JURNAL HUKUM DAN MASYARAKAT ISSN 1693-2889 Volume 13 Nomor 2 April 2014 WALIHEKI RALIBHU SEBUAH PERSEKUTUAN HUKUM TERITORIAL PADA MASYARAKAT HUKUM ADAT SENTANI TIMUR OLEH SARA IDA MAGDALENA AWI Abstrak Waliheki Ralibhu merupakan suatu persekutuan hukum teritorial, yang sampai saat ini eksistensinya masih terus dipertahankan, diakui serta ditaati oleh masyarakat hukum adat di wilayah Sentani Timur. Kajian penelitian ini membahas secara khusus mengenai bagaimana sistem pemerintahan adat pada persekutuan hukum adat Waliheki Ralibhu tersebut. Dengan metode penelitian hukum empiris yang bersumberkan pada data primer dan data sekunder. Pembahasan sampai simpulan dalam tesis ini, dapat dideskripsikan sebagai berikut : (1).Eksistensi waliheki ralibhu sebagai persekutuan hukum teritorial diakui secara yuridis dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan masih ditaati oleh masyarakat Sentani Timur; (2).Dalam pelaksanaan fungsinya sebagai persekutuan teritorial waliheki ralibhu selalu memperhatikan tatanan-tanan serta nilai dan norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Kata kunci :Persekutuan Hukum Teritorial, Waliheki Ralibhu, Sentani Timur
I.
Pendahuluan Masyarakat hukum adat Sentani dalam sistem politik tradisionalnya dikenal dengan
Sistem Keondoafian/Ondoafi atau sistem Kepala Klen.Mansoben menyebutkan bahwa salah satu bentuk sistem kepemimpinan yang kedudukan pemimpinnya diperoleh melalui prinsip pewarisan adalah sistem kepemimpinan ondoafi. Sistem ini terdapat pada suku-suku bangsa Irian (Papua) yang bertempat tinggal di daerah timur laut Irian Jaya (Papua) yang terletak di sebelah barat garis perbatasan yang memisahkan Provinsi Irian Jaya (Papua), Indonesia, dengan negara Papua New Guinea.1 Masyarakat hukum adat Sentani, khususnya pada masyarakat hukum adat yang bermukim pada wilayah Sentani bagian Timur memiliki 7 (tujuh) wilayah keondoafian, yaitu: 1). Ondoafi 1
Johszua Robert Mansoben, Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya (Papua), LIPI – RUL Series, Jakarta 1995. hlm 179.
Hukum dan Masyarakat 2014 Puai; 2). Ondoafi Yoka; 3). Ondoafi Waena; 4). Ondoafi Kleubolouw; 5). Ondoafi Netar; 6). Ondoafi Asei, dan 7) Ondoafi Ayapo.Ketujuh keondoafian itu, merupakan persekutuan hukum yang secara ekonomi dan politik berdaulat penuh dan tidak mempunyai ikatan hirarki dengan kampung/keondoafian lain. Menurut Mansoben, Masyarakat Sentani terbagi dalam komunitikomuniti yang disebut yo atau kampung.Tiap yo mempunyai wilayah atau teritorial, terdiri dari tanah dan perairan dengan batas-batas yang jelas, mempunyai sejarah asal usul penduduk dan pendiriannya dan mempunyai pemimpin dan rakyatnya. 2 Dari sisi kesatuan wilayah yang berdekatan, maka masyarakat hukum adat yang berada pada wilayah Sentani Timur yang terdiri atas 7 (tujuh) wilayah keondoafian seperti disebutkan di atas, secara tradisional telah membentuk suatu persekutuan hukum yang bersifat teritorial, dengan nama Persekutuan Hukum Waliheki Ralibhu.Persekutuan Hukum ini lahir atas dasar kebersamaan wilayah, dan rasa solideritas untuk saling membantu (materi, uang, dan tenaga) dan membangun. Tujuan dari persekutuan hukum ini adalah untuk mengayomi, memelihara nilainilai adat dan menjamin kesejahteraan masyarakat adat pada wilayah Sentani Timur. Dengan demikian, persekutuan hukum Waliheki Ralibhu merupakan suatu persekutuan hukum yang teritorial, yang memiliki masyarakat sendiri, sistem pemerintahan, sejumlah funsgsionaris adat/petugas hukum, dan kekayaan baik yang bersifat material dan imateriel.Dalam menjalankan fungsi dan peran persekutuan hukum dalam memanfaatkan kekayaan alam yang bersifat materiel atau sumber daya alam tentunya ada mekanisme yang terbangun secara teratur dan hanya diketahui oleh para fungsionaris adat itu sendiri.Hal itulah yang menjadi alasan mengapa perlu dilakukannya suatu penelitian terhadap Persekutuan Hukum Waliheki Ralibhu. II. Pembahasan 1. Persekutuan HukumWaliheki Ralibhu a. Persekutuan Hukum Berkenaan dengan masyarakat hukum adat, Ter Haar menulis : di seluruh kepulauan Indonesia pada tingkatan rakyat jelata terdapat pergaulan hidup, dimana golongan-golongan yang bertindak laku sebagai “kesatuan” terhadap dunia luar, lahir dan bathin. Golongangolongan itu mempunyai tata susunan yang tetap dan kekal, dan orang-orang segolongan itu
2
Ibid, hlm 197.
55
Hukum dan Masyarakat 2014 masing-masing
mengalami
kehidupannya
dalam
golongan
sebagai
hal
yang
sewajarnya,menurut kodrat alam. Tidak ada seorangpun dari mereka yang mempunyai ikiran akan memungkinkan pembubaran golongan itu. Golongan manusia itu, juga mempunyai “pengurus sendiri” dan mempunyai “harta benda” milik keduniawian dan milik gaib.Golongan-golongan yang demikianlah bersifat persekutuan hukum.3 Bushar Muhammad mengemukakan, perumusan masyarakat hukum sebagai berikut : masyarakat hukum (persekutuan hukum) adalah : 1) kesatuan manusia yang teratur; 2) menetap di suatu daerah tertentu; 3) mempunyai kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud, dimana anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam, dan tidak seorangpun diantara anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya, dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selamalamanya.4 Soepomo menulis, bahwa persekutuan hukum di Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar menurut dasar susunannya, yaitu : 1) yang berdasar pertalian suatu keturunan (geneologis); dan 2) yang berdasar lingkungan daerah (territorial). Persekutuan hukum yang didasarkan atas lingkungan daerah, adalah : persekutuan hukum yang keanggotaannya tergantung dari tempat tinggal di dalam lingkungan daerah persekutuan atau tidak. Persekutuan hukum yang didasarkan atas lingkungan daerah ini juga terdiri atas 3 golongan, yaitu : a) persekutuan desa b) persekutuan daerah c) persekutuan dari beberapa desa.5
3
Periksa Bushar Muhammad, 1981,Asas-asas Hukum Adat, Cetakan Ketiga, Jakarta, Pradnya Paramita, hal. 30. Bandingkan pula dengan Soebakti Poesponoto 1987. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Cetakan Kesembilan, Jakarta, Pradnya Paramita, hal.6 4 Ibid 5 Soepomo.,ibid, hlm. 57 56
Hukum dan Masyarakat 2014 Pembahasan mengenai masyarakat hukum adat memberikan kesimpulan, bahwa di Indonesia terdapat keragaman dalam dasar dan susunan (bentuk) masyarakat hukum adat, yang sekaligus juga merupakan premis bahwa di Indonesia terdapat keragaman hukum adat yang diperlakukan di berbagai wilayah di Indonesia.Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara, yang secara teknis disebut ethnic group atau ethnos, yang menurut Ch. Winick, merupakan “a group of people.Linked by both nationality and race. These bonds are ussualy unconsiously accepted by the members of the group, but outsiders observe the homogeneity”.6yang menurut Th. F. Hoult, ciri-cirinya antara lain : a) ...totally homogeneous in race and culture b) whose members regard one another as kindred in a broad c) sense, almost always a relatively small and isolated tribe or clan; now ussualy regerded as an archaic term.7 Berbicara tentang keberadaan Persekutuan HukumWaliheki Ralibhu, pembicaraan tidak dapat dilepaskan dengan Persekutuan Hukum sebagai suatu lembaga ataupun lembaga adat lain sebagai wadah pasang surutnya adat dan hukum adat yang selanjutnya juga sebagai faktor penunjang kehidupan hukum adat itu sendiri. Dimana Persekutuan Hukum Waliheki Ralibhu, ini berdiri atas prakarsa ketujuh Ondofolo di wilayah Sentani Timur, ke tujuh Ondofolo tersebut adalah 1). Ondofolo Puai (Bpk. Tidorus Kandau); 2).Ondofolo Yoka (Bpk. Mezak Mebri); 3). Ondofolo Waena (Bpk. Ramses Ohee); 4).Ondofolo Kleubolouw (Bpk. Markus Ansaka); 5). Ondofolo Netar (Bpk. Phillip Wally); 6). Ondofolo Asei (Bpk. Agustinus Ohee), dan 7) Ondofolo Ayapo (Bpk. Enos deda).8 Persekutuan HukumWaliheki Ralibhu ini merupakan persekutuan hukum teritorial, seperti telah dijelaskan pada awal-awal bab ini. Persekutuan ini merupakan persekutuan yang sengaja dibentuk untuk kepentingan ekonomi masyarakat adat yang berada di wilayah adat Sentani Timur. Sedangkan untuk pengurusan kedalam diberikan kewenangan
6
Soerjono Soekanto, 1981,Kedudukan dan Peranan Hukum Adat Di Indonesia, Kurniaesa,Jakarta,hlm. 53 7 Ibid 8 Wawancara dengan Bpk. Theo Kere, pada tgl 10 Oktober 2014, di kampung Nendali 57
Hukum dan Masyarakat 2014 sepenuhnya kepada masing-masing kampung yang berada di wilayah adat atau kampung masing-masing.
b. Pengertian Waliheki Ralibhu Organisasi Ikatan Masyarakat Adat “Waliheki Ralibhu” Sentani Timur di Jayapura ini kiranya sudah cukup lama diberdayakan di Sentani Timur. Pembentukan Waliheki Ralibhudibentuk pada tanggal 22 Maret 2007 dengan Nomor Akta Notaris: 94, yang dikenal dengan nama “Yayasan Adat Waliheki RalibhuSentani (YAWARA)”.9 Yawara ini dibentuk untuk mengayomi, memelihara serta melaksanakan hukum adat yang berlaku di tujuh wilayah adat pada Sentani Timur, guna menjaga ketentraman disegala aspek kehidupan masyarakat, sehingga diperlukan suatu wadah oraganisasi tersebut. Di mana wadah atau institusi adat ini diberikan kepercayaan penuh oleh masyarakat adat Sentani Timur. Wadah atau institusi adat ini lebih di kenal dengan lembaga adat. Persekutuan hukum adat Waliheki Ralibhuini memiliki moto yang penuh makna yang nantinya akan digunakan sebagai roh dan jiwa serta semangat untuk mendorong, menggerakkan dan menjelma menjadi suatu kekuatan atau gerakan moral bagi masyarakat adat Sentani Timur, yang dikenal dengan HORIPAyang artinya:10 Ho
= Holone Palane
= Gotong Royong
Ri
= Rikei Hakoy
= Tolong Menolong
Pa
= Phalane-Phalane = Bahu Membahu
Sedangkan pengertian dari Waliheki Ralibhuterdiri dari: Wali
= Nendali Rkhunai WALInai
He
= HEram Iwaneai Tainyai
Ki
= Puai KInai Wolabonai
Sehingga ketiga (3) nama komunitas masyarakat Iwaiwa Ondofolo Ralibhu Sentani. Sedangkan pengertian Ralibhu adalah istilah ralibhu ini sudah dipakai sejak nenek moyang dahulu kala sampai sekarang dan akan datang oleh masyarakat adat Sentani, selain nama ralibhu ada dikenal juga Nolobu dan Waibu (Sentani Tengah dan Sentani Barat). 9
Wawancara dengan Bpk. Ramses Ohee, pada tanggal 20 Oktober 2014, di kampung Waena Hasil Musyarawah Besar II Lembaga Persekutuan Masyarakat Adat Waliheki Ralibhu Sentani, pada tgl 25-26 Juli 2007 10
58
Hukum dan Masyarakat 2014 Istilah Ralibhu (Sentani Bagian Timur) yang dibatasi secara alam dan hak-hak ulayat dari kampung-kampung Nendali, Asei, Kleublouw, Ayapo, Yoka, Hebeibulu dan puai. Istilah ralibhu ini menggambarkan satu etnis, suku-suku dan warga yang berbeda dengan suku dan warga di Sentani Bagian Tengah (Nolobu) dan Sentani Bagian Barat (Waibu). Pengertian Rali sendiri adalah orang timur sedangkan bhu adalah air, jadi pengertian RALIBHU adalah orang timur yang hidup di bagian Timur Danau Sentani dan dibatasi oleh alam dengan kawasan alam BUKHI MASOLLO. 11
2. Struktur Organisasi Waliheki Ralibhu Masyarakat hukum adat Sentani Timur
merupakan suatu kesatuan masyarakat
hukum adat yang memiliki kesatuan wilayah tempat tinggal dan kesatuan genelogis di mana anggotanya merasa terikat dalam suatu keturunan yang sama. Di samping itu juga di ikat oleh teritorial kewilayahan yang sama pula yang disebut dengan Persekutuan Hukum Waliheki Ralibhu. Setiap kelompok kesatuan masyarakat hukum adat mempunyai susunan pengurus yang menyatu dan di atur menurut hukum adat (kebiasaan) masyarakat adat setempat.Di lihat dari susunan masyarakat hukum adat Sentani Timur memiliki susunan bertingkat yakni di setiap kampung-kampung memiliki seorang pimpinan adat tertinggi yakni Ondofolo, dan dari beberapa kampung tersebut memiliki seorang pimpinan adat tertinggi pula yang di pilih oleh beberapa kampung pada masyarakat hukum adat Sentani Timur.Jadi dapat dikatakan bertingkat karena ada organisasi di tingkat kampung, di tingkat kabupaten.Waliheki Ralibhu dimiliki di setiap tujuh (7) kampung pada masyarakat hukum adat Sentani Timur. Masyarakat hukum adat Sentani Timur terdiri dari tujuh (7) kampung yaitu 1). Kampung Puai; 2). Kampung Yoka; 3). Kampung Waena; 4). Kampung Kleubolouw; 5). Kampung Netar;
6). Kampung Asei, dan 7) Kampung Ayapo. Dalam menjalankan
fungsinya dalam masyarakat adat tersebut, masyarakat hukum adat Sentani Timur membentuk sebuah wadah yang di kenal dengan Yayasan Adat Waliheki Ralibhu (Yawara), di mana komposisi masyarakat hukum adat Sentani Timur ini terdiri dari beberapa kampung. Lebih jelasnya akan di gambarkan dalam bentuk bagan 4.1. 11
Wawancara dengan Bpk. Enos Deda, pada tgl 25 Oktober 2014, di Padang Bulan. 59
Hukum dan Masyarakat 2014
Bagan 4.1 STRUKTUR ORGANISASI LPMA WALIHEKI RALIBHU SENTANI
PEMERINTAH
KETUA UMUM
DEWAN KEHORMATAN
SEKRETARIAT WAKIL SEKERTARIS
SEKERTARIS
BENDAHARA
ADM. KHUSUS ADAT
ADM. UMUM
KEUANGAN
KETUA II
KETUA III
KETUA I
PEMBINAAN TEKNIS ADAT
KETUA II
KETUA III
SENI BUDAYA DAN PARIWISATA
PELESTARIAN ALAM DAN LINGKUNGAN
EKUBANG
PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PEREMPUAN DAN ANAK
PEMUDA DAN OLAHRAGA 60
Hukum dan Masyarakat 2014
MASYARAKAT ADAT WALIHEKI RALIBHU
3.
Sifat Teritorial Persekutuan Hukum TerritorialYaitu Persekutuan Hukum yang susunannya didasarkan atas pertalian kedaerahan. Mereka merasa bersatu atas suatu keyakinan bahwa mereka ini terikat oleh atau berasal dari daerah yang sama atau terikat oleh tempat tinggal yang sama. Dengan demikian terdapat ikatan emosional yang sangat erat antara manusia sebagai penghuni atau penduduk dengan wilayah atau tanah tempat tinggalnya. Disini berlaku azas teritorialitas atau azas kewilayahan. Ikatan emosional dengan tanah menjadi azas yang sangat kuat dan menentukkan.12 Setiap persekutuan hukum dipimpin oleh kepala persektuan, oleh karena itukepalapersekutuan mempunyai tugas antara lain : a) Tindakan-tindakan mengeani tanah, seperti mengatur penggunaantanah, menjual, gadai, perjanjian-perjanjian mengenai tanah, agarsesuai dengan hukum adat. b) Penyelenggaraan hukum yaitu pengawasan dan pembinaan hukum. c) Sebagai hakim perdamaian desa. d) Memelihara keseimbangan lahir dan batin e) Campur tangan dalam bidang perkawinan f) Menjalankan tugasnya pemerintahannya secara demokrasi dankekeluargaan Waliheki Ralibhu merupakan suatu persekutuan hukum teritorial karena persekutuan ini terbentuk atas dasar kedekatan ke tujuh kampung di wilayah adat Sentani Timur yang memiliki rasa solidaritas yang tinggi di antara kampung-kampung di wilayah Sentani Timur. Sifat teritorial dari Waliheki Ralibhu ini terlihat dari adanya gabungan dari tujuh (7) kampung yang berada pada wilayah adat Sentani Timur, ke tujuh kampung tersebut adalah 1). Kampung Puai; 2). Kampung Yoka; 3). Kampung Waena; 4). Kampung Kleubolouw; 12
Dominikus Rato, 2011, Hukum Adat Suatu Pengantar Singkat Memahami Hukum Adat Di Indonesia, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, hlm. 88 61
Hukum dan Masyarakat 2014 5). Kampung Netar; 6). Kampung Asei, dan 7) Kampung Ayapo. Dalam berbagai bidang kehidupan kampung-kampung berdiri sendiri-sendiri dengan pemerintahan adatnya serta segala aspek penunjang di dalam masyarakat tersebut, namun untuk kepentingan bersama mereka akan berkumpul dan bersatu untuk saling tolong menolong, bahu membahu dan gotong royang dalam berbagai kegiatan di lingkungan mereka. Persekutuan hukum Waliheki Ralibhu orientasi atau titik berat pelaksanaannya hanya di bidang ekonomi diantara ke tujuh kampung tersebut. Kegiatan ini akan terlihat baik di adat maupun hubungannya dengan pemerintah. Pada kegiatan adat mereka akan tukarmenukar bahan makanan untuk kebutuhan sehari-hari dan juga terlihat pada acara kematian, baik di kalangan ondofolo atau kalangan masyarakat biasa.
4.
FungsidanTanggungJawab Persekutuan Hukum Teritorial Waliheki Ralibhu Tugas – tugas yang dilakukan oleh persekutuan hukum adalah tugas dan fungsinya yang terkait dengan upacara adat, penyelesaian konflik, belum menyentuh tugas-tugas dan fungsi yang secara praktis dapat mempengaruhi dalam peningkatan pendapatan masyarakat adat.Sehingga dapat diuraikan tugas- tugas persekutuan hukum itu antara lain: 1.
Membantu pemerintah dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan di segala bidang terutama dalam bidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan.
2.
Melaksanakan hukum adat dan istiadat dalam desa adatnya
3.
Memberikan kedudukan hukum menurut adat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial kepadatan dan keagamaan.
4.
Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan.
5.
Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat desa adat. Persekutuan hukum adat pada umumnya berbeda dengan persekutuan hukum
Waliheki Ralibhu, dimana persekutuan hukum ini hanya semata-mata bergerak di bidang ekonomi yakni mensejahterakan anggota masyarakat dengan memperhatikan sendi-sendi kehidupan adatnya. Dan terus menjaga nilai-nilai adat dan budaya dari masing-masing kampung. Dengan adanya akta notaris membuat persekutuan hukum ini menjadi kuat di 62
Hukum dan Masyarakat 2014 mata hukum guna untuk keperluan atau kepentingan umum masyarakat dengan berbagai bantuan dari pemerintah setempat. Sebagai sebuah persekutuan hukum teritorial Waliheki Ralibhu ini memiliki tanggung jawab yang besar sebuah wadah yang menyatukan aspirasi dari ketujuh kampung di wilayah Sentani Timur tersebut, adapun tugas dan tanggung jawab dari persekutuan hukum Waliheki Ralibhu tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Melindungi hak-hak dasar masyarakat adat Waliheki Ralibhu Sentani;
2.
Melindungi dan mematok secara jelas dan benar mengenai batas-batas wilayah dan batas-batas tanah dan air di daerah Waliheki Ralibhu Sentani Timur;
3.
Mengupayakan kemakmuran masyarakat adat dengan usaha-usaha produktif di atas tanah dan ulayat adat mereka;
4.
Membenahi dan kelembagaan dan struktur adat Waliheki Ralibhu Sentani;
5.
Membantu pemerintah dan pihak-pihak lain dalam pola kemitraan yang sejajar;
6.
Mengangkat harkat dan martabat adat yang semakin punah; dan
7.
Menegakkan aturan dan norma serta ketentuan adat dalam perilaku kehidupan masyarakat adat Waliheki Ralibhu Sentani.
III. Simpulan Persekutuan Hukum Waliheki Ralibhu merupakan suatu persekutuan hukum teritorial di wilayah adat Sentani Timur kabupaten Jayapura. Dimana Persekutuan Hukum Waliheki Ralibhu terdiri dari tujuh kampung, yakni: 1). Kampung Puai; 2). Kampung Yoka; 3). Kampung Waena; 4). Kampung Kleubolouw; 5). Kampung Netar; 6). Kampung Asei, dan 7) Kampung Ayapo.Persekutuan Hukum Waliheki Ralibhu berdiri pada tanggal 22 Maret 2007 dengan akta notaris nomor 94, atas prakarsa ke tujuh ondofolo di Sentani Timur. Persekutuan Hukum Waliheki Ralibhu memenuhi unsur atau kriteria dari suatu persekutuan teritorial, antara lain: 1). Adanya kumpulan masyarakat adat yang terdiri dari ke tujuh kampung di Wilayah adat Sentani Timur dengan perasaan bersama dengan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesama; 2). Adanya wilayah adat yang berada di Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura, mereka memiliki wilayah dengan batas-batas serta hak ulayat yang jelas; 3). Adanya struktur pemerintahan adat yang jelas yang terpatri secara turun temurun dengan masing-masing fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing; 4). Adanya penguasa 63
Hukum dan Masyarakat 2014 tertinggi yakni Ondofolo beserta dengan apatus atau perangkat-perangkatnya; dan 5). Adanya harta kekayaan baik yang berupa materiil maupun immateriil. ========================= Daftar Pustaka Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta. Deda Andreas Jefri, Sejarah Gereja Ebenhaeser Yoka, Pusat Penelitian Bahasa dan Budaya (PUSBADAYA) Papua, Universitas Negeri Papua, 2013 Ni Ketut Supasti Dharmawan, 2005, “Metode penelitian Hukum Empiris”, makalah dalam Lokakarya Metode Penelitian Hukum Empiris yang diselenggarakan oleh Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, 29 Juli 2005. Johszua Robert Mansoben, Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya, LIPI – RUL Series, Jakarta 1995. Muhammad Bushar, Pokok-Pokok Hukum Adat, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2006 Soekanto, Soerjono. 2002. Hukum Adat Indonesia.PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. ________, 2004.Pokok-pokok Sosiologi Hukum.PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta Simarmata Rikardo, Pengakuan Hukum Terhadap Masyarakat Adat di Indonesia, UNPD, Jakarta, 2006 Ter Haar Bzn. 1960.Beginselen en Stelsel Van het Adatrecht.J.B.Wolters. Groningen. Jakarta. Lexy J. Maleong, 1990, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Wignjodipuro, Surojo. 1987. Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Alumni, Bandung. 64
Hukum dan Masyarakat 2014
65