dengan cara meminjam dana dari luar negeri. Saat ini untuk mendapatkan pinjaman dari luar negeri tidak gampang dan kenyataannya walaupun dana pinjaman sudah ada, masih belum cukup untuk memenuhi pembiayaan pembangunan di Indonesia. Untuk itu, maka pemerintah Indonesia terus meningkatkan pendapatan negara melalui sektor pajak dan bea cukai. (Mahmud 2015). Pungutan cukai merupakan salah satu komponen penerimaan negara yang memiliki ciri khusus dan berbeda dengan pungutan pajak lainnya. Ciri khusus yang dimaksud adalah adanya sifat dan karakteristik tertentu pada objek yang dikenakan cukai. Hal ini seperti yang tertuang pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai disadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung untuk memberdayakan peranan cukai sebagai salah satu sumber penerimaan negara sehingga Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 perlu diubah sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijakan pemerintah, maka dari itu dibuatlah Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai sebagai perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995. Barang kena cukai tersebut merupakan barang-barang dengan sifat dan karakteristik tertentu yang pemakaian dan peredarannya perlu diawasi dan dikendalikan. Perlu diawasi karena dapat menimbulkan efek negatif dalam jangka waktu yang panjang dan maksud dikendalikan yaitu agar 125
supaya peredarannya tidak terjadi dengan bebas atau ada batasannya, maka dari itu dipungutlah yang namanya cukai. Cukai juga memiliki kontribusi sangat besar terhadap peningkatan pendapatan negara, oleh karena itu pemerinah terus melakukan upaya pengawasan dan pemungutan agar terus memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara, tetapi juga tidak menimbulkan efek negatif dalam jangka panjang atas konsumsi barang kena cukai tersebut. Salah satu instansi pemerintah yang bertugas dan bertanggungjawab untuk memungut bea dan cukai di wilayah Kendari adalah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. (Mahmud 2015) Indonesia hanya menetapkan tiga komoditi yang dikenakan cukai seperti yang terdapat pada Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007, penerimaan cukai diperoleh dari etil alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan hasil tembakau. Salah satu jenis barang kena cukai yang perlu diawasi dan dikendalikan produksi dan peredarannya yaitu cukai minuman mengandung etil alkohol atau yang dikenal juga dengan minuman beralkohol. Minuman beralkohol yaitu salah satu jenis barang kena cukai yang telah banyak memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara melalui pemungutan cukainya.(Ismitania 2012) Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi prosedur pemungutan cukai minuman beralkohol buatan dalam negeri berdasarkan Undang-undang No. 39 Tahun 2007 perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, mengenai suatu entitas ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, sebagai dasar dalam memilih di antara beberapa alternatif (Lubis 2010:2). Menurut APB Statement No.4 yang dikutip Hery (2013:3) menyatakan Akuntansi adalah sebuah aktivitas jasa, dimana fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, terutama informasi mengenai keuangan dan entitas ekonomi, yang dimaksudkan akan menjadi berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi (dalam membuat pilihan diantara berbagai alternatif yang ada). Menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) yang dikutip Hery (2013:3) mengemukakan bahwa akuntansi adalah seni pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran transaksi dan peristiwa keuangan dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, termasuk penafsiran atas hasil-hasilnya. Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum (Widyaningsih 2011:2). Pajak memiliki dua fungsi, yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran pemerintah. Contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri (Waluyo 2013:6). 2. Fungsi Mengatur (Reguler)
126
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah (Waluyo 2013:6). Definisi Cukai Purwito (2010:408) menyatakan Cukai merupakan pungutan negara yang berbentuk pajak tidak langsung yang dibayarkan atas pembelian barang yang spesifik yang sering disebut dengan barang kena cukai. Karakteristik Cukai Di dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai, sifat dan krakteristik barang-barang tertentu adalah sebagai berikut: 1. Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik: a. Konsumsinya perlu dikendalikan; b. Peredarannya perlu diawasi; c. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau d. Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan undang-undang. 2. Barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai barang kena cukai. Tarif Cukai Tarif cukai diatur dalam Pasal 5 Undang-undang No. 37 Tahun 2007 tentang Cukai perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai, yaitu: 1.
2.
3.
Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi: A. Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi: a. 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau b. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran. B. Untuk yang diimpor: a. 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau b. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran. Barang kena cukai lainnya dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi: A. Untuk yang dibuat di Indonesia: a. 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau b. 80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran. B. Untuk yang diimpor: a. 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau b. 80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran. Tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diubah dari persentase harga dasar menjadi jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai atau sebaliknya atau penggabungan dari keduanya. 127
4.
5.
Penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan alternatif kebijakan Menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan, dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk mendapat persetujuan. Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran tarif cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), serta perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan menteri.
Cukai Minuman Beralkohol Buatan Dalam Negeri Dalam undang-undang cukai No. 39 Tahun 2007 minuman beralkohol disebut dengan minuman mengandung etil alkohol atau MMEA adalah semua benda cair yang lazim disebut minuman mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, atau dengan cara lainnya. Cukai atas minuman beralkohol terdiri atas minuman beralkohol buatan dalam negeri dan minuman beralkohol import. Penggolongan Cukai Minuman Beralkohol Buatan Dalam Negeri Cukai minuman beralkohol terdiri dari 3 golongan berdasarkan kadar alkohol yang terkandung, yaitu sebagai berikut: 1. Kadar 5% golongan A 2. Kadar 5% sampai dengan 20% golongan B 3. Kadar diatas 20% golongan C Pungutan cukai terhadap minuman beralkohol terbagi atas pungutan cukai minuman beralkohol buatan dalam negeri dan pungutan cukai minuman beralkohol import. Penelitian Terdahulu Sinom Ariza (2006) meneliti tentang Evaluasi Prosedur Pemungutan Cukai Hasil Tembakau dan Perkembangan Penerimaannya Pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A Surakarta. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui prosedur pemungutan cukai hasil tembakau dan perkembangan penerimaannya pada kantor pelayanan bea dan cukai tipe A surakarta. Penelitian tersebut menggunakan metode Deskriptif, dan memperoleh hasil penelitian Prosedur pelunasan cukai tembakau dilakukan dengan pelekatan pita cukai. Perkembangan kontribusi penerimaan cukai dari tahun ke tahun meningkat. Persamaan dengan penelitian ini adalah peneliti sebelumnya meneliti topik yang sama yaitu mengevaluasi cukai dan melihat perkembangan penerimaannya di kantor pelayanan bea dan cukai. Perbedaannya adalah peneliti mengambil objek cukai minuman beralkohol sedangkan peneliti sebelumnya mengambil objek cukai hasil tembakau. Dewi M Istamania (2012) meneliti tentang Analisis Kebijakan Pelekatan Pita Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol Buatan Dalam Negeri. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui penerapan kebijakan pelekatan pita minuman mengandung etil alkohol buatan dalam negeri. Penelitian tersebut menggunakan metode Kualitatif, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan pita cukai mempermudah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam mengawasi minuman beralkohol beredar di masyarakat namun tetap saja masih ada kendala waktu dalam melakukan pemesanan pita cukai. Persamaan Peneliti sebelumnya juga meneliti tentang cukai minuman alkohol buatan dalam negeri. Perbedaannya Peneliti sebelumnya lebih memfokuskan penelitian dengan cara pelunasan cukai melalui pelekatan pita cukai, sedangkan peneliti mencoba mengevaluasi pelunasan cukai minuman beralkohol dalam negeri dengan prosedur yang berlaku di kantor bea dan cukai wilayah Manado.
128
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Sedarmayanti & Syarifrudin (2011:25) menyatakan metode penelitian adalah pembahasan mengenai konsep teoritik berbagai metoda kelebihtan dan kelemahannya, yang dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metoda yang digunakan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian deskriptif, jenis penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang bersifat menggambarkan secara sistematis mengenai fakta, situasi dan aktivitas dari objek yang diteliti. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Kendari Jl. Konggoasa No. 3 Kendari Sulawesi Tenggara 93127. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan dari bulan Maret sampai dengan bulan April tahun 2016. Sumber Data Dalam penelitian ini Penulis menggunakan data kualitatif yang berisi tentang prosedur pemungutan cukai minuman beralkohol buatan dalam negeri dengan tujuan ingin menggambarkan atau memaparkan mengenai kondisi pemungutan cukai minuman beralkohol buatan dalam negeri di KPPBC TMP C Kendari berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 perubahan atas Undangundang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah sebagai berikut ini: 1. Teknik Wawancara Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian (Emzir, 2010:50). Teknik wawancara dilakukan dengan Tangya jawab dan diskusi langsung dengan pihak yang ditunjuk Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Kendari untuk menjelaskan secara singkat mengenai pemungutan cukai minuman beralkohol buatan dalam negeri di KPPB TMP C Kendari. 2. Dokumentasi Dengan mengumpulkan dokumen secara langsung di lapangan yaitu mengambil data berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian secara langsung di ambil di Kantor Bea dan Cukai Kendari Dokumen yang diambil berupa dokumen pelengkap seperti slip pembayaran cukai dan beberapa peraturan tentang cukai minuman beralkohol. 3. Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan cara membaca dan mempelajari sumber-sumber kepustakaan berupa buku-buku literature, peraturan perundang-undangan serta dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang dapat digunakan sebagai dasar teori yang melengkapi proses penyusunan skripsi ini. Metode Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan interpretasikan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang dimaksud untuk menggambarkan objek yang diteliti. Penelitian ini menganalisis tentang prosedur, bagaimana Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Kendari melakukan cara pemungutan cukai minuman beralkohol buatan dalam negeri yang beredar di Kota Kendari berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. 129
PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian Bea dan Cukai merupakan institusi global yang hampir semua Negara di dunia memilikinya. Bea Cukai merupakan perangkat Negara “konvensional” seperti halnya kepolisian, kejaksaan, pengadilan, ataupun angkatan bersenjata, yang eksistensinya telah ada sepanjang masa sejarah Negara itu sendiri. Fungsi Bea Cukai di Indonesia diyakini sudah ada sejak zaman kerajaan dahulu, namun belum ditemukan bukti-bukti tertulis yang kuat, kelembagaannya pada waktu itu masih bersifat lokal sesuai wilayah kerajaannya. Sejak VOC masuk, barulah Bea Cukai mulai terlembagakan secara nasional. Visi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai TMP C Kendari Visi dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Kendari yaitu menjadi kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai yang membanggakan dalam kinerja dan citra. Misi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai TMP C Kendari Misi yaitu memberikan pelayanan prima dan melaksanakan pengawasan yang efektif kepada industri perdagangan, pariwisata, dan masyarakat. Tabel 4.1 Perbandingan prosedur sesuai Peraturan Direktur Bea dan Cukai dengan Prosedur yang terjadi di lapangan Prosedur sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea No. dan Cukai Nomor PER01/BC/2014 1 Pengenaan Pemungutan Cukai MMEA atau Minuman Beralkohol (termasuk minuman beralkohol buatan dalam negeri). a. Cukai dipungut atas MMEA yang dikeluarkan dari pabrik. Dan minuman yang dikecualikan dari MMEA yaitu minuman yang mendapatkan fasilitas tidak dipungut cukai atau pembebasan cukai. b. Cukai MMEA dihitung berdasarkan tarif cukai MMEA dan jumlah MMEA dalam liter.
Prosedur yang terjadi di lapangan Pemungutan Cukai Minuman Beralkohol Buatan Dalam Negeri a. Cukai dikenakan terhadap semua minuman beralkohol yang mengandung etil alkohol dengan kadar alkohol berapapun dan atas MMEA yang dikeluarkan dari pabrik. Kecuali minuman berakohol yang diproduksi secara tradisional. b. Cara menghitung tarif cukai minuman beralkohol buatan dalam negeri yaitu digunakan tarif cukai MMEA spesifik dikalikan dengan berapa jumlah liter.
130
Ket. Prosedur yang terjadi dilapangan telah sesuai dengan prosedur yang ada pada peraturan Dirjen Bea dan Cukai.
2
Penetapan Tarif Cukai MMEA atau Minuman Beralkohol (termasuk minuman beralkohol buatan dalam negeri). Tarif cukai MMEA ditetapkan oleh Kepala Kantor: a. Untuk mendapatkan penetapan tarif cukai MMEA, Pengusaha pabrik mengajukan permohonan kepada kepala kantor sebelum memproduksi setiap merek, jenis, volume, kemasan, dan kadar etil alkohol MMEA. b. Permohonan menggunakan formulir penetapan tarif cukai. c. Permohonan wajib dilampiri dengan contoh label, dan hasil uji kadar etil alkohol yang telah dilakukan oleh instansi/lembaga yang terkait yang memiliki kewenangan untuk menguji kadar etil alkohol dan yang telah mendapatkan akreditas dari KAN untuk MMEA dalam negeri. d. Kepala kantor akan menerbitkan keputusan penetapan tarif atau menolaknya dalam jangka waktu 5 hari kerja sejak permohonan diterima dengan lengkap.
Prosedur yang terjadi dilapangan telah sesuai dengan prosedur yang ada pada peraturan Dirjen Pengusaha pabrik akan Bea dan Cukai. mendatangi Kantor Bea dan Cukai untuk mengajukan permohonan penetapan tarif cukai MMEA terhadap kepala kantor, sebelum pengusaha pabrik memproduksi minuman beralkohol tersebut. Pengusaha pabrik harus mengisi formulir penetapan tarif cukai yang sudah tersedia di Kantor Bea dan Cukai. Permohonan yang telah diisi oleh pengusaha pabrik wajib dilampirkan dengan contoh label, dan hasil uji kadar etil alkohol yang dilakukan oleh instansi yang telah mendapatkan akreditasi dari KAN. Kepala Kantor akan menerbitkan surat keputusan penetapan tarif cukai dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal penetapan.
Penetapan Tarif Cukai MMEA atau Minuman Beralkohol (termasuk minuman beralkohol buatan dalam negeri).
a.
b.
c.
d.
Sumber: KPPBC TMP C Kendari Tabel 4.1 Perbandingan prosedur sesuai Peraturan Direktur Bea dan Cukai dengan Prosedur yang terjadi di lapangan Prosedur sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea Prosedur yang terjadi di No. dan Cukai Nomor PERlapangan 01/BC/2014 e. Apabila permohonan telah e. Kepala Kantor akan disetujui, maka kepala kantor menerbitkan surat keputusan akan menerbitkan Surat tarif cukai MMEA jika Keputusan Penetapan Tarif permohonan diterima dan jika Cukai MMEA. Namun apabila permohonan ditolak maka permohonan ditolak, maka Kepala Kantor akan kepala kantor akan mengeluarkan surat penolakan mengeluarkan surat penolakan serta alasan penolakan. dan alasan ditolaknya f. Dalam jangka waktu 5 (lima) permohonan tersebut. hari kerja sejak tanggal f. Kepala kantor akan penetapan kepala kantor harus mengirimkan lembar salinan mengirimkan lembar salinan Keputusan Penetapan Tarif keputusan penetapan tarif cukai Cukai MMEA kepada Direktur MMEA beserta fotocopy berkas 131
Ket. Prosedur yang terjadi dilapangan telah sesuai dengan prosedur yang ada pada peraturan Dirjen Bea dan Cukai.
Cukai dan Kepala Kantor Wilayah dalam jangka waktu 5 hari kerja. g. Apabila terdapat perubahan yang telah ditetapkan sebelumnya, maka Pengusaha Pabrik dan Importir wajib mengajukan kembali permohonan penetapan tarif cukai kepada Kepala Kantor. h. Jika terjadi perubahan tarif cukai MMEA, maka Kepala Kantor akan menetapkan kembali tarif cukai MMEA tanpa didahului permohonan dari Pengusaha Pabrik. i. Untuk penetapan kembali tarif cukai, harus menggunakan formulir penetapan kembali tarif cukai MMEA. j. MMEA yang sudah mendapatkan penetapan tarif cukai, tidak boleh mengajukan penetapan tarif cukai kembali dengan kadar etil alkohol yang lebih rendah, yang dapat berakibat pada beban tarif cukai yang lebih rendah. k. Keputusan Penetapan Tarif Cukai MMEA dapat dicabut jika Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai dicabut.
permohonan kepada Direktur Bea dan Cukai dan Kepala Kantor Wilayah. g. Pengusaha pabrik atau importir akan mengajukan kembali permohonan kepada kepala kantor jika terdapat perubahan yang telah ditetapkan sebelum adanya perubahan tersebut. h. Kepala kantor tidak boleh menetapkan kembali tarif cukai MMEA jika tidak didahului permohonan dari Pengusaha Pabrik atau Importir. i. Formulir penetapan kembali tarif cukai MMEA harus digunakan jika pengusaha pabrik atau importir ingin menetapkan kembali tarif cukai tersebut. j. Pengusaha pabrik atau Importir tidak boleh mengajukan penetapan kembali dengan kadar alkohol yang lebih rendah. k. Jika nomor pokok pengusaaha barang kena cukai dicabut, maka keputusan penetapan tarif cukai MMEA tersebut ikut dicabut atau dapat dinyatakan batal.
Sumber: KPPBC TMP C Kendari Pembahasan Berdasarkan hasil perbandingan diatas, untuk tahap pemungutan cukai terhadap MMEA atau minuman beralkohol termasuk didalamnya minuman beralkohol buatan dalam negeri telah sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam Peraturan Dirjen Bea dan Cukai dimana cukai dipungut atas MMEA yang dikeluarkan dari pabrik, hal ini telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai yang menyatakan bahwa Cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia dilunasi pada saat barang kena cukai tersebut dikeluarkan dari pabrik atau tempat penyimpanannya. Prosedur penetapan tarif cukai MMEA untuk tahap pelunasan pada umumnya sudah berdasarkan dengan prosedur yang seharusnya. Namun dalam Peraturan Dirjen Bea dan Cukai, untuk pelaksanaan prosedur pelunasan cukai tidak dijelaskan tentang pemesanan pita cukai dengan menggunakan media elektronik. Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Kendari telah menggunakan Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi (SAC-S) yang terdapat pada media elektronik yang menggunakan jaringan internet, dengan cara langsung mengisi formulir CK-1A dan pada saat itu pula data yang diajukan oleh pengusaha pabrik sudah langsung terkirim sampai di Kantor Pusat Bea dan Cukai. Hal tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 pasal 3a ayat (1) tentang cukai yang menyatakan bahwa “Dokumen cukai dan/atau dokumen 132
pelengkap cukai disampaikan dalam bentuk tulisan diatas formulir atau dalam bentuk data elektronik”. PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan bahwa prosedur pemungutan cukai minuman beralkohol buatan dalam negeri sebenarnya telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Namun, dalam Undang-Undang tersebut belum sepenuhnya mendukung untuk tata cara pemungutan cukai minuman beralkohol atau MMEA, karena dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tersebut belum menjelaskan secara spesifik tentang ketentuan pemungutan cukai minuman beralkohol khususnya cukai tentang minuman beralkohol buatan dalam negeri yang sampai saat ini belum diatur lebih lanjut. Saran Saran bahwa Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Kendari bisa terus meningkatkan kualitas dalam melaksanakan prosedur untuk pemungutan cukai minuman beralkohol buatan dalam negeri, karena telah melihat banyaknya jenis minuman beralkohol buatan dalam negeri yang telah banyak beredar di Kendari yang dapat berpotensi meningkatkan pendapatan negara. Oleh karena itu KPPBC TMP C Kendari lebih teliti lagi dalam pemungutan cukai minuman beralkohol tersebut, dan penulis berharap agar KPPBC TMP C Kendari ini lebih aktif lagi dalam kegiatan-kegiatan seperti sosialisasi kepada pengusaha-pengusaha pabrik tentang cukai khususnya cukai minuman beralkohol buatan dalam negeri dan tata cara pemungutannya, agar para pengusaha pabrik bisa mengerti dan memudahkan para pengusaha pabrik dalam hal ini pemungutan cukainya agar mencapai maksud dan tujuan dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. DAFTAR PUSTAKA Ariza, Sinom, 2006. Evaluasi Prosedur Pemungutan Cukai Hasil Tembakau dan Proses Perkembangan Penerimaannya Di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A Surakarta. Tugas Akhir. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Surakarta. http://eprints.uns.ac.id/2619. diakses 21 Februari 2016. Ismitanisa, M, Dewi, 2012. Analisis Kebijakan Pelekatan Pita Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol Buatan Dalam Negeri. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Depok. http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ve d=0CCUQFjAB&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3Dpdf%2Fmetadata20320732.pdf&ei=ELwFVa7GBIS7uAT5YGAAw&usg=AFQjCNHbsZyawaheRUz0KSolywcSWIYnrA&bvm=bv.88198703,d.c2E. Diakses 14 Maret 2016. Lubis, Arfan Ikhsan, 2010. Akuntansi Keperilakuan. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Mahmud, Lilyani,2015. Evaluasi Prosedur Pemungutan Cukai Minuman Beralkohol Buatan Dalam Negeri dan Perkembangan Penerimaannya Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Kendari. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitasi Sam Ratulangi. Manado. Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER01/BC.2014 tentang tata cara pemungutan cukai etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan konsentrat mengandung etil alkohol, Jakarta. Purwito, Ali, 2010. Kepabeanan dan Cukai : (Pajak Lalu Lintas Barang) Konsep dan Aplikasi. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. Sedarmayanti, Syarifudin, 2011. Metodologi Penelitian. Mandar Maju, Bandung. Waluyo. 2013. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta Selatan. Widyaningsih, Aristanti, 2011. Hukum Pajak dan Perpajakan. Penerbit Alfabeta, Bandung.
133
ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA SORONG Martha Marice Koibur Sifrid Pangemanan Harijanto Sabijono Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Email :
[email protected] ABSTRAK Granting regional autonomy is intended to improve the effectiveness and efficiency of government administration in order to manage and take care of its own country, especially in development finance. Local Revenue (PAD) are all local revenues derived from economic resources native to the area, and one of the sources of revenue that have the largest contribution coming from the Regional Tax and Retribution. Local Taxes and Levies is one form of public participation in the implementation of otonomi area . local Taxes and levies a local revenue sources that are essential to finance the implementation of government and regional development. the aim of this study was to determine Contributions of local Taxes to PAD in Sorong. this research uses primer method. data analysis techniques used through the analysis of the percentage contribution. Based on the survey results revealed that in 2011 to 2014 local taxes was a contributing factor to the PAD. in the reception area is the largest tax contribution occurred in 2012 by 49%, while the lowest tax revenue occurred in 2010, namely 18%. And the contribution of each type of local tax receipts largest occurred in 2012 which amounted to 20,07% BPHTB tax and revenue realization is kind of the lowest tax registration tax perus.perdangan is 0,25% Keywords: Local Taxes and Local Revenue
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur, merata material dan spiritual, yang dapat diwujudkan melalui pembangunan nasional secara bertahap, terencana, dan berkelanjutan. Untuk melaksanakan pembangunan dan menjalankan roda pemerintahan tentunya dibutuhkan dana yang sangat besar, dana tersebut berasal dari dalam dan luar negeri. Namun sumber penerimaan diusahakan tetap bertumpu pada penerimaan dalam negeri dan penerimaan dari sumber-sumber luar negeri hanya sebagai pelengkap. Salah satu penerimaan dalam negeri yang menjadi sumber dana utama dan sangat potensial dalam membiayai pembangunan nasional berasal dari sektor perpajakan. Untuk melaksanakan pembangunan yang berkesinambungan maka daerah kota lebih dituntut untuk menggali seoptimal mungkin sumber-sumber keuangannya seperti: Pajak, retribusi atau pungutan yang merupakan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah, seperti yang tertuang dalam undang-undang Nomor 28 tahun 2009 1). Pendapatan Pajak Daerah, meliputi : Hasil pajak daerah, Hasil retribusi daerah, Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ; dan Lain lain pendapatan daerah yang sah. 2).Dalam perimbangan. 3), dan Pinjaman daerah. 4). Lain lain pendaptan daerah yang sah.
134
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD di Kota Sorong ?
TINJAUAN PUSTAKA Definisi Akuntansi Reeve, Warren, dan Duchac (2012), mendenifisikan akuntansi sebagai sistem informasi yang menyediakan laporan kepada pengguna tentang kegiatan ekonomi dan kondisi bisnis Disamping itu, akuntansi memberikan informasi kepada pengguna lain dalam menilai kinerja ekonomi dan kondisi bisnis. Dengan demikian, akuntansi dapat didenifisikan sebagai suatu sistem informasi yang menyediakan laporan kepada pengguna tentang kegiatan karena akuntansi adalah sarana. Konsep Akuntansi Pajak Muljono (2010), mendefinisikan pajak sebagai suatu pengalihan sumber- sumber yang wajib di lakukan dari sector swasta kepada sector pemerintah berdasarkan peraturan tanpa suatu imbalan kembali dan langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat menjalankan tugas-tugasnya dalam menjalankan pemerintahan (Tarida, 2014:698). Menurut Cnossen, Apabila suatu negara secara nasional
mempunyai pembukuan yang kurang baik,maka akibatnya negara itu akan mengalami kesulitan dalam menyusun sistem perpajakan yang baik (Waluyo 2012:38). Akuntansi pajak tercipta karena adanya suatu prinsip dasar yang diatur dalam undangundang perpajakan dan pembentukannya dipengaruhi oleh fungsi perpajakan dalam menginplementasikan sebagai kebijakan pemerintah. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa Akuntansi pajak dapat didenifisikan sebagai sistem akuntansi yang mengkalkulasi, menangani, mencatat, bahkan menganalisa dan membuat strategi perpajakan sehubungan dengan kejadian-kejadian ekonomi transaksi perusahaan. Akuntansi pajak adalah akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan perundang-undangan perpajakan beserta aturan pelaksanaannya. Fungsinya, mengelolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang membuat perhitungan perpajakan. Konsep Pajak Beberapa ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang berbeda mengenai pajak. Namun demikian, berbagai definisi tersebut pada dasarnya memiliki tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Definisi – definisi tersebut diantaranya sebagai berikut. 1. Menurut Soemitro dalam Muljono (2010:1), pengertian pajak adalah sebagai berikut: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 2. Menurut Soemitro, dikutip oleh mardiasmo (2016 : 1), menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Fungsi pajak Fungsi utama dari system pajak adalah untuk meningkatkan pendapatan yang cukup untuk membiayai pengeluaran penting pada barang dan jasa yang di sediakan oleh pemerintah. Jika suatu Negara ingin mengembangkan, membutuhkan untuk mengumpulkan penerimaan pajak jumlah 135
yang lebih besar dari 10-15 persen ditemukan di banyak Negara berkembang. Pajak merupakan salah satu instrumen terbaik untuk meningkatkan potensi (Pius, 2014 : 449 ). Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kemandirian pemerintah kabupaten/kota dapat dilihat dari besarnya PAD yang diperoleh pemerintah kabupaten/kota tersebut. Semakin besar PAD yang diperoleh oleh kabupaten dan kota tersebut untuk membiayai pengeluaran dalam melaksanakan wewenang dan tanggung jawabnya kepada masyarakat, maka akan mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan dari pemerintah pusat. Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang mungkin dipungut oleh daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah (Sekayu, 2013:138). PAD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah sebelumnya kurang mendapat perhatian, keadaan ini disebabkan ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, sumber dana pembangunan daerah sebagian besar diperoleh dari pemerintah pusat sementara kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur penggunaan dana tersebut relatif terbatas. Pajak Daerah Menurut mardiasmo (2011), pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak daerah, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut UU No 28 tahun 2009 Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Konsep Kontribusi
Kontribusi adalah sesuatu yang diberikan bersama-sama oleh pihak lain, untuk tujuan biaya, atau kerugian tertentu atau bersama, sehinnga kontribusi disini bisa diartikan sebagai sumbangan yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap besarnya belanja pembangunan daerah (Tumurang : 2011,22). Penelitian Terdahulu Tumurang (2011) Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Minahasa Selatan. Letak kesamaan pada dengan penelitian ini adalah sama-sama melakukan penelitian tentang pajak daerah, tetapi dalam penelitian ini tidak hanya membahas tentang pajak daerah tetapi ada juga 11 pajak yang lainnya. Metode Penelitian Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar menggunakan data kuantitatif berupa Daftar Rincian Penerimaan Pendapatan Daerah Kota Sorong . Di sisi lain, data kulitatif berupa struktur organisasi, tugas, dan kepegawaian dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Sorong.
Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Sorong, yaitu data berupa jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota
136
Sorong tahun 2010 – 2014 berupa data kuantitatif yang kemudian dijadikan data kualitatif dengan mendeskripsikan angka – angka tersebut. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan Data Kualitatif yaitu jumlah PAD Kota Sorong dari tahun 2010-2014 yang kemudian di jadikan Data Kualitatif yaitu dengan mendeskriptifkan angka-angka . Dalam studi lapangan ini penelitian dapat di lakukan dengan cara wawancara langsung yaitu dengan percakapan langsung serta Tanya jawab dengan pihak Dinas Pendapatan Kota Sorong dan mendapatkan data berupa Daftar Rincian Penerimaan Pendapatan Daerah Kota Sorong. Definisi Operasional 1.
2.
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang di gunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pajak daerah yang dimaksudkan oleh peneliti adalah penerimaan Pajak daerah yang ada di Kota Sorong. Variabel ini diukur dari jumlah penerimaan Pajak Daerah dalam satuan Rupiah. Pendapatan Asli Daerah yang dimaksudkan oleh peneliti adalah Pendapatan Asli Daerah yang ada di Kota Sorong, yang terdiri dari Pajak Daerah. Variabel ini diukur dari jumlah Pendapatan Asli Daerah dalam satuan Rupiah. (Landjang : 2011)
Teknik Analisis Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ; 1. Peneliti mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan judul skripsi seperti tabel realisasi penerimaan PAD. 2. Memperoleh gambaran umum dari objek penelitian secara keseluruhan serta mengetahui permasalah yang ada. 3. Mengolah data yang ada. 4. Menarik kesimpulan dan memberikan saran yang dianggap perlu sebagai perbaikan dalam masalah yang ada. Metode Analisis Data Adapun metode analisis yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan rumus sebagai berikut.
Keterangan : X = Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Y = Realisasi Penerimaan PAD
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sekilas Kota Sorong 137
Secara geografis, Kota Sorong berada pada koordinat 131°51' Bujur Timur dan 0° 54' Lintang Selatan, memiliki batas-batas sebagai berikut : Sebelah Timur : berbatasan dengan Distrik Makbon (Kabupaten Sorong) dan Selat Dampir Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Dampir Sebelah Utara : berbatasan dengan Distrik Makbon (Kabupaten Sorong) dan Selat Dampir Sebelah Selatan : berbatasan dengan Distrik Aimas (Kabupaten Sorong) dan Distrik Salawati (Kabupaten Raja Ampat) Luas wilayah Kota Sorong mencapai 1.105,00 km2, atau sekitar 1.13% dari total luas wilayah Papua Barat. Wilayah kota ini berada pada ketinggian 3 meter dari permukaan laut dan suhu udara minimum di Kota Sorong sekitar 23, 1 ° C dan suhu udara maximum sekitar 33, 7 ° C. Secara Administratif Kota Sorong terbagi kedalam enam wilayah kecamatan dan tiga puluh satu kelurahan. Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Kota Sorong No
Kecamatan
Luas Wilayah ( km2)
1 Sorong 2 Sorong Barat 3 Sorong Timur 4 Sorong Kepulauan 5 Sorong Utara 6 Sorong Manoi Jumlah Sumber data : Bps Kota Sorong
Kelurahan
126,85 254,15 158,22 200,10 229,71 135,97 1.105,00
5 5 7 4 5 5 31
Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada gambar dibawah ini sebagai berikut.
Luas Wilayah ( % ) 12%
23%
21% 14% 18%
Sorong
Sorong Barat
Sorong Timur
12%
Sorong kepulauan
Sorong Utara
Sorong Manoi
Kota Sorong pada mulanya merupakan salah satu kecamatan yang dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Sorong. Kemudian menjadi Kota Administratif Sorong berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1996 tanggal 3 Juni 1996. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 138
Kota Administratif Sorong ditingkatkan statusnya menjadi daerah otonom Kota Sorong. Pada tanggal 12 Oktober 1999 bertempat di Jakarta dilaksanakan pelantikan Pejabat Walikota Sorong Drs. J. A. Jumame, kemudian pada tanggal 28 Februari 2000, secara resmi Kota Sorong terpisah dari Kabupaten Sorong. Hasil Penelitian Realisasi Penerimaan Pajak Daerah di Kota Sorong Tabel 4.2 Target Anggaran dan Realisasi Pajak Daerah Kota Sorong Tahun 2010-2014 No
Tahun
Target
Realisasi
Selisih (Rp)
1
2010
3.160.000.000
4.513.840.772
1.353.840.772
2
2011
8.050.000.000
9.259.567.134
1.209.567.134
3
2012
9.020.000.000
11.493.050.866
2.473.050.866
4
2013
7.500.000.000
14.244.736.024
6.744.736.024
5
2014
24.750.000.000
26.082.507.855
1.332.507.855
Sumber data diolah. Pada tabel 4.1 telihat bahwa pajak daerah pada tiap tahunnya selalu memenuhi target. Pada tahun 2013 terdapat selisih Rp.6.744.736.024 yang merupakan selisih tertinggi, dari target yang ditentukan sebesar Rp.7.500.000.000 dengan realisasi sebesar 14.244.736.024 dan tahun 2011 terdapat selisih Rp. 1.209.567.134 yang merupakan selisih terendah dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 8.050.000.000 dengan realisasi yang di dapat sebesar Rp. 9.259.567.134. Kondisi ini menunjukan bahwa dari tahun 2010 sampai tahun 2014 rata-rata terjadi peningkatan selisih antara target dengan realisasi pajak daerah. Tabel 4.3 Target Anggaran dan Realisasi PAD Kota Sorong Tahun 2010-2014 No
Tahun
Target
Realisasi
Selisih (Rp)
1
2010
17.607.000.000
25.709.752.924
8.102.752.924
2
2011
26.403.000.000
25.238.601.351
-1.164.398.649
3
2012
20.692.700.000
24.401.094.465
3.708.394.465
4
2013
22.984.990.000
85.825.752.494
62.840.762.494
5
2014
87.804.850.000
26.082.507.855
-61.722.342.145
Sumber data diolah. Pada tabel 4.3 terlihat bahwa PAD di Kota Sorong tiap tahunnya selalu memenuhi target yang ditentukan. Namun Pada tahun 2011 PAD yang ditargetkan tidak memenuhi syarat dengan selisih sebesar Rp. -1.164.398 dari target yang ditentukan sebesar Rp. 26.403.000.000 sedangkan yang terealisasi adalah Rp.25.236.601.351, yang merupakan selisih terendah. Dan pada tahun 2014 PAD yang ditargetkan juga 139
tidak memenuhi target dengan selisih sebesar Rp. -61.722.342.145 yang merupakan selisih terbesar. dan realisasi PAD yang memenuhi target terjadi pada tahun 2013 sebesar Rp.85.825.752.494 dengan selisih Rp.62.840.762.494, dari targetkan yang ditentu merupakan PAD terbesar. Begitupun dengan tahun 2010 dengan target 17.607.000.000 dengan realiasi sebesar Rp.25.709.752.924, dan di tahun 2012 PAD juga memenuhi target dengan selisih sebesar Rp. 3.708.394.465. Pembahasan Berdasarkan hasil perhitungan kontribusi setiap jenis Pajak Daerah terhadap PAD, pada umumnya persentase kontribusi dari setiap jenis Pajak Daerah terhadap PAD berfluktuasi. Pajak hotel kontribusinya terhadap PAD mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu 1.48 % dari 2.52 % pada tahun sebelumnya. Pajak restoran kontribusinya terhadap PAD mengalami penurunan pada tahun 2014 yaitu 3.50 % dari tahun sebelumnya 3.81 %. Pajak hiburan memberikan kontribusi 0,50 % pada tahun 2013 dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi 10.4 %. Pajak reklame, juga mengalami penurunan selama tiga tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2011 dan tahun 2012 dari tahun sebelumnya yaitu 2.59 % dan 3.71 % dari 3.16 %. Pajak penerangan jalan umum memberikan kontribusi paling rendah pada tahun 2014 yaitu 5.50 % dan memberikan kontribusi tertinggi pada tahun 2012 sebesar 12.48 %. Pajak bahan galian tidak memberikan kontribusi selama dua tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2013 dan tahun 2014 dan memberikan kontribusi terendah pada tahun 2010 yaitu 0.34 % dan memberikan kontribusi tertinggi yaitu 0.73 %, seperti pajak penerangan jalan, pajak radio, pajak bangsa asing , pajak perusahaan dagang dan pajak industry & jasa juga tidak memberikan memberikan kontribusi selama tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, sedangkan pajak BPHTB memberikan kontribusi terendah pada tahun 2014 yaitu 5.71 % dan pajak kontribusi BPHTB tertinggi pada tahun 2012 yaitu 20.7 % dan tidak memberikan kontribusi pada tahun 2010. Pajak PBB-P2 memberikan kontribusi sebesar 8.67 % sedangkan empat tahun sebelumnya pajak PBB-P2 tidak memberikan kontribusi. Selama tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, kontribusi setiap jenis pajak paling tinggi terjadi pada tahun 2012. Dari semua jenis pajak daerah yang ada, pajak BPHTB memiliki persentase kontribusi sebesar 20.07 %. Sedangkan kontribusi paling rendah terjadi pada 2010 yaitu pajak pendaftaran perus.perdagangan dengan persentase kontribusinya hanya 0.25 %. Pada tahun 2010 sampai dengan 2014 baik pajak daerah maupun PAD menunjukkan perubahan di setiap penerimaan tiap tahun. Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan data PAD untuk tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 (tabel 4.1 dan tabel 4.2 ), dapat dilakukan analisis besarnya Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD Kota Sorong sebagai berikut.
Tabel 4.4 Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD Tahun 2010-2014
140
Tahun
Target
Realisasi
PAD
Persentase
2010
3,160,000,000
4,513,840,772
25,709,752,924
18 %
2011
8,050,000,000
9,259,567,134
25,238,601,351
37%
2012
9,020,000,000
11,493,050,866
24,401,094,465
49 %
2013
7,500,000,000
14,244,736,024
56,766,449,295
25,10 %
2014
24,750,000,000
26,082,507,855
85,825,752,494
30,40 %
Sumber Data diolah. Pada tabel 4.4 mengenai target dan realisasi pajak daerah diketahui bahwa pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 pajak daerah selalu mengalami peningkatan dalam realisasinya. Dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 penerimaan pajak daerah sudah memenuhi target yang di tetapkan. Pada tahun 2010, dapat di lihat bahwa tingkat persentase mencapai 18% yaitu realisasi pajak daerah mencapai Rp.4,513,840,772 dari target yang di tetapkan yaitu Rp.3,160,000,000 sehingga dapat diketahui bahwa realisasi Pajak Daerah mengalami peningkatan sebesar Rp.1,353,840,772. Pada tahun 2011, dapat di lihat bahwa tingkat persentase mencapai 37 % yaitu realisasi pajak daerah mencapai Rp.9,259,567,134 dari target yang ditetapkan yaitu Rp.8,050,000,000 sehingga dapat diketahui bahwa realisasi pajak pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar Rp.1,209,567,134. Hal menunjukkan bahwa wajib pajak semakin baik dalam membayar pajak. Pada tahun 2012, dapat dilihat bahwa tingkat persentase mencapai 49% yaitu realisasi Pajak Daerah mencapai Rp.11,493,050,866 dari target yang ditetapkan yaitu Rp.9,020,000,000 sehingga dapat di ketahui bahwa realisasi pajak daerah pada tahun 2012 terus menunjukkan peningkatan sebesar Rp.2,473,050,866. Pada tahun 2013, dapat dilihat bahwa tingkat persentase mengalami penurunan sebesar 25,10% yaitu realisasi pajak daerah sebesar Rp. 14,244,736,024 dari target yang ditetapkan yaitu sebesar Rp. 7,500,000,000. Dan pada tahun 2014 penerimaan pajak daerah sudah memenuhi target yang ditetapkan dengan tingkat persentase mencapai 30,40% yaitu realisasi pajak daerah mencapai Rp.26,082,507,855 dari target yang di tetapakan yaitu Rp.24,750,000,000. Hal tersebut disebabkan karena wajib pajak yang semakin tepat membayar pajak dan juga usaha dari pemerintah setempat melalui petugas – petugas kantor dispenda kota sorong.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat mengemukakan beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut. 1. Kontribusi pajak daerah terhadap PAD dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, Pajak Daerah memberikan penerimaan kontribusi terbesar pada tahun 2012 sebesar 49 %, Sedangkan penerimaan pajak terendah pada tahun 2010 yaitu 18 %. 2. Dari tahun 2010 sampai dengan 2014, realisasi penerimaan terbesar pada jenis pajak daerah terjadi pada tahun 2012 yaitu pajak BPHTB sebesar 20.07 % dan realisasi penerimaan terendah pajak pendaftaran perus. Perdagangan yaitu 0.25 % 3. Dari tahun 2010 sampai dengan 2014, realisasi penerimaan PAD tidak mencapai 100 % sesuai dengan PAD yang sudah di targetkan. 4. Tinggi atau rendahnya kontribusi dari setiap pajak daerah yang ada dipengaruhi oleh banyak sedikitnya penyelenggaraan yang terjadi atas setiap jenis pajak tersebut. 141
Saran Dalam hubungan dengan kesimpulan tersebut, penulis dapat meemberikan bebrapa saran yaitu sebagai berikut. 1. Dinas Pendapatan Daerah Kota Sorong hendaknya meningkatkan sosialisasi mengenai peraturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang berlaku. 2. Serta Dinas Pendapatan Daerah Kota Sorong hendaknya dapat meningkatkan kualitas kinerja. 3. Lewat Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi Dinas Pendapatan Daerah Kota Sorong untuk dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada di Kota Sorong. DAFTAR PUSTAKA Boby Rantow Payu, 2014 Analisis Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Gorontalo. Jurnal Akuntansi/Volume XVIII, No.01, Januari 2014: 141-150 http;//www.google.com : PERDA Kota Sorong No 1 Tahun 2011 Kieso weygant warfield 2011 Intermediate volume 1 IFRS edition WileyMardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Andi. Yogyakarta. Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi Terbaru.Andi. Yogyakarta. Mohamad Riduansyah,2003. Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna mendukung pelaksanaa Otonomi Daerah.(Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor Periode 1993/1994-2004) Nancy Irma Landjang, 2011 Analisis kontirbusi penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Manado. Skripsi(tidak di publikasi) Fakultas Ekonomi dan Unsrat Manado Novita Synthia Tumurang, 2011 Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Minahasa Selatan. Skripsi(Tidak di publikasi) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsrat Manado. Neringa Slavinskalte 2013 Development Of Local Municipality Taxes and Principles of Fiscal Policy in Lithuania. American International Journal of Contemporary Research, Vol.3 No.8 August 2013 Pius V. C. Okoye 2014 The Impact of E-Taxation on revenue Generation in Enugu, Nigeria. Internasional Journal Of Advance Research (2014), Volume 2, Issue 2, 449-458 Randy J.R. Walakandou 2013 Analisis Kontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Manado. Skripsi(Tidak di publikasi) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsrat Manado. Rahmaniyah Sekayu, 2013. Analisis kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) di kabupaten musi banyuasin. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi (Jenius) Vol.3 No.2 Mei 2013 Reeve, Warren dan Duchac 2012, Principle Accounting 23e Skousen Langenderfer Alberth 2009, Accounting Principle and Applications
Tarida Elisa Butarbutar, Analisa peranan Pajak Parkir terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota Tomohon
[email protected]. Jurnal Emba Vol.2 No.4 2014, Ha. 697-704 Waluyo 2012, Akuntansi Pajak Edisi 4 Penerbit Salemba Empat Winda Ayu Mustika 2014, Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Pemerintah Kota Surabaya. Vol 3 No 6 (2014) __________. UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. __________. UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
142
ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN RAJA AMPAT TAHUN 2010 - 2014 Trivosa Isir1 Ventje Ilat2 Lidia Mawikere3 1,2,3
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Email :
[email protected]
Abstract Local generated revenue is one indicators a successfully on local financials independence in financing governments activiy, because of it regency of King Ampat tried to explore financial resources by local tax and local charges exist to maximize general income. The study aims to determine the extent of the contribution of local taxes and local charges to the local generrated income. The methods used in this research is qualitative diskriptif by explaining the contribusions and the average contribution of each component of local tax and local charge as well as the total contributions of local tax and local charge periode 2010-2014 are presented in table as well as its descriptions. Results from this study indicate that the contribution of local tax and local charge to the local generated income in the regency of King Ampat during the periode of 2010-2014 are fluctuated. The biggest contributios of local tax is occurred in 2014 and the lowest contribution occurred in 2013. While the contribution of the largest in the levies was occurred in 2010 and the lowest contribution occurred in in the year 2013. Keywords :Analysis Contribution, Local Tax, Local Retribution, Local Revenue PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak diberlakukan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang luas dengan tujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam membiayai dan melaksanakan pembangunannya. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi aktif masyarakat dan wajib melaksanakan pertanggungjawaban kepada masyarakat (Aji : 2014). Pemberian otonomi yang luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Kambu : 2014). Penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrasi pemerintahan, pembangunan maupun pelayanan kepada masyarakat merupakan salah satu upaya peningkatan stabilitas politik dan kesatuan bangsa. Pemberian otonomi kepada daerah ditujukan supaya daerah mampu bertanggungjawab untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Aini : 2015). Sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah, maka masing–masing daerah otonom dituntut untuk berupaya meningkatkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat di daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang dikumpulkan oleh daerah dan merupakan sumber penerimaan utama bagi suatu negara (Jaya & Dwirandra : 2014). Beberapa komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang sah. Empat komponen sumber PAD, khususnya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif untuk peningkatan PAD (Kusuma & Wirawati:2013). Semakin 143
besar PAD yang diperoleh oleh kabupaten dan kota untuk membiayai pengeluaran dalam melaksanakan wewenang dan tanggung jawabnya kepada masyarakat, maka akan mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan dari pemerintah pusat (Fery & Devianty : 2013). Sama seperti Daerah-Daerah yang lain, Kabupaten Raja Ampat juga merupakan salah satu daerah otonom di era Otonomi Khusus (Otsus) dalam melaksanakan pembangunan, menganut asas desentralisasi yang diwujudkan dalam prakasa baik dalam menentukan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan segi pembiayaan maupun perangkat pelaksanaannya (De Rooy : 2015). Kabupaten Raja Ampat masih mengalami kendala dalam menggali potensi-potensi atau sumber daya alam yang ada sebagai penerimaan PAD karena tantangan kondisi geografis dan infrastruktur yang belum memadai, namun guna mempercepat pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan, pemerintah Kabupaten Raja Ampat berusaha untuk meningkatkan PAD melalui Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis optimal tidaknya realisasi kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Raja Ampat. TINJAUAN PUSTAKA Akuntansi Pemerintahan Menurut Mahmudi (2011:209), menyatakan bahwa sistem akuntansi pemerintahan merupakan serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikthisaran, dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan organisasi pemerintahan. Akuntansi pemerintah didefinisikan sebagai proses pencatatan, pengumpulan dan pembelanjaan sumber-sumber keuangan pemerintah dan pembuatan laporan keuangan yang terkait dengan beberapa atau semua kegiatan operasional dengan hasilnya. Akuntansi pemerintah merupakan bidang tersendiri yang memerlukan pembahasan yang berbeda dengan akuntansi organisasi lainnya. Standar Akuntansi Pemerintahan Standar Akuntansi Pemerintahan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsipprinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah Pramono, Restianto, dan Bawono (2010:112). Kinerja Kinerja Kinerja organisasi didefinisikan sebagai efektifitas organisasi secara menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan yng ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui usahausaha yang sistematik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terusmenerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif (Sinambela, 2012:186). Dessler (2013: 182) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah merupakan upaya sistematis untuk membandingkan apa yang dicapai seseorang dibandingkan dengan standar yang ada. Tujuannya, yaitu untuk mendorong kinerja seseorang agar bisa berada diatas rata-rata. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah menilai hasil kerja suatu organisasi publik. Tujuan Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja menurut Sinambela (2012: 187) mempunyai tiga tujuan, yaitu: 1. Membantu memperbaiki kinerja agar kegiatan terfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. 2. Pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. 3. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Aspek – Aspek Pengukuran Kinerja Aspek-Aspek Pengukuran Kinerja Sektor Publik Pengukuran kinerja organisasi sektor publik menurut Mohammand (2009:31) meliputi aspek-aspek, antara lain: 1. Kelompok masukan (input); segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. 2. Kelompok proses (process); ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. 3. Kelompok keluaran (output); sesuatu yang 144
diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible). 4. Kelompok hasil (outcome); segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung. 5. Kelompok manfaat (benefit); sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. 6. Kelompok dampak (impact); pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif. Pengertian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.
Peran Laporan Keuangan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Analisis Rasio Keuangan Untuk mengukur kinerja keuangan dalam organisasi pemerintah ada beberapa analisis rasio keuangan yang digunakan, salah satunya sebagai berikut. Rasio Kemandirian Pendapatan Asli Daerah Rasio Kemandirian =
X 100 % Bantuan Pusat dan Pinjaman Atau Pendapatan Asli Daerah
Rasio Kemandirian =
X 100 %
Total Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Pendapatan asli daerah selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang dipungut menurut Peraturan Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Selanjutnya, yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah berdasarkan UU No.34 Tahun 2004 adalah Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahakan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberi keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Pajak Daerah Pajak daerah merupakan sumber keuangan pokok di samping retribusi daerah. pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah peraturan daerah (Perda) yang wewenang pemungutannya dilakukan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di daerah (Siahaan, 2010:9). 145
Retribusi Daerah Sebagaimana halnya pajak daerah, retribusi daerah diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Siahaan (2010:5,6) menyatakan bahwa Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tesebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara. Kontribusi Kontribusi adalah besaran sumbangan yang diberikan atas sebuah kegiatan yang dilaksanakan (Handoko, 2015:34). Kontribusi juga merupakan sesuatu yang dilakukan untuk membantu menghasilkan atau mencapai sesuatu bersama-sama dengan orang lain, atau untuk membantu membuat sesuatu yang sukses. Contohnya seperti ketika kita memberikan kontribusi, itu berarti kita memberikan sesuatu yang bernilai bagi sesama, seperti uang, harta benda, kerja keras ataupun waktu kita. Penelitian Terdahulu Erwan Cahya Setiyono (2014) dengan judul Analsisis Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Purworejo, tujuannya untuk mengetahui berapa besar tingkat kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD Kabupaten Purworejo, metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui rata-rata pajak daerah terhadap PAD periode 2010-2014 adalah sebesar 15,74%, sedangkan rata-rata kontribusi retribusi daerah terhadap PAD periode 2010-2014 sebesar 13,89%. Jadi kontribusi pajak dan retribusi daerah secara keseluruhan sudah memberikan kontribusi yang baik terhadap pendapatan Kabupaten Purworejo. Terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan. Persamaanya yaitu penelitian deskriptif, perbedaannya pada objek penelitian. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan berupa jenis penelitian deskriptif, Sugiyono (2010:29) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi tempat penelitian adalah pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Raja Ampat Papua Barat. Adapun waktu penelitian ini mulai dilakukan 6 bulan mulai dari bulan Desember s/d Mei 2016 yang meliputi kegiatan pengumpulan data dan literatur, pengolahan data, analisis data, hingga penulisan laporan dalam bentuk skripsi. Prosedur Penelitan Mengajukan Permohonan
Analisa Data Penelitan
Penelitian Penelitian Disposisi
Analisa Penerapan
Pimpinan Kesimpulan dan Saran
Pengumpulan Data
Sumber : prosedur penelitian pribadi 146
Objek Penelitian Objek penelitian ini dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Raja Ampat yang beralamat di Kantor Bupati dan letaknya cukup strategi karena berada dipusat Kabupaten sehingga mudah dijangkau, Kabupaten Raja Ampat merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Papua Barat yang dimekarkan dari Kota Sorong pada tahun 2003. Sumber Data Sugiyono (2010;16) menyatakan bahwa pengumpulan data dapat menggunakkan dua sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder sebagai berikut. 1. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari aparatur pemerintahan dibagian PAD Dinas Pengelola Keuangan Kabupaten Raja Ampat. 2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari Buku, Jurnal Nasional, dan Jurnal Internasional. Teknik Pengumpulan Data Dalam memperoleh data yang berhubungan dangan penelitian ini, penulis menggunakkan pengumpulan data dengan metode Wawancara, yaitu dilakukan tanya jawab dan diskusi secara langsung dengan bagian Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Raja Ampat.
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif. Metode analisis ini digunakan analisis kontribusi dan untuk mengukur kinerja keuangan dengan rasio keuangan yaitu rasio kemandirian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Target dan Realisasi PAD Kabupaten Raja Ampat Tahun 2010-2014
No Tahun Target PAD Realisasi % 1 2010 708.010.000,00 324.623.050,00 79,59 2 2011 2.686.237.000,00 266.885.750,00 99,36 3 2012 3.252.541.000,00 662.726.000,00 20,44 4 2013 827.000.000,00 1.092.495.310,00 205 5 2014 890.345.280,00 1.887.996.342,00 224 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Raja Ampat Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Raja Ampat tahun 2010 mencapai Rp. 407.927.000,00 dengan realisasi sebesar Rp. 324.623.050,00 atau sebesar 79,59%. Tahun 2011 target PAD mengalami peningkatan menjadi Rp. 2.686.237.000,00 dengan realisasi Rp. 266.885.750,00 atau sebesar 99,36%, kemudian pada tahun 2012 target PAD meningkat menjadi 3.252.54.000 dengan realisasi Rp. 662.726.000 atau sebesar 20,44%. Pada tahun 2013 PAD Kabupaten Raja Ampat mengalami penurunan menjadi Rp. 827.000.000,00 dengan realisasi mengalami peningkatan sebesar Rp. 1.092.495.310,00 atau sebesar 205%, dan pada tahun 2014 taget PAD meningkat menjadi Rp. 980.345.280,00 dengan realisasi sebesar Rp. 1.887.996.342,00 atau sebesar 224%.
147
Tabel 2 Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Raja Ampat Tahun 2010-2014 Tahun
Pajak Daerah (Rp)
2010 2011 2012 2013 2014
36.297.800 26.239.000 78.310.000 342.933.310 1.230.234.342
Retribusi Daerah (RP) 288.325.250 214.288.750 584.416.000 784.092.000 657.762.000 Rata-rata
PAD (Rp) 324.623.050 266.885.750 662.726.000 1.092.495310 1.887.996.342
Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD 11,18 % 10 % 12 % 31,40 % 65,16% 30, 00 %
Kontribusi Retribusi Daerah terhadap PAD 89 % 80,30 % 88,19 % 72 % 35 % 75,15%
Kontirbusi PD + RD terhadap PAD 100,18% 90,3% 100,20% 103,4% 100,16% 100%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Raja Ampat Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.8, dapat diketahui untuk tahun 2010 pajak daerah memberikan kontribusi sebesar 11,18% terhadap PAD. Pada tahun 2011 kontribusi pajak daerah mengalami penurunan sebesar 10% terhadap PAD. Tahun 2012 kontribusi pajak daerah sebesar 12%, kemudian pada tahun 2013 dan 2014 kontribusi pajak daerah terhadap PAD mengalami peningkatan yaitu sebesar 31,40% dan 65,16%. Kontribusi retribusi terhadap PAD selama 6 tahun adalah sebagai berikut. Untuk tahun 2010 adalah sebesar 89%, untuk tahun 2011 sebesar 80,30%. Kemudian pada tahun 2012, 2013 dan 2014 kontribusi retribusi terhadap PAD mengalami peningkatan yaitu sebesar 72%, 35% dan 100%.
Tabel 3 Hasil Analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
Rasio Kemandirian keuangan daerah 0,84 % 0,11 % 0,029 % 0,24% 0,52%
Pertumbuhan Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Baik
Sumber : Data Diolah Penulis
Berdasakan hasil penelitian dengan mengggunakan analisis rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan bahwa pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 0,84% kemudian pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 0,11%. Pada tahun 2012 kembali mengalami peningkatan yaitu sebesar 0,29%, pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 0,24% dan pada tahun terakhir yaitu 2014 kembali meningkat sebesar 0,52%. PENUTUP Kesimpulan penelitian ini adalah :
1. Berdasarkan hasil analisis kontribusi dapat diketahui bahwa selama tahun pengamatan 2010-2014, realisasi terbesar pajak daerah terhadap PAD terjadi pada tahun 2014 yaitu Rp 1.887.996.342,00 dari target Rp 1.234.234.342,00 atau sebesar 65,16% dan tahun 2013 yaitu Rp 1.092.495.310,00 dari target Rp 342.933.310,00 atau sebesar 31,40%. 2. Hasil analisis kontribusi dapat diketahui bahwa selama tahun pengamatan 2010-2014, realisasi terbesar retribusi daerah terhadap PAD terjadi pada tahun 2014 yaitu Rp 1.887.996.342,00 dari target Rp 657.762.000,00 atau sebesar 35% dan tahun 2013 yaitu Rp 342.933.310 dari target Rp 784.092.000,00 atau sebesar 72%. 148
3. Hasil analisis menunjukkan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah adalah dua sumber utama pendapatan asli daerah bagi Kabupaten Raja Ampat dan memberikan kontribusi yang besar. 4. Berdasarkan rasio kemandirian keuangan daerah, kinerja keuangan Pemerintah Kabupeten Raja Ampat mengalami peningkatan atau dinilai baik terjadi pada tahun 2010, 2012, 2014 dengan presentase pertumbuhan 0,84%, 0,29%, 0,52%. Kemudian pada tahun 2011 dan 2013 mengalami penurunan atau dinilai kurang baik dengan presentase pertumbuhan hanya mencapai 0,11%,0,24%. Saran 1. Pemerintah Daerah Kabupaten perlu menggunakkan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian yaitu Analisis Persentase Kontribusi supaya dapat meningkatkan Kontribusi Pajak dan Retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk menggali potensi-potensi daerah sebagai sumber dalam PAD lebih khusus Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, agar dapat memberikan kontribusi yang besar bagi daerah tersebut. 2. Pemerintah Daerah Kabupaten perlu menyediakan berbagai fasilitas yang dapat menunjang peningkatan PAD sesuai dengan kebutuhan dan keadaan daerah tersebut. 3. Masyarakat perlu diberikan sosialisasi dan pandangan tentang pentingnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam pembayaran pajak. Karena dalam hal ini masyarakat merupakan subjek pajak yang adalah penunjang tercapainya realiasasi penerimaan PAD sesuai target. Daftar Pustaka Ditya Nanaryo Aji, 2014. “Analisis Dampak Objek Wisata Gua Pindul Terhadap Peningkatan Pendapatan Masyarakat Desa Bejiharjo” Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Freddy De Rooy, 2015. “Analisis Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Pad) Di Kabupaten Raja Ampat” Jurnal EMBA, Vol 3 (4) 451-461. I Putu Ngurah Panji Kartika Jaya, A.A.N.B. Dwirandra, 2014. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Pada Belanja Modal Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Pemoderasi” Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Udayana Bali, Vol 7 (1). Irlan Fery, Zely Devianty, 2013. “Analisis Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Musi Banyuasin” Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi (Jenius) STIE Rahmaniah Sekayu, Vol 3 (2). Krisna Arta Anggar Kusuma, Ni Gst. Putu Wiarawati, 2013. “Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Peningkatan PAD Sekabupaten/Kota Di Provinsi Bali”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Udayana Bali. Mahmudi, 2010. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Edisi Kedua. Penerbit UPP STIM YKPN. Yogyakarta . Mohammand Mahsun, 2009. Pengukuran Kinerja Sektor Publik.Edisi pertama, BPFE. Yogyakarta. Pramono Hariadi, Tanuar E. Restianto dan Icuk R. Bawono, 2010. Pengelolaan Keuangan Daerah. Penerbit: Salemba Empat. Jakarta. Susi Susanti Kambu, Debby Ch. Rotinsulu, Steva Y.L. Tumangkeng, 2014. “Kontribusi Pajak Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sorong” Jurnal EMBA. Sinambela, Lijan Poltak. 2012. Kinerja Pegawai: Teori Pengukuran dan Implikasi. Yogyakarta:Grahailmu
149
EVALUASI PENGENDALIAN AKUNTANSI ASET TETAP BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG ASET TETAP PADA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI SULAWESI UTARA Devid Manorek Jenny Morasa Harijanto Sabijono Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Email:
[email protected] ABSTRACT Control of the Provincial Government Accounting is a systematic series of procedures organizers, equipment and other elements to realize the functions of accounting since the analysis of the transaction up to the financial reporting environment of the provincial government organizations. Fixed assets are tangible assets with a useful life of more than twelve ( 12 ) months for use in government activity or used by the general public . The purpose of this study was to evaluate control fixed asset accounting at the Department of Manpower and Transmigration of North Sulawesi Province . The results of this study indicate that accounting control of fixed assets at the Department of Manpower and Transmigration of North Sulawesi province in accordance with Government Regulation No. 71 Year 2010 . Keywords : Control, fixed Assets, evaluation.
Pendahuluan Latar Belakang Aktivitas pengendalian intern merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi harta organisasi dari kemungkinan penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi telah disajikan secara akurat dan memastikan bahwa peraturan telah dipatuhi sebagaimana mestinya. Pengendalian intern meliputi struktur organisasi dan segala cara serta tindakan dalam suatu perusahaan yang saling terkoordinasi dengan tujuan mengamankan harta kekayaan perusahaan, menguji ketelitian dan kebenaran data akuntansi, meningkatkan efisiensi operasi serta mendorong ketaatan terhadap kebijakan-kebijakan yang telah digariskan oleh pimpinan perusahaan. Sistem Pengendalian Intern dalam akuntansi memiliki peranan penting karena sistem pengendalian intern merupakan prosedur atau sistem yang dirancang untuk mengontrol, mengawasi, mengarahkan organisasi agar dapat mencapai suatu tujuan (La Midjan dan Susanto 2011:56). Pengendalian akuntansi khususnya sektor publik menjadi suatu hal sangat penting untuk menjadikan organisasi sektor publik lebih profesional dalam mengelola keuangan negara. Akuntansi aset tetap telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 7 (PSAP 07), dari Lampiran I PP 71 Tahun 2010. PSAP 07 tersebut memberikan pedoman bagi pemerintah dalam melakukan pengakuan, pengklasifikasian, pengukuran, dan pengungkapan aset tetap berdasarkan peristiwa yang terjadi, seperti perolehan aset tetap pertama kali, pemeliharaan aset tetap, pertukaran aset tetap, perolehan aset dari hibah/donasi, dan penyusutan. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk membuat karya ilmiah dengan judul : “Evaluasi Pengendalian Akuntansi Aset Tetap Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara.” 150
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penerapan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang aset tetap pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara apakah telah efektif. 2. Untuk mengetahui pengendalian akuntansi aset tetap berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara apakah telah efektif.
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Akuntansi Definisi Akuntansi Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2011:4), definisi akuntansi, yaitu: “akuntansi adalah sebuah sistem informasi dimana mengindentifikasi, mencatat, dan melaporkan kinerja perusahaan kepada pihak terkait.” Wild, Shaw dan Chiappetta (2014:3) mendefinikan akuntansi adalah sistem informasi dan pengukuran yang mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi yang relevan, dapat diandalkan, dan dapat dibandingkan tentang kegiatan bisnis organisasi. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan konsep akuntansi adalah proses pengukuran yang melibatkan pencatatan, penggolongan dan pengiktisaran setiap transaksi bisnis yang terjadi dalam kegiatan bisnis yang dikomunikasikan melalui laporan keuangan selama periode tertentu bagi pengguna yang membutuhkannya. Standar Akuntansi Pemerintah Daerah Menurut Hariadi et al (2010:115), Standar akuntansi adalah acuan dalam penyajian laporan keuangan yang ditujukan kepada pihak-pihak di luar organisasi yang mempunyai otoritas tertinggi dalam kerangka akuntansi berlaku umum. Standar akuntansi berguna bagi penyusunan laporan keuangan dalam menentukan informasi yang harus disajikan kepada pihak-pihak yang di luar organisasi. Akuntansi pemerintahan sendiri memiliki standar tersendiri yaitu Standar Akuntansi Pemerintahan. Menurut Permendagri No. 64 tahun 2013 pasal 1 ayat 3 menyatakan Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya disingkat SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Tanjung (2012:20) menyatakan yang termasuk dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan adalah sebagai berikut : PSAP 01 Penyajian Laporan Keuangan PSAP 02 Laporan Realisasi Anggaran PSAP 03 Laporan Aliran Kas PSAP 04 Catatan atas Laporan Keuangan PSAP 05 Akuntansi Persediaan PSAP 06 Akuntansi Investasi PSAP 07 Akuntansi Aset Tetap PSAP 08 Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan PSAP 09 Akuntansi Kewajiban PSAP 10 Koreksi Kesalahan PSAP 11 Laporan Keuangan Konsolidasian PSAP 12 Laporan Operasional
151
Pengendalian Akuntansi Sektor Publik Dalam Mahmudi (2010:20) dijelaskan bahwa sistem akuntansi berkaitan erat dengan sistem pengendalian internal organisasi. Pengendalian akuntansi mempunyai hubungan yang erat dengan pemeriksaan operasional. Unsur-unsur struktur pengendalian akuntansi mencakup lima unsur pokok yang dirancang untuk dilaksanakan supaya memberikan kepastian yang jelas bahwa tujuan pengendalian akan tercapai. Unsurunsur struktur pengendalian intern berdasarkan standar profesional akuntan publik 2002 (PSA No. 69 Par 07) yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Lingkungan Pengendalian Penafsiran Resiko Aktivitas Pengendalian Informasi dan Komunikasi Pemantauan
Pengertian Aset Tetap Pengertian aset tetap menurut Kieso et al (2010:490) aset tetap adalah “property, plant, and equipment invlude land, building structure (office, factories, warehouse), and equipment (machinery, furniture, tools)”. Jenis Aset Tetap Aset tetap berwujud yang dimiliki oleh suatu perusahaan bisa berupa: tanah, bangunan, mesin dan alat-alat pabrik, meubel dan alat-alat kantor, kendaraan dan alat-alat kantor dan sebagainya. Ditinjau dari umurnya aset tetap dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Aset tetap yang umur atau masa kegunaannya tidak terbatas. Termasuk dalam kelompok aset ini ialah; tanah yang dipakai sebagai tempat kedudukan bangunan pabrik dan bangunan kantor, tanah untuk pertanian dan lain-lain yang semacamnya. 2. Aset tetap yang umur atau masa kegunaannya terbatas, dan dapat diganti dengan aktiva sejenis apabila masa kegunaanya telah berakhir. 3. Aset tetap yang umur atau masa kegunaannya terbatas, dan tidak dapat diganti dengan aset sejenis apabila masa kegunaanya telah habis. Ditinjau dari mobilitasnya, aset tetap dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: 1. Aset tetap berwujud bergerak, yaitu aktiva tetap berwujud yang dapat dengan mudah berpindah atau dipindahkan. Misalnya kendaraan, perlengkapan dan sebagainya. 2. Aset tetap berwujud tidak bergerak, misalnya tanah, gedung dan sebagainya. Ditinjau dari undang-undang perpajakan, aset tetap dibedakan menjadi empat golongan, yaitu: 1. Golongan I, yaitu aset tetap selain bangunan yang mempunyai umur ekonomis sampai 4 tahun, misalnya: peralatan, mebel, kendaraan, dan truk ringan. 2. Golongan II, yaitu aset tetap selain bangunan yang mempunyai umur ekonomis diatas 4 tahun, misalnya: mebel dan peralatan yang terbuat dari logam, truk berat, mobil tangki, dll. 3. Golongan III, yaitu aset tetap selain bangunan yang mempunyai umur ekonomis antara 8 sampai 20 tahun, misalnya: mesin-mesin yang menghasilkan peralatan, mesin produksi, dll. 4. Golongan IV, yaitu aset tetap berwujud yang berupa tanah dan bangunan. Pengertian Aset Tetap Sektor Publik Menurut Lampiran II.08 PPRI No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No.07 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang. 152
Aset Tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas (12) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Tahap-tahap Pengelolaan Aset Tetap Sektor Publik Yusuf (2011) dalam bukunya 8 Langkah Pengelolaan Aset Daerah menyatakan siklus pengelolaan aset adalah tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam manajemen aset. Dalam Permendagri No. 17 tahun 2007 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pengelolaan barang daerah adalah suatu rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap daerah yang meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Perencanaan kebutuhan dan penganggaran; Pengadaan; Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran; Penggunaan; Penatausahaan; Pemanfaatan; Pengamanan dan pemeliharaan; Penilaian; Penghapusan; Pemindahtanganan; Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian; Pembiayaan; Tuntutan ganti rugi;
Klasifikasi Aset Tetap Sektor Publik Menurut Lampiran II.08 PPRI No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No.07 Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset tetap yang digunakan: 1. Tanah 2. Peralatan dan mesin 3. Gedung dan bangunan 4. Jalan, irigasi dan jaringan 5. Kontruksi dalam pengerjaan 6. Aset tetap lainnya Pengakuan Aset Tetap Sektor Publik Pengakuan aset tetap adalah aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, menurut Lampiran II.08 PPRI N.71 Tahun 2010 suatu aset harus berwujud dan memenuhi kriteria, yaitu: a. Berwujud. b. Mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas (12) bulan. Masa manfaat adalah periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan atau pelayanan publik dan jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset untuk aktivitas pemerintahan atau pelayanan publik. c. Biaya perolehan aset dapat diukur secara handal. d. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas. e. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. f. Merupakan objek pemeliharaan atau memerlukan biaya/ongkos untuk dipelihara. g. Nilai rupiah pembelian barang material atau pengeluaran untuk pembelian barang tersebut mempunyai batas minimal kapitalisasi asset tetap yang telah ditetapkan.
153
Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan dimaksudkan untuk dijual. Pengakuan aset tetap akan handal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya atau pada saat penguasaannya berpindah. Pengukuran Aset Tetap Sektor Publik Menurut Lampiran II.08 PPRI No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No.07 aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Penilaian awal aset tetap Komponen Biaya Pengecualian Komponen Biaya Perolehan aset tetap Kontruksi dalam pengerjaan Perolehan secara gabungan Pertukaran aset. Aset Donasi Pengeluaran Setelah Perolehan (Subsequent Expenditures) Pengukuran berikut (Subsequen measurement) terhadap pengakuan awal
Penilaian Kembali Aset Tetap Sektor Publik Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. Penghentian dan Pengungkapan Aset Tetap Sektor Publik 1. Penghentian Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomi masa yang akan datang. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari neraca dan diungkapkan dalam catatan atas laporan keungan. Aset tetap yang dihentikan dari dihentikan dari penggunaan aktif pemerintahan tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 2. Pengungkapan Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing- masing jenis aset tetap sebagai berikut: a. Dasar penilaian yang digunakan yang digunakan untuk menentukan nilai tercat (carrying amount) b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode c. Informasi penyusutan 3. Pengungkapan Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: a. Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap b. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap c. Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstuksi d. Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap 154
Penelitian Terdahulu 1. Akhyar Tipan (2015) dengan judul Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Tetap Pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulawesi Utara. Tujuan penelitian ini menganalisis bagaimana prosedur perlakuan akuntansi aset tetap pada Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Utara. Penelitian ini menggunakan metode peneltian deskriptif. Hasil Penelitian ini perlakuan akuntansi aset tetap pada Dinas Pekerjaan Umum telah sesuai dengan PSAP. No. 07. 2. Monika Sutri Kolinug (2015) dengan judul Analisis Pengelolaan Aset Tetap Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tomohon. Tujuan Penelitian ini mengetahui kesesuaian pengelolaan aset tetap pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tomohon dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini pengelolaan Aset Tetap pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tomohon telah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007 METODE PENELITIAN Hasil Penelitian Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mempunyai tugas untuk membantu pemerintah dan masyarakat berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010. Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, aset tetap memiliki pengertian yang sama dengan pengertian aset tetap yang termuat dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP). Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) Nomor 7 (PSAP 07), dari Lampiran I PP 71 Tahun 2010 prosedur aset tetap terdiri dari pengakuan aset tetap, pengukuran aset tetap, pengklasifikasian aset tetap, dan pengungkapan aset tetap. Dalam wawancara pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara Standar Operasional Prosedur menjelaskan rangkaian kegiatan untuk pengelolaan aset tetap dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tetang Standar Akuntansi Pemerintahan. Tabel-tabel dibawah ini adalah perbandingan prosedur pengendalian aset tetap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010, pernyataan 07. Tabel 4.2.1 Pengakuan Aset Tetap oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov. Sulawesi Utara dengan PSAP No. 07. PSAP 07 1.
2.
3.
Masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Biaya perolehan dapat diukur secara andal.
Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara 1. Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, apabila aset tetap tersebut memiliki manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan,maka aset tersbut dikategorikan sebagai aset tetap. 2. Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, aset tetap diakui menggunakan biaya perolehan yang dapat diukur secara andal. 3. Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi
155
Keterangan
Sesuai
Sesuai
Sesuai
operasi entitas.
normal
Diperoleh dibangun maksud digunakan.
atau dengan untuk
4.
5.
Pengakuan aset tetap akan sangat andal apabila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya pada saat penguasaannya berpindah.
Utara, pengadaan aset tetap dimaksudkan bukan untuk dijual melainkan digunakan untuk menunjang kegiatan opersional entitas. 4. Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, aset tetap diperoleh atau dibangun untuk digunakan dalm aktifitas entitas. Contohnya pengadaan kursi yang akan digunakan oleh para pegawai yang ada di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara. 5. Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, aset tetap akan diakui pada saat penandatanganan berita acara penerimaan aset tetap.
Sesuai
Sesuai
(sumber: data olahan, 2016) Dari tabel 4.2.1 di atas terlihat bahwa pengendalian akuntansi aset tetap khususnya untuk aspek pengakuan aset tetap pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 pernyataan No. 07 tentang akuntansi aset tetap, mulai dari masa manfaat aset yang harus lebih dari 12 bulan sampai pada diakuinya aset sebagai aset tetap. Menurut penulis Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara telah mengikuti peraturan yang berlaku.
Tabel 4.2.2 Pengukuran Aset Tetap oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov. Sulawesi Utara dengan PSAP No. 07 PSAP 07 1.
2.
Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya termasuk bea impor
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara 1. Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, penilaian atas suatu aset tetap menggunakan biaya perolehan yaitu biaya yang dinilai berdasarkan seluruh biaya yang dikeluarkan hingga aset tetap tersebut siap untuk digunakan.
2.
Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, biaya perolehan suatu aset tetap diukur dari harga beli aset
156
Keterangan
Sesuai
Sesuai
dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung.
tetap, biaya angkut dan biaya instalasi yang dikeluarkan untuk aset tetap tersebut
(sumber: data olahan, 2016) Berdasarkan tabel 4.2.2 diatas bahwa pengendalian akuntansi aset tetap khususnya untuk aspek pengukuran aset tetap pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 pernyataan No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Menurut penulis pengendalian akuntansi khususnya pengukuran aset tetap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara dinilai dengan biaya perolehan. Tabel 4.2.3 Pengaklasifikasian Aset Tetap oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara dengan PSAP No. 07 PSAP 07 1.
2.
3.
4.
Aset tetap dalam pemerintahan diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, yaitu: tanah; peralatan dan mesin; gedung atau bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; serta aset tetap lainnya. Aset tetap digunakan juga untuk kepentingan publik
Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap adalah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai Gedung dan Bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara 1. Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, aset tetap telah dikalsifikasikan ke dalam beberapa kelompok, yaitu: tanah; peralatan dan mesin; gedung atau bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; serta aset tetap lainnya.
2.
3.
4.
Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, aset tetap yang telah diklasifikasi tidak hanya digunakan dalam kagiatan pemerintahan, tetapi juga digunakan untuk kepentingan publik. Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, tanah diklasifikasikan sebagai aset tetap untuk tempat pembangunan gedung/kantor dan siap pakai.
Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, gedung dan bangunan diklasifikasikan dalam aset tetap untuk kegiatan operasional para pegawai dan siap pakai.
157
Keterangan
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
dalam kondisi siap pakai. Peralatan dan mesin mencakup mesinmesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. Jalan, irigasi dan jaringan mencakup jalan, yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap pakai. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap diatas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.
5.
6.
7.
5.
6.
7.
Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, peralatan dan mesin diklasifikasikan dalam aset tetap, yang memiliki manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, seperti kendaraan dinas, mesin foto copy, dan lain sebagainya serta untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.
Jalan, irigasi dan jaringa mencakup jalan, diklasifikasikan dalam aset tetap yang berupa bursa kerja oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, dan dalam kondisi yang siap pakai.
Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, aset tetap lainnya diklasifikasikan dalam aset tetap yang tidak dikelompokkan ke dalam kelomok aset tetap diatas, yang diperoleh untuk digunakan dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai.
Sesuai
Sesuai
Sesuai
(sumber: data olahan, 2016) Berdasarkan tabel 4.2.3 diatas terlihat bahwa Pengendalian akuntansi aset tetap khususnya untuk aspek pengklasifikasian aset tetap oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 pernyataan No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Menurut penulis pengendalian akuntansi aset tetap khususnya untuk aspek pengklasifikasian aset tetap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam satu sifat atau fungsinya dalam aktivitas entitas. Tabel 4.2.4 Pengungkapan Aset Tetap oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara dengan PSAP No. 07 PSAP 07 1.
Laporan harus
keuangan
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara 1. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi
158
Keterangan Sesuai
2.
3.
mengungkapkan dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat Setiap jenis aset tetap seperti tanah; peralatan dan mesin; gedung atau bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; serta aset tetap lainnya harus dinyatakan dalam neraca terpisah atau terperinci dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan penambahan, pelepasan, dan perunahan nilai jika ada mutasi aset tetap lainnya
2.
3.
Utara mengungkapkan dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat dalam laporan keuangan, yaitu aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Semua aset tetap yang dimiliki oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara seperti tanah; peralatan dan mesin; gedung atau bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; serta aset tetap lainnya dinyatakan secara terpisah dalam neraca dan terperinci dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) entitas.
Laporan Keuangan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, mengungkapkan rekonsiliasi jumlah tercatat yang menunjukkan pelepasan dan mutasi aset tetap lainnya selama periode tahun berjalan.
Sesuai
Sesuai
(sumber: data olahan, 2016) Pada tabel 4.2.4 di atas terlihat bahwa pengendalian akuntansi aset tetap khususnya untuk aspek pengungkapan aset tetap pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 pernyataan No. 07 tentang akuntansi aset tetap. Menurut penulis Menurut pengendalian akuntansi aset tetap khususnya untuk aspek pengungkapan aset tetap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara mengungkapkan dasar penilaian yang digunakan untuk menilai suatu aset, selain itu setiap jenis aset yang dimiliki juga disajikan secara terpisah dalam neraca dan terperinci dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. Salah satu perusahaan beroperasi adalah menghasilkan laba yang bermanfaat bagi para pemegang saham.
Pembahasan Dokumen sumber adalah semua berkas penting yang dihasilkan dari siklus pengelolaan aset tersebut maupun berkas penting yang mendasari suatu siklus/tahapan untuk dilakukan. Pengelolaan aset tetap pada dasarnya dilakukan untuk menghasilkan informasi yang andal. Dalam pengelolaan aset tetap perlu adanya pengendalian akuntansi aset tetap yang dapat menilai proses pengelolaan aset tetap mulai dari proses pengadaan sampai pada penggunaan aset tetap tersebut. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk pengadaan aset tetap mulai dari proses pengadaan sampai pada penggunan aset tetap tersebut. Standar Operasional Prosedur (SOP) dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara adalah : 1. Perencanaan untuk pengadaan barang sesuai dengan DPA SKPD. 2. Melaksanakan Survey spesifikasi barang berdasarkan harga. 159
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Melaksanakan pengadaan barang sesuai dengan dokumen pengadaan. Melaksanakan verivikasi terhadap barang yang telah diadakan. Pembuatan berita acara penerimaan. Pencatatan barang yang telah diakui sebagai aset tetap pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara. Mengadakan penyaluran barang ke unit kerja yang membutuhkan sesuai perencanaan. Melakukan pengawasan terhadap aset tetap. Pembuatan laporan pertanggungjawaban sesuai dengan klasifikasi inventaris barang. Pemeriksaan laporan pertanggungjawaban pengadaan aset tetap. pemeliharaan aset tetap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Standar Operasional Prosedur (SOP) pengadaan aset tetap dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara merupakan prosedur pengendalian akuntansi aset tetap, yang memiliki keterkaitan dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010, dimana Standar Operasional Prosedur tersebut di atas dapat digolongkan pada beberapa poin yang ada dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010, seperti pengakuan aset tetap, pengukuran aset tetap, pengklasifikasian aset tetap dan pengungkapan aset tetap. Sesuai dengan tabel-tabel perbandingan yang ada pada sub bab 4.3 yaitu hasil penelitian, penggolongan pengendalian akuntansi aset tetap berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara adalah sebagai berikut : 1. Dalam PSAP No. 07 Pengakuan aset tetap berhubungan dengan Standar Operasional Prosedur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara yaitu pada poin 1 (satu) Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) merencanakan untuk pengadaan barang sesuai dengan DPA SKPD, poin 5 (lima) pembuatan berita acara penerimaan dan poin 6 (enam) pencatatan barang yang telah diakui sebagai aset tetap pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara. Dalam hal ini barang yang telah dibeli akan diakui sebagai aset tetap pada saat barang sudah diterima dan ditandatangani KASUBAG Umum. 2. Dalam PSAP No. 07 Pengukuran aset tetap berhubungan dengan Standar Operasional Prosedur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara yaitu pada poin 2 (dua) melaksanakan survey spesifikasi barang berdasarkan harga. Dalam hal ini aset tetap diukur berdasarkan harga perolehan barang sesuai dengan spesifikasi harga. 3. Dalam PSAP No. 07 pengklasifikasian aset tetap berhubungan dengan Standar Operasional Prosedur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara yaitu pada poin 3 (tiga) melaksanakan pengadaan barang sesuai dengan dokumen pengadaan, poin 4 (empat) melaksanakan verivikasi terhadap barang yang telah diadakan, dan poin 7 (tujuh) mengadakan penyaluran barang ke unit kerja yang membutuhkan sesuai perencanaan. Dalam hal ini aset tetap diklasifikasikan sesuai dengan sifat dan fungsi aktifitas entitas. 4. Dalam PSAP No. 07 pengungkapan aset tetap berhubungan dengan Standar Operasional Prosedur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara yaitu pada poin 8 (delapan) melakukan pengawasan terhadap aset tetap, poin 9 (sembilan) pembuatan laporan pertanggungjawaban sesuai dengan klasifikasi inventaris barang, poin 10 (sepuluh) pemeriksaan laporan pertanggungjawaban pengadaan aset tetap dan poin 11 (sebelas) pemeliharaan aset tetap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara. Dalam hal ini pengungkapan laporan aset tetap pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara dinyatakan dalam neraca yang terpisah atau terperinci sesuai dengan pengklasifikasian.
160
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang evaluasi pengendalian akuntansi aset tetap berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengendalian akuntansi aset tetap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara khususnya untuk aspek pengakuan aset tetap telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang akuntansi aset tetap. 2. Pengendalian akuntansi aset tetap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara khususnya untuk aspek pengukuran aset tetap telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang akuntansi aset tetap. 3. Pengendalian akuntansi aset tetap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara khususnya untuk aspek pengklasifikasian aset tetap telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang akuntansi aset tetap. 4. Pengendalian akuntansi aset tetap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Utara khususnya untuk aspek pengungkapan aset tetap telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 tentang akuntansi aset tetap. Saran Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan dan hasil kesimpulan yang telah diperoleh, maka saran yang diajukan yaitu dalam pengendalian akuntansi aset tetap untuk dapat mempertahankan prosedur pengendalian aset tetap sesuai aturan yang berlaku. DAFTAR PUSTAKA Kieso, D. E., Weygandt, J. J., & Warfield, T. D (2011). Intermediate Accounting Volume 1 IFRS Edition. United States of America : Wiley. La Midjan dan Azhar Susanto. 2011. Sistem Informasi Akuntansi. Edisi Kedelapan. Linggajaya, Bandung.
Mahmudi, 2010. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Edisi Kedua. UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Weygandt, Kimmel, Kieso. Financial Accounting IFRS Edition. 2011. Jhon Willey & Sons Inc, USA. Wild, John J., Ken W Shaw dan Barbara Chiappetta. 2014. Financial Acoounting Information For Decisions Is A Asian Adaption Of Fundamental Accounting 20th Edition. Mc Graw Hill Aducation (Asia), Singapore. Hariadi, Pramono, Yanuar E. Restiyanto dan I.R Bawono. 2010. Pengelolaan Keuangan Daerah. Penerbit Alfabeta Bandung. Yusuf, M. 2011. 8 Langkah Pengelolaan Aset Daerah Menuju Pengelolaan Keuangan Daerah Tebaik, Cetakan Kedua. Salemba Empat, Jakarta
161
ANALISIS PERBANDINGAN TARIF PAJAK PENGHASILAN PASAL 17 DAN TARIF PAJAKPENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2 (STUDY KASUS PADA CV. MELANIA) Marcelino Ransulangi, Herman Karamoy Sonny Pangerapan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
[email protected]
ABSTRACT Income tax (VAT) is a tax levied on income earned by a taxpayer or entity. Income tax article 17 and article 4, paragraph 2 is one of the taxes that are used by the taxpayer or the body to calculate the tax to be paid to the government. The purpose of this study was to determine and analyze the process of calculation of Income Tax Article 17 and Article 4 paragraph 2 so that taxpayers can know the magnitude comparison of tax payments by using Tax Article 17 and Income Tax Article 4, paragraph 2 also taxpayers can determine the article where the right to apply in the company. The research was conducted in the city of Manado on the CV. Melania. The method used in this research is descriptive method. Data collection techniques that will be done is by way of literature research, documentation, and interviews. Keywords: Income Tax, Income Tax Article 17, Income Tax Article 4 paragraph 2.
PENDAHULUAN Latar Belakang Seperti halnya negara lain di dunia, Indonesia di samping menyelenggarakan pemerintahan umum juga melaksanakan pembangunan. Untuk melaksanakan pembangunan tersebut diperlukan dana yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan volume dan dinamika pembangunan itu sendiri. Dalam rangka pemenuhan pembiayaan negara baik untuk belanja rutin maupun pembangunan, sumber penerimaan dalam negeri di luar migas semakin ditingkatkan pencapaiannya melalui penerimaan dari sektor pajak, sekaligus menjaga kemantapan dan kestabilan pendapatan negara. Pajak adalah sektor utama sumber penerimaan negara yang cukup besar dan memberikan peranan yang sangat penting untuk membiayai pengeluaran dan belanja dari suatu negara.Setiap warga negara yang memiliki penghasilan wajib membayar Pajak Penghasilan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.Dari segi ekonomi, pajak merupakan perpindahan sumber daya dari sektor privat ke sektor publik. Bagi sektor publik, pajak akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pembangunan, sedangkan bagi sektor privat, pajak dipandang sebagai beban. Pajak Penghasilan Pasal 17 dan Pasal 4 ayat 2 merupakan salah satu pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau merupakan pajak negara yang berasal dari pendapatan rakyat. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 17 dan Pasal 4 ayat 2 merupakan salah satu pajak yang memberikan masukan sangat besar bagi negara. Kebijakan pemeritah dalam mengatur Pajak Penghasilan (PPh) antara lain dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1994, kemudian diubah kembali dalam Undang-Undang Nomor 162
17 tahun 2000, dan terakhir kali diubah dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2008. Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi atau badan dalam negeri. Di Indonesia sistem pemungutan pajak yang digunakan adalah Self Assesment System, yaitu sistem dimana Wajib Pajak menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus disetorkan.Sistem ini diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Akan tetapi, pengetahuan wajib pajak terhadap cara menghitung PPh yang digunakan saat ini yaitu PPh Pasal 4 ayat 2 masih kurang, padahal perhitungan pajak dengan pasal ini sudah diberlakukan di Indonesia. Maka penulis melakukan perbandingan besaran pajak yang harus dibayarkan sebelum (PPh pasal 17) dan sesudah menggunakan tarif pajak penghasilan (PPh) pasal 4 ayat 2. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 17 dan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 (Study Kasus Pada CV. MELANIA)”. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis proses perhitungan PPh Pasal 17 dan Pasal 4 ayat 2 agar wajib pajak dapat mengetahui besaran perbandingan pembayaran pajak dengan menggunakan PPh Pasal 17 dan PPh Pasal 4 ayat 2 juga wajib pajak dapat menentukan pasal yang tepat untuk diterapkan dalam perusahaan dilihat dari sistematis perhitungan pajak penghasilan. TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Perpajakan Definisi Pajak Menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.6 tahun 1983 tentang KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) Pasal 1 butir 1 definisi pajak yaitu: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Ilyas dan Burton (2010: 6) mengemukakan beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak, yaitu sebagai berikut. 1. N. J. Feldman “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh terutang kepada penguasa, (menurut normanorma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”. 2. M.J.H Smeets “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”. 3. Soeparman Soemahamidjaja “Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut. 1. Pembayaran pajak harus berdasarkan UU. 163
2. Sifatnya dapat dipaksakan. 3. Tidak ada kontra prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak. 4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta). 5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum. Fungsi Pajak Umumnya pajak memiliki empat fungsi utama, yaitu sebagai berikut: 1. Fungsi budgetair Fungsi yang terletak di sektor publik, yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyakbanyaknya sesuai dengan UU berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah. 2. Fungsi regulerend Pajak digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan.Fungsi ini umumnya dapat dilihat di sektor swasta. 3. Fungsi demokrasi Pajak sebagai suatu wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi pada masa sekarang ini sering dikaitkan dengan hak seseorang apabila akan memperoleh pelayanan dari pemerintah. Apabila seseorang telah melakukan kewajibannya membayar pajak kepada negara sesuai ketentuan yang berlaku, maka ia mempunyai hak pula untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah. 4. Fungsi redistribusi Pajak lebih ditekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.Misalnya dengan adanya tarif progresif yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih sedikit atau kecil (Ilyas dan Burton, 2010: 12). METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan variabel yang diteliti dalam suatu situasi (Sekaran, dikutip oleh Santika,2013: 6). Tempat dan Waktu Penelitian Adapun penelitian ini dilaksanakan pada. Tempat : CV. MELANIA Manado Waktu : Proses pengumpulan hingga pengolahan data penelitian ini memakan waktu 3 bulan yaitu mulai Bulan Januari – Maret 2016 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut. 1. Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab dan diskusi secara langsung dengan pihak CV. MELANIA. 2. Studi dokumentasi, yaitu dengan meneliti dokumen-dokumen keuangan perusahaan yang dapat digunakan untuk menghitung pajak perusahaan. 3. Pengamatan/observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan dan kunjungan secara langsung pada objek untuk mendapatkan keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian. 164
Metode Analisis Proses menganalisis dimulai dengan mengumpulkan data dan informasi dari pihak terkait di CV. MELANIA lalu mengelola data dan informasi yang diperoleh kemudian dari hasil analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan serta saran yang dianggap perlu untuk perbaikan dalam masalah yang dihadapi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan pasal 17 Cara perhitungan PPh Pasal 17 ayat 1 (b) dan ayat 2a untuk wajib pajak badan berdasarkan UU PPh No. 36 tahun 2008 untuk pelaporan tahun pajak di atas tahun 2010 yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000. a. Perhitungan PPh Pasal 17 tahun 2013 Peredaran bruto Per-bulan untuk Periode 1 Januari – 31 Desember 2013 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember o o
Total Total penghasilan bruto Rp 534.900.000 Biaya overhead tahun 2013 Rp 273.450.000 Penghasilan kena pajak: Total penghasilan bruto – Biaya overhead Rp 534.900.000 – Rp 273.450.000 = Rp 261.450.000 Perhitungan pajak penghasilan terhutang: 25% x 50% x Penghasilan Kena Pajak (PKP) 25% x 50% x Rp 261.450.000 = Rp 32.681.250
Rp 37.800.000 Rp 39.650.000 Rp 44.900.000 Rp 38.550.000 Rp 42.950.000 Rp 45.700.000 Rp 41.400.000 Rp 43.750.000 Rp 47.000.000 Rp 49.850.000 Rp 50.700.000 Rp 52.650.000 Rp 534.900.000
Dari hasil perhitungan PPh terhutang tahun 2013 Rp 32.681.250 sebagai jumlah hasil pajak terhutang untuk tahun pajak 2013.
mendapatkan
hasil
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 Tarif pajak PPh Pasal 4 ayat 2 untuk wajib pajak badan berdasarkan PP nomor 46 tahun 2013.Besarnya tarif pajak penghasilan adalah sebesar 1% (satu persen) dan bersifat final.Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung pajak penghasilan yang bersifat final tersebut adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.Pengenaan pajak penghasilan sebesar 1% didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 tahun dari tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan. a. Perhitungan PPh pasal 4 ayat 2 tahun 2013 165
Penjualan kotor bulan Januari–Desember 2012 adalah sebesar Rp 459.650.000. Dengan demikian perusahaan dapat menggunakan PPh pasal 4 ayat 2, karena omset perusahaan tahun 2012 lebih kecil dari Rp 4.800.000.000 Penjualan kotor bulan Januari 2013 adalah sebesar Rp 37.800.000 Penjualan kotor bulan Februari 2013 adalah sebesar Rp 39.650.000 Penjualan kotor bulan Maret 2013 adalah sebesar Rp 44.900.000 Penjualan kotor bulan April 2013 adalah sebesar Rp 38.550.000 Penjualan kotor bulan Mei 2013 adalah sebesar Rp 42.950.000 Penjualan kotor bulan Juni 2013 adalah sebesar Rp 45.700.000 Penjualan kotor bulan Juli 2013 adalah sebesar Rp Rp 41.400.000 Penjualan kotor bulan Agustus 2013 adalah sebesar Rp 43.750.000 Penjualan kotor bulan September 2013 adalah sebesar Rp 47.000.000 Penjualan kotor bulan Oktober 2013 adalah sebesar Rp 49.850.000 Penjualan kotor bulan November 2013 adalah sebesar Rp 52.650.000 Penjualan kotor bulan Desember 2013 adalah sebesar Rp 52.650.000 Pajak penghasilan berikut: Masa Pajak Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
yang harus dibayar oleh CV. Melania untuk tahun pajak 2013 adalah sebagai Peredaran Bruto Rp 37.800.000 Rp 39.650.000 Rp 44.900.000 Rp 38.550.000 Rp 42.950.000 Rp 45.700.000 Rp 41.400.000 Rp 43.750.000 Rp 47.000.000 Rp 49.850.000 Rp 50.700.000 Rp 52.650.000 Rp 534.900.000
Tarif Pajak 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
PPh Pasal 4 ayat 2 Rp 378.000 Rp 396.500 Rp 449.000 Rp 385.500 Rp 429.500 Rp 457.000 Rp 414.000 Rp 437.500 Rp 470.000 Rp 498.500 Rp 507.000 Rp 526.500 Rp 5.349.000
Dari hasil perhitungan PPh pasal 4 ayat 2 bulan Januari s/d Desember 2013 mendapatkan hasil Rp 5.349.000 sebagai jumlah hasil pajak terhutang . PPh Pasal 4 ayat 2 (berdasarkan PP 46 Tahun 2013) disetorkan setiap bulan, paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir kecuali ditetapkan oleh Menteri Keuangan. b. Perhitungan PPh pasal 4 ayat 2 tahun 2014 Penjualan kotor bulan Januari–Desember 2013 adalah sebesar Rp 534.900.000. Dengan demikian perusahaan dapat menggunakan PPh pasal 4 ayat 2, karena omset perusahaan tahun 2013 lebih kecil dari Rp 4.800.000.000 Penjualan kotor bulan Januari 2014 adalah sebesar Rp 44.950.000 Penjualan kotor bulan Februari 2014 adalah sebesar Rp 47.650.000 Penjualan kotor bulan Maret 2014 adalah sebesar Rp 64.800.000 Penjualan kotor bulan April 2014 adalah sebesar Rp 65.750.000 Penjualan kotor bulan Mei 2014 adalah sebesar Rp 63.400.000 Penjualan kotor bulan Juni 2014 adalah sebesar Rp 70.300.000 Penjualan kotor bulan Juli 2014 adalah sebesar Rp Rp 61.100.000 166
Penjualan kotor bulan Agustus 2014 adalah sebesar Rp 69.400.000 Penjualan kotor bulan September 2014 adalah sebesar Rp 73.750.000 Penjualan kotor bulan Oktober 2014 adalah sebesar Rp 75.750.000 Penjualan kotor bulan November 2014 adalah sebesar Rp 76.500.000 Penjualan kotor bulan Desember 2014 adalah sebesar Rp 82.000.000
Pajak penghasilan berikut: Masa Pajak Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
yang harus dibayar oleh CV. Melania untuk tahun pajak 2014 adalah sebagai Peredaran Bruto Rp 44.950.000 Rp 47.650.000 Rp 64.800.000 Rp 65.750.000 Rp 63.400.000 Rp 70.300.000 Rp 61.100.000 Rp 69.400.000 Rp 73.750.000 Rp 75.750.000 Rp 76.500.000 Rp 82.000.000 Rp 795.350.000
Tarif Pajak 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
PPh Pasal 4 ayat 2 Rp 449.500 Rp 476.500 Rp 648.000 Rp 657.500 Rp 634.000 Rp 703.000 Rp 611.000 Rp 694.000 Rp 737.500 Rp 757.500 Rp 765.000 Rp 820.000 Rp 7.953.500
Dari hasil perhitungan PPh pasal 4 ayat 2 bulan Januari s/d Desember 2014 mendapatkan hasil Rp 7.953.500 sebagai jumlah hasil pajak terhutang . PPh Pasal 4 ayat 2 (berdasarkan PP 46 Tahun 2013) disetorkan setiap bulan, paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir kecuali ditetapkan oleh Menteri Keuangan. c. Perhitungan PPh pasal 4 ayat 2 tahun 2015 Penjualan kotor bulan Januari–Desember 2014 adalah sebesar Rp 795.350.000. Dengan demikian perusahaan dapat menggunakan PPh pasal 4 ayat 2, karena omset perusahaan tahun 2014 lebih kecil dari Rp 4.800.000.000 Penjualan kotor bulan Januari 2015 adalah sebesar Rp 74.250.000 Penjualan kotor bulan Februari 2015 adalah sebesar Rp 79.400.000 Penjualan kotor bulan Maret 2015 adalah sebesar Rp 83.850.000 Penjualan kotor bulan April 2015 adalah sebesar Rp 82.150.000 Penjualan kotor bulan Mei 2015 adalah sebesar Rp 89.450.000 Penjualan kotor bulan Juni 2015 adalah sebesar Rp 84.800.000 Penjualan kotor bulan Juli 2015 adalah sebesar Rp Rp 79.900.000 Penjualan kotor bulan Agustus 2015 adalah sebesar Rp 85.350.000 Penjualan kotor bulan September 2015 adalah sebesar Rp 89.400.000 Penjualan kotor bulan Oktober 2015 adalah sebesar Rp 92.250.000 Penjualan kotor bulan November 2015 adalah sebesar Rp 97.000.000 Penjualan kotor bulan Desember 2015 adalah sebesar Rp 99.350.000 Pajak penghasilan yang harus dibayar oleh CV. Melania untuk tahun pajak 2015 adalah sebagai berikut:
167
Masa Pajak Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Peredaran Bruto Rp 74.250.000 Rp 79.400.000 Rp 83.850.000 Rp 82.150.000 Rp 89.450.000 Rp 84.800.000 Rp 79.900.000 Rp 85.350.000 Rp 89.400.000 Rp 92.250.000 Rp 97.000.000 Rp 99.350.000 Rp 1.037.350.000,-
Tarif Pajak 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
PPh Pasal 4 ayat 2 Rp 742.500 Rp 794.000 Rp 838.500 Rp 821.500 Rp 894.500 Rp 848.000 Rp 799.000 Rp 853.500 Rp 894.000 Rp 922.500 Rp 970.000 Rp 993.500 Rp 10.373.500,-
Dari hasil perhitungan PPh pasal 4 ayat 2 bulan Januari s/d Desember 2015 mendapatkan hasil Rp 10.373.500 sebagai jumlah hasil pajak terhutang . PPh Pasal 4 ayat 2 (berdasarkan PP 46 Tahun 2013) disetorkan setiap bulan, paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir kecuali ditetapkan oleh Menteri Keuangan. PENUTUP
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa 1. CV. Melania telah menjalankan kewajibannya dalam menghitung dan membayar pajak ke Negara. 2. Besaran hasil perhitungan dari Pajak Penghasilan Pasal 17 dan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 pada CV.Melania berbeda. 3. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 17 jauh lebih besar jumlah pajak yang akan dibayarkan oleh CV Melania. 4. CV Melania saat telah menggunakan PPh Pasal 4 ayat 2 dalam proses menghitung jumlah pajak terhutang, karena selain jumlah pajak yang dibayarkan lebih ringan, jenis PPh pasal 4 ayat 2 juga sistem perhitungannya lebih mudah untuk diterapkan.
Saran Setelah memberikan kesimpulan dari hasil perbandingan Pajak Penghasilan Pasal 17 dengan Pasal 4 ayat 2, maka penulis juga memberikan saran sebagai berikut: 1. Perlu dilaksanakannya pencatatan yang lebih sistematis dan terorganisir dalam pembukuan dalam perusahaan agar dapat mempermudah dalam penghitungan dan penyelesaian kewajiban perpajakan. 2. Untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, agar kualitas dan kuantitas SDM dalam perusahaan dapat menjadi lebih baik. Dapat dimulai dengan struktur organisasi yang lebih terperinci atau lebih spesifik agar pelayanan yang di berikan lebih baik. 3. Kedepannya semoga pihak bisa lebih terbuka untuk memberikan data terhadap mahasiswa yang melakukan penelitian.
168
DAFTAR PUSTAKA Hery. 2008. Pengantar Akuntansi 1. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Ilyas, Wirawan dan Burton, Richard. 2010. Hukum Pajak. Edisi Lima.Salemba Empat. Jakarta. Ilyas, Wirawan dan Burton, Richard. 2010. Hukum Pajak. Edisi Enam.Salemba Empat. Jakarta. Jennifer F. Reinganum dan Louis L. Wilde. 1985. Income Tax Compliance In A Principal-Agent Framework.http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.464.2399&rep=rep1&type=pd f Kadek Trisna Dwiyanti dan Made Sukartha.2013. Pengaruh Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan Tahun 2010 Pada Manajemen Laba.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82276&val=986 Luh Gita Andini A. P. dan I Kadek Sumadi. 2014. Analisis Penerapan Tax review Atas Pajak Penghasilan Badan Dan Withholding Tax Pada Hotel X. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=195930&val=986&title=ANALISIS%20PENERAP AN%20TAX%20REVIEW%20ATAS%20PAJAK%20PENGHASILAN%20BADAN%20DAN%20WIT HHOLDING%20TAX%20PADA%20HOTEL%20X Mankiw, N. Gregory, Matthew Charles Weinzierl, dan Danny Ferris Yagan. 2009. Optimal Taxation In Theory And Practice. https://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/4263739/Mankiw_OptimalTaxationTheory.pdf?sequence=2 Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi revisi 2011.ANDI. Jakarta. Michael G. Allingham & Agnar Sandmo. 1972. Income Tax Evasion : A Theoretical Analysis. http://www3.nccu.edu.tw/~klueng/tax%20paper/1.pdf Nurul Ifadhoh. 2013. Implementasi Tax Planing Pajak Penghasilan Badan PT. Indojaya Mandiri.http://ejournal.stiesia.ac.id/index.php/jira/article/viewFile/205/208 Renita Rumuy. 2012. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Badan Sebagai Upaya Efisiensi Pembayaran Pajak PT. Sinar Sasongko. http://eprints.mdp.ac.id/706/1/jurnal%202009210045%20Renita_Rumuy.Pdf Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Rifaldi Josua Muaja. 2015. Analisis Penerapan Perencanaan Pajak Pada Wajib Pajak Badan di PT. Elsadai Servo Cons. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/download/10586/10173 Rima Naomi Pangemanan. 2013. Hubungan Jumlah Dan Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dengan Penerimaan PPh KPP Pratama Manado.http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/download/1886/1489 Sugiyono, 2007.Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.
169