IMPLEMENTASI KEBIJAKAN E-GOVERNMENT DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW
Oleh : Irene Dwikartika Tanor
ABSTRAK Pengembangan E-Government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan E-Government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja dilingkungan pemerintah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi. Implementasi kebijakan E-Government Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Di Kabupaten Bolaang Mongondow belum seperti yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pemerintah pada implementasi kebijakan e-Government. Yang menyangkut peran pemerintah dalam mengkomunikasikan kebijakan e-Governmnet, Sumber –sumber daya dalam pengelolaan data untuk eGovernmentt, dan sikap pemerintah pada implementasi kebijakan e-Government. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut George Edward III (1980,1. Dalam Dr. Riant Nugroho “Public Policy”, 2010 : 636 ) menyaranakan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, tetapi karena fokus penelitian peneliti hanya mengambil 3 faktor yaitu: komunikasi, sumber – sumber dan sikap. Ternyata yang menjadi masalah dalam penelitian terdapat pada faktor Sumber Daya Manusia yaitu tidak efisien waktu sehingga proses penyelesaian pembuatan kartu tanda penduduk dan akta kelahiran lambat, kurangnya kedisiplinan pegawai, kurangnya sarana dan prasarana penunjang berupa perangkat komputer dan print yang sering eror atau rusak. Kata Kunci : Implementasi Kebijakan E-Government 1. Pendahuluan Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka perlu mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan 1
kenyataan yang harus dilakukan secara terencana,terarah,efektif, dan efisien dalam proses pembangunan. Sesuai dengan Inpres RI Nomor 6 Tahun 2001 tentang pengembangan dan pendayagunaan telematika di Indonesia. Berbagai keadaan menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu mendayagunakan potensi teknologi telematika secara baik, dan oleh karena itu negara kita terancam semakin tertinggal terhadap negara-negara maju. Kesenjangan prasarana dan sarana serta sumber daya manusia yang terbatas tentang pendayagunaan telematika sehingga minimnya pengetahuan tentang informasi teknologi di dalam negara kita sendiri. Inpres RI Nomor 3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan E-Government. Pengembangan E-Government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan E-Government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja dilingkungan pemerintah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah yang demokratis sebagai konsekuensi diberlakukanya undang-undang tersebut, khususnya bagi aparatur pemerintah dituntut untuk lebih profesional didalam menjalankan tugas-tugasnya. Untuk mencapai tujuan publik yang demokratis itu, tentu kinerja birokrasi harus profesional, dan untuk mencapai profesionalitas birokrasi harus berpegang pada nilai efektivitas dan efesien (Widodo, 2005 ; 315). Agar birokrasi dapat memberikan pelayanan yang baik, maka diantara sepuluh prinsip good gevernance ada 3 (tiga) nilai administratif – manajerial mendasar yakni : efektifitas, efesiensi dan profesionalisme (Widodo, 2005 ; 315). Namun tata pemerintahan yang baik (good governance) dapat menjadi kenyataan,apabila didukung oleh aparatur yang memiliki profesionalitas tinggi yang mengedepankan terpenuhinya transparansi, akuntabilitas dan responsibilitas publik, yakni dengan menekan sekecil mungkin pemborosan penggunaan sumber-sumber keuangan pemerintah (negara) dan juga sekaligus memperkuat peraturan 2
perundang-undangan yang berlaku sebagai pondasi untuk melaksanakan tugastugasnya (Islami, 1998 ; 3). Selanjutnya, menurut Islami (1998; 14-15), Bahwa akuntabilitas dan responsibilitas publik pada hakikatnya merupakan standar profesional yang harus dicapai/dilaksanakan aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan dengan daya tanggap yang tinggi sesuai aspirasi masyarakat secara bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugasnya. Selain regulasi yang kuat sebagai fondasi dan standar pelayanan birokrasi juga profesionalitas sangat ditentukan oleh kompetensi dan kemampuan aparatur untuk bertindak secara profesional dalam mengemban pekerjaan menurut bidang tugas tingkatan masing-masing. Hasil dari pekerjaan itu lebih ditinjau dari segala segi sesuai dengan porsi, obyek, bersifat terus menerus dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun serta jangka waktu penyelesaian pekerjaan yang relatif singkat (Suit dan Almasdi, 2000; 99). Hal ini senada dengan pola pengaturan kebijaksanaan personalia di bidang pemerintahan, seperti disebutkan dalam Modul AKIP (LAN dan BPKP, 2000 ; 30), bahwa “salah satu sumber organisasi yang paling penting adalah sumber daya manusia yang dimiliki oleh instansi pemerintah” Berarti Sumber daya manusia memegang peranan penting dari saat perumusan visi dan misi, hingga pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Argumen ini diperkuat oleh pendapat Siagian (2000 ; 140) yang mengatakan bahwa “Manusia merupakan unsur penting dalam setiap dan semua organisasi, keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasaran serta kemampuannya menghadapi berbagai tantangan, baik yang sifatnya eksternal maupun internal sangat ditentukan oleh kemampuan mengelola sumber daya manusia”. Jadi, tidak berlebihan jika Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor penentu berhasil atau sukses tidaknya pencapaian visi, misi dan tujuan sebuah organisai. Oleh karenanya, setiap aparatur pemerintah dituntut untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya secara profesional untuk menghasilkan sejumlah out put yang sesuai dengan tujuan organisasi dan keinginan masyarakat. Menurut UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik sebagai upaya peningkatan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan 3
asas-asas umum pemerintahan yang baik, serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dari penyalahgunaan wewenang. Tetapi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, maka dipandang perlu untuk meningkatkan kapasitas SDM pelayanan, mengingat bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur pelayanan memiliki peran strategis sebagai pendorong (key leverage) dari reformasi birokrasi. Adapun arah kebijakan pembangunan di bidang aparatur negara adalah “meningkatkan profesionalisme, netralitas dan kesejahteraan SDM aparatur. Peningkatan kualitas SDM aparatur diarahkan untuk mewujudkan SDM aparatur yang profesional, netral, dan sejahtera” Hal tersebut mengindikasikan sangat pentingnya
profesionalitas aparatur
dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan publik. Kecamatan Sebagai Perangkat Daerah (SKPD) adalah yang terdepan dalam memberikan pelayanan publik sebab pemerintah kecamatan merupakan tingkat pemerintahan yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pelayanan terhadap masyarakat, hal ini yang kemudian menjadikan camat sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan serta sebagian urusan otonomi yang yang dilimpahkan oleh bupati/walikota untuk dilaksanakan dalam wilayah kecamatan. Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow perlu melakukan terobosan agar dapat secara efektif mempercepat pendayagunaan teknologi telematika yang potensinya sangat besar. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempererat persatuan bangsa sebagai landasan yang kokoh bagi pembangunan secara berkelanjutan. Dalam hal ini pemerintah harus secara proaktif dan dengan komitmen yang tinggi membangun kesadaran politik dan menumbuhkan komitmen nasional, membentuk lingkungan bisnis yang kompetitif, serta meningkatkan kesiapan masyarakat untuk mempercepat pengembangan dan pemberdayaan teknologi informatika secara sistematis. Dengan
demikian
diharapakan
pada
pemerintah
khususnya
Dinas
Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Di Kabupaten Bolaang Mongondow dapat meningkatkan pelayanan
yang baik dan berkualitas
kepada masyarakat.
Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan permasalahan yang ditemui saat ini 4
yaitu minimnya peran pegawai dalam mengimplementasikan kebijakan EGovernment dan minimya kualitas Sumber Daya Manusia di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Di Kabupaten Bolaang Mongondow.
2. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Kualitatif . Dikatakan demikian karena pendekatan kualitatif pada penelitian ini mempunyai ciri-ciri antara lain mempunyai setting yang aktual, data yang dikumpul disusun, dijelaskan kemudian dianalisa. Peneliti mengamati langsung pada objek penelitian dengan melihat dan mengetahui masalah umum yang dihadapi dalam peran pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan e-Government. Penelitian ini mengambil lokasi Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bolaang Mongondow, Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja). Karena masih minimnya Peran pemerintah dalam mengkomunikasikan kebijakan e-Government ,Kondisi prasyarat sumber daya manusia dalam pengelolaan data e-Government serta Sikap pemerintah pada implementasi kebijakan e-Government Instrument utama dalam penelitian kualitatif menjalani
penelitian,peneliti
dapat
adalah peneliti sendiri. Dalam
menggunakan
alat-alat
bantu
seperti
Handphone,Camera Digital,Handycam,Tape recorder, Buku pencatatan data dan alatalat bantu lain yang dapat mempermudah peneliti untuk mendokumentasikan data yang di temukan. Pada tahap ini peneliti menggunakan 4 macam teknik pengumpulan data (lihat Sugiyono, Metode Penelitian Kuntitatif/Kualitatif dan R&D,2009:224) yaitu: a.
Observasi (pengamatan), Teknik observasi baik yang “partisipatif” maupun “non partisipatif” digunakan untuk mengamati tentang peran pemerintah dalam mengkomunikasikan kebijakan e-Government , kondisi prasyarat SDM dan sikap pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan e-Government. Secara rinci hal – hal yang akan diamati : a) Ketersediaan atau kesiapan sumber daya (sumber daya manusia, sarana, prasarana), b) Proses implementasi (kelembagaan e-Government , pemahaman konsep. 5
b.
Wawancara mendalam (in depth-interview), Teknik ini dilakukan atau digunakan untuk mendapatkan dan mengangkat informasi (data empiris) yang berhubungan dengan: tentang peran pemerintah dalam mengkomunikasikan kebijakan e-Government , kondisi prasyarat SDM dan sikap
pemerintah
dalam
Mengingat
mengimplementasikan
kebijakan
e-Government.
keterbatasan peneliti dalam merekam dan mengingat, serta agar data hasil wawancara ini dapat terekam dengan baik, tidak ada yang terlewatkan maka dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara. c.
Dokumentasi, Digunakan untuk menghimpun berbagai informasi dan data yang diambil dari dokumen, berupa surat-surat keputusan, hasil rapat dan dokumen lain yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan eGovernment
d.
Triangulasi, teknik pengumpulan data dengan triangulasi dimaksudkan agar data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas, dan pasti. Sehingga lebih menguatkan data agar lebih akurat. Dalam melakukan analisis data, peneliti mengacu kepada tahapan yang
dijelaskan Miles dan Huberman
(lihat Miles dan Huberman,analisis data
kualitatif,1992:16) yang terdiri dari tiga tahapan yaitu: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclusion drawing verivication). Moleong (2006:326)
mengemukakan bahwa ada 4 kriteria yang dapat
digunakan untuk memeriksa keabsahan data, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). 3. Pembahasan Van Meter dan Van Horn (1975) (dalam Dr. Riant Nugroho “Public Policy”, 2010 : 628) merumuskan proses implementasi ini sebagai “those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policydecisions” (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh 6
individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan). Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) (dalam Dr. Riant Nugroho “Public Policy”, 2010 : 629 ) menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa:“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usahausaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibatakibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian kejadian”. Easton mendefinisikan kebijakan publik adalah sebagai pengalokasian nilainilai secara paksa dan sah kepada seluruh anggota masyarakat (the authoritative alocation of values for the whole society). George Edward III (1980,1. Dalam Dr. Riant Nugroho “Public Policy”, 2010 : 636 ) menyaranakan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, tetapi karena fokus penelitian peneliti hanya mengambil 3 faktor yaitu: 1. Communication
(komunikasi)
;
Komunikasi
merupakan
sarana
untuk
menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas informasi yang disampaikan, serta memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi. Dalam konteks roda organisasi pemerintahan di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bolaang Mongondow, kepala Dinas bertindak sebagai manajer atau pemimpin yang efektif. Sebagai manajer kepala Dinas harus mampu mengatur semua potensi agar Dinas Capil dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dilakukan kepala dinas agar mampu melakukan fungsi manajemen dengan baik yang meliputi : perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. 7
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kepala Dinas Capil pak Iswan Gonibala tentang peran pemerintah dalam mengkomunikasikan kebijakan e-Government di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bolaang Mongondow yaitu Pemerintah dalam sosialisasi program eGovernment kepada masyarakat di laksanakan sesuai dengan petunjuk dari pimpinan (bupati) dengan cara mempublikasikan kebijakan e-Government lewat media cetak seperti koran, baliho dan pengeras suara (toa), Dan pemberian informasi secara konsisten atau tidak berubah – ubah. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan Sekretaris Capil ibu Mariani Masagu diperoleh informasi bahwa Capil Kabupaten Bolaang Mongondow telah mempublikasikan kebijakan E-Government melalui alat-alat komunikasi antara lain melalui internet (meyediakan website pemerintah daerah), televisi lokal dan Radio untuk menyediakan informasi yang jelas kepada
masyarakat.
Capilduk
Kabupaten
Bolang
Mongondow
telah
menyediakan papan informasi kepada masyarakat. Papan informasi tersebut berisi informasi-informasi terkait dengan penyelenggaraan layanan tentang administrasi kependudukan oleh Capilduk kabupaten Bolang Mongondow, dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat yang datang ke kantor. Menurut peneliti bahwa dinas capilduk kabupaten Bolang Mongondow telah memberikan informasi kepada masyarakat melalui media yang mudah diperoleh oleh masyarakat yaitu melalui media cetak, media elektronik, brosur serta papan informasi. Media–media tersebut relative mudah untuk diperoleh pada era sekarang ini. Dari data yang diperoleh peneliti dari para informan, dapat ditarik kesimpulan bahwa peran pegawai sebagai salah satu aktor dalam implementasi kebijakan E-Government sudah berjalan dengan baik. Karena dengan koordinasi bersama
pemerintah dengan masyarakat bahwa pelaksana (aktor) dalam
mengkomunikasikan kebijakan e-Government dilakukan lewat media cetak seperrti Koran, baliho, pamphlet, serta media elektronik seperti, pengeras suara, 8
dan radio. Sosialisasi dilakukan secara kontinyu, menyeluruh dan penyampaian informasi tidak berubah – ubah. 2. Resourcess (sumber-sumber) ; Sumber-sumber dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber pendukungnya tidak tersedia. Yang termasuk sumbersumber dimaksud adalah : a. Staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan keterampilan untuk melaksanakan kebijakan b. Informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasi c. Dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi kebijakan d. Wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan ibu Reny Paputungan kualitas SDM pegawai yang berada di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bolaang Mongondow operator sudah dibenahi dengan pengetahuan yang lebih, lewat bimbingan teknis selama 2 hari dan diuji langsung oleh kementerian dalam negeri. Hal ini untuk mencegah kesalahan verifikasi data pada data base. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan ibu Munsina Mamonto Sarana dan prasarana yang tersedia merupakan faktor penting dalam proses pelayanan kepada masyarakat. Menurut ibu Munsina Mamonto Kurangnya prasarana ini juga di keluhkan oleh para pegawai karna menghambat kerja para pegawai. Sedangakan hasil wawancara dengan informan pak Meki Adam (Masyarakat Desa Ponompiaan) yang ingin membuat kartu tanda penduduk mengatakan bahwa prasarananya memang ada kekurangan terlebih pada perangkat komputer pada saat menginput data, pegawai selalu alasan bahwa komputer sedang dipakai pegawai lain sehingga kami harus menunggu sampai berjam – jam. Pernyataan pak Meki Adam diperkuat oleh informan bapak Langki (masyarakat desa Lalow ) yang sudah membuat kartu tanda penduduk, saat sudah menginput data setelah empat hari kemudian untuk mengambil KTP miliknya ternyata belum selesai karena print eror atau rusak. 9
Menurut ibu Bagian Kepegawaian Munsina Mamonto dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakdisiplinan yang terjadi dalam prosentase yang cukup banyak. “Namun hal itu telah diupayakan adanya perbaikan, yaitu dengan para pegawai menyadari dan berusaha memperbaiki kesalahannya yaitu berusaha masuk kerja dan pulang kerja ataupun meninggalkan kantor pada jam kerja sesuai peraturan yang berlaku. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan Bapak Glend (masyarakat desa solok) mengatakan bahwa saat mengurus akta buat anaknya, petugas yang mengurus bagian akta belum tiba dikantor, itu menjadikannya menyita waktu lama, padahal masih ada urusan yang beliau harus kerjakan. Munurut pengamatan peneliti di lapangan bahwa pegawai pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bolaang Mongondow dalam memberikan pelayanan sudah berusaha untuk menyelesaikannya sesuai apa yang dijanjikan yaitu 5 hari kerja, namun biasa dalam pembuatan akta kelahiran terjadi kesalahan- kesalahan yang tidak terduga sehingga pelayanan yang dijanjikan ke masyarakat tidak sesuai, misalnya dalam kesalahan penulisan nama, kerusakan komputer, dan tidak adanya pegawai yang berwenang di tempat, karena ketidak telitian pegawai dan kurang disiplin sehingga pelayanan yang diinginkan masyarakat kurang tercapai selain itu pegawai sangat sering mengulur- ulur waktu dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.dan kemampuan pegawai dalam mengoperasikan perangkat komputer masih minim kerena dilihat dari jumlah pegawai masih banyak pegawai yang hanya lulusan SLTA. Semua ini bisa menghambat jalannya proses pelayanan itu sendiri. Berdasarkan pengamatan dan informasi dari para informan peneliti menyimpulkan, kedisiplinan pegawai pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kabupaten Bolaang Mongondow belum bisa ditegakkan. Ketidak disiplinan terlihat masih ada pegawai yang belum mentaati ketentuan jam masuk kantor maupun keluar kantor atau dengan kata lain datang ke kantor tidak teratur dan tidak tepat pada waktunya. Demikian juga ada pegawai yang menyelesaikan pelayanan kurang ada semangat kerja yang baik., serta sarana dan prasarana yang belum 10
memadai karena kekurangan perangkat komputer dan ada juga perangkat yang sudah tidak layak pakai. Hal ini mempengaruhi jumlah pekerjaan layanan yang akan diselesaikan. 3 Dispotition or Attitude (sikap) ; Berkaitan dengan bagaimana sikap implementor dalam mendukung suatu implementasi kebijakan. Seringkali para implementor bersedia untuk mengambil insiatif dalam rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana wewenang yang dimilikinya Berdasarkan
hasil
penelitian,
bagaimana
sikap
pemerintah
dalam
implementasi kebijakan e-Government. Dengan penjelasan informan bapak Iswan Gonibala mengatakan bahwa sikap dari pemerintah terhadap kebijakan eGovernment didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Kerena dengan adanya kebijakan ini kami pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow dapat memberikan pelayan yang lebih baik kepada masrayarakat. Dengan memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen penduduk, memberikan perlindungan status hak sipiil penduduk dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan secara nasional. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan David Pandegiroth diperoleh informasi bahwa Capilduk Kabupaten Bolaang Mongondow telah meyebarluaskan suatu keputusan melalui kegiatan sosialisasi tentang kebijakan E-Governmnet di tingkat kecamatan. Dalam sosialisasi tersebut disampaikan mengenai regulasi atau aturan menyangkut penyelenggaraan layanan e- Govermnet oleh capil. Menurut peneliti, Pemerintah Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil kabupaten Bolaang Mongondow sangat mendukung kebijakan e- Government dengan tersedianya data dan informasi tentang kependudukan secara nasional pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir dan mudah diakses sehingga dapat menjadi acuan bagi perumusan kebijakan pembangunan pada umumnya. Dengan kebijakan e-Governmnet dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat karena Biaya relatif lebih rendah, dan Waktu untuk mengerjakan relatif cepat.
11
Dapat disimpulakan bahwa akuntabilitas kebijakan e-Government
capil
Kabupaten Bolaang Mongondow telah dilaksanakan dengan baik, hal ini bisa dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan informan diperolah data bahwa seluruh aspekaspek akuntabilitas pada capil Kabupaten Bolaang Mongondow telah dilaksanakan dengan baik. Media utama yang digunakan adalah penggunaan website pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow, sementara untuk masyarakat yang
langsung
mendatangi kantor, capil Kabupaten Bolaang Mongondow menyediakan brosur mengenai pelayanan akta kelahiran, KTP dan keperluan lain - lainnya di Kabupaten Bolaang Mongondow.
4. Penutup Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa transparansi pelayanan publik pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bolaang Mongondow khususnya pada Implementasi kebijakan E-Government yang merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien. Menurut George Edward III (1980,1. Dalam Dr. Riant Nugroho “Public Policy”, 2010 : 636 ) menyaranakan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, tetapi karena fokus penelitian peneliti hanya mengambil 3 faktor yaitu: 1.
Komunikasi, Peran pegawai sebagai salah satu aktor dalam implementasi kebijakan E-Government sudah berjalan dengan baik. Karena dengan koordinasi bersama pemerintah dengan masyarakat bahwa pelaksana (aktor) dalam mengkomunikasikan kebijakan e-Government dilakukan lewat media cetak seperrti Koran, baliho, pamphlet, serta media elektronik seperti, pengeras suara, dan radio. Sosialisasi
dilakukan secara kontinyu,
menyeluruh dan penyampaian informasi tidak berubah – ubah.
12
2.
Sumber – Sumber, Ternyata yang menjadi masalah dalam penelitian terdapat pada faktor Sumber Daya Manusia yaitu tidak efisien waktu sehingga proses penyelesaian pembuatan kartu tanda penduduk dan akta kelahiran lambat, kurangnya kedisiplinan pegawai, kurangnya sarana dan prasarana penunjang berupa perangkat komputer dan print yang sering eror atau rusak.
3.
Sikap , Pemerintah Dinas Kependudukan dan pencatatan sipil Kabupaten Bolaang Mongondow telah meyebarluaskan suatu keputusan melalui kegiatan sosialisasi tentang kebijakan E-Governmnet di tingkat kecamatan dan lewat website pemerintah daerah . Dalam sosialisasi tersebut disampaikan mengenai regulasi atau aturan menyangkut penyelenggaraan layanan e- Govermnet.
Saran Perlu dialokasikannya sejumlah Sumber Daya (manusia, finansial, tenaga, waktu, informasi,) di setiap tataran pemerintahan untuk membangun konsep eGovernment dengan lintas sektoral. Dan dibangunnya berbagai infrastruktur dan suprastruktur pendukung agar tercipta lingkungan kondisif untuk mengembangkan e-Government (seperti UU dan Peraturan Pemerintah yang jelas, ditugaskannya lembaga-lembaga khusus misalnya sebagai penanggungjawab utama disusunnya aturan main kerja sama dengan swasta, Perlu juga dilakukan pelatihan pada pegawai yang berada di capil Bolaang Mongondow agar apabila operator komputer tidak ada bisa diganti dengan pegawai yang lain.
DAFTAR RUJUKAN Dunn N William ,2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik,edisi kedua. Yogyakarta: Gajah Mada Uiversity Press Kusumanegara, Solahuddin.2010. Model Dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gava Media 13
Miles, M. B. dan Huberman, M. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan olehTjetjep Rohendi Rohidi. 1992. Jakarta: UI Press. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung PT Remaja Rosda karya. Nugroho Riant. 2009. Public Policy. Jakarta ;
PT Alex Media Komputindo.
Syafiie, Inu Kencana, 2003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia,Cetakan Pertama,PT. Bumi Aksara, Jakarta. Saiful,.dkk. 2008, “Reformasi Pelayanan Publik, Malang”, Averroes Press. Siagian,1994, “Patologi Birokrasi; Analisis, Identifikasi dan Terapinya” Jakarta, Ghalia Indonesia., 1996. “Manajemen sumber Daya Manusia”, Jakarta, PT. Bumi Aksara. Sedarmayanti, 2007. “Manajemen SDM dan Reformasi Birokrasi”, Bandung, PT. Refika Aditama. ,2004, Membangun Manajemen Sistem Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan yang Baik), Bandung, Mandar Maju Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Syakrani , 2009. “Implementasi Otonomi Daerah dalam Perspektif ‘good governance’, Banja baru, Pustaka Pelajar. Widodo,.dkk, 2005. “Pembaharuan Otonomi Daerah”, Yogyakarta, APMD Press. Regulasi Pemerintah Instruksi Presiden RI Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia Instruksi Presiden RI Nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan E-Government Undang-undang Ri Nomor 36 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi Daerah
14