TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Sawit Tanaman sawit (Elaeis quineensis, Jacq) berasal dari Afrika Selatan. Tanaman ini cocok dikembangkan di luar daerah asalnya termasuk Indonesia. Tanaman sawit adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Elaeis diambil dari bahasa Yunani yaitu elaion yang berarti minyak, dan nama spesifik quineensis adalah daerah asal dari tanaman kelapa sawit yaitu Quinea (Pantai Barat Afrika). Sedangkan Jacq. berasal dari nama botanis Amerika Jacquine yang menemukan tanaman kelapa sawit. Secara anatomi, bagian-bagian buah kelapa sawit adalah: (Anonymus, 1992) 1. Perikarp, yang terdiri dari: a. Epikarp yaitu kulit buah yang keras dan licin. b. Mesokarpium yaitu daging buah berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi. 2. Biji, mempunyai bagian: a. Endokarpium (kulit biji = tempurung), berwarna hitam dan keras. b. Endosperm (kenel = daging biji), berwarna putih yang menghasilkan minyak inti sawit. c. Lembaga/embrio (Sumber: Anonymous, 1992)
Pada Gambar 1 dapat dilihat gambar penampang dari buah kelapa sawit:
Epikarpium
mesokarpium endokarpium
Lembaga/embrio
endosperm
Gambar 1 Penampang buah kelapa sawit (Anonymous 1992).
6
Proses Pembuatan Minyak Goreng Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak yang sifatnya sangat berlainan, yaitu minyak yang diperoleh dari ekstraksi bagian mesokarp buah kelapa sawit yang tidak mengalami pengolahan lebih lanjut (minyak sawit kasar atau crude palm oil) dan minyak yang diperoleh dari endosperm (minyak inti sawit) (Ong dan Goh 2002). Perbedaannya terletak pada pigmen karoten yang ada dalam minyak sawit kasar dan kandungan asam lemak bebasnya (Somaatmadja 1981, diacu dalam Simarmata 1998). Minyak sawit kasar mengandung zat warna yang berwarna merah kuning, yang menyebabkan minyak sawit berwarna merah kuning. zat warna yang terdapat dalam minyak terdiri dari senyawa karoten dan karotenoida lainnya. CPO juga kaya akan vitamin E yaitu tokopherol dan tokotrienol yang juga merupakan antioksidan (Wing-Keong 2002). Minyak yang berwarna kuning pada umumnya kurang disukai oleh konsumen, sehingga produsen minyak makan selalu berusaha menghilangkan zat warna tersebut dengan proses pemucatan. Bahan baku utama yang dipakai oleh perusahaan yang menghasilkan minyak kelapa sawit adalah crude palm oil (CPO). Minyak sawit kasar ini harus diproses lebih lanjut bila hendak digunakan sebagai minyak goreng (Gunstone, 1997). Proses menghasilkan CPO dari butir kelapa sawit dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu (1) sterilisasi, mencegah terjadinya peningkatan asam lemak bebas dalam minyak akibat reaksi enzimatik, (2) pengupasan, pemisahan buah yang sudah steril dari tandannya, (3) pengempaan, mengambil buah dari pericarp serta memecah sel-sel buah sebelum melewati unit ekstraksi minyak, (4) ekstraksi minyak, yang menghasilkan campuran minyak, air dan sejumlah padatan, (5) penjernihan, minyak dilarutkan dalam air untuk memisahkan kotoran dan air dan (6) penyimpanan minyak pada suhu 320C dan 420C (Basiron 1996). Proses dasar pembuatan minyak goreng sawit terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pemurnian (refined) dan fraksinasi (pemisahan). Proses pemurnian minyak bertujuan untuk menghilangkan warna, rasa serta bau yang tidak enak, dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri (refined, bleached and deodorized process). Menurut Ketaren (1986) dan Winarno (1991) pada umumnya proses pemurnian minyak melalui tahapan: 1. Pemisahan suspensi dan dispersi koloid dengan cara degumming.
7
2. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi. 3. Dekolorisasi dengan proses pemucatan (bleaching). 4. Deodorisasi. 5. Pemisahan gliserida jenih (stearin) dengan cara pendinginan. Degumming bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel halus yang tersuspensi
atau
berbentuk
koloidal
(Winarno,
1991).
Pemisahan
gum
merupakan proses pemisahan getah atau lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak (Ketaren 1986). Loebis (1989) menyatakan, proses pemisahan gum merupakan langkah pendahuluan untuk mengurangi kadar fosfatida dan logam peroksida. Netralisasi dengan alkali bertujuan memisahkan senyawa-senyawa terlarut seperti fosfatida, asam lemak bebas dan hidrokarbon (Winarno, 1991). Ketaren (1986) menyatakan bahwa netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak. Pemucatan atau bleaching bertujuan untuk menghilangkan zat warna yang tidak disukai dalam minyak (Ketaren, 1986). Beta karoten termasuk salah satu zat warna alami yang akan hilang dalam proses pemurnian ini sehingga untuk menyelamatkan beta karoten bleaching tidak diperlukan. Deodorisasi diperlukan untuk menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Prinsipnya yaitu minyak diperlakukan dalam keadaan sangat panas sampai suhu mencapai 2500C dalam keadaan vacum. Minyak sawit murni (refined, bleaching and deodorized palm oil atau RBDPO) diolah lebih lanjut dengan proses fraksinasi untuk memisahkan fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Fraksi padat disusun oleh asam-asam lemak jenuh sedangkan fraksi cair disusun oleh asam-asam lemak tak jenuh. Olein merupakan hasil fraksinasi dari minyak kelapa sawit. Dalam perdagangan fraksi cair mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan fraksi padat, karena pada fraksi cair terdapat asam-asam lemak essensial. Minyak fraksi cair lebih mudah difraksinasi dan diubah menjadi produk pangan dan non pangan (Salunkhe et al. 1991). Dalam melakukan proses fraksinasi, apabila tidak berlangsung dengan sempurna, maka produk minyak goreng yang dihasilkan masih mengandung sejumlah kecil fraksi stearin sehingga penampakannya kurang jernih serta
8
memiliki titik beku yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk minyak goreng yang mengalami proses fraksinasi sempurna. Proses minyak goreng yang mengalami proses fraksinasi kurang sempurna tersebut biasanya dipasarkan sebagai kualitas bulk atau minyak goreng curah yang pada umumnya disimpan dan didistribusikan dalam drum-drum (Satyawibawa et al. 1999 dalam Nugraheni 2000). Minyak sawit memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan minyak inti sawit, yaitu minyak sawit bersifat setengah padat pada suhu ruang (Susilawati et al. 1997), sedangkan minyak inti sawit bersifat cair pada suhu ruang. Lebih lanjut menurut Muchtadi 1992, perbedaan lainnya antara minyak sawit dengan minyak inti sawit yaitu dalam minyak sawit terdapat pigmen karotenoid yang berwarna kuning merah, sedangkan minyak inti sawit tidak memiliki pigmen karotenoid. Komponen asam lemak minyak sawit kasar terdiri dari asam lemak jenuh antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), asam stearat dan asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linolenat (11%). Karena kandungan asam lemak linoleat dan linolenat yang rendah, minyak goreng yang terbuat dari kelapa sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Minyak goreng kelapa sawit cocok untuk deep frying karena masakan yang dihasilkan lebih awet serta makanan yang digoreng dengan minyak sawit tidak cepat terasa tengik, karena sedikitnya kandungan asam lemak rantai pendek yang mudah mengalami hidrolisis. Ada beberapa komponen aktif dalam minyak sawit, yaitu kelompok karotenoid yang terdiri dari alpha, beta, gamma karoten dan likopen, tokoferol, tokotrienol dan vitamin E. Ooi et al. 1994 menyatakan bahwa minyak sawit kasar mengandung karotenid dalam jumlah besar, kurang lebih 500-700 ppm. Karoten utama yang terdapat dalam minyak sawit adalah α- dan β-karoten, sebanyak 80% lebih dari total karotenoid dan sisanya berupa γ-karoten, likopen serta santofil dalam jumlah kecil. Dari semua karoten tersebut hanya α-, β- dan γkaroten merupakan sumber vitamin A (Cottrell 1991). Iwasaki dan Murakoshi (1992) melaporkan bahwa karotenoid yang sangat potensial untuk mencegah dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker adalah α-karoten, sedangkan β-karoten dikenal sebagai antioksidan yang potensial.
9
Minyak Goreng Minyak goreng sebagian berasal dari minyak kelapa sawit yang telah dimurnikan dan jernih tidak berwarna. Di dalam proses menggoreng, minyak digunakan sebagai medium pemanasan. Tidak semua minyak nabati dapat digunakan sebagai minyak goreng. Menurut Ketaren (1986) minyak yang termasuk golongan minyak setengah mengering (semi drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak biji matahari, minyak kedelai, tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena jika minyak kontak dengan udara pada suhu tinggi, maka minyak akan cepat teroksidasi sehingga menjadi berbau tengik. Menurut Winarno (1991) minyak yang dapat digunakan untuk menggoreng adalah minyak yang tergolong ke dalam kelompok minyak tidak mengering (non drying oil) yaitu minyak yang tidak akan membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara. Termasuk golongan ini adalah minyak kelapa sawit. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa getir pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein. Minyak goreng harus mempunyai titk asap yang tinggi, karena pada proses menggoreng tidak dikehendaki terjadinya banyak asap. Titik asap minyak bervariasi berdasarkan kandungan asam lemak bebasnya. Minyak yang kandungan asam lemak bebasnya rendah mempunyai titik asap yang tinggi (Winarno 1991). Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng tersebut (Ketaren 1986). Lemak yang digunakan untuk menggoreng, titik asapnya akan turun karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pada umumnya suhu penggorengan sekitar 177-221oC. Minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit lebih memiliki keunggulan dari pada minyak nabati lainnya, yaitu lebih tahan lama, tahan terhadap tekanan dan suhu tinggi dan tidak cepat tengik serta hampir tidak mengandung kolesterol (Elisabeth 2002). Proses Penggorengan Menurut Orthoefer, Gurkin dan Liu (1996), menggoreng adalah satu proses pemasakan yang popular karena masakan menjadi lebih gurih, berwarna lebih menarik, nilai gizi meningkat dan waktu pemasakan lebih cepat. Dalam proses
10
penggorengan,
minyak
berfungsi
sebagai
media
penghantar
panas.
Penggorengan dengan minyak dalam jumlah banyak hingga bahan terendam atau sering disebut deep fat frying sering digunakan di industri. Penggorengan dalam minyak banyak atau deep fat frying adalah suatu metode pengolahan makanan yang kompleks, yang banyak mengalami reaksi berantai dalam minyak goreng, menghasilkan degradasi oksidatif, degradasi hidrolitik serta polimerisasi minyak (Firestone 1993). Prinsip penggorengan secara deep fat frying dapat dilihat pada Gambar 2. Ke dalam ketel berturut-turut dimasukkan minyak goreng, kemudian dipanaskan, selanjutnya dimasukkan bahan yang akan digoreng. Dari ketel akan diperoleh hasil gorengan, uap yang dihasilkan dari lemak dan hasil samping lemak akibat pemanasan dan penggorengan serta kerak (Ketaren 1986). Uap yang dihasilkan dari lemak dan hasil samping lemak
uap
Bahan mentah Lemak/minyak
Lemak dalam ketel penggorengan
panas
Hasil gorengan
Penyaringan remah
Gambar 2 Proses penggorengan. Karotenoid Karotenoid merupakan pigmen alami yang penting yang berwarna kuning, oranye, dan merah (Gross 1991). Karotenoid adalah sumber vitamin A yang banyak terdapat pada makanan. β-karoten merupakan karotenoid provitamin A yang umum terdapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran (IVACG 1999). Karotenoid dalam bahan makanan dapat berguna sebagai pewarna alamiah, disamping itu karotenoid merupakan sumber provitamin A yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Karotenoid merupakan lipida, oleh karena itu karotenoid larut dalam lipida lainnya dan larut dalam pelarut lemak. Dalam tubuh, karoten dapat berfungsi sebagai pelindung sel dari bahan penyebab kanker arteriosklerosis (Gaziano et al. 1990). Hasil percobaan yang direview oleh Langseth (2000), dengan menggunakan hewan percobaan secara
11
in vitro, β-karoten mempunyai aktifitas biologis yang dapat mencegah terjadinya kanker. Menurut Papas (1999), karotenoid dapat melindungi tubuh dari penyakit kardiovaskuler, mengurangi resiko terjadinya kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan merangsang pembuatan enzim detoksifikasi. Menurut DeVries dan Silvera (2000), karotenoid mempunyai aktivitas antioksidan biologis yang penting. Beberapa karotenoid dapat diubah menjadi vitamin A dalam tubuh. Semua karotenoid penting bagi kesehatan karena bersifat sebagai provitamin A maupun tidak. β-karoten tidak bersifat toksik, begitu pula dengan karotenoid lainnya. Klaui dan Bauernfeind (1981) melaporkan bahwa absorpsi karoten tergantung pada jumlah yang dikonsumsi, sumber karoten dan antar individu. Efisiensi penyerapan akan lebih tinggi jika jumlah karoten yang dikonsumsi sedikit, dan penyerapan karoten yang terdapat pada lemak atau minyak jauh lebih baik dibandingkan dengan karoten yang terdapat dalam sayuran. Vitamin A Vitamin A atau retinol adalah nama umum yang menunjukkan semua senyawa yang memiliki aktivitas sebagai vitamin A. Pada hewan, vitamin A terdapat berlimpah di dalam hati, pada umumnya disimpan dalam bentuk alkohol bebas. Pada tanaman, aktivitas vitamin A terdapat di dalam sejumlah karotenoid yang selama metabolisme dikonversi menjadi vitamin A setelah penyerapan (Muchtadi et al, 1993). Vitamin A pada umumnya stabil terhadap panas, asam dan alkali, tetapi sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi bersama udara, sinar, dan lemak yang sudah tengik. Fungsi vitamin A yang paling dikenal adalah dalam proses penglihatan, dan juga diperlukan untuk pertumbuhan normal. Retinol sangat penting untuk pertumbuhan dan metabolisme semua sel-sel tubuh. Retinol juga diperlukan untuk pembentukan rhodopsin berwarna ungu (visual purple), substansi yang dibentuk dari retinol dan protein. Rhodopsin adalah pigmen yang terdapat dalam retina, membran di bagian belakang mata diperlukan untuk penglihatan dalam sinar yang kurang. Defisiensi vitamin A dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi mata karena tubuh tidak sanggup mensintesis rhodopsin tanpa retinol, maka kemampuan melihat dalam sinar yang kurang akan terganggu yang akhirnya
12
menyebabkan buta senja (night blindness). Dalam kasus yang ekstrim kelenjar air mata diblok dan membran pada mata bagian depan menjadi kering dan meradang yang dikenal dengan xerophthalmia. Defisiensi yang hebat dan lama dapat berakibat terjadinya pemborokan pada kornea mata yang menyebabkan kebutaan (Winarno, 1991). Pada tahun 1967, FAO/WHO memperkenalkan konsep retinol equivalent yang diadopsi oleh National Research Council (1989). Dalam konsep ini 1 μg RE = 6 μg β-karoten = 12 μg karotenoid lainnya. Tabel dibawah ini menyajikan angka kecukupan vitamin A yang harus dipenuhi menurut kelompok umur. Tabel 1 Angka kecukupan vitamin A menurut kelompok umur Kelompok umur 0 – 6 bulan 7 – 12 bulan 1 – 3 tahun 4 – 6 tahun 7 – 9 tahun Pria 10 – 12 tahun 13 – 15 tahun 16 – 19 tahun 20 – 45 tahun 46 – 59 tahun > 60 tahun Wanita 10 – 12 tahun 13 – 15 tahun 16 – 19 tahun 20 – 45 tahun 46 – 59 tahun > 60 tahun Hamil : Menyusui : 0 – 6 bulan 7 – 12 bulan
Angka kecukupan Vitamin A (μg RE/hari) 375 400 400 450 500 600 600 600 600 600 600 600 600 600 500 500 500 + 300 + 350 + 350
Sumber : Direktorat Standarisasi Produk Pangan, BPOM 2007
Penyerapan dan Penyimpanan Karotenoid dan Vitamin A Karotenoid dan vitamin A yang dikonsumsi dalam saluran pencernaan akan dilepaskan dari ikatannya oleh pepsin lambung dan berbagai enzim proteolitik. Selanjutnya karotenoid dan vitamin A mengumpul dalam globula lipida yang kemudian terdispersi dan terkonjugasi dengan asam-asam empedu, lalu terhidrolisa menjadi karotenoid dan vitamin A bebas oleh enzim esterase dalam
13
cairan pankreas. Emulsi atau misel yang dihasilkan berdifusi ke dalam glikoprotein dari mikrofili sel-sel epitel usus kecil dan diserap (Muchtadi et al. 1993). Dalam sel mukosa, β-karoten dikonversi menjadi retinal dengan bantuan enzim beta karotenoid 15,15’ dioksigenase. Kemudian direduksi menjadi retinol, dan diesterifikasikan. Ester dan karotenoid yang tidak berubah membentuk kilomikron,
ditransportasikan
melalui
sistem
limfa
ke
hati
sebagai
cadangan/simpanan. Tempat simpanan lain kecuali hati adalah lemak badan, adrenal korteks dan kulit. Dalam keadaan normal, sebagian besar (90 persen) vitamin A disimpan di dalam hati, sedangkan sisanya ditemukan dalam hampir semua jaringan. Di dalam hati vitamin A kemungkinan besar berupa komplek lipoglikoprotein, yang terdiri dari 96 persen ester retinil dan sisanya retinil yang teresterifikasi. Retinil palmitat, stearat, oleat, miristat, palmitoleat adalah bentuk ester retinil yang paling banyak ditemukan (Olson 1990). Vitamin A di dalam hati terikat oleh protein khusus yang disebut retinol binding protein (RBP). RBP dapat meninggalkan hati hanya bila berikatan dengan vitamin A sehingga penumpukannya dalam hati merupakan salah satu indikasi adanya cadangan vitamin A. Manusia dapat menyerap dan menyimpan karotenoid secara langsung, tanpa mengkonversi menjadi vitamin A. Karotenoid diangkut dalam plasma oleh lipoprotein. Sekitar 75% bergabung dengan low density lipoprotein (LDL) dan sisanya bergabung dengan high density lipoprotein (HDL) (Parker 1989). Penyerapan β-karoten dipengaruhi oleh keadaan individu. Menurut hasil penelitian tentang pengaruh pemberian β-karoten wortel kepada anak murid sekolah dasar yang dilakukan Tim Peneliti PAU Pangan dan Gizi IPB (1993) mengemukakan bahwa peningkatan vitamin A serum hanya terjadi pada anak yang memiliki status vitamin A rendah. Ini berarti bahwa kadar vitamin A serum berpengaruh terhadap penyerapan β-karoten. Penyerapan vitamin A juga dipengaruhi oleh ada tidaknya investasi cacing. Penelitian membuktikan bahwa kadar vitamin A serum lebih rendah secara bermakna pada penderita ascariasis. Beta karoten di dalam tubuh akan dikonversi menjadi vitamin A. Dengan demikian penderita ascariasis juga akan berpengaruh terhadap penyerapan β-karoten.
14
Komposisi zat besi di dalam diit yang dikonsumsi juga berhubungan dengan penyerapan β-karoten. Karoten akan lebih efesien digunakan oleh tubuh dalam jumlah sedikit dalam makanan. Semakin banyak karoten, efisiensi konversi karoten menjadi vitamin A semakin berkurang. Lebih lanjut Husaini mengemukakan bahwa metabolisme vitamin A dalam transportasi vitamin A di dalam darah diperlukan prealbumin (PA) dan Retinol Binding Protein (RBP), yang berasal dari makanan yang berkualitas protein tinggi. Kekurangan protein juga akan mengganggu penyerapan vitamin A dan konversi karoten menjadi vitamin A pada usus. Karoten yang terikat oleh protein atau lemak dalam sayuran dapat berpengaruh terhadap penyerapannya. Penyerapan karoten dipengaruhi oleh kondisi usus, umur, jenis kelamin, dan lingkungan individu (Baurnefeind 1981). Beta karoten larut di dalam lemak, sehingga penyerapannya dipengaruhi oleh lemak di dalam saluran pencernaan. Menurut Prince (1993) bahwa β-karoten yang diberikan dalam keadaan puasa dan tanpa lemak tidak menghasilkan peningkatan β-karoten di dalam serum. Tetapi dengan pemberian dosis sama pemberian lemak, kadarnya dalam serum dapat meningkat sampai empat kali. Peningkatan karoten dalam serum terjadi 3-6 jam setelah pemberian, dan puncak konsentrasinya dalam plasma dicapai pada saat 24-48 jam. Penyerapan karoten dipengaruhi oleh penyusunan diit. Energi juga merupakan suatu komponen zat gizi dalam diit, sehingga kemungkinan juga ikut berpengaruh terhadap penyerapan β-karoten. Penyakit tertentu juga dipengaruhi besar penyerapan vitamin A, misalnya penyakit intestinal dan pankreatik menyebabkan penurunan penyerapan vitamin A. Keripik Sanjai Balado Keripik Sanjai Balado adalah keripik singkong yang diberi saos sambal. Keripik Sanjai Balado dipopulerkan oleh pengrajin penganan tradisional di salah satu daerah yang terdapat di Propinsi Sumatera Barat yaitu daerah Sanjai yang terletak di sekitar Kota Bukit Tinggi. Keripik Sanjai Balado merupakan salah satu penganan tradisional olahan singkong yang digemari masyarakat dan terkenal sebagai makanan jajanan khas dari Provinsi Sumatera Barat. Bahan dan bumbu yang diperlukan dalam pembuatan Keripik Sanjai Balado adalah:
15
Bahan a. Singkong Bahan baku utama dalam pembuatan Keripik Sanjai Balado adalah singkong. Menurut Rukmana (1997), singkong merupakan tanaman tipikal daerah
tropis.
Iklim
yang
panas
dan
lembab
dibutuhkan
untuk
pertumbuhannya sehingga tanaman ini tidak dapat tumbuh pada suhu kurang dari 100C. Singkong biasanya diperdagangkan dalam bentuk masih berkulit. Umbinya mempunyai kulit yang terdiri dari 2 lapis yaitu kulit luar dan kulit dalam. Di bagian tengah daging terdapat suatu jaringan yang tersusun dari serat. Antara kulit dalam dan daging terdapat lapisan kambium (Muchtadi & Sugiyono1989). Singkong segar banyak mengandung energi dan air. Komposisi zat gizi singkong putih tidak jauh berbeda dengan komposisi zat gizi singkong kuning, hanya saja singkong putih tidak mengandung vitamin A sedangkan singkong kuning mengandung vitamin A sebanyak 385 SI dalam setiap 100 gram singkong segar. Komposisi kimia singkong dapat dilihat pada Tabel 2. Kelebihan tanaman singkong dibanding sumber karbohidrat lainnya yaitu (1) Dapat tumbuh dilahan kering dan kurang subur, (2) Daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, (3) Masa panennya tidak diburu waktu sehingga bisa dijadikan lumbung hidup, yakni dibiarkan di tempatnya untuk beberapa minggu, dan (4) Daun dan umbinya dapat diolah menjadi aneka makanan baik sebagai makanan utama maupun selingan (Lingga 1989). Tabel 2 Komposisi kimia singkong per 100 gram bahan Komponen Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Posfor (mg) Fe (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) Bagian yang dapat dimakan Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1996)
Kadar 146 1,2 0,3 34,7 33 40 0,7 0 0,06 30 62,5 75
16
Disamping memiliki kelebihan, singkong juga memiliki kelemahan. Kelemahan utama yang menyebabkan singkong kurang diterima secara menyeluruh dan hanya banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok di daerah pedesaan disebabkan singkong mengandung glukosida sianogenik berupa
linamarin
dan
lotaustralin
yang
sewaktu
dihidrolisis
dapat
menghasilkan asam sianida (HCN) (Anonim 2003). Balgopalan et al. 1998 menyatakan meskipun singkong mengandung racun yang berbahaya namun singkong telah dikonsumsi secara umum oleh jutaan orang didaerah tropis tanpa adanya efek keracunan yang berarti. Singkong yang beracun dapat dihilangkan dengan cara 1) dikupas dulu sebelum diolah; 2) dikeringkan, dapat menghilangkan kandungan sianida sebanyak 1/3 kandungan awal;
3) direndam sebelum dimasak; 4)
difermentasi selama beberapa hari, dengan perlakuan tersebut linamarin banyak yang rusak dan sianidanya ikut terbuang; 5) HCN mudah hilang oleh panas asal tidak ditutup rapat; 6) pemanasan agar enzim dapat memecah linamarin menjadi inaktif sehingga HCN tidak dapat terbentuk (Winarno 1991). b. Kapur sirih Proses pengolahan, pemanasan atau pembekuan dapat melunakkan jaringan sel tanaman sehingga produk yang diperoleh mempunyai tekstur yang lunak (Winarno 1995). Lebih lanjut Winarno menyatakan garam kalsium (Ca) (0.1-1.25% sebagai ion Ca) dapat ditambahkan untuk memperoleh tekstur keras. Bumbu-bumbu Bumbu berfungsi sebagai pengharum masakan, meningkatkan rasa dan merangsang nafsu makan. Adapun bumbu yang digunakan dalam pembuatan sambal Keripik Sanjai Balado adalah cabe merah, gula pasir, high fructose syrup (HFS), bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, daun jeruk, vanilli dan garam. a. Cabe merah Cabe merah mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin-vitamin dan mengandung senyawa alkaloid seperti capsaicin, flavonoid, dan minyak esensial (Prajnanto 2002). Rasa pedas cabe disebabkan oleh zat kapsaicin. Pigmen pada cabe merah
17
merupakan campuran karotenoid, dengan pigmen utama yaitu kapsantin dan kapsorubin yang memberikan warna merah (Marliyati 1995). b. Gula pasir Sukrosa atau disebut dengan gula merupakan pemanis makanan yang sering digunakan dan berhubungan dengan rasa nikmat dan disukai. Menurut Potter dan Hotchkiss (1995), sifat-sifat dari gula adalah: 1) dalam air membentuk sirup, 2) jika air diuapkan dari larutan gula akan terbentuk kristal, 3) dapat difermentasi, 4) dapat berfungsi sebagai pengawet, 5) memberi warna gelap/karamelisasi dalam pemanasan dan 6) memberi reaksi pencoklatan dengan protein. c. High fructose syrup (HFS) High fructose syrup (HFS), adalah monosakarida alamiah yang dapat diekstrak dari berbagai buah, berry, dan sayuran yang mempunyai rasa manis. Fruktosa bersifat higroskopis, mudah sekali larut dalam air maupun alkohol. Secara kimia fruktosa mirip dengan glukosa kecuali susunan atom-atom dalam molekulnya sedikit berbeda. Semua gula berasa manis tetapi tingkatan manisnya berbeda. Kemanisan berbagai gula dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kemanisan berbagai gula Jenis gula Fruktosa Gula invert Sukrosa Glukosa Maltosa Galaktosa Laktosa
Kemanisan 173 130 100 74 32 32 16
Sumber: Gaman & Sherrington (1992)
Penggunaan fruktosa dalam industri pangan sudah meluas, diantaranya digunakan sebagai pemanis dalam produk kalengan, minuman hingga makanan bayi. Dalam jangka panjang penggunaan fruktosa dalam makanan dapat mengurangi kerusakan gigi sampai 30%. Fruktosa dapat meningkatkan aroma, terutama rasa berry dan buah, dapat menghemat energi dan rendah kalori sehingga tidak menimbulkan kegemukan.
18
d. Bawang merah Bawang merah adalah jenis tanaman sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia, terutama sebagai bumbu penyedap masakan. Bawang merah banyak mengandung minyak atsiri, vitamin, mineral, flavon glukosida, dan saponin. e. Bawang putih Umbi bawang putih memiliki aroma yang tajam dan khas yang dapat membuat masakan lebih enak Aroma tajam tersebut berasal dari alicin dan kandungan sulfur (Muhlisah & Hening 1998). Umbi bawang putih memiliki kandungan zat gizi yang terdiri atas protein, lemak, karbohidrat, kalsium, kalium dan vitamin. f.
Jahe Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 2-3%. Penghasil rasa pedas jahe adalah gingerol dan shagaol yang banyak terdapat dalam oleoresin jahe (Rismunandar 1992).
g. Lengkuas Rimpang lengkuas mengandung minyak atsiri yang terdiri dari kamfer, sineol, metilsinamat, galangal, galangin dan alpinen. Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan minyak dan lemak (Muchtadi & Sugiyono 1992). h. Daun jeruk Daun jeruk berwarna hijau tua dan terkesan tebal. Jika daun itu diremas akan berbau seperti jeruknya. Bentuk fisik daun oval tumpul. Daun jeruk terdiri dari dua bagian yaitu lembaran daun besar dan kecil. Lembaran daun kecil letaknya dekat dengan tangkai daun. Daun jeruk berfungsi sebagai pemberi aroma dan rasa. i.
Vanilli Buah vanilli yang sudah masak mengandung zat vanillin. Zat ini merupakan bahan aroma buah vanilli yang paling utama (Rismunandar & Sukma 2003). Wewangian vanilli akan meningkat apabila buah vanilli telah mengalami proses pengolahan. Selain zat vanillin masih zat organik lainnya
19
yang terkandung di dalam vanilli dalam jumlah yang relatif sedikit yaitu asam cuka, eugenol, methyl, ether, anisil ethil ether dan lainnya. j.
Garam Garam dapur merupakan komponen bahan makanan yang akan memberikan rasa terhadap makanan. Menurut Winarno (1997) makanan yang mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar sehingga tidak disenangi. Dalam pengolahan makanan garam dapur berfungsi sebagai pengawet. Garam sebagai pengawet dapat disebabkan karena aktivitas air dalam bahan dapat berkurang oleh karena adanya sifat osmosis pada garam sehingga daya awet bahan dapat meningkat.