KOMUNIKASI DAN AKULTURASI (Study Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antar Budaya Tionghoa dan Jawa dalam Proses Akulturasi pada Kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo) perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Disusun Oleh : HENRICUS HANS S.P D0206117
Skripsi Disusun untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai Gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
ABSTRAK HENRICUS HANS S.P, D 0206117, KOMUNIKASI DAN AKULTURASI (Study Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antar Budaya Tionghoa dan Jawa dalam Proses Akulturasi pada Kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo), Skripsi Jurusan Ekstensi Ilmu Komunikasi Massa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilm Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Barongsai sebagai salah satu budaya Tionghoa sudah selayaknya apabila dimainkan oleh orang dari etnis Tionghoa. Akan tetapi hal yang sebaliknya terjadi di yayasan Tripusaka Solo. Sehubungan dengan era reformasi ini, kelompok Barongsai yang dipimpin oleh Adjie Chandra ini hampir 80% pemainnya berasal dari etnis Jawa. Sebagai salah satu kebudayaan Tionghoa, dan bisa dikatakan telah menjadi symbol keberadaan dari etnis Tionghoa di Indonesia sungguh menarik mengetahui hal tersebut, suatu budaya khas Tionghoa namun dengan pemain mayoritas etnis Jawa. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Populasinya adalah anggota (pemain) kelompok Barongsai yang terdiri dari etnis Tionghoa dan etnis Jawa. Narasumber dicari dengan teknik snowball sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisa data menggunakan interaktif (interactive model of analysis). Pengakuan identitas kultural dan eksistensi etnis dalam kelompok Barongsai Tripusaka, dapat diketahui dari empat indikator, yaitu: 1) Penentuan peran, 2) Prasangka, 3) Membangun citra diri, 4) Hambatan dan solusi. Perkumpulan barongsai tak hanya didominasi oleh pemain dari Tionghoa tapi pembauran telah terjadi di setiap lini. Pemain barongsai Tripusaka merupakan masyarakat setempat dan memang pembauran sudah terlihat sekarang. Harapan ke depan, karena 90% pemain barongsai di Indonesia adalah etnis Jawa, maka diharapkan dapat memotivasi etnis Tionghoa untuk dapat turut serta mengembangkan kebudayaannya, dan hal-hal yang bisa lakukan untuk mewujudkan yaitu hubungan yang baik antar etnis yaitu harus bisa membatasi diri kita, harus saling memahami karakter tiap orang, dan saling instropeksi diri.
ii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
iii
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
iv
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
v
commit to user
MOTTO
perpustakaan.uns.ac.id Orang-orang hebat bisa dikenali dari 3 hal :
digilib.uns.ac.id
Murah hati dalam perencanaan Humanis dalam pelaksanaan dan Tidak berlebihan dalam keberhasilan (Otto von Bismarck, 1815-1898, Kanselir Jerman)
Apa yang tidak dimulai hari ini tidak akan pernah selesai esok. (Johann Wolfgang von Goethe ,1749-1832 , pujangga dan dramawan Jerman)
Jadilah diri Anda sendiri. Jika Anda menjadi orang lain, kemudian untuk apa orang lain membutuhkan Anda? (Bernadette Peters, aktris Amerika Serikat)
vi
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan pada Ayah dan Ibu tercinta (Ya Tuhan terimakasih atas cinta-Mu yang telah mempersatukan kedua orang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tua saya, mereka sungguh baik hati telah melahirkan, mendidik, dan menyekolahkan saya. Amin) Kedua Adik saya (Terimakasih ya Tuhan telah memberikan teman hidup selamanya bagi saya)
Dyah Purnamawati Pak Hamid Pak Adjie Chandra Fredy Kurniawan Teman-teman El Jomblo (Ujang, Fahmi, Randy, Ella, Nopek, Intan, Dian) Teman-teman Komunikasi 2006 (Kita saudara selamanya) Teman-teman WIMAS Teman-teman Tripusaka (Mas Bony, Mas Agus, Sandy, dkk)
vii
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan bimbinganNya sehingga penulis mampu menyusun dan menyelesaikan skripsi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id yang berjudul : “KOMUNIKASI DAN AKULTURASI (Study Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antar Budaya Tionghoa dan Jawa dalam Proses Akulturasi pada Kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo)” ini. Dalam penyusunan skripsi ini, banyak kendala yang dihadapi penulis. Namun berkat bantuan berbagai pihak, kendala tersebut masih dapat diatasi. Maka dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bantuan dan bimbingan kepada : 1. Drs. H. Supriyadi SN, SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Hamid Arifin, M.Si, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. 3. Bapak dan Ibu dosen FISIP UNS yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 4. Bapak dan Ibuku yang telah membantu penulis baik moril maupun spirituil sehingga skripsi ini dapat selesai. 5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
viii
commit to user
Dalam menyusun skripsi ini, meskipun sudah dengan penuh perhatian, namun sudah pasti karya manusia tidaklah ada yang sempurna. Untuk itu penulis mohon maaf bila masih terdapat kekurangan dan penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ini dapat berguna bagi siapapun yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id membacanya.
Surakarta,
Maret 2011
Penulis
ix
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL .............................................................................................................
i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSETUJUAN ..............................................................................................
iii
PENGESAHAN ...............................................................................................
iv
MOTTO ...........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .....................................................................................
vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xi
BAB
I. PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang .........................................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ...................................................................
6
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................
7
1. Komunikasi ..........................................................................
7
2. Budaya dan Kebudayaan ......................................................
14
3. Masyarakat Majemuk ...........................................................
16
4. Akulturasi .............................................................................
17
5. Komunikasi Antar Budaya ...................................................
19
6. Etnis Tionghoa dan Etnis Jawa ............................................
26
x
commit to user
BAB
F. Kerangka Pemikiran .................................................................
29
G. Metode Penelitian ....................................................................
31
II. GAMBARAN UMUM YAYASAN TRIPUSAKA.......................
37
A. Sejarah Perkembangan Yayasan Tripusaka .............................
37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id B. Atraksi Kesenian Barongsai ..................................................... 44 C. Unsur Pendukung Atraksi ........................................................
50
BAB III. PENYAJIAN DATA .....................................................................
55
BAB IV. ANALISIS DATA .........................................................................
65
BAB V. KESIMIPULAN DAN SARAN ....................................................
79
A. Kesimpulan ..............................................................................
79
B. Saran.........................................................................................
84
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Model Komunikasi Antar Budaya ............................................................. 21 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2. Skema Kerangka Pemikiran ....................................................................... 30 3. Model Analisis Interaktif ...........................................................................
xii
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dewasa ini kesenian Barongsai yang berasal dari daratan Cina semakin banyak menarik perhatian dan digemari masyarakat, dari Balita hingga Manula dari para majikan sampai karyawan, dari masyarakat kelas bawah sampai para pelajar kesemuanya akan berlomba memberikan Angpao saat Barongsai selesai beratraksi dan berada didepan mereka. Kesemuanya ini terjadi berkat kebijakan yang dikeluarkan oleh mantan Presiden R.I saat itu KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lewat Keppres no. 6 Tahun 2000 yang mencabut Inpres 14 / 1967 yang isinya pen Diskriminasian terhadap keturunan Tionghoa dengan dilarangnya pelaksanaan segala macam kegiatan/ kepercayaan dan adat tradisi dan kebudayaan Tionghoa yang imbasnya saat itu sangat terasakan pahit dan menderita bagi etnis Tionghoa. Untunglah Keppres 6 / 2000 dari Gus Dur segera turun sehingga terjadilah perubahan yang dratis bagi kaum minoritas Tionghoa sehingga kini kita lihat (khususnya) Barongsai dan Liong bisa tampil kapan saja dan dimanapun. Kesenian Barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad 17, ketika terjadi migrasi besar dari Cina Selatan. Barongsai di Indonesia mengalami masa maraknya ketika zaman masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan. Setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan di berbagai daerah commit to user di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan Barongsai. 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Perkumpulan Barongsai di Indonesia sangat erat kaitannya dengan pasang surut perkembangan etnis Tionghoa di Indonesia. Pada era reformasi ini, sebuah Group Barongsai di Surakarta yang bernaung di bawah Panji Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) Surakarta dan di bawah pembinaan Yayasan Pendidikan Tripusaka mulai mencoba bangun untuk meraih prestasi dan mengangkat nama kota Surakarta dan MAKIN Surakarta khususnya kepermukaan suara keberhasilan. Walaupun berangkat dari nol (bawah), namun Group yang diberi nama Barongsai Tripusaka ini sedemikian mengejutkan prestasinya bukan hanya sebagai juara tingkat Kotamadya maupun Propinsi Jawa Tengah tetapi pernah pula meraih prestasi sebagai Juara pertama Festival Barongsai se Jawa Bali yang dilaksanakan di Purwokerto pada bulan Juni 2002, juga juara Harapan I pada Borobudur Internasional Barongsai Festival tahun 2003. Bahkan mantan Presiden Gus Dur berkenan menyempatkan tanda tangannya di kepala Lion (Naga) dan 2 kepala Barongsai milik Group Tripusaka. Barongsai merupakan suatu atraksi yang berbentuk tarian, dimana para pemainnya yang berjumlah 2 (dua) orang mengenakan topeng kepala dan kostum/badan berbentuk Singa yang disebut Sam Sie atau Barongsai, namun ada juga berbentuk Ular Naga panjang (Liong) yang dibuat dari kerangka bambu/rotan tertutup kain, diberi penyangga tongkat dari bambu (rotan) dan dimainkan oleh 9 (sembilan) orang. Untuk Barongsai gerakan yang ditampilkan saat pentas yang utama bertumpu pada kekuatan kuda-kuda (Ma Shi) pemainnya oleh karena itu para commit to user pemain Barongsai dan Liong biasanya terlebih dahulu harus berlatih jurus Wu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Shu (bela diri Cina) agar penampilannya semakin sempurna. Namun walaupun demikian gerakan yang ditampilkan Barongsai sangat dominan dengan gerakan akrobatik, hal tersebut bisa kita lihat pada permainan Barongsai diatas bangku dan tonggak besi. Dalam pementasannya Barongsai dan Liong dapat dipadukan (tampil bersama) atau dimainkan terpisah. Menurut falsafah Cina Kuno tarian Barongsai yang dipadukan dengan tari Liong bermakna memadukan/ menyelaraskan unsur Yin dan Yang (Negatif dan Positif), karena dunia ini digambarkan terdiri dari 2 unsur Negatif dan Positif, Malam dan Siang, Hitam dan Putih, Wanita dan Pria. Kesenian Barongsai dan Liong biasanya ditampilkan pada hari raya keagamaan Khonghucu (khusus) seperti Implek, Cap Go Meh, Tiong Chiu atau hari kelahiran Nabi Khongcu (27 bulan 8 Implek) biasanya sekitar September/ Oktober, kesenian ini dimainkan di sepanjang jalan karena dipercaya mampu menghalau segala unsur jahat dan negatif di sepanjang jalan yang dilewatinya sehingga akan membawakan kedamaian dan kesejahteraan bagi yang melihatnya. Khusus untuk Group Tripusaka Surakarta, yang anggotanya mayoritas berasal dari etnis Jawa, mempunyai tiga misi, yaitu misi ritual, misi entertaintment (show), dan misi olahraga. Dalam misi ritual, Barongsai dan Liong yang dimainkan biasanya dominan dengan warna Hitam dasn Putih atau Merah dan Putih sebagai simbol unsur Yin dan yang karena dipercaya bisa menolak bala. Barongsai dan Liong yang akan dimainkan sebelumnya dibawa commit to user ke
Klenteng
atau
Lithang
(tempat
ibadah
Khonghucu)
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
disembahyangkan dan diberi Hu (kertas kuning bertuliskan huruf Mandarin) yang dipercaya sebagai jimat penolak bala di kepala Liong dan Barongsai diikatkan seuntai daun Jeruk yang dipercaya akan membawa kesejukan bagi manusia. Selanjutnya Barongsai dan Liong akan dibawa/diarak berkeliling kota dimana sepanjang jalan banyak orang yang memasang Angpao (bungkusan Merah berisi uang) yang digantung di depan/diatas rumah dan kemudian akan diambil/disambar oleh Liong dan Barongsai yang melewatinya. Masyarakat percaya bahwa Angpao yang mereka berikan sebagai ungkapan kegembiraan (warna Merah melambangkan ketulusan, kebahagiaan dan rejeki) dan tolak bala ini akan mendapatkan balasan dari Tuhan berpuluh kali lipat, itulah sebabnya Group Barongsai banyak memperoleh dana lewat Angpao pada hari raya tertentu. Untuk Group Tripusaka sudah kesekian kalinya mendapat giliran kirab Implek selalu di sekitar Coyudan, Singosaren dan Nonongan. Dalam misi entertainment (show), warna yang digunakan Barongsai maupun Liong bebas bahkan terkesan menyolok berwarna-warni, acara ini bisa disaksikan setiap saat yaitu pada Pesta Pernikahan, Pesta Ulang Tahun, Promosi dan lain sebagainya, tergantung kepada permintaan konsumen, biasanya warna yang disukai adalah merah. Merah melambangkan kebahagiaan, ketulusan dan rejeki berlimpah maka sering kita lihat warna Merah dominan dalam kehidupan suku Tionghua. Kuning melambangkan keagungan, keharmonisan kerukunan.
kewibawaan dan
dan
kesuksesan,
dan
Biru
kedamaian. Hijau melambangkan commit to user
melambangkan kesejukan
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Pada misi olahraga, setiap tahun biasanya Group Tripusaka mengikuti berbagai lomba/festival yang diadakan baik oleh PBWI (Pengurus Besar Wushu Indonesia), PERSOBARIN (Persatuan Seni Olah Raga Barongsai Indonesia), PKBLSI (Persatuan Kungfu, Liong & Barongsai Seluruh Indonesia) dan berbagai Federasi Barongsai lain baik tingkat Lokal, Propinsi, Nasional bahkan ditingkat Internasional/dunia. Setiap tahunnya selalu ada Festival Liong dan Barongsai di Malaysia. Barongsai sebagai salah satu budaya Tionghoa sudah selayaknya apabila dimainkan oleh orang dari etnis Tionghoa. Akan tetapi hal yang sebaliknya terjadi di yayasan Tripusaka Solo.
Sehubungan dengan era
reformasi ini, kelompok Barongsai yang dipimpin oleh Adjie Chandra ini hampir 80% pemainnya berasal dari etnis Jawa. Sebagai salah satu kebudayaan Tionghoa, dan bisa dikatakan telah menjadi symbol keberadaan dari etnis Tionghoa di Indonesia sungguh menarik mengetahui hal tersebut, suatu budaya khas Tionghoa namun dengan pemain mayoritas etnis Jawa. Penelitian mengenai akulturasi komunikasi budaya antar etnis pernah dilakukan oleh Jelena Durovic dari Roskilde University Denmark dalam jurnal internasional yang berjudul “Intercultural Communiation and Ethni Identity”.1 Selain itu Robert Siburian, juga mengadakan penelitian yang sama dengan judul: “Etnis Cina di Indonesia Fakta Komunikasi Antar Budaya”.2 Berdasarkan kenyataan ini sekiranya dapat memberikan sebuah paradigma baru kepada masyarakat umum, dan juga membuat peneliti tertarik untuk lebih mengetahui proses-proses komunikasi budaya etnis Tionghoa dan 1 2
commit to user Jelena Durovic. http://www.immi.se/intercultural/nr16/durovic.htm. Robert Siburian. www.balitbang.depkominfo.go.id
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Jawa dalam proses akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo.
B. Perumusan Masalah Kebudayaan adalah suatu hal yang indah, namun juga terkadang memunculkan sebuah permasalahan yang berujung pada konflik yang berbau SARA. Selama ini di Indonesia telah banyak terjadi kerusuhan yang didasarkan oleh permasalahan tersebut, seperti kerusuhan yang terjadi di Ambon, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lainnya. Beberapa permasalahan tersebut melibatkan etnis Tionghoa. Namun dengan adanya kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka yang mayoritas pemainnya adalah etnis Jawa, sekiranya dapat memberikan sebuah paradigma baru kepada orang banyak. Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah ditarik perumusan masalahnya, yaitu : “Bagaimana komunikasi antar budaya Tionghoa dan Jawa dalam akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo? ”
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan atau memaparkan komunikasi antar budaya Tionghoa dan Jawa dalam akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo, terutama pada aspek: pengirimnya siapa, pesannya apa, saluran/medianya apa, penerimanya siapa, dan efeknya apa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1. Manfaat teoritis Dapat memberikan gambaran tentang komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan etnis Jawa yang mendukung proses pembauran antar etnis dengan melihat pada fokus kajian komunikasi budaya dan bentuk akulturasi. 2. Manfaat praktis a.
Hasil penelitian ini kiranya dapat digunakan sebagai referensi bagi masyarakat maupun bagi peminat kebudayaan untuk lebih memahami bahwa pembauran antar etnis dapat melalui kebudayaan seni seperti Barongsai.
b.
Dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti berikutnya yang mengadakan penelitian dengan tema serupa.
E. Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi Menurut kodratnya manusia secara pribadi masing-masing merupakan individu-individu yang satu sama yang lainnya memiliki kekhasan tetapi secara umum mempunyai kesamaan, yaitu sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial maka dalam setiap kehidupannya, manusia tidak dapat hidup sendiri. Dengan kata lain manusia akan selalu membutuhkan bantuan dari sesamanya agar dapat bertahan demi commit to user kelangsungan hidupnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Aristoteles pernah mengatakan pendapatnya bahwa manusia itu adalah zoom politicon, yang artinya adalah manusia merupakan mahluk sosial yang selalu hidup berkelompok atau paling tidak cenderung mencari teman untuk hidup bersama. Maka manusia tidak akan dapat hidup menyendiri, sebab harkat dan martabatnya sebagai manusia normal tidak mungkin tumbuh dan berkembang tanpa bantuan dari orang lain. Hubungan antar manusia tersebut adalah interaksi sosial. Sedangkan interaksi sosial dapat terlaksana karena adanya komunikasi antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dari sini maka dapat diketahui bahwa komunikasi sebagai sebuah proses dijadikan sarana yang efektif dalam berinteraksi. Pada dasarnya manusia telah melakukan komunikasi sejak lahir di dunia, tindakan komunikasi ini terus-menerus dilakukan selama proses kehidupannya. Melalui komunikasi seseorang menyampaikan apa yang ada dalam pemikirannya atau hati nuraninya kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communication, dan berasal dari kata communis yang berarti sama. Sama disini diartikan sebagai sama makna. Definisi ringkas dari komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan yang diajukan Harold Lasswell yaitu Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?.3 Berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunkan menjadi lima unsur penting komunikasi, yaitu: a. Sumber (source) sering disebut pengirim (sender) atau penyandi (encoder), komunikator (communicator), pembicara (speaker), yaitu pihak
yang
berinisiatif
atau
mempunyai
kebutuhan
untuk
berkomunikasi. b. Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima c. Saluran atau media, yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. d. Penerima
(receiver)
(communicatee),
atau
sarana
(destination),
penyandi-balik (decoder),
khalayak
komunikate (audience),
pendengar (listener), penafsir (interpreter), yaitu orang yang menerima pesan dari sumber. e. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut. Pengertian komunikasi itu sendiri secara sederhana seperti yang dirumuskan oleh Carl Hovland adalah sebagai berikut : Komunikasi adalah suatu proses di mana seseorang atau komunikator mengoperasikan perangsang-perangsang (biasanya berupa lambang kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain atau komunikan.4 Dalam pengertian tersebut di atas, yang dimaksud dengan pengoperan perangsang-perangsang yang berupa lambang kata-kata adalah
3
commit to user
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar (Bandung, Remadja Rosdakarya, 2005), hal. 62-65. 4 Onong U. Effendy. Komunikasi dan Perubahan, (Bandung, Alumni, 2002) hal. 10.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
perangsang-perangsang yang dapat mempengaruhi pendapat, sikap serta tingkah laku seseorang. Tetapi tidak selalu berupa lambang kata-kata dalam perangsang orang lain, dapat juga berupa anggukan atau gelengan kepala, senyuman, kedipan mata dan lain sebagainya dalam usaha mengubah tingkah laku orang lain. Komunikasi haruslah berusaha untuk menjadi efektif, komunikasi efektif merupakan hasil pemahaman antara komunikator dan penerima. Komunikasi berhasil hanya bila komunikator dapat menyampaikan pengertian yang dimaksud kepada penerima. Komunikasi mencari upaya untuk mencapai suatu “kesamaan” dengan penerima. Oleh karena itu, dapat diartikan komunikasi sebagai pengalihan informasi dan pemahaman melalui penggunaan simbol-simbol umum. Bisa verbal atau non verbal, informasi bisa mengalir ke atas dan ke bawah (diagonal). Komunikasi pengiriman informasi dan pemahaman menggunakan simbol-simbol verbal atau non verbal. “Proses komunikasi dapat diartikan sebagai transfer informasi atau pesan-pesan (messages) dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai komunikan”5. Tujuan dari proses komunikasi tersebut adalah tercapainya saling pengertian (mutual understanding) antara kedua belah pihak. Sebelum pesan-pesan tersebut dikirim kepada komunikan, komunikator memberikan makna-makna dalam pesan tersebut (decode) yang kemudian ditangkap oleh komunikan dan diberikan makna sesuai dengan konsep yang dimilikinya (encode). commit to user 5
Rosadi Ruslan. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta, Raja Grafindo, 2006), hal. 81.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Proses komunikasi menurut Schramm terdiri dari sembilan elemen, yaitu : a. Pengirim, pihak yang mengirim pesan kepada pihak lain (juga disebut sumber atau komunikator). b. Penulisan dalam bentuk sandi (encoding) adalah proses mengungkapkan pendapat ke dalam bentuk simbolik. c. Pesan, serangkaian simbol yang dikirim oleh pengirim. d. Media, saluran-saluran komunikasi yang dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan dari pengirim kepada penerima. e. Pembacaan sandi (decoding), proses ketika penerima mengartikan simbol-simbol yang dikirim oleh pengirim. f. Penerima, pihak yang menerima pesan yang disampaikan oleh pihak lain (disebut juga pendengar atau tujuan). g. Tanggapan, serangkaian reaksi dari penerima setelah melihat atau mendengar pesan-pesan yang dikirimkan oleh pihak pengirim. h. Umpan balik, bagian dari tanggapan penerima bahwa penerima itu mengkomunikasikan kembali kepada pengirim. i. Gangguan atau distorsi yang tak terduga selama proses komunikasi, mengakibatkan penerima memperoleh pesan berbeda dari yang dikirimkan pengirim.6 Suatu proses komunikasi dapat dikatakan berhasil jika dapat menimbulkan efek positif dan signifikan bagi penerimanya. Seperti dipahami dari definisi komunikasi yang diajukan oleh Carl I. Hovland yaitu
komunikasi
adalah
proses
yang
memungkinkan
seorang
(komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate). Berdasarkan definisi Hovland tersebut tampak bahwa proses komunikasi bukanlah semata-mata hanya proses penyaluran pesan saja atau yang disebut komunikasi satu arah, namun lebih daripada itu diharapkan muncul juga adanya efek atau dampak tertentu (feedback) dari proses komunikasi yang dilakukan komunikator tersebut. Efek yang diharapkan muncul dari proses komunikasi dibagi menjadi tiga yaitu, efek commit to user 6
Philip Kotler. Manajemen Pemasaran, (Jakarta, Erlangga, 1998), hal. 244).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
kognitif yang mengacu efek perubahan pada pikiran atau pertambahan pengetahuan. Lalu efek afektif atau berhubungan dengan sikap dan persepsi seseorang serta efek behaviorioral yaitu efek yang mengacu pada perubahan perilaku dan tindakan. Situasi-situasi sosial tertentu tersebut menyebabkan komunikasi berada dalam konteks-konteks tertentu. Secara luas, konteks berarti semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi. Pertama, aspek bersifat fisik seperti keadaan lingkungan, cuaca, suhu, bentuk, ruangan, dan jumlah peserta komunikasi. Kedua, aspek psikologis, seperti sikap, prasangka, dan emosi peserta komunikasi. Ketiga, aspek sosial, seperti norma kelompok, nilai sosial, dan karakteristik budaya. Dan keempat, aspek waktu, yaitu kapan waktu berkomunikasi. Komunikasi dalam kategorisasi berdasarkan tingkat (level) digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari komunikasi yang melibatkan jumlah peserta komunikasi paling sedikit hingga yang melibatkan jumlah peserta paling banyak. Terdapat empat tingkat komunikasi yang disepakati para pakar, yaitu komunikasi massa, komunikasi
antarpribadi,
komunikasi
organisasi,
dan
komunikasi
kelompok. Tingkat-tingkat komunikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar, siaran radio, siaran televisi yang ditujukan kepada umum dan film yang dipertunjukkan di gedunggedung bioskop7.
7
commit to user
Onong Ucjana Effendy. Op.Cit, hal. 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Dari definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri khusus dari komunikasi massa adalah penggunaan media massa, seperti surat kabar, radio, televisi dan film dalam penyampaian pesanpesannya kepada khalayak. Sehubungan dengan ciri khusus dari komunikasi massa tersebut di atas, bahwa penggunaan media massa dapat menimbulkan feed back atau umpan balik bagi khalayak. Feed back sendiri dalam ruang lingkup komunikasi adalah merupakan bagian dari proses komunikasi. b.
Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication) Komunikasi antarpribadi didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal Commuication Book, “Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang atau sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”. (The process of sending and receiving messages between two persons, or among or small group of person, with some effect and some immediate feedback).8 Komunikasi antarpribadi juga dapat didefinisikan sebagai komunikasi
antara
orang-orang
secara
tatap
muka,
yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.9
commit to user 8 9
Onong Ucjana Effendy. Ilmu, Teori dan Filsafat. (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000) hal. 30. Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. (Bandung, Remadja Rosdakarya), hal. 73.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
c.
Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi horisontal, sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi.
d.
Komunikasi Kelompok Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut. Dengan demikian, komunikasi kelompok tertuju pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil tersebut (small-group communication). Komunikasi kelompok dengan sendirinya juga melibatkan komunikasi antarpribadi, karena masingmasing kelompok tersebut juga melakukan komunikasi.
2. Budaya dan Kebudayaan Budaya merupakan suatu pola hidup yang menyeluruh, suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi.10 Budaya bukanlah sesuatu yang commit to user 10
Ibid, hal. 6-7.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
dimiliki sebagian orang yang tidak dimiliki oleh sebagian orang lainnya, ini berarti budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian adalah sebagai suatu faktor pemersatu. E.B. Taylor mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan atau kebiasaan-kebiasaan
lain
yang
diperoleh
anggota-anggota
suatu
masyarakat.11 Kata ‘budaya’ dalam kata ‘kebudayaan’ dari bahasa Sansekerta ‘buddhayah’ yang berarti akal budi. Akal budi tidak lain dalah kata intelektual (kognitif) sekaligus di dalamnya terkandung unsur-unsur perasaan (afektif).12 Koentjaraningrat menyebutkan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang universal, yaitu (1) bahasa; (2) sistem pengetahuan; (3) organisasi sosial; (4) sistem peralatan hidup dan teknologi; (5) sistem mata pencaharian hidup; (6) sistem religi; (7) kesenian.13 Ketujuh unsur tersebut menjelma menjadi tiga wujud kebudayaan, yaitu sebagai suatu kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia, sebagai wujud suatu komplek aktivitas, dan wujud sebagai benda.14 Budaya dalam hubungannya dengan komunikasi tidaklah dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna
11
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya (Bandung, Remadja Rosdakarya), hal. 56. 12 Andrik Purwanto. Komunikasi Multikultural (Surakarta, Muhammadiyah University Press, 2003), hal. 95. commit to user 13 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. (Jakarta, Rineka Cipta, 1990), hal. 203-204. 14 Alo Liliweri. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001), hal. 159.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.15
3. Masyarakat Majemuk Dalam interaksi sosial, masyarakat adalah sebuah sistem di mana terdapat interaksi antar komponen baik individu, kelompok, atau lembagalembaga.16 Masyarakat dalam bahasa Inggris disebut dengan soiety yasng berasal dari kata latin sosious yang berarti kawan. Istilah masyarakat berasal dari akar kata arab “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi, atau “masyarakat” yang berarti saling bergaul, sehingga masyarakat dapat didefinisikan sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.17. Lebih jelas lagi Kontjaraningrat memberikan penjelasan tentang masyarakat, bahwa masyarakat memang sekumpulan manusia yang saling “bergaul” atau istilah ilmiahnya saling “berinteraksi”. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi, tidak semua kesatuan manusia yang berinteraksi itu disebut masyarakat karena suatu masyarakat harus mempunyai suatu ikatan yang khusus. Ikata yang membuat suatu kesatuan manusia yaitu pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam
15
commit to user
Ibid, hal. 19. Andrik Purwasito. Op.Cit. hal. 95. 17 Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta, Rineka Cipta, 1990), hal. 143. 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
batas kesatuan itu.18 Dalam definisi tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia atau bisa disebut dengan sekelompok manusia yang mendiami suatu daerah tertentu yang tidak dapat hidup sendiri-sendiri dengan kata lain mereka hidup bersama dan saling membutuhkan di mana mereka mempunyai hubungan baik antar sesama secara terus menerus dengan diikat oleh norma-norma dan adat istiadat yang diakui ditaati dan dianut oleh warganya demi keberlangsungan hidup bersama.
4. Akulturasi Akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan. Akulturasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses di mana suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa sehingga unsur kebudayaan asing lambat laun dapat diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Akulturasi merupakan suatu proses yang dilakukan satu etnis tertentu yang disebut Young Yun Kim sebagai ‘imigran’ untuk menyampaikan informasi mengenai kebudayaannya agar dapat diterima oleh masyarakat pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi akulturasi yang secara teoritis commit to user 18
Ibid, hal. 144.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
mungkin terjadi.19
Hal ini berarti bahwa secara bertahap masyarakat
pribumi belajar menciptakan situasi-situasi dan relasi-relasi yang tepat dalam menerima budaya imigran sejalan dengan berbagai transaksinya yang dilakukan dengan orang lain. Sehingga pada saatnya, masyarakat pribumi akan menggunakan cara-cara berperilaku orang imigran untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola yang sesuai dengan orang imigran. Perubahan perilaku juga terjadi ketika seorang pribumi menyimpang dari pola-pola budaya lama yang dianutnya dan mengganti pola-pola lama tersebut dengan pola-pola baru dalam budaya imigran. Proses komunikasi mendasari proses akulturasi seorang pribumi. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang masyarakat imigran yang signifikan. Sebagaimana orang-orang imigran memperoleh pola-pola budayanya sendiri lewat komunikasi, seorang pribumi juga memperoleh pola-pola budaya imigran lewat komunikasi. Seorang pribumi akan mengatur dirinya sendiri untuk mengetahui dan diketahui dalam berhubungan dengan orang lain. Bila akulturasi
dipandang
sebagai
proses
mengembangkan
kecakapan berkomunikasi dalam sistem sosio-budaya pribumi, maka perlu bahwa kecakapan berkomunikasi demikian diperoleh melalui pengalamanpengalaman komunikasi.20 Proses akulturasi yang berjalan baik dapat menghasilkan integrasi antara unsur kebudayaan asing dan unsur kebudayaan sendiri. Dengan demikian unsur kebudayaan asing tidak lagi
19
commit to user
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2001) hal. 139. 20 Ibid, hal. 140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar, tetapi telah dianggap sebagai unsur kebudayaan sendiri. Pola-pola akulturasi tidaklah seragam di antara individu-individu, mereka merespon perubahan harus berdasarkan pengalaman masing-masing dan bergantung pada potensi akulturasi yang dimiliki tiap individu atau kelompok. Potensi akulturasi ditentukan kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi. Selain itu, ditentukan juga oleh usia dan latar belakang pendidikan yang terbukti berhubungan dengan potensi akulturasi. Yang terakhir yang menentukan juga potensi akulturasi adalah pengetahuan pribumi tentang budaya imigran sebelum memasuki wilayah budaya pribumi (kontak budaya).21
5. Komunikasi Antar Budaya Komunikasi antar budaya di samping memang tidak mungkin lagi dapat dihindari, juga sesungguhnya sangat penting bagi penduduk semua negeri diera globalisasi dewasa ini. Kemunculannya sangat mendesak karena interdependensi antarbangsa semakin nyata, apakah itu di bidang ekonomi, iptek, politik, kebudayaan dan lain-lain. Di samping tentu saja karena mobilitas penduduk dunia ini semakin tinggi dan luas, kemajuan teknologi komunikasi yang luar biasa pesat. Suatu hal yang juga perlu disadari adalah di dalam proses komunikasi antarbudaya itu antar sumber dan komunikan (yaitu mereka yang terlibat di dalam komunikasi) berasal
commit to user 21
Ibid, hal. 144-145.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dari sinilah kadang-kadang muncul sifat-sifat keunikan dari komunikasi antarbudaya tersebut.22 Dalam kehidupan sosio-budaya, kita mengenal adanya komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa ras, etnik, agama, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini). Hal tersebut juga diperkuat oleh Stuward L. Tubbs yang dikutib oleh Andrik Purwasito bahwa komunikasi antarbudaya dilihat sebagai komunikasi antar dua anggota dari latar budaya yang berbeda, yakni berbeda
secara
rasial,
etnik,
atau
sosio-ekonomis
(intercultural
communication between members of different cultures whether defined in terms of racial, etnis, or socioeconomic differences).23 Komunikasi antarbudaya terjadi apabila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerimanya adalah anggota budaya yang lainnya. Jadi, interaksi berkisar pada orang-orang yang berbeda budaya sehingga antara orang yang memiliki budaya dominan sama tetapi subkultur
atau
subkelompok
yang
berbeda.
Proses
komunikasi
antarbudaya dapat digambarkan sebagai berikut:
22
commit to user
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dasn Praktek ((Yogyakarta, Graha Ilmu, 2009) hal. 297. Andrik Purwasito, Komunikasi Multikultural (Surakarta, Muhammadiyah University Press, 2003) hal. 105. 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Budaya A
Budaya B
Budaya C
Gambar 1. Model Komunikasi Antar Budaya
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa ada tiga budaya yang berbeda digambarkan dengan tiga geometrik yang berbeda. Budaya A dan budaya B relatif serupa yang masing-masing diwakili oleh suatu segi empat. Budaya C sangat berbeda dari budaya A maupun budaya B. pesan dilukiskan dengan gambar panah yang menghubungkan budayabudaya itu. Panah tersebut menunjukkan pengiriman pesan dari budaya satu ke budaya lainnya.24 Model ini menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan dalam komunikasi antarbudaya bisa saja terjadi perubahan, bisa terdapat banyak ragam perbedaan budaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi antara orang-orang yang memiliki perbedaan budaya yang ekstrem ataupun orang-orang yang memiliki budaya dominan yang sama atau serupa tetapi subkulturnya berbeda.
commit to user 24
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2001) hal. 21.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
a. Hakikat Komunikasi Antarbudaya DeVito menegaskan, bahwa untuk mendefinisikan komunikasi antarbudaya, perlu terlebih dahulu memahami hakikat kultur itu sendiri. Kultur dapat didefinisikan sebagai gaya hidup yang relatif khusus dan suatu kelompok masyarakat, yang terdiri atas nilai-nilai, kepercayaan, artefak, cara berperilaku, serta cara berkomunikasi yang ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.25 Sementara itu, enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok
teman,
sekolah,
lembaga keagamaan,
dan
lembaga
pemerintahan merupakan guru-guru utama di bidang kultur. Enkulturasi tersebut terjadi melalui mereka. Akulturasi mengacu pada proses di mana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak-kontak ataupun pemaparan langsung dengan kultur lain, misalnya melalui media massa. Sebagai contoh, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta kepercayaan dari kultur tuan rumah semakin menjadi bagian dari kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, tentu saja, kultur tuan rumah berubah juga. Tetapi pada umumnya, kultur imigranlah yang banyak berubah. DeVito commit to user 25
Marhaeni Fajar, Op.Cit, hal. 300,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
menyebutkan, seperti juga dikatakan Young Yun Kim, “Sebab terjadinya peruahan yang praktis satu arah ini adalah perbedaan jumlah pendatang dengan jumlah masyarakat tuan rumah”.26 Menurut Kim penerimaan kultur baru bergantung pada sejumlah faktor. Imigran yang datang dari kultur yang mirip dengan kultur tuan rumah akan terakulturasi lebih mudah. Demikian pula, mereka yang lebih mudah dan terdidik, lebih cepat terakulturasi dibandingkan mereka yang lebih tua dan kurang berpendidikan. Faktor kepribadian juga berpengaruh, orang yang senang mengambil risiko dan berpikiran terbuka, misalnya akan lebih mudah terakulturasi. Akhirnya, orang yang terbiasa dengan kultur tuan rumah sebelum berimigrasi, apakah melalui kontrak antar pribadi ataupun melalui media massa, akan lebih mudah
terakulturasi.
Komunikasi
antarbudaya
mengacu
pada
komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda, antara orangorang yang memiliki kepercayaan, nilai atau cara berperilaku kultural yang berbeda.
b. Bahasa Sebagai Cermin Budaya Bahasa itu mencerminkan budaya, semaksin besar perbedaan budaya, semakin besar perbedaan komunikasi, baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Semakin besar perbedaan antara budaya (dan karenanya, semakin besar perbedaan komunikasi, semakin sulit komunikasi dilakukan). Kesulitan tersebut mengakibatkan commit to user 26
Ibid, hal. 301.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).
c. Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya Semakin besar perbedaan antarbudaya, semakin besar pula kesadaran diri para partisipan komunikasi. Hal ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif. Positifnya adalah kesadaran diri membuat lebih waspada. Ini mencegah mengatakan hal-hal yang mungkin terada tidak peka atau tidak patut. Adapun negatifnya adalah, hal ini membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.27 Dengan semakin mengenal, maka perasaan terlalu berhati-hati akan hilang dan menjadi lebih percaya diri dan spotan. Hal demikian ini pada gilirannya akan menambah kepuasan dalam komunikasi. Masalah sebenarnya
bukanlah
pada
bagaimana
menjaga
interaksi
dan
mengupayakan saling pengertian, melainkan terlalu mudah menyerah setelah terjadinya kesalahpahaman di saat awal.
d. Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika berhubungan menjadi lebih akrab. Walaupun selalu menghadapi commit to user 27
Ibid, hal. 304.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain. Penilaian yang dilakukan secara dini biasanya didasarkan pada informasi yang terbatas. Oleh karena itu, perlu lebih fleksibel untuk memperbaiki pendapat yang dibuat berdasarkan informasi yang sangat terbatas itu. Prasangka dan bias bila dipadukan dengan ketidakpastian yang tinggi akan menghasilkan penilaian yang nantinya perlu diperbaiki.
e. Memaksimalkan Hasil Interaksi Sunnafrank sebagaimana dikutip oleh DeVito mengatakan bahwa dalam semua komunikasi, demikian pula dalam komunikasi antarbudaya, senantiasa berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Berusaha memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya minimum. Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berinteraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, mungkin akan menghindarinya. Dengan demikian, akan memilih berbicara dengan rekan kelas yang banyak kemiripannya dibandingkan orang yang sangat berbeda. Tetapi memperluas pergaulan mungkin akan memberikan kepuasan yang lebih besar setelah beberapa waktu. Kedua, bila mendapatkan hasil yang positif, terus melibatkan diri
dalam
komunikasi
dan
meningkatkan
komunikasi.
Bila
commit mulai to user menarik diri dan mengurangi memperoleh hasil negatif,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
komunikasi. Implikasinya jelas, jangan cepat menyerah, terutama dalam situasi antarbudaya. Ketiga, membuat prediksi tentang mana perilaku yang akan memberikan hasil positif. Dalam komunikasi berusaha memprediksi hasil, misalnya dari pilihan topik, posisi yang diambil, perilaku nonverbal yang ditunjukkan, banyaknya pembicaraan yang dilakukan, dibandingkan dengan tindakan mendengarkan, dan sebagainya. Kemudian melakukan apa yang kira akan memberikan hasil yang positif dan berusaha tidak melakukan apa yang memberikan hasil yang negatif.28
6. Etnis Tionghoa dan Etnis Jawa Etnis Tionghoa dan etnis Jawa adalah yang menjadi subjek pokok penelitian ini. Istilah Tionghoa dibuat oleh orang Indonesia yang berasal dari kata Zhonghua dalam bahasa Mandarin Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.29 Apabila dilihat dari ciri fisik etnis Tionghoa sangat mudah sekali untuk dikenali seperti mata sipit, kulit putih pucat, dan berambut lurus. Dilihat dari sudut kebudayaan masyarakat Tionghoa dikategorikan menjadi dua masyarakat Tionghoa “Peranakan” dan “Totok”.30 Orang Tionghoa Peranakan terdiri dari orang Tionghoa yang sudah terasimilasi sebagian ke dalam masyarakat Indonesia, sebagian dari mereka telah menikah dengan masyarakat pribumi dan memiliki
28
Ibid, hal. 305-306. commit to user http://id.wikipedia.org.wiki/Tionghoa-Indonesia diakses 7 Agustus 2010. 30 Rustopo, Menjadi Jawa : Orang-orang Tionghoa dan Kebudayaan Jawa di Surakarta 18951998, (Surakarta, Ombak, 2007), hal. 68. 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
keturunan dengan masyarakat pribumi, orang Tionghoa ini sudah lama tinggal di Indonesia dan pada umumnya sudah berbaur. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat sebagai bahasa sehari-hari dan bertingkah laku seperti pribumi. Sedangkan orang Tionghoa Totok adalah orang Tionghoa yang secara budaya dan turunan masih berasal dari Tionghoa, mereka adalah pendatang baru, umumnya baru satu sampai dua generasi dan masih berbahasa Tionghoa akan tetapi dengan terhentinya imigrasi dari daratan Tionghoa, jumlah Tionghoa Totok semakin menurun, dan keturunan Totok sudah mengalami peranakanisasi.31 Masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah salah etnis penting dalam sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Setelah Negara Indonesia terbentuk, maka otomatis orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia haruslah digolongkan dalam lingkup nasional Indonesia setingkat dan sederajat dengan sukubuku bangsa lainnya yang membentuk Negara Indonesia Republik Indonesia. Suku Jawa adalah suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa bertutur sehari-hari. Garis keturunan dalam masyarakat Jawa diturunkan lewat ayah dan ibu. Bahasa Jawa merupakan bahasa yang sangat sopan dan menghargai orang yang diajak berbicara khususnya bagi orang yang lebih tua dan bahasa Jawa juga sangat mempunyai arti yang luas. Orang Jawa sebagian besar secara commit to user 31
Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa, (Jakarta, Pustaka LP3ES, 1999), hal. 252.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
nominal menganut agama Islam. Tetapi yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik juga banyak. Mereka juga terdapat di daerah pedesaan. Penganut agama Budha dan Hindu juga ditemukan pula diantara masyarakat Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan Anismisme dengan pengaruh HinduBudha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya. Semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai. Orang Jawa memiliki stereotip sebagai sukubangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai sukubangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat. Yang dimaksud dari kebudayaan Jawa adalah kebudayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa yang hidup di daerah Jawa Tengah bagian selatan dengan sentranya pada Keraton Yogyakarta dan Surakarta.32 Kebudayaan Jawa yang hidup di Surakarta merupakan kebudayaan peradaban yang berakar di Keraton, kebudayaan yang mengutamakan aspek
kehalusan
dan
keindahan.33
Kebudayaan
keraton
meliputi
kesusastraan (bahasa), seni tari, seni suara, dan upacara-upacara termasuk upacara keagamaan yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak empat tahun atau lima abad yang lalu. Akan tetapi lambat laun
32
commit to user
P. Haryono, Kultur dan Jawa Pemahaman Menuju Asimilasi Kulturasi (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1994), hal. 32. 33 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta, Balai Pustaka, 1984), hal. 20.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
perjalanan budaya Jawa mengalami transformasi juga. Transpormasi dapat diandaikan sebagai pengalihan menuju budaya baru yang mapan, juga bisa sebagai proses yang lama dan bertahap-tahap, atau sebaliknya sebagai titik balik yang begitu cepat. Bahasa Jawa adalah bahasa yang sering digunakan oleh orang Jawa di Surakarta ini. Bahasa Jawa memiliki tiga strata pokok, yaitu ngoko, (strata tak resmi), madyo (strata setengah resmi) dan krama (strata resmi). Bahasa Jawa logat Surakarta dianggap sebagai bahasa Jawa yang beradasb, tetapi dengan adanya perubahan sosial awal abad-20 sebagai akibat pendidikan dan kemajuan ekonomi telah mengubah struktur kelas sosial. Perubahan yang besar dalam penggunaan bahasa Jawa oleh masyarakat Surakarta tidak membuat kehilangan kejawaannya. Meskipun tutur kata yang kasar tetapi melalui bahasannya mereka dapat diidentifikasi sebagai orang Jawa yang berlogat Surakarta.
F. Kerangka Pemikiran Penelitian ini difokuskan pada para anggota (pemain) Barongsai dalam kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo, sebagai contoh berlangsungnya akulturasi dan komunikasi antarbudaya yang efektif antar etnis Tinghoa dan Jawa di Kota Surakarta. Barongsai merupakan salah satu budaya Tionghoa yang sudah selayaknya bila dimainkan oleh orang dari etnis Tionghoa. Namun dalam hal ini di Yayasan Tripusaka Solo yang mayoritas anggotanya adalah orangcommit to user orang Jawa memainkan kesenian Barongsai tersebut. Dengan adanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
sekelompok ini akan mempertemukan individu-individu baik dari etnis Tionghoa maupun etnis Jawa dalam berinteraksi mewujukan suatu bentuk komunikasi. Kelompok Barongsai inilah merupakan tempat berlangsungnya komunikasi yang efektif. Dalam kelompok inilah individu-individu akan melakukan proses komunikasi, komunikasi yang terjadi apabila komunikator dan komunikan saling berinteraksi dan terjadi hubungan yang timbal balik. Dengan dimainkannya kesenian Barongsai oleh etnis Jawa, tentunya tidak akan mengeser kebudayaan kita sendiri, justru malah akan menambah kekakayaan kebudayaan kita. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Etnis Jawa
Etnis Tionghoa
Kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka
Proses Komunikasi dalam Akulturasi
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
G. Metode Penelitian 1. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian
kualitatif
lebih
menekankan
makna
dari
pada
generalisasi.34 Penelitian
kualitatif
biasanya
tidak
dimaksudkan
untuk
memberikan penjelasan-penjelasan (explanations), mengontrol gejalagejala komunikasi, mengemukakan prediksi, atau untuk menguji teori, tetapi lebih dimaksudkan untuk mendeskrispikan dan/atau pemahaman mengenai bagaimana suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.35 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo. 3. Subyek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah anggota (pemain) kelompok Barongsai yang terdiri dari etnis Tionghua dan etnis Jawa. Narasumber dicari dengan teknik snowball sampling. Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula kecil kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam
34
commit to user
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, Alfabeta, 2007), hal. 1. Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, Menuju Paradigma Baru Penelitian Komunikasi (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1999), hal. 91. 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. 36 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Wawancara Wawancara dilakukan dengan orang-orang yang dianggap memiliki kapasitas seperti para tokoh kunci yang bisa memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. b. Observasi Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Metode observasi yang dilakukan adalah observasi partisipatif. Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan kelompok Barongsai Tripusaka, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.37 c. Dokumentasi Metode dokumentasi digunakan untuk melengkapi penelitian yang dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen seperti otobiografi, catatan harian, artikel, brosur dan lain-lain yang ada di Yayasan Tripusaka Solo. Dokumen-dokumen tersebut dapat mengungkapkan
36
commit to user
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung, Alfabeta, 2008) hal. 85. 37 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung, Alfabeta, 2007), hal. 65.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
bagaimana subjek mendefinisikan dirinya sendiri, lingkungan, dan situasi yang dihadapinya pada suatu saat, dan bagaimana kaitan definisi-definisi tersebut dalam hubungan dengan orang-orang di sekelilingnya dengan tindakan-tindakannya.38
5. Analisis Data Dalam menganalisa data penulis menggunakan analisa interaktif (interactive model of analysis). Model ini mempunyai tiga komponen yaitu data reduction, data display dan data conclusion drawing.39 Data reduction adalah suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa untuk membuat kesimpulan akhir. Data display adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan, sedangkan data conclution drawing adalah mengambil suatu kesimpulan. Ketiga komponen tersebut bila digambarkan dengan diagram seperti dibawah ini :
38
commit to user
Deddy Mulyana, Op.Cit, hal. 68 Miles dan Huberman dalam Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung, 2007) hal. 92 39
Alfabeta,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan
Gambar 3. Model Analisis Interaktif
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan dan verifikasi. a. Reduksi data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. b. Sajian data Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, commit to user hubungan antar kategori, flowcharti dan sejenisnya. Penyajian data
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan untuk memahami
apa
yang
terjadi,
merencanakan
kerja
selanjutnya
berdasarkan apa yang telah difahami tersebut. c. Penarikan Simpulan dan Verifikasi Simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perlu dilakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat, mungkin sebagai akibat pikiran kedua yang timbul melintas pada peneliti pada waktu menulis sajian data dengan melihat kembali sebentar pada catatan lapangan.
6. Validitas Data Validitas data adalah derajad ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian.40 Sedangkan untuk validitas data triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data pada sifat valid dan reliable. Validitas data lebih menunjuk pada tingkat sejauhmana data yang diperoleh telah secara akurat mewakili realitas atau gejala yang diteliti.
commit to user 40
Sugiyono, Op.Cit, hal. 117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Reliabilitas berkenaan dengan tingkat konsistensi hasil dari penggunaan cara pengumpulan data.41 Ada empat macam teknik triangulasi, yaitu (1) triangulasi data atau sering disebut dengan triangulasi sumber, (2) triangulasi metodologis, (3) triangulasi peneliti, dan (4) triangulasi teori.42 Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data, suatu pemeriksaan dengan membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan (1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (2) Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) Membandingkan apa yang dikatakan saat situasi penelitian dengan apa yang dilakukan sehari-hari, (4) Membandingkan apa yang menjadi perspektif responden dengan berbagai pendapat dan pandangan orang banyak atau lawan interaksi objek penelitian, (5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
41
commit to user
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta, LkiS, 2008), hal. 97 HB. Sutopo. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Surakarta, Sebelas Maret University Press, 2002), hal. 78. 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
BAB II GAMBARAN UMUM YAYASAN TRIPUSAKA
A. Sejarah Perkembangan Yayasan Tripusaka Di kota Surakarta Perkumpulan Wushu, Liong dan Barongsai Tripusaka (MAKIN Sala) merupakan Group Liong dan Barongsai satusatunya yang mampu beratraksi dengan penampilan yang memukau antara lain permainan Barongsai diatas bangku setinggi ± 3 meter dan permainan lantai, permainan diatas bola raksasa dan lain-lain. Perkumpulan ini baru berusia sekitar 11 tahun (didirikan 5 Februari 1999), tetapi dalam prestasinya perkumpulan Tripusaka ini mampu membuat prestasi dalam berbagai Acara, Festival dan Kejuaraan. Perkumpulan yang merupakan seksi olah raga dan kesenian di bawah Panji Majelis Agama Khonghucu Indonesia Surakarta dan Yayasan Pendidikan Tripusaka ini mulai karirnya saat untuk pertama kalinya di Surakarta berlangsung perayaan Implek 1999, bersama Group Barongsai Jien Hoo Tong dan Hoo Hap dari Semarang serta Group Kiem Liong (Naga Emas) dari Salatiga, 4 (empat) perkumpulan ini menampilkan kebolehannya beratraksi di Stadion Sriwedari yang diawali dengan kirab diberbagai ruas jalan utama Surakarta. Berbagai suka dan duka di alami oleh Group Tripusaka yang mulai dari Nol (tak punya apa-apa) dibantu oleh seorang tokoh dari Solo Baru yaitu Bapak Hendra Yauw yang memberikan Barongsai bekas, anak-anak Tripusaka commit to user mulai belajar memainkan Barongsai, dari pinjaman yang diberikan MAKIN
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Sala sebesar 3 juta, Group Tripusaka memesan sebuah tambur dan perlengkapan musik sederhana untuk berlatih, pelan-pelan namun pasti (karena saat itu Tripusaka hanyalah satu-satunya Group Barongsai yang ada), berbagai permintaan untuk pentas/ tampil berdatangan, baik dari perorangan, Instansi Pemerintah, perkumpulan dan swasta mulai dilayani. Dari hasil pentas tersebut Group Tripusaka mulai dapat menambah inventarisnya, kini tidak kurang dari 14 buah Barongsai, Sepasang Shantungsai, 3 (tiga) Liong, 2 set Bangku, 1 set Tonggak, Bola Raksasa dan Tambur buatan Cina serta peralatan lainnya ada di Tripusaka. Sekitar tahun 1999 akhir Group Tripusaka mendapatkan pinjaman sebuah gedung untuk berlatih yaitu gedung Hok Bo atau bekas gedung wanita/gedung bilyard yang terletak di jalan Sorogenen (sebelah barat gedung PMS), tempat ini saat itu dikontrak/ disewa oleh Perkumpulan Fu Jing dari pihak pemerintah (dulu disita karena milik organisasi Tionghoa), dan karena belum digunakan maka dipinjamkan kepada Tripusaka sebagai sarana latihan. Sayang sekitar tahun 2002 awal, tempat tersebut mulai digunakan oleh Perkumpulan Fu Jing yang kabarnya berhasil membelinya dari pihak pemerintah, akibatnya Group Tripusaka harus kembali berlatih di tempat asalnya di halaman Lithang (tempat ibadah Khonghucu) sampai saat ini. Pada mulanya anggota yang aktif lewat latihan Wushu tercatat sekitar 200 orang, 60% diantaranya kemudian yang kemudian menjadi cikal bakal para pemain Liong dan Barongsai Tripusaka. Para pemain tidak dipungut iuran sama sekali, tetapi bahkan mereka (setelah dinilai layak tampil) akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
memperoleh pembagian Angpao manakala Barongsai / Liong selesai dipanggil untuk pentas dengan honor yang cukup lumayan. Tercatat pada pentas di bulan Januari 2004 yang bertepatan dengan bulan Imlek, Group Barongsai Tripusaka pentas hampir selama 10 hari berturut-turut dengan 14 kali Show, maka untuk para pemain Barongsai dan Liong tentunya memperoleh honor yang cukup lumayan. Sejak didirikan hingga saat ini ke pengurusan tidak banyak mengalami perubahan, karena hanya mereka-mereka sajalah yang mau bekerja keras tanpa pamrih membimbing, membina dan mengarahkan para pemain Liong dan Barongsai Tripusaka membawa nama harum perkumpulan khususnya dan kota Surakarta pada umumnya dalam ajang/ skala tingkat umum maupun Nasional Susunan ke pengurusan terdiri dari : - Penasehat
: Xs. Tjhie Tjay Ing Ws. Indarto (Tan Gik Hien) Dq. Hendra Yauw (Yauw Peng Hie) Dq. Ny Tan Swie Hay
- Ketua
: Js. Heru Subiyanto (Soei Tie Bian)
- Sekretaris
: Js. Ir. Tintin Luisiana Dewi (Tan Loei Tien)
- Bendahara
: Dq. Andriani Chandra (Tan Kwok Ing)
- Pembina
: Ws. Adjie Chandra (Go Djien Tjwan) Js. Hasan Widjayadi (Khoe Hiang Lok) Js. Hermawan Budi Susanto (Sie Siep Hing)
- Koordinator : Dq. Hengky, Dq. Ivo Bernadin, Dq. Titi Ariwibowo Dq. Hananto Nugroho, Dq. Eko Supramono commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Latihan dilaksanakan 3 (tiga) kali dalam seminggu yaitu hari Rabu, Jum’at dan Minggu mulai jam 16.00 WIB – selesai. Dimulai dengan pemanasan sekitar 20 menit dilanjutkan dan latihan dasar yaitu pemantapan jurus kuda-kuda, kemudian dipilah-pilah ada yang latihan Barongsai lantai, Tonggak, Bangku, juga beberapa pemain anak-anak dan putri berlatih memainkan musik. Namun terkadang dalam persiapan untuk menghadapi perlombaan, jadwal latihan ditambah harinya sehingga sampai 5 atau 6 kali dalam seminggu. Pada setiap latihan Perkumpulan selalu menyediakan minuman dan konsumsi untuk para anggotanya, dan setiap sekali para pemain mendapatkan jatah minum Susu Sapi segar, juga berbagai Vitamin dari perkumpulan. Diakhir latihan Pengurus/ Pembina biasanya menyampaikan beberapa pengumuman (kalau ada) dan setiap bulan sekali terkadang juga diadakan Briefing (pengarahan) untuk para pemain Liong dan Barongsai. Sedangkan untuk latihan Wushu sementara ini ditiadakan karena pelatihnya yang berasal dari luar kota ini tidsak bisa lagi mengajar di Solo, sementara untuk mengundang pelatih lokal belum ada, dari luar kota cukup mahal biayanya, perlu diketahui terakhir Tripusaka mendatangkan guru Wushu dari Purwokerto sekali datang honornya Rp 600.000,- (latihan ditunggui sang guru seminggu sekali saat gurunya datang saja). Sementara untuk pelatih Barongsai maupun Liong, hingga kini Tripusaka juga belum memilikinya, pernah oleh Klenteng Kudus dan Lasem yang kebetulan mengundang 1 guru/ pelatih dari Malaysia menawarkan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
juga bisa melatih di Tripusaka, selama 1 Minggu honor yang diminta Rp 30 juga. Berbagai prestasi yang diraih Group/ Sasana Tripusaka antara lain : 1. Tahun 1999 : Pada kejuaraan Daerah Wushu tingkat Propinsi Jawa Tengah tahun 1999 yang lalu, dari 20 atlit Wushu yang dikirim, 14 orang diantaranya memperoleh medali Perunggu, Perak dan Emas, bahkan Barongsai Tripusaka berhasil menjadi juara I tingkat Jawa Tengah untuk jenis permainan bangku, ini merupakan piala pertama bagi Perkumpulan Barong Tripusaka. 2. Tahun 2000 : Pada festival Liong & Barongsai serta Kejuaraan Daerah Wushu Jateng tahun 2000, Group Tripusaka harus puas dengan diperolehnya antara lain: a. Juara I (kesatu) untuk Permainan Liong (Naga) b. Juara II (kedua) untuk Permainan Barongsai diatas tonggak c. Juara III (ketiga) untuk Permainan Barongsai Lantai d. Juara I & II untuk Lomba Barongsai Kanak-kanak e. Rangking IV (empat) untuk Atlit Wushu se Jateng & DIY 3. Tahun 2001 : Pada Kejurnas Wushu Tahun 2001 yang diadakan di Jogyakarta, beberapa atlit Wushu Tripusaka kembali menyabet beberapa piala : a. Peringkat III Tai Chi Putra atas nama Muslih Sidiq b. Peringkat IV Tai Chi Putri atas nama Noviana Dewi Yuwono c. Peringkat V Tai Chi Putri atas nama Murdiyati commit to user 4. Tahun 2002 :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Untuk berbagai event lomba, kembali Perkumpulan Barongsai Tripusaka berhasil meraih kejuaraan antara lain : a. Juara ke 1 permainan lantai pada festival se Jawa & Bali b. Pada Kejurnas Wushu berhasil menduduki peringkat ke 3. c. Pada Borobudur Internasional Festival meraih juara harapan 1. 5. Tahun 2003 : a. Pada Festival Liong se Indonesia di Vihara Gunung Kalong Ungaran team Liong Tripusaka seharusnya menjadi juara ke 3, sayang hanya karena sepatu salah seorang pemainnya terlepas saat berlomba dewan juri memotong nilai sehingga akhirnya hanya menjadi juara Harapan 1. b. Pada Bandung Open Turnament Festival Nasional Barongsai, Tripusaka seharusnya kembali meraih juara 1, sayang ada salah konfirmasi antar beberapa Juri sehingga pada saat lomba, ketinggian Bangku yang saat tehnical meeting tak ada masalah di complaint, akibatnya pemain Tripusaka harus merubah posisi bangku tanpa latihan lebih dahulu dan harus puas menjadi juara harapan 1, sementara team Liongnya juga masih bertahan pada posisi juara Harapan 1. 6. Tahun 2004 : Juara ke II (dua) jenis permainan Lantai dari 25 team yang ikut bertanding pada Kejurda Barongsai yang diadakan Pengda Persobarin Jateng di G.O.R Bhineka Surakarta 18-19 September 2004. 7. Tahun 2005 : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
a. Juara ke I (satu) jenis permainan Lantai dari sekitar 17 perwakilan Sasana Wushu & Barongsai Jateng pada Kejurda Wushu & Barongsai yang diadakan di Tegal Juni 2005. b. Juara ke II (dua) jenis permainan tonggak Kejurda Wushu & Barongsai di Tegal Juni 2005. c. Juara ke II (dua) jenis permainan Lantai dari sekitar 19 Team Barongsai berbagai daerah dalam Kejuaraan Barongsai President Cup (Piala Presiden) yang diadakan di Ancol 7 – 8 Juli 2005. d. Juara ke III (tiga) jenis Permainan Tonggak President Cup 2005 yang diadakan di Ancol 7 – 8 Juli 2005. e. Juara ke II (Dua) jenis permainan Tonggak dalam ajang Porda Jateng yang diadakan di Kendal, September 2005. Perkumpulan Wushu, Liong & Barongsai Tripusaka beralamat di Jalan Jagalan No. 15 (TK & SD Tripusaka) telpon 637488 – 661989 Surakarta. Pengurus secara bergiliran/ bergantian datang ke kantor setiap harinya, tetapi yang selalu stand by di kantor adalah Ws. Adjie Chandra yang memang bekerja menangani sekolah Tripusaka dan kegiatan dari MAKIN (Majelis Agama Khonghucu Indonesia) Surakarta. Penampilan Barongsai Tripusaka banyak digemari masyarakat Surakarta khususnya dengan atraksinya di atas Bangku yang disusun bertumpuk dengan ketinggian sekitar 4 meter, Barongsai ber atraksi diatasnya dengan memiringkan posisi bangku yang diinjaknya, menyambar daun untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
dimakan dan membuka gulungan kain merah dengan tulisan Mandarin Emas (yang disesuaikan dengan eventnya).
B. Atraksi Kesenian Barongsai Barongsai merupakan suatu atraksi yang berbentuk tarian, dimana para pemainnya yang berjumlah 2 (dua) orang mengenakan topeng Kepala dan kostum/ badan berbentuk Singa yang disebut Sam Sie atau Barongsai, namun ada juga berbentuk Ular Naga panjang (Liong) yang dibuat dari kerangka bambu/ rotan tertutup kain, diberi penyangga tongkat dari bambu (rotan) dan dimainkan oleh 9 (sembilan) orang. Untuk Barongsai gerakan yang ditampilkan saat pentas yang utama bertumpu pada kekuatan kuda-kuda (Ma Shi), oleh karena itu para pemain Barongsai dan Liong biasanya terlebih dahulu harus berlatih jurus Wu Shu (bela diri Cina) agar penampilannya semakin sempurna. Namun walaupun demikian gerakan yang ditampilkan Barongsai sangat dominan dengan gerak akrobatik, hal tersebut bisa dilihat pada permainan Barongsai diatas Bangku dan Tonggak besi. Dalam pementasannya Barongsai dan Liong dapat dipadukan (tampil bersama) atau dimainkan terpisah. Menurut falsafah Cina kuno tarian Barongsai yang dipadukan dengan tari Liong bermakna memadukan/ menyelaraskan unsur Yin dan Yang (Negatif dan Positif, Malam dan Siang, Hitam dan Putih, Wanita dan Pria. Biasanya kesenian Barongsai Liong ditampilkan pada hari raya commit todan user keagamaan Khonghucu (khusus) seperti Imlek, Cap Go Meh, Tiong Chiu atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
hari kelahiran Nabi Khongcu (27 Bulan 8 Imlek) biasanya sekitar September / Oktober, kesenian ini dimainkan di sepanjang jalan karena dipercaya mampu menghalau segala unsur jahat dan negatif di sepanjang jalan yang dilewatinya sehingga akan membawakan kedamaian dan kesejahteraan bagi yang melihatnya. Khusus untuk Group Tripusaka Surakarta, kesenian Barongsai yang kembali dihidupkan sekitar Februari 1999 ini mempunyai 3 (tiga) misi yaitu : 1. Misi / Acara Ritual Untuk acara ini Barongsai maupun Liong yang dimainkan biasanya dominan dengan warna Hitam & Putih atau Merah & Putih sebagai simbol unsur Yin dan Yang karena dipercaya bisa menolak bala. Barongsai dan Liong yang akan dimainkan sebelumnya dibawa ke Klenteng atau Lithang (tempat ibadah Khonghucu) untuk disembahyangkan dan diberi Hu (kertas Kuning bertuliskan huruf Mandarin) yang dipercaya sebagai jimat penolak bala dikepala Liong dang Barongsai dikaitkan seuntai daun Jeruk yang dipercaya akan membawa kesejukan bagi manusia. Untuk Barongsai baru (belum pernah dipakai) dalam tradisi (kepercayaan) Tridharma / Klenteng / Taoisme biasanya sebelum digunakan terlebih dahulu diadakan upacara pemberkatan dengan urutan acara sebagai berikut : a. Barongsai baru yang akan dipakai diletakkan diatas altar khusus dengan mata ditutup kain merah, mulut juga ditutup. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
b. Pimpinan
upacara/pendeta
Klenteng
mengawali
dengan
bersembahyang kealtar Tuhan (menghadap keluar klenteng) dan altar utama di bagian tengah Klenteng. c. Badan Barongsai diperciki dengan air klenteng, kemudian pada kepala Barongsai diteteskan darah Ayam jago putih, sebagai sarana agar iblis/roh jahat lari ketakutan melihat sang Barongsai. d. Kemudian kain merah penutup mata dan mulut Barongsai dilepas, pada mata Barongsai diberi tanda dengan cat Merah, juga pada telinga, hidung dan mulutnya, ada juga yang memberi tanda pada kaki Barongsai (celana berbulu sama dengan badan Barongsai yang dipakai pemainnya). e. Selanjutnya pada tanduk Barongsai diikatkan kain merah dan daun jeruk. Kemudian Barongsai dan Liong akan dibawa/ diarak berkeliling kota dimana sepanjang jalan banyak orang yang memasang Angpao (bungkusan Merah berisi uang) yang digantung di depan/ di tas rumah dan kemudian akan diambil/ disambar oleh Liong dan Barongsai yang melewatinya. Masyarakat percaya bahwa Angpao yang mereka berikan sebagai ungkapan kegembiraan (warna Merah melambangkan ketulusan, kebahagiaan dan rejeki) dan tolak bala ini akan mendapat balasan dari Tuhan berpuluh kali lipat, itulah sebabnya Group Barongsai banyak memperoleh dana lewat Angpao pada hari raya tertentu. Untuk Group Tripusaka sudah yang kesekian kalinya mendapat giliran kirab Imlek commit to user selalu di sekitar Coyudan, Singosaren dan Nonongan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
2. Misi / Acara Entertaiment (Show) Dalam acara ini warna yang digunakan pada Barongsai maupun Liong bebas bahkan terkesan menyolok berwarna warnai, acara ini bisa disaksikan setiap saat yaitu pada Pesta Pernikahan, Pesta Ulang Tahun, Promosi dan lain sebagainya, tergantung kepada permintaan konsumen, biasanya warna yang disukai adalah : a. Merah melambangkan kebahagiaan, ketulusan dan rejeki berlimpah maka sering kita lihat warna Merah dominan dalam kehidupan suku Tionghwa misalnya kain merah di atas pintu rumah (saat rumah tersebut mantu), hiasan dari lampu, lampion, kartu ucapan selamat dan lain sebagainya. b. Kuning melambangkan keagungan, kewibawaan dan kesuksesan c. Biru lambang keharmonisan dan kedamaian d. Hijau lambang kesejukan dan kerukukan e. Orange seperti pada Barongsai yang dipakai Xiao Yen Zhe pada serial Film di Televisi yatu Putri Huan Zhu. Berbeda dengan acara ritual, untuk Entertaiment/ show Barongsai atau Liong tidak wajib untuk disembahyangkan lebih dahulu, tetapi tiada salahnya apabila sebelum berangkat ke tempat atraksi, semua pemain berdoa mohon kepada Tuhan agar acara yang mereka laksanakan bisa berjalan dengan lancar. Dalam penampilannya untuk acara pernikahan, Barongsai dan Liong pertama tama akan beratraksi menyambut dan mengantar mempelai commit to user menuju ke kursi pelaminan, selanjutnya akan hadir lagi dengan membawa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Pedang untuk diserahkan kepada kedua mempelai yang akan melakukan acara pemotongan kue pengantin. Kemudian Barongsai akan beratraksi diatas panggung/ bangku untuk memeriahkan acara pesta pernikahan kedua mempelai, dan selanjutnya mengantar mempelai menuju ke pintu masuk saat acara sudsah selesai. 3. Misi / Acara Olah Raga Untuk acara ini setiap Tahun biasanya Group Tripusaka mengikuti berbagai lomba/ festival yang diadakan baik oleh PBWI (Pengurus Besar Wushu Indonesia), PKBLSI (Persatuan Kungfu, Liong & Barongsai Seluruh Indonesia) dan berbagai Federasi Barongsai lain baik tingkat Lokal, Propinsi, Nasional bahkan di tingkat Internasional / dunia setiap Tahunnya selalu ada Festival Liong dan Barongsai di Malaysia, satu catatan penting yang perlu diketahui Indonesia di wakili Team Barongsai Padang untuk tahun 2003 sudah masuk urutan 5 besar. Untuk festival / perlombaan ini Barongsai dibagi menjadi 2 kategori yaitu : a. Barongsai Permainan Lantai Kejuaraan dinilai dari permainan Barongsai diatas lantai, kedua pemain yang di depan berfungsi memegang kepala dan memainkan mimik Barongsai kaget, marah, sedih, gembira mengantuk dan lainnya sementara pemain belakang berfungsi sebagai badan Barongsai serta menggerakkan ekor sehingga dengan kekompakan yang serius dan indah kita akan menyaksikan seolah seekor Singa sedang beraksi di depan kita.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Adegan yang diperagakan kedua pemain untuk dinilai ini juga berdasarkan aturan yang telah disepakati baik tingkat nasional ataupun internasional, misal :
1) Lama atraksi sekitar 10 sampai 12 menit 2) Jumlah personil 10 personil terdiri dari (2 pemain, 4 atau 6 pemusik, 1 ketua, 1 pelatih). 3) Tidak boleh memakai alat bantu lebih dari ketentuan (biasanya hanya boleh dengan bangku, kursi dengan ketinggian kurang dari 1 meter, guci mainan berbentuk binatang dan lain sebagainya). 4) Tidak boleh memakai Pawang, yaitu pemain yang bertugas sebagai pasangan lomba sehingga Barongsai lebih mudah diarahkan mimiknya. 5) Arena yang digunakan berukuran 10 x 10 meter 6) Harus ada adegan Barongsai makan sayur 7) Peserta harus melampirkan sinposis adegan yang diperagakan. b. Barongsai Permainan Tonggak Untuk jenis perlombaan ini pemain Barongsai diwajibkan beratraksi diatas Pilar/ Tonggak besi yang ditata berderet memanjang, setiap deret memiliki tingkat kesulitan berbeda, misalnya deret pertama hanya untuk awal Barongsai beratraksi dengan memulai memanjat dan bersikap untuk maju. Deret kedua biasanya untuk jembatan tali, yaitu dari ujung tonggak satu ke ujung lainnya dipasang memanjang sebuah commit to user tali yang akan digunakan Barongsai lewat ke deret di ujung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
seberangnya, sementara deret berikutnya biasanya yang paling sulit tingkat permainannya karena selain tinggi, ditonggak paling ujung biasanya Barongsai akan menyambar daun di bawah untuk disantapnya. Baik untuk permainan Lantai maupun Tonggak, kekompakan antara pemusik dengan penampilan Barongsai serta adegan yang mendebarkan biasanya akan memperoleh tambahan nilai. Sama dengan permainan Lantai, pada permainan Tonggak kedua pemain harus berusaha menampilkan aktivitas seekor Singa yang sedang marah, kaget, sedih, gembira dan lain sebagainya tetapi kesemua adegan itu dilakukan diatas tonggak besi.
C. Unsur Pendukung Atraksi Dalam pementasan Barongsai dan Liong diperlukan unsur pendukung untuk bisa tampil lebih bagus dan sempurna, yaitu unsur instrument dan peralatan serta unsur tari/pelakunya. Unsur instrument ata peralatan terdiri atas : 1. Unsur instrument musik a. Tambur dalam bahasa Mandarin disebut Khu (baca Gu), sama dengan tambur buatan Jawa kebanyakan dibuat dari sulit Sapi/Kerbau dimainkan dengan dipukul, namun berbeda dengan tambur Jawa/ kendang yang harus disetel/ dikencangkan/ dijemur/ dihangatkan dulu untuk menabuhnya, maka tambur buatan Cina setiap saat bisa ditabuh commit to user dengan suara yang keras, tak perlu dijemur atau dipanaskan dulu.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Tetapi harganya cukup mahal, saat Tripusaka membelinya tahun 2000 untuk ukuran tanggung (diameter sekitar 80 cm). b. Simbal dalam bahasa Mandarin disebut Ba (baca Pa), terbuat dari Kuningan/
Tembaga/
Logam
berbentuk
bundar
seperti
pada
perlengkapan Drum Band, dimainkan oleh 4 atau 6 pemain. Cara memainkannya dengan saling ditepuk tepukkan antara Ba ditangan kiri dan tangan kanan pemain mengikuti irama Tambur. c. Bende/ Gong dalam bahasa Mandarin disebut Ling, dimainkan dengan di pukul, untuk Ling permainan Barongsai berbeda dengan pada permainan Liong karena suara Ling Liong lebih terkesan klasik tidak nyaring seperti pada Ling Barongsai, dan dimainkan mengimbangi irama Tambur. d. Ada juga yang melengkapi permainan Liong & Barongsai dengan alat musik Suling/ Terompet, tetapi biasanya hanya untuk Show saja. 2. Unsur peralatan a. Barongsai/ Sam Sie, yaitu topeng dan kostum Singa yang dipakai oleh 2 pemain digerakkan dengan tangan dan badan, terbuat dari kerangka Bambu atau Rotan dibungkus kertas dan kain, dicat berwarna warni. Pemain depan memegang kepala Sam Sie yang dibelakang memegang badan dan ekor Sam Sie, biasanya pemain belakang berpostur tubuh lebih kuat dan besar sebab ia terkadang harus mengangkat pemain depan saat beratraksi. b. Liong / Naga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Yaitu semacam kostum Ular Naga yang terbuat dari kerangka Bambu/ Rotan yang dihubungkan dengan tali, terbungkus kain lalu dicat berwarna warni, diberi penopang kayu/ almunium/ rotan untuk dipegang dan dimainkan pemainnya dengan ketentuan (untuk perlombaan) panjang minimal 18 meter, diameter badan 35 cm, berat kepala Naga minimal 3 Kg, panjang tongkat minimal 1,5 meter. Liong ini dimainkan oleh 9 orang pemain ditambah 1 pemain yang berperan sebagai pembawa Cu/
Mustika yang bertugas mengarahkan agar
permainan Liong ini kelihatan lebih hidup dan indah. c. Bangku Dibuat untuk melengkapi atraksi Barongsai di pesta pernikahan dan lain-lain yang sifatnya show, karena dalam berbagai perlombaan permainan Bangku tidak dissertakan/ dinilai. d. Tonggak/ Pilar Besi Untuk perkumpulan tertentu (terutama yang dananya banyak) disetiap perlombaan mereka akan membuat panggung dari kayu dibentuk sedemikian rupa untuk dijadikan tempat berpijak dasn ber atraksi para anggota/ team pemusik. e. Panggung Musik Untuk perkumpulan tertentu (terutama yang dananya banyak) disetiap perlombaan mereka akan membuat panggung dari kayu dibentuk sedemikian rupa untuk dijadikan tempat berpijak dan ber atraksi para anggota/ team pemusik. commit to user f. Kostum/ Seragam Pemain
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Untuk seragam umum biasanya dibuat sama, dari bahan kaos dengan logo perkumpulan berwarna sesuai identitas perkumpulan tersebut, sedangkan untuk pemusik pada saat Show biasanya berseragam lain, terbuat dari bahan Sutera dan Kain Saten bermotif/model “Chinese Style” agar lebih menarik dipandang biasanya berwarna Merah, Kuning, Orange, Biru, Hijau dan lain sebagainya. g. Panji/ Bendera Digunakan sebagai tanda pengenal/ simbol dari perkumpulan tersebut, biasanya dibuat dari bahan kain sutera/ saten dengan sablon/ sulaman dari benang Emas dan lain-lain agar kelihatan lebih indah.
Saat
perlombaan Panji dan Bendera digunakan dan dipasang dibelakang (sebagai back ground) penampilan pemusik. Dalam pentas Ritual, biasanya Bendera digunakan mengawali jalannya acara yaitu seorang pemain akan mengibar-kibarkan bendera di depan tempat ibadah/ arena acara diiringi dengan musik khas sebagai simbolis mengusir/ membuang hal-hal negatif. 3. Unsur Tari / Pelaku/ Pemain Pendukung dari keberhasilan dan keindahan baik kesenian Liong maupun Barongsai adalah para pemainnya, untuk Barongsai 2 orang pemain sedangkan untuk Liong 9 orang pemain, selain tentunya team musik yang mengiringnya. Para pemain ini harus melewati tahapan tertentu untuk dapat memainkan kesenian ini sampai berhasil dengan baik dan sempurna, yaitu harus dimulai dari berlatih kuda-kuda, pemanasan commit to user sebelum memulai latihan dan pentas dan berlatih rutin (untuk Group
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Tripusaka) setiap Rabu, Jumat dan Minggu dari jam 16.00 – 18.30 WIB. Para pemain terdiri dari para remaja berbagai usia, mulai dari usia 8 tahun sampai remaja berusia 25 tahun, selama mau berlatih dengan tekun akan mampu memainkan Liong & Barongsai dengan baik. Mereka terdiri dari berbagai Etnis, 40% diantaranya dari suku Jawa Asli, sisanya dari Etnis Tionghwa, agamapun tidak menjadi masalah, ada yang beragama Khonghucu, Kristen, Islam, Budha dan Khatolik.
Di
bawah bimbingan pelatih, para pemain ini berlatih dengan tekun dan serius sehingga akhirnya mereka mampu beratraksi dengan indah dan sempurna dan meraih prestasi membawa nama harum Perkumpulan maupun kota dan tentunya untuk kebanggaan diri pribadi dengan berhasil mengumpulkan piala, medali dan sertifikat penghargaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
BAB III PENYAJIAN DATA
Penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teks yang bersifat naratif. Data yang dikumpulkan berupa komunikasi verbal (wawancara) antara peneliti dengan orang-orang yang berkompeten di Tripusaka Solo. Hal-hal yang dijadikan sebagai bahan wawancara dalam komunikasi antar budaya Tionghoa dan Jawa dalam akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo, meliputi : 1. Pengalaman komunikasi Faktor pengalaman komunikasi terdiri atas dua indikator, yaitu intentis komunikasi, dan suasana komunikasi. 2. Pengakuan identitas kultural dan eksistensi etnis dalam kelompok Barongsai Tripusaka. Dalam faktor pengakuan identitas kultural dan eksistensi etnis dalam kelompok Barongsai Tripusaka, terdiri atas empat indikator, antara lain : a. Penentuan peran b. Prasangka c. Membangun citra diri d. Hambatan dan solusi 3. Harapan hubungan komunikasi yang selaras antar etnis Berdasarkan atas beberapa indikator dalam proses komunikasi antara budaya Tionghoa dan Jawa dalam akulturasi pada kelompok Barongsai di commit to user Yayasan Tripusaka Solo, tersebut dapat digunakan sebagai gambaran tentang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
komunikasi antarbudaya etnis Tionghoa dan etnis Jawa yang mendukung proses pembauran antar etnis dengan melihat pada fokus kajian komunikasi budaya dan bentuk akulturasi. Berikut hasil wawancara penulis dengan beberapa nara sumber yang berada di perkumpulan Tri Pusaka Solo. 1. Bapak Danu Bapak Danu adalah seorang anggota Tripusaka yang berusia 24 tahun, masuk sejak tahun 2002. Dalam status etnis, bapak Danu berasal dari etnis Tionghoa, dan status perkawinannya, sekarang ini Bapak Danu sudah berkeluarga. Dalam antraksi Barongsai Bapak Danu berada pada posisi belakang. Wawancara dengan bapak Danu dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 24 Oktober 2010 jam 08.15 sampai 09.00 di Kantor Yayasan Tripusaka Solo. Dalam hal bergaul dengan pemain Barongsai dari etnis Tionghoa, Bapak Danu mengatakan bahwa: Dahulu setiap hari berkumpul dengan teman-teman di Tripusaka, tetapi sekarang mulai berkurang karena sudah berkeluarga. Walaupun sekarang saya jarang berkumpul, namun tetap selalu berkomunikasi dengan teman-teman di Tripusaka dengan menggunakan media telepon. Selama bergaul dengan teman-teman di Tripusaka, tentunya banyak hal-hal yang dibicarakan. Seperti yang dilakukan oleh Bapak Danu, beliau mengatakan bahwa: Biasanya yang diobrolkan waktu bertentu dengan teman-teman di Tripusaka antara lain barongsai, lomba-lomba, dan juga gojegan, dan yang memulai melalukan pembicaraan kadang-kadang saya, kadangcommit userTionghoa. Etnis Jawa di Tripusaka kadang juga teman-teman darito etnis sendiri sudah mulai menyatu dengan budaya Tionghoa begitu juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
sebaliknya etnis Tionghoa menyatu dengan budaya Jawa, ga ada yang dominan, sama semua. Selain itu dalam bergaul antara etnis Jawa dengan etnis Tionghoa di Tripusaka tidak ada hal-hal yang ditutupi. Hal ini seperti yang nyatakan oleh Bapak Danu, sebagai berikut: Waktu bergaul tidak ada yang ditutupi, malahan mereka sering curhat karena biasanya di barongsai tripusaka umur pemainnya tidak terpaut jauh dan sepantaran. Oleh karena itu ketika mengobrol lebih enak karena nyambung. Ya walaupun pernah dapat gosip, namun tingkatannya masih sebatas bercanda, walaupun sampai masalah etnis tapi tidak apa-apa karena namanya juga bercanda. Kalau bercanda masalah etnis kata-katanya antara lain “lha kwe chino ow mas”. Dalam bertemanan antara etnis harus bisa saling memahami. Sehubungan dengan faktor-faktor yang memotivasi untuk ikut menjadi pemain di Barongsai Tripusaka, seperti halnya yang diungkapkan oleh Bapak Danu, yaitu “Motivasi di barongsai antara lain: olahraga, kepuasan ikut lomba karena dilihat banyak orang, dan apabila menang bisa bangga pada orang banyak”. Ikut menjadi pemain Barongsai tidak lepas dari peran. Di Tripusaka penentuan peran tidak ditentukan oleh pelatih atau pimpinan, justru pihak pimpinan Tripusaka membebaskan bagi anggotanya, khususnya anggota baru untuk memilih posisi yang disukainya. Hal senada seperti yang diungkapkan oleh Bapak Danu, yaitu :
“Setiap anak baru di Barongsai Tripusaka
dibebaskan untuk memilih posisi, baru setelah besar diarahkan oleh senior untuk posisi yang tepat untuk mereka”. Di samping itu mengenai hal-hal lain seperti penilaian, tanggapan, ataupun pandangan kepada orang lain yang beretnis Tionghoa dalam commit user berbagaul baik-baik saja. Seperti yangtodiungkapkan oleh Bapak Danu, bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
“Pandangan dengan etnis Jawa selama bergaul dengan mereka, enjoy saja, ibaratnya kita mempunyai batasan-batasan sendiri.” Nilai kehidupan yang telah memotivasi Bapak Danu, yang dapat diperoleh dari kehidupan anggota lain (etnis Tionghoa), yaitu nilai pertemanan yang didapat selama bergaul dengan etnis Jawa adalah sama-sama menghargai. Namun tidak semua orang berpandangan seperti itu, biasanya punya pandangan seperti ini, “kwe wong chino dolano karo wong chino”. Tapi di Tripusaka tidak seperti itu. Tradisi barongsai yang kurang ditaati oleh etnis Jawa tidak ada. Selain itu hal dari etnis Jawa yang kurang pas dengan budaya China, tidak ada. Tetapi biasanya etnis Jawa suka minum-minuman keras, sedangkan etnis China tidak semua suka minum, namun baiknya di Tripusaka tidak ada pemaksaan untuk minum. Di Barongsai Tripusaka ada aturan kalau sebelum bertanding dilarang minum-minuman keras, oleh karena kegemaran etnis
Jawa
minum-minuman
keras
diharapkan
kegemarannya agar dapat terus menaati peraturan.
dapat
mengontrol
Dan selama melakoni
peran dalan permainan Barongsai di Tripusaka, kadang diberikan masukan oleh teman yang lebih senior, seperti “Nu, mainmu kurang gini…kurang gitu.” Namun juga memberikan timbale balik untuk saling memberikan masukan. Dalam menghadapi masalah atau ketika harus mengambil suatu keputusan, di Barongsai Tripusaka adalah bersama-sama. Tidak ada yang dominan. Atasan hanya sebagai pemberi usul, keputusan tetap bersama. Sehubungan dengan harapan kedepannya untuk kelangsungan dan regenerasi Barongsai Tripusaka, Bapak Danu mengatakan, bahwa: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Harapan ke depan, karena 90% pemain barongsai di Indonesia adalah etnis Jawa, maka diharapkan dapat memotivasi etnis Tionghoa untuk dapat turut serta mengembangkan kebudayaannya, dan hal-hal yang bisa lakukan untuk mewujudkan yaitu hubungan yang baik antar etnis yaitu harus bisa membatasi diri kita, harus saling memahami karakter tiap orang, saling instropeksi diri. 2. Erwin Erwin adalah salah satu anggota Tripusaka yang berasal dari etnis Jawa berusia 23 tahun. Menjadi anggota Tripusaka sejak tahun 2002. Wawancara dengan saudara Erwin pada hari Minggu tanggal 24 Oktober 2010 jam 09.00 sampai 10.00 di Kantor Yayasan Tripusaka Solo. Adapun hasil wawancara dengan saudara Erwin sebagai berikut: Dalam hal berbaul dengan teman-teman dari etnis Tionghoa, saudara Erwin mengatakan, “hampir setiap hari kumpul dengan orang etnis Tionghoa”. Hal-hal yang menyebabkan sering atau tidaknya bergaul dengan mereka, saudara Erwin mengatakan “Awal mula waktu kelas 1 SMP lihat latihan barongsai, kemudian merasa tertarik dan ikut latihan sampai sekarang.” Sehubungan dengan komunikasi yang dilakukan dengan teman-teman di Tripusaka, saudara Erwin mengatakan, bahwa: Biasanya media komunikasinya telephone, tatap muka, mendatangi rumah. Hal-hal yang sering dibicarakan pada setiap kesempatan bergaul dengan mereka, yaitu barongsai, gossip tentang teman-teman, dan yang biasa memulai pembicaraan, biasanya teman dari etnis China. Dalam bergaul sama sekali gak ada yang ditutupi. Dalam bergaul dengan teman-teman di Tripusaka, kadang mengalami ketidakmulusan, seperti halnya yang dilalami oleh saudara Erwin. Saudara Erwin mengatakan, bahwa “Pernah digosipin, antara lain: Maen salah dikit commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
trus diprotes padahal dia tidak merasa salah. Yang memprotes itu orang Jawa. Orang Tionghoa itu malah jarang protes.” Masuk menjadi anggota Tripusaka dan menjadi pemain Barongsai, tentunya ada hal-hal yang memotivasinya, seperti halnya yang lakukan saudara Erwin, yaitu ingin mendalami barongsai secara lebih lanjut. Di samping itu mengenai hal-hal lain seperti penilaian, tanggapan, ataupun pandangan kepada orang lain yang beretnis Tionghoa dalam berbagaul dengan teman di Barongsai Tripusaka, seperti yang diungkapkan oleh saudara Erwin, bahwa “Tanggapan selama bergaul dengan Tionghoa antara lain, etnis Tionghoa suka apabila barongsai dimainkan oleh orang Jawa. Namun ada juga orang etnis Jawa yang mengejek kok wong Jowo main barongsai.” Harapan kedepannya untuk kelangsungan dan regenerasi Barongsai Tripusaka, saudar Erwin menyatakan: Harapan di barongsai adalah agar barongsai lebih maju ke depannya dan ingin agar orang lain tertarik main barongsai. Dan hal-hal yang perlu dilakukan menjalin hubungan yang selaras antar etnis yaitu dengan cara mengobrol bareng-bareng apabila ada suatu masalah. 3. Sandy Sandy merupakan salah satu anggota Tripusaka yang berasal dari etni Jawa, masuk di Tripusaka sejak tahun 2002. Sandy sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Surakarta. Dalam bermain barongsai, saudara Sandy termasuk pemain yang berada di posisi depan. Menjadi pemain Barongsai sejak dari duduk di bangku SD. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Waktu wawancara dengan saudara Sandy yaitu pada hari Minggu tanggal 24 Oktober 2010 jam 10.10 sampai 11.00 di Kantor Yayasan Tripusaka Solo. Adapun hasil wawancaranya sebagai berikut: Dalam hal berbaul dengan pemaian Barongsai dari etnis Tionghoa, saudara Sandy mengatakan:
“Dulu sering kumpul tiap hari, tapi sekarang
sudah jarang karena kesibukan kuliah.” Media komunikasi yang sering digunakan saudara Sandy dengan teman-teman di Tipusaka, antara lain : lewat tatap muka, Facebook, telepon. Hal-hal yang sering dibicarakan pada setiap kesempatan anda bergaul dengan mereka, saudara Erdwin mengataka, bahwa: Yang dibicarakan kalau bertemu antara lain; tanya kabar, lomba, barongsai, dan yang mulai pembicaraan adalah etnis China. Selama bergaul tidak ada yang ditutupi karena semua adalah sama, bahkan pernah dimarahi teman-teman karena salah. Hal-hal yang memotivasi untuk turut serta menjadi pemain di Barongsai Tripusaka, saudara Sandy mengatakan, “Motivasi ikut barongsai, awal mulnya karena suka film jet li, kemudian ditawrai latihan wushu dan kemudian dari wushu dikembangkan ke barongsai.” Sehubungan dengan hal tersebut penilaian, tanggapan, pandangan kepada anggota lain yang beretnis Tionghoa dalam pengalaman bergaul dengan mereka di Barongsai, Sandy mengatakan, “asik dan tidak ada perbedaan.” Nilai kehidupan yang telah memotivasi, yang dapat diperoleh dari kehidupan anggota lain (etnis Tionghoa), menurut pernyataan saudara Sandy, to yang user dapat menjadi motivasi, saklek, yaitu “Nilai kehidupan etnis commit Tionghoa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
cuek, senang makan bersama dan hal-hal yang tidak atau kurang sesuai dengan falsafah hidup orang Jawa, adalah sama dan tidak ada bedanya.” Selama melakoni peran, hambatan-hambatan yang pernah dialami oleh saudara Sandy, antara lain waktu mau lomba grogi, dan stress.
Dalam
menghadapi masalah atau ketika harus mengambil suatu keputusan, yang sering menjadi pengambil keputusan, menurut saudara Sandy adalah semua diobrolib bareng dahulu. Harapan kedepannya untuk kelangsungan dan regenerasi Barongsai Tripusaka, saudara Sandy mengatakan, bahwa: Harapan ke depannya untuk barongsai, besok dapat menyaingi barongsai Malaysia karena Malaysia adalah juara 1 lomba Internasional dengan cara komunikasi antar etnis yang baik yaitu antara lain, jangan sok-sokan, mengalir apa adanya, jangan ada gap, serasi. Di Tripusaka tidak ada gap, namun di tempat lain masih ada gap. “Kita semua manusia, saya piker ga ada masalah, asal kita maennya bagus, mereka bagus, ya hasilnya bagus mas. Orang Jawa, Orang China, Orang Batak ya sama saja”. Dari ketiga orang anggota Tripusaka Surakarta yang diwawancarai tersebut, semua menunjukkan bahwa proses akulturasi di Tripusaka berjalan dengan baik. Saling menghargai dan tidak memandang etnis. Antara orang China dengan Jawa saling mempunyai peran di kelompok barongsai tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
BAB IV ANALISIS DATA
Suatu proses komunikasi dapat dikatakan berhasil jika dapat menimbulkan efek positif dan signifikan bagi penerimanya. Komunikasi merupakan proses yang memungkinkan seorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate). Namun demikian
proses komunikasi bukanlah semata-mata hanya proses
penyaluran pesan saja atau yang disebut komunikasi satu arah, akan tetapi lebih daripada itu diharapkan muncul juga adanya efek atau dampak tertentu (feedback) dari proses komunikasi yang dilakukan komunikator tersebut. Efek yang diharapkan muncul dari proses komunikasi dibagi menjadi tiga yaitu, efek kognitif yang mengacu efek perubahan pada pikiran atau pertambahan pengetahuan. Lalu efek afektif atau berhubungan dengan sikap dan persepsi seseorang serta efek behaviorioral yaitu efek yang mengacu pada perubahan perilaku dan tindakan. Proses komunikasi semacam ini seperti halnya pada komunikasi antar budaya yang ada di Yayasan Tripusaka Solo, di mana Yayasan Tripusaka ini merupakan perkumpulan Liong dan Barongsari. Liong dan Barongsari merupakan kebudayaan kesenian yang berasal dari Negeri Tionghoa. Budaya dalam hubungannya dengan komunikasi tidaklah dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Barongsai sebagai salah satu budaya Tionghoa sudah selayaknya apabila dimainkan oleh orang dari etnis Tionghoa. Akan tetapi hal yang sebaliknya terjadi di yayasan Tripusaka Solo. Sehubungan dengan era reformasi ini, kelompok Barongsai yang dipimpin oleh Adjie Chandra ini hampir 80% pemainnya berasal dari etnis Jawa. Sebagai salah satu kebudayaan Tionghoa, dan bisa dikatakan telah menjadi symbol keberadaan dari etnis Tionghoa di Indonesia sungguh menarik mengetahui hal tersebut, suatu budaya khas Tionghoa namun dengan pemain mayoritas etnis Jawa. Budaya merupakan suatu pola hidup yang menyeluruh, suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi. Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki sebagian orang yang tidak dimiliki oleh sebagian orang lainnya, ini berarti budaya dimiliki oleh seluruh manusia dan dengan demikian adalah sebagai suatu faktor pemersatu. Dalam kehidupan sosio-budaya, kita mengenal adanya komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda bisa ras, etnik, agama, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Akultrasi merupakan proses sosial yang timbul bila ada golongangolongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda, saling bergaul langsung secara intensif untuk jangka waktu yang relatif lama sehingga kebudayaan-kebudayaan dari golongan-golongan tadi masing-masing berubah saling menyesuaikan diri menjadi kebudayaan campuran. Dalam akulturasi, inti yang terpenting adalah penggabungan golongancommit to user golongan yang berbeda latar belakang kebudayaannya menjadi satu kebulatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
sosiologis dan budaya. Dalam kehidupan sehari-hari, suatu kebudayaan tidak dapat lepas sepenuhnya dari pengaruh budaya lain. Suatu masyarakat, meskipun itu mayoritas tidak bisa sama sekali lepas dari pengaruh budaya lain, asal saja pengaruh itu tidak merugikan atau merusak kepribadian mayoritas, bahkan dapat membantu terbentuknya kultur yang lebih sesuai dengan semangat pembangunan, sehingga dapat menunjang keberhasilan pembangunan. Rasa saling menerima, memahami dan menghormati dari kedua kultur yang berbeda merupakan suatu konsekuensi yang harus dapat diterima. Sebagai indikasi penerimaan kultur yang harmonis adalah tidak adanya pihak yang dirugikan perasaan dan jiwanya. Untuk itu sebenarnya harus ada sikap terbuka dari kedua belah pihak. Ketertutupan dari salah satu pihak justru akan merusak keagungan dari pengertian suatu akulturasi. Seiring dengan keterbukaan yang sedang dijalankan dan bila di masa-masa mendatang, momen ini sangat tepat untuk membicarakan masalah pembauran. Akulturasi
membutuhkan
suatu
proses,
proses
ini
pertama-tama
membutuhan prasyarat. Prasyarat tersebut bila terjadi saling penyesuaian diri sehingga memungkinkan terjadinya kontak dan komunikasi sebagai landasan untuk dapat berinteraksi dan memahami di antara kedua etnis. Seperti halnya yang terjadi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo. Kelompok ini terdapat dua etnis, yaitu etnis Jawa dan etnis Tionghoa, dimana orang Jawa selaku etnis pribumi ikut memainkan kebudayaan Tionghoa yang berupa kesenian Barongsai. Dalam aktivitasnya di Yayasan Tripusaka, etnis Jawa dan Tionghoa selalu commit to user mengadakan komunikasi, terutama saat bermain kesenian Barongsai. Komunikasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
antara etnis Tionghoa dan Jawa dalam akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo, meliputi: 1) Pengalaman komunikasi, 2) Pengakuan identitas kultural dan eksistensi etnis dalam kelompok Barongsai Tripusaka, dan 3) Harapan hubungan komunikasi yang selaras antar etnis.
A. Pengalaman Komunikasi Dalam berkomunikasi bukanlah semata-mata hanya proses penyaluran pesan saja atau yang disebut komunikasi satu arah, namun lebih daripada itu diharapkan muncul juga adanya efek atau dampak tertentu (feedback) dari proses komunikasi yang dilakukan komunikator tersebut. Efek yang diharapkan muncul dari proses komunikasi dibagi menjadi tiga yaitu, efek kognitif yang mengacu efek perubahan pada pikiran atau pertambahan pengetahuan. Lalu efek afektif atau berhubungan dengan sikap dan persepsi seseorang serta efek behaviorioral yaitu efek yang mengacu pada perubahan perilaku dan tindakan. Situasi-situasi sosial tertentu tersebut menyebabkan komunikasi berada dalam konteks-konteks tertentu. Secara luas, konteks berarti semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi. Pertama, aspek bersifat fisik seperti keadaan lingkungan, cuaca, suhu, bentuk, ruangan, dan jumlah peserta komunikasi. Kedua, aspek psikologis, seperti sikap, prasangka, dan emosi peserta komunikasi. Ketiga, aspek sosial, seperti norma kelompok, nilai sosial, dan karakteristik budaya. Dan keempat, aspek waktu, yaitu kapan waktu berkomunikasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Dengan memperhatikan empat aspek komunikasi tersebut, tentunya proses komunikasi akan dapat berhasil dengan baik. Berhasilnya proses komunikasi, di samping memperhatikan aspek komunikasi, juga perlu adanya faktor pengalaman komunikasi. Pengalaman komunikasi dapat diketahui dari intensitas komunikasi, dan suasana komunikasi. 1. Intensitas komunikasi Seseorang akan memperoleh pengalaman komunikasi, apabila didukung dengan intensitas komunikasi yang tinggi.
Intensitas
komunikasi mengandung maksud sering tidaknya seseorang melakukan komunikasi. Komunikasi yang terjadi di Yayasan Tripusaka Solo, seperti yang dilakukan oleh Danu, bahwa dahulu setiap hari berkumpul dengan teman-teman di Tripusaka, tetapi sekarang mulai berkurang karena sudah berkeluarga. Walaupun sekarang jarang berkumpul, namun tetap selalu berkomunikasi dengan teman-teman di Tripusaka dengan menggunakan media telepon. Ini menunjukkan bahwa dengan adanya situasi-situasi sosial tertentu, seperti yang dialami oleh Danu yaitu karena sudah berkeluarga, menyebabkan frekuensi berkumpul dengan teman-teman di Tripusaka menjadi berkurang. Begitu juga komunikasi yang dilakukan oleh Sandy, dulu sering kumpul tiap hari, tapi sekarang sudah jarang karena kesibukan kuliah. Dan apabila tidak berkumpul dengan teman-teman di Tripusaka, Sandy masih menyempatkan untuk selalu berkomunikasi dengan berbagai media. Media commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
komunikasi yang sering digunakan Sandy dengan teman-teman di Tripusaka, antara lain : lewat tatap muka, Facebook, dan telepon. Lain halnya dengan Erwin, hampir setiap hari kumpul dengan orang etnis Tionghoa. Bila tidak sempat berkumpul, Erwin menyempatkan diri untuk melakukan komunikasi. Komunikasi yang dilakukan Erwin dengan teman-teman di Tripusaka tersebut melalui berbagai cara, diantaranya menggunakan media telepon, tatap muka, maupun mendatangi rumahnya. Intensitas komunikasi yang dilakukan oleh para pemain Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo ini tergolong tinggi, terlihat apabila tidak bertemu langsung di Yayasan Tripusaka, mereka selalu melakukan komunikasi dengan menggunakan media, seperti telepone dan facebook. 2. Suasana komunikasi Tercapainya pengalaman komunikasi, selain didukung dari intensintas komunikasi juga didukung dari suasana komunikasi. Suasana komunikasi mengandung maksud suatu keadaan dalam berkomunikasi, apakah itu menyenangkan atau tidak menyenangkan. Suasana komunikasi seperti yang diketahui penulis, bahwa apabila ada kesalahan saat berlatih barongsai mereka menyikapinya dengan bercanda, tidak ada marah-marahan. Yang marah-marah biasanya adalah pelatihnya namun hal itu wajar karena memang pelatih terkadang harus tegas. Namun demikian pelatih tidak asal memarahi saja, dia commit to user melakukannya dengan cara sedikit bercanda, agar para anggota tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
menjadi tertekan. Komunikasi seperti inilah yang dapat menciptakan suasana komunikasi yang menyenangkan. Demikian juga komunikasi yang dilakukan oleh Danu, Danu mengatakan : Waktu bergaul tidak ada yang ditutupi, malahan mereka sering curhat karena biasanya di Barongsai Tripusaka umur pemainnya tidak terpaut jauh dan sepantaran. Oleh karena itu ketika mengobrol lebih enak karena nyambung. Ya walaupun pernah dapat gosip, namun tingkatannya masih sebatas bercanda, walaupun sampai masalah etnis tapi tidak apa-apa karena namanya juga bercanda. Kalau bercanda masalah etnis kata-katanya antara lain “lha kwe chino ow mas”. Dalam bertemanan antara etnis harus bisa saling memahami. Komunikasi yang dilakukan oleh Danu dengan teman-teman di Tripusaka ini menunjukkan suasana komunikasi yang penuh keakraban, terlihat tidak ada hal-hal yang ditutup-tutupi, saling curhat, bercanda dan bisa saling memahami. Komunikasi semacam inilah yang dapat menciptakan suasana komunikasi yang menyenangkan.
B. Pengakuan Identitas Kultural dan Eksistensi Etnis Dalam Kelompok Barongsai Tripusaka Akulturasi banyak berkenaan dengan usaha menyesuaikan diri dengan menerima pola-pola dan aturan-aturan komunikasi dominan. Akulturasi merupakan suatu proses yang dilakukan satu etnis tertentu yang disebut Young Yun Kim sebagai ‘imigran (Tionghoua)’ untuk menyampaikan informasi mengenai kebudayaannya agar dapat diterima oleh masyarakat pribumi (Jawa), yang akhirnya commitmengarah to user kepada asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi akulturasi yang secara teoritis mungkin terjadi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Hal ini berarti bahwa secara bertahap masyarakat Jawa belajar menciptakan situasi-situasi dan relasi-relasi yang tepat dalam menerima budaya Tionghoa (Barongsai) sejalan dengan berbagai transaksinya yang dilakukan dengan orang lain. Sehingga pada saatnya, masyarakat Jawa akan menggunakan caracara berperilaku orang Tionghoa untuk menyesuaikan diri dengan pola-pola yang sesuai dengan orang Tionghoa. Perubahan perilaku juga terjadi ketika seorang etnis Jawa menyimpang dari pola-pola budaya lama yang dianutnya dan mengganti pola-pola lama tersebut dengan pola-pola baru dalam budaya Tionghoa. Akulturasi dipandang sebagai proses mengembangkan kecakapan berkomunikasi dalam sistem sosio-budaya pribumi, maka perlu kecakapan berkomunikasi. Proses akulturasi yang berjalan baik dapat menghasilkan integrasi antara unsur kebudayaan Tionghoa dan unsur kebudayaan Jawa. Dengan demikian unsur kebudayaan Tionghoa tidak lagi dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar, tetapi telah dianggap sebagai unsur kebudayaan sendiri. Pola-pola akulturasi tidaklah seragam di antara individu-individu, mereka merespon perubahan harus berdasarkan pengalaman masing-masing dan bergantung pada potensi akulturasi yang dimiliki tiap individu atau kelompok. Potensi akulturasi ditentukan kemiripan antara budaya asli (Tionghoa) dan budaya pribumi (Jawa). Selain itu, ditentukan juga oleh usia dan latar belakang pendidikan yang terbukti berhubungan dengan potensi akulturasi. Yang terakhir yang menentukan juga potensi akulturasi adalah pengetahuan etnis Jawa tentang budaya Tionghoa sebelum memasuki wilayah budaya commit to user pribumi (kontak budaya).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Pengakuan identitas kultural dan eksistensi etnis dalam kelompok Barongsai Tripusaka, dapat diketahui dari empat indikator, yaitu : 1. Penentuan peran Penentuan peran sangat penting dalam permainan Barongsai. Di Tripusaka penentuan peran tidak ditentukan oleh pelatih atau pimpinan, justru pihak pimpinan Tripusaka membebaskan bagi anggotanya, khususnya anggota baru
untuk memilih posisi yang disukainya. Hal
senada seperti yang diungkapkan oleh Danu, yaitu : “Setiap anak baru di Barongsai Tripusaka dibebaskan untuk memilih posisi, baru setelah besar diarahkan oleh senior untuk posisi yang tepat untuk mereka”. Dari perkataan Danu tersebut diperjelas lagi oleh Boni dan Agus. Boni dan Agus mengatakan bahwa: Di Tripusaka tidak ada pembedaan antara anggota lama maupun dengan yang baru. Anggota yang lama harus rela tergusur dengan yang baru apabila memang secara kualitas masih bagus yang baru. Dalam hal ini terbukti dengan semakin berkurangnya anggota dari etnis Tionghoa salah satunya akibat kalah bersaing. 2. Prasangka Dalam berkomunikasi timbul suatu prasangka itu merupakan hal yang biasa. Apalagi komunikasi antar etnis, dalam hal ini etnis Tionghoa dan etnis Jawa. Prasangka yang muncul dalam komunikasi antar etnis Tionghoa dan etnis Jawa ini seperti nilai kehidupan yang diperoleh dari kehidupan anggota lain (etnis Tionghoa), yaitu nilai pertemanan yang didapat selama bergaul dengan etnis Jawa adalah sama-sama menghargai. Namun tidak semua orang berpandangan seperti itu, biasanya punya commit to user pandangan seperti ini, “kwe wong chino dolano karo wong chino”. Selain
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
itu hal dari etnis Jawa yang kurang pas dengan budaya China, tidak ada, hanya saja biasanya etnis Jawa suka minum-minuman keras, sedangkan etnis China tidak semua suka minum. Di Barongsai Tripusaka ada aturan kalau sebelum bertanding dilarang minum-minuman keras, oleh karena kegemaran
etnis
Jawa
minum-minuman
keras
diharapkan
dapat
mengontrol kegemarannya agar dapat terus menaati peraturan. Selama melakoni peran dalam permainan Barongsai di Tripusaka, kadang diberikan masukan oleh teman yang lebih senior, seperti “Nu, mainmu kurang gini…kurang gitu.” Namun juga memberikan timbal balik untuk saling memberikan masukan. Sehubungan dengan hal tersebut, penilaian, tanggapan, dan pandangan kepada anggota lain yang beretnis Tionghoa dalam pengalaman bergaul dengan mereka di Barongsai, Sandy mengatakan, “asik dan tidak ada perbedaan.” Lain halnya menurut Erwin, tanggapan, ataupun pandangan kepada orang lain yang beretnis Tionghoa dalam bergaul dengan teman di Barongsai Tripusaka. Erwin mengatakan: “Tanggapan selama bergaul dengan Tionghoa antara lain, etnis Tionghoa suka apabila barongsai dimainkan oleh orang Jawa. Namun ada juga orang etnis Jawa yang mengejek kok wong Jowo main barongsai.” 3. Membangun citra diri Manusia menerjemahkan
bukan
dibentuk
oleh
lingkungan
pesan-pesan lingkungan commit to user
yang
tetapi
cara
diterimanya.
Kepribadiannya terbentuk sepanjang hidup kita. Selama itu pula
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
komunikasi menjadi penting untuk pertumbuhan pribadi kita. Melalui komunikasi kita menemukan diri kita, mengembangkan konsep diri dan menetapkan hubungan kita dengan dunia di sekitar kita. Hubungan kita dengan orang lain akan menentukan kualitas hidup kita. Seperti halnya pada komunikasi antar budaya, dalam hal ini budaya Tionghoa yang berupa kesenian Barongsai yang dimainkan oleh orang dari etnis Jawa.
Barongsai dan liong menjadi hiburan tersendiri yang tidak pernah absen di saat perayaan Imlek. Pemain kesenian khas Tiongkok ini pun biasanya kebanjiran order, meski mereka butuh pengorbanan besar untuk menjaga penampilannya. Pemain barongsai Tripusaka Solo, Agus Yulianto mengatakan, saat commit to user imlek seperti sekarang inilah barongsai terlihat eksis di masyarakat umum,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
dengan bejibunnya beberapa kegiatan yang dilakoni. Tapi diluar tersebut, order untuk pentas sangat sepi, bahkan tidask ada sama sekali. Para pemain barongsai terpaksa banting stir untuk menjaga kemampuannya. Salah satunya dengan tetap berlatih. Tapi hal ini justru sering membuat kebosanan bagi pemain. Merekapun akhirnya lebih memilih untuk mengikuti kejuaraan di berbagai daerah. Berbagai informasi dari media massa atau pun pengurus tentang kejuaraan barongsai terus dipantau. Untuk mengikuti sebuah kejuaraan, para pemain terbentur dengan minimnya jadwal kegiatan. Meski begitu, perkumpulan barongsai Tripusaka langsung bisa menasng. Dengan menang, bisa terpuaskan tidak hanya dari penampilan, tapi juga menjaga eksistensi perkumpulan barongsai yang sekarang sudah diterima berbagai lapisan masyarakat. 4. Hambatan dan solusi Komunikasi antar budaya, tentu saja menghadapi hambatan dan masalah yang sama seperti yang dihadapi oleh bentuk-bentuk komunikasi yang lain. Seperti halnya hambatan komunikasi yang terjadi saat bermain Barongsai. Selama melakoni peran sering mengalami hambatan-hambatan. Hambatan-hambatan yang pernah dialami oleh Sandy, antara lain waktu mau lomba grogi, dan stress. Dalam menghadapi masalah atau ketika harus mengambil suatu keputusan, yang sering menjadi pengambil keputusan, menurut saudara Sandy adalah semua diobrolin bareng dahulu atau melalui musyawarah. commit to user Jadi di perkumpulan Barongsai ini tidak ada yang dominan dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
mengambil suatu keputusan, semua masalah dipecahkan secara bersamasama melalui musyawarah.
C. Harapan Hubungan Komunikasi yang Selaras Antar Etnis Dalam proses komunikasi antara budaya Tionghoa dan Jawa dalam akulturasi pada kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Solo tersebut dapat digunakan sebagai gambaran tentang komunikasi antar budaya etnis Tionghoa dan etnis Jawa yang mendukung proses pembauran antar etnis dengan melihat pada fokus kajian komunikasi budaya dan bentuk akulturasi. Apalagi barongsai sekarang ini sudah membudaya. Permainan ketangkasan ini sudah bisa dinikmati diberbagai kegaitan. Para pemain tidak perlu lagi khawatir ditangkap petugas setelah mendapat kebebasan dan jaminan dari pemerintah. Hasilnya banyak diantara masyarakat sengaja menyewanya untuk memeriahkan acara yang dimiliki. Menurut pendapat Erwin, harapan di barongsai adalah agar barongsai lebih maju ke depannya dan ingin agar orang lain tertarik main barongsai. Dan halhal yang perlu dilakukan menjalin hubungan yang selaras antar etnis yaitu dengan cara mengobrol bareng-bareng apabila ada suatu masalah. Perkumpulan barongsai tak hanya didominasi oleh pemain dari Tionghoa tapi pembauran telah terjadi di setiap lini. pemain barongsai Tripusaka merupakan masyarakat setempat dan memang pembauran sudah terlihat sekarang. Menurut Danu, Harapan ke depan, karena 90% pemain barongsai di Indonesia adalah etnis Jawa, maka diharapkan dapat memotivasi commit to user etnis Tionghoa untuk dapat turut serta mengembangkan kebudayaannya, dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
hal-hal yang bisa lakukan untuk mewujudkan yaitu hubungan yang baik antar etnis yaitu harus bisa membatasi diri kita, harus saling memahami karakter tiap orang, saling instropeksi diri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Wujud akulturasi budaya Cina-Jawa telah berlangsung ratusan tahun hingga menghasilkan berbagai karya seni bermutu, seperti kesenian Barongsai. Di Solo, salah satu kelompok Barongsai yang tetap eksis adalah kelompok Barongsai Tripusaka. Barongsai kelompok Tripusaka ini populer karena sering diminta untuk tampil menghibur sejumlah pejabat Tanah Air. Kelompok seni Barongsai Tripusaka Solo ini, selain menjadi favorit pejabat, juga memiliki keunikan yang menonjolkan kekuatan akulturasi, dimana kelompok seni Barongsai binaan Adjie Chandra ini 80 persennya, justru dimainkan masyarakat lokal dari suku Jawa. Kelompok seni Barongsai yang dinaungi organisasi MAKIN (Majelis Agama Khonghucu Indonesia) ini memiliki tiga misi. Pertama, misi ritual, entertainment, dan yang terakhir olahraga. Untuk acara ritual, biasanya Barongsai dan Liong yang dimainkan berwarna hitam dan putih atau merah dan putih sebagai simbol unsur Yin dan Yang karena dipercaya dapat menolak bala. Untuk misi entertainment sendiri, Barongsai maupun Liong bebas bahkan terkesan menyolok berwarna warnai, acara ini bisa disaksikan setiap saat yaitu pada Pesta Pernikahan, Pesta Ulang Tahun, Promosi dan lain commit to userkonsumen. Sedangkan untuk misi sebagainya, tergantung kepada permintaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
olahraga setiap tahunnya grup Tripusaka ini mengikuti berbagai perlombaan. Dari ketiga misi ini merupakan wujud dari komunikasi antar budaya. Komunikasi antar budaya di Yayasan Tripusaka Solo, meliputi beberapa hal, antara lain: 1. Pengalaman Komunikasi Berhasilnya proses komunikasi, di samping memperhatikan aspek komunikasi,
juga
perlu
adanya
faktor
pengalaman
komunikasi.
Pengalaman komunikasi dapat diketahui dari intensitas komunikasi, dan suasana komunikasi. Bagi para anggota Tripusa, dalam menjalin komunikasi selain bertatap muka, juga menggunakan sarana komunikasi, seperti telepon, dan maupun menggunakan facebook. Komunikasi yang dilakukan penuh dengan suasana keakraban. 2. Pengakuan Identitas Kultural dan Eksistensi Etnis Dalam Kelompok Barongsai Tripusaka Potensi akulturasi ditentukan kemiripan antara budaya asli (Tionghoa) dan budaya pribumi (Jawa). Selain itu, ditentukan juga oleh usia dan latar belakang pendidikan yang terbukti berhubungan dengan potensi akulturasi. Yang terakhir yang menentukan juga potensi akulturasi adalah pengetahuan etnis Jawa tentang budaya Tionghoa sebelum memasuki wilayah budaya pribumi (kontak budaya). Pengakuan identitas kultural dan eksistensi etnis dalam kelompok Barongsai Tripusaka, dapat diketahui dari empat indikator, yaitu: 1) Penentuan peran, 2) Prasangka, commit to user 3) Membangun citra diri, 4) Hambatan dan solusi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
3. Harapan Hubungan Komunikasi yang Selaras Antar Etnis Harapan di barongsai adalah agar barongsai lebih maju ke depannya dan ingin agar orang lain tertarik main barongsai. Dan hal-hal yang perlu dilakukan menjalin hubungan yang selaras antar etnis yaitu dengan cara mengobrol bareng-bareng apabila ada suatu masalah. Perkumpulan barongsai tak hanya didominasi oleh pemain dari Tionghoa tapi pembauran telah terjadi di setiap lini. pemain barongsai Tripusaka merupakan masyarakat setempat dan memang pembauran sudah terlihat sekarang. Harapan ke depan, karena 90% pemain barongsai di Indonesia adalah etnis Jawa, maka diharapkan dapat memotivasi etnis Tionghoa untuk dapat turut serta mengembangkan kebudayaannya, dan hal-hal yang bisa lakukan untuk mewujudkan yaitu hubungan yang baik antar etnis yaitu harus bisa membatasi diri kita, harus saling memahami karakter tiap orang, dan saling instropeksi diri.
B. Saran 1.
Agar komunikasi dapat berhasil, hendaknya memperhatikan tiga aspek komunikasi, yaitu efek kognitif, efek afektif, dan efek behaviorioral, serta perlu memperhatikan faktor pengalaman komunikasi yang meliputi intensits komunikasi dan suasana komunikasi.
2.
Supaya tercipta hubungan yang selaras antar etnis, hendaknya setiap ada masalah dibicarakan secara bersama-sama, dan juga saling memahami karakter tiap orang, serta saling instropeksi diri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
3.
Penelitian mengenai komunikasi antar budaya, diharapkan akan terus dilakukan, mengingat komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa ras, etnik, agama, atau sosio ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini), maka dengan dilakukan penelitian lanjutan diharapkan akan ditemukan wawasan baru yang dapat memperluas dan memperkaya pandangan tentang komunikasi antar budaya. Bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian serupa, diharapkan memilih etnis yang lain seperti etnis dari Timur Tengah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
PEDOMAN WAWANCARA
A. Pengalaman Komunikasi 1. Intensitas Komunikasi a. Seberapa sering Anda bergaul dengan pemain Barongsai dari etnis Tionghoa? b. Hal-hal yang menyebabkan sering atau tidaknya Anda bergaul dengan mereka? c. Melalui media komunikasi apa Anda bergaul dengan mereka ? d. Hal-hal apa yang sering dibicarakan pada setiap kesempatan Anda bergaul dengan mereka ? 2. Suasana komunikasi a. Adakah hal-hal yang harus Anda tutupi ketika bergaul dengan pemain Barongsai dari etnis Tionghoa ? b. Bagaimana suasana yang terjalin ketika Anda berkesempatan berkomunikasi dengan mereka ? c. Apakah Anda pernah mendapatkan perlakuan, perkataan, gunjingan yang tidak mengenakkan ketika bergaul dengan mereka ?
B. Pengakuan Identitas Kultural 1. Penentuan peran a. Sudah berapa lama Anda menjadi pemain Barongsai Tripusaka ? b. Hal-hal apa saja yang memotivasi Anda untuk turut serta menjadi pemain di Barongsai Tripusaka ? c. Dalam penentuan peran, Anda sendiri yang menentukan peran atau ditentukan pelatih Anda ? 2. Prasangka a. Bagaimana penilaian, tanggapan, pandangan Anda kepada anggota lain yang beretnis Tionghoa dalam pengalaman Anda bergaul dengan mereka di Barongsai Tripusaka commit to? user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
b. Nilai kehidupan apa yang telah memotivasi Anda, yang dapat Anda peroleh dari kehidupan anggota lain (etnis Tionghoa)? c. Hal-hal apa dari anggota lain (etnis Tionghoa) yang Anda anggap tidak atau kurang sesuai dengan falsafah hidup Anda sebagai orang Jawa ? 3. Membantun citra diri a. Selama melakoni peran tersebut, bagaimana tanggapan pemain lain? Pernah mendapat kritikan negatif, gunjingan, protes, tidak puas? Atau baik-baik saja dan malah mendukung? Siapa ? b. Bagaimana Anda memainkan peran Anda jia harus berdampingan dengan pemain Barongsai Tionghoa ? 4. Hambatan dan solusi a. Selama melakoni peran tersebut, hambatan-hambatan apa saja yang pernah Anda alami? Hambatan apa yang terberat bagi Anda ? b. Bagaimana Anda mengatasi hambatan-hambatan tersebut ? Apakah anda mendapat dukungan dan motivasi dari anggota lain, atau malah sebaliknya ? c. Dalam menghadapi masalah atau ketika harus mengambil suatu keputusan, siapa yang sering menjadi pengambil keputusan ?
C. Harapan Hubungan Komunikasi 1. Apa harapan Anda kedepannya untuk kelangsungan dan regenerasi Barongsai Tripusaka ? 2. Hal-hal apa saja yang telah Anda lakukan untuk mewujudkan harapan Anda ? 3. Apakah anggota lain (etnis Tionghoa) juga memiliki harapan yang sama seperti Anda ? 4. Bagaimana seharusnya menurut Anda, hubungan komunikasi yang selaras antara anggota dari etnis Tionghoa dan etnis Jawa, begitu juga sebaliknya?
commit to user