BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Sistematika
(taksonomi)
tumbuhan,
kedudukan
tanaman
padi
diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Poales
Familia
: Poaceae
Genus
: Oryza
Spesies
: Oryza sativa.
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Tenaman semusim, berakar serabut, batang sangat pendek, struktur berupa batang yang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang, daun sempurna dengan pelepah tegak, berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula, buah tipe bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan adalah endospermium yang dimakan orang (Wikipedia, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Diluar sekali biji beras diliputi oleh kulit padi atau sekam. Sekam merupakan 20 % dari berat seluruh bulir, nama ilmiahnya adalah epicarp. Di bawah epicarp ada lapisan kulit dalam yang disebut pericarp, terdiri atas 2-3 lapis sel-sel dan lapisan ini dibatasi oleh aleuron. Bagian dalam biji disebut endosperm, merupakan bagian terbesar ialah sekitar 80% dari seluruh biji. Pada bagian pangkal biji melekat lembaga, yaitu bakal benih tanaman. Lembaga ini juga sangat kaya akan protein, lemak dan berbagai vitamin (Sediaoetama, 2004). 2.2 Pengolahan Padi Menjadi Beras Setelah padi dipanen, bulir padi atau gabah dipisahkan dari jerami padi. Pemisahan dilakukan dengan memukulkan seikat padi sehingga gabah terlepas atau dengan bantuan mesin pemisah gabah. Gabah yang terlepas lalu dikumpulkan dan dijemur. Pada zaman dulu, gabah tidak dipisahkan lebih dulu dari jerami, dan dijemur bersama dengan merangnya. Penjemuran biasanya memakan waktu tiga sampai tujuh hari, tergantung kecerahan penyinaran matahari. Penggunaan mesin pengering jarang dilakukan. Istilah "Gabah Kering Giling" (GKG) mengacu pada gabah yang telah dikeringkan dan siap untuk digiling (Wikipedia, 2011). Gabah yang telah kering disimpan atau langsung ditumbuk dan digiling, sehingga beras terpisah dari sekam (kulit gabah). Beras merupakan bentuk olahan yang dijual pada tingkat konsumen. Hasil sampingan yang diperoleh dari pemisahan ini adalah: sekam atau merang, bekatul, dan dedak (Wikipedia, 2011). Pada proses penggilingan atau penumbukan, sekam terlepas dan dibuang menjadi dedak kasar. Pada penggilingan kedua lapisan pericarp dengan sedikit endosperm, menjadi dedak halus atau bekatul. Bagian pangkal biji melekat lembaga, yaitu
Universitas Sumatera Utara
bakal benih tanaman yang juga akan lepas terbuang menjadi bagian bekatul pada waktu akan digiling (Sediaoetama, 2004). 2.3 Bekatul Bekatul merupakan salah satu hasil samping proses penggilingan padi. Pada proses penggilingan beras pecah kulit diperoleh hasil samping dedak 8-9% dan bekatul sekitar 2-3%. Bila dedak kasar tidak dapat dikonsumsi oleh manusia maka bekatul masih dapat dijadikan bahan makanan untuk dikomsumsi. Departemen Pertanian (2002) juga menyebutkan bahwa ketersediaan bekatul di Indonesia cukup banyak dan mencapai 4.5-5 juta ton setiap tahunnya, bekatul merupakan makanan sehat alami mengandung antioksidan, multivitamin dan serat tinggi untuk penangkal penyakit degeneratif juga kaya akan pati, protein, lemak, vitamin dan mineral (Damayanthi, 2007). Komposisi kimia dari bekatul dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Dari Bekatul (Kent, 1975) Unsur kimia Kadar Air Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu
Komposisi (%) 10 13 16,9 45 5,1 10
2.4 Manfaat Bekatul Manfaat bekatul bagi kesehatan tidak hanya disebabkan oleh kandungan vitamin B nya saja, tetapi juga karena kandungan zat gizi lainnya. Dari segi zat gizi, bekatul mengandung asam amino lisin yang lebih tinggi dibandingkan beras. Protein bekatul memang nilai gizinya lebih rendah dibandingkan telur dan protein
Universitas Sumatera Utara
hewani, tetapi lebih tinggi dari kedelai, biji kapas, jagung dan terigu. Bekatul juga merupakan sumber asam lemak tak jenuh esensial dan bermacam-macam vitamin (B1, B2, B3, B5, B6 dan tokoferol), pangamic acid (Vit. B15), serat pangan (dietary fiber), serta mineral. Natrium, Kalium, dan Khlor yang terkandung dalam bekatul mudah diserap dan dikeluarkan (David, 2008). Disamping zat gizi, bekatul juga mengandung komponen bioaktif pangan atau pangan fungsional. Komponen bioaktif tersebut adalah antioksidan tokoferol (vitamin E), oryzanol dan pangamic acid (vit. B15). Senyawa tersebut merupakan bagian dari lemak bekatul dan merupakan senyawa yang berharga untuk menjaga kesehatan manusia, antara lain sebagai zat yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah terjadinya kanker dan memperlancar sekresi hormonal (David, 2008). Serat pangan yang dimaksud dalam makanan sehari-hari dapat berasal dari sayur-sayuran, buah-buahan dan yang terpenting adalah serat pangan yang berasal dari bekatul. Serat pada biji-bijian yang tidak dapat dicerna enzyme yang disekresikan oleh manusia, secara tidak langsung penting untuk kesehatan. Hal ini dikarenakan serat mempengaruhi status fisik isi saluran pencernaan, bahan makanan, waktu transit usus, variasi kapasitas absorbs, serta pengenceran asamasam atau garam-garam empedu, sterol dan beberapa zat makanan. Serat tidk larut meningkatkan berat dan frekuensi feses serta melembutkannya, serta menurunkan waktu transit di usus (David, 2008). Antioksidan adalah komponen berberat molekul kecil yang bereaksi dengan oksidan sehingga menghambat oksidasi. Sehingga tidak hanya mempunyai sistem perlindungan melawan radikal bebas, tetapi juga system
Universitas Sumatera Utara
perbaikan yang melindungi akumulasi molekul yang rusak secara oksidatif. Bekatul padi mengandung vitamin E, vitamin B15, dan oryzanol beragam yang berfungsi sebagai antioksidan. Komponen ini memiliki sifat memicu pertumbuhan manusia, membantu sirkulasi darah dan memicu sekresi hormon (David, 2008). Vitamin B15 atau pangamic acid terutama berfungsi sebagai donor metal, yang membantu di dalam pembentukan asam amino tertentu seperti metionin. Zat ini berperan dalam oksidasi glukosa, respirasi sel sehingga berfungsi mengurangi hipoksia (kekurangan oksigen) di otot jantung serta otot lain. Seperti vitamin E, pangamic acid juga membantu memperpanjang umur sel melalui perlindungan terhadap oksidasi. Pangamic acid memberikan stimulasi ringan ke endokrin dan system saraf serta meningkatkan fungsi hati yang berperan dalam proses detoksifikasi (pembuangan racun tubuh) (David, 2008). 2.5 Biskuit Crackers 2.5.1 Pengertian Biskuit Crackers Dalam Standar Nasional Indonesia (1992) biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di ijinkan. Biskuit dapat dikelompokkan menjadi 1. Biskuit Keras Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.
Universitas Sumatera Utara
2. Biskuit Crackers Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalaui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. 3. Cookies Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. 4. Wafer Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga. 2.5.2 Bahan- bahan dalam Pembuatan Biskuit Crackers dan Fungsinya 1) Tepung Terigu Untuk menghasilkan biscuit crackers yang bermutu tinggi, yang sangat ideal atau cocok digunakan adalah tepung terigu keras atau hard wheat. Tepung terigu keras mempunyai kadar protein 10%-11%, dihasilkan dari penggilingan 100% gandum hard. Jenis tepung ini digolongkan sebagai tepung terigu yang mengandung protein tinggi, mudah dicampur dan diragikan, dapat menyesuaikan dengan suhu yang diperlukan, berkemampuan menahan udara atau gas dan mempunyai daya serap tinggi (Munandar,1995). Tepung terigu keras dapat membentuk adonan yang mengembang karena adanya pembentukan gluten pada saat proses fermentasi atau pemeraman yang dibutuhkan dalam proses pembuatan biskuit crackers. Tepung terigu dalam pembuatan biskuit crackers berfungsi sebagai pembentuk adonan, memberi
Universitas Sumatera Utara
kualitas dan rasa yang enak dari hasil produknya serta warna dan tekstur yang bagus (Sondakh dkk,1999). 2) Ragi Fungsi ragi dalam pembuatan biskuit crackers yaitu sebagai pembentuk gas dalam adonan
sehingga adonan mengembang, memperkuat gluten,
menambah rasa dan aroma. Pada saat adonan diistirahatkan, ragi tumbuh baik pada kondisi lembab dan sedikit udara sehingga pada waktu diistirahatkan adonan harus ditutup rapat (Munandar, 1995). 3) Gula Gula dapat mempercepat proses peragian adonan yaitu sebagai sumber energi bagi kegiatan ragi sehingga adonan akan cepat mengembang (U. S Wheat Asosisiation,1983). 4) Lemak Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit crackers, karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, manambah aroma dan menghasilkan tekstur produk yang renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit crackers yaitu dapat berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine) atau campuran dari keduanya (U. S Wheat Asociation,1983). 5) Air Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam pembuatan biskuit crackers
berfungsi sebagai pelarut
bahan secara merata,
memperkuat gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan (Munandar,1995).
Universitas Sumatera Utara
6) Bahan Pengembang Bahan pengembang merupakan bahan pengembang hasil reaksi asam dengan natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan berlangsung baking powder menghasilkan gas CO2 dan residu yang tidak bersifat merugikan pada biskuit crackers. Fungsi baking powder dalam pembuatan biskuit crackers adalah mengembangkan adonan dengan sempurna (Munandar, 1995). 7) Garam Pada pembuatan biskuit crackers penambahan garam berfungsi memberi rasa dan aroma, mengatur kadar peragian, memperkuat gluten dan memberi warna lebih putih pada remahan (Munandar,1995). 8) Susu Skim Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit crackers adalah susu skim yang merupakan hasil pengeringan (dengan spray dryer) dari susu segar. Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Pada pembuatan biskuit crackers susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk (U. S Wheat Asociation,1983). 2.6 Protein Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Disamping berat molekul yang berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda pula. Ada protein yang mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang sukar larut dalam air (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009). Molekul protein merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata rantai asam-asam amino. Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih
Universitas Sumatera Utara
gugus karboksil (-COOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya terletak pada atom C tepat disebelah gugus karboksil (atom C alfa). Asam-asam amino bergabung melalui ikatan peptida yaitu ikatan antara gugus karboksil dari asam amino dengan gugus amino dari asam amino yang disampingnya (Sudarmadji, 1996). Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Sebagai zat pembangun protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai bahan bakar apabila kebutuhan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno, 1986). 2.7 Fungsi Protein Protein mempunyai fungsi bermacam-macam bagi tubuh, yaitu sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, dan alat pengangkut. 1. Sebagai Enzim Hampir semua reaksi biologi dipercepat atau dibantu oleh suatu senyawa makromolekul spesifik yang disebut enzim, dari reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi karbon dioksida sampai yang sangat rumit seperti replikasi kromosom (Winarno, 1986). 2. Alat pengangkut dan alat penyimpan Banyak molekul dengan berat molekul kecil serta beberapa ion dapat diangkut atau dipindahkan oleh protein tertentu. Misalnya hemoglobin
Universitas Sumatera Utara
mengangkut oksigen dalam eritrosit, sedang mioglobin mengangkut oksigen dalam otot. Ion besi diangkut dalam plasma darah oleh transferin dan disimpan dalam hati sebagai kompleks dengan feritrin (Winarno, 1986). 3. Pengatur pergerakan Protein merupakan komponen utama daging, gerakan otot terjadi karena adanya dua molekul protein yang saling bergeseran (Winarno, 1986). 4. Pertahanan tubuh atau imunitas Pertahanan tubuh biasanya dalam bentuk antibodi, yaitu suatu protein khusus yang dapat mengenal dan menempel atau mengikat benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus, bakteri, dan sel-sel asing lain (Winarno, 1986). 2.8 Reaksi Khas Protein 1. Reaksi Xantoprotein Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning bila dipanaskan (Winarno, 1986). 2. Reaksi Hopkins-Cole Triptopan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehid dengan bantuan asam kuat dan membentuk senyawa berwarna (Winarno, 1986). 3. Reaksi Millon Pereaksi millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Larutan protein ditambahkan dengan pereaksi millon akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah merah bila dipanaskan (Winarno, 1986).
Universitas Sumatera Utara
4. Reaksi Nitroprussid Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas (Winarno, 1986). 5. Reaksi Sakaguchi Protein yang mengandung asam amino dengan gugus guanidin dapat memberikan hasil yang positif berupa warna merah dengan pereaksi sakaguchi (Winarno, 1986). 2.9 Penentuan Kandungan Protein 1. Metode Kjeldahl Penentuan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan penentuan empiris (tidak langsung) yaitu melalui penentuan kandungan nitrogen yang ada dalam bahan. Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi secara teknis hal itu sangat sulit dilakukan mengingat jumlah nitrogen non protein yang dalam bahan biasanya sangat sedikit maka penentuan jumlah N-total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Penentuan dengan cara ini sering disebut penentuan jumlah N- total kasar (crude protein) (Sudarmadji, 1996). Analisis dengan metode Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi. a. Tahap destruksi Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga akan terurai. Unsur karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. sedangkan
Universitas Sumatera Utara
nitrogennya akan berubah menjadi (NH4)2 SO4. Tahap destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna (Sudarmadji, 1996). b. Tahap destilasi Pada tahap destilasi, amonium sulfat dipecah menjadi amonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan bereaksi dengan asam standar. Asam standar yang dipakai adalah larutan H2SO4 dan telah diberi indikator (Sudarmadji, 1996). c. Tahap titrasi Pada tahap titrasi, destilat yang dihasilkan dari proses destilasi, dititrasi dengan NaOH 0,1 N untuk mengetahui sisa dari H2SO4 yang tidak bereaksi dengan amonia (Sudarmadji, 1996). Dasar perhitungan penentuan protein menurut kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16%. Untuk campuran senyawa-senyaea protein atau yang belum diketahui komposis unsur-unsur penyusunnya secara pasri, maka faktor perkalian 6,25 inilah yang dipakai (Sudarmadji, 1996). 2. Metode Dumas dan Van Slyke Selain cara Kjeldahl, penentuan N dapat pula dengan jalan mereaksikan protein atau asam amino dengan asam nitrit sehingga dibebaskan N. Gas nitrogen yang terjadi diukur banyaknya secara volumetris, cara ini dikenal dengan cara Van Slyke. Cara lain yang dianggap mirip dengan cara diatas adalah cara Dumas. Pada cara ini protein dibakar (pirolisis) sehingga dibebaskan nitorgen, dan diukur secara volumetris. Kandungan proteinnya dihitung dengan mengalikan dengan faktor konversi (Sudarmadji, 1996).
Universitas Sumatera Utara
3. Metode Turbidimetri atau Kekeruhan Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acetic acid (TCA), Kalium Ferri Cianida atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter (Sudarmadji, 1996). 4. Metode Pengecatan Beberapa bahan pewarna misalnya orange G, orange 12 dan amino black dapat membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan menggunakan kolorimeter, maka jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat (Sudarmadji, 1996). 5. Penentuan Protein dengan Titrasi Formol Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penentuan protein. Larutan protein dinetralkan dengan NaOH, kemudian ditambahkan formalin akan membentuk dimethiol. Dengan terbentuknya dimethiol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadimerah muda yang tidak hilang dalam 30 detik (Sudarmadji, 1996). 2.10 Lemak Salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia adalah lipid. Para ahli biokimia bersepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang
Universitas Sumatera Utara
mempunyai sifat fisika seperti lemak, dimasukan dalam suatu kelompok yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang dimaksud adalah: i.
Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik yang disebut pelarut lemak.
ii.
Ada hubungan dengan asam-asam lemak atau esternya.
iii.
Mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009). Senyawa-senyawa yang termasuk lipid ini dapat dibagi dalam beberapa
golongan. 1. Lipid sederhana, yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau gilesrida dan lilin 2. Lipid gabungan, yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contohnya fosfolipid. 3. Derivat lipid, contohnya asam lemak, gliserol, dan sterol (Winarno, 1986). Yang dimaksud dengan lemak disini adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida, atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah suatu trigliserida (Poedjiadi dan Supriyanti, 2009). Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K (Winarno, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Kandungan lemak makanan dapat merentang mulai dari sangat rendah sampai sangat tinggi, baik dalam produk tumbuhan maupun produk hewan. Dalam makanan yang tidak dimodifikasi, seperti daging, susu, serelia, dan ikan lipidnya berupa campuran yang terdiri banyak senyawa, dengan bagian utama trigliserida (deMan, 1998). 2.11 Penentuan Kadar Lemak Penentuan kadar lemak dan minyak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipid, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu hasil analisisnya disebut dengan lemak kasar (Sudarmadji, 1996). 1. Metode Sokletasi Sejumlah sampel ditimbang dengan teliti dimasukan kedalam thimbel yang dapat dibuat dari kertas saring. Sampel yang belum kering harus dikeringkan lebih dahulu untuk memperbesar luas permukaan kontak dengan pelarut. Selanjutnya labu alas dipasang berikut kondensornya. Pada akhir ekstraksi yaitu kira-kira 3-4 jam, labu alas diambil dan ekstrak dituang kedalam botol timbang atau cawan porselin yang telah diketahui beratnya, kemudian pelarut diuapkandiatas penangas air sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan dalam oven sampai diperoleh bobotr konstanya (Sudarmadji, 1996). 2. Metode Goldfish Ekstraksi dengan alat Goldfish sangat praktis. Bahan sampel yang telah dihaluskan dimasukan kedalam thimbel dan dipasang dalam tabung penyangga yang pada bagian bawahnya berlubang. Bahan pelarut yang digunakan ditempatkan dalam bekerglas di bawah tabung penyangga. Bila bekerglas dipanaskanuap pelarut akan naik dan didinginkan oleh kondensor sehingga akan
Universitas Sumatera Utara
mengembun dan menetes pada sampel demikian terus menerus sehingga bahan akan dibasahi oleh pelarut dan akan terekstraksi, selanjutnya akan tertampung ke dalam bekerglas kembali. Setelah ekstraksi selesai, sampel berikut penyangganya diambil dan diganti dengan bekerglas yang ukurannya sama dengan tabung penyangga. Pemanas dihidupkan kembali sehingga pelarut akan diuapkan lagi dan diembunkan serta tertampung ke dalam bekerglas yang terpasang di bawah kondensor, dengan demikian pelarut yang tertampung dapat dimanfaatkan untuk ekstraksi yang lain (Sudarmadji, 1996). 3. Metode Babcock Bahan yang berbentuk cair, penentuan lemaknya dapat menggunakan botol Babcock. Penentuan lemak dengan Babcock sangatlah sederhana. Sampel yang telah ditimbang dengan teliti dimasukan kedalam botol Babcock. Pada lehernya telah dilengkapi dengan skala ukuran volume. Sampel yang dianalisa ditambah asam sulfat pekat untuk merusak emulsi lemak sehingga lemak akan terkumpul menjadi satu pada bagian atas cairan. Pemisahan lemak dari cairannya dapat lebih sempurna bila dilakukan sentrifugasi. Rusaknya emulsi lemak dikarenakan asam sulfat dapat merusak lapisan film yang menyelimuti globula lemak yang biasanya terdiri dari senyawa protein. Dengan rusaknya protein (denaturasi ataupun koagulasi) maka nenubgkinkan globula lemak yang satu akan bergabung dengan golula lemak yang lain dan akhirnya menjadi kumpulan lemak yang lebih besar dan akan mengapung di atas cairan. Setelah disentrifugasi lemak akan semakin jelas terpisah dengan cairannya dan agar dapat dibaca banyaknya lemak kedalam botol ditambahkan akuades panas sampai lemak atau minyak tepat pada tanda skala bagian atas (Sudarmadji, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.12 Panel Untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Alat ini terdiri dari orang atau kelompok orang yang disebut panel yang bertugas menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Jadi, penilaian makanan secara panel berdasarkan kesan subjektif dari para panelis dengan prosedur sensorik tertentu yang harus dituruti. Penggunaan panel ini dapat dibedakan tergantung dari tujuan (Soekarto, 1985). Menurut Soekarto (1985) terdapat 6 macam panel yang biasa digunakan dalam penelitian organoleptik yaitu: a. Panel pencicip perorangan Pencicip perorangan juga disebut pencicip tradisional digunakan dalam industri-industri makanan seperti pencicip teh, kopi, anggur, es krim atau penguji bau pada industri minyak wangi (parfum). Pencicip ini mempunyai kepekaan yang sangat tinggi jauh melebihi kepekaan rata-rata manusia. b. Panel pencicip terbatas Untuk menghindari ketergantungan pada pencicip perorangan maka industri menggunakan 3-5 orang penilai yang mempunyai kepekaan tinggi yang disebut panel pencicip terbatas. Biasanya panel ini diambil dari personal laboratorium yang sudah mempunyai pengalaman luas akan komoditi tertentu. c. Panel terlatih Anggota panel ini lebih besar dari panel di atas yaitu 15-25 orang. Untuk menjadi panel ini perlu diseleksi dan dipilih dan terlatih.
Universitas Sumatera Utara
d. Panel tak terlatih Jika panel terlatih biasanya untuk menguji perbedaan (difference test), maka panel tak terlatih umumnya untuk menguji kesukaan (preference test). Anggota panel tak terlatih tidak tetap. e. Panel agak terlatih Panelis dalam katagori ini mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh yang karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan. Tetapi latihan-latihan yang diterima tidak cukup intensif dan tidak teratur, karena itu belum mencapai tingkat sebagai panel terlatih. Jumlah untuk panel agak terlatih jumlahnya terletak di antara panelis terlatih dan tidak terlatih. Jumlah itu berkisar antara 15-25 orang. Makin kurang terlatih makin besar jumlah panelis yang diperlukan. f. Panel konsumen Panel ini biasanya mempunyai anggota yang besar jumlahnya, dari 30 sampai 1000 orang. Pengujiannya biasanya mengenai uji kesukaan (preference test) dan dilakukan sebelum pengujian pasar. Hasil uji kesukaan dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu jenis makanan dapat diterima oleh masyarakat. Anggota panel konsumen dapat diambil dari sejumlah orang yang ada di pasar atau dapat pula dilakukan dengan mendatangi rumah konsumen, dalam hal kelompok pertama pengujian dapat diselenggarakan sekaligus, sedangkan dalam hal yang kedua diselenggarakan dengan mendatangi rumah-rumah. 2.12.1 Seleksi Panelis Hedonik Calon panelis dapat diambil dari orang awam atau dari luar instansi, dapat diambil dari tamu yang berkunjung. Orang yang sudah terlanjur ahli atau kenal betul dengan komoditi itu tidak boleh dijadikan anggota panel hedonik. Jumlah
Universitas Sumatera Utara
panel hedonik makin besar semakin baik, sebaiknya jumlah itu melebihi 30 orang. Jumlah lebih besar tentu menghasilkan kesimpulan yang dapat diandalkan. Tetapi biaya penyelenggaraanya terlalu tinggi karena itu biasanya ada kompromi antara jumlah anggota dan biaya penyelenggaraan. Menurut Soekarto (1985) kriteria panelis sebagai berikut: 1. Memiliki kepekaan dan konsistensi yang tinggi 2. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil secara acak. Jumlah anggota panelis hedonik semakin besar semakin baik 3. Berbadan sehat 4. Tidak dalam keadaan tertekan 5. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik 2.12.2 Penilaian Organoleptik Suatu laboratorium yang menggunakan manusia sebagai alat ukur berdasarkan kemampuan pengindraanya, Panelis diberikan format evaluasi dimana ada banyak jenisnya. Salah satunya mempunyai kolom untuk sampel dengan penilaian seperti sangat suka, agak suka, tidak suka, agak tidak suka dan sangat tidak suka. Panelis memberi pendapat untuk setiap sampel dan dapat memberikan komentar tambahan. Penilaian diberikan peringkat angka oleh pemimpin uji panel, seperti 5 untuk amat sangat suka menurun hingga 1 untuk tidak suka. Setelah semua format evaluasi lengkap, pemimpin uji panel mentabulasikan dan merata-ratakan hasilnya. Skala peringkat angka untuk rasa dan faktor kualitas yang lain dikenal sebagai skala hedonik (Soekarto, 1985).
Universitas Sumatera Utara