JST Kesehatan, Oktober 2016, Vol.6 No.4 : 375 – 380
ISSN 2252-5416
KEPATUHAN MINUM OBAT TERHADAP STATUS HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAJOE KABUPATEN BONE TAHUN 2016 Drug Adherence with Hypertension Status at the Bajoe Community Health Centre of Bone Regency in 2016 Hardiyanti1, Ridwan Amiruddin2, Masni3 ¹Program Magister Epidemiologi Unhas Makassar,
[email protected] ²Bagian Epidemiologi FKM Unhas,
[email protected] 3 BagianBiostatistik FKM Unhas,
[email protected]
ABSTRAK Penyakit hipertensi merupakan the silent disease karena orang tidak mengetahui dirinya terkena hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya dan disiplin minum obat adalah jalan terbaik jika sudah terdeteksi hipertensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat terhadap status hipertensi setelah dikontrol dengan dengan variabel konsumsi makanan asin, merokok, dan aktivitas fisik. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bajoe Kabupaten Bone Tahun 2015. Sampel adalah pasien hipertensi primer yang mengkonsumsi obat antihipertensi. Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 310 responden. Pengambilan sampel secara purposive sampling. Analisis data menggunakan komputer dengan aplikasi SPSS dengan uji chi square dan uji logistic regression. Selanjutnya dilakukan analisis stratifikasi untuk mengevaluasi hubungan antara variabel independen utama dengan variabel dependen distandarisasi berdasarkan masing-masing variabel kovariat potensial confounder. Hasil penelitian menunjukkan tidak patuh minum obat lebih banyak mengalami hipertensi (66,7%). Ketidakpatuhan minum obat yang mengalami hipertensi lebih banyak pada yang memiliki kebiasaan konsumsi makanan asin (67,1%), merokok (67,4%), dan tidak aktif melakukan aktivitas fisik (69,6%) dengan nilai p<0,05. Penelitian menyimpulkan konsumsi makanan asin, kebiasaan merokok, dan aktivitas fisik merupakan variabel yang mempengaruhi antara kepatuhan minum obat dengan status hipertensi namun variabel tersebut bukan confounder. Jadi variabel yang paling berpengaruh terhadap status hipertensi adalah kepatuhan minum obat. Kata Kunci: hipertensi, kepatuhan, obat anti hipertensi
ABSTRACT Hypertension is the silent disease because people do not know him develop hypertension before their blood pressure checked and discipline medication is the best way if it is detected hypertension. This research aimed to understand the relationship between compliance of taking medicine and the hypertension satus after been controlled by salty food, smoking, and physical activity. The research was an observational analytic through a cross sectional design. Population of the research was all hypertension patients in working area of Community Health Center of Bajoe Bone regency in 2015. Samples were primary hypertension patients consuming anti hypertension medicine. The number of samples was 310 respondents whom were determined by purposive sampling technique. Data were analyzed through a SPSS application with chi square test and logistic regression test. Further stratification analysis to evaluate the relationship between the main independent variable and dependent variable was standardized by each covariate variables potential confounder. The result of the study demonstrated that respondents who were not compliant in taking medicine were more susceptible experiencing hypertension (66.7%). Incompliance in taking medicine who experienced hypertension was found mostly on consuming salty food (67,1%), smoking (67.4%), and tendency not to participate in physical activity (69.6%) with p value<0,05. This research concluded that salty food intake, smoking habit, and physical activity were true as variables affecting between reliance in taking medicine and hypertension statusbut the variable is not confounder. So the most affecting variable for hypertension was compliance in taking medicine. Keywords: hypertension, compliance, anti-hypertension medicine
375
hipertensi, kepatuhan, obat anti hipertensi
ISSN 2252-5416
bahwa aktivitas fisik ditemukan menjadi faktor risiko hipertensi sebesar 7,82 kali dibanding yang tidak melakukan aktivitas fisik. Data hasil Riskesdas (2013), menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 25,8%. Penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi penurunan dari 31,7% tahun 2007 menjadi 25,8% tahun 2013. Kemenkes (2014), menyatakan bahwa Provinsi di Pulau Sulawesi dan Kalimantan merupakan provinsi dengan prevalensi hipertensi cukup tinggi. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bone (2015), prevalensi hipertensi dalam tiga tahun terakhir yaitu mulai pada tahun 2012 sebanyak 3,8% kasus, pada tahun 2013 prevalensi hipertensi mengalami peningkatan yaitu sebanyak 4,1%, namun pada tahun 2014 prevalensi hipertensi mengalami penurunan menjadi 3,7% kasus dan tahun 2015 sebanyak 0,8% kasus. Data dari Puskesmas Bajoe (2016), menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dalam tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2013 sebanyak 0,6% kasus, tahun 2014 sebanyak 1,3% kasus, dan dalam kurun waktu januari 2015 sampai dengan desember 2015 terdapat sebanyak 4,1% kasus hipertensi. Banyak faktor yang menyebabkan hipertensi, meskipun demikian faktor ini dapat dikendalikan untuk mengontrol tekanan darah. Salah satu cara untuk mengontrol tekanan darah adalah dengan modifikasi gaya hidup dan mengontrol faktor risiko, seperti mengurangi garam, berhenti merokok, rajin olahraga, dan lain sebagainya (Adib, 2009). Keberhasilan pengobatan hipertensi dipengaruhi oleh kepatuhan penderita mengkonsumsi obat darah tinggi dan melakukan modifikasi gaya hidup (Harijanto dkk., 2015). Sehingga diperlukan kepatuhan pasien yang menjalani pengobatan hipertensi agar didapatkan kualitas hidup pasien yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat dengan status hipertensi setelah dikontrol secara simultan dengan variabel konsumsi makanan asin, kebiasaan merokok, dan aktivitas fisik di Wilayah Kerja Puskesmas Bajoe Kabupaten Bone.
PENDAHULUAN Penyakit hipertensi merupakan the silent disease karena orang tidak mengetahui dirinya terkena hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Apabila terjadi hipertensi secara terus menerus dapat memicu terjadinya stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan merupakan penyebab utama gagal ginjal kronik (Adib, 2009). Menurut Kaplan dalam Anggara & Prayitno (2013), Kecenderungan seseorang menderita hipertensi, diantaranya ciri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin dan suku, faktor genetik serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam, merokok, konsumsi alkohol, dan sebagainya. Kepatuhan minum obat antihipertensi merupakan faktor krusial untuk mencegah kerusakan organ penting tubuh, seperti ginjal, otak, dan jantung. Perlindungan terhadap organorgan penting ini dapat menurunkan risiko terjadinya gagal ginjal, stroke, dan miokard infark, yang pada akhirnya dapat mencegah terjadinya kematian (Aditama, 2008). Kepatuhan terhadap pengobatan sangat penting dalam mengontrol tekanan darah, dan pemantauan kepatuhan pasien penting dalam manajemen hipertensi, karena ketidakpatuhan terkaitdengan prognosis buruk (Erdine & Arslan, 2013). Hipertensi juga terjadi karena begitu banyaknya konsumsi garam-garaman atau penguat rasa dalam makanan. Hasil penelitian Rachmawati (2013), menunjukkan bahwa seseorang yang sering mengkonsumsi garam yang berlebihan mempunyai risiko terkena hipertensi sebesar 6,571 kali dibandingkan dengan yang tidak sering mengkonsumsi garam yang berlebihan (makanan asin). Salah satu faktor yang erat hubungannya dengan hipertensi adalah merokok. Menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam asap rokok. Hasil Penelitian Anggara & Prayitno (2013), menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah. Aktivitas fisik ringan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Semakin ringan aktivitas fisik subjek maka semakin meningkatkan risiko terjadinya hipertensi (Aripin, 2015). Hasil penelitian Helelo et al (2014), menunjukkan 376
Hardiyanti
ISSN 2252-5416
BAHAN DAN METODE
HASIL
Lokasi dan Desain Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Bajoe Kabupaten Bone. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan Cross Sectional Study (Notoatmodjo, 2010).
Tabel 1 Menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang konsumsi makanan asin (92,3%), tidak memiliki kebiasaan merokok (82,3%), dan aktif melakukan aktivitas fisik (50,6%). Tabel 2 Menunjukkan bahwa pada kelompok responden yang tidak patuh lebih banyak mengalami hipertensi sebesar 66,7% dibandingkan responden yang patuh. Nilai p value< 0,05 menunjukkan ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan status hipertensi.
Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bajoe Kabupaten Bone Tahun 2015. Sampel adalah pasien hipertensi primer sebanyak 310 orang. Pengambilan sampel secara purposive sampling.
Tabel 2. Hubungan antara Kepatuhan Minum Obat dengan Status Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bajoe Kabupaten Bone Tahun 2016
Teknik Pengumpulan Data Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap responden dengan berpedoman pada kuesioner. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Puskesmas Bajoe dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bone.
Tabel 3 Menunjukkan bahwa baik responden yang memiliki kebiasaan konsumsi makanan asin (67,1%) maupun yang tidak memiliki kebiasaan konsumsi makanan asin (60,0%), yang tidak patuh minum obat lebih banyak mengalami hipertensi dibandingkan yang patuh. Pada responden yang konsumsi makanan asin, responden yang tidak patuh minum obat lebih berpeluang 3,477 kali untuk mengalami hipertensi dibandingkan yang patuh. Hubungan ini bermakna secara statistik dengan p value = <0,01. Sementara itu, pada responden yang tidak konsumsi makanan asin, hubungan ini tidak bermakna secara statistik dengan p value = 0,169, nilai OR 5,250 (95% CI: 0,801-34,426) dengan convidence interval tidak signifikan artinya nilai OR tidak mempunyai kemaknaan terhadap hubungan kepatuhan minum obat terhadap status hipertensi setelah dikontrol dengan responden yang tidak konsumsi makanan asin. Baik responden yang memiliki kebiasaan merokok (67,4%) maupun kelompok yang tidak memiliki kebiasaan merokok (66,5%) yang tidak patuh minum obat lebih banyak mengalami hipertensi dibandingkan yang patuh. Pada responden yang merokok, responden yang tidak patuh minum obat lebih berpeluang 16,533 kali untuk mengalami hipertensi dibandingkan yang patuh. Hubungan ini bermakna secara statistik dengan p value = <0,01. Sementara itu pada
Analisis dan Penyajian data Analisa data dilakukan dengan menggunakan komputer dalam program SPSS. Dilakukan analisis univariat untuk mengetahui karakteristik responden. Analisis Bivariat untuk melihat besar risiko variabel independen terhadap variabel dan menggunakan uji chi square, selanjutnya dilakukan analisis stratifikasi dan multivariat dengan regresi logistik berganda. Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi. Tabel 1.
Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Kovariat (Kategorik) di Wilayah Kerja Puskesmas Bajoe Kabupaten Bone Tahun 2016
377
hipertensi, kepatuhan, obat anti hipertensi
ISSN 2252-5416
responden yang tidak merokok, responden yang tidak patuh minum obat lebih berpeluang 3,089 kali untuk mengalami hipertensi dibandingkan dibandingkan yang patuh. Hubungan ini bermakna secara statistik dengan p value = <0,01.
Jadi variabel yang berpengaruh terhadap status hipertensi adalah kepatuhan minum obat. Untuk mencapai target kepatuhan penderita hipertensi dalam minum obat sangat dibutuhkan dan hasil uji klinik terbaru di dunia menunjukkan bahwa sebagian besar pasien hipertensi sukses mengontrol tekanan darah mereka setelah minum dua atau lebih obat anti-hipertensi (Adib, 2009). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang ditemukan Van Onzenoort et al (2012), bahwa Kepatuhan terhadap pengobatan dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Hasil analisis startifikasi menunjukkan bahwa risiko kelompok yang tidak patuh minum obat untuk hipertensi hanya signifikan pada kelompok yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan asin. Sedangkan untuk kelompok yang tidak memiliki kebiasaan konsumsi makanan asin tidak signifikan terhadap status hipertensi, hal ini dikarenakan Sebagian besar resonden yang mengkonsumsi makanan asin adalah mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Mereka yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang luas. Dengan pengetahuan yang diperoleh maka pasien hipertensi akan mengetahui manfaat dari saran atau nasihat petugas kesehatan sehingga akan termotivasi untuk lebih patuh menjalani pengobatan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan. Hasil penelitian ini diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Boima et al (2015) yang menyatakan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan pengobatan hipertensi. Ditemukan bahwa responden dengan pendidikan tinggi akan lebih patuh 85% dibandingkan dengan responden yang tidak patuh 15%. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Bila kadar natrium tinggi, ginjal akan mengeluarkannya melalui urine. Dalam masalah tertentu ginjal tidak dapat mengeluarkan natrium, maka natrium akan terakumulasi di dalam darah. Karena natrium bersifat menarik dan menahan air, volume darah akan meningkat Peningkatan volume darah membuat jantung bekerja lebih keras untuk mengalirkan lebih banyak darah ke pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah. Hal ini
Tabel 3. Hasil Analisis Stratifikasi Kepatuhan Minum Obat terhadap Status Hipertensi Setelah dikontrol dengan Variabel Kovariat di Wilayah Kerja Puskesmas Bajoe Kabupaten Bone Tahun 2016
Baik kelompok yang tidak aktif (69,6%) maupun kelompok yang aktif melakukan aktivitas fisik (63,8%) yang tidak patuh minum obat lebih banyak mengalami hipertensi dibandingkan yang patuh. Pada responden yang tidak aktif melakukan aktivitas fisik, hubungan ini bermakna secara statistik dengan p value = 0,048. Namun nilai convidence interval OR menunjukkan 2,289 (95% CI: 0,995-5,267) tidak signifikan. Artinya nilai OR tidak mempunyai kemaknaan terhadap hubungan kepatuhan minum obat terhadap status hipertensi setelah dikontrol dengan responden yang tidak aktif melakukan aktivitas fisik. Sementara itu pada responden yang aktif melakukan aktivitas fisik, responden yang tidak patuh minum obat lebih berpeluang 7,770 kali untuk mengalami hipertensi dibandingkan dibandingkan yang patuh. Hubungan ini bermakna secara statistik dengan p value = <0,01. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan kepatuhan minum obat terhadap status hipertensi. Kebiasaan konsumsi makanan asin, kebiasaan merokok, dan aktivitas fisik bukan merupakan confounder dalam hubungan kepatuhan minum obat dengan status hipertensi. 378
Hardiyanti
ISSN 2252-5416
pada akhirnya dapat menyebabkan hipertensi (Maria dkk., 2013). Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko kelompok yang tidak patuh minum obat untuk hipertensi lebih besar pada kelompok yang memiliki kebiasaan merokok dibandingkan kelompok yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Hal tersebut karena responden yang hipertensi ini adalah mereka yang berjenis kelamin laki-aki dan pada umumnya merokok. Selain itu, laki-laki cenderung tidak patuh karena mereka memiliki kesibukan seperti adanya pekerjaan. Orang yang bekerja cenderung memiliki sedikit waktu untuk mengunjungi fasilitas kesehatan sehingga akan semakin sedikit pula ketersediaan waktu dan kesempatan untuk melakukan pengobatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Joho (2012), bahwa jenis kelamin berhubungan dengan kepatuhan pengobatan pasien hipertensi. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Balla et al (2014), bahwa merokok merupakan prediktor hipertensi dan merokok mempunyai risiko sebesar 1,349 kali mengalami hipertensi dibandingkan bukan merokok. Menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam asap rokok. Menurut Bustan dalam Suparto (2010), zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko kelompok yang tidak patuh minum obat untuk hipertensi lebih besar pada kelompok yang tidak aktif melakukan aktivitas fisik dibandingkan kelompok yang secara aktif melakukan aktivitas fisik. Hal tersebut dikarenakan responden yang mempunyai aktivitas fisik lebih banyak dibandingkan yang tidak mempunyai aktivitas fisik. Sehingga responden yang mempunyai aktivitas fisik lebih memiliki kesibukan sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk
memeriksakan diri ke Puskesmas. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2016), bahwa responden memiliki tingkat kepatuhan yang rendah dikarenakan responden sibuk dengan aktivitas yang dilakukannya. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa berolahraga secara teratur merupakan intervensi pertama untuk mengendalikan berbagai penyakit degeneratif (tidak menular). Hasilnya secara teratur terbukti bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko stroke, serangan jantung, dan lain-lain. Menurut Sutanto dalam Sarasaty (2012), Pengaruh olahraga dalam jangka panjang sekitar empat sampai enam bulan dapat menurunkan tekanan darah sebesar 7,4/5,8 mmHg tanpa bantuan obat hipertensi. Pengaruh penurunan tekanan darah ini dapat berlangsung sampai sekitar 20 jam setelah berolahraga. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menyimpulkan kebiasaan merokok, stres, aktivitas fisik dan obesitas merupakan faktor yang mempengaruhi antara kepatuhan minum obat terhadap status hipertensi. Disarankan agar pasien hipertensi senantiasa mengontrol tekanan darah setiap waktu dan meningkatkan kepatuhan dalam minum obat anthipertensi disertai dengan melakukan modifikasi gaya hidup. DAFTAR PUSTAKA Adib M. (2009). Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi, Jantung, dan Stroke, Yogyakarta, Dianloka. Aditama. (2008). Patuh Minum Obat Kendali Utama Hipertensi. Cyberhealth. Joho A. A. (2012). Factors Affecting Treatment Compliance Among Hypertension Patients in Three District Hospitals-Dar Es Salaam (Disertasi). Muhimbili: University of Health and Allied Sciences. Anggara F. H. D. & Prayitno N. (2013). Faktorfaktor yang berhubungan dengan tekanan darah di puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5:20-25. Aripin. (2015). Pengaruh Aktifitas Fisik, Merokok, dan Riwayat Penyakit Dasar terhadap terjadinya hipertensi di Puskesmas
379
hipertensi, kepatuhan, obat anti hipertensi
ISSN 2252-5416
Sempu Kabupaten Banyuwangi (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Balla S. A. et al. (2014). Hypertension Among Rural Population in Four States : Sudan 2012. Global Journal of Health Science, 6 (3): 206-212 Dinkes Bone. (2015). 10 Pola Penyakit Terbesar Kabupaten Bone: Dinas Kesehatan Kabupaten Bone. Erdine S. & Arslan E. (2013). Monitoring Treatment Adherence in Hypertension. Current hypertension reports, 15: 269-272. Harijanto. dkk. (2015). Pengaruh Konseling Motivational Interviewing terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Hipertensi. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(4): 345-353. Helelo T. P. et al. (2014). Prevalence and Associated factors of hypertension among adults in durame town, Southern Ethiopia. Journal Plos One, 9(11): e112790 Kemenkes. (2014). Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta Selatan : Kementerian Kesehatan RI. Maria G., Puspita R. D., & Sulistyowati Y. (2013). Hubungan Asupan Natrium dan Kalium dengan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Unit Rawat Jalan di Rumah Sakit Guido Valadares Dili Timor Leste. Jurnal Medika Respati, 8(1): 1-15. Notoatmodjo S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Puskesmas Bajoe. (2016). 10 Penyakit Terbanyak. Kabupaten Bone : UPTD Kesehatan Bajoe.
Puspita E. (2016). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Penderita Hipertensi dalam Menjalani Pengobatan (Skripsi). Semarang: Universitas Negeri Semarang. Rachmawati Y. D. (2013). Hubungan Antara Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Usia Dewasa Muda di Desa Pondok Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo (Skripsi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Sarasaty R. F. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada kelompok lanjut usia di Kelurahan Sawah Baru Keamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 (Skripsi). Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Suparto. (2010). Faktor Risiko yang Paling Berperan Terhadap Hipertensi pada Masyarakat di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar Tahun 2010 (Tesis). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Van Onzenoort et al. (2012). Electronic Monitoring of Adherence, Treatment of Hypertension, and Blood Pressure Control. American Journal of Hypertension, 25(1): 54-59 Vincent B. et al. (2015). Factors Associated with Medication Nonadherence among Hypertensives in Ghana and Nigeria. Internatioanal Journal of hypertension, 2015.
380