III. 3.1.
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Upaya yang telah dilakukan oleh beberapa pihak pada penguatan kapasitas
nelayan di Kepulauan Seribu membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Sebagian besar nelayan telah beralih pada sistem penangkapan ramah lingkungan, yaitu penangkapan tanpa menggunakan potasium maupun sianida, melainkan hanya menggunakan jaring. Hal tersebut dapat dicapai berdasarkan kesadaran mereka sendiri akan resiko dan kerugian yang disebabkan oleh penggunaan sianida, antara lain (1) Menurunnya kualitas ikan hias yang ditangkap, karena penangkapan dengan menggunakan sianida bisa merusak kesehatan ikan dan menyebabkan kematian; (2) Rusaknya ekosistem terumbu karang yang menjadi habitat ikan hias, karena sianida dapat meracuni terumbu karang; (3) Hilangnya mata pencaharian nelayan ikan hias karena apabila terumbu karang rusak, maka ikan akan pergi, artinya nelayan tidak bisa lagi menangkap ikan di daerah yang sama, dan (4) Menurunnya tingkat kesehatan nelayan itu sendiri, karena sianida ini tidak hanya membius ikan target, tetapi juga ikan kecil dan biota lain yang berada disekitarnya, termasuk nelayan. Di sisi lain, di tengah persaingan perdagangan ikan hias di Jakarta, dimana semua perusahaan berkompetisi untuk mendapatkan ikan hias yang berkualitas dengan kenekaragaman jenis yang tinggi dan volume yang besar, perusahaan harus memastikan bahwa pasokan ikan hias akan selalu tersedia, sehingga dapat memenuhi permintaan pembeli. Terkait dengan jaminan pasokan yang diperlukan oleh perusahaan, tentunya perusahaan harus menerapkan manajemen rantai pasok yang baik. Pada lingkungan bisnis ikan hias laut tentunya telah berlaku suatu mekanisme rantai pasok, walaupun mungkin masih sederhana. Mekanisme rantai pasok tersebut pada umumnya melibatkan nelayan sebagai pemasok utama yang langsung mengambil produk berupa ikan hias dari alam untuk dipasok kepada pengepul, kemudian pengepul sebagai pemasok perantara antara nelayan dan perusahaan, selanjutnya perusahaan sebagai pemberi nilai tambah pada produk sebelum di ekspor ke manca negara dan akhirnya sampai pada importir (buyer).
Kesalingtergantungan yang terjadi di dalam mekanisme rantai pasok menuntut perusahaan untuk dapat mengelolanya dengan baik. Mengacu pada beberapa referensi pada bab sebelumnya, setiap pelaku di dalam rantai pasok harus memiliki orientasi rantai pasok terlebih dahulu sebelum mampu mengimplementasikan manajemen rantai pasok. Hal pertama yang harus dikaji dalam permasalahan ini adalah kesediaan para pelaku untuk terlibat di dalam manajemen rantai pasok. Nelayan, pengepul, dan perusahaan, bahkan importir pada dasarnya memiliki kepentingan yang berbeda-beda untuk individu/ organisasi mereka sendiri, karena mereka memiliki karakteristik yang berbedabeda. Namun di dalam rantai pasok, mereka memiliki kepentingan yang sejalan, yaitu menginginkan lancarnya distribusi produk dengan asas perdagangan yang adil (fair trade), sehingga rantai nilai yang ada dapat terdistribusi secara adil dan menguntungkan semua pihak. Penelitian ini membatasi kajiannya hanya pada nelayan, pengepul, dan perusahaan, tidak termasuk importir. Pada penelitian ini, dilakukan analisis kesediaan nelayan sebagai ujung tombak rantai pasok untuk berpartisipasi di dalam manajemen rantai pasok ikan hias non sianida. Dalam hal ini analisis kesediaan hanya dilakukan pada nelayan, dengan menggunakan analisa deskriptif. Selanjutnya, untuk menentukan strategi digunakan metode analisa hierarki proses (AHP). Analisa hierarki proses digunakan untuk memilih alternatif strategi yang tepat untuk skema manajemen rantai pasok yang efektif, yang merupakan tujuan utama dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya tentang kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 6.
27
Upaya Pengelolaan Ikan Hias Non Sianida
Kompetisi Perusahaan Ekspor Ikan Hias
Upaya pembentukan manajemen rantai pasok
Nelayan
Pengepul
Dugaan faktor yang mempengaruhi kesediaan nelayan
28
Analisis Deskriptif
Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi kesediaan nelayan
Analysis Hierarchy Process Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Laut yang Adil dan Lestari
Ket : Ruang lingkup penelitian
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional
Perusahaan
Importir
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Januari 2010.
Pengambilan data dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta dan di 3 Perusahaan Ekspor Ikan Hias di Tangerang. Pertimbangan bahwa sebagian besar aktivitas perdagangan dan penangkapan ikan hias terdapat di Kepulauan Seribu menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian. Jumlah eksportir ikan hias yang cukup banyak di Jakarta membuktikan bahwa daerah ini sangat produktif dan persaingan semakin ketat, baik itu persaingan antar perusahaan ataupun persaingan antar jaringan. Sedangkan penelusuran literatur dan pengolahan data dilakukan di Bogor, Jakarta dan sekitarnya pada bulan Agustus 2009 sampai Januari 2010.
Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian Sumber : www.kaskus.us/showthread.php?t=2587526
29
3.3. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua macam data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung melalui wawancara dengan pihak yaitu nelayan, pemasok, dan perusahaan yang terlibat dalam mekanisme rantai pasok. Sedangkan data sekunder berupa gambaran tentang kinerja perusahaan saat ini bisa didapatkan dari dokumen-dokumen perusahaan. Data mengenai kondisi lingkungan industri ekspor ikan hias laut, produksi, serta beberapa fenomena tentang industri ikan hias laut dan manajemen rantai pasok serta segala sesuatu yang terkait dengan penelitian ini dapat ditelusuri melalui internet, jurnal jurnal, BPS (Biro Pusat Statistik), Suku Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Dinas Perikanan dan Pertanian Propinsi DKI Jakarta, dan LSM Yayasan TERANGI (Terumbu Karang Indonesia). 3.4. Metode Pemilihan dan Penarikan Sampel Penelitian ini memiliki batasan yang cukup sempit tentang obyek yang diteliti, yaitu hanya pada beberapa perusahaan eksportir ikan hias laut di daerah DKI Jakarta yang memiliki jaringan dengan pengepul dan nelayan ikan hias laut di Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang. Dalam penentuan sampel, untuk perusahaan dan pengepul, peneliti menggunakan metode judgement sampling. Metode ini dilakukan dengan pertimbangan keefektifan, bahwa berdasarkan penilaian/ judgement peneliti atau expert, sampel yang bersangkutan adalah pihak yang paling sesuai, yang memiliki “information rich” untuk bisa memberikan informasi yang diperlukan peneliti. Sedangkan untuk nelayan, sampel ditentukan berdasarkan kuota sampling, yaitu dengan menggunakan teori pengambilan sampel dari Slovin untuk mengambil sejumlah tertentu sampel yang dianggap mewakili populasi. Jumlah total responden yang diwawancarai oleh penulis adalah 38 nelayan, 11 pengepul, 3 perwakilan perusahaan, dan 3 perwakilan pihak luar baik dari akademisi, LSM, maupun pemerintahan. Tabel struktur responden adalah sebagai berikut:
30
Tabel 3. Susunan Sampel dan Ahli sebagai Responden No. Analisa
Alat analisa
Sampel dan Ahli
1.
Gambaran rantai pasok ikan hias non sianida di Kepulauan Seribu
Analisis Deskriptif Kualitatif
a) 3 Perusahaan b) 1 Pengepul c) 10 Nelayan
2.
Kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias non sianida di Kepulauan Seribu
Analisis Deskriptif Kuantitatif
a) 38 dari 50 Nelayan
3.
Pemilihan strategi manajemen rantai pasok di Kepulauan Seribu
Analisis Hierarki Proses
a) 3 Perusahaan (PT. Dinar, CV. Cahaya Baru, dan CV Blue Star Aquatic) b) 1 Akademisi Ahli Manajemen Stratgis (Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis, M.Si, Dipl. Ing, DEA) c) 1 Pemerintah (Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Administrasi Kep. Seribu) d) 1 LSM (Yayasan TERANGI)
3.5. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: (1) Studi literatur, terutama mengenai proses produksi (proses pemeliharaan), kualitas ikan hias, persepsi konsumen, strategi pemasarannya, dan Supply Chain Management (2) Survey langsung di lapang, yaitu dengan mempelajari berbagai dokumen tentang proses produksi, saluran distribusi (termasuk mekanisme rantai pasok yang berlaku), kegiatan pemasaran, aktifitas jual beli ikan hias, dan semua aspek pendukung yang dilakukan oleh perusahaan, (3) Melakukan wawancara dengan pihak pihak yang terlibat dalam rantai pasok yang telah berlaku di lingkungan perusahaan, mengenai gambaran aktivitas dan peranannya di dalam rantai pasok, serta mengenai kesediaannya untuk berpastisipasi di dalam manajemen rantai pasok. Pendekatan triangulasi yang terdiri dari studi literatur, survey, dan
31
wawancara di atas diharapkan bisa saling melengkapi satu sama lain dalam mendapatkan data yang diperlukan oleh peneliti. 3.6.
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Untuk kajian pada nelayan, digunakan analisis deskriptif dengan memaparkan data tabulasi, dan untuk perusahaan dan pihak lain yang berkepentingan digunakan analisis hierarki proses. Analisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang secara nyata berpengaruh pada kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok yang ada. Sedangkan analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk melihat keefektifan manajemen rantai pasok sebelumnya. Dari hasil analisis yang ada akan digabungkan dan diolah menjadi alternatif-alternatif strategi yang dapat digunakan untuk merumuskan strategi manajemen rantai pasok yang adil dan lestari. 3.6.1
Analisis Deskriptif Salah satu analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif. Analisis deskriptif merupakan suatu metode yang digunakan untuk meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003). Metode analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan situasi dan kondisi perusahaan, evaluasi tingkat keefektifan manajemen rantai pasok yang telah
dilakukan
selama
ini,
hubungannya
dengan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kesediaan nelayan dan pemasok sesuai dengan karakteristik mereka masing-masing. Data yang diperlukan dalam analisis deskriptif ini akan diambil dengan metode wawancara mendalam, sehingga di dapatkan informasi yang lengkap dan detail tentang kondisi dan situasi perusahaan. Untuk selanjutnya, analisis ini akan dihubungkan dengan hasil analisis metode regresi logit untuk nelayan dan proses hirarki analitik untuk pengepul, sehingga akan
32
diramu alternatif-alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan selanjutnya untuk dapat memiliki rantai pasok yang kohesif. 3.6.2
Analisis Deskriptif Kuantitatif
Analisis deskriptif ini didasarkan pada data yang disajikan dalam bentuk tabel. Pada penelitian ini digunakan beberapa variabel sebagai indikator untuk mengetahui dan memastikan bahwa nelayan yang tidak bersedia berpartisipasi dalam rantai pasokan adalah nelayan yang tidak setuju terhadap variabel-variabel yang ditanyakan. Salah satu kajian dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan nelayan dan pengepul untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok dianalisis dengan menggunakan metode yang sangat sederhana, yaitu metode deskriptif kuantitatif. Responden dihadapkan pada pilihan bersedia berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok atau tidak bersedia. Kesediaan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok tersebut dianggap sebagai variabel dependen (tak bebas) yang diduga dipengaruhi oleh sejumlah variabel independen (bebas). Variabel independen tersebut antara lain kepercayaan (trust), komitmen (commitment),
norma-norma
kerjasama
(cooperation
norms),
kesalingtergantungan (interdependence), kesesuaian (compatibility), hubungan tambahan di luar hubungan profesi (extendness relationship), dan persepsi manajemen akan ketidakpastian lingkungan (environment uncertainty). Karena variable independen yang dimaksud adalah tentang persepsi, maka dalam analisa ini responden menjawab dengan menggunakan skala likert dengan kisaran sebagai berikut: sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap kesediaan ketiga pihak untuk berpartisipasi dalam MRP antara lain : (1) Kepercayaan (trust) Kepercayaan mewakili kejujuran, kebajikan, dan kesediaan (Mentzer, 2004). Kepercayaan berarti kemauan untuk menerima ketidaknyamanan yang sifatnya hanya sementara, dan kebersediaan untuk tidak melakukan tindakantindakan yang akan berakibat buruk bagi perusahaan. Kepercayaan merupakan kebersediaan untuk mengandalkan mitra kerjanya. Diduga apabila ada
33
kepercayaan dalam diri individu atau organisasi, maka dorongan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok akan semakin tinggi. (2) Komitmen (commitment) Komitmen meliputi (Mentzer, 2004) : (a) input sumberdaya yang kredibel dan proporsional, (b) perilaku yang mencerminkan suatu keinginan yang kuat untuk berkomitmen, (c) harapan yang berkelanjutan dan kebersediaan untuk berinvestasi, dan (d) input yang konsisten dan perilaku menuju suatu komitmen yang tak lekang oleh waktu. Diduga apabila individu atau organisasi berkomitmen terhadap hubungan kerjasamanya, maka keinginan untuk tetap berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok akan terus meningkat. (3) Norma-norma kerjasama (cooperative norms) Norma kerjasama yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu persepsi usaha yang dilakukan dengan kerjasama baik dari pemasok maupun distributor akan mencapai tujuan individu serta tujuan bersama dengan sukses apabila masing-masing pihak yang bekerjasama tidak melakukan tindakan-tindakan oportunis. Diduga apabila individu atau organisasi memiliki etika dalam berbisnis, maka pertisipasi dalam manajemen rantai pasok ini akan berjalan dengan baik. (4) Kesalingtergantungan (interdependence) Heide dan John (1998) menyatakan bahwa kesalingtergantungan dari suatu perusahaan pada mitranya akan meningkat ketika: (a) Keluaran yang didapatkan oleh perusahaan poros dari mitranya merupakan hal yang penting dan bernilai tinggi, serta rasa saling membutuhkan yang tinggi. (b) Keluaran yang didapatkan perusahaan melampaui keluaran yang tersedia untuk perusahaan. (c) Perusahaan memiliki sumber alternatif/ sumber potensial yang terbatas untuk dipertukarkan. Ketika kesalingtergantungan ini dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam manajemen rantai pasok, maka kebersediaan untuk tetap berpartisipasi pada manajemen rantai pasok.
34
(5) Kesesuaian (compatibility) Kesesuaian diartikan sebagai dua atau lebih individu atau organisasi yang memiliki goal dan tujuan komplemen, sebagaimana kesamaan dalam filosofi operasi dan budaya perusahaan (Bucklin and Sengupta, 1993). Dalam hal ini, perusahaan melibatkan kombinasi tujuan dan aktivitas yang terpusat berdasarkan kesesuaian goal, tujuan, dan nilai. (6) Hubungan tambahan di luar hubungan profesi (extended relationship) Interaksi open ended adalah interaksi yang mungkin tidak memerlukan suatu skema kerjasama tertentu. Pasalnya, tidak ada orang yang akan lebih mengutamanakan kepentingan pihak lain, atau peduli terhadap kesejahteraan orang
lain.
Namun
demikian,
untuk
tetap
mempertahankan
dan
mengantisipasi putusnya hubungan kerjasama, maka masih memungkinkan untuk membina suatu hubungan open ended, dimana suatu pihak tidak secara mutlak dimiliki dan dikuasai oleh pihak yang lain. Diduga bahwa suatu pihak akan cenderung bersedia untuk berpartisipasi jika hubungan akan berlanjut dengan open ended daripada hubungan yang close ended. (7) Persepsi
manajemen
akan
ketidakpastian
lingkungan
(environment
uncertainty) Ada beberapa hal mengenai ketidakpastian lingkungan, dan hal ini terkait dengan persepsi manajemen terhadap kondisi tersebut. Ketidakpastian tersebut antara lain dinamika perubahan teknologi yang tinggi, kondisi bisnis yang sangat cepat berubah, prediksi yang rendah akan permintaan pelanggan dan tindakan pesaing, serta permintaan internasionalisasi yang tinggi. Untuk variabel ini akan lebih menyentuh secara langsung bagi pihak perusahaan, sedangkan untuk pihak nelayan dan pengepul juga akan terkena dampak sistematis dari hal ini. Diduga ketika ada jaminan akan suatu kepastian, maka pihak yang terlibat dalam manajemen rantai pasok akan bersedia untuk berpartisipasi di dalamnya. Variabel-variabel diatas akan diturunkan menjadi pertanyaan-pertanyaan dalam format kuesioner yang sama yang akan direspon oleh nelayan dan pengepul. Kuesioner disusun berdasarkan kondisi mereka terkait pekerjaan yang dilakukan (Lampiran 4 dan 5). 35
3.6.3. Analysis Hierarchy Process (AHP) Tujuan utama pada penelitian ini adalah untuk menentukan strategi manajemen rantai pasok ikan hias laut yang adil dan lestari. Adil berarti bahwa ada pemerataan nilai dari supplier paling awal sampai pada konsumen paling akhir. Lestari berarti bahwa proses aktivitas penangkapan ikan hias ini masih dalam batas kewajaran dan tidak mengganggu keseimbangan alam, sehingga sumber daya alam sebagai produk utama dari perdagangan ini bisa selalu tersedia dan tidak punah. Untuk merumuskan strategi ini, penulis melakukan wawancara kepada 6 responden sebagai ahli yang terdiri dari 3 responden dari pihak perusahaan, 1 responden dari pihak pemerintah, 1 respoden dari pihak LSM, dan 1 responden dari pihak akademisi. Responden diminta untuk mengisi kuesioner dengan kerangka pikir Analytical Hierarchy Process (AHP) dan memberikan penilaian perbandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk proses selanjutnya. Responden sebagai ahli dalam hal ini dapat dilihat pada Tabel 4. Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP) dikembangkan untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1983). Keunggulan dari AHP ini adalah dapat memecahkan masalah dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif
atas
suatu
permasalahan.
Permasalahan
yang
kompleks
dapat
disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya. Berikut adalah tahapan yang dilakukan pada penelitian dengan menggunakan AHP : 1. Penyusunan Hierarki Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagian kecil untuk disusun ke dalam suatu hierarki. Bagian-bagian kecil yang dikenal dengan variabel tersebut kemudian diberi nilai sesuai dengan tingkat kepentingannya berupa nilai numerik yang secara subyektif mengandung arti penting relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut,
36
kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Pada AHP, permasalahan penelitian secara grafis dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal/ sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria, dan akhirnya alternatif. Tabel 4. Responden Ahli pada Perumusan Strategi MRP Ikan Hias yang Adil dan Lestari No
Nama
Institusi
Jabatan
Keahlian
Perusahaan eksportir
Nama Institusi CV. Cahaya Baru
1.
Ibu Wiwie
Manajer Farm Ikan Hias
Erik Jaya Putra
Perusahaan Eksportir
CV. Blue Star Aquatic
Manajer Operasional Farm
3.
H. R. Dody Timur Wahjuadi, DRH
Perusahaan Eksportir
PT. Dinar Darum Lestari
Kepala cabang Jakarta
4.
Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis M. Si, Dipl. Ing, DEA
Akademisi
Institut Pertanian Bogor
Dosen – Spesialiasasi Manajemen Strategis
5.
Ir. Abdul Khaliq, M. Si
Pemerintah
Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kab. Adm. Kep. Seribu
Kepala urusan pengelolaan sumberdaya Kelautan
6.
Idris, S. Pi
LSM
Yayasan Terumbu Karang Indonesia
Kepala Divisi Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang
Berpengalaman dalam manajemen dan pemasaran ikan hias laut Berpengalaman dalam manajemen dan pemasaran ikan hias laut Berpengalaman dalam manajemen dan pemasaran ikan hias laut Spesialisasi dalam bidang manajemen strategik secara umum Berpengalaman dalam menjalankan program untuk masyarakat nelayan ikan hias laut di P. Panggang Berpengalaman dalam mendampingi masyarakat nelayan ikan hias laut di P. Panggang
2.
37
Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi kriteria hierarki. Untuk penelitian ini, digunakan suatu diagram hierarki yang mempresentasikan keputusan untuk memilih strategi terpenting yang dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan kesediaan semua pihak untuk berpartisipasi dalam MRP ikan hias laut non sianida. Susunan skema hierarki yang dimaksud akan tersusun menjadi beberapa level. Pertama adalah level 0 adalah goal yang diinginkan, level 1 adalah faktor yang akan mempengaruhi tercapainya goal, level 2 merupakan aktor yang terlibat dalam pencapaian goal, level 3 merupakan susunan tujuan untuk mencapai goal, dan level 4 merupakan skenario, yang akan menjadi strategi yang diprioritaskan dalam penelitian ini. Berikut adalah susunan hierarki yang dimaksud :
Ultimate Goal
GOAL FAKTOR
A
B
C
D
AKTOR
K
L
M
N
P
TUJUAN
SKENARIO
Q
W
R
X
Y
S
Z
Gambar 8. Skema Analysis Hierarchy Process untuk Ultimate Goal tertentu Penilaian Kriteria dan Alternatif Menurut Marimin (2008), AHP
memungkinkan pengguna untuk
memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison).
38
Tabel 5. Nilai dan Definisi Pendapat Kualitatif (Saaty, 1983) Nilai 1 3 5 7 9 2,4,6,8
Keterangan Kriteria/ alternatif A sama penting dengan kriteria/ alternatif B A sedikit lebih penting dari B A jelas lebih penting dari B A sangat jelas lebih penting dari B A mutlak lebih penting dari B Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan, dan menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 5 di atas. 2. Penentuan prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot dan prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. Dalam metode Analytical Hierarchy Process ini nantinya akan dilakukan pembobotan melalui beberapa operasi perhitungan matematis. Ada tiga langkah yang digunakan untuk menentukan besarnya bobot, yaitu: Langkah 1 : w i /w j = a ij (i, j = 1,2, ..., n) wi
= bobot input dalam baris
wj
= bobot input dalam lajur
wi
= a ij w j (i, j = 1,2, ..., n)
Langkah 2 :
Pada umumnya, kasus-kasus yang ada mempunyai bentuk: wi
=
wi
= rataan dari a i1 w 1, ..., a in w n
(i, j = 1,2, ..., n)
39
Langkah 3 : Bila perkiraan a ij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah w i /w j . Jika n juga berubah maka n diubah menjadi λ max sehingga diperoleh: wi
=
(i, j = 1,2, ..., n)
Pengolahan horisontal Pengolahan horisontal bertujuan untuk menyusun prioritas elemen keputusan di setiap level hierarki keputusan. Menurut Saaty (1983), tahapannya adalah sebagai berikut: a. Perkalian baris (z) Z1=
b. Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen
eVP i adalah elemen vektor prioritas ke-i c. Perhitungan nilai eigen maksimum VA = a ij x VP dengan VA = (V ai ) VB = VA/VP dengan VB = (V bi ) λ max =
VB i untuk i = 1, 2, ..., n
VA = VB = Vektor antara d. Perhitungan indeks konsistensi (CI): Perhitungan indeks ini bertujuan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: CI = Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR ≤ 0.1, dengan rumus sebagai berikut : CR =
40
Nilai RI merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory, berupa tabel sebagai berikut: N
1
RI
0.00
2
3
0.00 0.58
4
5
6
7
0.90
1.12
1.24
1.32
8
9
1.41 1.45
10
11
12
13
1.49
1.51
1.48
1.56
Pengolahan vertikal Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap elemen dalam hierarki terhadap sasaran utama. Jika NPpq didefinisikan sebagai nilai prioritas, pengaruh elemen ke – p pada tingkat ke – q terhadap sasaran utama, maka: NP pq = Untuk p = 1, 2, ..., r T = 1, 2, ..., s Dimana: NPpq = nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama. NPHpq = nilai prioritas elemen ke-p pada tingkat ke-q NPTt
= nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat q-1 Perhitungan matematis di atas merupakan prinsip dasar dalam melakukan
pembobotan elemen pada level skenario terhadap ultimate goal atau tujuan puncak. Namun, dalam implementasi praktisnya, pemrosesan pembobotan AHP ini dapat dilakukan dengan menggunakan software Expert Choice 2000.
41