TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril) berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, kedelai dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria, Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika (Prihatman, 2000). Kedelai merupakan tanaman semusim berupa semak rendah tumbuh tegak berdaun lebat dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10 sampai 200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup. Daun pertama yang keluar dari buku sebelah atas kotiledon berupa daun tunggal berbentuk sederhana dan letaknya berseberangan. Daun-daun yang terbentuk kemudian adalah daun bertiga dan letaknya berselang-seling. Batang, polong, dan daun ditumbuhi bulu berwarna abu-abu atau coklat, namun terdapat pula tanaman yang tidak berbulu. Bunga kedelai berkelompok dan tergantung tipe tumbuh, terdapat 5 sampai 35 bunga tergantung dari kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Polong matang berisi satu sampai lima biji (Hidayat, 1985). Suyamto (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa bunga kedelai dikendalikan oleh satu pasang gen yang sifatnya dominan sempurna, sehingga menghasilkan tiga untuk warna bunga induk betina dan nisbah satu untuk karakter warna bunga induk pejantan sesuai dengan nisbah segregasi Mendel. Bentuk biji kedelai berbeda tergantung kultivar, dapat berbentuk bulat, agak gepeng, atau bulat telur, namun sebagian besar kultivar mempunyai bentuk biji bulat telur. Biji kedelai tersusun atas tiga bagian utama yaitu kulit, hipokotil dan kotiledon. Kotiledon banyak mengandung protein dan lemak, sedangkan kulit biji banyak mengandung karbohidrat. Protein merupakan bagian terpenting dalam kedelai. Kualitas produk makanan yang berasal dari kedelai sangat ditentukan oleh kadar dan sifat fungsional proteinnya (Nugraha et al., 2000).
Perakaran kedelai terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari bakal akar. Akar tunggang dapat mencapai kedalaman dua meter, namun biasanya akar hanya mencapai kedalaman olah tanah. Batang kedelai berasal dari poros janin. Bagian terpenting dari poros janin adalah hipokotil dan bakal akar yang merupakan sebagian dari poros hipokotil akar. Bintil akar dapat terbentuk pada tanaman kedelai muda setelah ada akar rambut pada akar utama atau akar cabang. Bintil akar dibentuk oleh Rhizobium sp (Allen dan Allen, 1981; Hidayat, 1985). Bintil akar terbentuk dengan serangkaian proses yang diawali dengan kehadiran suatu strain Rhizobium sp pada bulu akar tanaman leguminosa dilanjutkan dengan penyusupan sel Rhizobium ke dalam sel bulu akar dan penyusupan lebih lanjut ke sel jaringan akar yang lebih dalam. Interaksi antara sel Rhizobium dengan sel jaringan akar, akan membentuk bintil-bintil akar (Allen dan Allen, 1981; Yutono, 1985). Tipe pertumbuhan determinate adalah tipe pertumbuhan yang ditandai dengan berhentinya pertumbuhan vegetatif setelah berbunga, masa berbunga tidak lama, jumlah buku setelah berbunga tidak bertambah, batangnya pendek dan tegak, serta bunga muncul pertama pada buku bagian atas batang. Pertumbuhan indeterminat adalah tipe pertumbuhan vegetatif akan terus berlanjut setelah berbunga, masa berbunga lebih lama daripada kedelai determinate, jumlah buku setelah berbunga masih akan bertambah, batangnya tinggi dan tumbuh melilit, serta bunga pertama muncul pada buku bagian bawah batang (Lersten dan Carlson, 1987). Kedelai (Glycine max) memiliki tipe pertumbuhan determinate, dan indeterminate yang masing-masing memiliki sifat yang khas, selain dua tipe pertumbuhan tersebut terdapat pula tipe semi determinate. Tipe determinate sesuai untuk musim tanam yang panjang karena tipe determinate memiliki bunga yang tumbuh pada rasim aksilar dan terminal serta pertumbuhan vegetatifnya akan berhenti dengan pembungaan di ujung batang. Pembentukan bunga dan polong pada tipe indeterminate terjadi sebelum tanaman kedelai tumbuh secara utuh yang disebabkan oleh pembungaan dimulai sebelum perpanjangan batang tanaman berakhir (Goldsworthy dan Fisher, 1992; Adie dan Krisnawati 2007). Tanaman kedelai mempunyai dua fase tumbuh, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif ialah fase tumbuh dari mulai munculnya tanaman dipermukaan tanah sampai terbentuk bunga pertama. Lamanya fase vegetatif
tergantung dari genetik dan lingkungan, terutama panjang hari dan suhu. Fase vegetatif kultivar kedelai di daerah beriklim tropis, dengan panjang hari sekitar 12 jam dan suhu tinggi sebagian besar kultivar berkisar antara 4-5 minggu. Fase reproduktif menyusul fase vegetatif yang ditandai dengan hampir seluruh kuncup ketiak daun bagian atas batang menjadi bunga. Kuncup-kuncup ketiak daun bagian bawah batang berkembang menjadi cabang atau bunga atau tidak berkembang sama sekali (Hidayat, 1985; Adie dan Krisnawati, 2007). Rasio asimilasi bersih kedelai dapat dilihat dari parameter luas daun, bobot kering, kadar protein dan klorofil, semakin lama umur panen maka makin besar ukuran biji. Proses akumulasi bahan kering dari pertumbuhan kedelai bisa ditandai dari karakteristik pertumbuhan tanaman (Yullianida dan Susanto, 2006). Kedelai adalah tanaman menyerbuk sendiri dengan penyerbukan pada waktu bunga masih tertutup (kleistogami), sehingga kemungkinan terjadi penyerbukan silang sangat kecil (Purwono dan Purnamawati, 2007). Penyerbukan sendiri terjadi karena polen berasal dari bunga yang sama atau bunga berbeda pada tanaman yang sama (Allard, 1960). Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga memiliki kelamin jantan dan betina.
Agroekologi Tanaman Kedelai Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung adalah melalui fotosintesis, sedangkan secara tidak langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berdasarkan respon tanaman terhadap panjangnya penyinaran maka dapat dibedakan tiga jenis tanaman yaitu: 1) Tanaman yang membutuhkan penyinaran panjang. 2) Tanaman yang membutuhkan hari pendek karena hal ini akan mempercepat pembuahan produksi. 3) Ada pula tanaman yang reaksinya netral (Fitter dan Hay, 1981). Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk hari pendek yaitu tidak akan berbunga bila lama penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis yaitu 15 jam per hari, oleh karena itu bila varietas yang berproduksi tinggi pada daerah subtropik dengan panjang hari 14-16 jam ditanam di daerah tropik seperti
Indonesia panjang hari lebih pendek dan suhu tinggi, dengan rata-rata panjang hari 12 jam maka tanaman tersebut pertumbuhan vegetatif menjadi pendek dan tanaman berbunga lebih cepat. Kedelai mengalami penurunan produksi karena masa berbunganya menjadi pendek dan berdampak pada hasil panen yang berkurang (Baharsjah et al., 1985; Goldsworthy dan Fisher, 1992). Faktor kesuburan fisiko-kimia tanah yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kedelai adalah tekstur, struktur, drainase, kedalaman lapisan olah, pH, kandungan hara, kandungan bahan organik, dan kemampuan tanah menyimpan kelembaban. Komponen kesuburan fisio-kimia tanah tersebut akan berinteraksi dengan faktor lain seperti curah hujan, topografi, dan tinggi tempat yang akan berpengaruh terhadap erosi, ketersediaan air tanah, pelestarian kesuburan lahan, produktivitas lahan dan keberlanjutan produksi (Sumarno dan Manshuri, 2007). Toleransi kemasaman tanah (pH tanah) bagi kedelai adalah 5.8-7.0 namun pada pH 4.5 kedelai dapat tumbuh, pada pH kurang dari 5.5 pertumbuhan sangat terhambat karena keracunan alumunium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifiksai akan berjalan kurang baik pada pH kurang dari 5.5. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 300-400 mm selama musim tanam (Purwono dan Purnamawati, 2007; Sumarno dan Manshuri, 2007). Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu yang sesuai untuk pertumbuahan kedelai berkisar antara 22-27 oC. Perkecamabahan optimum terjadi pada suhu 300C. Lingkungan optimum biji kedelai berkecambah setelah empat hari ditanam. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik sampai ketinggian 1.500 m dpl. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa hasil kedelai lebih tinggi pada dataran tinggi dibandingkan dengan dataran rendah. Peningkatan hasil pada dataran tinggi terutama disebabkan oleh peningkatan ukuran biji dan jumlah polong per tanaman. Memasuki periode pengisian polong suhu harian yang baik untuk pertanaman kedelai adalah tidak melebihi 350C dengan kelembaban nisbi yang relatif rendah (±70%) (Baharsjah et al., 1985; Sumarno dan Manshuri, 2007).
Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Cahaya matahari sangat besar peranannya dalam proses fisiologi tumbuhan seperti proses fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, dan berbagai
pergerakan tanaman dan perkecambahan. Masalah yang dihadapi oleh sebuah daun yang ternaungi adalah untuk mempertahankan suatu keseimbangan karbon yang positif dan kerapatan pengaliran dimana keadaan ini tercapai merupakan titik kompensasi. Tekanan cahaya rendah tanaman terbuka tiga pilihan : 1) Pengurangan kecepatan respirasi untuk menurunkan titik kompensasi. 2) Peningkatan luas daun untuk memperoleh satu permukaan yang lebih besar bagi absorbsi cahaya 3) Peningkatan kecepatan fotosintesis setiap unit energi cahaya dan luas daun. Kedelai merupakan tanaman C3 yang dapat mengalami kehilangan air lebih banyak dibandingkan tanaman C4 seperti jagung dan sorgum, karena tanaman C3 memiliki rasio transpirasi yang lebih tinggi dan keadaan stomata yang selalu terbuka. (Fitter dan Hay, 1981; Salisbury dan Ross, 1995). Tanaman C3 mengalami fotorespirasi yang berdampak pada hasil bersih fotosintesisnya lebih rendah dari tanaman C4. Hasil respirasi yang tergantung pada cahaya, tanaman C3 kehilangan jauh lebih banyak CO2 daripada yang terjadi pada tanaman C4 sehingga berakibat pada laju fotosintesis bersihnya lebih rendah daripada tanaman C4. Apabila tanaman mengalami cekaman kekeringan maka aktifitas fotosintesis tanaman terhambat akibat dari penurunan tekanan turgor sel dan penghambatan difusi uap air dan CO2 sehingga berakibat pada laju pertumbuhan dan hasil tanaman berkurang ( Fitter dan Hay, 1981; Roy, 2000). Tanaman yang tumbuh pada kondisi ternaungi sering menunjukkan tanda-tanda etiolasi. Fenomena etiolasi ini berhubungan dengan hormon auksin yang berfungsi merangsang pertumbuhan dan perpanjangan sel. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa etiolasi dipengaruhi oleh aktivitas fitokrom yang dipengaruhi cahaya. Kejadian etiolasi secara alami terjadi pada tanaman yang berada di bawah tegakan hutan tropis. Naungan akan mengurangi intensitas radiasi surya dan berpengaruh terhadap perubahan suhu udara maksimum, suhu tanah dan kelembaban nisbi. Chozin et al., (1998) menyatakan bahwa nilai rata-rata intensitas cahaya di bawah tegakan karet umur 1,2,3, dan 4 tahun berturut-turut sebesar 326.7; 237.6; 109.2; dan 38.2 kal/cm2/hari. Kedelai pada radiasi matahari optimum kebutuhan cahaya untuk fotosintesis maksimal adalah berkisar antara 0.3-0.8 kal/cm2/menit atau setara dengan 432-1152 kal/cm2/hari (Salisbury dan Ross, 1995). Nilai intensitas cahaya pada keadaan optimum jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai intensitas
cahaya di bawah tanaman karet. Haris (1999) menambahkan bahwa nilai intensitas cahaya di bawah tegakan karet umur 2, 3 dan 4 tahun setara dengan naungan paranet 25%, 50% dan lebih dari naungan paranet 75%. Perubahan-perubahan spesifik yang terjadi pada kedelai dalam kondisi intensitas cahaya rendah pada berbagai tingkatan merupakan bentuk adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman naungan ialah tergantung kepada kemampuannya dalam melanjutkan fotosintesis dalam kondisi defisit cahaya (Sopandie, 2006). Hasil penelitian Handayani (2003) menyatakan bahwa tanaman kedelai yang ternaungi mengalami percepatan umur berbunga antara 2 hari pada naungan 50% dan 65% dan 3 hari pada naungan 75% dan 85%. Umur panen antara tanaman naungan lebih cepat daripada tanpa naungan dan tanaman pada naungan 75% lebih cepat daripada tanaman pada naungan 50%. Mekanisme toleransi tanaman terhadap naungan adalah dengan meningkatkan tinggi tanaman dan luas daun dan mengurangi jumlah cabang, jumlah buku dan ketebalan daun. Penurunan cahaya menjadi 40% sejak perkecambahan mengakibatkan penurunan jumlah buku, cabang, diameter batang, jumlah polong, dan hasil biji. Apabila intensitas cahaya 40% diberikan mulai awal pengisian polong dan hasil biji serta kadar protein biji lebih rendah dibandingkan tanpa naungan. Hal ini mungkin disebabkan oleh turunnya kadar karbohidrat daun yang disebabkan oleh turunnya proses fotosintesis atau terganggunya keseimbangan dalam sistem tanaman (Baharsjah et al., 1985). Menurut Kisman (2007) akibat cekaman naungan 50%, hasil per hektar tanaman kedelai menurun 10-40%.
Pemuliaan Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman menyerbuk sendiri yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pemuliaan kedelai di Indonesia dengan tujuan menghasilkan varietas unggul yang tahan terhadap kondisi sub optimum telah dimulai pada tahun 1992 kemudian menghasilkan beberapa varietas yang adaptif pada lahan kering masam. Varietas unggul yang dihasilkan dalam kegiatan pemuliaan mempunyai peran penting untuk meningkatkan hasil dan
produktivitas tanaman kedelai apabila benih dari varietas unggul tersebut digunakan secara luas oleh petani (Budiarti dan Hadi, 2006). Banyak metode yang dapat digunakan dalam pemuliaan tanaman menyerbuk sendiri. Plasma nutfah merupakan sumber dalam jalur perakitan varietas karena merupakan wadah keragaman genetik untuk bahan persilangan. Pengumpulan plasma nutfah, baik berupa varietas-varietas lokal maupun varietas introduksi merupakan hal yang penting. Introduksi merupakan suatu proses mendatangkan suatu kultivar tanaman dari satu wilayah ke wilayah baru (Somaatmadja, 1985). Hibridisasi memiliki tujuan untuk memperoleh kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda genetiknya. Hasil hibridisasi akan bersegregasi pada generasi F1 bila tetua yang digunakan heterozigot dan akan bersegregasi pada generasi F2 bila tetua yang digunakan homozigot (Poespodarsono 1988). Pemilihan tetua yang sesuai dengan tujuan persilangan adalah syarat utama untuk pembentukan populasi dasar yang mempunyai potensi untuk menghasilkan varietas-varietas unggul. Silang tunggal (single-cross) bertujuan untuk menggabungkan sifat daya hasil tinggi dan umur pendek, daya hasil tinggi dan toleran kekeringan, daya hasil tinggi dan toleran naungan dan sebagainya. Penggunaan plasma nutfah yang beragam diikuti dengan pembuatan persilangan antar tiga varietas (three way cross) diharapkan dapat memperluas variabilitas genetik terutama untuk potensi hasil. Dalam cara persilangan demikian pentingnya beberapa kali persilangan balik (back cross) dengan varietas unggul setempat untuk mempertahankan produktivitas dan penyesuaiannya terhadap keadaan lingkungan (Arsyad et al., 2007) Pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul kedelai pada dasarnya mengikuti empat tahap pekerjaan yaitu: 1) Pembentukan populasi dasar untuk bahan seleksi, 2) Pembentukan galur murni dan seleksi, 3) Pengujian daya hasil, 4) Pemurnian dan penyediaan benih (Sumarno, 1985). Proses pemindahan gen dari tetua ke keturunannya atau dari generasi ke generasi meliputi: (a) segregasi, yaitu pemisahan pasangan alel ke dalam gamet-gamet yang berbeda dan diwariskan secara acak, (b) pemisahan dan pengelompokan secara bebas dari pasangan alel yang berbeda yang sedang bersegregasi (Suyamto, 2007).
Varietas kedelai dikembangkan dari galur murni yang bersifat homozigot homogenus, oleh karena itu dari populasi keturunan persilangan perlu dibentuk galur-galur murni sehingga dapat uji daya hasilnya. Galur asal F4 atau F5 sudah menunjukkan tingkat kemurnian yang cukup sehingga sudah dapat diuji. Ciri-ciri galur murni yang terlihat antara lain adalah: penampilan yang seragam dari sifat morfologi dan keturunan dari galur murni menunjukkan sifat yang tidak berbeda (Sumarno, 1985). Metode seleksi yang digunakan dalam pembentukan galur dari populasi asal persilangan pada dasarnya ada dua macam: pembentukan galur murni diikuti dengan seleksi (metode Pedigree) dan pembentukan galur murni tanpa seleksi (metode Bulk) (Sumarno, 1985). Mangoendidjojo (2003) menyatakan bahwa kegiatan tanaman yang menyerbuk sendiri terbagi menjadi dua kelompok, pertama adalah memperbaiki suatu populasi tanaman yang sudah ada (intrapopulation improvements) dan kedua adalah menggabungkan sifat-sifat baik dari dua populasi tanaman (inter-population inprovement). Kelompok pertama terdiri dari metode seleksi Massa dan seleksi Galur Murni. Kelompok kedua terdiri dari metode seleksi Pedigree, Bulk, Back Cross, dan Single Seed Descent. Seleksi Galur murni terdiri dari tiga tahap yang berbeda. Tahap pertama adalah seleksi tanaman tunggal dari populasi dasar yang secara genetik bervariasi. Tahap kedua adalah pertumbuhan baris keturunan dari individu tanaman yang diseleksi untuk tujuan observasi dalam bentuk galur. Tahap ketiga adalah evaluasi galur-galur terpilih untuk diuji lanjut. Seleksi Massa adalah menyeleksi galurgalur dari tanaman dan benihnya di tanam kembali untuk diseleksi pada musim tanam selanjutnya. Fungsi seleksi Massa adalah untuk memperbaiki varietas yang telah ada dan untuk memurnikan varietas yang telah ada (Allard, 1960). Seleksi Pedigree
yaitu dicatatnya garis silsilah genotipe terpilih yang
dicatat secara teliti sehingga setiap hasil seleksi dapat ditelusuri asal-usul kombinasi induknya. Seleksi Bulk adalah
metode seleksi yang menangani
populasi bersegrasi yang memiliki nilai homozigositas tinggi selama beberapa generasi kemudian dilakukan seleksi terhadap individu, sebelum mencapai homozigositas yang tinggi populasi bersegregasi dengan cara terseleksi secara alami. Seleksi Back Cross adalah menyilangkan genetik F1 dengan salah satu
tetuanya, metode ini digunakan untuk memperbaiki varietas-varietas unggul yang masih memiliki beberapa sifat yang kurang. Seleksi Single Seed Descent dilakukan pada generasi F1 hingga F6, metode ini dapat menyebabkan hilangnya beberapa genetik tanaman superior karena tidak ikut terpilih pada saat dilakukan seleksi dari awal generasi karena pemilihannya hanya berdasarkan atas satu tanaman tunggal (Mangoendidjojo, 2003; Arsyad et al., 2007). Seleksi kedelai didasarkan pada penampilan individu dalam populasi, antara lain jumlah polong berisi atau tinggi tanaman. Seleksi terhadap hasil berdasarkan jumlah polong pada pertanaman F3 ternyata memberikan kemungkinan untuk mendapatkan galur-galur yang kapasitas hasilnya tinggi (Somaatmajda, 1985). Menurut Wirnas (2007) pemilihan karakter yang akan digunakan sebagai kriteria seleksi langsung dan tidak langsung memerlukan informasi tentang pola pewarisan dan keeratan hubungan daya hasil dengan karakter yang ingin diperbaiki. Seleksi secara langsung dapat menggunakan daya hasil sebagai karakter primer atau tidak langsung melalui komponen hasil sebagai karakter sekunder. Tujuan pengujian pada generasi awal adalah untuk memilih galur atau populasi yang mempunyai potensi hasil yang tinggi, selanjutnya dari populasi yang berpotensi hasil tinggi akan menjadi galur-galur murni yang akan dikembangkan. Pengujian daya hasil dibagi menjadi tiga tahap yaitu : 1). Uji daya hasil pendahuluan (UDHP), 2). Uji daya hasil lanjutan (UDHL), 3). Uji multi lokasi (UML). Uji daya hasil pendahuluan
perlu diuji galur sebanyak mungkin agar peluang untuk
memperolah galur yang hasilnya tinggi cukup besar. Untuk mendapatkan keuntungan genetik sebesar-besarnya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: galur yang diuji cukup banyak, keragaman genetik yang bersifat aditif antara galur-galur yang diuji harus cukup besar, keragaman yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan oleh faktor interaksi genetik × lingkungan diusahakan sekecil mungkin. Pada tahap uji daya hasil lanjutan, galur yang diuji berjumlah antara 10-20 galur, termasuk varietas unggul pembanding. Jumlah lokasi sekurang-kurangnya empat lokasi, selama 2-4 musim. Hasil rata-rata dari semua percobaan itulah yang akan menentukan apakah suatu galur dapat diharapkan untuk dilepas sebagai varietas unggul baru. Uji multi lokasi hanya menguji 5-10 galur harapan saja yang perlu diuji. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui daya adaptasi dari galur-galur harapan yang akan dilepas
sebagai varietas unggul baru. Galur harapan yang berproduksi tinggi pada daerah tertentu dapat dilepas sebagai varietas untuk daerah tersebut (Sumarno, 1985; Poespodarsono,1988; Mangoendidjojo, 2003). Seleksi dengan melihat koefisien korelasi biasa disebut dengan seleksi tidak langsung (Mangoendidjojo, 2003). Korelasi sudah dimanfaatkan oleh peneliti di bidang pemuliaan tanaman. Korelasi dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman selain untuk melihat keeratan hubungan antara dua karakter juga banyak dimanfaatkan untuk memudahkan proses seleksi. Karakter yang berkorelasi nyata dengan hasil dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan tanaman yang mampu berproduksi tinggi (Poespodarsono, 1988). Korelasi menunjukkan keeratan hubungan antara satu karakter dengan karakter lainnya. Hubungan antar dua karakter dapat dilihat dari nilai koefisien korelasinya. Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 dan +1, dengan nilai yang ekstrim menunjukkan hubungan linier sempurna. Nilai koefisien korelasi negatif menunjukkan hubungan linier yang berlawanan, sedangkan nilai koefisien korelasi positif menunjukkan hubungan linier searah. Nilai koefisien korelasi nol menunjukkan bahwa antara kedua karakter tersebut tidak terdapat hubungan (Gomez dan Gomez, 1995).
Tipe Kedelai Harapan Sasaran utama dalam pemuliaan tanaman kedelai adalah meningkatkan produktivitas dan meningkatkan mutu hasil. Produktivitas secara fisik diukur dari kapasitas hasil pertanaman dari sejumlah tanaman per satuan luas. Hasil per tanaman dibentuk oleh jumlah polong, jumlah biji rata-rata tiap polong dan bobot biji. Hasil ini berarti bahwa tanaman harus lebat, jumlah biji rata-rata per polong harus tinggi dan bobot biji tinggi (Somaatmajda, 1985). Produktivitas
kedelai
pada
umumnya
pararel
dengan
kualitas
lingkungan tumbuhnya dan daya hasil kedelai ditentukan oleh beberapa sifat kuantitatif yang saling dinamik. Karakter tanaman yang paling menentukan hasil biji perlu di identifikasi untuk digunakan sebagai penciri karakter seleksi (Susanto dan Adie, 2006).
Penggunaan varietas unggul atau varietas yang sesuai pada lingkungan (agroekologi) setempat merupakan salah satu syarat penting dalam salah satu usaha tani. Strategi perakitan varietas diarahkan untuk menghasilkan varietas baru guna meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Strategi perakitan varietas ditujukan untuk mengatasi permasalahan atau hambatan produksi pada agroekosisitem yang bersangkutan, yang meliputi permasalahan biologis dan non biologis (fisik) (Arsyad et al., 2007). Permasalahan yang dihadapi pada lahan kurang subur, pengembangan varietas-varietas yang beradaptasi baik pada kondisi lahan kurang subur dengan spesifikasi umur tanaman tergolong sedang, tahan hama dan penyakit utama sifat agronomis baik, dan mutu biji baik (Arsyad et al., 2007). Tipe tanaman ideal (plantideotipe) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah memiliki umur berbunga 40-45 hari, umur masak 90-95 hari, tipe tumbuh semi-determinate, tinggi tanaman 80-100 cm, percabangan banyak (5-6 cabang), daun berukuran sedang dan berwarna hijau, batang kokoh (tidak rebah), polong tidak mudah pecah pada cuaca panas, biji berukuran sedang (12g/100 biji) dan biji bulat (Arsyad, 2000).