II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Taksonomi Tanaman Singkong. Singkong (Manihot utilissima), termasuk dalam Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan, Divisi: Spermathophyta atau tumbuhan berbiji, Sub divisi: Angiospermae atau berbiji tertutup, Kelas: Dicotyledoneae atau biji berkeping dua, Ordo: Euphorbiales, Family: Euphorbiaceae, Genus: Manihot, dan Spesies: Manihot utilissima pohl dan Manihot esculenta Crantz sin. Singkong merupakan tanaman pangan yang berasal dari benua Amerika berupa perdu, memiliki nama lain ubi kayu, singkong, kasepe, dan dalam Bahasa Inggris disebut cassava. Singkong termasuk famili Euphorbiaceae yang umbinya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dan daunnya dikonsumsi sebagai sayuran. Di Indonesia, singkong menjadi bahan pangan pokok setelah beras dan jagung (Lidiasari et al. 2006). Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan diameter dan tinggi yang beragam tergantung dari varietas singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan disimpan lama meskipun di dalam lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat, namun sangat miskin protein. Sumber protein terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino dan metionin. Singkong merupakan salah satu sumber pati. Pati merupakan senyawa karbohidrat yang kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana. Dalam penguraian pati diperlukan bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan ini akan menghasilkan enzim alfaamilase dan glikoamilase yang akan berperan dalam mengurai pati menjadi glukosa atau gula sederhana. Setelah menjadi gula baru difermentasi menjadi etanol (Kusumastuti.2007). Singkong merupakan tanaman perdu yang berasal dari Amerika Selatan dengan lembah sungai Amazon sebagai tempat penyebarannya. Penyebarannya hampir ke seluruh negara termasuk Indonesia. Singkong ditanam di wilayah Indonesia sekitar tahun 1810 yang diperkenalkan oleh orang Portugis dan Brazil. Singkong merupakan tanaman yang penting bagi negara beriklim tropis seperti Nigeria, Brazil, Thailand, dan Indonesia. Keempat negara tersebut merupakan negara penghasil singkong terbesar di dunia. Di Indonesia, singkong menjadi salah satu tanaman yang banyak ditanam hampir di seluruh wilayah dan menjadi sumber karbohidrat utama setelah beras dan jagung. Daerah penghasil singkong terbesar di Indonesia terletak di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Adapun klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut:
3
Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Euphorbiales : Euphorbiaceae : Manihot : Manihot utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
Singkong merupakan tanaman dikotil berumah satu yang ditanam untuk dimanfaatkan patinya. Bagian dari singkong yang dapat dimakan mencapai 80-90%. Bentuknya dapat berupa silinder, kerucut, atau oval. Pada umur tanaman 7 bulan panjang singkong berkisar 15 hingga 40 cm dan diameternya 3 hingga 8 cm. Bobot singkong kayu berkisar beberapa ratus gram hingga 15 kg. Daging umbinya ada yang berwarna putih atau kekuning-kuningan. Singkong yang matang terdiri atas tiga lapisan, yaitu peridermis luar, kortex, dan daging bagian tengah. Singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90% (bb) dengan pati sebagai komponen utamanya. Namun singkong ini tidak dapat langsung dikonsumsi dalam bentuk segar tapi selalu dilakukan pengolahan setelah dikupas seperti pemanasan, perendaman dalam air, penghancuran, atau beberapa proses tradisional lainnya dengan tujuan untuk detoksifikasi atau membuang HCN yang bersifat mematikan yang dikandung dari semua varietas singkong.
Gambar 1. Singkong (http://warintek.bantulkab.go.id/web.)
B. Karakteristik Fisik Singkong Ada lebih dari 200 jenis singkong yang tumbuh di daerah tropis. setiap jenis singkong tersebut memiliki perbedaan dalam hal berat, ukuran dan bentuk. Pada perancangan alat pengupas singkong, karakteristik fisik singkong yang berupa bentuk kebundaran perlu diketahui agar pada perancangan sesuai dengan kebutuhan. Pada umumnya singkong berbentuk conic atau mengecil ke arah ujung dan kebulatan (roundness) singkong berkisar antara 0.65-1.0 (Odigboh,1976). Angka kebulatan 1.0 menunjukkan bahwa bahan bulat sempurna. Perhitungan nilai kebundaran menggunakan formula berikut:
4
=
(1)
Ket. Ap = luas proyeksi terbesar Ac = luas lingkaran luar terkecil Karakteristik fisik lainnya yang mempengaruhi pengupasan singkong adalah ketebalan, tekstur dan kekuatan adhesi dari daging dan kulit singkong. Karakteristik fisik tersebut sangat bergantung pada umur panen dari singkong itu sendiri.
C. Kulit Singkong Hampir semua bagian dari pohon singkong bisa dimanfaatkan mulai dari umbi hingga daunnya. Umbi Singkong biasanya hanya diambil dagingnya untuk digoreng dan direbus. Sedangkan kulitnya dibuang begitu saja atau dijadikan makanan untuk hewan ternak. Kulit singkong selama ini memang sering disepelekan dan dianggap sebagai limbah dari tanaman singkong. Kulit singkong mempunyai komposisi yang terdiri dari karbohidrat dan serat. Menurut Djaeni (1989) dalam (Hidayah. 2011), kulit singkong mengandung ikatan glikosida sianogenik yaitu suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan racun dalam jumlah 0.1% yang dikenal sebagai racun biru (linamarin). Oleh karena itu, pemanfaatan kulit singkong belum terlalu luas. Namun sebenarnya racun tersebut dapat dihilangkan dengan cara menguapkannya atau mengeringkannya pada suhu tinggi dan jika diolah menjadi karbon aktif racun biru tersebut akan hilang. Sampah kulit singkong termasuk dalam kategori sampah organik karena sampah ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Pengolahan limbah kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai: a). Kompos : Kulit singkong dapat diproses menjadi pupuk organik yang kemudian disebut sebagi pupuk kompos. Kompos kulit singkong bermanfaat sebagai sumber nutrisi bagi tumbuhan dan berpotensi sebagai insektisida tumbuhan. b). Pakan ternak : Kulit singkong sebagai pengganti rumput lapang. Karena kulit singkong yang mengandung karbohidrat tinggi dapat dengan cepat menggemukkan hewan ternak. c). Bio energi : Kulit singkong bisa berpotensi untuk diproduksi menjadi bietanol yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Teknologi pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hidrolisa asam dan enzimatis merupakan suatu alternatif dalam rangka mendukung program pemerintah tentang penyediaan bahan bakar non migas yang terbarukan yaitu BBN ( bahan bakar nabati ) sebagai pengganti bensin.
5
D. Umbi Singkong. Umbi singkong memiliki diameter 3-10 cm dan panjang antara 10-50 cm.Bentuk umbi singkong lonjong dan tidak beraturan.Tanaman singkong terdiri dari kulit luar, kulit dalam, lapisan kambium, daging buah, dan inti buah.
Kulit luar Kulit dalam
Inti Lapisan kambium Daging
Gambar 2. Lapisan umbi singkong
Kulit lapisan luar merupakan bagian umbi singkong yang bersentuhan dengan tanah. Dibawah kulit luar terdapat kulit dalam. Lapisan kulit dalam ini berupa kortex sehingga lapisan ini saling terikat dan sedikit keras. Lapisan inilah yang nantinya akan dikupas. Antara kulit dalam dan daging buah terdapat lapisan kambium. Ditengah-tengah umbi singkong terdapat inti buah.
E. Sudut Mata Pisau dan Ketajaman Pisau Menurut Lisyanto (2007) ketajaman (sharpness) dan keruncingan (fineness) merupakan dua sifat yang berbeda pada sebuah mata pisau. Pisau dikatakan tajam (sharp) (Gambar 3 (a) apabila pisau tersebut memiliki radius dan ketebalan mata pisau yang kecil, sedangkan dikatakan runcing (fine) (Gambar 3 (b)) apabila pisau tersebut memiliki sudut mata pisau yang kecil. Kebalikan dari ketajaman adalah ketumpulan (dullness), sedangkan kebalikan dari keruncingan disebut tidak runcing (bluntness).
6
Gambar 3. Bentuk mata pisau. (a) Tajam, (b) runcing (Lisyanto.2007)
Sudut mata pisau memiliki efek yang signifikan terhadap gaya pemotongan maksimum. Pisau yang memiliki sudut mata pisau yang kecil (fine) membutuhkan gaya pemotongan maksimum yang relatif rendah. Penelitian yang dilakukan Chancellor (1957) dalam Lisyanto (2007) menunjukkan bahwa pada sudut mata pisau dari 20° sampai 30° membutuhkan gaya pemotongan maksimum yang relatif rendah. Sudut mata pisau yang kecil (fine) menghasilkan penampang mata pisau yang kecil sehingga gaya yang diperlukan untuk penetrasi pisau ke material yang dipotong juga relatif rendah.
F. Desain Peralatan Tangan Dalam suatu gerakan menggenggam, tangan membentuk suatu ‘rantai kinetik tertutup’ yang meliputi objek yang digenggam; dalam suatu gerakan bukan-menggenggam, tangan digunakan dalam bentuk ‘rantai terbuka’. Beberapa kebiasaan gerakan sehari-hari terletak di antara dua kategori ini, yaitu pada rantai tertutup gerakan tangan seperti pada hal yang telah disampaikan sebelumnya, sebagai contoh, gerakan mengait pada saat membawa barang yang berat dan gerakan menyendok/mengeduk barang yang kecil dengan hati-hati. Tangan manusia memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai macam aktivitas, mulai dari aktivitas yang memerlukan kontrol penuh hingga yang memerlukan tenaga besar. Secara garis besar terdapat 3 tipe kebutuhan penggunaan tangan (Kroemer et al. 2001) yaitu untuk ketepatan, perpindahan, dan kekuatan. Dari jari-jari yang ada, ibu jari merupakan jari terkuat dan kelingking merupakan jari terlemah. Kombinasi dari jari-jari tersebut dapat menghasilkan bermacam-macam bentuk pencengkraman dengan kekuatan yang berbeda-beda. Suatu cengkraman dan genggaman seluruh tangan akan memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan cengkraman dan genggaman beberapa jari, tetapi hal ini juga dipengaruhi oleh handle yang digenggam oleh tangan. Beberapa jenis kopling atau grip antara tangan dan handle dijelaskan oleh Kroemer et al (2001) seperti pada gambar berikut :
7
Gambar 4. Kopling atau grip antara tangan dan handle (Kroemer et al. 2001)
8
G. TINGKAT BEBAN KERJA. Menurut Sanders dan Mccormick pendugaan beban kerja fisik yang dilakukan manusia dapat dilakukan dengan mengukur banyaknya oksigen yang digunakan tubuh dalam keadaan aerobic, jumlah kalori yang dibutuhkan, dan denyut jantung seperti terlihat pada table berikut : Tabel 1. Tingkat kerja fisik yang diukur berdasarkan tingkat penggunaan energinya (untuk pria dewasa sehat) Tingkat kerja
Konsumsi energi dalam 8 jam (kkal)
Konsumsi energi (kkal/menit)
Konsumsi Oksigen (L/menit)
Denyut jantung per menit
Istirahat
< 720
< 1.5
< 0.3
60 – 70
Sangat ringan
768 – 1200
1.6 – 2.5
0.32 – 0.5
65 – 75
Ringan
1200 – 2400
2.5 – 5.0
0.5 – 1.0
75 – 100
Sedang
2400 – 3600
5.0 – 7.5
1.0 – 1.5
100 – 125
Berat
3600 – 4800
7.5 – 10.0
1.5 – 2.0
125 – 150
Sangat berat
4800 – 6000
10.0 – 12.5
2.0 – 2.5
150 – 180
Luar biasa berat
> 6000
> 12.5
> 2.5
> 180
Sumber: American Industrial Hygiene Association(1971) dalam Mccormick and Sanders. 1987
H. Alat dan Mesin Pengupas Singkong Sebelumnya Alat pengupas singkong yang telah dibuat sebelumnya adalah alat pengupas yang menggunakan piasu melingkar dengan kayu pendorong yang berbentuk seperti tabung yang didorong dengan tenaga dorong tangan manusia dan ukuran singkong yang dapat dikupas oleh alat tersebut bersifat tetap yaitu dapat mengupas singkong dengan ukuran diameter tertentu dan panjang tertentu saja yaitu singkong dengan ukuran diameter 37 mm dan panjang 15 mm (Ubaidillah s. 2009). Kekurangan alat tersebut yaitu : Hanya mampu mangupas singkong dengan diameter dan panjang yang tertentu. Dalam melakukan pengupasan singkong diperlukan tenaga yang besar sehingga menyebabkan tangan pengguna sakit. Berikut gambar dari alat tersebut:
Gambar 5. Alat pengupas kulit singkong tipe pisau melingkar (Ubaidillah s. 2009)
9
Gambar 6. Mesin pengupas kulit singkong dengan dua silinder berputar (Odigboh EU. 1976) Mesin diatas dapat mengupas singkong dengan berbagai ukuran diameter. Penggunaan mesin ini harus dengan memakai sarung tangan agar tidak terluka. Mesin ini menggunakan silinder pisau berputar dan silinder dengan permukaan kasar dimana masing-masing silinder berputar searah jarum jam dan singkong diletakkan menuruni kedua silinder tersebut. Dimana kapasitas dari mesin ini sebesar 185 kg /jam tetapi cenderung tergantung pada bentuk singkongnya tersebut.
Mesin pengupas singkong selanjutnya adalah mesin pengupas yang menggunakan prinsip konveyor dimana susunan pisau sejajar berada pada bagian atas dan pada bagian bawah terdapat bantalan konveyor dengan sedikit penekanan dan pengupasan kulit singkong secara melintang. Pengupasan dilakukan pada saat singkong dimasukkan secara melebar. Berikut gambar dari mesin pengupas singkong tersebut :
10
Pisau pengupas
Bed konveyor
Gambar 7. Mesin pengupas singkong tipe bed knife konveyor (Adetan, et al. 2006)
Selanjutnya mesin pengupas singkong dengan menggunakan drum berduri yang digunakan untuk mengupas singkong. Berikut gambar dari mesin tersebut :
1
2
Gambar 8. Mesin pengupas singkong tipe drum berduri (1) dan sketsa mesin (2) (Akintunde,et al.2005)
11
Selanjutnya mesin pengupas kulit singkong yang menggunakan sikat pengupas. Berikut gambar dari alat/mesin tersebut :
Gambar 9. Mesin pengupas singkong tipe sikat pengupas (Olukunle.2007)
12