TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Teh Tanaman teh merupakan tanaman tahunan, para ahli tanaman memberi nama antara lain Camellia theifera, Thea sinensin, Camellia thea dan terakhir dikenal dengan sebutan Camellia sinensis (L) O. Kuntze. Tanaman ini mempunyai lebih dari 82 spesies, terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara hingga India, pada garis lintang 30o di sebelah Utara maupun Selatan khatulistiwa (PPTK 2006). Tanaman teh berasal dari wilayah perbatasan negara-negara Cina Selatan (Yunan), Laos Barat Laut, Muangthai Utara, Burma Timur dan India Timur Laut, yang merupakan vegetasi hutan daerah peralihan tropis dan subtropis. Tanaman teh pada dasarnya dapat dibedakan atas 2 spesies, yaitu jenis sinensis (Camellia sinensis var. sinensis) dan jenis assamica (Camellia sinensis var. assamica). Potensi produksi tanaman merupakan kriteria yang sangat penting dalam memilih bahan tanaman. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi potensi produksi suatu genotip, maka biaya produksi akan semakin rendah sehingga keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Pada saat ini jenis assamica yang lebih banyak ditanam di Indonesia dibandingkan jenis sinensis. Tahap pemetikan daun teh perlu memperhatikan beberapa hal agar dapat memenuhi syarat-syarat pengolahan. Pemetikan pada tanaman teh adalah pengambilan pucuk yang terdiri dari : 1 kuncup berikut 2 sampai 3 daun muda. Beberapa istilah yang digunakan dalam pemetikan, antara lain: peko, burung, kepel, daun biasa/normal, daun muda, daun tua, cakar ayam, manjing, gabar, inang, pucuk tanggung, kaboler, peko nagog, ngabandera, selewer dan imeut. Peko adalah kuncup tunas aktif berbentuk runcing yang terletak pada ujung pucuk, dalam rumus petikan tertulis dengan huruf p. Pucuk teh adalah bahan baku dalam pengolahan teh dan mutu pucuk harus diusahakan tetap bermutu tinggi agar teh yang dihasilkan bermutu tinggi. Seluruh kegiatan pengelolaan tanaman ditujukan untuk membentuk zat penentu kualitas (katekin, kafein dan enzim) yang tinggi dalam pucuk, mengingat senyawa ini mempunyai peranan besar terhadap rasa, warna dan aroma teh jadi. Kegiatan penanganan pasca panen ditujukan agar kondisi pucuk tetap utuh/tidak rusak agar
6
tidak terjadi perubahan kimia kandungan zat penentu kualitas dalam pucuk teh sebelum waktunya. Kandungan zat penentu kualitas (katekin dan lain-lain) terdapat dalam bagian-bagian pucuk teh, makin muda bagian pucuk teh makin tinggi kadarnya. Dengan kata lain, makin halus pucuk berarti makin banyak bagian yang muda, makin tinggi potensi kualitas pucuk tersebut; sebaliknya makin kasar pucuk, makin rendah potensi kualitasnya.
Sebagai gambaran daftar kandungan katekin dan
kafein pada bagian-bagian pucuk disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan katekin dan kafein pada bagian-bagian pucuk teh dalam % berat kering Bagian pucuk Katekin (%) Kafein (%) Pucuk 26,5 4,7 Daun pertama 25,9 4,2 Daun kedua 20,7 3,5 Daun ketiga 17,1 2,9 Tangkai atas 11,7 2,5 Sumber : PPTK (2006) Pengolahan Teh Berdasarkan pengolahannya teh dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Non oksidasi enzimatis (unfermentasi)
: teh hijau
2. Semi oksidasi enzimatis
: teh oolong-pouchong
3. Full oksidasi enzimatis (fermentasi)
: teh hitam
Di Indonesia pengolahan teh yang dikembangkan secara luas adalah jenis teh hitam dan teh hijau. Teh Hitam adalah teh yang dibuat dengan proses oksidasi enzimatis, sedangkan teh hijau dibuat tanpa proses oksidasi enzimatis. Pengolahan teh oksidasi enzimatis (teh hitam) terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama pada proses pengolahan teh dengan oksidasi enzimatisis adalah pelayuan. Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun serta menurunnya kandungan air sehingga daun teh menjadi lemas. Proses ini dilakukan pada alat Withering Trough atau palung pelayuan selama 14 sampai 18 jam. Hasil pelayuan yang baik ditandai dengan pucuk layu yang berwarna hijau kekuningan, tidak mengering, tangkai muda menjadi lentur, bila digenggam terasa lembut dan bila dilemparkan tidak akan buyar serta timbul aroma yang khas seperti buah masak.
7
Tahap selanjutnya adalah penggilingan. Secara kimia proses penggilingan merupakan proses awal terjadinya oksimatis yaitu bertemunya polifenol dan enzim polifenol oksidase dengan bantuan oksigen. Penggilingan akan mengakibatkan memar dan dinding sel pada daun teh menjadi rusak. Cairan sel akan keluar di permukaan daun secara rata. Proses ini merupakan dasar terbentuknya mutu teh. Selama
proses ini berlangsung, katekin akan diubah menjadi theaflavin dan
thearubigin yang merupakan komponen penting baik terhadap warna, rasa maupun aroma seduhan teh hitam. Proses ini biasanya berlangsung selama 90 menit sampai 120 menit. Mesin yang biasa digunakan dalam proses penggilingan ini dapat berupa Open Top Roller (OTR), Rotorvane dan Press Cup Roller (PCR) untuk teh hitam orthodox dan Mesin Crushing Tearing and Curling (CTC) untuk teh hitam CTC. Tahap terakhir adalah pengeringan yang bertujuan untuk menghentikan proses oksimatis pada saat seluruh komponen kimia penting dalam daun teh telah secara optimal terbentuk. Proses ini menyebabkan kadar air daun teh turun menjadi 2,5% sampai 4%. Keadaan ini dapat memudahkan proses penyimpanan dan transportasi. Mesin yang biasa digunakan dapat berupa ECP (Endless Chain Pressure) Dryer maupun FBD (Fluid Bed Dryer) pada suhu 90 sampai 95oC selama 20 menit sampai 22 menit. Pengolahan teh hijau berbeda dengan proses pengolahan teh hitam, pelayuan disini bertujuan menginaktivasi enzim polifenol oksidase untuk menghindari terjadinya proses oksimatis. Akibat proses ini daun menjadi lentur dan mudah digulung. Pelayun dilakukan dengan cara mengalirkan sejumlah daun teh ke dalam mesin pelayuan Rotary Panner dalam keadaan panas (80oC sampai 100oC) selama 2 menit sampai 4 menit secara kontinyu. Penilaian tingkat layu daun pada pengolahan teh hijau dinyatakan sebagai persentase layu, yaitu perbandingan daun pucuk layu terhadap daun basah yang dinyatakan dalam persen. Persentase layu yang ideal untuk proses pengolahan teh hijau adalah 60% sampai 70%. Tingkat layu yang baik ditandai dengan daun layu yang berwarna hijau cerah, lemas dan lembut serta mengeluarkan bau yang khas. Pada proses pengolahan teh hijau, penggulungan merupakan tahapan pengolahan yang bertujuan untuk membentuk mutu secara fisik. Selama proses
8
penggulungan daun teh akan dibentuk menjadi gulungan kecil dan terjadi pemotongan. Proses ini dilakukan segera setelah daun layu keluar dari mesin pelayuan. Mesin penggulung yang biasa digunakan adalah Open Top Roller 26” tipe single action selama 15 menit sampai 17 menit. Pengeringan bertujuan untuk mereduksi kandungan air dalam daun hingga 3% sampai 4%. Untuk mencapai kadar air yang demikian rendahnya, pengeringan umumnya dilakukan dalam dua tahap. Pengeringan pertama bertujuan mereduksi kandungan air dan memekatkan cairan sel yang menempel pada permukaan daun. Hasil pengeringan pertama masih setengah kering dengan tingkat kekeringan (kering dibagi basah) sekira 30% sampai 35%. Mesin yang digunakan pada proses pengeringan pertama ini adalah ECP dengan suhu masuk 130oC sampai 135oC dan suhu keluar 50oC sampai 55oC dengan lama pengeringan sekira 25 menit. Disamping memperbaiki bentuk gulungan, pengeringan kedua bertujuan untuk mengeringkan teh sampai kadar airnya menyentuh angka 3% sampai 4%. Mesin yang digunakan dalam proses pengeringan ini biasanya berupa Rotary Dryer tipe repeat roll. Lama pengeringan berkisar antara 80 menit sampai 90 menit pada suhu dibawah 70oC.
Pengembangan Produk Hilir Teh Indonsia Teh sebagai minuman sudah lama dikenal dan digemari masyarakat Indonesia, dan negara-negara lain di dunia. Sebagian besar masyarakat Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta meminum teh terasa nikmat apabila diminum dalam keadaan panas, kental, wangi, dan terasa manis (Suryatmo 2003). Teh hijau langsung diseduh untuk diminum berasa sepet dan pahit sehingga kurang digemari, begitu pula teh hitam yang langsung diseduh untuk diminum kurang banyak dinikmati masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Jawa Tengah. Umumnya teh hitam terasa kurang wangi dan terasa masih mentah. Rasa sepet dan pahit dalam teh hijau dapat diatasi dengan cara menggosongkan teh tersebut sampai terasa kurang sepet dan aroma tehnya keluar (Bambang 1985). Berbagai macam cara untuk menarik konsumen telah banyak dilakukan, misalnya: kemasan yang menarik, mudah dan cepat dalam penyajian, berkesan
9
praktis, dan lain-lain. Adanya penemuan baru mengenai khasiat teh di berbagai negara telah mendorong masyarakat dunia untuk minum teh. Teh dianggap sebagai makanan dan minuman fungsional. Menurut Oguni (1996) minuman teh dapat berfungsi dalam memenuhi kebutuhan tubuh karena dapat mengatur metabolisme tubuh secara biologis (Bambang 1985). Penemuan tidak langsung adalah sebagai tambahan kosmetika, sebagai aroma terapi dan bahan pewarna dalam tekstil. Adanya diversifikasi produk yang beranekaragam ini diharapkan dapat meningkatkan selera konsumen yang pada akhirnya meningkatkan daya serap akan teh di pasar lokal maupun ekspor. Berbagai jenis produk hilir teh yang umum di Indonesia disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Berbagai jenis produk hilir teh di Indonesia No. 1.
Jenis Teh
Isi
Pengemas Produk
Teh hitam/Teh hijau
Curah
Jenis kertas, beragam plastik, laminasi plastik laminasi aluminium, gelas/botol plastik, kaleng
Teh hitam/Teh hijau
Teh Celup
Teh hijau/teh wangi/ dicampur pewangi atau bahan lain
Curah
Teh hijau, teh hitam dan teh wangi
Air
5.
Teh krisan
Curah
Bungkusan kertas, plastik, laminasi Aluminium
6.
Teh instant
Curah
Bungkusan kertas, plastik, laminasi
(bubuk)
aluminium
Curah
Bungkusan kertas, plastik, laminasi
(permen)
aluminium
2. 3.
4.
7.
Teh buih (tablet effervescent)
Jenis kertas, plastik, laminasi aluminium (banyak beragam) Berbagai jenis kertas, plastik, laminasi plastik laminasi aluminium, botol plastik, botol kaca
Botol kaca, tetra pack, plastik PP/PE
Seduhan
Sumber : Prosiding Simposium Teh Nasional (2003) PPTK Gambung (2003)
10
Biokimia Gizi Teh Gomes et al. (1994) menyatakan bahwa ekstrak teh hitam dan ekstrak teh hijau mempunyai aktivitas sebagai anti diabetes. Ekstrak teh hitam dan ekstrak teh hijau keduanya mempunyai kemampuan untuk menurunkan kadar glukosa darah baik sebagai tindakan pencegahan ataupun sebagai pengobatan pada tikus diabetes. Polifenol teh hijau bisa berfungsi sebagai antioksidan dengan cara menghambat oksidasi lemak dan menangkap radikal bebas. Teh oolong bila dikonsumsi dalam waktu lama dapat meningkatkan plasma adiponektin, ukuran partikel LDL (Low Density Lipoprotein), menurunkan kolesterol plasma darah pada penderita Coronary Artery Desease (CAD) dan dapat mencegah penyakit atherosclerosis pada penderita CAD (Shimada et al. 2004). Polifenol teh hijau dapat membantu proses fagositosis dengan cara menghambat kerja enzim hialuronidase. Enzim tersebut berperan mengakibatkan kerusakan membran fagosit ketika memfagositosis bakteri sehingga kemampuan fagositosis hilang. Hasil penelitian Susanti (2000) dalam Susilaningsih et al. (2002)
menyatakan bahwa teh hijau dapat meningkatkan respon proliferasi
limfosit dan meningkatkan daya fagositosis makrofag. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa mencit diberikan minuman teh sebanyak 70 ml setiap hari selama 14 hari kemudian mencit diinokulasi dengan L.monocytogenesis intra peritonial. Perlakuan tersebut dapat meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag dan respon proliferasi limfosit (Susilaningsih et al. 2002) Menurut Arifin et al. (1994) bahan-bahan kimia dalam daun teh dapat digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu fenol, bukan fenol, aromatis dan enzim. Senyawa fenol terdiri dari tanin atau katekin, dan flavonol. Perubahan kadar katekin selalu dihubungkan dengan semua sifat seduhan teh yaitu rasa, aroma dan warna. Jumlah atau kandungan katekin bervariasi untuk masing-masing jenis teh (Tabel 3). Kandungan katekin berkisar 20% sampai 30% dari seluruh berat kering daun. Katekin teh yang utama adalah epicathecin (EC), epikatekin gallate (ECG), epigallokatekin (EGC), dan epigallokatekin gallate (EGCG). Katekin teh larut dalam air, tidak berwarna, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Dari hasil uji polifenol pada formula teh Camellia-murbei yang dilakukan Damayanthi dkk. (2007) menunjukkan bahwa kandungan epigallocathecin (EGC),
11
epicathecin (EC), epigallocathecingallat (EGCG), dan total polifenol tertinggi dihasilkan pada kanva non-oksimatis Gambung 9. Kandungan catekin (c) tertinggi dihasilkan oleh multicaulis oksimatis Gambung 7, sedangkan epicatekingallat (ECG) tertinggi dihasilkan oleh multicaulis non-oksimatis Gambung 7. Hasil uji polifenol dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil uji polifenol pada tiga formula teh terbaik Parameter Uji No Formula
1 2
3
Kanva non oksimatis + Gambung 9 non oksimatis Multicaulis oksimatis +Gambung 7 non oksimatis Multicaulis nonoksimatis + Gambung 7 Non oksimatis
% EC
% EGCG
% ECG
% Total Polifeno l
0.213
0.191
0.355
0.199
3.91
1.38
0.285
0.129
0.350
0.189
2.33
1.45
0.265
0.118
0.342
0.399
2.57
% EGC
%C
2.95
Sumber : Damayanthi dkk. (2007) Pada teh hijau, katekin merupakan komponen utama, sedangkan pada teh hitam katekin diubah menjadi theaflavin dan thearubigins. Yoshino et al. (1999) melaporkan bahwa katekin tahan terhadap kondisi asam lambung, dan terdegradasi pada suasana basa. Plasma, empedu, usus dan pankreas mamalia bersuasana basa ringan, yang secara berturut-turut mempunyai pH 7.4 sampai 7.5; 7.1 sampai 8.5; 8,3; dan 7.0 sampai 8.5. Flavonol mempunyai aktivitas sebagai vitamin P yang berfungsi menguatkan dinding pembuluh darah kapiler dan memacu pengumpulan vitamin C dalam organ binatang. Flavonol utama yang ada di dalam daun teh adalah quercetin, kaemferol. dan myricetin (Hartoyo 2003). Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) hasil utama oksidasi flavonol adalah theaflavin. Theaflavin berfungsi memberikan warna kuning cerah pada air seduhan. Theaflavin akan teroksidasi dan berkondensasi dengan asam amino membentuk thearubigin yang memberikan warna coklat tua. Theaflavin dari ekstrak teh hitam dapat melawan oksidasi terhadap lemak dan kerusakan oksidatif DNA (Erba 2003). Menurut Hartoyo (2003) jumlah theaflavin dan thearubigin dalam teh hitam masing-masing berkisar 0.3% sampai 2% dan 10% sampai 20%
12
(berat kering). Keduanya berkontribusi terhadap seduhan teh hitam, seperti warna, strength, dan body. Ada empat macam theaflavin yaitu theaflavin (TF1), theaflavin 3-galat (TF2A), theaf1avin 3'galat (TF2B), dan theaflavin 3,3'-galat (TF3) (Luczaj dan Skrzydlewska 2004). Aktivitas antioksidan theaflavin digallate (TF3) lebih besar dari 3-monogallat (TF2) dan lebih besar dari theaflavin (TF1) (Miller dan Trenholm 1996). Komponen teh yang termasuk bukan fenol meliputi karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, asam amino, klorofil, dan zat warna lain, asam organik, resin, vitamin dan mineral. Enzim yang terdapat dalam daun teh yaitu invertase, amilase, β-glukosidase, oximetilase, protease, dan peroxidase yang berperan sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia tanaman (Arifin et al. 1994). Menurut Hartoyo (2003) dalam teh terdapat L-theanin. yang telah terbukti dapat mengurangi stres, menurunkan tekanan darah tinggi, dan bahkan bermanfaat meningkatkan daya ingat. L-theanin adalah sebuah asam amino yang bertanggung jawab terhadap exotic taste (umami). Jumlah L-theanin dalam daun teh berkisar antara 1% sampai 2% (berat kering). Katekin yang diberikan pada tikus putih sebanyak 0.5 g per hari selama 3 minggu, dalam usus akan terfermentasi dalam jumlah sedikit dan kurang dari 5% dikeluarkan melalui feses dalam bentuk utuh. EC masuk dalam sirkulasi darah dalam bentuk terglukuronidasi, dan kemudian disulfatisasi dalam hati serta termetilasi dalam hati dan ginjal. Kemudian bentuk senyawa terkonjugasi tersebut disekresi melalui feses dan urin (Hartoyo 2003). EGCG dalam tubuh sebagian diserap dalam bentuk utuh, terdeteksi dengan konsentrasi tertinggi pada serum manusia setelah 2 jam pemberian secara oral dan sebagian termetabolisme melalui proses dehidrogenasi dan dekarboksilasi EGCG, hingga membentuk produk P-I (theasinensin A), P-2 (senyawa baru), dan P-3 (theasinensin D. isomer dari P- I). Uniknya, ketiga produk hasil degradasi tersebut mempunyai sifat aktivitas antioksidan (mengkelat Fe dan scavenger radikal Oksigen) yang lebih tinggi dibandingkan dengan EGCG sendiri dan lebih mudah diserap dibandingkan EGCG. Kemungkinan, ketiga produk hasil degradasi EGCG tersebut lebih cepat sampai ke aliran darah dan memberikan aktivitas antioksidatifnya dalam organ dan jaringan (Hartoyo 2003).
13
Pada tanaman, flavonoid memberikan perlindungan terhadap adanya stres lingkungan, sinar ultraviolet, serangga, jamur, virus dan bakteri, disamping pengendali hormon dan enzim inhibitor. Subklas dari polifenol adalah : flavones, flavonols, flavinones, katekin, antocyanidin, dan isoflavones. Turunan flavonols, quercetin dan turunan katekin, epi-katekin (EC), epigallo-katekin (EGC), epigallokatekin gallate (EGCG) umumnya ditemukan pada tanaman teh. EGCG dan quercetin merupakan antioksidan kuat dengan kekuatan 100 kali lebih tinggi daripada vitamin C dan 25 kali dari vitamin E yang juga merupakan antioksidan potensial. Tanaman teh secara empirik digunakan untuk mengobati penyakit kanker. Aktivitasnya sebagai antikanker adalah secara tidak langsung, yaitu melalui sistem kekebalan dengan cara meningkatkan konsentrasi imunoglobulin G (IgG). Pemakaiannya sebagai obat antitumor atau antikanker menimbulkan dugaan bahwa bahan tersebut bersifat imunostimulator, yaitu meningkatkan konsentrasi IgG (Winarno 1995).
Manfaat Teh Untuk Kesehatan Selain nilai-nilai kultural dan ritual, minum teh ternyata memberi pula manfaat kesehatan. Dari hasil penelitian ilmiah, teh memiliki kemampuan menghambat pembentukan kanker. Teh juga mampu mencegah penyakit jantung dan stroke. Minuman alami ini terbukti pula mampu menstimulir sistem sirkulasi, memperkuat pembuluh darah, dan menurunkan kolesterol dalam darah. Teh juga bisa membantu meningkatkan jumlah sel darah putih yang bertanggung jawab melawan infeksi (sistem imun) terutama teh hijau, bisa mencegah serangan influenza. Bahan minuman dari pucuk daun Camellia sinensis ini bisa memperkuat gigi, melawan bakteri dalam mulut, mencegah terbentuknya plak gigi, serta mencegah osteoporosis. Mencegah bakteri Helicobacter pylori, penyebab sakit perut, meningkatkan mikroflora yang berguna di usus dan mengobati diare. Helicobacter pylori adalah bakteri mematikan penyebab gastritis dan penyakit saluran pencernaan lain, termasuk kanker. Komponen teh hijau, khususnya ECGC memberi efek penyembuhan terhadap infeksi Helocobacter pylori ini. Polifenol dari teh hijau merangsang pertumbuhan bakteri bermanfaat dalam saluran
14
pencernaan antara lain Lactobacillus dan Bifidobacterium yang terbukti meningkatkan imunitas. Disamping itu juga dapat mengurangi pertumbuhan bakteri patogen seperti Clostridium perfrigens, Clostridium difficle, bahkan juga bakteri Escherichia coli. Menurut sebuah penelitian di Jepang, berkumur dengan teh hijau dapat meningkatkan kekebalan dan terhindar dari influenza atau flu. Penelitian di Harvard University juga menujukkan bahwa kimiawi teh hijau dapat merangsang sel gammadelta T yang mendukung kekebalan terhadap bakteri dan virus. Zhiozaki (1997) melaporkan bahwa
teh bermanfaat untuk memperbaiki
sistem imun. Sistem imun yang baik dapat meningkatkan aktivitas sel yaitu mempunyai immunokompeten terhadap zat asing di dalam tubuh. Salah satu sel immunokompeten yang berperan terhadap pertahanan tubuh adalah makrofag. Di dalam saluran pencernaan, teh juga membantu melawan keracunan makanan dan penyakit seperti
kolera, tipes dan disentri. Sumarno Poerwo
Soedarmo dalam Muhilal (2004), ketika menjabat staf ahli Menteri Kesehatan bidang teknologi kesehatan menyatakan kebiasaan minum teh dapat menurunkan angka serangan diare. Di dalam buku Shennong Bencao, Sennong mencatat 72 jenis tanaman beracun yang dapat dinetralisir oleh teh. Dengan kemampuan antibakterinya, teh membantu menghambat infeksi tenggorokan. Penelitian lain juga menunjukkan, meminum teh dapat memperbaiki konsentrasi, ketajaman perhatian, dan kemampuan memecahkan masalah. Lebih dari itu, teh bisa pula digunakan sebagai obat luar untuk beberapa penyakit. Di Cina, teh hijau digunakan sebagai obat rumah untuk menyembuhkan luka atau mencegah penyakit kulit dan penyakit kaki karena kutu air. Selain itu, semua bagian tanaman teh juga bisa digunakan sebagai bahanbahan kosmetik. Di antaranya, untuk lotion; cream antiseptik; produk-produk perawatan rambut seperti shampo atau conditioner; perawatan mulut seperti pasta gigi, mouthwash, dan pelindung bibir; deodoran; produk pembersih seperti sabun atau pembersih kulit; perawatan tubuh seperti hand & body lotion; perawatan kaki; dan produk-produk pelindung tubuh dari sengatan matahari atau yang diperlukan selama perjalanan. Barangkali produk kosmetik dari tanaman teh ini belum dikenal secara luas, namun produk tersebut sudah bisa dipesan lewat jaringan internet.
15
Beragam manfaat teh tadi tentu tak lepas dari keberadaan senyawa-senyawa dan sifat-sifat yang ada pada daun teh. Setidaknya terdapat 450 senyawa organik dan lebih dari satu senyawa anorganik bisa ditemukan dalam daun teh. Menurut Tea Board India, dalam secangkir teh terkandung energi sekitar 4 kkal, di samping flour, mangan, vitamin B kompleks, asam nikotinat, dan asam pantotenat. Di dalam teh juga terkandung kafein. Pada teh hijau juga ditemukan adanya catechin, r-amino butyric acid, flavonoid, polisakarida, dan fluoride. Tak ketinggalan, minyak esensial yang memberi teh aroma khas dan keharuman. Senyawa antioksidan di dalam teh yang disebut polifenol misalnya, diketahui memiliki kemampuan melawan kanker. Senyawa yang sama juga memberi efek positif berupa pencegahan penyakit jantung dan stroke. Senyawa antioksidan tersebut dapat pula memperlancar sistem sirkulasi, menguatkan pembuluh darah, dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Hartoyo 2003). Dengan polifenol, teh membantu pula dalam penambahan jumlah sel darah putih yang bertanggung jawab melawan infeksi. Bahkan, polifenol mengurangi pembentukan plak dengan mempengaruhi kerja bakteri mulut. Sementara, kemampuan teh dalam mencegah dan melawan flu tak lepas dari peran vitamin Cnya yang tinggi, terutama pada teh hijau. Vitamin ini juga bisa menurunkan stres. Kafein dalam teh bermanfaat untuk menghalau kantuk dan kelelahan, sementara cathecin pada teh hijau mengurangi kemungkinan terserang kanker, menurunkan kolesterol darah, mencegah peningkatan tekanan dan kadar gula darah, membunuh bakteri dan virus influensa, serta mencegah bau mulut. Senyawa r-amino butyric acid-nya berkhasiat menurunkan tekanan darah. Flavonoidnya memperkuat dinding pembuluh darah dan mencegah halitosis (bau mulut). Polisakaridanya menurunkan kadar gula darah. Sedangkan vitamin E-nya bertindak sebagai antioksidan dan menunda penuaan (Yudana dan Luize 2006). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan minuman teh adalah jenis bubuk teh yang dipergunakan, suhu air penyeduh, dan waktu ekstraksi. Hal ini dikarenakan faktor-faktor tersebut akan sangat mempengaruhi warna, rasa dan aroma minuman teh yang dihasilkan. Sementara itu proses ekstraksi teh adalah suatu pemisahan bahan berupa padatan dengan menggunakan bahan cair (air) atau pelarut lainnya. Menurut Trisno
16
(1998), idealnya waktu menyeduh teh berlangsung selama lima menit dengan suhu air 800C, dan tiga menit dengan suhu air 900C. Hal ini disebabkan karena apabila ekstraksi terlalu lama akan melarutkan banyak tanin, sehingga menimbulkan rasa agak sepat yang berlebihan pada seduhan teh (Winarno 1995).
Murbei Murbei berasal dari Cina, tumbuh baik pada ketinggian lebih dari 100 m dpl. dan memerlukan cukup sinar matahari. Tumbuhan yang sudah dibudidayakan ini menyukai daerah-daerah yang cukup basah seperti di lereng gunung, tetapi pada tanah yang berdrainase baik. Kadang ditemukan tumbuh liar. Pohonnya memiliki tinggi sekitar 9 m, percabangan banyak, cabang muda berambut halus. Daun tunggal, letak berseling, bertangkai yang panjangnya 4 cm. Helai daun bulat telur sampai berbentuk jantung, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi bergerigi, pertulangan menyirip agak menonjol, permukaan atas dan bawah kasar, panjang 2,5 cm sampai 20 cm, lebar 1,5 cm sampai 12 cm, warnanya hijau. Bunga majemuk bentuk tandan, keluar dari ketiak daun, mahkota bentuk taju, warnanya putih. Dalam satu pohon terdapat bunga jantan, bunga betina dan bunga sempurna yang terpisah. Murbei berbunga sepanjang tabun. Buahnya banyak berupa buah buni, berair dan rasanya enak. Buah muda warnanya hijau, setelah masak menjadi hitam. Biji kecil, warna hitam (www.murbei/htm 2006). Tanaman ini dikenal dengan banyak nama diantaranya adalah : Besaran (Indonesia). murbai, besaran (Jawa).; Kerta, kitau (Sumatera).; Sangye (China), may mon, dau tam (Vietnam), morus leaf, morus bark,morus fruit, mulberry leaf, mulberry bark, mulberry twigs, white mulberry, mulberry (Inggris). Tumbuhan ini dibudidayakan karena daunnya digunakan unluk makanan ulat sutera. Daun muda enak disayur dan berkhasiat sebagai pembersih darah bagi orang yang sering bisulan. Perbanyakan dengan stek dan okulasi (www.murbei/htm 2006). Tanaman murbei dikenal sebagai pakan ulat sutera dalam aktivitas persuteraan alam. Di lain pihak, daun murbei juga telah diketahui merupakan ramuan kuno obat tradisional Cina untuk mengobati pengidap penyakit diabetes. Berbagai penelitian tentang alkaloid tanaman murbei yang diduga berkaitan erat dengan efek pengobatan tersebut telah dilakukan, akan tetapi tidak satupun yang
17
dapat menjelaskan bagaimana mekanisme alkaloid-alkaloid tersebut dapat mengurangi penderitaan pengidap sakit diabetes tersebut. Kini dirasakan bahwa penemuan tentang senyawa 1-deoxynojirimycin (DNJ) pada tanaman murbei sangatlah diharapkan (www.murbei/htm 2006). Sebetulnya senyawa DNJ telah ditemukan dalam bentuk sintetis sejak tahun 1967, akan tetapi baru berhasil ditemukan dalam bentuk alaminya dari ekstrak daun murbei pada tahun 1976 oleh peneliti-peneliti yang berasal dari Jepang. Sampai saat ini senyawa DNJ hanya baru berhasil diisolasi dari tanaman murbei dan beberapa strain Bacillus spp saja. Dan lebih jauh, senyawa DNJ ini ditemukan tepatnya terkandung di dalam getah tanaman murbei (Sofian 2005). Senyawa DNJ atau dalam rumus kimianya C6H13NO4 adalah senyawa monosakarida yang secara struktur sangat mirip dengan glukosa dan monomermonomer tetrasakarida pada acarbose, hanya saja terdapat sedikit perbedaan pada rantai akromatik senyawa DNJ terdapat gugus nitrogen (amina). Acarbose sendiri sudah sangat dikenal sebagai obat oral non-insulin komersial bagi penderita penyakit diabetes. Senyawa DNJ, dalam mengurangi penderitaan pengidap diabetes yaitu dengan menghambat aktivitas enzim glukosidase yang berfungsi memecah senyawa polisakarida menjadi monomer-monomer gula (glukosa). Rumus bangun senyawea DNJ dapat dilihat pada (Gambar 1). Bukan hanya sebagai makanan ulat sutra, pucuk-pucuk daun murbei pun bisa dijadikan minuman semacam teh dan dikenal dengan "teh murbei". Teh murbei, sangat berkhasiat sebagai peluruh keringat, melancarkan buang air kecil, pereda demam, penerang penglihatan, penurun darah tinggi, meningkatkan daya tahan tubuh dan mengatasi gangguan pencernaan serta mengobati penyakit diabetes millitus.
18
Gambar 1 Struktur tetrasakarida acarbose (atas) dan monosakarida 1deoxynojirimicyn (bawah). Sumber : Kanai et al. 2001 dalam Sofian (2005).
Varietas Murbei 1. Murbei Varietas Kanva Murbei varietas kanva (Morus kanva) merupakan salah satu dari jenis murbei alba (Morus alba). Ciri dari murbei varietas kanva yaitu, warna batang coklat tua, daun berwarna hijau dengan pucuk hijau kekuningan. Bentuk daun oval, ukuran sedang, tepi daun bergerigi dan permukaan daun tidak mengkilap. 2. Murbei Varietas Multikaulis Murbei jenis multikaulis (Morus multicaulis) dikenal dengan nama ”murbei multi” atau ”murbei besar” karena tanamannya cepat besar dan tinggi. Warna batang coklat, daunnya besar, membulat dan permukaannya bergelombang dengan tepi daun bergerigi. Warna daun saat pucuk kuning kemerahan, permukaan daun tidak mengkilap (Atmosoedarjoe 2000). Di kebun yang dikelola LMDH Sukamanah terdapat 500 ha atau 5,7% lahan dari 8.734 ha lahan hutan di BKPH Pangalengan diberdayakan untuk mengembangkan murbei jenis Multikaulis dan Kanva II yang cocok ditanam di daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 1.000 m di atas permukaan laut (dpl). Pohon murbei tersebut ditanam di sela-sela tanaman keras yang tumbuh di hutan. Setiap hektare pohon murbei bisa menghasikan daun 7 ton sampai 12 ton setiap 35 harinya. Sebanyak 5 ton di antaranya bisa dijadikan makanan ulat sutera dan 2 ton lainnya untuk dijadikan teh murbei (Kurniawan 2002)
19
Sifat Kimiawi dan kandungan kimia Daun murbei mengandung ecdysterone, inokosterone, lupeol, betasitosterol, rutin, moracetin, isoquersetin, scopoletin, scopolin, alfa-, beta-hexenal, cis-beta-hexenol, cis-lamda-hexenol, benzildehide, eugenol, linalool, benzyl alkohol, butylamine, acetone, trigonelline, choline, adenin, asam amino, copper, zinc, vitamin (A, B1, C. dan karoten), asam klorogenik, asam fumarat, asam folat, asam formyltetrahydrofolik, dan mioinositol. Juga mengandung phytoestrogens (www.murbei/htm 2006). Sementara Damayanthi et al. (2007) mendapatkan karakteristik kimia daun murbei dari dua varietas yang diteliti mengandung Theaflavin, Kafein dan Tanin, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik kimia daun murbei segar (% berat kering) Varietas % K. Air*) Theaflavin Tannin Kafein 69,58 0,0690 0,229 0,683 Morus kanva Morus multicaulis
68.92
0,0555
0,451
0,465
*)
berat basah Data diperoleh dari 3 kali ulangan Sumber : Damayanthi dkk. 2007.
Daun murbei memiliki zat anti racun atau detoxifikasi. Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian di negara Korea yang dilakukan oleh Shin Dong Bang Medics yang bekerja sama dengan Universitas Kyong Hee. dalam www. murbei/ imunitas/htm. (2006). Konsumsi teh murbei secara rutin akan memperkuat daya tahan tubuh terhadap segala penyakit dan membuat kita awet muda. Teh murbei tidak mengandung zat racun Theine maupun peptisida karena daun murbei yang digunakan adalah daun murbei alami yang biasanya dijadikan makanan ulat sutra. Berikut beberapa keuntungan minum teh murbei : · Bersifat detoxifikasi, menetralkan racun. · Membantu menurunkan kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus (kencing manis), mencegah timbulnya penyakit-penyakit pada orang tua. · Menjaga stamina, mencegah stroke dan menormalkan tekanan darah. . Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit. · Menurunkan kolesterol dalam darah dan menyeimbangkan berat badan.
20
· Membantu menghilangkan panas dalam dan sembelit (BAB) · Menurunkan tingkat pengumpulan lemak dihati, menghilangkan pusing / migrain. · Mengandung klorofil dan vitamin C yang tinggi. · Membantu memulihkan dari ketergantungan obat-obatan.
Pangan Fungsional Pengembangan pangan fungsional di Indonesia berawal dari pangan tradisional yang telah dianggap dan diyakini bermanfaat bagi peningkatan kesehatan dan terapi berbagai penyakit. Pangan tradisional adalah makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dengan citarasa khas yang diterima oleh masyarakat tersebut. Bagi masyarakat Indonesia umumnya amat diyakini khasiat aneka pangan tradisional seperti tempe, bawang putih, madu, kunyit, jahe, kencur, temulawak, asam jawa, sambiloto, daun bluntas, daun salam, cincau dan aneka herbal lainnya (Ardiansyah 2005). Kemajuan ilmu dan teknologi
pangan serta farmasi yang pesat telah
memberikan bukti ilmiah bahwa sebagian besar jenis-jenis pangan yang diyakini nenek moyang kita bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan pengobatan. Sebagian besar zat-zat bioaktif bahan-bahan tersebut juga telah dapat diidentifikasi dan diisolasi. Sebagai contoh, secara ilmiah jahe telah diteliti mampu meningkatkan aktivitas salah satu sel darah putih. Hasil ini mendukung data empiris yang dipercaya masyarakat bahwa jahe mempunyai kemampuan sebagai anti masuk angin, suatu gejala menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang oleh virus (influenza). Jahe juga memiliki aktivitas antioksidan. Studi pada mahasiswa yang diberi minuman jahe menunjukkan adanya perbaikan sistem imun (kekebalan tubuh). Kemajuan ini mendorong lahirnya berbagai produk pangan
fungsional
dengan
berbagai
klaim
khasiat
dan
manfaatnya
(Ardiansyah 2005). Sejalan dengan perkembangan pangan fungsional di Indonesia maka pemerintah melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), telah membuat suatu regulasi pangan fungsional. Menurut BPOM di dalam Peraturan
21
Teknis Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional 2005, definisi pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun setelah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai
fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi
kesehatan serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen, tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberikan efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya. Kelompok senyawa yang dianggap mempunyai fungsi fisiologis tertentu didalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami diluar zat gizi dasar (karbohidrat, protein, dan lemak) yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaitu; 1). Serat Pangan (dietary fiber), 2). Oligosakarida, 3). Gula alkohol, 4). Asam lemak tidak jenuh ganda (polyunsaturated fetty acids =PUFA), 5). Peptida dan protein tertentu, 6). Glikosida dan isoprenoid, 7). Polyphenol dan isoflavon, 8). Kolin dan Lesitin, 9). Bakteri asam laktat, 10). Phytosterol, serta 11). Vitamin dan mineral tertentu (Depkes 2005).
Rempah-Rempah Rempah-rempah dapat digolongkan sebagai tanaman obat. Rempah-rempah merupakan jenis tanaman tropis yang tumbuh subur di Indonesia. Rempah-rempah tersebut umumnya berbentuk biji, bunga, buah, daun-daunan, kulit batang, dan rimpang. Pemanfatan rempah-rempah dapat dalam bentuk segar maupun sudah dikeringkan (Indrawati 1997).
Jahe Merah Jahe merah ( Zingiber officinale Rosc), satu dari sejumlah temu-temuan dari famili zingeberaceae. Jahe termasuk tanaman rempah dan obat yang rimpangnya memiliki nilai ekonomi. Jahe dapat dibedakan jenisnya dari aroma, warna dan bentuk serta besarnya rimpang. Atas dasar itu maka jahe dikenal tiga klon jahe yaitu : jahe putih besar atau dikenal dengan jahe gajah/jahe badak, jahe putih kecil
22
atau dikenal dengan jahe emprit, dan jahe merah. Sesuai dengan sebutannya jahe putih besar mempunyai rimpang yang besar dibandingkan kedua klon yang lain. Berwarna kuning muda, seratnya sedikit dan halus dan lembut. Aromanya kurang tajam dan rasanya kurang pedas. Jahe ini mengandung minyak atsiri 0,82% sampai 1,68% dihitung dari berat kering. Penggunaan jahe putih besar adalah untuk rempah-rempah, minuman dan makanan, sedangkan jahe putih kecil lebih besar dari jahe merah, akan tetapi lebih kecil dari jahe putih besar. Bentuknya agak pipih, berwarna putih, seratnya lebih sedikit dan lembut dan aromanya tidak tajam. Jahe ini mengandung minyak atsiri 1,5% sampai 3,3% dihitung dari berat kering. Penggunaannya sebagai bahan baku minuman, rempah-rempah dan penyedap makanan. Jahe merah disebut juga dengan jahe sunti, rimpangnya lebih kecil dibandingkan kedua klon jahe, berwarna merah sanpai jingga muda, dan seratnya kasar, aromanya tajam rasanya sangat pedas. Oleh karena itu harganya sangat mahal. Kandungan minyak atsirinya 2,58% sampai 2,72% dihitung dari berat kering. Pengguanannya lebih banyak untuk industri obat-obatan (Santoso 1991). Secara umum karakteristik mutu tiga tipe utama jahe dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik mutu berbagai jenis jahe Bagian tanaman
Jahe putih besar
Jahe putih kecil
Jahe merah
- Struktur
Besar berbuku
Kecil berlapis
Kecil berlapis
- Warna (Irisan)
Putih Kekuningan
Putih Kekuningan
Jingga Muda sp merah
- Kadar atsiri (%)
0,82-1,66
1,50-3,50
2,58-3,90
- Kadar Pati (%)
55,10
54,70
44,99
- Kadar Serat (%)
6,89
6,59
-
- Kadar abu (%)
6,6-7,57
7,39-8,90
7,46
- Kadar air (%)
88,33
-
-
1.Rimpang (satu)
2. Mutu (dua)
Sumber : 1. Rostiana (1991), 2 Yuliani dan Risfaheri (1990) dalam Balittro (1997) Jahe dapat dibuat berbagai produk yang sangat bermanfaat dalam menunjang industri obat tradisional, farmasi, kosmetik dan industri makanan dan minuman.
23
Ragam bentuk hasil olahan jahe adalah berupa simplisia, oleoresin, minyak atsiri dan serbuk/bubuk. a.
Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan (Direktorat Jenderal POM 1982). Pengeringan merupakan
proses
pengurangan kadar air sampai batas yang terbaik sekitar 8% sampai 10%, karena pada tingkat kadar air tersebut kemungkinan bahan cukup aman terhadap pencemaran, baik yang disebabkan oleh jamur, maupun insektisida. Ada beberapa cara pengeringan antara lain dengan penjemuran langsung dengan sinar matahari, oven dan dengan energi surya. Hasil penelitian (Rusli et al. 1988) menyatakan bahwa faktor suhu sangat berperan dalam proses pengeringan. Dengan alat pengering energi surya, suhu dalam ruang pengering berkisar 36,3oC sampai 45,6oC dengan kelembaban nisbi (RH) 32,3% sampai 53,3%, pengeringan langsung dengan sinar matahari suhunya sekitar 29,9oC sampai 40,1oC dan RH 42,3% sampai 69,9%, dan pengeringan dengan oven digunakan suhu 60oC. Ditinjau dari kadar minyak atsiri, cara pengeringan energi surya menghasilkan minyak atsiri yang cukup tinggi dibandingkan dengan kedua cara pengeringan yang lainnya; karena proses pengeringan yang terjadi berjalan lambat, maka senyawa-senyawa yang mudah menguap akan teruapkan lebih sedikit. Sedangkan untuk waktu pengeringan cara oven akan lebih cepat karena suhunya cukup tinggi dan konstan. b. Bubuk Jahe Bubuk jahe merupakan komponen utama dalam resep bumbu kari. Disamping itu digunakan juga dalam perusahaan minuman (bir, brendi dan anggur jahe). Dalam pembuatan bubuk jahe, bahan yang digunakan adalah simplisia yang benar-benar kering dengan kadar air 8% sampai 10%. Bahan tersebut digiling halus dengan ukuran sekitar 50 mesh sampai 60 mesh dan dikemas dalam wadah yang kering dan higienis. Persyaratan mutu simplisia jahe yang ditetapkan oleh Materia Medika Indonesia (MMI), sesuai dengan ketentuan seperti pada Tabel 6 .
24
Tabel 6 Standar mutu simplisia jahe Karakteristik
Nilai
Kadar air, maksimum
12 %
Kadar minyak atsiri, maksimum
1,5%
Kadar abu, maksimum
8,0%
Berjamur/berserangga
Tidak ada
Benda asing, maksimum Sumber : Balittro (1997)
Asam Jawa Tanaman asam bukan tanaman asli Indonesia. Berdasarkan beberapa literatur disebutkan bahwa tanaman asam berasal dari tanaman asli Gurun Sahara Selatan dan India. Orang Arab dan Persia menyebut asam dengan nama tamar hindi atau kurma India. Tanaman asam berumur panjang, lebih dari 200 tahun. Tinggi pohon antara 25 m sampai 30 m, dengan lingkar batang lebih dari 7 m. Daun asam disebut dengan sinom. Bentuknya mirip dengan daun petai, yakni bulat memanjang, kecil dan tipis. Bunga tanaman termasuk majemuk, berwarna kuning pucat dan kemerah-merahan. Buah asam berbentuk polong tipis, berukuran panjang 12 cm sampai 15 cm, dengan berat antara 15 gram sampai 20 gram. Buah asam pada umumnya bengkok, kulit buah berwarna seperti karat besi, tipis dan mudah pecah. Didalam polong terdapat daging buah (pulp) yang membungkus biji. Daging buah berwarna coklat sampai coklat tua atau merah. Buah berukuran panjang mencapai 15 cm dan berisikan biji, yaitu sampai 15 buah. Buah asam yang telah masak disebut dengan asam kawak. Di Indonesia terdapat dua jenis tanaman asam yang banyak ditanam di berbagai daerah, yaitu asam jawa dan asam kaba dari Asembagus (Sitobondo) yang berasa manis atau yang saat ini dikenal dengan asam manis dari Thailand. a. Asam Jawa. Karakteristik asam jawa adalah ukuran buah pendek sampai agak panjang, kulit buah tipis, berwarna hijau sewaktu muda dan kecoklat-coklatan saat buah
25
matang. Daging buah berasa masam, berwarna coklat sampai kehitam-hitaman, dan banyak mengandung biji. b. Asam Manis Asam manis dibedakan menjadi dua yaitu asam manis kaba dan asam manis Lakham (Bangkok). Asam kaba mirip dengan asam jawa tetapi rasanya manis. Sementara asam lakham lebih besar dan lebih panjang dari asam jawa, daging buahnya cukup tebal, dan berasa manis, sedikit mengandung biji.
Kegunaan Tanaman Asam Menurut Rukmana (2005), hampir semua bagian tanaman asam dapat digunakan untuk berbagai keperluan sehingga tanaman ini disebut dengan tanaman multiguna. Beberapa kegunaan tanaman asam antara lain : 1. Daun asam sebagai bumbu masak, bahan obat dan kosmetik. 2. Bunga tanaman asam merupakan sumber madu yang penting bagi pengembangan budidaya lebah madu. 3. Daging buah asam (pulp) dimanfaatkan untuk bumbu masak dan campuran bahan obat tradisional. 4. Buah Asam banyak digunakan dalam industi makanan dan minuman seperti es krim, selai, manisan, atau gula-gula, sirup dan jamu. 5. Biji asam dapat digiling dan dijadikan makanan ternak. 6. Pohon kayu asam banyak digunakan untuk membuat kerajinan, hiasan, sarung keris, dan lain-lain. Daging buah asam mengandung 8% sampai 14% asam tartrat, 30% sampai 40% gula, serta sejumlah kecil asam sitrat dan kalium bitaetrat, sehingga berasa sangat masam. Warna asli daging asam adalah kuning kecoklatan. Di bebarapa negara, asam diproses menjadi minuman, permen, dan konsentrat. Pulp asam mengandung gula, asam tartrat, asam sitrat, asam asetat, asam askorbat, serta berbagai vitamin dan mineral penting lainnya. Buah asam dapat dibuat produk asam kawak sebagai bahan baku minuman sari asam dan gula asam. Selain itu buah asam mengandung zat gizi yang cukup tinggi dengan komposisi yang lengkap seperti terlihat pada Tabel 7.
26
Tabel 7 Kandungan gizi buah asam dalam 100 gram bahan segar No. Kandungan Gizi 1. Energi (Kkal) 2. Protein (gr) 3. Lemak (gr) 4. Karbohidrat (gr) 5. Calsium (mg) 6. Fosfor (mg) 7. Fe (mg) 8. Vitamin A (IU) 9. Vitamin B1 (mg) 10. Vitamin C (mg) 11. Air (g) 12. BDD (%) Sumber : Direktorat Gizi Depkes (1991)
Banyaknya 239 2,8 0,60 62,50 74,00 113.00 0,60 30,00 0,34 2,00 31,40 48%
Selain buah segar, buah asam dijual dalam bentuk kering atau dipres. Bentuk olahan yang umum ditemukan dipasaran adalah asam kawak. Proses pembuatan asam kawak adalah (1) buah asam yang telah matang dikumpulkan, (2) kulit dikupas dan dipisahkan dari daging buahnya, (3) daging buah asam dibubuhi dengan sedikit garam sambil dipadatkan, (4) gumpalan daging buah dikukus dalam oven selama 15 menit sampai 20 menit dengan suhu 25oC sampai 30oC, dan tempatkan dalam ruangan bersih, (5) daging buah di pres sesuai selera konsumen, produk akhir dijemur pada panas matahari selama 6 jam, lalu kemudian diembunkan pada malam hari selama seminggu, (6) terakhir asam kawak dikemas dalam wadah, kemudian diberi label ( Rukmana 2005).
Sistem Imun
Definisi dan Fungsi Sistem imunitas merupakan sistem yang berfungsi untuk mencegah terjadinya kerusakan tubuh atau timbulnya suatu penyakit. Lebih spesifik Bellanti et al. (1993) mendefinisikan imunitas merupakan semua mekanisme fisiologis yang membantu tubuh untuk mengenal benda-benda asing, menetralkannya, menyisihkan (eliminasi) atau memetabolisme benda-benda asing tersebut dengan atau tanpa kerusakan pada jaringan tersebut (Bellanti et al. 1993).
27
Sistem kekebalan tubuh terdiri dari mekanisme pertahanan, homeostatis, dan pengawasan. Mekanisme pertahanan meliputi pemusnahan mikroorganisme yang berhasil
memasuki
tubuh,
sedangkan
mekanisme
homeostatis
meliputi
pemusnahan sel-sel yang aus. Mekanisme pengawasan berfungsi mendeteksi dan menghancurkan sel yang termutasi, atau menunjukkan tanda-tanda tidak normal karena terinfeksi oleh virus atau mikroorganisme lain (Zakaria 1996). Sistem pertahanan tubuh terdiri dari berbagai mekanisme yang secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua kategori yaitu kekebalan adaptif/spesifik dan non adaptif/non spesifik (Harlow dan Lane 1999). Kekebalan non adaptif diperantarai oleh sel yang merespon terhadap molekul asing secara tidak spesifik dan termasuk didalamnya sistem fagositosis oleh makrofag, sekresi lisozime, dan sel lisis oleh natural killer (NK). Kekebalan non spesifik tidak berkembang atau bertambah kuat dengan meningkatnya paparan terhadap molekul asing secara berulang kali. Sementara itu kekebalan spesifik/adaptif ditujukan untuk melawan molekul asing yang spesifik dan akan bertambah kuat dengan terjadinya paparan yang berulang kali. Kekebalan spesifik ini diperantarai oleh sel limposit B atau sel B yang dapat mensintesis reseptor permukaan sel atau mensekresikan protein yang dapat berikatan secara spesifik dengan molekul asing. Protein yang disekresikan ini dikenal dengan nama antibodi. Molekul asing yang dapat berikatan dengan antibodi disebut dengan antigen. Dalam sistem kekebalan spesifik, mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sisten imun spesifik sehingga terjadi sensitasi selsel sistem imun tersebut. Bila sel imun yang sudah tersintesi tersebut terpajan/terpapar kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan olehnya. Sistem imun spesifik secara umum bekerjasama antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara sel T-makrofag (Baratawijaya 2002). Pada sistem kekebalan spesifik terdapat dua populasi sel limfosit yang berperan yaitu Limfosit B yang menghasilkan kekebalan humoral dan sel limfosit T yang menghasilkan kekebalan seluler (Roit dan Delves 2001). Kedua populasi
28
limfosit merupakan anggota sel darah putih yang mulai berkembang dari sel awal pada kehidupan janin haemotopoitik yang diproduksi di sum-sum tulang. Kerjasama sistem imun spesifik dan non spesifik dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :
Gambar 2 Skema sistem imun nonadaptif (innate) dan adaptif (acquired) Sumber : Roitt’s Esencial Immunology (2001). Sel limfosit yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Humor berarti cairan tubuh. Sel B tersebut berasal dari sel asal multipoten. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, sel akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan didalam serum. Fungsi utama antibodi ini adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan bakteri serta menetralisir toksinnya (Baratawidjaya 2002). Sel linfosit B menjadi dewasa dalam sum-sum tulang dan dalam kelenjar-kelenjar limfa setelah bermigrasi dari sum-sum. Sel ini bertanggung jawab terhadap serangan sel dan senyawa asing dengan mensintesis antibodi dimulai dengan aktivitas seluler ketika sel B bertemu dengan antigen. Setelah pertemuan dengan antigen, sel B mengalami aktivitas seluler, berubah menjadi limfoblast lalu berproliferasi dan mensintesis antibodi antigen yang ditemuinya. Sel B dapat mensintesis lima jenis antibodi yaitu IgG, IgM, IgA, IgE dan IgD, dan melepaskannya ke dalam darah untuk memusnahkan antigennya dengan membentuk kompleks antibodi (Roitt dan Delves 2001).
29
Setiap satu jenis sel limfosit B (Klon) diprogramkan untuk memproduksi satu jenis antibodi yang spesifik
terhadap antigen
tertentu. Proses ini disebut
denganeleksi klonal seperti terlihat pada Gambar 3 (Kresno
1996).
Gambar 3 Seleksi Klonal dalam pembentukan antibodi dan sel memori setelah kontak pertama dengan antigen Sumber : Roitt’s Essensial Immunology (2001) Setelah teraktivasi oleh antigen tertentu, sel B akan berproliferasi menjadi dua bentuk, sebagian mengalami pendewasaan menjadi sel plasma (efektor) yang siap menghasilkan antibodi dalam jumlah banyak, sebagian lagi berkembang menjadi sel memori. Sel memori membutuhkan siklus yang lebih pendek untuk menjadi sel plasma, hal ini akan mempercepat respon tubuh untuk memproduksi antibodi apabila terjadi pemaparan
kedua dengan antigen
yang sama
(Roitt dan Delves 2001). Unsur organ dan jaringan dalam sistem imun limfoid dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu organ limpoid primer dan organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer fungsi utamanya adalah embriogenesis atau pendewasaan (maturasi) sel-sel yang berfungsi dalam sistem imun. Organ limfoid primer terdiri dari kelenjar timus dan sumsum tulang. Pembentukan limfosit dalam organ limfoid primer diikuti dengan
migrasi sel-sel tersebut ke dalam organ-organ limfoid
sekunder, dan migrasi ini merupakan salah satu proses sirkulasi limfosit dalam tubuh (Kresno 1996). Organ limfoid sekunder terdiri dari limpa, kelenjar limfe, dan jaringan limfoid lain di seluruh tubuh seperti pada Gambar 4.
30
Gambar 4 Distribusi organ dan jaringan linfoid di seluruh tubuh. Sumber : Roitt’s Essensial Immunology (2001) Immunoglobulin G (IgG) Immunoglobulin G (IgG) merupakan Ig terbanyak yang terdapat dalam serum darah, yaitu sekitar 80%. Kadar IgG pada serum darah manusia normal adalah sebesar 8 mg/ml sampai 16 mg/ml. IgG merupakan Ig utama yang berfungsi sebagai opsonin yaitu mampu menetralkan racun, kuman dan mengikat jasad renik sehingga mempermudah proses fagositosis. Berat molekul IgG berkisar antara 150.000 sampai 160.000 Dalton dan didalamnya terdapat 2% sampai 4% Karbohidrat (Tizard 1988). IgG adalah antibodi yang hanya mengandung satu unit Y-shape dan paling banyak terdapat pada serum darah. Satu unit IgG terdiri dari 4 rantai polipeptida yang dihubungkan oleh ikatan disulfida, dua diantaranya adalah heavy chain dan dua lainnya adalah light chain (Gambar 5). Molekul IgG memiliki tiga domain protein. Dua domain bersifat identik dan membentuk dua bagian lengan dari unit Y. Domain ini disebut Fab (Fragmen antigen binding) dan memiliki sisi tempat berikatan dengan antigen (antigen binding site) sehingga IgG disebut sebagai molekul bivalen (dua lengan dengan dua sisi tempat berikatan dengan antigen). Domain protein ketiga membentuk bagian dasar dari unit Y disebut Fc (Fragmen
31
crystalizable). Fragmen ini berperan penting dalam beberapa aspek respon imun, yaitu menentukan sifat biologik imunoglobulin bersangkutan misalnya kemampuan imunoglobulin untuk melekat pada sel, fiksasi komplemen, kemampuan imunoglobulin menembus plasenta, dan distribusi imunoglobulin dalam tubuh (Kresno 1996). Struktur IgG dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Struktur immunoglubulin Sumber : Roitt dan Delves 2001 Analisis untuk mengukur respon imun humoral
(antibodi) dapat dibagi
menjadi tiga kelas yaitu primary binding test, secondary binding test, dan tertiary binding test. Metode yang paling sensitive (jumlah antibody yang dapat dideteksi) adalah primary binding test, dimana pengukuran langsung dilakukan pada interaksi antibody-antigen.Yang termasuk dalam primary binding test salah satunya adalah metode ELISA (enzyme-linked immuno sorbent assay). ELISA (enzyme-linked immuno sorbent assay), adalah suatu metode imunokimia berdasarkan reaksi spesifik antara antigen dengan antibodi yang berlabel enzim sebagai indikator. ELISA dapat digunakan untuk mengukur respon imun humoral secara primary binding test dapat mengukur kadar antibodi dan antigen. Uji ini sangat sensitif (dalam hal kadar antibodi yang dapat dideteksi), dan memiliki spesifitas tinggi karena secara langsung mengukur interaksi antigenantibodi dimana satu jenis antibodi hanya dapat mengikat sati jenis antigen.
32
Kadar terkecil dari antibodi yang dapat dideteksi dengan metode ELISA adalah 5 ng protein/ml (Tizard 1988). Pengukuran antibodi kemudian ditentukan dengan berdasarkan jumlah label pada komplek imun yang terbentuk. Kemudian diinkubasi dengan suatu substrat. Substrat yang dipakai, biasanya suatu substrat kromogenik yang semula tidak berwarna, tetapi kemudian terjadi berwarna apabila dihidrolisis oleh enzim. Intensitas warna yang terjadi dapat diukur dengan spektrofotometer. Metode ELISA lebih banyak dipilih karena bekerja spesifik, sangat sensitif, dapat dilakukan pada sampel yang lebih besar, dapat dianalisis secara cepat, mudah dan tidak berbahaya (Kresno 1996).