INFORMASI
INSA
MERAH PUTIH
PASTI BISA
Untuk Kejayaan Pelayaran Nasional
DITERBITKAN : DPP INSA PERIODE 2015-2019 PENANGGUNGJAWAB : DPH INSA PERIODE 2015-2019 EDISI : 11/IX/2016, SEPTEMBER 2016
INSA Ramaikan Infrastruktur & Transportasi Expo 2016 Armed guard merupakan metode menarik di tengah isu untuk memerangi perompakan atas kapal yang berlayar. JAKARTA - Indonesian National Shipowners' Association (INSA) meramaikan pameran Transportasi dan Infrastruktur 2016 dengan membuka stand pameran dan menggelar forum diskusi dengan nama ― INSA Networking 2016.‖ Forum INSA Networking dimaksudkan untuk mengenalkan perusahaan-perusahaan terkait pelayaran dan maritim sehingga pelaku usaha bisa saling mengenal yang pada akhirnya dapat menjadi alternatif dalam kerjasama. ―Respon anggota dan stekholders INSA cukup tinggi. Semoga tahun depan, bisa kita selenggarakan kembali,‖ kata Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto.
Sejumlah pengurus DPP INSA dan anggota tampak hadir dalam acara tersebut. "Yang dibicarakan pada forum itu sangat aktual bagi anggota INSA seIndonesia," katanya. Pada forum tersebut, INSA menghadirkan narasumber yang terdiri dari China Classification Society (CCS), PT Primacom Interbuana, dan Seahorse. Sedangkan diskusi dipandu oleh Penasehat DPP INSA Widihardja Tanudjaja.
Pada forum itu, Perwakilan CCS memaparkan keunggulan dan kemampuan perusahaannya. CCS masuk ke Indonesia pada 2015. Ke depan , CCS akan membuka kantor Cabang di sejumlah daerah yakni Batam dan Surabaya. Tujuannya agar semakin dekat dengan pelanggan di Indonesia.
Menurut Johnson, salah satu cara untuk mengurangi peromapakan adalah dengan memberlakukan armed guard yakni dengan mengawal kapalkapal yang melayari perairan rawan dengan menempatkan satuan pengamanan bersenjata independen.
Sedangkan perwakilan PT Primacom Interbuana sebagai penyedia solusi komunikasi memaparkan pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis sarana satelit telekomunikasi yang menawarkan kemudahan untuk para pelanggannya agar dapat terhubung dengan masing – masing kapal.
Meskipun terbilang baru di Indonesia, akan tetapi armed guard merupakan salah satu solusi yang cukup efektif dalam rangka memerangi kejahatan atas pembajakan maupun perompakan kapal.
Perompakan Kapal Sementara itu, masalah perompakan dan penculikan terhadap kapal-kapal di tengah laut menjadi salah satu momok tidak hanya bagi para pelaut, tetapi juga bagi kalangan dunia usaha, khususnya perusahaan pelayaran turuf dibahas dalam forum tersebut.
Menurutnya, armed guard merupakan metode yang cukup menarik. Saat ini, dalam isu memerangi perompakan, armed guard merupakan bisnis yang cukup prospekif. ―Armed guard ini satu jalan untuk menangkal perompakan di atas kapal.‖ (*)
BERITA
2
Menko Polhukam Respon Soal Tanjung Priok Masuk War Risk
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=Waey4cG13jc
JAKARTA—Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Jenderal TNI (Purn) Wiranto, S.H. menyurati Menteri Perhubungan untuk berkordinasi dalam pengelolaan pelabuhan Tanjung Priok dalam rangka memperbaiki penilaian Joint War Commitee (JWC) sebagai Zona Rawan Perang (War Risk). Surat No. B-116/Menko/Polhukam /D-IV/HN.01.1/8/2016 tertanggal 16 Agustus 2016 tersebut dilayangkan dengan merujuk kepada Surat INSA No. DPP-SRT-III/16/0135 tertanggal 18 Maret 2016. Saat itu, INSA meminta agar Menko Polhukam mengajukan surat resmi untuk menghapus Indonesia dari daftar pengecualian resiko perang. Dalam surat yang ditembuskan kepada Presiden dan Wakil Presiden tersebut, Menko Polhukam mengingatkan ketatnya persaingan serta tuntutan pengguna pelabuhan laut dan pentingnya untuk terus meningkatkan perekonomian negara.
Untuk itu, Menko Maritime dan Sumber daya merekomendasikan: 1. Mengadakan koordinasi terhadap semua pihak yang berada di wilayah pelabuhan Tanjung Priok untuk menetapkan SOP yang berlaku sehingga pelabuhan Tanjung Priok dapat menjadi pelabuhan dengan standard internasional. 2. Mengadakan koordinasi dengan instansi lainnya tentang keamanan dan ketertiban pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan terbesar di Indonesia yang berada di ibu kota negara sebagai tolok ukur kondisi Indonesia secara keseluruhan. 3. Menjamin kehadiran institusi negara di seluruh wilayah Indonesia, terutama di pelabuhan Tanjung Priok (sebagai regulator) dan tidak melepaskan sepenuhnya tanggung jawab kepada pengelolaan swasta maupun pihak lain.
Seperti diketahui, pada April tahun ini, Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) melayangkan surat kepada Joint War Committee (JWC) London menyusul masih masuknya Pelabuhan Jakarta ke dalam daftar pelabuhan berisiko perang (war risk). Berdasarkan Hull War, Piracy, Terrorism and Related Perils Listed Areas No. JWLA / 022 tertanggal 10 Desember 2015, pelabuhan Jakarta, masih termasuk dalam pengecualian dari risiko perang tersebut. Implikasi negatif dari masuknya Indonesia ke dalam daftar JWC tersebut adalah adanya biaya tambahan premi yang dibebankan pihak asuransi kepada kapal yang akan mengunjungi pelabuhan yang ada di dalam daftar tersebut.
Kondisi ini tidak bisa dibiarkan. ―Jika masalah ini tidak segera diatasi, visi untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia sulit dicapai,‖ kata Wakil Ketua Umum INSA Djoni Sutji.
TERAS INSA
3
Kunjungi Media Indonesia, INSA Paparkan Masalah Pelayaran
www.depkeu.go.id
JAKARTA—Jajaran Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) berkunjung ke Media Indonesia, beberapa waktu lalu. Pengurus INSA yang hadir adalah Ketua Umum INSA Johnson W . Sutjipto didampingi Sekretaris Umum Lolok Sujatmiko. Sedangkan tim Media Indonesia Group antara lain Direktur Pengembangan Bisnis Shanty Nurpatria, Deputy News Director Gaudensius Suhardi, Account Manager Bambang Irianto, Senior Editor Metro TV Khudori, Publishing Services Division Edwin Tandayu, Marketing Support Manager Yudi Pratetio. Pada kesempatan itu, Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto mengatakan kondisi angkutan laut di Indonesia sedang menghadapi tantangan yang tidak ringan setelah terjadinya pelambatan ekonomi dunia yang cukup signifikan sehingga berdampak terhadap ekonomi nasional.
Dia menggambarkan sejumlah perusahaan pelayaran raksasa global mengalami penurunan keuntungan secara signifikan selama periode tahun 2015 dan 2016. ―Penurunannya cukup signifikan. Sebagian besar mengalami kerugian karena pelambatan ekonomi global. Terakhir, Hanjin juga tidak kuat menghadapi tekanan akibat krisis yang terjadi,‖ ujarnya .
Pasar utama angkutan batu bara dalam negeri adalah PT PLN (Persero). Akan tetapi hingga kini, kemampuan BUMN listrik dalam menyerap batu bara stagnan seiring dengan belum bertambahnya PLTU dari proyek 35.000 MW. ―Sementara ekspor batu bara juga lesu karena permintaan dari China yang menurun sehingga perlu tangan Pemerintah untuk menolongnya,‖ katanya.
Dia memperkirakan, sekitar 15-20 % dari 15.000 unit kapal berbendera Merah Putih saat ini parkir tidak bekerja di sejumlah tempat karena muatan yang tidak tersedia atau ketersediaan pekerjaan yang sangat terbatas.
Sejumlah masalah yang dihadapi antara lain masalah kebijakan di bidang pelayaran yang belum setara sebagaimana kelaziman dunia internasional, masalah perpajakan yang semakin berat, pembiayaan berbunga rendah yang sulit di dapatkan di dalam negeri serta biaya-biaya yang melambung tinggi karena adanya aturan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kapal-kapal tersebut terutama jenis tug and barge yang populasinya saat ini lebih dari 3.000 pasang kapal. Kondisi ini terjadi karena perdagangan komoditas tambang sedang lesu, terutama komoditas batubara, yang ditambah dengan adanya kebijakan moratorium pelayaran ke Fhilipina, dan kondisi pangsa dalam negeri yang stagnan.
―Pos PNBP maupun tarifnya naik secara signifikan, bahkan sebagian ada yang naik hingga 1.000%. Ini menambah beban berat industri pelayaran.‖ kata Johnson. (*)
BERITA FOTO
4
Pengurus DPP INSA dan Jetro Singapura foto bersama seusai diskusi di Kantor DPP INSA.
Pengurus INCAFO Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) saat berkunjung ke kantor DPP INSA, baru-baru ini.
Hiendra Soenjoto, Wakil Ketua Umum DPP INSA (ketiga dari kiri) mendengarkan penjelasan Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto dalam Rapat Pengurus DPP INSA, belum lama ini.
Wakil Ketua Umum INSA Paulis A. Djohan dan Djoni Sutji hadir pada “Marine Tech 2016” pada 26-29 September 2016, di Changwon Conventional Center, Korea Selatan dimana INSA sebagai peserta.
Suasana rapat di Kementerian Perhubungan yang dihadiri pengurus DPP INSA.
Ketua Umum INSA Johnson W Sutjipto dan wakil Ketua Umum INSA Paulis A. Djohan hadir dalam Indonesia “Bisnis Forum di Shanghai China” dalam rangka menjaring investor ke Indonesia oleh Presiden Joko Widodo di sela sela acara G-20.
BERITA FOTO
5
Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto serahkan cendera mata kepada pembicara “INSA Networking 2016”
Pengurus dan anggota INSA foto bersama di depan Stand INSA pada “Infrastruktur dan Transportasi Expo 2016”
Hiendra Soenjoto, Wakil Ketua Umum DPP INSA (ketiga dari kiri) mendengarkan penjelasan Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto dalam Rapat Pengurus DPP INSA, belum lama ini.
Pengurus DPP INSA dan American Bureau of Shipping (ABS) melakukan pertemuan yang membahas sejumlah isu bidang perkapalan.
Pengurus DPP INSA hadir dalam “Fine Tuning Regulasi Logistik 2016” yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI).
Stand pameran INSA pada “Infrastruktur dan Transportasi Expo 2016” di Smesco Building, Jakarta, diramaikan para
pengunjung, baik anggota, stakeholders maupun masyarakat umum.
REDAKSI INFO INSA Wisma BSG, Lantai 3A #M04-05 Jl. Abdul Muis No.40 Jakarta Pusat, 10160-Indonesia P: +62 21 351 4348. F: +62 21 351 4347 Email:
[email protected]. Website: www.dppinsa.com
BERITA
6
INSA Bawa Isu Water Ballast dan Pembajakan Pada Forum AMTWG Atas kondisi itu, asosiasi penggusaha pelayaran se-ASEAN yang tergabung ke dalam FASA (Federation of ASEAN Shipowners’ Association) mengajukan satu proposal yang diberi nama ―ASEAN Regional Water Ballast Management Strategy‖ yakni sebuah kondisi perairan laut dan sistem ekologi sepanjang perairan ASEAN adalah satu kesatuan dan memilki kesamaan (Similar Water & Similar Ecology).
Tahun depan, IMO akan Menerapkan Water Ballast Management System JAKARTA—Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) memberikan masukan kepada Pemerintah c.q Kementerian Perhubungan dalam rangka menghadiri ―32nd ASEAN Maritime Transport Working Group (AMTWG) tahun 2016” pada 14 September 2016 di Filipina. Pada pertemuan tersebut, INSA memberikan masukan melalui Kemenhub terhadap dua isu penting yakni masalah Water Ballast Management System dan Pembajakan di Laut Sulu, Filipina. ―Keduanya adalah isu krusial yang kami usulkan untuk disampaikan pada forum tersebut melalui Kementerian Perhubungan,‖ kata Wakil Ketua Umum INSA Djoni Sutji.
Terhadap masalah Water Ballast Management System, INSA menjelaskan bahwa Indonesia sudah meratifisikasi Konvensi Internasional untuk Pengendalian dan Manajemen Air Ballast dan Sedimen dari Kapal, 2004, berdasarkan Peraturan Presiden No.132 tahun 2015.
Untuk itu, INSA meminta agar Kementerian Perhubungan untuk menyampaikan dukungannya terhadap konsep proposal FASA dengan turut serta menjadi bagian dari tim penelitian (research) yang dilaksanakan negara anggota ASEAN. Dengan konsep ini, kapal yang beroperasi di lingkungan ASEAN dapat dikecualikan dari keharusan menggunakan teknologi ―Water Ballast Management‖ yang persyaratkan IMO.
Hingga September tahun 2016, jumlah negara yang meratifikasi konvensi tersebut sudah memenuhi ketentuan International Maritime Organization (IMO) sehingga pada tahun depan dapat dilaksanakan secara penuh.
Sementara itu, mengenai meningkatnya intensitas pembajakan terhadap kapal negara anggota ASEAN, khususnya kapal asal Indonesia, yang melintasi perairan Sulu, Filipina, INSA mengusulkan agar Kemenhub menyampaikan dukungannya terhadap program patroli bersama dan latihan gabungan antara Malaysia, Indonesia dan Filipina untuk memerangi pelaku pembajakan kapal sehingga kapal-kapal yang melintasi Laut Sulu, Filipina lebih aman dan selamat.
Di sisi lain, hingga saat ini, Standard Water Ballast Management System antara IMO dan USCG berbeda bahkan belum ada Water Ballast Management System yang diakui USCG. Kondisi ini menyebabkan pemilik kapal menjadi binggung dalam menerapkannya, terlebih untuk memasang peralatannya, membutuhkan waktu cukup lama dan biaya tambahan.
Sebab, tiga Menteri Pertahanan yakni Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Malaysia dan Filipina melakukan pertemuan di Bali Nusa Dua Convention Centre (BNDCC), Selasa (2/8/2016) yang menghasilkan sejumlah kesepakatan, salah satunya akan mengintensifkan patroli maritim bersama oleh ketiga negara tersebut. (*)
BERITA
7
PM No.61 tahun 2014 tentang Klass Kapal Berbendera Indonesia Belum Perlu Direvisi ―Oleh karena itu, revisi PM Perhubungan No.61 tahun 2014 tidak diperlukan lagi karena aturan itu sudah sesuai UU,‖ kata Johnson. Meskipun demikian, katanya, INSA mendukung dan turut mendorong agar badan klasifikasi nasional, dalam hal ini, PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) agar dapat menjadi anggota International Association of Classification Society (IACS). ―Tujuannya supaya badan klass nasional tidak kalah bersaing dengan badan klass luar negeri dalam melaksanakan tugasnya terhadap kapal nasional,‖ katanya.
JAKARTA—Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) menegaskan Pemerintah belum perlu merevisi Peraturan Menteri Perhubungan No.61 tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No.7 tahun 2013 tentang Kewajiban Klasifikasi bagi Kapal Berbendera Indonesia pada Badan Klasifikasi. Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto mengatakan PM Perhubungan No.61 tahun 2014 yang saat ini menjadi landasan dalam mengatur bidang klasifikasi di Indonesia sudah relatif lebih baik dibandingkan dengan peraturan sebelumnya. Dia menjelaskan terbitnya PM Perhubungan tersebut karena PM Perhubungan No.7 tahun 2013 pasal 2 ayat 2 mengatur adanya kewajiban bagi kapal-kapal berbendera Indonesia untuk diklasifikasikan pada satu badan klass nasional.
Pasal tersebut bertentangan dengan UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran khususnya pasal 129 tentang kewajiban klasifikasi bagi kapal berbendera Indonesia, maupun dengan kelaziman dunia internasional. Selain itu, pasal 2 ayat 2 PM Perhubungan No.7 tahun 2013 juga mengatur adanya kebijakan dual class antara badan klasifikasi nasional yang belum diakui IACS dengan badan klasifikasi asing yang diakui IACS. Kondisi itu sangat memberatkan industri pelayaran nasional karena menambah biaya, waktu dan birokrasi baru. Keduanya memiliki perbedaan dalam standard dan pemahaman serta interpretasi aturan – aturan yang menyebabkan pelaksanaan surveynya dilakukan oleh surveyor dari masing – masing badan klasifikasi.
Untuk diketahui, UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran pasal 129 ayat 1 menyatakan kapal berdasarkan jenis dan ukuran tertentu wajib diklasifikasikan pada badan klasifikasi untuk keperluan persyaratan keselamatan. Sedangkan ayat 2 menyatakan badan klasifikasi nasional atau badan klasifikasi asing dapat ditunjuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian terhadap kapal untuk memenuhi persyaratan keselamatan kapal.
Menurut PM Perhubungan No.61 tahun 2014, badan klasifikasi asing yang diakui Pemerintah adalah: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m.
American Bureau of Shipping (ABS). Bureau Veritas (BV). China Classification Society (CCS). Croatian Register of Sttipping (CRS). Det Norske Veritas (DNV). Germanischer Lloyd (GL). Indian Register of Shipping (IRS). Korean Register of Shipping (KR). Lloyd's Register (LR). Nippon Kaiji Kgokai (NK/Class NK). Polish Register of Sttipping (PRS); Registro ltaliano Navale (RINA); dan Russian Maritime Register of Shipping (RS). (*)
INFORMASI
8
RI Sahkan Konvensi Marine Labour 2006 JAKARTA - DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Konvensi Internasional mengenai Ketenagakerjaan Maritim 2006 (Maritime Labour Convention, 2006). Pengesahan ditandai dengan persetujuan seluruh fraksi DPR dan anggota Dewan secara aklamasi dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-6 masa sidang 2016-2017 pada Kamis (8/9). Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan. "Apakah RUU tentang pengesaha Maritime Labour Convention, 2006 dapat disetujui menjadi undangundang," tanya Taufik kepada seluruh anggota Dewan di ruang sidang paripurna Gedung Nusantara II, serentak dewan menjawab "setuju" dan ketukan palu menjadi penanda pengesahan UU tersebut. Sebelumnya Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf melaporkan, dalam menjalankan tugas pembahasan RUU tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Ketenagakerjaan Maritim 2006, Komisi IX telah melakukan RDPU dan Raker. Sebelumnya Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf melaporkan, dalam menjalankan tugas pembahasan RUU tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Ketenagakerjaan Maritim 2006, Komisi IX telah melakukan RDPU dan Raker.
Dia melaporkan, Rapat Dengar Pendapat Umum dengan pakar tenaga kerja maritim digelar pada 25 Agustus 2016. "RDPU ini dilaksanakan untuk mendapatkan masukan dan pemahaman yang jelas mengenai hal-hal apa saja yang diatur di dalam RUU tentang Konvensi Internasional mengenai Ketenagakerjaan Maritim 2006," jelas Dede. Adapun rapat kerja dengan pemerintah, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum & HAM , Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan dilakukan pada 5 September 2016. (*)
INSA Indonesian National Shipowners’ Association
HAPPY ISLAMIC NEW YEAR 1 MUHARAM 1438 H
MERAH PUTIH
PASTI BISA