JURNAL BINGKAI MEDIA TERHADAP BERITA MENGENAI AHOK DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2017 (Analisis Framing Media Terhadap Penyajian Berita Basuki Tjahaja “Ahok” Purnama Sebagai Bakal Calon Gubernur Dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 di Harian Kompas dan Harian Republika Periode 1 Maret-31 Mei 2016)
Disusun Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret
Diajukan Oleh: Siti Nur Amaliyah D1214070
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
BINGKAI MEDIA TERHADAP BERITA MENGENAI AHOK DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2017 (Analisis Framing Media Terhadap Penyajian Berita Basuki Tjahaja “Ahok” Purnama Sebagai Bakal Calon Gubernur Dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 di Harian Kompas dan Harian Republika Periode 1 Maret-31 Mei 2016)
Siti Nur Amaliyah Widodo Muktiyo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract This research about media framing Harian Kompas and Harian Republika newspapers period 1 March-31 May 2016 in presenting the news about Ahok being billed as Governor candidate in the election of DKI Jakarta 2017. The methodology used in this research is the analysis of the framing with the model Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki. Researchers dissect news text directly in two newspapers and perform in-depth interviews to the media practitioners to compare the results of the analysis of the text with the interview. Based on the results of research, Harian Kompas framed preaching about Ahok as Bacagub not connected with the policy and the case involved to himself. Harian Kompas placing the news based on the substance and enforce the independency of the media. While the Harian Republika connect the candidacy Ahok with policies that done, criticize Ahok, and encourage the emergence of alternative candidates besides Ahok. However there are similarities of the two media in presenting the news because the ideology and vision which apply in the policy editor-in-chief of the two media are different. Keywords: Media framing, The construction of reality media, Straight news Pendahuluan Perubahan sistem kepartaian dan pemilu membuka ruang bagi siapa saja rakyat Indonesia untuk terlibat aktif dalam politik. Kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada). Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005. Namun, pada tahun 2015, Pilkada dilakukan serentak di wilayah Indonesia dan mulai diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2015.
1
Partai politik dirasa masih memegang peranan yang kuat dalam menghadirkan aktor-aktor baru di arena politik kala Pemilu. Sosok Ahok yang dikenal sebagai wakil gubernur DKI Jakarta kini menjadi gubernur DKI Jakarta, menggantikan Jokowi yang melangkah maju menjadi presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Ahok mulai menangani berbagai permasalahan yang terjadi di DKI Jakarta, seperti banjir, normalisasi waduk hingga perbaikan sarana angkutan umum. Berbagai keputusan, kebijakan hingga gaya kepemimpinan Ahok menuai banyak pro kontra. Pilkada DKI Jakarta 2017 akan diselenggarakan pada tahun depan, namun persaingan dalam bursa calon gubernur DKI Jakarta kian memanas sampai saat ini. Ahok yang pada masa Pilkada DKI Jakarta 2012 diusung oleh Partai Gerindra, kini tidak lagi diusung dengan partai yang sama. Hal senada terjadi pula dari PDIP yang mengisyaratkan tidak akan mendukung petahana Gubernur DKI Jakarta, Ahok. Disisi lain, Ahok tidak menghiraukan apabila tidak ada parpol yang mendukungnya untuk menjadi calon gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Hal tersebut dikarenakan Ahok memiliki relawan yang akan mendukung dirinya melangkah maju melalui jalur perseorangan. Relawan Ahok bernama “Teman Ahok”. Hingga akhirnya, Ahok memutuskan untuk maju melalui jalur perseorangan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 yang diumumkan pada tanggal 7 Maret 2016. Namun, hal ini dianggap oleh politisi PDIP sebagai dekonstruksi sistem partai politik. Polemik calon perseorangan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi begitu kental akan tudingan bahwa calon perseorangan merupakan upaya deparpolisasi. Peristiwa terkait Ahok mencalonkan diri kembali menjadi gubernur DKI Jakarta dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 tentu tidak luput dari sorotan media massa, baik lokal maupun nasional. Peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai bingkai media surat kabar Kompas dan Republika periode 1 Maret-31 Mei 2016 dalam menyajikan berita mengenai Ahok sebagai bakal calon gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
2
Penelitian ini berdasarkan pemahaman bahwa media memberitakan suatu peristiwa yang sama dengan cara yang berbeda. Hal tersebut dikarenakan pemahaman dan konstruksi media itu sendiri. Selain perbedaan ideologi dan falsafah surat kabar Harian Kompas dan Harian Republika, yang menjadi alasan mengapa peneliti tertarik untuk memilih kedua media tersebut, yakni peneliti menemukan indikasi perbedaan konstruksi teks pada dua surat kabar setelah melakukan observasi. Periode yang dipilih peneliti dimulai dari peristiwa Ridwan Kamil memutuskan untuk tidak mencalonkan diri menjadi calon gubernur DKI Jakarta 2017 pada tanggal 1 Maret 2016. Kemudian hadirnya nama-nama calon gubernur baru selain petahana, penentuan jalur yang dipilih Ahok untuk menjadi calon gubernur kembali pada Pilkada DKI 2017, polemik mengenai jalur perseorangan berkaitan dengan deparpolisasi, dukungan partai politik hingga berbagai kasus yang melibatkan Ahok dikaitkan pula dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana surat kabar Harian Kompas dan surat kabar Harian Republika membingkai isu pencalonan Basuki Tjahaja ‘Ahok’ Purnama sebagai bakal calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta 2017 dalam pemberitaan yang disajikan pada periode 1 Maret-31 Mei 2016?”
Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi Politik Kajian ilmu komunikasi berkaitan pula dengan cabang ilmu lain, salah satunya politik. Menurut Gani (1984:14) kata politik berasal dari kata polis bahasa Yunani, yang berarti kota atau negara kota. Kata polis kemudian diturunkan katakata polites = warga negara, politikos (ajectif) = kewarganegaraan, politike te ckne’ = kemahiran politik; politike episteme = ilmu politik.
3
Selanjutnya, orang Romawi mengambil alih perkataan Yunani tersebut dan menamakan pengetahuan tentang negara atau pemerintah dengan istilah ars politica yang berarti kemahiran tentang masalah-masalah kenegaraan. Pengertian politik (politics) pada umumnya menurut Budiardjo (2008:15) adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis. Komunikasi politik menurut Meadow seperti yang dikutip oleh Nimmo (1999:vi) “Political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system.” (komunikasi politik berkenaan segala bentuk pertukaran simbol-simbol atau pesan-pesan yang setidaknya sampai tingkat tertentu, dipengaruhi oleh atau juga berpengaruh terhadap berfungsinya sistem politik).
2. Sistem Politik Indonesia dan Demokrasi Secara Epistimologis, menurut Rahman (2007:6) sistem politik adalah kumpulan elemen atau unsur yang satu sama lain saling terkait dalam urusan negara yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Sistem politik Indonesia berbeda dengan sistem politik di Indonesia. sistem politik di Indonesia adalah sistem politik yang pernah berlaku di Indonesia (Rahman, 2007:9). Komunikasi politik pun berkaitan erat dengan demokrasi dimana demokratisasi terus bergulir. Hal ini dikarenakan, Indonesia terus mencari format sistem politik untuk menata masa depan menjadi negara demokrasi. Menurut Cangara (2014:53) demokrasi politik harus mencakup pelaksanaan pemerintahan yang dijalankan menurut hukum (rule of law), memajukan individu dan kebebasan politik, serta pemilihan umum yang jujur dan bebas. Prihatmoko (2005:34) menjelaskan pula bahwa sistem pemilihan langsung bukan sekedar kemenangan demokrasi partisipatoris dari demokrasi elite dalam pusaran arus perubahan politik di Indonesia. Lebih dari itu merupakan pondasi bagi pembangunan demokrasi politik daerah. Katz dan Mair seperti yang dikutp oleh Pas, Vries, dan Brug dalam jurnal “A Leader Without A Party: Exploring the Relationship Between Geert wilders’
4
Leadership Performance in the Media and His Electoral Success” mengatakan “Marked transitions in representative democracies, such as individualization and the decline of traditional ideological cleavages, have changed the role of political parties.” (Transisi ditandai dalam demokrasi perwakilan, seperti individualisasi dan penurunan perpecahan ideologi tradisional, telah mengubah peran partai politik). Sebuah negara, organisasi atau institusi baru dinamakan demokratis apabila memungkinkan terjadinya komunikasi tanpa hambatan. Untuk itu, pers sebagai salah satu pilar dalam penegakkan demokrasi harus dibebaskan dari intervensi pemerintah dan memberi perlindungan kepada siapa saja (sumber) yang ingin mengemukakan pikiran dan pendapatnya.
3. Media Massa dan Pers Media massa dinilai berpengaruh dalam gelombang demokratisasi di suatu negara. Menurut West dan Turner (2008:41) media massa adalah saluran-saluran atau cara pengiriman bagi pesan-pesan massa. Adapun karakteristik media massa menurut Cangara (2010:126), yaitu: bersifat melembaga; bersifat satu arah, meluas dan serempak, dan bersifat terbuka. Menurut Sumadiria (2014:31) pers mengandung dua arti, yakni arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, pers hanya menunjuk kepada media cetak berkala, seperti surat kabar, tabloid, dan majalah. Adapun lima fungsi utama pers yang berlaku universal menurut Sumadiria (2104:32), yaitu informasi (to inform), edukasi (to educate), koreksi (to influence), rekreasi (to entertain), dan mediasi (to mediate). Pers memiliki lima ciri karakteristik menurut Sumadiria (2014:35-38), diantaranya periodesitas, publisitas, aktualitas, universalitas, dan objektivitas.
4. Surat Kabar Surat kabar merupakan salah satu bentuk dari media massa cetak. Kelebihan surat kabar menurut Tamburaka (2013:45) adalah sebagai catatan tertulis yang mampu merekam peristiwa/kejadian di masa lampau meskipun peristiwa itu sudah
5
terjadi beberapa puluhan tahun yang lalu, sehingga sangat disukai untuk dikliping atau diarsipkan sebagai dokumentasi peristiwa.
5. Berita Surat Kabar Berita yang disebarkan setiap harinya bahkan setiap detiknya diperoleh dari berbagai macam media, salah satunya surat kabar. Kriteria umum nilai berita (news value) menurut Sumadiria (2014:80) merupakan acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik. Berikut 11 nilai berita tersebut: Keluarbiasaan (Unusualness), Kebaruan (Newness), Akibat (Impact), Aktual (Timeliness), Kedekatan (Proximity), Informasi (Information), Konflik (Conflict),
Orang Penting (Prominence),
Ketertarikan Manusiawi (Human Interest), dan Seks (Sex). Secara universal, berita surat kabar ditulis dengan menggunakan teknik melaporkan, merujuk kepada pola piramida terbalik, dan mengacu kepada rumus 5W1H. Berita yang diperoleh setiap harinya tentu melewati serangkaian proses produksi sesuai dengan kaidah jurnalistik. Menurut Fishman seperti yang dikutip oleh Eriyanto (2011:116) ada dua kecenderungan studi bagaimana produksi berita dilihat. Pertama, sering disebut sebagai pandangan seleksi berita (selectivity of news). Pandangan ini menilai proses produksi berita adalah proses seleksi. Kedua, pendekatan pembentukan berita (creation of news). Perspektif pendekatan ini, peristiwa bukan diseleksi, melainkan dibentuk. Wartawan membentuk peristiwa, mana yang disebut berita dan mana yang bukan berita. Berita dihasilkan dari pengetahuan dan pikiran, bukan karena ada realitas objektif yang ada di luar wartawan. Tahapan
awal
dari
produksi
berita
adalah
bagaimana
wartawan
mempersepsi peristiwa atau fakta yang akan diliput. Ada banyak faktor yang menentukan kenapa peristiwa tertentu dianggap sebagai berita sementara peristiwa lain tidak. Semua proses penyeleksian itu terjadi dalam suatu redaksi media. Setiap media memiliki kecenderungan yang berbeda dalam produksi berita.
6
Shoemaker dan Reese seperti yang dikutip oleh Sobur (2015:138) membuat model “Hierarchy of Influence” perbedaan media dalam produksi informasi, yaitu pengaruh individu-individu pekerja media, pengaruh rutinitas media, pengaruh dari luar organisasi media, dan pengaruh ideologi.
6. Konstruksi Realitas oleh Media Massa Paradigma konstruksionis menjadi dasar dalam penelitian ini, dengan menggunakan metode analisis teks berupa analisis framing sebagai teknik analisis. Menurut Eriyanto (2011:43) paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, melainkan hasil dari konstruksi. Sehingga analisis pada paradigma ini adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Sebagai hasil dari konstruksi sosial, maka realitas tersebut merupakan realitas subjektif dan realitas objektif. Realitas subjektif menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antara individu dan objek. Setiap individu mempunyai latar belakang sejarah, pengetahuan, dan lingkungan yang berbeda sehingga menghasilkan penafsiran yang berbeda pula ketika melihat dan berhadapan dengan objek. Sebaliknya, realitas objektif merupakan sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada di luar, tidak dapat ditiadakan dengan angan-angan. Sama halnya dengan wartawan dalam mengonstruksi realitas dalam konteks berita. Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat. Konstruksi realitas media mengacu pada aturan dan memenuhi syarat untuk mencapai pengetahuan objektif. Untuk menjaga agar esensi peristiwa tetap ada dalam berita, jurnalisme memiliki kaidah-kaidah yang sifatnya etis, normatif, dan teknis. Kaidah-kaidah tersebut menurut Mursito BM (2012:9) antara lain: objektivitas, netralitas, kebenaran, dan representasi.
7
7. Analisis Framing Menurut Eriyanto (2011:77) framing adalah sebuah cara bagaimana peristiwa disajikan oleh media. Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek tertentu, dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu realitas atau peristiwa. Framing menjadi pendekatan pula untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut. Penelitian ini menggunakan model Pan dan Kosicki. Model Pan dan Kosicki seperti yang dikutip oleh Eriyanto (2011:291) memiliki dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan, yaitu konsepsi psikologi dan konsepsi sosiologis. Dua konsepsi tersebut digabung dalam satu model melalui sebuah perangkat framing yang dibagi ke dalam empat struktur besar. Kerangka perangkat framing menurut Sobur (2015:176), yaitu struktur sintaksis (perangkat framing: skema berita), struktur skrip (perangkat framing: kelengkapan berita), struktur tematik (perangkat framing: detail, maksud kalimat, hubungan, nominalisasi antarkalimat, koherensi, bentuk kalimat, kata ganti), dan struktur retoris (perangkat framing: leksikon, grafis, metafora, pengandaian).
Metodologi Jenis
penelitian
yang
digunakan
adalah
jenis
deskriptif
dengan
menggunakan metodologi kualitatif. Menurut Kriyantono (2014:56) riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing dengan model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah berita langsung (straight news) mengenai Basuki Tjahaja ‘Ahok’ Purnama sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta 2017 dalam Pilkada DKI 2017. Berita tersebut dari dua media, yaitu
8
Harian Kompas dan Harian Republika periode 1 Maret-31 Mei 2016. Selama periode tersebut, peneliti mengumpulkan sebanyak 57 berita, dengan rincian Harian Kompas 14 berita dan Harian Republika 43 berita. Kemudian mengategorisasi permasalahan yang penting ke dalam sebuah tema. Setelah peneliti membentuk tujuh tema, selanjutnya berita tersebut disaring kembali, menjadi 36 berita. Rinciannya, yakni 12 berita di Harian Kompas dan 24 berita di Harian Republika. Berita-berita tersebut disusun berdasarkan berita yang diterbitkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yakni, wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, dan studi pustaka. Teknik analisis data menggunakan perangkat framing menurut model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Model ini memiliki struktur dan perangkat analisis yang relatif lengkap, sehingga memungkinkan penelitian ini dapat melakukan kajian teks berita secara detail. Peneliti menggunakan triangulasi berdasarkan sumber lantaran data dari hasil teks berita yang telah diseleksi dan dianalisis, selanjutnya dibandingkan dengan data dari hasil wawancara mendalam terhadap praktisi dua media tersebut, dalam hal ini redaktur dan wartawan. Cara tersebut ditempuh guna mencapai validitas data dalam penelitian ini.
Sajian dan Analisis Data 1. Bingkai Media Harian Kompas dan Harian Republika Terhadap Penyajian Berita Basuki Tjahaja “Ahok” Purnama Sebagai Bakal Calon Gubernur dalam Pilkada 2017 Harian Kompas dan Harian Republika memiliki pandangan yang sama terhadap Pilkada DKI 2017. Kedua surat kabar nasional tersebut memandang bahwa DKI Jakarta selain sebagai Ibu Kota, Jakarta memiliki kekuatan tersendiri untuk menyedot perhatian masyarakat seluruh negeri. Hal itu dibuktikan dari wawancara dengan dua redaktur surat kabar tersebut. Selain itu, Pilkada DKI memberi nuansa baru dengan hadirnya Basuki Tjahaja Purnama sebagai bakal calon gubernur DKI. Kedua media tersebut
9
melalui wawancara terhadap redaktur berpandangan bahwa Ahok merupakan sosok yang kontroversial. Harian Kompas dan Harian Republika dalam pemberitannya selama 1 Maret 2016 hingga 31 Mei 2016 membingkai bahwa Pilkada DKI 2017 sebagai bentuk persaingan. Harian Kompas dan Harian Republika memberitakan mengenai Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai bakal calon gubernur dalam Pilkada DKI 2017 berdasarkan peristiwa yang terjadi sepanjang tiga bulan tersebut. Harian Republika menyajikan berita-berita yang cenderung menyudutkan Ahok dan menghubungkannya dengan kasus RS Sumber Waras dan bakal calon lain. Kemudian terdapat penggalan berita di Harian Republika yang cenderung menampilkan isu SARA. Pendiri grup perusahaan Saratoga ini dapat menunjukkan sisi keislamannya. Sisi sentimen agama bisa sedikit membantu Sandi bersaing dengan Ahok. (Judul berita “Ray: Banyak Kandidat Untungkan Ahok” terbit 4 Maret 2016, hlm.4)
Hal ini berhubungan dengan hadirnya Bacagub lain selain Ahok. Sementara itu, Harian Kompas tidak menghubungkan pencalonan Ahok dengan kebijakan atau kasus yang melibatkan dirinya. Berkaitan dengan hadirnya kandidat selain Ahok, Harian Kompas dan Harian Republika menyajikan berita yang objektif. Terlihat dari judul berita yang ditampilkan berdasarkan urutan tanggal terbit di Harian Kompas: Sandiaga Prioritaskan Dua Isu Utama (3 Maret 2016), Kandidat Bertambah, Manuver Meningkat (14 Maret 2016), dan Calon Galang Dukungan (21 Maret 2016). Sementara itu, judul berita berdasarkan urutan tanggal terbit di Harian Republika, yaitu: Ahok Merasa Belum Aman (1 Maret 2016), Tim Yusril Mulai Bekerja (21 Maret 2016), dan Bakal Cagub DKI Akan Jalani Seleksi (18 Mei 2016). Isi berita dari judul-judul di atas tidak hanya menyajikan berita sesuai judul saja, melainkan berita terkait dengan Bacagub lain pun turut disampaikan. Munculnya kandidat-kandidat Bacagub DKI, tidak terlepas pula dengan pemberitaan mengenai survei popularitas dan elektabilitas masing-masing calon yang beredar. Dalam hal ini, Harian Kompas dan Harian Republika memberitakan secara netral. Meskipun pada berita di Harian Republika terlihat dari judul berita lebih menyudutkan Ahok.
10
Namun demikian, Harian Republika menampilkan porsi yang seimbang dalam teks berita. Sedangkan di Harian Kompas, porsi berita yang disajikan tetap seimbang dengan hasil survei terhadap Bacagub lain. Tingkat keterpilihan Basuki Tjahaja Purnama sebagai petahana dalam Pilkada 2017, mengacu hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia, turun pasca pemanggilannya sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. (Judul berita “Tingkat Keterpilihan Petahana Turun” terbit 25 April 2016, hlm. 26)
Selanjutnya, Harian Kompas dan Harian Republika tidak terlalu menyoroti mengenai bakal wakil gubernur yang akan menjadi pendamping Ahok maupun pendamping dari calon DKI 1 lain. Harian Kompas dan Harian Republika tetap memberitakan peristiwa yang terjadi dengan pemberitaan netral. Keinginan Ahok maju melalui jalur perseorangan menjadi suatu warna baru karena Ahok sebagai petahana dianggap calon terkuat DKI 1. Jalur perseorangan menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Harian Kompas lebih memandang jalur perseorangan sebagai suatu peristiwa baru dan tidak menyoroti lebih dalam. Selama tiga bulan tersebut, hanya ada satu judul berita yang disajikan Harian Kompas mengenai jalur perseorangan. Berita tersebut terbit pada tanggal 18 Maret 2016 dengan judul “Perseorangan Bisa Jadi Tren”. Selain itu, Harian Kompas hanya mengaitkan peristiwa tersebut dalam berita lain. Sedangkan Harian Republika menyorot lebih dalam mengenai jalur perseorangan dan menghubungkannya dengan isu deparpolisasi dan peristiwa lain yang masih berkaitan dengan Ahok, seperti belum diputuskannya wakil gubernur yang dipilih Ahok berdampak pada dukungan KTP yang diberikan. Selain itu mengaitkan pula dengan isu bahwa DPR ingin menaikkan syarat dukungan jalur perseorangan. Namun demikian, Harian Republika tetap menyajikan secara objektif dan netral. Sejalan dengan jalur perseorangan, hadir relawan Ahok yang dinamai “Teman Ahok” untuk mendukung Ahok maju melalui jalur perseorangan dan mengumpulkan KTP dukungan warga DKI. Harian Republika menyorot peristiwa yang terjadi dan hal lain yang berhubungan dengan relawan Teman Ahok, seperti KTP dukungan dan sumbangan relawan.
11
Sedangkan Harian Kompas tidak fokus terhadap relawan Teman Ahok. Harian Kompas mengaitkan peristiwa yang terjadi oleh relawan Ahok ke dalam teks berita lain dan memandang bahwa Teman Ahok sebagai suatu peristiwa baru dalam demokratisasi. Harian Kompas dan Harian Republika menyajikan berita yang netral terkait dukungan yang ditujukan kepada Ahok. Sepanjang tiga bulan tersebut, Harian Kompas hanya mengangkat satu judul berita “Dukungan Parpol Bantu Sukseskan Basuki” pada tanggal 27 Maret 2016. Sedangkan Harian Republika memberikan porsi yang seimbang dalam menampilkan berita dukungan terhadap Ahok maupun dikaitkan dalam berita lain. Munculnya partai-partai yang mendukung Ahok maju melalui jalur perseorangan, partai-partai lain lantas mencari dan mematangkan calon yang akan diusungnya. Klaim dukungan yang dilontarkan para Bacagub dan manuver parpol terhadap Bacagub pun terus bergulir. Harian Kompas tidak memberi fokus terhadap manuver yang dilancarkan oleh partai politik dalam pemberitaan. Hanya menyajikan berita terkait peristiwa parpol menjaring Bacagub. Berbeda dengan Harian Republika yang menyoroti berbagai peristiwa terkait manuver parpol maupun klaim dari para Bacagub. Berita-berita yang disajikan cenderung menyudutkan Ahok meskipun tetap bersifat netral.
2. Kebijakan Redaksional Harian Kompas dan Harian Republika Perbedaan yang nampak dari penyajian berita Harian Kompas dan Harian Republika, disebabkan adanya perbedaan pandangan dalam berbagai peristiwa yang terjadi. Perbedaan juga disebabkan visi media yang bersangkutan terhadap suatu peristiwa. Visi media kemudian menjadi kebijakan redaksional sebagai kerangka acuan surat kabar. Harian Kompas memiliki nilai dasar dari Visi Kompas, yaitu “Menghibur yang Papa, Mengingatkan yang Mapan”. Nilai ini menjadi nafas dalam setiap pemberitaan di Harian Kompas sesuai dengan pernyataan dari redaktur pelaksana dan wartawan Harian Kompas. Sementara Harian Republika membawa nilai-nilai Islami dan diterapkan dalam setiap pemberitaan.
12
Pemberitaan mengenai Pilkada DKI 2017 Harian Kompas dan Harian Republika memiliki tujuan yang sama, yakni menghindari isu SARA. Harian Kompas ingin mengarahkan pemberitaan mengenai Pilkada DKI 2017 untuk mendidik masyarakat agar tidak terpengaruh dengan isu-isu SARA dan kampanye hitam. Tentunya hal ini sejalan dengan fungsi utama pers guna mengedukasi. Harian Republika juga menghindari isu sensitif seperti itu karena ada hal lain yang dapat ditonjolkan. Meskipun ada berita di Harian Republika yang cenderung membawa unsur SARA, hal itu berdasarkan fakta di lapangan. Selama tiga bulan pemberitaan, Harian Kompas tidak memiliki bingkai tertentu dan memberitakan Ahok sebagai Bacagub DKI dalam Pilkada berdasarkan faktual. Harian Kompas tidak menghubungkan pencalonan Ahok dengan kebijakan yang dilaksanakan karena memandang dua hal tersebut berbeda. Harian Republika turut pula memberitakannya secara faktual. Namun demikian, Harian Republika menghubungkan pencalonan Ahok dengan kebijakan yang dilaksanakan. Harian Kompas dan Harian Republika memberi porsi yang seimbang dalam menyajikan prestasi maupun kritik terhadap Ahok. Hal ini berkaitan dengan kesemestaan pers dilihat dari keanekaragaman materi isinya. Namun, Harian Republika dalam pemberitaannya cenderung lebih mengkritisi Ahok meskipun tetap seimbang. Perbedaan pandangan kedua media tersebut karena visi dan misi yang tentunya akan selalu berkaitan dengan kebijakan redaksi. Harian Kompas dalam pemberitaan terhadap Ahok cenderung netral. Sedangkan Harian Republika memandang bahwa Ahok tidak sejalan dengan visi dan misi media tersebut. Tetapi, pemberitaan yang disampaikan tetap seimbang. Kebijakan tersebut mengerucut pada penyajian berita terhadap Ahok dengan Bacagub lain. Harian Kompas memberikan porsi yang seimbang terhadap Bacagub termasuk Ahok. Sementara itu, Harian Republika memberikan porsi kepada Bacagub lain yang sejalan dengan visi dan misi agar dapat bersaing dengan Ahok. Harian Kompas tidak memberikan fokus pada kasus yang melibatkan Ahok dan hadirnya relawan Teman Ahok. Selain itu, Harian Kompas tidak
13
mencampuradukan antara KTP dukungan dengan isu revisi untuk jalur perseorangan bahkan penyertaan materai dalam dukungan. Harian Republika memberikan fokus perhatian terhadap berita mengenai Teman Ahok dan mengkritisi karena berkaitan dengan nilai, etika, dan moral politik. Harian Kompas dan Harian Republika memiliki aturan yang jelas dalam penentuan narasumber, yakni prinsip objektivitas dan keseimbangan. Tidak ada narasumber tertentu yang dipakai Harian Kompas dan Harian Republika. Kedua media tersebut melihat kapasitas dan kredibilitas narasumber sesuai dengan pemberitaan. Berkaitan dengan penyajian berita terhadap Ahok sebagai Bacagub dalam Pilkada DKI 2017, kedua surat kabar memiliki pandangan berbeda tatkala narasumber memberikan jawaban pro atau kontra. Harian Kompas dan Harian Republika memberikan porsi yang seimbang dalam menampilkan sisi pro atau kontra terlebih dahulu dalam setiap berita. Hal ini sejalan dengan karakteristik pers, objektivitas. Harian Kompas dan Harian Republika menempatkan berita mengenai Ahok sebagai Bacagub dalam Pilkada DKI 2017 lebih banyak ditempatkan di rubrik yang membahas peristiwa di wilayah Jabodetabek. Harian Kompas menempatkannya di rubrik Metropolitan dan Harian Republika menempatkan di rubrik Urbana. Namun, tak jarang Harian Republika menempatkan peristiwa tersebut ke rubrik Nasional. Hal itu berdasarkan pertimbangan belaka. Selanjutnya, penyajian berita dalam halaman kolom dua surat kabar tersebut berbeda. Berdasarkan hasil analisis teks di Harian Kompas tidak ada unsur pendukung selain foto maupun grafik. Sedangkan Harian Republika terdapat tulisan di tengah teks berita. Selain itu, ada beberapa judul berita di Harian Republika yang berwarna merah dan warnah merah muda pada latar kolom berita. Hal tersebut digunakan untuk menarik perhatian pembaca tanpa ada penonjolan atau tujuan tertentu. Pemilihan kata, frasa, dan kiasan yang dipakai di Harian Kompas berdasarkan panduan khusus. Sementara, Harian Republika dalam berita mengenai Ahok sebagai Bacagub di Pilkada DKI 2017 mempromosikan kata
14
‘pejawat’ sebagai kosakata baru yang memiliki persamaan makna dengan kata ‘petahana’.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan dari media Harian Kompas dan Harian Republika dalam menyajikan berita Basuki Tjahaja Purnama sebagai bakal calon gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Perbedaan tersebut, yaitu: Harian Kompas membingkai pemberitaan mengenai Ahok sebagai bakal calon gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan porsi yang sama dan seimbang antara Ahok dan kandidat lain. Hal ini dikarenakan Harian Kompas menjunjung tinggi independensi media sehingga berita yang disajikan cenderung netral. Harian Kompas tidak menonjolkan berita Ahok terkait dirinya maju melalui jalur perseorangan maupun relawan Teman Ahok karena Harian Kompas selalu mendudukan persoalan dan melihat substansi. Selain itu, Harian Kompas tidak menghubungkan antara kebijakan yang dilakukan oleh Ahok dan/atau kasus yang membelitnya dengan pencalonan dirinya menjadi bakal calon gubernur dalam Pilkada DKI 2017. Hal tersebut dikarenakan dua hal yang berbeda dan masing-masing memiliki bahasan tersendiri. Nilai dasar dari visi Harian Kompas “Menghibur yang Papa, mengingatkan yang Mapan” selalu menjadi nafas dalam pemberitaan termasuk dalam hal Ahok sebagai bakal calon gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Sedangkan perbedaan di Harian Republika yakni membingkai pencalonan Ahok dengan menghubungkan kebijakan yang dilakukan. Selain itu, dalam pemberitaan ditonjolkan pula kritik terhadap Ahok meskipun tetap diberitakan dengan seimbang. Hal ini dikarenakan redaktur berpandangan bahwa Ahok dirasa tidak sejalan dengan visi misi Harian Republika sehingga kecenderungan untuk mendukung kandidat selain Ahok. Selain itu, Harian Republika dalam pemberitaan menonjolkan kandidat lain dan dihubungkan dengan Ahok.
15
Hal tersebut tentunya memberi kesempatan dan mendorong hadirnya Bacagub lain yang sejalan dengan visi misi media. Kemudian, menonjolkan pula berita mengenai jalur perseorangan yang dipilih Ahok, relawan Teman Ahok, dan KTP dukungan karena ketiga hal tersebut berkaitan dengan nilai, etika, dan moral politik. Sementara itu, persamaan dari Harian Kompas dan Harian Republika, yakni memiliki pandangan yang sama terhadap Pilkada DKI Jakarta 2017 sebagai bentuk persaingan. Namun demikian, kedua media tersebut menghindari isu SARA dalam penyajian berita mengenai Ahok sebagai Bacagub. Hal ini dikarenakan untuk memberikan edukasi terhadap masyarakat, sesuai dengan fungsi utama pers. Harian Kompas dan Harian Republika memberitakan secara faktual dengan mengikuti berbagai peristiwa yang berkaitan dengan Ahok sebagai Bacagub selama periode 1 Maret hingga 31 Mei 2016. Hal ini tentu saja sesuai dengan karakteristik pers dan kriteria umum dari nilai berita. Sebagai surat kabar nasional, dua media tersebut lebih menonjolkan berita mengenai Pilkada DKI dibandingkan dengan berita terkait Pilkada di daerah lain, karena adanya faktor kedekatan (proximity) dalam nilai berita. Praktisi kedua media, Harian Kompas dan Harian Republika memiliki pandangan yang sama terhadap sosok Ahok sebagai media darling dan sosok yang kontroversial. Kriteria orang penting (prominence) dalam nilai berita pun masuk dalam bingkai berita yang disajikan kepada publik. Selain itu, Harian Kompas dan Harian Republika memberikan porsi yang seimbang dalam menyajikan berita terkait prestasi maupun kritik terhadap Ahok. Tentunya dua media tersebut tetap memegang teguh prinsip jurnalistik, yaitu objektivitas dan netralitas.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menyarankan agar media massa dalam setiap pemberitaan tetap menegakkan independensi media. Tidak berafiliasi dengan pemerintah, partai politik, kelompok, atau individu tertentu. Hal ini tentu saja agar kredibilitas media tetap dipandang baik oleh
16
masyarakat. Setiap pemberitaannya juga harus mengedepankan prinsip cover both side. Media massa harus memberitakan secara netral dan seimbang. Selain itu, media massa harus memerhatikan kode etik jurnalistik dan selalu menerapkan disetiap pemberitaan. Media massa sebagai media komunikasi politik harus menjunjung tinggi fungsi utama pers, diantaranya memberi informasi dan mengedukasi. Saran bagi peneliti berikutnya, yaitu melakukan wawancara secara tatap muka atau langsung terhadap praktisi media di lokasi kerja mereka. Hal tersebut ditujukkan agar atmosfir dalam lingkup kerja dapat memengaruhi jawaban yang akan disampaikan. Selain itu dapat mengetahui bahasa tubuh narasumber yang diwawancarai. Topik penelitian ini bisa diteliti oleh akademis lain untuk mengetahui bingkai media massa pada masa kampanye dan/atau pasca kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan kerangka acuan dari penelitian ini. Selain itu, dapat pula membuktikan dampak dari konstruksi media yang telah peneliti analisis dengan melakukan penelitian terkait dampak bingkai media terhadap pembaca di dua surat kabar nasional tersebut.
Daftar Pustaka Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Cangara. (2010). Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: Rajawali Pers. Cangara, Hafied. (2014). Komunikasi Politik, Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Eriyanto. (2011). Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta. Gani, Soelistyati Ismail. (1984). Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Kriyantono, Rachmat. (2014). Teknik Praktik Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mursito, BM. (2012). Realitas Media. Surakarta: Smart Media. Nimmo, Dan. (1999). Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Prihatmoko, Joko J. (2005). Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
17
Pas, Dapne van der, Vries, Catherine de, dan Brug, Wouter van der. (2011). A Leader Without A Party: Exploring the Relationship Between Geert wilders’ Leadership Performance in the Media and His Electoral Success. Sage: Article of Party Politics. Volume 19. Nomor 3. Halaman 458-476. Rahman, A. (2007). Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sobur, Alex. (2015). Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sumadiria, A.S Haris. (2014). Jurnalistik Indonesia. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Tamburaka, Apriadi. (2013). Literasi Media: Cerdas Bermedia Khalayak Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers. West, Richard dan Turner, Lynn H. (2008). Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika.
18