JST Kesehatan, Juli 2016, Vol.6 No.3 : 287 – 291
ISSN 2252-5416
EFEK PEMBERIAN α-TOKOFEROL TERHADAP KADAR PROSTAGLANDIN PLASMA SEBAGAI TERAPI DISMENORE PRIMER The Effects of α-Tokoferol Treatment on the Levels of Prostaglandin Plasma as the Primary Dismenore Therapy
Mona Nulanda, John Rambulangi, Efendi Lukas Ilmu Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar (Email:
[email protected])
ABSTRAK Dismenore primer merupakan gangguan menstruasi yang terjadi pada usia remaja dan mengakibatkan gangguan aktifitas. Penelitian ini bertujuan menilai efek pemberian α-tokoferol terhadap kadar prostaglandin plasma sebagai terapi dismenore primer. Penelitian dengan uji eksperimental desain randomized pretest-post test kontrol grup pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia yang menderita dismenore primer sejak Desember 2014 hingga Juni 2015 di Makassar. Analisa data dengan uji Independent T-test dan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada kadar prostaglandin plasma dan intensitas nyeri haid setelah pemberian vitamin E (p > 0.05) dan tidak ada hubungan antara kadar prostaglandin plasma terhadap intensitas nyeri haid. Kata Kunci: vitamin E, nyeri haid, Prostaglandin, Intensitas nyeri
ABSTRACT Primary dysmenorrhea is menstrual disorders that occur in adolescence and lead to disruption of activity. This research aimed to assess the effect of α-tocopherol treatment on the levels of the prostaglandin plasma as the primary dismenore therapy. The research used the experimental test with the randomized pre-test-post test control group on the female students of the Faculty of Medicine, Moslem Indonesia University, who suffered from primary dismenore . He research was conducted from December 2014 through June 2015 in Makassar. The data were analyzed using the independent Ttest and the Chi square test. The research result there was no significant difference in the level of prostaglandin plasma and the intensity of menstruation pain after the treatment with vitamin E (p>0.05), and there was no correlation between the level of prostaglandin plasma and the menstruation pain. Keywords: vitamin E, menstruation pain, prostaglandin, pain intensity
dapat mengurangi atau menghambat sementara suplai darah ke uterus, yang menyebabkan uterus mengalami kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kontraksi miometrium dan terasa nyeri (Eby, 2006) . Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40-70% wanita pada masa reproduksi mengalami nyeri haid, dan sebesar 10 persen mengalaminya hingga mengganggu aktivitas sehari-hari (Khorshidi et al., 2003) . Kejadian dismenore berkisar 45- 75% dari seluruh remaja perempuan pubertas, dimana ketidakhadiran di sekolah atau lingkungan kerja
PENDAHULUAN Dismenore primer didefinisikan sebagai nyeri kram yang berulang yang terjadi saat menstruasi tanpa ada kelainan patologik pada pelvis (Dawood, 2006) . Dismenore primer biasanya mulai saat usia remaja, saat dimana siklus ovulasi mulai teratur. Penyebabnya sampai saat ini masih belum jelas, tetapi beberapa teori menyebutkan bahwa kontraksi miometrium akan menyebabkan iskemia pada uterus sehingga menyebabkan rasa nyeri. Kontraksi miometrium tersebut disebabkan oleh sintesis prostaglandin. Prostaglandin disebut 287
Mona Nulanda
ISSN 2252-5416
berkisar 13-51% dan sekitar 5-14% ketidakhadiran tersebut disebabkan beratnya gejala yang terjadi (Proctor & Farquhar, 2006). Penelitian di Indonesia didapatkan pada wanita antara usia 15 – 30 tahun sekitar 71% mengalami dismenore dimana 5,6% tidak masuk sekolah atau tidak bekerja, dan 59,2% mengalami kemunduran produktifitas kerja akibat dismenore (Novia & Puspitasari, 2008) . Etiologi dismenore secara pasti tidak diketahui. Sebelumnya banyak faktor yang dikaitkan dengan kejadian dismenore, seperti keadaan emosional / psikis, adanya obstruksi kanalis servikalis, ketidak seimbangan endokrin, dan alergi. Namun sekarang timbulnya dismenore sering dikaitkan dengan adanya peningkatan kadar prostaglandin. Dimana diketahui bahwa prostaglandin mempunyai efek yang dapat meningkatkan kontraktilitas dari otot uterus dan juga prostaglandin mempunyai efek vasokontriksi yang pada akhirnya dapat menyebabkan iskemi pada otot uterus yang dapat menimbulkan rasa nyeri (Speroff & Fritzz, 2005) . Penanganan awal pada penderita nyeri haid primer adalah dengan memberikan obat-obatan penghilang rasa nyeri yang timbul oleh karena peningkatan produksi prostaglandin, sehingga pemberian obat yang menghambat sintesis prostaglandin dan mempunyai efek analgesik merupakan pilihan (Calis, 2008) . Adanya efek samping dari obat-obatan tersebut jika digunakan secara bebas dan berulang tanpa pengawasan dokter. Sebagai alternatif, dilakukan berbagai penelitian untuk menemukan terapi pengganti ataupun terapi pelengkap yang lebih aman jika dibandingkan terapi dengan NSAID, seperti terapi herbal, terapi suplemen, terapi akupuntur, terapi tingkah laku, dan aroma terapi (Proctor & Murphy, 2001) . Vitamin E merupakan salah satu pengobatan alternatif yang terbukti bermanfaat dalam mengurangi nyeri yang terjadi pada dismenore primer tanpa menimbulkan efek samping. Mekanisme kerja vitamin E dalam dismenore adalah dengan cara menghambat pelepasan asam arakidonat dan konversi dari asam arakidonat menjadi prostaglandin (PG) melalui penekanan aktivitas enzim phospholipase A2 (PLA2s) dan cyclo-oxygenase melalui penghambatan aktivitas post translasi cyclooksigenase, sehingga menghambat produksi
prostaglandin, sebaliknya vitamin E juga meningkatkan produksi protasiklin dan PGE2 yang berfungsi sebagai vasodilator yang bisa merelaksasikan otot polos (Dawood, 2006) . Prostaglandin F2α adalah hormon yang paling berperan dalam menyebabkan dismenore karena terjadi vasokonstriksi dan kontraksi miometrium (Brigelius-Flohe, 1999) . Vitamin E juga berperan dalam menghambat protein kinase C yang merupakan suatu protein yang mengatur kerja enzim phospholipase A2 , sehingga dengan adanya penghambatan terhadap sintesis asam arakidonat akan mengurangi produksi prostaglandin (Wu et al., 2005) . Ketertarikan peneliti berfokus pada efek dari vitamin E (αtokoferol) terhadap kadar prostaglandin plasma yang dapat digunakan sebagai terapi alternatif pada penderita dismenore primer. Peneliti berhipotesis bahwa pemberian vitamin E dapat menurunkan kadar prostaglandin plasma dan intensitas nyeri haid. Tujuan penelitian ini adalah menilai efek pemberian α-tokoferol terhadap kadar prostaglandin plasma sebagai terapi dismenore primer. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Desain Penelitian Metode penelitian ini adalah uji eksperimental desain randomized pre test-post test kontrol group . Lokasi dan Rancangan Penelitian Sampel diambil mulai bulan Desember 2014 hingga bulan Juni 2015 di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Populasi dan Sampel Sampel penelitian adalah dari darah vena mahasiswi Fakultas Kedokteran yang mengalami dismenore primer. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive random sampling dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi yang mana subyek adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia yang mengalami dismenore primer, tidak keberatan diambil darah untuk sampel penelitian setelah mendapat penjelasan lengkap (informed consent) dan mengisi kuisioner. Sedangkan kriteria eksklusi adalah subyek rutin mengkonsumsi obat penghilang nyeri dan mengkonsumsi vitamin E, dan apabila didapatkan 288
vitamin E, nyeri haid, Prostaglandin, Intensitas nyeri
ISSN 2252-5416
adanya kelainan ginekologi yang menyertai nyeri haid. Penelitian ini disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Biomedis Pada Manusia di Fakultas Kedokteran UNHAS dengan nomer registrasi UH14090480
dilakukan pengukuran kadar PGF2 α dengan metode ELISA. Analisis Data Jumlah sampel sebanyak 70, yang terbagi atas 35 yang diberikan vitamin E 200 IU dan 35 sampel yang diberikan vitamin E 400 IU. Analisis data menggunakan program SPSS 21 untuk uji Independent t-test dan uji korelasi hubungan antara kadar PGF2α dengan intensitas nyeri dianalisis dengan uji Chi Square yang merupakan uji kualitatif dan metode korelasi Spearman Rank Test sebagai uji kuantitatifnya.
Metode Penelitian Sampel penelitian diambil dari darah vena mahasiswi Fakultas Kedokteran UMI yang mengalami nyeri haid.Seleksi subyek penelitian diawali dengan melakukan penjelasan mengenai penelitian ini, kemudian memberikan kuisioner untuk mengetahui riwayat menstruasi, riwayat nyeri haid, riwayat pengobatan dan data penunjang penelitian. Seleksi selanjutnya dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika memenuhi kriteria inklusi dilakukan pencatatan identitas subyek: nama, usia, riwayat menarche, riwayat menstruasi, tanggal haid terakhir, berat badan, tinggi badan, dan skala nyeri haid yang diukur dengan skala VAS( Visual Analog Scale) pada formulir penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive random sampling, yang kemudian dibagi dalam 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok perlakuan vitamin E 200 IU dan vitamin E 400 IU. Setelah menandatangani persetujuan tindakan, dijelaskan kepada masingmasing kelompok bahwa akan diambil darah untuk pemeriksaan kadar PGF2α pada hari pertama haid, sebelumnya subyek diberitahu untuk menghubungi peneliti pada saat hari pertama haid. Pengambilan darah tidak bisa dilakukan bersamaan karena siklus haid yang berbeda pada masing-masing orang. Pengambilan darah dilakukan oleh petugas yang telah dilatih. Selain diambil darah, sampel juga ditanyakan intensitas nyeri haidnya dan diukur berdasarkan “visual analog scale”. Subyek diberitahukan untuk datang 4±1 hari sebelum perkiraan haid berikutnya untuk diberikan perlakuan vitamin E, pada saat haid hari pertama setelah perlakuan, dilakukan pengambilan darah vena. Darah yang diambil adalah darah vena mediana cubiti sebanyak 5 cc dengan spuit 5 cc dan wing needle G24 dan disimpan kemudian di-sentrifuge dan disimpan dalam kulkas yang bersuhu -80 oC, sambil menunggu jumlah sampel darah seluruhnya lengkap sesuai jumlah sampel yang ditentukan. Setelah jumlah sampel darah lengkap
HASIL Karateristik sampel Tabel 1 menunjukkan karakteristik distribusi sampel berdasarkan umur, umur menarche,berat badan dan tinggi badan. Pada kelompok 200 IU didapatkan umur subyek 19.34± 1.162, umur menarche 13.2 ± 1.052, berat badan 50.4 ± 6.035 dan tinggi badan 156.91 ± 4.792, sementara pada kelompok 400 IU didapatkan umur subyek 19.34± 1.336, umur menarche 13.34± 0.802, berat badan 48.94 ± 5.466 dan tinggi badan 154 ± 4.796. Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian dari kelompok 200 IU dan kelompok 400 IU Mahasiswi FK. UMI penderita nyeri haid Primer
Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata kadar prostaglandin sebelum perlakuan pada kelompok 200 IU adalah 53.7±46.15, rerata kelompok 400 IU adalah 62.2±44.57. Analisis kemaknaan dengan independent t test menunjukkan bahwa F hitung untuk kadar prostagladin adalah 0.015 dengan probabilitas 0.903, dengan nilai probabilitas > 0.05 menunjukkan varian kedua sampel homogen. Nilai t = -0,784 dan nilai p =0,903 . Hal ini berarti bahwa rerata kadar prostaglandin sebelum perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p > 0,05). 289
Mona Nulanda
ISSN 2252-5416
Tabel 2. Rerata kadar prostaglandin sebelum perlakuan 200 IU dan 400 IU
sedang, tidak ada yang menderita nyeri berat di kelompok perlakuan 400 IU setelah mendapat vitamin E . Dengan uji chi square didapat nilai p = 0,878 yang berarti tidak terdapat perbedaan intensitas nyeri yang bermakna pada kedua kelompok 200 IU dan 400 IU setelah perlakuan (p < 0,05). Hubungan antara kadar prostaglandin dengan intensitas nyeri haid juga dianalisis secara kuantitatif dengan korelasi Spearman. Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai spearman korelasi sebesar -.211 dan nilai p = 0,079 (p> 0,05), menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang bermakna antara kadar prostagladin dengan intensitas nyeri haid. Nilai korelasi negatif menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar prostaglandin dengan intensitas nyeri haid yang dialami oleh penderita nyeri haid primer
Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata kadar prostaglandin setelah perlakuan pada kelompok 200 IU adalah 41.82.±30.28 , rerata kelompok 400 IU adalah 44.37±27.57. Analisis kemaknaan dengan independent t test menunjukkan bahwa F hitung untuk kadar prostagladin adalah 0.000 dengan probabilitas 0.991, dengan nilai probabilitas > 0.05 menunjukkan varian kedua sampel homogen. Nilai t = -0,369 dan nilai p =0,991 . Hal ini berarti bahwa rerata kadar prostaglandin setelah perlakuan pada kedua kelompok tidak berbeda (p > 0,05).
PEMBAHASAN Tabel 3. Rerata kadar prostaglandin setelah diberikan perlakuan 200 IU dan 400 IU
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian vitamin E dapat menurunkan kadar prostaglandin plasma dan intensitas nyeri pada penderita nyeri haid primer, maka dilakukan penelitian yang melibatkan 70 orang mahasiswi Fakultas Kedokteran Univesitas Muslim Indonesia yang mengalami nyeri haid primer derajat ringan-berat, yang berusia 17-21 tahun. Rentang umur tersebut dipilih karena populasi penderita nyeri haid primer lebih banyak berada di rentang umur remaja hingga dewasa muda dimana sekitar 70-90 % kejadian nyeri haid primer terjadi pada rentang usia tersebut (Proctor & Farquhar, 2002) . Dosis vitamin E yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 IU dan 400 IU sehari, yang diberikan selama 4 ± 1 hari sebelum haid hari I. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ziaei et al (2005) , pemberian vitamin E 200 IU dan 500 IU dapat mengurangi nyeri haid. Dosis maksimal vitamin E adalah 1500 IU/hari (Biesalski & Grimm, 2005) , dosis vitamin E 200 IU - 450 IU / hari digunakan sebagai pencegahan terhadap kerusakan jaringan (Mahan & EscottStump, 2008) . Uji perbandingan sebelum perlakuan antara kedua kelompok menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada kadar prostaglandin antara kelompok 200 IU dan 400 IU (p>0,05). Sesudah perlakuan didapatkan adanya penurunan
Efek pemberian vitamin E terhadap intensitas nyeri didapatkan pada kelompok 200 IU 25.7 % menderita nyeri ringan, 51.4 % subjek menderita nyeri sedang, dan 22.8 % subjek menderita nyeri berat, sedangkan pada kelompok 400 IU, sebanyak 22.8 % subyek menderita nyeri ringan, 51.4% subjek menderita nyeri sedang dan 25.7% subyek menderita nyeri berat. Berdasarkan uji Chi-square intensitas derajat nyeri sebelum perlakuan pada kedua kelompok hampir sama, dengan nilai p = 0.277, yang artinya tidak ada perbedaan intensitas nyeri pada kedua kelompok sebelum perlakuan (p > 0,05). Setelah diberi perlakuan, intesitas nyeri pada kedua kelompok mengalami perubahan, yaitu pada kelompok 200 IU sebanyak 60 % subjek menderita nyeri ringan dan 40 % subjek menderita nyeri sedang, tidak ada subjek yang menderita nyeri berat. Sedangkan pada kelompok 400 IU sebesar 65,7% subjek menderita nyeri ringan, dan hanya 34,2 % yang menderita nyeri 290
vitamin E, nyeri haid, Prostaglandin, Intensitas nyeri
ISSN 2252-5416
kadar prostaglandin dalam darah yang diikuti oleh berkurangnya intensitas nyeri haid, namun penurunan kadar antara kedua kelompok tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Sejak prostaglandin disebut sebagai penyebab nyeri haid, maka beberapa penelitian yang dilakukan difokuskan pada penghambatan produksi prostaglandin. Vitamin E sebagai salah satu suplemen yang dapat menghambat metabolisme prostagladin, dengan mempengaruhi pelepasan asam arakidonat dari fosfolipid dan konversi menjadi prostaglandin terhambat melalui enzim phospholipase A2 dan cyclooxygenase (Brigelius-Flohe, 1999) . Pada keadaan nyeri haid terjadi kontraksi uterus yang kuat sehingga menimbulkan iskemia jaringan , diikuti oleh pengeluaran mediator nyeri seperti prostaglandin. Dengan pemberian vitamin E diharapkan dapat memperbaiki sirkulasi sehingga iskemia jaringan dapat dicegah (Ziaei et al., 2005) .
Dawood M. (2006). Primary Dysmenorrhea Advances in Pathogenesis and Management Journal Obstetric and Gynaecology. West Virginia. Eby G. (2006). Zink Treatment Prevents Dysmenorrhea. Medical Hypotheses. United States. Khorshidi N., Ostad S., Mossadegh M., & Soodi M. (2003). Original Article Clinical Effects of Fennel Essential oil on Primary Dysmenorrhea. Iranian. Mahan K. & Escott-Stump S. (2008). Krause's food & nutrition therapy. Seattle Washington. Novia I. & Puspitasari N. (2008). Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Dismenore Primer. Sidoarjo. Proctor M. & Murphy P. (2001). Herbal and Dietary Therapies for primary and secondary dysmenorrhea. Cochrane Database Syst Rev. London. Proctor M. & Farquhar C. (2002). Dysmenorrhoea Clinical Evidence. London. Proctor M. & Farquhar C. (2006). Diagnosis and management of dysmenorrhoea. London. Speroff L. & Fritzz M. (2005). Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Philadelphia. Wu D., Liu L., Meydani M., & Meydani S. (2005). Vitamin E increases production of vasodilator prostanoids in human aortic endothelial cells through opposing effects on cyclooxygenase-2 and phospholipase A2. Boston USA. Ziaei S., Zakeri M., & Kazemnejad A. (2005). A randomised controlled trial of vitamin E in the treatment of primary dysmenorrhoea. Tehran Iran.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian tersebut, peneliti menarik kesimpulan bahwa pemberian vitamin E dapat menurunkan kadar prostaglandin plasma dan intensitas nyeri haid namun pada penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan bermakna antara kadar prostaglandin dengan intensitas nyeri haid. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja vitamin E yang lebih mendalam dan lama pemberian vitamin E sebelum haid DAFTAR PUSTAKA Biesalski H. & Grimm P. (2005). Vitamin E: Functions, Occurrence, and Requirements. New York. Brigelius-Flohe . (1999). Vitamin E: function and metabolism.Oregon USA.Calis K. (2008). Dysmenorrhea. Virginia.
291