TINJAUAN PUSTAKA
A. Melia excelsa A.1. Taksonomi Joker (2000) mengemukakan taksonomi dari tanaman Melia excelsa sebagai berikut: Dunia
: Plantae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Rutales
Suku
: Meliaceae
Marga
: Melia
Jenis
: Melia excelsa
Nama lain
: Azadirachta integrifolia Merr., Azedarach excelsa (Jack) Kuntze, M. excelsa Jack, Trichilia excelsa (Jack) Spreng.
Nama umum
: sentang (nama dagang), kayu bawang (Indonesia).
Tanaman ini berkerabat dekat dengan Azadirachta indica A. Juss yang menyebar lebih ke barat dan lebih kering. Bastar (hibrid) diyakini terjadi dimana dua jenis ini bertemu. Genus ini berkerabat dekat dengan Melia. A.2. Morfologi Joker (2000) mengemukakan bahwa M. excelsa merupakan tanaman meranggas, tinggi mencapai 50 m, diameter sampai 125 cm, tanpa banir. Daun majemuk dengan anak daun berpasangan, panjang 60-90 cm, dengan 7-11 pasang anak daun. Anak daun asimetris, lanset sampai elips, panjang mencapai 12,5 cm, lebar 3,5 cm, tepi daun tidak bergerigi seperti neem. Bunga kecil, putih kehijauan, panjang malai sampai 70 cm. A.3. Penyebaran Joker (2000) mengemukakan bahwa tanaman ini tumbuh di hutan sekunder tua atau hutan yang telah ditebang lama, dan juga di hutan Dipterokarpa primer. Merupakan jenis asli Semenanjung Malaysia, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Filipina, Kepulauan Aru dan Papua New Guinea. Ditemukan sampai ketinggian 350 m dpl. Tumbuh paling baik didaerah bercurah hujan tahunan lebih 2.000 mm, suhu rata-rata tahunan 22-27 °C, dan musim kering tidak lebih 2-3 bulan.
Tidak tahan dingin atau es.
Membutuhkan tanah subur, menyukai tanah geluh berpasir, drainase dan aerasi baik. Pertumbuhan di areal datar lebih baik daripada daerah miring atau pegunungan. Tidak ada pemuliaan atau uji provenan untuk A. excelsa. Bahan pertanaman yang digunakan sekarang kebanyakan dari pohon tidak terseleksi. A.4. Kegunaan Joker (2000) mengemukakan bahwa manfaat dari kayu sentang adalah untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan vinir. Tunas muda dan bunganya dikonsumsi sebagai sayuran. Biasanya ditanam di sepanjang jalan, batas peternakan atau batas kebun karet. Seperti neem, bijinya mengandung azadirachtin, digunakan sebagai insektisida. Pada agroforestry, tanaman A. excelsa muda ditanam secara tumpangsari dengan padi, kacang tanah, buncis, kedelai dan sayuran. Florido dan Mesa (2001) mengelompokkan kegunaan tanaman M. excelsa sebagai berikut: Kayu
: Konstruksi, langit-langit, jendela, pintu, meubel dan ukir-ukiran
Biji
: Ekstraksi minyak neem, sabun, produk obat-obatan, kosmetik dan dipakai pada industri pasta gigi.
Daun
: Insektisida/anti serangga, ekstrak daunnya dapat dipakai sebagai kontrasepsi laki-laki
Bunga
: Dapat dimakan, sebagai obat bagi penyakit yang berkaitan dengan perut dan hidung
Kayu gubal : Obat untuk penyakit kantong empedu Kayu teras : Pencegah gangguan penyakit pencernaan Tanaman
: Tanaman agroforestri, pemecah angin, tanaman pinggir jalan, tanaman pagar dan kayu bakar.
6
B. Sifat Dasar Kayu sentang B.1. Anatomi Kayu sentang memiliki tekstur cukup kasar, serat berpadu (interlock grain), dan bau menyengat seperti pohon cedar pada saat kondisi basah dan bau berangsur-angsur hilang pada kondisi kering. Menurut Ching (2003), kayu sentang memiliki jumlah pori lebih banyak dan ukurannya lebih besar dari kayu karet. Kandungan getah pada kayu sentang lebih banyak ditemukan pada kayu teras dari pada bagian gubal. Kayu gubal memiliki noktah berbentuk tangga (schalariform) dan vestured. Tilosis ditemukan pada kayu teras tetapi tidak ditemukan pada kayu gubal. Menurut Selamat dan Hasim (2002), kayu sentang memiliki jari-jari biseriat sampai multiseriat. B.2. Sifat fisis Menurut Trockenbrodt et al. (1999), kayu sentang memiliki kadar air awal 49,2%, kerapatan kondisi basah 0,74 g/cm3, kerapatan kering oven 0,48 g/cm3, penyusutan dari kondisi basah ke kering udara sebesar 3,1% (tangensial), 1,7% (radial) dan 0,2% (longitudinal), sementara penyusutan dari kondisi basah ke kering oven mencapai 5,5% (tangensial), 3,7% (radial) dan 0,4% (longitudinal). Menurut Oey Djoen Seng (1961) dalam Soewarsono (1990), pada kondisi kadar air 15% kayu sentang memiliki kerapatan 490-700 (600) kg/m3. Menurut Budiarso (2000), kualitas pengeringan kayu sentang relatif cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan kategori cacat akibat pengeringan meliputi pecah ujung, pecah dalam, pecah permukaan dan collapse yang relatif sedikit. B.3. Sifat mekanis Menurut Trockenbrodt et al. (1999), kayu sentang memiliki modulus of rupture (modulus patah) 75,7 N/mm2, modulus of elasticity (modulus lentur) 7060 N/mm2, keteguhan tekan sejajar serat 39,5 N/mm2, keteguhan geser 14 N/mm2 (tangensial) dan 11,7 N/mm2 (radial), serta kekerasan 3,74 kN (tangensial) dan 3,24 kN (radial).
7
B.4. Sifat kimia Menurut Pari et al. (2006) kayu ki bawang (Melia excelsa) memiliki kandungan holoselulosa sebesar 69,88%, lignin 27,31%, pentosan 16,44%; kelarutan ekstraktif 6,94% (air dingin), 4,23% (air panas), 2,6% (alkohol benzena), 15,18% (NaOH 1%), kadar abu 0,47%, dan kadar silika 0,14%. Berdasarkan hasil penelitian Tamizi (2003), kadar abu dari kayu sentang tidak dipengaruhi oleh perbedaan umur pohon. Nilai kadar abu berkisar antara 1,872,33%. Ditemukan tiga unsur anorganik utama yaitu potasium, kalsium dan magnesium. Selain itu juga terdapat unsur lain seperti natrium, tembaga, seng, mangan, besi dan nikel. B.5. Keawetan alami kayu Hasil pengujian keawetan menunjukkan bahwa kayu sentang baik teras maupun gubal tidak tahan terhadap serangan jamur pelapuk. Ketahanan kayu teras lebih besar dibandingkan kayu gubalnya. Tingkat keparahan serangan jamur soft rot lebih besar dari brown rot dan white rot. Kayu sentang yang telah diawetkan dengan bahan pengawet Chrom Cupprum Arsenic (CCA) termasuk kedalam kelas IV (Ching 2003).
Keawetan alami kayu teras
termasuk sedang dan mudah terserang oleh rayap; kayu gubal sangat mudah diserang lyctus. C. Oriented Strand Board (OSB) C.1. Sejarah perkembangan Menurut Structural Board Association (2004), OSB dan pendahulunya (waferboard) telah dikembangkan sejak tahun 1960-an. Pada awalnya OSB dan waferboard diaplikasikan sebagai pelapis struktural pada bagian permukaan luar rangka sebelum ditempel dinding, atap ataupun lantai (sheating) pada bangunan rumah. Selanjutnya diaplikasikan sebagai elemen bangunan yang memberikan kekuatan geser terhadap beban angin dan gempa (shearwall). Menurut Structural Board Association (2005), keberadaan OSB ini pada awalnya merujuk pada waferboard yang telah ada sejak tahun 1962, baru kemudian pada tahun 1981 secara komersial muncul OSB dan sekarang ini
8
keberadaannya telah menggantikan waferboard.
Menurut Bowyer et al.
(2003), antara tahun 1985-1999 produksi OSB di USA meningkat hingga 300% dari 2,7 menjadi 10,3 juta m3 per tahun. Pada tahun 2004 di Amerika Utara terdapat 64 industri OSB (40 di Amerika dan 24 di Kanada) dengan kapasitas produksi 27 milyar feet2. Kapasitas produksi OSB di Eropa pada akhir tahun 2000 mencapai 2.005.000 m3 per tahun dan tahun 2001 bertambah sebesar 1.085.000 m3 per tahun (Bowyer et al. 2003; Nishimura et al. 2004). Di Kanada dan Amerika, OSB sudah dikembangkan dan diaplikasikan pada konstruksi bangunan rumah dan bangunan komersial industri. Menurut Nishimura et al. (2004), di China sudah dikembangkan perumahan Western Style yang dibangun dengan bahan baku kayu dan OSB. C.2. Definisi Menurut APA (1997), OSB adalah panil kayu struktural yang dibuat dari strand kayu yang diikat dengan perekat menggunakan kempa panas. Orientasi strand dibuat sebagai pusat lapisan komposit atau disusun bersilangan antar lapisan panil. Menurut Structural Board Association (2004), OSB adalah panel struktural yang cocok untuk konstruksi.
Lembaran panilnya terbuat dari
sayatan strand dari kayu berdiameter kecil atau kayu jenis cepat tumbuh dan diikat dengan perekat tipe eksterior melalui proses pengempaan panas. Kekuatan OSB berasal dari strand yang diorientasikan pada lembaran. Pada bagian permukaan lapisan, strand diorientasikan pada arah memanjang panil. Lapisan inti disusun secara acak atau bersilangan tegak lurus dengan lapisan permukaan sebagaimana yang disajikan pada Gambar 2.
9
Gambar 2 Arah orientasi strand (Structural Board Association 2004).
Gambar (A) Strand pada lapisan permukaan diorientasikan sedangkan bagian inti disusun secara acak; (B) Strand pada lapisan permukaan dan lapisan inti diorientasikan, dimana arah orientasi lapisan inti tegak lurus dengan lapisan permukaan. Menurut Forest Product Laboratory (1999); Rahim et al. (2006); Pressnail & Stritesky (2005), OSB merupakan panel untuk penggunaan struktural yang terbuat dari strand-strand kayu tipis yang diikat bersama menggunakan perekat resin tahan air (waterproof) atau tipe eksterior dan dikempa panas. OSB adalah panel bukan vinir yang terbuat dari strand yang diorientasikan, diikat dengan perekat penolik kemudian dikempa.
Strand
disusun pada arah tegak lurus pada masing-masing lapis (biasanya 3 atau 5 lapis) yang selanjutnya akan saling berikatan silang seperti pada kayu lapis (Rahman et al. 2006; Tsoumis (1991). OSB didesain sebagai struktural untuk menggantikan bahan pelapis seperti kayu lapis (Nishimura et al. 2004). Menurut Pressnail & Stritesky (2005), OSB berbentuk lembaran yang umumnya berukuran 4 ft (1220 mm) x 8 ft (2440 mm) dan tebalnya antara 0,25 inch (6,5 mm) sampai 1,5 inch (38 mm) dan biasanya penggunaan utamanya adalah sebagai konstruksi perumahan dan konstruksi ringan. C.3. Penggunaan Menurut Structural Board Association (2004) dan Forest Product Laboratory (1999), OSB merupakan panil kayu untuk penggunaan struktural. OSB dipergunakan untuk konstruksi rumah, pallet, display, furniture, I-joist web.
OSB digunakan untuk pelapis atap, dinding, lantai perumahan dan
10
konstruksi komersial.
Menurut Structural Board Association (2005), OSB
dapat dipergunakan untuk dinding, panel atap, sub lantai, pelapis lantai, lantai, panil penyekat dan I- Joist.
OSB didesain sebagai panil struktural untuk
menggantikan kayu lapis yang diaplikasikan sebagai dinding, sub pelapis lantai, balok web, dan pelapis lantai tunggal (Rahman et al. 2006). C.4. Tahapan pembuatan OSB Menurut Forest Product Laboratory (1999) tahapan pembuatan OSB adalah sebagai berikut 1. Bahan baku Menurut Caesar (1997) dalam Misran (2005), OSB dapat dibuat dengan menggunakan kayu yang memiliki kerapatan 350-700 kg/m3. Bahan baku yang akan dipergunakan sebagai strand harus bersih dari kulit karena kulit kayu akan menghambat proses perekatan. 2. Pembuatan strand Secara umum penggunaan strand berukuran kecil sebagai bahan baku dapat memperbaiki keseragaman dan stabilitas. Pada kasus OSB, ukuran strand yang besar akan berpengaruh pada sifat keseragaman dan stabilitas (Steiner 1995 dalam Nishimura et al. (2004). Ukuran strand dan orientasinya harus dikontrol selama proses produksi. Pengelompokan strand menurut Nishimura et al. (2004) sebagaimana disajikan pada Gambar 2 adalah sebagai berikut: a. Strand Tipe 1, bentuk panjang dan sangat lebar. b. Strand Tipe 2, bentuk panjang namun tidak selebar tipe 1. c. Strand Tipe 3, bentuk panjang dan sempit. d. Strand Tipe 4, bentuknya pendek dan sempit. e. Strand Tipe 5, bentuknya kecil-kecil.
11
Gambar 3 Tipe strand (Nishimura et al. 2004). Berbagai tipe strand selanjutnya diambil sampel sejumlah 100 strand untuk diukur aspect ratio, rasio kelangsingannya (slenderness ratio), lebar dan tebal seperti yang disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Cara pengukuran panjang dan lebar strand (Nishimura et al. 2004). Keterangan: L (panjang), b1+b2 (lebar strand),
Berdasarkan hasil penelitian Nishimura et al. (2004) dilaporkan bahwa dimensi strand dari hasil pengukuran 100 strand pada 5 tipe strand disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Dimensi strand (hasil pengukuran terhadap 100 strand) Bentuk Geometri Strand Tipe I Rata-rata Tipe II Rata-rata Tipe III Rata-rata Tipe IV Rata-rata Tipe V Rata-rata
Panjang (mm)
Lebar (mm)
Tebal (mm)
Aspect Ratio
Slenderness Ratio
109,93
65,51
0,67
1,77
173
99,6
38,75
0,61
2,75
177,11
99,68
23,56
0,61
4,70
175,42
83,23
34,67
0,63
2,68
141,47
71,10
12,54
0,62
6,25
129,40
12
3. Pengeringan Ayrilmis et al. (2005) merekomendasikan pengeringan strand hingga mencapai kadar air 2-3%. Menurut Structural Board Association (2004), strand untuk OSB dikeringkan sampai kadar airnya 3% untuk perekat PF atau seperti panil sebesar 8% dengan perekat cair. Dalam kondisi normal, strand dikeringkan hingga mencapai kadar air 3-5% sebelum dicampur dengan PF cair. Penggunaan PF bubuk memerlukan pengeringan hingga mencapai kadar air 6%. Pengeringan strand dari kayu Aspen hingga mencapai kadar air 4% untuk perekat dengan kandungan 3% isocyanat. Kadar air strand 5-6% apabila menggunakan perekat UF (Misran 2005). 4. Pencampuran strand, perekat dan bahan aditif Menurut Structural Board Association (2004), Liquid polymeric diphenyl methane diisocyanate (MDI) binder merupakan alternatif binder yang dipergunakan oleh 35% industri OSB (baik MDI sendiri ataupun dicampur dengan fenol). Berdasarkan hasil penelitian MDI binder bereaksi dengan molekul yang mengandung hidrogen aktif untuk menghasilkan molekul dasar polyurethane dan polyurea. Sumber hidogen aktif dapat berikatan dengan gugus hidroksil didalam kayu, ekstraktif kayu, dan atau resin kayu sebagaimana halnya kadar air dalam kayu. Serbuk gergaji yang berasal dari papan yang dibuat dengan MDI aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Menurut Teco (2005); Marra (1993) Polydiphenylmethane diisocyanate, pMDI atau MDI dipakai sebagai resin pada pembuatan OSB, namun harganya lebih mahal dari PF. Seperti halnya PF, MDI merupakan perekat tipe eksterior. Tidak seperti PF, MDI tidak membentuk ikatan mekanis dengan kayu, namun ikatan yang terjadi adalah ikatan kimia dimana ikatan kimia ini lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan dengan ikatan mekanis sehingga membuat kinerja MDI lebih baik dibandingkan PF. Walaupun penggunaan MDI dalam jumlah sedikit namun dapat memberikan hasil yang lebih baik dari PF. Kayu memiliki gugus fungsi kimia yang dikenal dengan gugus hidroksil. MDI dalam gugus isocyanat (–N=C=O) bereaksi dengan gugus hidroksil pada kayu membentuk rantai urethane. Kombinasi faktor
13
seperti nonpolar, komponen aromatik dari MDI tahan terhadap hidrolisis. Beberapa keuntungan menggunakan perekat MDI: a. Lebih toleran terhadap partikel dengan kadar air yang tinggi. b. Suhu kempa yang lebih rendah dan siklus kempa dapat lebih cepat sehingga konsumsi energinya lebih rendah. c. Tidak ada emisi formaldehida. d. Pemakaian dalam jumlah sedikit dapat memberikan hasil yang maksimal. e. Stabilitas dimensi papan yang dihasilkan tinggi. Bahan aditif yang biasanya ditambahkan pada saat pembuatan OSB adalah lilin/parafin. Biasanya lilin/ parafin ini ditambahkan dalam jumlah yang sedikit (besarnya kurang dari 1,5% berdasarkan berat). 5. Pembentukan lembaran Menurut Misran (2005), pengorientasian arah strand dapat dilakukan dengan menggunakan mechanical orienter dimana alat ini terdiri atas dua bagian yaitu disk type orienter (mengarahkan strand kearah panjang panil) dan star type orienter (mengorientasikan strand tegak lurus arah panjang). Namun menurut Nishimura et al. (2004), pengorientasian strand dalam pembentukan lembaran panil dapat dilakukan secara manual ataupun dengan bantuan alat sederhana (former device). 6. Pengempaan panas Tujuan pengempaan panas adalah untuk mendapatkan kerapatan dan ketebalan sesuai yang diinginkan serta mematangkan perekat khususnya perekat
termoseting.
Menurut
Forest
Product
Laboratory
(1999),
pengempaan panas pada OSB dilakukan pada suhu 177-204 0C selama 3-5 menit. Ayrilmis et al. (2005) menggunakan tekanan 3,5-4 Mpa dan suhu 210-215 0C (menggunakan resin PF cair) untuk target ketebalan 10 mm membutuhkan waktu kempa selama 295 detik dengan rincian posisi kontrol 5 detik hingga mencapai ketebalan 20 mm, 20 detik untuk menekan hingga ketebalan 10 mm dan 255 detik pengempaan dipertahankan pada ketebalan 10 mm, serta 15 detik terakhir untuk membuka kempa hingga 14 mm.
14
D. Perlakuan Pendahuluan D.1. Perendaman dalam air dingin dan panas Menurut Hadi (1991, 1998), perlakuan pendahuluan menyebabkan perubahan sifat partikel kayu seperti keasamannya berubah, zat ekstraktifnya berkurang atau partikel lebih stabil terhadap pengaruh air. Dengan adanya perubahan sifat partikel tersebut, maka papan partikel yang dihasilkan akan memiliki sifat-sifat tertentu yang lebih baik. Perendaman selumbar dengan air panas selama 2 jam merupakan perlakuan yang optimal karena tidak berbeda nyata dengan perendaman 3 dan 4 jam untuk meningkatkan stabilitas dimensi papan partikelnya. Komponen yang terlarut dalam air dingin meliputi tanin, gum, gula dan pigmen, sedangkan yang terlarut dalam air panas adalah sama dengan yang terlarut dalam air dingin ditambah dengan komponen pati (Anonim 1995 dalam Pari et al. 2006). D.2. Bahan pengawet Menurut Kamdem et al. (2004), telah terjadi peningkatan sifat kekuatan dan sifat anti fotodegradasi pada papan partikel yang terbuat dari limbah kayu yang telah diawetkan dengan chromated copper arsenate (CCA). Peningkatan kekuatan disebabkan oleh peningkatan difusi panas dengan kehadiran copper chromium dan arsenic kompleks pada kayu yang diawetkan dengan CCA. Selain itu papan yang dihasilkan tahan terhadap organisme perusak, hal ini dikarenakan partikel mengandung racun dari bahan pengawet CCA. D.3. Autoklaf (pengukusan) Menurut Boonstra et al. (2006), perlakuan pemanasan dibagi kedalam 3 kelompok: 1) Perlakuan pendahuluan kayu sebelum dikempa, 2) Steam injection pressing dimana perlakuan steam tidak hanya pada kayu namun juga berpengaruh pada pematangan perekat, 3) Perlakuan steam setelah menjadi papan.
Perlakuan pemanasan seperti steam dapat memperbaiki stabilitas
dimensi produk panel (Heebink and Hefty 1969, Shen 1973, Tomimura and Matsuda 1986, Hsu et al. 1988, Subyanto et al. 1991, Sekino et al. 1997,
15
Goroyias & Hale 2002, Ohlmeyer & Lukowsky 2004 dalam Boonstra et al. 2006). Menurut Paul et al. (2005), perlakuan panas pada kayu solid dapat meningkatkan stabilitas dimensi dan keawetan. Penerapan perlakuan ini pada panil-panil kayu terutama untuk penggunaan eksterior dapat memperbaiki sifat kadar air dan daya tahan terhadap serangan jamur.
Berdasarkan hasil
penelitian Paul et al. (2007), perlakuan panas terhadap strand Scots pine memberikan pengaruh pada sifat mekanis dan penggunaan perekat. Selain itu pengembangan tebal berkurang sehingga stabilitas dimensinya meningkat, namun keteguhan rekat tidak terpengaruh dengan perlakuan. Menurut Highley (1987) dalam Paul et al. (2007), karbohidrat lebih mudah didekomposisi oleh jamur. Kadar zat ekstraktif menurun dengan semakin meningkatnya waktu pengukusan. Perlakuan pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan pada saluran pembuluh.
Zat ekstraktif yang terdapat didalam kayu akan
berkurang sehingga memudahkan bagi aliran perekat untuk diserap kayu (Kubunsky & Itju 1972 dalam Yusfiandrita 1998). Pengaruh pengukusan selama 3 dan 6 jam pada partikel meranti merah yang berukuran panjang, lebar dan tebal masing-masing 10-50 mm, 2-25 mm, dan 0,2-0,5 mm menghasilkan peningkatan sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan (Priyatna 1988 dalam Yusfiandrita 1998). Menurut Hunt & Garratt (1986), akibat dari pengukusan strand adalah terbentuknya ikatan yang lemah antara mulut noktah dengan torus, adanya ikatan yang lemah pada saluran noktah akan meningkatkan penetrasi perekat terhadap kayu dan menyebabkan terisinya ruang-ruang kosong yang ada dalam strand. Dengan terisinya ruang-ruang kosong tersebut dapat menghambat air dan uap air untuk menembus dinding sel sehingga kadar air papan yang dihasilkan lebih rendah dibanding papan tanpa perlakuan.
16