JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT
ISSN 1693-2889
Volume 14 Nomor 1 Januari 2015
TEORI HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Nur Asmarani Abstrak Hak asasi manusia bersifat universal artinya hak asasi manusia melekat pada diri manusia itu sendiri, tidak diberikan oleh siapapun artinya semua manusia memilkinya karena merupakan pemberian dari Tuhan, dan tidak boleh siapapun untuk mengambilnya. Perkembangan HAM menggunakan istilah generasi selanjutnya disebut dengnn generasi pertama HAM, genrasi kedua HAM, generasi Ketiga HAM dan ketrerkaitan (Indivisibility)dan saling ketergantungan (Interdependence). HAM dapat dikelompokan dalam hak-hak sipil (civil rights), hak untuk proses hukum yang adil (due process rights), hak-hak politik (political rights), hak-hak ekonomi (economic rights), dan hak-hak di bidang budaya (culture rights) I. Pendahuluan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.1.Oleh karenanya meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan berbeda tetap memiliki hak-hak yang sifatnya universal.Selain sifatnya yang universal, hak-hak itu tidak dapat dicabut(inalienable), karena hak-hak tersebut melekat kepada dirinya sebagai manusia.Akan tetapi persoalan hak asasi manusia baru mendapat perhatian ketika pengimplementasikannya dalam kehidupan bersama manusia. Pemikiran tentang keselarasan hidup dalam masyarakat dikemukakan oleh Aristoteles pada abad ke- 4 SM, bahwa untuk mencapai tujuan hidup manusia membutuhkan manusia lain, sehingga keberadaan masyarakat mutlak agar individu
11
Jack Donnely, dalam Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII),2008, Yogyakarta, Hal. 11.
Hukum dan Masyarakat 2015
Manusia dapat memiliki arti dan berkembang.2Pemikiran ini mendapat tempat dalam masyarakat pada waktu itu dan menjadi dasar munculnya institusi negara.Kemudian pada abad ke- 12 Thomas Aquinas mempertegas, bahwa manusia
adalah
mahluk
sosial
yang
membutuhkan
masyarakat
agar
mengembangkankan kepribadian dan rasionya. Sebagai konsekuensi logis itu, maka perlu kesetabilan dalam masyarakat, sehingga diperlukan kekuasaan raja sebagai pengaturnya. Pada abad ke- 14 Thomas Hobbes mencetuskan teorinya yang terkenal dengan teori perjanjian, bahwa manusia dalam hidup perlu melakukan perjanjian dengan sesamanya, dan selanjutnya menyerahkan hak-hak tersebut kepada raja untuk kepentingan manusia itu sendiri.Raja dalam hal ini tidak menjadi salah satu pihak dari perjanjian tersebut, tetapi sebagai pihak yang bebas yang mendapat kewenangan luas dengan adanya sebagian hak yang diserahkan masyarakat kepadanya.Hal ini menjadi dasar munculnya Negara atau kerajaan yang absolut, karena kekuasaan raja cenderung sewenang-wenang dan kepentingan individu dan mayarakat tidak terlindungi. Akhir abad ke-14 hingga awal abadke-17, muncul ide baru dari John Locke bahwa manusia memiliki hak yang tidak dapat dihilangkan, yaitu: life, liberty, dan prosperity.Negara harus melindungi hak-hak tersebut dari tindakan perampasan dan perkosaan.Pemikiran ini menjadi ide dasar dari munculnya gerakan pembelaan hak asasi manusia di dunia barat.Dalam perkenbangannya muncul J.J. Rousseau dengan teori kontrak sosial, bahwa kekuasaan Negara itu karena berdasarkan persetujuan atau kontrak anatara seluruh anggota masyarakat untuk membentuk suatu pemerintahan.Negara tidak bisa mencabut hak-hak dasar individu yang dimiliki individu dan masyarakat, bahkan
Negara harus melindungi hak-hak tersebut dari tindakan perampasan dan perkosaan.3Pemikiran John Locke dan J.J. Rosseau menjadi dasar 2
Reinhart, dalam Harun Pujiarto, Hak Asasi Manusia;Kajian Filosofis dan Implementasinya dalam Hukum Pidana Indonesia, 1999, Cetakan Pertama, Universitas Atma Jaya Press, Yogyakarta, Hal, 29. 3 Ibid. Hal. 29-30.
25
Hukum dan Masyarakat 2015
berkembangnya pemikiran-pemikiran selanjutnya tentang hak asasi manusia, dan berpengaruh besar pada terjadinya revolusi di Perancis dan Amerika Serikat. Hak asasi manusia lahir di kerajaan Inggris dalam bentuk peraturan tertulis dikemukakan pertama kali dalam Magna Charta 1215, yang menyebutkan
bahwa
raja
dapat
dibatasi
kekuasaannya
dan
diminta
pertanggungjawaban hukum, sehingga muncul doktrin bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum, termasuk raja.Semangat Magna Charta ini menjadi inspirasi munculnya undang-undang dalam kerajaan Inggris pada tahun 1689 yangdikenal dengan
Bill
of
Rights.Munculnya
undang-undang
ini
menjadi
awal
munculnyanya agium ”manusia sama di muka hukum” (equality before the law). Adagium ini menjadi dasar berkembangnya negara hukum dan demokrasi yang menjamin asas persamaan dan kebebasan sebagai warga negara. 4 Tahun 1776
di Amerika Serikat terjadi deklarasi kemerdekaan
(declaration of independence)yang menyatakan dengan tegas bahwa manusia adalah merdeka sejak dalam perut ibunya, sehingga tidak masuk akal jika setelah lahir ia harus terbelenggu. Semangat kemerdekaan ini terinspirasi dari paham Rosseau dan Montequeautentang teori pemisahan kekuasaan (Trias Politica).Teori pemisahan kekuasaan ini menciptakan satu susunan negara yang adil dan seimbang. Pada tahun 1789 d Perancis lahir sebuah deklarasi yang dikenal dengan the French Declarationyang didalamnya dikemukakan hak-hak yang lebih rinci yang menjadi dasar dari rule of the law. Di samping itu diatur pula mengenai tidak bolehnya penangkapan dan penahanan secara semena-mena, mirip denganpresumption of innsence, hak kebebasan berpendapat, kebebasan beragama, berpendapat dan perlindungan terhadap hak milik. Dengan adanya hak asasi manusia yang terinci tersebut, dapat dikatakan bahwa Deklarasi Perancis sudah mencakup hak-hak yang menjamin timbulnya negara demokrasi maupun negara hukum.5Pada abad ke 19 kaum liberalis muncul kaum buruh yang berpaham sosialis memperjuangkan 4
Ahmad Kosasih, Op.cit. Hal. 20 Baharuddin Lopa, dalam Mahrus Ali dan Syarif Nur Hidayat, 2011, Penyelesaian Pelanggaran Ham Berat, Gramata Publishing, Jakarta, Hal. 3 - 4. 5
26
Hukum dan Masyarakat 2015
hak-hak sosial.Perjuangan kaum liberal dan buruh yang berpaham sosialis memperjuangkan hak-hak sosial. Perjuangan kaum sosial dan buruh tersebut terutama untuk mencapai kedudukan yang sama dengan kelas-kelas yang hendak memonopoli kekuasaan. Dalam abad ke -20, Presiden Amerika Serikat Franklin D. Rosevelt, merumuskan dan mengeluarkan The Four Freedom, yaitu freedom of speech, freedom of religion, freedom of frear, freedom of want. Rumusan hak asasi manusia ini merupakan hasil pemikiran bahwa untuk dapat hidup dengan nyaman, manusia tidak hanya dibekali dengan hak politik saja, tetapi kebutuhan sehari-hari harus terpenuhi. The Four Freedom ini menjadi inspirasi adanya Universal Declration of Human Right (UDHR) atau Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) pada tanggal 10 Desember 1948.UDHR (DUHAM)
tidak saja memuat HAM tetapi juga mencerminkan pengalaman penindasan oleh rezim Fazis dan Nazi dalam Perang Dunia II yang menimbulkan tragedi kemanusiaan.Akhirnya bangsa-bangsa yang dijajah menggunakan HAM terutama “hak menentukan nasib sendiri” (rights to self determination)untuk merdeka. Pada tahun 1966 dua persetujuan internasional tentang hak-hak ekonomi,
sosial
dan
kultural
dan
hak-hak
sipil
dan
politik
dipublikasikan.Selanjutnya tahun 1976 kedua persetujuan intermasional itu diberlakukan dan dengan demikian UDHR (DUHAM) yang didambakan berlaku di seluruh dunia. II. Pembahasan A. Perkembangan Hak Asasi Manusia Hak asasi manusia internasional yang awalnya adalah gagasan dari John Locke yakni hak kodrati, perkembangan selanjutnya tidak hanya terbatas pada hak-hak sipil dan politik, tetapi juga hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bahkan bertambah substansinya yang disebut hak-hak solidaritas. Karel Vasak seorang ahli hukum Perancis, untuk memahami dengan lebih baik perkembangan substansi hak-hak yang terkandung dalam konsep hak asasi manusia, digunakan istilah “generasi”
untuk menunjuk pada
27
Hukum dan Masyarakat 2015
substansi dan ruang lingkup hak-hak yang diprioritaskan.Kategori generasi didasarkan pada slogan Revolusi Perancis, yaitu: “kebebasan, persamaan, dan persaudaraan”.6 Generasi-generasi hak-hak yang dimaksud sebagai berikut: a. Generasi Pertama Hak Asasi Manusia HAM generasi pertama, merupakan HAM yang “klasik” dirujuk untuk mewakili hak-hak sipil dan politik. Termasuk dalam hak generasi pertama adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan bergerak, hak suaka dari penindasan, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, kebebasan untuk berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari hukum yang berlaku surut, dan hak mendapatkan proses hukum yang adil. Hak-hak generasi pertama ini sering disebut sebagai “hak-hak negatif”, karena menuntut tidak adanya campur tangan atau intervensi dari pihak-pihak luar baik negara maupun kekuatan-kekuatan sosial lainnya. b. Generasi Kedua Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia Generasi Kedua diwakili oleh perlindungan bagi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak ini menuntut agar negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar manusia.Termasuk dalam generasi kedua yakni hak atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat, dan hak atas perlindungan hasil karya ilmiah, kesusasteraan dan kesenian. Hak generasi kedua merupakan tuntutan akan persamaan sosial. Hakhak ini dikatakan sebagai “hak-hak positif” karena diperlukan peran aktif dari negara untuk pemenuhannya.Keterlibatan negara dalam hal ini dilakukan dengan menyusun dan menjalankan program bagi pemenuhan hak-hak tersebut melalui kebijakan pembangunan. c. Generasi Ketiga Hak Asasi Manusia 6
Karel Vasak,1977, “A 30 Year Struggle: The Sustained Effortto Give Force of to the Universal Declaration of Human Rights”, Unesco Courier, November, Hal.29-32.
28
Hukum dan Masyarakat 2015
Hak-hak generasi ketiga diwakili dengan adaya tuntutan dari negaranegara berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan atas hak solidaritas atas terciptanya suatu tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya:7 (i) hak atas pembangunan; (ii) hak atas perdamaian; (iii) hak atas sumber alam sendiri; (iv) hak atas lingkungan hidup yang baik; dan (v) hak atas warisan budaya sendiri. d. Keterkaitan (Indivisibility) dan Kesalingtergantungan (Interdependence) Merupakan kontribusi dari dunia ketiga terhadap eksistensi hak asasi manusia terutama hak untuk menentukan nasibnya sendiri (self determination) dalam forum internasional. Terlepas dari inkonsistensi dan multi intrpretasi prinsip-prinsip hak asasi manusia terutama dalam hal intervensi kemanusiaan atau prinsip non intervensi, negara-negara anggota PBB tetap mencapai kemajuan dalam menegakkan hak asasi manusia. Perbedaan pandangan antara negara-negara maju/Barat yang lebih menekankan hak individu, sipil dan politik,
dengan
negara-negara
berkembang/Timur
yang
menekankan
pentingnya hak-hak kelompok, ekonom dan sosial, berujung pada penciptaan suatu kesepakatan bahwa hak asasi manusia harus diperhitungkan satu kesatuan yang menyeluruh.Artinya hak-hak sipil dan politik, ekonomi, sosial dan
budaya
saling
berkaitan
(invisible)dan
saling
membutuhkan
(interdependence)dan harus diterapkan secara adil baik terhadap individu maupun kelompok. Dikemukakan pula oleh Aswanto8, mengenai HAM dikelompokan sebagai berikut: 1. Hak-hak Sipil (civil rights) yang terdiri atas: a) Integrity rights (hak menyangkut keutuhan hidup) meliputi: 1) rights to life (hak hidup); 2) no death penalty (tidak ada hukuman mati); 7
Philip Alston, 1982, “A Third Generation of Solidarity Rights: Progressive Development or Obfuscation of International Human Rights Law”,Netherlands International Law Review, Vol. 29. No.3, Hal. 307-322. 8 Aswanto, 2012, Hukum dan Kekuasaan, Relasi Hukum, Politik, dan Pemilu, Rangkang Education,Yogjakarta, Hal. 26.
29
Hukum dan Masyarakat 2015
3) no torture (larangan penyiksaan); 4) no slavery (larangan perbudakan); 5) freedom of residence(kebebasan untuk memilih tempat tinggal); 6) freedom of movement (kebebasan untuk bergerak); 7) right to leave any country, return (hak untuk hidup di negara mana saja, serta kembali ke negara asal); 8) protection of privacy, honour and reputation (perlindungan atas privasi, kehormatan dan nama baik); 9) protection of property (perlindungan atas hak kebendaan); 10) freedom of thouht, concience and religion (kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama); 11) right to seek asylum from persecution (hak untuk meminta perlindungan suaka politik dari persekusi); 12) right to nationality (hak untuk mendapat kewarganegaraan); 13) Right to family life (hak untuk hidup dengan keluarga).
b) Hak-hak untuk proses hukum yang adil (Due Process rights) meliputi: 1) No arbitary arrest, detention or exile (larangan penangkapan, penahanan atau pembuangan sewenang-wenang); 2) Right to effective remedy (hak untuk mendapat pemulihan yang efektif); 3) Right to fair trial (hak atas peradilan yang adil); 4) Equality before the courts (semua orang bersamaan kedudukannya di depan pengadilan); 5) Right to the accused (hak bagi terdakwa, lihat KUHAP); 6) Nulla poena sine lege (asas legalitas, seseorang tidak boleh dihukum kalau perbuatan yang dilakukan itu belum diatur di dalam undang-undang sebagai kejahatan). 2. Hak-hak politik (Political rights) terdiri atas: a) Opinion and expression (hak berpendapat dan mengeluarkan pendapat);
30
Hukum dan Masyarakat 2015
b) assembly and association(hak untuk berkumpul dan berorganisasi); c) take part in goverment (hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan); d) equal access to public service (hak yang sama untuk memanfaatkan pelayanan umum); e) Elect and be elected (hak dipilih dan memilih).
3. Hak-hak ekonomi (socioeconomic rights), meliputi: a) right to work (hak mendapat pekerjaan); b) equal pay for equal work (hak mendapat upah yang seimbang dengan pekerjaan); c) no forced labour (larangan pemaksaan tenaga kerja); d) trade union (hak membuat serikat dagang); e) organize
and collective
bargaining
(hak untuk melakukan
negosiasi); f) re-stand leisure (hak menggunakan waktu istirahat); g) adequate standard of living (hak mendapatkan standar hidup yang memadai); h) right to food (hak mendapatkan makanan); i) right to health (hak mendapatkan kesehatan); j) right to housing (hak mendapatkan pendidikan); k) right to education (hak mendapatkan pendidikan). 4. Hak-hak di bidang budaya (Culture rights), meliputi: a) Take part in cultural life (hak mengambil bagian dalam kehidupan budaya); b) To
benefit
from
scientific
progress
(hak
untuk
menikmati/memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan); c) Protection of authorship and copyright (perlindungan terhadap kebebasan mengarang dan hak cipta); d) Freedom in scientific research and creative activity (kebebasan dalam meneliti ilmu pengetahuan dan berkreasi).
31
Hukum dan Masyarakat 2015
Selain pengelompokan HAM seperti tersebut di atas, dikenal juga sejumlah hak yang meliputi right to self determination; women’s rights; non discrimination; protection of children; protection of minorities, yang merupakan kelompok classical rights, serta generasi baru dari HAM yaitu hak membangun, hak informasi dan hak lingkungan. 9 B. Teori HakAsasi Manusia Manusia memiliki hak yang dibatasi untuk kepentingan masyarakat, yang tidak lain adalah untuk kepentingan manusia itu sendiri.Secara umum manusia menghendaki ditetapkannya kaidah-kaidah umum dalam sistem konstitusi dan perundang-undangan serta hal-hal yanh harus diikuti dalam pelaksanaanya.Hal tersebut tidak dapat diketahui betasannya dengan konkret dan definitif karena
berkisar pada prinsip kebebasab dan
prinsip
persamaan.Oleh karenanya senantiasa terjadi perbedaan pendapat dan pertentangan paham serta teori yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan pengertian dan batasan-batasan yang dipengaruhi oleh aliran pemikiran, kepercayaan, adat istiadat, kondisi dan situasi.Hal ini menyebabkan jika masalam hak asasi manusia sejak dahulu telah menjadi topic pembahasan oleh para filsuf, pemimpin agama, kaum politisi, sosiolog, ahli hokum ahli ekonomi, dan sastrawan.Dan tidak mengherankan pula bahwa hal tersebut menjadi sebab bagi peristiwa-peristiwa sejarah yang berakhir dengan terjadinya revolusi politik, sosial, kebangkitan pemikiran, perubahan hokum dan perundangan serta lahirnya deklarasi dan perjanjian regional maupun internasional. Scot Davidson10, mengatakan bahwa terdapat dua kategori
yang
sangat luas dalam penelitian tentang hak asasi manusia, yang pertama Yurispruden analitis, yang mempertanyakan hakikat dan asal usul hak-hak asasi dan bagaimana mungkin kita mengetahui bahwa kita mempunyai hak-hak itu. 9
Aswanto, Opcit, hal.6-8. Scott Davidson dalam Melkias Hetharia, 2011, Hak Asasi Manusia Suatu Pengembang Konsep yang Ideal, Logoz Publishing, Bandung, Hal. 68. 10
32
Hukum dan Masyarakat 2015
Kategori yang kedua Yurispruden normatif, yang mempertanyakan kekhasan hak-hak yang diakui dan dimiliki oleh individu, dan bagaimana kedudukan hakhak seperti itu dalam kaitannya satu sama lain. Selanjutnya akan dipaparkan teori hak asasi manusia yang digunakan untuk menjelaskan masalah hak asasi manusia. Teori hak asasi manusia tersebut dapat dilihat dari dua sisi, yaitu paham Universalitas dan Relativisme budaya. Teori universalisme menyatakan bahwa akan semakin banyak budaya “primitif” yang pada akhirnya berkembang untuk kemudian memiliki sistem hukum dan hak yang sama dengan budaya Barat. Teori Reltivisme Budaya di sisi lain menyatakan sebaliknya, yaitu bahwa suatu budaya tradisional tidak dapat di ubah. Adapun teori-teori ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Teori Universalisme(Universalism Theory) Doktrin kontremporer hak asasi manusia merupakan salah satu dari sejumlah perspektif moral universalis.Asal-usul dan perkembangan hak asasi manusia tidak dapat terpisahkan dari pperkembangan universalisme nilai moral.Sejarah perkembangan filosofis hak asasi manusia dapat dijelaskan dalam sejumlah doktrin moral khusus yang meskipun tidak mengekspresikan hak asasi manusia secara menyeluruh, tetap menjadi dasar pra syarat filosofis bagi doktrin kontemporer. Hal tersebut mencakup suatu pandangan moral dan keadilan yang berasal dari sejumlah domain pra social, yangmenyajikan dasar untuk membedakan antara prinsip dan kepercayaan yany “benar” dan yang “konvensional”. Pra syarat yang penting bagi pembelaan hak asasi manusia diantaranya adalah konsep individu sebagai mahluk pemikul hak “alamiah” tertentu dan beberapa pandangan umum mengenai nilai moral yang melekat dan adil bagi setiap individu secara rasional. Hak asasi manusia berangkat dari konsep universal moral dan kepercayaan
akanberadaan kode-kode moral universal yang melekat pada
seluruh umat manusia. Universal moral meletakkan keberadaan kebenaran moral yang bersifat lintas budaya dan lintas sejarah yang dapat diidentifikasiki secara moral.Asal muasal universalisme moral di Eropa terkait dengan tulisan
33
Hukum dan Masyarakat 2015
Aristoteles dalam karyanya Nicomachean Ethics, yang menguraikan suatu argumentasi yang mendukung keberadaan ketertiban moral yang bersifat alamiah.ketertiban alam ini menjadi dasar bagi seluruh sistem keadilan rasional.Kebutuhan atas suatu ketertiban alam kemudian diturunkan dalam serangkaian kriteria universal yang komprehensifuntuk legitimasi dan sistem hukum yang sebenarnya “buatan” manusia.Oleh karenanya kriteria unutk menetukan suatu sistem keadilanyang benar-benar rasional harus menjadi dasar dari segala konvensi-konvensi social dalamsearah manusia.Hukum alam ini sudah ada sejak sebelum manusia mengenal konfigurasi social dan politik. Sarana untuk menetukanbentuk da nisi dari keadilan yang alamiah ada pada “ reason”yang terbebas dari pertimbangan dampak dan praduga. Dasar dari doktrin hukum alam adalah kepercayaan akan eksistensi suatu kode moral alami yang didasarkan pada identifikasi terhadap kepentingan kemanusiaan tertentu yang bersifat fundamental. Untuk menikmati atas kepentingan mendasar tersebut dijamin oleh hak-hak alamiah yang dimiliki oleh manusia. Hukum alam ini seharusnya menjadi dasar dari system social dan politik yang akan dibentuk kemudian. Oleh sebab itu hak alamiah diperlukan sebagai sesuatu yang serupa dengan hak yang dimiliki individu terlepas dari nilai-nilai masyarakat atau negara.Dengan demikian hak alamiah adalah valid tanpa perlu pengakuan dari pejabat politis atau dewan manapun.Pendukung pendapat ini adalah filsuf abad ke 17 yakni John Locke yang menyampaikan argumennya dalam karyanya “Two Treaties of Government”pada tahun 1668.Intisari dari pandangan Locke adalah pengakuan bahwa seorang individu memeliki hak-hak alamiah terpisah dari pengakuan politis yang diberikan negara pada mereka.Hak-hak alamiah ini dimiliki secara terpisah dan dimiliki dahulu dari pembentukan komunitas politik manapun.Locke melanjutkan argumentasinya dengan menyatakan bahwa tujuan utama pelantikan pejabat politis di suatu negara berdaulat seharusnya adalah untuk melindungi hak-hak alamiah mendasar individu.Bagi Locke perlindungan dan dukungan bagi hak alamiah
individu
merupakan
justifikasi
tunggal
dalam
pembentukan
pemerintahan.hak alamiah untuk hidup, kebebasan dan hak milik menegaskan
34
Hukum dan Masyarakat 2015
batasan bagi kewenangan dan yurisdiksi negara.Negara hadir untuk melayani kepentingan dan hak-hak alamiah masyarakatnya. Dalam universalisme, individu adalah sebuah unit sosial yang memiliki hak-hak yang tidak dapat dipungkiri, dan diarahkan pada pemenuhan kepentingan pribadi. 2. Teori Relativisme Budaya (Cultural Relativism Theory) Gagasan tentang relativisme budaya mendalilkan bahwa bahwa kebudayaan merupakan satu-satunya sumber keabsyahan hak atau kaidah moral.Karena itu hak asasi manusia dianggap perlu dipahami dari konteks kebudayaan masing-masing negara. Semua kebudayaan mempunyai hak hidup serta martabat yang sama yang harus dihormati. Berdasarkan dalil ini para pembela gagasan relativisme budaya menolak universalisasi hak asasi manusia apalagi didominasi oleh satu budaya tertentu. Gagasan bahwa hak asasi manusia terikat dengan konteks budaya umumnya mengemuka sekitar tahun 1990-an menjelang Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia di Wina, yang diusung oleh negara-negara berkembang dan negara-negara Islam. Para pemimpin negara-negara di kawasan Lembah Pasifik Barat mengklaim bahwa apa yang mereka sebut sebagai nilai-nilai Asia (Asian Values) lebih relevan untuk kemajuan negara kawasan pasifik Barat dari pada nilai-nilai Barat. Tokoh terkenal yang mengadvokasi adalah Lee Kwan Yew menteri senior dari negara Singapura dan Mahathir Muhammad mantan Perdana Menteri dari negara Malaysia. Relativisme Budaya (Cultural Relativism) merupakan suatu ide ragam budaya yang ada menyebabkan jarang sekali adanya kesatuan dalam sudut pandang mereka dalam berbagai hal, selalu ada kondisi dimana “mereka yang memegang kekuasaan selalu tidak setuju”. Ketika suatu kelompok menolak hak kelompok lain, sering kali itu terjadi demi kepentingan kelompok itu sendiri. Oleh karena itu hak asasi manusia tidak dapat secara utuh universal kecuali apabila hak asasi manusia tunduk pada ketetapan budaya yang sering kali dibuat tidak dengan secara bulat den dengan demikian tidak dapat mewakili setiap individu.
35
Hukum dan Masyarakat 2015
3. Memadukan teori Universal dengan Pluralisme Secara umum dalam praktek hak asasi manusia dikondisikan oleh konteks sejarah, tradisi, budaya, agama dan politik ekonomi yang beragam.Akan tetapi dalam keragaman tersebut terdapat nilai-nilai universal yang berpengaruh, yakni martabat manusia, kebebasan, persamaan dan keadilan merupakan milik kemanusiaan secara utuh.Terlepas dari adanya berbagai perdebatan universalitas dan keterkaitan (indivisibility) hak asasi manusia merupakan bagian dari warisan kemanusiaan yang dinikmati umat manusia di masa sekarang. Oleh karena tidaklah mudah untuk memaksakan konsep universalitas hak asasi manusia kepada beragam tradisi, budaya dan agama, maka adalah penting untuk menggali kesamaan konsep yang prinsipil, yaitu martabat umat manusia.Akan tetapi dengan segala keberagaman tersebut tetap terdapat nilainilai universal yang berpengaruh.Martabat manusia, kebebasan, persamaan dan keadilan merupakan sebagian nilai yang mengesampingkan perbedaan dan merupakan milik kemanusiaan secara utuh. III. Penutup a. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa: Teori Hak asasi manusia bersifat universal artinya hak asasi manusia melekat pada diri manusia itu sendiri, tidak diberikan oleh siapapun artinya semua manusia memilkinya karena merupakan pemberian dari Tuhan, dan tidak boleh siapapun untuk mengambilnya. Selain tiu hak asasi manusia bersifat particular, bahwa ada hak-hak yang berlaku pada daerah tertentu mungkin tidak demikian di daerah yang lainnya. Perkembangan HAM menggunakan istilah generasi dikenal denngnan generasi pertama HAM, genrasi kedua HAM, generasi Ketiga HAM dan ketrerkaitan (Indivisibility)dan saling ketergantungan (Interdependence). HAM dapat dikelompokan dalam hak-hak sipil (civil rights), hak untuk proses hukum yang adil (due process rights), hak-hak politik (political rights),
36
Hukum dan Masyarakat 2015
hak-hak ekonomi (economic rights), dan hak-hak di bidang budaya (culture rights)
Daftar Pustaka Aswanto, 2012, Hukum dan Kekuasaan, Relasi Hukum, Politik, dan Pemilu, Rangkang Education, Yogjakarta.
Suparman Marzuki, 2012, Pengadilan HAM di Indonesia Melanggengkan Impunity,Penerbit Erlangga, Jakarta
Melkias Hetharia, 2011, Hak Asasi Manusia, Suatu Pengembangan Konsep Ideal di Indonesia, Penerbit Logoz,Bandung.
Muladi (Editor), 2005, Hak Asasi Manusia, Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perpektif Hukum dan Masyarakat, Penerbit Refika Aditama,Bandung.
Titon Slamet Kurnia, Reparasi (Repartion) terhadap Korban Pelanggaran HAM di Indonesia, 2005, Penerbit Adtya Bakti, Bandung.
Mahrus Ali,Syarif Nurhidayat, 2011, Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat In Court &Out Court, Penerbit Gramata Publishing, Jakarta.
Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina
Rustam, 2010, Hukum Humaniter
Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
37
Hukum dan Masyarakat 2015
38