TINJAUAN PUSTAKA Bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) Bangun-bangun merupakan tanaman dengan batang lunak, tidak berkayu atau hanya mengandung jaringan kayu sedikit sekali, sehingga pada akhir masa tumbuhnya akan mati sampai kepangkalnya tanpa ada bagian batang yang tertinggal diatas tanah (Depdiknas, 2003). Tanaman bangun-bangun jarang berbunga akan tetapi pengembangbiakannya mudah sekali dilakukan dengan stek dan cepat berakar didalam tanah. Tanaman bangun-bangun (Gambar 1) dapat tumbuh dengan baik meskipun ditanam dalam pot.
Gambar 1. Tanaman Bangun-bangun Tanaman bangun-bangun dapat dijumpai di hampir semua daerah di Indonesia dengan nama yang berbeda-beda yaitu: daun jinten (Jawa Tengah), daun ajeran (Sunda), daun majha nereng atau daun kambing (Madura), daun iwak (Bali), daun bangun-bangun (Batak Toba), torbangun (Batak Simalungun), dan tarbangun (Batak Karo) (Damanik et al. , 2001). Taksonomi tanaman bangun-bangun menurut Keng (1978) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Phanerogamae
Subdivisi
: Spermathophyta
Kelas
: Angiospermae
Ordo
: Tubiflorae
Family
: Limiaceae (Labialae)
Sub Family
: Oscimoidae
Genus
: Coleus
Spesies
: Coleus amboinicus Lour
Kandungan Zat Makanan Daun bangun-bangun berpotensi sebagai bahan pangan sumber zat besi, provitamin A (karoten) dan kalsium. Bahan daun bangun-bangun sebanyak 100 g mengandung kalsium sebesar 279 mg, besi sebesar 13,6 mg, dan karoten total sebesar 13288 µg. Nilai ketiga jenis zat gizi ini lebih besar bila dibandingkan dengan daun katuk (Sauropus androgynus). Daun katuk juga merupakan jenis tanaman yang daunnya digunakan sebagai pelancar produksi air susu ibu (ASI). Komposisi zat gizi daun bangun-bangun dan katuk selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Daun Bangun-bangun dan Daun Katuk Zat Gizi
Bangun-bangun
Katuk
Energi (kal)
27,0
59,0
Protein (g)
1,3
6,4
Lemak (g)
0,6
1,0
Karbohidrat (g)
4,0
9,9
Serat (g)
1,0
1,5
Abu (g)
1,6
1,7
279,0
233,0
Fosfor (mg)
40,0
98,0
Besi (mg)
13,6
3,5
13288,0
10020,0
Vitamin A (mg)
0,0
0,0
Vitamin B1 (mg)
0,2
0,0
Vitamin C (mg)
5,1
164,0
Air
92,5
81,0
Berat dapat dimakan (%)
66,0
42,0
Kalsium (mg)
Karoten total (µg)
Sumber: Mahmud et al. (1990)
Analisis menggunakan GC (Gas Chromatography) dan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectometry) oleh Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University pada tahun 2006, menemukan kandungan senyawa penting yang berperan aktif dalam metabolisme sel dan merangsang produksi susu dalam Coleus amboinicus Lour, senyawa aktif tersebut disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Senyawa Aktif dalam Coleus amboinicus Lour Senyawa Aktif
Jumlah (%)*
Thymol
94,3
Forskholin
1,5
Carvacrol
1,2
Sumber: Laboratorium Department of Chemistry Gorakhpur University, India (2006) * 97% dari kandungan asam lemak
Menurut Acamovic dan Brooker (2005), thymol merupakan antibiotik alternatif yang menjanjikan dan dapat digunakan untuk ternak tanpa memberikan efek negatif terhadap daging atau susu yang diproduksi. Penggunaan carvacrol dalam suatu campuran ekstrak tanaman sebagai suplemen dalam ransum babi laktasi menghasilkan litter size, bobot lahir, kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, dan kecernaan protein lebih tinggi dibandingkan babi laktasi yang diberi ransum tanpa suplementasi (Ilsley et al., 2004), sedangkan senyawa forskholin bersifat membakar lemak menjadi energi (Sahelian, 2006). Lawrence et al. (2005) mengemukakan bahwa secara umum dalam daun bangunbangun telah ditemukan tiga komponen utama. Komponen pertama adalah senyawa yang bersifat lactagogue, yaitu komponen yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen kedua adalah zat gizi dan komponen ketiga adalah farmakoseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibakterial, antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna dan penstabil. Dosis penggunaan berkisar 0,25 sampai 10 g/kg bobot badan/hari, yang bervariasi menurut umur dan status fisiologis ibu atau induk ternak. Manfaat Daun bangun-bangun biasa digunakan masyarakat Batak untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuh, juga untuk meningkatkan jumlah air susu ibu menyusui (Damanik et al, 2001). Pendapat ini didukung oleh Depkes (2005), yang menyatakan bahwa daun bangun-bangun memiliki berbagai khasiat seperti mengatasi demam, influenza, batuk, sembelit, radang, kembung, sariawan, sakit kepala, luka, alergi, diare dan meningkatkan sekresi air susu. Silitonga (1993) melaporkan bahwa penggunaan daun jinten (bangunbangun) dapat meningkatkan produksi air susu induk tikus putih laktasi sampai 30%.
Penelitian lain yang dilakukan Santosa (2001) menyatakan bahwa empat jam setelah pemberian daun bangun-bangun, volume air susu ibu menyusui meningkat sebesar 47,4% dan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Menurut Duke (2000), senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam daun bangun-bangun berpotensi terhadap berbagai macam aktivitas biologi, misalnya antioksidan, diuretik analgesik, mencegah kanker, anti tumor, dan anti hipotensif. Ternak Babi Ternak babi merupakan salah satu dari sekian jenis ternak yang mempunyai potensi sebagai sumber protein hewani dengan sifat-sifat yang dimiliki adalah prolifik (memiliki banyak anak setiap kelahiran), efisien dalam mengkonversi bahan makanan menjadi daging dan mempunyai daging dengan persentase karkas yang tinggi (Siagian, 1999). Ternak babi bila diklasifikasikan secara zoologis termasuk ke dalam kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, genus Sus dan spesies terdiri dari Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis, Sus verrucosus, Sus barbatus. Terdapat beberapa bangsa dari ternak babi yang sudah dikenal dan banyak dikembangkan di Indonesia yaitu Yorkshire, Landrace, Duroc, Hampshire dan Berkshire (Sihombing, 2006). Penampilan Reproduksi Babi Betina Babi adalah ternak menyusui yang menghasilkan anak dalam jumlah yang banyak sekaligus dengan interval generasi yang lebih singkat daripada domba, sapi, kerbau dan kuda (Toelihere, 1985). Parakkasi (1990) menyatakan bahwa ternak babi merupakan ternak yang cepat berkembangbiak karena menghasilkan banyak anak yang lahir dari satu kelahiran dan dalam satu tahun dapat terjadi dua kali beranak bahkan dapat lima kali beranak dalam dua tahun. Data mengenai sifat-sifat reproduksi babi betina disajikan pada Tabel 3. Toelihere (1985) menyatakan bahwa besarnya litter bervariasi menurut tiap masa kelahiran pada induk babi yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, umur, varietas, dan kesanggupan reproduksi setiap individu. Semakin sering induk babi beranak, semakin besar litter size lahir, mencapai puncak pada beranak ketiga atau keempat kemudian masa stabil sampai beranak keenam atau ketujuh, selanjutnya diikuti penurunan secara bertahap.
Tabel 3. Sifat Reproduksi Babi Betina Sifat
a)
b)
Umur saat pubertas (bulan)
4-7
5-8
Lama estrus (hari)
1-5
2-3
Panjang siklus estrus (hari)
18-24
19-23
Waktu ovulasi setelah estrus (jam)
12-48
38-42
Hari ke-2 estrus
Hari ke-2 estrus
111-115
111-117
Saat yang tepat dikawinkan Lama kebuntingan (hari) Sumber: a). Blakely dan Bade (1991) b). Toelihere (1985)
Konsumsi Ransum Induk Babi Ransum adalah makanan yang diberikan pada ternak tertentu selama 24 jam, pemberiannya dapat dilakukan sekali atau beberapa kali selama 24 jam tersebut. Ransum sempurna adalah kombinasi beberapa bahan makanan yang bila dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat-zat makanan kepada ternak dalam perbandingan jumlah, dan bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis dalam tubuh berjalan dengan normal (Parakkasi, 1990). Ransum yang dikonsumsi ternak babi akan diubah menjadi jaringan tubuh, juga digunakan sebagai sumber energi dan sebagian lagi akan dikeluarkan menjadi kotoran (Siagian, 1999). Menurut Sihombing (2006), induk babi selama bunting dengan kondisi lingkungan bebas dari infestasi parasit yang parah sudah cukup diberi makanan 1,8-2,3 kg per hari per ekor. Peningkatan ransum pada saat babi bunting tidak perlu dilakukan karena sangat kecil pengaruhnya terhadap bobot anak babi yang baru lahir dan untuk penghematan biaya ransum. Semakin banyak ransum yang diperoleh selama bunting, semakin menurun yang dimakan selama laktasi. Semakin banyak ransum yang dikonsumsi pada waktu laktasi maka produksi air susu akan meningkat. Oleh sebab itu, untuk memaksimalkan produksi air susu haruslah membatasi ransum induk selama bunting. Konsumsi ransum untuk induk babi laktasi harus disesuaikan dengan jumlah anaknya, sebab semakin banyak anak semakin besar perangsang produksi susu induk (Sihombing 2006). Sutardi (1981) menyatakan bahwa ternak akan mencapai potensi genetiknya bila memperoleh zat-zat makanan yang dibutuhkannya. Faktor yang mempengaruhi
konsumsi ransum adalah bobot individu ternak, tipe dan tingkat produksi, umur, jenis makanan dan faktor lingkungan (Church, 1991). Litter Size Lahir Litter size pada saat lahir adalah jumlah anak lahir per induk per kelahiran. Jumlah anak babi seperindukan yang dilahirkan dipengaruhi oleh pejantan dan induknya, bangsa, umur induk, periode beranak (parity), fertilitas, kematian selama kebuntingan, dan lamanya kebuntingan (Kingston, 1983). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi banyak anak per kelahiran yaitu jumlah sel telur yang dilontarkan indung telur, laju hidup embrio selama berkembang, kelainan-kelainan hormonal, infeksi uterus dan makanan (Sihombing, 2006). Seekor induk dapat menghasilkan 812 ekor setelah periode kebuntingan selama 112-120 hari (Eusebio, 1980). Bangsa babi mempengaruhi jumlah anak seperindukan saat lahir yaitu pada babi Duroc adalah 10,24 ekor (Milagres et al., 1983); 9,16 ekor (Park dan Kim, 1983); 9,6 ekor (Benkov et al., 1980) dan 9,12 ekor (Lopez et al., 1983), sedangkan babi Yorkshire adalah 9,57 ekor (Park dan Kim, 1983) dan Landrace 10,94 ekor (Milagres et al. , 1983). Menurut Nauk dan Sakril (1983), rataan lama kebuntingan adalah 114 hari dengan kisaran 108-125 hari. Penelitian lebih mendalam oleh Lynch et al. (1982) menunjukkan bahwa dengan lama kebuntingan kurang dari 112 hari jumlah anak seperindukan waktu lahir 12 ekor, sedangkan dengan lama kebuntingan 113-114, 115-116, 117-118 dan lebih daripada 118 hari jumlah anak seperindukan waktu lahir masing-masing adalah 11,3; 10,5; 9,5; dan 8,3 ekor, yang berarti kebuntingan yang semakin lama cenderung menurunkan jumlah anak per kelahiran. Litter size juga dipengaruhi oleh umur induk. Babi dara yang dikawinkan akan menghasilkan litter size lebih sedikit daripada induk babi. Periode beranak (parity) induk babi juga akan mempengaruhi jumlah anak babi yang dihasilkan (Krider dan Carroll, 1971), seperti diperlihatkan pada Tabel 4 bahwa puncak jumlah anak tertinggi yang dilahirkan akan dihasilkan oleh induk pada periode beranak ke-5, dan setelah itu akan mengalami penurunan.
Tabel 4. Rataan Anak Babi yang Dilahirkan pada Berbagai Periode Kelahiran Baranak ke-
Rataan anak babi (ekor)
Kisaran anak lahir (ekor)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
9,5 10,7 11,4 11,8 11,9 11,7 11,3 11,2 10,8 10,1
2-18 3-18 4-22 4-22 5-20 4-21 4-20 5-20 2-18 2-18
Sumber: Krider dan Carroll (1971)
Bobot Lahir Anak Babi Bobot lahir merupakan bobot badan ternak saat lahir. Bobot lahir anak babi dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, periode beranak induk, umur induk, bangsa induk dan jumlah anak seperindukan pada waktu lahir (De Borsotti et al., 1982). Sihombing (2006) menyatakan bahwa bangsa babi juga mempengaruhi bobot lahir per ekor, yaitu: bangsa babi Duroc 1,47 kg, Yorkshire 1,39 kg, Landrace 1,41 kg dan Hampshire 1,17 kg. Sebaran bobot lahir anak babi yang semakin kecil akan meningkatkan persentase mortalitas anak babi, jadi bobot lahir mempunyai korelasi negatif dengan persentase mortalitas. Data mengenai hubungan bobot lahir dengan daya tahan hidup anak babi ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Hubungan Bobot Lahir dengan Daya Tahan Hidup Anak Babi Sebaran bobot badan (kg) <0,91
Banyak sampel (ekor) 1,035
Persentase anak (dari total) 6
Mortalitas (%) 58
0,91-1,09
2,367
13
32
1,13-1,32
4,197
24
25
1,36-1,54
3,268
28
18
1,59-1,77
5,012
19
14
>1,81
1,734
10
12
Sumber : Sihombing (2006)
Produksi Air Susu Induk Babi Susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya. Church (1991) menyatakan bahwa anak babi menerima nutrien yang sangat penting dari air susu induk sejak awal hingga 2-3 minggu. Air susu pertama yang disekresi oleh induk (collostrum) mengandung immunoglobulin. Menurut Mepham (1987), produksi susu dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: jumlah dan komposisi makanan yang dikonsumsi, jumlah dan komposisi darah yang diserap oleh kelenjar ambing, dan laju sintesis air susu. Jumlah anak babi menyusu yang semakin banyak cenderung menaikkan produksi air susu induk (Parakkasi, 1990). Lebih lanjut Sihombing (2006) menyatakan bahwa pada awalnya induk menghasilkan sekitar 4 kg air susu per hari dan meningkat terus hingga minggu keempat dari masa laktasi menjadi sekitar 7 kg dan selanjutnya menurun. Produksi air susu induk babi dapat diukur secara tidak langsung yaitu berdasarkan bobot badan pada anak-anaknya. Anak babi ditimbang sebelum dan segera sesudah menyusu, selisih berat penimbangan adalah produksi susu saat itu (Parakkasi, 1990). Mortalitas Anak Babi Selama Menyusu Hurley (1999) menyatakan bahwa lebih dari 60% kematian anak sebelum disapih disebabkan oleh faktor induk dan juga pengaruh dari suplai nutrisi yang dapat mengakibatkan rendahnya produksi air susu induk sehingga mempengaruhi pertumbuhan anak babi. Periode yang paling kritis bagi anak babi yang baru lahir adalah masa menyusu yaitu pada hari pertama sampai hari ketiga setelah dilahirkan dan kematian setelah itu biasanya rendah. Sihombing (2006) juga menambahkan bahwa kematian anak babi saat menyusu yang menonjol adalah mati lahir karena anak babi kekurangan oksigen, kelemahan dan tertindih atau terjepit oleh induk. Menurut Sihombing (2006), bobot lahir yang rendah akan sangat mempengaruhi mortalitas pada anak babi yang baru dilahirkan, hal ini berkaitan dengan daya tahan tubuh anak babi tersebut. Anak babi yang baru lahir mudah terkena penyakit dan infeksi karena mempunyai daya tahan tubuh yang rendah. Daya tahan tubuh anak babi diperoleh dari induknya melalui kolostrum dan air susu yang dihasilkan oleh induk. Lucbert dan Gatel (1988) menambahkan bahwa periode beranak induk juga dapat mempengaruhi mortalitas anak babi. Periode induk beranak pertama merupakan faktor yang kritis bagi anak babi yang baru dilahirkan.
Bolet (1982) mengemukakan bahwa kematian anak babi akan meningkat dengan meningkatnya jumlah anak babi per induk per kelahiran. Kematian anak babi juga diakibatkan adanya diare yang menyerang anak babi, karena hampir 20% anak babi mati terserang diare (Ensminger, 1977). Ransum Anak Babi Menyusu Air susu induk babi diakui sebagai makanan utama yang ideal bagi anak babi pada masa menyusu. Semua kebutuhan zat-zat makanan bagi anak babi yang baru lahir dapat diperoleh dari air susu induk, kecuali zat besi (Sihombing, 2006). Produksi air susu induk babi akan menurun mulai dari awal minggu ketiga dari masa laktasi, oleh karena itu perlu diberikan pakan pengganti air susu induk terhadap anak babi menyusu. Pakan untuk anak babi menyusu harus memiliki kandungan protein, kalsium dan posfor masing-masing sebesar 20,0; 0,95; dan 0,76% (Sihombing, 2006). Seekor anak babi membutuhkan 6-8 mg Fe/hari untuk pembentukan hemoglobin, namun yang tersedia pada susu hanya sekitar 1mg/hari. Penyuntikan Fe secara intramuskular perlu dilakukan sebanyak 100-200 mg (Fe-dextran, Fe-dextrin, atau gleptoferrin) sebelum anak babi berumur tiga hari. Anak babi akan mulai memakan makanan lain pada umur tiga minggu. Pakan starter yang palatabel mengandung 18-20% protein (1,2% lisin) harus sudah disiapkan pada tempat pakan (creep feeder) pada saat anak babi berumur 3-4 minggu. Pakan yang baik harus mengandung tepung susu atau whey, gula, dan antibiotik (Churh, 1991). Litter Size Sapih Litter size sapih merupakan jumlah anak yang disapih per induk per kelahiran. Litter size sapih dipengaruhi oleh banyaknya anak yang dilahirkan seekor induk per kelahiran, mortalitas anak babi prasapih, manajemen pemeliharaan, agalactia, stress pada induk, lama umur penyapihan, faktor fisiologis tubuh anak babi terhadap lingkungannya dan penyakit. Menurut Siagian (1985), litter size sapih dipengaruhi oleh kemampuan induk babi memelihara dan menyusui anaknya. Sihombing (2006) menyatakan bahwa penyapihan sebaiknya dilakukan pada umur 3-5 minggu, karena pada umur ini anak babi telah memiliki kemampuan untuk mengkonsumsi pakan sendiri dan memiliki sistem kekebalan tubuh yang telah
berkembang dengan baik. Data survei di Amerika Serikat dan Kanada menunjukkan bahwa rataan banyak anak yang disapih per induk per tahun sekitar 14 ekor dan mortalitas dari semua anak yang lahir adalah 25%. Dalam prakteknya anak babi disapih
pada umur 3 hingga 6 minggu (Sihombing, 2006). Jumlah anak
seperindukan saat disapih dipengaruhi oleh bangsa, yaitu babi Duroc 8,00 ekor (Topica, 1983); Hampshire 6,36 ekor (Lopez et al., 1983); Yorkshire 8,31 ekor; dan Landrace 6,33 ekor (Quintana et al., 1983). Perbedaan litter size sapih sekitar 0,2 ekor (Rodriguez-Zas et al., 2003). Bobot Sapih Inglis (1980) menyatakan bahwa bobot sapih merupakan bobot badan ternak saat dipisahkan dari induknya. Sapih merupakan tahap pertumbuhan suatu hewan yang makanannya tidak lagi bergantung pada air susu induknya dan mulai mengkonsumsi ransum padat dan air. Sumantri (1984) menyatakan bahwa besarnya bobot sapih dipengaruhi oleh jenis kelamin, bobot badan induk, umur induk, keadaan saat lahir, kemampuan induk untuk menyusui anak, dan kuantitas serta kualitas ransum yang diberikan dan juga suhu lingkungan. Siagian (1985) juga menambahkan bahwa bobot sapih dipengaruhi oleh umur sapih, perbedaan pemeliharaan, pengaruh tahun dan musim. Menurut Parakkasi (1990), semakin banyak anak yang menyusu cenderung menaikkan produksi air susu induk walaupun tidak harus menjamin kebutuhan optimum dari anak-anak tersebut. Induk yang memiliki produksi air susu tinggi akan menghasilkan anak dengan bobot sapih yang tinggi pula. Siagian (1985) menyatakan bahwa secara keseluruhan rataan berat badan anak babi waktu disapih adalah 6,14±0,02 kg. Babi Landrace memperlihatkan bobot badan sapih yang terberat yaitu 6,53 kg, diikuti oleh Duroc 6,10 kg dan Yorkshire 5,98 kg. Pertambahan Bobot Badan Anak Babi Menyusu Pertumbuhan merupakan suatu perubahan yang terjadi meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh. Pertumbuhan mencakup tiga komponen utama yaitu peningkatan berat otot, ukuran skeleton, dan jaringan lemak tubuh. Pertumbuhan anak sebelum sapih dipengaruhi oleh faktor genetik, bobot lahir, litter size lahir, produksi air susu, perawatan, dan umur induk (Sihombing, 2006). Menurut
Anggorodi (1979), laju pertumbuhan dari lahir sampai disapih sebagian besar dipengaruhi oleh jumlah susu yang dihasilkan induk dan dipengaruhi pula oleh kesehatan individu. Pertumbuhan anak babi Yorkshire, Hampshire dan Landrace pada umur 1-35 hari berlangsung linier. Pertambahan bobot badan anak babi selama 21 hari pertama memerlukan penyesuaian spesifik untuk setiap bangsa. Ternak babi pada waktu masih muda, pertumbuhannya terutama dari protein dan air, akan tetapi setelah babi tersebut mempunyai berat badan sekitar 40 kg, energi yang disimpan berupa protein telah mulai konstan dan mulailah energi tersebut dipakai untuk pembentukan jaringan lemak yang semakin meningkat dengan bertambahnya umur (Parakkasi, 1990).