Pola Komunikasi Masyarakat Transisi Dampak Pengembangan Kawasan Solo Baru (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Ibu-Ibu Rumah Tangga Masyarakat Transisi Desa Madegondo Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo)
Jurnal
Disusun Oleh : Danang Arya Yudanta D1213023
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 0
Pola Komunikasi Masyarakat Transisi Dampak Pengembangan Kawasan Solo Baru (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Ibu-Ibu Rumah Tangga Masyarakat Transisi Desa Madegondo Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo) Danang Arya Yudanta Sutopo J K Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract The purpose of this study was to describe patterns of communication that developed among mothers households transitional societies village Madegondo Grogol Sukoharjo the impact of development of the area of Solo Baru. As a developing country, the people of Indonesia have characteristics transitional society, namely people who are moving from the traditional state into the more modern conditions. Likewise with Madegondo Village, Grogol, Sukoharjo, is one of the villages which have characteristics transitional society, where society has undergone many changes, from changes in settlement patterns, livelihoods, education orientation, as well as the changes that occur in society. Thus was the case in the mother-housewife in the village Madegondo once, housewife mother of his only allies wingking regarded as a friend of her husband or kitchen, and a friend of the mattress. But along with the progress of time, women are not as yet sidekick sidekick wingking longer side together with a man fighting for economic survival of the family. As was the case of the mothers of rural household Madegondo now many are working to help the family economy with increasingly complex needs of life. The results obtained in this study to know that the character of the communication patterns of mothers in rural households Madegondo is informal interpersonal communication is more unexpected, unplanned and spontaneous, which occurs in the primary group communication. While that is going on with communication secondary group is more formal, regular and planned. Mothers communication patterns of households in the village Madegondo also influenced by developments in the region affected regional development of Solo Baru, who became the first Independent Satellite city in Central Java. Keywords : communication patterns, a transitional society, the mother-housewife, the development impact
1
Pendahuluan Desa Madegondo termasuk satu wilayah yang terkena langsung oleh dampak pengembangan kawasan Solo Baru. Desa Madegondo merupakan salah satu desa yang terkena dampak perubahan–perubahan dari adanya pembangunan kawasan Solo Baru yang semakin berkembang serta letak desa yang strategis yaitu di jalan Solo-Sukoharjo. Desa Madegondo itu sendiri terletak di kecamatan Grogol kabupaten Sukoharjo. Keadaan sekitar di kecamatan Grogol cukup ramai karena terletak di jalan Solo–Sukoharjo berbatasan langsung dengan kotamadya Surakarta bagian selatan dengan kabupaten Sukoharjo serta merupakan daerah transit paling ramai. Secara fisik administratif, Solo baru terletak di kecamatan Grogol kabupaten Sukoharjo, tetapi secara fungsional keberedaan Solo Baru tidak lepas dari keberadaan Surakarta. Munculnya kawasan Solo Baru di sekitar Surakarta ini merupakan langkah antisipatif dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dengan developer (pengembang) PT. PSP (Pondok Solo Permai) untuk mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan fisik kota Surakarta (Penyangga Surakarta), yang selanjutnya berkembang menjadi pusat pertumbuhan bagi kabupaten Sukoharjo. Selain pertumbuhan
Kota Surakarta yang begitu pesat baik dari segi
ekonomi dan fisik juga mendorong pertumbuhan daerah-daerah sekitar Surakarta, salah satunya adalah Solo Baru. Kondisi ekonomi dan fisik kota Surakarta yang cukup tinggi dapat terlihat dari tingginya intesitas perubahan guna non lahan menjadi lahan terbangun di pusat kota serta lahan produktif menjadi non produktif di pinggiran kota. Keberadaan Solo Baru sebagai kota baru mandiri atau kota satelit di kawasan tersebut dapat memberikan keuntungan yang besar, baik bagi kabupaten Sukoharjo maupun kota Surakarta, dalam menggagas konsep pemekaran kota. Selain itu kabupaten Sukoharjo akan mengalami pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak dan sebagainya. Kawasan desa Madegondo sendiri merupakan kawasan yang paling banyak terkena dampak dari pengembangan kota satelit atau
2
mandiri tersebut. Pembangunan itu berupa Hartono Mall, The Park Mall dan juga Hotel Best Western. Sepuluh tahun terakhir di desa Madegondo masih banyak sawah sawah dan rawa–rawa, dan sekarang menjadi berubah alih fungsi sebagai lahan hunian berupa perumahan dan industri hiburan berupa mall, kantor, dan hotel. Hamparan sawah yang terbentang hijau, juga penampilan petani yang tiap pagi pergi sering dijumpai sedang menggarap sawah, kini mulai hilang.Berganti dengan kesibukan orang orang yang pergi bekerja dan mengantar anak anak sekolah dan serta lalu lintas kendaraan bermotor yang semakin padat menambah ramainya suasana desa Madegondo. Banyaknya lahan pertanian yang dulu beralih fungsi menjadi area permukiman perumahan, menyebabkan banyaknya warga pendatang yang menetap dan berdomisili di Desa Madegondo dan sebagian besar warga menetap di perumahan. Perubahan Desa Madegondo juga diikuti perubahan masyarakatnya. Salah satunya adalah perubahan yang terjadi pada para wanita di Desa Madegondo terutama ibu ibu rumah tangga yang sudah menikah. Karakteristik wanita pada masyarakat transisi terlihat pada partisipasi wanita menyangkut peran tradisi dan transisi yaitu peran tradisi yang mencakup peran wanita sebagai ibu, istri, pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat, dan manusia pembangunan.Pada peran transisi, wanita turut aktif dalam kegiatan ekonomi seperti membatu suami memenuhi kebutuhan keluarga diberbagai kegiatan sesuai ketrampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia karena pengembangan kawasan solo baru tersebut. Ibu-ibu rumah tangga di Desa Madegondo dulu pada umumnya hanya dianggap suaminya sebagai teman tidur dan teman dapur, tugas seorang ibu hanya mendidik anak merawat anak, mengurus rumah tangga, serta bekerja di dapur.Sebelum masuknya pembangunan secara besar–besaran di wilayah Desa Madegondo, wilayah ini pertanian, hunian sunyi, dan rawa rawa. Namun seiring berkembangnya pembangunan wilayah Solo Baru, Desa Madegondo ikut bertransisi ke arah modern. Begitu pula dengan ibu-ibu rumah tangga Desa
3
Madegondo, tingkat pendidikan yang semakin tinggi, wanita tidak lagi dianggap sebagai teman tidur maupun di dapur, melainkan ikut berjuang bersama suami dalam memperjuangkan kelangsungan ekonomi keluarga. Ibu-ibu rumah tangga Desa Madegondo pun begitu, kini semakin atikan/
banyak ide dan kreatif
dikarenakan banyaknya lahan lahan usaha yang bisa dibuka sebagai penunjang dari pembangunan sekitar seperti rumah kos, laundry, serta rumah makan dengan keunikannya yang digunakan untuk membantu ekonomi keluarga dan memenuhi kebutuhan hidup yang semakin kompleks. Meskipun Desa Madegondo sedang mengalami masa transisi, namun beberapa bagian dari kondisi sosial budaya masyarakatnya tidak ikut berubah seiring dengan perubahan dalam berbagai aspek kehidupannya menuju kearah yang lebih modern. Bertahannya beberapa aspek sosial di Desa Madegondo lebih disebabkan
oleh karakteristik Desa Madegondo yang masih memiliki basic
pedesaan yang masih sangat kental dalam kehidupan kesehariannya terutama warga asli Desa Madegondo. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak terlalu mempengaruhi atau bahkan merubah apa yang menjadi pegangan dari masyarakat Desa Madegondo, seperti misalnya kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan, arisan antar RT antar RW, pengurusan masalah pernikahan / pesta perkawinan, maupun masalah pemakaman dari warganya sendiri. Begitupula berbagai kegiatan sosial ibu ibu rumah tangga Desa Madegondo dalam kegiatan formal maupun informal masih banyak diikuti, bahkan tingkat partisipasi ibu ibu rumah tangga cukup tinggi, terlihat dari masalah berjalannya dengan baik kegiatan-kegiatan seperti PKK, Posyandu, pertemuan RT dan RW, kegiatan keagamaan. Adapun yang non formal seperti kegiatan besukan orang sakit, rewangan, mengobrol saat berbelanja sayur keliling, juga mengobrol di teras pada saat sore hari. Hal ini mempertunjukan intesitas interaksi yang baik para ibu ibu rumah tangga di Desa Madegondo. Pada penilitian ini difokuskan adalah pola komunikasi yang terjadi di masyarakat transisi Desa Madegondo terutama ibu ibu rumah tangga serta
4
pengaruh pola komunikasi tersebut terhadap pengambilan keputusan para ibu ibu rumah tangga dalam berbagai permasalahan hidup di keluarganya. Rumusan Masalah Untuk menganalisis pola komunikasi ibu-ibu rumah tangga masyrakat transisi desa Madegondo kecamatan Grogol kabupaten, maka penulis memiliki rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah pola komunikasi ibu-ibu rumah tangga masyarakat transisi khususnya yang bermukim di wilayah Desa Madegondo, Kecamatan Grogol ?
Kajian Teori 1. Pola Komunikasi Manusia sebagai mahkluk sosial senantiasa tidak akan lepas dari suatu proses-proses komunikasi, baik secara verbal maupun non verbal, disadari maupun tidak disadari. Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya prosespenyampaian suatu pernyataan dari seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Komunikasi merupakan suatu proses yang terus menerus seperti sebuah lingkaran. Sebagai suatu proses, komunikasi merupakan suatu bentuk kegiatan yang berkelanjutan tidak mempunyai titik awal, dan titik akhir. (Wiryanto, 2002 : 19) Hal ini menunjukan komunikasi bersifat dinamis dan transaksional, dimana kemudian akan terjadi perubahan dalam setiap peserta komunikasi tersebut. Karena dalam proses komunikasi para peserta komunikasi saling mempengaruhi, seberapa kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verbal maupun lewat komunikasi non verbal. Hovland juga mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals). (Efendi, 2003 : 10) Thomas M. Scheidel mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun
5
kontak sosial dengan orang sekitar kita untuk merasa berpikir atau berperilaku seperti yang kita inginkan. (Mulyana, 2005 : 110) “Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orangatau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehinggapesan yang dimaksud dapat dipahami” (Djamarah, 2004:1). Dalam proses komunikasi masing-masing individu, masing-masing tempat tidak sama, setiap tempat mempunyai gaya yang berbeda. Karakter tersebut tidak memunculkan suatu pola komunikasi yang berbeda antara masyarakat sosial satu dengan masyarakat sosial lainnya. Pola merupakan bentuk (struktur yang tetap pada sistem kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pola komunikasi dapat dipandang sebagai suatu bentuk hubungan dengan cara-cara yang dipakai dalam berkomunikasi. Demikian yang terjadi pada ibu-ibu rumah tangga masyarakat transisi desa Madegondo misalnya dapat diartikan sebagai cara-cara berkomunikasiyang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Cara-cara tersebut meliputi bagaimana masyarakatnya berinteraksi melalui individu maupun kelompok. Cara-cara tersebut meliputi bagaimana masyarakat berinteraksi dengan menggunakan symbol-simbol yang telah disepakati sebelumnya. Hal ini kemudian mempengaruhi
pola
komunikasi yang terbangun dalam satu komunitas masyarakat tertentu. Pemolaan (patterning) terjadi pada semua tingkat komunikasi: masyarakat, kelompok, dan individu. Pada tingkat masyarakat, komunikasi biasanya berpola dalam bentuk fungsi, kategori ujaran (categories of talk), dan sikap konsensi tentang bahasa dan penutur. Komunikasi juga berpola menurut peran tertentu dan kelompok dalam suatu masyarakat, tingkat pendidikan, wilayah geografis, dan ciri-ciri organisasi sosial lain. Kemudian komunikasi juga berpola pada
tingkat individual, pada tingkat ekspresi dan juga
interpretasi keprbadian. Komunikasi yang terjadi pada tingkat kelompok juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakanteori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. (Lihat Abd, 1994:4) Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal
6
Comunnication Book (Devito, 1989 : 4) mendifinisikan komunikasi antrapribadi sebagai berikut : (Mulyana, 1993 : 60) “ the process of sending and receiving messages between two persons or small group of persons groups, with some effect and some immediate feedback” (Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang atau diantara sekolompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika) Pentingnya situasi komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifat dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahuitanggapan komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Sehingga komunikator dapat mengetahui apakah komunikasi itu bersifat negatif atau positif, berhasil atau tidak berhasil. Jika memang komunikasi yang diharapkan tidak tercapai maka ia dapat meyakinkan komunikan ketika itu juga karena dapat memberi kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluasluasnya. Keefektifan dari komunikasi antarpribadi terjadi apabila tujuan untuk mengubah sikap, pendapat, dan tingkah laku komunikan dapat tercapai. Dalam komunikasi antarpribadi terdapat pengaruh dan mempengaruhi antara kedua belah pihak. Situasi komunikasi antarpribadi bagi komunikator sangatlah penting, karena komunikator dapat mengetahui diri dan komunikan selengkap-lengkapnya. Ia dapat mengetahui namanya, pekerjaannya, pendidikannya, agamanya, dan sebagainya. Yang terpenting adalah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilakunya, dengan demikian komunikator dapat mengarahkan ke suatu tujuan sebagaimana yang ia inginkan. Komunikasi antarpribadi juga terjadi pada komunikasi kelompok, karena banyak teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Menurut Charles Horton Cooley, yang ia dikutip oleh Jalaludin Rakhmat, (Jalaludin, 2001 : 142)
7
“By primary group I mean those characterized by intimate face to face association and cooperation.” (Kelompok primer yang aku maksudkan adalah yang memiliki karakteristik seperti hubungan secara langsung). Menurut Charles Horton Cooley, yang ia dikutip oleh Jalaludin Rakhmat, Karakteristik dari komunikasi kelompok primer dapat terlihat dari : (Rakhmat, 2001 : 142) 1. Kualitas komunikasi kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam artinya menembus kepribadian yang paling tersembunyi, menyingkapkan unsure-unsur backstage (perilaku yang hanya ditampakkan pada suasana privat saja). Meluas, artinya
sedikit
sekali
kendala
yang
menentukan
rentangan
dan
cara
berkomunikasi. Pada kelompok primer diungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi dengan menggunakan lambing, verbal maupun non verbal. 2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal. Dalam kelompok primer, yang penting adalah siapa dia, bukan apakah dia, hubungan dengan anggota kelompok primer bersifat unik dan tidak dapat dipindahkan (non tranferable). 3. Pada kelompok primer, komunikasi lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, demi memelihara hubungan baik. 4. Pesan yang disampaikan bersifat ekspresif dan informal. Masyarakat Desa Madegondo memiliki ciri-ciri masyarakat transisi yaitu masyarakat yang sistem hidupnya beralih dari tradisional menuju masyarakat modern karena adanya dampak pembangunan pengembangan kawasan Solo Baru. Masyarakat Desa Madegondo yang masih memegang budaya warisan nenek moyang, namun tidak menutup diri untuk menerima bentuk segala kemajuan. Masyarakat Desa Madegondo berkomunikasi dalam bentuk komunikasi kelompok (group communication), group communication sendiri berarti komunikasi yang berlangsung antara seseorang komunikator dengan sekelompok orang-orang yang jumlahnya lebih dari dua orang. (Efendi, 1993 : 75) Pola komunikasi masyarakat Desa Madegondo terutama ibu-ibu rumah tangganya adalah pola komunikasi yang berlangsung antarpribadi yang terjadi di dalam kelompok komunikasi, yaitu komunikasi kelompok primer dan komunikasi
8
kelompok sekunder. Pola komunikasi kelompok primer berkaitan dengan komunikasi dalam bentuk hubungan yang lebih akrab, dan lebih terikat secara personal, yaitu interaksi yang terjadi di dalam keluarga, teman sepermainan, dan antar tetangga yang akrab. Sedangkan pola komunikasi kelompok sekunder terjadi dalam kelompok yang memiliki hubungan tidak terlalu akrab dan tidak personal, yaitu interaksi yang terjadi dalam kelompokarisan Ibu PKK, kelompok pengajian, dan kelompok Posyandu. Pola komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana pola komunikasi ibu-ibu rumah tangga masyarakat desa transisi atas dampak pengembangan kawasan Solo Baru ini untuk berinteraksi, bertukar informasi/pikiran, dan pengetahuan.
2. Masyarakat Transisi Salah satu ciri masyarakat Indonesia adalah masyarakat transisi yang sedang beranjak dari keadaan yang tradisional menuju kondisi yang lebih modern J. Usemm dan R.H Usemm (1968 : 144) yang dikutip oleh Sarwono di bukunya Psikologi Remaja mengistilahkan masyarakat transisi dengan modernizing society. Masyarakat seperti ini berbeda dari tradition oriented society (masyarakat tradisional) dan modern society (masyarakat modern). Dijelaskan bahwa masyarakat tradisional adalah masyarakat yang mencoba mengekalkan nilai-nilai tradisi dari nenek moyang dengan cara mempraktikkan terus adat istiadat, upacara-upacara dan kebiasaan-kebiasaan yang telah berlaku sejak zaman dulu. Bahkan sesuatu belum terjadi coba diramalkan, diatur dan dikendalikan dengan menggunakan menggunakan tradisi lama. (Sarwono, 1989 : 103) Masyarakat transisi, menurut J. Usemm dan R.H Usemm adalah masyarakat yang sedang mencoba untuk membebaskan diri dari nilai-nilai masa lalu dan menggapai masa depan dengan terus menerus membuat nilai-nilai baru atau hal-hal baru. (Sarwono, 1989 : 104) 3. Perubahan Pola Masyarakat Pola kehidupan masyarakat pada dasarnya dapat dilihat dari masyarakat yang merupakan kumpulan suatu individu yang terikat oleh kesatuan dari berbagai
9
aspek seperti latar belakang budaya, agama, tradisi, kawasan lingkungan dan lainlain. Masyarakat terbentuk dalam keragaman, agar dalam kehidupan terjadi dinamika kehidupan sosial, dan interaksi antar sesama manusia yang menjadi warganya, setiap masyarakat memiliki identitas sendiri yang secara prinsip berbeda satu sama lain. (Soerjono, 2002 : 37) Perubahan pola kehidupan masyarakat pada dasarnya dapat dilihat sebagai akibat dari pertemuan pola kebudayaan yang berbeda yaitu pola kebudayaan masyarakat agraris dan pola perangkat industri. Pertemuan dari dua pola tersebut melahirkan suatu proses perubahan, baik dilihat dari segi masyarakat agraris maupun dari perangkat industri yang menuju kepada terbentuknya masyarakat industri dengan majemuk yang beraneka suku bangsa, kebudayaan, agama, keahlian, dan pendidikan. Perubahan kehidupan itu dapat mempengaruhi struktur sosial masyarakat, proses pengambilan keputusan, maupun pola komunikasi masyarakat setempat. (Munandar, 1998 : 114) Metode Penelitian Penelitian ini terarah pada penelitan yang bersifat deskriptif, dimana penelitian ini bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi dan kejadian. Data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan menguji hiptesis, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi. (Pawito, 2007 : 7). Data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki banyak arti daripada sekedar angka dan frekuensi (Sutopo, 2002 : 35). Penelitian deskriptif menentukan dan melaporkan keadaan sekarang. Seperti penelitian sejarah tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol hal-hal yang telah terjadi, demikian pula penelitian deskriptif tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol hal-hal yang sementara terjadi, dan hanya dapat mengukur apa yang ada (exist). (Sevilla, 1993 : 71) Data penelitian dikumpulkan baik lewat instrument pengumpulan data, observasi maupun lewat data dokumentasi. Data yang dikumpulkan mungkin berupa data primer, data sekunder, atau keduanya. Data primer diperoleh dari 10
sumber pertama melalui prosedur, dan teknik pengambilan data yang diperoleh langsung dari lapangan, melalui interview (wawancara, arsip lembaga, dokumentasi, observasi maupun pengamatan instrument pengukuran yang khusus dirancang sesuai dengan tujuan yang akan diperoleh. Sumber utama dalam penelitian ini adalah ibu-ibu rumah tangga Desa Madegondo dan aktivitas yang dilakukan dalam kegiatan sehari-hari. Ibu-ibu rumah tangga yang menjadi informan dalam penelitian ini memiliki beberapa kualifikasi, antara lain adalah para ibu-ibu rumah tangga yang memiliki keturunan. Hal ini berkaitan terkait pertimbangan para informan dalam pengambilan keputusan mengenai sekolah yang tepat bagi anak-anak mereka. Selain itu penelitian ini juga memperhatikan kriteria yang menyangkut profesi maupun aktivitas ibu-ibu rumah tangga dalam perkumpulan dan kegiatan yang ada di lingkungan Desa Madegondo, seperti arisan PKK, Posyandu, pengajian, rewangan, besukan, berbelanja, dan sebagainya. Kecenderungan yang ada, dapat dilihat dari tingkat keaktifan yang berbeda-beda yang dapat ditemui, misalnya tingkat keaktifan ibu-ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah dan ibu-ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Di samping itu, tingkat keaktifan ini juga bisa dilihat dari aktivitas-aktivitas ibu-ibu rumah tangga dalam kegiatan lingkungan desa. Dalam penelitian ini ibu-ibu rumah tangga yang dipilih sebagai informan dalam penelitian ini adalah mereka yang aktif dan ikut dalam kegiatan tersebut serta mereka yang pasif dalam berbagi kegiatan perkumpulan lingkungan di desa mereka. Dalam penelitian ini terdapat klasifikasi yang dibutuhkan dalam penentuan informan, yaitu antara lain :
Ibu rumah tanggga yang mengetahui seluk beluk Desa Madegondo dan aktivitas para ibu rumah tangga baik sifatnya formal maupun non formal.
Ibu rumah tangga yang dapat memberikan kemudahan dan akses bagi peneliti untuk dapat mengamati berlangsungnya berbagai kegiatan tersebut.
11
Informan kunci yang terpilih adalah ibu Fatimah, seorang ibu rumah tangga aktif dalam mengurusi ibu PKK rumah tangga di desa Madegondo Ia banyak memiliki banyak informasi mengenai kegiatan-kegiatan para ibu rumah tangga di desa Madegondo, seperti arisan PKK, kegiatan posyandu balita dan lansia, kegiatan pengajian, dan sebagainya, serta berbagai informasi yang berhubungan dengan ibu rumah tangga di desa Madegondo. Sedangkan data sekunder diperoleh dari sumber yang tidak langsung yaitu berupa data tertulis yang biasanya diperoleh dari studi kepustakaan, informasi media massa, maupun arsip-arsip resmi.
Sajian dan Analisis Data Sebagaimana yang telah dikemukakan di bagian awal, focus dari penelitian ini adalah mengenai karakter pola-pola komunikasi ibu-ibu rumah tangga pada masyarkat transisi di desa Madegondo. Komunikasi masyarakat di desa Madegondo dapat diamati berupa komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal dalam masyarakat desa Madegondo nampak dalam percakapan sehari-hari dalam berbagai kesempatan, bahasa tubuh maupun tulisantulisan dalam tulisan-tulisan di berbagai kepentingan serta dokumen. Sedangkan komunikasi non verbal dapat diamati dalam berbagai ekspresi simbolik yang terdapat di dalam adat istiadat, peralatan hidup, kebiasaan, dan budaya masyarakat desa Madegondo. Peneliti mendapati kenyataan bahwa pada dasarnya karakter pola komunikasi yang terdapat pada masyarakat transisi di desa Madegondo adalah komunikasi yang bersifat langsung dan terbuka, yaitu pola komunikasi antarpribadi yang terjadi langsung dari komunikator ke komunikan. Komunikasi antarpribadi para ibu-ibu rumah tangga desa Madegondo ini terjadi dalam kelompok komunikasi, yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang bersama yang berinteraksi satu dengan yang lainnya guna untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu dengan yang lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.(Mulyana, 2005 : 97) Dalam kelompok, komunikasi 12
berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang. Biasanya komunikasi di dalam kelompok juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga untuk komunikasi kelompok. 1. Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok telah digunakan masyarakat desa Madegondo untuk saling bertukar informasi, menambah pengetahuan, mengubah sikap dan perilaku, serta meningkatkan kesadaran para pelakunya. Komunikasi kelompok yang berlangsung dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk kelompok yang terdapat pada masyarakat desa Madegondo yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder. Komunikasi kelompok primer biasanya memiliki hubungan yang lebih akrab, lebih personal dan lebih menyentuh hati seperti hubungan yang terjalin dalam keluarga, kawan, teman sepermainan, kerabat atau tetangga-tetangga yang terdekat. Kelompok komunikasi seperti ini disebut Charles Horton Cooley (1990) sebagai kelompok primer. By primary group I mean those characterized by intimate face to face asscociation and cooperation.(Rakhmat, 2005 : 142) Cooley mengatakan bahwa kelompok primer mempunyai karakteristik hubungan yang mendalam. Dalam kelompok primer anggotanya saling terikat secara emosional. Komunikasi ibu
rumah tangga yang berlangsung pada
kelompok primer bersifat informal lebih tak terduga, tanpa rencana, dan spontan, seperti yang terjadi pada di saat ibu-ibu berbelanja pada tukang sayur keliling, pada saat mereka ngobrol di sore hari atau pada saat ada kegiatan di lingkungan mereka seperti rewangan atau besukan, arisan,pengajian, atau hanya saling bertatap muka di pagi hari. Sedangkan kelompok sekunder merupakan kebalikan dari kelompok primer yaitu lebih bersifat formal, regular, dan terencana. Hubungan yang terjalin pada kelompok sekunder tidak begitu akrab, tidak personal, dan tidak terikat secara emosional. Komunikasi kelompok sekunder dapat diamati dalam
13
perkumpulan-perkumpulan dalam masyarakat seperti arisan, Karang Taruna, Pengajian, dan Posyandu. 2. Komunikasi antarpribadi Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan komunikan. Joseph A. Devito dalam bukunya “ The Interpersonal Communication Book” (Devito, 1984) mendefinisikan komunikasi antar pribadi sebagai berikut :(Mulyana, 1993 : 60) “the process of sending and receiving between two person or among a small group of person, with some effect and some immadiate feedback” (Proses pengiriman dan penerimaan pesan antar dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan baik seketika) Kemudian Charles Cooley mendefinisikan komunikasi sebagai bentuk mekanisme dimana hubungan manusia tercipta dan berkembang. Definisi ini lebih menekankan hubungan antara manusia dan betapa pentingnya peran komunikasi dalam hubungan manusia. Komunikasi interpersonal yang terjadi pada bagian lapisan masyarakat umumnya komunikasi intepersonal dalam bentuk cara berkomunikasi antar pribadi atau dari satu orang ke satu orang yang lainnya. Contohnya pada lingkungan masyarakat adalah pada anggota keluarga, antara bapak dengan ibu, adik dengan kakak, ataupun antar tetangga namun secara personal. Begitu pula yang terjadi di masyarakat Desa Madegondo terutama pada ibu-ibu rumah tangga. Komunikasi interpersonal di Desa Madegondo yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga umumnya dilakukuan dengan tetangga maupun keluarganya, ataupun karena banyaknya pedagang atau penjual makanan di daerah tersebut, jadi dapat dilakukan dengan orang lain seperti misalnya pembeli dari pedagang tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Mursito, selaku penjual warung tenda di sekitar desa Madegondo : “ Saya sering melakukan komunikasi dengan keluarga, hampir setiap hari. Kalau tetangga, di waktu selo/ luang saja, kalau sama-sama luang, kita sama-sama ngobrol, karena di desa ini, ibu-ibunya pada ubet/kerja semua, gak ada yang istirahat, tapi kalau nyapa/ tegur ya pasti setiap hari. Apalagi 14
kan saya dagang gini mas, biasa komunikasi dengan para pelanggan saya, hampir setiap hari biar pelanggan betah beli di tempat saya dan kembali lagi istilahnya kalau jawa itu “sing adol grapyak” (yang jual ramah) ” 3. Matrik Data Komunikasi Desa Madegondo Sebelum Transisi dan Sesudah Transisi tabel no.1
Sebelum Transisi (Tradisional) 1.
Sesudah Transisi (Modern)
2
3
4
Keterangan : 1) 2) 3) 4)
Konteks komunikasi antarpribadi tatap muka konteks komunikasi kelompok konteks komunikasi organisasi konteks komunikasi massa Dalam
konteks
perubahan
proses
komunikasi,
masyarakat
desa
Madegondo yang dulunya sebagai masyarakat tradisional ditandai oleh masih menonjolnya proses komunikasi dalam konteks antarpribadi yang berlangsung secara tatap muka. Sedangkan masyarakat modern (maju) ditandai oleh menonjolnya proses komunikasi massa. Dari sudut konteks komunikasi, perubahan sosial tersebut digambarkan dalam garis kontinum di atas. Pada gambar di atas tersebut menunjukkan bahwa semakin tradisional suatu masyarakat maka proses komunikasi yang menonjol adalah komunikasi dalam konteks antarpribadi tatap muka. Sedangkan semakin modern suatu masyarakat maka konteks komunikasi massa yang akan lebih menonjol. Sementara itu dalam garirs kontinum antara (1) dan (4) terdapat konteks komunikasi kelompok (2) dan komunikasi organisasi (3) yang sedikit banyak akan mewarnai proses komunikasi pada masyarakat tradisional dan modern, di mana konteks komunikasi kelompok lebih mewarnai masyarakat tradisional dan konteks komunikasi organisasi lebih mewarnai masyarakat modern. Dalam penelitian ini masyarakat desa Madegondo sedang bertransisi menuju modern dengan adanya
15
terpaan pembangunan pengembangan kawasan Solo Baru tetapi belum seutuhnya meninggalkan budaya dan adat desanya tersebut.
Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan penulis terhadap pola komunikasi ibuibu rumah
tangga masyarakat transisi desa Madegondo Kecamatan Grogol
Kabupaten Sukoharjo, maka dapat penulis jabarkan beberapa kesimpulan yang penulis dapatkan: a) Nampak kecenderungan bahwa karakter pola komunikasi yang terjadi pada ibu ibu rumah tangga di desa Madegondo memiliki ciri komunikasi antarpribadi yang bersifat informal yaitu lebih tak terduga, tanpa rencana, dan spontan yang terjadi pada kelompok komunikasi primer. Sedangkan komunikasi yang terjadi pada kelompok sekunder bersifat formal, regular, dan terencana. b) Para ibu-ibu rumah tangga di Desa Madegondo terbiasa dengan berkumpul dalam berbagai kesempatan untuk saling berkomunikasi dan berbagi informasi mengenai berbagai macam hal dalam kehidupan. Karakter pola komunikasi yang terdapat pada masyarakat transisi desa Madegondo adalah komunikasi yang bersifat langsung dan terbuka, yaitu kelompok primer yang bersifat informal lebih tak terduga, tanpa rencana, dan spontan serta kelompok sekunder yang bersifat lebih formal, terencana, dan bersifat regular. c) Komunikasi yang terjadi pada kelompok komunikasi primer yang terjadi pada ibu rumah tangga di desa Madegondo terkesan sifatnya lebih informal lebih tak terduga, tanpa rencana, dan spontan seperti misalnya komunikasi yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga pada saat berbelanja sayuran, saat berkumpul pada sore hari di teras rumah, atau pada saat kegiatan gotong royong seperti rewangan dan besukan orang sakit. Pada kesempatan tersebut ibu rumah tangga akan saling berbagi informasi tentang banyak hal, baik yang menyangkut kehidupan mereka, maupun informasi yang mereka dapatkan dari media massa. Sedangkan komunikasi yang terjadi pada kelompok sekunder cenderung bersifat formal, regular dan terencana, seperti pada saat kegiatan arisan, pengajian, atau posyandu. Hal-hal yang dibicarakan lebih pada hal-hal yang bersifat teratur, serta apa yang
16
disampaikan telah direncanakan terlebih dahulu sebagai informasi yang diperuntukkan bagi seluruh anggota perkumpulan. d) Komunikasi antarpribadi bersifat langsung tanpa media, yang ditunjukan pada orang-orang tertentu dan terjadi interaksi dua arah antara komunikan dan komunikator sehingga akan ada feedback secara langsung untuk menanggapi pesan yang disampaikan. Sedangkan komunikasi media massa, bersifat tidak langsung karena harus melewati media terlebih dahulu, pesan yang disampaikan bersifat terbuka kepada public yang tidak terbatas, serta umpan balik berlangsung satu arah dan tidak ada interaksi antara peserta komunikasi, kalaupun ada sifatnya tidak langsung. Saran Temuan pada penelitian ini adalah bahwa pola komunikasi ibu-ibu rumah tangga masyarakat transisi, yaitu masyarakat yang pola kehidupannya mengalami peralihan dari tradisional menuju modern, sangat dipengaruhi oleh komunikasi antarpribadi yang terjadi pada komunikasi baik kelompok primer maupun kelompok sekunder. Penelitian ini tentunya jauh dari sempurna, banyak keterbatasan di dalamnya, banyak hal yang harus dilihat dan dikaji di dalam suatu penelitian tentang suatu masyarakat salah satunya adalah luasnya kajian dalam pola komunikasi suatu masyarakat sedangkan penelitian sendiri terbatas pada pengalaman, jumlah personil, dan lama waktu penelitian. Dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi partisipan lebih baik digunakan atau dilakukan oleh sekelompok orang atau sebuah tim daripada hanya dilakukan oleh perorangan. Hal ini berkaitan dengan banyaknya hal yang perlu dilihat (diobservasi). Untuk penelitian di masa yang akan datang, khususnya yang ingin mengembangkan penelitian ini yang peneliti lakukan ini, maka perlu dilakukan atau diadakan penelitian dengan menggunakan variable yang berbeda, mengingat ada factor hal lain seperti bahasa yang digunakan maupun penggunaan media massanya dengan dampaknya terhadap masyarakat transisi desa Madegondo yang terkena pengembangan kawasan Solo Baru.
17
Daftar Pustaka Agus Salim. (2001). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Burhan Bungin. (2008). Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta Kencana Prenada Media Group, cetakan ke-3. Deddy Mulyana. (2002). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosadakarya. DeVito, Joseph A. (2007). The Interpersonal Communication Book.edisi 11.Pearson Educations, Inc. Djamarah, Bahri, Syaiful. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga. Jakarta: PT. Reneka Cipta. Hardjana, M. Agus. (2003). Komunikasi Intrapesonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanasius. Haris & Morlan, dalam Deddy Mulyana & Jalaludin Rakhmat. (1990), Komunikasi Antar Budaya, Bandung : Remaja Rosadakarya. Lexy J. Moelong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya. M. Munandar Soelaiman. (1998). Dinamika Masyarakat Transisi Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Miles B,Matthew dan Huberman. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Metode-metode Baru, Universitas Indonesia Press,Jakarta. Onong Uchjana Effendy. (1993). Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Onong Uchjana Effendy. (2003). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosadakarya. Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarata: PT. LKIS Pelangi Aksara. Rakhmat, Jalaluddin. (1989). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaluddin. (1999). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
18