13
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Penyebaran Cengkeh Terdapat beberapa pendapat mengenai negara asal mula cengkeh, yaitu menurut Wiesner, cengkeh berasal dari Filipina, sedangkan menurut Rumphius, tanaman cengkeh berasal dari Pulau Makian, Maluku Utara, dan menurut Toxopeus, cengkeh berasal dari Irian. Pada abad ke-18, hanya Maluku yang menjadi satu-satunya produsen cengkeh (Hadiwijaya 1983). Penyebaran cengkeh ke luar Maluku telah terjadi dari beberapa abad sebelumnya, yaitu : Tahun 1769, seorang Kapten Perancis telah menyelundupkan beberapa pohon cengkeh (bibit) yang berasal dari Pulau Gebe dan Seram ke Reunion kemudian disebarkan ke Zanzibar, Pemba, dan Madagaskar. Tipe cengkeh yang dikenal di Indonesia sebagai tipe ”Zanzibar” sebenarnya berasal dari Indonesia (Maluku). Tahun 1800, terdapat 15.000 pohon cengkeh yang tersebar ke Penang. Tahun 1870, penyebaran cengkeh dari Maluku ke Jawa, Sumatera, dan Sulawesi Selatan telah dimulai. Tahun 1950, penyebaran cengkeh telah hampir tersebar di seluruh Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan. Fakta yang terjadi, terutama sejak berkembangnya industri rokok kretek di tahun 1930, Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor cengkeh utama hingga akhir abad ke-18 akan tetapi semuanya telah berubah, dan Indonesia berubah menjadi negara pengimpor terbesar cengkeh. Tahun 1975 dan 1976, Indonesia mengimpor cengkeh sebesar 10.000-20.000 ton dari Zanzibar dan Madagaskar namun setelah tahun 1977, jumlah impor cengkeh negara Indonesia telah berkurang, dan hingga kini Indonesia masih berupaya untuk mencapai taraf swasembada cengkeh (Hadiwijaya 1983). 2.2 Botanis Tanaman Cengkeh Cengkeh merupakan tanaman yang memiliki nama latin Eugenia aromatica L. dan termasuk ke dalam famili Myrtaceae yang sekerabat dengan jambu air (Eugenia jambos). Selain itu, cengkeh juga memiliki nama latin lainnya, yaitu : Eugenia caryophyllata, Thunb. Caryophyllus aromaticus, Linn. Jambosa caryophyllus, Spreng. Tanaman ini memiliki ± 3.000 jenis yang tersebar di daerah tropik dan subtropik. Kedudukan tanaman cengkeh dalam
sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Klas : Dicotyledoneae Sub-klas : Dialypetales Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae : Eugenia/Syzygium Marga Jenis : Eugenia aromaticum L.
Gambar 1. Tanaman cengkeh Pohon cengkeh memiliki kayu yang sangat keras, cabang yang padat, kuat, dan tegak lurus, serta ranting yang tidak berserak, sehingga pohonnya menyerupai semak dan tajuk daunnya berbentuk kerucut (Kanisius 1990). Pada umumnya, tanaman cengkeh memiliki batang yang bercabang panjang dan kuat, hal ini berguna untuk mempertahankan hidupnya dari tiupan angin. Kulit kayu pada batang tanaman cengkeh bersifat kasar dan berwarna coklat keabuan hingga putih, sedangkan kulit kayu pada cabangnya sangat tipis dan sukar dilepas. Tanaman ini memiliki ketinggian hingga mencapai 20-30 m dan dapat mencapai umur lebih dari seratus tahun. Daun cengkeh biasanya berbentuk bulat panjang, tebal, dan kuat dengan panjang sekitar 7-13 cm dan lebar 3-6 cm. Warnanya beraneka ragam, mulai dari kuning atau hijau muda (siputih) helaiannya besar hingga hijau tua kehitam-hitaman (Sikotok) dengan helaian lebih kecil. Pada umumnya, permukaan daun berwarna lebih tua dan mengkilap, hal ini menunjukkan bahwa pada permukaan daun mengandung banyak zat minyak sedangkan warna di bawah permukaannya lebih kelam. Daun yang masih muda berwarna kemerahmerahan, sedangkan daun yang sudah tua berwarna gelap. Tangkai daun dari tanaman cengkeh biasanya bersifat agak panjang, yaitu ¼ dari panjang daunnya. Tangkai daun yang memanjang merupakan tulang daun yang utama dan biasanya terlihat jelas serta tebal kemudian dari tulang daun utama ini akan tumbuh beberapa cabang yang disebut tulangtulang cabang atau urat daun yang akan
14
terbentuk menjadi kerangka daun. Posisi daun umumnya saling berhadapan dan beraroma. Pada simpul-simpul daun akan tumbuh tunastunas yang menjadi cabang pertama kemudian pada cabang tersebut akan tumbuh tunas baru yang akan menjadi cabang kedua dan seterusnya hingga terbentuklah ranting-ranting yang kemudian akan ditumbuhi bunga.
Gambar 2. Bunga cengkeh Sistem pembungaan pada tanaman cengkeh bersifat terminal, yaitu bunga-bunga terbentuk pada ujung kuncup. Pembentukan bakal bunga ditandai dengan pembentukan tunas-tunas ujung yang tumpul dan berwarna hijau (primordia). Bakal bunga ini dalam waktu 1-2 bulan akan membentuk cabangcabang (tandan), dan enam minggu kemudian sudah terbentuk bunga cengkeh. Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan tangkai pendek serta bertandan. Pada saat tanaman masih muda, bunga cengkeh berwarna keungu-unguan kemudian berubah menjadi kuning kehijau-hijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua sedangkan bunga cengkeh kering akan berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas sebab mengandung minyak atsiri. Bunga cengkeh umumnya bergagang pendek, berkelompok dalam satu tandan dan setiap tandan terdiri dari 4-10 tangkai dan tiaptiap tangkai mempunyai 1-3 bunga sehingga satu tandan terdapat 5-25 bunga atau lebih. Bunga bersifat komplit, pada tiap bunga terdapat bakal buah dan banyak benang sari. Mahkota bunga berjumlah empat berbentuk bulat dan kelopak empat yang berdaging serta membentuk tabung dengan bagian bawah menyempit (Kanisius 1990). Buah cengkeh dapat dikatakan matang apabila pembuahannya telah membesar dan kelopak telah menutup. Buah akan matang fisiologi ± 3 bulan setelah pembuahan. Daging buah relatif tebal, berwarna hijau kemerahan pada waktu muda dan berwarna merah tua keunguan bila sudah masak. Buah cengkeh biasanya berbentuk agak bulat, bulat telur, hingga lonjong dengan ukuran panjang 2,5-3,5 cm dan diameter 1-2 cm (Hadipoentyanti 1997).
Biji dari cengkeh biasanya agak memanjang dengan panjang ± 1,5-2 cm dan lebar ± 0,8 cm. Biji cengkeh tidak melekat pada daging buah dan memiliki dua keping lembaga (dicotyl) yang tebal. Pada waktu muda, biji berwarna hijau kekuningan dan bila telah masak berwarna hijau kemerahan, hal ini tergantung dari varietasnya. Akar tanaman cengkeh umumnya berwarna coklat kekuningan. Akar tunggangnya ini memiliki 2-3 akar utama yang tumbuhnya vertikal yang dapat mencapai kedalaman tiga meter. Pada tahun pertama, akar tunggang dan akar utama ini akan ditumbuhi akar-akar lateral yang tumbuh horizontal dengan cepat sehingga pada tanaman dewasa dapat mencapai panjang 10 m. Pada akar lateral ini akan tumbuh akar vertikal sekunder yang fungsinya sama dengan akar tunggang. Akar lateral ini selain menjadi media tumbuhnya akar-akar sekunder, akar ini juga akan menjadi media bagi pertumbuhan akar-akar cabang dan rambut (Purseglove et al. 1981 dalam Hadipoentyanti 1997). Pada dasarnya, pohon cengkeh mempunyai susunan akar sebagai berikut : Tudung akar : bagian yang melindungi akar ketika menembus tanah Akar tunggang : akar yang lurus masuk ke dalam tanah yang dalam dan berguna untuk tegaknya tanaman serta menolong bila terjadi kekeringan. Akar tunggang palsu : akar yang dibentuk dari akar lebar. Akar serabut : akar halus yang membentuk suatu masa yang rapat, yang tumbuh dari akar tunggang. Akar lebar : akar-akar serabut yang telah membesar. Letaknya mendatar di bawah permukaan tanah, dimana akar-akar ini banyak ditumbuhi akar-akar serabut. Bulu akar : bagian akar yang halus dan banyak sekali jumlahnya, bulu akar ini berguna untuk menghisap unsur-unsur makanan. 2.3 Tipe Cengkeh Cengkeh yang terdapat di Indonesia memiliki bermacam-macam tipe dengan berbagai kriteria yang berbeda. Rumphius (1741) dalam Hadipoentyanti (1997), membedakan tipe-tipe cengkeh yang terdapat di Ambon ke dalam tiga kelompok yaitu cengkeh berbunga merah, cengkeh berbunga merah tua, dan cengkeh hutan, sedangkan menurut Brinkgreve (1933) dalam Hadipoentyanti (1997) menyatakan bahwa tipe cengkeh yang terdapat di Sumatera terbagi menjadi empat tipe, yaitu cengkeh bergagang
15
panjang, cengkeh bergagang pendek, cengkeh bergagang menengah, dan cengkeh setro atau cengkeh berbunga kecil. Selain itu, Rahayu (1974) dalam Hadipoentyanti (1997) mengemukakan pula bahwa terdapat enam tipe cengkeh yang ada di kebun koleksi Sukamantri dan koleksi Balittro di kebun Cimanggu yaitu Zanzibar, Sikotok, Simenir, Siputih, Ambon, dan Sihutan. Pada umumnya, penggolongan tipe ini didasarkan pada salah satu sifat morfologinya, misalkan didasarkan pada bentuk daunnya, percabangan atau warna bunganya. Banyak penggolongan mengenai cengkeh, namun pada dasarnya cengkeh yang lebih dikenal dan banyak dibudidayakan di Indonesia ada tiga tipe, yaitu tipe Zanzibar, Sikotok, dan Siputih. Hal ini menyerupai pernyataan yang dikemukakan oleh Hadiwijaya (1983), yang menyatakan bahwa cengkeh terbagi menjadi tiga tipe dasar yaitu tipe Bungalawangkiri, Sikotok, dan Siputih namun kini tipe cengkeh lebih dikenal dengan tipe Zanzibar, Sikotok, dan Siputih yang merupakan hasil silang alami antara ketiga tipe dasar tersebut. Pembagian kriteria ketiga tipe dasar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: • Tipe Zanzibar Pucuk daun berwarna merah, gagang daun dan cabang muda berwarna merah, daun hijau tua menghitam dan berukuran kecil serta mengkilap, pohon sangat mengkilap, jumlah bunga per tandan melebihi 15 bunga, dan bunga berwana merah. • Tipe Sikotok Pucuk daun berwarna kuning agak kemerahan, gagang daun dan cabang muda berwarna hijau, daun hijau tua, berukuran kecil dan sedikit mengkilap, pohon sangat rindang, jumlah bunga per tandan melebihi 15 bunga, dan warna bunga kuning, terkadang sedikit merah dipangkalnya. • Tipe Siputih Pucuk daun berwarna kuning, gagang daun dan cabang muda berwarna kuning/hijau, daun hijau muda, berukuran besar, hampir tak mengkilap, pohon tidak rindang, jumlah bunga per tandan kurang dari 15 bunga, warna bunga kurang kuning, dan bunga berukuran besar. Ketiga tipe hasil persilangan alami di atas, menunjukkan bahwa tipe cengkeh yang paling baik adalah tipe Zanzibar karena memiliki pohon yang sangat rindang dengan produktivitas tinggi dan memiliki akar-rambut yang lebih banyak sehingga lebih responsif terhadap pemupukan. Cengkeh tipe Zanzibar biasanya mulai berbunga pada umur 4,5 tahun
sejak biji disemai sehingga pada umur 5 tahun, cengkeh sudah dapat dipanen atau umumnya tanaman cengkeh pertama kalinya berbuah pada umur 4-7 tahun (Hadiwijaya 1983). 2.4 Teknik Budidaya Tanaman Cengkeh 2.4.1 Persemaian dan Pembibitan Pemilihan bibit yang ditanam akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu tanaman (Kanisius 1990). Bibit yang baik akan menghasilkan tanaman yang baik asal syarat-syarat pemeliharaanya terpenuhi dengan baik, namun sebaliknya bila suatu bibit yang baik tetapi tidak didukung dengan terpenuhinya syarat-syarat penanamannya maka tanaman tersebut akan merana. Pemilihan biji untuk benih cengkeh yang baik sebaiknya dilakukan pada buah-buah cengkeh yang telah masak sehingga bijinya pun telah masak secara fisiologis. Menurut Tim LPTIIPB (1970) dalam Tarigan (1997) menjelaskan bahwa bila ditinjau dari daya kecambah dan kecepatan benih maka benih yang paling baik diperoleh dari buah cengkeh yang telah masak sempurna dengan warna coklat kehitaman. Semua biji yang telah dipilih kemudian dikuliti dan disemai karena bila tidak segera disemai maka biji tersebut akan rusak. Proses penyemaian biji cengkeh memiliki beberapa ketentuan yang harus terpenuhi agar proses tersebut dapat berjalan dengan baik, ketentuan tersebut yaitu : • Pemilihan tempat persemaian yang baik Tempat persemaian sebaiknya memiliki sifat tanah yang gembur dan subur, letak tanah yang miring agar drainase berjalan baik, dekat dengan sumber air dan pemukiman agar pengawasan dapat dilakukan lebih intensif, serta terdapat pohon peneduh untuk mengurangi dampak tiupan angin yang kencang dan sinar matahari yang terik. • Kriteria bedengan yang akan dijadikan tempat persemaian Bedengan yang digunakan dibuat selebar 1,5 m dengan dibatasi selokan pembuangan air untuk menghindari penggenangan. Jarak tanam dalam bedengan 20 x 20 cm hingga 30 x 30 cm. • Peletakkan biji jangan sampai terbalik Bagian biji yang mendatar menghadap ke bawah sedangkan bagian biji yang runcing menghadap ke atas. Bila peletakkan biji keliru maka akan menyebabkan akar cengkeh membelok sehingga pohon menjadi kerdil. Waktu terbaik ketika memindahkan bibit dari persemaian ke pembibitan pemeliharaan
16
adalah saat bibit telah mencapai umur satu hingga dua bulan atau ketika jumlah helai daun mencapai empat hingga tujuh helai (LPTI 1970 dalam Tarigan 1997). Lokasi yang baik untuk pembibitan adalah lokasi yang bebas dari serangan hama dan penyakit. Pembibitan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu : (1) penanaman di tanah tanpa kantong plastik, (2) pembibitan di keranjang bambu, dan (3) di kantong plastik. Pada dasarnya, pembibitan yang paling murah adalah pembibitan di tanah tanpa kantong palstik, namun kelemahannya yaitu bibit lebih beresiko terkena serangan hama penyakit sehingga untuk menghindari serangan hama penyakit biasanya digunakan kantong plastik. 2.4.2 Penanaman di Lapangan Proses pemindahan bibit untuk ditanam di lapangan biasanya membutuhkan waktu kurang dari satu tahun atau ketika tinggi bibit telah mencapai 75 cm dengan panjang perakaran vertikal dan horisontal mencapai 42 dan 27 cm (Tarigan 1997). Sebelum melakukan penanaman bibit, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti pemberian pupuk hijau di sepanjang area penanaman. Pupuk ini selain berguna untuk kesuburan tanah juga berguna untuk pembasmian rumput liar. Pembuatan jarak tanam dari bibit tersebut juga harus diperhatikan. Pada umunya, jarak tanam tersebut berkisar antara 8x8 m hingga 6x6 m. Pembuatan teras pada lahan yang miring juga perlu dilakukan untuk mengurangi dampak erosi dan pembuatan lubang-lubang bakal bibit yang akan ditanam dari 2-3 bulan sebelumnya. Hal ini dilakukan agar lubanglubang tersebut mendapat sinar matahari dan gas asam arang (CO2). 2.4.3 Pemeliharaan Pemeliharan tanaman cengkeh harus dilaksanakan setelah penanaman agar tanaman tersebut dapat bertahan hidup dan berproduksi lebih lama. Proses pemeliharaan yang harus dilakukan tersebut yaitu : • Penyulaman Arti penyulaman dalam proses pemeliharaan ini adalah pemeriksaan tanaman yang mati dan tumbuh kurang baik. Tanaman tersebut kemudian segera digantikan dengan tanaman cengkeh yang baru. Penyulaman ini sebaiknya dilakukan beberapa hari setelah dilakukan penanaman. • Penyiraman Tanaman cengkeh yang masih muda sangat sensitif terhadap ketersediaan air sehingga penyiraman pada tanaman ini
sebaiknya dilakukan secara cermat dan secukupnya, terutama ketika musim kemarau. Penyiraman yang baik cukup dilakukan 2 hingga 3 kali sehari. Waktu yang tepat untuk melakukan penyiraman adalah sore hari tepatnya setelah pukul 15.00 WIB karena pada saat itu, keadaannya sejuk dan penguapan telah terhenti. Penyiraman ini sebaiknya dilakukan bila luas tanaman kecil namun bila luas tanaman besar sebaiknya menggunakan hujan buatan. • Peneduh Tanaman cengkeh yang masih muda sangat rentan terhadap sinar matahari yang terik sehingga fungsi peneduh sangat diperlukan. Peneduh yang digunakan dapat terbuat dari peneduh alam maupun peneduh buatan. • Penyiangan/Penggemburan Tanah Rumput-rumput yang tumbuh di sekitar tanaman harus dicabut dan dibersihkan sehingga rumput-rumput itu tidak akan mengganggu tanaman pokok (cengkeh). Penggemburan tanah dilakukan ketika tanah sudah mulai mengeras dan perlu diperhatikan akar-akar dari tanaman cengkeh tersebut sehingga jangan sampai merusaknya. • Pemberantasan hama penyakit Pencegahan tanaman cengkeh terhadap serangan hama penyakit dapat dilakukan dengan melakukan penyemprotan pestisida. 2.4.4 Panen dan Pascapanen Waktu yang paling baik untuk memungut bunga cengkeh adalah sekitar enam bulan setelah bakal bunga muncul, yaitu setelah satu atau dua bunga pada tandan mekar dan berwarna kuning kemerahan. Waktu pemungutan ini sangat berpengaruh terhadap rendemen minyak cengkeh. Panen yang telalu dini atau ketika bunga belum masak dapat menyebabkan cengkeh berkerut, rendemen rendah, dan berbau langu serta dapat menurunkan produksi tanaman pada tahun berikutnya sedangkan bila waktu panen terlambat atau ketika bunga telah mekar, maka akan menghasilkan mutu dan rendemen yang rendah pula. Proses pemetikan bunga, sebaiknya bunga cengkeh dipetik ketika bunga tersebut benarbenar matang atau ketika kepala bunga kelihatan sudah penuh tetapi belum membuka, agar mutu yang diperoleh baik. Bunga cengkeh dari setiap tanaman yang telah panen, tidak selamanya mengalami pematangan yang serempak sehingga proses pemetikan bunga
17
cengkeh harus dilakukan setiap 10-14 hari selama 3-4 bulan. Bunga cengkeh dipetik per tandan tepat di atas buku daun terakhir. Bunga yang telah dipetik kemudian dimasukkan ke dalam keranjang/karung kecil dan dibawa ke tempat pengolahan. Produk utama tanaman cengkeh adalah bunganya yang pada waktu dipanen mengandung kadar air sebesar 60-70 %. Se bagian besar bunga cengkeh digunakan dalam bentuk kering yaitu untuk campuran di dalam pembuatan rokok kretek dan sebagai bumbu masak. Proses pengolahan bunga cengkeh hingga mendapatkan bunga cengkeh yang kering memerlukan beberapa tahap, yaitu panen, perontokan (pemisahan gagang dan bunga), pemeraman, pengeringan, dan sortasi. 2.5 Hama dan Penyakit Pengaruh hama dan penyakit terhadap jumlah produksi tanaman cengkeh cukup besar. Tanaman cengkeh cukup peka terhadap serangan hama dan penyakit sejak mulai persemaian. Jenis-jenis hama dan penyakit yang mengganggu tanaman cengkeh cukup beranekaragam, yaitu : 1. Hama • Penggerek Batang : Nothopeus spp. (Coleoptera : Cerambycidae), dan Hexamitodera semivelutina Hell. (Coleoptera : Cerambycidae) • Penggerek Cabang : Xyleborus sp. (Coleoptera : Scolytidae), dan Arbeda sp.(Lepidoptera : Arbelidae) • Penggerek Ranting : Coptocercus biguttatus Donov. (Coleoptera : Cerambycidae)
• Perusak Pucuk: Cocus viridis • Perusak Daun : Athriticus eugeniae Hergr., Carea angulata, dan Attacus atlas Linn. • Perusak akar : Lundi / uret dan rayap 2. Penyakit • Penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh : Pseudomonas syzygii • Penyakit Mati Bujang • Penyakit Cacar Daun Cengkeh • Bercak Daun Coniella • Bercak Daun Botryodiplodia • Bercak Daun Alga • Bercak Daun Pestalotia • Bercak Antraknosa • Akar Merah • Busuk Basah pada Daun • Gugur Daun Cengkeh • Embun Jelaga 2.6 Produksi Cengkeh Nilai dari produksi cengkeh tiap tahunnya cukup bervariasi. Nilai ini mengalami naik dan turun. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor iklim. Bunga cengkeh akan keluar bila terjadi suatu musim yang agak kering tanpa hujan dan penyinaran matahari yang agak terik. Musim kemarau yang tegas di Indonesia terjadi 2-4 tahun sekali sehingga panen raya cengkeh juga terjadi 2-4 tahun sekali (Ruhnayat 2002). Kondisi tersebut yang menyebabkan nilai produksi cengkeh antara tahun 2000-2006 mengalami peningkatan dan penurunan.
Tabel 2. Nilai produksi cengkeh di Indonesia Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Ekpor
Produksi 59878 72685 79009 76471 73837 78350 83782
Impor
ton 4,655 6,324 9,399 15,688 9,060 7,680
US $ 8,281 10,670 25,973 24,929 16,037 14,916
ton 20,873 16,899 790 172 9 1
US $ 52,390 17,365 653 151 8 1
No data
No data
No data
No data
(sumber : BPS 2008) Ruang lingkup penggunaan komoditas cengkeh cukup luas, mulai dari dalam hingga luar negeri seperti India, Taiwan, Hongkong, dan Vietnam. Cengkeh yang dihasilkan Indonesia hampir seluruhnya digunakan untuk industri rokok di dalam negeri. Menurut data GAPPRI (2005) penggunaan cengkeh tahun 2000-2004 berkisar antara 85 ribu sampai 96 ribu ton, dengan rata-rata 92.133 ton/tahun dan
trend konsumsi cengkeh untuk rokok kretek pada tahun 1983-2004 meningkat sebesar 1,90% (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2009). Kebutuhan yang cukup tinggi terutama dalam negeri ini yang menyebabkan pemerintah mencangkan program Pelita agar Indonesia menjadi negara swadaya, salah satunya cengkeh. Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi cengkeh hingga kini mengalami
18
peningkatan produksi dan hal ini baik bagi upaya pemerintah dalam mensukseskan Indonesia untuk menjadi negara swadaya cengkeh, bila produksi ini dapat terus ditingkatkan maka kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri akan komoditas ini dapat teratasi. 2.7 Kesesuaian Agroklimat Tanaman Cengkeh 2.7.1 Iklim Faktor iklim merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan, pembungaan maupun produktivitas pada tanaman cengkeh (Ruhnayat dan Wahid 1997). Hubungan iklim dengan pembungaan terjadi karena untuk inisiasi pembungaan diperlukan hormon florigen (hormon yang pembentukkannya dirangsang oleh faktor iklim). Tanaman cengkeh akan berbunga lebat apabila sebelumnya mengalami periode kering selama dua sampai empat bulan, diikuti oleh curah hujan yang cukup selama pembentukkan primordial bunga (Dainum dan Wit dalam Ruhnayat dan Wahid 1997). Cengkeh dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian antara 700800 meter dari permukaan laut akan tetapi cengkeh tipe Zanzibar masih dapat berbunga lebat pada ketinggian 1.200 m dpl, seperti di Sumatera Utara dan Jawa Tengah yang dipengaruhi udara panas yang ditiupkan dari angin laut (Hadiwijaya 1983). Cengkeh tidak dapat hidup pada daerah yang beriklim sangat kering karena pada daerah tersebut, tanaman cengkeh akan mengalami kekurangan air, namun kondisi tersebut dapat diatasi dengan pemberian air yang cukup (irigasi yang baik). Cengkeh juga tidak dapat hidup pada daerah yang beriklim basah karena dapat menghambat matangnya bunga dan mempersulit pengeringan cengkeh. Iklim yang basah juga dapat menyebabkan penggenangan pada akar sehingga dapat mengakibatkan kebusukkan pada akar dan kematian. Menurut Hadiwijaya (1983), kualitas cengkeh yang tumbuh di daerah yang beriklim basah lebih rendah dibandingkan dengan kualitas cengkeh yang tumbuh pada daerah beriklim kering. Suhu udara yang ideal untuk pertumbuhan tanaman cengkeh berkisar antara 25o–28oC dan curah hujannya sebesar 1500–2500 mm/tahun (Djaenudin et al. 2003). Suhu udara yang terlampau tinggi (≥ 34oC) dapat berpengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman cengkeh karena pada suhu tersebut dapat menyebabkan stress pada tanaman
(Hadiwijaya 1984 dalam Ruhnayat, A. dan P. Wahid 1997). Suhu yang terlampau rendah (≤19oC) juga dapat menyebabkan bunga yang telah muncul berubah menjadi daun (kegagalan bunga). Kegagalan bunga ini biasanya terjadi pada daerah dataran tinggi dan di daerah-daerah yang mengalami curah hujan tinggi disertai suhu udara yang rendah pada malam hari serta suhu udara yang rendah dapat pula menyebabkan penurunan kualitas dari cengkeh (Kanisius 1989 dalam Ruhnayat, A. dan P. Wahid 1997). 2.7.2 Tanah Cengkeh dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur (struktur baik) dengan lapisan tanah liat yang mengandung humus tinggi. Menurut Hadiwijaya (1983), tanah yang miring lebih baik dari tanah yang datar, akan tetapi bila lahan yang tersedia berupa tanah yang datar maka dapat diatasi dengan pembuatan drainase yang dalam (1-1,5 meter) dan airnya dapat disalurkan ke saluran yang lebih rendah. Tanah yang cocok dengan kondisi tanaman cengkeh termasuk ke dalam jenis latosol, podsolik merah, mediteran (kedalaman 3-4 meter), dan andosol (Ruhnayat 2002). Tanah yang dangkal memiliki arti bahwa batas antara lapisan permukaan tanah dengan lapisan tanah yang berpadas (sulit ditembus akar) sangat kecil jaraknya. Kecilnya jarak ini dapat menyebabkan penggenangan pada akar bila terjadi musim penghujan dan bila hal ini terjadi secara berkepanjangan maka dapat menyebabkan kebusukkan pada akar sehingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman cengkeh. Selain itu, tanah yang dangkal juga dapat berdampak buruk pada tanaman cengkeh yaitu dapat menghambat pergerakan akar dalam mencari unsur hara dan air. Akan tetapi, hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi dengan menanam cengkeh di lahan yang miring sehingga sistem drainasenya dapat berjalan dengan baik dan tidak menyebabkan kebusukkan pada akar. Selain itu, pengaruh kedalaman yang dangkal juga dapat diatasi dengan pemberian pupuk pada tanaman cengkeh. 2.8 Manfaat Cengkeh Cengkeh memiliki banyak kegunaan. Beberapa bagian dari tanaman cengkeh yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia adalah bunga, tangkai bunga, dan daunnya. Penggunaan cengkeh telah beranekaragam sejak abad ke-20, mulai digunakan untuk pengobatan dan pemeliharaan gigi, menanak
19
nasi, hingga sebagai bahan periang (rokok, sirih) bagi masyarakat India, Pakistan, Bangladesh, maupun Indonesia). Hasil panen dari cengkeh Indonesia, hampir sebagian besar diolah untuk industri rokok karena perusahaan rokok terutama di Indonesia tumbuh dengan pesat akan tetapi cengkeh juga dapat diolah menjadi produkproduk lain yang memiliki peluang pasar yang cukup baik seperti sebagai bahan baku pembuatan vanilin, parfum, industri makanan, minuman, farmasi, dan kosmetik. Produk tersebut merupakan hasil pengunaan cengkeh yang telah diolah menjadi minyak (eugenol dan atsiri) maupun oleoresin (ekstrak bunga cengkih kering) cengkeh. Pembeningan preparat agar mempermudah melihat objek penelitian di bawah mikroskop juga dapat dilakukan dengan menggunakan cengkeh serta kayunya juga dapat dijadikan untuk peti kamper dan melindungi pakaian terutama bahan wol dari serangan insekta dengan menggunakan minyak cengkeh yang dihasilkan dari kayu cengkeh. Selain itu, tanaman cengkeh juga dapat menyerap karbon antara 23,21 – 29,76 ton C/ha (Yanto 2008). 2.9 Kondisi Provinsi Sulawesi Selatan Kondisi topografi dari provinsi ini cukup bervariasi, mulai dataran rendah hingga bukitbukit. Daerah ini memiliki kawasan pegunungan pada bagian utara wilayah Sulawesi Selatan seperti gunung Kambuno, Telondokalondo, Gandadiwata, Rantemario (gunung tertinggi di provinsi Sulawesi Selatan), dan lainnya (Imam Soedjono, T., B. Permadi, dan I. Salyadi 2001). Posisi yang strategis di Kawasan Timur Indonesia memungkinkan Sulawesi Selatan baik bagi kawasan timur Indonesia maupun untuk skala internasional. Pelayanan tersebut mencakup perdagangan, transportasi darat, laut maupun udara, pendidikan, pendayagunaan tenaga kerja, pelayanan dan pengembangan kesehatan, penelitian pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan laut, air payau tambak, pariwisata, bahkan potensial untuk pengembangan lembaga keuangan dan perbankan. Jumlah penduduk yang terdaftar hingga tahun 2006 pada provinsi ini mencakup 7.520.204 jiwa, dengan pembagian 3.602.000 laki-laki dan 3.918.204 orang perempuan. 2.10 Kesesuaian Lahan Pewilayahan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan penilaian kesesuaian lahan dari beberapa parameter. Kesesuaian lahan yang dimaksud yaitu kecocokan suatu lahan untuk penggunaan
tertentu, misalnya perkebunan (Djaenudin et al 2000). Ada beberapa cara dalam penilaian kesesuaian lahan, diantaranya dengan perkalian parameter, penjumlahan, atau menggunakan hukum minimum yaitu membandingkan (matching) antara kualitas dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman. Penilaian kesesuaian lahan tersebut dibedakan menjadi dua tingkatan, yaitu ordo dan kelas. Tingkat ordo, kesesuaian lahan hanya dibedakan menjadi lahan sesuai (S) dan lahan tidak sesuai (N). Tingkatan kelas dibedakan menjadi lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), dan tidak sesuai (N). Penilaian pada tingkatan kelas didasarkan pada faktor pembatas yang mempengaruhi kelanjutan dari penggunaan lahan. Kelas sangat sesuai (S1) merupakan suatu kelas yang pada lahannya tidak memiliki faktor pembatas yang berarti terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata. Kelas sesuai (S2) merupakan suatu kelas dengan lahan yang mempunyai faktor pembatas yang berpengaruh terhadap produktivitasnya dan memerlukan input tambahan. Kelas sesuai marjinal (S3) yaitu kelas dengan lahan yang mempunyai faktor pembatas yang berat sehingga dapat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman dan memerlukan data input tambahan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan lahan pada kelas S2. Kelas tidak sesuai (N) yaitu kelas dengan lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat sulit diatasi. 2.11 Analisis Kelayakan Ekonomi Pewilayahan berdasarkan agroklimat akan lebih bagus jika didukung dengan faktor ekonominya. Komoditas yang akan dikembangkan berdasarkan aspek ekonomi harus memiliki manfaat atau keuntungan bagi pemilik usaha perkebunan. Pertimbangan dari aspek ekonomi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara dan salah satunya yaitu dengan menggunakan analisis kelayakan usaha. Analisis kelayakan usaha merupakan analisis yang mengkaji tentang berhasil atau tidaknya suatu proyek atau usaha investasi apabila dilaksanakan. Salah satu analisis yang dapat digunakan dalam mengkaji aspek kelayakan usaha adalah analisis finansial dengan indikator investasi sebagai berikut: net present value (NPV),
20
benefit cost ratio (BCR), internal rate of return (IRR). Net Present Value (NPV) adalah nilai pendapatan sekarang di akhir usaha dikurangi nilai biaya sekarang. Suatu proyek/usaha dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan apabila NPV > 0 dan tidak layak bila NPV < 0. Nilai NPV ini menunjukkan nilai uang saat ini dari keuntungan di masa yang akan datang dari usaha perkebunan yang akan dilakukan. Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat pengembalian internal yaitu kemampuan suatu proyek menghasilkan return (satuannya %). Apabila sebuah proyek memiliki IRR ≥ tingkat discount rate maka proyek tersebut dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan dan begitu pula sebaliknya. Nilai IRR menunjukkan nilai dimana usaha perkebunan yang dilakukan akan bernilai menguntungkan hingga suku bunga pinjaman maksimal mencapai nilai IRR. Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara nilai pendapatan sekarang dibagi dengan nilai biaya sekarang dan suatu proyek dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan apabila nilai BCR ≥ 1. Nilai BCR menjelaskan mengenai satuan profit bila nilai pendapatan saat ini dibagi dengan nilai biaya yang dikeluarkan selama usaha perkebunan yang dijalankan dan usaha dikatakan layak bila nilai BCR ≥ 1 (Soeharto 1997).