IV. INVENTARISASI
4.1
Aspek Fisik
4.1.1 Topografi Kondisi topografi Kota Banjarmasin ditinjau dari aspek ketinggian permukaan tanah dan kemiringan tanah. Ketinggian permukaan tanah rata-rata 0,16 m di bawah permukaan air laut, sedangkan kondisi permukaan lahan relatif datar dengan kelerengan berkisar 0 – 3 %. Kondisi permukaan lahan yang relatif datar ini sering menyebabkan permasalahan genangan air. 4.1.2 Iklim dan Curah hujan Kota Banjarmasin beriklim tropis dengan klasifikasi tipe iklim A dengan nilai Q= 14,29% (rasio jumlah rata-rata bulan kering dengan bulan basah). Temperatur udara bulanan di wilayah ini rata-rata 26°C – 38oC dengan sedikit variasi musiman, dimana suhu udara maksimum 33°C dan suhu udara minimum 22°C. Curah hujan tahunan rata-rata mencapai 2.400 mm - 3.500 mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600 mm - 3.500 mm. Penyinaran matahari rata-rata pada saat musim hujan 2,8 jam/hari dan di musim kemarau 6,5 jam/hari.
Kelembaban udara relatif
bulanan rata-rata
terbesar jatuh pada bulan Januari yaitu ± 74 - 91% dan terkecil pada bulan September yaitu ± 52%. Evaporasi dari permukaan air bebas karena penyinaran matahari dan pengaruh angin, rata-rata harian sebesar 3,4 mm/hari di musim hujan dan 4,1 mm/hari di musim kemarau. Evaporasi maksimum yang pernah terjadi sebesar 11,4 mm/hari dan minimum 0,2 mm/hari. 4.1.3 Geologi dan Tanah Jenis tanah di lokasi penelitian terbagai atas jenis tanah alluvial dan tanah orgonosol glei humus. Jenis tanah alluvial diidentifikasi berada pada lahan yang jauh dari daerah aliran Sungai (DAS), sedangkan jenis tanah orgonosol glei humus sebagian besar merupakan daerah tergenang secara terus-menerus dan berada pada sepanjang DAS. Jenis tanah ini mempunyai ciri tanah dengan tingkat kesuburan yang baik, akan tetapi pada beberapa kawasan kebanyakan dilapisi oleh gambut.
18
Tekstur tanah di Kota Banjarmasin adalah tekstur halus dan sedang. Tekstur tanah yang baik bagi kehidupan tanaman adalah tekstur sedang karena pada tekstur ini tanaman dengan mudah memenuhi kebutuhan air, dan udara. Sedangkan tekstur halus pada umumnya mempunyai kandungan hara yang cukup tinggi karena mudah mengikat unsur hara. Keadaan geologi menggambarkan kondisi jenis batuan utama pembentuk lahan, dengan kondisi geologi secara umum di seluruh Kota Banjarmasin sebagai berikut : 1. Formasi berai (tomb) dibentuk oleh batu gamping putih berlapis dengan ketebalan 20 – 200 cm. Formasi ini mengandung fosil berupa batu koral foreminifera dan ganggang dengan sisipan napal berlapis (10 – 15 cm) dan batu lempung kelabu berlapis (tebal 25 – 74 cm) 2. Formasi Dahor (tqd) dibentuk oleh batu pasir kwarsa (tidak padu), konglomerat dan batu lempung lunak dengan sisipan lignit dengan ketebalan 5 – 10 cm. Satuan ini menjadi dasar endepan alluvial yang berada di atasnya. 3. Formasi keramaian (kak) dibentuk oleh perselingan batu lanau dan batu lempung. Formasi ini bersisipan dengan batu gamping dengan ketebalan berkisar dari 20 – 50 cm. 4. Formasi pudak (Kap) yang dibentuk oleh lava ditambah perselingan antara breksi/konglomerat dan batu pasir dengan olistolit (massa batuan asing) berupa batu gamping, basal, batuan malihan, dan ultramafik. Ukuran olistolit ini berkisar antara puluhan meter hingga ratusan meter. 5. Formasi tanjung (Tet) dibentuk oleh batu pasir kwarsa berlapis (50 – 150 cm) dengan sisipan batu lempung kelabu yang memiliki ketebalan 30 – 150 cm pada bagian atas serta batubara hitam mengkilap dengan ketebalan 50 – 100 cm pada bagian bawah. 6. Alluvium (Qa) yang dibentuk oleh kerikil, pasir, lanau, lempung, dan lumpur. Disamping itu banyak juga dijumpai sisa-sisa tumbuhan serta gambut pada kedalaman tertentu. 7. Formasi Pitanak (Kvpc) yang disusun dan dibentuk oleh lava yang terdiri atas struktur bantal, berasosiasi dengan breksi-konglomerat.
19
8. Kelompok batuan ultramafik (Mub) disusun oleh harzborgit, piroksenit, dan serpentinit. 4.1.4 Hidrologi 4.1.4.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai merupakan suatu wilayah penerima air hujan yang dibatasi oleh punggung gunung atau bukit dimana semua curah hujan yang jatuh diatasnya akan mengalir di sungai utama dan akhirnya bermuara ke laut. Berdasarkan Daerah Aliran Sungainya, Wilayah Kalimantan Selatan terbagi menjadi 13 DAS (Gambar 4).
Gambar 4. Peta DAS wilayah Kalimantan Selatan (Sumber: P4W, 2009) Wilayah Banjarmasin bagian utara berada pada DAS Barito dengan Sungai Barito sebagai sungai utamanya, sungai Barito ini memiliki beberapa Sub DAS, diantaranya Sub DAS Martapura yang membelah kota Banjarmasin melalui lima wilayah Kecamatan. Disamping itu ada berpuluh-puluh sungai lain yang berpotongan satu sama lain, semuanya bermuara ke sungai Martapura dan atau ke sungai Barito.
20
4.1.4.2 Badan air Wilayah Banjarmasin bagian utara saat ini dilalui kurang lebih 40 alur sungai (Tabel 2), baik sungai besar (lebar sungai lebih dari 500 m), sungai sedang (lebar sungai 5 sampai 50 m) maupun sungai kecil (lebar sungai kurang dari 25 m). Pola aliran sungainya dapat dikategorikan sebagai pola aliran mendaun (dendritic drainage patern), dimana jenis pola tersebut dapat dicirikan dari aliran sungai cabang menuju sungai utama. Kecepatan arus permukaan sungai di Banjarmasin relatif lamban. Ketika kondisi surut arus mengarah ke bagian hilir dan sebaliknya ketika pasang arus kembali ke bagian hulu. Kemiringan sungai di Banjarmasin sangat kecil, karena kondisi topografi yang relatif datar dengan arus lamban, serta banyaknya hambatan berupa tumbuhan air di sekitar sungai, sampah, endapan lumpur dan banyaknya rumahrumah penduduk yang dibangun di pinggir sungai. Bentuk sungainya yang berkelak-kelok menimbulkan meander. Hal ini dapat dicirikan dari munculnya aktivitas erosi yang dominan ke arah samping (lateral). Peta badan Air di kecamatan Banjarmasin Utara dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta badan air Kecamatan Banjarmasin Utara (Sumber: Bappeko Banjarmasin, 2008)
21
22
23
24
25
26
27
4.1.3.3 Drainase Jaringan drainase di wilayah Banjarmasin bagian utara terbagi menjadi darinase alami berupa sungai serta drainase buatan berupa saluran air dan selokan disisi kiri dan kanan jalan primer maupun sekunder. Saluran drainase utama (primer) adalah Sungai Martapura dan sungaisungai kecil lainnya, sedangkan saluran drainase sekunder tersedia disisi kiri dan kanan jalan primer maupun jalan sekunder. Pada beberapa kawasan yang dekat dengan lahan pertanian, saluran drainase ini juga berfungsi sebagai saluran irigasi sehingga memiliki fungsi yang bercampur. Selanjutnya pada jalan-jalan lokal/lingkungan di kawasan permukiman juga dilayani oleh saluran drainase tersier. Namun tidak semua jaringan jalan atau kawasan permukiman dilengkapi dengan saluran drainase sehingga pada musim hujan kawasan permukiman yang tidak memiliki saluran drainase akan tergenang. Tabel kondisi drainase di kecamatan Banjarmasin Utara disajikan pada Tabel 3 dan Peta drainase kecamatan Banjarmasin Utara pada Gambar 6. Tabel 3. Gambaran kondisi drainase di Kecamatan Banjarmasin Utara No. 1.
Kelurahan Alalak selatan
Kondisi drainase Tidak terdapat saluran drainase, pembuangan air dilakukan melalui sungai-sungai kecil yang ada
2.
Alalak tengah
Tidak terdapat saluran drainase, pembuangan air dilakukan melalui sungai-sungai kecil yang ada
3
Alalak Utara
Tidak terdapat saluran drainase, pembuangan air dilakukan melalui sungai-sungai kecil yang ada
4.
Antasan kecil Merupakan daerah pemukiman dimana banyak terdapat sungai kecil yang dipakai menjadi saluran drainase dan sebagian besar timur rumah memanfaatkan drainase alami seperti sungai dan rawa di bawah rumah Kuin utara Tidak terdapat saluran drainase, pada komplek perumahan hanya memanfaatkan drainase alami/rawa Sungai Jingah Merupakan daerah pemukiman dimana banyak terdapat sungai kecil yang dipakai menjadi saluran drainase dan sebagian besar rumah memanfaatkan drainase alami seperti sungai dan rawa di bawah rumah Sungai Miai Untuk jalan-jalan utama dan sebagian pada komplek perumahan sudah memiliki saluran drainase. Kondisi fisik saluran umumnya baik dan banyak yang terbuat dari ulin, genangan terjadi di beberapa tempat seperti di Simpang empat Sultan Adam dan sebagian kecil gang Tanjung, juga banyak terdapat sungai-sungai kecil yang dimanfaatkan sebagai saluran drainase.
5. 6.
7.
28
Lanjutan Tabel 3 No.
Kelurahan
Kondisi drainase
7.
Sungai Miai
Untuk jalan-jalan utama dan sebagian pada komplek perumahan sudah memiliki saluran drainase. Kondisi fisik saluran umumnya baik dan banyak yang terbuat dari ulin, genangan terjadi di beberapa tempat seperti di Simpang empat Sultan Adam dan sebagian kecil gang Tanjung, juga banyak terdapat sungaisungai kecil yang dimanfaatkan sebagai saluran drainase.
8.
Surgi Mufti
Merupakan daerah pemukiman dimana banyak terdapat sungai kecil yang dipakai menjadi saluran drainase dan sebagian besar rumah memanfaatkan drainase alami seperti sungai dan rawa di bawah rumah
Sumber: studi drainase kota Banjarmasin
Gambar 6. Peta drainase Kecamatan Banjarmasin Utara (Sumber: Bappeko Banjarmasin, 2008) 4.1.3.4 Wilayah Manajemen Air (WMA) Wilayah Manajemen air (WMA) merupakan suatu area yang dibentuk oleh batas-batas tanggul atau jalan (P4W, 2009). Di dalam setiap WMA terdapat kantung-kantung air, yaitu suatu cekungan yang mengandung lapisan tanah gambut dan merupakan tempat air berkumpul. Peta kantung air diperoleh melalui
29
survey dengan melakukan transek, untuk mengetahui kedalaman tanah gambut di lokasi tersebut. Peta wilayah manajemen air di kota Banjarmasin dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Peta Wilayah Manajemen Air (WMA) Kota Banjarmasin (Sumber: P4W, 2009) 4.1.3.5 Kondisi Pasang Surut Kota Banjarmasin dikelilingi oleh sungai-sungai besar beserta cabangcabangnya, mengalir dari arah utara dan timur laut ke arah barat daya dan selatan. Sungai-sungai tersebut mengalir dan membentuk pola aliran mendaun (dendritic drainage patern). Sungai utama yang besar adalah Sungai Barito dengan beberapa cabang utama seperti Sungai Martapura, Sungai Alalak. Muka air Sungai Barito dan Sungai Martapura dipengaruhi oleh pasang surut Laut Jawa, sehingga mempengaruhi drainase kota dan apabila air laut pasang sebagian wilayah kota digenangi air. Rendahnya permukaan lahan (- 0,16 m dpl) menyebabkan air sungai menjadi payau dan asin di musim kemarau karena terjadi intrusi air laut.
30
Secara umum, tipe pasang surut yang ada di Kalimantan Selatan adalah tipe diurnal, yakni dalam 24 jam terjadi gelombang-pasang 1 kali pasang dan 1 kali surut. Lama pasang rata-rata 5-6 jam dalam satu hari. Selama waktu pasang, air di Sungai Barito dan Sungai Martapura tidak dapat keluar akibat terbendung oleh naiknya muka air laut. Kondisi ini tetap aman selama tidak ada penambahan air oleh curah hujan tinggi. Air yang terakumulasi akan menyebar ke daerahdaerah resapan seperti rawa, dan akan keluar kembaii ke sungai pada saat muka air sungai surut. Kondisi kritis terjadi pada saat muka air pasang tertinggi waktunya bersamaan dengan curah hujan maksimum. Aliran air yang terbendung di bagian hilir sungai yang menyebabkan debit air sungai naik dan menyebar ke daerah-daerah resapan, debitnya akan mendapat tambahan dari air hujan. Apabila kondisi daerah resapan tidak mampu lagi menampung air, maka air akan bertambah naik dan meluap ke daerah-daerah permukiman dan jalan. Untuk sungai di Banjarmasin, ketinggian permukaan air sungai umumnya mengacu pada pasang surut air di muara (ambang luar) Sungai Barito, karena semua sungai yang ada di Banjarmasin dipengaruhi oleh pasokan air dari muara Sungai Barito. Menurut perhitungan yang dilakukan oleh Dinas Ad-Pel Banjarmasin, muka air tertinggi pada ambang Sungai Barito setiap hari terjadi secara relatif. Hal ini pula yang mempengaruhi jadwal keluar dan masuknya kapal dari atau ke pelabuhan. 4.1.5 Pola Pemanfaatan Ruang Pola pemanfaatan ruang di kecamatan Banjarmasin Utara terbagi untuk kawasan terbangun terutama untuk kawasan permukiman/perumahan, fasilitas sosial, kawasan komersial, kawasan sosial/fasilitas umum, dan kawasan non terbangun. Peta pemanfaatan ruang kota Banjarmasin dapat dilihat pada Gambar 8.
31
Gambar 8. Peta pemanfaatan ruang Kota Banjarmasin (Sumber : Bappeko Banjarmasin, 2006) 4.1.5.1 Lahan terbangun Lahan terbangun terbagi atas kawasan pemukiman, kawasan pendidikan, kawasan komersial dan kawasan industri. 1. Kawasan Permukiman/ Perumahan Kawasan
permukiman/perumahan
terdistribusi
pada
masing-masing
kelurahan, untuk perumahan yang tumbuh secara alami (dipengaruhi oleh sungai) dijumpai adalah disepanjang sungai Martapura, dan jalan-jalan poros, Sedangkan untuk perumahan yang dibangun oleh developer tersebar di semua kawasan. 2. Kawasan Pendidikan Pada lokasi penelitian terdapat fasilitas pendidikan yang cukup memadai, mulai dari SD, SLTP, hingga SMU dan SMK, Perguruan tinggi serta sekolah tinggi lainnya. Disamping itu juga terdapat berbagai lembaga pendidikan lainnya seperti lembaga kursus atau bimbingan belajar.
32
3. Kawasan Komersial Kawasan komersial terbentuk karena adanya bangunan-bangunan komersial berupa bangunan rumah toko (Ruko), Perkantoran Swasta, Swalayan, Toko, Restoran/Warung Makan, Pedagang Kaki lima (PKL), Kios, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), kawasan komersial ini berada di sepanjang Jalan Sultan Adam dan Jalan Hasan Basri. Bangunan komersil ini menjadi pusat aktivitas ekonomi bagi penduduk lokal maupun penduduk dari luar kawasan perencanaan. 4. Kawasan Industri Penggunaan lahan untuk kegiatan industri dikawasan perencanaan sebagian besar menempati lahan-lahan di tepi sungai, seperti Sungai Barito, Sungai Kuin dan Sungai Awang. Industri-industri yang ada merupakan industri kecil dan industri rumah tangga. Jenis-jenis industri yang paling dominan adalah pengolahan kayu, mebel dan industri/perbengkelan kapal. Untuk industri kayu dan mebel sebagian besar terkonsentarsi di kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan, sedangkan industri perbengkelan kapal terkonsentrasi di sepanjang Sungai Martapura kelurahan Alalak Utara.
Selanjutnya untuk industri rumah tangga hanya
berupa pengolahan makanan dengan penyebaran pada masing-masing permukiman yang ada. 4.1.4.2 Lahan Non Terbangun Lahan non terbangun dikawasan perencanaan terbagi atas sempadan sungai, lahan kosong dan resapan air. 1. Kawasan Sempadan Sungai Lahan non terbangun pada sempadan sungai sungai secara dominan terdapat pada sempadan sungai diluar kawasan permukiman, sedangkan lahan-lahan kosong sempadan sungai di kawasan permukiman telah dipenuhi oleh permukiman penduduk sehingga hampir tidak tersedia lahan kosong. 2. Lahan Kosong Kawasan non terbangun lainnya adalah lahan-lahan kosong berupa bekas lahan pertanian dan kavling-kavling tanah yang belum dibangun oleh
33
penduduk, lahan-lahan kosong ini tersebar pada masing-masing kelurahan dengan luas yang bervariasi. 3. Kawasan Resapan Air Lahan terbangun dengan luas paling banyak adalah kawasan resapan air yang berada di kawasan Sungai Andai dan sekitarnya, kawasan resapan air ini selain berfungsi sebagai lahan resapan juga sebagai kawasan wisata alam. Kondisi saat ini lahan kosong ini ditumbuhi oleh berbagai vegetasi alami seperti kayu galam, purun dan rumputan, sedangkan sebagain kecil digunakan untuk pertanian dan perkebunan. 4.1.6 Penutupan Lahan Penutupan lahan diklasifikasikan berdasarkan interpretasi citra secara visual yang bersumber dari citra Ikonos tahun 2006 (Gambar 9). Dari citra tersebut dapat diklasifikasikan tujuh kategori penutupan lahan, yaitu pemukiman padat, pemukiman tidak padat, daerah industri, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, badan air yang tersedimentasi tinggi serta badan air yang tersedimentasi rendah. Identifikasi visual dilakukan dengan menggunakan kunci interpretasi sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Deliniasi kelas penutupan lahan dilakukan pada layar komputer dengan metode backdrop image digitation. Hasil deliniasi citra ikonos tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.
34
35
36
37
38
39
4.1.7 Sistem Utilitas Sistem utilitas kawasan perencanaan terbagai atas air bersih, persampahan dan air limbah (sanitasi). 1. Air Bersih Sumber air bersih dikawasan perencanaan berasal dari PDAM Kota Banjarmasin yang kemudian didistribusikan kerumah-rumah penduduk melalui jaringan pipa distribuisi, sumber air bersih tersebut berasal dari intake Sungai Martapura yang kemudian diolah menjadi air bersih yang siap dialirkan kerumah-rumah penduduk. Disamping penggunaan air bersih yang berasal dari PDAM, penduduk di Kawasan perencanan juga masih menggunakan air sungai sebagai sumber air bersih. Selain untuk diminum air tersebut digunakan untuk kegiatan mandi, Cuci, Kakus (MCK). 2. Persampahan Untuk sistem persampahan, penduduk di kawasan perencanaan menampung sampah pada masing-masing wadah yang telah disediakan pada masingmasing rumah tangga kemudian membuang ke lokasi-lokasi TPS yang telah ditentukan, dari TPS sampah itu kemudian diangkut ke tempat TPA. sebagian kecil penduduk membuang sampah dengan cara membakar/menimbun dipekarangan rumahnya masing-masing, namun masih ada juga penduduk yang membuang sampah di sembarang tempat atau membuang ke sungai yang berada disekitar permukiman. 3. Pembuangan Limbah (sanitasi) Air limbah di Kecamatan Banjarmasin Utara secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu air limbah rumah tangga dan air limbah industri skala rumah tangga. Saat ini secara kasat mata pencemaran akibat limbah domestik telah menunjukkan tingkat yang cukup serius. Selain itu sumber pencemaran yang potensial adalah air limbah dari kegiatan industri kecil menengah, air limbah dari kegiatan industri yang bukan dalam skala rumah. Air limbah baik yang berasal dari rumah tangga maupun air limbah industri pada umumnya dibuang langsung kearah badan sungai tanpa melalui proses
40
normalisasi terlebih dahulu, oleh karena itu, kondisi air sungai menjadi lebih keruh atau tercemar. 4.1.8 Infrastruktur 4.1.8.1 Jaringan Transportasi Jaringan transportasi di wilayah perencanaan dilayani oleh dua moda yakni tranportasi darat dan transportasi sungai. 1. Transportasi Darat Sarana transportasi yang melayani kawasan adalah angkutan kota dan ojek. Sedangkan prasarana tranportasi terdiri atas terminal dan areal pangkalan kendaraan.
Sarana angkutan umum perkotaan saat ini hanya melayani
beberapa rute seperti Sentra Antasari-Kayutangi, Sentra Antasari-Sungai Andai, dan Sentra Antasri-Pasar Terapung-Alalak Tengah (Gambar 11).
Gambar 11. Peta jalur transportasi darat di kecamatan Banjarmasin Utara (Sumber: Bappeko Banjarmasin, 2008) Selanjutnya untuk sarana roda 2 (ojek) hanya melayani pergerakan jarak dekat terutama kearah kawasan perumahan yang tidak dilayani oleh angkutan
41
umum. Titik Pangkalan ojek dikawasan perencanaan tersedia dipada beberapa persimpangan jalan seperti di kawasan simpang Sungai Andai-Sultan Adam, depan RSU, depan SMKN 4, Simpang Kayutangi, Depan RSU Ansary Saleh, depan pasar-pasar lingkungan, maupun dipsuat-pusat lingkungan permukiman. Disamping itu kawasan perencanaan juga dilalui oleh Bus antar kota yang melayani rute Banjarmasin-Palangkaraya.Untuk Prasarana terminal angkutan berada di Kelurahan Alalak Tengah, pangkalan kendaaan berada di simpang kayutangi, depan RSU Ansyari Saleh, Perempatan Sultan Adam, dan di Sungai Andai. 2. Transportasi Sungai Transportasi sungai di kawasan perencanaan terbagai atas sarana angkutan dan dermaga sungai (Gambar 12).
Gambar 12. Peta jaringan transportasi sungai di Kecamatan Banjarmasin Utara (sumber: Bappeko Banjarmasin, 2008) a. Sarana Angkutan Untuk transportasi sungai berupa penggunaan perahu klotok/motor tempel dan speed boat sebagai angkutan orang dan barang, sarana jenis angkutan
42
ini memegang peranan penting dalam pergerakan di wilayah perencanaan, hal ini di dukung dengan kondisi wilayah perencanaan sebagian besar dikelilingi oleh sungai kecil maupun sungai besar sebagai moda angkutan kegiatan masyarakat sehari-hari. b. Dermaga Sungai Dermaga sungai sebagai tempat pemberangkatan dan pemberhentian penumpang di wilayah perencanaan pada saat ini berada pada lokasi-lokasi yang mempunyai akses keluar kota atau daerah (Kota Marabahan dan kearah Kalimantan Tengah). Dermaga penumpang yang cukup ramai digunakan oleh penduduk berada di kelurahan Alalak dan sekitar pasar terapung. Dermaga ini selain digunakan untuk bepergian keluar kota juga digunakan oleh pekerja pabrik yang bekerja disekitar Sungai Barito. Selain itu juga tersedia dermaga-dermaga kecil yang biasa digunakan oleh penduduk untuk menambat perahu/klotok maupun pemberhentian untuk berpindah moda angkutan. 4.1.8.2 Jaringan Jalan Jaringan jalan kawasan terbagi atas jalan utama, jalan lingkar utara dan jalan lokal: 1. Jalan Utama Jalan regional yang melewati kawasan perencanaan yang berfungsi sebagai jalur utama adalah Jalan H. Hasan Basry. Jalan ini menghubungkan IbuKota Propinsi Kalimantan Selatan (Banjarmasin) dengan Barito Kuala maupun Ibukota Propinsi Kalimatan Tengah (Palangkaraya). Jalan ini terbagi atas 2 jalur dengan lebar masing-masing 7 meter dengan dilengkapi pembatas jalan (pulau jalan) dan fasilitas pelengkap jalan lainnya seperti trotoar, rambu lalu lintas sehingga total lebar jalan sebesar 25 m. 2. Jalan Lingkar Utara Jalan Lingkar utara Kota Banjarmasin dimulai dari jembatan Banua Hanyar sampai dengan bundaran kayu tangi (Jl. Sultan Adam dan Jl. Adyaksa). Jalan ini juga berfungsi sebagai jalan regional, memiliki lebar lebih dari 10 -12 m dengan lebar perkerasan 7 m kondisi aspal yang cukup baik. Jalan ini pada saat ini juga berfungsi sebagai jalur regional yang menghubungkan pergerakan
43
antar propinsi yang dimulai dari Terminal Regional di Km 6 kearah Propinsi Kalimantan Tengah. Walupun belum memiliki fasilitas pelengkap yang cukup baik namun kondisi jalan ini sangat layak untuk dilewati kendaraan antar kota maupun kendaraan antar propinsi. 3. Jalan lokal lainnya Jalan lokal lainnya terdiri atas jalan yang menghubungkan jalan arteri/kolektor dengan kawasan-kawasan permukiman atau jalan yang menghubungkan kawasan permukiman dan pusat pelayanan sosial ekonomi lainnya. 4.2
Aspek Sosial dan budaya
4.2.1 Sejarah kawasan Nama kota Banjarmasin berasal dari sejarah panjang kerajaan Banjar. Dahulu, Banjarmasin dikenal dengan istilah Banjarmasih. Sebutan ini diambil dari nama salah seorang Patih yang sangat berjasa dalam pendirian kerajaan Banjar, yaitu Patih Masih, yang berasal dari Desa Oloh Masih yang dalam bahasa Ngaju berarti orang Melayu atau Kampung Orang Melayu. Desa Oloh Masih inilah yang kemudian menjadi Kampung Banjarmasih di daerah Kuin. Sampai dengan tahun 1664 surat-surat dari Belanda ke Indonesia untuk kerajaan Banjarmasin masih menyebut Kerajaan Banjarmasin dalam ucapan Belanda "Bandzermash". Setelah tahun 1664 sebutan itu berubah menjadi Bandjarmassingh, dan pertengahan abad 19, sejak jaman Jepang kembali disebut Bandjarmasin atau dalam ejaan baru bahasa Indonesia menjadi Banjarmasin. 4.2.2 Adat Istiadat Pengaruh agama di Kota Banjarmasin sangat kuat terhadap segala aspek kehidupan sosial dan budaya masyarakat, termasuk bidang ekonomi, hukum, dan politik. Oleh karena itu, sikap dan persepsi masyarakat terhadap berbagai masalah sangat ditentukan oleh pendekatan-pendekatan religi yang menjadi pedoman peri kehidupan pemeluknya. Perkembangan budaya masayarakat Banjar, baik sistem budaya, sistem sosial, maupun material budaya terkait dengan religiusitas Islam, melalui berbagai proses adaptasi, akulturasi dan asimilasi. Meskipun dalam kehidupan sehari-hari masih terdapat unsur budaya asal pra kerajaan Banjar, yaitu Hindu. Pembauran budaya tersebut tercermin pada seni ukir, alat rumah tangga dan arsitektur
44
tradisional. Adat istiadat Banjar yang melekat dengan kehidupan sosial warga masyarakat yang bercirikan Islam terus terjaga dan dipertahankan, nampak dari aktivitas kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini dapat juga disaksikan melalui berbagai pentas kesenian Banjar yang sering ditampilkan dalam acara-acara resmi, seperti tari-tarian dan lagu-lagu Banjar. Demikian pula upacara-upacara adat khas Banjar yang biasanya dilaksanakan dalam rangka perkawinan, kelahiran, ataupun peringatan terhadap peristiwa penting lainnya. Dari banyaknya ragam kesenian tersebut di antaranya yang terkenal adalah: kesenian Madihin, Mamanda, Japen, Balamut, Hadrah, Musik Panting, upacara Maarak Penganten, Bamandi-mandi, Maayun Anak, dan sebagainya. 4.2.3 Arsitektur Rumah Adat Banjar Rumah tradisional bagi masyarakat Banjar tidak hanya sekedar bangunan untuk tempat berlindung dari panas dan hujan, namun memiliki makna lahir dan batin dalam arti yang luas dan memiliki ruang lingkup yang nyaris tak terbatas. Beberapa ciri arsitektur tradisional Banjar: 1. Bangunan dalam konstruksi bahan kayu 2. Bentuk rumah panggung, yaitu rumah yang didukung oleh sejumlah tiang dan tongkat yang tinggi dari kayu ulin. 3. Bangunan rumah bersifat simetris, yaitu konstruksi dan elemen yang sama pada sayap kiri dan kanan, dengan demikian jendela sama banyaknya pada sisi kiri dan kanan bangunan rumah 4. Sebagian bangunan memiliki anjung pada samping kiri dan kanan dengan posisi agak ke belakang 5. Atap rumah mempergunakan atap dari bahan sirap yang dibuat dari kayu ulin atau kayu besi. Ada pula bangunan yang menggunakan atap rumbia yang penahannya terbuat dari daun pohon sagu 6. Hanya memiliki dua buah tangga yaitu tangga hadapan dan tangga balakang. Tangga yang dibuat dari kayu ulin ini memiliki anak tangga yang berjumlah ganjil, yaitu lima, tujuh atau Sembilan. Pada periode berikutnya terdapat tangga hadapan kembar dengan arah ke samping kiri dan kanan dalam posisi yang simetris
45
7. Pintu yang menghubungkan keluar atau masuk rumah hanya terdapat dua buah yaitu lawang hadapan dan lawang balakang. Posisi kedua pintu tersebut terletak seimbang di tengah (depan dan belakang) karena bangunan yang simetris 8. Adanya tawing halat (dinding pembatas) yang terletak membatasi antara panampik basar (ambin sayup) dan palidangan(ambin dalam). Pada sisi kiri dan kanan tawing halat terdapat pintu kembar dua dalam posisi yang sama dan seimbang. Rumah adat Banjar telah ditetapkan sebagai salah satu Benda Cagar Budaya (BCB), selain karena usianya yang lebih dari 50 tahun, juga karena dianggap mempunyai nilai yang penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Terdapat sebelas tipe rumah adat banjar, yaitu: 1. Bubungan tinggi, sebagai bangunan istana sultan Banjar. Tipe ini merupakan arsitektur tertua yang mengandung sejarah dalam kerajaan Banjar. Bentuk bubungan yang tinggi melancip keatas, menyebabkan bangunan ini diberi nama bangunan tinggi
Gambar 13. Rumah dengan tipe Bubungan tinggi (Sumber: http://indonesiacultural.blogspot.com/2008/04/architecture-of-banjartraditional.html) 2. Gajah baliku, merupakan bangunan hunian bagi para saudara raja Banjar, memiliki bubungan tinggi, tetapi atap sindang langit berubah menjadi atap pelana. Rumah ini juga memiliki anjung
46
Gambar 14. Rumah dengan tipe Gajah Baliku (Sumber: http://budayaindonesia.multiply.com/journal?&page_start=100) 3. Gajah manyusu, sebagai bangunan kediaman bagi para warit raja yaitu keturunan para gusti. Bangunan ini tidak memiliki bubungan yang tinggi tetapi memiliki anjung.
Gambar 15. Rumah dengan tipe Gajah Manyusu (Sumber: http://budayaindonesia.multiply.com/journal?&page_start=100) 4. Balai laki, sebagai tempat hunian para punggawa mantra dan prajurit pegawai sultan Banjar. Bangunan ini memiliki atap pelana dengan ujung depan yang tajam serta anjung yang agak kecil.
Gambar 16. Rumah dengan tipe Balai Laki di Kelurahan sungai jingah (Sumber: http://nashararchitect.blogspot.com/2009/07/rumah-tradisionalbanjar-di-kawasan.html) 5. Balai bini, merupakan bangunan bagi para putri atau keluarga bagi para putri atau keluarga raja pihak wanita. Rumah ini memiliki atap dengan bagian depan dengan tipe limas dan beranjung.
47
Gambar 17. Rumah dengan tipe Balai Bini (sumber: http://budayaindonesia.multiply.com/journal?&page_start=100) 6. Palimasan, bangunan bagi bendaharawan kesultanan Banjar, karena dikenal sebagai wadah emas dan perak. Bentuk bubungan depan seperti limas menyebabkan rumah ini dinamakan Palimasan, bangunan ini tidak memiliki anjung.
Gambar 18. Rumah dengan tipe Palimasan di Kelurahan Sungai jingah (Sumber: http://nashararchitect.blogspot.com/2009/07/rumah-tradisionalbanjar-di-kawasan.html) 7. Palimbangan, merupakan bangunan pada periode berikutnya sebagai hunian bagi pemuka agama dan ulama dan juga saudagar. Bangunan ini sama besarnya dengan Palimasan dan tidak memiliki anjung.
Gambar 19. Rumah dengan tipe Palimbangan (sumber: http://budayaindonesia.multiply.com/journal?&page_start=100) 8. Cacak burung atau anjung surung adalah rumah bagi rakyat Banjar pada umumnya. Cacak burung adalah istilah bahasa Banjar utntuk tanda tambah. Denah bangunan ini persis sama dengan tanda tambah, kedua anjung kiri kananya seperti bertumpang diatas badan rumah.
48
Gambar 20. Rumah dengan tipe Cacak Burung di Kelurahan Sungai Jingah (Sumber: http://nashararchitect.blogspot.com/2009/07/rumah-tradisionalbanjar-di-kawasan.html) 9. Tadah alas, merupakan bangunan bagi rakyat Banjar pada periode berikutnya. Bangunan ini memiliki atap tumpang di depan yang akan membedakan dengan bangunan lainnya, rumah ini memiliki anjung.
Gambar 21. Rumah dengan tipe Tadah Alas (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Sungai_Jingah,Banjarmasin_Utara,_Banjarmasin) 10. Joglo, adalah bangunan hunian bagi para tionghoa di Banjarmasin. Bangunan rumah yang besar ini berfungsi pula dsebagai gudang barang dagangan, karena mereka pada umumnya pedagang.
Gambar 22. Rumah dengan tipe Joglo (Sumber: http://indonesiacultural.blogspot.com/2008/04/architecture-of-banjar-traditional.html)
11. Lanting, adalah bangunan rumah yang terapung di pinggiran sungai Martapura, tempat tinggal khusus orang Banjar di sepanjang sungai. Bangunannya kecil dan sederhana, bertumpu pada batang-batang kayu besar sebagai landasan pelampun.
49
Gambar 23. Rumah Lanting (Sumber: http://indonesiacultural.blogspot.com/2008/04/architecture-of-banjar-traditional.html)
4.2.4 Situs Sejarah dan Budaya di Banjarmasin bagian utara Banjarmasin bagian utara memiliki situs-situs peninggalan sejarah dan budaya yang tersebar di beberapa kelurahan (Gambar 24). Lokasi-lokasi tersebut berupa situs makam, Masjid, dan perkampungan tradisional. Bebearapa situs tersebut telah dikategorikan sebagai BCB, namun situs yang lain belum diketahui statusnya. Berikut ini beberapa situs bersejarah yang ada di Banjarmasin bagian utara.
Gambar 24. Peta Sebaran Situs Bersejarah di Wilayah Banjarmasin bagian Utara
50
1. Pemukiman Tradisional Kuin, Kelurahan kuin Utara Pemukiman tradisional Kuin merupakan cikal-bakal kota Banjarmasin. Dahulu tempat ini bernama Banjarmasih, yaitu suatu kampung yang dihuni suku Melayu. Kampung ini terletak di bagian utara muara sungai Kuin, yaitu kawasan Kelurahan Kuin Utara dan Alalak Selatan. Banjarmasih berarti kampung orang-orang Melayu, sebutan dari dari orang Ngaju (suku Barangas) yang menghuni kampung-kampung sekitarnya. Penduduk Banjar Masih dikenal sebagai Olohmasih artinya orang Melayu. Pemimpin masyarakat Oloh Masih disebut Patih Masih, yang nama sebenarnya tidak diketahui. Kampung Banjar Masih ini memiliki pelabuhan perdagangan yaitu Bandar Masih yang artinya bandar orang Melayu, yang berada di muara sungai Kuin, yang sekarang menjadi kawasan Pasar Terapung Muara Kuin. 2. Masjid Sultan Suriansyah, Kelurahan Kuin Utara Masjid Sultan Suriansyah merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550). Bentuk arsitekturnya bergaya Banjar dengan konstruksi panggung dan beratap tumpang. Masjid ini sudah ditetapkan sebagai BCB 3. Makam Sultan Suriansyah, Kelurahan Kuin Utara Sultan Suriansyah berasal dari keturunan raja-raja Kerajaan Negara Daha. Ia merupakan Raja Banjar pertama yang memeluk Islam, dan sejak beliaulah agama Islam berkembang resmi dan pesat di Kalimantan Selatan. Untuk pelaksanaan dan penyiaran agama Islam beliau membangun sebuah masjid yang dikenal sebagai Masjid Sultan Suriansyah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Menurut sarjana Belanda J.C. Noorlander bahwa berdasarkan nisan makam, maka umur kuburan dapat dihitung sejak lebih kurang tahun 1550, berarti Sultan Suriansyah meninggal pada tahun 1550, sehingga tahun tersebut dianggap sebagai masa akhir pemerintahannya. Masa pemerintahan Sultan Suriansyah berlangsung sekitar tahun 1526-1550. Sehubungan dengan hal ini selanjutnya pemerintah menetapkan bahwa hari jadi kota Banjarmasin jatuh pada tanggal 24 September 1526. Makam Sultan Suriansyah juga telah ditetapkan sebagai BCB.
51
4. Masjid Jami Sungai Jingah, Kelurahan Antasan Kecil Timur Masjid ini merupakan Masjid tertua kedua di Banjarmasin setelah Masjid Sultan Suriansyah. Masjid ini semula berlokasi di tepi sungai Martapura, namun karena longsor dipindah ke lokasi sekarang yang jaraknya sekitar 200 meter dari lokasi semula. Masjid asal diperkirakan didirikan tahun 1777. Masjid ini telah ditetapkan sebagai BCB. 5. Pemukiman tradisional Sungai Jingah, Kelurahan Sungai Jingah Pemukiman tradisional di Kelurahan sungai Jingah ini awalnya berupa kampung tradisional yang memanjang di bantaran Sungai Martapura dari Sungai Kuin (Antasan Kecil Timur) sampai muara Sungai Awang dengan areal perkebunan kelapa yang cukup luas. Di lokasi ini masih terdapat Rumahrumah tua dengan arsitektur Banjar asli. Tipe-tipe rumah yang ada di lokasi ini antara lain tipe cacak burung, palimasan, dan balai laki. Rumah-rumah ini keadaannya sudah mulai rusak karena termakan usia, oleh karena itu sangat diperlukan upaya pelestarian di daerah ini. 6. Museum Wasaka, Kelurahan Sungai Jingah Museum Wasaka adalah sebuah museum perjuangan rakyat Kalimantan Selatan. Wasaka singkatan dari Waja Sampai Ka Puting yang merupakan motto perjuangan rakyat Kalimantan Selatan. Museum bertempat pada rumah Banjar Bubungan Tinggi yang telah dialih fungsikan dari hunian menjadi museum sebagai upaya konservasi bangunan tradisional. Museum ini terletak di Gang H. Andir, Kampung Kenanga Ulu, Kelurahan Sungai Jingah, bersebelahan dengan Jembatan 17 Mei, atau lebih di kenal dengan Jembatan Banua Anyar. Pada museum yang diresmikan pada 10 November 1991 ini, terdapat kurang lebih 400 benda bersejarah di periode Perang Kemerdekaan. Koleksi yang ditampilkan museum ini antara adalah benda-benda dari periode Perang Kemerdekaan, seperti tombak, mandau, senapan, dan mortar, sebenarnya banyak koleksi lain yang merupakan peninggalan Perang Banjar, Perintis Kemerdekaan, Perang Kemerdekaan, Pengisian Kemerdekaan, hingga periode Orde Baru, namun karena tempat tidak memadai, terpaksa yang ditampilkan hanya koleksi sebagaimana yang disebutkan di atas tadi.
52
7. Kampung Arab, Kelurahan Pasar lama Kampung Arab merupakan kawasan di kota Banjarmasin dimana etnis keturunan Arab tinggal. Pada masa kolonial Belanda, sekitar tahun 1899 Pemerintah Belanda mengangkat seorang kapten Arab bernama Said Hasan bin Idroes Al Hebsi yang bertugas mengepalai kampung Arab dimana warga keturunan Arab-Indonesia tinggal. 8. Makam Surgi Mufti, Kelurahan Surgi Mufti Merupakan makam seorang ulama bernama haji Jamaluddin yang pernah menjadi mufti di Banjarmasin dan mendapat gelar Surgi Mufti. Kubah berasal dari bahasa Arab “qubbah” yaitu cungkup makam.