JURNAL PUSDIKLAT PERDAGANGAN Volume 2 Nomor 1 tahun 2016
ISSN : 2477-3476
REDAKSI
JURNAL PUSDIKLAT PERDAGANGAN Jaringan Informasi Diklat dan Kebijakan Perdagangan Diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perdagangan, Kementerian Perdagangan RI dua kali setahun. Penanggung Jawab : R. Sapuratwi, S.Sos, M.Si Pemimpin Redaksi : Drs. M.Hadi Adji Susanto, MM Editor : Sunang Kori, SE, MM Mitra Bestari : Dr. Parluhutan Tado Sianturi, SE Dr. Teja Primawati Utami, S.TP, MM Dr. Miftah Farid, S.Tp, MSE Dr. Azis Muslim, ST, MSE Dudi Adi Firmansyah, Ph.d Dr. Sukoco, S.Tp, MSE Design Grafis : Nasrudin Fotografer : Suaip Rizal, ST Penerbit : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perdagangan Alamat : Gedung Pusdiklat Perdagangan, Jalan Abdul Wahab No. 8, Cinangka, Sawangan, Depok, Jawa Barat Telp/fax : 021-7422570, e-mail :
[email protected]
i
JURNAL PUSDIKLAT PERDAGANGAN Volume 2 Nomor 1 tahun 2016
ISSN : 2477-3476
PENGANTAR REDAKSI
Jurnal Pusdiklat Perdagangan merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perdagangan, Kementerian Perdagangan. Maksud dan tujuan diterbitkannya Jurnal Pusdiklat Perdagangan adalah sebagai sarana pertukaran ilmu pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan aparatur dan non aparatur, keilmuan di bidang perdagangan dan kebijakan di sektor perdagangan. Jurnal ini diharapkan dapat menumbuhkan kreativitas dan pertukaran gagasan para widyaiswara, peneliti, akademisi dan pemangku kebijakan sektor perdagangan. Jurnal Pusdiklat Perdagangan berisi pokok-pokok permasalahan baik dalam pengembangan kerangka teoritis, implementasi maupun pengembangan sistem pendidikan dan pelatihan perdagangan serta pengkajian kebijakan di sektor perdagangan secara keseluruhan. Dalam Vol. 2 No.1, Juli 2016 Jurnal Pusdiklat Perdagangan memuat 14 tulisan ilmiah. Diharapkan setiap naskah yang diterbitkan didalam jurnal ini memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan sumberdaya penelitian didalam bidang ilmu pendidikan dan perdagangan. Tim redaksi membuka pintu lebih lanjut untuk masukan baik kritik, saran dan pembahasan. Semoga jurnal Pusdiklat Perdagangan dapat bermanfaat bagi kita semua.
Selamat menyimak dan semoga bermanfaat.
Salam redaksi
ii
JURNAL PUSDIKLAT PERDAGANGAN Volume 2 Nomor 1 tahun 2016
ISSN : 2477-3476
DAFTAR ISI
PENGANTAR REDAKSI ANALISIS KELEMBAGAAN PRIOR OPTIONS REVIEW (POR) DALAM PELIMPAHAN WEWENANG UNTUK URUSAN KEMETROLOGIAN BERKAITAN DENGAN UU No.23 TAHUN 2014 DAN OIML D-1 EDITION 2012 Noprizal Achmad
1-9
PENERAPAN MODEL PERHITUNGAN MANFAAT FINANSIAL SISTEM RESI GUDANG UNTUK KOMODITAS BAWANG MERAH Rahayu Widyantini
10-21
DAMPAK TARIF DAN KUOTA IMPOR GULA TERHADAP PENAWARAN GULA DAN PENDAPATAN PETANI TEBU DI INDONESIA Vera Lisna dan Munawar Asikin
22-30
MARKET INFORMATION SYSTEM UNTUK MENDUKUNG ORGANIZED PHYSICAL MARKET: TEROBOSAN UNTUK PASAR YANG EFISIEN Nurlisa Arfani
31-38
STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT (Studi Kasus di Kabupaten Cianjur) Dwi Putri Destiani
39-47
ESTIMASI KETERSEDIAAN DAN FLUKTUASI HARGA BERAS DAN JAGUNG Kumara Jati
48-56
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH (UKM) DAN KOMODITI UNGGULAN DAERAH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN Gusnida dan Rahmedi Yonis
57-66
DINAMIKA PASAR PRODUK PANGAN SEGAR ANALISIS SKENARIO PERUBAHAN POLA KONSUMSI MASYARAKAT URBAN DI INDONESIA Ratnaningsih Hidayati
67-77
PERAN KAPAL TERNAK DALAM MEMPERLANCAR DISTRIBUSI DAN MENEKAN BIAYA LOGISTIK DAGING SAPI DARI SENTRA PRODUSEN KE SENTRA KONSUMEN DI INDONESIA Avif Haryana danYati Nuryati
78-85
iii
JURNAL PUSDIKLAT PERDAGANGAN Volume 2 Nomor 1 tahun 2016
ISSN : 2477-3476
DAFTAR ISI
REKAYASA ULANG MANAJEMEN PELAYANAN KEPADA ORIENTASI PELANGGAN SEBAGAI BAGIAN REVOLUSI MENTAL DALAM RANGKA MENDUKUNG MODERNISASI INFRASTRUKTUR PERDAGANGAN MENUJU PENINGKATAN DAYA SAING Rizal Himawan
86-95
PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN DALAM MENDUKUNG REVOLUSI MENTAL CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL (STUDI KASUS: PRAJABATAN GOLONGAN III KABUPATEN MAMUJU TENGAH) Anita
96 -104
MEKANISME PENGAWASAN PERDAGANGAN MINYAK GORENG DENGAN TEKNIK TECHNIQUE FOR OTHERS REFERENCE BY SIMILARITY TO IDEAL SOLUTION (TOPSIS) Yusup Akbar HIkmatuloh
105 - 116
MEKANISME PRODUKSI MINYAK GORENG KEMASAN DENGAN MULTI CRITERIA DECISION MAKING (MCDM) DAN MULTI EXPERT MULTI CRITERIA DECISION MAKING (ME-MCDM) Wahyu Widji Pamungkas
117 - 130
HAK KONSUMEN UNTUK MENDAPATKAN BENAR, JELAS, DAN JUJUR SEBAGAI PRINSIPHUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Adi Wicaksono
131-137
iv
INFORMASI YANG DASAR PRINSIP-
Jurnal Pusdiklat Perdagangan, VOL 2 No.1, JULI 2016 : 86 - 95
REKAYASA ULANG MANAJEMEN PELAYANAN KEPADA ORIENTASI PELANGGAN SEBAGAI BAGIAN REVOLUSI MENTAL DALAM RANGKA MENDUKUNG MODERNISASI INFRASTRUKTUR PERDAGANGAN MENUJU PENINGKATAN DAYA SAING Re-Engineering Service Management To Customer Oriented As A Part Of Mental Revolution To Support Trade Infrastructure Modernization Towards Competitive Enhancement
Rizal Himawan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan Jl. M.I.Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Pos-el:
[email protected] ABSTRACT: Under conditions of dynamic global environment, organizations such as the Ministry of Trade need to have the ability to respond quickly the changes that arise. Similarly, the ability to innovate, leave the old ways and implement new ways of modernization are also required. However, it also necessary to better understand the needs of their customers in order to win the competition. In this case, it is required to implement the concept of customer-oriented management so that all internal work processes and external output in the form of policies or other products can provide the things that are actually needed by businesses such as lower costs or higher functional.Thus, the competitiveness of the business operators will increase. Keywords: Customer oriented, service management, mental revolution, trade infrastructure modernization, competitive enhancement.
PENDAHULUAN Sektor perdagangan global terus bergerak secara dinamis menuju kondisi tidak adanya lagi batas-batas antar negara.Kemajuan teknologi telah umum dipahami sebagai salah satu faktor yang menjadi pendorong hal tersebut. Teknologi komunikasi dan informasi (ICT – Information and Communication Technology)misalnya, mampu meningkatkan aktivitas ekonomi dengan menghilangkan hambatan jarak geografis antar negara melalui aktivitas yang dikenal dengan nama perdagangan melalui dunia maya (ecommerce). Di lain pihak, kebijakan perdagangan global yang didorong oleh lembaga multinasional seperti WTO (World Trade Organization) juga mengarah pada mengurangi hambatan perdagangan antar negara. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa saat ini masyarakat global telah menuju pada model sektor perdagangan yang lebih terbuka dibandingkan sebelumnya.
Kondisi sektor perdagangan seperti itu tentunya membawa beberapa konsekuensi. Dilihat dari sisi positifnya, lebih terbukanya akses perdagangan tersebut tentu akan dapat memberikan kesempatan lebih besar kepada pelaku usaha dalam negeri untuk memperluas pangsa pasarnya, baik di dalam maupun ke luar negeri. Promosi produk pun dapat ditekan biayanya karena tidak memerlukan kehadiran secara fisik namun melewati jaringan maya. Sementara, konsumen juga akan lebih mudah mencari apa yang dibutuhkan dengan harga yang lebih kompetitif. Namun kondisi tersebut juga dapat memudahkan pelaku usaha dari luar masuk dan berkompetisi dengan pelaku usaha lokal. Tingkat persaingan pun akan semakin ketat. Di sinilah akan berlaku hukum kompetisi, siapa yang dapat beradaptasi dengan baik, lebih inovatif, serta mampu menyediakan produk atau jasa yang lebih sesuai dengan keinginan pelanggan maka dialah yang akan bertahan. 86
Rekayasa Ulang Manajemen Pelayanan kepada Orientasi...,Rizal Himawan
Dalam situasi seperti ini, maka peran pemerintah. Kementerian Perdagangan selaku pembina sektor perdagangan diperlukan.Untuk mampu sebanyak mungkin meraih efek positif dan menghindari efek negatif dari keterbukaan sektor perdagangan diperlukan perhatian pemerintah dalam bentuk pembangunan, pengembangan dan modernisasi perangkat keras dan perangkat lunak yang ada.Tujuan utamanya adalah meningkatkan efisiensi dan efektifitas sistem perdagangan serta meningkatkan kapabilitas pelaku perdagangan di dalam negeri. Dengan demikian sektor perdagangan di dalam negeri akan memiliki bekal dalam bersaing dengan pelaku luar. Perangkat keras (hardware) meliputi semua yang terkait dengan infrastruktur, baik yang langsung ataupun tidak langsung menunjang sektor perdagangan.Pembangunan sarana transportasi (jalan raya, jalur kereta, jembatan, pelabuhan, bandara), sarana komunikasi (jaringan telepon dan internet) dan sarana perdagangan (pasar, gudang, pusat distribusi, bursa) merupakan sebagian contoh di sisi perangkat keras.Sedangkan di sisi perangkat lunak, penyiapan perangkat regulasi, sistem dan sumber daya manusia merupakan sebagian hal-hal yang harus menjadi perhatian. Terkait perangkat keras, pembangunan ataupun modernisasi infrastruktur perdagangan, bila dapat digunakan secara efektif, akan mampu memberikan dampak positif pada peningkatan volume perdagangan. Dengan semakin baiknya infrastruktur, dukungan terhadap aktivitas-aktivitas perdagangan masyarakat akan meningkat, dengan demikian jumlah kegiatan perdagangan yang dapat berlangsung semakin banyak. Biayabiaya transaksi (transactional cost) pun dapat diturunkan bila infrastruktur yang memudahkan aktivitas perdagangan semakin baik.Dengan demikian, pada akhirnya volume perdagangan dapat meningkat. Literatur menyebutkan adanya hubungan positif antara
infrastruktur dan perdagangan (Erie, 2004, De, 2006 danNordås et al., 2004). Begitupun dengan perangkat lunak.Adanya regulasi yang mendukung, sistem yang tertata baik, serta sumber daya manusia yang cukup tersedia, maka akan menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi sektor perdagangan. Hal dapat memberikan dukungan bagi berkembangnya kegiatan dan volume perdagangan. Namun perlu diingat bahwa, perangkat keras maupun perangkat lunak penunjang perdagangan tersebut hanyalah suatu media yang akan menjembatani proses perdagangan. Pelaku utama adalah tetap manusia, baik sebagai penjual ataupun pembeli, produsen ataupun konsumen.Mereka adalah pengguna dan pelanggan dari semua infrastruktur, perangkat regulasi, ataupun sistem yang dibangun pemerintah sebagai pembina sektor perdagangan. Mereka yang akan menilai apakah semua perangkat tersebut cocok dipakai dan membantu aktivitas mereka. Dengan demikian, semua proses pembangunan dan modernisasi infrastruktur (perangkat keras) maupun regulasi dan sistem (perangkat lunak) harus mengacu pada kebutuhan mereka sebagai pelanggan, dengan kata lain, berorientasi pada pelanggan Sebagai contoh adalah pembangunan pasar.Kementerian Perdagangan mengemban tugas membangun pasar rakyat sebagai salah satu sarana perdagangan. Dengan terbangunnya pasar sebagai sarana jual-beli, akan mendukung ketersediaan, misalnya, barang kebutuhan pokok di daerah sekitar pasar tersebut. Dengan demikian, stabilitas harga barang kebutuhan pokok akan terjaga. Namun demikian, kebutuhan masyarakat sebagai pelaku yang akan menggunakan pasar tentunya berbeda di berbagai daerah. Ada yang menggunakan pasar secara harian, ada yang mingguan.Ada yang menggunakan pasar untuk menjual berbagai macam kebutuhan, ada pula 87
Jurnal Pusdiklat Perdagangan, VOL 2 No.1, JULI 2016 : 86 - 95
pasar yang lebih mengkhususkan pada komoditi tertentu. Atau mungkin saja yang dibutuhkan masyarakat bukan sekedar fisik pasar, namun juga dukungan kelancaran akses transportasi barang yang akan dijual-belikan, atau jaminan keamanan produk yang diperdagangkan, atau mungkin dukungan ketersediaan informasi akurat mengenai harga produk yang dijual.Dengan memahami terlebih dahulu apa yang dibutuhkan masyarakat dari suatu pasar akan meningkatkan utilitas dari pasar tersebut setelah dibangun.Intinya adalah bukan hanya sekedar melakukan modernisasi bangunan fisik, tapi melengkapi hal lainnya yang dibutuhkan masyarakat pengguna sarana perdagangan seperti pasar. Hal seperti ini akan diperoleh bila pelayanan berorientasi pada pelanggan. Konsep berorientasi pada pelanggan inilah yang harus dipegang teguh serta diterapkan dengan sungguhsungguh. Pemerintah sebagai pelayan yang melayani masyarakat pelaku perdagangan harus memahami apa yang sebenarnya mereka butuhkan sebagai pelanggan. Era keterbukaan informasi saat ini akan membuat masyarakat dapat cepat menilai dan membandingkan kualitas suatu pelayanan, mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka. Pun demikian dengan pesaing dari luar, mereka dapat mengambil alih keuntungan dengan menawarkan pelayanan yang lebih sesuai bila di dalam negeri masyarakat tidak menemukannya. Bila pemerintah terlambat mengantisipasi kebutuhan tersebut, maka tujuan dari proses pembangunan dan modernisasi infrastruktur penunjang perdagangan, yaitu menciptakan sektor perdagangan yang memiliki daya saing, dapat terhambat pencapaiannya.
sebagai berikut: (1) Bagaimana mendefinisikan secara tepat konsep tersebut? (2) Bagaimana melakukan implementasi konsep tersebut? Strategi apa yang harus dipakai? Tujuan Analisis Sesuai pertanyaan tersebut, maka analisis yang dilakukan pada tulisan ini bertujuan untuk: (1) Mendefinisikan konsep pelayanan berorientasi pada pelanggan, (2) Merumuskan strategi untuk melakukan implementasi konsep pelayanan berorientasi pada pelanggan. Metode pembahasan Untuk mencapai kedua tujuan tersebut, tulisan ini akan menggunakan pendekatan analisa kualitatif dan referensi dari literatur yang ada. Hal tersebut akan dilakukan dalam mendefinisikan konsep manajemen pelayanan berorientasi pelanggan dan dalam merumuskan strategi yang perlu diambil dalam implementasi konsep manajemen pelayanan berorientasi pelanggan tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Definisi konsep manajemen pelayanan Seperti yang dapat disarikan dari Grönroos (1994), pelayanan berorientasi pelanggan merupakan suatu konsep manajemen dalam organisasi.Ini mengenai bagaimana suatu organisasi melayani pelanggannya sehingga dikenal pula dengan sebutan manajemen pelayanan (service management).Di dalam dunia bisnis, hal ini merupakan pencerminan tren manajemen modern dalam mengantisipasi situasi kompetisi global.Suatu perusahaan modern harus mampu untuk merespon secara cepat perubahan dalam dunia bisnis, fleksibel dalam memuaskan kebutuhan konsumen yang dinamis, dan inovatif untuk menghadapi bermacam kompetitor (Hammer et al., 2009). Walaupun berbasis pada dunia bisnis, konsep manajemen tersebut dapat pula diterapkan pada organisasi pemerintahan, khususnya dalam sektor
Perumusan Masalah Berdasarkan kebutuhan akan penerapan konsep pelayanan berorientasi pada pelanggan tersebut, maka dapat dimunculkan dua permasalahan yang perlu dianalisis 88
Rekayasa Ulang Manajemen Pelayanan kepada Orientasi...,Rizal Himawan
perdagangan.Berbagai diskusi yang ada memberikan gambaran bahwa persaingan bisnis saat ini bukan hanya sebatas antar perusahaan saja, ataupun antar negara, namun sudah mencapai antara perusahaan melawan negara, bahkan antara individu melawan negara. Salah satu contoh dari luar negeri yang dapat menggambarkan tentang hal ini adalah mengenai perjanjian TTIP (The Transatlantic Trade and Investment Partnership), suatu perjanjian perdagangan dan investasi antara Uni Eropa dengan Amerika Serikat.Seperti yang diberitakan dalam website Uni Eropa (Euopean Commission, 2015), pemerintah dilarang membuat peraturan yang diskriminasi terhadap perusahaan asing.Ini berarti perusahaan dalam negeri harus siap berkompetisi dengan perusahaan asing tanpa “perlindungan regulasi anti kompetisi”.Contoh dari dalam negeri sendiri misalnya, masuknya layanan transportasi online yang terkesan melawan peraturan pemerintah yang ada saat ini.Oleh karena itu pemerintah, sebagai perwakilan negara, harus mampu pula menerapkan konsep tersebut supaya pemerintah atau perusahaan dalam negeri dapat memenangkan persaingan dalam memberikan pelayanan yang lebih memuaskan kebutuhan warga negaranya, terutama dalam berkompetisi di dengan perusahaan asing. Dengan demikian, kepercayaan dan dukungan pada pemerintah pun akan meningkat. Lalu, bagaimanakah bentuk dari konsep manajemen pelayanan tersebut?Untuk memahami hal tesebut dapat ditarik mundur ke zaman berkembangnya konsep manajemen sains (scientific management) dengan salah satu tokoh utamanya adalah Taylor yang dikenal sebagai Bapak Teknik Industri (Industrial Engineering). Taylor mempelopori penelitian ilmiah mengenai tata cara kerja pada lantai produksi di dalam pabrik. Tujuannya adalah menemukan metode kerja yang terukur dan lebih nyaman dan memudahkan bagi operator. Penciptaan
alat bantu kerja dan urutan gerakan tangan yang efisien sesuai kaidah ergonomis adalah contohnya. Dengan pemilihan metode yang tepat, akan dapat diperoleh peningkatan hasil dan kepuasan pekerja. Lebih jauh lagi, konsep Taylor ini dapat diterapkan dalam menemukan prinsip-prinsip aktivitas organisasi yang lebih terukur dan lebih memberikan kepuasan bagi pelanggannya, baik pelanggan internal maupun eksternalnya. Hal ini dilakukan melalui komitmen yang terus menerus terhadap proses perbaikan ke depan. Moto yang harus dipegang adalah tidak ada cara yang terbaik, namun yang ada adalah cara yang lebih baik. Harus terus berinovasi, tidak boleh statis. Dengan demikian organisasi akan dapat lebih mudah untuk memenangkan kompetisi melawan kompetitornya. Inilah landasan dari manajemen pelayanan (Nelson, 1992). Selain itu, Grönroos (1994) mengutarakan pula bahwa ciri –ciri utama manajemen pelayanan lainnya diantaranya adalah: mengutamakan hubungan jangka panjang, menjadikan pengelolaan kualitas sebagai satu kesatuan dalam manajemen (menjadi tanggung jawab semua bagian, bukan bagian tertentu saja dalam organisasi), dan fokus pada pembangunan internal pesonel untuk mendukung komitmen pada tujuan organisasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan untuk masa depan Disebutkan di atas bahwa salah satu ciri manajemen pelayanan adalah perbaikan secara kontinyu, harus berubah, tidak boleh statis.Situasi kompetisi yang ada saat ini sangatlah dinamis.Perubahan sangat cepat terjadi.Untuk dapat memenangkan kompetisi, organisasi harus mampu merespon dengan cepat.Perubahan serta inovasi pun harus cepat dilakukan.Ikut serta dalam proses menuju modernisasi merupakan hal yang mutlak diperlukan agar tidak tertinggal.Namun yang menjadi masalah adalah adanya 89
Jurnal Pusdiklat Perdagangan, VOL 2 No.1, JULI 2016 : 86 - 95
kecenderungan suatu sistem untuk berada dalam kondisi kesetimbangan (equilibrium). Ini menyebabkan organisasi mungkin enggan untuk berubah dari kondisi saat ini yang dianggap sudah nyaman. Untuk itu pertama-tama harus dimunculkan motivasi untuk berubah.Hal ini dapat dilakukan dengan memunculkan ketidaknyamanan, misalnya dengan menampilkan ketidaksesuaian antara hasil yang diharapkan dengan aktual yang dicapai.Kemudian munculkan “perasaan bersalah” dengan menghubungkan ketidaksesuaian tersebut dengan pentingnya tujuan yang harus dicapai organisasi. Namun yang tidak kalah penting adalah memunculkan keamanan psikologis sehingga semua elemen organisasi akan merasa aman untuk melakukan perubahan (Schein, 2010). Di lain pihak, March (dalam Hannan et al., 1984) menyatakan bahwa organisasi pada dasarnya selalu berubah secara kontinyu dan responsive, tidak kaku. Namun perubahan dalam organisasi tersebut tidak bisa dengan tepat dikontrol karena bersifat sangat imajinatif. Berdasarkan hal di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa diperlukan usaha untuk mengontrol perubahan yang terjadi dalam organisasi.Perlu usaha untuk mengarahkan.Bila perubahan tersebut diperlukan dalam rangka memenangkan suatu kompetisi melawan organisasi lainnya, maka upaya-upaya tersebut haruslah lebih intens, mengingat sifat kompetisi yang sangat dinamis.Maka, baik yang cenderung untuk statis ataupun yang cenderung berubah, pelaku ataupun anggota organisasi perlu mempunyai panduan yang jelas ke arah mana perubahan harus dilakukan sehingga perubahan tersebut memberikan hasil optimal sebagaimana yang dikehendaki. Lebih lanjut, perlu disadari pula bahwa, dengan adanya perubahan yang tak terelakkan, maka yang menjadi fokus adalah kapan itu akan terjadi,
apakah perubahan itu akan ditentukan oleh kompetitor ataukah berdasarkan strategi organisasi sendiri, apakah akan berlangsung tidak teratur ataukah akan berlangsung tenang. Oleh karena itu, supaya organisasi memiliki kendali atas berlangsungnya perubahan tersebut, organisasi perlu melakukan aktivitas membangun pemahaman tentang seperti apa kondisi di masa depan secara terus menerus (Hamel et al., 2013). Perubahan yang harus dilakukan Semakin lama pelanggan akan semakin kritis. Mereka lebih melihat kepada fungsionalitas dan biaya yang mereka keluarkan ketika menilai suatu produk atau jasa yang ditawarkan. Oleh karena itu organisasi harus mampu merespon dengan fokus pada proses bisnis yang dapat mengurangi biaya yang tidak perlu atau meningkatkan fungsionalitas pelayanan yang diberikan. Namun demikian, masyarakat global terdiri dari banyak entitas. Satu berubah yang lain juga akan merespon. Karena pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi, kadang perubahan itu terjadi dengan cepat sehingga organisasi terlambat menyadari.Akibatnya mereka terseok dalam dunia yang penuh kompetisi.Menurut Hammer et al., (2009), konsumen biasanya lebih condong pada fungsionalitas produk yang dapat mereka peroleh dengan harga yang minimum. Suatu contoh yang umum disampaikan dalam berbagai forum diskusi ataupun studi manajemen dan bisnis adalah bagaimana perusahaan sebesar Nokia akhirnya harus menyerah dalam persaingan.Nokia pernah menjadi perusahaan perangkat telekomunikasi yang besar dengan keunggulan kualitas suara pada produk telepon selulernya.Namun dunia berubah, masyarakat menjadi lebih menyukai lebih banyak fungsionalitas pada perangkat telepon seluler mereka. Terlambat mengantisipasi tren tersebut, Nokia pun kalah bersaing dengan 90
Rekayasa Ulang Manajemen Pelayanan kepada Orientasi...,Rizal Himawan
perangkat telepon seluler berteknologi yang lebih mampu melakukan banyak fungsi selain komunikasi suara, misalnya komunikasi visual/multimedia dan kemampuan multi tasking. Oleh karena itu, organisasi harus mampu menentukan strategi perubahannya dengan tepat.Cepatnya perubahan lingkungan menuntut perubahan yang cepat pula oleh organisasi.Bahkan kadang diperlukan perubahan yang radikal untuk mampu bertahan.IBM misalnya, bila tidak berubah dari perusahaan penyedia perangkat keras menjadi penyedia solusi lengkap untuk kebutuhan teknologi informasi, mungkin sulit bertahan.Dalam hal ini, perubahan yang dilakukan organisasi dapat merupakan perubahan radikal terhadap prosesproses yang biasa dilakukan serta budaya/kultur dalam suatu organisasi untuk dapat melakukan suatu “lompatan kuantum” dalam perfomansi.Inilah yang disebut dengan konsep rekayasa ulang (re-engineering). Rekayasa ulang bisnis bukanlah sekedar merupakan suatu tindakan perbaikan terhadap suatu “kelemahan/kekurangan” yang ada saat ini, tapi lebih kepada” melakukan segalanya dari awal lagi dan dengan cara baru” (Hammer et al., 2009). Saat ini, kemajuan teknologi informasi sering digunakan untuk membantu proses rekayasa ulang tersebut. Walaupun demikian perlu diingat bahwa sistem informasi bukanlah terbatas pada implementasi otomasi dan komputerisasi belaka. Sebagai perbandingan: bila dengan penerapan komputerisasi proses dapat diperoleh peningkatan perfomansi, sebesar 10%, maka dengan penerapan rekayasa ulang yang menyeluruh maka besaran peningkatannya mungkin dapat mencapai lebih dari 5 kali lipatnya. Hal ini misalnya dapat dilihat dari, misalnya, penerapan sistem pelayanan online untuk mengurus suatu perijinan.Teknologi pelayanan berbasis komputer tersebut memberikan dampak besar bagi peningkatan efisiensi pelayanan, biaya dapat ditekan, waktu dapat dipercepat, tidak ada lagi tatap
muka yang dapat menimbulkan potensi melakukan kecurangan.Namun demikian perlu diingat bahwa dalam hal ini yang menjadi masyarakat selaku pengguna ijin itu, bukan produk ijin itu sendiri. Mendesain kebijakan perijinan yang lebih sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakat mungkin dapat memberikan dampak lebih besar dibanding sebatas penerapan proses komputerisasi online dalam penerbitan suatu perijinan. Rekayasa ulang merupakan proses merancang ulang proses-proses yang biasa berlangsung. Merubah caracara lama. Berpikir di luar kotak (out of the box) pun dibutuhkan untuk menemukan cara-cara baru. Dengan demikian ini merupakan perubahan yang besar, menyeluruh atau totalitas. Di lain pihak, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2016) menyebutkan salah satu arti revolusi adalah perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang(2016). Dengan demikian, menurut penulis perubahan yang terjadi tersebut dapat disebut sebagai suatu revolusi.Revolusi yang menyangkut perubahan cara berpikir, bertindak, ataupun budaya/kultur suatu organisasi dalam menyampaikan pelayanannya kepada pelanggan mereka, hal yang merupakan bagian dalam manajermen suatu organisasi. Seperti disebutkan sebelumnya dalam tinjauan pustaka, penerapan konsep-konsep manajemen seperti ini menurut Nelson (1992) dapat disebut sebagai Revolusi Mental. Penerapan manajemen berbasis pelayanan dapat merupakan salah satu hasil dari revolusi ini. Organisasi yang sebelumnya kurang memberi perhatian pada apa yang sesungguhnya dibutuhkan atau diinginkan pelanggan mereka, perlu merubah cara berpikir, bertindak, dan budaya/kultur mereka tersebut. dengan demikian dapat meningkatkan perfomansi pelayanan mereka. Dengan peningkatan pelayanan, kepuasan pelanggan pun akan meningkat, hal tentunya memberikan nilai lebih bagi daya saing perusahaan tersebut. Berdasarkan hal di atas, secara umum dapat disimpulkan 91
Jurnal Pusdiklat Perdagangan, VOL 2 No.1, JULI 2016 : 86 - 95
bahwa revolusi mental, dalam arti penerapan konsep manajemen pelayanan perusahaan menjadi lebih berorientasi pada pelanggan, merubah cara-cara berpikir yang lama dapat memberikan dampak pada peningkatan daya saing.
berhubungan dengan tugas dan fungsinya. Pertama, Nawacita nomor 6 (enam), yaitu: meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Kedua yaitu nawacita nomor 7 (tujuh): mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Kedua agenda itu pada dasarnya mencerminkan usaha meningkatkan produktifitas, kapabilitas, dan daya saing sektor ekonomi dalam negeri sehingga dapat berkompetisi dengan negara luar. Dunia luar saat ini berubah dengan sangat dinamis.Setiap negara berlomba untuk menjadi dominan, baik dalam sektor ekonomi, perdagangan, ataupun sektor lainnya.Untuk itu, perlu antisipasi yang tepat dan cepat supaya Indonesia tidak tertinggal.Dengan demikian, perubahan yang ditempuh Indonesia harus dilakukan dengan cepat pula.Cara-cara lama tidak bisa lagi digunakan, inovasi-inovasi harus dimunculkan, revolusi harus dilakukan. Bagi organisasi pemerintah seperti Kementerian Perdagangan, outputnya sebagian besar berupa kebijakan (catatan:menurut pendapat penulis output pembangunan fisik pasar dilakukan oleh SKPD Kabupaten/Kota sebagai pelaksana pembangunan fisik, namun kebijakan mengenai jumlah, lokasi, tipe dan besaran biaya pembangunan pasar serta kebijakan pendukung peningkatan perfomansi perdagangan di pasar seperti pelatihan pengelolaan pasar yang baik merupakan output Kementerian Perdagangan). Karena berupa kebijakan, maka yang menjadi pelanggan dari pelayanan Kementerian Perdagangan adalah segenap pemangku kepentingan seperti masyarakat umum, pelaku usaha dalam dan luar negeri, investor, aparat pemerintah dari kementerian/lembaga lain baik di pusat ataupun daerah yang terkait dengan bidang perdagangan. Oleh karena itu, kebijakan
Proses melakukan revolusi mental Suatu revolusi umumnya tidak akan terjadi dengan sendirinya. Ada faktor-faktor yang menjadi inisiator ataupun stimulus bagi berlangsungnya suatu revolusi.Berdasarkan diskusi umum yang ada, bagi suatu organisasi faktor-faktor itu dapat dikelompokan menjadi faktor dari dalam dan faktor dari luar. Dari dalam dapat berupa visi atau strategi yang dimunculkan oleh pemimpin organisasi yang kemudian ditularkan ke seluruh anggota organisasi. Dari luar dapat berupa pengaruh kondisi lingkungan (kompetitor, sistem/peraturan yang berlaku) yang mendorong organisasi untuk berubah. Bagi organisasi pemerintah, seperti misalnya Kementerian Perdagangan, faktor perubah dari dalam dapat ditentukan oleh Rencana Strategisnya.Saat ini, Rencana Strategis Kementerian Perdagangan tahun 20152019 disusun berdasar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.Presiden Joko Widodo sendiri memiliki 9 agenda prioritas yang disebut Nawacita.Ini adalah prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.Agenda ini kemudian diimplementasikan dalam susunan RPJMN tersebut.Dalam hal ini, yang menjadi poin penting adalah, Presiden sebagai pemimpin telah memunculkan agenda perubahan.Ini yang harus ditularkan kepada segenap jajaran di bawahnya sehingga perubahan atau revolusi yang digagas itu dapat dilaksanakan bersama. Terkait Kementerian Perdagangan, terdapat dua dari sembilan agenda Nawacita yang 92
Rekayasa Ulang Manajemen Pelayanan kepada Orientasi...,Rizal Himawan
yang dikeluarkan tersebut harus mampu memenuhi harapan, kebutuhan dan keinginan para pemangku kepentingan tersebut selaku pelanggan. Dengan kata lain harus berorientasi pada pelanggan. Itulah sebabnya kegiatan tersebut harus direncanakan dan dilaksanakan dengan dasar konsep manajemen pelayanan berorientasi pelanggan.Dengan demikian pemangku kepentingan akan puas, kebutuhan mereka terpenuhi dengan baik, biaya yang mereka keluarkan lebih sedikit, lebih banyak manfaat yang mereka peroleh, daya saing mereka sebagai pelaku usaha perdagangan pun akan meningkat. Inilah yang akan mendukung dalam kompetisi dalam lingkungan global yang berubah dengan dinamis.
pemerintahan diperlukan 3 (tiga) hal.Pertama, diperlukan suatu sistem pembelajaran bagi segenap aparat pemerintah untuk dapat menyerap konsep pelayan berorientasi pelanggan tersebut.Kemudian, perlu adanya pelatihan dan evaluasi secara terus menerus agar hasil pembelajaran tersebut dapat diimplementasikan dengan baik.Terakhir, perlu adanya contoh (role model) yang dapat menjadi panutan atau acuan dalam pelaksanaan di lapangan. Terkait hal ini, maka sistem pembelajaran atau suatu kurikulum pelatihan tentang konsep manajemen pelayanan berorientasi pelanggan dan konsep melakukan perubahan desain proses kerja berbasis rekayasa ulang (re-engineering) perlu disusun. Mengapa kedua hal itu penting? Dalam penerapan manajemen pelayanan berbasis pelanggan kadang akan diperlukan desain ulang terhadap proses-proses kerja dalam organisasi yang saat ini berjalan. Untuk inilah diperlukan pemahaman tentang konsep rekayasa ulang. Dalam implementasinya, kurikulum pembelajaran ini dapat dilakukan secara bertahap karena diperlukan banyak latihan/praktek supaya dapat menyerap konsep dengan baik.Selain itu evaluasi atas hasil pembelajaran tahap pertama dapat digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan dan peningkatan pembelajaran di tahap selanjutnya. Di sinilah terdapat peran lembaga diklat instansi pemerintah untuk melakukan pemberian proses pembelajaran bagi aparat di instansi mereka. Untuk memperkaya materi, terutama dalam contoh aplikasi, dapat melakukan kerjasama dengan praktisi bisnis ataupun akademisi sekolah bisnis yang berkecimpung dalam implementasi proses rekayasa ulang ataupun manajemen pelayanan berorientasi pelanggan. Mungkin pula untuk disusun suatu program magang bagi aparatur pemerintah di lingkungan organisasi lain yang sudah/sedang menerapkan proses rekayasa ulang
Strategi penularan Hal yang kemudian menjadi perhatian adalah bagaimana menularkan agenda perubahan itu. Tanpa strategi yang jelas, penularan tersebut tidak akan berhasil. Mungkin akan timbul resistensi dari aparatur pemerintah yang belum paham pentingnya perubahan tersebut. Pun bila berjalan, mungkin tidak akan sempurna karena kurangnya pemahaman. Oleh karena itu penting untuk menentukan strategi penularan yang tepat sehingga revolusi mental, dalam hal penerapan manajemen pelayanan berorientasi pelanggan,dapat terinternalisasi secara menyeluruh dalam segenap proses desain dan pelaksanaan kebijakan. Secara umum untuk dapat menerapkan suatu konsep atau hal yang baru diperlukan dua hal utama: panduan yang jelas dan latihan/pembelajaran yang kontinyu. Selain itu, dalam hal penularan suatu konsep baru ke dalam organisasi, Schein (2010) menjelaskan peranan dari pemimpin yang dapat berperan sebagai role model bagi anggota organisasi lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terkait dengan penularkan konsep revolusi mental dalam pelayanan berorientasi pelanggan pada suatu organisasi 93
Jurnal Pusdiklat Perdagangan, VOL 2 No.1, JULI 2016 : 86 - 95
atau manajemen pelayanan berorientasi pelanggan. Selain pelaksanaan proses pembelajaran, penyediaan panutan yang dapat menjadi acuan juga merupakan faktor penentu keberhasilan penularan. Dengan melihat adanya tokoh yang bias dijadikan panutan, maka anggota organisasi akan lebih termotivasi dalam mengimplementasikan manajemen pelayanan berorientasi pada pelanggan tersebut. Dalam hal inilah terdapat fungsi pimpinan untuk menjalankan fungsi sebagai panutan.Untuk itu sebelum anggota organisasi diminta menerapkan manajemen pelayanan berorientasi pelanggan, pimpinan lah yang harus terlebih dahulu menguasai dan menerapkannya.Pimpinan pula lah yang harus menuntun dan mengarahkan segenap usaha dalam rekayasa ulang proses-proses dalam organisasi sehingga dihasilkan desain keluaran, misalnya dalam bentuk rancangan kebijakan, yang lebih berorientasi pada pelanggannya.
menerus, dan memberikan suatu contoh acuan (role model) yang dapat menginspirasi dalam melakukan pembelajaran. Strategi implementasi yang tepat akan mendukung tercapainya hasil yang diharapkan. Penerapan manajemen pelayanan berorientasi pelanggan yang didukung oleh rekayasa ulang prosesproses internal serta output eksternal dari suatu organisasi pemerintahan seperti Kementerian Perdagangan akan menghasilkan kebijakan atau hasil lainnya yang benar-benar dibutuhkan pelanggan, yaitu pelaku usaha perdagangan, seperti biaya yang lebih rendah atau fungsionalitas yang lebih tinggi. Fungsionalitas bukan hanya dilihat dari modernnya produk atau jasa yang ditawarkan, namun lebih pada kecocokan dan juga kelengkapan fungsi pendukung dari produk atau jasa tersebut. Dengan memperoleh hal itu, para pelaku tersebut akan memperoleh daya saing yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN Berdasarkan pemaparan di atas, maka telah dapat disimpulkan jawaban pertanyaan pertama mengenai pengertian mengenai konsep manajemen berorientasi pelanggan. Yaitu, merupakan konsep manajemen dalam organisasi yang menitikberatkan pada usaha untuk lebih memahami apa yang diharapkan pelanggannya, baik internal ataupun eksternal. Dengan menerapkan hal tersebut, maka segala proses kerja internal dan juga output eksternal yang dihasilkan akan dirancang dan dilaksanakan dengan suatu metode yang dapat memberikan kepuasan pada pelanggannya. Sedangkan mengenai pertanyaan kedua terkait strategi implementasi manajemen pelayanan berorientasi pelanggan, dapat disimpulkan bahwa ada tiga hal yang penting untuk dilakukan: menyiapkan metode pembelajaran yang komprehensif bagi anggota organisasi, melaksanakan pelatihan dan evaluasi secara terus
De, Prabir. 2006. Trade, Infrastructure and Transaction Costs: The Imperatives for Asian Economic Cooperation. Journal of Economic Integration. 21 (4):708-735. Erie, Steven P. 2004.Globalizing LA: Trade, Infrastructure, and Regional Development.Stanford University Press. European Commission. 2015. About TTIP – Basics, Benefits, Concerns. http://ec.europa.eu/trade/policy/infocus/ttip/about-ttip/questions-andanswers/. (diakses 20 Juni 2016). Grönroos, Christian. 1994. From scientific Management to Service Management: A Management Perspective for the Age of Service Competition. International Journal of Service Industry Management.5 (1): 5-20. Hammer, Michael and Champy, James.2009. Reengineering the Corporation: Manifesto for Business Revolution.A. Zondervan. Hamel, Gary and Prahalad, Coimbatore K. 2013.Competing for the Future. Harvard Business Press.Hannan,
94
Jurnal Pusdiklat Perdagangan, VOL 2 No.1, JULI 2016 : 86 - 95
Michael T., and Freeman, John.1984. Structural Inertia and Organizational Change.American Sociological Review. 49 (2): 149-164. Kamus Besar (KBBI).2016.
Bahasa
Nordås, Hildegunn Kyvik and Piermartini ,Roberta. 2004. Infrastructure and Trade. WTO Working Paper No.ERSD-200404.https://www.wto.org/english/res_e/ reser_e/ersd200404_e.htm. (diakses8 Maret 2016). Schein, Edgar H. 2010. Organizational Culture and Leadership.Vol. 2.John Wiley & Sons.
Indonesia
http://kbbi.web.id/revolusi. (diakses 20 Juni 2016). Nelson, Daniel. 1992.A Mental Revolution: Scientific Management Since Taylor. Ohio State University Press.
vi