BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kedelai 1.Taksonomi Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak dengan ketinggian tanaman berkisar 10-200 cm, tumbuh tegak, berdaun lembut dengan beragam morfologi, bercabang sedikit atau banyak tergantung dengan kultivar dan lingkungan hidup (Lamina , 1989). Menurut Adisarwanto (2005) kedudukan tanaman kedelai dalam sistematik tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rosales
Famili
: Leguminoceae
Sub Famili : Papilionoideae Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L.) Merrill.
Komponen utama yang mendukung morfologi pertumbuhan yang optimal pada tanaman kedelai adalah: akar, daun, batang, bunga, polong, dan biji. Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama yaitu: kulit biji dan janin/embrio (Adisarwanto, 2005). Menurut Lamina (1989) biji kedelai mampu menyerap air cukup banyak sehingga menyebabkan beratnya menjadi dua kali lipat. Ketebalan kulit biji kedelai berpengaruh pada sifat yang keras dan daya serap air. Sehingga biji kedelai yang kering akan berkecambah apabila memperoleh air yang cukup.
5
2. Kedelai Hitam Kedelai termasuk ke dalam famili Leguminoceae. Kedelai diklasifikasikan menjadi tiga subgenus, yaitu : 1) Glycine (pengganti Leptocyamus), 2) Bracteata (pengganti Glycine), dan 3) Soja (Hidajat, 1985). Subgenus kedelai yang
banyak dibudidayakan
adalah subgenus Soja yang terdiri dari dua jenis, yaitu: Glycine ussuriensis merupakan kedelai liar yang merambat dengan daun bertangkai tiga, kecil dan sempit, berbunga ungu serta berbiji kecil keras berwarna hitam hingga coklat tua dan Glycine max memiliki warna bunga putih atau ungu, memiliki bentuk daun dan biji yang beragam (Adie dan Krisnawati, 2007). Kacang kedelai berbeda dengan kacang-kacang lain. Tabel 1 memperlihatkan komposisi zat gizi kacang kedelai kuning dengan kedelai hitam. Kedelai mempunyai sedikit pati, kaya minyak 21% dan tinggi akan protein yaitu 41%. Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Kacang Kedelai Kuning dengan Kedelai Hitam Kedelai Komponen Kuning Hitam Energi (kal) 400 385 Air (gr) 10,2 12,3 Protein (gr) 35,1 33,3 Lemak (gr) 17,7 15,0 Karbohidrat (gr) 32,0 35,4 Serat (gr) 4,2 4,3 Abu (gr) 4,0 4,0 Mineral : -besi (mg) 8,5 9,5 - kalsium (mg) 226 213 Vitamin : -B1 (mg) 0,66 0,65 -B2 (mg) 0,22 0,23 Niacin (mg) 2,2 2,8 (Somaatmadja, 1985). Menurut Welly’s Doris jumlah varietas kedelai hitam yang yang dikembangkan di Indonesia sangat minim. Padahal dari segi syarat tumbuh kedelai hitam (Glycine soja) lebih cocok ditanam di 6
daerah tropis. Cikuray dan Merapi merupakan dua varietas unggul kedelai hitam yang memiliki kadar protein cukup tinggi, akan tetapi ukuran bijinya tergolong kecil. Sedangkan pada Mallika, varietas kedelai hitam yang dilepas tahun 2007, memiliki biji kecil (9,50 g/100 biji) dengan kadar protein lebih rendah (37%) (Ginting E. dkk, 2009). Kawi dan Wilis merupakan Beberapa varietas dan galur kedelai hitam berbiji besar hasil persilangan biji hitam dengan biji kuning yang telah dikembangkan, diantaranya Detam-1 dan Detam-2 dengan kadar protein yang relatif tinggi. Produk yang dihasilkan dengan menggunakan kedelai hitam memiliki bobot dan volume yang sama dengan menggunakan kedelai berbiji kuning Wilis dan Burangrang (Ginting dan Adie, 2007). Menurut Badan Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (2008) untuk memenuhi kebutuhan industri berbahan baku kedelai beberapa varietas unggul kedelai yang dilepas akhirakhir ini memiliki sifat yang beragam dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ukuran biji (bobot 100 biji) dan komposisi kimia beberapa varietas/galur kedelai Varietas/galur 1,2,4
Argomulyo 1 Grobogan 1 Panderman 1,2,3 Burangrang 2,3 Kedelai impor 2,3 Bromo 1 Anjasmoro 1 Detam-1 1 Detam-2 1,2 Tampomas 1,2 Cikuray 1,2,3 Wilis 1,2 Kawi 1 Mallika 1,4 Merapi 1,2 Krakatau
Bobot 100 biji (gr) 18-19 18 15-17 14,90-17 14,80-15,80 14,40-15,80 14,80-15,30 14,80 13,50 10,90-11 9,10-11 8,90-11 10,10-10,50 9-10 8-9,50 8-9,10
Warna kulit biji Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Hitam Hitam Kuning Hitam Kuning Kuning Hitam Hitam Kuning
Protein (%bk) 37-40,20 43,90 36,90 39-41,60 35-36,80 37,80-42,60 41,80-42,10 45,40 45,60 34-41,20 35-42,40 37-40,50 38,50-44,10 37 41-42,60 36-44,30
Lemak (%bk) 19,30-20,80 18,40 17,70 20 21,40-21,70 19,50 17,20-18,60 13,10 14,80 18-19,60 17-19 18-8,80 16,60-17,50 20 7,50-13 16-17
Potensi hasil (t/ha) 2 3,40 2,40 2,50 2,50 2,30 3,50 3 1,90 1,70 1,60 2 2,90 1 1,90
Tahun dilepas 1998 2008 2003 1999 1998 2001 2008 2008 1992 1992 1983 1998 2007 1938 1992
bk = basis kering Sumber: Balitkabi (2008); Antarlina dkk. (2002); Antarlina (2002); Ginting dan Suprapto (2004).
7
B. Kandungan Gizi 1. Vitamin Menurut Siegel and Fawcett (1976) kacang-kacangan merupakan tanaman berkeping dua yang kaya akan nutrisi. Selama proses perkecambahan sebagian sistem enzim menjadi aktif dan mengkibatkan perubahan pada beberapa komponen gizi (Aminah dan Hersoelistyorini, 2012). Menurut Syed Adil Syah (2011) pada kacang-kacangan memiliki kandungan vitamin C yang relatif kecil, bahkan ada yang tidak mengandung vitamin C, akan tetapi setelah proses perkecambahan terjadi peningkatan vitamin C. Proses
perkecambahan
menyebabkan
terjadinya
peningkatan vitamin C dan niasin mencapai 50-100% selama 42-72 jam perkecambahan (Aykroyd and Doughth, 1977). Perubahan pada kandungan beberapa vitamin kecambah lebih tinggi dari pada biji kedelai.
Selain
itu,
proses
perkecambahan
menyebabkan
peningkatan komponen nilai gizi sehingga memiliki kuantitas yang lebih baik. Jumlah dan jenis zat gizi yang dikandung kacang kedelai basah dan kering berbeda-beda, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Kedelai Tiap 100 gr Zat Gizi Kedelai Basah Energi (kkal) 286,0 Protein (g) 30,2 Lemak (g) 15,6 Karbohidrat (g) 30,1 Kalium (g) 196,0 Fosfor (g) 506,0 Besi (mg) 6,9 Vit. A (SI) 95,0 Vit. B (mmg) 0,93 Air (g) 20,0 Sumber: Widya Karya Pangan dan gizi ( 2000 ).
8
Kedelai Kering 331,0 34,9 18,9 34,8 227,0 585,0 8,0 110,0 1,07 7,5
2. Protein Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh zat ini juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan
baru
yang
selalu
terjadi
dalam
tubuh.
(Winarno,2004). Menurut Laila Nur (2008) Penurunan kandungan protein selama proses perkecambahan disebabkan oleh terjadinya tahapantahapan dalam proses perkecambahan. Proses perkecambahan merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Kandungan protein ditentukan oleh besar kecilnya ukuran biji pada kultivar kedelai, hal ini sejalan dengan
penelitian
Worker
and
Ruckman
(1968)
yang
mengemukakan bahwa ukuran biji menunjukkan korelasi yang positif terhadap kandungan protein pada biji sorghum (Sorghum vulgare), makin besar atau berat ukuran biji maka kandungan proteinnya juga akan meningkat. Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang terkandung dalam protein tersebut. Asam amino yang biasanya sangat kurang dalam bahan makanan disebut asam amino pembatas. Dalam serealia asam amino pembatasnya adalah lisin, sedangkan pada kacang-kacangan (leguminosa) asam amino pembatasnya adalah amino metionin kedua protein tersebut tergolong rendah (Winarno, 2004). Pengolahan
asam amino
esensial
dan non
esensial
berpengaruh terhadap leusin, lisin, valin, asam glutamat, serin dan arginin, sedangkan asam amino lainnya tidak menunjukkan ada pengaruh. Sebagian asam amino bersifat reaktif oleh pemanasan. (Nurhidajah, Syaiful dan Nurrahman, 2012). Persatuan Ahli Gizi (2005) juga menambahkan lisin menjadi asam amino pembatas pada 9
kacang kedelai yang dibuat tauco. Maka dapat diambil kesamaan, lisin menjadi pembatas pada kacang kedelai yang dibuat produk fermentasi. C. Perkecambahan 1. Proses Perkecambahan Perkecambahan merupakan pertumbuhan embrio yang dimulai kembali setelah penyerapan air/imbibisi. Perkecambahan dapat terjadi apabila substrat (karbohidrat, protein dan lemak) berperan sebagai penyedia energi yang akan digunakan dalam proses morfologi (pemunculan organ-organ tanaman seperti akar, daun dan batang).
Proses perkecambahan dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah: air, suhu, oksigen dan cahaya (Hidayat, 1995). Perkecambahan pada biji akan berlangsung secara lambat apabila media tumbuhnya dalam keadaan kering. Pada proses imbibisi dipengaruhi juga oleh keadaan suhu dimana memiliki peranan
penting
terhadap
kecepatan
aliran
respirasi,
serta
pembelahan dan pemanjangan sel. Peranan oksigen dalam proses perkecambahan adalah untuk mengoksidasi cadangan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, dan sebagainya. Selain itu oksigen juga berperan sebagai oksidator dalam perombakan gula atau respirasi (Ashari, 1995). Menurut Abidin (1987) keberhasilan perkecambahan dipengaruhi juga oleh adanya pencahayaan yang tepat. Kekurangan cahaya dapat menyebabkan kecambah yang dihasilkan pucat dan lemah (Sutopo, 2002). Selama proses perkecambahan kedelai terjadi perubahan zat-zat antara lain: zat-zat anti gizi, jumlah vitamin-vitamin meningkat terutama vitamin C, B dan E (Kadam and Salunke, 1989). Menurut Sathe et al., (1982) pekecambahan merupakan proses katabolisme yang menyediakan zat gizi untuk pertumbuhan tanaman melalui 10
reaksi hidrolisa dari zat gizi cadangan yang terdapat dalam biji sehingga terjadi perubahan karbohidrat bahan dan peningkatan daya cerna selama proses perkecambahan. Tabel 4. Komposisi Kimia Kedelai dan Kecambah Kedelai Komponen
Kedelai
Protein (% bk) Lipida (% bk) Karbohidrat (% bk) Serat kasar (% bk) Abu (5 bk) Vitamin C (mg/100 g bk) Tokoferol (mg/100 g bk) Karotin (mcg/100 g bk) Thiamin (mg/100 g bk) Riboflavin (mg/100 g bk) Niasin (mg/100 g bk) Sumber : Fordham et al., (1975).
45,28 22,27 19,72 5,57 4,67 7,95 1,48 17,33 1,09 0,34 2,33
Kecambah Kedelai 49,35 6,49 27,12 8,58 5,19 274,03 1,10 42,6 2,34 1,95 35,32
Didalam penyimpanan biji kedelai yang memiliki kandungan karbohidrat, protein, dan lemak. Bahan-bahan tersebut digunakan sebagai bahan baku untuk respirasi dan energi pada
saat
perkecambahan. Biji yang berukuran besar dan berat di duga mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan biji yang berukuran lebih kecil (Sutopo, 1993). Menurut Astawan (2003) proses perkecambahan tidak memerlukan waktu yang lama yaitu kurang lebih 3 hari. Menurut penelitian pendahuluan Laila Nur (2008) interval waktu yang digunakan untuk waktu perkecambahan yaitu 48 jam, 56 jam, 64 jam, 72 jam dan 80 jam. Hasil penelitian Suyanti (2005) menunjukkan bahwa dalam waktu 48 jam kecambah kedelai mengalami peningkatan kandungan protein rata-rata 3,98% dan kandungan protein pada kecambah kedelai kultivar Kaba mengalami peningkatan dalam waktu 72 jam dengan rata-rata 10,2 %. Sedangkan hasil penelitian Suwarni (2007) menunjukkan waktu perkecambahan 60 jam mengalami peningkatan vitamin E tertinggi sebanyak 5,462 ppm. 11
Menurut
Sutopo
(1993),
proses
perkecambahan
biji
merupakan rangkaian dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Tahap-tahap perkecambahan adalah sebagai berikut: tahap
pertama,
perkecambahan
biji
dimulai
dengan
proses
penyerapan air pada biji, kulit biji yang melunak, serta terjadinya hidrasi dari protoplasma. Tahap kedua adanya kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi biji, pada permulaan perkecambahan ditandai dengan adanya radikula yang lebih dahulu keluar (akar primer
dan
akar
rambut).
Proses
ini
terjadi
pada
umur
perkecambahan 24 jam (Sutopo, 1993). Tahap
ketiga
terjadi
penguraian
bahan-bahan
seperti
karbohidrat, lemak dan protein menjadi bentuk-bentuk yang melarut dan
ditranslokasikan
ke
titik-titik
tumbuh.
Pada
tingkatan
perkecambahan selanjutnya hipokotil dan radikula terus memanjang (terjadi pada umur perkecambahan 48 jam) (Sutopo, 1993). Tahap keempat adalah kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel baru untuk menghasilkan energi. Adanya perubahan pada radikula yang terus memanjang ke bawah sedangkan hipokotil terus memanjang ke atas sampai menembus permukaan terjadi pada umur perkecambahan 56-72 jam. Pada tahap ini akar semakin banyak dan bertambah
panjang serta
terdapat akar lateral (terjadi pada umur perkecambahan 80 jam). Selain itu ditandai dengan hipokotil yang terus memanjang sehingga kotiledon berada di atas permukaan dan daun pertama keluar, antara bagian daun dan kotiledon terdapat epikotil (Sutopo, 1993). Tahap kelima adalah pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titiktitik tumbuh. Sementara daun belum dapat berfungsi sebagai organ untuk fotosintesis maka persediaan makanan yang ada dalam biji mempengaruhi pertumbuhan kecambah (Sutopo, 1993). 12
2. Elisitor Elisitor merupakan senyawa yang menyebabkan fitoaleksin diproduksi. Elisitasi dapat dilakukan dengan menambahkan elisitor abiotik maupun biotik. Alginat merupakan elicitor abiotik yang berperan untuk meningkatkan kandungan bioaktif pada tumbuhan. Asam alginat perlu diubah menjadi berbagai alginat komersial dengan melibatkan garam, seperti natrium dan kalium untuk membuat produk alginat yang stabil (Onsoyen, 1992). Natrium alginate (C6H7O6Na)n merupakan produk dari karbohidrat yang telah dipurifikasi, diekstraksi dari alga laut coklat dengan garam alkali. Garam natrium dari asam alginat berwarna putih sampai kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir tidak berbau dan berasa, larut dalam air dan mengental (larutan koloid), tidak larut dalam alkohol dan larutan hidroalkohol dengan kandungan alkohol lebih dari 30% (Food Chemical Codex, 1981). Menurut Baird and Pettitt (1991) alginat dapat dihasilkan oleh bakteri Azotobacter vinelandii dan Pseudomonas aeruginosa. Alginat yang berasal dari bakteri memiliki sifat fisik dan kimia yang sama dengan alginat dari alga tetapi pada alginat bakteri terdapat penambahan O-acetylated Lapasin dan pricl. D. Pengolahan Susu Pengolahan biji-bijian menjadi susu dapat menaikkaan nilai cerna. Pembuatan susu kedelai pada dasarnya adalah memproses biji kacang kedelai untuk diambil sarinya. Proses pembuatan susu kedelai meliputi tahap-tahap: penyortiran, pencucian, perendaman, penghancuran/penggilingan
dilakukan
dengan
air
dengan
perbandingan 1 : 6 (b/v), dengan menggunakan perbandingan ini akan dihasilkan kekentalan seperti pada susu sapi dan juga akan didapatkan protein susu yang tinggi, hingga berbentuk bubur,
13
kemudian penyaringan sehingga diperoleh sari kacang kedelai, kemudian pemanasan (Adnan Mochammad, 1984). Pemanasan merupakan salah satu proses pengolahan. Selama pemanasan dengan suhu 60-90 perubahan
zat
gizi
terutama
protein
0
C akan menyebabkan
karena
protein
akan
terdenaturasi oleh panas. Selain dengan pemanasan, melalui fermentasi akan meningkatkan daya cerna, kenampakan dan flavor (Nurhidajah, Syaiful dan Nurrahman, 2012). Susu kedelai merupakan hasil pengolahan dengan teknologi pengolahan ekstraksi dari kedelai. Kandungan gizi pada susu kedelai sangat tinggi, terutama kandungan proteinnya. Kerusakan pada susu kedelai ditandai adanya perubahan bau, warna, rasa, atau mengental, kemudian terjadi pemisahan air dengan endapan sari kedelai (Budimarwanti). Kedelai dipilih sebagai bahan baku susu karena memiliki kandungan gizi yang tinggi di antara kacangkacangan. Menurut penelitian Sukardi, Pulungan dan Purwaningsih (2001) karakteristik kimia pada kedelai, jagung, kecambah jagung, susu kedelai dan sari kecambah jagung memiliki perbedaan, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Kimia Kedelai, Jagung, Kecambah Jagung, Susu Kedelai dan Sari Kecambah Jagung Bahan KA Lemak Protein N-amino (%) (gr) (gr) (%) Kedelai 1 11,36 17,74 33,70 0,24 Jagung 1 11,37 4,14 9,37 0,07 Kecambah jagung 28,25 2,74 10,49 0,12 Susu kedelai 96,24 1,10 1,62 0,03 Sari kecambah jagung 95,27 0,00 0,17 0,06 Sumber: Sukardi, Pulungan dan Purwaningsih (2001). Susu kecambah kedelai memiliki cita rasa yang berbeda dengan susu kedelai. Menurut Ginting Erliana, Antarlina Satya dan Widowati Sri, (2009) susu kedelai memiliki cita rasa langu (beany flavour) yang kurang disukai. Hal ini timbul akibat aktivitas enzim 14
lipoksigenase yang secara alami terdapat pada biji kedelai. Enzim lipoksigenase aktif pada saat biji kedelai pecah selama proses pengupasan kulit dan penggilingan karena kontak dengan udara (oksigen). Komponen kandungan gizi kecambah kedelai lebih baik jika dibandingkan dalam keadaan utuh/biji sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan mikroflora tertentu
(Ginting Erliana, Antarlina Satya
dan Widowati Sri, 2009). Melalui perkecambahan, nilai daya cerna kacang-kacangan
akan
mempersingkat waktu
menjadi pemasakan
lebih
tinggi
sehingga
atau pengolahan.
akan
Menurut
Koswara (2010) melalui germinasi yang menghasilkan kecambah dapat menghilangkan berbagai senyawa anti gizi didalamnya, dapat mempertahankan mutu proteinnya dan mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Persyaratan mutu untuk susu kedelai di luar negeri telah ditentukan standar mutu susu kedelai sebagai berikut: kadar protein minimal 3%, kadar lemak 3%, kandungan total padatan 10% dan kandungan bakteri maksimum 300 koloni
per ml serta tidak
mengandung bakteri coli (Koswara, 1992). E. Antioksidan Antioksidan merupakan salah satu faktor non nutrisi karena berfungsi sebagai penghambat oksidasi. Antioksidan dapat diperoleh secara alami dan sintetik. Salah satu antioksidan alami adalah yang tergolong dalam senyawa fenolik (Yuliana, 2003). Menurut El-Aldawy (2004) vitamin C dan E merupakan vitamin antioksidan yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Fungsi utama antioksidan dalam tubuh yaitu untuk membantu memperlambat proses penuaan, membersihkan radikal bebas, melindungi vitamin A dari oksidasi dan mencegah hemolisis sel darah merah (Manullang dan Suratno, 1996). 15
Radikal bebas merupakan senyawa kimia yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Senyawa ini bersifat tidak stabil sehingga harus mencari elektron lain sebagai pasangan untuk mencapai kestabilan. Reaksi ini terjadi secara berantai dan menyebabkan terbentuknya radikal bebas dalam tubuh. Reaksi ini dapat diredam apabila tubuh memiliki senyawa penangkap radikal bebas yang disebut antioksidan (Lestario, Sugiarto dan Timotius, 2008). Antioksidan alami banyak terdapat dalam seluruh bagian dari tanaman seperti: akar, daun, bunga, biji, batang. Antioksidan juga dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu: antioksidan yang secara endogen terdapat dalam satu atau lebih komponen pangan, antioksidan
yang
terbentuk
selama
proses
pengolahan
dan
antioksidan yang diisolasi dari sumber alami (Pratt, 1992). Contoh senyawa antioksidan alami antara lain tokoferol, flavonoid, turunan asam sinamat, fosfatida dan asam organik polifungsional yang sebagian besar merupakan komponen fenolik. Menurut Noer dkk (2009) kedelai hitam mengandung isoflavon dan antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh. Isofavon yang terkandung dalam kedelai merupakan sterol yang berasal dari tumbuhan (fitosterol) apabila dikonsumsi dapat menghambat absorbsi dari kolestrol baik yang berasal dari diet maupun kolesterol yang diproduksi dari dihasilkan
pada
proses
Kecambah (sprouts) yang
perkecambahan
biji-bijian
dapat
menghilangkan berbagai senyawa anti gizi di dalamnya, dan dapat mempertahankan mutu protein serta mengandung vitamin C yang cukup tinggi (Koswara, 2010). F. Metode Pengujian Aktivitas Antioksidan Pengukuran aktivitas antioksidan dalam menangkal radikal bebas
dapat
dilakukan
dengan 16
metode 1,1-Diphenyl-2-picryl-
hydrazyl (DPPH). Uji
peredaman warna radikal
bebas DPPH
adalah uji untuk menentukan aktivitas antioksidan dalam sampel yang
akan
diujikan
dengan
melihat
kemampuannya
dalam
menangkal radikal bebas DPPH. Sumber radikal bebas dari metode ini adalah senyawa 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil. Prinsip dari uji ini adalah adanya donasi atom hidrogen dari substansi yang diujikan pada radikal DPPH menjadi senyawa non radikal difenilpikrilhidrazin yang akan ditunjukkan oleh perubahan warna (Molyneux, 2004). Perubahan warna yang akan terjadi adalah perubahan dari larutan yang berwarna ungu menjadi berwarna kuning (Pauly, 2001 dalam Rahayu dkk. 2009). Intensitas perubahan warna ini kemudian diukur pada spektrum absorpsi antara 515-520 nm pada larutan organik
metanol
atau
etanol
(Molyneux,
2004).
Pemilihan
penggunaan metanol yang bersifat lebih polar dibandingkan etanol sebagai pelarut diharapkan dapat mempertahankan kestabilan DPPH. Kelebihan dari metode DPPH adalah secara teknis simpel, dapat
dikerjakan
dengan
cepat
dan
hanya
membutuhkan
spektrofotometer UV-Vis (Karadag et al., 2009). Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah radikal DPPH hanya dapat dilarutkan dalam media organik (terutama media alkoholik), tidak pada media aqueous sehingga membatasi kemampuannya dalam penentuan
peran
antioksidan hidrofilik.
Pengurangan kapasitas
antioksidan ketika kadar air pelarut melebihi batas tertentu dikarenakan terkoagulasinya DPPH (Magalhaes et al., 2008). G. Pengujian Organoleptik Uji Hedonik (Winiati, 1998) Penilaian organoleptik dalam pelaksanaannya memerlukan panel. Dalam penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrument atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau
17
mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Penilaian organoleptik mengenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik. Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan dalam uji ini. Selain itu panelis juga mengemukakan tingkat kesukaan / ketidaksukaan. Tingkattingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka, dan amat sangat tidak suka. Skala hedonik dapat direntangkan menurut skala yang dikehendaki. Dalam analisisnya skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menarik menurut tingkat kesukaan. Skala hedonik secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan.
18