Skripsi
PENDIDIKAN BERBASIS KEPRIBADIAN (Sebuah Studi Semiotik pada Novel Terjemahan Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela yang Berisi Mengenai Sistem Pendidikan yang Diterapkan di Tomoe Gakuen pada Masa Pra Perang Dunia II Tahun 1941 - 1945)
Disusun sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret
Oleh : FIDAYANNI KARIMAWATI D0202051
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul : PENDIDIKAN BERBASIS KEPRIBADIAN (Sebuah Studi Semiotik pada Novel Terjemahan Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela yang Berisi Mengenai Sistem Pendidikan yang Diterapkan di Tomoe Gakuen pada Masa Pra Perang Dunia Dua Tahun 1941 - 1945) dengan peneliti
:
Fidayanni Karimawati
NIM D0202051
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada tanggal: 29 Desember 2009
Pembimbing,
Drs. Haryanto, M.Lib NIP. 196006131986011001
2
PENGESAHAN
Skripsi ini telah diuji dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari
: Selasa
Tanggal
: 26 Januari 2010
Panitia Ujian:
Ketua
: Drs. Nuryanto, M.Si
[
]
[
]
[
]
NIP. 19490831 197802 1001 Sekretaris
: Drs. Hamid Arifin, M.Si NIP. 19600517 198803 1002
Penguji
: Drs. Haryanto, M.Lib NIP. 19600613 198601 1001
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP 19530128 198103 1001
3
MOTTO
Di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan (QS Al Insyirah) What we do for ourselves dies with us, what we do for others and the world remains and is immortal (Albert Pine) Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu,maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga. Dan sungguh para malaikat meletakkan sayap - sayap mereka sebagai rasa ridho mereka atas apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya para penghuni langit dan bumi sampai ikan paus di lautan memohon ampun bagi orang yang berilmu. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding dengan seorang ahli ibadah laksana cahaya bulan di bandingkan cahaya bintang – bintang (Hadist riwayat Abu Dawud dan At – Tirmidzi ) Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina (QS. Al Mu’min ayat 60)
4
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan sebagai ungkapan rasa terima kasihku yang tak terhingga pada mereka yang telah setia menyertai langkah hidupku :
© ALLAH SWT dan Al Qur’anul Karim saat aku membutuhkan
© Bapak dan Ibu
perhatian, dan kasih sayang yang tak pernah putus...
© Kakak-kakakku
memberikan semangat dan dukungan
© Keponakan-keponakanku memberikan keceriaan dan senyuman
yang selalu ada di
atas bimbingan, doa,
Yang selalu
Yang selalu
© Sahabat-sahabat tercinta Kisz, Siska, Indah Kecil, Bayu, Agus, Anto, Nana, Dewi, Acha Terima kasih untuk hari-hari yang penuh dengan keceriaan, tawa, dan air mata...Love you all guys, and thanks for everything
© Teman-teman Komunikasi Massa Angkatan 2002 lulus juga!!!!!!!^O^
Akhirnya aku
© Teman – teman Kos Kartini 1; Nanda, Ina, Fitri, Ratna, Ani; dan Kinasih 2, Thanks for the beautiful memories^^
© All of Johnnys and Entertainments co.Ltd boys kureta arigatou
KATA PENGANTAR
5
Itsumo soba ni ite
Puji Syukur pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala bimbingan, pertolongan, dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dibuat untuk melengkapi persyaratan guna menyelesaikan pendidikan di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Supriyadi, SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, PhD selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus Penasehat Akademis yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. 3. Drs. Hamid Arifin, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Drs. Haryanto, M.Lib selaku pembimbing Skripsi yang telah banyak membimbing dan membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 5. Seluruh dosen dan staf karyawan FISIP UNS. 6. Keluarga dan sahabat yang telah banyak membantu. 7. Rekan-rekan seangkatan penulis, mahasiswa Ilmu Komunikasi UNS angkatan 2002.
6
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pihak manapun. Akhirnya penulis berharap semoga hasil penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya.
Surakarta,
Januari 2010
Penulis,
Fidayanni Karimawati
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………................i HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………................ii LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................iii MOTTO .................................................................................................................iv PERSEMBAHAN ...................................................................................................v KATA PENGANTAR .……………………………………………………….....vi DAFTAR ISI ...………………………………………………………………….viii DAFTAR TABEL ..……………………………………………............................xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xii ABSTRAK ...........................................................................................................xiii BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................…..1 A. Latar Belakang ...……………………………………………………...1 B. Rumusan Masalah ..……………………………………………….….8 C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………..8 D. Manfaat Penelitian ................................................................................8 E. Kerangka Teori .....................................................................................9 a. Komunikasi Sebagai Suatu Proses Penyampaian Makna…..……..9 b. Komunikasi Dalam Pendidikan......................................................12 c. Karya Sastra Sebagai Media Komunikasi……………...…...…... 15 d. Semiotika…………………………………………...………….... 17 F. Metodologi Penelitian ...........................................................................26
8
1. Jenis Penelitian ...............................................................................26 2. Metode Penelitian ...........................................................................28 3. Obyek Penelitian ............................................................................28 4. Pengumpulan Data ..........................................................................33 5. Teknik Analisa Data .......................................................................33 BAB II. GAMBARAN NOVEL “TOTTO-CHAN : GADIS CILIK DI JENDELA”………………………………………………………………………38 A. Anatomi Buku ....................................................................................39 1. Cover/Sampul Muka............................................................................39 2. Anatomi Dalam...................................................................................40 B. Penceritaan..........................................................................................40 1. Unsur Intrinsik .............................................................................41 2. Unsur Ekstrinsik ..........................................................................45 C. Segi Rupa Buku ..................................................................................46 1. Penggambaran Tokoh Cerita Buku ................................................46 2. Penggambaran Latar .......................................................................54 3. Sudut Pandang/Pusat Pengisahan/Point of View ...........................56 4. Alur Cerita/Plot...............................................................................59 5. Tema dan Amanat...........................................................................64 D. Sinopsis ..............................................................................................67 BAB III. PENYAJIAN DAN ANALISA DATA .................................................70 1. Objek-objek Novel yang Di Analisa .............................................71 2. Analisa Data ..................................................................................71
9
3. Hasil Analisa .................................................................................91 BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................109 A. Kesimpulan .......................................................................................109 B. Saran .................................................................................................112 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
10
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Analisa Data pada Novel Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela ........... ..71
11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Elemen Makna Pierce ........................................................................20 Gambar 2. Bagan Order of Significations Barthes........................................ ......22 Gambar 3. Sampul Depan Novel Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela................39
12
ABSTRAK
Fidayanni Karimawati, 2009. Skripsi. PENDIDIKAN BERBASIS KEPRIBADIAN (Sebuah Studi Semiotik pada Novel Terjemahan Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela yang Berisi Mengenai Sistem Pendidikan yang Diterapkan di Tomoe Gakuen pada Masa Pra Perang Dunia Dua Tahun 1941 - 1945) JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FISIP UNS.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memaknai bahasa, simbol-simbol, dan tanda-tanda dalam novel Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela mengenai sistem pendidikan yang diterapkan di Tomoe Gakuen. Kerangka penelitian ini adalah bahwa komunikasi adalah bagian integral penting dalam setiap proses pembelajaran. Pada novel Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela, sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem pendidikan berbasis kepribadian yang menempatkan murid sebagai pusat pengajaran (student centered learning) secara manusiawi dan unik. Sejalan dengan masalah dan tujuan penelitian, maka penelitian ini termasuk jenis Penelitian Kualitatif dengan menggunakan Metode Analisa Semiotika. Objek Penelitian adalah novel Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela yang berisi mengenai sistem pendidikan yang diterapkan di Tomoe Gakuen sebanyak 48 kalimat. Pendekatan Penelitian yang digunakan adalah Pendekatan Semiotika Roland Barthes. Proses pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan studi dokumenter dan pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode pengajaran di Sekolah Tomoe berlangsung dengan sangat baik. Sekolah Tomoe adalah wujud nyata dari sekolah impian yang diinginkan. Dengan tangannya sendiri, Kobayashi-san berhasil mewujudkan sekolah impiannya di Jepang, bahkan saat perang dunia kedua, berpuluh-puluh tahun yang lalu. Selama ini, pembelajaran kita hanya mengedepankan nilai. Metode menghafal sering kali menjadi pilihan utama untuk mendapat nilai bagus. Metode itu hanya bertahan ketika siswa menghadapi ulangan umum atau ujian. Setelah selesai menempuh ulangan harian, siswa akan lupa apa yang sedang dipelajarinya. Siswa tidak mampu memetik setiap lesson learn setiap pembelajaran yang diberikan oleh guru. Oleh karena itu, perlu adanya upaya perbaikan dan pembenahan dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Kata kunci : Analisa Semiotika, Novel Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela, Pendidikan Kepustakaan : 24, 1981-2007
13
ABSTRACT
Fidayanni Karimawati, 2009. Thesis. PERSONALITY BASED EDUCATION (A Semiotic Research in Translated Novel Totto-chan : Little Girl at The Window which Contain Educational System Applied in Tomoe Gakuen on The Time Before World War II 1941 – 1945) COMMUNICATION SCIENCE PROGRAM in SOCIAL AND POLITIC SCIENCE FACULTY SEBELAS MARET UNIVERSITY
The purpose of this research is to understand the meanings of the language, symbols, and signs in the novel Totto-chan : Little Girl at The Window about learning methods applied in Tomoe Gakuen. This research’s sketch is that communication was the important integral part of every learning proses. In the novel Totto-chan : Little Girl at The Window, the applied learning system was personality based system, which place students as the learning center according to humanity and unique. Referring to the problems and research purposes, this research is included in Qualitative Research by using Semiotic Analysis Method. Object of this research is translated novel Totto-chan : Little Girl at The Window which is contain about educational system applied in Tomoe Gakuen resumed in 48 sentences. The research approach is using Roland Barthes’ Semiotic Approach. Data gathered with the observation and documenter and literature study. Research result shows that the education is applied well in Tomoe Gakuen. Tomoe Gakuen is the real form of a wanted dream school. With his own hands, Mr. Kobayashi is managed to create his dream school in Japan, even in the World War II period, tens of years ago. So far, Indonesian study is just consider points as the most important aspect. Remembering method was often being choosed to obtain high point. This kind of method was stick just when students face the final exams. Afterwards, students will gradually forget about what they have learned. They couldn’t take lesson learn from every methods which was given by teachers. That is why we need to improve and tidy up Indonesian Educational System.
Key words : Semiotic analysis, Novel Totto-chan : The Little Girl at The Window, Education Literature : 24, 1981-2007
14
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu bergulirnya Restorasi Meiji (Meiji Ishin) tahun 1868 dan dekade sesudahnya, bangsa Jepang telah membelalakkan mata dunia menjadi bangsa yang pilih tanding dalam kompetensi ilmu pengetahuan dan teknologi. Jepang mereformasi pendidikan secara menyeluruh yang disesuaikan dengan dunia Barat. Padahal, sebelum Restorasi Meiji, Jepang melaksanakan pendidikannya berdasarkan sistem masyarakat feodal, yaitu pendidikan untuk samurai, petani, tukang, pedagang, serta rakyat jelata. Kegiatan ini dilaksanakan di kuil dengan bimbingan para pendeta Budha yang terkenal dengan sebutan Terakoya (sekolah kuil). Mirip dengan pesantren di Indonesia1. Namun, semenjak Restorasi Meiji dikibarkan, bagai bola salju, pemerintah Jepang terus “menggelindingkan” puspa ragam kebijaksanaannya dengan mulai giat menerjemahkan dan menerbitkan pelbagai macam buku, di antaranya tentang ilmu pengetahuan, sastra, maupun filsafat. Para pemuda banyak dikirim ke luar negeri untuk belajar sesuai dengan bidangnya masing-masing, tujuannya jelas yaitu mencari ilmu dan menanamkan keyakinan bahwa Jepang akan dapat “berdiri sama tinggi, duduk sama rendah” dengan kemajuan dunia Barat. Dari upaya tersebut, lahirlah tokoh modernisasi pendidikan Jepang era Meiji seperti Fukuzawa Yukichi, yang punya gagasan cemerlang. Gagasan yang
1
Potret Pendidikan di Jepang, http://endang965.wordpress.com/
15
terkenal tercetus dalam bukunya berjudul Gakumon no Susume2 (Jepang: di antara Feodalisme dan Modernisasi) menyatakan pada bagian pendahuluan buku tersebut “Sebagai jalan yang paling ampuh untuk mencapai tujuan negara adalah melalui pendidikan sebab Tuhan tidak menempatkan manusia yang lain. Kalau kenyataan dalam masyarakat memang ada orang yang berkedudukan lebih tinggi dan ada pula yang berkedudukan lebih rendah. Perbedaan ini disebabkan karena yang berkedudukan tinggi telah mementingkan pendidikan, sedangkan yang rendah sebaliknya”. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan. Pada dasarnya, ada kemiripan latar belakang perkembangan kebudayaan antara Indonesia dan Jepang. Secara historis, peradaban Indonesia dan Jepang dapat dilacak kembali sampai ke zaman yang sangat kuno. Peradaban Indonesia dan Jepang mengembangkan kebudayaannya dengan jalan menyerap dan mengasimilasikan unsur-unsur asing, yang berlanjut menjadi lapisan dasar budaya asli. Di Indonesia pada abad ke-8 sampai 10 berkembang beberapa kerajaan yang berorientasi pada agama Budha dan Hindu di Jawa Tengah, dengan peninggalannya yang terkenal berupa Borobudur, Prambanan, dan lain-lain. Begitu pula di Jepang, pada zaman yang sama mereka menyerap dan mengasimilasikan kebudayaan Cina, dengan mengembangkan kebudayaan NaraHeian dan pembangunan kuil Horyuji serta Bangsal Budha Agung di Nara. Menurut Taro Sakamoto, persamaan waktu antara munculnya Borobudur dan Bangsal Budha Agung merupakan petunjuk akan adanya persamaan antara 2
Yukichi Fukuzawa, Gakumon no Susume: Meiji Shoki Furoku, Michigan University Press, Michigan, 1968
16
Kebudayaan Indonesia dan Jepang3. Namun, seiring dengan berjalannya waktu pada abad ke-17, Jepang dengan politik isolasinya, melaksanakan pendidikannya dengan sistem terakoya (sekolah kuil). Menjelang akhir zaman Shogun terdapat lebih dari 7.000 terakoya. Ini merupakan dasar bagi pelaksanaan sistem wajib belajar (gimu kyooiku) yang lebih komprehensif setelah dimulainya Restorasi Meiji. Tingginya standar pendidikan Jepang di atas tidak semata-mata muncul dengan sendirinya, namun yang perlu diungkap di sini adalah ciri utama bangsa Jepang yaitu kehausan yang tak pernah puas akan pengetahuan. Sebagai bangsa literal dan minat baca yang tinggi, wajar dan mengamini bila bangsa Jepang maju dalam bidang pendidikan. Bukan hanya bacaan berupa buku ilmu pengetahuan, teknologi, dan sastra saja yang menjadi bahan bacaan mereka, tetapi koran pun masih menjadi bacaan wajib setiap hari. Membaca bagi kebanyakan orang Jepang bukan merupakan kegiatan yang dipaksakan, tetapi karena dalam diri mereka telah tertanam suatu sifat kebutuhan akan bacaan. Maka tidak heran bila kita lihat kehidupan sehari-hari bangsa Jepang yang tidak lepas dari membaca. Di stasiun, perpustakaan, di jalan, atau secara ekstremnya dikatakan, di mana ada kehidupan, di situ mereka membaca. Bagaimana Jepang berhasil dalam merombak masyarakat melalui pendidikan? Menurut Wiliam K. Cummings, beberapa faktor yang mendukung adalah sebagai berikut :
3
www.wikipedia.com
17
1. Perhatian pada pendidikan datang dari pelbagai macam pihak. 2. Sekolah Jepang tidak mahal. 3. Di Jepang tidak ada diskriminasi terhadap sekolah. 4. Kurikulum sekolah Jepang amat berat. 5. Sekolah adalah sebagai unit pendidikan. 6. Guru terjamin tidak akan kehilangan jabatan. 7. Guru Jepang penuh dedikasi. 8. Guru Jepang merasa wajib memberi pendidikan “manusia seutuhnya”. 9. Guru Jepang bersikap adil.
Menurut Danasasmita, ada beberapa karakteristik lain dari bangsa Jepang yang mendorong bangsa ini maju. Pertama, orang Jepang menghargai jasa orang lain. Hal ini dibuktikan dengan “ringannya” mereka dalam mengatakan arigatou (terima kasih) ketika mendapat bantuan orang lain dan tidak menganggap remeh jerih payah orang lain meskipun bantuan itu tidak seberapa. Kedua, orang Jepang menghargai
hasil
pekerjaan
orang
lain,
dilambangkan
dengan
ucapan
otsukaresama deshita (maaf, Anda telah bersusah payah). Ketiga, perlunya setiap orang harus berusaha, dilambangkan dengan ucapan ganbatte kudasai (berusahalah!). Keempat, orang Jepang punya semangat yang tidak pernah luntur, tahan banting, dan tidak mau menyerah oleh keadaan, yang terkenal dengan semangat bushido (semangat samurai/ksatria). Dari beberapa karakteristik yang disebutkan di atas, Jepang mampu menjaga martabat dan kualitas hidup bangsanya lewat pendidikan. Pendidikan
18
pada hakikatnya adalah sesuatu yang luhur karena di dalamnya mengandung misi kebajikan dan mencerdaskan. Pendidikan tidaklah sekadar proses kegiatan belajar-mengajar saja, melainkan juga sebagai proses penyadaran untuk menjadikan manusia sebagai “manusia”, bukan seolah-olah manusia dijadikan “jagung” atau “padi” yang setiap tiga atau enam bulan sekali mengganti metode “penanamannya”, apabila bagus dilanjutkan dan sebaliknya bila jelek ditinggalkan. William O’neil, pakar pendidikan dari University of Southern California, menyatakan bahwa pendidikan kalau boleh diibaratkan memang seperti seorang musafir yang sedang berada pada persimpangan jalan. Jalan mana yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan adalah pilihan. Demikian juga dengan pendidikan, memilih jalan itu merupakan hal yang amat penting dan menentukan keberhasilan 4 . Akan tetapi, dalam pendidikan yang menjadi persoalan adalah pendidikan mau melegitimasi sistem dan struktur sosial yang ada ataukah berperan kritis dalam usaha melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adil. Salah satu contoh penerapan pendidikan di Jepang adalah sistem pendidikan di Tomoe Gakuen, yang tertuang dalam novel “Madougiwa no Tottochan”. Novel yang di Indonesia diterjemahkan dengan judul “Totto-chan : Gadis Kecil di Jendela” ini merupakan otobiografi yang ditulis oleh Tetsuko Kuroyanagi. Kuroyanagi-san, yang ketika kecil di panggil Totto-chan, dianggap nakal oleh orang-orang di sekitarnya. Padahal gadis cilik itu hanya punya rasa ingin tahu yang besar. Itulah sebabnya ia gemar berdiri di depan jendela selama
4
William O’neil, Ideologi-Ideologi Pendidikan, Yayasan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002
19
pelajaran berlangsung. Karena para guru sudah tidak tahan lagi, akhirnya Tottochan dikeluarkan dari sekolah. Mama pun mendaftarkan Totto-chan ke Tomoe Gakuen. Totto-chan girang sekali, karena di sekolah itu para murid belajar di gerbong kereta yang dijadikan kelas. Ia bisa belajar sambil menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan perjalanan. Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar bahasa dulu, pokoknya sesuka mereka. Karena sekolah itu begitu unik, Totto-chan pun merasa kerasan. Walaupun belum menyadarinya, Totto-chan tidak hanya belajar fisika, berhitung, musik, bahasa, dan lain-lain di sana. Ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain, serta kebebasan menjadi diri sendiri.5 Keunikan sekolah tersebut memang atas prakarsa dan ide dari sang kepala sekolah, Sosaku Kobayashi, yang berpengetahuan luas. Beliau, yang pernah bepergian ke luar negeri dan menyaksikan sistem pembelajaran di luar negeri, ingin agar murid-murid Tomoe tidak hanya sekedar belajar secara biasa. Beliau menginginkan murid Tomoe memiliki pengetahuan luas yang mencakup segala hal agar dapat mendukung masa depan mereka kelak. Keinginan beliau tersebut terwujud. Tidak seperti sekolah-sekolah lain di Jepang yang masih berpikiran kuno, Tomoe Gakuen merupakan satu-satunya sekolah di mana murid-muridnya tidak ingin pulang ke rumah meskipun jam pelajaran sudah usai. Hanya Tomoe
5
Di ambil dari cover belakang buku “Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela”
20
Gakuen juga yang memiliki mata pelajaran jalan-jalan dan senam ritmik yang di masa itu merupakan hal asing. Namun sang kepala sekolah berhasil menerapkan hal tersebut pada murid-muridnya. Sayangnya, Tomoe Gakuen hanya bertahan selama delapan tahun. Pada 1945, sekolah itu terbakar habis akibat dihantam bom B-29 yang dijatuhkan Tentara Sekutu dan tak pernah dibangun kembali. Adapun penggagas dan sekaligus pelaksana sekolah itu, Sosaku Kobayashi meninggal dunia pada 1963. Dia tak pernah lagi mendapat kesempatan untuk menerapkan gagasannya yang orisinil namun revolusioner, yaitu pendidikan berbasis kepribadian. Kelak, metode pendidikan tersebut terbukti ampuh dengan berhasilnya hampir semua orang murid Tomoe Gakuen, baik dalam bidang akademis maupun non-akademis. Totto-chan atau Tetsuko Kuroyanagi sendiri kelak mempelajari opera di Sekolah Musik Tokyo, kemudian menjadi aktris. Di tahun 1972, Kuroyanagi-san belajar akting di New York sambil menulis artikel “From New York With Love’. Sekembalinya ke Jepang, pada tahun 1975 Kuroyanagi-san membawakan acara “Tetsuko no Heya (Kamar Tetsuko)”, acara Talkshow pertama di televisi Jepang, yang mendapat penghargaan tertinggi dalam dunia pertelevisian. Kuroyanagi-san kemudian mendapatkan penghargaan sebagai pelopor pembawa acara Talkshow.
21
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah
di
atas
dapat
dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Apa makna pesan yang direpresentasikan melalui bahasa, simbolsimbol, dan tanda-tanda dalam novel ‘Totto-chan : Gadis Kecil di Jendela’?”
C. Tujuan Penelitian Dari latar belakang masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk : Memaknai bahasa, simbol-simbol, dan tanda-tanda dalam novel “Totto-chan : Gadis Kecil di Jendela” mengenai sistem pendidikan yang diterapkan di Tomoe Gakuen
D. Manfaat Penelitian Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memaknai tanda-tanda yang ada dalam novel yang dianalisis dengan menggunakan metode semiotik. Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang sistem pendidikan unik yang diterapkan dalam novel. Dan dalam jangka panjang, dapat dijadikan sebagai salah satu contoh pembelajaran yang bisa diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia.
22
E. Kerangka Teori a. Komunikasi Sebagai Suatu Proses Penyampaian Makna Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris, berasal dari kata Latin communis yang berarti sama, communico, communicatio, atau communicare yang berarti "membuat sama" (to make common). Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Komunikasi didefinisikan secara luas sebagai "berbagi pengalaman"6 Banyak ahli yang mencoba mendefinisikan komunikasi. Tubbs dan Moss, seperti dikutip oleh Deddy Mulyana mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses pencapaian makna antara dua orang atau lebih. Sedangkan Gudykurst dan Kim mendefinisikan komunikasi (antar budaya) sebagai proses transaksional, simbolik yang melibatkan pemberian makna antara orang-orang (dari budaya yang berbeda).7 Ada tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi. Pemahaman komunikasi sebagai proses searah ini oleh Michael Burgoon disebut sebagai "definisi berorientasi sumber" (source-oriented definition). Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan
6
Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 41 7 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 59
23
rangsangan untuk membangkitkan respon dari orang lain. Dalam konteks ini, komunikasi dianggap sebagai tindakan yang disengaja (intentional act) untuk menyampaikan
pesan
demi
memenuhi
kebutuhan
komunikator,
seperti
menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu.8 Konseptualisasi kedua yang sering diterapkan pada komunikasi adalah interaksi. Pandangan ini menyetarakan komunikasi sebagai suatu proses sebabakibat atau aksi-reaksi yang arahnya bergantian. Masing-masing dari kedua pihak berfungsi secara berbeda, bila yang satu sebagai pengirim, maka yang satunya lagi sebagai penerima, begitu pula sebaliknya. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan satu arah.9 Dalam konteks komunikasi sebagai transaksi, komunikasi adalah suatu proses personal karena makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi. Penafsiran kita atas perilaku verbal dan non verbal orang lain yang kita kemukakan kepadanya juga mengubah penafsiran orang lain tersebut atas pesan-pesan kita, dan pada gilirannya mengubah penafsiran kita atas pesanpesannya, begitu seterusnya. Menggunakan pandangan ini, tampak bahwa komunikasi bersifat dinamis. Kelebihan konseptualisasi komunikasi sebagai transaksi ialah bahwa komunikasi tersebut tidak membatasi kita pada komunikasi yang disengaja atau respon yang disengaja atau respon yang dapat diamati. Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang
8
Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 61 9 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 65-66
24
telah menafsirkan perilaku orang lain baik perilaku verbal maupun perilaku non verbalnya. Berbagai definisi komunikasi yang sesuai dengan pemahaman ini adalah antara lain definisi komunikasi menurut Wenburg dan Wilmot, yaitu komunikasi adalah suatu usaha untuk memperoleh makna. Sedangkan Pearson dan Nelson mendefinisikan komunikasi sebagai proses memahami dan berbagi makna. Para pakar telah mendefinisikan komunikasi sebagai proses karena komunikasi merupakan kegiatan yang ditandai dengan tindakan, perubahan, pertukaran, dan perpindahan. Terdapat kontinuitas dari setiap unsurnya.10 Dari berbagai definisi komunikasi yang telah dikemukakan oleh para ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian lambang yang berarti oleh seseorang kepada orang lain dengan maksud agar mengerti maupun berubah perilakunya.11 Dalam rangka menerangkan proses komunikasi tersebut, dapat kita klasifikasikan komunikasi sebagai komunikasi verbal (verbal communication) dan komunikasi non verbal (non-verbal communication). Verbal communication atau komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan lambang bahasa. Ini mencakup komunikasi dengan bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Bahasa adalah lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi. Sebabnya ialah karena bahasa selain dapat mewakili kenyataan yang konkrit dan obyektif dalam dunia sekeliling kita, juga dapat mewakili hal yang abstrak. Dalam komunikasi, bahasa memegang peranan yang
10
Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal. 67-69 11 Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, Penerbit Alumni, Bandung, 1981,hal. 28
25
sangat penting terutama setelah ditemukannya media massa, surat kabar, majalah, film, radio, dan televisi yang menghendaki penggunaan bahasa dengan gaya yang berlainan.12 Non-verbal
communication,
atau
komunikasi
non
verbal
adalah
komunikasi dengan gejala yang menyangkut gerak-gerik (gestures), sikap (postures), ekspresi muka (facial expressions), pakaian yang bersifat simbolik (symbolic clothing) dan gejala lain yang sama. 13 Seperti ilmu-ilmu lainnya, ilmu komunikasi pun menyelidiki gejala komunikasi. Tidak hanya dengan pendekatan secara ontologis (apa itu komunikasi),
tetapi
juga
secara
aksiologis
(bagaimana
berlangsungnya
komunikasi yang efektif) dan secara epistemologis (untuk apa komunikasi itu dilaksanakan).
b. Komunikasi Dalam Pendidikan Komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan dari satu pihak ke pihak lainnya, yang pada awalnya berlangsung sangat sederhana dimulai dengan sejumlah ide-ide yang abstrak atau pikiran dalam otak seseorang untuk mencari data atau menyampaikan informasi yang kemudian dikemas menjadi sebentuk pesan untuk kemudian disampaikan secara langsung maupun tidak langsung menggunakan bahasa berbentuk kode visual, kode suara, atau kode tulisan.
12
Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, Penerbit Alumni, Bandung, 1981 hal. 28-29 Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, Penerbit Alumni, Bandung, 1981hal. 29
26
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran. Komunikasi dapat berupa interaktif, atau tak bertujuan. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut. Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer seiring dengan industiralisasi bidang usaha yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri di mana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi massa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri. Mencari teori komunikasi yang terbaik pun tidak akan berguna karena komunikasi adalah kegiatan yang lebih dari satu aktifitas. Masing-masing teori dipandang dari proses dan sudut pandang yang berbeda dimana secara terpisah mereka mengacu dari sudut pandang mereka sendiri. Dalam pendidikan, ada dua istilah penting yang berbeda dalam memandang proses pembelajaran. Istilah pertama adalah “pedagogi” akar katanya berasal dari bahasa Yunani, yakni paid artinya kanak-kanak dan agogos artinya memimpin. Dilihat dari akar katanya, pedagogi mengandung arti memimpin anak-
27
anak atau secara khusus diartikan sebagai “suatu ilmu dan seni mengajar kanakkanak”. Lambat-laun pedagogi didefinisikan sebagai “ilmu dan seni mengajar”. Dalam konsep ini, pendidikan dipahami sebagai “transfer pengetahuan atau kebudayaan”. Guru adalah pusat perhatian dan sumber informasi. Atau dalam istilah Freirean, “guru adalah bank informasi” dan murid-murid adalah “cawan kosong yang harus diisi”. Juga, murid tergantung sepenuhnya pada guru, kepribadian masih mentah dan karena itu perlu tuntunan.14 Istilah kedua adalah “andragogi” berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni andra, berarti orang dewasa (berkelamin laki-laki) dan agogos berarti memimpin. Jika didefinisikan, andragogi adalah ” seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar”. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah ini kemudian memunculkan istilah “pendidikan orang dewasa”, sebuah istilah yang tidak bias jender. Pedagogi dan pendidikan orang dewasa berbeda dalam memandang peserta, proses pembelajaran, dan tujuannya. Pendidikan orang dewasa memandang peserta sebagai individu yang kaya akan pengalaman, dalam arti memecahkan persoalan hidupnya, memiliki keterampilan-keterampilan tertentu, memiliki hubungan-hubungan dan peran-peran sosial tertentu, punya prakarsa, pendapat, sikap atau hobi tertentu, namun mereka tetap membutuhkan pendidikan. Karena itu, dalam pendidikan orang dewasa, yang dibutuhkan bukanlah “guru” melainkan seseorang yang mampu memfasilitasi proses belajar, mampu
menciptakan
iklim
belajar,
dan
mengembangkan
pengetahuan,
keterampilan serta menggali pengalaman yang telah dimiliki oleh orang dewasa.
14
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: Rosda Karya, 1996. hal. 98
28
Karena karakteristik-karakteristik tertentu dari peserta dan tujuan pembelajaran, pendidikan orang dewasa membutuhkan proses belajar-mengajar serta metode yang berbeda. Bertolak dari karakteristik orang dewasa, dalam proses belajar-mengajar pendidikan orang dewasa, baik fasilitator maupun peserta sama-sama menjadi “peserta komunikasi”. Komunikasi berlangsung dua arah karena kedua pihak terlibat dalam proses saling belajar. Jika dilukiskan, proses belajar tidaklah bergerak linier, tetapi siklis. Hasil dari proses pembelajaran adalah: Sebagai subyek atas hidupnya peserta semakin mampu memetakan dan memecahkan atau mengatasi masalah hidupnya. Juga proses komunikasi mendorong terbentuknya persekutuan-persekutuan. Komunikasi adalah bagian integral penting dalam setiap proses pembelajaran. Mengingat karakteristik peserta dan peran fasilitator dalam pendidikan orang dewasa, maka model komunikasi yang cocok adalag komunikasi partisipatif (juga dalam pedagogi, komunikasi partisipatif merupakan model terbaik).15
c. Karya Sastra Sebagai Media Komunikasi Dalam lapangan sastra, karya sastra dengan keutuhannya secara semiotik dapat dipandang sebagai sebuah tanda. Sebagai suatu bentuk, karya sastra secara tulis akan memiliki sifat keruangan. Dimensi ruang dan waktu dalam sebuah cerita rekaan mengandung tabiat tanda-menanda yang menyiratkan makna 15
Everett M. Rogers, Communication Technology, London: Colier Macmilan Publisher, 1986.
hal. 90
29
semiotika. Dari dua tataran (level) antara mimetic dan semiotic (atau tataran kebahasaan dan mitis) sebuah karya sastra menemukan keutuhannya untuk dipahami dan dihayati. Penelitian sastra dengan pendekatan semiotika sesungguhnya merupakan lanjutan dari pendekatan strukturalisme. Strukturalisme tidak dapat dipisahkan dengan semiotika. Alasannya adalah, karya sastra merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Tanpa memperhatikan sistem tanda, tanda, dan maknanya, serta konvensi tanda, struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal. Virginia Clark mengemukakan bahwa : Semiotics can be useful in media literacy on many levels including analyses of content, production methods and techniques, narrative structure and visual images, competing ideologies, and autobiography. Critical media literacy suggests taking analysis to the level of praxis, engaging students in activities that transform their lives and/or media experiences.16
Dalam penelitian sastra dengan menggunakan pendekatan semiotika, tanda yang berupa indekslah yang paling banyak dicari, yaitu berupa tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat (dalam pengertian luasnya). Penelitian semiotika memandang objek-objek atau laku-laku sebagai parole (laku tuturan) dari suatu langue (bahasa : system linguistic) yang mendasari “tata bahasanya” harus dianalisis. Peneliti harus menyendirikan satuan-satuan minimal yang digunakan oleh sistem tersebut; peneliti harus menentukan kontraskontras di antara satuan-satuan yang menghasilkan arti (hubungan-hubungan paradigmatik) dan aturan-aturan kombinasi yang memungkinkan satuan-satuan itu untuk dikelompokkan bersama-sama sebagai pembentuk-pembentuk struktur yang lebih luas (hubungan-hubungan sintakmatik). Studi semiotika sastra adalah usaha 16
Virginia Clark. Media Literacy for English Language Learners: A semiotic approach. 2007
30
untuk menganalisis sistem tanda-tanda.Oleh karena itu, peneliti harus menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.
d. Semiotika Manusia sebagai makhluk yang hidup di dalam masyarakat dan selalu melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya tentu membutuhkan suatu alat komunikasi agar bisa saling memahami tentang suatu hal. Salah satunya adalah tanda. Supaya tanda itu bisa dipahami secara benar dan sama membutuhkan konsep yang sama supaya tidak terjadi salah pengertian. Namun pada kenyataannya tanda itu tidak selamanya bisa dipahami secara benar dan sama di antara masyarakat. Setiap orang memiliki interpretasi makna tersendiri dan tentu saja dengan berbagai alasan yang melatar -belakangi-nya. Ilmu yang membahas tentang tanda disebut semiotik (the study of signs).17 Semua kenyataan kultural adalah tanda. Kita memang hidup di dunia yang penuh dengan tanda dan diri kita pun bagian dari tanda itu sendiri. Tanda-tanda tersebut kemudian dimaknai sebagai wujud dalam memahami kehidupan. Manusia
melalui
kemampuan
akalnya
berupaya
berinteraksi
dengan
menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan. Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning). Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang kebih secara tepat. Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa, kata). Pesan-pesan yang kita buat, mendorong orang lain untuk menciptakan makna untuk dirinya sendiri yang 17
Ni Wayan Sartini. Tinjauan Teoritik tentang Semiotik. Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Airlangga. 2007
31
terkait dalam beberapa hal dengan makna yang kita buat dalam pesan kita. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistem tanda yang sama, maka makin dekatlah “makna” kita dengan orang tersebut atas pesan yang datang pada masing-masing kita dengan orang lain tersebut. Jika suatu tanda tidak dapat dikenal dan dimengerti oleh orang lain maka tanda itu tidak dapat memberikan makna, sebab itu tidak bisa menjadi unsur dalam komunikasi. Jika seseorang memberikan bunga kepada kekasihnya, maka bunga itu menjadi tanda, dan mengandung makna yang disepakati oleh masyarakat yaitu sebagai ganti ungkapan ‘aku mencintaimu’. Semiotika atau semiologi merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Semiotika digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis media dengan asumsi bahwa media itu sendiri dikomunikasikan melalui seperangkat tanda. Teks media yang tersusun atas seperangkat tanda itu tidak pernah membawa makna tunggal. Donald Fry dan Virginia Fry telah mengaplikasikan ide-ide teori semiotika itu pada studi media. Mereka mengemukakan tiga dalil utama, yaitu : 1. Pesan media dapat menimbulkan banyak media, sehingga teks dapat dimengerti dengan cara bervariasi 2. Pesan media mendapatkan maknanya melalui asosiasi yang dibuat audiens, bahwa komunikasi dimungkinkan dengan konsensuskonsensus makna 3. Makna pesan dipengaruhi oleh hal-hal yang terjadi di luar makna itu sendiri
32
Tanda-tanda digunakan dalam teks untuk memainkan peran guna membentuk makna, tetapi banyak unsur non-tekstual yang turut mempengaruhi. Dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yakni; (1) tanda (sign), Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga disebut tanda. (2) acuan tanda (object), dan Acuan tanda merupakan konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. (3) pengguna tanda (interpretant)18. Sedangkan pengguna tanda merupakan konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Tiga unsur utama tersebut merupakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang dikemukakan oleh Charles S. Peirce. Yang dikupas oleh teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan antara tanda, objek, dan interpretan digambarkan Peirce sebagai berikut :
18
John Fiske, Introduction to Communication Studies, London, 1990, hal 42
33
Hubungan Tanda, Objek, dan Interpretant (Triangle of Meaning)19 Sign
Interpretant
Object
Dari model segitiga makna tersebut, Peirce berpendapat bahwa tanda memiliki tiga entitas yaitu tanda (sign), acuan tanda atau objek, dan pengguna tanda atau interpretant. Tanda menurut konsep yang dibuat Peirce bisa berbentuk apa saja yang dinyatakan oleh orang, salah satunya adalah kata. Sedangkan objek merupakan sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara pengguna tanda adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk suatu tanda. Apabila ketiga entitas tanda tersebut berinteraksi dalam bentuk pemikiran seseorang, maka muncullah
makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Proses
pemaknaan tanda yang mengikuti tiga sistem itulah yang disebut sebagai proses semiosis. Dari proses semiosis tiga sistem ini, Peirce menonjolkan peranan subjek, yaitu sebagai yang mempersepsi, yang membuat konsep, dan menghubungkan tanda dengan sesuatu serta yang menginterpretasi.20 Fokus utama dari pendekatan semiologi adalah teks. Teks dalam hal ini diartikan secara luas, bukan hanya teks tertulis saja. Segala sesuatu yang mempunyai sistem tanda tersendiri dapat dianggap sebagai teks.
19
John Fiske, Introduction to Communication Studies, London, 1990, hal 42 Sofiah R, Pendekatan Semiotika Pragmatik dalam Tataran Studi Komunikasi, Jurnal Penelitian, FISIP UNS, 2002, hal. 29 20
34
Meskipun bahasa dianggap sebagai sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna, yang dapat menjadi tanda sebenarnya bukan bahasa saja. Tanda dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan bola mata, gerakan mulut, bentuk tulisan, warna, simbol, film, patung, drama, tari, musik, dan sebagainya yang ada di sekitar kita. Salah seorang sarjana yang secara konservatif menjabarkan teori semiotika adalah Roland Barthes. Bagi Barthes, komponen-komponen tanda penanda petanda terdapat juga pada tanda - tanda bukan bahasa; antara lain terdapat pada bentuk mitos yakni keseluruhan sistem citra dan kepercayaan yang dibentuk masyarakat untuk mempertahankan dan menonjolkan identitasnya. Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal yang dikenal dengan dengan istilah denotasi dan oleh Barthes disebut sistem primer. Kemudian pengembangannya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder ke arah ekspresi disebut metabahasa. Sistem sekunder ke arah isi disebut konotasi yaitu pengembangan isi sebuah ekspresi. Konsep konotasi ini tentunya didasari tidak hanya oleh paham kognisi, melainkan juga oleh paham pragmatik, yakni pemakai tanda dan situasi pemahamannya. Dalam kaitan dengan pemakai tanda, kita juga dapat memasukkan perasaan (aspek emotif) sebagai salah satu faktor yang membentuk konotasi. Model Barthes tidak hanya diterapkan pada analisis bahasa sebagai salah satu aspek kebudayaan, tetapi juga dapat digunakan untuk menganalisis unsur - unsur kebudayaan.
35
Semiotik yang dikembangkan Barthes juga disebut dengan semiotika konotatif. Terapannya juga pada karya sastra tidak sekadar membatasi diri pada analisis secara semiosis, tetapi juga menerapkan pendekatan konotatif pada berbagai gejala kemasyarakatan. Di dalam karya sastra ia mencari arti ’kedua’ yang tersembunyi dari gejala struktur tertentu. Barthes mengembangkan teori tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvesi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “Order of significations”. Bagan Order of Significations First Order
Reality
Second Order
Sign
Culture Form
Denotation
Connotation
signifier Signified Content
Myth
Dari model di atas, Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Tahap kedua signifikasi digambarkan sebagai konotasi, yang menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan
36
perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif, atau paling tidak intersubjektif. Denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Tatanan tanda (Order of Significations) terdiri dari21 : a. Denotasi Makna kamus dari sebuah kata atau termilogi atau objek (literal meaning of a term or objek). Ini adalah deskripsi dasar. b. Konotasi Makna-makna kultural yang melekat pada sebuah terminologi (the cultural meanings that become attached to the term). c. Metafora Mengkomunikasikan dengan analogi. d. Simile Subkategori metafora dengan menggunakan kata-kata “seperti”. Metafora berdasarkan identitas, sedangkan simile berdasarkan kesamaan.
21
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana, 2006, hal. 268
37
e. Metomimi Mengkomunikasikan dengan asosiasi. Asosiasi dibuat dengan cara menghubungkan sesuatu yang kita ketahui dengan sesuatu yang lain. f. Synecdoche Subkategori metomimi yang memberikan makna “keseluruhan” atau “sebaliknya”.
Artinya,
sebuah
bagian
digunakan
untuk
mengasosiasikan keseluruhan bagian tersebut. g. Intertextual Hubungan antarteks (tanda) dan dipakai untuk memperlihatkan bagaimana teks saling bertukar satu dengan yang lain, sadar maupun tidak sadar. Dalam tataran analisis untuk memahami makna tanda-tanda, Barthes memperkenalkan analisis tekstual (textual analysis) atau analisa naratif struktural (structural analysis of narrative), karena Barthes penganut aliran strukturalisme. Oleh karena tidak adanya alat analisis pembaca makna, khususnya terhadap sistem semiologi derajat kedua (yang bersifat konotatif), maka Barthes menyodorkan alat analisis dengan dua cara, yaitu writerly yang akan menghasilkan writerly text, yakni apa yang dapat ditulis pembaca sendiri lepas dari apa yang ditulis pengarang. Cara berikutnya adalah readerly yang akan menghasilkan readerly text, yakni apa yang dibaca tetapi tidak dapat ditulis.22 Teks kemudian menjadi terbuka terhadap segala kemungkinan. Pembaca akan berhadapan dengan pluralitas signifikasi. Pergeseran pusat dari perhatian 22
A Eko Setyanto, Perspektif Semiologi : dari Saussuren ke Barthesian, Jurnal Komunikasi Massa, FISIP UNS, hal. 40.
38
kepada pengarang kepada pembaca merupakan konsekuensi logis dari semiologi Berthes yang menekankan semiologi derajat kedua yang memberi peran besar bagi pembaca untuk memproduksi makna. Pembaca kemudian dapat melakukan interpretasi terhadap suatu karya, tetapi interpretasi di sini berbeda dari pemahaman umum tentang penemuan makna-makna tersembunyi atau makna ultim dari suatu teks. Interpretasi dalam pengertian Barthes adalah : To interpret atext is not to give it a (more or less justified, more or less free) meaning, but on the contrary to appreciate what plural constitutes it (Untuk menginterpretasi sebuah teks bukanlah untuk memberikan nya sebuah makna [yang lebih kurang dikukuhkan, lebih kurang bebas], tetapi sebaliknya untuk mengapresiasi apa yang mengkonstitusinya) Wawasan semiotika dalam studi sastra memiliki tiga asumsi. Pertama, karya sastra merupakan gejala komunikasi yang berkaitan dengan (i) pengarang, (ii) wujud sastra sebagai sistem tanda, dan (iii) pembaca. Kedua, karya sastra merupakan salah satu bentuk penggunaan sistem tanda (system of sign) yang memiliki struktur dalam tata tingkat tertentu. Ketiga, karya sastra merupakan fakta yang harus direkonstruksikan pembaca sejalan dengan dunia pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam literally semiotics, karya sastra disikapi dengan literary discourse. Sasaran kajian sastra secara ilmiah bukan pada wujud konkret wacananya, melainkan pada metadiscourse atau bentuk dan ciri kewacanaan yang tidak teramati secara konkret.23
23
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004, hal. 142
39
Karena itu, menyikapi karya sastra sebagai literary discourse, berarti juga menyikapi karya sastra sebagai wacana ataupun gejala komunikasi. Namun, berbeda dengan gejala komunikasi pada umumnya, komunikasi dalam wacana sastra ditujukan untuk membuahkan efek keindahan tertentu. Efek keindahan tersebut bukan merujuk pada dunia di luar wacana sastranya, melainkan pada unsur-unsur yang secara potensial teremban dalam karya sastra itu sendiri secara internal. Karena itulah komunikasi dalam wacana sastra juga dapat disebut sebagai bentuk komunikasi puitik.
F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalamdalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling. Penelitian ini lebih menekankan pada persoalan kedalaman (kualitas) data, bukan pada banyaknya (kuantitas) data. Peneliti adalah bagian integral dari data, artinya, peneliti ikut aktif dalam menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, peneliti menjadi instrumen penelitian yang harus terjun langsung di lapangan. Karena itu peneliti
40
ini bersifat subjektif, dan hasilnya lebih kasuistik dan bukan untuk digeneralisasikan.24 Beberapa karakteristik penelitian kualitatif menurut H.B. Sutopo di antaranya adalah:25 1. Penelitian kualitatif bersifat empirik dengan sasaran penelitiannya yang berupa beragam permasalahan yang terjadi pada masa kini. 2. Data pada penelitian kualitatif yang dikumpulkan terutama berupa katakata, kalimat, atau gambar yang memiliki arti lebih dari sekedar angka atau frekuensi. 3. Pemilihan kualitatif tidak memilih sampling yang bersifat acak (random sampling). Teknik cuplikannya cenderung bersifat purposive. Pilihan sampling diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Teknik
cuplikan
ini
bukan
sama
sekali
dimaksudkan
untuk
mengusahakan generalisasi pada populasi, tetapi mewakili informasinya. 4. Penelitian kualitatif mendukung pemanfaatan pengetahuan yang bersifat intuitif dan dirasakan (tacit knowledge) sebagai tambahan pengetahuan yang bersifat proporsional atau pengetahuan yang dapat diekspresikan dalam bentuk bahasa. 5. Makna sebagai perhatian utama penelitian; maksudnya di dalam mengumpulkan beragam informasi, peneliti memperhatikan proses
24
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana, 2006, hal. 58 H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, Sebelas Maret University Press, Surakarta, 2002, hal. 31 25
41
bagaimana sesuatu itu terjadi. Dengan kata lain, kajian pada penelitian kualitatif lebih menekankan proses daripada produknya. 6. Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif. Data yang dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung atau menolak hipotesis yang telah disusun sebagai kekhusususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan bersama lewat proses pengumpulan data yang dilaksanakan secara teliti.
2. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis semiotika. Analisa semiotik berupaya menemukan makna tanda, termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada.26
3. Objek Penelitian Roland Barthes menyebutkan bahwa korpus berarti kumpulan materi terbatas yang ditentukan oleh analisis dengan mana ia akan bekerja, menyelidiki signifikasi yang terjadi dan terdapat pada objek yang menjadi objek studinya.27 Di mana korpus tersebut memiliki sifat-sifat, di antaranya adalah sebagai berikut :
26
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana, 2006, hal. 262 Pawito D, Analisis Semiologi, Sebuah Pengantar dalam Jurnal Dinamika FISIP UNS, Edisi 2 th VIII, April 1997, hal. 22 27
42
a. Korpus harus cukup luas, memberi harapan yang masuk akal bahwa elemen-elemen korpus tersebut dapat menghasilkan sebuah sistem persamaan dan perbedaan yang jenuh. Jenuh di sini diartikan oleh Barthes sebagai suatu saat ketika kita tidak lagi bisa menemukan hal-hal baru, atau semua fakta dan relasi dalam korpus telah habis dieksplorasi dan dipaparkan. b. Korpus harus sehomogen mungkin. Homogen di sini berarti dua hal. Pertama, homogen dalam substansi yang berarti dokumen-dokumen yang digunakan haruslah sejenis. Kedua, homogen dalam waktu yang berarti korpus harus semaksimal mungkin tidak mengandung elemen diakronik (biasa dipahami sebagai histories, melihat bagaimana suatu narasi tersusun), namun harus disusun sebagai kumpulan data sinkronik (diartikan sebagai analisis, melihat hubungan yang ada antara elemenelemennya) c. Korpus bervariasi namun dikumpulkan dalam waktu yang terbatas lebih baik daripada korpus yang sempit, namun dikumpulkan dalam periode yang lama. Objek penelitian yang penulis gunakan adalah novel terjemahan “Tottochan : Gadis Cilik di Jendela” sebagai data primer, dan bahan-bahan studi pustaka sebagai data penunjang. Dari buku tersebut, yang dimaksud sebagai korpus dalam penelitian ini adalah bagian dari keseluruhan cerita. Peneliti memilih novel terjemahan tersebut karena sudut pandang pendidikan yang tercermin di dalamnya. Metode pengajaran yang dilakukan di
43
Sekolah Tomoe merupakan salah satu perwujudan dari metode pengajaran humanistik. Metode pengajaran humanistik menempatkan murid sebagai pusat pengajaran (student centered learning) secara manusiawi dan unik. Artinya, acuan yang digunakan untuk menjalankan pengajaran di sekolah tidak terletak pada selesai atau tidak selesainya materi sesuai kurikulum, atau bagaimana guru harus terus-menerus dipatuhi, melainkan mengacu pada pemenuhan kebutuhan masingmasing siswa akan pengetahuan. Metode pengajaran humanistik memandang murid bukan sebagai obyek dari suatu sistem pengajaran melainkan subyek yang dilayani oleh suatu sistem pengajaran. Titik beratnya adalah perkembangan emosional siswa. Dalam buku Totto-chan, pendidik di Sekolah Tomoe mengajak murid-muridnya belajar dengan rasa senang. Misalnya adalah acara jalan-jalan yang dilakukan sesudah makan siang. Tanpa disadari para murid, mereka belajar tentang biologi, sejarah, dan pelajaran-pelajaran yang lain. Mereka mempelajari bagaimana setangkai bunga tumbuh, bagaimana kisah sejarah dari tokoh-tokoh sejarah Jepang, dan lain sebagainya. Dengan kegiatan yang menyenangkan dan tidak monoton, murid Tomoe dapat menyerap ilmu pengetahuan yang diberikan dengan cepat dan terus mengingatnya dengan baik. Tampak jelas bahwa penerapan metode pengajaran humanistik di Sekolah Tomoe berlangsung dengan sangat baik. Ulasan ini dapat menjadi masukan untuk membuka wawasan dunia pendidikan di Indonesia. Bagi sebagian orang, Sekolah Tomoe adalah wujud nyata dari sekolah impian yang diinginkan. Pergi ke sekolah dengan penuh rasa cinta dan gembira, itulah kesehari-harian murid Tomoe.
44
Dengan tangannya sendiri, Kobayashi-san berhasil mewujudkan sekolah impiannya di Jepang, bahkan saat perang dunia kedua, berpuluh-puluh tahun yang lalu. Apakah sekolah berbasis pendekatan humanistik seperti Sekolah Tomoe dapat terwujud di Indonesia tercinta ini atau hanya tinggal impian semata? Untuk menciptakan pendidikan yang humanistik diperlukan pendidik yang humanistik pula. Selama ini, pembelajaran kita hanya mengedepankan nilai. Kalau boleh dikata, pembelajaran Indonesia lebih mengagung-agungkan nilai. Bagi seorang murid, nilai adalah sangat penting. Lebih parah, guru dan orang tua murid sendiri lah yang memandang keberhasilan seorang murid dengan melihat seberapa besar nilai yang diperoleh oleh seorang murid. Metode menghafal sering kali menjadi pilihan utama untuk mendapat nilai bagus. Metode itu hanya bertahan ketika siswa menghadapi ulangan umum atau ujian. Setelah selesai menempuh ulangan harian, siswa akan lupa apa yang sedang dipelajarinya. Siswa tidak mampu memetik setiap lesson learn setiap pembelajaran yang diberikan oleh guru. Tuntutan seorang orang tua yang akan membanggakan diri ketika anak mereka mendapat nilai tinggi atau seorang guru yang dapat membanggakan diri di Kepala Dinas atau sekolah lain ketika sekolah mereka meraih nilai tertinggi dalam ujian tidak mampu meningkatkan kepekaan emosi para siswa. Siswa hanya dituntut secara akademis harus mampu bersaing tanpa mematrikan sebuah konsep ilmu yang akan dia bawa hingga akhir hayat. Siswa tumbuh dan kembang bukan
45
mewakili watak mereka masing-masing namun tumbuh dan kembang sesuai dengan keinginan orang tua atau guru. Pembelajaran seharusnya mengedepankan pemberian kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri secara akademis dan emosional secara seimbang. Tak hanya kemampuan otak saja yang harus diutamakan namun kemampuan ketrampilan hidup yang akan menuntun anak dalam keberhasilan hidup. Melalui life skill, anak mampu menumbuhkembangkan kepekaan mereka terhadap kondisi lingkungan sekitar mereka. Bukan saatnya, kita menciptakan manusia yang hanya mampu beradu argumentasi tanpa mampu menghadapi tantangan hidup dan mengambil segala resiko dan kesempatan dengan penuh tanggung jawab. Selama ini, siswa kita tidak diberi kesempatan berbicara yang cukup. Alhasil, banyak siswa kita tidak berani mengungkapkan pendapat mereka hingga mereka dewasa. Kebebasan mereka seolah-olah direnggut oleh seorang guru yang menginginkan siswa mereka duduk, diam, mencatat, dan mendengarkan. Anak mempunyai dunia sendiri yang kita (orang dewasa) tidak dapat mengintervensi sedikit pun kepentingan mereka. Biarkanlah mereka tumbuh dan berkembang sesuai dengan cara mereka. Cara itulah yang akan menuntun mereka untuk selalu bersikap ilmiah. Dengan sendirinya, anak akan menemukan konsepkonsep ilmu yang akan terpatri di benak mereka selamanya hingga mereka tumbuh dewasa.
46
Motivasi sangat perlu untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam diri anak. Tak jarang kita dapat menemukan sikap rendah diri anak. Anak merasa apa yang telah dilakukannya salah. Guru dan orang tua lah yang benar. Sikap semacam itu membuat anak tidak dapat mengembangkan ide dan kreatifitas diri yang pada akhirnya mengurung pola pikir anak.
4. Teknik Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan studi dokumenter dan pustaka. Observasi dalam penelitian ini bersifat non-partisipan, di mana peneliti tidak ikut ambil bagian dalam hal atau fenomena yang diobservasi. Observasi yang dilakukan adalah mengamati novel terjemahan “Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela” Studi dokumenter dan pustaka dilakukan dengan klarifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Studi dokumenter meliputi artikel-artikel, situs internet, dan buku-buku yang mengkaji tentang komunikasi serta ilmu pendidikan.
5. Teknik Analisa Data Sebagai penelitian yang bersifat kualitatif, analisis dan interpretasi data yang dilakukan sama sekali tidak menggunakan perhitungan secara kuantitatif. Semiotik digunakan untuk menganalisa makna yang tersirat dari tanda-tanda yang
47
ada dari pesan-pesan yang disanpaikan dalam bentuk lambang dalam media tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisa data adalah melalui tahap-tahap seperti yang dilakukan dalam metode analisa isi; yaitu dengan mengelompokkan data yang berupa dialog-dialog menjadi beberapa bagian, menentukan tema yang terkandung dalam setiap dialog, dan menganalisa makna yang terkandung dalam masing-masing dialog serta mengelompokkannya berdasarkan tema yang sesuai. Pengelompokan dialog-dialog tersebut akan menggunakan analisis semiologi Roland Barthes. Semiologi Barthes tersusun atas tingkatan-tingkatan sistem bahasa. Umumnya Barthes membuatnya dalam dua tingkatan bahasa. Bahasa tingkatan pertama
adalah bahasa sebagai objek dan bahasa tingkatan kedua yang
disebutnya metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang memuat penanda dan petanda. Sistem tanda kedua terbangun dengan menjadikan penanda dan petanda tingkat pertama sebagai petanda baru yang kemudian memiliki penanda baru sendiri dalam suatu tanda baru pada taraf yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama kadang disebut dengan istilah denotasi atau sistem terminologis, sedang sistem tanda tingkat kedua disebut sebagai konotasi atau sistem retoris atau mitologi. Fokus kajian Barthes terletak pada sistem tanda tingkat kedua atau metabahasa.28 Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan 28
Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, Yayasan Indonesia Tera, Magelang, 2001, hal. 114 – 115.
48
pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya, atau dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuat petanda dapat memiliki beberapa petanda. 29 Penanda-penanda konotasi, yang dapat disebut sebagai konotator, terbentuk dari tanda-tanda (kesatuan penanda dan petanda) dari sistem yang bersangkutan. Beberapa tanda boleh jadi secara berkelompok membentuk sebuah konotator tunggal, asalkan yang disebut terakhir tadi memiliki sebuah petanda konotator tunggal. Dengan kata lain, satuan-satuan dari sistem terkonotasi tidak mesti memiliki ukuran yang sama dengan sistem yang tertandakan: fragmenfragmen besar dari diskursus yang bersangkutan dapat membentuk sebuah satuan sistem terkonotasi tunggal. Sedangkan untuk petanda konotasi, karakternya umum, global dan tersebar sekaligus menghasilkan fragmen ideologis. Berbagai petanda ini memiliki suatu komunikasi yang amat dekat dengan budaya, pengetahuan, sejarah, dan melalui merekalah, demikian dikatakan, dunia yang melingkunginya menginvasi sistem tersebut. Kita dapat katakan bahwa ideologi adalah suatu form penanda-penanda konotasi, sementara gaya bahasa, majas atau metafora adalah elemen bentuk (form) dari konotator-konotator. Singkatnya, konotasi merupakan aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos adalah muatannya. Penggunaan tanda satu persatu
29
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004, hal. 70-71
49
dapat mengurangi kecenderungan “anarkis” penciptaan makna yang tak berkesudahan, di sisi lain, namun keanekaragaman budaya dan perubahan terusmenerus membentuk wilayah petanda konotatif yang bersifat global dan tersebar. Ideologi, secara semiotis, adalah penggunaan makna-makna konotasi tersebut di masyarakat alias makna pada makna tingkat ketiga. Secara sekilas skema Barthes mengisyaratkan bahwa tak ada satu pun aktivitas penggunaan tanda yang bukan ideologi, namun sebenarnya tidak seperti itu. Ideologi, pada hakikatnya, adalah suatu sistem kepercayaan yang dibuat-buat, suatu kesadaran semu yang kemudian mengajak (interpellation) kepada individuindividu untuk menggunakannya sebagai suatu “bahasa” sehingga membentuk orientasi sosialnya dan kemudian berperilaku selaras dengan ideologi tersebut. Apa yang sebenarnya ditunjuknya adalah sebuah himpunan relasi-relasi yang ada, tidak seperti suatu konsep ilmiah, ia tidak menyediakan sebuah alat untuk mengetahuinya. Dalam suatu cara khusus (ideologis), ia menunjukkan beberapa eksistensi, namun tidak memberikan kita esensinya.30 Beroperasinya ideologi melalui semiotika mitos ini dapat ditengarai melalui asosiasi yang melekat dalam bahasa konotatif. Barthes mengatakan penggunaan konotasi dalam teks ini sebagai: penciptaan mitos. Ada banyak mitos yang diciptakan media di sekitar kita, misalnya mitos tentang kecantikan, kejantanan, pembagian peran domestik versus peran publik dan banyak lagi. Mitos ini bermain dalam tingkat bahasa yang oleh Barthes disebut metabahasa. 30
Anang Hermawan, Mitos Dan Bahasa Media: Mengenal Semiotika Roland Barthes, Jurusan
Ilmu Komunikasi, FISIP UII Yogyakarta. 2007
50
Penanda konotatif menyodorkan makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Dibukanya medan pemaknaan konotatif ini memungkinkan pembaca memakanai bahasa metafor atau majazi yang makanya hanya dapat dipahami pada tataran konotatif. Dalam mitos, hubungan antara penanda dan petanda terjadi secara termotivasi. Pada level denotasi, sebuah penanda tidak menampilkan makna (petanda) yang termotivasi. Motivasi makna justru berlangsung pada level konotasi. Barthes menyatakan bahwa mitos merupakan sistem komunikasi juga, karena mitos ini toh merupakan sebuah pesan juga. Ia menyatakan mitos sebagai “modus pertandaan, sebuah bentuk, sebuah “tipe wicara” yang dibawa melalui wacana. Mitos tidaklah dapat digambarkan melalui obyek pesannya, melainkan melalui cara pesan tersebut disampaikan. Apapun dapat menjadi mitos, tergantung dari caranya ditekstualisasikan. Dalam narasi berita, pembaca dapat memaknai mitos ini melalui konotasi yang dimainkan oleh narasi. Pembaca yang jeli dapat menemukan adanya asosiasi-asosiasi terhadap ‘apa’ dan ‘siapa’ yang sedang dibicarakan sehingga terjadi pelipatgandaan makna. Penanda bahasa konotatif membantu untuk menyodorkan makna baru yang melampaui makna asalnya atau dari makna denotasinya.
51
BAB II GAMBARAN NOVEL “TOTTO-CHAN : GADIS CILIK DI JENDELA”
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, novel merupakan karangan yang berbentuk prosa tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia sehari-hari. 31 Sedangkan menurut Wikipedia, novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif; biasanya dalam bentuk cerita. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti "sebuah kisah, sepotong berita". Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerita pendek, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokohtokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut.32 Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsurunsur yang saling berkaitan erat satu dengan yang lain. Jika novel dikatakan sebagai sebuah totalitas, maka unsur kata bahasa merupakan salah satu bagian dari totalitas itu. Salah satu unsur pembangun serita itu. Salah satu subsistem organisme itu. Kata inilah yang menyebabkan novel, juga karya sastra pada umumnya, menjadi berwujud.33
31
J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, hal. 949 32 www.wikipedia.co.id 33 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1995, hal. 22
52
Buku “Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela” merupakan sebuah novel non fiksi karya Tetsuko Kuroyanagi. Diterbitkan pertama kali di Jepang dengan judul Madougiwa no Totto-chan pada tahun 1981 oleh Kodansha International, Ltd. Di Indonesia, buku ini diterbitkan pertama kali tahun 2003 oleh PT. Gramedia Pustaka Utama. Buku ini berisi tentang kenangan masa kecil Kuroyanagi-san selama bersekolah di Tomoe Gakuen.
A. ANATOMI BUKU 1. COVER/SAMPUL MUKA
Unsur-unsur yang terdapat dalam sampul muka novel “Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela” tampak pada gambar di atas, yaitu : a. Judul novel b. Sub judul novel c. Nama pengarang novel d. Simbol penerbit yang menterjemahkan, mencetak, dan menerbitkan novel. e. Ilustrasi seorang gadis kecil yang menggambarkan Totto-chan
53
2. ANATOMI DALAM Anatomi dalam novel “Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela” meliputi : a. Narasi, berupa jalan cerita yang diungkapkan dengan gaya bahasa orang ketiga. b. Dialog, percakapan langsung antar tokoh. Biasanya ditandai dengan tanda kutip di awal dan di akhir kalimat. c. Penegasan maksud, bisa di dalam kalimat mapun dalam narasi yang bisa mengandung makna ganda, yaitu makna sebenarnya dan makna yang mengandung ironi tentang sesuatu atau peristiwa.
B. PENCERITAAN Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Karya sastra merupakan sistem tanda tingkat kedua. Dalam sastra konvensi bahasa disesuaikan dengan konvensi sastra.dalam karya sastra kata-kata ditentukan oleh konvensi sastra, sehingga timbul arti baru yaitu arti sastra. Jadi arti sastra itu merupakan arti dari arti, untuk membedakan arti bahasa sebagai sistem tanda tingkat pertama yang disebut meaning dan arti sastra yang disebut makna (significance).
54
Dalam sebuah karya sastra, aspek penceritaan merupakan unsur yang sangat penting. Penceritaan dilakukan melalui bahasa, baik bahasa narrator (pencerita), maupun para tokoh yang tampil dalam bentuk dialog dan monolog. Bahasa digunakan sebagai sarana untuk menerjemahkan ide dari pengarang. Penuturan dalam bahasa sastra selalu diusahakan dengan cara lain, cara baru, cara yang belum pernah digunakan orang. Sastra mengutamakan keaslian pengucapan. Untuk mencapai cara itu, mungkin sampai pada penggunaan berbagai bentuk penyimpangan, deviasi kebahasaan. Penyimpangan dalam bahasa sastra antara lain penyimpangan makna, leksikal, struktur, dialek, grafologi, dan lain-lain. Namun demikian penyimpangan kebahasaan yang dilakukan pengarang sematamata untuk memperoleh keindahan dari karya tersebut. Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik. 1. Unsur Intrinsik, ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, dan pusat pengisahan. a) Tema dan Amanat Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol. Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna
55
dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makna yang termuat dalam karya sastra tersebut. b) Tokoh dan Penokohan Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character). ·
Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat.
·
Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini.
Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. ·
Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadarannya.
·
Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya.
Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis.
56
·
Protagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.
·
Antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita. 1)
Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh.
2)
Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja.
3)
Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi.
4)
Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.
c) Alur dan Pengaluran Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian : (1)
Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
(2)
Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
57
(3)
Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
(4)
Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokohnya.
(5)
Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap.
(6)
Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.
Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campuran keduanya. d) Latar dan Pelataran Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh
58
tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar. e) Pusat Pengisahan Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah pribadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.
2. Unsur Ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara
ekstrinsik
dengan
luar
sastra,
dengan
sejumlah
faktor
kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain.
59
C. SEGI RUPA BUKU 1. Penggambaran Tokoh Cerita Buku Dalam memahami karakter tokoh dari sebuah novel yang diperdengarkan atau disimak, kita harus dapat menyimak dengan baik. Dalam hal ini, kita harus benar-benar dapat menangkap isi cerita secara kronologis, detail, dan lengkap, terutama pada bagian-bagian yang berkaitan dengan penokohan. Pada dasarnya, dalam sebuah novel terdapat beberapa karakter tokoh, yaitu sebagai berikut : 1. Karakter yang berkaitan dengan posisi; tokoh utama, pembantu, tokoh biasa. 2. Karakter yang berkaitan dengan sifat; lembut, kasar, pemarah, sabar, gegabah, dan lain-lain. 3. Karakter yang berkaitan dengan peran: antagonis, protagonis, dan netral.
Karakter tokoh dalam kutipan novel tersebut sebagai berikut: a. Tokoh Utama Protagonis 1. Totto-chan Seorang bocah yang aktif, cerdas, banyak ingin tahu atau malah cenderung hiperaktif, memiliki keinginan-keinginan pada hal-hal yang dianggap menarik, serta sayang terhadap barang atau benda yang dianggapnya berharga. Sejak kecil Totto-chan selalu ceria
60
dan selalu ingin tahu mengenai hal apapun yang menarik hatinya, yang kadang-kadang oleh orang dewasa dianggap merepotkan dan perbuatan nakal. Totto-chan dikeluarkan dari sekolah pertamanya ketika masih duduk di kelas satu karena sifatnya tersebut. Kemudian oleh mama dia dimasukkan ke SD Tomoe. Selain itu, Totto-chan suka melakukan hal-hal aneh yang sering kali berbahaya untuk dia lakukan. Misalnya, mengepit kepangnya di ketiak sambil berbaris di pagi hari, atau membuka pintu di lantai kelas untuk membuang semua kotoran yang disapunya. Pintu itu aslinya berfungsi sebagai lubang pemeriksa mesin di kereta sungguhan. Tapi ia tidak bisa menutup kembali pintu itu, dan ulahnya ini merepotkan banyak orang. Lalu pernah ada seseorang yang memberitahunya cara menggantungkan daging di pengait. Totto-chan pun masuk ke ruang olahraga dan mengaitkan salah satu lengannya di palang latihan yang paling tinggi. Ia tergantung di sana lama sekali. Ketika seorang guru melihatnya dan bertanya apa yang dilakukannya, ia berkata,”Hari ini aku sepotong daging!” dan tepat ketika itu pegangannya terlepas. Totto-chan jatuh terempas, keras sekali, hingga paru-parunya tersentak dan sepanjang hari itu dia tidak bisa bicara. 2. Mama Seorang yang cantik, terlalu mudah khawatir, perhatian, dan sedikit mudah putus asa. Mama menguasai olah raga basket. Karena itu,
61
dia bisa mengimbangi Totto-chan yang kadang-kadang berlarian ke sana kemari. Selain itu, mama adalah orang yang humoris tetapi sabar. Segala kenakalan yang dilakukan anak tunggalnya bisa dia atasi tanpa merasa tertekan. Mama jarang marah, karena dia tahu kenakalan anak tunggalnya tersebut sebenarnya merupakan bagian dari sifatnya yang memang sangat aktif. Mama menganggap kenakalan Totto-chan sebagai bagian dari bakatnya. Karena itu, ketika mama mengetahui tentang Tomoe Gakuen, dia langsung memasukkan Totto-chan ke sekolah itu, dengan harapan agar dia bisa mengembangkan sikap aktifnya itu dengan cara yang benar. Dan harapan mama terkabul. Totto-chan merasa betah di Tomoe, dan dia perlahan-lahan berubah menjadi anak perempuan yang manis dan tenang, tapi tetap aktif. 3. Papa Seorang komposer muda yang berguru pada komposer dunia terkenal. Sikapnya tenang dan selalu memberi keputusan yang bijaksana. Sangat sayang pada putri semata wayangnya, hingga kadang-kadang bertindak tergesa-gesa bila menyangkut putrinya tersebut. Papa pandai bermain biola, dan merupakan concertmaster sebuah orkestra musik yang terkenal. Totto-chan sering diajak papa ke gedung tempat orkestra papa berlatih.
62
4. Sosaku Kobayashi Kepala Sekolah SD Tomoe, tempat Totto-chan belajar. Orangnya sudah separuh baya, dan memiliki kepala yang nyaris botak. Dia paling suka duduk berjongkok apabila berbicara dengan murid agar bisa memandang mata murid tersebut. Bijaksana, tenang, dan sangat
menyukai
anak-anak,
yang
mendorongnya
untuk
mendirikan SD Tomoe. Mr. Kobayashi banyak berkeliling dunia dan mengunjungi banyak tempat untuk mengamati sistem sekolah dan pembelajarannya. Sistem yang beliau pelajari tersebut kemudian beliau terapkan di SD Tomoe. Banyak orang yang menganggap sistem yang diterapkan Mr. Kobayashi tersebut tidak masuk akal. Toh dia tetap kukuh dengan pendiriannya. Dan kemudian terbukti, sistem pembelajaran yang dia terapkan berhasil, dan banyak dari sistem tersebut yang kemudian diterapkan di sekolah-sekolah Jepang.
b. Tokoh Tambahan Protagonis 1. Yasuaki Yamamoto Teman pertama Totto-chan di Tomoe. Yasuaki-chan adalah seorang anak lelaki yang berperawakan kecil dan lemah. Yasuakichan menderita polio yang membuat kaki dan tangannya tidak tumbuh dengan sempurna. Jari-jari tangannya yang panjang tertekuk dan kelihatannya lengket satu sama lain. Meskipun
63
menderita polio, Yasuaki-chan adalah anak yang ramah, pintar, tenang, dan dewasa. Kedewasaannya tersebut membuat kagum banyak orang, termasuk Mr. Kobayashi, sang Kepala Sekolah. Yasuaki-chan memiliki satu yang rahasia yang hanya dia dan Totto-chan yang tahu. Suatu hari, Totto-chan mengundang Yasuaki-chan untuk naik ke pohonnya. Setiap anak di Tomoe memiliki satu pohon di halaman sekolah yang dianggap sebagai milik pribadi. Akan tetapi, karena polio yang dideritanya, Yasuakichan tidak bisa memanjat pohon, dan karena itu dia tidak bisa menyatakan pohon tertentu sebagai miliknya. Karena itu Tottochan mengundang Yasuaki-chan naik ke pohonnya. Totto-chan menyeret
tangga
lipat
dari
gudang
tukang
kebun
dan
menyandarkannya ke pohon miliknya. Yasuaki-chan berusaha untuk memanjat tangga itu, tapi karena kaki dan tangannya sangat lemah, dia tak bisa memanjat tangga itu tanpa bantuan. Melihat itu, Totto-chan berusaha untuk mendorong Yasuaki-chan dari bawah. Dengan usaha yang keras, akhirnya Yasuaki-chan bisa naik ke pohon Totto-chan. Itulah saat pertama dan terakhir Yasuaki-chan naik pohon. Dan itulah rahasia mereka berdua yang hanya diketahui oleh mereka. Ketika mereka kelas tiga, Yasuaki-chan meninggal. Pemakamannya dihadiri semua murid dan guru Tomoe.
64
2. Istri Kepala Sekolah Seorang wanita yang ramah dan keibuan. Anak-anak selalu bertemu dia ketika makan siang. Dia selalu berjalan di belakang Kepala Sekolah dengan memakai celemek putih dan membawa dua wajan di tangannya. Saat Kepala Sekolah berkata, “Laut,” dia akan menyendok dua chikuwa (sejenis bakso ikan berbentuk pajang dengan lubang di tengahnya, mirip sedotan yang tebal) dari wajan “Laut”. Dan jika Kepala Sekolah berkata, “Pegunungan,” maka dia akan mengeluarkan beberapa potong kentang tumis kecap dari wajan “Pegunungan”. 3. Akira Takahashi Murid baru SD Tomoe yang datang setelah Totto-chan. Takahashi, yang berasal dari Osaka, memiliki ukuran tubuh yang cenderung kecil untuk anak laki-laki seumurannya. Kakinya sangat pendek dan melengkung ke dalam. Pertumbuhan Takahashi sudah berhenti, dan dia tahu akan hal tersebut. Dalam perjalanannya menuju sekolah, Takahashi selalu diledek oleh anak-anak dari sekolah lain. Pada awalnya dia merasa tertekan. Tetapi lama kelamaan dia tetap ceria dan percaya diri karena dukungan dan sikap ramah dari Kepala Sekolah dan teman-temannya. 4. Miyo Kaneko/Miyo-chan, putri Kepala Sekolah Miyo-chan adalah putri ketiga Kepala Sekolah dan salah satu sahabat terdekat Totto-chan yang berada di kelas yang sama
65
dengannya. Sebagai anak Kepala Sekolah, Miyo-chan seringkali memberi informasi baru seputar sekolah kepada teman-temannya. Misalnya saja ketika akan ada gerbong tambahan yang datang pada malam hari. Miyo-chan memberitahukan hal itu kepada temantemannya, termasuk Totto-chan. 5. Sakko Matsuyama Sakko-chan adalah salah satu teman satu kelas Totto-chan yang manis dan bermata lebar. Ketika pertama kali bertemu dengan Totto-chan, dia mengenakan rok rangkapan bergambar kelinci. Sakko-chan merupakan salah satu murid terpandai di Tomoe. 6. Taiji Yamanouchi Murid Tomoe yang pandai fisika dan berhitung. Tai-chan sangat suka melakukan banyak hal dengan gelas-gelas kimia di kelas dan memberi tahu teman-temannya banyak hal baru. Tai-chan adalah cinta pertama Totto-chan. 7. Kunio Oe Oe adalah anak laki-laki yang menarik kepang Totto-chan. Dia merupakan
anak
dari
keluarga
tradisional
Jepang
yang
menganggap anak laki-laki adalah yang paling penting di keluarga. Karena itu, Oe sangat heran ketika dia diminta untuk minta maaf pada Totto-chan, dan dinasehati agar selalu menjaga anak perempuan oleh Kepala Sekolah.
66
8. Kazuo Amadera Amadera sangat menyukai binatang-binatang. Karena itu, dia bercita-cita menjadi dokter hewan jika sudah dewasa kelak. 9. Aiko Saisho Aiko memiliki keluarga yang sangat terpandang. Adik kakeknya adalah Laksamana Togo yang termasyhur dalam perang RusiaJepang, dan salah satu kerabatnya yang lain, Atsuko Saisho, adalah penyair yang sangat terkenal di istana Kaisar Meiji. Tapi Aiko tidak pernah menyebut-nyebut mereka dalam setiap percakapannya dengan anak-anak yang lain. 10. Keiko Aoki Keiko adalah anak yang menurut Totto-chan memiliki ayam yang bisa terbang. 11. Yoichi Migita Migita adalah teman sekelas Totto-chan yang selalu berjanji akan membawakan teman-temannya kue pemakaman karena rasanya yang menurutnya sangat enak. 12. Ryo-chan, penjaga sekolah Ryo-chan adalah penjaga sekolah yang sangat disayangi semua murid Tomoe. Ryo-chan dipanggil ke medan perang, tapi kemudian kembali dengan selamat.
67
13. Mr. Maruyama, Wakil Kepala Sekolah Tomoe Mr. Maruyama, seperti namanya maruyama yang berarti bukit bulat, memiliki kepala bulat sempurna tanpa sehelai rambut pun di puncak kepalanya. Hanya ada sedikit rambut putih di bagian belakang kepalanya, sejajar dengan telinga. Kacamatanya bundar. Pipinya merah terang. Mr. Maruyama memiliki selera puisi yang berbeda dengan Kepala Sekolah. Dia menyukai puisi Cina klasik, dan suka mengutip puisi-puisi itu dengan suara yang dalam dan tenang.
2. Penggambaran Latar Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar meliputi
penggambaran
letak
geografis
(termasuk
topografi,
pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Dengan demikian, pembaca merasa dipermudah untuk “mengoperasikan” daya imajinasinya, di samping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah merasa
68
menemukan dalam cerita itu sesuatu yang sebenarnya menjadi bagian dirinya.34 Buku Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela mempunyai latar tempat di kota kecil di Prefektur Tokyo pada zaman pra perang dunia kedua. Penggambaran tempat yang paling sering muncul adalah SD Tomoe, tempat Totto-chan belajar. Selain itu, ada juga penggambaran rumah tempat Totto-chan dan keluarganya tinggal serta Kuil Kuhonbutsu, tempat beberapa kegiatan murid-murid Tomoe dilakukan. Lingkungan sekitar tempat tinggal Totto-chan merupakan kota kecil, akan tetapi masih banyak memiliki wilayah persawahan. Hal itu tercermin di daerah antara rumah dan sekolahnya yang berjarak satu stasiun. Antara stasiun Jiyugaoka, tempat Totto-chan turun, dan Tomoe Gakuen, banyak terdapat sawah yang luas. Sedangkan untuk penggambaran waktu, buku Totto-chan :Gadis Kecil di Jendela menggambarkan waktu selama Totto-chan belajar di SD Tomoe, yaitu selama kurang lebih 4 tahun dengan rentang waktu antara tahun 1941 – 1945. Penceritaan lingkungan sosial dalam cerita bervariasi. Tokoh utama, yaitu Totto-chan berasal dari keluarga menengah. Ayahnya merupakan pemain biola yang bergabung dengan orkestra terkenal, sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga biasa. Murid-murid Tomoe sendiri berasal dari lingkungan sosial yang berbeda-beda. Ada yang
34
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1995, hal. 217
69
berasal dari keluarga terkenal, ada pula yang berasal dari keluarga petani biasa yang memiliki banyak anak.
3. Sudut Pandang/Pusat Pengisahan/Point of View Bennison Gray membedakan pencerita menjadi pencerita orang pertama dan pencerita orang ketiga. 1. Pencerita orang pertama (akuan) atau first person Yang dimaksud sudut pandang orang pertama adalah cara bercerita di mana tokoh pencerita terlibat langsung mengalami peristiwa-peristiwa cerita. Ini disebut juga gaya penceritaan akuan.Gaya penceritaan akuan dibedakan menjadi dua, yaitu a.
Pencerita akuan sertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencerita menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.
b.
Pencerita akuan taksertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencerita tidak terlibat menjadi tokoh sentral dalam cerita tersebut.
2. Pencerita orang ketiga (diaan) atau third person Yang dimaksud sudut pandang orang ketiga adalah sudut pandang bercerita di mana tokoh pencerita tidak terlibat dalam peristiwaperistiwa cerita. Sudut pandang orang ketiga ini disebut juga gaya penceritaan diaan. Gaya pencerita diaan dibedakan menjadi dua, yaitu a.
Pencerita diaan serba tahu, yaitu pencerita diaan yang tahu segala sesuatu tentang semua tokoh dan peristiwa dalam
70
cerita. Tokoh ini bebas bercerita dan bahkan memberi komentar dan penilaian terhadap tokoh cerita. b.
Pencerita diaan terbatas, yaitu pencerita diaan yang membatasi diri dengan memaparkan atau melukiskan lakuan dramatik yang diamatinya. Jadi seolah-olah dia hanya melaporkan apa yang dilihatnya saja.
Sedangkan Jakob Sumardjo membagi point of view menjadi empat macam, yaitu a. Sudut penglihatan yang berkuasa (omniscient point of view). Pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia tahu segalanya. b. Sudut penglihatan obyektif (objective point of view). Pengarang serba tahu tetapi tidak memberi komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi pandangan mata, apa yang seolah dilihat oleh pengarang. c. Point of view orang pertama. Pengarang sebagai pelaku cerita. d. Point of view peninjau. Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian kita ikuti bersama tokoh ini.
Menurut Harry Shaw, sudut pandang dalam kesusastraan mencakup a. Sudut pandang fisik. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam mendekati materi cerita.
71
b. Sudut pandang mental. Yaitu sudut pandang yang berhubungan dengan perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah atau peristiwa yang diceritakannya. c. Sudut pandang pribadi. Adalah sudut pandang yang menyangkut hubungan atau keterlibatan pribadi pengarang dalam pokok masalah yang diceritakan. Sudut pandang pribadi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pengarang menggunakan sudut pandang tokoh sentral, pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan pengarang menggunakan sudut pandang impersonal (di luar cerita).
Menurut Cleanth Brooks, fokus pengisahan berbeda dengan sudut pandang. Fokus pengisahan merupakan istilah untuk pencerita, sedangkan sudut pandang merupakan istilah untuk pengarang. Tokoh yang menjadi fokus pengisahan merupakan tokoh utama cerita tersebut. Fokus pengisahan ada empat, yaitu a. Tokoh utama menyampaikan kisah dirinya. b. Tokoh bawahan menyampaikan kisah tokoh utama. c. Pengarang pengamat menyampaikan kisah dengan sorotan terutama kepada tokoh utama. d. Pengarang serba tahu.
Karena buku “Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela” merupakan kisah pengarang di waktu kecil, buku ini menggunakan sudut pandang orang
72
pertama dan ketiga sekaligus, yaitu Totto-chan. Di mana si pengarang menggunakan nama kecilnya, yaitu Totto-chan, sebagai alter ego dari tokoh utama, yang tidak lain adalah pengarang sendiri di waktu kecil. Pengarang mengambil sudut pandang pencerita diaan serba tahu, yaitu pencerita diaan yang tahu segala sesuatu tentang semua tokoh dan peristiwa dalam cerita. Tokoh ini bebas bercerita dan bahkan memberi komentar dan penilaian terhadap tokoh cerita. Pengarang menceritakan runtutan peristiwa yang dialami Totto-chan dengan gaya Point of view peninjau di mana pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian kita ikuti bersama tokoh ini.
4. Alur Cerita/Plot Alur adalah urutaan atau rangkaian peristiwa dalam cerita rekaan. Urutan peristiwa dapat tersusun berdasarkan tiga hal, yaitu a. Berdasarkan urutan waktu terjadinya. Alur dengan susunan peristiwa berdasarkan kronologis kejadian disebut alur linear b. Berdasarkan hubungan kausalnya/sebab akibat. Alur berdasarkan hubungan sebab-akibat disebut alur kausal. c. Berdasarkan tema cerita. Alur berdasarkan tema cerita disebut alur tematik.
Struktur Alur Setiap karya sastra tentu saja mempunyai kekhususan rangkaian ceritanya. Namun demikian, ada beberapa unsur yang ditemukan pada hampir semua
73
cerita. Unsur-unsur tersebut merupakan pola umum alur cerita. Pola umum alur cerita adalah : a. Bagian awal 1. paparan (exposition) 2. rangsangan (inciting moment) 3. gawatan (rising action) b. Bagian tengah 4. tikaian (conflict) 5. rumitan (complication) 6. klimaks c. Bagian akhir 7. leraian (falling action) 8. selesaian (denouement)
Bagian Awal Alur Jika cerita diawali dengan peristiwa pertama dalam urutan waktu terjadinya, dikatakan bahwa cerita itu disusun ab ovo. Sedangkan jika yang mengawali cerita bukan peristiwa pertama dalam urutan waktu kejadian dikatakan bahwa cerita itu dudun in medias res. Penyampaian informasi pada pembaca disebut paparan atau eksposisi. Jika urutan konologis kejadian yang disajikan dalam karya sastra disela dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya, maka dalam cerita tersebut terdapat alih balik/sorot balik/flash back.
74
Sorot balik biasanya digunakan untuk menambah tegangan/gawatan, yaitu ketidakpastian yang berkepanjangan dan menjadi-jadi. Dalam membuat tegangan, penulis sering menciptakan regangan, yaitu proses menambah ketegangan emosional, sering pula menciptakan susutan, yaitu proses pengurangan ketegangan. Sarana lain yang dapat digunakan untuk menciptakan
tegangan
adalah
padahan
(foreshadowing),
yaitu
penggambaran peristiwa yang akan terjadi.
Bagian Tengah Alur Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan yang bertentangan. Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita disebut rumitan. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari klimaks. Klimaks adalah puncak konflik antartokoh cerita.
Bagian Akhir Alur Bagian sesudah klimaks adalah leraian, yaitu peristiwa yang menunjukkan perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita. Dalam membangun peristiwa-peristiwa cerita, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor penting tersebut adalah :
75
a. faktor kebolehjadian (possibility). Yaitu peristiwa-peristiwa cerita sebaiknya meyakinkan, tidak selalu realistik tetapi masuk akal. Penyelesaian masalah pada akhir cerita sesungguhnya sudah terkandung atau terbayang di dalam awal cerita dan terbayang pada saat titik klimaks. b. Faktor kejutan. Yaitu peristiwa-peristiwa sebaiknya tidak dapat secara langsung ditebak/dikenali oleh pembaca. c. Faktor kebetulan. Yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi. Kombinasi atau variasi ketiga faktor tersebutlah yang menyebabkan peristiwa-peristiwa cerita menjadi dinamis. Selain itu ada hal yang harus dihindari dalam alur, yaitu lanturan atau digresi. Lanturan atau digresi adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.
Macam Alur Pada umumnya orang membedakan alur menjadi dua, yaitu alur maju dan alur mundur. Yang dimaksud alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian. Sedangkan yang dimaksud alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian.
76
Pembagian seperti itu sebenarnya hanyalah salah satu pembagian jenis alur yaitu pembagian alur berdasarkan urutan waktu. Secara lebih lengkap dapat dikatakan bahwa ada tiga macam alur, yaitu a. alur berdasarkan urutan waktu b. alur berdasarkan urutan sebab-akibat c. alur berdasarkan tema. Dalam cerita yang beralur tema setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih dapat dipahami.
Berdasarkan urutan waktu, buku “Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela” menggunakan alur progresif atau maju. Peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa-peristiwa kemudian. Buku ini bercerita tentang masa-masa sekolah Totto-chan di Tomoe Gakuen. Kebanyakan cerita berkisar pada kegiatan-kegiatan yang dilakukannya selama bersekolah, dan ditambah dengan beberapa kegiatan yang dilakukannya bersama keluarganya. Susunan buku yang mirip sekumpulan cerita pendek, ditulis secara kronologis, namun dapat dibaca terpisah, sangat memudahkan pembaca yang hanya memiliki sedikit waktu luang. Alur cerita yang menarik yang dibumbui tingkah laku lucu seorang anak, teknik penterjemahan yang bagus dan pembagian buku menjadi bagian-bagian cerita yang panjangnya kebanyakan kurang dari 4 halaman, membuat buku ini enak dibaca dan mudah dimengerti, termasuk bagi anak-anak.
77
5. Tema dan Amanat Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra. Ada beberapa macam tema, yaitu : a.
Ada tema didaktis, yaitu tema pertentangan antara kebaikan dan kejahatan
b.
Ada tema yang dinyatakan secara eksplisit
c.
Ada tema yang dinyatakan secara simbolik
d.
Ada tema yang dinyatakan dalam dialog tokoh utamanya
Dalam menentukan tema cerita, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : a. minat pribadi b. selera pembaca c. keinginan penerbit atau penguasa
Kadang-kadang terjadi perbedaan antara gagasan yang dipikirkan oleh pengarang dengan gagasan yang dipahami oleh pembaca melalui karya sastra. Gagasan sentral yang terdapat atau ditemukan dalam karya sastra disebut makna muatan, sedangkan makna atau gagasan yang dimaksud oleh pengarang (pada waktu menyusun cerita tersebut) disebut makna niatan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan makna niatan kadang-kadang tidak sama dengan makna muatan, yaitu :
78
a. Pengarang kurang pandai menjabarkan tema yang dikehendakinya di dalam karyanya. b. Beberapa pembaca berbeda pendapat tentang gagasan dasar suatu karya. Yang diutamakan dalam sebuah karya sastra adalah bahwa penafsiran itu dapat dipertanggungjawabkan dengan adanya unsur-unsur di dalamnya yang menunjang tafsiran tersebut. Dalam suatu karya sastra ada tema sentral dan ada pula tema sampingan. Yang dimaksud tema sentral adalah tema yang menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Yang dimaksud tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi tema sentral. Ada tema yang terus berulang dan dikaitkan dengan tokoh, latar, serta unsur-unsur lain dalam cerita. Tema semacam itu disebut leitmotif. Leitmotif ini mengantar pembaca pada suatu amanat. Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita. Buku “Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela” sendiri mengedepankan tema pendidikan humanis, di mana pendidikan tersebut menempatkan murid sebagai pusat pengajaran (student centered learning) secara manusiawi
79
dan unik. Artinya, acuan yang digunakan untuk menjalankan pengajaran di sekolah tidak terletak pada selesai atau tidak selesainya materi sesuai kurikulum, atau bagaimana guru harus terus-menerus dipatuhi, melainkan mengacu pada pemenuhan kebutuhan masing-masing siswa akan pengetahuan. Metode pengajaran humanistik memandang murid bukan sebagai obyek dari suatu sistem pengajaran, melainkan subyek yang dilayani
oleh
suatu
sistem
pengajaran.
Titik
beratnya
adalah
perkembangan emosional siswa. Dengan begitu, sang siswa tidak hanya akan mandiri dan dewasa secara teknis dan praktis, akan tetapi juga dapat dewasa secara emosional. Sekolah adalah sebuah tempat yang mengasyikkan untuk membina potensi diri dan belajar menikmati interaksi dengan orang lain. Itulah yang dicitacitakan oleh Kepala Sekolah Tomoe, Sosaku Kobayashi.
80
D. SINOPSIS Totto-chan adalah seorang gadis cilik yang sedang memulai masa-masa sekolah dasarnya. Oleh mamanya, ia dimasukkan ke sebuah sekolah dasar yang pada akhirnya mengeluarkan Totto-chan saat ia masih menjalani tahun pertamanya karena ibu gurunya menganggap Totto-chan adalah anak yang nakal. Suka membuka-tutup mejanya berkali-kali, berdiri di depan jendela kelas dan memanggil pemusik jalanan, dan menggambari meja adalah beberapa contoh kelakuannya yang membuat ibu gurunya kehilangan kesabaran. Mama Totto-chan yang bijaksana mengajak Totto-chan pindah ke sekolah lain tanpa mengatakan bahwa ia dikeluarkan dari sekolahnya yang lama. Sekolah baru tersebut bernama Tomoe Gakuen. Sekolah ini memiliki banyak keunikan. Salah satunya adalah ruang kelasnya yang tidak lain adalah gerbong-gerbong kereta api yang sudah tidak lagi terpakai. Di sekolah inilah Totto-chan mendapatkan pengalaman-pengalaman luar biasa dan bertemu dengan orangorang yang tidak akan dilupakan seumur hidupnya. Kepala sekolah, Sosaku Kobayashi, adalah seorang pendidik yang baik dan bijaksana. Ia menerapkan sistem pendidikan di sekolahnya, Tomoe Gakuen, berbeda dari sekolah-sekolah konvensional di Jepang lainnya. Ia memang telah belajar bertahun-tahun, salah satunya di Eropa, sebelum kemudian ia mendirikan Tomoe Gakuen. Ia mendidik murid-muridnya dengan "menyerahkan"nya pada alam dan membiarkan mereka tumbuh sesuai kepribadian dan talentanya masingmasing. Ia selalu berusaha memahami murid-muridnya dan membuat mereka
81
senang. Inilah yang membuat Totto-chan dan teman-temannya begitu dekat dengan Mr. Kobayashi sampai-sampai menganggapnya sebagai teman. Di sekolah ini Totto-chan berjumpa dengan teman-teman yang baik antara lain Yasuaki-chan yang terkena polio sejak kecil, Sakko-chan, Miyo-chan yang adalah putri ketiga Kepala Sekolah, Aiko Saisho yang keluarganya adalah salah satu keluarga terkenal di Jepang, si ahli fisika Tai-chan yang juga menjadi cinta pertama Totto-chan, Oe yang menarik kepang Totto-chan, Takahashi yang memiliki kelainan fisik, dan lain-lain. Walaupun beberapa di antara mereka memiliki kekurangan fisik, mereka mampu saling menghargai dan saling mendukung. Totto-chan menjalani masa-masa sekolah bersama teman-temannya dengan perasaan senang. Setiap hari ia mendapatkan pengalaman-pengalaman yang berkesan. Contohnya seperti pengalaman berkemah di aula sekolah, berenang di kolam renang sekolah, dan ketika mengajak sahabatnya yang menderita polio, Yasuaki-chan, memanjat pohon. Suatu saat kegembiraan ini mulai terkikis perlahan, mulai dari meninggalnya Yasuaki-chan, kesulitan Papa dalam mencari nafkah ketika perang mulai berkecamuk, hilangnya Rocky, anjing kesayangan Totto-chan, hingga pada akhirnya terbakarnya sekolah Tomoe Gakuen pada tahun 1945 akibat serangan dari pesawat-pesawat Amerika. Akan tetapi, masa-masa sekolah dasar ini takkan pernah dilupakan oleh Totto-chan seumur hidupnya. Kelak, ketika sudah dewasa, Totto-chan yang memiliki nama lengkap Tetsuko Kuroyanagi menulis buku yang dinyatakan sebagai kumpulan
82
pengalaman pribadinya selama bersekolah di Tomoe. Buku itu ditulis sebagai pengganti janji yang pernah diucapkannya kepada Kepala Sekolah untuk menjadi guru di Tomoe. Sebuah janji yang tidak tercapai karena Tomoe musnah terbakar sewaktu terjadi serangan bom di Tokyo tahun 1945, pada saat Perang Dunia Kedua berkecamuk. Dia berharap buku ini akan menyebarkan ide-ide Kobayashi, Sang Kepala Sekolah, tentang metode pendidikan yang mendasarkan diri pada menemukan watak baik seorang anak dan mengembangkannya sehingga tumbuh menjadi seorang dewasa dengan kepribadian yang khas.
83
BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Novel merupakan sebuah struktur organisme yang kompleks, unik, dan mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung. Hal inilah, antara lain, yang menyebabkan sulitnya kita, pembaca, untuk menafsirkannya. Untuk itu, diperlukan suatu upaya untuk dapat menjelaskannya, dan biasanya, hal itu disertai bukti-bukti hasil kerja analisis. Dengan demikian, tujuan utama kerja analisis kesastraan, fiksi, puisi, ataupun yang lain, adalah untuk memahami secara lebih baik karya sastra yang bersangkutan, di samping untuk membantu menjelaskan pembaca yang kurang dapat memahami karya itu. Manfaat yang akan terasa dari kerja analisis itu adalah jika kita membaca ulang karya-karya kesastraan yang dianalisis itu, baik karya-karya itu dianalisis sendiri maupun oleh orang lain. Namun tentu saja, analisis itu haruslah merupakan analisis yang baik, teliti, kritis, dan sesuai dengan hakikat karya sastra.35 Untuk memudahkan proses analisis, disajikan data berupa kalimat-kalimat yang telah dipilih sesuai dengan kategori yang ditentukan berkenaan dengan sistem pendidikan kontemporer Sekolah Tomoe dalam buku “Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela”. Kalimat-kalimat tersebut kemudian dimaknai melalui metode yang telah dipilih, yaitu metode semiotika. Pemaknaan kalimat-kalimat yang telah dipilih tersebut merupakan dasar intepretasi dari sistem pendidikan yang diterapkan oleh Sosaku Kobayashi di Sekolah Tomoe. 35
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fisik. Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1995, hal. 31 - 32
84
1) Objek-Objek Novel Yang Di Analisa Objek-objek novel yang akan dianalisa berupa kalimat-kalimat yang telah dipilih sesuai dengan kategori yang ditentukan berkenaan dengan sistem pendidikan humanistik yang diterapkan di Tomoe Gakuen. Pada pembahasan ini, interpretasi dilakukan menurut urutan halaman novel tersebut. Cara ini ditempuh agar analisa lebih efisien dan lebih jelas, sehingga makna yang tercermin dalam kalimat-kalimat yang telah dipilih bisa dipahami dengan lebih mudah.
2) Analisa Data Pada tahap analisa data ini, penulis menggunakan metode signifikasi dua tahap Roland Barthes. Semiotik yang dikembangkan Barthes disebut dengan semiotika konotatif. Terapannya pada karya sastra tidak sekadar membatasi diri pada analisis secara semiosis, tetapi juga menerapkan pendekatan konotatif pada berbagai gejala kemasyarakatan. Di dalam karya sastra ia mencari arti ’kedua’ yang tersembunyi dari gejala struktur tertentu. Barthes mengembangkan teori tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Analisa data-data tersebut adalah sebagai berikut : No. 1.
Penyajian Data
Makna Denotasi
Makna Konotasi
Yang paling aneh dari
Tomoe Gakuen
Murid diberi kebebasan
sekolah ini adalah
memiliki peraturan
untuk mengembangkan
pelajarannya. (hal 37)
yang berbeda dari
bakatnya masing-masing.
sekolah-sekolah lain
Murid tidak dikekang
85
dalam menentukan
untuk melakukan hal yang
mata pelajaran yang
ditentukan, mekainkan
akan diikuti murid-
diberi kebebasan
muridnya.
sepenuhnya untuk memilih yang menarik hatinya. Dengan pemberian kebebasan ini, murid akan lebih bisa mengembangkan bakat dan minatnya pada hal tertentu tanpa merasa terkekang.
2.
Sekarang tiba waktunya
Murid-murid Tomoe
Pengaturan gizi akan lebih
untuk “sesuatu dari laut
diwajibkan
baik jika dimulai sejak
dan sesuatu dari
membawa dua jenis
anak-anak. Daripada
pegunungan”, jam makan
makanan sebagai
makan sesuatu yang
siang yang sudah dinanti-
menu makan siang
banyak dan mahal, tapi
nantikan Totto-chan
mereka, yaitu
tidak bergizi, akan lebih
dengan tidak sabar. (hal
makanan yang
baik bila anak dibiasakan
41)
bahannya berasal
makan makanan yang
dari laut dan
sederhana namun lengkap
pegunungan.
gizinya, agar perkembangan mereka bagus, dan mereka dapat menerima pelajaran dengan baik di sekolah.
3.
Biasanya orang mulai
Setiap makan siang,
Anak-anak perlu
makan dengan berkata,
murid-murid Tomoe
dibiasakan untuk makan
“Itadakimasu” (selamat
selalu melakukan
bersama dengan hati riang.
makan), tapi di Tomoe
ritual yang sama,
Apabila mereka makan
86
Gakuen lain. (hal. 46)
yaitu menyanyi
bersama dengan hati yang
bersama-sama.
riang, mereka tidak akan
Mereka
mempermasalahkan apa
menyanyikan lagu
yang mereka makan,
riang. Baru setelah
apakah makanan itu mahal
lagu tersebut
atau tidak. Apakah
dinyanyikan, mereka
makanan itu banyak atau
mengucapkan
tidak. Yang paling penting
“Itadakimasu”
adalah mereka mengerti
kemudian menikmati tentang makanan yang
4.
bekal makan siang
sehat dan bernilai gizi
yang telah disiapkan
tinggi yang mereka
oleh orang tua
butuhkan untuk tumbuh
masing-masing.
dan berkembang.
Seperti yang akan
Apabila di pagi dan
Setiap hal yang baik akan
diketahuinya kemudian,
siang harinya murid-
mendapatkan balasan yang
jika di pagi hari murid-
murid telah giat
baik pula. Berlaku juga
murid bekerja keras dan
mengikuti pelajaran
sebaliknya, hal yang buruk
menyelesaikan semua tugas
dan belajar dengan
akan mendapatkan balasan
dalam daftar yang ditulis
tekun, maka mereka
yang buruk pula. Karena
guru di papan tulis,
boleh memilih apa
para murid telah
biasanya mereka diijinkan
yang ingin
melakukan tugas mereka
berjalan-jalan setelah
dilakukan. Biasanya
dengan baik, mereka
makan siang. (hal. 48)
mereka akan
berhak mendapatkan
memilih untuk
hadiah yang
berjalan-jalan di
menyenangkan hati
sekitar Tomoe.
mereka. Mereka bebas meminta hadiah apa pun yang mereka inginkan.
5.
Setelah berjalan kira-kira
Sambil berjalan-
87
Belajar tidak harus di
sepuluh menit, Guru
jalan di sekitar
dalam kelas. Belajar dapat
berhenti. Dia menunjuk
sekolah, murid-
dilakukan di mana saja
beberapa kuntum bunga
murid tanpa sadar
dan kapan saja, tanpa
berwarna kuning dan
belajar tentang
terpengaruh ruang dan
berkata, “Lihat bunga
pendidikan biologi.
waktu. Murid akan lebih
sesawi itu. Kalian tahu
Guru mengarahkan
bisa memahami pelajaran
mengapa bunga-bunga
murid pada hal yang
yang diberikan apabila
mekar?”
banyak terjadi secara
disertai dengan praktik
(hal. 49)
alami sebagai contoh
secara langsung.
yang mudah dimengerti. 6.
Kepala Sekolah mendekat
Kepala Sekolah
Setiap orang harus
dan berkata ramah, “Kau
sama sekali tidak
bertanggung jawab atas
akan mengembalikan
memarahi Totto-
segala sesuatu yang dia
semuanya kalau sudah
chan ketika ia
lakukan, baik maupun
selesai, kan?” Kemudian
mengeluarkan isi bak buruk. Meskipun dia
pria itu pergi lagi, seperti
penampung kotoran.
masih kecil, apabila dia
sebelumnya.
Beliau hanya
melakukan kesalahan dia
“Ya,” jawab Totto-chan
berpesan untuk
harus tetap
riang, sambil terus bekerja.
memasukkan
mempertanggungjawabkan
(hal. 58)
kembali semuanya
perbuatannya tersebut.
setelah Totto-chan selesai. Dan Tottochan menyanggupi permintaannya tersebut. 7.
Kemudian, seakan bisa
Semua murid Tomoe
Kepala Sekolah ingin
membaca pikirannya,
selalu berenang
memastikan anak-anak
Kepala Sekolah berkata,
tanpa busana. Hal
mengerti bahwa semua
“Jangan pikirkan baju
tersebut merupakan
manusia itu diciptakan
88
renang. Pergi dan lihatlah
ide dari Kepala
sama, tidak peduli
di Aula.” (hal. 71)
Sekolah agar anak-
bagaimanapun bentuk
anak tidak merasa
fisiknya. Manusia
canggung satu sama
merupakan makhluk yang
lain. Terutama anak-
diciptakan oleh Tuhan,
anak seperti
sama seperti hewan dan
Yasuaki-chan dan
tumbuhan.
Takahashi yang memiliki kekurangan secara fisik. 8.
“Kita akan berkemah
Semua murid Tomoe
Kepala Sekolah
besok. Datanglah ke
berkemah di sekolah
mengadakan acara
sekolah besok sore dengan
untuk menyambut
berkemah dengan tujuan
membawa selimut dan
musim panas.
untuk memberikan
piama,” begitu tertulis
pengalaman baru kepada
dalam pesan dari Kepala
anak-anak, yaitu
Sekolah yang dibawa
pengalaman tidur di luar
pulang Totto-chan dan
rumah. Dengan tidur di
ditunjukkan kepada Mama.
sekolah, anak-anak akan
(hal. 76)
menjadi terbiasa apabila kelak mereka perlu berada jauh dari orang tua. Hal tersebut merupakan pengalaman baru yang diberikan pada para murid untuk kepentingan masa depan mereka kelak.
9.
Pada malam mereka
Anak-anak Tomoe
Anak-anak diajarkan
berkemah di Aula, Kepala
mengisi liburan
untuk mengisi liburan
Sekolah mengumumkan,
musim panas dengan
musim panas dengan
89
“Kita akan mengadakan
mengadakan Tes
kegiatan yang positif
Tes Keberanian di Kuil
Keberanian.
sebanyak mungkin, tanpa
Kuhonbutsu, malam hari.
menghilangkan
Siapa yang mau jadi hantu,
kegembiraan mereka.
tunjuk tangan!” (hal. 85)
Selain itu, secara tidak langsung mereka diajarkan untuk melatih keberanian dengan keluar dari rumah pada malam hari.
10.
11.
Acara piknik akan dinamai
Seperti semua
Kepala Sekolah dengan
“Sekolah di Pantai”, di
kegiatan yang
sengaja mengganti acara
suatu tempat bernama Toi,
dilakukan di Tomoe,
piknik yang biasa dengan
di Semenanjung Izu,
acara pikniknya pun
pergi ke pemandian air
Shizuoka. (hal. 94)
tergolong unik.
panas. Acara piknik itu
Mereka tidak pergi
dilakukan untuk belajar
berpiknik ke kebun
tentang kehidupan di
binatang atau
pantai, juga untuk
museum, akan tetapi
pembelajaran kesehatan
piknik ke pemandian
dan menambah
air panas.
pengalaman.
“Dengar baik-baik,” kata
Di atas kereta dalam
Kepala Sekolah ingin
Kepala Sekolah ketika
perjalanan menuju
mengajarkan pada para
semua sudah berkumpul.
Izu, semua murid
muridnya bahwa di
“Kita akan naik kereta, lalu tetap menjaga
manapun kita berada, kita
naik kapal. Aku tak ingin
kesopanan mereka
harus selalu menjaga
sampai ada yang tersesat.
meskipun tidak ada
kesopanan, baik untuk diri
Mengerti? Baik, kita
yang memberitahu
kita sendiri maupun untuk
berangkat sekarang!”
mereka sebelumnya.
orang lain.
Selama murid-murid
Secara tidak langsung,
(hal. 95) 12.
Tidak seperti berkemah di
90
dalam Aula atau mengikuti
kelas satu Tomoe
murid-murid Tomoe
Tes Keberanian, tiga hari
berpiknik di Izu,
belajar untuk
di Pemandian Air Panas
mereka tidak hanya
bermasyarakat. Mereka
Toi memberi mereka
belajar tentang
belajar banyak hal-hal
pengalaman hidup yang
kesehatan dan
baru yang pasti berguna
benar-benar nyata. (hal.97-
kehidupan di pantai.
untuk kehidupan
98)
Mereka juga belajar
bermasyarakat mereka
tentang tolong
kelak.
menolong sesama manusia dan berkomunikasi dengan penduduk sekitar. 13.
Selain cara pengajaran
Hampir semua mata
Belajar dengan musik
yang berbeda dengan
pelajaran di Tomoe
akan lebih menyenangkan.
sekolah-sekolah biasa,
diiringi dengan
Karena dengan musik,
sebagian besar jam
musik. Kepala
pikiran akan lebih santai
pelajaran di Tomoe diisi
Sekolah
dan tidak tegang. Dengan
dengan pelajaran musik.
mengadaptasi
musik, suasana belajar
(hal. 100)
pendidikan irama
juga akan terasa lebih
khusus yang
santai dan menyenangkan
bernama euritmik.
sehingga murid akan dapat lebih mudah menerima pelajaran yang diajarkan para guru.
14.
Pada hari pertama datang
Kepala Sekolah
Keseimbangan dalam
ke Tomoe Gakuen, Totto-
menggunakan nama
segala hal diperlukan
chan melihat nama sekolah
Tomoe yang
untuk mencapai hasil yang
itu dan bertanya pada
memiliki makna
maksimal.
Mama, “Apa artinya
khusus, yang
91
Tomoe?” (hal. 104-105)
menggambarkan keinginan Kepala Sekolah untuk murid-muridnya, yaitu keseimbangan antara tubuh dan pikiran untuk menyerap segala ilmu yang diberikan.
15.
Kepala Sekolah selalu
Agar dapat belajar
Murid-murid Tomoe
meminta para orangtua
dan bermain dengan
dibebaskan untuk tidak
agar menyuruh anak-anak
bebas, Kepala
takut mencoba hal-hal
mereka mengenakan
Sekolah tidak
yang baru dan unik.
pakaian paling usang untuk
membolehkan
Mereka tidak harus tampil
bersekolah di Tomoe. (hal.
murid-muridnya
rapi dan necis apabila
111)
untuk memakai
pergi ke sekolah seperti
pakaian bagus dan
murid-murid sekolah lain.
rapi ke sekolah.
Dengan begitu, mereka akan merasa bebas untuk mengekspresikan diri mereka sendiri.
16.
Pada suatu siang hari
Semua murid Tomoe
Kepala Sekolah melatih
Kepala Sekolah berkata,
diajarkan untuk
anak-anak untuk tidak
“Kurasa kita semua harus
berbicara di depan
canggung berhadapan
belajar berbicara lebih
Kepala Sekolah dan
dengan orang, baik orang
baik. Bagaimana menurut
teman-teman mereka
dewasa maupun orang
kalian?” (hal. 121-122)
sesama murid
yang seumur. Mereka
“Kalian tak perlu merasa
Tomoe setelah
dilatih untuk berani tampil
harus jadi pembicara yang
makan siang.
di depan umum untuk
baik,” katanya. (hal. 122)
bekal mereka saat terjun
92
ke masyarakat. 17.
Hari olahraga di Tomoe
Kepala Sekolah
Kepala Sekolah
diadakan setiap tahun pada
sangat serius dalam
menginginkan murid-
tanggal 3 November. (hal.
memikirkan cara
muridnya untuk
131)
agar Hari Olahraga
menikmati hasil jerih
berjalan dengan
payah mereka dalam
lancar tanpa
mempersiapkan Hari
halangan yang
Olahraga yang sangat
berarti.
dinanti-nanti. Karena itu, dia menggunakan ilmu alam untuk menentukan hari terbaik untuk menyelenggarakannya.
18.
Seperti semua hal lain yang
Lomba-lomba yang
Semua barang pasti
dilakukan secara berbeda
diadakan pada Hari
memiliki kegunaan
di Tomoe, begitu pula Hari
Olahraga di Tomoe
tertentu. Tergantung dari
Olahraga mereka yang
berbeda dari
cara manusia
unik. (hal. 131)
sekolah-sekolah lain.
menggunakannya, barang
Kepala Sekolah
bekas pun bisa digunakan
memaksimalkan
untuk berbagai macam
kegunaan barang
kegunaan.
yang sekilas tidak berguna, dan berhasil menciptakan berbagai jenis lomba yang menarik dan unik, khas Tomoe. 19.
Hadiah-hadiah untuk para
Hadiah-hadiah untuk
Hadiah tidak harus berupa
juara juga khas hasil
semua cabang
barang yang mahal.
pemikiran Kepala Sekolah.
olahraga yang diikuti Barang yang sederhana
93
(hal. 136)
para murid
pun bisa dijadikan hadiah
merupakan ide
yang berguna.
Kepala Sekolah sendiri.
20.
Kepala Sekolah pasti
Kepala Sekolah
Sejak dini anak sudah
mendengar keluhan mereka
menganjurkan
diajarkan untuk
karena dia menemui anak-
murid-murid yang
mengetahui betapa
anak sambil membawa
mendapatkan hadiah
sulitnya menafkahi
wortel, lobak, dan
tersebut untuk
keluarga sekaligus
bermacam-macam sayuran
membawanya pulang mengajari mereka untuk
lainnya. (hal. 137)
ke rumah dengan
berlatih menafkahi
bangga, karena
keluarga dengan hasil jerih
hadiah-hadiah itu
payah pertama mereka.
merupakan hasil jerih payah mereka sendiri. 21.
Tak diragukan lagi,
Lomba-lomba unik
Kepala Sekolah memupuk
khususnya, dia pasti
yang diciptakan
rasa percaya diri murid-
membayangkan Takahashi
Kepala Sekolah
murid yang memiliki
– yang meja makannya
diatur sedemikian
kekurangan agar mereka
akan penuh dengan aneka
rupa agar semua
tidak minder dengan
masakan sayuran Hadiah
murid Tomoe,
teman-temannya yang
Juara Pertama. (hal. 137)
termasuk yang
normal.
memiliki kekurangan fisik, dapat melakukannya dengan mudah.
94
22.
23.
Walaupun sistem
Hal-hal yang
Sistem pembelajaran di
pendidikan yang diterapkan diterapkan Kepala
Tomoe fleksibel dan tidak
Mr. Kobayashi sungguh
Sekolah di Tomoe
kolot karena banyak
unik, sebenarnya dia
sebenarnya
dipengaruhi oleh sistem
banyak dipengaruhi
merupakan hal yang
pembelajaran Negara-
gagasan-gagasan dari
sudah biasa di Eropa
negara Eropa yang
Eropa dan Negara-negara
dan Negara-negara
merupakan Negara-negara
lain. (hal. 149)
lain.
liberal dan maju.
Pada pagi hari tanggal 14
Ketika hari
Selain untuk mengingat
Desember, setelah semua
peringatan kematian
jasa para ronin, acara
murid berkumpul di Aula,
Empat Puluh Tujuh
ziarah ke makam tersebut
Mr. Maruyama
Ronin tiba, murid-
juga merupakan
menyampaikan
murid Tomoe
pembelajaran tentang
pengumuman yang
mengganti acara
sejarah Jepang. Sangat
bunyinya begini :
jalan-jalan mereka
penting untuk
“Tepat pada hari ini,
yang biasa dengan
mengajarkan tentang kisah
hampir dua setengah abad
pergi berziarah ke
para pahlawan yang telah
yang lalu, Empat Puluh
kuil di mana ke
banyak berjasa, agar para
Tujuh Ronin melaksanakan
empat puluh tujuh
murid bisa menghargai
balas dendam mereka yang
ronin tersebut
dan berterima kasih pada
termasyhur. Jadi hari ini
dimakamkan.
para pahlawan tersebut
kita akan mengunjungi Kuil
karena telah memberikan
Sengakuji dan berziarah ke
seluruh jiwa raga mereka
makam mereka. Orangtua
demi Jepang.
kalian sudah diberitahu.” (hal. 149-150) 24.
Mr. Kobayashi duduk lalu
Ketika rambut
Seorang perempuan akan
menyuruh Totto-chan
berkepang Totto-
terlihat lebih menarik jika
duduk di depannya. Seperti
chan ditarik seorang
ia tersenyum. Kepala
biasa, tanpa memedulikan
murid lelaki, Kepala
Sekolah menghibur Totto-
95
giginya yang ompong, dia
Sekolah
chan agar tidak menangis
tersenyum.
menghiburnya
lagi sekaligus
“Jangan menangis,”
dengan memuji
membangkitkan rasa
katanya. “Rambutmu
rambut tersebut.
percaya dirinya sebagai
tampak manis.” (hal. 158)
seorang perempuan yang akan beranjak remaja dan secara pasti akan menjadi wanita dewasa.
25.
Selain itu, Kepala Sekolah
Kepala Sekolah
Lelaki dan perempuan
telah menasehati Oe bahwa
menasehati Oe
diciptakan sebagai
anak-anak perempuan
dengan nada biasa,
makhluk yang memiliki
harus dijaga. (hal. 159)
tapi menekankan
hak dan kewajiban yang
bahwa seorang lelaki
sama. Akan tetapi, seorang
harus melindungi
lelaki tetap harus menjadi
dan menjaga wanita.
pemimpin keluarga yang tugasnya melindungi anggota keluarganya tersebut.
26.
27.
“Pelajaran pertama hari
Ketika deretan
Kepala Sekolah berusaha
ini kita jadikan pelajaran
gerbong di sekolah
agar semua murid Tomoe
perpustakaan saja!” teriak
ditambah untuk
terbiasa membaca dari
anak-anak kegirangan.
digunakan sebagai
kecil. Dengan giat
“Itukah yang kalian
perpustakaan, semua
membaca, para murid bisa
inginkan?” kata Kepala
murid langsung
menambah pengetahuan
Sekolah, sambil tersenyum
memutuskan bahwa
sekaligus menghibur diri
gembira melihat anak-anak
mata pelajaran
dengan berbagai macam
sangat bersemangat.
pertama hari itu
bacaan.
“Baiklah, mengapa tidak?”
adalah mata
(hal. 164)
pelajaran membaca.
Di Tomoe, anak-anak
Murid Tomoe
96
Dengan diberi kebebasan
diizinkan mengerjakan
diberikan kebebasan
memilih, murid Tomoe
pelajaran menurut urutan
untuk memilih
akan lebih bisa
yang mereka sukai. Mereka
urutan pelajaran
mengembangkan bakat
dilatih untuk
yang diinginkan.
dan minatnya, karena
berkonsentrasi, tak peduli
Karena mereka
mereka akan melakukan
apa pun yang terjadi di
melakukan hal yang
apa yang mereka anggap
sekeliling mereka. (hal.
mereka pilih sendiri,
paling menarik dengan
165)
mereka
bersemangat. Dan apabila
melakukannya
dilatih dengan benar,
dengan hati yang
anak-anak pun akan bisa
gembira dan bisa
berkonsentrasi pada satu
berkonsentrasi penuh hal tanpa terganggu. pada hal tersebut. 28.
Totto-chan tak pernah lupa
Kepala Sekolah
Seseorang tidak boleh
bagaimana Kepala Sekolah
memarahi si guru di
mengomentari bentuk
memarahi wali kelasnya di
dapur agar guru lain
tubuh orang lain, terutama
dapur, bukan di ruang guru
dan murid-murid
orang-orang yang
atau di depan guru-guru
tidak melihatnya.
memiliki kekurangan. Dan
lain. (hal. 170)
seseorang yang berada di puncak pimpinan tidak boleh bertindak semenamena pada bawahannya.
29.
Di sekolah dasar biasa,
Agar murid Tomoe
Berguru tidak harus
guru yang akan
lebih memahami
kepada seorang guru.
mengajarkan sesuatu
ilmu pertanian,
Orang yang memiliki
kepada murid-murid harus
Kepala Sekolah
pengalaman dalam
punya ijazah guru. Tapi
meminta salah satu
berbagai hal pun bisa
Mr. Kobayashi tidak peduli
petani dari sekitar
menjadi guru yang baik.
pada hal-hal formal seperti
sekolah mengajari
Dan akan lebih baik
itu. Menurutnya, lebih baik
mereka secara
apabila kita memberikan
97
anak-anak belajar sesuatu
langsung. Si petani
contoh secara langsung
dengan langsung
merupakan seorang
kepada anak-anak. Dengan
mengerjakannya. (hal. 178)
petani biasa yang
cara itu, mereka akan bisa
tidak memiliki ijazah lebih memahami apa yang ilmu pertanian.
kita ajarkan karena mereka melihat dan melakukannya secara langsung.
30.
Guru itu menjelaskan
Meskipun si petani
Pengalaman merupakan
sambil memberikan contoh
tidak memiliki ijazah guru yang terbaik. Dengan
nyata.
resmi sebagai guru,
pengalaman, seseorang
Tangannya yang kasar dan
dia bisa menjelaskan
akan mampu menjadi yang
kekar merupakan bukti
segala hal yang
lebih baik dalam berbagai
bahwa apa yang
diketahuinya tentang
hal.
dikatakannya kepada anak-
dunia pertanian
anak dan semua
kepada para murid
pengetahuannya diperoleh
karena dia sudah
dari pengalaman. (hal.
memiliki
179)
pengalaman bertahun-tahun sebagai petani.
31.
Ia cepat-cepat berlari ke
Totto-chan yang
Segala sesuatu yang
Stasiun Jiyuugaoka sambil
masih kecil sedikit
dilakukan dengan penuh
tak putus-putusnya
mengalami kesulitan
konsentrasi akan
bergumam pada diri
dalam menghafalkan
memberikan hasil yang
sendiri, “Ngarai Petir
pesan, yang memang
baik. Meskipun masih
masak bersama, Ngarai
menggunakan kata-
kecil, Totto-chan pun
Petir masak bersama…”
kata yang cukup sulit mampu menghafal kalimat
(hal. 181)
untuk anak
sulit karena kerasnya dia
seumurnya.
berkonsentrasi. Selain itu, acara memasak bersama
98
yang diadakan di luar sekolah akan memberikan suasana baru pada murid, dan akan menambah pengalaman mereka untuk bekal masa depan kelak. 32.
Merasa lega setelah
Meskipun dengan
Tidak semua anak mampu
terbebas dari kalimat yang
tata urutan yang
mengkomunikasikan apa
sulit, Totto-chan
berantakan, Totto-
yang ada dalam hatinya
memberitahu Mama semua
chan berhasil
kepada orang lain
detail yang perlu, semua
mengkomunikasikan
termasuk orang tuanya.
mengalir tidak beraturan.
maksudnya pada
Akan tetapi, apabila
(hal. 182)
Mama.
orangtua berusaha, lambat laun mereka pasti akan mengerti apa yang diinginkan sang anak.
33.
“Kau benar-benar anak
Kepala Sekolah
Manusia diciptakan
baik, kau tahu itu, kan?”
selalu berusaha
dengan membawa benih
(hal. 187)
menanamkan rasa
yang baik. Tergantung dari
percaya diri pada
cara mereka membesarkan
setiap muridnya,
benih baik itu, apakah dia
karena dia percaya
akan tumbuh menjadi anak
bahwa setiap anak
yang baik atau tidak baik.
dilahirkan dengan
Kepala Sekolah Tomoe
sikap baik.
Gakuen yakin, setiap murid yang diasuhnya akan tumbuh menjadi manusia yang baik apabila sejak kecil mereka sudah
99
diyakinkan bahwa mereka anak yang baik. 34.
Totto-chan selalu
Kepala Sekolah tidak Sejak dini, Kepala Sekolah
melakukan hal-hal aneh
pernah melimpahkan
menanamkan rasa
dan melukai dirinya
masalah-masalah
tanggung jawab kepada
sendiri, tapi Kepala
yang dilakukan
murid-muridnya. Dia
Sekolah tak pernah
murid di sekolah
selalu berusaha agar si
memanggil Mama atau
kepada orangtua
murid menyadari
Papa. (hal. 188)
mereka.
kesalahan yang diperbuatnya dan bertanggung jawab dengan meminta maaf atas keinginannya sendiri.
35.
Dalam situasi seperti ini,
Meskipun secara
Setiap murid Tomoe
nyanyian anak-anak itu
tidak langsung,
secara tidak sadar telah
menjadi hadiah paling
semua murid Tomoe
mengungkapkan rasa
manis yang bisa mereka
selalu berusaha
bangga mereka pada
berikan kepada Kepala
menampakkan rasa
sekolah. Rasa cinta itu
Sekolah.
cinta mereka pada
dipicu oleh keseharian
Sekolah Tomoe sekolah
sekolah dengan
yang mereka lakukan dan
yang hebat;
menonjolkan hal-hal
rasakan di sekolah. Rasa
Di dalam maupun di luar,
yang baik tentang
kebersamaan dan kasih
sekolah yang hebat! (hal.
sekolah mereka itu.
sayang yang diberikan
196)
Kepala Sekolah dan para guru membuat mereka merasa benar-benar menyayangi segala sesuatu tentang sekolah.
36.
Untuk pertama kali dalam
Totto-chan pergi
Kepala Sekolah ingin agar
hidupnya, Totto-chan
menjenguk serdadu-
setidaknya salah satu anak
100
berkunjung ke rumah sakit
serdadu yang terluka
didiknya melatih rasa
yang merawat serdadu-
karena perang
empati mereka. Rasa
serdadu yang terluka. (hal.
bersama anak-anak
sayang mereka pada
201)
wakil dari sekolah-
sesama manusia, terutama
sekolah. Kepala
mereka yang sedang
Sekolah
menderita sakit karena
mengirimkan salah
terluka akibat perang.
satu muridnya untuk
Selain itu, dengan
ikut mengunjungi
mengunjungi korban
rumah sakit itu.
perang, anak-anak diharapkan untuk memahami bahwa perang itu buruk dan membuat banyak orang menderita. Pada mereka ditanamkan pesan untuk berusaha menjaga kedamaian.
37.
Dia pasti tahu bahwa kulit
Ketika salah satu
Kepala Sekolah berusaha
kayu itu takkan terasa
muridnya membeli
menanamkan kasih sayang
pahit, siapa pun yang
obat palsu, Kepala
murid terhadap orang-
menggigitnya. (hal. 210)
Sekolah tidak
orang dekat mereka. Dia
memarahinya. Dia
berusaha agar murid-
mengharapkan si
muridnya memiliki rasa
murid akan merasa
peduli pada teman-teman
senang apabila
dan keluarga mereka.
orang-orang yang dia sayangi berkata bahwa orang-orang tersebut merasa sehat.
101
38.
Ada murid baru di Tomoe.
Meskipun si murid
Kepala Sekolah ingin agar
Tubuhnya terlalu jangkung
baru seumur dengan
anak-anak didiknya
dan tegap untuk anak laki-
Totto-chan, dia
percaya bahwa semua
laki seusianya. (hal. 212)
merasa bahwa si
manusia di dunia itu
Totto-chan dan kawan-
murid baru terlihat
bersahabat, tidak peduli
kawannya belajar banyak
lebih dewasa.
asal negaranya, bahasanya,
tentang Amerika. (hal. 215)
Karena itu, teman-
dan budayanya. Kepala
teman barunya pun
Sekolah menanamkan itu
sangat bersemangat
kepada anak-anak karena
berkenalan
pikiran mereka yang
dengannya.
masih polos, belum
Meskipun saat itu
terpengaruh permusuhan
Amerika dan Jepang
antar negara yang sedang
menjadi musuh
menghangat saat itu.
dalam perang, murid-murid Tomoe tetap bersemangat belajar Bahasa Inggris dan mencari tahu segala sesuatu tentang Amerika. 39.
Murid-murid Tomoe tidak
Agar para murid
Kepala Sekolah
pernah mencoret-coret
dapat belajar dengan
memberikan kebebasan
jalanan atau dinding rumah maksimal, dan di
untuk berekspresi pada
orang, karena mereka
waktu yang sama
murid-muridnya. Dengan
punya banyak kesempatan
bermain dengan
menuliskan apapun pada
untuk melakukannya di
riang, Kepala
lantai Aula sebebasnya,
sekolah. (hal. 220)
Sekolah mengijinkan mereka bebas mereka menulisi
mengekspresikan apa yang
lantai Aula dengan
mereka inginkan dan
102
40.
kapur tulis.
sukai.
Membersihkan lantai
Agar murid-
Selain memberikan
setelah pelajaran musik
muridnya juga
kebebasan berekspresi
bukan pekerjaan ringan.
belajar tentang
pada murid-muridnya, di
(hal. 222)
betapa sulitnya
saat yang sama Kepala
menghapus coretan-
Sekolah juga mengajarkan
coretan di sembarang tentang tanggung jawab. tempat, Kepala
Dengan begitu, meskipun
Sekolah
mereka diberi kebebasan
mengharuskan anak-
dalam mengekspresikan
anak membersihkan
kesukaan, di saat yang
kembali hasil
sama mereka juga belajar
coretan-coretan
bahwa kebebasan itu tetap
mereka dengan air
harus disertai dengan rasa
dan kain pel.
tanggung jawab. Dengan kata lain, mereka harus bertanggung jawab pada kebebasan yang diberikan. Jangan sampai kebebasan itu merepotkan atau menyusahkan orang lain.
41.
“Jangan mengganggu
Binatang itu juga
Kepala Sekolah
binatang,” Mr. Kobayashi
makhluk hidup yang
menanamkan rasa sayang
selalu mengingatkan murid- memiliki perasaan.
kepada sesama makhluk
murid Tomoe. (hal. 240)
Apabila mereka
hidup. Dia menekankan
disakiti, mereka juga
pada murid-muridnya
akan terluka. Dan
untuk tidak menyakiti dan
apabila mereka
mengkhianati makhluk
dikhianati, mereka
lain, termasuk binatang.
juga bisa sakit hati.
Karena meskipun tidak
103
bisa bicara, binatang juga merupakan makhluk hidup yang memiliki perasaan. 42.
Ryo-chan, tukang kebun di
Ketika tukang kebun
Kepala Sekolah ingin
Tomoe yang sangat
kesayangan anak-
mengajarkan pada murid-
disayangi anak-anak,
anak Tomoe
muridnya untuk tidak
akhirnya dipanggil ke garis
dipanggil ke garis
merasa sedih karena
depan.
depan untuk
perpisahan, tetapi
“Mari kita adakan jamuan
berperang, Kepala
bersemangat untuk
minum teh untuk
Sekolah
bertemu lagi kelak. Kepala
mengantarkan
memutuskan untuk
Sekolha ingin agar murid-
keberangkatannya,” kata
mengadakan acara
muridnya memberikan
Kepala Sekolah. (hal. 242-
jamuan minum teh,
keyakinan mereka bahwa
243)
bukan pesta
suatu saat mereka pasti
perpisahan pada
akan bisa bertemu lagi.
umumnya. 43.
“Sekolah seperti apa yang
Ketika akhirnya
Setiap manusia itu pasti
akan kita bangun lagi?”
Tomoe hancur oleh
akan mengalami halangan
tanyanya kepada putranya,
bom, Kepala
dalam menggapai cita-
Tomoe, yang berdiri di
Sekolah tidak merasa citanya. Akan tetapi, dia
sampingnya. (hal. 247-248
sedih. Dia tetap
tidak boleh menyerah dan
bersemangat untuk
harus tetap maju untuk
membangun lagi
mencapainya.
Tomoe suatu saat nanti. Kecintaannya pada dunia pendidikan dan anak-anak melebihi kesedihannya karena Tomoe hancur.
104
3) Hasil Analisa Dari
analisa
di
atas,
dapat
diklasifikasikan
secara
sederhana
kecenderungan-kecenderungan pesan yang muncul dalam buku Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela yang menjadi kajian penelitian, yang selanjutnya mendasari pemaknaan dari kalimat yang ada. Tema-tema yang muncul merupakan pesan yang hendak disampaikan kepada pembaca. Setelah dilakukan pengklasifikasian secara ringkas, tema-tema yang muncul dalam buku “Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela” yang bertemakan pendidikan humanis dapat dikategorikan setidaknya dalam sepuluh hal, yaitu : a. Memberi kebebasan pada anak untuk berekspresi b. Menjaga dan memupuk bibit-bibit keberanian anak dalam mengambil tindakan c. Menanamkan rasa percaya diri pada setiap anak, terutama mereka yang memiliki hambatan fisik d. Menjaga mental murid e. Memberikan pendidikan moral dan etika f. Memberikan pendidikan kekeluargaan g. Memberikan pengalaman-pengalaman baru sebagai bekal untuk masa depan h. Belajar sambil bermain i. Menanamkan rasa tanggung jawab j. Pemberian reward yang berkesan
105
Berikut adalah penjelasan dan penjabaran dari tema-tema tersebut : a. Memberi Kebebasan Pada Anak Untuk Berekspresi Hal ini ditampilkan pada halaman 37, 100, 111, 165, dan 220. Tomoe Gakuen adalah sebuah sekolah yang unik. Sekolah itu menerapkan cara belajar yang menarik. Di awal jam pelajaran Guru membuat daftar soal dan pertanyaan tentang pelajaran hari itu. Murid-murid boleh memilih urutan mata pelajaran sesuai keinginannya. Bila mengalami kesulitan, mereka boleh berkonsultasi dengan guru kapan saja. Dalam satu ruangan kelas setiap murid memiliki aktivitas yang berbeda-beda sesuai keinginannya. Bagi yang suka menggambar akan mulai dengan menggambar, murid yang suka fisika akan memulai harinya dengan menggeluti alat-alat laboratorium. Alhasil sekolah menjadi tempat yang menyenangkan. Disamping menyenangkan, metode mengajar tersebut membuat murid-murid merasa dihargai, dan diberi kebebasan memilih sehingga keberanian mengambil keputusan akan berkembang. Selain itu, murid-murid Tomoe juga memilki kebebasan dalam memahami musik. Saat mengikuti pelajaran musik di Aula, setiap murid diberi sepotong kapur untuk menulis. Karena menurut Kepala Sekolah papan tulis yang dimiliki tidak cukup untuk dipakai bergiliran, maka dia menyiasatinya dengan mengijinkan anak-anak menulisi lantai Aula. Mereka boleh duduk atau berbaring di tempat yang mereka sukai sementara Kepala Sekolah memainkan piano. Kemudian
106
mereka bebas menulis irama piano tersebut dalam notasi balok. Mereka bebas menuliskannya sebesar apapun dan di manapun, asalkan masih di Aula. Dengan begitu, mereka akan lebih bisa menikmati musik dan memahami notasi balok pada saat bersamaan. Ketika pelajaran usai, mereka harus membersihkan sendiri hasil coretan mereka di lantai Aula dengan air dan kain. Kebebasan yang diberikan sekolah dimaksudkan agar anak-anak bisa mengembangkan bakat dan minatnya secara maksimal. Karena diberikan kebebasan dalam menentukan pilihan, murid-murid akan melakukan yang mereka sukai terlebih dahulu. Dengan begitu, guru akan bisa melihat perkembangan bakat dan minat anak dengan lebih mudah sehingga mereka akan bisa lebih menggali dan memupuk bakat tersebut.
b. Menjaga Dan Memupuk Bibit-Bibit Keberanian Anak Dalam Mengambil Tindakan Hal ini ditampilkan pada halaman 76, 85, dan 121 – 122. Kepala Sekolah berusaha menjaga agar bibit-bibit keberanian mengambil tindakan yang mulai tumbuh di dalam jiwa muridnya tidak mati. Agar kelak saat umurnya bertambah, si anak akan memiliki kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri dalam menyelesaikan masalahmasalah yang dihadapinya. Sebuah tindakan yang dilandasi empati luar biasa terhadap perkembangan kepribadian seorang anak.
107
Dalam hal ini, Kepala Sekolah memastikan semua murid Tomoe memahami bahwa mereka pada dasarnya memiliki keberanian dalam diri mereka. Hal tersebut tercermin ketika Kepala Sekolah meminta para murid untuk latihan berbicara di depan murid-murid yang lain saat makan siang (halaman 121-122). Dia memberitahu mereka bahwa mereka tidak perlu menjadi pembicara yang baik untuk bisa bisa bicara di depan kelas. Yang penting, mereka memiliki sesuatu yang bisa dibicarakan, apapun itu. Hasilnya, anak-anak yang tadinya merasa yakin bahwa mereka tidak memiliki sesuatu untuk diceritakan tetap bertekad maju ke depan, dan mereka bercerita, meskipun yang mereka ceritakan itu hal yang aneh. Murid-murid yang lain pun tetap menyimak dan mendengarkan dengan sungguh-sungguh apa saja yang diceritakan oleh teman-temannya. Ada pula kejadian ketika Tomoe mengadakan Tes Keberanian di Kuil Kuhonbutsu untuk menyambut liburan musim panas. Ada tujuh anak lelaki yang berebutan menawarkan diri untuk menjadi hantu karena ingin menakut-nakuti temannya. Mereka memakai kostum buatan mereka sendiri, kemudian bersembunyi di halaman kuil. Ketika acara dimulai, banyak anak yang pada akhirnya tidak berani memasuki kuil karena sudah merasa takut melihat bentuk kuil di malam hari. Bahkan, anak-anak yang bertugas menjadi hantu pun ditemukan oleh seorang guru sedang menangis. Ketika ditanya kenapa dia menangis, dia menjawab bahwa dia merasa takut karena menunggu lama tapi tidak
108
ada satu pun anak yang muncul. Ada pula hantu yang saking takutnya menunggu akhirnya langsung pulang ke rumah. Akhirnya, semua hantu dikumpulkan kembali di sekolah. Setelah kejadian itu, muridmurid Tomoe tak pernah lagi takut pada hantu (halaman 86).
c. Menanamkan Rasa Percaya Diri Pada Setiap Anak, Terutama Mereka Yang Memiliki Hambatan Fisik Hal ini ditampilkan pada halaman 71 dan 137. Meskipun memiliki kekurangan dalam fisik, murid-murid Tomoe yang tidak sempurna fisiknya tidak merasa kecil hati. Mereka dilatih untuk memiliki rasa percaya pada diri mereka sendiri. Contohnya adalah Takahashi. Murid yang memiliki kekurangan fisik berupa ukuran tubuh yang cenderung kecil untuk anak laki-laki seumurannya. Kakinya sangat pendek dan melengkung ke dalam. Pertumbuhan Takahashi sudah berhenti, dan dia tahu akan hal tersebut. Akan tetapi, hal tersebut tidak mengecilkan rasa percaya dirinya. Berkat dorongan Kepala Sekolah secara tidak langsung, Takahashi mampu membuktikan pada teman-temannya bahwa kekurangan bentuk fisik tidak menghalangi seseorang untuk berprestasi. Setelah lulus dari Tomoe, Takahashi berhasil lulus SMU dengan nilai yang bagus, kemudian melanjutkan ke Universitas Meiji jurusan Teknik Elektrik. Sesudah lulus, Takahashi bekerja sebagai manajer personalia di sebuah perusahaan elektronik besar. Dia
109
menjembatani dan mengusahakan agar tercipta hubungan yang harmonis antara karyawan dan para pimpinan.36 Kepala Sekolah selalu berusaha agar murid-muridnya memiliki rasa percaya pada dirinya sendiri, karena dia yakin, setiap anak dilahirkan sebagai anak yang baik. Meskipun hanya dengan satu kalimat, akan tetapi pujian itu berarti banyak bagi para murid, terutama mereka yang mungkin dianggap lingkungan sekitar sebagai anak yang nakal seperti Totto-chan, atau mereka yang memiliki kekurangan fisil seperti Takahashi dan Yasuaki-chan. Perlombaan pada saat perayaan Hari Olahraga di Tomoe pun sepertinya dirancang sedemikian rupa sehingga murid-murid yang memiliki kekurangan fisik dapat ikut serta. Bahkan dapat menjadi pemenang. Takahashi, seorang murid yang tubuh, tangan dan kakinya berukuran pendek, mampu meraih juara umum. Kaki dan tangan Takahashi yang pendek membantunya memenangkan bermacammacam lomba, seperti perlombaan menaiki tangga yang anak tangganya tersusun rapat, dan perlombaan merayap ke dalam ikan karper yang terbuat dari kain. Perlombaan yang berhasil membuat seorang anak yang memiliki hambatan fisik merasa dirinya mampu berprestasi seperti anak-anak lainnya (halaman 131 dan 137). Ada pula kejadian ketika seorang murid perempuan mengetuk kantor Kepala Sekolah sambil menangis. Ketika ditanya kenapa dia menangis,
36
Diambil dari Epilog “Totto-chan : Gadis Cilik di Jendela”
110
si murid menjawab bahwa seorang murid lelaki menarik-narik kepangnya yang sangat dia banggakan. Alasan dia menangis adalah karena menurutnya, rambut yang dikepang adalah simbol kedewasaan. Karena itu, dia menganggap murid lelaki yang menarik rambutnya itu tidak menghormati dia sebagai seorang wanita dewasa. Kepala Sekolah menghibur si murid dengan mengatakan bahwa kepangnya manis sekali, kemudian membujuknya agar tidak menangis lagi. Meskipun Kepala Sekolah hanya membujuk dengan beberapa kalimat, si murid berhenti menangis, bahkan berkata bahwa dia tidak akan menangis lagi walaupun ada anak yang menarik rambutnya lagi (halaman 158).
d. Menjaga Mental Murid Hal ini ditampilkan pada halaman 170, yaitu saat Kepala Sekolah memarahi seorang guru di ruang dapur karena pada saat menerangkan pelajaran biologi dia menanyakan pada seorang anak, apakah anak itu masih punya ekor. Pertanyaan yang wajar ditanyakan seorang guru saat pelajaran. Pertanyaan yang biasa saja bila ditujukan kepada anak normal. Namun pertanyaan tersebut kebetulan ditujukan pada seorang anak yang mengalami kelainan pada pertumbuhan tubuhnya. Kepala Sekolah tak ingin perkembangan jiwa si anak terganggu, karena merasa dirinya dianggap makhluk aneh. Karena itu, dia memarahi guru tersebut. Meskipun begitu, Kepala Sekolah sengaja memarahi si guru
111
di dapur, bukan di depan guru-guru yang lain. Hal ini dia lakukan agar tidak menjatuhkan mental guru yang dimarahi tersebut, dan juga supaya tidak menjatuhkan nilai si guru di depan rekan sesama guru. (halaman 167 – 169) Kemudian pada halaman 187. Kepala Sekolah selalu berusaha agar murid-muridnya memiliki rasa percaya pada dirinya sendiri, karena dia yakin, setiap anak dilahirkan sebagai anak yang baik. Meskipun hanya dengan satu kalimat, akan tetapi pujian itu berarti banyak bagi para murid, terutama mereka yang mungkin dianggap lingkungan sekitar sebagai anak yang nakal seperti Totto-chan, atau mereka yang memiliki kekurangan fisik seperti Takahashi dan Yasuaki-chan.
e. Memberikan Pendidikan Moral Dan Etika Hal ini ditampilkan pada halaman 71, 95, 159, 170. Kepala Sekolah, baik melalui para guru maupun secara langsung, selalu berusaha menanamkan dasar-dasar moral dan etika kepada murid-muridnya. Selain memberi contoh yang sederhana, seperti menyapa para murid apabila saling berpapasan, dia juga mengajarkan kesopanan dan etiket bertingkah laku yang diselipkan ketika mengajar. Secara tidak sengaja, para murid yang mencontoh apa yang Kepala Sekolah lakukan dan ajarkan pada mereka, menjadi terbiasa melakukannya di luar sekolah. Misalnya saja Totto-chan, yang sebelum pindah sekolah selalu menggegerkan seisi sekolah karena berbicara dengan pemusik jalanan
112
dari jendela ketika pelajaran sedang berlangsung, kini selalu rajin belajar dan selalu berusaha untuk bersikap baik, dan juga terbiasa menyapa penjaga tiket di stasiun dalam perjalanannya menuju sekolah dan pulang ke rumah, karena telah terbiasa saling menyapa dengan Kepala Sekolah dan guru-guru lain di sekolah. Contoh-contoh yang diberikan Kepala Sekolah memang sekilas hanya terlihat sebagai hal-hal yang kecil, namun karena hal tersebut dia ajarkan sedikit demi sedikit dan secara terus menerus pada para muridnya, lama kelamaan mereka pun menjadi terbiasa untuk bersikap sopan tidak hanya di sekolah saja, akan tetapi juga di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka dan di manapun yang mereka datangi. Contoh lain adalah ketika para murid berpiknik ke Pemandian Air Panas di Izu. Saat berangkat, Kepala Sekolah hanya berpesan agar anak-anak berhati-hati agar tidak tersesat. Akan tetapi, semua anak bersikap baik dan tenang selama di dalam kereta. Tak ada yang berlarilarian di gerbong dan satu-satunya percakapan yang terdengar hanyalah perbincangan pelan antar teman yang duduk bersebelahan. Para murid Tomoe belum pernah diberitahu bahwa mereka harus antre, berjalan dengan benar, bersikap tenang di dalam kereta, dan tidak boleh membuang sampah di lantai setelah memakan bekal mereka. Kehidupan sehari-hari di Tomoe telah mengajarkan bahwa mereka tidak boleh mendorong orang yang lebih kecil atau lemah daripada mereka, bahwa bersikap tidak sopan berarti mempermalukan diri
113
sendiri, bahwa setiap kali melewati sampah mereka harus mengambil dan membuangnya ke tempat sampah, dan bahwa mereka tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat orang lain kesal atau terganggu. Saat di Izu pun, anak-anak tetap menjaga kesopanan mereka. Mereka selalu menjawab dengan sopan ketika ada yang menanyakan asal mereka.
f. Memberikan Pendidikan Kekeluargaan Hal yang tidak kalah penting untuk dipelajari dan diterapkan para murid dan keluarga secara tidak langsung adalah pendidikan kekeluargaan untuk bekal masa depan. Hal ini ditampilkan pada halaman 41, 46, 97, 131, 158, 201, 210. Kepala Sekolah sengaja memasukkan sistem pendidikan tersebut secara berangsur-angsur dan sedikit demi sedikit pada bermacam-macam hal yang dilakukan para murid di sekolah. Dengan demikian, para murid akan terbiasa melakukannya secara rutin di sekolah, dan diharapkan mereka pun akan terbiasa pula untuk melakukannya di rumah. Karena pendidikan tersebut diberikan sejak kecil, Kepala Sekolah berharap ketika mereka tumbuh dewasa dan memiliki keluarga, para murid tidak akan merasa canggung dan tidak siap mendidik anak-anak mereka. Saat Totto-chan pertama kali datang ke sekolah, Kepala Sekolah mengajaknya melihat tempat murid-murid makan siang, yaitu di Aula. Kemudian, ketika semua murid sudah duduk, Kepala Sekolah
114
menanyakan pada mereka apakah mereka semua membawa sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan. Para murid pun serentak mengiyakan sambil membuka tutup bekal masing-masing. Kemudian sambil berkeliling Kepala Sekolah memeriksa isi bekal masing-masing anak. (halaman 41) Para orangtua murid memang diminta untuk menyiapkan bekal makan siang anak-anak mereka dengan dua menu utama, yaitu makanan yang berasal dari laut dan makanan yang berasal dari gunung. Dengan cara tersebut, Kepala Sekolah secara tidak langsung menyarankan kepada para orangtua murid untuk membiasakan anak mereka makan dengan gizi yang seimbang. Makanan tersebut tidak harus yang berharga mahal dan mewah. Makanan yang sederhana dan mudah didapat di sekitar pun bisa mencukupi gizi yang dibutuhkan anak-anak itu. dengan terpenuhinya gizi yang dibutuhkan, anak-anak akan bisa belajar dengan lebih baik.
g. Memberikan Pengalaman-Pengalaman Baru Sebagai Bekal Untuk Masa Depan Hal ini ditampilkan pada halaman 76, 94, 97, 178, 179. Seperti pelajaran-pelajarannya yang unik dan berbeda dari sekolah lain, kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Tomoe pun berbeda. Misalnya saja acara piknik rutin Tomoe yang diadakan di Pemandian Air Panas Toi di Izu. Tidak seperti sekolah lain yang mengadakan piknik rutin ke
115
kebun binatang atau museum, Kepala Sekolah berpendapat bahwa akan lebih baik apabila para murid belajar tentang hal-hal baru yang lebih menarik minat mereka. Dengan piknik selama tiga hari, muridmurid Tomoe mendapatkan pengalaman-pengalaman hidup yang benar-benar nyata dan berguna untuk mereka kelak. Misalnya saja, mereka bergiliran ditugaskan membeli sayuran dan ikan untuk makan malam mereka. Sayuran dan ikan itu pun mereka sendiri yang mengolah dan kemudian memakannya bersama-sama. Atau ketika ada teman yang kakinya terluka kena pecahan kaca, mereka sendiri yang merawat dan mengobati luka itu. Ada pula kejadian ketika ada anak yang nyaris tersesat di hutan dan berenang terlalu jauh ke tengah hingga tak bisa kembali ke pantai dan membuat semua orang cemas. Dalam setiap kejadian, semua anak harus berusaha sebaik-baiknya untuk menolong.
h. Belajar Sambil Bermain Hal ini ditampilkan pada halaman 49, 100, 149. 178. Kepala Sekolah memberi instruksi pada para guru. Apabila murid-murid dapat mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik, mereka berhak mendapat hadiah. Mereka dapat memilih hadiah yang mereka inginkan untuk mereka dan teman-teman yang lain. Akan tetapi, di dalam hadiah itu pun Kepala Sekolah menyelipkan berbagai macam
116
pembelajaran untuk para murid yang dapat mereka lakukan sambil menikmati hadiah tersebut. Selain itu, Kepala Sekolah selalu meminta para orangtua agar menyuruh anak-anak mereka mengenakan pakaian paling usang untuk bersekolah di Tomoe. Dia ingin semua murid mengenakan pakaian usang agar mereka tak perlu mengkhawatirkan pakaian mereka akan kena lumpur atau sobek. Menurutnya, sayang kalau anak-anak harus takut dimarahi akibat mengotori pakaian mereka, atau ragu-ragu bergabung mengikuti suatu permainan karena cemas baju mereka akan robek. (halaman 111) Mengamati Totto-chan, dengan rambut, kuku, dan telinga kotor kena tanah, mau tak mau Mama merasa agak iri. Dan Mama semakin mengagumi Kepala Sekolah. Sarannya agar anak-anak mengenakan pakaian usang yang boleh kotor, sekotor apa pun yang mereka inginkan, membuktikan betapa Kepala Sekolah sangat memahami anak-anak. (halaman 114) Meskipun selalu kembali ke rumah dengan debu dan kotoran menempel di sekujur badan mereka, murid-murid Tomoe tetap bisa belajar dan menerima pelajaran dengan baik. Karena baju yang mereka kenakan sudah tua dan usang, mereka tidak ragu-ragu untuk mengerahkan segenap tenaga mereka untuk bermain dan belajar dengan maksimal. Mereka bisa bermain dengan lumpur dan air sambil mendengarkan penjelasan guru tentang tanaman, serangga, dan alam
117
sekitar. Mereka juga bisa berguling-gulingan di lantai Aula dan mencoret-coretnya dengan bebas sambil belajar tentang notasi musik. Mereka bisa melakukan senam euritmik yang menguras keringat dan tenaga sambil menghafalkan nada dan gerakan. Karena dilakukan sambil bermain, murid-murid Tomoe menjadi lebih bersemangat dalam belajar, dan melakukannya dengan riang gembira dan tanpa tekanan seperti yang biasa dialami murid sekolah lain. Dan karena mereka belajar dengan hati riang, pelajaran pun bisa lebih diserap dan dimengerti.
i. Menanamkan Rasa Tanggung Jawab Hal ini ditampilkan pada halaman 58, 188, dan 222. Contoh dari hal tersebut adalah tatkala dompet kesayangan Totto-chan jatuh di lubang pembuangan kakus di sekolah. Gadis cilik yang baru saja dikeluarkan dari sekolah lamanya karena dianggap badung itu, menciduk kotoran yang ada di lubang penampungan kakus sembari berharap menemukan dompetnya. Namun sampai bel pelajaran sekolah berbunyi dan tumpukan kotoran telah meninggi dan menyebarkan bau, dompet belum juga ketemu. Pada saat itu muncullah Kepala Sekolah. Dia sama sekali tidak memarahi Totto-chan. Alih-alih memarahi Totto-chan, Kepala Sekolah memilih menanyakan kesediaan Totto-chan mengembalikan kotoran ke dalam kakus. Dia tidak
melarang
Totto-chan
118
melanjutkan
“proyeknya”,
namun
mengajarkan tanggung jawab kepada murid kecilnya. Tidak ada kemarahan, tidak juga hardikan, yang ada adalah pengertian mendalam terhadap alasan tindakan seorang anak. Buat siswa kelas satu SD, menciduk kotoran dari lubang penampungan kakus bukanlah hal yang aneh, apalagi bila hal itu dilakukan untuk mencari dompet kesayangan yang terjatuh ke dalamnya.
j. Pemberian Reward Yang Berkesan Hal ini ditampilkan pada halaman 49 dan 136. Secara tidak langsung, Kepala Sekolah ingin mengajarkan bahwa hadiah yang diberikan atas prestasi yang dilakukan tidak harus mahal. Hadiah yang meskipun sederhana namun unik dan berguna akan jauh lebih berkesan di hati anak-anak daripada hadiah yang mahal. Selain itu, Kepala Sekolah juga memberi instruksi pada para guru. Apabila murid-murid dapat mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik, mereka berhak mendapat hadiah. Mereka dapat memilih hadiah yang mereka inginkan untuk mereka dan teman-teman yang lain. Akan tetapi, di dalam hadiah itu pun Kepala Sekolah menyelipkan berbagai macam pembelajaran untuk para murid yang dapat mereka lakukan sambil menikmati hadiah tersebut. Lomba-lomba yang diadakan pada Hari Olahraga di Tomoe berbeda dari sekolah-sekolah lain. Kepala Sekolah memaksimalkan kegunaan barang yang sekilas tidak berguna, dan berhasil menciptakan berbagai
119
jenis lomba yang menarik dan unik, khas Tomoe. Misalnya saja Lomba Ikan Karper. Kain-kain lebar dibentuk seperti tabung dan dicat seperti ikan karper – seperti yang biasa dipajang di tiang-tiang di bulan Mei di Hari Perayaan Anak Laki-laki. Kain-kain yang digunakan adalah kain bekas yang sudah tidak digunakan lagi. Atau pada Lomba Mencari Ibu. Setelah aba-aba diberikan, anak-anak harus berlari ke tangga kayu yang ditidurkan, merangkak di sela-sela anak tangga, mengambil amplop dari dalam keranjang, dan membukanya. Jika kertas di dalam amplop yang diambil bertulisan “Ibu Sakko-chan”, mereka harus menemukan ibu Sakko-chan di antara para ibu yang menonton, menggandeng tangannya, lalu bersama-sama lari ke garis finish. Hadiah-hadiah yang diberikan pun berbeda dari sekolah lain. Alih-alih piala atau peralatan tulis, para murid akan mendapatkan bermacammacam sayuran sebagai hadiah kemenangan mereka. Meskipun anakanak tidak mengetahui bahwa hadiah mereka berbeda dari yang diberikan di sekolah lain, mereka tetap tidak menyukainya. Bahkan ada anak yang berniat membuang semua hadiah yang didapatnya dalam perjalanan pulang ke rumah. Kepala Sekolah pun mendekati anak tersebut, dan sambil tersenyum seperti biasanya dia mengatakan pada anak-anak untuk membawa pulang hadiah-hadiah mereka dan meminta ibu mereka untuk memasakkannya sebagai hidangan makan malam. Karena sayuran-sayuran itu adalah hasil jerih payah mereka
120
sendiri, tentu anak-anak itu akan merasa bangga dengannya. Pastilah akan sangat menyenangkan jika anak-anak dan keluarga mereka menikmati sayuran sambil mengobrol tentang Hari Olahraga. Secara tidak langsung, Kepala Sekolah ingin mengajarkan bahwa hadiah yang diberikan atas prestasi yang dilakukan tidak harus mahal. Hadiah yang meskipun sederhana namun unik dan berguna akan jauh lebih berkesan di hati anak-anak daripada hadiah yang mahal. Selain itu, Kepala Sekolah juga memberi instruksi pada para guru. Apabila murid-murid dapat mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan baik, mereka berhak mendapat hadiah. Mereka dapat memilih hadiah yang mereka inginkan untuk mereka dan teman-teman yang lain. Akan tetapi, di dalam hadiah itu pun Kepala Sekolah menyelipkan berbagai macam pembelajaran untuk para murid yang dapat mereka lakukan sambil menikmati hadiah tersebut.
Dari pembahasan di atas dapat kita ketahui bahwa metode pengajaran unik yang dilakukan di Sekolah Tomoe merupakan salah satu perwujudan dari metode pengajaran humanistik. Metode pengajaran humanistik menempatkan murid sebagai pusat pengajaran (student centered learning) secara manusiawi dan unik. Artinya, acuan yang digunakan untuk menjalankan pengajaran di sekolah tidak terletak pada selesai atau tidak selesainya materi sesuai kurikulum, atau bagaimana guru harus terus-menerus dipatuhi, melainkan mengacu pada pemenuhan kebutuhan masing-masing siswa akan pengetahuan.
121
Metode pengajaran humanistik memandang murid bukan sebagai obyek dari suatu sistem pengajaran melainkan subyek yang dilayani oleh suatu sistem pengajaran. Titik beratnya adalah perkembangan emosional siswa. Dalam buku Totto-chan, pendidik di Sekolah Tomoe mengajak murid-muridnya belajar dengan rasa senang. Misalnya adalah acara jalan-jalan yang dilakukan sesudah makan siang. Tanpa disadari para murid, mereka belajar tentang biologi, sejarah, dan pelajaran-pelajaran yang lain. Mereka mempelajari bagaimana setangkai bunga tumbuh, bagaimana kisah sejarah dari tokoh-tokoh sejarah Jepang, dan lain sebagainya. Dengan kegiatan yang menyenangkan dan tidak monoton, murid Tomoe dapat menyerap ilmu pengetahuan yang diberikan dengan cepat dan terus mengingatnya dengan baik. Tampak jelas bahwa penerapan metode pengajaran humanistik di Sekolah Tomoe berlangsung dengan sangat baik. Ulasan ini dapat menjadi masukan untuk membuka wawasan dunia pendidikan di Indonesia. Bagi sebagian orang, Sekolah Tomoe adalah wujud nyata dari sekolah impian yang diinginkan. Pergi ke sekolah dengan penuh rasa cinta dan gembira, itulah kesehari-harian murid Tomoe. Dengan tangannya sendiri, Mr. Kobayashi berhasil mewujudkan sekolah impiannya di Jepang, bahkan saat perang dunia kedua, berpuluh-puluh tahun yang lalu.
122
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Karya sastra merupakan sistem tanda tingkat kedua. Dalam sastra konvensi bahasa disesuaikan dengan konvensi sastra.dalam karya sastra kata-kata ditentukan oleh konvensi sastra, sehingga timbul arti baru yaitu arti sastra. Untuk memahami arti dari arti sastra tersebut, peneliti menggunakan metode Semiologi Barthes. Melalui analisa yang dilakukan oleh peneliti, didapat kesimpulan umum penelitian berdasarkan kategori-kategori yang telah ditentukan dalam penelitian ini, berkenaan dengan sistem pendidikan humanis yang diterapkan di Tomoe Gakuen. Namun dalam beberapa halaman teretentu, kategori-kategori yang diangkat tidak hanya satu pokok bahasan saja namun bersambung atau berkaitan dengan bahasan- bahasan lainnya.
Kesimpulan – kesimpulan tersebut yaitu
sebagai berikut : a. Memberi kebebasan pada anak untuk berekspresi b. Menjaga dan memupuk bibit-bibit keberanian anak dalam mengambil tindakan
123
c. Menanamkan rasa percaya diri pada setiap anak, terutama mereka yang memiliki hambatan fisik d. Menjaga mental murid e. Memberikan pendidikan moral dan etika f. Memberikan pendidikan kekeluargaan g. Memberikan pengalaman-pengalaman baru sebagai bekal untuk masa depan h. Belajar sambil bermain i. Menanamkan rasa tanggung jawab j. Pemberian reward yang berkesan
Dilihat dari paparan di atas, nampak bahwa penerapan metode pengajaran humanistik di Sekolah Tomoe berlangsung dengan sangat baik. Ulasan ini dapat menjadi masukan untuk membuka wawasan dunia pendidikan di Indonesia. Bagi sebagian orang, Sekolah Tomoe adalah wujud nyata dari sekolah impian yang diinginkan. Dengan tangannya sendiri, Kobayashi-san berhasil mewujudkan sekolah impiannya di Jepang, bahkan saat perang dunia kedua, berpuluh-puluh tahun yang lalu. Selama ini, pembelajaran kita hanya mengedepankan nilai. Kalau boleh dikata, pembelajaran Indonesia lebih mengagung-agungkan nilai. Bagi seorang murid, nilai adalah sangat penting. Lebih parah, guru dan orang tua murid sendiri lah yang memandang keberhasilan seorang murid dengan melihat seberapa besar nilai yang diperoleh oleh seorang murid.
124
Metode menghafal sering kali menjadi pilihan utama untuk mendapat nilai bagus. Metode itu hanya bertahan ketika siswa menghadapi ulangan umum atau ujian. Setelah selesai menempuh ulangan harian, siswa akan lupa apa yang sedang dipelajarinya. Siswa tidak mampu memetik setiap lesson learn setiap pembelajaran yang diberikan oleh guru. Tuntutan seorang orang tua yang akan membanggakan diri ketika anak mereka mendapat nilai tinggi atau seorang guru yang dapat membanggakan diri di Kepala Dinas atau sekolah lain ketika sekolah mereka meraih nilai tertinggi dalam ujian tidak mampu meningkatkan kepekaan emosi para siswa. Siswa hanya dituntut secara akademis harus mampu bersaing tanpa mematrikan sebuah konsep ilmu yang akan dia bawa hingga akhir hayat. Siswa tumbuh dan kembang bukan mewakili watak mereka masing-masing namun tumbuh dan kembang sesuai dengan keinginan orang tua atau guru.
125
B. SARAN 1. Bagi masyarakat pada umumnya, untuk mulai mengubah stereotype bahwa nilai merupakan ukuran keberhasilan siswa. Tidak semua hal bisa diukur dengan nilai.
2. Bagi para guru, untuk lebih mengedepankan pemahaman dan pengertian pada bakat dan potensi murid daripada mencapai target nilai yang tinggi.
3. Bagi Pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional, perlu diupayakan perbaikan dan pembenahan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Perbaikan-perbaikan tersebut menyangkut setidaknya metode pembelajaran siswa, metode pengajaran guru, maupun metode kurikulum.
126
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Burhan Nurgiantoro. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press Dedy Mulyana.2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Everett M. Rogers.1986. Communication Technology. London: Colier Macmilan Publisher H.B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Surakarta : Sebelas Maret University Press Jalaludin Rahmat. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya John Fiske. 1990. Introduction to Communication Studies. London : Routledge Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang : Yayasan Indonesiatera Onong Uchjana Effendy. 1981. Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung : Penerbit Alumni Rachmat Kriyantono. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana
127
William K. Cummings. 1990. Education and Examination in Modern Japan. Tokyo : University of Tokyo Press William O’neil. 2002. Ideologi-ideologi Pendidikan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Pelajar Yukichi Fukuzawa. 1968. Gakumon no Susume: Meiji Shoki Furoku. Michigan : Michigan University Press
ENSIKLOPEDI
J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
REFERENSI
A Eko Setyanto. 2002. Perspektif Semiologi : dari Saussuren ke Barthesian, Jurnal Komunikasi Massa. Surakarta : FISIP UNS. Pawito, D. 1997. Analisis Semiologi, Sebuah Pengantar dalam Jurnal Dinamika. Surakarta : FISIP UNS
128
REFERENSI JURNAL
Anang Hermawan. 2007. Mitos Dan Bahasa Media: Mengenal Semiotika Roland Barthes, Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP UII Yogyakarta. Virginia Clark. 2007. Media Literacy for English Language Learners: A semiotic approach Ni Wayan Sartini. 2007. Tinjauan Teoritik tentang Semiotik. Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Airlangga Gregory Eiselein. 2006. Theory and Practice of Cultural Studies : Semiotic Analysis.
INTERNET
www.Wikipedia.com http://abunavis.wordpress.com/2007/12/31/ Potret Pendidikan di Jepang dalam http://endang965.wordpress.com/ http://endang965.wordpress.com/ http://murniramli.wordpress.com/
129