JST Kesehatan, April 2016, Vol.6 No.2 : 162 – 171
ISSN 2252-5416
PENGARUH KESEJAHTERAAN SPIRITUAL (SPIRITUAL WELL BEING) DAN LETAK KENDALI (LOCUS OF CONTROL) TERHADAP BURNOUT KERJA PERAWAT DI RS UNHAS MAKASSAR The Effect of Spiritual Well Being and Locus of Control on Job Burnout Among Nurses of Hasanuddin University Hospital in Makassar Suryani1, Andi Zulkifli Abdullah2, Abd. Rahman Kadir3 1
Bagian Manajemen RS Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 2 Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin 3 Bagian Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin (E-mail:
[email protected])
ABSTRAK Perawat adalah profesi yang rentan mengalami burnout, sedangkan kesejahteraan spiritual dan locus of control dipercaya dapat mereduksi kejadian burnout. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kesejahteraan spiritual dan locus of control terhadap persepsi perawat RS Unhas mengenai burnout kerja dalam tiga dimensinya yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi dan rendahnya pencapaian pribadi, serta mengetahui peran mediasi locus of control pada hubungan kesejahteraan spiritual dan ketiga dimensi burnout kerja tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Sampel sebanyak 75 orang perawat yang bekerja di RS Unhas Makassar, yang dipilih dengan menggunakan metode rule of thumb. Analisis data menggunakan regresi linear dengan bantuan aplikasi SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kesejahteraan spiritual berpengaruh negative dan signifikan pada tingkat kelelahan emosional dengan Pvalue= -0.326 α= 0.004, dan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat depersonalisasi dengan Pvalue= - 0.170 α= 0.144, serta tingkat pencapaian pribadi dengan Pvalue= 0.208 α = 0.073. Locus of control berpengaruh positif dan signifikan pada tingkat kelelahan emosional dengan Pvalue= 0.338 α =0.003 dan depersonalisasi dengan Pvalue= 0.383 α= 0.001. Locus of control berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pencapaian pribadi dengan Pvalue= -0.179 α=0.125. Locus of control dapat memediasi sempurna hubungan antara kesejahteraan spiritual dengan kelelahan emosional. Kata Kunci: Kelelahan Emosional, Depersonalisasi, Pencapaian Pribadi
ABSTRACT The nurse is a profession that is susceptible to burnout, while the spiritual well-being and locus of control is believed to reduce the incidence of burnout. This reserach aimed (1) to investigate the burnout level, the effect of spiritual well being and locus of control on the nurses perception on UNHAS Hospital about the job burnout in three dimensions, namely the emotional exhaustion, the depersonalization, and the low personal accomplishment; (2) to investigated the mediation rolesof the locus of control in its correlation with the spiritual well being and the three dimensions of job burnout. The research was a quantitative study with cross sectional study design. The sample comprised 75 nurses working in Hasanuddin University Hospital selected using rule of thumb method. The data were analyzed using linear regression assisted by SPSS application. The research results revealed that spiritual well being had significantly negative effect on the emotional exhaustion (Pvalue=-0.326 α= 0.004), but no significant effect on the depersonaloization (Pvalue= - 0.170 α= 0.144) and on the personal accomplishment (Pvalue= 0.208 α =0.073). Locus of control had a positive and significant effect on the emotional exhaustion (Pvalue= - 0.338 α =0.003 )and on the depersonalization (Pvalue= 0.383 α =0.001). The Locus of control had a negative and insignificant effect on the personal accomplishment (Pvalue= -0.179 α=0.125). The Locus of control could perfectly mediate the relationship between spiritual well being and emotional exhaustion. Keywords: Emotional Exhaustion, depersonalization, personal accomplishment
162
Suryani
ISSN 2252-5416
berasal dari aktifitas dirinya, sedangkan seseorang dengan locus of control eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya. Beberapa penelitian yang mendukung peran locus of control dalam menurunkan stres dan burnout antara lain, Schmitz et al (1999), dalam penelitian mereka mengenai stress, burnout dan locus of control pada perawat Jerman, menemukan bahwa stress terhadap pekerjaan dan burnout berhubungan dengan rendahnya locus of control yang dimiliki perawat. Lam & Schaubroeck (2000), menemukan dalam penelitiannya bahwa individu dengan internal locus of control dapat bertahan lebih baik dalam situasi yang stressful atau dengan kata lain lebih mudah beradaptasi dengan masalah dan kejadian yang mereka alami di tempat kerja. Individu dengan locus of control internal dapat mengatasi stres kerja dengan lebih mudah, mereka merasakan tingkat stress yang lebih rendah dan menunjukkan tingkat performa yang lebih tinggi (Chen & Silverthorne, 2008). Selain locus of control, penelitian mengenai pengaruh kesejahteraan spiritual (spiritual wellbeing) terhadap burnout juga berkembang. Spiritualitas dalam banyak penelitian di identifikasi sebagai faktor protektif dalam mekanisme pertahanan (coping mechanism) terhadap stress. Spiritualitas dan agama dapat mendukung sumber daya psikologis termasuk mekanisme koping, mendukung perilaku sehat, yang akan meningkatkan perasaan sehat dan mendukung psikoneoruimunologis, neuroendokrin, dan sistem psikologis (Ellison, 1983). Dalam studi terobosan mereka pada peran spiritualitas di tempat kerja, Mitroff dan Denton (1999) dalam Middlebrooks & Noghiu (2010), memberikan pernyataan bahwa “Over the years we have tried all of the conventional techniques known to organizational science to help organizations change for the better … After years of study and practice we have come to a painful conclusion: by themselves, all of the conventional techniques in the world will not produce fundamental and long lasting changes… We believe that today‘s organizations are impoverished spiritually and that many of their most important problems are due to this impoverishment… We believe that organizational science can no longer avoid analyzing,
PENDAHULUAN Kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini semakin meningkat. Mulai dari pelayanan pasien, hingga tugas administrasi yang menjadi sistem penyimpanan digital dan pendokumentasian digital. Hal ini menyebabkan tanggungjawab kerja semakin menantang dan secara teknis semakin kompleks sehingga beban kerja harian semakin menuntut (Heard et al., 2013). Bekerja dengan kondisi seperti ini dari hari kehari akan meningkatkan stress. Stres terhadap pekerjaan yang tidak dikelola dengan baik dan berlangsung lama berpotensial mengarah pada burnout (NetCe, 2012). Dalam Career Builder Survei yang dilakukan oleh Harris Interactive online di USA antara tanggal 11 februari hingga 6 maret tahun 2013, menunjukkan bahwa 60 % pekerja pelayanan kesehatan merasakan burnout pada pekerjaan mereka (Healthcare traveler, 2013) Perawat adalah profesi yang rentan untuk mengalami burnout (Maslach & Leiter, 2008). Cho et al (2006), menemukan bahwa sebanyak 66 % dari perawat yang baru lulus mengalami burnout yang berat, yang terutama dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja. Lulusan baru mengalami burnout dapat disebabkan oleh kurangnya dukungan dari supervisor (Spooner & Patton, 2007), ketidakhadiran dan turnover ( Rudman & Gustavson, 2011), beban kerja yang tidak diatur (Laschinger et al., 2012) serta rendahnya komitmen organisasi (Cho et al., 2006). Tingginya tingkat burnout pada perawat juga disebabkan oleh tingginya tingkat kebutuhan fisik dan emosional dalam bekerja (Greenglass et al., 2001), tingginya beban kerja (Laschinger et al., 2001), tidak adekuatnya staf perawat (Aiken & Salmon, 1994), dan ketidakpuasan kerja (Aiken et al., 2002). Banyak penelitian yang dilakukan mengenai stres dan burnout dan bagaimana mereduksi kedua hal tersebut. Karimi & Alipour (2011), menyatakan bahwa Locus of control dapat menjadi faktor yang efektif untuk menurunkan stres kerja. Rotter (1966), menyatakan bahwa locus of control adalah aspek dari personality yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya individu mengontrol nasib. Selanjutnya Rotter (1966), menyatakan bahwa locus of control terbagi dalam dua konstruk yaitu internal dan eksternal, dimana hasil yang dicapai locus of control internal dianggap 163
Kelelahan Emosional, Depersonalisasi, Pencapaian Pribadi
understanding, and treating organizations as spiritual entities.” Selain itu Wachholtz & Rogoff (2012), melakukan penelitian mengenai pengaruh spiritualitas terhadap burnout pelajar medis, dan menemukan bahwa pelajar yang memiliki skor kesejahteraan spiritual (spiritual well being) rendah dan pengalaman spiritual rendah mereka mengalami tingkat distress dan burnout yang tinggi. Barbarin (1993) dalam Amjad & Bokharey (2014), serta Hefty (2011), menyatakan bahwa spiritualitas akan memperkuat internalitas locus of control. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui level burnout kerja pada perawat di RS Unhas, pengaruh kesejahteraan spiritual (spiritual well-being) dan letak kendali (locus of control) terhadap kelelahan (burnout) kerja, serta peran mediasi locus of control pada hubungan kesejahteraan spiritual (spiritual well-being) dan kelelahan (burnout) kerja.
ISSN 2252-5416
depersonalisasi (DP), dan rendahnya pencapaian pribadi/low personal accomplishment (PA). Analisis data yang dilakukan adalah univariat, bivariate dengan korelasi Pearson, serta multivariate dengan regresi linear melalui aplikasi SPSS. HASIL PENELITIAN Data distribusi frekuensi karakteristik responden menunjukkan dari 75 orang responden keseluruhannya berada pada usia 21-30 tahun, sebanyak 84 % responden berjenis kelamin perempuan, 66,7 % responden belum menikah, 74,7 % responden adalah sarjana keperawatan dan Ners, 76 % responden adalah pegawai kontrak. Pada variabel kesejahteraa spiritual, 75 orang atau 100% memiliki kesejahteraan spiritual yang tinggi, sedangkan pada variabel locus of control, 92% responden cenderung internal. (Tabel 1). Hasil uji statistik pengaruh karakteristik responden dengan ketiga dimensi burnout: kelelahan emosional, depersonalisasi dan rendahnya pencapaiaan pribadi menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara keseluruhan karakteristik demografi dengan ketiga dimensi burnout (Tabel 2). Hasil uji statistik hubungan kesejahteraan spiritual dengan ketiga dimensi burnout: kelelahan emosional, depersonalisasi dan rendahnya pencapaiaan pribadi menunjukkan bahwa kesejahteraan spiritual hanya mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap kelelahan emosional perawat dengan Pvalue = 0,326 pada α = 0,004. Hasil ini bermakna semakin tinggi tingkat kesejahteraan spiritual, semakin rendah tingkat kelelahan emosional pada interval confidence 99 % dan α = 0,01. Sedangkan pada depersonalisasi dan pencapaian pribadi, diperoleh hasil yang tidak signifikan (Tabel 2). Hasil uji statistik hubungan locus of control dengan ketiga dimensi burnout: kelelahan emosional, depersonalisasi dan rendahnya pencapaiaan pribadi menunjukkan bahwa locus of control mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap kelelahan emosional perawat dengan Pvalue = 0.338 pada α = 0.003 dan locus of control mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap depersonalisasi perawat dengan Pvalue = 0,383 pada α = 0,001.
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif menggunakan studi observasional analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan data dilaksanakan oleh peneliti di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar pada bulan Mei – Juni Tahun 2015. Besar sampel yang digunakan didapatkan dengan menggunakan metode rule of thumb dan didapatkan sampel sebanyak 75 orang perawat. Pengumpulan data diperoleh dengan penyebaran kuisioner. Kesejahteraan spiritual (Spiritual well being) diukur dengan menggunakan Spiritual Well Being Scale (SWBS) yang dikembangkan oleh Ellison (1983), yang memberikan ukuran keseluruhan persepsi kualitas kehidupan spiritual, dan terdiri dari dua sub skala yaitu kesejahteraan relijius dan eksistensial. Locus of Control diukur dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh Spector (1988), yaitu The Work Locus of Control Scale (WLCS). Skala ini terdiri dari 16 item pertanyaan, yang masing-masing setengahnya mengarah pada internalitas dan eksternalitas. Sedangkan burnout kerja diukur dengan skala yang dikembangkan oleh Maslach et al (1996), The Maslach Burnout Inventory-Human Service Scale (MBI-HSS) yang menilai : kelelahan emosional/ Emotional exhaustion (EE),
164
Suryani
ISSN 2252-5416
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RS UNHAS Makassar Tahun 2015 Karakteristik Responden Kelompok Usia (tahun) 21 – 30 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Status Pernikahan Menikah Belum Menikah Status Pendidikan D3 Keperawatan S1 Keperawatan + Ners Status Kepegawaian Pegawai Tetap Pegawai Kontrak Kesejahteraan Spiritual Rendah Tinggi Locus of Control Internal Eksternal Total Sumber: Data Primer
Frekuensi (Orang)
Persentasi (%)
75
100.0
12 63
16.0 84.0
25 50
33.3 66.7
19 56
25.3 74.7
18 57
24.0 76.0
0 75
0 100.0
69 6 75
92.0 8.0 100.0
Tabel 2. Hubungan Karakteristik responden terhadap tiga dimensi burnout EE Umur Responden
Jenis Kelamin Responden
Status Pernikahan Responden
Tingkat Pendidikan Responden
Status Kepegawaian
Total SWB
LOC
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Sumber: Data Primer
165
.083 .479 75 .140 .230 75 .128 .273 75 .110 .346 75 -.083 .477 75 -.326** .004 75 .338** .003 75
DP -.112 .340 75 -.088 .453 75 .061 .602 75 .017 .883 75 -.127 .278 75 -.170 .144 75 .383** .001 75
PA .034 .775 75 .027 .818 75 .086 .464 75 .101 .390 75 .011 .928 75 .208 .073 75 -.179 .125 75
Kelelahan Emosional, Depersonalisasi, Pencapaian Pribadi
Hasil ini bermakna semakin rendah locus of control (semakin internal), tingkat kelelahan emosional dan depersonalisasi semakin rendah. Hubungan ini bermakna pada interval confidence 99 % dan α = 0,01. Sedangkan pada pencapaian pribadi diperoleh hasil tidak signifikan. (Tabel 2) Uji statistic pengaruh kesejahteraan spiritual (SWB) terhadap kelelahan emosional (EE) dengan mediasi Locus of Control (LOC), didapatkan nilai unstandardized coefficients SWB terhadap EE sebesar -0.197 dengan signifikansi 0.16, sehingga tidak terdapat pengaruh signifikan SWB terhadap EE. unstandardized coefficients LOC terhadap EE sebesar 0.307 dengan signifikansi 0.106, sehingga tidak terdapat pengaruh signifikan LOC terhadap EE. (Tabel 3 ) Uji statistic pengaruh kesejahteraan spiritual (SWB) terhadap depersonalisasi (DP) dengan mediasi Locus of Control (LOC), menunjukkan unstandardized coefficients SWB terhadap DP sebesar 0.047 dengan signifikansi 0.507, sehingga tidak terdapat pengaruh signifikan SWB terhadap DP. unstandardized coefficients LOC terhadap DP sebesar 0.306 dengan signifikansi 0.002, sehingga terdapat pengaruh positif dan signifikan LOC terhadap DP. (Tabel 4 ) Uji statistic pengaruh kesejahteraan spiritual (SWB) terhadap pencapaian pribadi (PA) dengan mediasi Locus of Control (LOC), menunjukkan unstandardized coefficients SWB terhadap PA sebesar 0.115 dengan signifikansi 0.274, sehingga tidak terdapat pengaruh signifikan SWB terhadap PA. Unstandardized coefficients LOC terhadap PA sebesar -0.083 dengan signifikansi 0.556, sehingga tidak terdapat pengaruh signifikan LOC terhadap PA (Tabel 5 ).
ISSN 2252-5416
Pada metode Kausal Step, variabel M (LOC) dinyatakan sebagai variabel mediasi atau intervening antara variabel X dan Y jika memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) jika persamaan I, X berpengaruh signifikan terhadap Y (c ≠ 0), (2) jika persamaan II, X berpengaruh signifikan terhadap M (a ≠ 0), (3) jika persamaan III, M berpengaruh signifikan terhadap Y (c ≠ 0). Variabel M dinyatakan sebagai variabel mediasi sempurna (perfect mediation), jika setelah memasukkan variabel M, pengaruh variabel X terhadap Y menurun menjadi nol (c’ = 0) atau pengaruh variabel X terhadap Y yang tadinya signifikan (sebelum memasukkan variabel M) menjadi tidak signifikan, setelah memasukkan variabel M kedalam model persamaan regresi. Variabel dinyatakan sebagai variabel mediasi parsial (partial mediation), jika setelah memasukkan variabel M, pengaruh variabel X terhadap Y menurun tetapi tidak menjadi nol (c’ ≠ 0), atau pengaruh variabel X terhadap Y yang tadinya signifikan (sebelum memasukkan variabel M) menjadi signifikan, setelah memasukkan variabel M kedalam model persamaan regresi, tetapi mengalami penurunan koefisien regresi. Dengan menggunakan metode ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa locus of control memediasi secara mutlak atau sempurna hubungan antara variabel kesejahteraan spiritual dengan dimensi burnout: kelelahan emosional. locus of control tidak dapat memediasi hubungan antara variabel kesejahteraan spiritual dengan dimensi burnout: depersonalisasi dan pencapaian pribadi.
Tabel 3. Uji Regresi Linear Metode Enter Pada Hubungan SWB terhadap EE dengan Mediasi LOC Model
1
(Constant) Total SWB LOC
Unstandardized Coefficients B Std. Error 23,933 20,435 -,197 ,139 ,307 ,188
Dependent Variable: EE Sumber: Data Primer
166
Standardized Coefficients Beta -,193 ,223
t
1,171 -1,415 1,636
Sig.
,245 ,161 ,106
Suryani
ISSN 2252-5416
Tabel 4. Uji Regresi Linear metode Enter pada hubungan SWB terhadap DP dengan mediasi LOC Model
(Constant) Total SWB LOC Dependent Variable: DP Sumber : Data Primer 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error -14,881 10,291 ,047 ,070 ,306 ,094
Standardized Coefficients Beta ,090 ,437
t
-1,446 ,668 3,233
Sig.
,153 ,507 ,002
Tabel 5. Uji Regresi Linear metode Enter pada hubungan SWB terhadap PA dengan mediasi LOC Model
(Constant) Total SWB LOC Dependent Variable: PA Sumber : Data Primer 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error 32,897 15,255 ,115 ,104 -,083 ,140
Standardized Coefficients Beta
,158 -,085
t
2,157 1,101 -,592
Sig.
,034 ,274 ,556
di 4 RS Kermanshah University of Medical Science. Dalam penelitian mereka, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara usia dan persepsi burnout. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan ketiga dimensi burnout; kelelahan emosional, depersonalisasi dan rendahnya pencapaian pribadi. Menurut Maslach et al (2001), variabel demografis jenis kelamin belum merupakan prediktor kuat terhadap terjadinya burnout. Pendapat ini sejalan dengan hasil penelitian ini dan penelitian Rezaei et al (2015), Sundin et al (2007), Iglesias et al (2010), Akasheh et al (2010), mereka menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian burnout di tinjau dari dimensi kelelahan emosional, depersonalisasi, dan rendahnya pencapaian pribadi. Hasil penelitian kami dapat dipengaruhi oleh kurangnya responden perawat dengan jenis kelamin laki-laki, sehingga variasi jawaban kecil/sedikit. Namun penelitian Rezaei et al (2015), memiliki jumlah responden laki-laki yang cukup besar yaitu 38,8 % dari 103 responden yang bekerja di unit emergensi. Lain halnya dengan Garrosa et al (2008); Kalantarkousheh et al (2013), Wachholtz & Rogoff (2012), mereka menyatakan bahwa perempuan memiliki kecenderungan merasakan
PEMBAHASAN Hasil uji statistic menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara usia dengan keseluruhan dimensi burnout. Menurut Maslach et al (2001), dari semua variabel demografis yang telah dipelajari, usia adalah salah satu variabel yang memiliki hubungan paling konsisten dengan burnout. Cho et al (2006), menemukan bahwa perawat yang baru lulus memiliki tingkat burnout yang lebih tinggi. Garrosa et al (2008), juga menemukan hubungan yang signifikan antara usia dan kejadian burnout, ia mengatakan perawat dibawah usia 30 tahun lebih burnout dibandingakan dengan mereka yang berada diatas 30 tahun. Namun penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda, walaupun perawat RS Unhas berada pada usia 21-30 tahun, persepsi burnout dirasakan rendah. Hal ini disebabkan oleh variasi usia pada perawat di RS tersebut memang kecil, hampir keseluruhannya mereka sebaya, atau berada pada rentang usia yang sama. Hasil yang serupa dengan penelitian ini adalah penelitian Alimoglu & Donmez (2005), dengan responden 141 perawat yang bekerja di RS Akdeniz di Antalya, Turkey, serta Rezaei et al (2015), yang menggunakan sampel responden dengan pengalaman kerja di RS sekitar 6-8 tahun dan pengalaman di Unit Emergensi sekitar 3-4 tahun
167
Kelelahan Emosional, Depersonalisasi, Pencapaian Pribadi
tingkat burnout kerja yang lebih tinggi. Banyak ahli yang mengemukakan bahwa tingginya tingkat burnout kerja pada perempuan sebagai akibat tanggung jawab mereka dalam rumah tangga, berperan sebagi istri dan ibu, serta karena perubahan hormon (Rezaei et al., 2015) Hasil uji statistic menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan terhadap ketiga dimensi burnout: kelelahan emosional, tingkat depersonalisasi dan tingkat pencapaian pribadi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rezaei et al (2015), dengan jumlah responden 53.4 % yang telah menikah dari 103 responden perawat yang bekerja di unit emergensi pada 4 RS Kermanshah University of Medical Science, menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan kejadian burnout. Disisi lain Boyas & Wind (2010), serta Maslach et al (2001), mengatakan single terlihat mengalami tingkat burnout bahkan lebih tinggi dari mereka yang bercerai. Hasil uji statistic menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara status pendidikan terhadap ketiga dimensi burnout: kelelahan emosional, tingkat depersonalisasi dan tingkat pencapaian pribadi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Boyas & Wind (2010); Rezaei et al (2015), yang juga menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan kejadian burnout. Namun Alimoglu & Donmez (2005), menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan maka level burnout juga semakin tinggi. Menurut Maslach et al (2001), tidak jelas bagaimana menafsirkan temuan ini, mengingat bahwa variabel pendidikan dapat diganggu oleh variabel lain, seperti pekerjaan dan status. Ada kemungkinan bahwa orang dengan pendidikan tinggi memiliki pekerjaan dengan tanggung jawab yang lebih besar dan stres yang lebih tinggi. Atau mungkin orang yang berpendidikan tinggi memiliki harapan yang lebih tinggi untuk pekerjaan mereka, dengan demikian lebih tertekan jika harapan tersebut tidak terwujud. Sedangkan Kalantarkousheh et al (2013), menemukan bahwa mahasiswa program Ph.D, lebih kurang mengalami akademik burnout dibandingkan dengan mahasiswa program B.A. dan M.A. Hasil uji statistic pada hubungan status kepegawaian terhadap ketiga dimensi burnout: kelelahan emosional, depersonalisasi, dan
ISSN 2252-5416
pencapaian pribadi, tidak terbukti signifikan. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Rashedi et al (2012), bahwa status kepegawaian tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan frekuensi dan tingkat burnout. Status kepegawaian akan berpengaruh terhadap tingkat reward seorang pegawai dari organisasinya. Menurut Maslach et al (2001), kurangnya apresiasi atau reward dari lingkungan kerja membuat pekerja merasa tidak bernilai, hal inilah yang dapat mengarahkan persepsi seseorang terhadap burnout kerja. Namun dalam penelitian ini, meskipun sebagian besar perawat masih berstatus tenaga kontrak, mereka mempersepsikan tingkat burnout yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan atau bermakna antara kesejahteraan spiritual dan kelelahan emosional pada perawat rumah sakit Unhas Makassar dengan Pvalue -0.326 pada α 0,004. Hubungan ini bermakna bahwa, semakin tinggi tingkat kesejahteraan spiritual maka semakin rendah tingkat burnout dalam dimensi kelelahan emosional. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh Hardiman & Simmonds (2012), yang menemukan bahwa konselor dan terapis yang memiliki skor kesejahteraan spiritual yang tinggi lebih mampu menghindari kelelahan emosional saat berhadapan dengan klien dengan trauma yang berat. Tasharrofi et al (2013), menyatakan bahwa kesejahteraan spiritual dapat menjadi faktor yang paling berpengaruh mencegah kolaps pada pekerjaan akibat burnout pada perawat. Hasil penelitian di atas juga menunjukkan bahwa spiritualitas mempunyai fungsi membentuk mekanisme pertahanan terhadap kejadian burnout kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Young et al (2000), yang menemukan indikasi yang konsisten bahwa spiritualitas memainkan peranan yang penting sebagai coping mechanism, melawan kejadian negative dalam hidup dan stress di tempat kerja. Dengan demikian, spiritualitas merupakan sumber daya potensial bagi kehidupan seseorang, bukan hanya menurunkan kemungkinan berulangnya trauma tapi membantu seseorang mengevaluasi kehidupannya dari perspektif yang baru (Galea, 2014). Perawat yang memiliki pemahaman yang baik dalam spiritualitasnya akan lebih efektif dalam memberikan pelayanan yang berkualitas
168
Suryani
ISSN 2252-5416
pada pasien (Greasley, 2001 dalam Koren et al.,2009). Hasil penelitian juga menunjukkan variabel kendali pikir (locus of control) mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap variabel kelelahan emosional dan depersonalisasi. Dengan demikian semakin rendah eksternalitas (internalitas tinggi) semakin rendah tingkat kelelahan emosional dan depersonalisasi atau burnout semakin rendah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kalantarkousheh et al (2013), yang menemukan hubungan yang positif antara locus of control eksternal dengan tingkat burnout pada mahasiswa Universitas Allameh Tabataba’I Tehran, Iran. Rendahnya persepsi burnout pada perawat RS Unhas dapat disebabkan oleh tingginya tingkat control mereka terhadap stressor eksternal dalam pekerjaan. Dengan internalitasnya yang tinggi, perawat RS Unhas percaya bahwa mereka dapat mengontrol hidup dan lingkungannya. Hal inipun sejalan dengan penelitian yang dikaji oleh Chen & Silverthorne (2008), bahwa seseorang dengan LOC internal akan lebih resisiten dan mempunyai kapabilitas koping yang lebih baik terhadap tekanan dan stressor dibandingkan dengan seseorang dengan LOC eksternal. Sehingga mereka akan menunjukkan tingkat performa dan kepuasan kerja yang lebih tinggi (Fuqua & Couture, 1986; Chen & Silverthorne, 2008). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa LOC dapat memediasi secara mutlak pada hubungan antara kesejahteraan spiritual dan dimensi burnout : kelelahan emosional. Hasil penelitian sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hefti (2011) dan Barbarin (1993) dalam Amjad & Bokharey (2014), bahwa agama dan spiritualitas merupakan koping, dan meningkatkan internal locus of control pada situasi yang penuh tekanan. Demikian juga ditemukan oleh Ryan & Francis (2012), bahwa internal LOC dapat memediasi hubungan antara fungsi relijius dalam spiritualitas dengan kesehatan psikologis. Fiori et al (2006), mengatakan bahwa internal dan eksternal LOC memediasi hubungan antara kehidupan relijius dan kepuasan hidup. Spiritualitas menjadi determinan terhadap baiknya kesehatan mental karena spiritualitas dapat menjadi sumber harapan dan kekuatan pada saat krisis (Koenig et al., 2011 dalam Amjad & Bokharey, 2014). Dengan adanya persepsi
terhadap harapan dan kekuatan tersebut akan terbentuklah internalitas LOC yang percaya bahwa ia akan mampu mengendalikan kejadian yang dialaminya termasuk diantaranya pengalaman burnout yang dirasakan oleh perawat RS Unhas Makassar. KESIMPULAN DAN SARAN Perawat RS UNHAS Makassar memiliki tingkat kesejahteraan spiritual yang tinggi, dan sebagian besar dari mereka memiliki locus of control internal yang tinggi. Tingginya tingkat kesejahteraan spiritual dan tingginya internalitas locus of control pada perawat RS Unhas menyebabkan tingkat burnout pada sebagian besar perawat masih rendah. Kesejahteraan spiritual (spiritual well being), mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan pada dimensi burnout yaitu kelelahan emosional. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat kesejahteraan spiritual (spiritual well being) semakin rendah tingkat kelelahan emosional. Locus of control mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap 2 dimensi burnout, yaitu kelelahan emosional (emotional exhaustion) dan depersonalisasi (depersonalization). Hal ini bermakna, semakin rendah eksternalitas (internalitas tinggi), semakin rendah tingkat kelelahan emosional dan depersonalisasi. Locus of control dapat memediasi sempurna hubungan antara kesejahteraan spiritual dan dimensi burnout : kelelahan emosional. Saran bagi RS Unhas untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan spiritual yang tinggi dan internalitas LOC yang tinggi pada perawat dengan ketersediaan tempat ibadah yang memadai untuk pegawai RS melaksanakan ibadah, serta mendukung kegiatan rohani yang dapat meningkatkan kesejahteraan spiritual, pelatihan-pelatihan dan knowledge sharing lainnya. DAFTAR PUSTAKA Aiken L. H., & Salmon M. E. (1994). Health care workforce priorities: what nursing should do now. Inquiry, 318–329. Aiken L.H., Clarke S.P., Sloane D.M., Sochalski J., & Silber J.H. (2002), “Hospital nurse staffing and patient mortality, nurse burnout, and job dissatisfaction”, Journal of the American Medical Association, Vol. 288, 169
Kelelahan Emosional, Depersonalisasi, Pencapaian Pribadi
Akasheh G., Sepehrmanesh Z., & Ahmadvand A. (2010). Prevalence of burnout in senior medical students of Kashan University of medical sciences. Qom University of Medical Sciences Journal Alimoglu M.K., & Donmez L. (2005). Daylight exposure and the other predictors of burnout among nurses in a University Hospital. Int. J. Nurs. Stud. Amjad F., & Bokharey I. Z. (2014).The Impact of Spiritual Wellbeing and Coping Strategies on Patients with Generalized Anxiety Disorder. Journal of Muslim Mental Health. ISSN1556-4908 Volume 8, Issue 1. Boyas J., & Wind L.H. (2010). Employmentbased social capital, job stress and employee burnout: A public child welfare employee structural model. Children and Youth Services Review. Chen J.C. & Silverthorne C. (2008). The Impact Of Locus Of Control On Job Stress, Job Performance And Job Satisfaction In Taiwan. Leadership and Organization Development Journal, 29 (7), 572-582. Cho J., Laschinger H. K. S., & Wong C. (2006). Workplace empowerment, workengagement and organizational commitment of new graduate nurses. Nurs Leadership, 19(3), 43–60. Ellison C.W. (1983). Spiritual well-being: Conceptualization and measurement. Journal of Psychology & Theology, 11, 330–340. Fiori K.L., Brown E.E., Cortina K., & Antonucci T. C. (2006). Locus of Control as mediator the relationship between religiosity and life satisfaction: Age, race, and gender differences. Fuqua R., & Couture K. (1986). Burnout and locus of control in day care staff. Child Care Quarterly, 15, 98-109. Galea M. (2014), The progressive impact of burnout on Maltese Nurses. SOP transactions on psychology Vol. 1: 1. Garrosa E., Moreno-Jiménez B., Liang Y., & González J.L. (2008). The relationship between socio-demographicvariables, job stressors, burnout and hardy personality in nurses: An exploratory study. Int. J. Nurs. Stud Greenglass E., Burke R., & Fiksenbaum L. (2001). Workload and burnout in nurses.
ISSN 2252-5416
Journal of Community & Applied Social Psychology 2001;11:211–215. Hardiman P., & Simmonds J.G. (2012). Spiritual well-being, burnout and trauma in counsellors and psychotherapists. Journal of mental health, religion and culture. Healthcare traveler. (2013). 60 percent of health care workers report burnout. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015 dari http://healthcaretraveler.modernmedicine. com/Healthcare traveler/ content/tags/careerbuilder. Heard P. L., Hartman S., & Bushardt S. C. (2013) Rekinding the flame: Using mindfulness to end nursing burnout. Lippincott Williams & wilkins. Hefti R. (2011). Integrating Religion and Spirituality into Mental Health Care, Psychiatry and Psychotherapy. Jurnal of Religions 2011, 2, 611-627; doi:10.3390/rel2040611 . ISSN 2077-1444 Kalantarkousheh S. M., Araqi V., Zamanipour M., & Fandokht O.M. (2013). Locus of Control and Academic Burnout Among Allameh Tabataba'i University. International Journal of Physical and Social Sciences. Karimi R., & Alipour F. (2011). Reduce job stress in organizations: Role of locus of control. International journal of business and social sciences Vol. 2 No. 18. October 2011. Koren M. E. et al. (2009). Nurses’ Work Environment and Spirituality: A Descriptive Study. International Journal of Caring Sciences (2009) September-December, Vol 2, Issue 3. Lam S. S. K., & Schaubroeck J. (2000). The role of locus of control in reactions to being promoted and to being passed over: A quasi experiment. Academy of Management Journal, 66-78. Laschinger H.K.S., Finegan J., Shamian J., & Wilk P. (2001) Impact of structural and psychological empowerment on job strain in nursing work settings: expanding Kanter_s model. Journal of Nursing Administration 31 (5). Laschinger H. K.S., Wong C.A., & Grau A. L. (2012). The influence of authen-tic leadership on newly graduated nurses’ experiences of workplace bullying,burnout
170
Suryani
ISSN 2252-5416
and retention outcomes: a cross-sectional study. Int J Nurs Stud, 49(10),1266–1276. Iglesias L.M.E., Vallejo R.B.B., & Fuentes P.S. (2010). The relationship between experiential avoidance and burnout syndrome in critical care nurses: A cross-sectional questionnaire survey. Int. J. Nurs. Stud. Maslach C., Jackson S., & Leiter M.P. (1996). Maslach Burnout Inventory (3rd ed). Polo Alto, CA: Consulting Psychologists Press. Maslach C., & Leiter M.P. (2008). Early predictor of job burnout and engagement. Journal of Applied Psychology, 93, 498-512. Maslach C., Schaufeli W.B., & Leiter M.P. (2001). Job Burnout. Annual Review of Psychology,52, 397-422. Middlebrooks A., & Noghiu A. (2010). Leadership and Spiritual Capital: Exploring the Link between Individual Service Disposition and Organizational Value . International Journal of Leadership Studies, Vol. 6 NetCe. (2012). Burnout: Impact on Nursing. NetCE: Sacramento, California. Dapat diakses pada http://.netcegroups.com/827/Course_3143.pd f. Rashedi V., Foroughan M., & Hosseini M.A. (2012). Burnout and related demographic variables among Tehran Welfare Organization staffs. Journal of Kermanshah University of Medical Sciences. Rezaei J., Nader ., Mahmoudi E., Rezaei ., & Hashemian A.H. (2015). Job Burnout rate and related demographic factors in nursing personnel employed in emergency departments of chosen educational hospitals by Kermanshah University of Medical cience in 2012. Journal of Advances in Biological Research. Rotter J. B. (1966). Generalized expectancies for internal versus external control of reinforcement: Psychological Monographs: General & Applied 80(1) 1966, 1-28.
Rudman A., & Gustavsson J. P. (2011). Earlycareer burnout among new graduatenurses: a prospective observational study of intraindividual change trajecto-ries. International Journal Nursing Study, 48(3), 292–306. Ryan M.E., & Francis A.J., (2012). Locus of control beliefs mediate the relationship between religious functioning and psychological health. J Relig Health. 2012 Sep;51(3):774-85. doi: 10.1007/s10943-0109386-z. Schmitz N., Neumann W., Oppermann R. (2000). Stress, burnout and locus of control in German nurses. International Journals Nursing Study. 37(2):95-9. Elsevier Inc. Spector E.P. (1988). Development of The Work Locus of Control Scale. Journal of Occupational Psychology, 61,335 – 340. Spooner-Lane R., & Patton W. (2007). Determinants of burnout among public hospital nurses. Australian Journal Advance in Nursing, 25(1), 8–16. Sundin L., Hochwälder J., Bildt C., & Lisspers J. (2007). The relationship between different work-related sources of social support and burnout among registered and assistant nurses in Sweden: a questionnaire survey. Int. J. Nurs. Stud. Tasharoffi Z., Hatami H. R., & Asgharnejad A. A. (2013). The study of relationship between spiritual intelligence, resilience and spiritual well being with occupational burnout in nurses. European Journal of Experimental Biology, 2013, 3(6):410-414. Wachholtz A., & Rogoff M. (2012). The relationship between spirituality and burnout among medical students. Journal of contemporary medical education. Young J.S., Cashwell C.S., & Shcherbakova J. (2000).“The moderating relationship of spirituality on negative life events and psychological adjustment,” Counseling and Values,vol.45,no.1.
171