JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT ISSN 1693-2889 Volume 13 Nomor 2 April 2014 PRINSIP KEADILAN DALAM PEMANFAATAN VARIETAS TANAMAN LOKAL Oleh : Yuliana Diah Warsiki Susi Irianti Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih Jayapura-Papua
Abstrak Prinsip keadilan menjadi penting ( urgens ) dalam upaya mewujudkan perlindungan hak masyarakat lokal. Keadilan dimaksud harus menjadi nilai dasar yang harus diwujudkan melalui hukum dalam hal ini Undang-Undang perlindungan varietas tanaman1 pasal 7, dan Peraturan Daerah. Secara substansial, baik undang- undang maupun peraturan daerah harus mengakomodir seluruh kepentingan dan kebutuhan stakesholder dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan pelestarian varietas tanaman lokal.
Kata kunci: Prinsip Keadilan, varietas tanaman lokal
Pendahuluan Keadilan merupakan persoalan fundamental dalam hukum. Kaum Naturalis mengatakan bahwa tujuan utama hukum adalah keadilan. Akan tetapi, didalam keadilan ada sifatnya yang abstrak, luas dan kompleks maka tujuan hukum sering ngambang. Oleh karena itu, selayaknya tujuan hukum haruslah lebih realistis. Tujuan hukum yang agak realistis itu adalah kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Namun demikian sekalipun kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum dan kaum fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum, kitapun dapat mengatakan bahwa summun ius, summa injuria, summa lex, summa crux (hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya)2. Jadi, walaupun keadilan itu bukan merupakan tujuan hukum satu-satunya, tetapi tujuan hukum yang paling substantif adalah keadilan. Persoalan keadilan sejalan dengan evolusi filsafat hukum. Evolusi filsafat hukum sebagai bagian dari evolusi filsafat secara keseluruhan, berputar disekitar persoalan tertentu yang muncul secara berulang-ulang yaitu keadilan,m kesejahteraan dan kebenaran. Seperti dilihat pada Ide dasar Utilitarianisme sangat sederhana : yang benar 1 2
2011) 54
Pasal 7 Undang-Undang No 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, loc.cit. Dominikus Rato, Filsafat Hukum : Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum, (LaksBang Justitia
Hukum dan Masyarakat 2014 untuk dilakukan adalah yang menghasilkan kebaikan terbesar. Karena fakta menunjukkan bahwa ide seperti ini merupakan cara banyak orang mendekati putusan-putusan etis, sangat mudah untuk melihat kenapa teori ini memiliki daya tarik yang sangat besar. Defenisi singkat prinsip Utilitarian dikemukakan oleh John Stuart Mill dalam pernyataan berikut ini : ―Kemanfaatan‖ atau ―prinsip kebahagiaan terbesar‖ menyatakan bahwa tindakan tertentu benar jika cenderung memperbesar kebahagiaan; keliru jika cenderung menghasilkan berkurangnya kebahagiaan. Yang dimaksudkan dengan kebahagiaan adalah kesenangan dan tidak adanya rasa sakit.....3 Dalam pernyataan singkat inilah terletak dua asumsi krusial yang melandasi seluruh diskusi mengenai keadilan menurut perspektif utilitarian. Pertama, tujuan hidup adalah kebahagiaan. Baik Mill maupun pendahulunya Jeremi Bentham, berpendapat bahwa kebahagiaan adalah tujuan hidup. Kedua, ―kebenaran‖ dari suatu tindakan ditentukan oleh konstribusinya bagi kebahagiaan. Kaidah ini menjadikan Utilitarianisme sebuah teleologi; tujuan (telos) menentukan apa yang benar. ―Yang benar‖ ditentukan dengan mengkalkulasikan jumlah kebaikan yang dihasilkan. ―Yang baik mendahului ―yang benar‖, dan ―yang benar‖ bergantung kepada ―yang baik‖ 4 Seperti dikatakan Mill, tindakan menjadi benar jika proporsinya ―cenderung‖ meningkatkan kebahagiaan. Dalam suatu masyarakatpun keinginan hidup berdampingan dengan masyarakat yang lainnya mempunyai tujuan hidup yaitu ingin mencapai suatu kebahagiaan. Dengan mendapat kebahagiaan maka masyarakat dapat memperoleh tujuan untuk terlibat dalam pengelaloaan, pemanfaatan dan pelestarian varietas tanaman lokal sehingga hak - hak masyarakat lokal mendapat jaminan dan perlindungan hukum yang memadai berdasarkan prinsip keadilan dan kebebasan demi eksistensi dan kelestarian varietas tanaman lokal secara berkesinambungan untuk generasi yang akan datang. Oleh karena ide dasar Utilitarianisme adalah suatu tindakan dinilai benar atau salah tergantung pada apakah tindakan tersebut meningkatkan ―kebahagiaan‖ atau kebaikan, gagasan tersebut menentukan pengimplementasian maszhab ini, saat membahas konsep keadilan. David Hume berpendapat bahwa keadilan memang sangat berguna bagi masyarakat, namun pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah kemanfaatan bagi publik adalah satu-satunya asal usul keadilan.5 Hume berusaha menunjukkan memang demikian adanya dengan membuktikan bahwa aturan-aturan keadilan tidak akan muncul pada kondisi-kondisi dimana aturan-aturan itu bermanfaat. Demikian juga pendapat Mill bahwa tidak ada teori keadilan yang bisa dipisahkan dari tuntutan kemanfaatan . Keadilan adalah istilah yang diberikan kepada aturan-aturan yang melindungi klaimklaim yang dianggap esensial bagi kesejahteraan masyarakat, klaim-klaim untuk memegang janji, diperlakukan dengan setara, dan sebagainya. Bagi Rawls, utilitarianisme memiliki kekurangan karena: pertama, mengidentikan keadilan sosial dengan keadilan individual; dan kedua, bercorak teologis. Menurut Rawls, utilitarianisme memahami keadilan sebagai ―kebahagiaan terbesar bagi semua atau setidaknya bagi sebanyak mungkin orang‖ (the greatest hapiness of the greatest numbers). Dalam hal ini, kata Rawls, utilitarianisme tidak mempedulikan, kecuali tidak 3
Karen Leback, Teori-teori Keadilan : Analisis Kritis Pemikiran JS. Mill, R. Nozick, R. Neibuhr, J.P.Miranda, (Nusa Media 2013) 14. 4 Ibid, 15 5 Ibid, 18
66
Hukum dan Masyarakat 2014 langsung, bagaimana total kebahagiaan itu didistribusikan di antara individu, serta ia juga tidak peduli bagaimana satu orang mendistribusikan kebahagiannya pada setiap kurun waktu yang berbeda. Dengan katalain, utilitarianisme gagal merumuskan keadilan karena telah menustifikasi pengorbanan terpaksa individu untuk kepentingan masyarakat. Selain itu, utilitarianisme juga gagal sebagai teori moral karena bercorak teleologis, yakni: lebih memprioritaskan manfaat atau utility (the good) ketimbang kewajiban. Padahal, kata Rawls, konsep keadilan sosial tidak ada sangkut-pautnya dengan konsep kebaikan berupa rasa iba, belas kasihan dan sebagainya. Sebab keadilan sosial lebih terkait dengan masalah struktur dasar masyarakat dalam menetapkan beban dan kewajiban individu dalam suatu kerja sama sosial. Dalam kerangka inilah sebenarnya teori keadilan Rawlsian bisa dikategorikan sebagai bagian dari pandangan ―deontologi moral‖ sebagai lawan dari ―teleologi moral‖. Pemikiran para filsuf tersebut sekaligus mau menegaskan, bahwa hukum itu harus selalu berorientasi pada keadilan.Dan ciri keadilan yaitu adanya kesetaraan atas kesempatan, equality of freedom, kebebasan berkeyakinan, toleransi, rule of law dan keseimbangan distribusi ekonomi dan politik6.Keadilan harus menjadi salah satu nilai dasar yang harus diwujudkan melalui hukum, dan perwujudannya itu bukan hanya dalam rumusan-rumusan substansi danstruktur hukum semata, melainkan harus pula tergambar secara nyata dalam praktik eksploitasi varietas tanaman lokal di Provinsi Papua yang berakibat pada punahnya sebagian varietas tanaman lokal bahkan hak-hak masyarakat lokal terabaikan. Dengan demikian maka prinsip keadilan dan kesejahteraan dalam rangka pengelolaan, pelestarian dan pemanfaatan varietas tanaman lokal oleh masyarakat lokal dan masyarakat non lokal menjadi hal yang esensial yang harus diperjuangkan secara substansial dalam peraturan perundang – undangan. Hal ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun peraturan perundang – undangan terkait varietas tanaman lokal belum memadai secara keseluruhan, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Pert/SR.120/2/2006 tentang Syarat Penamaan Dan Tata Cara Pendaftaran Varietas Tanaman dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2004 hanya mengatur penamaan, pendaftaran dan penggunaan varietas asal untuk pembuatan varietas turunan esensial, dengan demikian maka eksistensi Peraturan Pemerintah tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan hukum yang terkait dengan varietas tanaman lokal dan belum dapat menyelesaikan konflik kepentingan, serta belum dapat menjembatani ketimpangan yang terjadi karena perbedaan – perbedaan kepentingan yang terjadi antara pengusaha, masyarakat lokal dan juga Pemerintah Daerah yang akhirnya bermuara pada keadilan dan kepastian hukum. Bertolak dari pemikiran yang demikian itulah maka sangat relevan jika dimensi keadilan menjadi topik yang khusus dalam membahas dasar filofofis pentingnya Prinsip Keadilan Dalam Pemanfaatan Varietas Tanaman Lokal untuk mewujudkan perlindungan hak masyarakat lokal. Pembahasan Dan Analisis
6
Aktieva Tri Tjitrawati, Materi Masalah-masalah keadilan, Susrabay, 2014.
Fakultas Hukum Universitas Airlangga,
67
Hukum dan Masyarakat 2014 Berkait dengan peulisan yang berjudul ―Prinsip Keadilan Dalam Pemanfaatan Varietas Tanaman Lokal.‖, maka tidak terlepas dari rangkaian konsep yang perlu diperjelas, yaitu adanya prinsip, keadilan, perlindungan, konsep Varietas Tanaman Lokal, dan konsep hak masyarakat lokal. 1. Pengertian Asas atau Prinsip Terkait dengan pengertian ―asas‖ atau ―prinsip‖ yang dalam bahasa Belanda disebut ―beginsel‖7 atau ―principle‖8(bahasa Inggris) atau dalam bahasa latin disebut ―principium‖9 (―primus‖ artinya pertama dan ―capere‖ artinya mengambil atau menangkap), secara leksikal berarti sesuatu yang menjadi dasar tumpuan berpikir atau bertindak atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak dan sebagainya. Dengan demikian maka suatu aturan atau norma pada hakekatnya mempunyai dasar filosofis serta pijakan asas atau prinsip sebagai rohnya 10. 2. Para ahli mendefenisikan keadilan sebagai berikut : Menurut Plato adalah bahwa keadilan hanya ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh para ahli yang khusus memikirkan hal itu11. Dalam bukunya The Laws Plato tidak hanya membentangkan pemikirannya tentang hukum secara khusus, ditemukan dalam bukunya yang lain, The Republic. Keadilan dan hukum memiliki ikatan yang sangat kuat. Keadilan diperoleh melalui penegakan hukum. Hukum menurut Plato adalah hukum positif yang dibuat oleh di pembuat undang-undang yang maha tahu yaitu negara12. Baginya negara adalah satu-satunya sumber hukum. Dengan mengatakan keadilan hanya ada didalam hukum yang dibuat oleh negara, maka dapat diklasifikasikan sebagai penganut nomisme hukum dan memang dari Platolah monisme hukum itu lahir. Monisme berasal dari kata ―mono‖ yang berarti tunggal atau satu-satunya. Dengan demikian, Filsafat hukum Plato mengingatkan bahwa filsafat negara totaliter modern yang menempatkan segala aspek kehidupan perorangan dibawah pengawasan dan administrasi negara. Menurut Plato hukum adalah suatu aliran emas, penjelmaan dari ―the right reasoning‖ (cara berpikir benar)13. Akan tetapi isi dan sumber pikiranpikiran itu oleh Plato tidak diberi penjelasan. Dalam kaitannya dengan itu, Plato membuat kriteria keadilan adalah ―kebaikan‖ dalam arti harmoni dan perimbangan dari dalam, yang tidak dapat diketahui atau diterangkan dengan argumentasi ―rasional‖. Disini hubungan antara yang baik dan adil ditentukan oleh pernyataan Plato tentang keadilan dalam Republica, bahwa yang belakangan menjadi bermanfaat dan berguna dan apabila yang sebelumnya dimanfaatkan; yang mengatakan bahwa gagasan tentang keadilan menghasilkan satu-satunya nilainya dari gagasan tentang kebaikan14. Dengan demikian, kebaikan itu merupakan substansi keadilan. 7
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proposionalitas Dalam Kontrak Komersial, (Kencana Prenada Media Group 2013) 21. 8 Ibid 9 Ibid 10 Ibid 11 Dominikus Rato, Filsafat Hukum : Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum, (n 1) 58 12 Ibid 13 Ibid 14 August Freiherr von Gall, BAQIAEIA TO‘EOT (Heidelberg: C. Winter, 1926, h. 242. Dikutip oleh Hans Kelsen, Dasar-dasar Hukum Normatif: Prinsip-Prinsip Teoritis Untuk Mewujudkan Keadilan Dalam Hukum Dan
68
Hukum dan Masyarakat 2014 Berbeda dengan Plato, Aristoteles15, adalah seorang filosof pertama kali yang merumuskan arti keadilan. Ia mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, fiat jutitia bereat mundus. Selanjutnya Aristoteles membagi keadilan menjadi dua bentuk yaitu : Pertama, keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undangundang, distribusinya memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proporsional. Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang. Dengan kata lain, keadilan distributif adalah keadilan berdasarkan besarnya jasa yang diberikan, sedangkan keadilan korektif adalah keadilan berdasarkan persamaan hak tanpa melihat besarnya jasa yang diberikan. Roscoe Pound16 berpendapat bahwa keadilan yudisial dipersepsikan bahwa keputusan (baik yang bersifat mengatur atau regulerend maupun yang bersifat penetapan atau beschikking) berdasarkan pada kewenangan atau norma atau panduan yang dibentuk dan diterapkan sesuai dengan teknik-teknik hukum. Dibalik itu ‗keadilan yang bercirikan administratif‘, diekspresikan, keadilan dilaksanakan sesuai dengan intuisi dalam wujud keputusan dengan ruang lingkup diskresi (kebebasan memberikan penilaian dan kebebasan mengambil kebijakan) yang terikat pada moral dan hukum. Sedangkan menurut Hans Kelsen17, menurutnya keadilan dalam arti legalitas, suatu kualitas bukan berkenaan dengan isi norma hukum positif, tetapi penerapannya. Dalam pengertian ini keadilan adalah penerapan hukum yang sesuai dengan yang ditetapkan dalam suatu tata hukum, baik pada masyarakat, kapitalis, komunis, masyarakat demokratis, maupun masyarakat otokratis. Dengan demikian , keadilan berarti mempertahankan tata hukum secara sadar dalam penerapannya. Inilah keadilan berdasarkan hukum. Jhon Rawls18, sebagai upaya untuk mentesiskan paham liberalisme dan sosialisme. Sehingga secara konseptual Rawls menjelaskan keadilan sebagai fairness, yang mengandung asas-asas, ―bahwa orang-orang yang merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya hendaknya memperoleh suatu kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki perhimpuan yang mereka hendaki19
Politik, diterjemahkan dari karya Hans Kelsen, What is justice ? : Justice, Politic, and Law in the Mirror of science (University of California Press, 1957), (Nusa Media 2009) 117. 15 Dominikus Rato, Filsafat Hukum : Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum(n 9) 59. 16 I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum, (Setara Press 2013) 82. 17 Ibid 810 18 Jhon Rawls, A Theory Of Justice, (The Belknap Press OfHarvard University Press Cambridge, Massachusetts 1999) 3. 19 Ibid
69
Hukum dan Masyarakat 2014 Berkaitan dengan prinsip - prinsip keadilan, ada 2 (dua) prinsip untuk mencapai keadilan menurut John Rawls20, yaitu : 1) setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang, makna kebebasan21 meliputi : kebebasan memperoleh keuntungan hak dari masyarakat dan keuntungan pribadi asalkan tidak merugikan pihak lain, kebebasan dalam kehidupan politik (hak mmenyatakan pendapat), hak memilih dan dipilihm kebebasan pers, kebebasan berkeyakinan dan beragama, mempertahankan hak milik pribadi. 2) ketimpangan sosial dan ekonomi mesti diatur sedemikian rupa sehingga (a) dapat diharapkan memberi keuntungan semua orang, dan (b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang. Sebagai alternatif, baik atas utilitarianisme maupun intuisionisme, Rawls beranggapan bahwa teori keadilan yang dirumuskannya lebih ungggul dari keduanya karena bertitik-tolak dari sebuah justifikasi yang ia sebut sebagai ―ekuilibrium reflektif‖ (reflective equilibrium), yakni titik-temu antara keyakinan intuitif kita dan konstruksi teoritis yang kita bangun. Dengan kata lain, dalam titik ―ekuilibrium reflektif‖ tersebut, dicapai suatu keseimbangan: keyakinan intuitif mendapat pembenaran teoritik, kerangka teoritis mendapatkan landasan keyakinan intuitif. Dengan pendasaran tersebut, Rawls kemudian mengklaim bahwa teori keadilannya mampu mengkoreksi sekaligus melampaui teori-teori moral lainnya, sebab: pada satu sisi, dapat memenuhi suatu keyakinan intuitif berupa rasa keadilan (sense of justice); serta di lain sisi, berifat rasional karena didasarkan pada sebuah argumen teoritik berupa argumen kontrak sosial dalam rumusan yang ia sebut sebagai ―posisi asal‖ (original position). 1. Dua Prinsip Keadilan Teori keadilan22 Rawls dikembangkan dari dua ide fundamental: (1) masyarakat sebagai sistem kerja sama sosial yang berkesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya; (2) manusia sebagai makhluk moral. Bagaimana bentuk kerja sama yang fair itu? Apa syarat-syaratnya? Menurut Rawls, suatu konsepsi keadilan sosial harus dipandang sebagai instansi pertama, standar dari mana aspek distributif struktur dasar masyarakat dinilai. Konsepsi seperti itu haruslah menetapkan cara menempatkan hak-hak dan kewajiban di dalam lembaga-lembaga dasar masyarakat, serta caranya menetapkan pendistribusian yang pas berbagai nikmat dan beban dari kerja sama sosial. Pandangan ini dituangkan Rawls dalam konsepsi umum keadilan intuitif berikut:Semua nikmat primer, kemerdekaan dan kesempatan, pendapatan dan kekayaan, dan dasar-dasar kehormatan diriharus dibagikan secara sama (equally), pembagian tak sama (unequal) sebagian atau seluruh nikmat tersebut hanya apabila menguntungkan semua pihak. Konsep umum di atas menampilkan unsur-unsur pokok keadilan sosial Rawls. Bahwa (1) prinsip pokok keadilan sosial adalah equality atau kesamaan; yaitu: (2) kesamaan dalam distribusi; atas (3) nikmat-nikmat primer (primary goods); 20
Jhon Rawls, A Theory Of Justice, Teori Keadilan : Dasar-dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, terjemahan Uzair Fausan dan Heru Prasetyo, (Pustaka Pelajar 2011) 72 21 ibid 22
JohnRawls, Teori Keadilan ; Dasar-dasar Filksafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, (n 19), 72.
70
Hukum dan Masyarakat 2014 namun (4) ketidaksamaan (inequalities) dapat ditoleransi sejauh menguntungkan semua pihak. Dalam konsepsi umum ini, tampak bahwa teori keadilan Rawls mencakup dua sisi dari masalah keadilan: kesamaan (equality) dan ketidaksamaan (inequality). Di satu sisi, keadilan sosial adalah penerapan prinsip kesamaan dalam masalah distribusi nikmat-nikmat primer. Sementara di lain sisi, diakui, ketidaksamaan dapat ditoleransi sejauh hal itu menguntungkan semua, terutama golongan yang tertinggal. Dalam konsepsi khusus ini, Rawls mengemas sistem sosial bisa dibedakan dalam dua aspek:Pertama, masalah yang terkait dengan kesamaan kemerdekaan dasar warga (equal basic liberties), yakni kemerdekaan politik (seperti hak pilih dan hak memasuki jabatan-jabatan publik) dan kebebasan serta hak yang sudah biasa dikenal sebagai hak-hak asasi manusia (kebebasan berpikir, berpendapat dan berserikat, kemerdekaan hati-nurani, bebas dari penahanan dan penagkapan sewenang-wenang sesuai dengan konsep the rule of law). Intinya, prinsip ini menegaskan bahwa warga dalam masyarakat berkeadilan sosial memiliki hak-hak fundamental (basic rights) sama. Dan kedua, masalah yang terkait dengan ketimpangan ekonomi dan kesempatan sosial.prinsip kedua berusaha menegaskan bahwa sementara pembagian kesejahteraan dan pendapatan tidak harus sama, namun haruslah menguntungkan semua, sedang posisi kekuasaan dan jabatan-jabatan yang menentukan haruslah terbuka untuk semua. Dalam konsepsi khusus teori keadilannya, Rawls mengikat kedua aspek tersebut dalam satu rumusan ―dua prinsip keadilan‖ di mana prinsip pertama mendahului prinsip kedua dalam urutan leksikal.Artinya, urutan prinsip kesamaan kemerdekaan (equal liberty) sebagai prinsip pertama, mendahului prinsip pengaturan kesamaan ekonomi (economic equality) dan ketidaksamaan sosial (social inequality). Ini disusun seperti urutan kata dalam kamus dan tidak boleh dibalik. Dengan kata lain, prinsip politik harus lebih dahulu daripada prinsip-prinsip ekonomi dan sosial. Prinsip kemerdekaan tidak bisa dinegosiasikan atau dikompromikan demi keuntungan-keuntungan ekonomi dan sosial yang lebih besar. Konsepsi khusus dimaksud sebagai berikut: Prinsip Pertama Setiap orang memiliki hak sama sejauh yang dapat dicakup keseluruhan sistem kesamaan kemerdekaan fundamental yang setara bagi kemerdekaan semua warga yang lain. Prinsip Kedua Ketidaksamaan-ketidaksamaan sosial dan ekonomi ditata sedemikian rupa sehingga: (a) paling menguntungkan bagi yang paling tertinggal, dan (b) posisi-posisi dan jabatan-jabatan terbuka bagi semua di bawah syarat kesamaan kesempatan yang fair. Dengan menggunakan prinsip prioritas leksikal tersebut, Rawls berpandangan bahwa meskipun prinsip utama itu sama penting, tapi ada yang paling utama dari yang sama-sama utama itu. Rumusan ini membedakan posisi ‗hak-hak dan kemerdekaan fundamental‘ dari ‗keuntungan-keuntungan ekonomi dan sosial‘.Meski keadilan sosial harus didasarkan pada prinsip kesamaan—kesamaan kemerdekaan, kesamaan distribusi, kesamaan kesempatan—tapi kesamaan kemerdekaan (equal liberty) diprioritaskan atas, atau mendahului, prinsip kesamaan yang lain (equal 71
Hukum dan Masyarakat 2014 opportunity, equal distribution, dll). Sementara itu, prinsip kedua (ketimpangan atau ketidaksamaan distribusi dan kesempatan ekonomi dan sosial) oleh Rawls dipecahkankan lagi ke dalam dua bagian, juga dengan urutan prioritas leksikal: (2a) masalah ketidaksamaan distributif, (2b) kesamaan kesempatan yang fair bagi posisi dan jabatan publik yang harus terbuka bagi semua. Khusus terkait dengan masalah kesamaan kesempatan ini, Rawls menyebutnya dengan istilah prinsip perbedaan (the difference principle). Meskipun berdasarkan prioritas leksikal prinsip pertama memiliki posisi sangat penting dalam teori keadilan Rawlsian, namun prinsip kedua (prinsip perbedaan) justru sering dianggap sebagai inti dari prinsip umum keadilan Rawls. Bahkan, kata Rawls sendiri, prinsip perbedaan tersebut adalah dasar dari keseluruhan teorinya, karena konsepsi umum yang ia maksudkan tidak lain daripada ‗prinsip perbedaan‘ yang diterapkan pada semua primary goods, termasuk kemerdekaan dan kesempatan. Dalam hal ini, konsep ‗prinsip perbedaan‘ merupakan cara yang digunakan Rawls untuk menjustifikasi dan melegitimasi ketidaksamaan distributif: kesamaan dalam distribusi nikmat-nikmat primer ekonomi dan sosial, dengan kekecualian hanya apabila menguntungkan semua pihak, khususnya golongan yang paling tertinggal. 2. Argumen Intuitif Meski teori moral harus diperlakukan sebagai teori pada umumnya, Rawls menganggap teori keadilan harus memenuhi rasa keadilan. Teori keadilan Rawls berangkat dari keyakinan intuitif yang dituangkannya dalam proposisi panjang yang pokok-pokoknya adalah: (1) Keadilan merupakan keutamaan utama institusi sosial, seperti kebenaran pada sistem berpikir kita. Hukum atau institusi-institusi betapa pun bagus dan efisiennya apabila tidak adil haruslah diperbaiki atau dihapus.Benar dan adil adalah hal yang tidak bisa dikompromikan. (2) Setiap orang memiliki hak yang tertanam pada prinsip keadilan yang tidak boleh dilanggar sekalipun atas nama kepentingan umum. Keadilan tidak membenarkan dikorbankannya kepentingan seseorang atau sekelompok orang demi kepentingan orang banyak. (3) Dalam masyarakat berkeadilan, kemerdekaan dengan sendirinya terjamin; hak-hak yang dijamin oleh keadilan tidak bisa dijadikan mangsa tawar-menawar politik atau hitung-hitungan kepentingan umum. (4) Ketidakadilan dapat ditoleransi hanya apabila diperlukan untuk menghindari ketidakadilan yang lebih besar. Proposisi yang mengawali A Theory of Justice itu langsung memberi petunjuk isi dan semangat teori tersebut.Teori keadilan Rawls bukan mengenai transaksi antarindividu melainkan keadilan sosial, yang subjek utamanya adalah struktur dasar masyarakat.Mengapa struktur dasar mayarakat?Karena dalam struktur dasar masyarakat itu sudah terkandung berbagai posisi sosial. Manusia dilahirkan dalam masyarakatnya sudah dalam posisi dan harapan masa depan yang berbedabeda, ditentukan, sebagian, oleh sistem politik maupun kondisi sosial dan ekonomi. Lembaga-lembaga sosial utama itu mendefinisikan hak-hak dan kewajiban, dan mempengaruhi masa depan hidup setiap orang, cita-cita, impian serta kemungkinan tercapainya semua itu. Dengan demikian, lembaga-lembaga utama masyarakat itu sesungguhnya sudah merupakan sumber berbagai kepincangan yang dalam, karena sudah merupakan titik awal keberuntungan bagi yang satu atau kemalangan bagi yang lain. 72
Hukum dan Masyarakat 2014 Bagi Rawls, konsepsi keadilan haruslah berperan menyediakan cara di dalam mana institusi-institusi sosial utama mendistribusikan hak-hak fundamental dan kewajiban, serta menentukan pembagian hasil-hasil dan kerja sama sosial. Suatu masyarakat tertata benar (well-ordered) apabila tidak hanya dirancang untuk memajukan nilai yang-baik (the good) warganya, melainkan apabila dikendalikan secara efektif oleh konsepsi publik mengenai keadilan, yaitu: (1) setiap orang menerima dan tahu bahwa yang lain juga menerima prinsip keadilan yang sama, dan (2) institusi-institusi sosial dasar umumnya puas dan diketahui dipuaskan oleh prinsip-prinsip ini. Rawls mengemas teorinya dalam konsep justice as fairness23, bukan karena ia mengartikan keadilan sama dengan fairness, tapi karena dalam konsep itu terkandung gagasan bahwa prinsip-prinsip keadilan bagi struktur dasar masyarakat merupakan objek persetujuan asal dalam posisi simetris dan fair. Dalam kesamaan posisi asal wakil-wakil mereka menetapkan syarat-syarat fundamnetal ikatan mereka, menetapkan bentuk kerja sama sosial yang akan mereka masuki dan bentuk pemerintahan yang akan didirikan. Cara memandang prinsip-prinsip keadilan seperti itu disebut Rawls justice as fairness.Secara intuitif, setiap orang yang rasional akan menerima bahwa prinsip kesamaan mendasari keadilan distributif: berikan kesempatan yang sama, maka apa yang dicapai masing-masing akan dianggap adil. Tentu saja, hal ini berangkat dari asumsi bahwa setiap orang berhak menentukan pilihan hidupnya sendiri.Apapun yang dicapai seseorang atas dasar pilihannya, bukan karena keadaannya, tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah keadilan.Kesamaan kesempatan menyediakan peluang bagi masing-masing orang untuk berusaha guna mencapai tujuan hidupnya, bukan atas dasar kemampuan ekonomi, kelas sosial, warna kulit, jenis kelamin, dan sebagainya. 3. Argumen Kontrak Sampai di sini, teori keadilan Rawls sudah terumuskan dengan jelas dan lebih terperinci. Namun demikian, Rawls merasa ada yang kurang: teori keadilan tersebut baru didasarkan pada rasa keadilan (argumentasi intuitif). Karenanya, dua prinsip keadilan intuitif tersebut masih memerlukan justifikasi atau pembenaran melalui sebuah argumen teoritik. Sebagaimana telah dikemukakan, Rawls mengaitkan teori keadilannya dengan konsepsi tentang masyarakat sebagai suatu sistem kerja sama sosial yang berkesinambungan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sementara itu, prinsip keadilan yang sejatinya menjadi struktur dasar masyarakat harus merupakan hasil dari persetujuan awal dalam sebuah situasi prosedural murni.Maka, mau tidak mau, Rawls harus kembali dan memulai dari tradisi teori kontrak sosial klasik yang dirintis oleh Hobbes dan Locke. Hanya saja, dalam rumusan Rawls, teori kontrak mengalami modifikasi sedemikian rupa menjadiapa yang ia sebut denganoriginal position. Persoalannya kemudian: kriteria dan strategi apa yang digunakan oleh orangorang dalam original position serta berada dalam veil of ignorence tatkala memilih prinsip-prinsip keadilan? Menurut Rawls, konsepsi keadilan yang akan dipilih oleh mereka haruslah memenuhi syarat-syarat formal konsepsi yang-hak, yaitu: (1) prinsip 23
John Rawls, Teori Keadilan : Dasar-dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, (n 18) 31.
73
Hukum dan Masyarakat 2014 itu haruslah umum bentuknya, (2) universal aplikasinya, (3) diakui secara publik, (4) berurutan secara leksikal, (5) mahkamah terakhir bagi klaim-klaim person moral. Secara ringkat dirumuskan: suatu konsepsi yang-hak adalah suatu perangkat prinsip yang umum bentuknya dan universal aplikasinya, diakui secara publik sebagai mahkamah terakhir bagi penyelesaian klaim-klaim moral yang saling berkonflik. Adapun strategi yang digunakan adalahapa yang disebut Rawls sebagai, ―rasinalitas asas maximin‖. Menurut Rawls, msekipun berada dalam veil of ignorence, mereka yang terlibat dalam kontrak bukanlah orang-orang yang kehilangan rasionalitas serta masih mempunyai perangkat preferensi yang koheren di antara pilihan-pilihan yang terbuka buat mereka. Dengan kata lain, mereka mengetahui bagaimana mengurutkan pilihan-pilihan, serta tahu bahwa mereka harus melindungi kemerdekaan, meluaskan kesempatan, meningkatkan cara guna memajukan tujuan-tujuan. Misalnya, adalah rasional bahwa mereka tidak akan mengusulkan memberi hak-hak istimewa karena alasan etnis atau asal kelahiran karena mereka tidak mengetahui apakah mereka kelak akan menjadi bagian dari kelompok yang diuntungkan atau justru dirugikan oleh adanya hak-hak istimewa tersebut. Demikian, dengan dua argumen yang dibangunnya (argumen intuitif dan argumen kontrak), Rawls berusaha menunjukan bahwa dua prinsip keadilannya tidak saja memenuhi rasa keadilan setiap orang, tapi juga rasional. Bagi Rawls, antara rasa keadilan dan rasionalitas tidak ada pertentangan. Sebab, sebagai makhluk moral, manusia memiliki dua kemampuan sekaligus, satu sama lain saling melengkapi: (1) kemampuan mempunyai konsep yang-baik, dan (2) kemampuan mempunyai rasa keadilan. Dalam kerangka ini, nikmat-nikmat (benefits) dan beban-beban (burdens), hak-hak (rights) dan kewajiban (duties), kepentingan diri (self-interest) dan kepentingan bersama (common interest), saling terkait dan tertanam bersama dalam satu subjek. Dworkin24 dikenal sebagai pengkritik positivisme hukum Hart yang paling gigih.Sasaran serangan Dworkin di antaranya adalah tesis positivisme hukum Hart mengenai hukum sebagai sistem aturan-aturan dan pemisahan antara hukum dan moralitas.Bagi Dworkin, prinsip-prinsip moralitas tidak bisa diabaikan dalam pengambilan keputusan hukum. Berlakunya prinsip-prinsip ini disesuaikan dengan bobotnya atau tergantung pada kasus yang dihadapi.Menurut Dworkin, prinsipprinsip moral memiliki posisi legal (legal standing) karena status mereka. Banyak dari prinsip-prinsip moral (seperti anggapan bahwa orang tidak boleh mengambil keuntungan dari kesalahan yang telah ia buat) adalah aspek yang terintegrasi dalam hukum dan digunakan oleh hakim dalam membuat keputusan dalam persidangan. Dengan demikian, Dworkin menilai bahwa hukum bukan hanya sistem aturan-aturan semata.Hukum juga memuat standar-standar yang tidak bersifat aturan-aturan, yaitu prinsip-prinsip dan kebijaksanaan-kebijaksanaan.Dengan hal tersebut, teori Hart yang memisahkan antara hukum dan moralitas tidakmencukupi. Dworkin menolak adanya separasi antara moralitas dan hukum.Bagi Dworkin prinsip-prinsip moral adalah bagian yang tak terpisahkan dari hukum. Dworkin mengkritik tesis separasi Hart karena dengannya akan ada hukum yang tidak memiliki justifikasi moral. 24
Ronald Dworkin, Taking Rights Seriously, Harvard University Press Cambridge, Massachusetts, 1978.
74
Hukum dan Masyarakat 2014 Padahal hukum bermaksud agar hak-hak moral terjaga.Jadi tidak mungkin dipisahkan antara hukum dan moralitas. Dengan pendapatnya Dworkin bahwa moral tidak dapat dipisahkan dari hukum maka aturan perlindungan varietas tanaman lokal yang akan dibuat oleh pemerintah daerah diharapkan lebih mementingkan moral dan kearifan lokal dan kepentingan masyarakat lokal dan juga daerah. 3. Ruang Lingkup Varietas Tanaman Lokal Pengetahuan dan pemanfaatan sumberdaya alam tumbuhan oleh masyarakat tradisional di Indonesia telah dilakukan secara turun temurun. Pada umumnya dilakukan di lingkup kehidupan tradisional masyarakat. Masyarakat tradisional di Indonesia mempunyai ketergantungan hidup terhadap sumberdaya alam tumbuhan, hal ini tercermin dari berbagai bentuk budaya dan tatanan adat istiadat yang kuat. Ketergantungan masyarakat tradisional tersebut terlihat dari berbagai usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan mencari tumbuhan untuk sumber pangan, bahan sandang, bahan bangunan, obat-obatan, perkakas dan lain-lain. Sistem pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tentang alam tumbuhtumbuhan, merupakan pengetahuan tradisional25 yang amat penting dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pengetahuan tentang pemanfaatan vegetasi ini merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman, yang secara turun temurun telah diwariskan oleh generasi yang satu kepada generasi berikutnya termasuk generasi saat ini dan generasi yang akan datang. Indonesia memiliki keanekaragaman kekayaan varietas lokal yang berlimpah, namun masyarakat Indonesia belum bisa menikmati manfaat ekonomi secara maksimal dari penggunaan sumber daya hayati terutama dalam bentuk varietas tanaman lokal tersebut. Varietas tanaman lokal semakin terancam akibat eksploitasi berlebihan oleh pihak lain tanpa memberikan nilai manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal maupun negara yang memiliki varietas tanaman lokal. Dan fakta membuktikan bahwa varietas tanaman anggrek Papua banyak yang sudah diikutkan pameran baik di dalam negeri maupun diluar negeri dan banyak tanaman anggrek yang dijual bebas , sehingga anggrek Papua banyak di kembangkan oleh pihak luar dengan cara memperbaiki potensi genetik varietas tanaman anggrek melalui proses bioteknologi. Hal ini menimbulkan potensi penyalahgunaan sumber daya hayati varietas tanaman lokal. Maka varietas tanaman anggrek yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, namun masyarakat lokal belum menerima manfaat ekonomis dari varietas tanaman anggrek yang telah di budidaya oleh masyarakat lokal secara turun temurun.
25
Agus Sardjono, Hak Kekayaan Intelektual Dan Pengetahuan Tradisional, (Alumni, 2006) 1.Pengetahuan tradisional diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh komunitas, masyarakat, atau suku bangsa tertentu yang bersifat turun-temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan. Pengertian ini diginakan dalam study of the Problem of Discrimination Against Indigenous Populations, yang dipersiapkan oleh United Nations Sub-Acommission on Prevention of Discrimination and Protection of Minorities. Istilah pengetahuan tradisional digunakan untuk menerjemahkan istilah traditional knowledge, yang dalam perspektif WIPO digambarkan mengandung pengertian yang lebih luas mencakup indigenous knowledge dan folklore.
75
Hukum dan Masyarakat 2014 Keberadaan varietas lokal dan termasuk pengetahuan tradisional yang terkait dengannya, menjadi sasaran pencurian/ penyalahgunaan oleh pihak dalam maupun pihak asing26. Dalam pemanfaatannya bahan baku tumbuhan obat masih tergantung pada tumbuhan yang ada di hutan alam atau berasal dari pertanaman masyarakat lokal yang diusahakan secara tradisional. Kegiatan eksploitasi tanaman liar secara berlebihan melebihi kemampuan regenerasi dari tanaman dan tanpa disertai usaha budidaya, akan mengganggu kelestarian tanaman tersebut. Akibatnya banyak tanaman yang terancam punah atau paling tidak sudah sulit dijumpai di alam Indonesia27. Varietas tanaman anggrek, buah merah, gandum Pokem dan masih banyak lagi varieatas tanaman lokal yang menjadi sasaran eksploitasi oleh pihak asing maupun pihak dalam negeri sendiri. Bahwa keanekaragaman varetas tanaman lokal tersebut secara nyata sebagai sumber daya hayati yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kosmetika, obat – obatan dan pangan. Berkaitan dengan potensi varietas tanaman lokal sebagai bahan pangan, Wahid Rauf menegaskan bahwa : ―Provinsi Papua merupakan salah satu daerah yang memiliki keragaman sumber daya hayati yang cukup tinggi, termasuk tanaman sumber pangan lokal. Sumber pangan lokal Papua yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat adalah buah merah, gandum pokem. Pangan lokal tersebut telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Papua secara turun temurun. Dengan demikian, komoditas tersebut perlu dikembangkan sebagai sumber pangan utama bagi masyarakat sehingga mengurangi ketergantungan pada pangan yang berasal dari beras. Selain digunakan sebagai sumber pangan utama dan untuk upacara adat, komoditas pangan lokal Papua juga telah dikembangkan menjadi produk olahan yang dikelola dalam skala industri rumah tangga. Pangan lokal ini dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif yang diharapkan dapat menjadi sumber pangan untuk mendukung ketahanan pangan pada tingkat regional maupun nasional.28 Fakta menunjukkan bahwa pelindungan hukum terhadap varietas tanaman lokal belum memadai. Indikasinya adalah, adanya pencurian, eksploitasi 29 yang tidak bertanggungjawab, pembelian dalam jumlah yang besar untuk kebutuhan luar daerah, dan penjualan oleh masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tindakan ini akan mengakibatkan keberadaan varietas tanaman lokal semakin terbatas, bahkan hilang sama sekali, sementara masyarakat lokal dan pemerintah daerah yang seharusnya memperoleh manfaat nilai ekonomis dari keberadaan varietas tanaman lokal ini, justru kehilangan hak dan kesempatan untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan dari distribusi sumber daya varietas tanaman lokal ini. 26
De Fretes, Laporan Rapid Assesment Program (RAP) CI-IP dan Uncen di Yongsu, Jayapura, Convervation International-Indonesia Program. Tidak dipublikasikan, h 15. 27 Ibid. 21 28 A. Wahid Rauf, dkk., Pemanfaatan Komoditas Tanaman Lokal Sebagai Sumber Pangan Alternatif di Papua, BPPT Provinsi Papua, 2011, h. 2 29 Eksploitasi (bahasa Inggris: exploitation) yang berarti politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasikesejahteraan. Id.wikipedia. org/wiki/Eksploitasi, akses tanggal 18 November 2013.
76
Hukum dan Masyarakat 2014 Prinsip keadilan dan kesejahteraan dalam rangka pengelolaan, pelestarian dan pemanfaatan varietas tanaman lokal oleh masyarakat lokal dan masyarakat non lokal menjadi hal yang esensial yang harus diperjuangkan secara substansial dalam peraturan perundang – undangan. Hal ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun peraturan perundang – undangan terkait varietas tanaman lokal belum memadai secara keseluruhan, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Pert/SR.120/2/2006 tentang Syarat Penamaan Dan Tata Cara Pendaftaran Varietas Tanaman dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2004 hanya mengatur penamaan, pendaftaran dan penggunaan varietas asal untuk pembuatan varietas turunan esensial, dengan demikian maka eksistensi Peraturan Pemerintah tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan hukum yang terkait dengan varietas tanaman lokal dan belum dapat menyelesaikan konflik kepentingan, serta belum dapat menjembatani ketimpangan yang terjadi karena perbedaan – perbedaan kepentingan yang terjadi antara pengusaha, masyarakat lokal dan juga Pemerintah Daerah yang akhirnya bermuara pada keadilan dan kepastian hukum. Dalam konteks prinsip keadilan bila dikaitkan dengan pendapatnya Rawls maka dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan pelestarian, varietas tanaman lokal untuk terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakat lokal, maka prinsip yang pertama adalah : bahwa masyarakat lokal harus diberikan ruang dan kesempatan yang sama atas kebebasan yang paling luas untuk mengelola, memanfaatkan, dan melestarikan varietas tanaman lokal untuk mencapai kesejahteraannya; kedua, bahwa peraturan daerah yang dibuat harus responsif dan memastikan kesenjangan sosial dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan pelestarian varietas tanaman lokal harus ditata kembali sehingga dapat memberikan keuntungan baik bagi pemerintah, dunia usaha, maupun bagi masyarakat lokal secara timbal balik. Dalam konteks keuntungan ( benefit ), instrumen untuk melahirkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat lokal adalah pengaturan benefit sharing30 dalam mengelola maupun memanfaatkan varietas tanaman lokal. Pertimbangannya adalah bahwa Varietas tanaman lokal merupakan aset kekayaan milik bangsa Indonesia khususnya masyarakat lokal, oleh karena itu masyarakat lokal 30
Burton Ong, 2004, h. 3. Dalam Strategi Pemanfaatan Dan PerlindunganSDGPTEBT Melalui HKI Serta Isu Terkini, Tomi Suryo Utomo. Dapat dilihat dalam Media HKI dengan judul Kepemilikan danbenefit sharing terhadap komersialisasi sumber daya genetika, Pengetahuan Tradisional dan Foklor (GRTKF) Di Dalam Sistem Hukum Indonesia, yang membahas mengenai Benefit Sharing terhadap pemanfaatan sumber daya genetika dan pengetahuan tradisional. Secara umum, pemanfaatan GRTKF secara komersial ditujukan untuk kepentingan ekonomi nasional, khususnya untuk kesejahteraan masyarakat adat selaku pemilik GRTKF. Untuk merealisasikan tujuan tersebut.. Pemerintah perlu mengawasi jalannya komersialisasi tersebut dengan menggalang kerja sama dengan LSM dan masyarakat adat itu sendiri. Ada tiga kegiatan yang selalu melatarbelakangi komersialisasi GRTKF, yaitu : 1). Bioprospecting, kegiatan yang berhubungan dengan upaya untuk mencari sumber pembuatan obat baru melalui kerja sama antara pihak pengguna dengan pihak penyedia pengetahuan tradisional dan sumber daya genetika. 2). Biopiracy, kegiatan mengambil dan mengekploitasi pengetahuan tradisional dan sumber daya genetika tanpa ijin pihak penyedia dan dipergunakan untuk mendapatkan keuntungan bagi pihak pengguna. 3). Biotrade, kegiatan memperdagangkan atau memindahkan sumber daya genetik kepada pihak asing melalui usaha kerja sama tanpa melibatkan partisipasi dari masyarakat tradisional selaku pemilik GRTKF (lihat Grain and Kafpavrik, 2002 :9) D. Schroeder , Benefit sharing : it‘s times for defenition, Istilah benefit sharing muncul dari Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) yang diadobsi pada KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasil. Konvensi global ini memiliki 188 pihak dan bertujuan untuk mencapai tiga tujuan yaitu : 1). Konservasi keanekaragaman hayati ; 2). Pemanfaatan berkelanjutan komponen-komponennya; dan 3).Pembagian yang adil dan merata atas manfaat dari penggunaan sumber daya genetik.
77
Hukum dan Masyarakat 2014 memiliki kewenangan untuk mengelola, memanfaatkan, dan melestarikan varietas tanaman lokal sebagai sumber daya genetik yang bernilai ekonomis tinggi. Apabila varietas tanaman lokal ini dikelola, dimanfaatkan, dan dilestarikan berdasarkan prinsip keadilan, maka kesejahteraan sosial akan terwujud bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat lokal. Sarana untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat lokal adalah varietas tanaman lokal harus diatur dalam peraturan perundang – undangan khususnya pengaturan tentang pengelolan, pemanfaatan maupun pelestarian varietas tanaman lokal antara Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati/Walikota atau Gubernur dengan masyarakat lokal dan pihak ketiga sehingga tercipta nilai keadilan yang diharapkan. Demikian pula perlu dilakukan pemetaan varietas tanaman lokal berdasarkan penyebaran geografis dan karakter lokal di daerah. Bertolak dari pemikiran yang demikian maka sangat relevan jika prinsip keadilan menjadi penting ( urgens ) dalam upaya mewujudkan perlindungan hak masyarakat lokal. Keadilan dimaksud harus menjadi nilai dasar yang harus diwujudkan melalui hukum dalam hal ini pasal 7 Undang-Undang perlindungan varietas tanaman31, dan Peraturan Daerah. Secara substansial, baik undang- undang maupun peraturan daerah harus mengakomodir seluruh kepentingan dan kebutuhan stakesholder dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan pelestarian varietas tanaman lokal. Secara normatif, undang – undang dan peraturan daerah yang dibuat harus memastikan kewenangaan bagi pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat lokal untuk mengelola, memanfaatkan dan melestarikan varietas tanaman lokal, serta mekanisme / prosedur pemanfaatan dan pelestarian varietas tanaman lokal. Secara spesifik, substansi pengaturan dari undang - undang dan peraturan daerah harus memastikan ruang bagi masyarakat lokal untuk terlibat dalam pengelaloaan, pemanfaatan dan pelestarian varietas tanaman lokal sehingga hak - hak masyarakat lokal mendapat jaminan dan perlindungan hukum yang memadai berdasarkan prinsip keadilan dan kebebasan demi eksistensi dan kelestarian varietas tanaman lokal secara berkesinambungan untuk generasi yang akan datang. 4.
Konsep Perlindungan Hak Masyarakat Lokal Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur oleh Undang-Undang guna mencegah terjadi pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual oleh orang yang tidak berhak.32Tujuan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual di maksudkan untuk memberi kejelasan hukum mengenai hubungan antara ciptaan atau penemuan yang merupakan hasil karya intelektual manusia dengan sipencipta atau penemu atau pemegang hak dengan pemakai yang mempergunakan hasil karya intelektual tersebut. Adanya 31
Pasal 7 Undang-Undang No 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman Abdurkadir Muhammad,Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Citra Aditya Bakti 2001) 143. Dijelaskan perlindungan hukum hak kekayaan intelektual merupakan sistem hukum yang terdiri dari unsurunsur sistem hukum yaitu : a) subjek perlindungan. Subyek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau pemegang hak, aparat penegak hukum, pejabat pendaftaran, dan pelanggaran hukum. b) objek perlindungan, objek yang dimaksud adalah semua jenis hak kekayaan intelektual yang diatur oleh Undang-Undang, seperti hak cipta, merek, paten, desain industri, rahasia dagang, tata letak sirkuit terpadu, perlindungan varietas tanaman. c) pendaftaran perlindungan. Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi hanyalah yang sudah terdaftar dan buktikan dengan sertifikat pendaftaran, kecuali apabila undang-undang mengatur lain. d) Jangka waktu perlindungan. Hak Kekayaan Intelektual itu dilindungi oleh undang-undang. e) Tindakan hukum perlindungan, Apabila terbukti telah terjadi pelanggaran hak kekayaan intelektual, maka pelanggar harus dihukum, baik secara pidana maupun secara perdata. 32
78
Hukum dan Masyarakat 2014 kejelasan hukum serta pemilik hak kekayaan intelektual adalah merupakan pengakuan hukum serta pemberian imbalan yang di berikan kepada orang atas usaha dan hasil karya kreatif manusia yang telah di ciptakan atau di temukan. Di dalam ilmu hukum perlindungan sering berarti perlindungan terhadap pihak-pihak di dalam suatu hubungan hukum, di mana hak yang dimiliki oleh para pihak apabila dilanggar oleh pihak lain, maka ada upaya hukum yang dapat dipaksakan sehingga haknya tersebut dapat dipenuhi.Perlindungan hukum bila dijelaskan harafiah dapat menimbulkan banyak persepsi. Sebelum kita menguraikan perlindungan hukum dalam makna yang sebenarnya dalam ilmu hukum, menarik pula untuk mengurai sedikit mengenai pengertian-pengertian yang dapat timbul dari penggunaan istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu. Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian meragukan keberadaan hukum. Oleh karena hukum sejatinya harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Setiap aparat penegak hukum jelas wajib menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak langsung pula hukum akan memberikan perlindungan terhadap setiap hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum itu sendiri. Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuantujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Eksistensi hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan seluruh anggota masyarakat. Pengaturan kepentingan-kepentingan ini seharusnya didasarkan pada keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi kepentingan masyarakat. Tatanan yang diciptakan hukum baru menjadi kenyataan manakala subyek hukum diberi hak dan kewajiban. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaidah atau peraturan, melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin dalam kewajiban pada pihak lawan, hak dan kewajiban inilah yang diberikan oleh hukum. Perlindungan hukum menurut pendapat Phillipus Hadjon ada dua bentuk perlindungan hukum bagi rakyat yaitu: Pertama, perlindungan hukum preventif artinya rakyat diberi kesempatan mengajukan pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Kedua, perlindungan hukum represif yang bertujuan menyelesaikan sengketa. Secara teoritik, bentuk perlindungan hukum dibagi menjadi dua bentuk, yaitu : 1) perlindungan yang bersifat preventif dan 2) perlindungan represif33Pengertian perlindungan hukum 33
H. Salim dan Erlies Septiana Nurbani, op.cit. h. 264. Dalam bukunya dijelaskan bahwa perlindungan hukum yang represif merupakan perlindungan hukum yang sifatnya pencegahan.Perlindungan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan keberatan (inspraak) atas pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintahan mendapat bentuk yang defenitif. Sehingga, perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah
79
Hukum dan Masyarakat 2014 adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum., yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.34 Masyarakat lokal berhak untuk memiliki hak komunal atas pengetahuan tradisional dan varietas lokal (SDG tanaman). Pengetahuan tradisional tersebut merupakan sistem pengetahuan, kreasi, inovasi dan ekspresi kultural yang bersifat turuntemurun dalam suatu masyarakat di wilayah tertentu serta terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Selama ini, pembentukan peraturan perundang-undangan bidang HKI di Indonesia tidak dilatarbelakangi dengan nilai-nilai pandangan hidup dan kebutuhan mayoritas penduduk Indonesia melainkan hanya untuk menyesuaikan kewajiban Indonesia di dalam kerjasama perdagangan WTO. TRIPs Agreementmemuat nilai-nilai individual sehingga pelaksanaan TRIPs Agreement, tersebut tidak dapat berjalan secara maksimal di Indonesia. Kondisi ini disebabkan mayoritas masyarakat lokal Indonesia merasa asing dengan nilai individual di dalam TRIPs Agreement. Hak individual di dalam TRIPs Agreement bertentangan dengan hak komunal masyarakat lokal di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan hak komunal yang dimiliki oleh masyarakat lokal Indonesia sering diabaikan kepentingannya.35 Pengetahuan tradisional dan varietas lokal milik Indonesia juga menjadi tidak diperhatikan perlindungannya. Pandangan Ronald Dworkin tentang hak :‖Rights are best understood as trumps over some bacground justification for politicaldecisions that the state a goal for the community as awhole‖36 Yang kalau diterjemahkan secara bebas artinya, ―hak paling tepat dipahami sebagai nilai yang paling tinggi atas justifikasi latar belakang bagi keputusan politis yang menyatakan suatu tujuan bagi masyarakat secara keseluruhan.‖ Pengertian masyarakat lokal dalam khasanah kajian peraturan perundang-undangan pengelolaan sumberdaya hutan terbagi menjadi masyarakat hukum adat dan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Istilah masyarakat hukum adat banyak digunakan dalam peraturan perundang-undangan. Namun demikian belum ada satu peraturanpun yang memberi penjelasan tentang apa makna sebenarnya dari masyarakat hukum adat. Istilah masyarakat hukum adat diambil dari kepustakaan ilmu hukum adat, khususnya setelah terjadinya sengketa dan sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak. Dan dengan adanya perlindungan hukum yang preventif ini mendorong pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan asas freies ermessen, dan rakyat dapat mengajukan keberatan atau diminta pendapatnya mengenai rencana keputusan tersebut. 34 Rahayu, 2009, Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id. Peraturan Pemerintah RI, Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tatacara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 35 Agus Sardjono, Membumikan HKI di Indonesia, (Nuansa Aulia 2009) 15. 36 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Kencana Prenada Media Group 2012) 153.Penjelasan bahwa Dworkin menempatkan hak sebagai sesuatu yang harus di junjung tinggi oleh siapapun juga.Meijers mengemukakan bahwa dalam sejarah, tiada sesuatu pengertianpun yang menduduki posisi sentral dalam hukum perdata selain hak.Kiranya apayang dikemukan oleh Meijers tersebut memang tepat, karena hak merupakan sesuatu yang melekat pada manusia baik aspek fisik maupun aspek eksistensialnya.Bahkan lebih dari yang dikemukakan Meijers, disini dikekukakan bahwa posisi hak bukan hanya pada hukum perdata saja, melainkan juga pada semua hukum.Hukum memang dibuat karena adanya hak.Dengan demikian maka hak merupakan satu paket dalam penciptaan manusiaa sebagai makhluk yang mempunyai aspek fisik dan aspek eksistensial.Diakui atau tidak oleh hukum, hak itu tetap saja ada sebagai bagian dari keberadaan manusia itu sendiri.
80
Hukum dan Masyarakat 2014 penemuan van Vollenhoven tentang hak ulayat (beschikkingsrecht) yang dikatakan hanya dimiliki oleh komunitas yang disebut sebagai masyarakat hukum adat. Pengertian masyarakat hukum adat menurut Ter Haar adalah kelompok masyarakat yang teratur, bersifat tetap, mempunyai kekuasaan dan kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun tidak terlihat.37 Secara harfiah, pada dasarnya istilah masyarakat lokal (local communities), penduduk asli (indigenous people), masyarakat setempat, dan masyarakat (hukum) adat; sebagaimana dipaparkan di atas, mengacu pada satu pengertian yang sama, yaitu masyarakat yang tergantung terhadap kawasan hutan, dan/atau merupakan kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan serta mengandalkan hasil hutan demi kelangsungan hidupnya. Dan Bambang Hudayana berpendapat bahwa Masyarakat lokal adalah kelompok masyarakat yang secara historis memiliki teritorial dan identitas diri dan mengidentifikasikan diri sebagai kelompok yang berbeda.38 Seperti Pandangan hidup masyarakat lokal di Indonesia termasuk diantaranya masyarakat Jawa dan Sunda maka pandangan tersebut juga berlaku terhadap kepemilikan pengetahuan tradisional dan varietas lokal. Perlindungan hukum terhadap varietas lokal yang dimanfaatkan sebagai varietas asal di dalam pemuliaan tanaman sehingga menghasilkan Varietas Turunan Esensial (VTE) maka pemanfaatan varietas lokal tersebut harus memberikan Benefit sharingkepada masyarakat. C. Kesimpulan Dasar filofofis pentingnya Perlindungan Hukum Atas Varietas Tanaman Lokal dapat dikaitkan dengan tujuan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual di maksudkan untuk memberi kejelasan hukum mengenai hubungan antara ciptaan atau penemuan yang merupakan hasil karya intelektual manusia dengan sipencipta atau penemu atau pemegang hak dengan pemakai yang mempergunakan hasil karya intelektual tersebut. Adanya kejelasan hukum serta pemilik hak kekayaan intelektual dalam hal ini masyarakat lokal yang secara tradisional telah mengembangkan varietas tanaman lokal dan akhirnya secara sepihak ada eksploitasi terhadap varietas tanaman lokal yang telah dibudidayakan oleh masyarakat lokal, sehingga dengan demikian maka perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat lokal belum memadai. Indikasinya adalah, adanya pencurian, eksploitasi yang tidak bertanggungjawab, pembelian dalam jumlah yang besar untuk kebutuhan luar daerah, dan penjualan oleh masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tindakan ini akan mengakibatkan keberadaan varietas tanaman lokal semakin terbatas, bahkan hilang sama sekali, sementara masyarakat lokal dan pemerintah daerah yang seharusnya memperoleh manfaat nilai ekonomis dari keberadaan varietas tanaman lokal ini, justru kehilangan hak dan kesempatan untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan dari distribusi sumber daya varietas tanaman lokal ini. Prinsip Keadilan Dalam Pemanfaatan Varietas Tanaman Untuk Mewujudkan Perlindungan Hak Masyarakat Lokal. prinsip keadilan dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan pelestarian, varietas tanaman lokal untuk terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakat 37
http://www.dephut.go.id Masyarakat Lokal Dalam Sistem Sertifikasi Hutan Di Indonesia, tanggal 8 November 2013. 38 http://www.Kemsos.go.id. Meningkatkan Peran Serta Masyarakat Lokal Guna Menjaga Tatanan Kehidupan Masyarakat.
81
Hukum dan Masyarakat 2014 lokal, maka prinsip yang pertama adalah : bahwa masyarakat lokal harus diberikan ruang dan kesempatan yang sama atas kebebasan yang paling luas untuk mengelola, memanfaatkan, dan melestarikan varietas tanaman lokal untuk mencapai kesejahteraannya; kedua, bahwa peraturan daerah yang dibuat harus responsif dan memastikan kesenjangan sosial dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan pelestarian varietas tanaman lokal harus ditata kembali sehingga dapat memberikan keuntungan baik bagi pemerintah, dunia usaha, maupun bagi masyarakat lokal secara timbal balik. Dalam konteks keuntungan ( benefit ), instrumen untuk melahirkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat lokal adalah pengaturan benefit sharing dalam mengelola maupun memanfaatkan varietas tanaman lokal. Dan prinsip keadilan menjadi penting ( urgens ) dalam upaya mewujudkan perlindungan hak masyarakat lokal. Keadilan dimaksud harus menjadi nilai dasar yang harus diwujudkan melalui hukum meta norma keadilan dalam hal ini Pasal 7 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman, dan Peraturan Daerah. Secara substansial, baik undang- undang maupun peraturan daerah harus mengakomodir seluruh kepentingan dan kebutuhan stakesholder dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan pelestarian varietas tanaman lokal. Dan diperlukan mekanisme pengaturan yang baik sehingga dapat tercipta hak masyarakat lokal yang lebih baik dan tercipta keadilan yang dirasakan oleh masyarakat lokal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Abdurkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, 2001. Agus, Budi Riswandi dan Siti Sumartiah, Masalah-masalah HKI Kontemporer,Gita Nagari, Yogyakarta, 2006. Ahkam Subroto, Muhammad dan Suprapedi, Pengenalan HKI (Hak Kekayaan Intelektual), Konsep Dasar Kekayaan Intelektual Untuk Penumbuhan Inovasi), Indeks, Jakarta, 2008. Anshori, Abdul Ghofur , Filsafat Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2009 Atmadja, I Dewa Gede, Filsafat Hukum, Setara Press, Malang, 2013. Barizah, Nurul, Intellectual Property Implications On Biological Resources (Indonesia’s Adoption Of International Intellectual Property Regimes And The Failure To AdeQuately Address The Policy Challenges In The Area Of Biological Resourses), Nagara, Jakarta, 2010. Barrett, Marggareth, Intellectual Property, Emanuel Law Outlines, Inc. Larchment, 1991. Boldrin, Michele dan David K. Levine, Against Intellectual Monopoly, Cambridge University Press,2010. 82
Hukum dan Masyarakat 2014 Budi Maulana, Insan dkk, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I, Pusat Studi Hukum UII, Yogyakarta, 2000. Caenegem, William van, Intellectual Property, LaxisNexis Butterworths, Australia, 2006. Davison, Mark J.dkk, Australian Intellectual Property Law, Cambridge University Press, 2008. Denoncourt, Janice, Intellectual Property Law, Routledge, London And New York, 2010. Djaja, Ermansyah, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Dworkin, Ronald, Justice For Hedgehogs, Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, London, England, 2011. Fuady, Munir, Teori-teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013. Hadjon, Philipus M. dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press, 2011. Hariyani, Iswi, Prosedur Mengurus HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) Yang Benar, Pustaka Yustisia, 2010. Hernoko, Agus Yudha , Hukum Perjanjian, Asas Proposionalitas Dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013. Hutchinson, Terry, Researching And Writing In Law, Lawbook Co., 2010. H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Ed. Revisi, Cet 3, Jakarta. PT. Raja Grafindi Persada, 2003. Irawan, Candra, Politik Hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2011. Jened, Rahmi, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Eksklusif, Airlangga University Press, 2010. Karen Leback, Teori Keadilan : Analisis Kritis Pemikiran JS. Mill, J. Rawls, R. Nozick, R. Neibuhr, J.P. Miranda, Nusa Media, 2013. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2010. __________ Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, cet. 4, Jakarta, 2012.
83
Hukum dan Masyarakat 2014 Munandar, Haris dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI, Hak Kekayaan Intelektual, Essensi, 2008. Nuraini, Nina, Perlindungan Hak Milik Intelektual Varietas Tanaman (Guna Peningkatan Daya Saing Agribisnis), Alfabeta, Bandung, 2007. Nurachmad, Much, Segala Tentang HAKI Indonesia, Buku Biru, 2012. Purba, Afrillyanna, Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional Sebagai Sarana Pertumbuhan ekonomi Indonesia, Alumni, Bandung, 2012. Rato, Dominikus, Filsafat Hukum : Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum, LaksBang Justitia, Surabaya, 2011 Rawls, Jhon, A Theory Of Justice, The Belknap Press Of Harvard University Press Cambridge, Massachusetts, 1999. Sardjono, Agus, Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisonal, cet.1, Bandung, Alumni, 2006. Tjitrawati, Aktieva Tri, Materi Masalah-masalah keadilan, Airlangga, Susrabay, 2014.
Fakultas Hukum Universitas
Utomo, Tomi Suryo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Di Era Global : Sebuah Kajian Kontemporer, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor29 tahun 2000, tentang Perlindungan Varietas Tanaman. (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 241, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4043) Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 01/Pert/SR.120/2/2006 Tentang Syarat Penamaan Dan Tatacara Pendaftaran Varietas Tanaman. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2004 Tentang Penamaan, Pendaftaran dan Penggunaan Varietas Asal untuk Pembuatan Varietas Turunan Esensial. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2004 Tentang Syarat dan Tata Cara Pengalihan Perlindungan Varietas Tanaman Dan Penggunaan Varietas Yang Dilindungi Oleh Pemerintah http://www.dephut.go.id Masyarakat Lokal Dalam Sistem Sertifikasi Hutan Di Indonesia. http://www.Kemsos.go.id. Meningkatkan Peran Serta Masyarakat Lokal Guna Menjaga Tatanan Kehidupan Masyarakat. 84
Hukum dan Masyarakat 2014
85