Ill. MATERI DAN METODE
I
Materi Penelitian
3.1 .I.Populasi Dasar Bibit yang digunakan sebagai populasi dasar (foundation stock) dalam persilangan terdiri atas tiga ras, yakni ulat sutera ras Cina, Jepang dan Tropika. Masing-masing ras diwakili oleh galur murni Bo207, Bol08, dan Poly. Galur 60207 dan Bolo8 adalah ulat sutera jenis bivoltin dengan dua kali pergantian generasi per tahun pada kehidupan alamiah, sedangkan Poly adalah jenis polivoltin dengan pergantian generasi lebih dari tiga kali per tahun. Galur murni tersebut berasal dari Disiplin Persuteraan Alam, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Kemumian galur ditandai dari mantapnya wraklarva, wama dan bentuk kokon. Corak larva dari galur mumi 60207 dan Poly adalah polos, sedangkan Bolo8 bercorak bintik dengan star spots dan cressent di punggung. Semua galur menghasilkan kokon berwama putih. Bentuk kokon dari galur Bo207, Bolo8 dan Poly masing-masing adalah jorong (oval), kacang (peanut) dan gelendong (spindle).
3.1.2. Pakan Larva Jenis murbei yang diberikan sebagai pakan larva adalah Morus alba varitas kanva 2. Larva kecil (instar T - 3) diberi makan dengan frekuensi tiga kali sehari. yakni pagi, siang, dan sore hari masing-masing
pada pukul 08.00, 12.00. 16.00 WITA. Larva besar (instar 4 - 5) diberi makan empat kali sehari, yakni pagi, siang, sore, dan malam hari masingmasing pada pukul08.00, 12.00, 16.00, dan 21.OO WJlTA. Tingkatan daun murbei yang diberikan sesuai dengan instar larva. Pemberian pakan dilakukan secara tidak terbatas (adlibitum). Tabel 8. Rataan dan Standar Deviasi Komposisi Nutrien Pakan Larva Instar
Air
Abu
LK
SK
PK
BKBS
KADS
. deterangan : % oalam Bahan Kenng. LK = Lemak Kasar, SK = Serat Kasar. PK= Pcdeln Kasar. BKBS = Berat Kering Bedasarkan Berat Segar. K A D S Kadar Air Daun w a r
-
Rataan dan standar deviasi komposisi nutrien daun murbei berdasarkan analisis proksimat sebagai pakan larva pada setiap instar dicantumkan pada Tabel 8, sedangkan rinciannya pada setiap generasi persilangan dicanturnkan pada Lampiran 1. Aktivitas makan pertama dan terakhir pada setiap instar pada setiap generasi peeilangan dicatat dan hasilnya dicantumkan pada Lampiran 3 - 8.
3.2. Tern pat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di UPT MlPA Universitas Mataram pada ruangan berukuran 4 x 7 x 4 x I m3. Ruangan penelitian terletak di lantai dua dari bangunan berlantai tiga, dengan jendela menghadap Timur dan Selatan. Dinding sebelah Timur dan Selatan dari tembok, sedangkan bagian Barat dan Utara dari kaca riben gelap 5 rnm. Ruangan penelitian dilengkapi pendingin ruangan berkekuatan 1/2 PK, digunakan apabjla kondisi ruang penelitian melebihi kehidupan nyaman bagi kehidupan larva. Rataan dan standar deviasi dari temperatur, kelembaban, dan cahaya ruangan penelitian pada waktu pagi, siang, sore dan malam hari disajikan pada Tabel 9, sedangkan rincian secara lengkap dicantumkan pada Lampiran 2. Tabel 9. Rataan dan Standar Deviasi Temperatur. Kelembaban dan Cahaya Harian Ruang Peneliian Waktu
Temperatur ...... PC)......
Kelembaban
Cahaya
... ... (oh)......
........(LUX) ........
Pagi
Siang Sore Malam
Penelitian dikejakan mulai bulan Mei 1999 sarnpai dengan bulan April 2000, sedangkan penanaman murbei sebagai pakan ulat sutera dilakukan pada tanggal 27 September 1998.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Program Persilangan Penelitian ini dikerjakan secara eksperimental pada ruangan terkontrol. Program persilangan untuk membentuk galur baru ulat sutera menerapkan sjstern perkawinan individu-individu tidak berkerabat dan berkerabat (Gambar 8). Generasi
Silangan 1
Silangan 2
Silangan 3
Silangan 4
TJC IM
CJT IM
JTC
TJC 1M
CJT
JTC IM
IM
4
1
pq
Gambar 8. Skema Persilangan untuk Membentuk Galur Baru Ulat Sutera. IM = interse mating (kawin sesama); C, I. dan T masing-masing adalah ulat sutera ras Cina, Jepang dan Tropik; ( ) Galur Mumi yang Mewakili Masing-masing Ras Ulat Sutera.
Pada generasi pertama disilangkan dua ras ulat sutera, yakni galur Poly x Bolo8 dan resiprokalnya, sehingga rnenghasilkan generasi kedua dengan komposisi gen 50 %T; 50 %J. Tujuannya persilangan ini adalah untuk mendapatkan serat yang tebal dan halus, namun tetap pendek. Generasi kedua disilangkan lagi dengan 60207 secara resiprokal, sehingga menghasilkan generasi ketiga dengan komposisi gen 50 25
%C;
%J; 25 %T. Tujuan disilang dengan ras Cina adalah untuk mendapat-
kan serat yang panjang, haius dan tebal. Generasi ketiga sampai keenarn dikawinkan sesarnanya
(interse mating) pada setiap generasi untuk
mernbentuk ulat sutera inbred. Prosedur tersebut dimaksudkan guna mengeliminir gen-gen yang pengaruhnya mewgikan dan rnernanfaatkan gen-gen yang pengaruhnya rnenguntungkan pada persilangan berikutnya.
3.3.2 Sampel Pegamatan Untuk rnenangkap variasi genetik dari populasi dasar, digunakan kira-kira lima belas ribu butir telur dengan kontribusi masing-masing lima ribu butir telur dari galur murni Bol08, Bo207 dan Poly. Telur-telur tersebut berasal dari tiga puluh induk ngengat (masingrnasing induk menghasilkantelur kira-kira 500 butir). Pada setiap generasi dan persilangan digunakan sampel telur dari sepuluh induk ngengat yang telah terseleksi, kemudian ditetaskan. Larva kecil (instar 1-3) dipelihara dalarn satu sasag yang dikelornpokkan bedasarkan galur mumi dan perlakuan persilangan. Pada instar ernpat diarnbil secara acak 500 larva pada masing-masing persilangan dan generasi, kemudian ditempatkan
pada masing-masing sasag sebanyak 100 larva sebagai unit percobaan, sehingga seluruh sampel berjumlah 2000 larva besar (instar
4 - 5) dari
empat persilangan atau perlakuan. Kokon normal dan tidak normal pada setiap unit percobaan dipisahkan. Untuk analisis serat diarnbil secara acak 10 kokon normal dari setiap unit percobaan, sehingga jurnlah sampel pada setiap persilangan berjumlah 50 kokon, atau sebanyak 200 kokon pada setiap generasi. Kokon normal lainnya diarnbil seluruhnya, kemudian dibedah pada ujung kokon untuk diidentifikasi jenis kelamin pupanya. Pada setiap unit percobaan dipilih masing-masing empat kokon dengan jenis kelamin pupa betina dan jantan yang memiliki bobot kulit kokon paling berat, sehingga pada setiap persilangan pada rnasingmasing generasi diseleksi 20 ngengat betina dan 20 ngengat jantan atau sarna dengan 160 ngengat betina dan jantan atau 8 % dari populasi. Seleksi induk didasarkan atas keperidian, dan hanya 10 induk dengan keperidian terbanyak atau berjurnlah 40 induk pada setiap generasi persilangan atau sarna dengan 2 % dari seluruh populasi pada setiap generasi persilangan.
3.3.3 Seieksi Tetua dan Prosedur Pemeliharaan Pada setiap generasi dilakukan seleksi guna memilih tetua. Seleksi tetua menggunakan seleksi massa yang dilakukan atas dasar kriteria seleksi berat kulit kokon. Prosedur penetasan telur, pemeliharaan larva, seleksi kokon sarnpai ngengat diillustrasikan pada Gambar 9.
Garnbar 9. Diagram Prosedur Pemeliharaandan Proses Seleksi pada Setiap Generasi Persilangan
3.3.3.1 Penetasan Telur Perlakuan penetasan teiur mengikuti prosedur Singh dan Shukla
(1992), Manjula dan Hurkadli (1996). dan Kim (1998b). Telur-telur yang dihasilkan ngengat direndam dalam larutan fomalin 2% selama lima menit, lalu dikering-anginkan sernbilan jam
Telur Bolo8 dan Bo207 dipanaskan selama 5 menit dalam larutan HCI dengan berat jenis (BJ) 1.076 pada temperatur 46
OC,kemudian
dicuci dengan mengalirkan air kran secara kontinyu selama satu jam untuk mernbuang sisa-sisa asarn yang menempel pada kulit telur, lalu dikeringanginkan. Setelah kering kemudian dimasukkan dalam inkubator pada temperatur 24-25
OC sampai telur menetas. Telur Poly merupakan telur
nondiapause sehingga tidak dicuci dengan larutan HCI. Telur-telur tersebut akan menetas 9 - 11 hari setelah dirnasukkan dalam inkubator. Larva yang menetas lebih dahulu dimasukkan ke dalam gelas petridis dan disimpan pada lemari pendingin yang bersuhu 5 OC.Setelah telur menetas seragam dilakukan hakikate pada jam 09.00 WITA.
3.3.3.2 Pemeliharaan dan Desinfeksi Tubuh Larva Pemeliharaan larva dilakukan pada sasag sesuai dengan ras dan zuriat hasil silang. Larva yang akan mengalami pergantian kulit, terlebih dahulu didesinfeksi menggunakan campuran kapur tohor dan kaporit dengan takaran 95 g kapur tohor dan 5 g kaporit, ditaburi secara merata pada bagian tubuh larva rnenggunakan ayakan halus.
3.3.3.3 Pengokonan dan Panen Kokon Pada akhir instar lima atau ketika tubuh larva sudah kelihatan transparan, setiap larva dipindahkan ke alat pengokonan. Larva-larva tersebut dibiarkan melakukan pengokonan sampai sempuma, kemudian dilakukan panen kokon dengan cara membersihkan bulu-bulu kokon.
3.3.3.4
ldentifikasi Jenis Kelamin Pupa
Setelah panen kokon, kemudian kokon normal dan tidak normal dipisahkan. Kokon-kokon normal pada setiap ulangan diambil secara acak sepuluh kokon untuk analisis serat, sedangkan kokon normal lainnya dibedah pada ujung kokon untuk identifikasijenis kelamin pupanya. Kokon dengan jenis kelamin pupa betina dan jantan dipisahkan dengan ciri spesifik seperti ditunjukkan Kim ( 1 9 9 8 ~pada ) Gambar 10.
::. . -.: . . _.._ . .. _ _:
Betina
.,... <-.: :
;
Jantan
Gambar 10. Bentuk dan Karakteristik Ekstemal Kelenjar Reproduksi Pupa Jantan dan Betina Setiap kokon dengan jenis kelamin pupa betina dan jantan ditimbang, kemudian diseleksi kokon yang memiliki berat kulit kokon tertinggi pada masing-masing jenis kelamin pupa dan dibiarkan menjadi ngengat atau sebagai tetua terseleksi pada generasi berikutnya.
3.3.3.5 Perkawinan Ngengat Ngengat betina dan jantan diseleksi berdasarkan bentuk sayap normal, sedangkan bentuk sayap vestigeal disingkirkan. Ngengat betina dan jantan yang terseleksi berdasarkan bentuk sayap normal kemudian dikawinkan. Seleksi selanjutnya diarahkan pada jumlah telur yang dihasilkan seekor induk. Ngengat jantan umumnya lebih dahulu keluar daripada ngengat betina, dan sementara menunggu perkawinan maka ngengat jantan disimpan dalam lernari pendingin pada ternperatur 10 OC. Perkawinan ngengat dilakukan di bawah corong plastik untuk menghindari pergantian pasangan. Perkawinan ngengat dilakukan selama empat jam guna mendapatkan daya tetas tinggi, seperti direkornendasikan Petkov eta/. (1979) dan Chattopadhyay (1995). Setelah kopulasi berlangsung empat jam, kemudian ngengat betina dan jantan dipisahkan. Ngengat betina ditempatkan pada kotak silinder dari paralon berdiameter 4 cm, tinggi 1.5 cm dengan alas tempat bertelur dari kertas semen, kemudian ditutup lembaran karet hitam sampai ngengat betina bertelur semua.
3.3.4 Desinfeksi Ruang Penelitian dan Peralatan Ruang pemeliharaan sebelum digunakan terlebih dahulu didesinfeksi rnenggunakan larutan formalin 4 %, kemudian ditutup rapat selama 24 jam dan dibuka kembali selama 24 jam sebelurn pemeliharaan larva. Semua peralatan yang digunakan untuk pemetiharaan ulat sutera sebelum digunakan didesinfeksi dulu menggunakan larutan formalin 4 %.
Selarna proses pemeliharaan larva sampai proses pengokonan, temperatur dan kelernbaban ruang penelitian dikontrol. Pencatatan temperatur, kelernbaban, dan intensitas cahaya disesuaikan dengan frekuensi pemberian pakan. Pernbacaan temperatur dilakukan pada dua terrnorneter yang dipasang di ruangan penelitian, terdiri atas temorneter ruangan dan termometer kering-basah. Pembacaan kelernbaban nisbi udara diketahui dari terrnorneter kering-basah, sedangkan intensitas cahaya ditangkap rnelalui rekaman optik Lux Hi Tester.
3.4. Peubah yang Diamati dan Pengukurannya Peubah yang diamati dalarn penelitian ini rneliputi karakter kualitatif dan kuantitatif.
3.4.1. Karakter Kualitatif Karakter kualitatif mengkaji fenornena pewarisan karakter voltinisme dan struktur serat sutera. Pengarnatannya dimaksudkan untuk mengungkap apakah telur-telur yang dihasilkan rnelalui persilangan bersifat diapause atau non-diapause. Penentuan karakter voltinisrne dilaku kan dengan cam: telur-telur yang dihasilkan pada setiap persilangan dan pada setiap induk dibagi menjadi dua, sebagian telur diberi pertakuan HCI dan sebagian lainnya tidak diberi HCI. lnterpretasi karakter voltinisrne terhadap telur diketahui dari menetas tidaknya telur-telur yang tidak diberi perlakuan HCI. Bila telur yang tidak diberi perlakuan HCI rnenetas dalam
waktu 14 hari maka karakter voltinisrnenya bersifat polivoltin, sedangkan bila tidak rnenetas rnaka karakter voltinjsrnenya bersifat bivoltin. Struktur serat sutera ditentukan rnelalui scanning electrone micros-
cope. Prinsip kerja adalah apabila permukaan spesirnen (dalarn ha1 ini serat sutera) diiradiasi dengan pancaran ekktron rnaka akan terjadi interaksi antara atom-atom pada spesirnen dengan pancaran elektron sehingga dapat rnernberi informasi. lnformasi tersebut diubah rnenjadi bentuk signal elektrik, kernudian dikuatkan dan disalurkan dalarn bentuk garnbar ke tabung sinar katode (catbode ray tube). Prosedur dirnulai dengan penyiapan logarn baja berbentuk silinder, sampel serat sutera dan tip ganda berlapis karbon. Tip ganda berlapis karbon dilekatkan pada salah satu sisi logam baja, kemudian serat sutera ditempet di atasnya. Spesimen yang telah siap kernudian disepuh dengan rnenggunakanemas, kemudian diamati pada perbesaran 2000 kali.
3.4.2. Karakter Kuantitatif Peubah kuantitatif yang diamati adalah sebagai berikut: 3 . Bobot awal larva pada setiap instar dan bob& larva instar lima hari
kelima ()I-5). Data bobot badan ini dipergunakan untuk rnengkaji tingkat perturnbuhan dari ulat sutera, dalarn satuan centigram. 2. Berat kokon basah (freshcocoons), adalah berat seluruh kokon yang
terdiri atas kulit kokon dan pupa, dalarn satuan gram.
3. Berat kulit kokon, adalah berat kokon setelah dikeluarkan pupanya, dalarn satuan gram.
4. Persentase kulit kokon, adalah berat kulit kokon dibagi dengan berat kokon basah dikalikan 100 %.
5. Panjang serat sutera, adalah panjang serat sutera terurai dari sebutir kokon, dalarn satuan meter 6. Berat serat sutera, adalah berat serat sutera pintal dari sebutir kokon,
dalam satuan gram. 7. Tebal serat sutera dalam satuan denier. Satu denier dianalogikan sama dengan 450 rn panjang serat sutera dan berat 0.05 g
(JOCV,
1975; Tsubouchi et a/., 1997). Berdasarkan ketentuan tersebut maka diformulasikan tebal serat sutera dalam satuan denier sebagai berikut: Berat serat sutera Tebal Serat Sutera (d) =
x 9000
Panjang serat sutera 8. Kemuluran serat sutera, adalah regangan yang terjadi pada serat
sutera setelah ditarik atau diberi massa pemberat, dengan satuan sentimeter Nilai heterosis dari setiap peubah kuantitatif yang diamati, dihitung rnenggunakan rumus: H = P,
- Pr / PTx 100 %, dengan keterangan H, Pz,
dan PT secara berurut adalah nilai heterosis, nilai rataan performans zuriat, dan nilai rataan performans dari ras tetuanya pada masing-masing peubah.
3.5. Rancangan Penelitian dan Analisis Data Penelitian dirancang menggunakan rancangan acak kelompok dengan rnetode persilangan sebagai perlakuan dan masing-masing per-
lakuan diulang 5 kali. Model matematik dari rancangan tersebut adalah: Y , = u + T, + BJ + E(,,). Y,, = pengarnatan pada persilangan ke i dan pengelornpokan ke j u = efek rataan secara umum, T, = efek persilangan ke
I,
B, = efek pengelompokan ke j, dan E(,,, = efek random karena
perlakuan ke i dan pengelompokan ke j. Penguj~ansecara statistik terhadap peubah yang diukur rnenggunakan analisis sidik ragam atas dasar rancangan acak kelompok Uji beda antarperlakuan menggunakan kontras ortogonal (Gill, 1978). Proses tabulasi dan analisis data menggunakan komputer program Microsoft Excel 2000 dan Minitab 1