III. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dimulai dari bulan September 2005 sampai Februari 2006. Rentang waktu tersebut mencakup waktu sebelum, pada saat dan setelah puncak musim benur dan nener. Lokasi pengambilan sampel adalah di sepanjang pantai Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Propinsi Sulawesi Selatan (Gambar 2). S. Sawitto
Suppa
k
Lero Tanjung
20 meter 10 meter
M
-4.00
-4.02
l uk
Su p Tambak pa P Kamarang
a
-3.98
Te
t
D4 D3 D2 D1
LINTANG SELATAN
a
-3.96
s
s
-3.94
a
r
-3.92
-4.06
-4.08
S
e
C4 C3 C2 C1
l
a
-4.04
119.54
119.56
119.58
119.60
119.62
119.64
BUJUR TIMUR
B4 B3 B2 B1
A4 A3 A2 A1
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian di Pantai Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang. Jarak antar Transek (A1, B1, C1, D1), Sejajar Garis Pantai Masing-masing 1 Km. Jarak antar Stasiun (A1, A2, A3, A4), Tegak Lurus Pantai Masing-masing 75 m. (Sumber Peta: Didigitasi Ulang dari Peta Bakosurtanal, 2005).
32 Pengambilan Data Pengambilan data yang dilakukan dengan pengukuran in situ di lapangan berupa pengukuran parameter lingkungan (suhu, salinitas, kadar DO, kedalaman kecerahan, kecepatan arus), pengukuran produktivitas primer, pengambilan contoh untuk identifikasi jenis dan kelimpahan plankton, benur, dan nener serta larva lainnya; serta pengamatan pemangsaan fitoplankton oleh zooplankton dan pengamatan pemangsaan plankton (fitoplankton dan zooplankton) oleh benur, nener, dan larva lain.
Kegiatan yang
dilakukan di laboratorium terdiri dari
identifikasi jenis plankton dan larva, pengambilan gambar plankton, percobaan isolasi plankton, dan pengukuran kadar nutrien (Lampiran 1). Stasiun-stasiun pengamatan dan pengambilan data dibuat sebanyak 16 stasiun dalam 4 transek (4x4) dengan arah sebaran stasiun per transek tegak lurus garis pantai. Setelah dilakukan survei di lokasi penelitian yang menunjukkan topografi dan batimetri perairan pantai yang hampir sama pada semua transek, maka sebaran stasiun dalam satu transek ditentukan berdasarkan jarak yaitu 75 meter antar stasiun dengan posisi stasiun terdekat dengan garis pantai ditetapkan pada kedalaman 0.5 meter pada waktu surut. Penentuan stasiun sebagai titik sampling dilakukan dengan memasang tanda sebagai acuan di pantai. Frekuensi pengambilan contoh di lapangan dilakukan dengan interval yang bervariasi antar parameter yang diukur. Pengukuran Parameter Lingkungan Pengukuran parameter lingkungan dilakukan 2 (dua) kali dalam sebulan bersamaan dengan pengambilan contoh plankton, benur, nener, dan larva pada semua stasiun pengamatan.
Parameter lingkungan hanya diukur pada bagian
permukaan saja sebab berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Naulita (1998) di perairan Selat Makassar terjadi percampuran sampai kedalaman 20 m. Parameter lingkungan yang diukur secara in situ adalah suhu, salinitas, kadar DO, kedalaman, kecerahan dan kecepatan arus pada semua stasiun (14 kali selama penelitian). Pengambilan air contoh untuk pengukuran kandungan nutrien (nitrat, fosfat dan silikat) dilakukan pada setiap transek di stasiun terdekat dari pantai sebab berdasarkan uji statistik sampling pertama data parameter lingkungan
33 didapatkan bahwa tidak ada perbedaan antar stasiun yang dekat pantai dengan ketiga stasiun yang berjarak 75 m, 150 m dan 225 m dari pantai (Lampiran 2). Selain itu,
pengambilan data nutrien ini hanya difokuskan pada wilayah
penangkapan benur dan nener. Kemudian frekuensi pengukuran data nutrien yaitu 7 (tujuh) kali selama penelitian sebab dianggap bahwa perubahan nutrien tidak secepat perubahan biologis yang terjadi di laut, dengan cara mengambil air permukaan sebanyak 250 ml lalu dimasukkan ke dalam botol sampel yang terbuat dari bahan kaca. Setiap botol sampel diberi label kemudian dimasukkan ke dalam cool box bersuhu 4oC dan untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Jenis parameter, alat, dan metode pengukuran yang digunakan dalam pengukuran parameter lingkungan disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Parameter Lingkungan, Alat/Metode yang Digunakan, Frekuensi, dan Jumlah Stasiun Pengamatan
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Parameter Lingkungan Suhu Salinitas Oksigen terlarut (DO) Kecerahan Kecepatan arus Fosfat Nitrat Silikat Pasang Surut
Alat/metode Termometer/Pemuaian Hand Refraktometer/Refraksi DO meter/potensiometrik Secchi disck/visual Floating drauge/Langrangian Spektrofotometer/Colorimetri Spektrofotometer/Colorimetri Spektrofotometer/Colorimetri Menggunakan Data Dishidros
Frekuensi/ Jumlah 6 bulan Stasiun 14 16 14 16 14 16 14 16 14 16 7 4 7 4 7 4 1 16
Pengambilan Sampel Plankton dan Larva Pengambilan sampel untuk perhitungan kelimpahan dan komposisi jenis fitoplankton, zooplankton, benur, nener, dan larva lainnya dilakukan dengan cara menyaring air laut menggunakan plankton net dan seser. Plankton net yang digunakan untuk fitoplankton dengan mesh size 35 µm dan untuk zooplankton dengan mesh size 50 µm dengan luas bukaan 962 cm2 (Gambar 3A). Untuk menyaring benur, nener, larva digunakan seser (alat tangkap) dengan mesh size 0.1mm yang digunakan nelayan setempat selama ini sebagai pengganti larva net (Gambar 3B).
34
Pelampung Bingkai Seser
Kantong Jaring Kantong Jaring Seser Pelampung
A
B
Gambar 3 Sketsa Plankton Net Bersusun (A) dan Alat Seser (B). Metode penyaringan plankton (fitoplankton dan zooplankton) dilakukan dengan cara menyaring air sebanyak 80 liter menggunakan plankton net berlapis yaitu 50 µm pada lapisan pertama dan 35 µm pada lapisan kedua. Lapisan pertama bertujuan untuk mengumpulkan zooplankton dan yang kedua untuk mengumpulkan fitoplankton. Kedua lapisan plankton net dilengkapi dengan wadah terbuat dari plastik volume 250 ml. Net plankton yang terkumpul 150 ml dimasukkan dalam botol sampel dan diawetkan dengan larutan lugol untuk keperluan identifikasi dan perhitungan kelimpahan. Untuk identifikasi plankton menggunakan buku pedoman Yamaji (1982). Sebanyak 3.125 ml segera dimasukkan ke dalam masing-masing wadah (kotak untuk pengamatan pemangsaan) pada waktu yang bersamaan dengan pengamatan pemangsaan. Pengambilan contoh untuk kelimpahan benur, nener, dan larva hewan lainnya dilakukan dengan cara mendorong alat (seser) sejauh 25 meter sejajar garis pantai, yaitu pada setiap transek A1, B1, C1 dan D1. Hal ini disebabkan karena alat (seser) yang digunakan hanya dapat dioperasikan di stasiun paling dekat dengan pantai pada masing-masing transek. Alat ini dioperasikan dengan mendorong alat (seser) sambil berjalan. Jaring yang digunakan sesuai dengan yang digunakan masyarakat nelayan selama ini dalam menangkap benur dan nener yaitu seser berukuran lebar bukaan mulut 150 cm dengan
rata-rata
kedalaman sekitar 20 cm dari permukaan saat jaring ditarik. Penarikan jaring 25 meter sejajar garis pantai dan diulangi 3 (tiga) kali di stasiun terdekat garis pantai
35 pada kedalaman 0.5 meter pada masing-masing transek. Benur dan nener yang tersaring dipisahkan dari kelompok larva hewan lainnya segera setelah setiap kali penarikan seser. Benur dan nener yang tersaring pada setiap pengambilan contoh langsung dihitung jumlahnya sewaktu dipisahkan dari kelompok larva lainnya. Dengan membagi jumlah benur yang tertangkap dengan volume air yang tersaring maka kelimpahan benur dan nener dapat dihitung. Benur dan nener yang telah dipisahkan selanjutnya dimasukkan ke dalam kotak pemangsaan yang digunakan untuk pengamatan pemangsaan. Pengukuran Produktivitas Primer Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan menggunakan metode botol-gelap dan botol-terang untuk menentukan laju fotosintesis dan respirasi fitoplankton yang terdapat pada perairan yang diteliti, mengikuti cara yang telah dilakukan Kaswadji (1997). Sampel air diambil pada setiap stasiun yang dipilih kemudian dimasukkan ke dalam botol BOD atau botol terang dan botol gelap masing-masing sebanyak 250 ml. Selanjutnya diinkubasi selama 4 jam, kemudian diukur kadar oksigen pada setiap botol. Rata-rata produktivitas primer harian ditentukan dengan melakukan percobaan/pengukuran pada lama inkubasi setiap interval 4 jam selama 24 jam. Hasil pengukuran pada setiap interval dirata-ratakan untuk memperoleh produktivitas primer harian (gram Carbon per hari per m2). Gross Photosynthesis (GP = fotosintesis kotor) didapat dengan mengurangkan kandungan oksigen terlarut dalam botol gelap dari kandungan oksigen dalam botol terang, setelah dilakukan pencahayaan (inkubasi). Oksigen terlarut diukur dengan titrasi Winkler (Schlieper 1968) di lapangan. Nilai oksigen terlarut hasil pengurangan tersebut kemudian dikonversikan kesatuan mgC/ltr/jam dengan formula sebagai berikut:
Keterangan: BT = botol terang, BG = botol gelap, KF (Kuosien Fotosintesis) = 1.2 (Ryther & Menzel 1965). Pengukuran produktivitas primer perairan dilakukan setiap 2 kali pengukuran parameter lingkungan atau sekitar sekali sebulan dengan tujuan untuk
36 mengetahui bagaimana variasi harian laju fotosintesis dan kaitannya dengan kelimpahan benur dan nener serta larva lainnya. Pengukuran produktivitas primer dilakukan pada 4 (empat) transek di setiap stasiun terdekat dari garis pantai. Penetapan ini disesuaikan dengan tempat pengambilan data kelimpahan benur dan nener. Hal ini dilakukan karena keterbatasan untuk mengukur produktivitas dalam waktu yang bersamaan pada semua stasiun seperti pada pengukuran kelimpahan. Pengamatan Pemangsaan Pengamatan pemangsaan di lapangan menggunakan metode inkubasi dengan memodifikasi metode yang telah dilakukan Kaswadji (1997). Inkubasi dilakukan dengan memelihara plankton, benur, nener, larva lain, dalam alat/kotak yang dibuat dari net yang tidak meloloskan fitoplankton (mesh size 35 µm). Kotak dibuat dalam bentuk kubus dengan ukuran 10 X 10 X 10 cm3 atau bervolume 1 liter (Gambar 4A). Kotak pemangsaan ditempatkan dalam kolom air sekitar 50 cm dari permukaan dengan jarak antar kotak 20 cm (Gambar 4B). Pelampung
Pelampung
Tali J an
r gka Jan Tali
gkar
Permukaan Air
Kotak Pemangsaan Jangkar
A
Jangkar
B
Gambar 4 Sketsa Desain Alat/Kotak (A) dan Pemasangan Kotak Pemangsaan di Laut (B). Setiap kurungan diisi fitoplankton, zooplankton, benur/nener dan larva lain dalam 12 kombinasi. Masing-masing kombinasi terdiri dari 6 kurungan sehingga jumlah total kurungan adalah 72. Masing-masing kurungan
diamati setiap
interval 4 jam selama 24 jam. Kombinasi-kombinasi yang diisikan ke dalam kurungan pemangsaan terdiri dari: 1. Fitoplankton tunggal (F) 2. Zooplankton tunggal (Z) 3. Fitoplankton +zooplankton (F+Z)
37 4. Fitoplankton + benur dan nener (F+B/N) 5. Fitoplankton + larva lain (F+L) 6. Fitoplankton + benur dan nener + larva lain (F+B/N+L) 7. Zooplankton + benur dan nener (Z+B/N) 8. Zooplankton + larva lain (Z+L) 9. Zooplankton + benur dan nener + larva lain (F+B/N+L) 10. Fitoplankton + zooplankton + benur dan nener (F+Z+B/N) 11. Fitoplankton + zooplankton + larva lain (F+Z +L) 12. Fitoplankton + zooplankton + benur dan nener+ larva lain (F+Z+B/N +L) Fitoplankton dan zooplankton yang diisikan ke dalam kotak pemangsaan yang kombinasinya ada fitoplankton (F) atau zooplankton (Z) adalah sebanyak 3.125 ml yang diambil dari bucket volume 250 ml hasil penyaringan air 80 liter dengan plankton net. Dengan mengisi sebanyak volume ini maka kelimpahan fitoplankton dan zooplankton sama dengan kelimpahan sebenarnya di alam. Jumlah benur, nener dan larva lain yang diisikan ke dalam setiap kotak pemangsaan adalah masing-masing sebanyak 5 ekor. Larva lain yang dimasukkan adalah larva udang (crustaceae) yang dominan dalam komposisi larva yang tersaring. Kepadatan ini berbeda dengan kepadatan yang direncanakan karena kesulitan dalam teknis ketika jumlah yang diisikan proporsional dengan kelimpahan plankton.
Oleh karena itu pengamatan pemangsaan ditetapkan
mengacu pada kepadatan plankton saja. Pengamatan pemangsaan dilakukan dengan cara mengambil sampel satu kotak untuk setiap kombinasi yang dilakukan setiap selang waktu 4 jam untuk menghitung kelimpahan fitoplankton dan zooplankton. Sampel diawetkan dalam botol sampel dengan larutan lugol dan formalin 4%, untuk selanjutnya diidentifikasi dan dicacah di laboratorium melalui pengamatan di mikroskop. Dengan melakukan eksperimen ini, selain dapat perhitungan laju pemangsaan populasi juga dapat diidentifikasi jenis-jenis fitoplankton dan zooplankton yang potensial menjadi makanan alami benur dan nener.
Di samping itu dapat
dilakukan pendugaan terhadap efek kompetisi larva lain terhadap benur dan nener dalam pemangsaan plankton.
38 Analisis Data Pengujian hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan analisis terhadap data yang telah dikumpulkan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian dan tujuan masing-masing analisis adalah sebagai berikut: •
Analisis ragam atau Analisis of Variance
(ANOVA), tujuannya untuk
mengetahui adanya perbedaan respon (parameter lingkungan, kelimpahan fitoplankton, zooplankton, benur, nener, larva lain, dan produktivitas primer) antar faktor (waktu dan lokasi). •
Uji beda rerata Tukey (Tukey’s HSD Test) untuk menguji perbedaan rata-rata antar faktor, digunakan sebagai uji lanjut pada hasil ANOVA yang menunjukkan hasil yang signifikan.
•
Analisis regresi linier sederhana (Simple Linier Regression Analysis), tujuannya untuk menduga laju pemangsaan, pemangsaan individu, laju pemangsaan individu harian, dan untuk
menguji hubungan linier antara
kelimpahan fitoplanton dengan zooplankton. •
Analisis regresi linier berganda (Multiple Linier Regression Analysis), tujuannya untuk menduga dan menghitung korelasi parsial antara kelimpahan fitoplankton, zooplankton, benur, nener dan larva lain dengan parameter lingkungan.
•
Analisis komponen utama atau Priciple Component Analysis
(PCA)
bertujuan untuk menjelaskan karakteristik lokasi penelitian berdasarkan distribusi sapsiotemporal parameter lingkungannya. •
Sidik gerombol atau Cluster Analysis digunakan untuk mengelompokkan observasi dalam analisis PCA berdasarkan kemiripannya.
•
Analisis Faktorial korespondensi atau Factorial Correspondence Analysis (FCA) bertujuan untuk menjelaskan assosiasi antara jenis fitoplankton dengan zooplankton dengan stasiun dan waktu tertentu.
•
Uji t berpasangan (t Paired Test) bertujuan untuk membandingkan laju pemangsaan fitoplankton oleh benur, nener, dan larva lain antar kombinasi pengamatan pemangsaan.
39 •
Analisis spasial bertujuan untuk menggambarkan sebaran mendatar parameter lingkungan dan kelimpahan plankton. Operasional analisis analisis tersebut digunakan perangkat lunak sebagai
alat bantu seperti SPSS 12.0 dan Exel Stat 7.0. Disamping beberapa analisis tersebut digunakan pula alat bantu lain seperti Surfer 7.0. untuk mengambarkan sebaran mendatar beberapa parameter lingkungan dan Microsoft Excel untuk penyajian dalam bentuk diagram, grafik dan histogram. Parameter Lingkungan Pembandingan nilai beberapa parameter lingkungan dilakukan dengan analisis ragam (ANOVA) menggunakan desain eksperimen acak kelompok (Randomized Block Design). Dalam analisis ini yang dijadikan faktor adalah musim berdasarkan kelimpahan benur dan nener, sedangkan pengelompokannya berdasar lokasi yaitu transek. Alasan penentuan musim sebagai faktor dan transek sebagai kelompok adalah karena penelitian ini lebih menekankan pada dinamika populasi sehingga lebih tepat dengan melihat perbandingan antar musim. Waktu pengamatan bervariasi berdasarkan parameter lingkungan yang diukur yaitu 14 periode pengamatan untuk parameter lingkungan: suhu, salinitas, DO, dan kecepatan arus dan 7 periode pengamatan untuk kadar nutrien (nitrat, fosfat dan silikat). Klasifikasi musim ditentukan berdasarkan kelimpahan benur dan nener yang dibagi menjadi 3 klasifikasi atau kategori yaitu: (1) sebelum puncak musim; (2) puncak musim; dan (3) setelah puncak musim. Pengelompokan menurut lokasi yaitu transek (4 transek).
Model linier yang
digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut: Yijk = µ + Wi + Kj + εijk , Keterangan: Yijk μ
= Respon pada musim ke-i, pada kelompok (transek) ke-j ulangan ke-k. = Rata-rata umum
Wi Kj εijk
= Pengaruh musim ke-i (musim i = 1,2 dan 3). = Pengaruh kelompok ke-j (transek j = 1, 2,3 dan 4) = Galat akibat musim ke-i pada kelompok ke-j dan ulangan ke-k
40 Desain eksperimen dengan model tersebut digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan parameter lingkungan antar musim pengamatan.
maupun lokasi
Pembandingan rata-rata antar musim dan kelompok transek
dilakukan dengan menggunakan uji beda rerata Tukey (Tukey HSD) pada selang kepercayaan α= 0.05. Uji Tukey digunakan setelah hasil ANOVA menunjukkan pengaruh yang signifikan. Untuk memudahkan pembacaan hasil uji ini maka dalam penyajiannya digunakan huruf superskrip di belakang nilai rata-rata sebagai pembeda baik berdasarkan kolom maupun baris dalam satu tabel. Selain membandingkan antar musim dan lokasi, parameter lingkungan digambarkan secara spasial dalam bentuk sebaran mendatar setiap bulan menggunakan
Surfer 7.0 kecuali arus dan nutrien.
Karena data parameter
lingkungan terdiri dari banyak variabel dan observasi berdasarkan waktu dan lokasi maka untuk memudahkan dalam interpretasi maka digunakan teknik reduksi data dengan menggunakan analisis multivariate Principle Component Analysis (PCA). Dengan analisis PCA maka karakterisasi waktu dan lokasi pengamatan
dapat
disederhanakan
berdasarkan
distribusi
spasiotemporal
parameter lingkungan. Kemiripan antar observasi dianalisis dengan sidik gerombol. Analisis PCA dijalankan dengan menggunakan perangkat lunak Excel Stat 6.0 sedangkan sidik gerombol dijalankan menggunakan SPSS 10.0. Produktivitas Primer Pembandingan produktivitas primer antara waktu dan lokasi penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) rancangan kelompok (Zar, 1984). Untuk membandingkan rata-rata produktivitas primer pada setiap kombinasi
perlakuan
dilanjutkan
dengan
uji
Tukey.
Hubungan
antara
produktivitas primer (Y) dengan parameter lingkungan dan kelimpahan fitoplankton (X) dianalisis dengan regresi linier berganda (Multiple Regression Analysis), metode stepwise. Selain itu dapat juga ditunjukkan nilai korelsi parsial antar parameter. Untuk memudahkan perhitungan dalam analisis digunakan alat bantu perangkat lunak SPSS 15.0.
41 Distribusi dan Kelimpahan Plankton, Benur, Nener dan Larva Lainnya Perbedaan kelimpahan fitoplankton, zooplankton, benur, nener dan larva lain berdasarkan waktu dan lokasi di analisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) rancangan kelompok seperti yang digunakan dalam analisis parameter lingkungan. Data kelimpahan fitoplankton dan zooplankton yang dianalisis terdiri dari 14 waktu pengamatan dan 16 stasiun, sedangkan kelimpahan benur, nener dan larva lain waktu pengamatan disesuaiakan dengan kemunculannya dalam 4 transek. Hasil ANOVA yang signifikan dilanjutkan dengan uju beda rerata antara waktu maupun lokasi menggunakan uji Tukey. Pengaruh parameter lingkungan terhadap kelimpahan fitoplankton, zooplankton, benur, nener dan larva lain dijelaskan dengan analisis regresi linier berganda.
Pemilihan parameter lingkungan yang digunakan sebagai variabel
penduga dalam analisis regresi berganda disesuaikan dengan ada atau tidaknya hubungan fungsional dengan masing-masing variabel dependent. Kadar DO tidak dimasukkan dalam analisis regresi dengan kelimpahan fitoplankton karena DO merupakan hasil fotosintesis yang dihasilkan oleh fitoplankton. Kadar nutrien (nitrat, fosfat dan silikat) tidak diregresikan dengan kelimpahan zooplankton karena zooplankton tidak memanfaatkan langsung zooplankton. Sebaran spasial kelimpahan fitoplankton dan zooplankton digambarkan setiap bulan selama 6 bulan menggunakan alat bantu perangkat lunak Surfer 7.0. Assosiasi antara jenis fitoplankton dan zooplankton dengan waktu dan lokasi tertentu dijelaskan menggunakan analisis multivariet Factorial Correspondence Analysis (FCA) mengikuti petunjuk Legendre dan Legendre (1983), dan Bengen (1999). Dalam analisis ini digunakan perangkat lunak Excel Stat 6.0. Pemangsaan Plankton Analisis yang digunakan untuk menjelaskan pemangsaan adalah analisis regresi linier sederhana dan berganda yang terdiri dari analisis regresi untuk mengetahui laju pemangsaan, regresi antara laju pemangsaan dengan kelimpahan awal predator (pemangsa) dan prey (mangsa) dan regresi untuk mengetahui hubungan antara akumulasi dan laju pemangsaan dengan kelimpahan awal prey (mangsa). Analisis regresi tersebut masing-masing digunakan dalam menjelaskan
42 pemangsaan zooplankton terhadap fitoplankton, pemangsaan benur dan nener terhadap plankton (fitoplankton dan zooplankton) dan pemangsaan larva lain terhadap plankton. Laju pemangsaan dijelaskan dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana antara akumulasi pemangsaan (Y) dalam setiap waktu inkubasi (interval 4 jam atau 6 waktu inkubasi selama 24 jam) dengan waktu inkubasi (jam).
Laju pemangsaan didapatkan dari slope atau koefisien regresi yang
dinyatakan dalam satuan kelimpahan prey (sel, individu atau ekor) per jam dan dapat dikonversi menjadi laju pemangsaan harian dalam satuan kelimpahan prey per hari setelah digandakan dengan 24. Perhitungan ini dilakukan pada setiap periode pengamatan (7 periode pengamatan). Untuk pengamatan yang kombinasi prey tunggal fitoplankton dan tungal zooplankton data yang dianalisis terlebih dahulu dikoreksi dengan perubahan kelimpahan pada pengamatan pemangsaan tunggal fitoplankton dan tunggal zooplankton sehingga didapatkan laju pemangsaan bersih oleh predator. Koefisien regresi didapatkan dari perhitungan dalam proses dijelaskan di atas maka didapatkan 7 (tujuh) nilai yakni masing-masing dari satu periode pengamatan. Karena kelimpahan awal predator dan prey berbeda pada waktu inkubasi pertama sekali (jam ke-0) pada setiap periode pengamatan dalam pemangsaan zooplankton terhadap fitoplankton maka nilai koefisien regresi (Y) tersebut diregresikan lagi dengan kelimpahan awal fitoplankton, kelimpahan awal zooplankton dan rasio kelimpahan fitoplankton:zooplankton (variabelvariabel X) menggunakan analisis regresi berganda. Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan
hubungan
antara
perubahan
laju
pemangsaan
berdasarkan
kelimpahan awal dan rasio predator-prey. Pendugaan terhadap kelimpahan minimal mangsa untuk terjadinya pemangsaan oleh pemangsa dilakukan menggunakan analisis regresi linier sederhana. Nilai dugaan itu didapat dari nilai koefisien regresi dan intercept dalam persamaan regresi. Pemangsaan (Y) bernilai = 0 pada titik dimana garis persamaan regresi berpotongan dengan sumbu X yang nilainya adalah hasil bagi antara negatif intercept dengan slope.
Dalam analisis ini digunakan data
43 akumulasi pemangsaan 6 waktu inkubasi dari 6 periode pengamatan dengan menganggap nilai pemangsaan negatif sama dengan nol. Dinamika Populasi Plankton Dinamika populasi plankton, benur, nener dan larva lain dijelaskan berdasarkan perubahan kelimpahan populasi berdasarkan waktu pengamatan. Untuk menjelaskan bagaimana mekanisme dinamika populasi sehingga terbentuk pola perubahan kelimpahan berdasarkan waktu pengamatan maka digunakan analisis regresi yang digabungkan dengan analisis pemangsaan. Analisis regresi dihitung terhadap data menurut waktu pengamatan dan lokasi yang bersesuaian (variabel Y dan Xt0), variabel Y t0 dengan X t-1 (waktu pengamatan satu periode sebelumnya) dan variabel Y dengan X
t-2
(waktu pengamatan dua periode
sebelumnya). Penggambaran perubahan parameter lingkungan terhadap waktu dilakukan dengan cara memplotkan data pengamatan parameter lingkungan terhadap waktu selama penelitian. Kecenderungan pola perubahan masing-masing untuk fitoplankton, zooplankton, benur, nener dan larva lainnya, dijadikan pedoman untuk melihat korelasi dan menjelaskan pemangsaan. Pendugaan terhadap spesies atau genus yang potensial menjadi makanan benur dan nener dilakukan dengan menjalankan analisis tersebut di atas pada tingkat genus dan kelas plankton. Dengan melihat korelasi pada waktu yang berbeda ini maka dapat diduga waktu efek pemangsaan terhadap populasi pemangsa maupun mangsa berdasarkan besarnya nilai koefisien korelasinya.
Hasil ini digunakan untuk menjelaskan
mekanisme yang membetuk dinamika populasi.