II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN TEH Tanaman teh (Thea sinensis L.) merupakan salah satu tanaman keras dikelola secara perkebunan yang termasuk family Theaceae, ordo Guttaferales dan kelas Thalaniflora (BENSON, 1959 dalam Taruna Gayo, 1981). Hasil tanaman teh ini berupa ranting muda dengan daun-daun, lazim disebut pucuk teh. Pucuk teh inilah yang selanjutnya akan diolah menjadi teh kering yang dikenal umum sebagai bahan minuman.
Gambar 2. Tanaman teh di kebun Cisaruni Pucuk teh yang baru dipetik dari tanamannya mengandung kadar air sebesar 75-80 % dari berat total daun dan sisanya berupa bahan-bahan selain air yang umum disebut sebagai bahan kering. Sebagian bahan kering tersebut bersifat dapat larut dalam air, dan sebagian lainnya bersifat tidak dapat larut. Daun yang bermutu baik adalah daun yang kandungan tannin dan aktivitas enzimnya tinggi serta mempunyai sifat fisik jaringan daun yang kuat. Makin tua daun makin rendah kandungan tannin-nya dan makin tidak elastis (Pramono, 1993). Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem orthodox (orthodox murni dan orthodox rotorvane) serta sistem baru khususnya sistem CTC. Sistem orthodox murni sudah jarang sekali digunakan dan 8
yang umum saat ini adalah sistem orthodox rotorvane. Sistem CTC (crushing, tearing, curling) merupakan sistem pengolahan teh hitam yang relatif baru di Indonesia. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000), memberikan gambaran tentang kedua cara pengolahan tersebut : Tabel 4. Perbandingan antara cara pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sitem CTC No
Sistem orthodox
Sistem CTC
1
Derajat layu pucuk 44%-46%
Derajat layu pucuk 32%-35%
2
Ada sortasi bubuk basah
Tanpa dilakukan sortasi bubuk basah
3
Tangkai/tulang terpisah, disebut
Bubuk basah ukuran hampir sama
badag 4
Diperlukan pengeringan ECP
Pengeringan cukup FBD
5
Cita rasa air seduhan kuat
Cita rasa air seduhan kurang kuat, air seduhan cepat merah
6
Tenaga kerja banyak
Tenaga kerja sedikit
7
Tenaga listrik besar
Tenaga listrik kecil
8
Sortasi kering kurang sederhana
Sortasi kering sederhana
9
Fermentasi bubuk basah 105-120
Fermentasi bubuk basah 80-85 menit
menit 10
Waktu proses pengolahan
Waktu proses pengolahan
berlangsung lebih dari 20 jam
berlangsung kurang dari 20 jam
Sumber : PPTK Gambung (1994) dalam Setyamidjaja (2000) Akibat cara pengolahan yang berbeda, maka teh Orthodox dan CTC memiliki perbedaan-perbedaan baik bentuk maupun cita rasanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
9
Tabel 5. Perbedaan antara hasil pengolahan teh hitam sistem orthodox dan sitem CTC No
Uraian
Orthodox
CTC
1
Bubuk
Agak pipih
Butiran
2
Cita rasa
Kuat
Kurang kuat
3
Penyajian
Lambat
Cepat
4
Kebutuhan penyajian
400-500
800-1000
cangkir/kg
cangkir/kg
Sumber : Achmad Imron (2001) dalam Anonim (2010) Komposisi kimia daun teh sangat berpengaruh terhadap mutu bubuk teh yang dihasilkan yaitu pada strength, warna, flavour dan rangsangan seduhan teh. Hal ini disebabkan oleh pengaruh reaksi enzimatis selama pengolahannya. Komposisi kimia daun teh segar dan teh hitam disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi kimia daun teh dan teh hitam Komposisi
Daun segar (%)
Teh hitam (%)
Selulosa dan serat kasar
34
34
Protein
17
16
Khloropil dan pigmen
1.5
1
Pati
8.5
0.25
Tanin teh
25
18
Tanin teroksidasi
0
4
Kafein
4
4
Asam amino
8
9
Mineral
4
4
Abu
5.5
5.5
Sumber : Nasution dan Wachyuddin (1985) Dalam proses produksi teh hitam ada beberapa faktor yang sangat menentukan dalam mendapatkan teh hitam dengan mutu yang baik. Faktor-faktor tersebut adalah varietas tanaman teh, keadaan dan struktur tanah, tata cara
10
pemeliharaan, keadaan iklim, ketinggian, pengawasan mutu terhadap teh yang dihasilkan dan tata cara pengolahan. Pengolahan yang sebaik apapun tidak akan mendapatkan mutu bubuk teh hitam yang baik apabila mutu daunnya itu sendiri tidak baik.
B. PENGOLAHAN PUCUK TEH MENJADI TEH HITAM DI KEBUN CISARUNI PT. PERKEBUNAN NUSANATARA VIII Kegiatan pada proses pengolahan teh di PT. Perkebunan Nusantara VIII kebun Cisaruni adalah pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox. Proses pengolahan teh hitam orthodox di kebun Cisaruni dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu pengolahan basah dan pengolahan kering. Proses pengolahan teh hitam tersebut sudah menggunakan alat dan mesin. Sedangkan tenaga manusia hanya diperlukan untuk mengontrol mesin dan memindahkan bubuk basah atau kering selama proses pengolahan berlangsung. Kecuali pada proses sortasi, tenaga manusia masih sangat banyak diperlukan untuk menjaga kualitas bubuk teh hitam orthodox. Secara garis besar diagram alir proses pengolahan teh hitam orthodox disajikan pada Gambar 2. Bahan baku (pucuk teh) Pelayuan Penggilingan Fermentasi Pengeringan Sortasi kering Bubuk teh kering Gambar 2. Bagan alir proses pengolahan pucuk teh di kebun Cisaruni (Sumber : PT. Perkebunan Nusantara VIII, kebun Cisaruni)
11
Adapun tahapan pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam orthodox adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan Bahan Baku Mutu teh hitam hasil pengolahan terutama ditentukan oleh bahan bakunya yaitu daun segar hasil petikan. Mutu teh hitam yang baik sebenarnya akan lebih mudah dicapai apabila bahan segarnya (pucuk) bermutu baik. Secara fisik, pucuk yang bermutu adalah daun muda yang utuh, segar, dan berwarna kehijauan. Menurut beberapa ahli pengolahan, 75% mutu teh ditentukan di kebun (ketinggian tempat, jenis petikan, dan penanganan hasil petikan), sisanya (25%) ditentukan oleh proses pengolahan. Tahap awal pada proses pengolahan adalah penerimaan bahan baku, yaitu penimbangan. Kemudian hasil penimbangan dicatat setelah itu diturunkan dengan bantuan monorail untuk mengangkut teh dari truk ke withering trough. 2. Pembeberan dan Pelayuan Aspek fisik pelayuan ialah suatu proses dimana pucuk teh melepaskan air yang dikandung ke udara bebas tanpa terjadi kerusakan pada pucuk teh, oleh karena itu udara pada ruangan pelayuan hendaknya kering dengan suhu tidak terlalu rendah. Pada proses pelayuan tahap pertama yang dilakukan adalah pembeberan pucuk yang mana pucuk disebar merata sampai palung (trough) penuh dengan ketebalan ± 30 cm atau bisa disebut 30 cm pucuk per m2. Sementara itu udara segar akan dialirkan untuk menghilangkan panas dan air pada pucuk dengan pintu palung terbuka. Setiap selesai membeberkan pucuk dalam satu palung, pintu palung akan ditutup dan udara terus dialirkan. Setelah pucuk layu maka segera diisi ke bak kayu untuk ditimbang lalu dibawa ke jubung (lubang/saluran pemasukan pucuk teh layu ke mesin penggilingan) untuk proses turun layuan dan dilanjutkan ke penggilingan.
12
3. Penggilingan dan Fermentasi Awal Proses penggilingan pucuk teh dan fermentasi awal hasil gilingan merupakan tahap pengolahan untuk menyiapkan terbentuknya mutu, baik secara kimia maupun fisik. Secara umum proses penggilingan dan fermentasi awal adalah sebagai berikut : 3.1. Penggulungan Pada proses penggulungan (rolling) akan membuat daun memar dan dinding sel rusak, sehingga cairan sel keluar di permukaan dengan merata, dan pada saat itu sudah mulai terjadi proses oksidasi enzimatis (fermentasi). Dengan adanya penggulungan, secara fisik daun yang sudah digulung akan memudahkan tergiling dalam proses penggilingan. Penggulungan dilaksanakan dalam alat penggulung yang disebut open top roller selama 30 – 40 menit yang mempunyai kapasitas 350 kg. 3.2. Penggilingan Mesin penggilingan yang biasa dipakai dalam proses pengolahan teh hitam orthodox di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, Garut adalah press cap roller dan rotor vane. Pada proses penggilingan, gulungan akan tergiling menjadi partikel yang lebih kecil sesuai dengan yang dikehendaki konsumen, gulungan akan berukuran lebih pendek, cairan sel keluar semaksimal mungkin, dan dihasilkan bubuk basah sebanyak-banyaknya. Proses penggilingan yang dilakukan di pabrik pengolahan teh hitam orthodox kebun Cisaruni yaitu program giling orthodox–rotorvane. Hasil penggilingan adalah bubuk basah yang kemudian dipisah-pisahkan menjadi beberapa jenis bubuk pada sortasi basah. 3.3. Sortasi bubuk basah Sortasi bubuk basah bertujuan untuk memperoleh bubuk yang seragam, memudahkan sortasi kering, serta memudahkan dalam pengaturan proses pengeringan. Mesin sortasi basah yang biasa dipakai adalah rotor ball breaker. Mesin ini memasang ayakan dengan mesh (jumlah lubang per inci persegi ayakan) yang berbeda-beda sesuai dengan grade (jenis bubuk) yang diinginkan.
13
4. Fermentasi Fermentasi atau proses oksidasi enzimatis merupakan proses oksidasi senyawa polifenol dengan bantuan enzim polifenol oxsidase. Fermentasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar air dalam bahan (hasil sortasi basah), suhu dan kelembapan relative, kadar enzim, jenis bahan, serta tersedianya oksigen. Di pabrik Cisaruni, fermentasi dilakukan pada ruang yang sama dengan kegiatan penggilingan dan sortasi basah. 5. Pengeringan Tujuan utama pada proses pengeringan adalah menghentikan proses fermentasi senyawa polifenol dalam bubuk teh pada saat komposisi zat-zat pendukung kualitas mencapai keadaan optimal dan menentukan mutu akhir teh hitam yang dihasilkan. Dengan adanya pengeringan, kadar air dalam teh bubuk akan berkurang, sehingga teh kering akan tahan lama dalam penyimpanan. Proses pengeringan yang dilakukan di pabrik Cisaruni menggunakan mesin pengering jenis two stage dryer yang dilengkapi dengan trays konveyor. Teh yang keluar dari mesin pengering two stage dryer akan melewati jalur conveyor dan ditampung dalam sebuah tong kemudian disimpan dalam jublag atau tong penampung yang lebih besar berdasarkan ukuran bubuk agar kondisi bubuk tidak terlalu panas yang nantinya akan masuk ke ruang sortasi kering. 6. Sortasi Kering Meskipun telah dilakukan proses sortasi basah, bentuk dan ukuran partikel teh kering yang dihasilkan oleh mesin pengering masih heterogen, oleh sebab itu perlu dilakukan sortasi kering. Pada prinsipnya proses sortasi kering yang dilakukan di pabrik Cisaruni adalah kegiatan memisahkan bubuk teh kering menjadi jenis tertentu. Tujuannya adalah mendapatkan ukuran, warna partikel teh kering yang seragam sesuai dengan standar yang diinginkan oleh konsumen meliputi memisah-misahkan teh kering menjadi beberapa tingkat mutu (grade) yang sesuai dengan standar perdagangan teh, menyeragamkan bentuk, ukuran, dan warna masing-masing grade, dan membersihkan teh dari tangkai, serat dan bahanbahan lain (debu, logam dan lain-lain).
14
C. KEBUTUHAN ENERGI PADA PENGOLAHAN TEH HITAM 1. Jenis dan Sumber Energi pada Sistem Pengolahan Teh Hitam a. Energi langsung Peranan energi langsung sangat besar dalam suatu proses pengolahan, terutama untuk proses yang padat energi. Energi langsung merupakan bentuk energi yang digunakan secara langsung pada proses produksi yaitu bahan bakar fosil (Abdullah, dkk. 1996). Sumber energi langsung yang diberikan pada industri teh adalah bahan bakar berupa solar dan kayu bakar, listrik, dan tenaga manusia. Nilai kalor total per unit beberapa bahan bakar yang merupakan penjumlahan nilai kalor dan input produksi disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai kalor per unit beberapa macam bahan bakar Nilai kalor
Input produksi
Total
(MJ/unit)
(MJ/unit)
(MJ/unit)
Liter
32.24
8.08
40.32
Diesel
Liter
38.66
9.12
47.78
Minyak bumi
Liter
38.66
9.12
47.78
LPG
Liter
26.10
1.16
32.26
Gas alam
m3
41.38
8.07
49.45
Batu bara keras
kg
30.23
2.36
32.59
Batubara lunak
kg
30.39
2.37
32.27
Kayu keras
kg
19.26
1.44
20.70
Kayu lunak
kg
17.58
1.32
18.90
kWh
3.60
8.39
11.99
Sumber energi
Unit
Gasoline IDO
Listrik
Sumber : Cervinca dan Pimentel, 1980 dalam Somantri, 2002 b. Energi tidak langsung Jumlah energi langsung dan tidak langsung yang digunakan untuk memproduksi suatu barang disebut embodied energy. Embodied energy adalah energi yang digunakan secara tidak langsung pada proses produksi. Energi tidak langsung sendiri merupakan energi yang digunakan untuk
15
memproduksi suatu masukan produksi atau materi penyusun produk seperti alat dan mesin pertanian (manufakturing). c. Tenaga manusia Tenaga manusia yang digunakan sebagai sumber energi untuk produksi lazim disebut energi biologis. Sebagian besar operasi di bidang pertanian membutuhkan tenaga manusia untuk melakukan kerja mekanis. Walaupun pada operasi tersebut telah menggunakan alat bantu ternak dan motor, tenaga manusia tetap digunakan. Batas kemampuan untuk mengubah energi makanan ke dalam bentuk kerja adalah 6 kkal/menit atau sama dengan 0.42 kW. Energi ini hanya dapat diubah menjadi energi panas 10-15%, maka dapat digunakan untuk kerja adalah 0.04 MJ/jam (Van Loon, 1978 dan Malcolm, 1991 dalam Somantri 2002). Kebutuhan energi manusia pada kegiatan pengolahan di pabrik menurut Stout, N.A (1990) dan Sholahudin (1999) dalam Somantri (2002) yaitu sebesar 1.4 kkal/menit atau 0.725 MJ/jam.
2. Hasil-hasil penelitian kebutuhan energi pada proses pengolahan teh hitam di PT Perkebunan Nusantara VIII Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, besarnya masukan energi pada proses pengolahan di setiap tahapan proses mulai dari pelayuan pucuk teh, penggilingan dan fermentasi, pengeringan bubuk teh dan sortasi kering baik secara total maupun pada tahapan-tahapan tertentu selalu bervariasi. Oleh karena itu diperlukan audit energi diberbagai kebun di PT. Perkebunan Nusantara VIII agar kebutuhan energi pada setiap tahapan ataupun secara total bisa dibandingan. Hasil-hasil penelitian tentang konsumsi energi pada pengolahan pucuk teh mennjadi bubuk teh di setiap tahapan proses pengolahan disajikan dalam Tabel 8.
16
Tabel 8. Hasil-hasil penelitian konsumsi energi pada proses pengolahan teh dalam satuan MJ/kg teh kering PTPN VIII
Kegiatan
1)
Goalpara
PTPN VIII Gedeh Cianjur
PTPN VIII 2)
Ciater
3)
PTPN VIII Parakan salak4)
Pelayuan pucuk
7.2981
8.80173
9.91084
1.24000
Penggilingan
1.0831
1.85223
1.41797
1.13000
Pengeringan
9.1070
8.77846
8.80763
15.67000
Sortasi kering
0.5103
1.53567
0.67200
0.29000
Sumber : 1) Mulyawan, 1997 3) Kartikasari, 2002
2) Somantri, 2002 4) Edi Purnomo, 2006
D. AUDIT ENERGI Audit energi merupakan bentuk analisa energi untuk menghitung jumlah energi yang digunakan dalam setiap tahap di dalam suatu sistem secara keseluruhan
(Abdullah,
1998).
Audit
energi
adalah
kegiatan
untuk
mengidentifikasi potensi penghematan energi dan menentukan jumlah energi dan biaya yang dapat dihemat dengan usaha konservasi energi dari suatu sistem, sarana maupun peralatan yang telah ada (KEPRES 43/1993, Konservasi Energi). Bagian dari usaha konservasi energi adalah dengan cara mengetahui sumber-sumber pemborosan pemakaian energi, serta memberikan analisis dan jawaban mengenai tindakan yang bisa dilakukan terhadap pemakaian energi yang lebih tepat tanpa mengurangi produktifitas yang telah dicapai sebelumnya (PII, 1992). Menurut KONEBA (1989) dalam Mulyawan (1997), metode audit energi terdiri dari dua tahapan yaitu audit energi awal (preliminary energi audit) dan audit energi terinci (detailed energy audit) 1. Audit energi awal (preliminary energy audit) Audit energi awal (preliminary energy audit) adalah berupa pengumpulan data awal dan analisa pendahuluan, yang terdiri dari pengelempokan sumber data, mengidentifikasi data yang diperlukan, pengumpulan data, analisa data, pembuatan rencana pengembangan.
17
2. Audit energi terinci (detailed energy audit) Audit energi terinci (detailed energy audit) adalah dengan melakukan penjajagan terhadap peralatan yang dipakai dalam suatu pabrik dan melakukan analisa, baik terhadap alat yang tetap digunakan secara kontinyu maupun alat yang bersifat tidak tetap. Tahapan pada audit energi terinci yaitu : a. Evaluasi pengelolaan energi harian b. Melakukan audit energi awal c. Rencana pengembangan kegiatan pabrik d. Pemilihan bagian-bagian yang akan diaudit secara rinci e. Persiapan kelengkapan kerja f. Pemeriksaan data lapangan g. Evaluasi data yang dikumpulkan h. Mengidentifikasi peluang konservasi energi i. Rencana pengembangan aktivitas peralatan j. Pengawasan penggunaan energi secara kontinyu k. Penyempurnaan pengelolaan energi secara menyeluruh Tahapan audit energi yang dilakukan oleh Suryadi (1994) dalam kegiatan audit energi pada proses produksi pupuk urea di PT Pupuk Kujang adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data awal Pengumpulan data-data mengenai produksi dan energi (jenis, sumber, konsumsi dan kapasitas konsumsi) 2. Evaluasi awal Melakukan perhitungan untuk mendapatkan konsumsi energi spesifik untuk listrik, panas dan mekanis dari suatu produk, dan membandingkan dengan data konsumsi energi secara internasional. 3. Pelaksanaan pengukuran energi Data-data yang sebenarnya diperoleh melalui pengukuran variabel secara detil dan dilakukan dengan sistem akusisi data, seperti laju aliran udara, laju aliran listrik, temperatur, data cuaca.
18
4. Evaluasi hasil pengukuran Pelaksanaan
konservasi
energi
akan
didasarkan
pada
hasil
perbandingan data spesifikasi dengan data hasil pengukuran sesungguhnya, sehingga dari tahapan ini akan dapat dihasilkan rekomendasi cara penghematan energi. 5. Realisasi Pihak industri akan melaksanakan penghematan energi melalui penataan, modifikasi, atau penggantian peralatan proses energi sesuai dengan bagian yang direnovasi dan sesuai dengan kemampuan industri, sehingga pemborosan energi dapat diatasi. 6. Kontrol unjuk kerja Setelah pelaksanaan pencegahan pemborosan terealisasi, tim audit akan melakukan control unjuk kerja untuk mencocokan potensi penghematan energi yang sudah dihitung sebelumnya. Sedangkan menurut Wayne C. Turner (1992) dalam Suryadi (1994), langkah-langkah dalam audit energi adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data Teknik pengumpulan data ini meliputi teknik analisis pendahuluan, pengumpulan data tetapan-tetapan peralatan catatan lapangan, pengoperasian data terhadap persamaan yang telah ada dan uji coba peralatan. 2. Teknik analisis Tahapan analisis meliputi analisa konsep penambahan biaya untuk tahapan tertentu bilamana diperlukan, analisis kesetimbangan massa dan energi, analisis energi yang masuk dan keluar pada sub sistem, analisis pindah panas, evaluasi muatan listrik dan pembuatan model dan simulasi. 3. Evaluasi biaya peralatan 4. Membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi Tahap ini memerlukan langkah akhir dalam perumusan audit energi yang meliputi laporan utama yang merupakan hasil keseluruhan auditing, laporan biasa yang merupakan data hasil perhitungan harian dan belum dijadikan
19
hasil audit yang baku, laporan efektifitas pengelolaan peralatan dan laporan tinjauan (review) tiap tahap proses. Menurut Philippines National Oil Company (1986) dalam Rachmat (2001), metode audit energi dapat dibagi menjadi beberapa tingakatan yaitu : 1. Primary audit atau preliminary audit Terdiri dari kegiatan pencatatan dan analisis pemakaian energi dengan cara melaukan tinjauan singkat pada fasilitas pabrik dan dengan kebutuhan dan pembelian bahan bakar minyak. Pemeriksaan secara visual dilakukan untuk menentukan peluang penghematan energi dan membuat rencana analisis energi yang lebih rinci. Preliminary audit dikerjakan 1 sampai 3 hari tergantung pada kerumitan pabrik. 2. Detailed audit atau maxi audit Terdiri dari catatan lengkap pemakaian energi untuk menghitung pemakaian energi dan efisiensi. Hal ini mengharuskan penggunaan alat-alat pengukuran. Detailed audit ini dapat dikerjakan dalam waktu satu minggu atau lebih. 3. Plant survey mini audit Terdiri dari identifikasi energi terpakai, menganjurkan peningkatan pemeliharaan dan pengoperasian alat secara benar. Mini audit memerlukan pengujian dan pengukuran jumlah energi terpakai dan energi yang hilang. Mini audit juga meliputi anjuran dan analisis peluang konservasi energi dengan anggaran dana yang relatif murah atau investasi modal yang besar.
20