2. KERANGKA TEORITIS
2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1.
Tanaman Leek
2.1.1.1. Botani Tanaman leek mempunyai taksonomi sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta (berpembuluh)
Divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Subkelas
: Liliidae
Ordo
: Liliales
Famili
: Alliaceae
Genus
: Allium
Spesies
: Allium ampeloprasum var. porum L.
Leek atau sering dikenal dengan nama bawang prei mempunyai akar serabut pendek yang tumbuh dan berkembang ke semua arah di sekitar permukaan tanah. Batang tanaman ini merupakan batang semu yang berukuran besar, terbentuk (tersusun) dari pelepah-pelepah daun (kelopak daun) yang saling membungkus dengan kelopak daun yang lebih muda sehingga kelihatan seperti batang. Batang semu berwarna putih atau hijau keputih-putihan dan berdiameter 1-5 cm, tergantung pada varietasnya. Daun berbentuk panjang pipih (tidak berongga) seperti pita, berpelepah panjang dan liat, warna daun hijau dan ukuran daun lebih besar daripada daun bawang merah. Aroma daun cukup harum dan sedap. Bunga tergolong bunga sempurna (bunga jantan dan betina terdapat pada satu bunga). Bunga secara keseluruhan berbentuk payung majemuk atau payung berganda (umbrella composita) dan berwarna putih. Tangkai tandan bunga keluar dari dasar cakram, merupakan tunas inti yang pertama kali muncul seperti halnya daun biasa, namun lebih ramping, bulat, bagian ujungnya membentuk kepala yang meruncing seperti tombak, dan terbungkus oleh lapisan daun (seludang). Buah
5
berbentuk bulat, berukuran kecil dan berwarna hijau muda. Biji yang masih muda berwarna putih dan setelah tua berwarna hitam, berukuran sangat kecil, berbentuk bulat agak pipih dan berkeping satu. Biji tersebut dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif. Khusus untuk leek tidak membentuk umbi (Cahyono, 2009). 2.1.1.2.
Syarat Lingkungan Tumbuh Bawang daun bisa tumbuh di dataran rendah maupun tinggi. Dataran
rendah yang terlalu dekat pantai bukanlah lokasi yang tepat karena pertumbuhan bawang daun menginginkan ketinggian sekitar 250-1.500 m dpl. Di daerah dataran rendah produksi anakan bawang daun juga tak seberapa banyak. Curah hujan yang tepat sekitar 1.500-2.000 mm/tahun. Daerah tersebut sebaiknya juga memiliki suhu udara harian 18-25°C. Tanah dengan pH netral (6,5-7,5) cocok untuk budi daya bawang daun. Bila tanah bersifat asam lakukan pengapuran pada saat pengolahan tanah. Jenis tanah yang cocok ialah andosol (bekas lahan gunung berapi) dan tanah lempung yang mengandung pasir (Anonim, 2008 b). Tanaman leek yang ada saat ini masih terdapat hubungannya dengan leek liar yang ada di Mediterania, Kepulauan Canary, Madeira dan Azores. Leek merupakan tanaman musim dingin. Kebanyakan leek dapat dipanen sepanjang tahun di semua iklim. Seperti jenis tanaman sayur kale, leek merupakan jenis tanaman sayur yang toleran terhadap suhu dingin. Menurut faktanya, semakin dingin suhu lingkungannya, maka rasa leek akan makin manis pula. Leek mampu hidup di tempat yang mempunyai suhu dingin, akan tetapi leek tidak akan mampu hidup di tempat dengan suhu di atas 85º F (29,4º C) (Roberts, 2009). 2.1.1.3.
Jenis Tanaman leek secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Summer
Leek dan Winter Leek. Summer Leek merupakan jenis tanaman yang mempunyai ciri tersendiri, yakni merupakan termasuk tanaman yang tinggi dan besar. Tingginya dapat mencapai 8-12 inchi Summer Leek mempunyai waktu maturasi lebih cepat dan mempunyai rasa yang ringan dan agak manis dibanding dengan jenis Winter Leek (90-100 hari setelah pindah tanam). Leek jenis ini juga lebih
6
toleran terhadap suhu panas serta peka terhadap tanah tandus dengan suhu dingin dibandingkan dengan leek jenis Winter. Secara umum, Summer Leek dapat tumbuh pada musim semi sampai dengan musim gugur. Winter Leek merupakan jenis leek yang berwarna gelap dan hampir berwarna biru kehijauan dan lebih pendek dari gambas. Winter leek mempunyai waktu mencapai maturasi lebih lambat yakni 120-180 hari. Leek jenis ini mempunyai rasa yang lebih manis, dan teksturnya lunak. Winter Leek merupakan tanaman yang kurang toleran terhadap panas, namun malah mampu bertahan di suhu di bawah nol sekalipun (Roberts, 2009). 2.1.2. Pembungaan Tanaman Proses pembungaan mengandung sejumlah tahap penting, yang semuanya harus berhasil dilangsungkan untuk memperoleh hasil akhir yaitu biji. Fase besar dalam siklus hidup tanaman, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif, banyak dipengaruhi oleh berbagai mekanisme yang merupakan kontrol genetik. Fase vegetatif atau juvenil adalah interval waktu selama tanaman tersebut belum mampu bereproduksi (membentuk biji). Fase juvenil diawali dengan pembukaan tunas dan perluasan sel meristem apikal. Semua proses yang berlangsung dalam tubuh tanaman ditujukan untuk pertambahan jumlah dan volume sel meristem pada titik-titik tumbuh tanaman. Pertumbuhan meninggi dan pembentukan tunastunas pucuk mendominasi proses pertumbuhan. Fase reproduktif adalah masa ketika tanaman telah mampu membentuk organ-organ reproduksi dan melangsungkan proses reproduksi untuk membentuk biji. Fase ini terjadi setelah pertambahan jumlah dan volume sel memadai (tanaman mencapai jumlah primordia tertentu yang memungkinkan tanaman untuk mulai berbunga), yang ditandai dengan stabilnya pembelahan sel, pola pembelahan berubah untuk mulai membentuk meristem lateral. Tanaman memasuki fase reproduktif setelah tercapainya suatu karakter genetik yang disebut size effect dan endogenous timing. Size effect adalah ukuran tertentu yang berhubungan dengan kemampuan tanaman mengatur penyerapan, suplai dan alokasi makanan. Endogenous timing adalah umur tertentu yang secara genetis
7
berhubungan dengan kesiapannya untuk berbunga (Anonim, 2009). Menurut penelitian, jumlah daun minimum untuk menuju ke fase reproduktif tanaman leek adalah 6-7 helai daun (Roberts, 2009). 2.1.3. Pengaruh
Waktu
Pemberian
Giberelin
Terhadap
Induksi
Pembungaan Tanaman Untuk mendapatkan pengaruh terhadap induksi pembungaan tanaman maka diperlukan pengaturan waktu pemberian Giberelin yang berbeda-beda untuk setiap tanaman. Waktu yang dimaksud dalam hal ini adalah lamanya dan saat yang tepat pemberian Giberelin. Contoh kasus yang berhubungan dengan induksi pembungaan pada beberapa tanaman diantaranya adalah merangsang pembungaan dan pembijian bawang daun dalam jumlah banyak melalui perlakuan suhu rendah (vernalisasi), yaitu pada suhu 10°C selama 1-4 minggu. Pada skala penelitian vernalisasi ini dilakukan pada benih (biji) maupun bibitnya (Rukmana, 1995). Selanjutnya, penelitian mengenai induksi
pembungaan bawang bombay
menunjukkan bahwa di daerah tropika agar terjadi pembungaan, umbi benih divernalisasi pada temperatur 10°C selama 2 bulan. Pada penelitian tentang pengaturan waktu pembungaan Arabidopsis, menunjukkan bahwa tanaman tersebut akan mampu berbunga lebih awal apabila mendapat perlakuan vernalisasi selama kurun waktu 8 minggu setelah tanam. Pada penelitian pembungaan secara in vitro Allium sativum, floret serta umbi terbentuk pada konsentrasi GA3 10¯5Mm (Ziv, Meira, 2006). Sedangkan penelitian pembungaan pada padi hibrida dengan perlakuan GA3 dimaksudkan untuk membantu pemerataan pembungaan dan pemunculan malai. Pada penelitian tentang pembungaan padi hibrida tersebut, GA3 disemprotkan 4 kali selama periode pembungaan (+12 hari) dengan dosis yang berbeda tiap kali semprot yakni 400cc/ha untuk penyemprotan pertama, 150cc/ha untuk penyemprotan kedua, 500cc/ha untuk penyemprotan ketiga dan 150cc/ha untuk penyemprotan keempat (Eko, 1984). Giberelin dalam hal ini memenuhi kebutuhan beberapa spesies akan masa dingin untuk menginduksi pembungaan atau agar berbunga lebih awal (vernalisasi) (Salisbury, Ross, 1995).
8
2.1.4. Pengaruh Pemberian Giberelin Terhadap Pertumbuhan Tanaman Di antara hormon tumbuhan yang dikenal, Giberelin mempunyai kemampuan khusus memacu pertumbuhan tumbuhan utuh pada banyak spesies, terutama tumbuhan kerdil atau tumbuhan dwi tahunan. Penggunaan Giberelin dapat mempengaruhi besarnya organ tanaman melalui proses pembelahan dan pembesaran sel. Keutamaan sintesis Giberelin pada tanaman tingkat tinggi adalah meristematik daun,akar dan perkecambahan. Giberelin sebagai zat pengatur tumbuh berpengaruh pada perkecambahan dan aspek fisiologis lainnya. Selain itu giberelin mempunyai peranan dalam mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein (Jelita, 2010). Kemampuan Giberelin pada tanaman diantaranya adalah
mendorong
perkembangan biji. Giberelin adalah senyawa organik yang sangat penting dalam proses perkecambahan suatu biji karena bersifat pengontrol perkecambahan. Giberelin dibutuhkan untuk pembebasan α-amilase yang menghasilkan hidrolisis tepung dan perkecambahan. Adapun respon positif terhadap giberelin terjadi dalam kisaran konsentrasi yang luas, bahkan kandungan giberelin yang tinggi tidak bersifat racun (Jelita, 2010). Diduga Giberelin yang terdapat di dalam biji merupakan penghubung antara isyarat lingkungan dan proses metabolik yang menyebabkan pertumbuhan embrio (Anonim, 2008c). Giberelin juga berperan dalam pemanjangan batang (tinggi tanaman). Akar dan daun muda, adalah tempat utama yang mensintesis Giberelin. Giberelin menstimulasi pertumbuhan pada daun maupun pada batang tetapi efeknya dalam pertumbuhan akar sedikit. Menurut Krishnamoorthy (1981) asam giberelat dapat mempengaruhi membran sel dengan naiknya permeabilitas sel, sehingga tekanan osmotik naik dan sel menjadi mengembang dan memanjang. Proses ini sangat dipengaruhi oleh enzim α-amilase. Di dalam batang, Giberelin menstimulasi perpanjangan sel dan pembelahan sel. Seperti halnya Auksin, Giberelin menyebabkan pula pengendoran dinding sel, tetapi tidak mengasamkan dinding sel. Di dalam batang yang sedang tumbuh Giberelin memfasilitasi penetrasi ekspansin ke dalam dinding sel untuk bekerja sama dalam meningkatkan perpanjangan sel. Efek Giberelin dalam meningkatkan perpanjangan batang,
9
adalah jelas, ketika mutan tumbuhan tertentu yang kerdil, diberi Gibberellin. Beberapa kapri yang kerdil tumbuh dengan ketinggian normal bila diberi Giberelin. Apabila Giberelin diaplikasikan ke tumbuhan yang ukurannya normal, seringkali tidak memberikan respon. Nampaknya, tumbuhan tersebut sudah memproduksi dosis hormon yang optimal. Suatu contoh yang paling menonjol, dari perpanjangan batang yang telah diinduksi oleh Giberelin adalah terjadinya pemanjangan yang tiba-tiba yang disebut bolting, yaitu pertumbuhan tangkai bunga yang cepat (Campbell dan Reece, 2002). Selanjutnya, Giberelin juga berpengaruh pada pertumbuhan daun, mendorong pembungaan dan perkembangan buah,
serta mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi akar serta pemunculan tunas baru (Anonim, 2008c). Giberelin diketahui pula dapat menggantikan panjang hari yang dibutuhkan oleh beberapa spesies, hal inipun menunjukkan adannya interaksi dengan cahaya (Salisbury dan Ross, 1995). 2.2.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian, dan tinjauan pustaka maka
dapat dikemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Pemberian Giberelin pada benih dan bibit selama 8 minggu dapat menginduksi pembungaan dan pemunculan floret serta tunas leek pada konsentrasi 10¯5Mm (3,5 ppm). 2. Pemberian Giberelin pada tanaman dapat memacu pemanjangan batang, pertumbuhan daun, memacu pembesaran organ tanaman (pengaruhnya terhadap berat brangkasan basah dan kering dan diameter batang) dan merangsang pemunculan tunas/anakan baru. 2.3.
Definisi dan Pengukuran Variabel Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda dari hipotesis, maka
dibuat definisi dan pengukuran variabel sebagai berikut: 1. Umur berbunga yang dimaksud di sini adalah saat pertama munculnya tunas bunga. Pengukuran dilakukan pada setiap individu tanaman dan pada setiap unit percobaan. Pada pengukuran tiap individu, dikatakan berbunga bila tunas
10
bunga berukuran ± 1 cm. Sedangkan pengukuran pada tiap unit percobaan dikatakan berbunga apabila pada tiap unit percobaan terdapat 50% tanaman sudah membentuk tunas bunga. Pengamatan pada saat pertambahan tinggi tanaman mulai melambat/konstan. 2. Tinggi tanaman yang dimaksud adalah ukuran panjang dari pangkal batang hingga
pucuk
daun
tertinggi.
Pengukuran
tinggi
tanaman
dengan
menggunakan mistar dengan satuan cm. Pengukuran dilakukan rutin setiap 1 minggu sekali setelah tanaman mulai berkecambah. 3. Jumlah daun yang dimaksud adalah jumlah seluruh daun yang muncul sampai dengan terjadi pembungaan yang terdiri dari jumlah daun segar yang belum mengalami senescens ditambah daun yang sudah mengalami senescens (penuaan). Pengukuran dilakukan pada saat akhir pengamatan (terjadi pembungaan). Satuan yang digunakan untuk menghitung jumlah daun yaitu helai. 4. Berat brangkasan basah tanaman yang dimaksud adalah berat per rumpun tanaman dari bagian yang terdapat di atas permukaan tanah, dilakukan setelah panen berakhir dan ditimbang dalam satuan berat (gram). 5. Berat brangkasan kering tanaman yang dimaksud adalah berat tajuk tanaman dari bagian yang terdapat di atas permukaan tanah kecuali buah dan akar, dilakukan setelah panen berakhir, dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C hingga tidak terdapat penurunan berat atau berat sudah konstan dan ditimbang dalam satuan berat (gram). 6. Diameter batang adalah mengukur batang tanaman (batang sejati yang ada dipermukaan tanah) yang diukur dengan jangka sorong dalam satuan panjang (cm). 7. Berat basah akar adalah berat bagian akar tanaman tanpa melalui proses pengeringan yang diukur dengan timbangan elektrik dengan satuan berat (gram). 8. Jumlah anakan adalah seluruh tunas yang keluar dari setiap rumpun. Pengukuran dilakukan saat akhir pengamatan (berbunga). Satuan yang digunakan untuk menghitung tunas adalah buah.
11
9. Jumlah tunas bunga per rumpun adalah jumlah tunas bunga yang terbentuk dalam setiap rumpun. Pengukuran dilakukan pada saat akhir pengamatan (berbunga). Satuan yang digunakan adalah buah.
12