4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh Tanaman teh (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze) merupakan salah satu spesies yang berasal dari famili Theaceae. Di seluruh dunia tersebar sekitar 1 500 jenis yang berasal dari 25 negara. Eden (1965) menyatakan bahwa tinggi tanaman teh dapat mencapai hingga belasan meter, hanya saja untuk keperluan perkebunan tinggi tanaman dipertahankan hingga 1.5 meter. Pusat Penelitian Teh dan Kina, (2006) menyatakan bahwa tanaman teh pada dasarnya dapat dibedakan atas (1) jenis sinensis (Camelia sinensis var. sinensis) serta (2) jenis assamica (Camelia sinensis var. assamica). Oleh karena sifat tanaman teh menyerbuk silang, maka terdapat pula jenis hibrida yang merupakan turunan dari hasil persilangan antara jenis sinensis dengan jenis assamica. Secara umum tanaman teh memiliki perakaran yang dangkal, peka terhadap keadaan fisik tanah dan hanya sedikit memiliki kemampuan menembus tanah yang keras. Akar tanamannya berupa akar tunggang dan memiliki banyak cabang akar. Jika akar tunggangnya putus maka cabang akar yang akan menggantikan fungsinya sehingga tumbuh besar dan cukup dalam ke arah vertikal. Tanaman teh memiliki daun yang berbentuk jorong atau agak bulat seperti telur yang terbalik/lanset dengan gerigi di tepinya. Selain itu, tanaman teh memiliki daun tunggal dan berbulu halus pada permukaan daun muda, sedangkan pada permukaan daun tua tidak berbulu. Daun tunggal adalah daun yang setiap tangkai daun hanya mendukung satu helaian daun. Posisi daunnya berseling pada batang dan cabang untuk tiap helainya. Tanaman teh mengalami pertumbuhan tunas yang silih berganti antara yang berasal dari ketiak daun dengan bekas ketiak daun atau ketiak daun yang daunnya telah gugur. Tunas yang tumbuh diikuti dengan pembentukan daun. Tiap tunas baru memiliki daun kuncup yang menutupi titik tumbuh serta daunnya. Tanaman teh memiliki bunga berwarna putih bersih yang muncul dari ketiak daun dan cukup wangi. Pada bunga tersebut terdapat sekitar 100-200 benang sari.
5 Mahkota bunga teh berjumlah 5-6 helai yang memiliki putik dengan tangkai yang panjang atau pendek dan pada kepalanya terdapat tiga buah sirip. Tanaman teh menghasilkan buah yang berbentuk kotak berwarna hijau kecoklatan. Dalam satu buah berisi satu sampai enam biji, rata-rata memiliki tiga biji. Buah yang masak dan kering akan pecah dengan sendirinya serta bijinya akan ikut keluar. Bijinya berbentuk bulat atau gepeng pada satu sisinya. Pada saat masih muda biji berwarna putih dan berubah menjadi coklat setelah tua. Terdapat beberapa fase tanaman teh untuk pertumbuhan pucuk yaitu: 1. Fase inisiasi yang dimulai pada tunas dorman saat pucuk dipetik sampai perpanjangan sel dan membutuhkan waktu selama 14-16 hari. 2. Fase peralihan antara membukanya dua daun perisai sampai daun kepel membentang, lamanya 11 hari. 3. Fase terakhir tumbuh secara linier yaitu daun-daun normal yang masingmasing setiap helai 8-9 hari. Terdapat juga fase istirahat untuk tunas dan tidak menghasilkan daun. Fase ini ditandai dengan adanya kuncup inaktif (kuncup burung) yaitu daun yang masih muda dan baru membuka di ujung tunas. Lamanya fase istirahat berbeda-beda bergantung jenis klon tanaman teh, pengaruh iklim, tanah, maupun, serangan hama dan penyakit. Tunas-tunas tersebut akan kembali membentuk daun-daun baru secara bergantian antara fase istirahat dan fase aktif.
Ekofisiologi Teh Tanaman teh (Camelia sinensis (L.) O. Kuntze) berasal dari daerah subtropis (antara 23.5 °LU dan 23.5 °LS). Tanaman teh dapat tumbuh baik pada daerah 40º LU hingga 33º LS. Pada umumnya di Indonesia tanaman teh lebih banyak dibudidayakan di daerah pegunungan. Menurut Nazarudin dan Paimin (1993) terdapat syarat lingkungan khusus agar tanaman teh dapat tumbuh dan menghasilkan produk secara optimal karena tidak setiap daerah dapat ditanami teh untuk menghasilkan produksi yang baik. Syarat tumbuh tanaman teh meliputi ketinggian tempat, curah hujan dan temperatur, serta jenis dan kesuburan tanah. Berdasarkan ketinggian tempat yang ideal di daerah tropis sekitar 1 2001 500 m di atas permukaan laut (dpl) tetapi untuk di sebagian besar wilayah
6 pertanaman teh Indonesia berkisar antara 700-1 200 m dpl. Pada kisaran tersebut produksi pucuk daun teh optimal tercapai pada saat tanaman berumur tujuh tahun, sedangkan jika ketinggian permukaan lebih dari 1 200 m dpl produksi pucuk daun teh tercapai setelah sepuluh tahun karena pembentukan tunas yang lebih lambat. Hal ini akibat dari berkurangnya sebagian besar sejumlah pancaran sinar matahari yang diterima oleh tanaman. Curah hujan rata-rata 1 400 mm per tahun baik untuk tanaman teh. Tanaman teh tidak tahan terhadap daerah yang panas dan kering sehingga suhu yang optimum yang diinginkan bagi pertanaman teh adalah 14-25 ºC dengan kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70 %. Wibowo dalam Mangeonsoekarjo (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman teh akan terhenti apabila suhu lingkungan di bawah 13 ºC dan di atas 30 ºC serta kelembaban relatif kurang dari 70 %. Tanah yang cocok untuk pertanaman teh adalah tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik, tidak bercadas serta mempunyai derajat keasaman (pH) antara 4.5-5.6. Jenis tanah seperti lempung berpasir, Latosol, Andosol, Podzolik Merah, lempung berat (heavy clay), dan tanah Vulkanis muda cocok untuk tanaman teh. Klon Gambung 7 berasal dari persilangan klon antara Malabar 2 (Mal 2) dan Pasir Sarongge 1 (PS 1), sama seperti klon Gambung 4 dan Gambung 5. Ciriciri klon Gambung 7 adalah warna daun hijau muda, permukaan daun dilapisi lilin sangat tebal sehingga mengkilap, bentuk daun agak cekung, internodia sedang, kedudukan daun semi erek, dan percabangan tanaman sangat baik. Klon Gambung 7 dianjurkan untuk ditanam di kebun yang memiliki ketinggian dari dataran rendah atau di bawah 800 m dpl hingga dataran tinggi atau lebih dari 1 800 m dpl. Klon Gambung 7 merupakan klon yang paling baik di antara klon Gambung lainnya karena potensi hasilnya sangat tinggi hingga mencapai 5 800 kg/ha/tahun. Dalimoenthe dan Johan (2008) menyatakan bahwa klon Gambung 7 merupakan salah satu dari hasil seleksi lanjutan klon dengan produktivitas tinggi yang dirilis pada bulan Oktober 1998 dan masuk menjadi klon anjuran Pusat Penelitian Teh dan Kina di tahun yang sama. Upaya Pusat Penelitian Teh dan Kina menghasilkan dan menyediakan bahan tanam yang lebih baik dan menguntungkan, yaitu klon
7 yang berproduksi tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit serta mempunyai pertumbuhan yang cepat. Pembentukan Bidang Petik Produksi pucuk yang tinggi merupakan tujuan utama dari budidaya tanaman teh. Berbagai upaya kultur teknik dan pengelolaan kebun telah dilakukan untuk meningkatkan produksi. Pembentukan percabangan yang ideal dengan bidang petik yang luas diperlukan agar dapat memperoleh tanaman yang produktif sehingga dapat menghasilkan pucuk daun sebanyak-banyaknya. Pusat Penelitian Teh dan Kina (2002) menyatakan bahwa untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan cara pembentukan bidang petik (frame). Tujuan pembentukan frame adalah merangsang munculnya cabang-cabang lateral dan selanjutnya menjaga agar cabang-cabang tersebut hidup sehat dan menjadi tempat keluarnya pucuk (Dalimoenthe dan Johan, 2008). Pembentukan bidang petik dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pemangkasan dan pemenggalan (centering), perundukan (bending) serta kombinasi keduanya (centering-bending). Pemangkasan atau pemenggalan (centering) dilakukan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) asal stek atau biji. Pelaksanaan centering sebagai berikut: 1. Setelah bibit ditanam di lapangan dan berumur kira-kira 4-6 bulan, batang utama dipotong atau dipenggal setinggi 15-20 cm dari permukaan tanah dengan meninggalkan minimal 5 helai daun. Apabila pada ketinggian tersebut tidak terdapat daun maka centering dilakukan lebih tinggi. 2. Setelah 6-9 bulan centering terdapat cabang yang tumbuh ke atas, maka cabang tersebut dipotong (de-centering) pada ketinggian 30 cm dengan tujuan untuk memacu pertumbuhan ke samping/melebar. 3. Tiga sampai enam bulan kemudian, jika percabangan baru telah tumbuh mencapai 60-70 cm maka dilakukan pemangkasan secara selektif (selective cut cross) setinggi 45 cm. Tunas-tunas yang tumbuh setelah pemangkasan selektif ini dibiarkan tumbuh selama 3-6 bulan, kemudian dijedang (tipping) pada ketinggian 60-65 cm atau 15-20 cm dari bidang pangkas. Keuntungan centering adalah mudah dilakukan serta biaya yang lebih murah, sedangkan kerugiannya adalah jangka waktu yang cukup lama untuk
8 tanaman dapat menutup tanah, biaya pemeliharaan tinggi serta perakaran tanaman mengalami gangguan. Selain itu terjadi kehilangan sebagian cadangan makanan berupa karbohidrat (pati) pada batang yang dipangkas. Kesalahan dalam menentukan ketinggian tanaman untuk dipangkas merupakan hal penting karena sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Cara perundukan (bending) dilakukan dengan melengkungkan batang utama dan cabang sekunder tanpa memotong bagian-bagian tanaman tersebut. Pelengkungan batang dan cabang tersebut dapat menyebabkan terakumulasinya bahan makanan (karbohidrat) di bagian sisi atas batang sehingga akan merangsang pertumbuhan tunas pada bagian tersebut. Pelaksanaan bending sebagai berikut: 1. Sekitar 4-6 bulan setelah bibit ditanam di lapangan, batang utama yang telah mencapai tinggi lebih dari 70 cm dilengkungkan dengan sudut 45º dengan permukaan tanah serta pucuknya dipotong. Pelengkungan dapat dilakukan dengan menggunakan tali bambu, cagak kayu atau lainnya. 2. Kira-kira setelah 6 bulan dari bending I, tunas-tunas sekunder akibat bending I telah mencapai panjang 40-50 cm dapat dilakukan bending II dengan pelengkungan menyebar ke segala arah. 3. Cabang yang tumbuh ke atas setelah bending II dilakukan cut cross pada ketinggian 30 cm sedangkan cabang lain yang belum mencapai ketinggian tersebut dibiarkan. 4. Tunas yang tumbuh akibat bending II dilakukan cut cross setinggi 45 cm. Keuntungan pembentukan bidang petik dengan cara bending yaitu bentuk perdu terancang lebih awal, frame lebih rendah, cepat menutup tanah, tidak ada pembuangan bagian tanaman, dan produksi awal akan lebih tinggi dibandingkan dengan centering. Kekurangan yang terdapat pada penggunaan cara bending adalah biaya yang dibutuhkan lebih besar, pemeliharaan akan sulit di awal, hanya baik pada pertanaman dataran sedang hingga tinggi, memerlukan keterampilan khusus serta pengawasan yang baik serta keseimbangan air mudah terganggu.
9 Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Pertumbuhan Pucuk Tanaman teh merupakan tanaman yang dipanen daun muda atau pucuknya secara teratur, sehingga setiap faktor penentu pertumbuhan vegetatif termasuk pupuk akan dapat mempengaruhi pertumbuhan pucuk tersebut. Adisewojo dalam Rusmana dan Salim (2003) menyatakan bahwa hasil pucuk yang diperoleh bergantung pada pertumbuhan tunas tanaman teh tersebut. Klon seri Gambung memiliki sifat kecepatan pertumbuhan pucuk yang berbeda (Johan dan Sriyadi, 2005). Perbedaan kecepatan tumbuh tanaman teh tersebut yang menyebabkan adanya daur petik pada perkebunan teh. Daur petik tersebut dibedakan tiap luasan tertentu. Pucuk daun teh memiliki komposisi kimia yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Pusat Penelitian Teh dan Kina (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi variasi susunan kimia daun teh diantaranya adalah jenis klon tanaman teh, variasi musim dan kondisi tanah, perlakuan kultur teknis, umur daun, serta banyaknya sinar matahari yang diterima tanaman. Variasi tersebut sulit diatasi, apalagi yang bersifat genetis dan alamiah. Variasi tersebut masih dapat diterima ketika komposisinya diusahakan masih berada dalam keadaan baik atau tidak berubah. Daun pucuk pada tanaman teh memiliki senyawa nitrogen yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan bagian lain pada tanaman teh. Salim et al. (1989) menyatakan bahwa persentase kadar N pucuk daun teh pada 6 bulan pertama setelah pemberian zeolit mengalami perubahan kecuali dengan adanya penambahan zeolit 4-6 ton/ha/tahun, persentase kadar N pucuk akan tetap stabil. Rusmana dan Salim (2003) menyatakan bahwa akan berbeda persentase serapan N pucuk ketika diberikan perlakuan pengolahan tanah dan pemberian pupuk organik pada pertanaman teh. Pemberian nitrogen pada pertanaman tidak selalu meningkatkan jumlah pucuk secara signifikan. Setiawati dan Nasikun (1991) menyatakan bahwa lingkungan fisik yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh adalah tanah dan iklim. Semua unsur iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh, namun hanya curah hujan dan penyinaran matahari yang memiliki pengaruh paling tinggi. Jumlah hari hujan yang tinggi berpengaruh terhadap hasil
10 pertumbuhan pucuk. Kondisi tersebut mengakibatkan penyinaran matahari rendah sehingga proses fotosintesis yang membutuhkan sinar matahari menjadi terhambat. Pembentukan pucuk pada tanaman teh sangat ditentukan dengan banyaknya hasil fotosintesis yang digunakan untuk pembentukan pucuk yang dikenal dengan Harvest Index (HI). Kecukupan pasokan nitrogen pada tanaman ditandai oleh aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang baik dan warna tanaman yang hijau tua. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Munawar (2011) yang menyatakan bahwa nitrogen merupakan bagian dari klorofil yang bertanggung jawab terhadap fotosintesis. Pengaruh Pupuk Nitrogen terhadap Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Nitrogen berperan sebagai penyusun penting klorofil, bagian integral dari protein tanaman, dan pertumbuhan vegetatif tanaman (Hall, 2007). Nitrogen menyusun sekitar 40 % - 50 % bobot kering protoplasma atau bahan hidup sel tanaman (Munawar, 2011). Oleh karena itu, nitrogen dibutuhkan dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan senyawa lain bagi tanaman. Urea (CO(NH2)2 salah satunya terbentuk dari reaksi Haber-Bosch yang berasal dari gas hidrogen (H2) dan gas N2 atmosfer. Hasil reaksi tersebut berupa NH3 yang dapat digunakan sebagai bahan baku dasar pembuatan urea (Munawar, 2011). Urea atau senyawa nitrogen diserap tanaman dari tanah dalam bentuk nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+). Nitrat merupakan bentuk senyawa yang paling disukai tanaman untuk pertumbuhan, tetapi dipengaruhi oleh jenis dan faktorfaktor lingkungan. Tanaman cenderung menyerap nitrat meskipun yang diberikan adalah pupuk amonium. Laju serapan nitrat lebih tinggi dan diserap tanaman secara aktif. Pemupukan nitrogen yang berat secara terus menerus melalui tanah akan memasamkan tanah (Willson et al., 1975), karena jumlah hara yang bersifat basa dalam daun cenderung menurun dengan meningkatnya hasil produksi. Dampak lain dari pempukan nitrogen yang berlebihan adalah menyebabkan produksi mengalami penurunan, karena tanaman kekurangan basa (Darmawijaya, 1977). Jika dalam pemupukan nitrogen dosisnya terlalu tinggi maka dapat menyebabkan
11 kematian pada tanaman. Hardjowigeno (2007) menyatakan dalam proses reaksi pembentukan urea sering terbentuk senyawa biuret yang merupakan racun bagi tanaman apabila terdapat dalam jumlah yang banyak. Potensi tanah dalam produksi pucuk diawali dengan kandungan unsur hara yang tersedia di dalamnya. Kadar N-total tanah bagian atas merupakan kriteria berikutnya untuk sub-klas keserasian tanah pada perkebunan teh. Wibowo dalam Mangeonsoekarjo (2007) menyatakan bahwa kadar N-total merupakan jumlah yang dikandung tanah yang terdiri atas nitrogen yang terkandung dalam bahan organik dan nitrogen dalam bentuk ion tersedia. Kadar nitrogen sangat dipengaruhi oleh cuaca serta dapat mempercepat terlaksananya potensi pertumbuhan, peningkatan produksi biji dan buah dan meningkatkan kualitas daun. Menurut Munawar (2011), nitrogen dalam tanaman memiliki fungsi sebagai penyusun penting klorofil, protoplasma, protein, asam nukleat, peningkatan pertumbuhan dan perkembangan semua jaringan, peningkatan kualitas daun sayur-sayuran dan kandungan protein biji-bijian.