JST Kesehatan, Juli 2016, Vol.6 No.3 : 381 – 387
ISSN 2252-5416
PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN TERHADAP PENYAKIT CAMPAK PADA MASYARAKAT WAELUA KECAMATAN AMBALAU KABUPATEN BURU SELATAN PROVINSI MALUKU The Behavior of Seeking Treatment for Measles in Waelua Community of Ambalau Dirtrict, South Buru Regency, Maluku Province Jaty Pattilouw1, Muh. Syafar2, Hasanuddin Ishak3 1
Mahasiswa Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar (
[email protected]) 2 Dosen Fak.Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin Makassar (Email :
[email protected]) 3 Dosen Fak. Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin Makassar (Email :
[email protected])
ABSTRAK Campak atau Morbili adalah Penyakit infeksi virus akut yang ditularkan dari orang ke orang melalui droplet pernapasan besar tetapi juga dapat menyebar melalui rute udara disebabkan oleh genus morbillivirus dari keluarga Paramyxoviridae. Penelitian ini bertujuan mengetahui perilaku pencarian pengobatan terhadap penyakit campak pada masyarakat Waelua, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Buru Selatan, Provinsi Maluku. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan fenomenologi. Informan sebanyak empat belas orang. Data diperoleh melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa sakit campak diartikan nama lainnya sebagai penyakit “sarampah” yang ditandai dengan demam, badan lemas, kurang napsu makan, batuk dan terdapat bintik-bintik merah pada kulit (ruam kulit). Bila gejala campak yang semakin parah seperti, mata merah, kejang-kejang dan hilang kesadaran menyebabkan kematian pada anak. Kurangnya personal hygiene dan tidak dilakukan imunisasi campak pada anak merupakan penyebab campak. Selain masyarakat masih percaya pada hal-hal yang gaib yaitu “matap anas” yang dikatakan sebagai ilmu jahat, Sikap pengambilan keputusan pengobatan yang terlambat ke pelayanan kesehatan dan ditentukan oleh Kepala Keluarga dan orang yang tertua dalam rumah tangga, Tinggi atau rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan keluarga dan ketidakikutsertaan dalam penggunaan asuransi kesehatan menjadi penghambat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Alasan pemilihan utama pengobatan tradisional berupa pengobatan sendiri dengan cara menggunakan obat alami daunan dan pengobatan ke para penyembuh tradisional (tokohadat/agama) merupakan kepercayaan turun temurun dan inisiatif sendiri, bila dalam pengobatan campak pada anak tidak memberikan hasi/kesembuhan atau bila penyakit bertambah parah, maka keluarga segera berusaha mencari pengobatan dan perawatan ke petugas kesehatan atau ke puskesmas. Dalam hal penanggulangan dan pencegahan campak dilakukan kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) oleh petugas kesehatan. Kata Kunci: perilaku pencarian pengobatan, campak, anak dan balita
ABSTRACT Measles or rubeola is acute virus infections are transmitted from person to person through respiratory droplet big but also can be spread through the air route caused by the genus morbillivirus of the family Paramyxoviridae. The aim of the research is to find out the behavior, of seeking treatment for measles in Waelua community of Ambalau District, South Buru Regency, Maluku Province. The research was a qualitative study with phenomenological desigh. The data were obtained thorough in-depth interview. The informants consisted of 14 people. The results indicate that measles which is also called “sarampah” disease is indicated by fever, weak body, lack of appetite (anorexia), cough, and red spots on the skin (rash). If the symptoms of measles become worse such as red eyes, convulsions, and lost consciousness, they then cause death for cildren. If hygiene personnel are lack and the cildren are not given measles immunization, they cause measles. In addition, the community still believe on occult thing like “mata panas” (hot5 eyes) referring to the science of evil. Treatment of diseases delay in heath center and the family is determined by the
381
Jaty Pattilouw
ISSN 2252-5416
head of family and the oldest person in the household. The high or low level of education, family income, and the absence of using traditional treatment by using leave natural medicine and treatment to traditional (indigenous leader/religion) is a heredity belief and self initiative. When the treatment of measles does not succeed and even because worse, the family goes tohealth officials or health center to get treatment. Concerning with the prevention of measles, health officials conduct communication, information, and education activities. Keywords: the behavior of seeking treatment, measles, child, children under five
Tenggara. India dianggap untuk 47% dari perkiraan kematian di tahun 2010, penyakit campak dan wilayah Afrika yang dianggap untuk 36% (WHO, 2012). Berdasarkan data Dinkes Kab. Bursel (P2 Surveilans & Jurim,2015), bahwa Pelayanan imunisasi di Puskesmas Waelua baru berjalan pada tahun 2013 dengan kondisi yang masih belum optimal. Adapun menurut lokasi Desa Elara, Selasi dan Siwar bahwa, jumlah bayi yang di imunisasi campak berjumlah 63 dari seluruh sasaran 114 bayi, sehingga cakupan imunisasi campak hanya sebesar 55.2%. Kasus campak di wilayah Puskesmas Waelua mengalami peningkatan mulai tahun 2014, dengan attack rate (AR) kasus KLB campak sebesar 0.79% dengan attack rate tertinggi pada golongan umur < 1 tahun yakni sebesar 6.14%. Dari 40 kasus KLB campak yang terjadi pada masyarakat adat Waelua khususnya pada balita dan anak-anak di Desa Elara, Selasih dan Siwar, kasus campak terbesar adalah dari Desa Elara yakni sebanyak 33 kasus (82.5%). Sedangkan sebanyak 8 orang meninggal dengan CFR 20% dan CFR tertinggi pada kelompok umur balita (< 5 tahun). Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat tidak mau datang ke Posyandu maupun Puskesmas untuk imunisasi karena ketakutan masyarakat bahwa anak menjadi panas setelah divaksinasi. Pada tahun 2014 setelah kejadian campak mulai ada peningkatan cakupan imunisasi campak 70,13 % dan tahun 2015 cakupan 76,31%. Kehidupan sosial budaya masyarakat Waelua yaitu di Desa Selasi, Siwar dan Elara sangat kuat memegang adat istiadat dan kepercayaan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kepercayaan yang masih dipegang teguh adalah “mata panas” yakni seorang anak yang sakit tidak boleh dilihat orang lain yang memiliki mata jahat karena, apabila dilihat akan memperparah penyakit si anak, sehingga untuk penyembuhan penyakit campak khususnya balita dan anak-anak yang
PENDAHULUAN Perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan di masyarakat terutama masyarakat yang sedang berkembang sangat bervariasi, di antaranya ada lima pilihan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi mengenai tindakan pada saat mengalami gangguan kesehatan (sakit) ; tidak bertindak atau tidak melakukan apa-apa (no action), tidak mengobati sendiri (self-treatment), mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya termasuk ke tukang-tukang jamu, serta mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga swasta yang dikategorikan dalam balai pengobatan, Puskesmas dan Rumah Sakit (Notoatmodjo, 2007). Penyakit Campak merupakan penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus, 90% anak yang tidak kebal akan terserang penyakit campak. Manusia diperkirakan satusatunya reservoir, walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam penyebaran. Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk makulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 380C atau lebih juga disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah (Parker & James, 2015). Pada tahun 2010, Sidang Kesehatan Dunia berkomitmen untuk mengurangi penyakit campak kematian oleh 95% dari 2000 tingkatan pada tahun 2015. Pada tahun 2010, diperkirakan penyakit campak kematian global menurun 74% dari 535 300 kematian di tahun 2000 untuk 139 300 di tahun 2010. Angka kematian penyakit campak dikurangi dengan lebih dari tiga perempat di semua wilayah yang selain yang Wilayah Asia
382
perilaku pencarian pengobatan, campak, anak dan balita
sakit dilarang dibawa keluar rumah, hal ini menyebabkan anak yang sakit tidak dibawa ke Puskesmas. Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui perilaku pencarian pengobatan terhadap penyakit campak pada masyarakat Waelua Kecamatan Ambalau Kabupaten Buru Selatan Propinsi Maluku
ISSN 2252-5416
HASIL Pengetahuan keluarga dan masyarakat cukup tentang gejala-gejala penyakit campak berdasarkan pengalaman yang dulu, karena masyarakat sudah pernah menderita penyakit ini baik dalam keluarganya maupun orang-orang disekitarnya. Dari hasil wawancara dengan informan tentang pengetahuannya terhadap penyakit campak, menurut informan sakit campak diartikan nama lainnya adalah penyakit “sarampah” sebagai penyakit yang ditandai dengan demam, badan lemas, kurang napsu makan, batuk dan terdapat bitik-bintik merah pada kulit (ruam kulit). Seain itu menurut informan bila gejala campak yang semakin parah pada anak seperti, mata merah, kejang-kejang dan hilang kesadaran dapat menyebabkan kematian pada anak. Seperti yang di sampaikan oleh informan sebagai berikut ; “ Kalo penyaki yang ibu bilang itu katong di sini bilang itu saki sarampah, waktu beta ana tiga orang yang sakit dan sebelum dong meninggal itu beta lia dong pertama badan-badan panas dan demam, lemas tiba-tiba dong pung seluruh badan kaluar biji-biji panas merah seng lama satu minggu secara berurut-urut dong tiga saki la maninggal .”(MS, 38 thn) “…Orang saki sarampah itu, ana-ana seng mau makan, badan-badan lemas, panas trus badan merah-merah …” (BS, 37 thn, AS 45 thn) Informan mengungkapkan, bahwa anak-anak mereka yang meninggal selain penyebab sakit campak adalah juga penyebab lain karena adanya kekuatan-kekuatan ilmu jahat berupa “mata jahat” yang mengiginkan kematian anak-anak mereka untuk menambah ilmu dan rejeki nelayan dalam pencarian hasil laut. Mengenai Kepercayaan lain yang dipegang oleh anggota masyarakat yang sakit campak adalah merupakan kesalahan tokoh agama dan tokoh adat dalam membangun mesjid, sehingga terjadi musibah di ketiga Desa tersebut. penuturan informan sebagai berikut : “..Ohh beta pung ana dapa panyaki itu sebabnya selain tanda-tanda sarampa ada dari mata panas suanggi yang pake ilmu hitam, makanya dong kana panyaki itu sampai dong tiga ade kaka maninggal, baru sebentar habis bakubur besok dong pung mayat su ada di atas kubur yang di gali oleh orang suanggi itu. Tali pocong anak yang sdh maninggal diambil untuk ilmu dan menambah rejeki untuk para nelayan mencari
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada masyarakat Waelua Kecamatan Ambalau Kabupaten Buru Selatan Provinsi Maluku. Waktu pengumpulan data dilakukan sejak tanggal 3 Maret – 3 April 2016. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan rancangan Fenomenologi yang menekankan kepada focus pengalaman-pengalaman subjektif manusia itu sendiri. Fenomenologi, menurut Husserl dalam Bungin (2010), peneliti berusaha mencari arti pengalaman yang mendasar dan menekankan pada intensitas kesadaran dimana pengalaman terdiri hal-hal yang tampak dari luar dan hal-hal yang berada dalam kesadaran masing-masing berdasarkan memori, image dan arti. Penelitian kualitatif digunakan untuk menganalisis makna dari data yang tampak di permukaan dan digunakan untuk memahami sebuah fakta, dan bukan untuk menjelaskan fakta (Bungin, 2010). Pengumpulan Data. Data Primer diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam (In depth Interview) terhadap informan yang terdiri atas 9 informan biasa dan 5 informan kunci, dengan menggunakan pedoman wawancara serta alat bantu berupa alat perekam suara, kamera digital dan alat tulis menulis, sedangkan Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi maluku bidang P2M-PL dan bidang Promkes, Dinas Kesehatan Kabupaten Buru Selatan bidang P2MPL, berupa laporan surveilans campak, laporan kunjungan PE pada saat terjadi KLB campak tahun 2014, laporan cakupan imunisasi tahun 2013-2015, Puskesmas waelua dan Data Geografis Badan Pengelola Statistik (BPS), dengan teknik analisis data menggunakan metode Content Analisys, kemudian diinterprestasikan dan disajikan dalam bentuk narasi.. Salah satu cara penting dan mudah dalam uji keabsahan data penelitian yaitu melalui pendekatan triangulasi. 383
Jaty Pattilouw
ISSN 2252-5416
ikan dilaut. berita ini bikin heboh orang waelua malahan dong kasih kaluar berita ini di surat kabar…” (MS,38 thn) “…beta ana dua orang maninggal juga itu dari orang suanggi yang bikin, orang-orang di kampong bilang dari mata panas …” (AS.45 thn) Ungkapan informan MS diatas di benarkan oleh dukun (seorang tokoh adat) dan juga ayah dari MS, bahwa menjadi suatu pengalaman pengobatan pada kasus kematian ketiga orang cucunya selain karena gejala campak menurutnya ada ilmu jahat berupa “mata panas” penyebab kematian anak-anak tersebut, hal ini dirasakan menurut informan ketika sedang melakukan pengobatan ia seperti dihadapkan dan bertarung dengan seseorang yang menggunakan ilmu jahat yang mau menyingkirkan anak-anak tersebut, namun usaha pengobatan informan sia-sia ketiga cucunya tersebut meninggal dunia, sebagaimana ungkapan informan sebagai berikut : “…beta pung cucu-cucu itu meninggal bukan lantaran kana penyaki sarampah saja, tapi ada orang suanggi yang mau cari ilmu untuk dong kekuatan, waktu beta barobat cucu-cucu beta ada rasa baku lawang deng orang suanggi itu beta kase bae-bae dong iblis tindis tarus, sampe akhirnya dong maninggal tiga orang itu, beta paleng manyasal…” (SS.62 thn) Adanya dukungan dari orang-orang terdekat si penderita merupakan faktor yang menentukan pemilihan pengobatan yang dianggap tepat, baik pengobatan sendiri, ke tempat pelayanan kesehatan maupun ke penyembuh tradisional bagi penderita. Ungkapan informan, bahwa umumnya pengambilan keputusan biasanya dipilih dan ditentukan oleh Kepala Keluarga atau orang yang dituakan dalam Rumah Tangga menjadi penentu keputusan untuk membawa anak mereka yang sakit campak ke tokoh adat selaku keluarga mereka sendiri untuk mendapat pengobatan dan perawatan secara tradisional., sebagaimana yang diungkapkan informan berikut : “… waktu ana-ana sakit sarampah paitua yang putuskan untuk pi barobat, beta ini iko-iko sa (SM.28 thn.BS.37 thn) “… Beta sebagai suami yang tentukan untuk berobat di katong pung bapa tua sebagai tokoh adat di kampong ini…” (MS.38 thn)
Adapun faktor sosio ekonomi masyarakat waelua, dimana rata-rata pekerjaan mereka adalah sebagai Petani, Nelayan dan buruh tukang membuat pendapatan yang mereka butuhkan setiap bulan tidaklah menentu dengan kisaran pendapatan sebesar antara Rp 200.000 sampai 1.500.000. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap keinginan masyarakat untuk memilih tempat pelayanan kesehatan untuk pengobatan. Sebagaimana penuturan informan dalam wawancara berikut : “…Ibu katong ini pendapatan tergantung kalau ada hasil panen baru dapat uang banyak, tapi skarang ini sio mau dapa uang dari mana, mau dapa uang par makan hari-hari saja susah, makanya kalo anak saki katong pamalas pi ka Puskesmas karna seng ada uang…” ( MS.38 thn,JM.38 thn,HL.33 thn) Ungkapan informan di atas, bahwa menurut mereka pendapatan yang mereka dapatkan tergantung dari pekerjaan suaminya, ada yang bekerja sebagai petani ada juga sebagai nelayan dan buruh tukang, sementara sebagai Ibu Rumah Tangga mereka menjaga anak-anak di rumah Jika anak mereka sakit alternative pertama yang ibu lakukan adalah membawa anaknya yang sakit ke penyembuh tradisional karena menurut mereka pengobatan tersebut tidak mengeluarkan biaya. Hasil ungkapan informan tentang informasi Asuransi kesehatan, bahwa belum sepenuhnya dimiliki kartu BPJS dan digunakan oleh masyarakat Waelua baik di Desa Elara, Selasi maupun Desa Siwar terutama yang memiliki pendapatan sedikit, sehingga untuk melakukan kunjungan pengobatan dan perawatan ke tempat pelayanan kesehatan masih merupakan salah satu penghambat bagi masyarakat setempat, seperti yang di ungkapkan beberapa informan berikut ini : “…Katong dengar kata mau urus kartu sehat itu skarang paleng susah, su pake persyaratan banya-banya la bagaimana katong mau urus tempat pengurusan surat-surat saja jauh kata orang harus pi namrole, blom lagi katanya ada pemotongan atau bayar di bank setiap bulan, sio susah jua apalagi katong orang bodoh ini…” (AS.45 thn,JM.38 thn) Dalam pengobatan penyakit campak masyarakat menggunakan berbagai macam cara untuk mengurangi rasa sakit yang diderita oleh anak dan balita mereka. Penjelasan informan 384
perilaku pencarian pengobatan, campak, anak dan balita
ketika ditanyakan apa tindakan pertama yang mereka lakukan ketika anak terserang campak. Hasil wawancara dengan informan, bahwa ada beberapa bahan alami tradisional atau tanaman herbal yang digunakan masyarakat Waelua untuk pengobatan saat anak terkena gejala/tanda-tanda campak adalah daun “Pare” dan daun “Jarak” ada alternative pengobatan sendiri untuk menghilangkan batuk lendir, menurunkan panas dan demam anak yang mereka ketahui dari orang tuanya terdahulu yang pengobatan tradisional ini dilakukan secara turun temurun sampai saat ini, seperti penuturan informan berikut : “…Waktu beta ana-ana tiba-tiba saki sarampah yang beta lakukan pertama yaitu beta cari daun jarak yang kata katong pung orang tua-tua dolodolo itu bisa kas ilang batuk, kas turun panas caranya beta ambel tujuh lembar daun jarak lalu peras dengan air sedikit kemudian kompres di ana kapala dan badan-badan, memang panas anak turun beberapa saat turun, setelah itu keesokan harinya kanapa panas muncul lagi lalu beta tanya paitua ini bagaimana, kemuadian paitua putuskan untuk panggel orang tua-tua bikin air katanya supaya biji-biji panas samua kaluar la bae…” (HL. 33 thn ) Selain itu, diutarakan juga oleh beberapa informan berikut : “…waktu katong ana-ana dong kana penyaki sarampah katong segera panggel orang tua-tua par bikin aer tiup-tiup par katanya kasih turun demam deng kasih kaluar biji-biji panas, tapi karna panyaki seng hilang-hilang malahan tambah parah, katong panggel pa mantri deng ibu bidan barobat deng rawat tapi terlambat pertolongan katong ana-ana maninggal dunia…” (MS.38 thn, AS.45 thn) Hasil ungkapan informan, bahwa alternative tindakan pengobatan yang mereka lakukan ketika anak mereka terkena sakit campak yaitu dengan kepercayaan dan keyakinan keluarga mereka secara turun temurun, segera memanggil penyembuh tradisional berupa tokoh adat dan tokoh agama untuk melakukan pengobatan dengan menggunakan air obat yang telah di bacakan doa, jika penyakit tidak sembuh dan semakin memburuk barulah mencari alternative lain dengan memanggil petugas kesehatan untuk pengobatan.
ISSN 2252-5416
PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang pengetahuan informan terhadap penyakit campak, menurut informan sakit campak diartikan nama lainnya adalah penyakit “sarampah” sebagai penyakit yang ditandai dengan panas, badan lemas, kurang napsu makan, batuk dan terdapat bitik-bintik merah pada kulit (ruam kulit), selain itu terlihat ada gejala lain yang timbul dan berakibat kematian pada anak dan balita mereka seperti demam tinggi, mata merah, tidak ada napsu makan, diare, kejang-kejang dan hilang kesadaran. Masyarakat waelua sekalipun pendidikan terendah yang mereka miliki yaitu tidak tamat SD bahkan tidak pernah sekolah, namun mereka masih memiliki pengetahuan yang cukup tentang apa itu penyakit campak walaupun masih tahap menduga-duga, mereka mendiagnosis berdasarkan pengalaman-pengalaman yang mereka rasakan sebelumnya. Hasil ungkapan informan mengenai kepercayaan masyarakat tentang campak bahwa timbulnya Kejadian Luar Biasa campak pada tahun 2014, dikaitkan dengan kekuatan supranatural atau ilmu jahat yang masih ada di dalam masyarakat berupa “mata panas”, selain itu karena banyak anak dan balita yang sakit campak, maka masyarakat mengkaitkan dengan musibah di Desa terkait kesalahan tokoh adat dan tokoh masyarakat dalam pembangunan mesjid. sehingga untuk menyembuhkannya tokoh agama dan tokoh adat harus berdoa memohon ampunan. Selain itu hasil pengetahuan yang cukup dari beberapa informan, menurut mereka penyebab terjadi karena anak tidak diimunisasi campak dan kondisi anak yang tidak Hygiene. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kasniyah (2005), menunjukkan bahwa secara tradisional penyakit campak dianggap bukan dari virus, mereka terlalu awam untuk mengetahui hal itu, namun mereka mempunyai system sendiri sehingga secara emik mereka menganggap penyakit itu sudah lumrah dan harus diderita oleh anak-anak dan dapat sembuh dengan sendirinya. Ironisnya karena faktor kepercayaan dan budaya setempat, membentuk persepsi mereka bahwa campak bukanlah penyakit yang berbahaya, sehingga disaat anak menunjukkan keparahan, berulah mereka mencari pengobatan..
385
Jaty Pattilouw
ISSN 2252-5416
Dari hasil penelitian tentang sikap keputusan dan dukungan keluarga, bahwa dalam hal ini suami dan orang dituakan dalam Rumah Tangga dengan inisiatif sendiri melakukan tindakan pencarian pengobatan dan kepercayaan yang lebih cenderung ke pengobatan tradisional. Adanya .dukungan para tokoh adat dan agama sebagai penyembuh tradisional memberi solusi pengobatan dan perawatan ke petugas kesehatan dan puskesmas jika campak pada anak yang diobati secara tradisional tidak memberikan hasil atau kesembuhan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Bayelsa, Nigeria oleh. Adika et al (2013), bahwa sebagian besar ibu-ibu di Amassoma tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang penyebab penyakit campak. Juga orang tua tunggal dan remaja, mereka mempunyai status sosio-ekonomi sangat rendah dan tidak cukup berani untuk mengambil keputusan perawatan pada anak-anak mereka. Oleh karena itu, mereka bergantung pada perempuan yang lebih tua, dan dalam pencarian pengobatan mereka lebih cenderung menggunakan pengobatan modern. Di perkuat dari Hasil penelitian Jauhari dkk (2008), menunjukkan bahwa motivasi pasien berobat ke sinse timbul karena pasien mempunyai kepercayaan yang salah tentang pengobatan konvensional. Kepercayaan tersebut adalah adanya kegagalan atau ketidakpastian pengobatan konvensional, ketakutan akan penggunaan obat kimia yang berlebihan serta adanya tindakan operasi pada penyakit tertentu. Salah satu faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam melakukan pencarian pengobatan yang mereka butuhkan, tentunya harus sesuai dengan tingkat pendapatan keluarga dalam kebutuhan pembiayaan pemeriksaan kesehatan individu dan keluarga jika mereka sakit. Dalam arti pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas fasilitas kesehatan di suatu keluarga. Hasil ungkapan informan tentang penghasilan, bahwa penghasilan perhari maupun perbulan yang mereka dapatkan tergantung dari pekerjaan suaminya, ada yang bekerja sebagai petani ada juga sebagai nelayan dan buruh tukang, sementara sebagai Ibu Rumah Tangga mereka menjaga anak-anak di rumah Jika anak mereka sakit alternative pertama yang ibu lakukan
adalah membawa anaknya yang sakit ke penyembuh tradisional karena menurut mereka pengobatan tersebut tidak mengeluarkan biaya. Seiring hasil wawancara informan tentang informasi keikutsertaan masyarakat Waelua dalam asuransi kesehatan, bahwa umumnya mereka belum memiliki kartu asuransi kesehatan baik Jamkesmas maupun kartu BPJS, mereka mendengar bahwa kartu sehat tersebut mendapat pengobatan gratis namun mereka tidak memahami dan sulit dalam pembuatannya serta penggunaanya, di tambah kurangnya pendapatan keluarga membuat mereka campak malas berkunjung ke pelayanan kesehatan maupun petugas kesehatan, malah mereka lebih cenderung malakukan pengobatan tradisional yang mereka anggap murah bahkan tidak mengeluarkan biaya untuk pengobatan. Hal ini sejalan dengan Hasil penelitian di Kota Medan oleh Gaol (2013), bahwa peluang masyarakat yang mempunyai faktor sosioekonomi yang baik lebih besar 3 sampai 4 kali untuk melakukan pencarian pengobatan dengan baik dibandingkan masyarakat yang faktor sosioekonominya kurang dan peluang masyarakat yang mempunyai faktor kebutuhan baik lebih besar 8 sampai 9 kali untuk melakukan pencarian pengobatan dengan baik dibandingkan masyarakat yang faktor kebutuhannya kurang. Kebutuhan pengobatan dan perawatan seorang yang mengalami sakit didasarkan pada kayakinan dan kepercayaan terhadap pola pencarian pengobatan yang mereka anggap tepat dan diharapkan dapat memberikan kesembuhan, seiring hasil wawancara dengan informan, bahwa alternative pengobatan utama bila anak muncul adanya gejala penyakit, maka inisiatif sendiri dari orang tua atau keluarga segera melakukan pengobatan tradisional dengan menggunakan tanaman obat/ herbal daun-daunan dan ke para tokoh adat dan agama sebagai penyembuh tradisional, bila penyakit campak yang di derita anak tidak ada kesembuhan dan penyakit bertambah parah baru keluarga berusaha mencari petugas kesehatan atau ke Puskesmas dan Pustu. Hal ini sejalan denagan hasil penelitian oleh Supriadi (2014), bahwa masyarakat cengkareng memiliki minat yang besar untuk melakukan pengobatan di tempat pelayanan tradisional cukup
386
perilaku pencarian pengobatan, campak, anak dan balita
tinggi (55,8 %) dengan berbagai frekuensi kunjungan sesuai kebutuhan.
ISSN 2252-5416
DAFTAR PUSTAKA Adika V., Baralate S., Agada J., & Nneoma N. (2013). Mothers perceived cause and health seeking behaviour of childhood measles in Bayelsa Nigeria. Journal of Research in Nursing and Midwifery, 2(1), 6-12 Bungin B, (2010) . Metodologi penelitian Kualitatif.. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dinkes Kabupaten Buru Selatan (2015). Laporan Surveilans dan Laporan Imunisasi tahun 2014 in; Bidang P2MPL Gaol T. L. (2013). Pengaruh faktor sosiodemografi, sosioekonomi dan Kebutuhan terhadap perilaku masyarakat dalam Pencarian pengobatan di kecamatan Kota Medan Tahun 2013: Medan. Di akses tanggal 19 Januari 2016 Jauhari H.A dkk. (2008), Motivasi dan Kepercayaan Pasien untuk Berobat ke sinse. Bagian Bioetik, FK UGM, Yogyakarta.. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 24, No. 1, Maret 2008 Kasniyah N. (2005). Persepsi dan perawatan penyakit Morbili (campak) pada Penduduk Desa Karangmangu di Purwojati Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. di akses 12 Desember 2015. Notoatmodjo, (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka Cipta. Parker A. F, & James L. G. (2015). Measles (Rubeola). CDC. www.cdc.gov/measles. Di akses tanggal 28 November 2015. Available from : http//www.cdc.gov/measles Supriadi. (2014). Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Tradisional (Traditional Medication) Masyarakat Urban Cengkareng Jakarta Barat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. di akses pada tanggal 22 November 2015 WHO. (2012). Global measles and rubella strategic plan: 2012–2020. 2012. Report No.: ISBN, 978(92), 4.
KESIMPULAN DAN SARAN Masyarakat Waelua dengan pendidikan rendah, mereka masih mempunyai pengetahuan yang cukup tentang apa itu campak yang menurut mereka adalah “sarampah” dan gejala atau tandatanda campak berdasarkan pengalaman yang mereka rasakan dan lihat secara fisik. Kepercayaan masyarakat bahwa “mata panas” berupa ilmu gaib atau ilmu jahat merupakan salah satu penyebab anak meninggal dan menderita selain karena gejala campak. Tinggihnya angka kematian dan kesakitan anak / balita akibat campak pada masyarakat Waelua karena selain pengambilan keputusan yang salah oleh Kepala Keluarga dan tokoh masyarakat untuk melakukan pengobatan yang selalu berdasarkan tradisi dan kepercayaannya dan kurangnya upaya promotif oleh tenaga kesehatan di puskesmas. Pendapatan keluarga yang sedikit dan tidak memiliki asuransi kesehatan atau keikutsertaan dalam BPJS, menjadi penghambat bagi keluarga dan masyarakat untuk bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan. Alternative pola pencarian pengobatan penyakit campak yang lebih diutamakan oleh masyarakat ketika muncul gejala/tanda yang mereka anggap ‘sarampah”, adalah dengan inisiatif sendiri melakukan pengobatan tradisional, jika penyakit tidak sembuh-sembuh dan bertambah parah barulah keluarga berusaha mencari pengobatan ke petugas kesehatan maupun Puskesmas. Pemerintah Daerah agar lebih meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan melalui Dinas Kesehatan, berupa ketersediaan tenaga baik jumlah dan kualitasnya, ketersediaan vaksin dan obat-obatan di Puskemas. Perlunya kegiatan preventif dan promotif melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), agar lebih ditingkatkan untuk memunculkan peran serta dari masyarakat dan menekan terjadinya lagi kematian dan kesakitan terutama campak pada anak dan balita di daerah tersebut.
387