Inspiring - Share - Journey - Life Changing
betterlife Edisi September 2014
Marinus Bagatu:
magazine
Mama Sa Mau Sekolah
WELCOME
NOTE Dear Partners, bersyukur kepada Tuhan atas penyediaan dalam K ami setiap pelayanan yang dipercayakan-Nya, terlebih atas
segala berkat dan perlindungan yang diberikan-Nya dalam hidup setiap partners yang senantiasa setia mendukung Tangan Pengharapan.
Mobile Clinic untuk NTT telah selesai dan akan mulai dioperasikan pada bulan September untuk menjangkau masyarakat di berbagai pelosok Timor, NTT yang tidak memiliki akses fasilitas kesehatan yang memadai. Bulan Agustus lalu kami kembali mengunjungi NTT bersama beberapa tenaga relawan dan partners yang ingin terjun langsung untuk melihat berbagai project yang dikerjakan YTP di beberapa desa. Dalam perjalanan ini, kami melayani pengobatan gratis di beberapa dusun, mengadakan operasi katarak gratis bagi masyarakat tidak mampu yang puji syukur berhasil mengobati 51 bola mata. Kami juga mengunjungi project Ternak Untuk Pendidikan Anak yang sedang dikerjakan di beberapa Feeding & Learning Centers YTP di pedalaman NTT, di mana kandang-kandang untuk ternak babi sudah selesai dibangun dan diharapkan di tahun mendatang setiap center sudah dapat membuahkan hasil yang akan digunakan untuk biaya pendidikan lanjutan anak-anak dari Centercenter YTP di NTT.
Selain kembali menginspirasi masyarakat untuk giat bekerja dalam meningkatkan taraf kehidupan mereka, kami juga membagikan kaos sumbangan dari Calibre Works, beras dari MDT Kupang, renungan Truth, Joy Kids dan tas sekolah untuk anak-anak di setiap Centers YTP. Pada bulan September, kami akan mengunjungi Feeding & Learning Centers kami di Halmahera dan memberikan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan SDM tenaga-tenaga pendidik yang ada. Tuhan menyertai kehidupan para partners dalam anugerahNya!
Helping people live a better life! Yoanes & Henny Kristianus
@JojoKristianus
How to Donate? Dukung kami melalui doa, menjadi volunteer atau berdonasi : A.n Yayasan Tangan Pengharapan BCA - 0653090096 Hubungi kami di : +6221 71 336 337 atau kunjungi website kami di www.tanganpengharapan.org
Daftar Isi:
2. Partner’s Update 4. Marinus Bagatu, Mama Sa Mau Sekolah 6. Sekarang Beta Su Jelas Melihat Lagi 8. Pembagian Sepatu Bot 9. Program Makanan Bergizi Untuk Desa Pepe 10. Liburan Jadi Tidak Sama Lagi 12. Profl Petani Penerima Bantuan Kios 14. CRH Jakarta : Mengisi Liburan Sekolah
Mama sa mau sekolah Marinus Bagatu:
di belakang Sumur Bor itu tiPemukiman dak pernah sepi. Sekalipun para kaum pria sudah meninggalkan rumah saat hari masih pagi menuju pelabuhan, mencoba memperjuangkan hidup sebagai kuli lepas di truk-truk yang mengangkut semen dan material bangunan ke toko-toko di seputaran Merauke. Celotehan dan teriakan anak-anak yang bermain selalu terdengar di antara rumahrumah yang sangat sederhana – kalau itu bisa disebut “rumah”. Bangunan-bangunan rumah tersebut kebanyakan hanya berupa tumpukan papan bekas dari pelabuhan, atau pondok berdinding terpal dan seng bekas yang sudah dipenuhi lubang. Adakalanya beberapa kaum pria cukup rajin menyelam untuk berburu besi tua dari kapalkapal yang sudah bertahun-tahun
rusak dan menjadi rongsokan di dalam laut. Besi-besi tua itu di-las dan dibuat menjadi tiang dan dinding rumah. Marinus Bagatu, bocah berumur 5 tahun itu tinggal di salah satu pondok itu bersama bapa, mama dan adik bayinya. Dinding yang berlubang di sisi depan rumah itu bukanlah pintu, tapi karena tidak ada papan lagi yang bisa dipakai untuk menutupnya. Bisa dibayangkan hawa dingin yang terasa di waktu malam, ditambah dengan angin dari arah laut yang tentu membuat malam semakin dingin. Adik kecil Marinus yang masih bayi tidur beralas selembar kain dan bantal tipis. Tidak ada kursi, tidak ada ranjang bahkan kasur, tidak ada apa-apa selain beberapa lembar kain dan baju yang digantung di dinding.
Suasana di ruangan kecil dan pengap itu sama sekali berbeda dengan suasana rumah yang sesungguhnya. Di depan tangga masuk ke rumah ada sebuah bale-bale kecil. Bale-bale itu bukanlah tempat untuk bersantai, tetapi merupakan tempat tidur almarhum Obeth (kerabat orangtua Marinus) yang baru saja meninggal setelah beberapa tahun bergulat dengan AIDS dan stroke yang menyerang tubuh ringkihnya. Sungguh Marinus kecil harus hidup di lingkungan yang sangat tidak sehat. Akibat suasana rumah yang lembab tidak heran asma bersarang di tubuhnya. Pagi itu Marinus datang menemui mamanya yang sedang mencuci pakaian. Setengah mendesak, Marinus berkata, “Mama, sa mo sekolah.” Mendengar itu, mamanya menyanggahnya sambil berkata, “Bayar uang sekolah mahal, Marinus.” “Tapi sa mo sekolah di Paud-nya Mama Ibu (sebutan untuk wanita dewasa yang mereka hormati). Tidak bayar mama. Kalau sa pintar nanti besar sa mo jadi pegawai. Sa mo beli seng deng papan supaya kita bikin rumah bagus to, mamaaaa.”
Namun kembali Marinus mendapatkan jawaban yang sama. Mamanya ingin supaya Marinus bisa mengerti keadaan keluarga mereka, bahwa kondisi ekonomi yang begitu minim membuat bapa dan mamanya tidak bisa menyekolahkan dirinya. Marinus harus bisa menerima kenyataan ini. Akhirnya dengan sedikit rasa kecewa, ia pergi meninggalkan mamanya yang kembali asyik mencuci di pagi yang cerah itu. Hati besar, mimpi besar bersembunyi di dalam tubuh kecilnya. Marinus kembali berlari menuju kerumunan teman-teman yang bermain di dekat rawa. Kaki-kaki kecilnya lincah berjejak di kayu-kayu yang menghubungkan pondok kecilnya dengan pondok-pondok yang lain. Mama Marinus masih duduk termenung di depan pondok, menunggu suami kembali di petang hari, membawa makan malam untuk mereka berempat, hasil kerja keras sepanjang hari. Tidak ada sarapan, tidak ada makan siang, hanya 3 bungkus nasi untuk makan malam yang selalu bisa disyukuri.
Better Life I
5 I September l 2014
Operasi Katarak
Sekarang Beta Su Jelas Melihat Lagi
telah menjadi momok yang K atarak menakutkan bagi banyak orang yang
mengalaminya. Meski sekarang telah ditemukan banyak cara untuk mengobati katarak, namun banyak yang masih dilanda rasa takut akan kemungkinan adanya resiko yang dapat ditimbulkannya meskipun sebenarnya hal itu nyaris tidak terjadi. Hal ini tidaklah mengherankan karena mata sendiri adalah organ yang sangat rentan dan vital bagi manusia. Di samping itu ketiadaan dana membuat mereka mengurungkan niat untuk melakukan operasi, dan ini merupakan faktor utama yang menjadi penghalang bagi Better Life I
6I
September l 2014
banyak orang di era modern ini, terutama mereka yang berpenghasilan di bawah rata-rata untuk melakukan operasi katarak. Awalnya ia tidak menghiraukan penglihatannya yang memudar. Ia menganggap hal ini biasa-biasa saja, tetapi seiring berjalannya waktu, penglihatannya itu makin menyusahkannya terutama di siang hari, saat sinar matahari terlalu menyilaukan baginya sehingga ia sering harus masuk dan menghentikan aktifitasnya di luar rumah. Namun, di dalam rumahnya yang sangat sederhana itupun, di mana tidak ada penerangan yang cukup, dirinya juga tidak mampu melihat dengan baik.
Sudah tiga tahun ia mengalami situasi seperti ini, dan akhirnya kini ia hanya bisa pasrah dengan keadaannya. Ia tidak lagi bisa mengerjakan pekerjaan yang biasa dilakukannya. Anak-anaknya pun sering ‘harus’ memahami keadaan yang dialami ibu mereka saat mereka membutuhkannya untuk melakukan sesuatu seperti menyalakan api untuk memasak jagung, mengambil air, dan sebagainya. “Sudah tiga tahun beta dapat katarak ini. Semua seperti bayang-bayang, tidak jelas. Apalagi kalau matahari bersinar terang, beta tidak dapat melihat,” kisahnya saat ditemui tim dari Tangan Pengharapan. Tinggal di pedalaman di mana fasilitas medis tidak memadai memang merupakan hal yang sulit. Di samping itu, rendahnya pendapatan penduduk membuat mereka seperti kehilangan harapan untuk sembuh. Tidak heran, di samping gizi buruk, banyak penduduk yang menderita katarak namun harus melupakan niat mereka untuk berobat. Sekalipun jika mereka memiliki uang, tentu mereka akan menggunakannya untuk hal-hal lain yang dirasa lebih mendesak.
Melihat kebutuhan itu, Yayasan Tangan Pengharapan datang dan memberikan bantuan bagi para penderita katarak untuk menjalani pemeriksaan hingga operasi katarak secara cuma-cuma. Upaya ini dilakukan untuk menolong masyarakat yang tidak mampu serta mengembalikan harapan dan semangat mereka yang sempat hilang akibat gangguan penglihatan. Diharapkan dengan operasi katarak gratis ini, mereka dapat kembali menjalani hidup dengan penuh semangat dan tentunya harapan baru. “Sekarang beta su bisa melihat dan su bisa bekerja lagi. Terima kasih Tangan Pengharapan karena telah bantu beta,” ujarnya sambil tersenyum kepada tim dari Tangan Pengharapan.
Better Life I
7I
September l 2014
Pembagian
Sepatu Bot
Tangan Pengharapan Membagikan 200 Sepatu Bot untuk masyarakat di Sumba dan Timor Tengah Selatan NTT, sepatu ini sangat membantu untuk melakukan aktifitas sehari hari dalam pekerjaan mereka.
Better Life I
8 I September l 2014
Program Makan Bergizi Untuk Desa Pepe
Pemberian makanan bergizi untuk anak-anak di Desa Pepe Jawa Tengah sudah memasuki tahun ke 6, banyak perubahan yang kami dapatkan. Anak-anak menjadi lebih aktif dan berprestasi disekolah mereka. Saat ini ada 155 anak yang Tangan Pengharapan adopsi dalam program makanan bergizi di desa Kaliceret dan Pepe Jawa Tengah. Better Life I
9 I September l 2014
Center Nusa Tengara Timur:
Liburan Jadi Tidak Sama Lagi
tidak baik sering melekat K onotasi pada kata ‘ liburan’ khususnya di
daerah Timor. Hal ini terjadi karena semasa liburan, anak-anak kurang melakukan kegiatan positif seperti yang biasa dilakukan di sekolah-sekolah mereka, sehingga akibatnya mereka sering menghabiskan waktu untuk melakukan hal-hal yang tidak berarti, seperti bermain sepanjang hari. Untuk mengantisipasi agar hal semacam itu tidak terjadi, Yayasan Tangan Pengharapan mengadakan acara ‘gathering’ yang bertujuan untuk memberikan nilai positif kepada para anak-anak binaan di Feeding & Learning Centers di desa Telukh, Tuapene, Tliu, dan Oenasi. Better Life I 10 I September l 2014
Selain mengucap syukur atas campur tangan Tuhan, acara ini diadakan untuk memberikan alternatif kegiatan positif yang dapat memperkaya serta memperlengkapi anak-anak binaan Yayasan Tangan Pengharapan di Feeding & Learning Center di keempat desa yang terletak di Amanuban Timur itu agar memiliki ketrampilan yang dapat dipergunakan untuk menopang hidup mereka. Kepada anak kelompok usia PAUD, para guru dan koordinator Feeding & Learning Centers mengajarkan untuk selalu bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan kepada mereka dan tetap memiliki pikiran yang mantap dan menjaga semangat untuk menggapai masa depan yang penuh harapan.
Selain ibadah syukur, juga diadakan ‘talent show’. Dalam acara talent show ini, anakanak binaan Tangan Pengharapan mempertunjukkan kebolehan mereka dalam bidang tarik suara dan menari. Hal ini dilakukan untuk memupuk rasa percaya diri anak-anak PAUD sehingga mereka tidak lagi merasa malu untuk tampil di muka umum. Total jumlah anak Feeding & Learning Center di kelompok umur PAUD dan SD yang datang sebanyak kurang lebih 400 anak dari desa Telukh, Tuapene, Tliu serta Oenasi yang baru dibuka kembali pada tanggal 16 Juni 2014. Sementara untuk kelompok SD kelas 5, 6, serta SMP kelas 1, 2, 3 dipersiapkan acara dengan tema yang berkaitan dengan kehidupan remaja, yaitu ‘Love, Sex, and Dating’ pada tanggal 20 Juli 2014. Acara ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak binaan Tangan Pengharapan tentang pentingnya memperhatikan pergaulan serta menjaga dan mengembangkan standar moral sehingga dapat menjadi acuan dalam mengembangkan yang baik guna menggapai masa depan yang gemilang.
Pada tanggal 24 Juni 2014 juga diadakan kegiatan pelatihan memasak / membuat kue kering bagi anak – anak wanita serta pelatihan membuat lockbrick, batako cetak serta peternakan yang juga bertujuan untuk memberikan pembekalan kemampuan hidup (Life Skill) yang dapat berguna bagi anak – anak di kemudian hari. Pelatihan yang diadakan di fasilitas House of Micah menjadi suatu kontribusi yang dapat menjadi perangsang bagi anak – anak binaan untuk terus maju serta mengembangkan diri. Pelatihan inipun ke depan menjadi suatu teladan (model bagi lembaga pendidikan yang telah lebih dahulu ada untuk terus berpacu dan mengembangkan diri dalam menyediakan pelatihan serta pembelajaran yang dapat memperkaya serta memperlengkapi anak –anak didik dalam menghadapi persaingan global. Dengan diadakannya kegiatan-kegiatan tersebut di atas, maka liburan menjadi tidak sama lagi bagi anak-anak di keempat desa di Timor Tengah Selatan, Amanuban Timur tersebut.
Better Life I 11 I September l 2014
Yunus Nobisa
profil petani penerima bantuan kios masyarakat yang tinggal di K ebanyakan daerah-daerah pedalaman di wilayah
Indonesia tengah dan timur bekerja sebagai petani, pemecah batu, guru, atau buruh kasar dengan upah yang tidak besar. Keadaan ini tentu tidak saja membuat hidup mereka mengalami kesusahan. Bahkan ada beberapa keluarga yang karena kesulitan dalam bidang ekonomi, harus pergi meninggalkan anak-anak mereka dan menitipkannya pada kakek dan nenek mereka yang memang sudah renta dan tidak dapat bekerja maksimal. Akibatnya banyak anak yang terpaksa tidak bisa mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Mereka terpaksa bekerja untuk bisa menopang hidup keluarga yang mereka tinggali.
Better Life I 12 I September l 2014
Bagi kebanyakan penduduk yang berprofesi sebagai petani pun tidak memiliki ladang sendiri. Mereka mengelola lahan milik orang lain dan hasilnya dibagi dua dengan si empunya lahan. Demikian juga dengan ternak. Namun Yunus Nobisa merupakan pengecualian. Di lahan miliknya yang tidak luas, ia bercocok tanam sayuran untuk dikonsumsi sendiri. Jika ada lebih, maka hasilnya dijual untuk membeli kebutuhan pokok. Perlu diketahui bahwa di tanah Timor, air sulit untuk didapatkan. Untuk itu ia harus berjalan kaki jauh untuk mengambil air guna menyiram ladangnya. Hal itu rutin dilakukannya selama bertahun-tahun.
Dari kelebihan yang didapatnya sedikit demi sedikit, ia kumpulkan untuk membeli beberapa ekor ayam. Ayam-ayam tersebut kemudian dikembang biakkan hingga jumlahnya menjadi cukup banyak. Rupanya di samping bertani, pak Yunus memiliki keahlian dalam beternak ayam. Kemudian untuk menambah penghasilannya, dia menjual hampir semua ayam miliknya dan uang hasil penjualan tersebut ia gunakan untuk membeli babi. Babi yang ia beli kemudian ia ternakkan. Dengan penuh ketekunan ia merawat babi miliknya dan memberi makan secara teratur sehingga babi tersebut tumbuh sehat. Dengan adanya ternak babi dan ayam, kehidupan keluarga pak Yunus Nobisa pun menjadi sedikit lebih baik. Setiap pagi beliau sudah melakukan aktivitasnya dan baru pulang sore hari. Ini semua dia lakukan untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya. Perbedaan telah menjadikan keluarga pak Yunus hidup terasing di tengah keramaian. Hal ini sungguh ironis. Namun pak Yunus percaya bahwa pada suatu hari kelak dia dan keluarganya dapat menjadi berkat bagi lingkungannya. Keyakinan pak Yunus yang dipegangnya erat-erat di dalam hatinya akhirnya membuahkan hasil.
Pada suatu saat, Yayasan Tangan Pengharapan melakukan survey dan mendapati keluarga pak Yunus Nobisa. Setelah mendengar dan melihat sendiri ketekunan pak Yunus yang kini telah memiliki dua ekor sapi, Tangan Pengharapan tergerak untuk membantu keluarga ini. Tangan Pengharapan membangunkan sebuah kios untuk bapak Yunus Nobisa di Mauleum, TTS, NTT. Hal ini dilakukan mengingat bapak Yunus adalah tipe seorang pekerja keras yang berusaha menghidupi keluarganya walaupun himpitan ekonomi begitu besar. Melalui bantuan usaha mikro, Yayasan Tangan Pengharapan membangunkan kios agar bapak Yunus dapat berjualan dan menjadi berkat bagi lingkungan sekitarnya. Adolf Silubun Better Life I 13 I September l 2014
CRH Jakarta:
Mengisi Liburan Sekolah
Liburan Sekolah di bulan Juni M asa sampai Tanggal 14 Juli 2014 meru-
pakan masa untuk mengistirahatkan pikiran sejenak dari pelajaran sekolah, ulangan kenaikan kelas dan ujian nasional bagi anak-anak yang saat ini berada di Children Rescue Home Jakarta. Di pagi yang cerah tepatnya tanggal 03 Juli 2014 pukul 09:00 WIB bersama dengan pimpinan Yayasan Tangan Pengharapan Bapak Yoanes Kristianus dan keluarga yang dipanggil oleh anak-anak Children Rescue Home Jakarta dengan panggilan “Papa” dan “Mama”, kami berangkat untuk menuju ke wahana hiburan Jungle Land yang berlokasi di daerah Sentul City. Better Life I
14 I
September l 2014
Sejak dalam perjalanan dari Children Rescue Home Jakarta di Jalan Katerlili I/24 Kelapa Gading, tampak terpancar keceriaan. Senyuman yang lepas terlihat dari raut wajah mereka karena mendapatkan kesempatan untuk berlibur bersama Papa (Yoanes Kristianus) dan Mama (Henny Kristianus). Karena anak-anak ini berasal dari daerah, yaitu dari Pulau Sumba, NTT, Papua serta Mentawai, seringkali timbul pertanyaan dari mereka seperti apakah Jungle Land itu. Kami yang mendengarkan pertanyaan mereka hanya dapat berucap: “Itu adalah tempat hiburan yang di dalamnya ada taman dan beberapa permainan yang terbuat dari mesin.”
Sekitar Pukul 10:30 WIB barulah kami tiba di Jungle Land. Anak-anakpun bergegas berlarian untuk masuk ke wahana hiburan ini. Tetapi karena harus terlebih dulu membeli tiket masuk, maka mereka harus menunggu. Mama (Henny Kristianus) harus terlebih dulu membelikan tiket masuk bagi kami semua. Setelah berada di dalam Jungle Land terlihat beberapa mainan yang ada di dalamnya. Segera beberapa anak berlarian masuk untuk mencoba wahana yang terbilang baru bagi mereka bersama dengan Papa. Kemudian Papa menuntun mereka masuk untuk mencoba permainan yang ada di wahana hiburan ini. Senyum ceria mereka membuat kami bersukacita. Pamungkas, salah seorang anak dari Mentawai, merupakan anak pertama yang bergabung dengan Children Rescue Home Tangan Pengharapan di Jakarta, kemudian dari Papua Opelina dan Riana, serta dari Sumba Lida Resa, Kurniawati yang dipanggil Nona dan Jerremy Jehuda Charito’o Bureran.
Siang harinya, tepatnya Pukul 12:00, Papa dan Mama mengajak kami semua untuk makan siang dengan menu yang bermacam-macam. Selesai makan anakanak pun melanjutkan permainan yang lain yang ada di Jungle Land. Wahana terakhir yang kami pilih adalah permainan kapal-kapalan bersama dengan Papa dan Mama. Senjata air yang disemprotkan justru membuat tubuh kami dan anak-anak basah. Anak-anak bukannya berlari, tapi malah semakin senang. Senyum dan tawa terpancar dari wajahwajah ceria mereka di sore itu. Senang rasanya bisa membuat anakanak itu bahagia. Sekarang tiba saatnya untuk pulang kembali menuju Jakarta. Terbesit keinginan di hati Papa dan Mama untuk dapat mengajak mereka kembali bersama para donatur yang juga menjadi Papa dan Mama bagi mereka untuk bersama-sama merasakan keceriaan, senyuman, tawa dan suka cita mereka di masa Liburan Sekolah mereka berikutnya. Daud
Better Life I
15 I
September l 2014
IDR. 120,000 +6221 71 336 337