BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Daun Sirih / Piper betle L.
2.1.1 Klasifikasi ilmiah Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari daun sirih adalah sebagai berikut :13,14 Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Ordo
: Piperales
Family
: Piperaceae
Genus
: Piper
Species
: P. Betle
Gambar 1. Daun sirih jawa
2.1.2 Gambaran umum Sirih merupakan tanaman menjalar dan merambat pada batang pohon di sekelilingnya dengan daunnya yang berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh bersilang-seling, bertangkai, teksturnya agak kasar dan mengeluarkan bau jika diremas. Batangnya berwarna cokelat kehijauan, berbentuk bulat dan berkerut. Sirih hidup subur dengan ditanam di daerah tropis dengan ketinggian 300-1000 m di atas permukaan laut terutama di tanah yang banyak mengandung bahan organik dan air.10Sirih merupakan tumbuhan obat yang sangat besar
Universitas Sumatera Utara
manfaatnya.14,15 Dalam farmakologi Cina, sirih dikenal sebagai tanaman yang memiliki sifat hangat dan pedas.14 Secara tradisional, daun sirih telah digunakan untuk menyembuhkan mata merah atau iritasi dengan merendam daun sirih dalam air mendidih di wadah dan digunakan setelah air agak dingin. Daun sirih juga digunakan untuk menghentikan perdarahan akibat mimisan dengan menggulung daun sirih menyerupai rokok dan ujungnya yang runcing dimasukkan ke dalam lubang hidung.10 Penggunaan ekstrak daun sirih untuk berkumur dianjurkan jika mukosa mulut mengalami pembengkakan, membersihkan nafas yang berbau (halitosis) akibat gigi gangren serta untuk menghentikan darah dan membersihkan luka pencabutan gigi.10 2.1.3 Kandungan Farmakologi Daun Sirih Daun sirih memiliki aroma yang khas yaitu rasa pedas dan tajam. Rasa dan aroma yang khas tersebut disebabkan oleh kavikol dan bethelphenol yang terkandung dalam minyak atsiri. Selain itu itu, faktor lain yang menentukan aroma dan rasa daun sirih adalah jenis sirih itu sendiri, umur sirih, jumlah sinar matahari yang sampai ke bagian daun dan kondisi dedaunan bagian atas tumbuhan.10 Daun sirih mengandung minyak atsiri di mana komponen utamanya terdiri atas fenol dan senyawa
turunannya
seperti
kavikol,
kavibetol,
karvacol,
eugenol,
dan
allilpyrocatechol.7,14Selain minyak atsiri, daun sirih juga mengandung karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C, tannin, gula, pati dan asam amino.10 Kandungan eugenol dalam daun sirih mempunyai sifat antifungal.7,14 Daun sirih yang sudah dikenal sejak tahun 600 SM ini mengandung zat antiseptik yang dapat membunuh bakteri sehingga banyak digunakan sebagai antibakteri dan antijamur.10 Hal ini disebabkan oleh turunan fenol yaitu kavikol dalam sifat
Universitas Sumatera Utara
antiseptiknya lima kali lebih efektif dibandingkan fenol biasa.13,14 Dengan sifat antiseptiknya, sirih sering digunakan untuk menyembuhkan kaki yang luka dan mengobati pendarahan hidung / mimisan.14 Eugenol dalam daun sirih bersifat antifungal dengan menghambat pertumbuhan yeast (sel tunas) dari Candida albicans dengan cara merubah struktur dan menghambat pertumbuhan dinding sel. Ini
menyebabkan gangguan fungsi dinding sel dan peningkatan permeabilitas
membran terhadap benda asing dan seterusnya menyebabkan kematian sel.16 Daun sirih juga memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus viridans, Actinomyces viscosus, dan Staphylococcus aureus.17,18 2.1.4 Penelitian Tentang Daun Sirih Adanya keyakinan yang
berlangsung turun temurun dari masyarakat mengenai
khasiat daun sirih menarik perhatian para ilmuwan untuk meneliti khasiat daun sirih secara klinis.19 Adapun penelitian yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut: 2.1.4.1 Penelitian Atiek Soemati dan Berna Elya pada tahun 2002 Atiek Soemati dan Berna Elya telah melakukan penelitian untuk mengetahui efek antijamur infusum daun sirih terhadap Candida albicans. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dilusi untuk penentuan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan metode difusi untuk penentuan diameter zona hambatan. Hasil penentuan KHM menunjukkan bahwa infusum daun sirih mempunyai efek antijamur. Diameter zona hambat infusum daun sirih 250 mg/ml adalah 10,43 mm, 500 mg/ml adalah 12,33 mm dan 1000mg/ml adalah 16,80 mm.9
Universitas Sumatera Utara
2.1.4.2 Penelitian Adeltrudes B. Caburian dan Marina O. Osi Adeltrudes B. Caburian dan Marina O. Osi telah melakukan evaluasi dan mengobservasi karakteristik aktivitas antimikrobal dari minyak atsiri daun sirih. Penelititan mereka menunjukkan minyak atsiri daun sirih mempunyai kadar hambat minimal 250 µg/mL terhadap Candida albicans, 125 µg/mL terhadap Staphylococcus aureus, 15,60 µg/mL terhadap Streptococcus pyogenes dan 1,95 µg/mL terhadap Trichophyton mentagrophytes. Zona hambat pula adalah 90 mm pada Candida albicans, T. mentagrophytes dan S.pyogenes dan 67,50 mm pada S. aureus.7
Universitas Sumatera Utara
2.2
Candida albicans
2.2.1 Klasifikasi Ilmiah20 Kingdom
:
Fungi
Phylum
:
Ascomycota
Subphylum
:
Saccharomycotina
Class
:
Saccharomycetes
Order
:
Saccharomycetales
Family
:
Saccharomycetaceae
Genus
:
Candida
Species
:
C. albicans
Gambar 2. Pertumbuhan Candida albicans pada media Sabouraud Dekstrosa Agar
Gambar 3. Gambaran mikroskopis Candida albicans pada pewarnaan gram
2.2.2 Gambaran Umum Candida albicans adalah jamur diploid dan agen oportunistik yang mampu menyebabkan infeksi pada daerah oral dan genital pada manusia. Candida albicans adalah sebagian dari mikroorganisme flora normal rongga mulut, mukosa membran, dan saluran gastrointestin.
Universitas Sumatera Utara
Candida albicans mengkolonisasi di permukaan mukosa pada waktu atau sesudah kelahiran manusia dan resiko untuk terjadinya infeksi selalu didapat.21 Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan germ tube yang akan membentuk pseudohifa. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya yaitu suhu, pH dan sumber energi.21 Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk pseudohifa yang terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong disekitar septum. Pada beberapa strain blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit. Sel ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan berdiameter sekitar 8 -12µ.22 Candida albicans dapat tumbuh pada beberapa variasi pH tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh pada suhu 28oC - 37oC. Candida albicans
membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk
pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat.22 Jamur ini
merupakan organisme fakultatif anaerob yang mampu
melakukan
metabolisme sel, baik dalam suasana anaerob maupun aerob. Proses peragian (fermentasi) pada Candida albicans dilakukan dalam suasana anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam suasana aerob. Sedangkan suasana anaerob hasil fermentasi berupa asam laktat, etanol dan CO2. Proses akhir fermentasi anaerob menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi dan pernafasan. Pada proses asimilasi, karbohidrat
Universitas Sumatera Utara
dipakai oleh Candida albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energi untuk melakukan pertumbuhan sel. 22 2.2.3 Struktur Fisik Dinding sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung dan sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel berperan dalam proses perlekatan dan kolonisasi serta bersifat antigenik. Fungsi utama dinding sel tersebut memberi bentuk pada sel dan melindungi sel yeast dari lingkungannya. Candida albicans mempunyai struktur dinding sel yang kompleks, tebalnya 100 sampai 400 nm. 22 Komposisi primer terdiri dari glukan, manan dan khitin. Manan dan protein berjumlah sekitar 15,2-30 % dari berat kering dinding sel, β-1,3-D-glukan dan β–1,6-D-glukan sekitar 4760 %, khitin sekitar 0,6-9 %, protein 6-25 % dan lipid 1-7 %. Dalam bentuk yeast, kecambah dan miselium, komponen-komponen ini menunjukkan proporsi yang serupa tetapi bentuk miselium memiliki khitin tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan sel yeast. Dinding sel Candida albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda yaitu fibrillar layer, mamoprotein, β glucan, β glucan-chitin dan membran plasma. 22
Universitas Sumatera Utara
Segal dan Bavin (1994) memperlihatkan bahwa dinding sel Candida albicans terdiri dari lima lapisan yang berbeda (Gambar 3). 22
Gambar 4. Dinding sel Candida albicans Sel Candida albicans seperti sel eukariotik lainnya terdiri dari lapisan fosfolipid ganda. Membran protein ini memiliki aktifitas enzim seperti manan sintase, khitin sintase, glukan sintase, ATPase dan protein yang mentransport fosfat. Terdapatnya membran sterol pada dinding sel memegang peranan penting sebagai target antimikotik dan kemungkinan merupakan tempat bekerjanya enzim-enzim yang berperan dalam sintesis dinding sel. 22
Universitas Sumatera Utara
2.2.4
Patogenesis
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantari komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Setelah terjadi proses perlekatan, Candida albicans berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Enzim yang berperan adalah aminopeptidase dan asam fosfatase. Proses penetrasi yang terjadi tergantung dari keadaan imun dari pejamu. 22 Pada umumnya Candida albicans berada dalam tubuh manusia sebagai saprofit dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada tubuh pejamu. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan meningkatnya kasus kandidiasis antara lain disebabkan oleh : 22 1. Kondisi tubuh yang lemah atau keadaan umum yang buruk, misalnya: bayi baru lahir, orang tua rentan, penderita penyakit menahun, orang-orang dengan gizi rendah. 2. Penyakit tertentu, misalnya: diabetes mellitus 3. Kehamilan 4. Permukaan kulit yang lembab karena terpapar oleh air, keringat, urin atau saliva. 5. Penggunaan obat di antaranya: antibiotik, kortikosteroid dan sitostatik. Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi pseudohifa dan tekanan pseudohifa tersebut
merusak jaringan, sehingga invasi ke
dalam jaringan
dari
dapat terjadi.
Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam
Universitas Sumatera Utara
jaringan. Enzim-enzim yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase dan fosfolipase. 22 Keberadaan daripada pseudohifa Candida albicans yang ditemukan merupakan indikator daripada infeksi Candida (kozinn & Taschidjian, 1962). Hifa atau pseudohifa lebih sering ditemukan pada pasien denture stomatitis daripada pasien yang menggunakan protesa tanpa denture stomatitis.23 Candida albicans yang dikultur pada media Sabouraud Dekstrosa Agar (SDA) pada temperatur 37oC setelah 48 jam akan memperlihatkan koloni berbentuk bulat dengan permukaan sedikit cembung, licin, berwarna krem, halus, berbentuk pasta, mempunyai bau jamur, dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat pada koloni yang sudah tua.21,24
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Pertumbuhan dimorfik Candida albicans.23 A- Blastospora membentuk tunas. B- Pada keadaan tertentu pertumbuhan berbentuk silinder terjadi pada permukaan blastospora membentuk germ tube. C- Germ tube membesar dan septa tumbuh pada ujung apikal dari germ tube yang memanjang dan membentuk hifa. D- Cabang hifa atau cabang skunder terbentuk dari septa dan mengandung miselium, germ tube yang telah bercabang ini disebut pseudohifa. E- Cabang skunder terlepas dari filament dan disebut blastospora.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Denture stomatitis Denture stomatitis adalah perubahan patologik pada mukosa penyangga protesa di dalam ronga mulut. Perubahan-perubahan tersebut ditandai dengan adanya eritema di bawah protesa lengkap atau sebagian baik di rahang atas maupun di rahang bawah. Denture Sore Mouth dan Chronic Atropic Candidosis adalah istilah lain yang juga digunakan untuk menyatakan kelainan atau keadaan ini.2 Walaupun perubahan pada mukosa penyangga protesa, tetapi protesa bukan merupakan satu-satunya penyebab. Budtz-Jorgensen mengemukakan bahwa denture stomatitis dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor yaitu: trauma, infeksi, pemakaian protesa yang terusmenerus, oral higine yang jelek, alergi dan gangguan faktor sistemik.25 Sehubungan dengan beberapa macam etiologi yang diduga dapat menimbulkan denture stomatitis, gambaran klinis yang tampak tidak memberikan bentuk yang spesifik dan menurut Newton, secara klinis denture stomatitis dibagi 3 tipe yaitu:25 Tipe I
: tampak hiperemi berupa noda atau titik sebesar jarum pentul
Tipe II
: eritema yang tidak berbatas tegas
Tipe III
: inflamasi granular atau hiperplasia papilar
Gambaran atropi epitel, stratum korneum yang tipis disertai infiltrasi leukosit pada epitel, lebih sering ditemukan pada pemeriksaan histopatologi pada denture stomatitis oleh karena Candida Albicans dibanding denture stomatitis yang disebabkan trauma.25
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Denture stomatitis pada palatum2 Perawatan lokal denture stomatitis biasanya cukup efektif, termasuk mensterilkan protesa lepasan dalam larutan antiseptik dan pemberian tablet hisap Nistatin 500.000 unit 3 kali perhari atau obat anti jamur lainnya. Selain itu penderita disarankan selalu menjaga kebersihan rongga mulutnya termasuk pembersihan plak pada pemakai protesa sebagian harus selalu dilaksanakan untuk menjaga kebersihan rongga mulut tetap baik. Selain itu protesa lepasan yang sudah tidak stabil lagi sebaiknya diperbaharui.25
Universitas Sumatera Utara