22 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1
Bahan Penelitian
(1)
Daun Singkong Daun singkong yang digunakan
yaitu seluruh daun dari setiap bagian
tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh dari perkebunan
singkong
daerah
Bojongpicung,
Kabupaten
Cianjur.
Berdasarkan bahan kering, kandungan protein kasar daun singkong adalah 32,17%, N-NPN 0,28% dan protein murni 30,42% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2015). (2)
Air Air digunakan sebagai pelarut pada tahap ekstraksi protein dan digunakan pada waterbath untuk merendam bubur daun singkong. Air yang dibutuhkan sebanyak 24 liter.
(3)
Koagulan Koagulan digunakan sebagai zat penggumpal dalam proses pemisahan protein tahap penggumpalan. Koagulan diperoleh dari pabrik pembuatan tahu daerah Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Banyaknya koagulan yang digunakan yaitu 6 liter. Komponen utama dalam koagulan ini adalah asam yang dihasilkan oleh mikroba pada proses pembuatan tahu.
23 3.2
Peralatan Penelitian
(1)
Seperangkat Peralatan Ekstraksi Peralatan yang digunakan adalah alat penggiling (blender), timbangan, waterbath, thermometer, erlenmeyer, corong, batang pengaduk, kain muslin, kertas saring dan oven.
(2)
Seperangkat Peralatan Analisis Kjeldahl Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set alat destruksi, satu set alat destilasi, dan satu set alat titrasi. Prosedur analisis Kjeldahl digunakan untuk mengetahui kandungan protein kasar (Lampiran 1) dan nitrogen-non protein nitrogen (N-NPN) (Lampiran 2).
3.3
Metode Penelitian
3.3.1 Prosedur Ekstraksi dengan Metode Pelarutan a.
Daun singkong dipisahkan dari tangkainya.
b.
Daun singkong ditimbang sebanyak 200 gram untuk tiap satuan percobaan.
c.
Daun singkong tanpa dicacah direndam dalam air bersih sebanyak 1.000 mililiter selama 5 jam untuk tiap satuan percobaan. Daun singkong yang telah direndam kemudian ditiriskan.
d.
Daun singkong sebanyak 200 gram digiling dengan menggunakan penggiling
(blender)
dan
tambahkan
air
sebanyak
200
mililiter.
Penggilingan dilakukan sampai daun singkong hancur seperti bubur. e.
Bubur daun singkong dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
f.
Menyiapkan thermometer dan waterbath yang telah diisi air.
g.
Menyediakan erlenmeyer lain beserta corong yang sudah dialasi muslin sebagai penyaring.
kain
24 h.
Waterbath dinyalakan dan diatur suhunya sesuai dengan suhu perlakuan percobaan (35ºC, 40ºC, 45ºC, 50ºC, dan 55ºC).
i.
Memasukkan bubur daun singkong ke dalam erlenmeyer, kemudian dimasukkan ke dalam waterbath untuk direndam sesuai suhu perlakuan. Bubur daun singkong dilakukan pengadukan per 15 menit sebanyak 25 putaran pengadukan (5 menit) selama 1 jam. Pengadukan dan lama perendaman dihitung mulai sejak suhu dalam bubur sama dengan suhu air perendamnya.
j.
Bubur daun singkong dituangkan pada erlenmeyer yang dilengkapi kain muslin yang telah disediakan sebelumnya.
k.
Dilakukan penyaringan hingga semua larutan tertampung semuanya pada erlenmeyer.
l.
Menambahkan koagulan sebanyak 300 mililiter pada filtrat.
m.
Filtrat yang telah ditambahkan koagulan didiamkan selama 30 menit sampai terbentuk endapan.
n.
Endapan yang terbentuk dipisahkan dari cairannya dengan dilakukan proses penyaringan menggunakan kertas saring.
o.
Melakukan prosedur yang sama dari langkah a sampai n untuk satuan percobaan yang berbeda.
p.
Endapan hasil penyaringan dikeringkan menggunakan oven. Endapan tersebut adalah produk ekstraksi bahan dari daun singkong.
q.
Melakukan analisis Kjeldahl untuk mengetahui kandungan protein kasar dan N-NPN dari endapan. Daun singkong yang tidak diberi perlakuan (daun singkong segar) dianalisis juga kandungan protein kasar dan N-NPNnya.
25 3.3.2 Peubah yang Diamati (1)
Kandungan Protein Kasar Penentuan kandungan protein kasar dihitung dengan menggunakan rumus seperti berikut (Apriyantono, dkk., 1988):
Protein Kasar (%) =
x 100%
Keterangan: A : Volume HCl yang digunakan untuk titrasi (mililiter) B : Nilai normalitas HCl yang digunakan titrasi C : Berat kering sampel (gram) 6,25 : Angka konversi nitrogen ke protein kasar 14 : Berat atom nitrogen 0,001 : Konversi satuan mililiter ke liter (2)
Kandungan Nitrogen-Non Protein Nitrogen (N-NPN) Kandungan nitrogen-non protein nitrogen dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Apriyantono, dkk., 1988):
N-NPN (%) =
x 100%
Keterangan: A : Volume HCl yang digunakan untuk titrasi (mililiter) B : Nilai normalitas HCl yang digunakan titrasi C : Berat kering sampel (gram) 14 : Berat atom nitrogen 0,001 : Konversi satuan mililiter ke liter
26 (3)
Kandungan Protein Murni Kandungan protein murni didapat berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Protein Murni (%)
= [N-Total (%) – N-NPN (%)] x 6,25 = [PK (%)/6,25 – N-NPN (%)] x 6,25
3.3.3 Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik Percobaan
dilakukan
menggunakan
metode
eksperimental
dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan dilakukan dengan 5 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Perlakuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: P1 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC P2 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 40ºC P3 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 45ºC P4 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 50ºC P5 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 55ºC Data yang diperoleh diuji menggunakan sidik ragam (Gaspersz, 1995) dengan model matematika sebagai berikut:
= µ+
+
Keterangan: : Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j µ : Nilai tengah populasi : Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i : Galat percobaan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j i : Perlakuan ke-i (1, 2, 3, 4, 5) j : Ulangan ke-j (1, 2, 3, 4)
27 Hipotesis yang diuji : H0: P1 = P2 = P3 = P4 = P5 berarti tidak ada pengaruh antar perlakuan. H1: P1 ≠ P2 ≠ P3 ≠ P4 ≠ P5 atau paling sedikit ada satu perlakuan yang berbeda.
Tabel 3. Daftar Sidik Ragam Sumber Keragaman db Perlakuan 4 Galat 15 Total 19 Keterangan: db : Derajat bebas JK : Jumlah kuadrat KT : Kuadrat tengah
JK JKP JKG JKT
KT JKP/db JKG/db
Fhit KTP/KTG
F0,05 3,05
Kaidah keputusan: (1) Apabila Fhitung ≤ Ftabel maka tidak berbeda nyata (terima H0) (2) Apabila Fhitung > Ftabel maka berbeda nyata (tolak H0)
Jika H0 diterima, berarti tidak ada pengaruh perlakuan yang berbeda, oleh karena itu pengujian lanjutan tidak perlu dilakukan. Apabila H0 ditolak, berarti ada perlakuan yang berbeda, maka dilakukan uji lanjut yaitu uji Jarak Berganda Duncan untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan (Gaspersz, 1995). Model matematika uji Jarak Berganda Duncan adalah sebagai berikut:
LSR = SSR x √
28 Keterangan : LSR : Least Significant Range SSR : Studentized Significant Range KTg : Kuadrat Tengah Galat r : Ulangan Selisih antar perlakuan (d) kemudian dibandingkan dengan perlakuan, dengan kaidah keputusan : (1) Apabila d ≤ LSR maka tidak berbeda nyata (terima H0) (2) Apabila d ˃ LSR maka berbeda nyata atau sangat nyata (tolak H0)
3.3.4 Tata Letak Percobaan
P2U1
P2U4
P3U1
P4U2
P5U3
P4U3
P1U2
P2U3
P4U1
P3U4
P4U4
P5U1
P3U3
P1U4
P5U2
P1U1
P3U2
P2U2
P5U4
P1U3
Keterangan: P : Perlakuan U : Ulangan