Analisis Pola Hubungan Pemodelan ARIMA Curah Hujan dengan Curah Hujan Maksimum, Lama Waktu Hujan, dan Curah Hujan Rata-Rata Fathin Fahimah – 2206100033 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111 Email:
[email protected] Abstrak Curah hujan sangat berpengaruh pada link komunikasi karena menyebabkan terjadinya redaman hujan yang mengakibatkan penurunan kualitas komunikasi pada perambatan gelombang radio. Di negara-negara tropis seperti Indonesia, hujan terjadi selama hampir setengah tahun atau bahkan lebih dengan curah hujan yang tinggi yang menyebabkan efek dari redaman hujan dalam sistem komunikasi sangat terasa. Pemodelan curah hujan merupakan salah satu metode untuk mengurangi pengaruh redaman hujan. Pada penelitian ini dilakukan pemodelan curah hujan menggunakan model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). Penelitian juga membahas mengenai pemodelan curah hujan dan keterkaitannya dengan curah hujan maksimum, lama waktu hujan, dan curah hujan rata-rata. Hal ini dilatarbelakangi oleh curah hujan yang sangat bervariasi setiap saat. Dari penelitian ini diperoleh 238 event hujan dengan 14 model. Ada tiga model yang paling dominan, yaitu ARIMA (0 1 1), (1 0 0), dan (2 0 0). ARIMA (0 1 1) memiliki durasi yang paling panjang yaitu 2000-3000 detik dengan curah hujan maksimum terjadi pada 10-20 % durasinya. Sedangkan ARIMA (1 0 0) berdurasi paling pendek yaitu 400-600 detik, dan ARIMA (2 0 0) berdurasi 1000-1500 detik. Curah hujan maksimum keduanya terjadi pada 30-50 % durasinya. Ketiga model ini memiliki curah hujan rata-rata 0-5 mm/h.
Kata Kunci : Curah Hujan, Redaman Hujan, ARIMA I. PENDAHULUAN Curah hujan di Indonesia sangat tinggi, sehingga efek dari redaman hujan dalam sistem komunikasi sangat terasa. Redaman hujan menyebabkan perambatan gelombang radio melalui medium udara mengalami penurunan dalam kualitas komunikasi akibat terjadinya hujan. Besar redaman hujan akan bergantung pada curah hujan untuk frekuensi tertentu [1]. Pada gelombang mikro dan milimeter, curah hujan merupakan faktor utama penyebab kerusakan sinyal dalam bentuk fading [2]. Oleh karena itu diperlukan pemahaman mengenai model curah hujan yang terjadi setiap saat. Dengan mengetahui model curah hujan, maka dapat ditentukan model redaman hujan [1]. Pada tugas akhir ini dilakukan penelitian curah hujan yang didekati dengan model ARIMA. Penggunakan model ARIMA merupakan suatu solusi yang tepat untuk teknik mitigasi terhadap pengaruh redaman hujan pada gelombang milimeter. Dengan menggunakan model ARIMA ini, curah hujan yang merupakan data nonstasioner, dapat didekati mendekati keadaan yang sebenarnya.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Curah hujan yang terjadi sangat bervariasi setiap saat, bahkan pada 1 event hujan pun nilai curah hujannya bisa berbeda. Oleh karena itu pada pemodelan ARIMA curah hujan kita perlu tahu apakah ada keterkaitannya dengan curah hujan maksimum, lama hujan, dan curah hujan rata-rata. Penelitian mengenai pemodelan curah hujan dan keterkaitannya dengan lama waktu hujan telah dilakukan pada daerah dengan iklim sedang, namun sangat jarang dilakukan pada daerah dengan iklim tropis [2]. II.
METODOLOGI
A. Pengukuran Pengukuran curah hujan dilakukan dengan menggunakan Parsivel (Particle Size and Velocity) Disdrometer yang diletakkan di atas atap gedung Jurusan Teknik Mesin ITS Surabaya dan terhubung dengan perangkat komputer yang berada di Laboratorium Antena dan Propagasi Jurusan Teknik Elektro ITS Surabaya. Pengambilan data curah hujan dilakukan dari tahun 2007 hingga 2010. Prinsip kerja dari Parsivel Disdrometer menggunakan sensor laser untuk mendeteksi titik hujan dengan cara menghitung partikel-partikel hujan yang melewatinya dengan periode sampling 10 detik. Luas sensor laser dari alat ini adalah 180 mm x 30 mm [3]. Titik hujan yang terdeteksi melalui interface converter berfungsi sebagai konverter serial ke USB kemudian diteruskan ke perangkat komputer dan diolah dengan software ASDO. Data hasil pengukuran ini merupakan data curah hujan dengan satuan mm/h berupa file txt. B. Pengolahan Data Proses pengolahan data dimulai dengan penyeleksian dan pengelompokan data curah hujan tiap event. Setelah data curah hujan dikelompokkan kemudian data diolah menggunakan Matlab agar data yang semula berupa file txt berubah menjadi data numerik yang dapat dibaca Minitab untuk proses pemodelan. C. Pemodelan ARIMA Curah Hujan Berikut ini merupakan diagram alir langkah-langkah pemodelan ARIMA.
Start
Data Curah Hujan (Zt)
Apakah Stasioner dalam varians Cek dengan Box-Cox Lambda=1
Tidak
Transformasi: Lambda = 0 àLn[Zt] Lambda = 0.5 àZt^0.5 Lambda = -0.5 à1/Zt^0.5
Ya
Ya
Apakah Stasioner dalam mean Cek ACF “ACFturun lambat” Tidak
Differencing
Identifikasi Cek ACF dan PACF
Dugaan ARIMA
Tidak
Estimasi Parameter : delta & phi Cek p-value < 0.05 Diagnosis *Uji Ljung-Box : White noise residual p-value > 0.05
Ya
Diagnosis **Uji Normalisasi residual Kolmogorov Smirnov p-value > 0.05
Model ARIMA terbaik, AIC terkecil
End
Gambar 1. Diagram alir ARIMA 1. Stasioner dalam Varians Pengecekan kestasioneran dalam varians dilakukan dengan Box-Cox. Data yang sudah stasioner dalam varians, lambda bernilai 1. Jika pada Box-Cox lambda tidak sama dengan 1, maka agar data menjadi stasioner dalam varians digunakan transformasi Box-Cox berdasarkan Gambar 1. 2. Stasioner dalam Mean Pengecekan kestasioneran dalam mean dilakukan dengan plot ACF (Autocorrelation Function). Jika dari pengamatan secara visual ACF menunjukkan pola menurun secara perlahan atau lambat maka dilakukan proses differencing. Proses difference merupakan suatu proses mencari perbedaan antara data satu periode dengan periode yang lainnya [4].
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
3. Identifikasi Model Tahap ini dilakukan dengan cek ACF dan PACF (Partial Autocorrelation Function) dengan mengamati plotnya kemudian diidentifikasi sesuai Tabel 1. Identifikasi ACF dan PACF ini adalah untuk menentukan model dugaan ARIMA. Dari pengamatan plot ACF akan diperoleh q. Sedangkan dari pengamatan plot PACF akan diperoleh nilai p. Nilai d ditentukan dengan ada tidaknya atau berapa kali dilakukan proses differencing. Tabel 1. Identifikasi ACF dan PACF [1] ACF PACF Terpotong (cut-off) AR (p) Turun (dies down) setelah lag ke-p Terpotong (cut-off) MA (q) Turun (dies down) setelah lag ke-q ARMA (p, Turun (dies down) Turun (dies down) q) AR (p) atau Terpotong (cut-off) Terpotong (cut-off) MA (q) setelah lag ke-q setelah lag ke-p Model
4. Penetuan Model Model dugaan ARIMA yang diperoleh dari identifikasi ACF dan PACF bisa terjadi lebih dari 1 (satu) model. Untuk itu tahap selanjutnya adalah estimasi parameter delta & phi dan diagnosis dengan cara uji Ljung-Box. Apabila model dugaan memenuhi parameter-parameter tersebut maka proses selanjutnya adalah diagnosis dengan melakukan uji normalisasi residual Kolmogorov-Smirnov. Setelah semua parameter terpenuhi kemudian ditentukan model ARIMA yang terbaik, yaitu dengan meninjau nilai AIC (Akaike Information Criteria). Model yang terbaik yaitu model dengan AIC terkecil. Nilai AIC diperoleh dengan menggunakan Strategic Analitical Software (SAS). D. Analisis Pada tahap analisis ini dilakukan validasi data dan analisis terhadap hasil pemodelan apakah ada keterkaitannya dengan curah hujan maksimum, lama waktu hujan, dan curah hujan rata-rata. 1. Validasi Model Tahap validasi model tertera pada Gambar 2. Proses validasi model dilakukan dengan cara membandingkan data curah hujan hasil pembangkitan model dengan data hasil pengukuran. Proses pembangkitan menggunakan nilai residual yang dihasilkan dari pemodelan sebagai nilai error ( a t). Kemudian, sesuai dengan modelnya, data ini akan diolah dalam suatu persamaan sebagai berikut. Model Autoregressive (AR) [5] (1) Z Z ... Z a t
1
t 1
p
t p
t
dengan Zt : Nilai variabel dependent pada waktu t : Konstanta p : Nilai dari koefisien AR (p) a t : Residual pada waktu t
Model Moving Average (MA) [5]
Z t at 1at 1 ... q at q
(2)
dengan Zt : Nilai variabel dependent pada waktu t
: Konstanta a t : Residual pada waktu t
q : Nilai koefisien dari MA(q)
Model Autoregressive Moving Average (ARMA) [6] Z t 1 Z t 1 ... p Z t p at 1at 1 ... q at q (3) dengan Zt : Nilai variabel dependent pada waktu t a t : Residual pada waktu t
: Nilai koefisien dari AR p (p) q
: Nilai koefisien dari MA(q)
: Konstanta Data hasil pembangkitan model dan data hasil pengukuran selanjutnya diplot dengan kurva CCDF. Dari kurva CCDF ini akan diperoleh suatu analisis mengenai ketepatan model untuk event tertentu secara visual maupun secara matematis dengan menghitung nilai error yang didapatkan dari penjumlahan selisih antara data hasil pembangkitan dan data hasil pengukuran dibandingkan dengan jumlah datanya.
pola hubungan antara pemodelan ARIMA curah hujan dengan curah hujan maksimum, lama waktu hujan, dan curah hujan rata-rata. III. ANALISIS DATA A. Hasil Pengukuran Pada tugas akhir ini data yang digunakan adalah data curah hujan yang diukur dengan Parsivel Disdrometer mulai dari tahun 2007 hingga 2010 dengan rincian berikut: Untuk tahun 2007 data yang digunakan adalah bulan Januari-Maret, dan November-Desember. Untuk tahun 2008 data yang digunakan adalah bulan Januari-Februari, dan November-Desember. Untuk tahun 2009 data yang digunakan adalah bulan Januari-Februari. Untuk tahun 2010 data yang digunakan adalah bulan Januari-Juni. Data hasil pengukuran tersebut kemudian dibagi menjadi tiap event dan diperoleh 238 event hujan. B. Hasil Pemodelan Berdasarkan hasil pemodelan yang ada, dari 238 event diperoleh 14 macam model yang tertera pada Tabel 2. Dari 238 event tersebut beberapa di antaranya yaitu event dengan beberapa model sehingga untuk menentukan model terbaik dipilih model dengan AIC terkecil.
START
Model yang telah diperoleh
Pembangkitan Model
Plot Kurva CCDF Hasil Pengukuran dan Pembangkitan
STOP
Gambar 2. Diagram alir validasi data 2. Analisis Hasil Pemodelan Pada tahap ini semua hasil pemodelan akan direkapitulasi dan dikelompokkan sesuai model masing-masing dengan memuat parameter-parameter yang akan dianalisis, yaitu curah hujan maksimum, lama waktu hujan, dan curah hujan rata-rata. Selanjutnya dari tiap model akan dibuat histogram berdasarkan parameternya, kemudian dianalisis
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Tabel 2. Rekapitulasi jumlah model NO.
MODEL ARIMA
JUMLAH EVENT
1.
(0,1,1)
69
2.
(0,1,2)
6
3.
(1,0,0)
84
4.
(1,0,1)
6
5.
(1,1,0)
7
6.
(1,1,1)
2
7.
(2,0,0)
42
8.
(2,1,0)
4
9.
(3,0,0)
9
10.
(3,1,0)
2
11.
(3,1,1)
1
12.
(3,1,2)
1
13.
(4,0,0)
2
14.
(4,1,0) Total
3 238
C. Validasi Model Pada proses validasi model dilakukan pembangkitan sebanyak 295 kali. Kemudian langkah selanjutnya yaitu plot kurva CCDF multi event sesuai dengan hasil pembangkitan.
Gambar 3. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (0 1 1)
Gambar 4. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (0 1 2)
Gambar 5. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (1 0 0)
Gambar 6. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (1 0 1)
Gambar 7. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (1 1 0)
Gambar 8. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (1 1 1)
Gambar 9. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (2 0 0)
Gambar 10. Kurva CCDF Curah Hujan Gambar 11. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (2 1 0) ARIMA (3 0 0)
Gambar 12. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA(3 1 0)
Gambar 13. Kurva CCDF Curah Hujan Gambar 14. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (3 1 1) ARIMA (3 1 2)
Gambar 15. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (4 0 0)
Gambar 16. Kurva CCDF Curah Hujan ARIMA (4 1 0)
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Nilai error pada kurva CCDF dari masing-masing model tertera pada tabel berikut ini.
12
Tabel 3. Nilai error pada kurva CCDF dari tiap model
8
1.
(0,1,1)
6.8234e
-04 -05
2.
(0,1,2)
8.0069e
3.
(1,0,0)
1.2921
4.
(1,0,1)
0.1207
5.
(1,1,0)
2.8721e-05
6.
(1,1,1)
1.5148e-04
7.
(2,0,0)
0.4048
8.
(2,1,0)
0.0017
9.
(3,0,0)
0.2723
10.
(3,1,0)
4.3950e
-05 -04
11.
(3,1,1)
4.4485e
12.
(3,1,2)
4.8673e-05
13.
(4,0,0)
0.1877
14.
(4,1,0)
1.1395e-05
D. ANALISIS HASIL PEMODELAN Tugas Akhir ini meneliti tentang ada tidaknya keterkaitan model ARIMA curah hujan dengan curah hujan maksimum, lama waktu hujan, dan curah hujan rata-rata. Dari 14 model yang diperoleh dari 238 event, hanya modelmodel yang dominan yang diteliti, yaitu model ARIMA (0 1 1), (1 0 0), dan (2 0 0).
Jumlah Event
ERROR
6
4
2
0
0
20
40
60
80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 Curah Hujan Maksimum (mm/h)
Gambar 19. Histogram curah hujan maksimum model ARIMA (2 0 0) Pada Gambar 17, 18, dan 19 terlihat bahwa ketiga model memiliki curah hujan maksimum dari 0-20 mm/h. 18 16 14 Jumlah Event
MODEL ARIMA
12 10 8 6 4 2 0
0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 Durasi (%)
Gambar 20. Histogram waktu terjadinya curah hujan maksimum model ARIMA (0 1 1) 12 10
Jumlah Event
NO.
10
8 6 4
1. Analisis Pola Hubungan Model ARIMA Curah Hujan dengan Curah Hujan Maksimum 14
0
10 8
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Durasi (%)
6
4
0 0 2 0 4 0 6 0 8 0 0 0 2 0 4 0 6 0 8 0 0 0 2 0 40 60 80 00 20 40 60 80 00 20 40 60 80 00 20 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5
Curah Hujan Maksimum (mm/h)
Gambar 17. Histogram curah hujan maksimum model ARIMA (0 1 1) 20
Jumlah Event
5
2
4 3 2 1 0
0
10
20
30
40
50 60 Durasi (%)
70
80
90
100
Gambar 22. Histogram waktu terjadinya curah hujan maksimum model ARIMA (2 0 0)
18 16 14 Jumlah Event
5
7
6
Pada Gambar 20, 21, dan 22 terlihat bahwa model ARIMA (0 1 1) memiliki curah hujan maksimum yang terjadi pada 10-20 % durasinya, model ARIMA (1 0 0) dan (2 0 0) memiliki curah hujan maksimum yang terjadi pada 30-50 % durasinya.
12 10 8 6 4 2 0
0
Gambar 21. Histogram waktu terjadinya curah hujan maksimum model ARIMA (1 0 0)
12
Jumlah Event
2
0
20
40
60
80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 Curah Hujan Masimum (mm/h)
Gambar 18. Histogram curah hujan maksimum model ARIMA (1 0 0)
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
2. Analisis Pola Hubungan Model ARIMA Curah Hujan dengan Lama Waktu Hujan
24 22 20 18 Jumlah Event
14 12
Jumlah Event
10 8
10
4 2 0
0
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Curah Hujan Rata-Rata (mm/h)
0 0 00 00 0 0 00 00 00 00 0 0 00 00 00 00 00 00 00 00 0 0 00 00 00 0 0 0 0 00 00 00 1 0 2 0 30 40 50 60 70 80 90 10 0 1 10 1 20 130 140 15 0 1 60 170 180 19 0 200 210 220 230 24 0 2 50
Lama Waktu Hujan (s)
Gambar 23. Histogram lama waktu hujan model ARIMA (0 1 1)
Gambar 27. Histogram curah hujan rata-rata model ARIMA (1 0 0) 14 12
18
10 Jumlah Event
16 14 Jumlah Event
12
6
2
12 10
8 6 4
8 2
6
0
4
0
2 0
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 Lama Waktu Hujan (s)
Gambar 24. Histogram lama waktu hujan model ARIMA (1 0 0) 14 12 10 Jumlah Event
14
8
6 4
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 00 05 1 1 Curah Hujan Rata-Rata (mm/h)
Gambar 28. Histogram curah hujan rata-rata model ARIMA (2 0 0) Pada Gambar 26, 27, dan 28 terlihat bahwa model ARIMA (0 1 1), (1 0 0), dan (2 0 0) memiliki curah hujan rata-rata 0-5 mm/h. IV. KESIMPULAN
8 6 4 2 0
0
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500 Lama Waktu Hujan (s)
Gambar 25. Histogram lama waktu hujan model ARIMA (2 0 0) Pada Gambar 23, 24, dan 25 terlihat bahwa model ARIMA (0 1 1) memiliki lama waktu hujan 2000-3000 s, model ARIMA (1 0 0) memiliki lama waktu hujan 400-600 s, dan model ARIMA (2 0 0) memiliki memiliki lama waktu hujan 1000-1500 s. 3. Analisis Pola Hubungan Model ARIMA Curah Hujan dengan Curah Hujan Rata-Rata 26 24 22 20 Jumlah Event
16
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
0
5
10
15
20 25 30 35 40 45 Curah Hujan Rata-Rata (mm/h)
50
55
60
Gambar 26. Histogram curah hujan rata-rata model ARIMA (0 1 1)
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Setelah melakukan serangkaian proses dan tahapan dalam penelitian tugas akhir yang berjudul Analisis Pola Hubungan Pemodelan ARIMA Curah Hujan dengan Curah Hujan Maksimum, Lama Waktu Hujan, dan Curah Hujan Rata-Rata diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari data pengukuran curah hujan tahun 2007-2010 diperoleh 238 event dengan 14 model ARIMA dengan 3 model ARIMA yang paling dominan, yaitu: Model ARIMA (1 0 0) sebanyak 84 event Model ARIMA (0 1 1) sebanyak 69 event Model ARIMA (2 0 0) sebanyak 42 event 2. Ada 116 event dengan 1 model, 81 event dengan 2 model, 34 event dengan 3 model, 7 event dengan 4 model atau lebih. 3. 81 event dari model ARIMA (1 0 0) merupakan event dengan 1 model. 4. 60 event dari model ARIMA (0 1 1) merupakan event dengan 2 model atau lebih. 5. 27 event dari model ARIMA (2 0 0) merupakan event dengan 2 model. 6. Untuk model dengan differencing, berdasarkan kurva CCDF, hasil pembangkitan model sangat mendekati hasil pengukuran, dengan nilai error yang sangat kecil. 7. Untuk model tanpa differencing, berdasarkan kurva CCDF, hasil pembangkitan model tidak berbeda jauh dengan hasil pengukuran, namun error yang dihasilkan lebih besar dari model dengan differencing. 8. Model ARIMA (0 1 1), (1 0 0), dan (2 0 0) memiliki curah hujan maksimum 0-20 mm/h.
9.
Terjadinya curah hujan maksimum pada model ARIMA (0 1 1) di awal hujan atau 10-20 % durasinya. Sedangkan pada model ARIMA (1 0 0) dan (2 0 0) curah hujan maksimum terjadi di pertengahan hujan atau 30-50 % durasinya. 10. Model ARIMA (0 1 1) memiliki lama waktu hujan yang lebih panjang yaitu 2000-3000 s. Sedangkan untuk model ARIMA (2 0 0) durasinya lebih pendek dari model ARIMA (0 1 1) yaitu 1000-1500 s. Model ARIMA (1 0 0) berdurasi paling pendek dibandingkan ketiga model ini yaitu 400-600 s. 11. Model ARIMA (0 1 1), (1 0 0), dan (2 0 0) memiliki tipe hujan gerimis karena rata-rata curah hujan dari tiap eventnya 0-5 mm/h.
V. DAFTAR PUSTAKA [1] Mauludiyanto, A., Hendrantoro, G., Hery, M., Suhartono, “Pemodelan ARIMA dan Deteksi Outlier Data Curah Hujan Sebagai Evaluasi Sistem Radio Gelombang Milimeter”, JUTI, Vol.7, No.3, Januari 2009. [2] Maitra, A., Das, A., Shukla, A.S., “Joint Statistics of Rain Rate and Event Duration for A Tropical Location in India”, Indian Journal of Radio & Space Physics, Vol. 38, Desember 2009. [3] Hutajulu, P., “Model Statistik Fading Karena Hujan di Surabaya”, Tugas Akhir, ITS-Surabaya, 2008. [4] Rudyanto, A., “Pengukuran dan Pemodelan Redaman Hujan pada Radio Teresterial 28 GHz Menggunakan Model ARIMA dan Deteksi Outlier”, Tugas Akhir, ITS-Surabaya, 2010. [5] Wei, William W.S., “Time Series Analysis-Univariate and Multivariate Methods”, Second Edition, AddisonWesley Publishing Company, USA, 2005. [6] Siana Halim, “Diktat-Time Series Analysis”, Surabaya, 19 Januari 2006. VI. RIWAYAT HIDUP PENULIS Fathin Fahimah, lahir di Gresik pada 26 Agustus 1988 merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Farchan Rosyid dan Hj. Mashfiyah Sholih. Lulus dari MI Assa’adah Bungah Gresik tahun 2000 kemudian melanjutkan ke MTs. Assa’adah II Bungah Gresik. Pada tahun 2006 tercatat sebagai salah satu siswa lulusan SMAN 1 Gresik, kemudian mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS dan mengambil Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, di antaranya ikut aktif dalam PSDM BEM-ITS 2007-2008 dan Departemen Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro 20082009. Saat ini penulis juga aktif sebagai anggota tim riset milimeter wave propagation di Laboratorium Propagasi dan
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Antena Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS. Pada bulan Januari 2011 penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S1.